implementasi kebijakan undang-undang nomor 19 tahun 2011

advertisement
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN
2011 TENTANG BAHASA ISYARAT DALAM MENGEMBANGKAN
KECERDASAN INTELEGENSI ANAK TUNA RUNGU
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Setyoko Bagus Prakoso
NIM 13110244009
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JUNI 2017
ii
ii
iii
MOTTO
“Kepercayaan diri akan memberikan efek positif dalam setiap tindakan kita”
(Penulis)
“Berfikirlah positif dengan hasil yang akan kita dapat melalui kerja keras dan
ketekunan”
(Penulis)
iv
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
anugerah-Nya, karya ini aku persembahkan kepada:
 Kedua orang tuaku tercinta, Ayah R Indro Joko Kusuma Wardana, dan
Almh Ibu Ellyana Indriati, yang telah membesarkan, mencurahkan kasih
sayang, doa, serta dukungannya dalam memberi semangat dan dorongan
sehingga penulis dapat berhasil menyusun skripsi ini.
 Kakakku tercinta Aprillia Karunia Perdana tersayang yang telah
memberikan dukungan dan masukan dalam pembuatan skripsi ini.
 Almamater Universitas Negeri Yogyakarta
v
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN
2011 TENTANG BAHASA ISYARAT DALAM MENGEMBANGKAN
KECERDASAN INTELEGENSI ANAK TUNARUNGU
Oleh
Setyoko Bagus Prakoso
13110244009
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan melihat terlaksananya
Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Bahasa
Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu di SLB
Maarif Muntilan dilihat dari segi akademik dan sosial.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan subyek
penelitian yang meliputi Kepala Sekolah, guru, dan peserta didik. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara, dokumentasi, observasi. Uji
keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data menggunakan
teknik interaktif model Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Implementasi kebijakan bahasa
isyarat berjalan dengan baik dengan adanya dukungan bahasa oral sebagai
penunjang dalam mengembangkan kecerdasan intelegensi anak tunarungu (2)
faktor pendukung meliputi :dukungan suatu komunitas di luar sekolah yaitu
magelang deaf community untuk mengembangkan kecerdasan intelegensi serta
dapat memberikan pengalaman kepada anak, adanya bahasa ibu yang dimiliki oleh
anak tunarungu sebagai bekal untuk berkomunikasi, serta dengan dilakukannya
evaluasi yang dilakukan oleh sekolah untuk melihat dan memantau keberhasilan
dari implementasi kebijakan bahasa isyarat tersebut dan (3) faktor penghambat
meliputi : adanya keterbatasan komunikasi yang masih menjadi hambatan untuk
melakukan interaksi dengan masyarakat sekolah dan umum. Hasil dari
implementasi kebijakan bahasa isyarat yaitu anak mampu mengolah dan
mengembangkan pikiran mereka melalui gerak tubuh.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Bahasa Isyarat, Kecerdasan Intelegensi.
vi
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat serta karunia-NYA yang sangat melimpah, sehingga penulis masih
diberikan kesempatan,kesabaran, dan kemampuan untuk menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2011 Tentang Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan kecerdasan Intelegensi Anak
Tunarungu” dengan baik dan lancar.
Penulis disini menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam mensukseskan penyusunan skripsi
ini. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta
2.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
3.
Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Prodi Kebijakan Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
4.
Bapak L Hendrowibowo, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi
ini, atas bimbingan, arahan, dukungan, dan kesabarannya sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
5.
Bapak / Ibu seluruh dosen program studi Kebijakan Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya selama
masa studi.
vii
6.
Bapak Kepala Sekolah dan segenap staf guru di Sekolah Luar Biasa Maarif
Muntilan yang telah membantu proses pengambilan data secara lancar.
7.
Bapak dan Ibu tercinta (R Indro Joko KW dan Almh, Ellyana Indriati),
kakaku Aprillia Karunia Perdana beserta segenap keluarga, yang telah
memberikan doa dan motivasi secara langsung maupun tidak langsung.
8.
Kawan – kawan Kebijakan Pendidikan kelas A yang telah memberikan
semangat dan ilmu selama masa perkuliahan dilaksanakan.
9.
Teman seperjuangan serta sahabat yang selalu memberikan keceriaan dengan
tawa dan canda.
10.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis
dan umumnya bagi semua pembaca.
Yogyakarta , 12 Juni 2017
Penulis
Setyoko Bagus Prakoso
NIM 13110244009
viii
DAFTAR ISI
hal
HALAM JUDUL ..................................................................................................... i
PERSETUJUAN ..................................................................................................... ii
PERNYATAAN..................................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv
MOTTO ...................................................................................................................v
PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................1
B. Identifikasi Masalah .....................................................................................8
C. Pembatasan Masalah ....................................................................................8
D. Rumusan Masalah ........................................................................................9
E. Tujuan penelitian ..........................................................................................9
F. Manfaat Penelitian .......................................................................................9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Implementasi Kebijakan.............................................................................11
ix
1. Implementasi ........................................................................................11
2. Teori Implementasi ..............................................................................12
3. Kebijakan .............................................................................................13
B. Bahasa ........................................................................................................14
1. Bahasa ..................................................................................................14
2. Fungsi ...................................................................................................14
C. Bahasa Isyarat ............................................................................................16
1. Bahasa Isyarat ......................................................................................16
2. Jenis ......................................................................................................17
D. Perkembangan ...........................................................................................18
1. Perkembangan .....................................................................................18
2. Karakteristik ........................................................................................19
3. Prinsip – Prinsip Perkembangan ..........................................................21
E. Tunarungu ..................................................................................................24
1. Tunarungu ...........................................................................................24
2. Jenis Tunarungu ...................................................................................25
3. Karakteristik Tunarungu .....................................................................26
F. Kecerdasan ................................................................................................28
1. Kecerdasan ..........................................................................................28
2. Teori Kecerdasan .................................................................................30
3. Ciri – Ciri Intelektual ...........................................................................31
4. Faktor Kecerdasan ................................................................................37
G. Penelitian Yang Relevan ............................................................................38
H. Kerangka Pikir Penelitian .........................................................................40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ...............................................................................42
B. Setting Penelitian........................................................................................43
C. Subyek Penelitian .......................................................................................43
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................43
E. Instrumen ...................................................................................................45
x
F. Keabsahan Data ..........................................................................................46
G. Teknik Analisis Data ..................................................................................48
H. Pertanyaan Penelitian .................................................................................50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ............................................................................................52
1. Profil SLB ............................................................................................52
a. Visi dan Misi ..................................................................................52
b. Sejarah ............................................................................................52
c. Lokasi dan SLB Maarif Muntilan...................................................53
d. Sumber Daya ..................................................................................54
e. Sarana dan Prasarana ......................................................................55
f. Prestasi yang Diraih ........................................................................55
2. Proses Pembelajaran Tunarungu ..........................................................56
a. Proses Pembelajaran ......................................................................56
B. Hasil Penelitian .........................................................................................57
1. Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan
Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu ............................................57
a. Pembelajaran Bahasa Isyarat di Sekolah .......................................57
b. Pengembangan Bakat Anak Tunarungu .........................................61
c. Pengarahan Kegiatan ......................................................................63
d. Penggunaan Bahasa Isyarat di Masyarakat ....................................66
2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu................70
3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu................73
C. Pembahasan ................................................................................................74
1. Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan
Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu ............................................74
a. Pembelajaran Bahasa Isyarat di Sekolah........................................74
b. Pengembangan Bakat Anak Tunarungu .........................................75
c. Pengarahan Kegiatan ......................................................................76
d. Penggunaan Bahasa Isyarat di Masyarakat ....................................77
2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Anak Tunarungu ..................................77
3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Anak Tunarungu ..................................79
xi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................81
B. Saran ...........................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................84
LAMPIRAN ....................................................................................................86
xii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi – Kisi Pedoman Wawancara.............................................................45
Tabel 2. Kisi – Kisi Pedoman Observasi ...............................................................46
Tabel 3. Prestasi Siswa ...........................................................................................54
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir .....................................................................40
Gambar 2. Analisis Data Model Miles and Hubberman ........................................47
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Observasi ...........................................................................86
Lampiran 2. Catatan Lapangan ..............................................................................88
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ........................................................................92
Lampiran 4. Transkrip Wawancara Yang Sudah Direduksi ..................................96
Lampiran 5. Dokumentasi Foto............................................................................111
Lampiran 6. Surat Keterangan Penelitian ............................................................114
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia tidak akan bisa lepas dari yang namanya pendidikan, dalam
berbagai perkembangan zaman kata tersebut tidak akan pernah hilang dari
peradaban manusia. Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan
oleh individu ataupun kelompok baik itu yang terjadi dalam institusi formal
maupun informal yang ada pada lingkungan sekitar. Dengan adanya
pendidikan seseorang akan mengalami serta menemukan tahapan dalam masa
perkembangannya, apabila dilihat dari segi manfaatnya dapat diketahui
bahwa pendidikan mempunyai fungsi dan tujuan yang mampu memajukan
serta mengembangkan gagasan dan pola pikir untuk menjadi manusia
seutuhnya atau memanusiakan manusia.
Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pertumbuhan dan perkembangan potensi yang ada pada setiap
individu akan terus berkembang dengan adanya pendidikan. Dengan
pendidikan , seorang individu selain mengembangkan potensi juga tidak akan
berhenti untuk mentransfer ilmu satu sama lain, karena pendidikan
1
bermanfaat setiap waktu seiring perkembangan zaman hingga menuju akhir
hayat atau disebut dengan pendidikan sepanjang hayat.
Sependapat dengan Dwi Siswoyo, dkk (2008: 146) mengemukakan
bahwa makna pendidikan sepanjang hayat yaitu pendidikan tidak berhenti
hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya.
Serta pendidikan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, dengan kata lain
pendidikan berlangsung sepanjang hayat atau lebih dikenal dengan
pendidikan seumur hidup.
Selanjutnya apabila kita membahas mengenai pendidikan maka tidak
akan jauh dengan pembentukan pola pikir manusia. Pembentukan pola pikir
yang terus berkembang akan menimbulkan suatu hal baru yang memiliki
banyak manfaat. Dengan adanya berbagai manfaat untuk kedepannya,
membuat pendidikan semakin gencar diberikan kepada masyarakat guna
membekali mereka demi meraih masa depan.
Pendidikan di Indonesia umumnya diterapkan pada dua bentuk yang
lebih dikenal dengan bentuk formal dan informal, keduanya memiliki tujuan
yang sama untuk mencerdaskan anak, dimana dari sisi formal berhubungan
dengan kegiatan pembelajaran di sekolah yang memiliki struktur terencana,
sedangkan informal berada pada lingkup diluar sekolah seperti halnya dalam
keluarga.
Sekolah selalu memberikan berbagai materi yang berhubungan
dengan kemajuan dalam mengembangkan pola pikir yang ada pada
masyarakat umumnya dan anak - anak pada khususnya secara terstruktur.
2
Sekolah di dalamnya terjadi proses interaksi sosial melalui transfer wawasan
dan ilmu yang melibatkan pendidik dan peserta didik. Interaksi sosial ini
berguna untuk mendampingi serta mengarahkan berbagai perilaku anak untuk
mencapai tujuan pengembangan kualitas diri yang lebih optimal.
Pendidikan di dalam sekolah diberikan kepada anak untuk membekali
mereka berupa modal yang bermanfaat di masa depan. Seorang anak di
sekolah
mendapatkan kegiatan pembelajaran atau transfer ilmu, ketika
kegiatan pembelajaran dilaksanakan pasti di dalamnya akan muncul berbagai
problematika masalah. Untuk itu dicetuskanlah suatu kebijakan yang dalam
hal ini diterapkan pada sekolah luar biasa.
SLB Maarif Muntilan memiliki bermacam – macam anak disabilitas
dari tuna grahita, tuna rungu, tuna wicara yang menimba ilmu di sekolah
yang sama yaitu SLB. Adapun jenis dari pada anak disabilitas yang dibahas
dalam hal ini adalah tuna rungu.
Anak tungarungu merupakan anak yang mengalami gangguan dalam
pendengaran. Pada umumnya kecerdasan yang dimiliki oleh anak
penyandang tuna rungu di SLB ini tidak berbeda jauh dengan apa yang
dimiliki oleh anak normal pada umumnya, hanya saja dalam penerimaan kata
- kata sulit dan tata bahasa kurang teratur sehingga harus diajarkan secara
intensif dan mendalam karena disini segi komunikasi sangatlah berperan.
Di lain hal seharusnya anak memiliki konsentrasi yang baik pada
proses pembelajaran, namun disini anak - anak tuna rungu sedikit mengalami
kesulitan untuk melakukan komunikasi. Sehingga pembelajaran yang
3
seharusnya berjalan dengan lancar dan baik harus difokuskan melalui
beberapa tahap agar anak - anak dapat berkonsentrasi.
Konsentrasi anak mulai terpecah saat menghadapi atau menerima
pelajaran matematika, karena anak tuna rungu mengalami hambatan dalam
berkomunikasi yang menyebabkan problem belajar matematika mengalami
kesulitan dalam hal simbol – simbol dan terkadang anak mengalami malas
serta bosan untuk mengikuti proses pembelajaran karena mungkin dianggap
terlalu monoton.
Permasalahan lain muncul di luar segi
kegiatan pembelajaran
misalnya segi sosial, anak disabilitias cenderung mengalami rendah diri di
masyarakat (mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial). Mereka
terkadang minder dengan orang yang tidak sama dengan kekurangan yang
dimiliki. Masalah lainnya anak yang mengalami tuna rungu terkadang hanya
mau berkomunikasi dengan anak tuna rungu lainnya tanpa ingin
berkomunikasi dengan anak disabilitas lainnya, mereka juga merasa terasing
dan sering menyendiri di lingkungan masyarakat.
Segi komunikasi masih menjadi hambatan bagi seorang penyandang
tuna rungu, yang pada umumnya seharusnya bisa berbaur atau banyak
berkomunikasi namun disini anak disabilitas tuna rungu mayoritas malu
untuk berbicara, padahal berbicara akan membuat anak tunar rungu
mendapatkan kepercayaan di dalam dirinya.
Ketika muncul masalah maka untuk menangani kesulitan dalam
berkomunikasi tersebut, kemudian dikembangkan suatu kebijakan bahasa
4
isyarat yang tertera pada UU No. 19 Tahun 2011 yang berkaitan dengan dunia
tuli dalam pasal 2 dengan isi komunikasi mencakup bahasa, tayangan teks,
braille, komunikasi tanda timbul, cetak besar, multimedia yang dapat diakses
maupun bentuk – bentuk tertulis audio, termasuk informasi dan teknologi
komunikasi yang dapat diakses, “bahasa” mencakup bahasa lisan dan bahasa
isyarat serta bentuk – bentuk non lisan yang lain. Dengan adanya UU tersebut
diharapkan nantinya mampu membantu para peserta didik tuna rungu untuk
mengembangkan potensi mereka dengan pendampingan guru dan dalam
pengawasan sekolah.
Di sekolah luar biasa juga terdiri dari berbagai guru yang dianggap
sebagai orang tua di lingkungan tersebut menggantikan orang tua mereka di
rumah, disini hal yang membedakan dengan sekolah lain yaitu dengan
munculnya berbagai ciri khas anak yang berbeda - beda tersebut yang harus
diahadapkan dengan berjalannya suatu kebijakan bahasa isyarat, maka bisa
dibayangkan bagaimana seorang guru akan berinteraksi serta membentuk
kecerdasan pada anak – anak yang berbeda karakteristik satu dengan yang
lainnya.
Anak tuna rungu dalam sekolah luar biasa tersebut bisa diasuh dengan
pendidikan yang telah terstruktur dengan pola pengasuhan yang lebih dekat
dan intensif, seorang guru di sekolah tersebut haruslah memiliki ketekunan
serta kesabaran dalam mendidik anak - anak luar biasa tersebut, inilah salah
satu hal juga yang membedakan dengan sekolah lain pada umumnya.
5
Pada hakekatnya orang awam tidak akan mengetahui kebijakan
bahasa isyarat dalam mengembangkan kecerdasan anak dengan keterbatasan
seperti tuna rungu yang memiliki hambatan. Bahasa isyarat tidak diketahui
oleh masyarakat dikarenakan penggunaanya tidak begitu diterapkan di
masyarakat. Oleh sebab itu maka implementasi kebijakan bahasa isyarat
disini dikaitkan dengan kecerdasan intelegensi anak.
Kecerdasan anak tuna rungu ini diberikan karena anak belum dapat
berkomunikasi secara bebas dan menyatu saat berada di lingkungan
masyarakat. Dikarenakan kebijakan bahasa isyarat yang digunakan anak tuna
rungu belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Sehingga dengan
mengaitkan serta mengembangkan bahasa isyarat dengan kecerdasan
intelegensi diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi anak tuna
rungu.
Kemampuan khusus disini lebih memfokuskan kepada bidang bidang tertentu saja. Adapun dari Teori Multiple Intrlligence (Gardner)
kecerdasan memiliki 9 dimensi yang semiotonom, yaitu linguistik, musik,
matematik
logis,
visual
spesial,
kinestetik
fisik,
sosial
interpersonal,intrapersonal, spiritual, natural. Bahasa isyarat mendukung
kecerdasan intelegensi anak di demensi kinestetik, interpersonal, serta
natural.
Pengembangan kecerdasan anak tuna rungu dapat ditingkatkan
dengan pendidikan
yang telah terencana
sebelumnya
agar dapat
menghasilkan sebuah prestasi, di lain hal masih ada juga faktor yang mampu
6
mempengaruhi kecerdasan intelegensi dari suatu anak yaitu berasal dari
keturunan maupun lingkungannya.
Segi prestasi salah satunya seperti seorang siswa yang mempunyai
keterbatasan mendengar ialah dengan diraihnya juara membatik tingkat
provinsi, dari beberapa hal tersebut lingkungan sekolah memberikan
pengarahan yang baik sehingga anak di sekolahan tersebut mampu
memberikan pencapaian terbaik, disini menjadi sebuah tantangan bagi guru
bagaimana anak tersebut diasuh dengan keterbatasan yang dia miliki.
Beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh anak tuna rungu,
memberikan suatu gagasan untuk lebih mendekatkan serta merekatkan
pendidik dan peserta didik dalam berbagai pola asuh yang diberikan di
lingkungan sekolah.
Demi merekatkan pendidik dan peserta didik maka muncullah
dukungan dengan adanya kebijakan bahasa isyarat yang ada di SLB tersebut,
serta adanya prestasi yang didapat juga diperoleh oleh anak tuna rungu
dengan berbagai macam karakteristik, maka peneliti tertarik untuk meneliti
implementasi kebijakan bahasa isyarat yang diterapkan untuk mendekatkan
diri dan mengembangkan kecerdasan intelegensi anak dengan judul
“Implementasi Kebijakan UU No 19 Tahun 2011 Tentang Bahasa Isyarat
dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna rungu”.
7
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil identifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan bahasa isyarat yang dikaitkan dengan kecerdasan
intelegensi mengalami hambatan dalam hal penerapan di masyarakat.
2. Sulitnya anak tuna rungu untuk melakukan komunikasi dengan warga
sekolah dan masyarakat.
3. Adanya kendala dalam mata pelajaran matematika karena terdiri dari
simbol – simbol.
4. Anak tuna rungu cenderung rendah diri dalam berkomunikasi di
masyarakat.
C.
Pembatasan Masalah
Mengingat keterbatasan peneliti dan luasnya cakupan dalam
permasalahan, maka dalam penelitian ini, permasalahan hanya dibatasi pada
implementasi kebijakan bahasa isyarat berkaitan dengan kecerdasan
intelegensi.
D.
Rumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah
yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :
“Bagaimana implementasi kebijakan bahasa isyarat di sekolah dan
masyarakat dilihat dari faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan
kecerdasan intelegensi” ?
8
E.
Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan :
1. Implementasi kebijakan bahasa isyarat di SLB berkaitan dengan
kecerdasan intelegensi.
2. Faktor pendukung dan penghambat komunikasi anak tuna rungu di
masyarakat dan sekolah
3. Kendala saat anak menerima pelajaran matematika.
4. Sebab anak rendah diri ketika berada di masyarakat.
F.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
impementasi kebijakan (bahasa isyarat) yang terlaksana dengan adanya
proses pendidikan yang melibatkan anak, peserta didik, dan lingkungan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Mampu mengembangkan metodologi penelitian serta menerapkan
berbagai teori yang didapat di bangku kuliah dan memberi informasi
mengenai implementasi kebijakan bahasa isyarat serta kecerdasan.
b. Bagi Guru
Mampu memberikan metode bahasa isyarat yang tepat untuk
mengembangkan kecerdasan pada seorang anak.
9
c. Bagi anak
Mampu mengembangkan kecerdasan intelegensi yang ada pada dirinya
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Implementasi Kebijakan
1. Implementasi
Implementasi menurut Kamus Webster diartikan sebagai to
provide the means carrying out yang berarti menyediakan sarana untuk
melaksanakan sesuatu, to give practical effect to dengan arti menimbulkan
dampak atau akibat terhadap sesuatu (Solichin Abdul Wahab, 2002: 64).
Sedangkan menurut Grindle (Sudiyono, 2007: 77) bahwa implementasi
kebijakan pendidikan sesungguhnya tidak semata - mata terbatas pada
mekanisme penjabaran keputusan - keputusan politik ke dalam prosedur
rutuin melalui saluran birokrasi, tetapi terkait dengan masalah konflik.
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier
(Solichin Abdul
Wahab, 2012: 135), menjelaskan makna implementasi ini dengan
mengatakan bahwa : memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu
program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian - kejadian dan kegiatan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman - pedoman
kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha - usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak
nyata pada masyarakat atau kejadian - kejadian.
11
2. Teori Implementasi
a. Implementasi kebijakan sebagai model proses atau alur yang berarti
kebijakan yang disusun oleh pemerintah diarahkan atau ditujukan untuk
mengadakan perubahan, dengan kata lain kebijakan sebagai sebuah
“social engineering” (rekayasa sosial), yaitu kebijakan ditetapkan oleh
pemerintah dalam rangka mengubah masyarakat sebagai kelompok
sasaran, Smith (Sudiyono,2007: 83)
b. Implementasi sebagai pendekatan “the top down Approach” bahwa
untuk
mewujudkan
implementasi
yang
sempurna
diperlukan
persyaratan tertentu, Brian w. Hogwood dan Lewis A. Gun (Sudiyono,
2007: 85).
c. Implementasi kebijakan sebagai sebuah sebuah abstraksi hubungan
berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja kebijakan. Teori
ini dikemukakan oleh Meter dan Horn. Menurut mereka implementasi
kebijakan sebagai sebuah abstraksi yang memperhatikan hubungan
antara berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja suatu
kebijakan.
d. Implementasi sebagai evolusi yang mengatakan bahwa implementasi
merupakan proses redefinisi terhadap tujuan dan hasil. Ini artinya
sebuah implementasi kebijakan dikatakan berhasil bilamana selalu
diikuti oleh adanya perubahan secara incremental.
12
3. Kebijakan
Kebijakan merupakan sebuah rekayasa sosial. Sebagai sebuah
rekayasa sosial, maka kebijakan dirumuskan oleh pemerintah. Tentu saja
rumusan kebijakan ini secara esensial sesuai dengan permasalahan yang
ada. Persoalan yang sering terjadi adalah formulasi kebijakan sebagai
sebuah bahasa buatan bukan permasalahan pokoknya, sehingga seringkali
kebijakan tidak menyelesaikan permasalahan, bahkan sebuah kebijakan
dapat menimbulkan permasalahan baru (Sudiyono, 2007: 1)
Kebijakan harus lahir dari hakikat manusia dan hakikat dari proses
pendidikan yang melibatkan anak, pendidik, dan hubungan intrapersonal
di dalam suatu masyarakat yang berbudaya dan beretika.
Kebijakan umumnya dimaknai sebagai serangkaian tindakan yang
dilakukan atau tidak dilakukan oleh perorangan atau kelompok. Pengertian
ini memberikan makna bahwa kebijakan merupakan suatu rangkaian
tindakan, yang berarti tindakan tersebut tidak terbatas satu tindakan
melainkan beberapa tindakan.
Jadi implementasi kebijakan merupakan sebuah penerapan
rekayasa sosial yang disusun secara sistematis guna kemajuan pendidikan
khususnya,
kebijakan
diambil
perundingan.
13
setelah
melalui
berbagai
proses
B.
Bahasa
1. Bahasa
Bahasa adalah komunikasi atau ekspresif fikir dan perasaan, yang
berwujud vokal, dan merupakan kombinasi dari beberapa bunyi atau
simbol tertulis yang mengandung arti, Webster (Sardjono, 2005: 5). Dilain
hal hakikat bahasa pada prinsipnya meliputi kemampuan pengungkapan,
pemahaman, ingatan serta sikap moral dalam kaitannya dengan
keterampilan berbahasa. Kemampuan berbahasa meliputi kemampuan
menangkap
simbol,
mengungkapkan
kalimat,
pemahaman
dan
keterampilan berbahasa baik pasif maupun aktif serta penggunaan kata kata yang tepat dan terstruktur menurut tarmansyah (Sardjono, 2005:5).
Maka dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan salah satu alat
komunikasi yang berwujud suatu vokal ataupun tulisan yang berpadu
sehingga mengandung arti satu sama lain.
2. Fungsi Bahasa
Sardjono (2005: 7) wujud bahasa dapat digunakan sebagai alat
komunikasi karena sifatnya yang mengandung makna. Wujud bahasa ada
yang berbentuk suara yang kemudian bahasa lisan, yang berbentuk
gerakan tubuh, bunyi benda - benda tertentu disebut bahasa isyarat yang
berbentuk lambang - lambang bunyi disebut bahasa tulisan .
a. Bahasa sebagai alat komunikasi, manusia disamping sebagai individu
yang berdiri sendiri juga sebagai mahluk sosial. Dan ini dapat diartikan
bahwa perhubungan antar manusia merupakan kebutuhan hidup
14
mereka. Dan perhubungan tersebut akan lebih berarti dan dapat saling
mengerti bila mereka memakai alat penghubung. Fungsi bahasa sebagai
alat komunikasi, sebenarnya telah timbul dari adanya tanggapan
seseorang terhadap ucapan anak atau reaksi anak terhadap ucapan
seseorang.
b. Bahasa sebagai alat penyimpanan, dalam kehidupan manusia, lahirlah
kebudayaan - kebudayaan yang bersifat agresif, selalu berubah - ubah
bertambah dan tumbuh sesuai dengan pertumbuhan dan kemajuan
manusia, selanjutnya lama kelamaan makin banyaklah macam ragam
kebudayaan yang tertumpuk mulai dari kebudayaan kuno hingga
kebudayaan yang terbaru. Jadi bahasa tulis dapat berguna sebagai alat
penyimpan.
c. Bahasa sebagai alat penolong, bahasa juga sebagai alat penolong untuk
memproduksikan apa yang telah diketahui, menolong untuk
menyatakan fikiran, perasaan dan pengetahuan ilmu - ilmu yang telah
dimiliki, juga menolong untuk menjelaskan hal - hal yang abstrak
menjadi kongkrit. Jadi jelaslah bahwa bahasa mempunyai banyak
kegunaan yang banyak.
d. Fungsi bahasa juga sebagai wadah pengantar makna, maksudnya
rangsangan yang diterima anak sejak lahir, mengucapkan sesuatu,
menimbulkan tanggapan atau reaksi tertentu pada orang lain. Karena
pengalaman ia juga mengetahui bahwa ucapan seseorang selalu
dihubungkan dengan benda, atau situasi tertentu. Dengan saling
15
menanggapi ucapan, menyadarkan anak bahwa suara atau ucapan
merupakan wadah pengantar makna. Dari bahasa yang dibentuk oleh
suara atau ucapan dapat dijadikan alat penghubung dengan orang lain.
e. Fungsi bahasa yang berhubungan dengan fakta, mula - mula pengenalan
akan makna kata itu melalui penghayatan nama - nama benda kemudian
dilanjutkan
dengan
penghayatan
melalui
tingkah
laku,
baru
penghayatan melalui perasaan, fikiran, yang merupakan gabungan dari
fakta - fakta.
Menurut penjelasan di atas maka fungsi dari bahasa dapat
diartikan menjadi alat komunikasi dalam bermasyarakat sehari – hari.
Dan digunakan sebagai pengungkapan suatu makna yang akan
disampaikan kepada orang lain.
C.
Bahasa Isyarat
1. Bahasa Isyarat
Gebaren (Lani bunawan, 1997:11) bahwa isyarat telah memegang
peran yang penting dalam pendidikan anak tuna rungu. Ternayata bahwa
maksud dan interprestasi orang tentang istilah isyarat ini tidak selalu sama.
Metode manual dapat diartikan sebagai metode yang menggunakan isyarat
/ bahasa isyarat (manual language) sebagai media komunikasi dengan
anak tuna rungu. Apa yang dimaksud bahasa isyarat atau manual secara
harfiah menurut A. Van Uden (Lani Bunawan, 1997: 11) artinya bahasa
dengan menggunakan tangan, walaupun dalam kenyataan, ekspresi muka
dan lengan juga digunakan atau berperan.
16
2. Jenis Isyarat
Menurut Lani Bunawan jenis isyarat sebagai berikut :
a. Bahasa isyarat dapat diartikan sebagai dactylology atau “bahasa jari”
atau juga lebih dikenal dengan sebutan abjad jari / ejaan jari ( finger
spelling ). Sistem ini masih dibedakan menjadi 2 yaitu : gerak posisi
yang menggambarkan abjad atau ejaan dan gerak posisi jari yang
menggambarkan bunyi bahasa.
b. Istilah isyarat juga sering digunakan untuk menunjukkan bahasa tubuh
atau body language. Bahasa tubuh meliputi keseluruhan ekspresi tubuh
seperti sikap tubuh, ekspresi muka (mimic), pantomimic, dan gesti /
gerak yang dilakukan seseorang secara wajar dan alami.
c. Bahasa isyarat asli / alami adalah suatu isyarat sebagaimana digunakan
anak tuna rungu (berbeda dari bahasa tubuh) merupakan suatu
ungkapan manual (dengan tangan) yang disepakati bersama pemakai.
d. Bahasa isyarat formal dikembangkan menjadi 1) bahasa isyarat yang
dinamakan sign English atau siglish atau amelish, bahasa ini merupakan
gabungan atau campuran antara bahasa isyarat asli dengan bahsa inggris
dengan ciri mengikuti urutan dan tata bahasa inggris lisan, kebanyakan
kosa kata isyarat sama dengan isyarat yang digunakan dalam ASL atau
BSL, 2) bahasa isyarat yang memiliki struktur yang tepat sama dengan
bahasa lisan masyarakat. Bahasa isyarat ini digolongkan dalam bahasa
isyarat structural dan ciri - cirinya yaitu satu isyarat mewakili satu kata,
17
menggunakan ejaan jari sebagai penunjang untuk gejala bahasa yang
sukar dibuatkan isyarat.
D.
Perkembangan
1. Perkembangan Manusia
Perkembangan manusia secara psikologis merupakan suatu yang
merujuk pada perubahan - perubahan tertentu yang terjadi di dalam
kehidupan manusia sejak masa hidup hingga meninggal. Perubahan dalam
perkembangan manusia terjadi secara berurutan dan setiap urutan
perubahan mempunyai masa tertentu yang relatif panjang seperti masa usia
dini, kanak - kanak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia.
Perkembangan adalah proses - proses yang dialami individu
menuju tingkat kedewasaan (maturity) yang berlangsung secara sistematik
dan progresif, Lefrancois dkk (Santrock, 2007: 7). Sependapat dengan
Moh. Surya (Santrock, 2007: 8) perkembangan merupakan perubahan
secara progresif (maju) dalam diri organisme dalam pola - pola yang
memungkinkan terjadinya fungsi fungsi baru.
Penjelasan perkembangan di atas dapat disimpulkan sebagai suatu
perubahan yang membutuhkan waktu tidak singkat dan terjadi secara
berurutan dari lahir hingga manusia tersebut meninggal. Dalam
perkembangan tersebut menemukan berbagai fase - fase yang akan
mengubah diri manusia menuju kearah yang lebih baik dan bersifat
meningkat.
18
2. Karakteristik Perkembangan Manusia
Paul Baltes (Santrock, 2007: 11-12) seorang peneliti di bidang
psikologi perkembangan dan seperti yang dikutip oleh () menjelaskan
bahwa perkembangan manusia memiliki tujuh karakteristik dasar yaitu :
a. Perkembangan
berlangsung
sepanjang
hidup
yang
adalah
perkembangan manusia terjadi sangat pesat pada usia dini. Pada usia
selanjutnya, perkembangan tersebut tetap berlangsung dengan pesat
sampai anak mencapai usia dewasa. Setelah mencapai pada usia
dewasa, perkembangan menjadi lebih stabil. Saat mencapai usia tua
maka perkembangan manusia menjadi menurun.
b. Perkembangan manusia bersifat multidimensional yaitu perkembangan
dalam diri manusia memiliki berbagai dimensi seperti dimensi kognitif,
dimensi kecerdasan, dimensi sosioemosional.
c. Perkembangan manusia bersifat multidireksional adalah perkembangan
manusia pada dimensi tertentu dapat berkembang dengan pesat
sementara pada dimensi lainnya menurun. Misalnya seorang yang
dewasa mampu bertindak bijaksana dengan menggunakan kematangan
intelektual dan pengalaman yang dimilikinya dapat mengambil
keputusan tepat, namun pada waktu melakukan kegiatan yang
membutuhkan ingatan dalam memproses informasi, ia tidak melakukan
dengan baik.
d. Perkembangan manusia bersifat fleksibel yang artinya dalam
perkembangan ini ditentukan oleh berbagai kondisi yang dialaminya
19
sepanjang hidupnya. Oleh sebab itu, perkembangan manusia mengikuti
berbagai alur perkembangan. Misalnya, ingatan orang dewasa yang
telah memasuki masa usia tua dapat ditingkatkan melalui training atau
melalui berbagai kebiasaan yang membantu mempertahankan daya
ingat, seperti menstimulasi otak dengan membaca serta menulis.
e. Perkembangan manusia mengandung sejarah perkembangan yaitu
seorang individu sangat dipengaruhi oleh sejarah perkembangan
hidupnya. Misalnya, seperti orientasi wanita yang hidup di tahun 1950
akan berbeda dengan wanita yang hidup di era globalisasi. Dimana
tahun 1950 diorientasikan pada fungsinya sebagai wanita pengurus
rumah tangga yang lemah, lembut, dan patuh pada suami.
f. Studi tentang perkembangan manusia bersifat mutlidisiplin yaitu dalam
studi perkembangan manusia ini melibatkan berbagai ahli dari disiplin
ilmu, sosiologis, antropologis, sosiologis, dan pendidikan. Semuanya
memberikan masukan dalam membuka rahasia perkembangan
manusia.
g. Perkembangan manusia bersifat kontekstual yaitu manusia memberikan
respon dan bertindak berdasarkan konteks yang mencakup biologis,
lingkungan fisik, dan lingkungan sosial. Dapat disederhanakan sejalan
dengan berubahnya waktu dan zaman maka perkembangan akan
mengikutinya
Dari berbagai karakteristik di atas dapat ditarik kesimpulan dimana
perkembangan anak dari kecil menuju dewasa membutuhkan berbagai
20
faktor seperti daya ingat, dimensi kecerdasan serta berbagai hal yang
melekat pada seorang anak demi menunjang keberhasilan dalam proses
perkembangan. Semua hal tersebut saling berhubungan satu sama lain
seperti contoh perkembangan berlangsung seumur hidup tapi dalam
perjalanan tersebut seseorang memiliki tingkat kecerdasan untuk
memberikan informasi yang ia dapat.
3. Prinsip – Prinsip Perkembangan Manusia
Untuk lebih memahami perkembangan manusia secara menyeluruh
perlu dilandasi dengan adanya pengetahuan mengenai fakta dasar yang
berhubungan dengan perkembangan serta sering disebut dengan prinsip prinsip perkembangan, prinsip ini menunjuk adanya beberapa pemikiran
yang perlu dipedomani dalam usaha memahami perkembangan.
Hurlock (Endang Poerwanti dkk, 2002: 30) menjelaskan bahwa
prinsip - prinsip perkembangan tersebut meliputi :
a. Perkembangan melibatkan adanya perubahan yaitu dalam hal ini
perkembangan selalu ditandai dengan perubahan yang bersifat
progresif, bertujuan agar manusia dapat menyesuaikan diri dengan
tuntutan jaman. Perubahan juga meliputi hilangnya ciri lama untuk
mendapatkan ciri baru.
b. Perkembangan awal lebih kritis dari perkembangan selanjutnya yaitu
perkembangan
merupakan
suatu
proses
kontinum,
dimana
perkembangan sebelumnya mempengaruhi apa yang terjadi pada hal
selanjutnya.
21
c. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar adalah
hasil keduanya sering terintegrasi satu sama lain untuk membentuk
suatu perkembangan.
d. Pola perkembangan dapat diramalkan : dalam pola ini mengikuti pola
umum maka dengan melakukan pengamatan longitudional sejak awal
perkembangan anak, maka akan dapat diramalkan pola perkembangan
berikutnya baik yang menyangkut pertumbuhan fisik maupun psikis.
e. Dalam perkembangan ditemui perbedaan individual.
Secara garis besar, peristiwa perkembangan mempunyai atau
mengikuti prinsip - prinsip perkembangan sebagai berikut Atmodiwirjo (
Endang Poerwanti dkk, 2002: 132) :
a. Perkembangan tidak terbatas dalam arti ini tumbuh menjadi besar,
namun mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif dan
teratur. Jadi semua tahap saling berhubungan satu sama lain serta tidak
berdiri sendiri.
b. Perkembangan selalu menuju proses diferensiasi dan integrasi. Prinsip
dalam diferensiasi berarti ada prinsip totalitas pada diri anak. Dari
penghayatan totalitas tersebut maka lambat laun bagian – bagiannya
akan menjadi menjadi sangat nyata dan bertambah jelas dalam kerangka
keseluruhan.
c. Perkembangan dimulai dari respon respon - respon yang sifatnya umum
menuju yang khusus. Contoh bayi yang selalu tersenyum melihat orang
22
- orang, namun lambat laun seiring berkembang dapat membedakan
senyuman tersebut.
d. Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung
secara berantai.
e. Setiap anak memiliki tempo kecepatan perkembangan sendiri - sendiri.
Pada setiap anak, terdapat impuls untuk berkembang dengan caranya
sendiri, untuk melatih semua bakat serta kemampuannya.
f. Di dalam perkembangan, dikenal adanya irama atau naik turunnya
proses perkembangan. Artinya perkembangan manusia tidak tetap
terkadang bisa baik bahkan bisa juga turun.
g. Setiap anak, seperti juga orgasnisme lainnya, memiliki dorongan dan
hasrat mempertahankan diri dari hal - hal yang negatif seperti rasa sakit,
rasa tidak aman, dan kematian.
h. Dalam perkembangan terdapat masa peka. Masa peka ini ialah suatu
massa dalam perkembangan anak, saat fungsi jasmani ataupun rohani,
dapat berkembang dengan cepat jika mendapat latihan yang baik dan
kontinyu.
i. Perkembangan tiap anak pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan anak.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip
perkembangan melibatkan perubahan yang bersifat progresif dan nantinya
ditemukan perbedaan individual di dalam perkembangan. Untuk
23
perkembangan sendiri setiap anak memiliki tempo kecepatan sendiri sendiri.
E.
Tuna Rungu
1. Tuna rungu
Haenudin (2013: 53-54) tuna rungu adalah peristilahan secara umum
yang diberikan kepada anak yang mengalami kehilangan atau kekurang
mampuan mendengar, sehingga ia mengalami gangguan dalam
melaksanakan kehidupannya sehari - hari. Secara garis besar tuna rungu
dapat dibedakan menjadi dua yaitu tuli dan kurang dengar.
Istilah tuna rungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tuna rungu
apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.
Apabila dilihat secara fisik, anak tuna rungu tidak berbeda dengan anak
dengar pada umumnya, tetapi ketika dia berkomunikasi barulah diketahui
bahwa mereka tuna rungu.
Untuk mengetahui lebih lanjut hakikat tuna rungu, dibawah ini
akan dikemukakan beberapa pendapat, antara lain Van Uden (1997) dalam
Murni Winarsih (2007:6) sebagai berikut :
A deaf person is one whose hearing is disabled to an axtent (ussualy
70 dBISO or greater) that precludes the understanding of speech
through the ear alone without our with the use of hearing aid. A hard
of hearing person is one whose hearing is disabled to an extent (
ussualy 35 to 69 dB ISO) that makes difficult, but does not precludes
the understanding of speech through the ear alone without or with
the use of hearing aid.
24
Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa seseorang dikatakan
tuli jika kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 ISO dB, atau
lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui
pendengarannya sendiri, tanpa atau menggunakan alat bantu mendengar.
Sedangkan seseorang dikatakan kurang dengar apabila kehilangan
kemampuan mendengar pada tingkat 35dB sampai 69 dB ISO, sehingga ia
mengalami kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui
pendengarannya sendiri, tanpa atau dengan alat bantu mendengar (ABM).
2. Jenis – Jenis Ketuna runguan
Ketuna runguan secara anatio fisiologis dapat dikelompokkan
menjadi tiga jenis (Haenudin, 2013: 62- 63) yaitu :
a. Tuna rungu hantaran (Konduksi), yaitu ketuna runguan yang
disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat - alat
penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah. Ketuna runguan
konduksi (A Conductive hearing loss) terjadi karena pengurangan
intensitas bunyi yang mencapai telinga bagian dalam, dimana syaraf
pendengaran berfungsi.
b. Tuna rungu syaraf (Sensorineural), yaitu ketuna runguan yang
disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat - alat
pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan
getaran ke pusat pendengaran pada Lobus Temporalis.
25
c. Tuna rungu campuran, yaitu ketuna runguan yang disebabkan
kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf
pendengaran.
Jadi jenis dari tuna rungu tersebut dibagi menjadi tiga yaitu tuna
rungu hantaran yang diakibatkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat
- alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah, tuna rungu
syaraf ditimbulkan karena tidak berfungsinya alat - alat pendengaran
bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan getaran ke pusat
pendengaran, serta tuna rungu campuran yaitu ketuna runguan yang
disebabkan karena kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan
pada syaraf pendengaran.
3. Karakteristik Tuna rungu
Haenudin (2013: 66-67) anak tuna rungu apabila dilihat dari segi
fisiknya tidak ada perbedaan dengan anak pada umumnya, tetapi sebagai
dampak dari ketuna runguan mereka memiliki karaktersitik khas. Berikut
ini merupakan karakteristik anak tuna rungu dilihat dari segi intelegensi,
bahasa dan bicara, serta emosi dan social.
a. Karakteristik dalam Segi Intelegensi
Karakteristik dalam segi intelegensi secara potensial anak tuna
rungu tidak berbeda dengan intelegensi anak normal pada umumnya,
ada yang pandai, sedang, dan ada yang bodoh. Namun demikian secara
fungsional intelegensi mereka berada dibawah anak normal, hal ini
disebabkan oleh kesulitan anak tuna rungu dalam memahami bahasa.
26
Perkembangan intelegensi anak tuna rungu tidak sama cepatnya
dengan anak yang mendengar, karena anak yang mendengar belajar
banyak dari apa yang mereka dengar, dan hal tersebut merupakan
proses dari latihan berpikir. Keadaan tersebut tidak terjadi pada anak
tuna rungu, karena anak tuna rungu memahami sesuatu lebih banyak
dari apa yang mereka lihat, bukan dari apa yang mereka dengar. Oleh
sebab itu sering kali anak tuna rungu disebut sebagai “Instan Permata”.
Dengan kondisi seperti itu anak tuna rungu lebih banyak memerlukan
waktu dalam proses belajarnya terutama untuk mata pelajaran yang
diverbalisasikan.
b. Karakteristik dalam Segi Bahasa dan Bicara
Anak tuna rungu dalam segi bicara dan bahasa mengalami
hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa
dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan
bicara merupakan hasil proses peniruan sehingga para tuna rungu dalam
segi bahasa memiliki ciri yang khas, yaitu sangat terbatas dalam
pemilihan kosa kata, sulit mengartikan arti kalasan dan kata - kata yang
bersifat abstrak.
c. Karakteristik dalam Segi Emosional dan Sosial
Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak tuna
rungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Anak tuna
rungu mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk
memahami
dan
mengikutinya
27
secara
menyeluruh
sehingga
menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan kurang
percaya diri. Dalam pergaulan cenderung memisahkan diri terutama
dengan anak normal, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan
untuk melakukan komunikasi secara lisan.
F.
Kecerdasan
1. Kecerdasan
Apabila kita telusuri lebih asal usul kata “kecerdasan” erat sekali
hubungannya dengan kata “intelek”. Hal ini bisa dimaklumi sebab
keduanya berasal dari kata Latin yang sama yaitu intellegere, yang
mempunyai arti memahami. Intellectus atau intelek adalah suatu bentuk
participium perpectum (pasif) dari intellegere, sedangkan intellegens atau
kecerdasan adalah bentuk participium praesens (aktif) dari kata yang
sama. Bentuk - bentuk kata ini memberikan indikasi kepada kita bahwa
intelek bersifat statis sedangkan intelegensi lebih bersifat aktif. Dalam hal
ini dapat disimpulkan bahwasanya intelek adalah potensi untuk
memahami, sedangkan intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang
merupakan perwujudan dari daya serta poteqnsi tersebut.
Sehubungan dengan definisi di atas
ada yang mengartikan
intelegensi sebagai “kemampuan untuk berpikir secara abstrak” (Terman),
“kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya” (Colvin).
Untuk
memberikan
gambaran
secara
mendetail
tentang
Intellegensi, ada beberapa pakar yang yang menyampaikan definisi
tentang Intellegensi:
28
a. S.C. Utami Munandar secara umum intelegensi dapat dirumuskan
sebagai berikut : 1) Kemampuan untuk berpikir abstrak, 2) Kemampuan
untuk menangkap hubungan - hubungan dan untuk belajar, 3)
Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi baru. Perumusan
- perumusan yang ada di ketiga bagian tersebut yaitu untuk melihat
intelegensi sebagai kemampuan berpikir, perumusan kedua mengenai
kemampuan untuk belajar, dan yang ketiga kemampuan untuk
menyesuaikan. Sekalipun membahas mengenai aspek - aspek yang
berbeda namun ketiganya saling berkaitan satu sama lain.
b. Alfred Binet dikenal sebagai pelopor dalam menyusun tes intelegensi,
mengemukakan pendapatnya mengenai intelegensi sebagai berikut
(Effendi & Praja, 1993) : Intelegensi mempunyai tiga aspek
kemampuan : 1) Direction yaitu kemampuan untuk memusatkan pada
suatu masalah yang harus dipecahkan, 2) Adptation yaitu kemampuan
untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya serta
fleksibel dalam menghadapi masalah, 3) Criticism yaitu kemampuan
untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun
terhadap dirinya sendiri.
c. L.L Thurstone mengatakan teori multifaktor yang meliputi 13 faktor.
Diantara 13 faktor tersebut, ada 7 yang menjadi faktor dasar (primary
abilities), yaitu :1) Verbal comprhension (V) : kecakapan untuk
memahami pengertian yang diucapkan dengan kata - kata, 2) Word
fluency (W) : kecakapan dan kefasihan menggunakan kata - kata, 3)
29
Number (N) : kecakapan untuk memecahkan masalah matematika
(penggunaan angka – angka / bilangan), 4) Space (S) : kecakapan tilikan
ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal, seperti menggambar
design from memory, 5) Memory (M) : kecakapan untuk mengingat, 6)
Perceptual (P) : kecakapan untuk mengamati dan menafsirkan,
mengamati persamaan dan perbedaan suatu objek, tes ini kadang kadang dihilangkan dalam beberapa bentuk, 7) Reasoning (R) :
kecakapan menemukan dan menggunakan prinsip - prinsip.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan atau
intelligensi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap
individu yang berbeda. Kemampuan dari setiap anak dimiliki untuk
menghadapi masalah dengan memecahkannya melalui kecakapan maupun
pemahaman yang mereka miliki. Serta adanya potensi yang mampu
mereka kembangkan di masa perkembangan.
2. Teori Kecerdasan
a. Teori Multiple Intelligence
Menurut Gardner, kecerdasan manusia memiliki sembilan dimensi
yang semiotonom, yaitu lingusitik, musik, matematik logis, visual spesial,
kinestetik fisik, sosial interpersonal, intrapersonal, naturalis, spiritual.
Setiap dimensi tersebut, merupakan kompetensi yang eksistensinya berdiri
sendiri dalam sistem neuron. Artinya, memiliki organisasi neurologis yang
berdiri sendiri dan bukan hanya terbatas yang bersifat intelektual.
30
b. Incremental Theory
Dalam teori ini, seseorang dapat mengembangkan kecerdasan
atau kecerdasannya melalui belajar.
c. Teori Uni Factor (Wilhelm Stern)
Dalam teori ini, kecerdasan merupakan kapasitas atau kemampuan
umum. Oleh karena itu , cara kerja kecerdasan juga bersifat umum. Reaksi
atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan
atau dalam memecahkan masalah, bersifat umum pula. Kapasitas umum
itu timbul akibat pertumbuhan fisiologis ataupun akibat belajar.
3. Ciri – Ciri Intelektual
Adapun ciri – ciri menurut Howard Gardenr (Thomas Armstrong,
2013: 6-7) sebagai berikut :
a. Kecerdasan Lingusitik
Kemampuan untuk menggunakan kata - kata secara efektif, baik
lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk
memanipulasi sintaks atau struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa,
semantik atau makna bahasa, dan dimensi pragmatis atau kegunaan
praktis dari bahasa. Beberapa manfaatnya termasuk retorika
(menggunakan bahasa untuk meyakinkan orang lain melakukan aksi
tertentu), nemonik (menggunakan bahasa untuk mengingat informasi),
penjelasan (menggunakan bahasa untuk mengingat informasi), dan
metabahasa (menggunakan bahasa untuk membicarakan tentang bahasa
itu sendiri).
31
Dari penjelasan di atas didapat kesimpulan bahwa ciri - ciri
lingusitik sebagai berikut : 1) Mampu mendengar dan memberikan
respons pada kata - kata yang diucapkan dalam suatu komunikasi
verbal, 2) Mampu berbicara dan menulis dengan efektif, 3) Mampu
mengembangkan kemampuan berbahasa yang digunakan untuk
berkomunikasi sehari - hari.
b. Kecerdasan Logika - Matematika
Kemampuan untuk menggunakan angka secara efektif
(misalnya, sebagai ahli matematika, akuntan pajak, atau ahli statistik)
dan untuk alasan yang baik (misalnya, sebagai seorang ilmuwan,
pemrograman komputer, atau ahli logika). Kecerdasan ini meliputi
kepekaan terhadap pola - pola dan hubungan - hubungan yang logis,
pernyataan dan dalil (jika - maka, sebab - akibat), fungsi, dan abstraksi
terkait lainnya.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Logis –
matematis mempunyai ciri – ciri sebagai berikut: 1) Mampu mengamati
objek yang ada di lingkungan, 2) Mampu dan menunjukkan
kemampuan dalam memecahkan masalah yang menuntut pemikiran, 3)
Mampu mengamati dan mengenali pola serta hubungan.
c. Kecerdasan Visual – Spasial
Kemampuan untuk memahami dunia visual - spasial secara
akurat (misalnya sebagai pemburu, pramuka, atau pemandu) dan
melakukan perubahan - perubahan pada persepsi tersebut (misalnya
32
seniman). Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis,
bentuk, ruang, dan hubungan - hubungan yang ada diantara unsur unsur ini. Hal ini mencakup kemampuan untuk memvisualisasikan,
mewakili ide - ide visual atau spasial secara grafis, dan
mengorientasikan diri secara tepat dalam sebuah matriks spasial.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kecerdasan visual - spasial dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
melihat sekaligus mengamati dunia visual dan spasial secara akurat.
Visual mempunyai arti gambar sedangkan spasial yaitu hal - hal yang
berkenaan dengan tempat maupun ruang, adapun ciri - cirinya sebagai
berikut :1) belajar dengan cara mengamati dan melihat, mengenali
wajah, objek, bentuk dan warna, 2) mampu mengenali lokasi dan jalan
keluar, 3) mempunyai kemampuan imajinasi yang baik.
d.
Kecerdasan Gerak Tubuh (Bodily - kinesthetic)
Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan
ide - ide dan perasaan - perasaan dan (misalnya sebagai atlet atau
penari) dan kelincahan dalam menggunakan tangan seseorang untuk
menciptakan atau mengubah sesuatu. Kecerdasan ini meliputi
ketrampilan
fisik
tertentu
seperti
koordinasi,
keseimbangan,
ketangkasan, kekuatan, fleksibilitas, dan kecepatan.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
kecerdasan
gerak
tubuh
merupakan
keahlian
dimana
bahwa
untuk
menggunakan seluruh anggota tubuh untuk mengekspresikan ide - ide
33
dan perasaan melalui beberapa kegiatan. Dengan ciri - ciri sebagai
berikut : 1) menciptakan pendekatan baru dengan menggunakan
keahlian fisik seperti dalam menari, olah raga, atau aktifitas lainnya, 2)
mempunyai koordinasi fisik dan ketepatan waktu yang baik, 3)
menyukai pengalaman belajar yang nyata seperti permainan dan
membangun model.
e. Kecerdasan Musikal
Kemampuan untuk merasakan (misalnya sebagai penikmat
musik), membedakan, menggubah, dan mengekspresikan bentuk bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, nada
atau melodi, dan timbre atau warna nada dalam sepotong musik.
Seseorang dapat memiliki pemahaman musik yang figural atau “ dari
atas ke bawah”, pemahaman musik yang formal atau “dari bawah ke
atas”.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kecerdasan musikal lebih ke arah manusia untuk merasakan,
membedakan, mengekspresikan bentuk - bentuk musik. Dengan ciri ciri sebagai berikut : 1) mendengarkan dan memberikan respon dengan
minat yang besar terhadap berbahagai jenis suara, 2) menikmati dan
mencari kesempatan untuk dapat mendengarkan musik atau suara alam,
3) mengumpulkan musik baik dalam bentuk rekaman maupun dalam
bentuk tulisan.
34
f. Kecerdasan Interpersonal
Kemampuan ini untuk memahami dan membuat perbedaan perbedaan pada suasana hati, maksud, motivasi, dan perasaan terhadap
orang lain. Sebagai ciri lainnya yaitu :1) membentuk dan
mempertahankan suatu hubungan sosial, 2) mampu berinteraksi dengan
orang lain, 3) mengenali dan menggunakan berbagai cara untuk
berhubungan dengan orang lain.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kecerdasan interpersonal menekankan kepada perbedaan suasana hati
yang ada pada diri seorang manusia.
g. Kecerdasan Intrapersonal
Pengetahuan diri dan kemampuan untuk bertindak secara
adaptif berdasarkan pengetahuan. Kecerdasan ini termasuk memiliki
gambaran yang akurat tentang diri sendiri (kekuatan dan keterbatasan
seseorang); kesadaran terhadap suasana hati dan batin, maksud,
motivasi, tempramen, dan keinginan; serta kemampuan untuk
mendisiplinkan diri, pemahaman diri, dan harga diri.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai ciri
– ciri sebagai berikut :1) mampu bekerja secara sendiri, 2) mampu
mengembangkan kemampuan belajar yang berkelanjutan, 3) mampu
menyadari dan mengerti arti emosi diri sendiri dan orang lain.
Kecerdasan ini meliputi pikiran dan perasaan. Kecerdasan ini terbentuk
35
dan berkembang sebagai gabungan dari unsur keturunan, lingkungan,
dan pengalaman hidup.
h. Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan
ini
dengan
keahlian
mengenali
dan
mengklasifikasikan berbagai spesies flora dan fauna, dari sebuah
lingkungan individu dan mencakup kepekaan terhadap fenomena alam
lainnya.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kecerdasan naturalis memiliki ciri - ciri lain sebagai berikut : 1)
menjelajahi lingkungan alam dan lingkungan manusia dengan penuh
keterkaitan dan antusias, 2) senang memelihara tanaman dan hewan, 3)
suka mengamati, mengenali, berinteraksi, atau peduli dengan objek,
tanaman atau hewan.
i. Kecerdasan Spiritual
Yuliana Nurani Sujiono (Thomas Armstrong, 2013; 12)
beranggapan bahwa kecerdasan spiritual dapat diartikan sebagai
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan
nilai. Kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia
dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lain. Adapun untuk mengembangkan
kecerdasan spiritual ini melalui teladan dalam bentuk nyata yang
diwujudkan
perilaku
baik
36
lisan,
tulisan
maupun
perbuatan,
mengenalkan dan mencontohkan kegiatan keagamaan secara nyata,
membangun sikap toleransi kepada sesama sebagai mahluk ciptaan
Tuhan.
Penjabaran di atas secara umum dapat diartikan bahwa ciri - ciri
poin intelegensi sebagai berikut: 1) mudah menangkap pelajaran, 2)
ingatan baik, 3) senang dan sering membaca, 4) cepat memecahkan
masalah, 5) ungkapan diri lancar dan jelas, 6) penalaran tajam (berpikir
logis – kritis, memahami hubungan sebab akibat), 7) menguasai banyak
bahan tentang macam - macam topik, 8) cepat menemukan asas dalam
suatu uraian, 9) senang mempelajari kamus, peta, ensiklopedia, 10)
perbendaharaan kata luas.
4. Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan
Kecerdasan satu orang dengan orang lain cenderung berbeda - beda .
hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhiya, Ngalim
Purwanto (2003: 55-56) sebagai berikut :
a. Faktor Pembawaaan, pembawaan ditentukan sifat-sifat dan ciri - ciri
yang dibawa sejak lahir, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal,
pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita
b. Faktor pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita
bedakan dengan sengaja dan pembentukan tidak sengaja.
c. Faktor kematangan setiap organ di dalam tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ (fisik maupun psikis)
37
dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing. Anak - anak tidak dapat
memecahkan soal - soal tertentu, karena soal-soal itu terlampau sukar.
Organ-organ tubunya masih belum matang untuk melakukan mengenai
soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
d. Faktor kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia dapat memilih
metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah
e. Minat dan pembawaan yang khas, minat mengarahkan perbuatan kepada
suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi kegiatan itu. Dalam diri
manusia berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan
menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motives). Dari
manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar, akan
timbul minat terhadap sesuatu. Yang menarik minat sesorang
mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
Kelima faktor inilah yang saling terkait satu sama lain. Jadi untuk
menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpaku pada satu
faktor saja.
G.
Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Hafizha Rizqa Febriana dengan judul
“Penggunaan Bahasa Isyarat sebagai Komunikasi”. Pada hasil penelitian
ini disimpulkan bahwa bahasa isyarat sebagai komunikasi memiliki hasil
yang efektif dengan hasil skor total sebesar 75,95 . Adapun pembahasan
dapat dilihat sebagai berikut : 1) dimensi perhatian, 2) dimensi
38
pemahaman, 3) efek kognitif, 4) efek afektif dan efek behavioral. Dalam
dimensi tersebut mereka menggunakan gerak tubuh dan interpersonal
untuk melakukan komunikasi seperti yang ada pada kecerdasan intelegensi
di bidang kecerdasan gerak tubuh anak dan interpersonal.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Irma Wahyuni dengan judul “Pengaruh
Permainan Gerak dan Lagu Terhadap Kecerdasan Kinestetik Anak Tk A
di RA Perwanida 1 Boyolali”. Dengan hasil penelitian bahwa dengan
adanya perlakuan permainan gerak dan lagu dapat berpengaruh secara
signifikan terhadap kecerdasan kinestetik di TK A di RA PERWANIDA 1
Boyolali. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan kecerdasan kinestetik
anak yang signifikan antara sebelum dan setelah diberi perlakuan
permainan gerak dan lagu. Dimana sebelum dilakukan permainan gerak
dan lagu anak yang tergolong dalam kategori kemampuan kecerdasan
kinestetik tinggi hanya sebanyak 17 anak (31,5%) namun setelah diberi
perlakuan permainan gerak dan lagu ternyata kemampuan kecerdasan
kinestetik yang tergolong dalam kategori tinggi meningkat dengan
signifikan yaitu sebanyak 47 anak (87%). Sehingga kecerdasan gerak
tubuh mempunyai peran dalam mengembangkan kecerdasan ataupun
kemampuan anak untuk menyampaikan ide – ide mereka.
39
H.
Kerangka Berpikir
Anak tuna rungu yang mengalami hambatan untuk berkomunikasi
dengan masyarakat lainnya menjadi kendala tersendiri bagi kalangan anak
untuk
menyatu
dengan
lingkungan.
Karena
keterbatasan
untuk
berkomunikasi tersebut, maka muncullah UU No 19 tahun 2011 yang
diterbitkan pemerintah untuk membantu anak dalam berkomunikasi di dalam
lingkungan.
UU no 19 tahun 2011 di pasal 2 mengatur tentang dunia tuli dengan
mengedepankan komunikasi menggunakan bahasa isyarat. Dengan uu
tersebut maka mulai diterapkannya kebijakan mengenai bahasa isyarat untuk
membantu anak tuna rungu agar dapat berkomunikasi. Kebijakan merupakan
proses pendidikan yang melibatkan anak, pendidik, dan masyarakat. Faktor
pendorong dan penghambat muncul seiring berjalannya kebijakan bahasa
isyarat.
Kebijakan bahasa isyarat yang menggunakan gerak tubuh dalam
mengekspresikan atau menyampaikan ide anak sama dengan apa yang
menjadi ciri di dalam kecerdasan intelegensi anak berkaitan dengan
kecerdasan gerak tubuh. Berjalannya kebijakan bahasa isyarat saat ini
berjalan dengan baik karena memudahkan anak untuk berkomunikasi di
sekolah khususnya dan umumnya di lingkungan
40
Gambar. 1 Kerangka Berpikir
UU NO 19
Tahun 2011
Penghambat
Implementasi
kebijakan
bahasa isyarat
Anak Disabilitas
(Tuna rungu)
Kecerdsasan
majemuk
41
Pendorong
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
deskriptif. Dengan pendekatan ini diharapkan peneliti dapat menghasilkan
data yang berkenaan melalui interpretasi dan bersifat deskriptif untuk
mengungkap gejala serta proses di lapangan.
Aan Komariah (2010: 25) pendekatan kualitatif yaitu suatu
pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan
mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata - kata
berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang
diperoleh dari situasi yang alamiah.
Sugiyono (2007: 9) penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif /
kualitatif, danhasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan
maksud mendeskripsikan, menggambarkan serta menguraikan bagaimana
implementasi kebijakan bahasa isyarat dalam mengembangkan kecerdasan
intelegensi anak tuna rungu di SLB Maarif Muntilan.
42
B.
Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di SLB Maarif Muntilan yang
beralamat di Dalitan Pucungrejo Muntilan Magelang.
2. Waktu Penelitian
Persiapan untuk melakukan penelitian ini dilakukan sejak bulan
November 2016. Sedangkan untuk penelitian dan pengumpulan data yang
berupa wawancara, observasi, serta dokumentasi dilaksanakan pada awal
februari sampai dengan awal maret 2017.
C.
Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber dimana data tersebut diperoleh.
Suharsimi Arikunto (2005: 152) subyek penelitian pada umumnya manusia
atau apa saja yang menjadi urusan manusia, dalam penelitian ini yang
menjadi subyek penelitian adalah guru, kepala sekolah, peserta didik SLB
Maarif Muntilan. Maksud dari pada pemilihan subyek penelitian ini untuk
mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber
sehingga data yang diperoleh dapat diakui akan kebenarannya. Objek
penelitian ini adalah implementasi kebijakan bahasa isyarat dalam
mengembangkan kecerdasan intelegensi anak tuna rungu.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Burhan Bungin (2011:111) teknik pengumpulan data
dilakukan dengan 3 cara yaitu wawancara, observasi, dan dokumenter yang
dijabarkan dalam pengertian sebagai berikut :
43
1. Teknik Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data - data secara langsung
dilakukan oleh pewawancara kepada informan secara langsung. Dalam
wawancara sendiri terdapat 2 metode yaitu wawancara secara
mendalam serta wawancara secara bertahap. Tujuan dilakukan
wawancara ialah untuk mendapatkan informasi secara mendalam
dengan
mengacu
kepada
tujuan
-
tujuan
wawancara
dan
mengembangkan tema tema wawancara baru di lokasi tersebut.
Wawancara dilakukan secara mendalam kepada subyek - subyek antara
lain guru, peserta didik, dan kepala sekolah.
2. Teknik Observasi
Observasi dilakukan
dengan cara mengamati kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu
utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut,
dan kulit. Dalam observasi ini dibedakan menjadi tiga yaitu observasi
partisipasi, tidak terstruktur, serta kelompok. Observasi yang dilakukan
dengan guru dan siswa melalui cara mengamati kegiatan - kegiatan
yang dilakukan berhubungan dengan aktivitas dalam mengembangkan
kecerdasan intelegensi anak tuna rungu. Serta mengamati fasilitas dan
lingkungan yang mendukung proses terjadinya suatu kegiatan
pembelajaran.
44
3. Teknik Dokumentasi
Metode ini adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan
dalam metodologi sosial. Pada intinya metode dokumentasi adalah
metode yang digunakan untuk menelusuri data historis. Dokumen yang
diteliti bisa dibagi menjadi dua yaitu pribadi dan resmi. Dokumentasi
dalam penelitian ini yang berupa data - data dokumen penunjang akan
dikumpulkan serta diklasifikasikan sebagai data pendukung, foto dan
arsip yang nantinya akan mendukung dalam penelitian. Dokumen yang
diperoleh antara lain foto, data jumlah anak tuna rungu, dan guru .
E.
Instrumen Pengumpulan Data
Menurut Nasution (Sugiyono, 2007: 306-307) dalam penelitian
kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia itu sebagai
instrumen penelitian utama. Setelah fokus penelitian jelas
maka
dikembangkan melalui instrumen yang sederhana serta diharapkan dapat
melengkapi dan mengembangkan dengan data yang telah ditemukan melalui
observasi dan wawancara.
Dalam penelitian ini sendiri, peneliti merupakan instrumen yang
utama serta menetapkan fokus penelitian, informan, mengumpulkan data,
menganalisis data, serta menarik kesimpulan. Peneliti langsung terjun di
lapangan dengan dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
45
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan oleh peneliti yang berguna sebagai
salah satu panduan untuk mengumpulkan data langsung dari narasumber .
Subyek dalam penelitian ini meliputi kepala sekolah, guru (orang tua
asuh), peserta didik. Adapun aspek yang ingin diketahui oleh peneliti yaitu
sebagai berikut:
Tabel 1. Kisi – kisi pedoman wawancara
No
Aspek yang dikaji
Indikator yang dicari
Sumber data
1
Implementasi
kebijakan bahasa
isyarat
Implementasi kebijakan
bahasa isyarat terhadap
anak tuna rungu
Kepala
sekolah
Guru
Peserta Didik
2
Kecerdasan
intelegensi anak
Perkembangan kecerdasan
intelegensi anak (tuna
rungu)
Guru
3
Faktor pendukung
dan penghambat
implementasi
kebijakan bahasa
isyarat dan
perkembangan
kecerdasan
intelegensi anak
Faktor internal
Guru
Faktor eksternal
Peserta Didik
2. Pedoman observasi
Lembar observasi ini digunakan oleh peneliti untuk mengamati
implementasi kebijakan bahasa isyarat di SLB Maarif Muntilan. Dengan
46
menggunakan lembar ini dapat digunakan oleh peneliti sebagai pedoman
dalam bentuk deskripsi data. Adapun aspek - aspek yang ingin diamati
dalam observasi adalah sebagai berikut :
Tabel 2 kisi – kisi pedoman observasi
No
Aspek yang diamati Indikator yang dicari
1
Kondisi fisik
2
Sumber
Manusia
3
Lingkungan
masyarakat
Sumber data
a. Bangunan
sekolah
b. sarana dan
prasarana
c. dan letak
geografis
sekolah
a. Pendidik
b. Siswa atau
peserta didik
c. Situasi interaksi
Daya
Pengamatan
Peneliti
a. Orang tua
b. Masyarakat
sekitar
3. Pedoman dokumentasi
Analisis dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan
data - data dari hasil analisis terhadap dokumen - dokumen, arsip, foto
yang terkait dengan implementasi kebijakan bahasa isyarat dalam
mengembangkan kecerdasan intelegensi di SLB Maarif Muntilan
F.
Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi: Uji
creadibility
(validasi
internal),
transferability
(validitas
eksternal),
dipendability (reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas). Dalam
penelitian ini digunakan uji kredibilitas data dengan cara menggunakan
47
triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai merecheck temuannya dengan jalan membandingkan dengan berbagai sumber,
metode, atau teori (Moleong,2007: 332). Sedangkan menurut (Sugiyono,
2011:372) triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan mengacu kepada berbagai
waktu dan cara. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, waktu, dan
teknik.
Triangulasi dengan sumber berarti mengecek data yang telah
diperoleh melalui berbagai sumber yang ada. Triangulasi teknik yaitu
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik – teknik yang
berbeda. Sedangkan untuk triangulasi dengan waktu dilakukan dengan cara
wawancara, observasi, atau dengan teknik lain dalam waktu yang berbeda
(Sugiyono, 2007: 374)
G.
Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk penelitian ini
mengacu kepada konsep Miles dan Hubberman (Sugiyono, 2017:338-345)
yaitu :
Gambar 2. Teknik Interaktif
Pengumpul
an Data
Penyajian
Data
Reduksi
Data
Penarikan
Kesimpulan
48
1. Reduksi Data ( Data Reduction)
Mereduksi data memiliki arti untuk merangkum, memilih berbagai hal
yang dianggap pokok, memfokuskan kepada hal - hal penting, serta
membuang data yang dianggap tidak penting atau tidak dibutuhkan.
(Sugiyono, 2011:338). Dengan hal tersebut maka data - data yang telah
direduksi akan memberikan arahan yang jelas serta mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data di waktu yang akan datang. Dalam
penelitian yang dilakukan ini, reduksi data dilakukan dengan cara
melakukan analisis pada hasil catatan lapangan dan wawancara dari
berbagai informan untuk nantinya dirangkum dan dikategorisasikan.
2. Penyajian Data ( Data Display)
Dalam penelitian kualitatif, untuk penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, serta hubungan dari beberapa kategori.
Dengan mendisplaykan data maka nantinya akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang telah dipahami (Sugiyono, 2011:341). Setelah data direduksi
kemudian nantinya disajikan dengan uraian singkat, tabel, dan bagan
sesuai dengan fokus penelitian agar mudah dipahami serta memudahkan
dalam pengambilan kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah.
49
Dalam penelitian kualitatif yang paling sering digunakan ialah teks atau
uraian yang bersifat naratif.
3. Penarikan Kesimpulan ( verification)
Kegiatan analisis data yang terakhir ialah penarikan kesimpulan. Dimana
kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan bisa
berubah bila tidak ditemukakan bukti - bukti yang akurat dan kuat untuk
mendukung ke tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung dengan bukti
yang akurat serta valid saat peneliti kembali ke lapangan untuk
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dihasilkan merupakan
kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2017: 345). Penarikan kesimpulan
didapat dari reduksi data dan display data. Dengan demikian kesimpulan
dalam penelitian kualitatif diharapkan mampu menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena
seperti telah dijabarkan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam
penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan nantinya akan
berkembang setelah adanya penelitian di lapangan.
50
H.
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah proses yang dialami peserta didik ketika mendapatkan
kebijakan mengenai bahasa isyarat?
2. Adakah hasil yang dicapai dengan adanya implementasi kebijakan bahasa
isyarat berkaitan dengan mengembangkan komunikasi anak dengan
lingkungan sekitar?
3. Apakah yang mengakibatkan konsentrasi anak mudah hilang ketika
menerima pelajaran selain faktor komunikasi?
4. Bagaimana upaya guru dan warga sekolah lainnya agar dapat menghadapi
kendala di dalam proses belajar mengajar?
5. Bagaimanakah yang harus dilakukan oleh pendidik manakala anak sering
menyendiri dalam masyarakat?
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Data
1. Profil SLB Maarif Muntilan
a. Visi dan Misi
SLB Maarif Muntilan Mengemban Visi dan Misi sebagai berikut :
Visi :
“Anak Berkebutuhan Khusus yang berprestasi, berbudaya dan
bertaqwa pada ALLah SWT”.
Misi :
1) Peserta didik dapat berperilaku akhalkul karimah di kehidupan sehari
- hari.
2) Membimbing dan mengembangkan minat dan bakat siswa untuk
berprestasi.
3) Melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, inovatif dan
menyenangkan.
4) Membekali dengan ketrampilan (life skill) untuk hidup mandiri.
b. Sejarah SLB Maarif Muntilan
SLB Maarif Muntilan berdiri pada tahun 1984 yang dirintis oleh
Bapak Sagimin Dirjosusanto yang beralamat di Pucungrejo Muntilan serta
merupakan satu satunya SLB milik warga Nahdlatul Ulama (NU) di
Indonesia. Seiring perkembangan waktu, maka sekarang SLB sudah
memiliki gedung yang cukup luas di daerah Dalitan Pucungrejo Muntilan
52
dengan daya tampung siswa dari tingkat SDLB sampai dengan tingakatan
SMALB sejumlah 170 siswa yang terdiri dari tuna rungu, tunanetra, dan
tunagrahita dengan pendampingan guru sebanyak 25 orang.
c. Lokasi SLB Maarif Muntilan
SLB Maarif Muntilan mempunyai letak yang startegis. Berada di
dalam kota Muntilan, letak sekolah ini berada di desa Dalitan kelurahan
Pucungrejo, kecamatan Muntilan. Berikut adalah batasannya :
1) Wilayah bagian Timur berbatasan dengan SMK Muhammadiyah
2) Wilayah bagian Selatan berbatasan dengan SMP Negeri 3 Muntilan
3) Wilayah bagian Barat berbatasan dengan SMA 1 Muntilan
4) Wilayah bagian Utara berbatasan dengan SD,SMP,SMA Bentara
Wacana
Setelah memasuki gerbang SLB Maarif Muntilan, akan terlihat
sebuah bangunan yang dijadikan ruang kelas. Dengan adanya penataan
bangunan yang sangat baik membuat anak - anak dan orangtua mampu
berinteraksi secara langsung tanpa ada halangan di lingkungan sekolah.
Kesan pertama yang dirasakan ketika memasuki wilayah sekolah ini yaitu
luas dan asri, ditambah lagi dengan cat berwarna biru dengan perpaduan
hijau yang membuat mata menjadi segar ketika memandangnya.
Pepohonan juga menyelimuti area sekolah yang membuat wilayah tersebut
sangat sejuk dan nyaman. Di setiap sudut sekolah ada bangku yang
berfungsi sebagai ruang tunggu orang tua yang menyertai anak mereka.
Ketika memasuki kelas, sama seperti kelas kelas pada umumnya yang
53
terdiri dari fasilitas meja, kursi, papan tulis. Ketenangan serta kenyamanan
situasi belajar membuat orang yang belajar di dalamnya menjadi fokus
terhadap pelajaran yang diterima. Dengan ruangan yang dipenuhi oleh
siswa sejumlah 5-10 orang membuat anak - anak menjadi lebih nyaman
untuk belajar. Di lain hal ada sebuah lapangan didepan milik SLB Maarif
yang biasanya digunakan untuk acara maupun kegiatan yang dilakukan
oleh bagian masyarakat dari SLB tersebut.
Letak dari pada SLB tersebut yang berada jauh dari jalan utama
menjadikan keuntungan bagi pihak sekolah untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran tanpa ada suara lalu lalang kendaraan bermotor. Lingkungan
sekolah juga dikelilingi oleh rumah - rumah warga yang sangat ramah
sehingga membuat sekolah tersebut merasakan kenyamanan ketika
melepas anak - anak ke lingkungan sekitar.
d. Sumber Daya yang Dimilki SLB Maarif Muntilan
SLB Maarif merupakan suatu sekolahan yang ada di daerah
Muntilan dengan segudang prestasi dari anak - anak disabilitas baik berupa
akademik maupun non akademik yang selalu mendapatkan juara di setiap
tingkatannya. Dengan dukungan dari pendidik yang berkompeten di
bidangnya serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Berikut ini merupakan sumber daya yang dimilki oleh SLB Maarif
Muntilan yaitu :
1) Guru
54
Dewan guru di sekolahan ini terdiri dari 25 guru yang mengajar di
setiap kelas dengan tingkatan kelas tuna rungu, tunagrahita, dan
tunawicara. Setiap guru harus bisa memiliki keahlian untuk
ditempatkan di kelas mana saja jika terjadi pergantian guru dalam
mengajar dikelas.
2) Peserta didik
Peserta didik merupakan obyek pembelajaran dan menjadi subyek di
dalam prosesnya. Jumlah peserta didik sebanyak 170 siswa dari
tingkatan SDLB sampai dengan SMALB
e. Sarana dan Prasarana
Pada observasi pertama dan kedua peneliti memperhatikan
bangunan - bangunan ruangan di sekitar sekolah. Untuk kelas sendiri ada
sekitar 23 kelas dengan rincian tingkat A ada 2 kelas, B ada 9, dan C ada
12 kelas. Masing - masing kelas memenuhi kriteria untuk belajar anak di
dalam kelas. Dilain hal masih ada ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang
komputer, perpustakaan, ruang speech theraphy, mushola, ruang menjahit
dan asrama.
f. Prestasi yang Diraih oleh SLB
Tabel 3. Prestasi Siswa
No.
Akademik dan Non Akademik
Tingkat
1
Juara 1 olimpiade Sains anak luar Kabupaten Magelang
biasa tahun 2010
2
Juara 1 O2SN SDLB Bulu Tangkis Kabupaten Magelang
Putra tahun 2014
55
3
Juara 1 cabang batik tahun 2016
Provinsi Jateng
4
Juara 3 Porda Soina tahun 2014
Provinsi Jateng
5
Juara 1 02SN SMPLB Lari 100 M Kabupaten Magelang
Putri tahun 2014
6
Juara 2 O2SN SMPLB Lari 100 M Kabupaten Magelang
Putra Tahun 2014
7
Juara 2 O2SN SDLB Bulu Tangkis Kabupaten Magelang
Putra tahun 2014
Juara 1 FLS2N SDLB Menyanyi Kabupaten Magelang
Solo Tahun 2014
8
2. Proses Pembelajaran Kelas Tuna rungu
a. Proses Pembelajaran di Kelas Tuna rungu
SLB Maarif menerapkan sistem aktif dan menyenangkan dimana
interaksi pembelajaran antara guru dan murid dapat berjalan harmonis dan
berkembang. Dari observasi diketahui pula aktivitas fisik peserta didik saat
pembelajaran tengah berlangsung seperti berikut ini.
1) Mengajukan pertanyaan
Siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran selalu
aktif menanyakan materi yang berkaitan kepada guru dengan bahasa
oral dan bahasa isyarat. Pertanyaan tidak diajukan kepada guru saja,
namun juga ke sesama siswa untuk memperdalam materi
pembelajaran.
2) Menjawab pertanyaan
56
Ketika berdiskusi didalam kelas, peserta didik bersama sama
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru kelas secara kompak
dengan arahan seorang guru.
3) Belajar kejadian yang mudah diingat
Untuk pelajaran yang diberikan terkadang mengaitkan dengan
kejadian - kejadian langsung sehingga nantinya anak dalam belajar
akan mudah mengingat apa saja yang mereka alami.
4) Belajar menulis
Bagi sebagian guru, menulis membuat anak lebih semangat untuk
belajar karena mengguakan gerakan tubuh anak tersebut.
5) Penggunaan bahasa oral dan isyarat
Bagi pembelajaran di kelas kedua bahasa tersebut dominan
seimbang dimana untuk menyalurkan dan menerima materi
pembelajaran. Sehingga anak dan guru merasa nyaman dengan
adanya kedua bahasa tersebut.
B.
Hasil Penelitian
1. Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan
Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna rungu
a. Pembelajaran dengan Bahasa Isyarat di Sekolah
Penelitian ini melihat kebijakan bahasa isyarat yang merupakan
salah satu program dari pemerintah yang mengacu pada UU No 19
Tahun 2011 tentang pengesahan konvensi mengenai hak – hak
peyandang disabilitas khususnya di pasal 2 mengenai “komunikasi”
yang mencakup bahasa lisan dan bahasa isyarat serta bentuk - bentuk
57
bahasa nonlisan yang lain. Sasaran yang dituju dengan adanya
kebijakan ini adalah anak - anak peyandang disabilitas dengan golongan
tuna rungu. Kebijakan ini dibuat demi membantu para anak tuna rungu
untuk mampu berkomunikasi dengan lingkungan sekitar masyarakat
umumnya serta khususnya disekolah dalam menggunakan bahasa
isyarat dan bahasa oral sebagai pendampingnya. Dalam hal ini untuk
menganalisis penyelenggaraan Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna rungu di SLB
Maarif, peneliti melihat dari dua aspek yaitu aspek akademik dan
sosial.
Bertitik tolak dari hasil pengamatan dan penelitian yang telah
dilakukan melalui beberapa proses, SLB Maarif Muntilan merupakan
sekolah yang dipercaya untuk mendidik anak disabilitas di daerah
kabupaten Magelang. Sekolah dengan kapasitas anak sejumlah 170
anak terdiri dari anak tunanetra, tuna rungu, serta anak tunagrahita.
Disini peneliti lebih cenderung mengarah kepada pengkhususan anak
tuna rungu.
Anak tuna rungu mempunyai berbagai kemajuan dari segi
pembelajaran, proses akademik mereka tidaklah berbeda jauh dengan
anak normal pada umumnya. Pembelajaran di dalam maupun diluar
kelas terbilang sangat menyenangkan walaupun dengan menggunakan
bahasa isyarat, akan tetapi ada juga untuk menunjang pembelajaran
58
kepada anak dapat menggunakan bahasa oral, terjun ke lapangan
langsung dan lain sebagainya.
Seperti yang dikatakan oleh Ibu M selaku pengampu kelas tuna
rungu :
“Di sekolahan ini tidak selalu mempelajari bahasa isyarat
namun lebih kearah bahasa oral untuk penerapannya di dalam
kelas. Bahasa isyarat digunakan ketika dalam pembelajaran
mengalami kesulitan sehingga guru menuliskan dipapan tulis
serta menggunakan bahasa isyarat itu sendiri. Untuk anak
dewasa lebih diutamakan bahasa oral sedangkan untuk anak
kecil menggunakan bahasa isyarat atau bahasa ibu. Selain itu
untuk anak SMA, demi menunjang kebijakan bahasa isyarat
maka saya menggunakan laptop untuk mempermudah dalam
pengajaran”
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu WT
“Untuk pembelajaran disini bahasa isyarat menjadi bahasa
sekunder dimana bahasa yang paling sering digunakan adalah
bahasa oral. Sedangkan bahasa isyarat digunakan untuk
memperjelas apa yang kita atau anak kerjakan. Untuk
pembelajaran selanjutnya ada bermacam - macam inovasi
pembelajaran dari yang kejadian -kejadian nyata, disini anak
langsung belajar di lapangan karena anak tuna rungu
memfokuskan diri belajar dalam penglihatan dan pengamatan.
Untuk penggunaan laptop sendiri mungkin hanya untuk
selingan saja”
Diperkuat dengan adanya pernyataan Ibu UK :
“Dengan menggunakan alat yang ada disekitar, terkadang anak
juga terjun langsung ke lapangan untuk melihat hal - hal yang
berhubungan dengan pelajaran mereka. Untuk laptop sendiri itu
biasanya diterapkan di tingkat SMA sebagai penunjang”.
Dengan adanya proses pembelajaran menggunakan bahasa
isyarat tersebut, anak - anak mempunyai rasa senang dikala mereka
menggunakan bahasa tersebut. Dilain hal seperti yang dijelaskan di atas
59
terkadang anak menggunakan bahasa oral. Seperti yang dipaparkan
oleh siswa A:
“Di sekolahan sendiri mengajarkan tentang bahasa isyarat
walaupun dalam penerapannya masih diselingi bahasa oral
untuk menunjang pembelajaran. Bahasa isyarat sepenunya
dilakukan ketika ketika pada situasi istirahat antara satu anak
dengan anak lainnya”
Serta paparan dari siswa B mengenai implementasi kebijakan
bahasa isyarat sebagai berikut:
‘’Iya, pihak sekolah menerapkan bahasa isyarat, proses
pembelajaran dilakukan melalui interaksi yang mendalam
antara guru dan murid. Pelaksanaanya sangat menyenangkan
dan membantu kedepannya”
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa proses
pembelajaran di SLB Maarif Muntilan tidak terjadi di dalam kelas saja,
akan tetapi terjadi diluar kelas . Karena anak tuna rungu
mengedepankan penglihatan untuk melakukan pembelajaran sehingga
yang dilihat akan langsusng di proses di pikiran anak. Dilain tingakatan
anak dewasa di SLB diberikan pengembangan belajar melalui laptop
guna mengenalkan teknologi. Disisi lain untuk penerapan bahasa
isyarat sendiri di sekolah ini berjalan seimbang dengan bahasa oral.
Dimana bahasa isyarat lebih sering digunakan ketika anak
berkomunikasi langsung dengan sesama anak, sedangkan untuk
pembelajaran di kelas masih didampingi dengan bahasa oral untuk
menunjang pembelajaran.
60
b. Pengembangan Bakat Anak Tuna rungu
Seiring pembelajaran yang dilakukan nantinya anak tuna rungu
di sekolah SLB Maarif Muntilan memiliki berbagai bakat yang
terpendam, bakat yang terpendam akan muncul serta bekerja bahu
membahu dengan yang namanya kecerdasan intelegensi, dimana kedua
hal tersebut saling berkaitan satu sama lain. Untuk mendukung bakat
setiap anak sekolah memberikan berbagai fasilitas seperti ruang
computer, ruang menjahit, dan ruang speech theraphy . Kekurangan
dalam hal pendengaran yang mereka alami seolah tidak akan
memberikan dampak negatif melainkan mereka mampu mengolah
menjadi sebuah hal - hal yang positif. Selain itu di sekolah ini guru
selalu memberikan cara untuk mengembangkan bakat anak tersebut
melalui pengarahan yang persuasive, tidak jarang bakat mereka diawali
dari sebuah hobi. Senada dengan apa yang dikatakan oleh Ibu BM :
“Semua berawal dari hobi yang dimiliki oleh anak. Ketika anak
sudah menyukai sesuatu hal dan hal tersebut dijadikan suatu
hobi. Hobi tersebut secara perlahan dikembangkan oleh anak
dengan mengacu kepada kecerdasan apa yang mereka miliki”
Didukung dengan adanya pernyataan dari UK:
“Disini satu anak dengan anak lainnya berbeda. Sehingga anak
dengan berbagai ketrampilan mampu diliat sejak dini. Ketika
guru melihat potensi anak maka upaya guru selalu mengarahkan
dan memberikan pengarahan untuk mengembangkan
kecerdasan dan potensi anak tersebut”
Pengarahan
yang diberikan oleh pihak sekolah demi
mengembangkan kecerdasan anak satu dengan yang lainnya berasal
dari dua aspek,sehingga pengarahan tersebut mampu diserap dan di
61
aplikasikan melalui beberapa kegiatan yang bermakna seperti di bidang
ketrampilan. Seperti yang dikatakan oleh BM:
“Ada, pengarahan bisa berasal dari dua aspek yaitu luar dan di dalam
sekolah. Dimana di luar yaitu mendatangkan ekstra untuk
menumbuhkan serta mengembangkan kecerdasan anak. Sedangkan
dari dalam sekolah biasanya guru mendampingi anak dengan bakat
melalui sifat otodidak seorang guru dimana sifat otodidak ini
didukung oleh rasa kedekatan guru dengan murid yang mendalam”.
Guru yang memberikan serta mendampingi bakat anak secara
otodidak bukan semata mata nantinya malah menjerumuskan anak
tersebut dengan sifat otodidak guru,
sebelumnya pasti guru akan
mempelajari seluk beluk dari bakat anak sehingga dasar dari bakat anak
tersebut mampu dipelajari sebelumnya. Pengarahan terus diberikan
oleh guru kepada murid, guru kebanyakan melihat anak dengan bakat
seperti ketrampilan yang sudah dibahas di atas, selain ketrampilan ada
juga yang berminat dalam segi olahraga.Seperti pengakuan WT :
“Ada, misalnya dengan cara memberikan pengarahan kepada
anak mengenai bakat mereka yang cocok ditempatkan di bidang
apa . kebanyakan bidang yang ada itu ketrampilan dan olahraga
yang paling menonjol”
Pernyataan di atas memberikan informasi dimana anak tuna
rungu tersebut menjadikan hal yang mereka sukai ke arah hobi.
Sehingga hobi tersebut akan mengembangkan bakat mereka secara
perlahan dengan adanya pengarahan dari seorang guru, kemudian
adanya pengarahan tersebut secara perlahan pula anak akan terbiasa
untuk mengembangkan bakat - bakat mereka secara mandiri. Walaupun
dengan adanya keterbatasan, anak tuna rungu dapat menggunakan
62
gerak tubuh mereka untuk mengungkapkan perasaan. Dengan adanya
fasilitas yang disediakan sekolah juga akan menunjang kinerja dan
bakat dari anak itu sendiri.
Bakat yang berawal dari kecerdasan intelegensi setiap anak pada
umumnya akan dibagi menjadi dua pilihan dalam pengelolaannya.
Pilihan pertama adalah bakat yang diarahkan atau dikelola menjadi hal
– hal positif dan dikelola menjadi hal negatif. Sebagian orang pasti akan
menganggap anak yang memiliki kekurangan di sekolah luar biasa akan
mengelola kecerdasan mereka ke arah negatif.
c. Pengarahan Kegiatan
Namun di sekolah luar biasa Maarif ini seorang guru akan
memberikan motivasi - motivasi juga, guna mendampingi anak dalam
pengelolaan ke arah positif seperti yang diungkapkan oleh Ibu BM :
“Ada, disini anak - anak memiliki minat yang menjadikan
mereka motivasi untuk melangkah ke depan. Motivasi tersebut
diubah menjadi hal positif seperti kepintaran untuk memasak,
menjahit. Dari kepintaran yang melekat pada siswa, sering
sekali diikutkan lomba dan mendapatkan juara di berbagai
tingakatan”.
Kegiatan tersebut searah dengan tujuan sekolah yang
mengarahkan anak ke dalam hal positif , hal ini didukung oleh
pernyataan ibu WT :
“Disini anak - anak mengarahkan kegiatan serta mengelola
kecerdasan mereka ke arah positif seperti sama halnya dengan
tujuan sekolah”
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
kegiatan interaksi di dalam kelas tersebut menghasilkan anak untuk
63
mengelola kegiatan - kegiatan menjadi hal positif. Senada dengan
tujuan sekolah dimana kegiatan yang dilakukan oleh siswa haruslah
menjadikan mereka insan yang bertumpu pada kegiatan yang baik dan
lebih lebih kearah postif, karena kegiatan positif tersebut akan
menuntun mereka ke arah yang maju.
Kegiatan positif yang dikembangkan oleh setiap anak disini
tidaklah sama, ada anak dengan keterbatasan intelegensi golongan
menengah keatas, sehingga mereka dapat menemukan bakat yang
cocok sesuai dengan apa yang mereka mau. Namun, apabila ada anak
dengan keterbatasan menengah kebawah untuk segi intelegensinya
dikarenakan dia memiliki fisik ganda bagi seorang guru itulah yang
menjadi tantangan untuk mereka merangkul dan mengarahkan lebih
dekat lagi. Seperti pernyataan yang diucapkan ibu BM :
“Disini ada anak tuna rungu dengan fisik ganda. Di dalam hal
ini anak tersebut juga mengalami susah dalam menerima
pelajaran sehingga saya sebagai guru harus berinteraksi secara
berulang - ulang untuk meyakinkan pelajaran yang diterima
anak tersebut. Tidak jarang pula saya meminta bantuan anak
sebangkunya untuk menjelaskan apa yang disampaikan dengan
menggunakan bahasa isyarat mereka. Karena disini mereka
lebih nyaman dan bebas untuk berkomunikasi dengan bahasa
isyarat mereka sendiri”.
Di kesempatan yang lain untuk mengembangkan anak dengan
keterbatasan intelegensi rendah ini guru pastinya sudah memantau
setiap gerak gerik kegiatan anak, sehingga guru mampu mengatasi
masalah masalah yang berkaitan dengan kecerdasan anak. Dilihat dari
pengakuan bu UK:
64
“Tidak mungkin anak tersebut akan tersingkir, sehingga guru
beruapaya untuk selalu membimbing dan merangkul setiap anak
untuk diarahkan ke bidang positif”
Ibu WT:
“Kita disini tetap mengarahkan anak dengan berbagai kriteria
yang ada, sehingga anak - anak pun merasa nyaman dengan
adanya interaksi yang dilakukan oleh guru. Guru selalu
memantau kegiatan dan kemampuan apa yang anak - anak sukai
dan tidak disukai”
Demikian penuturan
yang diberikan, untuk
itu dapat
disimpulkan dari penuturan di atas adalah anak dengan intelegensi
rendah tidak akan tersingkir, melainkan akan diberikan suatu
pendekatan agar anak tersebut tidak mengalami depresi di lingkungan
kelas untuk menyeimbangkan dirinya dengan anak di kelas.
Di kelas sendiri dengan adanya proses pembelajaran di setiap
waktunya seorang
guru pasti mampu menganalisa mengenai
karakteristik anak, dimana anak yang jenuh dengan adanya
pembelajaran, anak dengan karakteristik semangatnya, dan lain
sebagainya. Guru dapat menangani setiap masalah yang ada , salah satu
contoh yang paling menonjol adalah dari pelajaran matematika. Untuk
anak yang tergolong di SMA biasa saja terkadang matematika membuat
anak mengalami kebosanan atau kejenuhan dengan berbagai hal yang
berhubungan dengan angka. Tidak jauh beda anak SLB juga mengalami
hal kejenuhan belajar. Seperti yang dikatakan ibu WT:
“Untuk masalah jenuh itu berbeda beda ya tingkatan kelas, di
SMA mungkin ditemukan anak yang jenuh dalam belajar seperti
dalam pelajaran matematika , namun sebaliknya di tingkatan SD
65
anak jarang bahkan tidak ada yang jenuh apalagi dalam bidang
matematika karena anak bermain dengan uang kertas mainan”
Penuturan di atas dilihat dari dua sisi yaitu sisi SMA dan SD.
Untuk anak SMA muncul kejenuhan yang ada, sedangkan untuk anak
SD belum ada kejenuhan yang menonojol karena guru lebih berusaha
mengcover kegiatan matematika dengan cara bermain uang kertas
mainan ataupun mengajak anak untuk bermain mengenal situasi di luar
ruangan. Hal senada juga dituturkan oleh ibu UK:
“Pasti ada, tapi untuk mengetahui kriteria anak bosan itu
diketahui oleh tiap guru yang biasanya membimbing di kelas.
Sehingga kalau bosan guru sering mengajak anak keluar
berinteraksi dengan lingkungan sekitar”
Jadi dapat ditarik kesimpulan dari pernyataan di atas dimana
kejenuhan anak untuk belajar itu masih ada, apalagi dari segi pelajaran
yang membutuhkan olah pikir seperti pelajaran matematika. Karena
anak tuna rungu menggunakan penglihatan saja sehingga untuk
menyerap pelajaran matematika menggunakan bahasa isyarat yang
diselingi dengan bahasa oral. Di masing masing tingkatan memilki
masalah sehingga guru dalam mengajar matematika memiliki inovasi
tersendiri untuk membangkitkan motivasi dari setiap anak.
d. Penggunaan Bahasa Isyarat di Masyarakat
Interaksi sosial merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
satu individu yang melibatkan individu lain, kelompok, ataupun dalam
lingkungan sekitar. Interasksi sosial dalam penelitian ini melibatkan
seberapa penting dan pengaplikasian implementasi kebijakan bahasa
66
isyarat dalam mengembangkan kecerdasan intelegensi anak tuna rungu
di lingkungan sekitar.
Sekolah luar biasa Maarif Muntilan mendididk anak tuna rungu
pada khususnya, dalam penelitian ini pendidik melakukan secara
perlahan dan bertahap. Pendidikan yang diberikan berkaitan dengan
adanya kebijakan bahasa isyarat, penerapan bahasa isyarat ini akan
dijabarkan seberapa pentingnya kebijakan tersebut di masyarakat. Dan
kedepanya apakah bahasa isyarat dan anak tuna rungu ini mampu
diterima keberadaannya di masyarakat. Seperti penjelasan Pak KSS :
“Di masyarakat belum begitu umum digunakan sehingga
kebanyakan digunakan di lingkungan sekolah saja”
Karena di sekolah merupakan tempat yang membuat anak
merasa tenang jika menggunakan bahasa isyarat, sehingga anak bebas
menggunakan bahasa tersebut di waktu istirahat. Utamanya digunakan
di dalam kelas saat terjadi pembelajaran, sehingga antara anak satu
dengan yang lainya dikelas sangat menggunakan bahasa isyrat ini.
Namun kembali lagi ketika keluar dari lingkup sekolah bahasa isyarat
belum bisa diterima di masyarakat secara umum, seperti wawancara
terhadap siswi A:
“Tidak saya gunakan di masyarakat, karena masyarakat tidak
tahu apa yang saya bicarakan melalui bahasa isyarat”.
Didukung oleh pernyataan dari siswi B:
“Saya tidak menerapkan bahasa isyarat di masyrakat. Karena
dismasyarakat hanya beberapa orang yang paham dengan
pengertian saya”
67
Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan bahasa isyarat hanya
mampu dipahami oleh beberapa kalangan saja belum merambah ke
khalayak umum.
Kebijakan bahasa isyarat yang hanya dipahami oleh beberapa
kalangan saja membuat anak - anak dengan keterbatasan pendengaran
ini membuat komunitas yang disebut dengan MDF yang memberikan
dukungan agar bakat setiap anak itu berkembang, seperti penjelasan
dari siswi A:
“Iya mendukung, apalagi dengan adanya komunitas MDF yang
berisikan anak tuna rungu. Disana saya dan teman - teman
mampu berkomunikasi dengan bebas dan nyaman.
MDF (magelang deaf community) adalah suatu komunitas
dimana tempat berkumpulnya anak anak tuna rungu untuk
menyampaikan aspirasi ataupun sekedar bertukar pikiran. Komunitas
ini mengutamakan bahasa isyarat untuk melakukan komunikasi satu
sama lain, sehingga anak anak merasa bebas dan tidak canggung untuk
saling bertukar pikiran.
Dari penjelasan di atas mampu disimpulkan bahwa untuk
mengembangkan kecerdasan anak atau pun bakat mereka, dengan
adanya kebijakan bahasa isyarat mereka terkadang keluar dari
lingkungan sekolah, yaitu dengan adanya komunitas yang diisi oleh
anak anak peyandang tuna rungu dengan sebutan magelang deaf
68
community . Komunitas ini memberikan banyak hal baru yang berkaitan
dengan bakat, cerita, ataupun kegiatan kegiatan positif anak tuna rungu.
Setelah adanya MDF di lingkup luar sekolah yang berhubungan
dengan pengembangan bahasa isyarat, dari segi teman juga
memberikan motivasi untuk berjalannya bahasa isyarat ini seperti yang
diungkapkan siswi B:
“Iya, di lingkungan masyarakat saya diberikan motivasi untuk
mendorong bahasa isyarat saya”
Didukung juga oleh siswa A :
“Iya teman - teman saya saya mampu mendorong bahasa isyarat
melalui perkumpulan”
Jadi dapat diambil kesimpulan apabila teman teman dalam
lingkup sekitarnya juga memberikan peran penting untuk mendorong
bahasa isyarat yang mereka miliki dan mulai berkembang di sekitar
masyarakat.
Anak tuna rungu yang berada di lingkup masyarakat belum
sepenuhnya berkomunikasi secara langsung dengan masyarakat sekitar,
ada rasa minder yang mereka alami. Tidak juga ketinggalan di
lingkungan masyarakat sekolah anak dengan keterbatasan dari
tunagrahita, tuna rungu, tunawicara pasti saling bertemu dan bermain
bersama. Disini anak tuna rungu juga ada yang memiliki rasa minder
untuk berada di lingkungan sekolah. Namun jumlahnya bisa dihitung ,
sehingga dengan adanya rasa minder tersebut guru jugalah yang harus
69
mendekati anak agar tidak larut dalam kesendiriannya. Seperti yang
dikatakan ibu BM :
“Ada, karena mungkin ketuna runguan mereka berawal dari
masa kecil sehingga untuk berkumpul di dalam masyarakat
masih merasa menjadi bahan pembicaraan, padahal itu berawal
dari pikiran yang tidak benar dari anak. Untuk menangani hal
tersebut maka saya memberikan pendekatan secara intensif”
Hal di atas juga diperkuat dengan pernyataan ibu WT:
“Bila dilihat dari segi tuna rungu tidak ada, namun ada beberapa
yang cenderung menyendiri karena mereka tuna rungu double
ada C nya”
Anak tuna rungu di SLB Maarif dengan kategori anak rendah
diri dapat dihitung. Karena mungkin hanya ada anak 1 sampai dengan
2 dengan sifat mereka yang menutup diri dengan lingkungan sekitar.
Biasanya anak tersebut karena memiliki double dengan adanya
tambahan Cnya. Sehingga anak merasa malu di lingkungan sekolah.
2. Faktor pendukung Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Intelgensi Anak Tuna rungu
Suatu program yang telah dicetuskan tidak akan dapat berjalan atau
berhasil secara maksimal jika didalamnya tidak ada indikator faktor
pendukung. Begitu pula dalam pelaksanaan kebijakan bahasa isyarat
dalam mengembangkan kecerdasan intelegensi anak. Pembelajaran yang
terjadi di dalam kelas maupun diluar kelas mempengaruhi setiap
kecerdasan anak. Dukungan dari segi internal maupun eksternal selalu
diberikan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan pada umumnya.
70
Kebijakan bahasa isyarat muncul dari pada UU No 19 Tahun 2011.
Disini pemerintah peduli dengan adanya anak disabilitas yang
dikhususkan mengenai anak tuna rungu. Lebih lanjutnya di sekolah luar
biasa Maarif Muntilan untuk bidang bahasa isyarat sendiri memiliki
pendukung dari segi internal, seperti penjabaran dari Ibu BM:
“Dari segi internal anak - anak disabilitas tuna rungu ini lebih
sering mengikutkan diri mereka ke dalam sebuah perkumpulan
yang dinamai MDF (Magelang Deaf Community) yaitu
perkumpulan yang diikuti oleh anak penyandang tuna rungu,
dengan adanya komunitas ini anak merasa bebas untuk
berkomunikasi dan saling mengembangkan kemampuan mereka”
Dengan hal tersebut bisa dikatakan bahwa pendukung dari
pelaksanaan kebijakan bahasa isyarat tersebut salah satunya yaitu
didukung dengan suatu komuniats sendiri yang disana terdiri dari siswa
yang aktif untuk menggunakan bahsa isyarat di antara teman teman sesama
tuna rungu. Dengan bebas mereka saling bertukar pikiran, sehingga ketika
kembalinya di dalam kelas, anak tidak canggung lagi untuk menggunakan
bahasa isyarat di kelas. Komunitas tersebut dinamai magelang deaf
community.
Pendukung yang kedua yaitu bahasa isyarat yang digunakan dari
kecil atau bisa disebut dengan bahasa ibu. Dengan adanya pembekalan dari
kecil perlahan menuju dewasa di sekolah pastinya seorang guru akan
mendampingi dan mengolah bahasa isyarat dari anak untuk dapat
digunakan minimal dalam lingkup sekolahan. Sebagaimana pernyataan
Ibu WT:
71
“Pendukungnya dengan dibekalinya bahasa ibu atau bahasa isyarat
yang perlahan lahan anak dan guru akan terbiasa memakainya.”
Untuk mendukung pernyataan di atas, seorang anak secara
perlahan harus aktif dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk
mengembangkan bahasa isyarat mereka agar terlihat luwes dalam hal
penerimaan maupun pemberian pelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh
ibu UK:
“Pendukungnya ya dilihat dari keaktifan anak itu sendiri dalam
belajar sehingga otomatis anak dalam belajar tersebut mampu
mengelola bahasa isyarat seperti layaknya sibi”
Pendukung di poin kedua yaitu lebih mengedepankan mengenai
keaktifan siswa untuk mengembangkan kebijakan bahasa isyarat tersebut.
Dengan adanya bahasa ibu sebelumnya serta ditopang dengan keaktifan
anak yang akan mendorong implementasi kebijakan bahasa isyarat ini
untuk terus berkembang menuju kearah kecerdasan itelegensi anak.
Pendukung yang ketiga adalah dengan adanya suatu evaluasi untuk
melihat seberapa jauh dan berkembangnya kecerdasan anak melalui
kebijakan bahasa isyarat ini . dengan adanya evaluasi yang dilakukan maka
diharapkan mampu memberikan solusi dimana nanti muncul masalah masalah yang diaggap krusial. Seperti yang dikatkan Bapak KSS:
“Setiap mengevaluasi kinerja guru kami adakan evaluasi setiap
minggunya untuk melihat kemajuan dan hambatan. Untuk
hambatan kami menanganinya dengan adanya musyarawarah
bersama sehingga semua dapat memberikan pendapat”
Dengan hal tersebut maka faktor pendukung dapat dijabarkan
menjadi tiga yaitu : komunitas MDF, adanya bahasa ibu, evaluasi kinerja
72
guru.ketiga faktor tersebut yang peneliti dapatkan ketika melakukan
wawancara terhadap beberapa narasumber yang memang difokuskan
dalam bidang kelas tuna rungu.
3. Faktor penghambat Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna rungu
Mengenai faktor penghambat pelaksanaan kebijakan bahasa isyarat
adalah salah satunya dari segi komunikasi. Kompetensi peserta didik
mengalami suatu degradasi apabila dari segi komunikasi mereka
mengalami gangguan. Hal ini dibuktikan dari wawancara terhadap bapak
KSS:
“Ada, kendalanya dalam transfer pembelajaran dari segi
komunikasi”
Dari segi komunikasi kemudian berpengaruh dalam hal atau bidang
akademik contohnya yaitu dari sisi pelajaran matematika. Hal ini didukung
dengan adanya pernyataan dari ibu BM:
“Ada, sebagai contoh dari segi mata pelajaran matematika.
Terkadang anak anak merasa bosan hal ini mungkin juga karena
adanya keterbatasan untuk berkomunikasi”
Berbagai pernyataan di atas merupakan faktor pengambat dari
implementasi kebijakan bahasa isyarat yang dikemas menjadi satu yaitu
komunikasi. Disini komunikasi menjadi masalah ketika anak tuna rungu
mengimplimentasikan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan
kecerdasan intelegensi anak. Karena anak dalam pembelajaran pasti selalu
menggunakan komunikasi, dari komunikasi menggunakan tangan ataupun
mulut.
73
C.
Pembahasan
1. Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan
Kecerdasan Anak Tuna rungu.
a. Penggunaan Bahasa Isyarat di Sekolah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa isyarat digunakan
dan diberikan kepada anak tuna rungu untuk membekali mereka dalam
hal berkomunikasi dan upaya untuk mengembangkan kecerdasan anak
di lingkungan masyarakat umumnya dan di sekolah pada khususnya.
Sesuai dengan teori implementasi kebijakan oleh Smith bahwa
kebijakan dibuat oleh pemerintah untuk diarahkan serta ditujukan guna
mengadakan perubahan, dengan kata lain kebijakan sebagai sebuah
reka sosial untuk mengubah masyarakat sebagai sasaran. Yang berarti
bahwa kebijakan bahasa isyarat dikeluarkan oleh pemerintah untuk
mengubah serta menyelaraskan komunikasi anak tuna rungu melalui
implementasi bahasa isyarat agar anak mampu bersosialisasi di
masyarakat sempit atau luas.
Pemaparan di atas sesuai dengan fungsi bahasa yaitu sebagai
alat komunikasi, alat penolong, serta sebagai alat penyimpanan. SLB
Maarif Muntilan sendiri dalam penerapan atau implemenasi bahasa
isyarat itu sendiri menjadi pilihan kedua apabila untuk melakukan
komunikasi di kelas atau dalam pembelajaran. Karena guru di kelas
sekarang lebih mengutamakan bahasa oral dari pada bahasa isyarat.
Namun tetap bahasa isyarat itu sendiri di kelas masih sering dipakai
74
seperti halnya saat siswa dalam berkomunikasi satu sama lain, karena
anak lebih nyaman dan bebas dikala menggunakan bahasa isyarat
tersebut secara bebas seperti orang ketika berbicara . namun juga bahasa
oral menjadi bahasa utama bagi anak tuna rungu supaya anak ketika di
masyarakat mampu berkomunikasi secara lancar ketika bahasa isyarat
susah dipahami oleh lingkungan sekitar.
b. Pengembangan Bakat Anak Tuna rungu
Adapun hal penunjang dalam penerapan bahasa isyarat bagi
anak SLB Maarif Muntilan yaitu mengarahkan dan membimbing anak
untuk terjun langsung ke dalam lapangan. Di lapangan sendiri memang
anak tuna rungu diberikan kebebasan untuk mengenali lingkungannya.
Hal ini dilakukan oleh pendidik tidak lain untuk mengembangakan
wawasan anak dengan mengenal
lingkungan sekitar dengan
penglihatannya. Karena anak tuna rungu juga mengutamakan
penglihatannya dari pada pendengarannya.
Selain itu ada dukungan fasilitas yang memfasilitasi anak tuna
rungu tersebut dengan adanya berbagai fasilitas seperti ruang komputer,
ruang menjahit, dan ruang speech theraphy
Anak tuna rungu dengan berbagai macam karakteristiknya
memiliki berbagai faktor kelemahan ataupun kelebihan masing –
masing. Maka diupayakan faktor kelemahan mampu diminimalkan dan
kelebihan dapat dimaksimalkan dengan adanya kecerdasan intelegensi
yang berhubungan dengan gerak tubuh anak. Gerak tubuh anak tersebut
75
akan mencakup penerapan bahasa isyarat dengan adanya pengarahan
dari seorang guru.
c. Pengarahan Kegiatan
Pengarahan dari guru dapat berupa pembelajaran. Pembelajaran
yang terjadi di dalam kelas maupun di luar mempunyai indikasi untuk
memunculkan interaksi yang menghasilkan berbagai kegiatan menjadi
hal positif. Hal - hal positif tersebut biasanya didapat dari kegiatan yang
anak sukai, sehingga mudah untuk mengarahkan kegiatan anak menjadi
hobi. Untuk mendampingi hobi atau kegiatan anak, seorang guru juga
berperan penting didalamnya. Apalagi dengan minimalnya komunikasi
yang tidak sama seperti anak pada umumnya, sehingga dalam
berkomunikasi kembali lagi ke bahasa isyarat serta bahasa oral.
Ketika anak kembali lagi di dalam lingkungan sekolah dan
memasuki area kelas maka guru akan memberikan pembelajaran yang
mampu untuk meningkatkan kecerdasan intelegensi anak seperti
ketrampilan maupun kegiatan yang anak sukai. Oleh sebab itu, anak
dengan kecerdasan di SLB ini dapat dilihat menjadi dua yaitu anak
dengan golongan menengah kebawah serta golongan menengah keatas.
Saat pihak sekolah, terutamanya guru yang menangani langsung
anak, pastinya akan menemukan kriteria anak dengan kecerdasan
menegah kebawah. Apabila menemukan kriteria seperti ini seorang
guru tidak lantas mengesampingkan anak tersebut melainkan diberikan
76
secara mendalam agar anak tidak merasakan perbedaan ketika guru
mengajar di kelas.
Di kelas tuna rungu SLB ini pun dengan contoh pembagian
kriteria di atas pastinya dilain hal akan menemukan
anak yang
cenderung jenuh ketika mengalami proses pembelajaran. Dengan
proses pembelajaran yang membuat anak jenuh seperti saat menemui
pelajaran matematika. Dengan keterbatasan untuk berkomunikasi
membuat sebagian anak merasakan jenuh ketika bertemu dengan mata
pelajaran ini.
Memang benar karena matematika pada umumnya
menggunakan suatu rumus serta angka pada umumnya, untuk hal
tersebut anak yang mengalami tuna rungu harus mengapresiasikan dan
menyampaikan angka melalui bahasa isyarat mereka yang tergolong
memakan waktu yang tidak sebentar.
d. Penggunaan Bahasa Isyarat di Masyarakat
Sedangkan di bidang sosial untuk penerapan bahasa isyarat
belum begitu dipahami oleh khalayak umum. Sebagian orang hanya
dapat memahami apa yang anak bicarakan namun lebih banyak lagi
masyarakat yang tidak mengerti tentang apa yang anak bicarakan
dengan bahasa isyarat. Hal tersebut membuat sadar, bahwa anak - anak
yang ternyata sudah mengetahui porsi dimana bahasa tersebut dipakai.
Biasanya mereka memakai hanya di lingkungan sosial sekolah yang
mereka anggap di lingkungan itulah bahasa isyarat mampu diterima.
Sedangkan di luar sekolah hanya orang tertentulah yang paham ketika
77
siswa membicarakan menggunakan bahasa tubuh mereka . Padahal
bahasa isyarat mereka berhubungan dengan teori kecerdasan gerak
tubuh dimana untuk mengekspresikan perasaan ataupun ide, mereka
melakukannya dengan fungsi gerak tubuh masing - masing anak. Tapi
sayangnya masyarakat belum bisa menerimanya.
2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Anak Tuna rungu
Selanjutnya mengenai faktor pendukung dari pada kebijakan
bahasa isyarat tersebut untuk mengembangkan kecerdasan intelegensi
anak yang pertama adalah dibentuknya suatu komunitas bernama
magelang deaf community. Komunitas ini sangatlah berguna bagi anak anak peyandang tuna rungu , di sini mereka bebas untuk mengekspresikan
diri mereka melalui gerakan tangan sesuai dengan teori kecerdasan gerak
tubuh yaitu keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan
ide - ide dan perasaan.
MDF (magelang deaf community) memiliki anggota yang cukup
banyak juga, dengan adanya komunitas ini anak tuna rungu tidak akan
merasa canggung saat mereka akan menyampaikan aspirasi mereka
dengan sesama penyandang tuna rungu.
Faktor pendukung kedua yaitu lebih mengedepankan mengenai
keaktifam siswa untuk mengembangkan kebijakan bahasa isyarat tersebut.
Keaktifan anak akan memberikan keberanian dan kemauan untuk terus
mempelajari bahasa isyarat. Dilain hal dengan adanya bahasa ibu yang
menjadi tumpuan awal anak untuk berkomunikasi akan menambah
78
keaktifan anak untuk terus belajar mengenai bahasa agar berkembang
menuju kearah kecerdasan intelegensi anak.
Pendukung yang ketiga adalah dengan adanya suatu evaluasi untuk
melihat seberapa jauh dan berkembangnya kecerdasan anak melalui
kebijakan bahasa isyarat ini .evaluasi yang dilakukan setiap minggunya
akan menghasilkan berbagai macam problematika yang akan dibahas serta
dapat di atasi dengan solusi bersama – sama melalui evaluasi tersebut
kemudian di atasi dengan cepat dan tepat sasaran.
3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Anak Tuna rungu
Sedangkan untuk faktor penghambat implementasi kebijakan
bahasa isyarat tersebut adalah dari segi komunikasi. Memang komunikasi
tidak semuanya menghambat, namun ada beberapa yang mungkin
memang dianggap menjadi penghambat ketika penerapan kebijakan
bahasa isyarat tersebut dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan
intelegensi anak. Komunikasi yang belum maksimal akan menghasilkan
kecerdasan anak yang kurang maksimal pula. Berbanding apabila anak
mempunyai suatu kelebihan maka disitu pula anak akan mengembangkan
kecerdasan mereka. Namun antara kecerdasan anak yang menengah
kebawah dan mnengah keatas tidak terpaut jauh selisihnya.
Hal ini menunjukan bahwa dalam penerapan kebijakan bahasa
isyarat dalam mengembangkan kecerdasan anak tuna rungu ini sudah
berjalan dengan baik dengan adanya testimoni dari anak dan guru yang
79
mengampu tersebut, hanya ada beberapa kendala yang memang masih bisa
diupayakan untuk ditangani.
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Penyelenggaraan Kebijakan Bahasa Isyarat dapat dilaksanakan berkat
adanya dukungan dari pemerintah, undang undang no 19 tahun 2011 yang
mengatur tentang komunikasi bagi anak tuli, dan masyarakat sekitar.
Kebijakan Bahasa Isyarat ini mempunyai tujuan untuk mengembangkan serta
mendayagunakan keterbatasan anak tuna rungu untuk berkomunikasi dengan
bantuan kecerdasan intelegensi anak berkaitan dengan gerak tubuh,
interpersonal, dan natural. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Implementasi kebijakan program bahasa isyarat yang terbagi di dalam
dua kegiatan
a.
Sekolah
Penerapan kebijakan bahasa isyarat di kelas tuna rungu dikelola
dengan baik dimana bahasa isyarat yang digunakan disini menjadi
bahasa sekunder dalam proses pembelajaran, karena anak lebih
mengutamakan pembelajaran menggunakan bahasa oral. Dilain hal
bahasa isyarat tidak dilupakan, karena memang dalam penerapannya
bahasa isyarat masih sering digunakan untuk berkomunikasi siswa
satu dengan yang lainnya untuk menanyakan serta mendiskusikan
materi pelajaran. Di lain hal guru di kelas memadukan bahasa
isyarat dengan bahasa oral untuk mentransferkan ilmu ke peserta
81
didik. Jadi dapat diambil kesimpulan bahasa isyarat mampu
memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan bagi anak tuna
rungu dengan mengaitkan dengan kecerdasan gerak tubuh,
interpersonal, dan natural dari setiap anak.
b.
Masyarakat
Pelaksanaan di masyarakat sendiri dilihat dari pelaksanaan
kebijakan bahasa isyarat di lapangan maupun masyarakat sekitar
kurang begitu diterima. Hal ini dikarenakan masyarakat belum
begitu memahami tentang bahasa isyarat. Akan tetapi anak
disabilitas tidak patah arah karena mereka mempunyai sebuah
inovasi perkumpulan untuk menyalurkan berbagai wawasan atau
pengalaman melalui MDF (magelang deaf community). Dengan
adanya komunitas ini maka anak anak disabiitas mampu
mengembangkan kecerdasan intelegensi mereka melalui sesame
anak tuna rungu.
2. Faktor pendukung Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat
Faktor pendukung dalam kebijakan bahasa isyarat meliputi adanya suatu
komunitas yang dinamakan MDF (Magelang Deaf Community) dengan
adanya komunitas ini anak lebih merasa bebas dalam mengaplikasikan
bahasa isyarat berhubungan dengan kecerdasan gerak tubuh anak, adanya
bahasa ibu yang menjadi sebuah topangan awal anak dalam modal
berbahasa, lalu adanya evaluasi yang mengakibatkan kebijakan tersebut
dapat dipantau sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai dan adakah
82
kekurangan yang harus diperbaiki. Beberapa faktor tesebut yang dianggap
mampu untuk mendukung terlaksananya kebijakan bahasa isyarat dalam
mengembangkan kecerdasan intelegensi anak tuna rungu di SLB Maarif
Muntilan.
3. Faktor penghambat Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat
Faktor penghambat muncul dari segi komunikasi, memang segi ini
menjadi salah satu kendala yang dominan karena anak tuna rungu
mengutamakan bahasa isyarat dan oral. Apabila dalam pembelajaran akan
sedikit menjadi hambatan seperti penerapan dalam pelajaran matematika
karena dalam pelajaran matematika terdiri dari simbol – simbol. Apabila
anak berada di lingkungan sosial maka hambatan selanjutnya ketika
mereka bertemu dengan masyarakat umum dikarenakan keterbatasan
berkomunikasi dan adanya ketidakpahaman orang disekitar dengan bahasa
yang mereka gunakan.
B.
Saran
Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka
dari hasil penelitian ini dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :
a. Kepala Sekolah :
1. Sering diadakannya evaluasi bagi guru tuna rungu untuk lebih
mengetahui seberapa jauh keberhasilan bahasa isyarat.
83
b. Guru :
1. Meningkatkan skill anak dalam menggunakan bahasa isyarat yang
dikaitkan dengan kecerdasan gerak tubuh, natural, dan interpersonal
agar mampu berkomunikasi dengan masyarakat sekitar.
2. Lebih sering mengikuti event – event yang berada di lingkup sekolah
dengan mengenalkan anak tuna rungu bersama bahasa isyarat mereka.
3. Lebih membekali anak dengan ketrampilan – ketrampilan lainnya
seperti menjahit serta menggunakan ruang speech theraphy untuk
mengembangkan ketrampilan anak
4. Mengadakan atau membentuk organisasi atau komunitas seperti
magelang deaf community yang berada di lingkup sekolah untuk
mengembangkan kecerdasan gerak tubuh anak.
84
DAFTAR PUSTAKA
Aan Komariah. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Burhan Bungin. (2011). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya.Jakarta:Kencana.
Dwi Siswoyo, dkk. (2008). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Endang Poerwanti, dkk (2002). Perkembangan Peserta Didik. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Haenudin. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tuna rungu. Jakarta.
Luxima Metro Media.
Howard Gardner (2003). Kecerdasan Majemuk. Batam: Interaksara.
Lani Bunawan. (1997). Komunikasi Total. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Murni Winarsih (2007). Intervensi Dini Bagi Anak Tuna rungu dalam Memperoleh
Bahasa. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Ngalim Purwanto. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
PLJ. (2011). Peraturan UU no. 10 mengenai Komunikasi Bagi Penyandang Tuna
rungu. Diakses dari http://plj.or.id/index.php/landasan-hukum/ pada tanggal
13 Januari 2017, Jam 10.00 WIB.
Santrock. (2007). Psikologi Anak Anak . Jakarta. Erlangga.
Sardjono.(2005). Terapi Wicara. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.
Solichin Abdul Wahab (2012). Analisis Kebijaksanaan. Jakarta. PT Bumi aksara.
Sudiyono. (2007). Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan pendidikan
Yogyakarta. UNY.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif,dan R&D). Bandung:Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Thomas Armstrong. (2013). Kecerdasan Multipel Di Dalam Kelas. Jakarta Barat:
PT Indeks.
UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003.
85
PEDOMAN OBSERVASI
1. Mengamati kondisi fisik SLB Maarif Muntilan
a. Mengamati bangunan sekolah
b. Mengamati kondisi sarana dan prasara
c. Mengamati letak geografis sekolah.
2. Mengamati sistem SDM pengelolaan sekolah
a. Mengamati pemberian wawasan (implementasi kebijakan bahasa
isyarat) dari pendidik.
b. Mengamati respon seorang peserta didik.
c. Mengamati interkasi yang dihasilkan dari kedua subyek yaitu pendidik
dan peserta didik.
3. Mengamati lingkungan masyarakat
a. Mengamati respon dari orang tua yang berada di sekolahan
b. Mengamati respon daripada masyarakat sekitar
86
PEDOMAN DOKUMENTASI
1. Melalui arsip tertulis
a.
Sejarah SLB Maarif Muntilan
b.
Visi dan Misi SLB Maarif Muntilan
2. Foto
a.
Gedung Fisik SLB Maarif Muntilan
87
CATATAN LAPANGAN
OBSERVASI
Hari
: Senin
Tanggal
: 06 Februari 2017
Pada pukul 08.00 datang di SLB Maarif, peneliti menunggu bapak kepala
sekolah untuk meminta izin penelitian di dalam kelas dan wawancara dengan guru.
Selanjutnya bapak kepala sekolah memberikan mandat untuk datang di kelas yang
diampu oleh bu maya yang kebetulan mengampu kelas tuna rungu. Disana peneliti
mengamati cara belajar anak, interaksi anak dan mewawancarai guru dengan
berbagai pertanyaan yang menjurus kepada implementasi kebijakan bahasa isyarat
dalam mengembangkan kecerdasan majemuk tersebut. Pertanyaan yang diberikan
menyangkut variable yang ada diatas , disini antara peneliti dan responden
melakukan wawancara dua arah untuk mendapatkan informasi yang mendalam.
88
CATATAN LAPANGAN
OBSERVASI
Hari
: Rabu
Tanggal
: 08 Februari 2017
Pukul 10.00 peneliti datang ke sekolahan lalu menuju ke ruangan kepala
sekolah. Disana saya langsung mewawancarai kepala sekolah berkaitan dengan
tema yang saya teliti. Setelah wawancara dirasa cukup lalu saya meminta izin
kepada pihak sekolah untuk mengambil data data yang berhubungan dengan
sekolahan seperti lokasi sekolah, visi misi dan prestasi yang ada.
89
CATATAN LAPANGAN
OBSERVASI
Hari
: Jumat
Tanggal
: 10 Februari 2017
Peneliti datang ke sekolahan pada pukul 08.30 disana sedang berlangsung
kegiatan olahraga yang rutin dilaksanakan pada hari jumat. Dengan adanya kegiatan
tersebut peneliti mampu mengamati dan melihat beberpa interaksi yang dilakukan
oleh beberapa siswa dan guru dalam lingkup sekolahan. Kemudian pada pukul
09.30 – 10.15 peneliti mewawancarai 2 guru secara langsung untuk menjawab
pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti. Berbgai pertanyaan dijawab dengan
spontan sesuai dengan jawaban maupun poin yang dibutuhkan.
90
CATATAN LAPANGAN
OBSERVASI
Hari
: Senin
Tanggal
: 13 Februari 2017
Hari senin pada pukul 07.00 peneliti sudah berada di lingkungan sekolah
luar biasa Maarif Muntilan. Dengan kedatangan sepagi tersebut peneliti bermaksud
untuk melihat secara langsung kegiatan upacara dan kegiatan sehari – hari anak atau
guru dalam memberikan proses pembelajaran. Sehingga peneliti mampu
menganailsa berbagai interaksi secara langsung, dengan data yang sudah ada, saya
kembali mengengecek ke validan dari beberapa narasumber sehingga akan
didapatkan informasi yang cocok dan mengarah kepada hal yang diteliti.
Selanjutnya peneliti juga mewawancarai anak anak berhubungan dengan
implementasi kebijakan bahasa isyarat.
91
PEDOMAN WAWANCARA
Pedoman wawancara untuk kepala sekolah
1. Bagaimanakah bapak melihat kemajuan dari segi pembelajaran khususnya
di bidang tuna rungu?
2. Adakah kuota yang diberikan oleh sekolah kepada penyandang disabilitas
khususnya tuna rungu, untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah luar
biasa ini?
3. Seberapa pentingkah kebijakan bahasa isyarat tersebut digunakan oleh
peserta didik di lingkungan masyarakat sekolah ?
4. Adakah kendala yang dialami oleh pihak sekolah dalam memberikan
pembelajaran terhadap anak tuna rungu?
5. Seberapa efektifkah UU no 19 tentang bahasa isyarat ini bagi kemajuan
ataupun perkembangan kecerdasan intelegensi ?
6. Adakah rapat yang dilakukan bersama guru untuk mengevaluasi kinerja
guru dalam proses pembelajaran? Jika ada bentuknya seperti apa?
92
Pedoman wawancara untuk Guru
1. Bagaimanakah pola pembelajaran / inovasi yang diterapkan bapak/ ibu
ketika menghadapi peserta didik di dalam kelas berkaitan dengan kebijakan
bahasa isyarat?
2. Dengan adanya keterbatasan yang dimiliki anak, bagaimanakah upaya yang
dilakukan anak untuk mengembangkan potensi kecerdasan intelektual
anak?
3. Ketika mengahadapi anak dengan keterbatasan, adakah pengarahan tertentu
untuk melihat ataupun mengembangkan kecerdasan anak dan bagaimana
pengarahanya?
4. Dengan melihat interaksi yang terjadi di dalam kelas, adakah anak yang
mampu mengelola kecerdasan intelektual mereka kearah positif? Dan
bagaimana cara mengelolanya?
5. Bagaimanakah upaya yang dilakukan guru ketika menemukan anak dengan
kecerdasan intelektual rendah dengan keterbatsan untuk berkomunikasi?
6. Dari segi pembelajaran yang ada, apakah bapak / ibu pernah mengalami atau
menemukan anak yang jenuh belajar di dalam kelas ?
7. Adakah faktor pendukung demi terlaksananya implementasi kebijakan
bahasa isyarat di kelas maupun di lingkungan masyarakat sekolah ? apabila
dilihat dari faktor internal dan eksternal?
93
8. Adakah faktor pengambat yang dialami oleh pendidik dalam mengarahkan
kebijakab bahasa isyarat untuk mengembangkan kecerdasan majemuk
anak? apabila dilihat dari faktor internal dan eksternal?
9. Apakah ada anak yang cenderung menyendiri karena keterbatasan yang
mereka miliki? Dan bagaimana cara bapak / ibu menanganinya?
94
Pedoman wawancara untuk siswa
1. Bagaimana menurut pendapat anda dengan adanya kebijakan bahasa
isyarat yang diterapkan saat ini?
2. Untuk menerima pembelajaran menggunakan bahasa isyarat apakah
anda merasakan nyaman dengan pembelajaran yang diberikan oleh
pendidik? Mengapa?
3. Adakah kendala yang dialami saat menerapkan bahasa isyarat di dalam
kelas maupun di lingkungan sekolah ?
4. Selain penerapan di sekolah, untuk bahasa isyarat apakah memegang
peran penting di luar sekolah untuk segi penggunaanya?
5. Menurut anda adakah inovasi yang diberikan oleh sekolah ataupun guru
dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anda?
6. Kebijakan bahasa isyarat ini apakah dirasa mampu memberikan anda
motivasi untuk mengembangkan kecerdasan majemuk anda ? dan
bagaimana caranya anda mengolahnya?
7. Apakah dengan teman sebaya, anda dapat mengembangkan bahasa
isyarat tersebut secara otodidak dan bebas?
95
TRANSKRIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI
Hari / tanggal : Selasa, 7 Februari 2017
Pukul
: 10.00 – 10.15
Tempat
: SLB Maarif Muntilan
Responden
: KSS
TEMA
:Implementasi Kebijakan UU No 19 Tahun 2011 Tentang Bahasa
Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna
rungu
1.
Peneliti : Bagaimanakah bapak melihat kemajuan dari segi pembelajaran
khususnya di bidang tuna rungu?
KSS
: Disini bahasa tuna rungu berkembang dengan baik. Antara bahasa
isyarat dan bahasa tuna rungu haruslah seimbang demi berkembangnya
kecerdasan anak.
2.
Peneliti : Adakah kuota yang diberikan oleh sekolah kepada penyandang
disabilitas khususnya tuna rungu, untuk mengikuti proses pembelajaran di
sekolah luar biasa ini?
KSS
: Tidak ada kuota yang membatasi anak tuna rungu, kami terbuka.
Hanya di golongan C kami membatasinya.
3.
Peneliti : Seberapa pentingkah kebijakan bahasa isyarat tersebut digunakan
oleh peserta didik di lingkungan masyarakat sekolah ?
96
KSS
: Di masyarakat belum begitu umum digunakan sehingga kebnyakan
digunakan di lingkungan sekolah saja.
4.
Peneliti : Adakah kendala yang dialami oleh pihak sekolah dalam
memberikan pembelajaran terhadap anak tuna rungu?
KSS
5.
: Ada, kendalanya dalam transfer pembelajaran dari segi komunikasi
Peneliti : Seberapa efektifkah UU no 19 tentang bahasa isyarat ini bagi
kemajuan ataupun perkembangan kecerdasan intelegensi ?
KSS
: Sangat penting bagi peningkatan kecerdasan, di sini anak tuna
rungu banyak mendapatkan prestasi yang bagus dan terus meningkat
berhubungan dengan kecerdasan majemuk.
6.
Peneliti : Adakah rapat yang dilakukan bersama guru untuk mengevaluasi
kinerja guru dalam proses pembelajaran? Jika ada bentuknya seperti apa?
KSS
: Setiap mengevaluasi kinerja guru kami adakan evaluasi setiap
minggunya untuk melihat kemjauan dan hambatan. Untuk hambatan kami
menanganinya dengan adanya musyarawarah bersama sehingga semua dapat
memberikan pendapat
97
TRANSKRIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI
Hari / tanggal : Senin, 6 Februari 2017
Pukul
: 08.30 – 09.30
Tempat
: SLB Maarif Muntilan
Responden
: BM/ guru
TEMA
: Implementasi Kebijakan UU No 19 Tahun 2011 Tentang Bahasa
Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna
rungu
1.
Peneliti : Bagaimanakah pola pembelajaran / inovasi yang diterapkan bapak/
ibu ketika menghadapi peserta didik di dalam kelas berkaitan dengan
kebijakan bahasa isyarat?
BM
: Di sekolahan ini tidak selalu mempelajari bahasa isyarat namun
lebih kearah bahasa oral untuk penerapannya di dalam kelas. Bahasa isyarat
digunakan ketika dalam pembelajaran mengalami kesulitan sehingga guru
menuliskan dipapan tulis serta menggunakan bahasa isyarat itu sendiri. Untuk
anak dewasa lebih diutamakan bahasa oral sedangkan untuk anak kecil
menggunakan bahasa isyarat atau bahasa ibu. Selain itu untuk anak SMA,
demi menunjang kebijakan bahasa isyarat maka saya menggunakan laptop
untuk mempermudah dalam pengajaran.
98
2.
Peneliti : Dengan adanya keterbatasan yang dimiliki anak, bagaimanakah
upaya yang dilakukan anak untuk mengembangkan potensi kecerdasan
intelektual anak?
BM
: Semua berawal dari hobi yang dimiliki oleh anak. Ketika anak
sudah menyukai sesuatu hal dan hal tersebut dijadikan suatu hobi. Hobi
tersebut secara perlahan dikembangkan oleh anak dengan mengacu kepada
kecerdasan apa yang mereka miliki.
3.
Peneliti : Ketika menghadapi anak dengan keterbatasan, adakah pengarahan
tertentu untuk melihat ataupun mengembangkan kecerdasan anak dan
bagaimana pengarahanya?
BM
: Ada, pengarahan bisa berasal dari dua aspek yaitu luar dan di dalam
sekolah. Dimana di luar yaitu mendatangkan ekstra untuk menumbuhkan
serta mengembangkan kecerdasan anak. Sedangkan dari dalam sekoilah
biasanya guru mendampingi anak dengan bakat melalui sifat otodidak
seorang guru dimana sifat otodidak ini didukung oleh rasa kedekatan guru
dengan murid yang mendalam.
4.
Peneliti : Dengan melihat interaksi yang terjadi di dalam kelas, adakah anak
yang mampu mengelola kecerdasan intelektual mereka kearah positif? Dan
bagaimana cara mengelolanya?
BM
: Ada, disini anak - anak memiliki minat yang menjadikan mereka
motivasi untuk melangkah ke depan. Motivasi tersebut diubah menjadi hal
positif seperti kepintaran untuk memasak, menjahit. Dari kepintaran yang
99
melekat pada siswa, sering sekali diikutkan lomba dan mendapatkan juara di
berbagai tingakatan.
5.
Peneliti : Bagaimanakah upaya yang dilakukan guru ketika menemukan anak
dengan
kecerdasan
intelektual
rendah
dengan
keterbatsan
untuk
berkomunikasi?
BM
: Disini ada anak tuna rungu dengan fisik ganda. Di dalam hal
tersebut anak tersebut juga mengalami susah dalam menerima pelajaran
sehingga saa sebagai guru harus berinteraksi secara berulang – ulang untuk
meyakinkan pelajaran yang diterima anak tersebut. Tidak jarang pula saya
meminta bantuan anak sebangkunya untuk menjelaskan apa yang
disampaikan dengan menggunakan bahasa isyarat mereka. Karena disini
mereka lebih nyaman dan bebas untuk berkomunikasi dengan bahasa isyarat
mereka sendiri.
6.
Peneliti :Dari segi pembelajaran yang ada, apakah bapak / ibu pernah
mengalami atau menemukan anak yang jenuh belajar di dalam kelas ?
BM
: Ada, sebagai contoh dari segi mata pelajaran matematika.
Terkadang anak anak merasa bosan hal ini mungkin juga karena adanya
keterbatasan untuk berkomunikasi.
7.
Peneliti : Adakah faktor pengambat yang dialami oleh pendidik dalam
mengarahkan kebijakan bahasa isyarat untuk mengembangkan kecerdasan
majemuk anak? apabila dilihat dari faktor internal dan eksternal?
100
BM
: Dari segi internal anak lebih cenderung minder ketika terjun
dimasyarakat seperti perlombaan karena disini ragu dengan cara mereka
untuk berkomunikasi yaitu bahasa isyarat. Jika dilihat dari segi eksternal yaitu
dari sisi orangtua dan guru karena masih mengacu kepada aturan aturan dan
belum bersifat luwes untuk penerapannya.
8.
Peneliti :Adakah faktor pendukung demi terlaksananya implementasi
kebijakan bahasa isyarat di kelas maupun di lingkungan masyarakat sekolah
? apabila dilihat dari faktor internal dan eksternal?
BM
: Dari segi internal anak – anak disabilitas tuna rungu ini lebih sering
mengikutkan diri mereka ke dalam sebuah perkumpulan yang dinamai MDF
(Magelang Deaf Community) yaitu perkumpulan yang diikuti oleh anak
penyandang tuna rungu, dengan adanya komunitas ini anak merasa bebas
untuk berkomunikasi dan saling mengembangkan kemampuan mereka.
9.
Peneliti : Apakah ada anak yang cenderung menyendiri karena keterbatasan
yang mereka miliki? Dan bagaimana cara bapak / ibu menanganinya?
BM
: Ada, karena mungkin ketuna runguan mereka berawal dari masa
kecil sehingga untuk berkumpul di dalam masyarakat masih merasa menjadi
bahan pembicaraan, padahal itu berawal dari pikiran yang tidak benar dari
anak. Untuk menangani hal tersebut maka saya memberikan pendekatan
secara intensif.
101
TRANSKRIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI
Hari / tanggal : Jumat, 10 Februari 2017
Pukul
: 09.30 – 10.15
Tempat
: SLB Maarif Muntilan
Responden
: WT/ guru
TEMA
: Implementasi Kebijakan UU No 19 Tahun 2011 Tentang Bahasa
Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna
rungu
1.
Peneliti :Bagaimanakah pola pembelajaran / inovasi yang diterapkan bapak/
ibu ketika menghadapi peserta didik di dalam kelas berkaitan dengan
kebijakan bahasa isyarat?
WT
: Untuk pembelajaran disini bahasa isyarat menjadi bahasa sekunder
dimana bahasa yang paling sering digunakan adalah bahasa oral. Sedangkan
bahasa isyarat digunakan untuk memperjelas apa yang kita atau anak
kerjakan. Untuk pembelajaran selanjutnya ada bermacam – macam inovasi
pembelajaran dari yang kejadian kejadian nyata, disini anak langsung belajar
di lapangan karena anak tuna rungu memfokuskan diri belajar dalam
penglihatan dan pengamatan. Untuk penggunaan laptop sendiri mungkin
hanya untuk seilingan saja.
102
2.
Peneliti : Dengan adanya keterbatasan yang dimiliki anak, bagaimanakah
upaya yang dilakukan guru untuk mengembangkan potensi kecerdasan
intelektual anak?
WT
: karena kemampuan anak satu dengan yang lain berbeda beda dan
untuk itu guru melihat potensi dan bakat mereka untuk digolongkan ke arah
tata rias untuk anak dewasa serta menggambar ditujukkan kepada anak kecil.
Guru selalu mendampingi ketika anak mulai menekuni minatnya.
3.
Peneliti : Ketika menghadapi anak dengan keterbatasan, adakah pengarahan
tertentu untuk melihat ataupun mengembangkan kecerdasan anak.
WT
: Ada, misalnya dengan cara memberikan pengarahan kepada anak
mengenai bakat mereka yang cocok ditempatkan di bidang apa . kebanyakan
bidang yang ada itu ketrampilan dan olahraga yang paling menonjol.
4.
Peneliti : Dengan melihat interaksi yang terjadi di dalam kelas, adakah anak
yang mampu mengelola kecerdasan intelektual mereka kearah positif?
WT
: Disini anak – anak mengarahkan kegiatan serta mengelola
kecerdasan mereka kea rah positif seperti sama halnya dengan tujuan sekolah.
5.
Peneliti : Bagaimanakah upaya yang dilakukan guru ketika menemukan anak
dengan
kecerdasan
intelektual
rendah
dengan
keterbatsan
untuk
berkomunikasi?
WT
: Kita disini tetap mengarahkan anak dengan berbagai kriteria yang
ada, sehingga anak – anak pun merasa nyaman dengan adanya interaksi yang
dilakukan oleh guru. Guru selalu memantau kegiatan dan kemampuan apa
yang anak – anak sukai dan tidak disukai.
103
6.
Peneliti : Dari segi pembelajaran yang ada, apakah bapak / ibu pernah
mengalami atau menemukan anak yang jenuh belajar di dalam kelas ?
WT
: Untuk masalah jenuh itu berbeda beda ya tingkatan kelas, di SMA
mungkin ditemukan anak yang jenuh dalam belajar seperti dalam pelajaran
matematika , namun sebaliknya di tingkatan SD anak jarang bahkan tidak ada
yang jenuh apalagi dalam bidang matematika karena anak bermain dengan
uang kertas mainan.
7.
Peneliti : Adakah faktor pendukung demi terlaksananya implementasi
kebijakan bahasa isyarat di kelas maupun di lingkungan masyarakat sekolah
? apabila dilihat dari faktor internal dan eksternal?
WT
: Pendukungnya dengan dibekalinya bahasa ibu atau bahasa isyarat
yang perlahan lahan anak dan guru akan terbiasa memakainya.
8.
Peneliti : Apakah ada anak yang cenderung menyendiri karena keterbatasan
yang mereka miliki?
WT
: Bila dilihat dari segi tuna rungu tidak ada, namun ada beberapa
yang cenderung menyendiri karena mereka tuna rungu double ada C nya.
104
TRANSKRIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI
Hari / tanggal : Jumat, 10 Februari 2017
Pukul
: 09.30 – 10.15
Tempat
: SLB Maarif Muntilan
Responden
: UK
TEMA
: Implementasi Kebijakan UU No 19 Tahun 2011 Tentang Bahasa
Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna
rungu
1.
Peneliti :Bagaimanakah pola pembelajaran / inovasi yang diterapkan bapak/
ibu ketika menghadapi peserta didik di dalam kelas berkaitan dengan
kebijakan bahasa isyarat?
UK
: Dengan menggunakan alat yang ada disekitar, terkadang anak juga
terjun langsung ke lapangan untuk melihat hal – hal yang berhubungan
dengan pelajaran mereka. Untuk laptop sendiri itu biasanya diterapkan di
tingkat SMA sebagai penunjang.
2.
Peneliti : Dengan adanya keterbatasan yang dimiliki anak, bagaimanakah
upaya yang dilakukan guru untuk mengembangkan potensi kecerdasan
intelektual anak?
UK
: Di sini satu anak dengan anak lainnya berbeda. Sehingga anak
dengan berbagai ketrampilan mampu diliat sejak dini. Ketika guru melihat
105
potensi anak maka upaya guru selalu mengarahkan dan memberikan
pengarahan untuk mengembangkan kecerdasan dan potensi anak tersebut.
3.
Peneliti :Anak dalam pembelajaran ini lebih diarahkan ke hal positif ?
UK
4.
: Jelas pembelajaran lebih diarahkan ke hal positif.
Peneliti : Bagaimanakah upaya yang dilakukan guru ketika menemukan anak
dengan
kecerdasan
intelektual
rendah
dengan
keterbatsan
untuk
berkomunikasi?
UK
: Tidak mungkin anak tersebut akan tersingkir, sehingga guru
beruapaya untuk selalu membimbing dan merangkul setiap anak untuk
diarahkan ke bidang positif.
5.
Peneliti : Dari segi pembelajaran yang ada, apakah bapak / ibu pernah
mengalami atau menemukan anak yang jenuh belajar di dalam kelas ?
UK
: Pasti ada, tapi untuk mengetahui kriteria anak bosan itu diketahui
oleh tiap guru yang biasanya membimbing di kelas. Sehingga kalau bosan
guru sering mengajak anak keluar berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
6.
Peneliti : Adakah faktor pendukung demi terlaksananya implementasi
kebijakan bahasa isyarat di kelas maupun di lingkungan masyarakat sekolah
? apabila dilihat dari faktor internal dan eksternal?
UK
: Pendukungnya ya dilihat dari keaktifan anak itu sendiri dalam
belajar sehingga otomatis anak dalam belajar tersebut mampu mengelola
bahasa isyarat seperti layaknya sibi
106
TRANSKRIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI
Hari / tanggal : Senin, 13 Februari 2017
Pukul
: 09.00 – 11.00 WIB
Tempat
: SLB Maarif Muntilan
Responden
: B/ SISWA
TEMA
: Implementasi Kebijakan UU No 19 Tahun 2011 Tentang Bahasa
Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna
rungu
1.
Peneliti : Apakah sekolah menerapkan bahasa isyarat? Serta bagaimana
pelaksanaanya?
B
: Iya, pihak sekolah menerapkan bahasa isyarat, proses pembelajaran
dilakukan melalui interaksi yang mendalam antara guru dan murid.
Pelaksanaanya sangat menyenangkan dan membantu kedepannya.
2.
Peneliti : Apakah dalam belajar di kelas anda menggunakan bahasa isyarat
dan adakah rasa senang saat belajar dengan bahasa isyarat?
B
: Di dalam kelas saya menggunakan bahasa isyarat dengan dukungan
bahasa oral untuk membantu pembelajaran. Saya merasa senang dengan
adanya bahasa yang saya gunakan.
107
3.
Peneliti : Apakah ada hambatan / masalah ketika pelajaran menggunakan
bahasa isyarat?
B
: Hambatannya terkadang lebih menggunakan bahasa oral daripada
bahasa isyarat. Tapi keduanya saling berhubungan demi kemajuan proses
pembelajaran.
4.
Peneliti : Apakah bahasa isyarat juga anda gunakan saat diluar sekolah ?
jelaskan
B
: Saya tidak menerapkan bahasa isyarat di masyrakat. Karena
dismasyarakat hanya beberapa orang yang paham dengan pengertian saya.
5.
Peneliti : Apakah guru memberikan arahan / menyuruh murid untuk
mengembangkan bakat?
B
: Ada, guru mengarahkan bakat saya dari nol sampai berkembang
menjadi lebih baik.
6.
Peneliti : Apakah bahasa isyarat mendukung bakat kamu?
B
: Iya, dengan bahasa isyarat saya mampu mengelola kemampuan
saya kearah yang positif.
7.
Peneliti : Apakah teman kamu dapat mendorong bahasa isyarat kamu?
B
: Iya, di lingkungan masyarakat saya diberikan motivasi untuk
mendorong bahasa isyarat saya.
108
TRANSKRIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI
Hari / tanggal : Senin, 13 Februari 2017
Pukul
: 09.00 – 11.00 WIB
Tempat
: SLB Maarif Muntilan
Responden
: A / siswa
TEMA
: Implementasi Kebijakan UU No 19 Tahun 2011 Tentang Bahasa
Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna
rungu
1.
Peneliti :Apakah sekolah menerapkan bahasa isyarat? Serta bagaimana
pelaksanaanya?
A
: Di sekolahan sendiri mengajarkan tentang bahasa isyarat walaupun
dalam penerapannya masih diselingi bahasa oral untuk menunjang
pembelajaran. Bahasa isyarat sepenunya dilakukan ketika ketika pada situasi
istirahat antara satu anak dengan anak lainnya.
2.
Peneliti : Apakah dalam belajar di kelas anda menggunakan bahasa isyarat
dan adakah rasa senang saat belajar dengan bahasa isyarat?
A
: Iya di dalam kelas menggunakan bahasa isyarat untuk membantu
menunjang pembelajran yang saya lakukan, menggunakan bahasa isyarat
membuat saya senang dan mudah untuk belajar apalagi dari segi mata
pelajaran matematika.
109
3.
Peneliti : Apakah ada hambatan / masalah ketika pelajaran menggunakan
bahasa isyarat?
A
: Ada, hambatan yang dialami yaitu anak belum sutuhnya mengenali
dan mampu belajar mengenai bahasa isyarat. Ketika mengalami kendala
bahasa isyarat.
4.
Peneliti : Apakah bahasa isyarat juga anda gunakan saat diluar sekolah ?
jelaskan
A
: Tidak saya gunakan di masyarakat, karena masyarakat tidak tahu
apa yang saya bicarakan melalui bahasa isyarat.
5.
Peneliti : Apakah guru memberikan arahan / menyuruh murid untuk
mengembangkan bakat?
A
: Iya dengan adanya arahan dari guru lalu saya berusaha dengan
usaha sendiri . guru hanya bersifat mendampingi saya.
6.
Penelti : Apakah bahasa isyarat mendukung bakat kamu? (sosial)
A
: iya mendukung, apalagi dengan adanya komunitas MDF yang
berisikan anak tuna rungu. Disana saya dan teman – teman mampu
berkomunikasi dengan bebas dan nyaman.
7.
Peneliti : Apakah teman kamu dapat mendorong bahasa isyarat kamu?
A
: Iya teman teman saya saya mampu mendorong bahasa isyarat
melalui perkumpulan.
110
Gambar 1. Gedung Sekolah
Gambar 2. Pembelajaran Bahasa Isyarat
Gambar 3. Upacara
Gambar 4. Pembelajaran Dengan
Laptop
Gambar 5. Komunikasi Bahasa Isyarat
Gambar 6. Prestasi Siswa
111
Gambar 7. Lorong Kelas
Gambar 8. Penanda Plang
Gambar 9. Wawancara dengan
Gambar 10. Kegiatan Jumat
Kepala Sekolah
Gambar 11. Pembelajaran Matematika
Gambar 12. Komunikasi Bahasa Isyarat
112
Gambar 13. Pembelajaran Bahasa Isyarat
Gambar 15. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan
113
Gambar 14. Data Siswa
114
115
116
117
118
119
120
Download