PEREMPUAN DAN KEDUDUKANNYA DI ZAMAN VEDA Dewi Kusumasanthi Jurusan Hukum Agama Hindu, STAHN Gde Pudja Mataram Abstrak Perempuan di seluruh dunia telah melalui perjuangan yang panjang hingga mencapai kedudukannya seperti sekarang. Transformasi sosial, perjalanan sejarah termasuk perjuangan dalam bidang politik telah berperan dalam membentuk status perempuan di masyarakat. Sejak zaman Veda hingga sekarang, status perempuan di masyarakat terus mengalami pasang surut. Kedudukan perempuan dari zaman ke zaman tergambar dalam berbagai kitab suci dari yang paling kuno hingga kitab-kitab yang disusun belakangan, seperti dalam Veda, UpanishadUpanisad, Manusmriti, Arthasastra-nya Kautilya, kitab Ramayana dan Mahabharata dan juga dalam kitab-kitab Purana. Dalam masing-masing kitab tersebut, status perempuan mengalami berbagai perubahan seiring perubahan zaman. Penelitian ini memfokus pada perempuan dan kedudukannya di zaman Veda, yaitu pada zaman Catur Veda, dengan merujuk utamanya kitab Sruti dan beberapa kitab-kitab Smriti. Perempuan yang ideal menurut Veda adalah perempuan yang memiliki sifat sebagai perintis, cemerlang, pendukung suami/orang tua, pengelola rumah tangga, menjalankan dharma sebagai ibu pertiwi, menjaga kesopanan, cerdas, tidak segan untuk turut serta bertempur di medan perang (dahulu), gagah berani, komunikator yang handal dan percaya diri, seperti yang dicontohkan oleh perempuan-perempuan mulia di zaman Veda. Perempuan mendapat kedudukan mulia di zaman Veda seperti yang dapat dilihat dalam berbagai peran yang dilakoninya di dalam keluarga maupun masyarakat. Perempuan memiliki hak-hak yang hampir setara dengan laki-laki dalam berbagai ranah kehidupan, yang tentu saja dibarengi dengan kewajiba-kewajiban yang harus diembannya. Kata Kunci: Perempuan, Kedudukan, Zaman Veda. PENDAHULUAN Tinggi rendahnya sebuah peradaban salah satunya dapat dinilai dari bagaimana kedudukan dan penghormatan yang diberikannya terhadap perempuan, disamping beberapa faktor lainnya seperti standar moral dan spiritual yang dianut masyarakatnya dan lain-lain. Tingginya kedudukan perempuan yang dimaksud bukannya memberikannya kebebasan mutlak secara seksual maupun hal lainnya sehingga mempermudah eksploitasi terhadap perempuan oleh lakilaki, akan tetapi perempuan diperlakukan sedemikian rupa sehingga mereka dapat hidup dengan layak, terhormat serta memperoleh perlindungan atas hak-haknya dan diberikan kesempatan untuk menunjukkan peran sertanya dalam berbagai aktivitas di dalam masyarakat. Bagaimana sesungguhnya Hindu memandang perempuan masih merupakan sebuah misteri. Karena Hinduisme sesungguhnya bukanlah sebuah agama, akan tetapi lebih merupakan sebuah pola hidup atau tradisi yang memiliki berbagai pandangan, norma dan keyakinan. Selain itu, Hindu memiliki kitab-kitab suci yang tak terhitung jumlahnya yang diyakini kebenarannya oleh para pengikutnya. Terlebih lagi, Hindu memiliki sejarah perjalanan tradisi, kebiasaan dan kebudayaan yang panjang sejak kurang lebih 4000 tahun yang lalu. Melihat berbagai faktor tersebut, bukanlah hal mudah untuk menggambarkan secara pasti dan akurat tentang sebuah isu dalam pandangan Hindu di zaman Veda. Akan tetapi dengan beberapa bukti yang diambil dari sloka-sloka kitab suci yang disusun pada masa itu dan menghimpun dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, maka kita akan dapat mengambil sebuah gambaran yang utuh tentang keadaan pada masa itu, khususnya mengenai perempuan. Masyarakat Vedik bangsa Arya dikenal melalui literaturnya yang disebut Catur Veda. Selain itu beberapa sumber lain seperti teks-teks Sansekerta, epos, kitab Sutra dan lain-lain menggambarkan tentang keadaan budaya mereka, struktur sosialnya, keyakinan yang dianutnya serta tradisi yang dianut pada zaman Veda. Zaman Veda diperkirakan mulai sejak sekitar tahun 1.500 SM hingga zaman Buddha, yaitu sekitar tahun 500 SM. Beberapa text yang diperkirakan ditulis pada masa itu memuat penghormatan yang ditujukan kepada para Dewi yang digambarkan sebagai kekuatan feminin dengan kualitas dan kekuatan yang penting. Beberapa contohnya adalah Dewi Laksmi, yang merupakan Dewi Kemakmuran dan Keberuntungan. Dewi Saraswati, yaitu Dewi Ilmu Pengetahuan. Dewi Durga, yang merupakan Dewi Kekuatan dan Kesaktian. Sekalipun sloka-sloka yang memberikan penghargaan terhadap kedudukan perempuan dapat kita temukan di berbagai kitab Veda, akan tetapi masyarakat Vedik diyakini menganut sistem patriarki, baik dalam level keluarga maupun level pemerintahan yang lebih luas. Hal tersebut dapat kita buktikan dengan adanya sloka-sloka Rg. Veda yang berisikan doa-doa untuk memperoleh putera, karena seorang putera diyakini dapat menyeberangkan roh leluhurnya menuju pembebasan sehingga keturunan laki-laki lebih diharapkan daripada keturunan perempuan. Salah satu sloka yang mengindikasikan hal tersebut terdapat dalam Rg.Veda I.91.20, “Pada mereka yang memuja-Mu wahai Tuhan penuh kebijaksanaan Engkau memberi seekor sapi perah, kuda yang cepat dan seorang putera yang layak melakukan kegiatan mulia – terkenal dalam masyarakat dan penuh hormat kepada ayahnya. Ia tekun dalam pemujaan dan berani dalam kegiatan”. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perempuan ideal menurut Veda? 2. Bagaimanakah kedudukan perempuan di zaman Veda? TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yang berkaitan erat dengan fokus permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut: TUJUAN UMUM Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan, hak dan kewajiban perempuan di zaman Veda. Sehingga hasil yang diperoleh dalam rencana penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan dalam penelitian berikutnya maupun dalam proses pembelajaran. TUJUAN KHUSUS Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban yang berkaitan dengan rumusan masalah di atas, yaitu: 1. Untuk mengetahui kriteria perempuan idel menurut Veda 2. Untuk mengetahui kedudukan perempuan di zaman Veda MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu manfaat teoretis dan manfaat secara praktis. Kedua manfaat tersebut diuraikan sebagai berikut: MANFAAT TEORETIS Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan sosial, budaya dan agama yang mempengaruhi kedudukan perempuan, serta dapat digunakan sebagai sumber inspirasi bagi kalangan akademis dalam mengkaji dan mengembangkan aspek history-religious yang berkenaan dengan kedudukan perempuan di zaman Veda. MANFAAT PRAKTIS Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan kepada masyarakat berkenaan dengan permasalahan yang berkembang khususnya yang berkaitan dengan perempuan, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi masyarakat bagaimana mempertahankan sebuah tradisi namun tetap menjunjung nilai-nilai kesetaraan dan kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan. METODE PENELITIAN 1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan teknik studi kepustakaan dalam upaya pengumpulan data berupa sumber tertulis baik berupa buku-buku, majalah, teks lontar atau bentuk tertulis lain yang uraiannya berhubungan dengan topik penelitian ini. Dengan studi kepustakaan ini akan diperoleh data dari sumber primer dan sumber sekunder. Oleh karena itu, lokasi penelitian ini tidak dilakukan di lapangan, dengan waktu penelitian kurang lebih selama enam bulan 2. Analisis Data Data yang diperoleh diolah secara induktif dengan metode analisis kualitatif. Data yang telah dikumpulkan perlu dicermati dengan langkah-langkah mengedit, memberi kode dan memasukkan ke dalam suatu dokumen sebagai data yang jelas dan akurat untuk pedoman analisis, proses pengolahan data dilakukan melalui proses interaktif dan siklus, antara tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, simpulan dan verifikasi data. Data yang diperoleh dari sumber pustaka dan informan dianalisis dengan menggunakan landasan teori sebagai pisau analisis sampai menghasilkan kesimpulan yang merupakan temuan baru dari hasil penelitian dan dipandang memadai untuk menggambarkan dan menemukan jawaban terhadap rumusan masalah yang dikaji. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perempuan Ideal menurut Veda Sejak zaman Veda hingga sekarang, status perempuan di masyarakat terus mengalami pasang surut. Kedudukan perempuan dari zaman ke zaman tergambar dalam berbagai kitab suci dari yang paling kuno hingga kitab-kitab yang disusun belakangan, seperti dalam Veda, Upanishad-Upanisad, Manusmriti, Arthasastra-nya Kautilya, kitab Ramayana dan Mahabharata dan juga dalam kitab-kitab Purana. Di dalam kitab suci Atharva Veda (XIV.2.20) ditemukan sebuah mantra yang menyatakan bahwa seorang perempuan hendaknya senantiasa memuja Dewi Saraswati dan menghormati orang tua dan keluarga. Bila diperhatikan, pemujaan kepada Dewi Saraswati mengandung makna untuk mendalami ilmu pengetahuan dan menghormati orang tua dan keluarga mengandung makna menanamkan pendidikan budi pekerti kepada dirinya sendiri dan keluarga atau anak-anak yang akan dilahirkan nanti. Di dalam Rgveda VIII.31.5 dijumpai istilah Dampati (ya dampati samanasa) yang mengandung makna bahwa perempuan atau istri adalah kepala rumah tangga (lord of the house). Dalam Rgveda disebutkan “mereka kuat dan tidak pernah gagal”, menunjukkan bahwa perempuan adalah tahan uji dan kuat menghadapi berbagai tantangan. Seorang perempuan seharusnya memiliki putra-putri yang gagah dan cemerlang atau terpelajar (Rgveda X.159.3) menunjukkan peranan ibu sebagai seorang pendidik. Hal ini sesuai dengan subhasita: nasty guruh samo mata (tidak ada yang lebih utama dari seorang ibu sebagai seorang guru, atau ibu adalah guru pertama dan yang utama). Di dalam Atharva Veda III.30.2 dinyatakan seorang istri hendaknya bicara lemah lembut kepada suami (dan anak-anaknya) dan memberi budi pekerti yang luhur. Terjemahan mantram ini menunjukkan betapa peranan seorang ibu atau perempuan sebagai pendidik yang memberi teladan dalam bertutur kata dan memiliki moralitas yang luhur. Dalam sloka X.27.12 Rgveda, seorang gadis diperbolehkan memilih sendiri calon suaminya, yang diistilahkan dengan svayamwara (pilihan sendiri). Dalam Rgveda X.85.26 dinyatakan: “Wahai mempelai wanita, menjadi ibu rumah tangga yang baik, berbicaralah dengan baik dalam berbagai perbincangan (diskusi) akademis”. Menunjukkan bahwa seorang perempuan hendaknya terpelajar. Sifat-sifat perempuan yang ideal yang patut ditumbuhkembangkan adalah sebagai perintis (pelopor), cemerlang, pendukung (meringankan tugas suami/orang tua), memberi/menyuguhkan makanan, menjalankan dharma sebagai ibu pertiwi. Seorang perempuan dituntut untuk menjaga kesopanan (ketika berjalan dan duduk), cerdas (mampu menjadi sarjana) dan sebagai guru (pembimbing), turut serta bertempur di medan perang (dahulu), gagah berani, komunikator yang handal dan percaya diri. Berikut adalah kutipan mantra kitab suci Veda yang menguraikan hal tersebut: 1) Sifat-sifat seorang wanita (Yajur Veda XIV.21): Murdha-asi rad dhruva-asi dharuna dhartri-asi dharani, ayuse tva varcase tva krsyai tva ksemaya tva. “Wahai perempuan, engkau adalah perintis, cemerlang, mantap, pendukung, yang memberi makan dan menjalankan aturan-aturan seperti bumi. Kami memiliki engkau di dalam keluarga untuk usia panjang, kecemerlangan, kemakmuran/ kesuburan pertanian dan kesejahteraan”. 2) Perempuan hendaknya menjaga kesopanan (Rgveda VIII.33.19): Adhah pasyasva maaupari samtaram padakau hara. “Wahai perempuan, lihatlah kearah bawah dan jangan kearah atas (waktu berjalan). Atur kakimu menutup (sewaktu duduk)”. 3) Perempuan seharusnya terpelajar (Rgveda VIII.33.19): Stri hi brahma babhuvitha. “Perempuan sesungguhnya adalah seorang sarjana dan seorang pengajar”. 4) Perempuan menjadi panglima perang (Yajur Veda XIII.26): Asadha-asi sahaman sahasva-aratih sahasva prtanayatah sahasravirya-asi sa ma jinva: “Wahai panglima perempuan, engkau tidak dapat dikalahkan. Engkau Berjaya. Semoga engkau menaklukkan para lawan. Semoga engkau mengatasi angkatan bersenjata-angkatan bersenjata yang bermusuhan. Engkau memiliki seribu kekuatan yang heroic. Semoga engkau menanamkan semangat yang besar pada kami”. 5) Perempuan seharusnya pergi ke medan pertempuran (Atharva Veda XX.126.10): Samharam sma pura nari samanamvava gacchati: Para wanita pergi ke tempat dilangsungkannya upacara Agnihotra dan ke medan pertempuran”. 6) Perempuan seharusnya menjadi sarjana yang berpengetahuan tinggi, pembicara yang ulung (Rgveda X.159.2): Aham ketur aham murdha-aham ugra vivacani: “Kami adalah seorang raja, seorang sarjana yang terkemuka dan seorang orator perempuan yang ulung”. 7) Perempuan hendaknya percaya diri (Atharva Veda XIV.2.14): “Atmanvati-urvara nariiyam agat, tasyam naro vapata bijam asyam. “Wahai para pria, mempelai wanita yang percaya diri dan subur ini telah datang ke rumahmu. Hendaknya kau hamili dia”. Manu Smrti yang merupakan kompedium Hukum Hindu menempatkan perempuan sebagai sosok yang ideal. Keteladanan yang ditunjukkan oleh perempuan ideal mirip dengan ciriciri pemimpin berprinsip (Stephen R. Covey, 1997 : 29-37) yaitu: (1) Mereka terus belajar, untuk menambah kemampuan dan keterampilan; (2) Mereka berorientasi pada pelayanan, mereka melihat kehidupan sebagai suatu misi tidak sebagai karir; (3) Mereka memancarkan energi positif, mukanya riang, menyenangkan dan bahagia. Bersikap optimis, positif dan bergairah, antusias, penuh harap dan mempercayai; (4) Mereka mempercahayai orang lain, tidak beraksi berlebihan pada perilaku negatif, kritikan dan kelemahan-kelemahan manusiawi; (5) Mereka hidup seimbang; (6) Mereka melihat hidup sebagai suatu petualangan; (7) Mereka sinergitik; (8) Mereka melatih untuk mempercayai diri. 2. Kedudukan Perempuan di Zaman Veda Untuk memahami kedudukan perempuan di zaman Veda dan dalam masyarakat Vedik, maka kita perlu membahas masing-masing peran perempuan dalam masyarakat dan bagaimanakah penggambarannya di dalam kitab-kitab suci Hindu. Perempuan memiliki banyak peran dan kesemuanya memiliki keistimewaan tersendiri. 3. Kedudukan Perempuan Sebagai Ibu Di dalam ajaran Hindu, banyak ditemukan pemujaan kepada Dewi – Dewi yang juga disebut Ibu Suci (Divine Mother), contohnya Ibu Durga, Ibu Gangga, Ibu Gayatri dll. Dikatakan bahwa tidak ada siapapun di dunia ini yang pantas mendapat penghormatan melebihi seorang ibu. Kasih sayang dan ketulusan ibu banyak disebutkan dalam kitab-kitab suci Hindu. Di dalam kitab Gautama Dharmasutra 2.57; Yajnavalkya Smriti 1,33, dikatakan bahwa Seorang ibu adalah perwujudan dari kasih sayang, pengorbanan, pelayanan tanpa pamrih terhadap anak-anaknya serta pertapaan. Ia disebut sebagai guru pertama dari anak-anaknya dan juga merupakan guru tertinggi. Dalam puisinya, Shri Sankaracharya yang hidup di abad ke-8, mengatakan bahwa seorang anak mungkin saja berbuat jahat kepada orang tua (ibu)-nya, akan tetapi seorang ibu tidak akan mungkin berbuat jahat kepada anak-anaknya. Di dalam kitab Manusmriti 2.145 dikatakan: Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita Sahasram tu pitrinmatta gauravenatiricyate “Seorang Acharya adalah sepuluh kali lebih terhormat dari seorang Upadhyaya, seorang ayah adalah seratus kali lebih terhormat dari seorang guru, tetapi seorang ibu adalah seratus kali lebih terhormat dari seorang ayah”. Berikut adalah beberapa arti sloka-sloka kitab suci Veda yang berisikan keagungan seorang Ibu: Yajur Veda 6.17: “Wahai Ibu yang suci dan penuh berkah, sucikanlah kami dari dosa-dosa, perbuatan tidak bermoral dan kekotoran batin. Jauhkanlah kami dari kesalahan, kebencian, iri hati, dan keputusasaan.” Yajur Veda 6.31: “Wahai Ibu yang penuh berkah, puaskanlah kecerdasan kami, hidup kami, mata, telinga, jiwa dan masyarakat kami dengan kemuliaanmu.” Rgveda 10.17.10: “Wahai Ibu, sucikanlah kami dengan kasih sayang, pengertian dan pencerahan. Perempuan membersihkan kami dari semua dosa, keserakahan dan sifat-sifat tercela lainnya. Dengan demikian kami menjadi teguh, suci dan agung berkat pergaulan suci dengan mereka.” Rgveda 7.75.2: “Wahai Ibu yang memberi pencerahan, arahkanlah kami agar dapat melangkah di jalan yang penuh kemuliaan dan berkahilah kami dengan keberhasilan. Bimbinglah kami menuju kejayaan tak terhingga dan kesejahteraan yang berlimpah melalui perbuatan-perbuatan mulia. Berkat karuniamu, semoga kami menginginkan kemuliaan melalui perbuatan-perbuatan yang mulia. O Ibu, lakukanlah itu sekarang juga.” Atharva Veda 3.13.7: “Wahai Ibu yang suci dan penuh berkah, aku adalah putramu. Wahai ibu yang penuh kekuatan, bimbinglah kami agar kami dapat mewujudkan aspirasi mulia kami.” 4. Kedudukan Perempuan sebagai Anak Dalam masyarakat Hindu kita jumpai adanya kecenderungan para orang tua untuk lebih menginginkan keturunan laki-laki daripada perempuan. Masyarakat Vedik diyakini menganut sistem patriarki, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya sloka-sloka Rg.Veda yang berisikan doa-doa untuk memperoleh putera, karena seorang putera diyakini dapat menyeberangkan roh leluhurnya menuju pembebasan, karena itulah keturunan laki-laki lebih diharapkan ketimbang perempuan. Salah satu sloka yang menguatkan hal tersebut adalah Rg.Veda 1.91.20: “Somo dhenum somo arvantam asumSomo viram karmanyam dadati Sadanyam vadathyam sabheyamPitrsravanam yo dadasad asmai” “Pada mereka yang memujaMU wahai Tuhan Penuh Kebijaksanaan, Engkau memberi seekor sapi perah, kuda yang cepat dan seorang putera yang layak melakukan kegiatan mulia – terkenal dalam masyarakat dan penuh hormat kepada ayahnya. Ia tekun dalam pemujaan dan berani dalam kegiatan”. Akan tetapi pada keadaan tertentu kelahiran anak perempuan juga diharapkan. Seperti dalam kitab Brihadaranyaka Upanishad 6.4.17 disebutkan: “Atha ya icchet duhita me pandita jayeta Sarvam ayur iyad iti tilodanam Pacayitva sarpismantam Asniyatam isvarau janayita vai” “Sekarang bila seseorang menginginkan anak perempuannya terlahir, menjadi orang yang terpelajar, memperoleh umur panjang, mereka harus memasak nasi dengan wijen dan memakannya dengan ghee, kemudian barulah dia akan memperolehnya”. 5. Kedudukan Perempuan sebagai Saudara Dalam tradisi Vedik terdapat sebuah ritual yang disebut Rakshabandhan, dimana saudara perempuan mengikatkan tali suci Rakhi di pergelangan saudara laki-lakinya yang bermakna jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan terhadap mereka maka saudara laki-laki tersebut akan membelanya. Dalam ritual ini saudara perempuan mendoakan kebaikan saudara laki-lakinya dan berhak mendapatkan hadiah setelahnya. Ritual ini tidak dibatasi pada hubungan saudara sedarah saja, perempuan boleh mengikatkan tali suci Rakhi pada siapapun yang berkenan menjadi saudaranya dan berjanji akan melakukan kewajiban sebagaimana saudara laki-laki seharusnya. Bahkan jika ayahnya telah tiada maka saudara laki-laki wajib menjaga saudara perempuannya serta memberinya dan memberi iparnya hadiah-hadiah, sebagaimana disebutkan dalam Rg.Veda 1.109.2. 6. Kedudukan Perempuan sebagai Istri Dalam kitab Rg.Veda 3.53.4 dikatakan bahwa ‘istri adalah tempat tinggal itu sendiri’. Istri dianggap satu dan tak terpisahkan dengan suami. Suami dan istri adalah satu dan tak terpisahkan. Pemikiran dan tujuan dari suami hendaknya juga merupakan pemikiran dan tujuan dari istri demikian pula sebaliknya. Berbagai ritual dalam tradisi Vedik mengharuskan kehadiran istri karena istri dianggap sebagai pelengkap suami, ibarat lirik tidak akan berarti apa-apa tanpa irama dalam sebuah lagu, suami tidak akan bisa melaksanakan upacara ritual tanpa istrinya. Istri adalah bagian dari suami, karena itulah ia juga disebut ardhangini (ardha=setengah/bagian, anggini=badan). Istri juga adalah partner yang sejajar peranannya dalam menjalankan Dharma, karena itu juga ia disebut sebagai sahadharmini. Akan tetapi kedudukan istri dan suami tidaklah sama rata. Seorang istri diharapkan untuk menurut dan patuh kepada suaminya. Istri yang tidak setia dan tidak patuh boleh ditinggalkan oleh suami. Seorang istri hendaknya memuja dan menghormati suaminya sebagaimana ia memuja Dewa, sekalipun jika sang suami bukan orang yang baik. Karena pengabdian yang demikian diyakini akan mengantarkannya menuju surga. 7. Kedudukan Perempuan sebagai Janda Kitab Atrharva Veda 9.5.27 dan kitab Rg.Veda 10.40.2 memperbolehkan seorang janda untuk menikah lagi. Kitab Dharmasutra juga mendukung pernyataan tersebut. Bahkan dikatakan jika suami pergi meninggalkan istri dalam kurun waktu tertentu maka istri diperbolehkan untuk menikah lagi, seperti disebutkan dalam kitab Manusmriti 9.76. Akan tetapi secara umum terlihat kedudukan janda mengalami degradasi pada masa kitab-kitab Hindu klasik disusun. Karena itulah janda yang menikah lagi dianggap perempuan yang tidak baik. Meskipun demikian, banyak ditemukan kasus dalam kisah-kisah Hindu jaman dahulu dimana janda menikah kembali dan tetap mendapatkan kedudukan yang terhormat. Salah satu contohnya, di dalam Harivamsha Purana dikisahkan tentang Ugrayudha yang melamar Satyawati yang merupakan janda dari Shantanu. Arjuna juga dikisahkan menikahi seorang janda bernama Uloopi, anak dari Raja Naga. Mereka bahkan memiliki keturunan darinya. Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan kembali oleh janda bukanlah hal yang tabu. SIMPULAN Berdasarkan data sebagaimana dianalisis pada bagian terdahulu, berikut ini dapat dikemukakan beberapa simpulan bertalian dengan perempuan dan kedudukannya di zaman Veda. 1) Sebuah peradaban dapat dinilai dari kedudukan perempuannya, mempelajari sebuah peradaban tidak lengkap tanpa mengetahui status dan kedudukan perempuannya. 2) Veda adalah kitab tertua yang diakui sebagai sumber kebenaran abadi dan dijadikan acuan dalam mencari kebenaran. 3) Perempuan dan kedudukannya di masyarakat Hindu sejak zaman Veda hingga post-Veda tersirat dan tersurat dalam kitab-kitab suci Hindu, seperti Catur Veda, UpanisadUpanisad, Manawa Dharmasastra, kitab Ramayana dan Mahabharata, dan lain sebagainya. 4) Di zaman Veda tertua yaitu Rgveda (kurang lebih tahun 1.500SM), perempuan memperoleh kedudukan yang sejajar atau kadang kala lebih tinggi dari pada laki-laki. 5) Kemuliaan perempuan dan penjelasan tentang perempuan ideal tertuang dalam slokasloka Catur Veda dan juga dalam kitab-kitab smriti. 6) Perempuan pada zaman Veda berperan aktif dalam berbagai ranah kehidupan. Seperti pada kegiatan keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan bahkan dalam peperangan. SARAN Berkenaan dengan hasil penelitian Perempuan dan kedudukannya di Zaman Veda, diajukan beberapa saran seperti berikut: 1. Perempuan dan potensi yang dapat dicapainya sesungguhnya telah diamanatkan dalam kitab suci Veda. Akan tetapi dewasa ini, karena berbagai faktor, perempuan menjadi termarjinalkan. Untuk itu langkah nyata dari pemerintah dan masyarakat diharapkan untuk peduli dalam menjaga dan menghormati hak-hak perempuan, baik dalam bidang pendidikan, politik, sosial maupun ekonomi sehingga wacana kesetaraan gender, peluang dan tantangan, reservasi di lembaga legislatif dan eksekutif tidak lagi didominasi oleh kaum laki-laki. 2. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut yang mengkaji aspek-aspek lain seputar perempuan dalam Hindu guna memberikan analisis yang lebih komprehensif terhadap kedudukan serta peranan perempuan sehingga ketimpangan gender dapat dihindari dan perempuan dapat lebih mengenali identitasnya sesuai yang tertuang dalam kitab suci Hindu (Veda) yang diakui sebagai kebenaran tertinggi. 3. Kesadaran dan kesiapan mental diperlukan oleh masyarakat kita guna mengembalikan kedudukan perempuan sesuai dengan yang tercantum di dalam Veda dan memberikan perempuan porsinya kembali dalam keluarga, masyarakat dan Negara. DAFTAR PUSTAKA A.S. Altekar. 1959. Position of Women in Hindu Civilization. New Delhi: Motilal Banarssidass Arwati, Ni Made Sri. 1993. Swadarma Ibu dalam Keluarga Hindu. Denpasar : Upada Sastra Bantas, Ketut dkk. 2004. Gender Dalam Perspektif Agama Hindu. Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia : Jakarta Bhasya of Sayanacarya. 2005. Atharvaveda Samhita I dan II. Surabaya: Paramita Beauvoir, Simone De. 2003. Second Sex. Surabaya : Pustaka Promethea Darwin, Muhadjir dan Tukiran. 2001. Menggugat Budaya Patriarkhi. Yogyakarta : Ford Foundation dan Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Gandhi, Mahatma. 2002. Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Gede Mahardika, dkk. 2011. Perempuan dalam Susastra Hindu: Degradasi Citra Perempuan dalam Teks Sarasamuccaya. Mataram: STAHN Gde Pudja Mataram (Hasil Penelitian) I Made Titib. 1998. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita Indra. 1955. Status of Women in Ancient India. Banaras: Motilal Banarsidass Maswinara, I Wayan. 1999. Dewa – Dewi Hindu. Surabaya : Paramita Maswinara, I Wayan. 1999. Rg. Veda Samhita I,II,III. Surabaya : Paramita P.S. Joshi. 1978. Cultural History of Ancient India. S.Chand: New Delhi Pudja, G. 1999. Bhagavad Gita. Surabaya : Paramita Pudja, G dan Rai Sudharta, Tjokorda. 2004. Manava Dharmacastra. Surabaya : Paramita Ray Choudiri. 1978. Social Culture and Economic History of Ancient India. New Delhi: Surjeet Publications R.C. Majumdar. 1964. Ancient India. New Delhi: Motilal Banarssidass Romila Thapar. 1966. Ancient Indian History: Some Interpretations. Orien Longman: New Delhi R.T.H Griffith. 2005. Yajurveda Samhita. Surabaya: Paramita