Metode Spektroskopi Optofluidic Intracavity untuk Deteksi Sel Biologis Tunggal Irma Saraswati Departemen Elektro Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon, Banten, Indonesia 42453 [email protected] Abstract In this research, methodology of spectroscopy optofluidic intracavity used for detecting single biological cells where the sample are yeast cell and blood. Resonance has happened in fabry perot cavity will be modified by cell existence where the cell has spesific characters of indecs. Spectral transmision produced by cavity measured use microscope coupled spectrometer. Spectral has been produced shows kind of cell in shaping the high order transversal spectral mode which include mode, quantity of mode, and the distance of mode. With corellation on spectral measured of kinds of cells which are used in order to differ type of cell obviously. Keywords : detecting single biological cells, spectroscopy, spectral transmision. 1. Pendahuluan Biaya yang murah dan pendeteksian label secara luas serta bebas terhadap sel biologis tunggal merupakan kebutuhan yang vital di dalam area diagnostik klinis, kesehatan makanan, deteksi narkotika, pemantauan lingkungan, dan keamanan rumah. Parameter sel biologis seperti ukuran, bentuk, dan indeks bias merupakan informasi penting yang akan dideteksi secara optis dengan metode OFIS (Optofluidic Intracavity Spectroscopy) [1,2]. Metode optis secara umum dirancang dengan memanfaatkan proses hamburan cahaya, penyerapan, dan difraksi yang terjadi pada sel bilogis yang selanjutnya dideteksi dengan piranti detektor cahaya sesuai dengan karakteristik spektral yang diperkirakan. Metode yang telah digunakan sebelumnya yakni autofluoresensi dan spektroskoy raman untuk sistem pendeteksian sel tunggal memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode tersebut adalah dapat menghasilkan karakteristik pengukuran yang akurat terhadap sel-sel yang yang diukur namun membutuhkan sumber cahaya laser daya tinggi dan set-up percobaan yang kompleks, serta membutuhkan pengkondisian tertentu terhadap sel yang akan diukur untuk mendapatkan transmisi spektral dengan kualitas SNR yang tinggi [2]. Dalam penelitian ini dirancang OFIS yang tersusun atas cavity fabry perot dan pada ruang spasi antar konfigurasi cermin diisi oleh air dan sample sel biologis yang akan diukur. OFIS terintegrasi dengan mikroskop yang menggunakan sumber cahaya LED dan terhubung dengan kamera CCD dan spektrometer. 2. Dasar Teori 2.1. Mekanisme Sensing Sumber cahaya LED yang difokuskan terhadap cavity fabry perot akan berosilasi dan menghasilkan mode output transversal. Osilasi dalam cavity akan terganggu jika suatu sel biologis diletakkan ditengah-tengah rentang jarak cermin resonator. Secara teori gangguan bisa diartikan sebagai perubahan propagasi berkas pembiasan dan difraksi mikrostruktur dari sel, sehingga pada akhirnya mengakibatkan perubahan transmisi spektral. Output transmisi spektral dari cavity selanjutnya akan ditasmisikan sistem optis mikroskop dan dengan memanfaatkan beam splitter maka informasi dapat dipantau dan diukur secara langsung. Pemantauan dilakukan dengan kamera CCD dan pengukuran dilakukan dengan spektrometer yang menggunakan probe fiber optik multimode dengan NA 0,25. Kamera CCD berfungsi sebagai pemantau kualitas sinyal yang terukur pada spektrometer dan SNR dapat dioptimalkan. Sehingga dari karakterisasi transmisi spektral yang dihasilkan akan dapat dilakukan pembedaan jenis dan jumlah sel yang sedang diukur [ 2,3,5]. 2.2. Stabilitas Microfluidic Cavity terhadap Panjang Cavity Konfigurasi sistem optis yang dibentuk oleh cermin resonator sebagaimana Gambar 1, di mana pada selang antar cermin diisi oleh air dengan indeks bias 1,33 dan berfungsi sebagai penahan preparat yang dinamis terhadap sample sel yang digunakan. Stabilitas resonator optis dikarakterisasi oleh fungsi transmisi matriks pada Persamaan 1.1 dan 1.2 [4,8]. Dengan mengasumsikan bahwa propagasi perkas cahaya dalam cavity adalah plane wave maka propagasi secara berulang-ulang dalam cavity bisa dilakukan dengan pendekatan paraksial dan dinyatakan dengan MRT = MOW1 . MOW2 di mana MRT adalah propagasi secara berulang-ulang sedangkan MOW1 dan MOW2 adalah propagasi secara 1 arah dari cermin bawah dan atas. M OW 1 ⎡ 1 =⎢ ⎢ ⎣0 M OW 1 ⎡ 1 =⎢ ⎢ ⎣0 ⎡ 2n c − n L (1 − ρ )( L − 2 R) ⎤ ⎢ nL ⎥⎢ nc 2 ( − n ⎥ ⎢ c n L ) nc 1 ⎦⎢ R.n L ⎣ ⎡ 2nc − n L nL ⎥⎢ ⎥ ⎢ 2( n c − n L ) n c ⎦⎢ R.n L ⎣ ρ ( L − 2 R) ⎤ ⎢ nc 1 2 R.nc ⎤ ⎡ n L ⎥ ⎢1 ⎥ 2n c − n L ⎥ ⎢ 0 n L ⎥⎦ ⎣ 2 R.nc ⎤ ⎡ n L ⎥ ⎢1 ⎥ 2nc − n L ⎥ ⎢ 0 n L ⎥⎦ ⎣ ρ ( L − 2 R) ⎤ nc 1 ⎥ ⎥ ⎦ (1 − ρ )( L − 2 R ) ⎤ ⎥ nc ⎥ 1 ⎦ (1) (2) Dengan ρ = d /( L − 2 R ) adalah fraksi jarak ternormalisasi dari cermin terhadap lensa sample d, R adalah kurvatur dari cermin dan L adalah panjang cavity. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa titik stabilitas cavity berada pada harga L=6,05 R. Sebagaimana grafik pada Gambar 1.b dapat diketahui bahwa untuk panjang cavity L<4R adalah stabil untuk semua posisi sample. Oleh karena itu panjang cavity yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 - 30 μm dan diameter sphere sebesar 10 μm. Gambar 1.a Konfigurasi OFIS [3] b Perhitungan stabilitas transmisi mode transversal dari cavity [3,5]. 3. Metode Penelitian 3.1. Fabrikasi Microfluidic Fabry Perot Cavity pada Gelas Cavity yang digunakan difabrikasi secara etching dengan ketebalan 10 – 30 μm dan lebar kanal sebesar 100 – 200 μm pada gelas pyrex dan menggunakan emas dengan ketebalan 35 μm sebagai reflector. Faktor reflektansi daya yang tercapai adalah sebesar 93% pada 890 nm. Dengan membuat lubang sebesar 1 mm pada dasar kanal untuk nanoport dari kanal sehingga fluida bisa dialirkan pada cavity. Setelah pelubangan dilakukan maka penggabungan superstrate dan substrate melalui teknik thermocompressive pada suhu 350 0C pada tekanan hampa 10-3 Torr. Sebagaimana Gambar 2.a tampak hasil fabrikasi dengan pengamatan foto SEM (Scanning Electron Micrograph) yang menunjukkan potongan cross-section sebesar 7 μm setelah proses thermocompressive dan panjang cavity sebesar 25 μm yang terisi dengan air. Resonansi frekuensi cavity yang terukur ketika sample belum diletakkan ditengah-tengah cavity ditunjukkan oleh Gambar 2.b. Gambar 2.(a) Foto SEM dari fabrikasi cavity [5]. (b) Karakteristik spektral transmisi transversal dari cavity ketika belum ada sample. 3.2. Sistem Deteksi Optis Sumber cahaya LED yang digunakan adalah berdaya 18 mW dan beroperasi pada panjang gelombang 865 – 955 nm dan dibias maju pada 100 mA. Cahaya yang tertransmisi dari cavity selanjutnya dicuplik oleh beam splitter untuk dikoplingkan dengan fiber optik multimode (MMF) yang memiliki diameter core sebesar 62,5 μm. Selanjutnya sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3 berkas cahaya dari MMF akan disensing oleh Ocean Optics Spectrometer (HR2000). Gambar 3. Set-up OFIS secara lengkap dan kanan atas adalah foto dari optofluidic cavity. 3.3. Spektroskopi Intracavity 3.3.1. Transmisi Spektral Polystyrene Karakterisasi cavity dilakukan dengan mencoba untuk mencari posisi pencahayaan dari LED yang dapat menghasilkan transmisi mode transversal yang maksimal sebelum sample sel diukur. Sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar pada 4.a dan 4.b di mana LED diposisikan normal dan miring sebesar 200. Gambar 4. Karakterisasi posisi LED untuk menghasilkan spektral osilasi mode transversal maksimal; a) Posisi LED normal. b) Posisi LED diletakkan miring sebesar 200. Dari grafik pada Gambar 4 dapat diketahui bahwa posisi normal LED yang ideal untuk pengukuran adalah garis lurus dengan sistem optis mikroskop. Hal ini bisa dianalisa dengan mengasumsikan tidak terjadinya perbedaan fasa ketika berkas difokuskan menuju cavity sehingga frekuensi resonansi dalam cavity juga relatif tidak memiliki perbedaan. Selain itu pada saat sample sel belum diletakkan ditengah-tengah cavity maka gangguan osilasi juga belum terjadi sehingga spektral polystyrene bisa dijadikan acuan spektral untuk sample sel-sel. 3.3.2. Transmisi Spektral Sel Biologis Tunggal Sample Sel : Yeast cell (Sel Ragi) Dimensi Sel : 8 – 15 μm Jumlah Sel : 3 sel Hasil Spektral : Gambar 5. Spektral transmisi sel Yeast dari 3 sample dengan ukuran yang berbeda. Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa ketika belum dilakukan pengukuran terhadap semua sel maka spektral transmisi yang berwarna merah muda akan menjadi acuan analisa dan pengukuran terhadap semua jenis sel. Sample Sel : RBC (red blood cell/sel darah merah) Jumlah Sel : 2 sel Hasil Spektral : Gambar 6. Spektral transmisi sel RBC . Sample Sel : WBC (white blood cell/sel darah putih) Jumlah Sel : 2 sel Hasil Spektral : Gambar 7. Spektral transmisi sel WBC. Sebagaimana Gambar 6, hasil transmitansi spektral dari 3 sample sel yeast akan mengalami perbedaan fase spektral. Hal ini diakibatkan karena dimensi/ukuran sel akan berakibat pada faktor pembiasan dan difraksi dalam cavity, sehingga hasil spektral yang terukur akan terpengaruh. Magnitudo spektral akan berbanding lurus dengan dimensi sel sebagaimana hasil spektral yeast-1 yang paling kecil amplitudonya dibandingkan dengan amplitudo spektral yeast- 3. Begitupun hasil pengukuran terhadap spektral RBC dan WBC, sebagaimana Gambar 6 dan 7 akan mengalami perbedaan fase, mode dan magnituda dari transmittansi yang dipancarkan sesuai dengan dimensi dan jumlah sel yang diukur. 4. Hasil dan Pembahasan Dari hasil spektral yang didapatkan untuk masing-masing jenis sel dapat diketahui bahwa varisasi spektral terjadi dalam hal puncak amplitudo, mode spasi, dan jumlah mode transversal order tinggi. Berkaitan dengan tujuan utama penelitian ini maka data spektral dari semua sel-sel tersebut dapat digabungkan untuk menjadi spektral yang ternormalisasi di mana hal ini dapat dilakukan dengan menurunkan range harga panjang gelombang yang ternormalisasi dan range amplitudo yang ternormalisasi sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 5 dan tabel 1. Gambar 8. Spektral sel Yeast, RBC dan WBC yang ternormalisasi dalam panjang gelombang dan magnitudo. Tabel 1 Hubungan Koefisien Spektra pada sel-sel RBC, WBC dan Y RBC1 RBC2 RBC3 RBC4 WBC1 WBC2 Y1 Y2 Y3 RBC1 1 0,84 0,8721 0,9252 0,7016 0,6716 0,843 0,862 0,7993 RBC2 0,84 1 0,9011 0,847 0,757 0,7442 0,820 0,8115 0,8666 RBC3 0,8721 0,9011 1 0,8784 0,7026 0,7241 0,6810 0,7660 0,7314 RBC4 0,9252 0,847 0,8784 1 0,7591 0,7223 0,9068 0,9230 0,8907 WBC1 0,7016 0,757 0,7026 0,7591 1 0,7223 0,9068 0,9230 0,7533 WBC2 0,6716 0,7442 0,7241 0,7223 0,6507 1 0,571 0,6385 0,7465 Y1 0,843 0,820 0,6810 0,9068 0,6910 0,571 1 0,9699 0,8707 Y2 0,862 0,8115 0,7660 0,9230 0,7690 0,6385 0,9699 1 0,9247 Y3 0,7993 0,8666 0,7314 0,8907 0,7533 0,7465 0,8707 0,9247 1 Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa sel RBC dapat dibedakan dengan sel darah lain berdasarkan acuan korelasi koefesien faktor sebesar 0,8 namun harga tersebut tidak cukup untuk membedakan dengan sel Y. Sedangkan faktor korelasi untuk sel WBC memiliki harga yang cukup rendah di mana hal ini mungkin diakibatkan oleh perbedaan tipe sel WBC yang diukur seperti neurophil dan limfosit. Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa metode OFIS dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan suatu sel dengan membandingkan spektral transmisi yang terukur dengan spektral referensi ketika belum ada sample dan dengan menetapkan garis batas threshold dari semua magnitudo spektral sel yang terukur. Metode ini dapat dilakukan terhadap suatu sel yang tingkat absortivitasnya diabaikan karena dalam analisa spektral tingkat absortivitas tidak berpengaruh terhadap osilasi di dalam cavity. 5. Kesimpulan Optofluidic Cavity cukup berhasil untuk mendeteksi keberadaan sel biologis tunggal di mana salah satu faktor utama yang mendukung sistem deteksi ini adalah konsentrasi analisa dan rancang bangun sistem sensing berdasarkan propagasi berkas dan osilasi pada mode transversal. Dari metode OFIS juga diperoleh data kualitatif dari sel tunggal di mana hal ini dilakukan dengan membandingkan hasil semua transmitansi spektral. Metode ini perlu digabungkan dengan fenomenda absorbansi dan emisi spektal sel karena banyak sel yang memiliki karakteristik optik tersebut [7]. Sehingga dapat diharapkan spektral transmisi yang terukur akan lebih lebar dari spektrum panjang gelombangnya sehingga keakurasian deteksi akan lebih tercapai maksimal. 6. Ucapan Terima Kasih Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Gunawan Witjaksono, Ph.D (OptoElektronika/Teknik Elektro UI) atas bimbingannya pada penelitian ini. Daftar Pustaka [1] Beuthan, J., Minet, O., Helfmann, J., Herrig, M., dan Muller, G., 1996. “The spatial variation of the refractive index in biological cells.“ Phys. Med. Biol. 41(3): 369-382. [2] Backman, V., Wallace, M. B., and Arendt, L.T., 2000. “Detection of preinvasive cancer cells.“ Nature 406 (6791): 35-36. [3] Emmelkamp, J., Wolbers, F., Anderson, H., DaCosta, R.S., Wilson, B.C., Vermes, I., and Berg, A.V.D., 2004. “The potential of auto fluorescence for the detection of single living cells for label-free cell sorting in microfluidie systems.“ Electrophoresis 25(21/22):3740-3745. [4] Romano, A.C., Espana, E.M, Yoo, S.H., Budak, M.T., Wolosin, J.M., and Tseng, S.C.G, 2003. “Different cell sizes in human limbal and central corneal basal epithelia measured by confocal microscopy and flow cytometry.” Investig. Ophithalmol. Vis.Sci., 44(12): 5125-5129. [5] Xie, C.G., and Li, Y. Q., 2003. “Confocal micro –Raman spectroscopy of single biological cells using optical trapping and shifted excitation difference techniques.” Journal Appl.Phys., l93(5) : 2982-2986. [6] Gurajar, R.S., Backman, V., Perelman, L.T., and Georgakoudi, I., 2001. “Imaging human epithelial properties with polarizod light scattering spectroscopy.“ Nature Medical 7(11) : 1245-1248. [7] Tarsa, P.B., Wist, A.D., Rabinowitz, P., and Lehmann, K.K., 2004. “Single-cell detection by cavity ring-down spectroscopy.” Appl.Physics Lett. 85(19): 4523-4525. [8] Katz, A., Alimova, A., Rudolph, M.Xu.E., Shah, M.K., Savage, H.E., Rosen, R.B., and et al., 2003. “Bacteria size determination by cavity elastic light scattering.” IEEE J.Sel.Topics Quantum Electron 9(2): 277-287.