INGGRIS DI INDIA B. Musidi Pengantar Imperium Inggris di India (India Inggris bandingkan dengan Hindia Belanda) diawali dengan dibentuknya kongsi dagang London bernama East India Company (EIC) yang bertujuan untuk membangun hubungan dagang dengan Asia. Setelah berjalan selama satu abad lebih seiring dengan merosotnya kekuasaan Kesultanan Moghul di Delhi secara alami kongsi dagang ini terlibat dalam aktivitas politik di India sebagai akibat dari pasukan yang dibentuk untuk menjaga keselamatan perdagangannya. Pasukan pengawal itu diberi nama Sepoy. Pasukan ini dilatih secara Barat dan berdisiplin. Kantor-kantor dagang EIC yang berada di Mumbai (Bombay), Madras dan Calcutta makin terlibat dengan masalah-masalah politik India secara keseluruhan. Diawali oleh Robert Clive (sebagai penakluk), selanjutnya oleh Warren Hastings (peletak fundasi Imperium Inggris di India), dan dengan berakhirnya pemerintahan Lord Amherst, sebuah era baru di India mulai berlaku, Inggris sudah menjadi penguasa yang dipertuan (penguasa tunggal) di India dan sebagian dari Burma (dikenal juga sebagai India Belakang). Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk merunut liku-liku yang dihadapi oleh pihak kongsi dagang, keresahan-keresahan politik anak benua India seiring dengan merosotnya kekuasaan Kesultanan Moghul di Delhi. A. Portugis di Asia Orang Eropa pertama yang datang ke Asia pada abad XV adalah orang Portugis. Mereka ini berhasil merahasiakan penemuan Asianya dari kalangan orang Eropa lainnya. Abad XVI dan XVII sering disebut sebagai Era Portugis atau Imperium Portugis di Asia. Basis kekuasaan Imperium Portugis ini terletak pada (1) penguasaan akan tempat-tempat strategis untuk perdagangan seperti: Goa, Malaka, Ternate dan Macao; (2) Portugis mengandalkan kecepatan gerak kapal-kapalnya yang berbadan langsing dan dilengkapi dengan (3) meriam sebagai senjata andalannya. Perlu dipertimbangkan bahwa rute pelayaran perdagangan yang dikuasai oleh Portugis itu belum ramai dan jaraknya amat panjang serta sangat didominasi oleh peran angin musim yang bertiup dua kali setahun dengan arah yang berlawanan. B. East India Company (EIC) Para pedagang London pada tahun 1600 mendirikan sebuah kongsi dagang bernama East India Company. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dagang dengan Asia. Untuk keperluan ini, EIC memperoleh pengesahan dari Ratu Elizabeth dan segera mengumpulkan modal untuk mempersiapkan pelayaran eksplorasi. Bila berhasil sampai di India, kongsi dagang ini berusaha untuk memperoleh ijin berdagang dan mendirikan kantor dagang dari para penguasa di India. Sekembalinya di London barang dagangan beserta kapal-kapalnya dijual. Hasilnya dibagi-bagi kepada peserta kongsi berdasarkan besarnya modal yang diberikan, Hal serupa dilakukan berulang kali Drs. B. Musidi, M.Pd., adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP - Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. dan berlangsung hampir setengah abad lamanya. Tetapi resiko pelayaran dan untuk membiayai segala keperluan di India cara-cara demikian tidak efektif. Ijin, biaya pegawai, pemeliharaan kantor dagang dan lain-lain perlu penanganan yang berkelanjutan. Karenanya perlu modal tetap yang harus dikelola secara terus menerus sejalan dengan urusan dagang itu. Modal tetap ini disebut saham, yaitu berupa uang partisipasi dalam usaha yang besarnya untuk peserta yang satu dan yang lainnya dapat beragam bergantung pada kepercayaan dan kemampuan keuangan untuk ambil bagian dalam aktivitas kongsi dagang itu. Keuntungan dari usaha dagang ini baru diberikan pada setiap akhir tutup buku. Tetapi saham tidak dapat diambil kembali. Bila ingin memperoleh kembali uang yang sudah diserahkan kepada kongsi dagang, yang bersangkutan dapat menjualnya kepada orang lain. Dengan cara ini maka kongsi dagang dapat menjalankan aktivitasnya secara berkelanjutan. Kehadiran orang Inggris di India ditentang oleh orang-orang Portugis (Mahmud, 1988, p. 183; Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 244; Spear (ed), 1958, p. 332-333), tetapi mereka ini berhasil dikalahkan. Dengan ijin dari Sultan Jahangir, EIC membangun kantor dagang di Surat, selanjutnya Surat berkembang menjadi sebuah pelabuhan penting. Pada tahun 1661, Catharina de Braganza, puteri Portugis kawin dengan Charles II, raja Inggris, menyerahkan Bombay (Mumbai sekarang) sebagai mahar. Setelah Surat dirampok oleh Sivaji pada tahun 1664 dan 1670, aktivitas dagang di Surat dipindahkan ke Mumbai (Bombay). Pada tahun 1677 Mumbai telah diubah menjadi kantor dagang yang kuat. Di India sektor timur, pada tahun 1650 EIC membeli sebuah situs di Hugli (Benggala) dan membangun benteng di situ, Fort William, 1690 Aurangzeb mengijinkan EIC membangun pemukiman di Kalighat di Hugli. Pada awal tahun 1625 Kumpeni membangun kantor-kantor dagang di Masulipatan, Armagaon, Mellore, dan pada tahun 1639 membeli daerah yang kemudian membangun Madras, dan benteng yang dibangun bernama Fort St. David. Sejak awal abad XVIII, Kumpeni sudah mempunyai tiga pusat dagang penting di: Bombay, Madras dan Calcutta, dengan gubernur-gubernur yang ditunjuk oleh dewan direktur untuk mengawasi masalah-masalah pos dagang. Untuk melindungi diri mereka membentuk tentara lokal, disebut sepoy dan dilatih seperti tentara Barat, dan dengan cara itu mereka lalu memiliki tiga pasukan kecil. Dalam perkembangannya, para raja dan nawab lokal, mengingat kekuatan pasukan mereka, mulai meminta bantuan guna menyelesaikan masalah-masalah internal mereka. Pada awalnya bantuan itu untuk jaminan berdagang, selanjutnya wilayah, ketiga tempat itu mulai aktif dalam politik India. Keikutsertaan ini berjalan alami karena konflik jangka panjang dan French India Company (India Timur Perancis). C. French East India Company (EIC) Selain Inggris dan Perancis, Belanda juga membangun kongsi dagang: India Timur Belanda (VOC). Kumpeni Belanda ini pada abad XVII berhasil mengusir Portugis dari perairan India. Maluku pada tahun 1639, pemukiman Portugis di Srilanka (Ceylon) 1658, dan 1664 mengusir Portugis dari Pantai Malabar, selanjutnya mereka memusatkan diri di Kepulauan India Timur (Indonesia) dan membiarkan Inggris dan Perancis bertikai di India. Perancis pada tahun 1664 mendirikan French East India Company (Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 247), dan gubernurnya merupakan pegawai pemerintah Perancis. Perancis membangun Pondicherry dan kantor dagang di Chandranagar, Hugli di Benggala, merebut Bourbon dan Mauritius (pantai Afrika Timur Laut). Pada tahun 1742 Joseph Francois Dupleix dikirim ke India sebagai gubernur. Inggris dan Perancis menyewa situs-situs di daerah Madras dari Nawab Carnatic dan di Benggala dari Nawab Benggala. 1. Pertikaian antara Inggris dan Perancis Perang Inggris-Perancis pertama (1744-1749) (Mulia, 1959, p. 89; Sachchidananda Bhattacharya, 1967, 247). Dampak dari perang suksesi di Austria tercermin di India karena baik Inggris maupun Perancis mengambil sikap yang berlawanan. Pada bulan September 1746 angkatan laut Perancis dari Mauritius menyerbu Madras dan menguasainya. Nawab Carnatic dikalahkan dengan mudah. Perang ini merupakan titik balik dalam sejarah militer India, karena pasukan kecil dan disiplin yang dilatih menurut model Eropa ternyata lebih kuat dari pada pasukan India yang besar jumlahnya. Orang-orang Eropa mengambil keuntungan besar dari penemuan ini. Orang Inggris lari ke Fort St. David. Di antara pelarian itu ada seorang bernama Robert Clive, yang datang ke Madras sebagai juru tulis. Ia memilih bergabung dengan pasukan Inggris untuk mempertahankan Fort St. David melawan Perancis. 2. Perang Inggris-Perancis II (1750-1754) Nizam lama, Asaf Jah I, meninggal pada tahun 1748. Anaknya bernama Nasir Jung dan cucunya Muzaffar Jung. Di Carnatic, Nawab Anwaruddin meninggal, anaknya bernama Muhammad Ali dan Chunda Sahib berebut tahta. Perang suksesi Austria berakhir 1748 dengan Perjanjian Aix-la-Chapella, sehingga Inggris dan Perancis berhenti berperang. Madras sudah dikembalikan kepada Inggris, tetapi Perancis memihak Muzaffar Jung di Hyderabad dan Chunda Sahib di Carnatic, sementara Inggris memihak Nazir Jung dan Muhammad Ali. Nazir Jung terbunuh, dan Dupleix menempatkan Muzaffar Jung sebagai Nizam di Hyderabad, sebaliknya Muzaffar Jung menyerahkan wilayah selatan, yaitu selatan sungai Krishna. Di Carnatic Chunda Sahib dan Perancis mengepung Muhammad Ali dan sekutunya. Inggris di Madras menjadi cemas, dan atas usulan Robert Clive, Inggris berusaha merebut Arcot. Diiringi oleh pasukan kecil dengan empat meriam, Robert Clive berhasil merebut Arcot. Chunda Sahib mengepung Arcot habis-habisan. Sebelum bantuan orang Marata datang Clive telah memukul mundur pasukan Chunda Sahib. Kemudian Clive bergerak untuk merebut Trichinopolly. Muhammad Ali diangkat menjadi Nawab Carnatic. Tahun 1754 Dupleix dipanggil pulang dan pengaruh Inggris di Deccan berkembang. 3. Perang Inggris Perancis III (1758-1768) Ketika di Eropa sedang terjadi Perang Tujuh Tahun (1756-1763) (Sachchidannda Bhattacharya, 1967, p. 248), Perancis mengirim Comte de Lally sebagai gubernur dan panglima tertinggi. Ia agresif dan menyerang Inggris. Fort St. David direbut, Madras diserang. Nizam yang baru mempekerjakan Marquis de Bussy, dan Nizam puas. Tetapi kemudian Bussy dipanggil Lally, sehingga akibatnya pengaruh Perancis menjadi berkurang. Karena Lally itu sombong, maka para pedagang di Pondicherry tidak berkerja sama. Lally dikalahkan dalam pertempuran Wandiwash oleh Sir Eyre Coote (1760) Lally dikalahkan dan ditawan. Di Condore dan Masulipatan Perancis juga dikalahkan. Robert Clive dan Admiral Watson mengalahkan pemukiman Perancis di Chandranagar. Tahun 1763 ketika Perang Tujuh Tahun berakhir, Perancis tidak mempunyai stasiun militer lagi di India. 4. Benggala Awal Abad XVIII Alivardi Khan, Gubernur Moghul di Bihar telah merebut Benggala pada tahun 1740. Ketika Aurangzeb meninggal, Gubernur Benggala adalah Murshid Quli Khan. Pada tahun 1725 Murshid Quli Khan digantikan oleh menantunya yang cakap dan kemudian oleh anaknya Sarfaraz Khan yang tidak efisien. Gubernur Bihar mencaplok Benggala dan Orissa dan dengan demikian harus berhadapan dengan orang-orang Marata. Karena itu tidak dapat sepenuhnya mempertahankan Orissa. Orang Inggris diperbolehkan membangun kantor dagang di Patna dan Dacca. Alivardi Khan meninggal pada tahun 1756, digantikan oleh Siraj-ud-daullah, panglimanya adalah saudara ipar Alivardi Khan, bernama Mir Jafar (Mulia, 1958, p. 90; Majumdar, 1958; pp. 669-673). Sepeninggal Alivardi Khan, Inggris membetengi Calcutta. Karenanya Siraj-uddaullah menyerbu Calcutta dan merebut Fort William. Orang Inggris ada yang ditangkap dan ada yang melarikan diri. Orang-orang yang ditangkap itu kemudian dibunuh. Peristiwa pembunuhan ini dikenal dengan the Black Hole. Peristiwa ini digunakan oleh Clive dan Admiral Watson sebagai alasan untuk merebut kembali Calcutta pada tanggal 2 Januari 1757, berikutnya adalah Chandranagar (Masani, 1960, p. 16). Mir Jaffar bersekongkol untuk menjatuhkan Siraj-ud-daullah. Clive membawa pasukannya dan bertemu dengan pasukan Siraj-ud-daullah di Plassey. Siraj-ud-daullah dikalahkan, selanjutnya Clive menyerbu dan merebut Murshidabad. Pada tahun 1731 Mir Jafar diangkat menjadi Nawab Benggala. Untuk itu Mir Jafar mengirim hadiah ke Delhi dan membayar ganti rugi kepada EIC sebesar sepuluh laksha rupee, membayar kepada Clive dan para pejabat EIC lainnya. Di samping itu juga memberikan hak zamindari kepada EIC. Pada tahun 1765 Sultan Delhi menganugerahi 24 pergana. Anak Mir Jafar mengejar Siraj-ud-daullah dan membunuhnya. Clive pada tahun 1758 diangkat menjadi Gubernur Benggala. Sultan Delhi menjadi cemas akan kekuasaan Clive. Karenanya lalu mengirim putra mahkota dibantu oleh Shuja-ud-daullah, Nawab-Wazir dari Oudh. Patna dikepung dan Clive menghadapinya dan berhasil. Karenanya Mir Jafar kembali memberi hadiah kepada Clive dan para anggota dewan. Pada tahun 1760 Putra Mahkota yang sudah menjadi Sultan Delhi, dibantu oleh Nawab-Wazir kembali menyerbu Bihar dan mengepung Patna, tetapi dapat dikalahkan oleh pasukan Clive dan Mir Jafar. Orang-orang Belanda yang berada di Chinsura karena dukungannya kepada orang Perancis diusir dari situ. Pada tahun 1760 Clive kembali ke Inggris. 5. Mir Qasim (1760-1763) Kumpeni tidak puas terhadap Mir Jafar karena dianggap ingkar janji. Ia dipecat dan diganti dengan menantunya, Mir Qasim Ali (Mahmud, 1988, p. 191; Lamb, 1963, p. 57). Ia lalu menghadiahi Kumpeni hak Zamindari atas daerah Burdwan, Midnapore, dan Chittagong. Kemudian Mir Qasim memindah ibu kotanya ke Monghyr di Bihar. Kesulitan segera pecah antara Mir Qasim dengan agen-agen Kumpeni yang mulai bersikap tidak jujur karena dibayar rendah oleh Kumpeni. Kumpeni telah dibebaskan dari kewajiban membayar biaya-biaya impor dan ekspor, dan para pegawai kumpeni telah menyalahgunakan hak-hak istimewa dengan tidak membayar bea dan iuran-iuran internal atas kegiatan-kegiatan perdagangan mereka sendiri. Mereka memasang bendera kumpeni di atas perahu yang digunakan untuk keperluan pribadi. Mir Qasim memprotes, tetapi tidak dihiraukan, karenanya lalu menghapuskan semua kewajiban internal dan hal ini menimbulkan ketegangan antara Inggris di Patna dan Mir Qasim. Akibatnya terjadi perang melawan Kumpeni. Mir Qasim dikalahkan dan melarikan diri ke Oudh. Mir Jafatr kembali diangkat menjadi nawab dan kermbali memberikan hadiah-hadiah kepada Kumpeni. Mir Qaim mendesak Nawab-Wazir Oudh dan Sultan Delhi, Shah Alam, bangkit melawan Kumpeni. Pertempuran terjadi di Baksar (1764), di sebelah timur Benares. Benteng Chunar dan Allahabad direbut dan selanjutnya berkuasa atas Bihar dan Benggala. Sultan Delhi didesak untuk menyerahkan hak dewani atas Bihar, Benggala dan Orissa kepada Kumpeni dan yurisdiksi daerah itu kepada Mir Jafar. Kumpeni sebaliknya menyerahkan Doab kepada Sultan Delhi dan membayar 26 laksha (satu laksha=100.000) rupe setiap tahun sebagai upeti. Nawab Oudh memperoleh kembali dominionnya selain Kerala (Coral) dan Allahabad. Kedua-duanya diserahkan kepada Sultan. Sebaliknya Sultan akan membayar pampasan perang (ganti rugi), dan menjadi sekutu Inggris. 6. Clive (1765-1767) Dewan direktur memutuskan untuk memperbaiki kondisi yang ada di Benggala sebagai akibat kekacauan yang ada di kalangan para pegawai kumpeni. Untuk memperbaiki kondisi itu Lord Clive dikirim kembali untuk memperbaiki kondisi yang ada. Ia diangkat menjadi Gubernur dan Panglima tertinggi. Clive mendapati bahwa kecurangan tidak hanya di kalangan sipil tetapi juga di kalangan para opsir dan tentara. Mereka ini memperoleh tunjangan ekstra bernama bhatta. Tindakan yang diambil oleh Clive tegas, yaitu dengan memotong bhatta dan melarang para pegawai kumpeni berdagang buat dirinya sendiri. Administrasi diperbaharui untuk memperkecil korupsi. Kendati ditentang keras Clive dapat mengatasi keadaan. Pada tahun 1765 Mir Jafar meninggal dan Najm-ud-daullah menggantikannya, tetapi orang ini merupakan boneka dari Clive. Ia dipensiun, tentara dan keuangan diambil alih. Pengumpulan pajak, pengadilan dan pengawasan polisi diserahkan kepada dua pembantu berkebangsaan India: Muhammad Rasa Khan, kenalan Nawab, bertindak sebagai wakil di Murshidabad dan seorang Raja Hindu, Shitab Rai ditunjuk menjadi wakil di Patna, keduanya bertanggung jawab kepada Kumpeni. Clive kembali ke Inggris pada tahun 1767 setelah masalah-masalah kumpeni diatasi. Sifat dan Pencapaian Clive Clive terkenal karena inisiatif pribadi, kecerdikan dan keberaniannya. Ia meletakkan dasar kekuasaan Inggris di India dan menunjukkan kualitas kepemimpinan yang hebat. Awalnya ia tidak berpikir tentang suap, hadiah-hadiah, dan dapat sungguhsungguh tidak berprinsip. Hubungannya dengan Omichand tidak jujur, dan sambil memenangkan wilayah ia mengisi kantong-kantongnya. Jerih payahnya tidak dihargai di negerinya, bahkan para direktur menjadi iri hati dan para anggota Parlemen mendakwanya di Majelis Rendah. Tetapi tidak berhasil. Ia memang orang besar. 7. Haidar Ali dari Mysore (1749-1782) Sementara Clive kembali ke Inggris (1760-1765) di Mysore ada orang terkenal bernama Haidar Ali. Pada tahun 1749 Haidar menghambakan diri kepada Raja Mysore. Berkat ketekunan dan kecerdasannya akhirnya ia dapat menggeser orang kuat di istana raja, dan pada tahun 1761 berhasil menjadi penguasa sesungguhnya dari Kerajaan Mysore. Ia mempekerjakan para opsir Perancis dan membuat pasukannya menjadi mesin tempur yang baik. Lambat laun ia memperluas daerah kekuasaanya, meski orang-orang Marata masih terlalu kuat baginya, dan Madhava Rao, bersama dengan Nizam dan sepengetahuan orang Inggris mengalahkannya pada tahun 1766. Ia berusaha keras menyadarkan sesama orang India bahwa orang Inggris adalah sebuah ancaman dan mencari sekutu untuk mengalahkan Inggris. Pada tahun 1769 ia menyerang Inggris. Nizam meninggalkan Haidar. Bagi Inggris Haidar adalah musuh yang tangguh (SachchidanandaBhattacharya, 1967, p. 400-401). Perang-perang Marata dengan Inggris (1771) Orang-orang Marata telah mendesak Haidar Ali sampai di benteng Seringapatam. Setelah beberapa waktu berunding, Haidar harus mengembalikan wilayah Marata yang direbutnya dan membayar ganti rugi. Ini membuat Haidar Ali menjadi musuh Inggris. Orang-orang Marata itu berjanji untuk membantu Haidar Ali bila diperlukan, tetapi untuk kedua kalinya Haidar gagal. Karenanya ia lalu memutuskan untuk mundur lebih dulu sebelum membalas dendam. 8. Warren Hastings (1772-1785) Robert Clive menyerahkan jabatan kepada Mr. Henry Verelest atas Bihar dan Benggala, kemudian diserahkan kepada John Cartier. Keadaan berubah menjadi buruk. Pemerintahan ganda yang diperkenalkan oleh Clive gagal, di samping itu pada tahun 1770 terjadi bencana kelaparan. Para pejabat menjadi korup dan para pengacau berkeliaran di seluruh negeri. Dewan direktur memilih Warren Hastings menjadi Gubernur Benggala (Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 413-416). Ia adalah seorang administrator yang baik dan mengenal rakyat, terpelajar dan dapat berbicara dalam bahasa Persia, Urdu dan Benggala. a. Tindakan-tindakan Hastings Hastings memecat dua pembantu nawab dan memindah ibu kota ke Calcutta, mendirikan dinas pajak dan kolektor di daerah-daerah, menggaji para pejabat, menindas praktek suap dan memulihkan tata tertib, merancang hukum pidana berdasarkan tradisi India dan mendirikan dua mahkamah banding di Calcutta. Pensiun Nawab Benggala dihentikan, begitu juga upeti kepada Sultan Delhi. b. Perang Rohilla (1773-1774) Rohilla adalah keturunan Afghan yang menetap di lembah-lembah Gangga hulu. Pada tahun 1770 orang Marata mengganggu mereka. Ketua Rohilla membuat pakta dengan Nawab Oudh. Nawab berjanji membantu Rohilla dengan kompensasi 40 laksha rupee. Orang Marata muncul tetapi lalu menarik diri ketika melihat pasukan gabungan Oudh dan Rohilkhand. Nawab meminta pembayaran tetapi ditolak. Karenanya Nawab meminta Warren Hastings membantu dengan kompensasi 40 laksha rupee. Dengan bantuan Kumpeni Nawab menaklukkan Rohilla. 9. The Regulating Act (1773) Pada waktu Lord North menjadi PM, Inggris mensahkan the Regulating Act 1773. Karenanya Kumpeni menjadi bertanggung jawab terhadap Parlemen. Seorang Gubernur Jendral ditunjuk untuk Propinsi Benggala dan ia mempunyai empat orang penasehat. Propinsi Madras dan Bombay mempunyai gubernurnya masing-masing, tetapi keduanya ditempatkan di bawah pemerintahan Benggala. Ada sebuah mahkamah tinggi di Calcutta dengan seorang hakim utama dan tiga orang hakim. Para direktur harus menyerahkan salinan-salinan surat menyurat resmi kepada Parlemen dan membuat laporan setengah tahunan atas masalah-masalah mereka. a. Masalah-masalah Hastings Warren Hastings menjadi gubernur jendral pertama (1774) seturut the Regulating Act (1773) Para penasehatnya: Jendral Sir John Clavering, Kolonel Monson, Mr. Philips Francis dan Mr. Barwell, dan hakim utamanya Sir Elijah Impey. Selain Barwell, para anggota dewan itu tidak bersahabat dengan Hastings. Mereka mendesak Raja Man Singh untuk menuduh Hastings mengambil suap dari Janda Mir Jafar dan dari pejabat lainnya. Hastings sebaliknya menuduh Nan Kumar bersekongkol. Sir Elijah menghukum Nan Kumar (1775) karena pemalsuan tanda tangan. b. Perang Marata I(1775-1782) Ragunath Rao (Ragubha) wakil raja di Poona, telah meminta bantuan kepada Inggris di Bombay untuk melawan Nana Farnavis. Tetapi orang Marata mengalahkan Inggris di Wargaon (1779). Hastings lalu mengirim pasukan di bawah Kolonel Goddard, menduduki Ahmadabad dan Bassein. Pasukan di bawah Mayor Pophan merebut benteng besar Sindhia di Gwalior. Perdamaian antara Inggris dan Marata ditandatangani di Salbhai (1782). Pemerintah Bombay diberi Salsette oleh Marata (Mulia, 1958, p. 95). c. Haidar Ali dan Perang Mysore II (1780-1784) Merasa dikhianati, Haidar Ali lalu mnyerang Inggris. Inggris mengirim pasukan kuat di bawah Kolonel Baillie, tetapi dapat dikalahkan. Kemudian pasukan di bawah Sir Hector Munro, juga dikalahkan. Haidar Ali kemudian dihadapi oleh Sir Eyre Coote (Wolpert, 1989, p. 193) dan dapat dikalahkan dalam pertempuran Porto Novo (1781). Tipu Sultan (anak Haidar Ali) berhasil membalaskan kekalahan ini dengan mengalahkan pasukan Inggris di bawah pimpinan Kolonel Braithwite. Haidar Ali mengundurkan diri ke Arcot dan meninggal pada bulan Desember 1782. d. Sifat Haidar Ali Haidar Ali dapat dibandingkan dengan Sivaji. Ia lebih terus terang dan percaya dalam hubungan langsung dan tidak pernah bersikap berkhianat. Karakternya kuat, meski tidak terdidik ia mengatakan bahwa ancaman terbesar India adalah Inggris, dan berkata kepada anaknya bahwa selama Inggris menguasai laut, mereka akan menjadi sulit untuk dikalahkan. Ia adalah jendral yang baik dan seorang administrator yang amat hebat. e. Tipu Sultan dan Perjanjian Mangalore (1784) Haidar Ali digantikan oleh Tipu Sultan. Ia bersekutu dengan Perancis dan tetap berjuang. Ketika Inggris dan Perancis berdamai (1783), Tipu melihat bahwa Perancis tidak dalam posisi membantunya, karena itu Tipu menandatangani perjanjian Mangalore (1784) dengan konsekuensi mengembalikan daerah-daerah yang dikuasai dan para tawanan masing-masing. f. Hastings dan Chait Singh (1781) Warren Hastings menguras kas untuk menghadapi Marata dan Mysore. Untuk mengisi kas, ia perlu mencari cara yaitu dengan meminta Chait Singh (Benares) sejumlah besar sumbangan. Chait menolak tetapi dapat dikalahkan dan ia lari ke Bundelkhand. Kemenakannya diangkat menjadi penguasa dengan memberikan sejumlah uang yang diperlukan oleh Hastings. g. Hastings dan Begum Oudh (1782) Oudh masih berhutang sebanyak 40 laksha rupee karena sudah dibantu melawan Rohilkhand. Ketika Hastings membutuhkan uang, ia meminta dari Begum Oudh (ibu dan nenek Nawab) yang mengundurkan diri ke Faizabad. Ia memprotes, tetapi Hastings memberi kuasa kepada Residen Inggris di Oudh untuk mendapatkan uang sebesar 76 laksha rupee. Ketika kedua kabar itu sampai di London, para direktur mengancam untuk memecatnya kecuali jika uang itu dikembalikan. Hastings mengundurkan diri dan mengalihkan tuduhan kepada Sir John Macperson dan pulang. h. Dakwaan terhadap Hastings (1778-1795) Sekembalinya di Inggris, Hastings didakwa oleh Majelis Rendah dengan tuduhan penyewaan pasukan Inggris kepada Nawab Oudh untuk menghancurkan Rohilla dan pelakuannya terhadap Begum Oudh. Tahun 1795 Hastings memenangkan perkara dan mengundurkan diri ke tanah miliknya di Daylesford dan ia meninggal pada usia 86 tahun. i. Sifat Warren Hastings Hubungan Warren Hastings dengan Chait Singh dan Begum Oudh tidak dapat dipertahankan dengan alasan apapun demi pengesahan politis dari kehadiran pasukan untuk membantu Nawab Oudh melawan rakyat yang tidak bersahabat dengan Inggris. Tetapi benar bahwa Warren Hastings membangun kekuasaan Inggris di India. Clive adalah penakluk, sementara Warren Hastings adalah orang yang meletakkan fundasi yang kuat untuk Imperium Inggris mendatang (Massani, 1962, p. 9). Ia mencoba mengakhiri korupsi dalam pemerintahannya, memberi rasa tanggung jawab dan harapan yang tinggi, terhadap para opsir Kumpeni. Ia membangun lembaga baru dan undang-undang baru. 10. Pitt’s India Act (1784) Pemerintah Inggris pada tahun 1784, mensahkan sebuah undang-undang disebut Pitt’s India Act (Wolpert, 1989, p. 194) atas nama PM William Pitt. Lewat undangundang ini kekuasaan para direkrut diambil alih. Ditunjuk badan pengawas yang diketuai oleh seorang Menteri Mahkota (Menteri Koloni). Dewan memiliki enam anggota. Kebijakan diberikan kepada Pemerintah Inggris, para direktur Kumpeni hanya diberi kekuasaan menunjuk. Keputusan pertama yang diambil adalah untuk masa mendatang akan ditunjuk seorang negarawan terkenal sebagai Gubernur Jendral. Era baru mulai, Kongsi dagang berubah menjadi badan hukum yang berdaulat. D. Dari Cornwallis sampai Amherst (1786-1828) 1. Lord Carnwallis (1786-1828) Sir John Macperson sepeninggal Warren Hastings bertindak sebagai Gubernur Jendral selama satu setengah tahun sampai datangnya Lord Cornwallis. Cornwallis sedikit tahu tentang permasalahan India, tetapi dia adalah seorang jendral yang baik dan dikenal terhormat dan adil. Ia tetap berusaha mengakhiri penyalahgunaan dalam kepengurusan Kumpeni, menaikkan gaji para pejabat dan menghapuskan sistem komisi atas perolehan pengumpulan pajak, mengambil kekuasaan kehakiman para kolektor, mengelompokkan mahkamah pengadilan dengan mendirikan mahkamah propinsi di Patna, Calcutta, Murshidabad dan Dacca di bawah pengawasan para hakim Inggris. Sir George Barlaw diberi tugas untuk mengkodifikasi hukum, hukum Muslim diatur dengan suatu bentuk modifikasi hukum Mohammad. a. Permanent Settlement Act of Bengal (1793) Sumber utama pendapatan anak benua selalu berasal dari pajak tanah. Pengumpulan pajak diserahkan kepada zamindar (Wolpert, 1989, p. 196-197; Sperar (ed) 1958, p. 534-535) yang memungut pajak dan menyerahkan kepada pemerintah sejumlah tertentu. Ini menguntungkan zamindar, bukannya petani, sebab kebanyakan zamindar memperoleh lebih banyak dari pada yang sebenarnya dari para petani, yang menderita sebagai akibatnya. Warren Hastings: hak istimewa pengumpulan pajak untuk penawar tertinggi, dan membaharui kontrak sewa itu tiap tahun dari 1777-1780. Pada tahun 1784 Parlemen memerintahkan agar kontrak sewa tahunan dihentikan, demikian pada tahun 1786 kontrak sewa diberikan atas dasar sepuluhtahunan. Pada tahun 1793, Cornwallis mendapati bahwa sistem inipun tidak memuaskan, sehingga ia memperkenalkan Permanent Settlement Act di Benggala dan Bihar, lalu diperluas ke Benares. Ini berarti bahwa pajak tanah tetap sama ketika itu dinilai dan ditetapkan pada tahun 1793. Tampaknya sistem ini baik karena melindungi para petani dari tuan tanah melawan ketamakan kaum zamindar dan merugikan pemerintah karena zamindar hanya membayar sejumlah tertentu kepada pemerintah dan tidak menolong petani. b. Perang Mysore III (1790-1792) Tipu Sultan menjadi penguasa dominan di selatan. Orang Marata terpecah belah dan Nizam lemah. Tipu Sultan adalah seorang administrator yang baik, jendral yang cemerlang, idealis dan patriot yang baik. Inggris harus berhubungan dengan orangorang Marata yang terpecah belah, lemah, dan memfasilitasi Nizam dan Tipu Suiltan yang sukar dikendalikan. Nizam, Marata dan Inggris bersekutu guna melawan Tipu. Tipu menyerbu Travancore untuk menguasai pelabuhan laut di pantai barat guna mengimport perlengkapan perang dan pasokan lainnya. Ini dibuat karena Marata ada di barat, Nizam di utara, dan Inggris di timur. Cornwallis lalu bergabung dengan Marata dan Nizam melawan Tipu. Tetapi Tipu memotong garis komunikasi Medows, mengalahkannya dalam berbagai pertempuran. Bulan Desember 1790 Cornwallis sendiri melawan Tipu, Bangalore direbut. Tipu merebut Coimbatore. Pada tahun 1792, Cornwallis mendesak Tipu ke Seringapatam. Setelah terpojok Tipu mau berunding dan harus menyerahkan separoh wilayahnya, yang sebagian jatuh ke tangan Nizam, Marata memperoleh Tungabhadra, Kumpeni memperoleh Malabar, dan Travancore harus membayar upeti kepada Kumpeni. c. Perang Mysore IV (1798-1799) Untuk menghadapi Inggris Tipu Sultan perlu dukungan. Menurut Tipu Sultan yang dapat memberi dukungan itu hanya para penguasa India di Deccan, Marata dan Nizam yang melawannya. Ia menulis surat kepada para penguasa Muslim di Arabia, Kabul dan Istambul, juga ke penguasa di Paris. Perancis mengirim 100 orang anggota baru dari Mauritius. Tipu Sultan membujuk orang Marata untuk bergabung melawan orang-orang asing. Tipu Sultan menyiapkan diri untuk perjuangan terkahir. Di bawah Lord Wellesley, Gubernur Jendral baru (1798) pasukan Inggris berkumpul di Seringapatam, dari Bombay dan Madras. Tipu Sultan berjuang dengan gagah berani dan meninggal dengan pedang terhunus di tangannya. Tipu Sultan adalah orang yang berdedikasi, cita-citanya adalah mengusir orangorang asing. Ia gagal karena tidak mendapat dukungan dari sesama orang India. Perjuangannya yang heroik melegenda. Ia adalah seorang jendral yang cerdik, berani tetapi agak sedikit ceroboh, sebagai jendral ia baik dan sebagai organisator besar. Ia sangat terdidik dan pemerintahannya dipuji bahkan di kalangan musuh-musuhnya. Ia dicintai rakyatnya yang Hindu karena perlakuannya yang lembut, ia menghentikan poliandri di Malabar, melarang minuman keras. Ia bercita-cita dan sadar akan perlunya sebuah angkatan laut dan sudah merancang bentuk kapal. Sebagai penguasa ia jujur/adil kendati dapat keras terhadap musuh-musuhnya. Ia mempercayai hukumanhukuman yang dapat memberi contoh agar rakyat menghormati kekuatannya. Kematiannya disayangkan (digetuni). 2. Sir John Shore (1793-1798) Lord Cornwallis digantikan oleh Sir John Shore pada tahun 1793. Sir John Shore suka damai dan membuat kebijakan bahwa Kumpeni tidak akan campur tangan terhadap politik India. Hal ini digunakan oleh orang Marata, yaitu orang Sindhia dan Bonsla dari Nagpur untuk melatih pasukan-pasukan mereka, bahkan Nizam telah mempekerjakan opsir Perancis untuk melatih tentara mereka. Sikap Inggris tidak populer di kalangan para raja India karena sebagian sudah terikat dengan perjanjianperjanjian yang dibuat atau karena mengharapkan bantuan dari Inggris. Ketika melihat bahwa Inggris sedang menghimpun kekuatan dan empat unit Marata memutuskan untuk menaklukkan Nizam, Nizam meminta bantuan Sir John Shore tetapi ditolak. Nizam dikalahkan oleh Marata di Kharda pada bulan Maret 1795. Orang-orang Marata itu kembali berkelahi, sehingga Nana Farnavis, Menteri Utama Peshwa, membuat syarat-syarat terpisah dengan Nizam. Penolakan ini merendahkan martabat Inggris di India dan para direktur memanggil kembali Sir John Shore, dan sebagai penggantinya dikirim Lord Wellesley, yang datang di India pada tahun 1795. 3. Lord Wellesley (1795-1805) Ketika Tipu Sultan meninggal, Lord Wellesley mengembalikan Mysore kepada dinasti lama Mysore dan mengangkat Privinaita menjadi menteri utama (Diwam). Tetapi ia mencaplok Tanjore pada tahun 1799 dan pada saat Nawab Arcot meninggal pada tahun 1801, ia merebut Karnatic. Propinsi Madras lalu menjadi tempat kediaman Presiden Madras. Wellesley mempunyai ambisi dan tanpa ragu-ragu meraihnya. Ia percaya bahwa kekuasaan Inggris harus menjadi yang dipertuan di India, untuk itu perlu melancarkan penaklukan-penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan India (Lamb, 1963, p.63; Wolpert, 1989, p. 201-203). a. Persekutuan-persekutuan Tambahan. (Subsidiary Alliance) Kerajaan-kerajaan anak benua oleh Lord Wellesley diminta untuk membubarkan tentara dan menerima perlindungan Inggris. Masing-masing kerajaan akan dilindungi dengan syarat menyerahkan hasil sebagian daerahnya untuk keperluan pemeliharaan tentara, para raja India tidak akan bersekutu dengan negara lain dan harus menerima Residen Inggris. Persekutuan tambahan ini pada tahun 1800 diberlakukan bagi Hyaderabad. Hyderabad membubarkan tentaranya dan Nizam menyerahkan daerah Berar untuk membiayai pasukan Inggris di Hyderabad.. Tahun 1801 sistem ini dipaksakan di daerah Oudh dan Inggris menguasai daerah-daerah Rohilkhand dan Doab utara, begitu juga pada tahun 1802 Peshwa bergabung dan membayar 26 laksha rupee per tahun. b. Perang Marata II (1803) Sepeninggal Mahadoji Sindhia (1794) sudah ada keresahan di Deccan. Penggantinya bernama Daulat Rao Sindhia, berselisih dengan Jaswant Rao Holkar, Raja Indore. Baji Rao II sudah menjadi Peshwa pada tahun 1796, ia bergabung dengan Sindhia. Mereka diserang oleh Holkar. Peshwa dikalahkan dan lari ke Bassein untuk menandatangani perjanjian tambahan dengan Wellesley. Orang-orang Marata menjadi marah. Sir Arthur Wellesley (saudara Wellesley) menghentikan pasukan Sindhia bergabung dengan Bonsle dari Nagpur. Mula-mula Sir Arthur menyerang pasukan Sindhia dan mengalahkannya, kemudian mengalahkan Bonsle di Argaon, Berar. Di Utara Lord Lake mengalahkan pasukan Sindhia sebelah utara. Inggris merebut Agra dan Aligarh dan pada tahun 1803 memasuki Delhi, Shah Alan yang sudah tua dan buta, yang sudah menjadi pelindung Mahadoji Sindhia, mencari perlindungan Inggris. Ia masih tetap bergelar Sultan, mendapat pensiun dan tinggal di Red Fort, tanpa kekuasaan. c. Inggris dan Marata. Marata selanjutnya menyetujui syarat-syarat dengan Wellesley. Raja Nagpur (Bhonsle) memasuki persekutuan tambahan setelah perjanjian Deogaon dan memberikan Cuttack di Orissa. Daulat Rao Sindhia menandatangani perjanjian Arjungaon dan melepaskan Doab. Ia juga menerima persekutuan tambahan. d. Perang Marata III (1804) Holkar dari Indore menolak untuk menyerah. Pada tahun 1804 ia menyerang Inggris dan mengalahkan sebuah pasukan Inggris di bawah Kolonel Monson. Ia kemudian mengacaukan Delhi, tetapi gagal menguasainya. Ia dikalahkan di Deeg dan sebaliknya Inggris merebut ibu kotanya, Inggris juga mencoba untuk merebut kendati tidak berhasil benteng Bharatpur sebab Jat dari Bharatpur bergabung ke Holkar. e. Pencapaian Wellesley Pendiri Imperium Inggris yang sebenarnya adalah Wellesley. Ia yakin akan penaklukan dan melanjutkannya. Ketika ia meninggalkan India seluruh anak benua selain Punjab, Sind dan Rajputana, ada di bawah kekuasaan Inggris. Ia adalah seorang administrator yang baik, membangun sebuah kolese di Fort William (Wolpert, 1989, p. 207) tempat para pegawai sipil dilatih. Fort William College selanjutnya menjadi terkenal karena hanya menggunakan bahasa Urdu, Sansekerta dan Persia. 4.Sir George Barlow (1805-1807) Pengganti Wellesley adalah Lord Cornwallis yang sudah tua. Tidak lama kemudian meninggal dan digantikan oleh Sir George Barlow. Ia mirip dengan Lord Cornwallis yaitu tidak campur tangan dalam politik India, tetapi negeri tetap rusuh. Sindhia dan Holkar menjadi kuat dan menyerbu Rajputana. Di Vellore (India Selatan) ada pemberontakan (1806) dan ada beberapa orang Eropa yang terbunuh. Tentara sudah memprotes untuk melicinkan rambut karena berlawanan dengan prinsip-prinsip keagamaan mereka, juga menolak beberapa bagian dari seragam. Ada keresahan umum karena banyak orang merasa setia kepada para putra Tipu Sultan, yang ada di Mysore. Kaum Muslim di selatan betul-betul menyesali jatuhnya Tipu Sultan. 5. Lord Minto (1807-1812) Lord Minto menggantikan Barlow pada tahun 1807 , ketika Inggris sedang berperang melawan Napoleon Bonaparte. Di anak benua India Marata menyerbu dengan tiba-tiba dan membawa kekacauan ke Rajputana, dan seluruh Bundelkhand tidak diselesaikan karena Amir Khan ketua Pindari dirampok dan membakar daerah sekitar yang tidak melawan. a.Kebangkitan orang-orang Pindari. (1806-1812) Orang-orang Pindari sungguh-sungguh merupakan rakyat campuran, kebanyakan datang karena pembubaran pasukan kerajaan-kerajaan. Unsur-unsur tidak taat lainnya, baik Hindu maupun Muslim sudah bergabung dalam gerombolangerombolan itu dan sudah bergerak dari daerah-daerah pegunungan tengah dari Bundelkhand. Mereka itu naik kuda dan mengacaukan daerah yang luas. Salah seorang pimpinannya adalah Amir Khan, kapten gerilya yang cerdik dan memimpin mereka keluar dari banyak kesulitan. b. Kaum Sikh Di Punjab ada suatu perkembangan baru. Guru Sikh terakhir, Govind Singh, telah menyatukan kaum Sikh menjadi persaudaraan pejuang bernama Khalsa. Ketika kekuasaan Abdali merosot di Punjab dan Najib-ud-daullah (ketua Rohilla) yang menjadi terkenal setelah pertempuran Panipat III dan membendung kaum Sikh merampok dari Punjab, meninggal pada tahun 1770, kaum Sikh menjadi berani menghimpun kekuatan untuk menghubungkan setiap misl (daerah khusus) di bawah seorang Sadar Sikh. Pada tahun 1780, Ranjit Sikh dilahirkan di daerah Punjab, ia menjadi pembangun sebuah negara Sikh, ia berani, tidak berprinsip, dan berpandangan jauh. Ia mengabdi Abdali, dan karena kemampuan dan pencapaiannya Shah Zaman (Raja Kabul dan Punjab) mengangkatnya menjadi Gubernur Lahore ketika ia berumur 19 tahun (Mahmud, 1988, p. 206-207) . c. Ranjit Singh (1799-1839) Ranjit Singh mengeksploitasi semangat rakyatnya untuk membangun sebuah pasukan sebesar 80.000 orang. Dalam waktu singkat ia mempunyai artileri yang besar dengan lima ratus meriam. Dengan pasukan itu mula-mula ia merebut Multan, selanjutnya Peshawar dari Afghan dan menyatakan kemerdekaannya. Kashmir direbut sehingga wilayah kekuasaannya terbentang dari Jamrud sampai Sutlej. Di belakang Sirhind ada beberapa kerajaan Sikh, yang berada di bawah lindungan Inggris, dan pada tahun 1806 Ranjit menawarkan untuk mencaplok beberapa dari mereka, dan membuat pasukan dan seorang diplomat muda bernama Sir Charles Metcalfe. Ranjit Singh dibujuk menjadi sekutu Inggris dan menerima Sutlej sebagai perbatasan kerajaannya (Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 591). Tahun 1809 perjanjian Amritsar ditandatangani untuk memperkuat persyaratan dan Ranjit Singh mentaati syarat-syarat itu selama hidupnya. Ia adalah seorang administrator yang baik dan menghimpun kaum Sdikh di bawah pengawasannya. d. Ekspedisi Lord Minto lainnya Sebelum pensiun pada tahun 1812, Lord Minto mengirim beberapa misi diplomatik ke Persia, Afghanistan, dan Sind guna membatasi pengaruh Perancis. Pada tahun 1810 Kepulauan Bourbon dan Mauritius direbut dan mengirim ekspedisi militer ke Batavia pada tahun 1811 yang berhasil merebut Batavia dan kemudian seluruh pulau Jawa. Pada tahun 1815 pulau ini ditukar dengan beberapa milik Belanda di India. Semenanjung Harapan Baik direbut pada tahun 1813. Pembaharuan Kembali Piagam (1813) Pada tahun 1813 Piagam Kumpeni diperbaharui lagi pada kondisi bahwa Kumpeni akan mengijinkan perdagangan mereka kepada semua orang Inggris dan mengijinkan pedagang dan misionaris datang dan bekerja di India. Di samping itu akan disediakan sejumlah 10.000 pound untuk keperluan pendidikan disebut sebagai tonggak pendidikan di India). 6. Lord Hastings (1812-1822) Sebagai Gubernur Jendral, Lord Hastings melengkapi apa yang telah dimulai oleh Wellesley. Ketika terjadi kegelisahan akibat persaingan antar para penguasa Hastings didorong untuk ikut ambil bagian dalam politik di India. a. Perang Gurkha (1814-1816) Orang-orang Gurkha telah merampok daerah-daerah sebelah utara lembah Gangga, merebut Oudh dan menolak untuk berhenti. Negeri orang Gurkha berpegunungan dan penuh dengan celah-celah sempit yang dengan mudah dapat dipertahankan. Mula-mula Inggris tidak membuat kemajuan dalam menghadapi mereka, tetapi pada tahun 1814 Jendral Ochterlony dapat mengatasi pertahanan celahcelah yang dipertahankan dengan kuat dan merebut Katmandu, ibu kota Nepal. Dengan perjanjian Sargauli (1816) orang-orang Nepal menyerahkan Kumaon, dengan stasiunstasiun pegunungan: Almorah, Nainital dan Mussoorie. Mereka juga setuju untuk menerima seorang Residen. Selanjutnya orang-orang Gurkha didorong untuk mendaftarkan diri dalam Angkatan Perang Inggris, dan menjadi pasukan terpercaya di dalamnya (Spear (ed), 1958, p. 566). b. Akhir dari Orang Pindari (1817) India tengah dikacau oleh orang-orang Pindari. Untuk memulihkan keamanan Hastings mengirim Jendral Sleeman. Mereka itu dapat dikalahkan dalam berbagai pertempuran, Amir Khan yang menjadi pemimpin terkenal menyerahkan Tonk, dan para pemimpin lainnya dibereskan di daerah-daerah lainnya. c. Perang Marata dan Terakhir (1817-1818). Peshwa kembali ingin memperoleh kebebasannya. Pada tahun 1817 menghimpun pasukan untuk menyerang Residen di Poona. Residen Mountstuart Elphinston mendengar rencana itu dan menarik tentaranya ke Kirkee beberapa mil dari Poona. Tidak lama kemudian pasukan Inggris menyerang pasukan Peshwa yang dipimpin oleh Jendral Gokhale. Ia dikalahkan di Korigaon dan Ashti, dan ketika menemukannya ia menyerahkan dirinya kepada Sir John Malcolm. Peshwa dikirim ke Bithur dekat Cownpore, dengan pensiun besar dan menikmatinya sampai 1850. Deccan Barat kemudian direbut untuk membentuk Kepresidenan di Bombay. Di Nagpur pasukan menyerbu rumah Residen, dan Residen menarik diri bersama pasukannya ke perbukitan tetangga. Kemudian Nagpur diserang balik dan direbut. Raja dipecat dan sebagian besar wilayahnya dikuasai. Holkar, raja Indore juga dikalahkan di Mahidpur, tetapi dibiarkan untuk menduduki tahtanya, dengan memasuki persekutuan tambahan, dan bersama dengannya orang-orang Marata akhirnya meletakkan senjata mereka. d. Pembaharuan-Pembaharuan Selain berperang Hastings juga mengadakan berbagai pembaharuan. Ia mendirikan Kolese Hindu di Calcutta (1811) dan mendorong tiga misionaris: Carey, Marshman dan Ward untuk membangun sebuah percetakan pers, pabrik kertas dan sebuah kolese di Serampore, tempat pemukiman orang-orang Denmark. Tujuan tempat misionaris pertama ini untuk mengajari orang-orang muda India menjadi orang Kristen dan ilmu pengetahuan. Hastings juga menaruh perhatian kepada pekerjaan-pekerjaan umum dan proyek-proyek baru seperti jalan, jembatan, dan terusan-terusan dikerjakan. Banyak mahkamah dibangun dan untuk pertama kalinya para hakim India diangkat untuk mahkamah itu. 7. Lord Amherst (1823-1828). Lord Hastings digantikan oleh Mr. Adams dan kemudian digantikan oleh Lord Amherst sebagai Gubernur Jendral yang baru. India dalam suasana yang tenang dan para pejabat sibuk mengembangkan berbagai lembaga baru. Tetapi segera muncul kesulitan di Benggala Timur. Raja Burma, sudah menaklukkan Arakan dan Assam dan mengajukan tuntutan sampai bagian-bagian sebelah timur Benggala. Dalam kenyataannya ia merebut pulau Shahpuri dan mengusir para serdadu Inggris dari situ. Lord Amherst mengirim pasukan di bawah Sir Archibald Campbell (1824) dan Raja Burma menempatkan sejumlah besar tentara guna menghadapinya, tetapi dapat dikalahkan dan panglimanya terbunuh. Karenanya raja lalu mencari perdamaian. Dalam perjanjian Yandabu (1826) Inggris memperoleh Tenasserim, Arakan, dan Assam dan sepuluh laksha pound sebagai ganti rugi. Raja Burma juga menerima seorang Residen. Kerajaan Manipur dibebaskan. Selama peperangan ini resimen Benggala mengadakan pembantaian di Barrackpur. Serdadu-serdadu Hindu menolak menyeberangi Black Water ke Burma karena menajiskan kasta mereka. Mereka dihukum keras dan resimen itu dibubarkan. Bharatpur direbut (Januari 1827) Ketika Raja Bharatpur meninggal terjadi pertikaian untuk memperebutkan kekuasaan. Ketua Jat yang berhasil merebut kekuasaan tidak bersahabat dengan Inggris, karena itu Amherst mengirim pasukan di bawah Lord Combermere. Pada bulan Januari 1827 benteng besar melawan Lord Lake, jatuh ke tangan Inggris. Tembok-temboknya dirobohkan, dan seorang putra raja terakhir diangkat menjadi raja setelah menerima persekutuan tambahan. Dengan berakhirnya pemerintahan Lord Amherst, sebuah era baru mulai di India. Ianggris sekarang menjadi penguasa tunggal di India dan sebagian dari Burma. Penutup Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pada satu sisi Kesultanan Moghul yang dibangun pada tahun 1526 dan berakhir pada tahun 1859 dengan dihapusnya kesultanan itu oleh Inggris, tidak berhasil berakar di kalangan penduduk di seluruh anak benua India. Ini dapat dilihat dari munculnya kembali berbagai kekuatan seperti orang-orang Marata, orang Sikh dan orang Afghan. Kebangkitan kembali suku-suku itu sebagai dampak dari kemerosotan Kesultanan Moghul memberi peluang bagi tokohtokoh EIC untuk ikut ambil bagian di dalam perpolitikan di anak benua India, yang secara alami tumbuh dan berkembang menjadi penguasa yanag tidak tertandingi. Dari kongsi dagang ini perlu disebut orang-orang yang berperanan dalam proses tumbuh dan berkembangnya kekuasaan Inggris di India, seperti Robert Clive, Warrens Hasings, Wellesley. Sementara di kalangan suku-suku bangsa India muncul juga tokoh yang bermaksud untuk meniadakan kehadiran Inggris itu, misal Haidar Ali dengan jelas menyatakan bahwa orang Inggris adalah ancaman serius bagi India dan Tipu Sultan memperingatkan kepada orang-orang India bahwa selama Inggris masih menguasai laut, maka Inggris sukar untuk diusir. Tetapi seruan kedua tokoh India ini tidak ada yang menghiraukan, seiring dengan pemangkasan wilayah dan kekuasaan para penguasa India. Kongsi dagang EIC telah dikembangkan menjadi suatu kekuatan yang tak tertandingi. Daftar Putaka Kulke, Hermann and Ruthermund, Dietmar (19886), A History of India, New Jersey, Barnes & Noble Books Lamb, beatrice Pitney, 1964, India, A World In Transition. London, Frederick A Praeger, Publishers Mahmud, S.F. (1988), A Concise History of Indo-Pakistan, Karachi, Oxford University Press. Majumdar, R.C. cs (1958), An Advanced History of India, London, MacMillan & Co Ltd Massani, R.P. (1962), Britain In India, London, Oxford University Press Mulia, T.S.G., 1959, India, Sedjarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan, Djakarta, Penerbit Balai Pustaka Sachchidananda Bhattacharya (1967), a Dictionary of Indian History, New Yrk, George Braziller Spear, Percival (1958), The Oxford History of India, Oxford, The Clarendon Press Trotter, L.J. (1917), History of India, London, Society for Promoting Christian Knowledge Wolpert, Stanley (1989), A New History of India, New York, Oxford University Press