Alfeus Manuntung, Pengaruh Cognitive Behavioral ... ARTIKEL PENELITIAN Pengaruh Cognitive Behavioral Therapy (CBT) terhadap Self Efficacy dan Self Care Behavior pada Pasien Hipertensi Effect of Cognitive Behavioral Therapy (CBT) on Self Efficacy and Self Care Behavior in Patients with Hypertension Alfeus Manuntung Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya E-mail: [email protected] Abstrak Penderita hipertensi cenderung mengabaikan atau kurang menyadari karakter penyakit hipertensi. Ketidakpatuhan terhadap perilaku perawatan diri juga dapat berdampak buruk terhadap kesehatan yang dialami penderita hipertensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan self efficacy dan self care behavior pada pasien hipertensi adalah melalui Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh CBT terhadap self efficacy dan self care behavior pada pasien hipertensi di Kota Palangka Raya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasi experiment: nonrandomized pretest posttest control group design. Satu kelompok terdiri dari 12 orang diberikan CBT sebanyak empat kali pertemuan. Satu kelompok yang terdiri dari 12 orang sebagai kontrol. Sampel dipilih dengan cara concecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur tingkat self efficacy dan self care behavior menggunakan kuesioner sebelum dan sesudah intervensi. Uji statistik yang digunakan adalah paired t test dan t test independent. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dalam peningkatan self efficacy pasien hipertensi sebelum dan sesudah pemberian CBT dengan nilai p (0,000)<0,05, ada pengaruh yang signifikan dalam peningkatan self care behavior pasien hipertensi sebelum dan sesudah pemberian CBT dengan nilai p (0,000)<0,05, dan ada hubungan yang signifikan antara self efficacy dan self care behavior. Disimpulkan bahwa CBT berpengaruh terhadap self efficacy dan self care behavior pada pasien hipertensi, dan terdapat hubungan antara self efficacy dan self care behavior pasien hipertensi. Kata kunci: Cognitive Behavioral Therapy (CBT), self efficacy, self care behavior, hipertensi Abstract Patients with hypertension tend to ignore or be unaware of the character of hypertensive disease. Poor adherence to self-care behaviors can also have a negative impact on the health of patients experienced hypertension. One of the efforts to increase self efficacy and self care behavior in patients with hypertensionthrough Cognitive Behavioral Therapy (CBT). The objective of this study was to analyze the effect of CBT on self efficacy and self care behavior in patients with hypertension in Palangka Raya City with quasi experiment research design: nonrandomized pretest-posttest control group design. One group consisting of 12 respondents were given four sessions of CBT. One group consisting of 12 respondents as controls. Samples were selected by concecutive sampling. Data collection is done by measuring the level of self efficacy and self care behavior using questionnaires before and after the intervention. The statistical test used the paired t test and independent t test. The results showed that there is significant effect in increasing self efficacy in hypertensive patients before and after intervention of CBT with a p-value (0.000)<0.05, there is significant effect in improving self care behavior of hypertensive patients before and after intervention of CBT with a p-value (0.000)<0.05, and there is significant relationship between self efficacy and self care behavior. It can concluded that CBT effect on self efficacy and self care behavior in patients with hypertension, and there is a relationship between self efficacy and self care behavior of hypertensive patients. Key words: Cognitive Behavioral Therapy (CBT), self efficacy, self care behavior, hypertension 42 Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 39 - 50, Januari 2015 PENDAHULUAN Hipertensi hipertensi pada penduduk umur >15 tahun di satu atas prevalensi nasional, yaitu Bangka Belitung, penyebab morbiditas dan mortalitas yang paling Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa sering terjadi di seluruh dunia. Orang yang Barat, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Kalimantan menderita hipertensi biasanya tidak sadar akan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan kondisinya. Kalimantan Tengah.3 dipantau merupakan Tekanan secara darah teratur salah pasien karena harus hipertensi Penderita hipertensi di Kota Palangka merupakan kondisi seumur hidup begitu penyakit Raya dalam lima tahun terakhir menunjukkan ini diderita.1 peningkatan yang cukup tajam yaitu pada tahun Penyakit hipertensi telah mengakibatkan 2004 dilaporkan terdapat 1.127 penderita, kematian 9,4 juta warga dunia setiap tahunnya. namun pada tahun 2008 meningkat hampir World (WHO) enam kali menjadi 6.757 penderita, tahun 2009 memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan dilaporkan sebanyak 6.382 penderita, dan tahun terus 2010 dilaporkan sebanyak 6.696 penderita.4 Health meningkat penduduk yang Organization seiring dengan meningkat. WHO jumlah juga Kasus hipertensi Panarung terkena hipertensi pada tahun 2025 mendatang. menunjukkan Persentase penderita hipertensi saat ini paling terakhir, yaitu pada bulan September 2013 banyak terdapat di negara berkembang. Data dilaporkan kasus baru hipertensi sebanyak 78 Global Status Report on Noncommunicable orang, bulan Oktober 2013 sebanyak 83 orang Disesases 2010 dari WHO menyebutkan, 40 dan bulan Nopember 2013 sebanyak 110 orang.5 Data Palangka Puskesmas memproyeksikan sekitar 29 persen warga dunia persen negara ekonomi berkembang memiliki Kota di peningkatan pada pendahuluan di Raya juga tiga bulan Puskesmas penderita hipertensi, sedangkan negara maju Panarung Kota Palangka Raya menunjukkan hanya 35 persen. Kawasan Afrika memegang bahwa tingkat keterlibatan dalam perawatan diri posisi tertinggi penderita hipertensi sebanyak 46 penderita hipertensi masih relatif rendah. Hal ini persen, kawasan Amerika menempati posisi kemungkinan terendah dengan 35 persen, sedangkan di mengabaikan atau kurang menyadari karakter kawasan Asia Tenggara 36 persen orang penyakit hipertensi. Intensi dan self efficacy dewasa menderita hipertensi. Penyakit ini telah penderita hipertensi untuk mengontrol tekanan membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya di darah juga masih sangat kurang. Penderita kawasan Asia. Hal ini menandakan satu dari tiga hipertensi orang menderita tekanan darah tinggi. 2 terjadi karena cenderung penderita menganggap kesembuhannya permanen ketika tekanan darah Angka penderita hipertensi di Indonesia sudah kembali normal, padahal sekali divonis mencapai 25,8 persen pada tahun 2013 dengan hipertensi, penyakit tersebut akan terus membelit kisaran usia di atas 15 tahun. Data Riset tubuh Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan sebanyak kemampuan penatalaksanaan atau perawatan sepuluh mandiri (self care behavior) pasien hipertensi provinsi mempunyai prevalensi penderita. Pemahaman pasien dan 43 Alfeus Manuntung, Pengaruh Cognitive Behavioral ... juga masih sangat rendah. Ketidakpatuhan Kelompok perlakuan diberikan suatu perlakuan terhadap perilaku perawatan diri ini dapat berupa CBT. Populasi dalam penelitian ini berdampak buruk terhadap kesehatan yang adalah semua pasien hipertensi di wilayah kerja 6 Puskesmas Panarung Kota Palangka Raya pada Perawat dapat memberikan bantuan bulan April 2014 sampai dengan bulan Mei 2014. pada pasien dengan memberikan psikoterapi Kriteria inklusi penelitian ini adalah keadaan dengan melakukan umum pasien baik, umur 45-59 tahun (middle perawatan hipertensi secara mandiri. Salah satu age) terdiagnosa hipertensi minimal enam bulan psikoterapi yang digunakan adalah Cognitive yang tidak terkontrol dan mendapatkan obat Behavioral Therapy (CBT) yaitu pendekatan antihipertensi. Kriteria eksklusi penelitian ini psikoterapi yang digunakan untuk menangani adalah emosi disfungsional, perilaku maladaptif dan kognitif yang dapat mengganggu penelitian proses kognitif melalui tujuan yang berorientasi (contoh: retardasi mental ataupun pasien yang dan prosedur sistematis. CBT dianggap efektif mengalami untuk komplikasi dialami penderita hipertensi. tujuan pasien pengobatan mampu berbagai kondisi atau terdapat keterbatasan gangguan mental inteligensi), atau ada serius yang dapat mengganggu masalah kesehatan. Banyak program perawatan penelitian, seperti stroke, sakit jantung berat, dan CBT untuk gangguan tertentu telah dievaluasi sakit ginjal berat. Teknik pengambilan sampel keberhasilannya.7 menggunakan teknik nonprobability sampling, untuk yaitu concecutive sampling. Besar sampel dari self tiap kelompok yang digunakan pada penelitian efficacy dan self care behavior pada pasien ini dihitung menggunakan rumus estimasi besar hipertensi di Kota Palangka Raya. sampel untuk penelitian yang bertujuan menguji Tujuan menganalisis penelitian pengaruh ini CBT adalah terhadap hipotesis beda dua mean kelompok independen (Lemeshow, 1990),8 sebagai berikut: BAHAN DAN CARA Jenis experiment penelitian dengan ini adalah desain quasi penelitian nonrandomized pretest posttest control group 2𝜎 2 (𝑍1−𝛼/2 + 𝑍1−𝛽 ) 𝑛= (𝜇1 − 𝜇2 )2 Sampel yang 2 dibutuhkan dalam design. Penelitian ini melibatkan dua kelompok penelitian ini adalah dua belas orang untuk subjek yaitu kelompok perlakuan dan kelompok setiap kelompok. kontrol, namun tidak dilakukan randomisasi. 44 Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 39 - 50, Januari 2015 Tabel 1. Distribusi Frekuensi Self Efficacy pada Pasien Hipertensi di Kota Palangka Raya Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Self efficacy pasien hipertensi pretest posttest pretest posttest f % f % f % f % Baik 10 83,3 -*) Cukup 4 33,3 2 16,7 10 83,3 10 83,3 Kurang 8 66,7 2 16,7 2 16,7 Jumlah 12 100 12 100 12 100 12 100 Paired t test p=0,000 p=0,000 T test independent p=0,000 Ket : *) - : tidak ada Tabel 2. Distribusi Frekuensi Self Care Behavior pada Pasien Hipertensi di Kota Palangka Raya Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Self care behavior pretest posttest pretest posttest pasien hipertensi f % f % f % f % Baik 8 66,7 -*) Cukup 9 75 4 33,3 8 66,7 8 66,7 Kurang 3 25 4 33,3 4 33,3 Jumlah 12 100 12 100 12 100 12 100 Paired t test p=0,000 p=0,000 T test independent p=0,000 Ket : *) - : tidak ada Pengumpulan data dilakukan dengan dan datanya interval, sedangkan untuk mengukur tingkat self efficacy dan self care mengetahui hubungan antara self efficacy dan behavior menggunakan kuesioner sebelum dan self care behavior dilakukan analisis korelasi setelah intervensi. 1) Analisis deskriptif: variabel Pearson yang akan menghasilkan angka dan yang berbentuk kategorik (jenis kelamin, status tanda positif atau negatif. perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan lama sakit) atau dikategorisasikan (self efficacy dan self care behavior) disajikan dalam bentuk proporsi, sedangkan variabel HASIL Penelitian yang dilaksanakan mulai yang bulan April sampai dengan Mei 2014 wilayah berbentuk numerik (umur) disajikan berupa nilai kerja Puskesmas Panarung Kota Palangka Raya tendensi sentral dalam bentuk mean, median, menunjukkan distribusi frekuensi self efficacy modus dan deviasi standar dengan internal dan self care behavior pada 24 responden. consistency (IC) 95%, 2) Analisis inferensial: Distribusi frekuensi tersebut ditunjukkan pada digunakan untuk menguji signifikansi variabel tabel sebagai berikut. penelitian dengan menggunakan bantuan dan analisis statistik. Uji paired t test dilakukan karena ingin mengetahui perbedaan sebelum dan setelah pelaksanaan suatu intervensi di dalam suatu sampel dan datanya interval. Uji t test independent dilakukan karena ingin melakukan komparasi antara dua sampel bebas Tabel 3. Hasil Uji Korelasi Product Moment Self Efficacy dan Self Care Behavior Kelompok Jenis tes Nilai r P Perlakuan Pretest 0,548 0,065 Posttest 0,203 0,527 Kontrol Pretest 0,560 0,058 Posttest 0,535 0,073 45 Alfeus Manuntung, Pengaruh Cognitive Behavioral ... rata-rata tingkat pendidikan dan pekerjaan pada DISKUSI kelompok kontrol lebih tinggi daripada kelompok Pengaruh CBT terhadap Self Efficacy perlakuan. Pasien penelitian terjadinya perbedaan self efficacy antara kedua menunjukkan bahwa setelah dilakukan intervensi kelompok pada saat pretest karena semakin CBT, self efficacy pada kelompok perlakuan tinggi tingkat pendidikan dan pekerjaan akan mengalami peningkatan. Self efficacy pada mempengaruhi self efficacy seseorang, selain itu kelompok adanya perbedaan dari lamanya menderita pada Hipertensi. perlakuan Hasil sebelum intervensi Perbedaan hipertensi (66,7%) dan setelah intervensi sebagian besar hipertensi pada kelompok perlakuan lebih lama responden pada kelompok perlakuan mengalami daripada kelompok kontrol juga menyebabkan peningkatan self efficacy dalam kategori baik terjadinya perbedaan self efficacy antara kedua (83,3%) dengan peningkatan nilai rata-rata self kelompok pada saat pretest. Hal ini sesuai efficacy dengan kelompok kontrol 40,33, yang sedangkan penelitian lama Findlow menderita (2012),9 bahwa mendapatkan semakin tinggi tingkat pendidikan dan latar intervensi pada saat pretest sebagian besar belakang pendidikan, serta semakin lama waktu responden penerimaan mempunyai tidak pada rata-rata menyebabkan sebagian besar berada dalam kategori kurang sebesar yaitu ini self efficacy dalam kategori cukup (83,3%), sedangkan pada saat terhadap penyakitnya akan mempengaruhi self efficacy pasien. posttest sebagian besar responden juga dalam Ajzen (2005),10 menjelaskan bahwa kategori cukup (83,3%) dengan nilai rata-rata sikap dan perilaku individu terhadap suatu hal self efficacy sebesar 23,83. dipengaruhi oleh tiga faktor latar belakang, Hasil uji paired t test menunjukkan yakni personal, sosial dan informasi. Faktor adanya peningkatan self efficacy pada kelompok personal perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality didukung oleh uji t test independent dengan nilai traits), p=0,000 (p<0,05) yang menunjukkan adanya kecerdasan perbedaan signifikan peningkatan antara self kelompok adalah nilai sikap hidup yang umum (values), dimilikinya. seseorang emosi Faktor dan sosial efficacy yang antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), perlakuan dan etnis, pendidikan, penghasilan dan agama. kelompok kontrol. Faktor informasi adalah pengalaman, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan paparan pada media. Perilaku terdapat perbedaan tingkat self efficacy pada dilakukan karena individu mempunyai minat kedua kelompok pada saat pretest yaitu pada atau keinginan untuk melakukannya. Minat dan kelompok perlakuan lebih rendah daripada keinginan pasien adalah hal yang penting, kelompok kontrol. Hal ini berhubungan dengan pasien perlu menyadari bahwa merekalah yang perbedaan faktor predisposisi yang dimiliki oleh mengontrol kehidupannya, bukan orang lain dan kedua kelompok yaitu adanya perbedaan dari mereka yang bertanggung jawab hasil dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan, yaitu 46 Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 39 - 50, Januari 2015 perbuatannya dan setiap pasien mempunyai faktor tersebut akan mempengaruhi persepsi kemampuan untuk berubah. seseorang Penelitian yang dilakukan oleh Craciun 11 terhadap penyakit dan pengelolaannya yang meliputi persepsi pasien menunjukkan bahwa pendekatan CBT tentang kerentanan (susceptible), keparahan efektif untuk mengurangi keyakinan irasional dan (severity), manfaat dari tindakan yang dilakukan, stres. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan persepsi tentang teori Health Belief Model (HBM) di dalam Edberg adanya petunjuk (2013), (2010), 12 bahwa seseorang yang telah sedikitnya dan hambatan arahan dari dan tenaga kesehatan dalam penatalaksanaan penyakitnya. mendapatkan informasi dan keterampilan terkait Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penyakitnya akan mempunyai persepsi peningkatan self efficacy yang terjadi pada yang baik pula terhadap penyakitnya dan akan kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan membentuk kelompok kontrol. Sebagian besar responden dan memperkuat self efficacy seseorang sebelumnya. baik laki-laki maupun perempuan setelah Salah satu faktor yang mempengaruhi intervensi mengalami peningkatan ke dalam self efficacy pada pasien hipertensi berdasarkan kategori baik, sedangkan pada kelompok kontrol pengamatan selama penelitian adalah persepsi sebagian besar dalam kategori cukup, selain itu individu terhadap penyakit dan tingkat keparahan dari segi tingkat pendidikan, setelah intervensi yang dialami. Hal ini juga didukung oleh Bandura sebagian besar responden (1994), 13 pada kelompok yang menjelaskan bahwa self efficacy perlakuan yang berpendidikan SD, SMP dan seseorang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu SMA mengalami peningkatan ke dalam kategori performance baik, accomplishment, vicarious sedangkan pada kelompok kontrol experience, verbal persuasion, dan emotional sebagian besar mempunyai self efficacy dalam arousal. Self efficacy tersebut dapat diperoleh, kategori diubah, atau ditingkatkan melalui salah satu atau pengetahuan dan dukungan informasi yang kombinasi empat faktor tersebut. Performance cukup accomplishment merupakan suatu pengalaman menimbulkan kesadaran dan sikap yang positif atau prestasi yang pernah dicapai oleh individu untuk perawatan hipertensi. cukup. tentang Hal ini penyakit dipengaruhi hipertensi oleh sehingga tersebut di masa lalu, vicarious experience Hasil pengamatan selama penelitian merupakan pengalaman yang diperoleh dari menunjukkan bahwa responden mempunyai orang merupakan minat untuk berubah dan selalu memperhatikan persuasi yang dilakukan oleh orang lain secara informasi yang diberikan tentang perawatan verbal maupun oleh dirinya sendiri (self talk) hipertensi. Sikap empati merupakan ciri penting yang dapat mempengaruhi seseorang untuk bagi membangun keyakinan dan kepercayaan bertindak responden, lain, verbal atau persuasion berperilaku, dan emotional selain itu kerja sama antara arousal yang merupakan pembangkitan emosi responden dan perawat dalam pelaksanaan CBT positif sehingga individu mempunyai keyakinan juga mampu membuat proses pertukaran pikiran untuk melakukan tindakan tertentu. Keempat dapat dilakukan dengan bimbingan. Pertukaran 47 Alfeus Manuntung, Pengaruh Cognitive Behavioral ... pikiran dan emosi tersebut bisa membuat kelompok kontrol yaitu peningkatan self care responden merasakan perasaannya. behavior pada kelompok perlakuan lebih tinggi Bentuk interaksi yang terjadi dalam suasana yang kondusif juga turut menyumbang perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, Pengaruh CBT terhadap Self Care pada penelitian menunjukkan faktor pemungkin (enabling factors),dan faktor care penguat (reinforcing factors). Faktor predisposisi behavior pada kelompok perlakuan mengalami meliputi karakteristik responden, pengetahuan, peningkatan intervensi. sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai dan tradisi. Tingkat self care behavior menunjukkan bahwa Seseorang dengan pengetahuan yang cukup sebelum intervensi pada kelompok perlakuan tentang perilaku perawatan hipertensi, maka sebagian besar berada dalam kategori cukup secara (75%) dan setelah intervensi sebagian besar menuruti aturan perawatan disertai munculnya responden pada kelompok perlakuan mengalami keyakinan untuk sembuh. Faktor pemungkin peningkatan self care behavior dengan kategori meliputi baik (66,7%) dengan peningkatan nilai rata-rata ketercapaian sarana, keterampilan yang berkaitan self care behavior sebesar 126,08. Kelompok dengan kesehatan. Lingkungan yang jauh atau kontrol intervensi jarak dari pelayanan kesehatan memberikan tingkat self care behavior pada saat pretest kontribusi rendahnya perilaku perawatan pada sebagian dalam penderita hipertensi. Faktor penguat meliputi kategori cukup (66,7%), sedangkan pada saat sikap dan praktik petugas kesehatan dalam posttest sebagian besar responden juga berada pemberian pelayanan kesehatan, sikap dan dalam dengan praktik petugas lain seperti tokoh masyarakat, peningkatan nilai rata-rata self care behavior tokoh agama, dan keluarga. Dukungan petugas yang terjadi sebesar 89,25. kesehatan sangat membantu dan sangat besar setelah yang tidak besar kategori Kedua Hipertensi. yaitu faktor predisposisi (predisposising factors), Hasil peningkatan Pasien Green (1980), 14 menjelaskan bahwa ke arah peningkatan sikap menghargai diri sendiri. Behavior daripada kelompok kontrol. bahwa dilakukan mendapatkan responden cukup berada (66,7%) kelompok self self care mengalami behavior, namun artinya langsung akan bersikap ketersediaan bagi positif sarana seseorang dalam dan kesehatan, melakukan perawatan hipertensi, sebab petugas adalah yang berdasarkan hasil uji paired t test pada kelompok merawat perlakuan dan kelompok kontrol menunjukkan pemahaman terhadap kondisi fisik maupun psikis peningkatan lebih baik, dengan sering berinteraksi akan sangat perlakuan yang kelompok dibandingkan berinteraksi, sehingga mempengaruhi rasa percaya dan menerima kelompok kontrol. Hal ini diperkuat dengan kehadiran petugas bagi dirinya, serta motivasi adanya uji t test independent dengan nilai atau dukungan yang diberikan petugas sangat p=0,000 (p<0,05) yang menunjukkan adanya besar artinya terhadap ketaatan pasien untuk perbedaan peningkatan self care behavior yang selalu mengontrol tekanan darahnya secara rutin. signifikan Dukungan keluarga juga sangat berperan dalam antara tinggi pada sering pada 48 lebih terjadi dan kelompok perlakuan dan Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 39 - 50, Januari 2015 menentukan cara asuhan yang diperlukan oleh perawatan memberikan pasien perasaan kontrol anggota keluarga yang menderita hipertensi diri sehingga mereka merasa tidak sendiri dalam keterampilan koping, dan dapat meningkatkan menghadapi penyakit kerja sama dalam regimen terapeutik. Pasien hipertensi merupakan penyakit seumur hidup yang merasa yakin bahwa hipertensi merupakan dan perawatannya pun seumur hidup. suatu keadaan yang dikelola dan pasien yang penyakitnya Notoatmojo karena (2010), 15 menjelaskan yang memiliki berkelanjutan, pengetahuan memperbaiki tentang perilaku bahwa perilaku ketaatan pada individu sangat perawatan diri yang tepat merupakan faktor dipengaruhi penting dalam meningkatkan perawatan diri oleh pengetahuan, beberapa sikap, ciri faktor yaitu individual dan hipertensi dan kontrol tekanan darah. partisipasi. Pengetahuan merupakan hal yang Pengetahuan yang rendah akan berdampak sangat pada kemampuan pasien dalam pengelolaan berpengaruh perilaku terhadap seseorang. terbentuknya Pengetahuan pasien hipertensi secara mandiri (self care behavior) tentang perawatan pada penderita hipertensi sehingga mengakibatkan tingginya angka yang rendah dapat menimbulkan kesadaran morbiditas dan mortalitas, serta komplikasi yang yang rendah pula sehingga mempengaruhi dialami pasien. NACBT (2007),9 menyatakan bahwa penderita hipertensi dalam mengontrol tekanan darah, kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya pasien dapat berpartisipasi dalam melatih diri dengan cara mandiri terjadi komplikasi pasien Perawatan terlibat aktivitas dan membuat keputusan, penguatan diri dan strategi diperoleh, lain yang mengacu pada self-regulation. Tujuan pendayagunaan dan kemampuan monitoring dari CBT yaitu mengajak individu untuk belajar terhadap manajemen perawatan diri sehingga mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan membantu pasien hipertensi dalam mengubah tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih perilakunya untuk jelas dan membantu dalam keputusan yang meningkatkan self management sehingga hasil tepat sehingga pada akhirnya dengan CBT yang pencegahan diharapkan dapat membantu pasien dalam komplikasi dan peningkatan kualitas hidup menyelaraskan dalam berpikir, merasa dan dapat tercapai. bertindak. kesehatan secara diharapkan tergantung CBT pada pendidikan sangat lanjut. melalui yang signifikan berupa Brashers (2008), 16 menjelaskan bahwa Oemarjoedi (2003),17 menyatakan terapi yang adekuat secara bermakna dapat bahwa CBT dapat menjadi terapi yang efektif menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung, untuk berbagai masalah seperti kecemasan, stroke, kongestif. nyeri kronis, depresi, masalah tidur, masalah Keberhasilan terapi bergantung pada pendidikan makan dan masalah kesehatan umum lainnya. pasien, dan Penyakit kronis seperti hipertensi membutuhkan pembahasan strategi secara berulang bersama pendekatan yang berpusat pada pasien, yaitu pasien. Keterlibatan pasien dalam perencanaan pemberdayaan pasien yang menekankan pada dan tindak gagal lanjut jantung yang cermat, 49 Alfeus Manuntung, Pengaruh Cognitive Behavioral ... memfasilitasi perawatan diri pasien (self care behavior) pada pasien mengarahkan dirinya dalam perubahan kelompok perlakuan tidak terlepas dari proses perilaku yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan belajar pasien selama dilakukan intervensi. salah satu prinsip CBT yaitu CBT merupakan Setiap perilaku manusia itu merupakan hasil edukasi yang bertujuan mengajarkan pasien dari untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan merespons berbagai stimulus dari lingkungannya menekankan pada pencegahan. dan dalam proses belajar untuk menghasilkan pendekatan kolaboratif untuk proses belajar (pengalaman) dalam Peningkatan self care behavior pada perilaku kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan peranan kelompok kontrol karena selama kunjungan mempertimbangkan rumah pasien mendapatkan intervensi CBT hendak dilakukan, menentukan pilihan tindakan secara terstruktur. Responden berperan aktif dan mengambil keputusan tindakan perilakunya. aspek penting kognitif memiliki terutama berbagai dalam tindakan yang Hubungan antara Self Efficacy dan dalam mengikuti setiap sesi selama intervensi. 18 tersebut, menyatakan bahwa CBT dapat Self Care Behavior pada Pasien Hipertensi. mengubah sikap dan perilaku seseorang dengan Hasil uji korelasi product moment menunjukkan berfokus pada pikiran, keyakinan dan sikap yang adanya hubungan yang positif dan signifikan kita pegang (proses kognitif) dan bagaimana hal antara variabel self efficacy dan self care ini berhubungan dengan cara kita berperilaku. behavior pada Hal ini juga didukung oleh penelitian Shahni kelompok kontrol, Beck (2011), 19 kelompok baik perlakuan pada saat dan pretest bahwa model kognitif-perilaku secara maupun posttest, yang artinya jika self efficacy signifikan dapat meningkatkan self care behavior meningkat, maka self care behavior juga akan pada pasien yang menderita penyakit kronis. meningkat, (2013), Hasil penelitian menunjukkan bahwa begitu pun sebaliknya, namun peningkatan angka korelasi yang terjadi pada pelaksanaan CBT memberikan pengaruh yang kelompok signifikan kelompok kontrol yaitu 0,345 berbanding 0,025. dalam meningkatkan self care behavior pada pasien hipertensi. Hasil penelitian perlakuan Peningkatan lebih angka tinggi korelasi daripada antara yang variabel self efficacy dan self care behavior yang dilakukan oleh Arch (2013),20 yang menunjukkan terjadi pada kelompok perlakuan lebih tinggi bahwa CBT efektif dalam mengurangi keparahan daripada kelompok kontrol disebabkan oleh diagnosis dan efektif mengurangi kecemasan. adanya peningkatan self efficacy pada kelompok Inti adalah perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol. memiliki Hal ini menyebabkan peningkatan self care tekanan darah tinggi dengan mengatur pola behavior pada kelompok perlakuan menjadi lebih hidup tinggi ini juga relevan dengan penatalaksanaan pencegahan pada sehat penelitian hipertensi individu untuk yang mengurangi komplikasi daripada kelompok kontrol. Hal ini hipertensi meliputi manajemen berat badan, didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan menghindari alkohol, berhenti merokok, dan oleh Findlow (2012),9 menunjukkan hubungan modifikasi positif antara self efficacy dan self care behavior 50 diet. Peningkatan kemampuan Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 39 - 50, Januari 2015 sehingga adanya peningkatan self efficacy juga dan harapan bahwa mereka mampu untuk akan diikuti dengan peningkatan self care melakukan perubahan perilaku. Tiga persepsi behavior. tersebut Bandura (1994), 21 menjelaskan bahwa secara bersama-sama akan mempengaruhi intensi perilaku dan usaha untuk self efficacy akan mempengaruhi empat proses melakukan dalam diri manusia, yaitu cara individu berpikir mempertahankan perilaku baru yang sudah (kognitif), perasaan (afektif), motivasional, dan dilakukan. perubahan perilaku, dan seleksi terhadap perilaku perawatan yang dipilih Hasil penelitian ini mendukung penelitian oleh individu. Self efficacy akan mempengaruhi yang dilakukan Bosworth (2009),22 bahwa tingkat cara self efficacy yang baik dapat menyebabkan seseorang untuk berpikir, perasaan, motivasi, dan penampilan yang ditunjukkan peningkatan individu. Motivasi seseorang untuk menunjukkan memperbaiki kontrol hipertensi. Hasil penelitian perilaku tertentu tergantung pada kemampuan ini juga sesuai individu mengevaluasi self efficacy yang self management untuk dengan penelitian Findlow 9 (2012), yang menyatakan bahwa self efficacy dimilikinya. Self efficacy individu yang semakin dapat baik dalam mengetahui kepatuhan pasien dalam self care memecahkan masalah. Individu yang meyakini behavior. Pasien dengan kepatuhan yang kurang bahwa dia mampu melakukan suatu perilaku mempunyai self efficacy yang kurang juga. tertentu akan melakukan perilaku tersebut, Pasien hipertensi dengan self efficacy yang baik sedangkan individu dengan self efficacy yang menunjukkan kurang melakukan hipertensi daripada pasien yang self efficacy-nya perilaku tersebut atau menghindarinya. Individu kurang dan nilai self efficacy berhubungan dengan self efficacy yang baik akan lebih mudah dengan perilaku spesifik dalam penatalaksanaan mengadopsi perilaku baru. hipertensi, seperti manajemen berat badan, diet akan memudahkan cenderung Hasil individu untuk penelitian tidak ini sesuai dengan digunakan sebagai ketaatan prediktor dalam untuk manajemen dan pengobatan. 21 Self efficacy yang baik akan membuat efficacy individu merasa mampu untuk melakukan perilaku merupakan prediktor yang paling efektif dalam perawatan mandiri (self care behavior) sehingga menilai perubahan perilaku seseorang. Individu dapat menurunkan komplikasi hipertensi dan dengan self efficacy yang baik akan mempunyai meningkatkan kualitas hidupnya. Perilaku yang kemampuan kontrol dalam didasari oleh pengetahuan dan sikap positif, menghadapi ancaman, mempunyai masalah maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. yang lebih sedikit dan lebih mudah pulih dengan Pengetahuan pasien yang semakin meningkat cepat. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tentang persepsi kemajuan berpikir tentang perilaku yang baik pendapat yang disampaikan Bandura (1994), yang menyatakan individu bahwa diri self yang terhadap tiga kuat hal, yaitu hipertensi bisa akan mengarah berpengaruh pada persepsi tentang tingkat risiko, yang diikuti oleh sehingga terhadap harapan bahwa perilaku akan menurunkan risiko terkontrolnya tekanan darah. Perilaku yang baik 51 Alfeus Manuntung, Pengaruh Cognitive Behavioral ... tersebut bisa dalam hal perencanaan makan, misalnya diet rendah konsumsi lemak makanan yang garam, hewani, mengurangi kacang berkolesterol tinggi Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes R.I., 2013. Laporan tanah, Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan 2013. Kementerian Kesehatan Republik mengandung alkohol, dalam hal olah raga penderita selalu rutin jalan pagi dan senam pagi. Hal inilah yang dapat membantu mengontrol tekanan darah. Indonesia, Jakarta. 4. Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, 2011. Profil Kesehatan Kota Palangka Raya, 2010. 5. Puskesmas Panarung Kota Palangka Raya, Keterbatasan penelitian ini adalah tidak menggunakan teknik randomisasi dalam teknik pengambilan 3. Badan sampel, selain itu pengisian 2013. Laporan Surveilans Kasus Penyakit Tidak Menular Bulan Nopember 2013. 6. Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, kuesioner dipengaruhi oleh pemahaman dan 2014. daya ingat responden terhadap dukungan yang Diakses diterima dan kualitas hidup yang dirasakan http://www.dinkes.palangkaraya.go.id/ pada sehingga gangguan konsentrasi dan penurunan tanggal 12 Mei 2014. daya ingat mempengaruhi kebenaran jawaban 7. NACBT, ‘UPTD Puskesmas dari 2007. ‘Cognitive Therapy’. Diakses dari yang diberikan. Panarung’. Behavioral pada tanggal 5 Oktober 2013. SIMPULAN 8. Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J. & Kesimpulan dari penelitian ini adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berpengaruh terhadap self efficacy dan self care Lwangsa, S.K., 1990. Adequacy of Sample Size in Health Studies. World Health Organization. behavior pada pasien hipertensi, dan terdapat 9. Findlow, J.W. & Seymour, R.B., 2011. hubungan antara self efficacy dan self care ‘Prevalence Rates of Hypertension Self- behavior pasien hipertensi. Care Activities among African Americans’. J Natl Med Assoc. 2011 June; 103(6): 503– DAFTAR PUSTAKA 512. Diakses dari pada tanggal 18 Oktober 1. Smeltzer, Suzanne C., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Sudarth. Edisi 8. vol 2. Alih bahasa: Meningkat. 52 10. Ajzen, I., 2005. Attitude, Personality, & Behavior. Open University Press. 11. Craciun, Kuncara, dkk. Jakarta: EGC. 2. Kompas. 2013. Penderita Hipertensi Terus 2013. Diakses dari B., 2013. ‘The Efficiency of Applying a Cognitive Behavioral Therapy Program in Diminishing Perfectionism, http://health.kompas.com/read/2013/04/05/1 Irrational Beliefs and Teenagers’ Stres’. 404008/Penderita.Hipertensi.Terus.Meningk Procedia-Sosial and Behavioral Sciences 84 at pada tanggal 5 Oktober 2013 (2013) 274–278. Diakses dari Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 39 - 50, Januari 2015 http://www.sciencedirect.com/ pada tanggal Behavioral Treatment of Pain on Increasing 5 Oktober 2013. of Self-Efficacy in Patients with Chronic 12. Edberg, M., 2010. Buku Ajar Kesehatan Pain’. Procedia-Sosial and Behavioral Masyarakat: Teori Sosial dan Perilaku. Alih Sciences 84 (2013) 225–229. Diakses dari bahasa: Anwar, dkk, Jakarta: EGC. http://www.sciencedirect.com/ pada tanggal 13. Bandura, A., 1994. ‘Self-Efficacy: Toward a Unyfying Behavioral 20. Arch, J.J., Ayers, C.R., Baker, A. Almklov, Change’. Psychological Review 1977, vol. E., Dean, D.J., & Craske M.G., 2013. 84. ‘Randomized no. 2. Theory of 5 Oktober 2013. 191-215. Diakses dari Clinical Trial of Adapted http://www.ou.edu/cls/online/ pada tanggal Mindfulness-Based Stres Reduction Versus 20 Oktober 2013. Group Cognitive Behavioral Therapy for 14. Green, Lawrence. Planning A Health Diagnostic Education Heterogeneous Anxiety Disorders’. Approach. Behaviour Research and Therapy 51 (2013) Baltimore. The John Hopkins University, 185e196. Mayfield Publishing Co. 1980. http://www.sciencedirect.com/ pada tanggal 15. Notoatmodjo, S., 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Diakses dari 5 Oktober 2013. 21. Bandura, A., 1994. ‘Self-Efficacy. in V. S. 16. Brashers, Valentina L., 2008. Aplikasi Klinis Ramachaudran (ed.), Encyclopedia of Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen. Human Behavior’. New York: Academic Edisi 2. Alih bahasa: Kuncara. Jakarta: Press, vol. 4, pp. 71-81. Diakses dari pada EGC. tanggal 20 Oktober 2013. 17. Oemarjoedi, Cognitive A.K. Behavior 2003. Pendekatan 22. Bosworth, H.B., Olsen, M.K., Grubber J.M., dalam Psikoterapi. Neary A.M., RN, Orr M.M., Powers B.J., Jakarta: Kreativ Media. Adams M.B., Svetkey L.P., Reed S.D., Li, 18. Beck, Judith S., 2011. Cognitive Behavior Yanhong, Dolor R.J., Oddone E.Z., 2009. Therapy: Basics and Beyond. 2nd ed. New ‘Two York: The Guilford Press. Improve Hypertension Control’. Ann Intern 19. Shahni, R., Shairi, M.R., Moghaddam, M.A.A., & Zarnaghash, M., 2013. ‘Appointment the Effectiveness of Cognitive- Self-management Interventions to Med. 2009; 151: 687-695. Diakses dari http://www.sciencedirect.com/ pada tanggal 5 Oktober 2013. 53