ABSTRAK Tatik Mariyani, M0400010. PENGARUH KONSENTRASI DAN JENIS DETERJEN SABUN CUCI TERHADAP STRUKTUR MIKROANATOMI BRANCHIA DAN PERTAMBAHAN BERAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus L.). Skripsi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Sebelas Maret. Deterjen merupakan salah satu bahan kimia yang sangat diperlukan dan banyak digunakan oleh manusia. Pembuangan sisa penggunaan deterjen ke dalam air secara langsung dan berlebihan akan mengganggu kehidupan organisme air, terutama ikan, karena seluruh kehidupan ikan berada di dalam air. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui : (i) pengaruh konsentrasi dan jenis deterjen terhadap pertambahan berat ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) serta (ii) pengaruh konsentrasi dan jenis deterjen terhadap struktur mikroanatomi banchia ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) Ada 2 jenis deterjen yang digunakan dengan kandungan LAS yang berbeda. Ikan yang digunakan adalah ikan Nila (Oreochromis niloticus L.). Penelitian percobaan ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Variabel bebas : jenis dan konsentrasi deterjen; variabel terikat : pertambahan berat ikan dan struktur mikroanatomi branchia ikan Nila Oreochromis niloticus L.) . Parameter lingkungan (DO, pH, dan suhu) sebagai variabel pendukung terhadap variabel terikat. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis ANAVA untuk menganalisis kualitas air : DO, pH, dan suhu. Sedangkan kerusakan struktur mikroanatomi branchia ikan menggunakan analisa deskriptif. Dari analisis dapat disimpulkan deterjen jenis B pada konsentrasi 0,45 mg/L menghambat pertambahan berat ikan nila sedangkan deterjen jenis A pada konsentrasi 0,5 mg/L menghambat pertambahan ikan nila. Pada deterjen jenis A dan B pada konsentrasi 0,4 mg/L merusak struktur mikroanatomi branchia ikan nila tingkat I, konsentrasi 0,45 mg/L menyebabkan kerusakan tingkat II, konsentrasi 0,5 mg/L menyebabkan kerusakan tingkat III. Kerusakan ditandai dengan adanya edema / pembengkakan sel, terjadinya hiperplasia dan keluarnya sel eritrosit dari pembuluh darah yang terdapat pada lamela sekunder. Kata kunci : pengaruh, Oreochromis niloticus L., jenis dan konsentrasi. 1 ABSTRACT Tatik Mariyani. M0400010. THE EFFECT OF CONCENTRATION AND THE DETERGENT TYPE OF SOAP TO THE EFFECT OF MICROANATOMY STUCTURE BRANCHIA AND TO THE INCREASING OF THE WEIGH( Oreochromis niloticus L. A thesis of F MIPA UNS. Detergent is one of chemical compound that is very usefull for human being. Water pollution caused by the residu ot the use of detergent in large and directly will cause negative effect to water organism, especially fish, because fish live in water. The purpose of this research are : (i) to know the effect to the concentration and the detergent type of soap to the increasing of the weigh of Oreochromis niloticus L. and (ii) to know the effect of the concentration and the detergent type of soap to branchia microanatomy structure of Oreochromis niloticus L. There were two types of detergent with different LAS concentration. Oreochromis niloticus L. was used in this research. The research used randomized completed test (CDR), with the independent variable : the type and the concentration of detergent; and the dependent variable : the increasing of the weight of fish and increasing of the structure of branchia microanatomy of Oreochromis niloticus L. The environment parameters (DO, pH, and temperatures) were used as complement variableto the dependent variable. The research uses ANOVA test to analyze the quality of water : DO, pH, and temperatures. The writer used descriptive analyze the damage of structure of branchia microanatomy of the fish. Further analysis can explain deterjen type B in concentration 0,5 mg/L influence the gaining of weight of the fish and deterjen type A in concentration 0,45 mg/L influence the gaining of weight of the fish. Deterjen type B and type A in concentration 0,4 mg/L damage structure of branchia microanatomy of nila fish in the level I, concentration 0,45 mg/L in the level II, concentration 0,5 mg/L in the level III. The damage of structure of branchia microanatomy of nila fish showed by the swelling of the cell, hyperplasia and the separation of eritrocyt cell from secunder lamella. Key word : influence, Oreochromis niloticus L, type and concentration. 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran deterjen terutama di kota-kota besar, berpotensi ke tingkat kritis bila melihat tingkat penggunaannya yang meningkat pesat baik jumlah maupun kualitasnya. Hal ini berdampak pada naiknya tingkat pencemaran di lingkungan perairan sekitar permukiman penduduk, termasuk di sungai-sungai yang menjadi sumber air baku bagi perusahaan air minum. Deterjen merupakan zat yang bersifat toksik atau racun, jika tertelan dalam tubuh, karena di dalam deterjen terdapat zat aktif permukaan (surfaktan). Hal ini mengkhawatirkan, karena senyawa tersebut bersifat karsinogenik atau dapat menimbulkan kanker bila terakumulasi dalam jangka waktu lama dalam tubuh. Kandungan surfaktan yang terlalu banyak, tidak mudah terurai di alam dan diuraikan dengan teknik pengolahan yang ada di Indonesia (Siswono, 2000). Akibatnya, bila masuk ke sungai atau terserap dalam tanah dapat mengancam biota air dan menurunkan kualitas air (Indraswati, 2005). Keras–lunaknya suatu deterjen ditentukan oleh pH (derajat keasaman dan kebasaan) bahan kimia di dalam deterjen, terutama dari bentuk rantai kimia dan jenis gugus fungsi surfaktan. diketahui bersifat korosif. Dari pH deterjen yang sangat basa (9,5-12), Hal ini dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Deterjen dengan gugus fungsi sulfonat bersifat lebih keras dibandingkan gugus fungsi karboksilat (Siswono, 2000). Deterjen banyak diproduksi dengan macam dan konsentrasi surfaktan yang berbeda-beda. Surfaktan yang banyak digunakan tidak tercantum di dalam 3 kemasan deterjen adalah surfaktan yang memiliki gugus fungsi sulfonat. Hal ini berarti deterjen-deterjen yang ada di pasaran termasuk deterjen yang bersifat keras. Semakin keras deterjen, semakin memberi pengaruh buruk terhadap air, karena larutan deterjen tersebut akan menaikkan pH air, sehingga dapat menggangu kehidupan organisme perairan. Ikan yang hidup di dalam air yang mengandung larutan deterjen akan terkena dampak langsung dari tercemarnya air, karena seluruh proses kehidupannya berada di dalam air. Sistem pernafasan ikan akan mengalami ketidakseimbangan, hal ini disebabkan oleh tersumbatnya operculum dan lembar branchia akibat terlarutnya senyawa dalam deterjen yang diserap oleh ikan. Atas dasar hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Deterjen Sabun Cuci Bubuk Terhadap Struktur Mikroanatomi Branchia dan Pertambahan Berat Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.).” B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh konsentrasi dan jenis deterjen sabun cuci bubuk terhadap pertambahan berat ikan Nila (Oreochromis niloticus L.). 2. Mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh konsentrasi dan jenis deterjen sabun cuci bubuk terhadap struktur mikroanatomi branchia ikan Nila (Oreochromis niloticus L.). 4 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan khasanah ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya, sehubungan dengan pengaruh deterjen sabun cuci bubuk terhadap pertambahan dan struktur mikroanatomi branchia ikan Nila (Oreochromis niloticus L.). 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusahaan industri untuk memproduksi deterjen sabun cuci bubuk yang lebih ramah lingkungan. b. Memberikan informasi ilmiah bagi masyarakat tentang efek deterjen sabun cuci bubuk terhadap kehidupan organisme perairan. 5 II. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat 1. Bahan : a. Hewan Uji Ikan Nila (Orechromis niloticus L.) yang didapat dari tempat penjualan bibit ikan di Janti Klaten. (Rasio ikan terpendek : ikan terpanjang tidak lebih dari 1 :1,5) (EPA, 1975). b. Deterjen sabun cuci bubuk (jenis A : LAS 28%, jenis B : LAS 29%). c. Makanan ikan yang berupa pelet d. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk membuat preparat mikroanatomi yaitu preparat irisan (section) dengan metode parafin, terdiri dari : larutan Bouin, toluol, alkohol bertingkat (30% - 100%), Haematoxylin Ehrlich – Eosin, canada balsam, mayers albumin, xylol dan parafin, air untuk pemeliharaan hewan uji, formalin 4% untuk awetan ikan, film untuk fotomikrografi merk Fuji ASA 200. 2. Alat : Bejana uji dengan kapasitas 15, aerator dan perlengkapannya, DO meter elektrik, kertas label, termometer air raksa, pH meter, alat tulis, gelas ukur, saringan ikan, mikroskop cahaya, alat fotomikrografi, timbangan manual; alat untuk pembuatan preparat mikroanatomi berupa : bak paraffin, gelas benda, gelas penutup, mikrotom putar, oven, thermostat, botol flakon, holder kayu. 6 B. Cara Kerja Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi : pengambilan sampel, analisis sampel, aklimasi hewan uji, uji pendahuluan, uji sesumgguhnya (full scale test). 1. Pemilihan sampel Sampel deterjen sabun cuci bubuk dipilih 2 dari berbagai macam deterjen dengan konsentrasi LAS yang berbeda (jenis A dan jenis B). 2. Aklimasi hewan uji Aklimasi hewan uji bertujuan untuk mengadaptasikan hewan uji terhadap kondisi laboratorik. Hewan uji dipelihara dalam bejana selama 10 hari dan diberi makan 1 kali seharí, selanjutnya selama 24 jam sebelum perlakuan tanpa diberi makan dan air pemeliharaan disuplai O2 dengan aerator. Ikan yang sakit dan mati dikeluarkan dari bejana. 3. Uji pendahuluan Uji pendahuluan bertujuan untuk mengetahui LC-50 ikan Nila terhadap deterjen sehingga dapat diketahui konsentrasi yang akan digunakan untuk uji sesungguhnya. Variasi konsentrasi deterjen yang digunakan untuk uji pendahuluan yaitu 0 mg/L, 1 mg/L, 1.5 mg/L, 2 mg/L. Setiap perlakuan diulang 2 kali untuk tiap jenis deterjen. Jumlah ikan yang digunakan sebanyak 10 ekor setiap bejana, tolok ukur yang diamati adalah jumlah hewan uji yang mati setiap 96 jam (LC50-96). 7 4. Uji sesungguhnya (full scale test) Variasi deterjen yang digunakan untuk uji sesungguhnya yaitu 0 mg/L, 0.4 mg/L, 0.45 mg/L, 0.5 mg/L. Setiap perlakuan diulang 2 kali untuk tiap jenis deterjen. Jumlah ikan yang digunakan sebanyak 10 ikan setiap bejana, tolok ukur yang diamati adalah berat dan struktur mikroanatomi branchia. 5. Kadar DO Pengukuran DO menggunakan DO meter elektrik dengan mencelupkan ujung elektroda ke dalam 5 cm air uji. Pembacaan skala DO dilakukan setelah elektroda tercelup di dalam air selama kurang lebih 5 menit. Pengukuran dilakukan 2 kali sehari, pagi dan siang. 6. pH Pengukuran pH menggunakan pH meter elektrik. pH meter dikaliberasi terlebih dahulu kemudian elektroda dicelupkan ke dalam 5 cm air uji. Pengukuran dilakukan 2 kali sehari, pagi dan siang. 7. Suhu Pengukuran suhu menggunkan termometer air raksa. Termometer dimasukkan ke dalam air dan didiamkan beberapa saat sampai skala konstan dan pembacaan skala pada saat termometer masih berada di dalam air uji. Pengukuran dilakukan 2 kali sehari, pagi dan siang. 8. Pengukuran pertambahan berat ikan dengan metode NVC (nutrition value cooefisien). Sebelum dipelihara dalam air yang mengandung deterjen, ikan terlebih dahulu diukur berat, kemudian selama pemeliharaan ikan yang hidup diamati 1 minggu 2 kali sampai 6 hari waktu penelitian. 8 9. Pengukuran kualitas jenis air meliputi warna, bau dan kekeruhan. Pengukuran fisis air juga dilakukan setiap 24 jam sekali selama 96 jam. 10. Pengamatan terhadap struktur mikroanatomi branchia dilakukan pada lamela sekundaria yang selanjutnya dibuat preperat awetan. Diamati dari ikan yang masih bertahan hidup selama pemeliharaan. Menurut Suntoro (1983) preparat dibuat secara irisan dengan metode parafin dan pewarnaan HE. 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Pengaruh konsentrasi deterjen terhadap parameter kimia air uji NO Konsentrasi 1 2 3 4 5 6 7.4 7.4 7.7 7.9 8.1 8.5 Suhu ( C) 26.7 27.5 27.6 28.5 28.9 29.3 DO (ppm) 3.78 3.70 3.47 3.41 3.28 2.42 pH 7.4 7.7 7.9 8.1 8.3 8.5 Suhu (0C) 26.7 27.6 27.7 28.7 29.1 29.6 DO (ppm) 3.77 3.60 3.54 3.37 3.16 2.21 pH 7.7 7.9 8.1 8.3 8.5 8.7 Suhu (0C) 26.9 27.8 27.9 28.7 29.2 29.5 DO (ppm) 3.24 3.14 3.12 3.10 3.09 2.09 pH 6.8 6.8 7.1 7.4 7.7 7.9 Suhu (0C) 25.9 26.8 27.1 27.5 28.1 28.4 DO (ppm) 4.98 4.85 4.80 4.36 3.91 3.69 pH 1 0,4 mg/L 2 0 0,45 mg/L 3 0,5 mg/L 4 Kontrol Waktu / Hari Parameter Tabel 2. Kondisi warna dan bau dengan penambahan deterjen A dan deterjen B Deterjen B Deterjen A Hari Warna Deterjen A Bau Warna Bau 1 + + + + 2 + + ++ ++ 3 ++ ++ +++ +++ 4 ++ ++ ++++ +++ 5 +++ +++ +++++ ++++ 6 +++++ ++++ +++++ ++++ Keterangan : + : jernih ++ : cukup jernih +++ : cukup keruh + + + + : keruh + + + + + : sangat keruh + ++ +++ ++++ 10 : agak amis : cukup amis : amis : sangat amis Perubahan kualitas air uji terjadi selama 6 hari perlakuan, hal ini dapat dilihat pada tabel 1, yaitu terjadinya penurunan O2 diikuti terjadinya kenaikan suhu dan pH. Penurunan DO disebabkan makin tinggi kenaikan suhu makin sedikit oksigen yang terlarut dalam air karena oksigen yang terlarut dalam air yang berasal dari udara sulit berdifusi. Kenaikan suhu selain disebabkan karena penambahan deterjen, disebabkan juga karena oengaruh lingkungan. Sedangkan berdasarkan pengamatan kondisi air yaitu terhadap warna dan bau, air uji rata-rata berbau amis dan berwarna coklat/keruh. Menurut Even and Stepshon (1973); Post (1987) dan Hellawel (1986) dalam Yuli dkk (1993) pengaruh selektif toksikan tidak hanya ditentukan oleh dosis dan waktu yang diberikan pada populasi, tetapi juga harus disertai informasi faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi toksisitas diantaranya yaitu : suhu, pH, dan konsentrasi. DO (disolved oksigen) 4 DO 3 2 0.4 0.45 0.5 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 Hari Gambar 1. Pengaruh konsentrasi deterjen A terhadap perubahan DO selama 6 hari perlakuan 11 DO 5 4 3 2 1 0 0.4 0.45 0.5 0 1 2 3 4 5 6 Hari Gambar 2. Pengaruh konsentrasi deterjen B terhadap perubahan DO selama 6 hari perlakuan Kadar O2 terlarut yang terdapat dalam air uji selama pengamatan memperlihatkan penurunan dari hari 1 hingga hari ke 6 perlakuan. Penurunan terjadi pada perlakuan, yaitu dengan semakin meningkatnya konsentrasi deterjen yang terdapat dalam air uji maka kadar O2 terlarut akan semakin menurun. Deterjen B menyebabkan kadar O2 menurun lebih cepat dibandingkan air uji dengan penambahan deterjen A. Terjadinya penurunan kadar O2 terlarut dalam bejana uji diduga karena adanya proses respirasi yang dilakukan oleh ikan uji sedangkan kondisi air dalam keadaan statik/tidak mengalir. Tabel 3. DO rata-rata pada hari ke-6 setelah penambahan deterjen A dan B serta tanpa perlakuan A B kontrol 0,4 mg/L 0,45 mg/L 0,5 mg/L Rata-rata 1. 4,43a ±0,53 1. 4,43p ± 0,54 2. 3,34b±0,49 2. 2,95q ±0,41 3. 3,28b ± 0,56 3. 2,88q ± 0,44 4. 2,96b ± 0,43 4. 2,69q ± 0,46 3,50 ± 0,74 3,24 ± 0,83 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Dari hasil pengujian secara statistik pada tabel anova diperoleh bahwa F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf 5 % yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara pengaruh konsentrasi deterjen dengan perubahan DO selama pengamatan. Dari tabel dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan kontrol 12 berbeda nyata dengan perlakuan 2, 3, dan 4 pada semua kedua jenis deterjen, sehingga dapat dikatakan mulai konsentrasi deterjen 0,4 mg/L terjadi penurunan kadar DO yang nyata. pH (derajat keasaman) 9 pH 8.5 8 7.5 0.4 0.45 0.5 7 6.5 0 1 2 3 4 5 6 Hari pH Gambar 3. Pengaruh konsentrasi deterjen A terhadap pH selama 6 hari perlakuan 9 8.5 8 7.5 7 6.5 6 0.4 0.45 0.5 0 1 2 3 4 5 6 Hari Gambar 4. Pengaruh konsentrasi deterjen B terhadap perubahan pH selama 6 hari perlakuan Selama 6 hari perlakuan seiring bertambahnya konsentrasi deterjen yang digunakan maka pH air uji juga semakin besar. pH yang semakin meningkat akan 13 membuat kadar O2 semakin menurun karena pH yang tinggi mengakibatkan meningkatnya proses respirasi ikan sehingga kadar O2 yang dibutuhkan semakin besar. Menurut Rifai dan Pertagunawan (1982) untuk dapat mendukung kehidupan air secara wajar, diperlukan perairan dengan nilai pH berkisar antara 5,0 – 9,0. Sehingga pH air uji masih dapat mendukung kehidupan air secara wajar. Tabel 4. pH rata-rata pada hari ke-6 setelah penambahan deterjen A dan B serta tanpa perlakuan A B kontrol 0,4 mg/L a b 1. 7,28 ±0,43 1. 7,29p ±0,44 2. 7,83 ±0,46 2. 7,60pq ±0,37 0,45 mg/L b 3. 7,98 ± 0,40 3. 7,98pq ± 0,44 0,5 mg/L b 4. 8,20 ± 0,37 4. 7,98q ± 0,40 Rata-rata 7,83 ± 0,52 7,65 ± 0,47 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Menurut hasil perhitungan secara statistik diperoleh bahwa F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf 5 % yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel konsentrasi dengan perubahan pH selama pengamatan. Dari tabel dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan 2, 3, dan 4 pada deterjen jenis A. Pada jenis B perlakuan 1, 2, dan 3 tidak berbeda nyata dan perlakuan 4 berbeda nyata, sehingga dapat dikatakan mulai konsentrasi deterjen jenis A 0,4 mg/L terjadi kenaikan pH yang nyata. Pada deterjen jenis B terjadi kenaikan pH dimulai dari konsentrasi 0,5 mg/L 14 Suhu Suhu 30 29 28 27 26 25 0.4 0.45 0.5 0 1 2 3 4 5 6 Hari Suhu Gambar 5. Pengaruh konsentrasi deterjen A terhadap perubahan suhu selama 6 hari perlakuan 30 29 28 27 26 25 0.4 0.45 0.5 0 1 2 3 4 5 6 Hari Gambar 6. Pengaruh konsentrasi deterjen B terhadap perubahan suhu selama 6 hari perlakuan Selama 6 hari perlakuan, suhu air pada bejana uji dengan penambahan deterjen setiap hari mengalami peningkatan. Semakin besar konsentrasi deterjen yang diberikan, suhu air juga semakin besar. Menurut Susanto (1987), bahwa suhu air optimal untuk pertumbuhan dan kehidupan ikan antara 20 0C – 25 0C. Besarnya suhu air yang dipeoleh selama pengamatan berada di atas suhu untuk kehidupan ikan secara normal. Faktor suhu akan mempengaruhi kadar O2 dalam air, suhu yang semakin meningkat akan menurunkan DO dalam air. 15 Tabel 5. suhu rata-rata pada hari ke-6 setelah penambahan deterjen A dan B serta tanpa perlakuan A B kontrol 0,4 mg/L 0,45 mg/L 0,5 mg/L Rata-rata 1. 26,97a±0,71 1. 26,82p±0,44 2. 28,08b±0,98 2. 27,65pq±0,37 3. 28,23b ± 0,98 3. 27,77q ±0,88 4. 28,33b ± 0,98 4. 27,98q ± 0,90 27,87±0,97 27,49±1,05 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Menurut hasil perhitungan secara statistik diperoleh bahwa F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf 5 % yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel konsentrasi dengan perubahan suhu selama pengamatan. Dari tabel dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan 2, 3, dan 4 pada deterjen jenis A. Pada deterjen jenis B perlakuan kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2 dan berbeda nyata dengan perlakuan 3 dan 4, sehingga dapat dikatakan mulai konsentrasi deterjen jenis A 0,4 mg/L terjadi kenaikan suhu yang nyata. Pada konsentrasi deterjen jenis B mulai terjadi kenaikan suhu pada konsentrasi 0,45 mg/L. Berdasarkan analisis lanjut menggunakan metode ANAVA, dapat diketahui bahwa deterjen jenis A dan B sama-sama mempengaruhi penurunan DO dan kenaikan pH yang menghambat pertambahan berat ikan. Walaupun suhu mengalami kenaikan tetapi suhu tidak begitu mempengaruhi pertambahan berat ikan. Hal ini disebabkan karena perubahan DO dan pH dipengaruhi adanya aktivitas di air sehingga sangat berpengaruh langsung terhadap proses respirasi, kecepatan makan dan proses metabolisme ikan. Sedangkan suhu tidak begitu mempengaruhi pertambahan berat ikan karena suhu dipengaruhi oleh faktor lingkungan. 16 2. Pengamatan Pertambahan Berat Ikan Tabel 6. Pertambahan berat rata-rata pada hari ke-6 setelah penambahan deterjen A dan B serta tanpa perlakuan kontrol A B a 1. 6,55 ±2,54 1. 6,60p ± 2,63 0,4 mg/L ab 2. 4,80 ±1,90 2. 4,65pq±1,97 0,45 mg/L 0,5 mg/L Rata-rata ab b 5,11 ± 2,15 5,04 ± 2,21 3. 4,80 ±1,80 3. 4,55pq ±2,50 4. 4,30 ± 2,37 4. 4,35q ± 1,72 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Menurut hasil perhitungan secara statistik diperoleh bahwa F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf 5 % yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel konsentrasi dengan pertambahan berat ikan selama pengamatan. Dari tabel dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2 dan 3 pada deterjen jenis A maupun jenis B. Perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan 4 pada deterjen jenis A maupun jenis B, sehingga dapat dikatakan mulai konsentrasi deterjen jenis A maupun jenis B 0,5 mg/L tidak terjadi pertambahan berat ikan yang nyata. Semakin besar konsentrasi yang diberikan, semakin rendah pertambahan berat yang dialami ikan. Deterjen jenis B lebih menghambat pertambahan berat ikan daripada deterjen jenis B. Hal ini disebabkan karena bahan kimia (LAS) yang terdapat deterjen B lebih besar dibandingkan deterjen A dan semakin besar konsentrasi yang diberikan maka semakin besar pula substansi pencemar yang mengganggu terjadinya pertukaran gas sehingga proses metabolisme ikan terganggu. 17 3. Pengamatan Struktur Mikroanatomi Branchia Hasil pengamatan branchia secara mikroanatomi diperoleh bahwa kerusakan yang terjadi pada branchia berbeda-beda dengan semakin meningkatnya konsentrasi, maka kerusakan branchia semakin parah, yaitu bersatunya / fusi lamela sekunder yang semakin banyak. Hiperplasia yang menyebabkan fusi dikarenakan ephitelium pada branchia tumbuh bersama-sama dalam masa yang padat dan mengganggu pertukaran gas sehingga menyebabkan kematian pada ikan uji. Kerusakan branchia sudah terjadi pada ikan yang dipelihara pada bejana uji dengan penambahan deterjen 0,4 mg/L, jenis B maupun A. Kerusakan ditandai dengan terbentuknya lakuna pada sel-sel ephitelium lamela sekunder dan terlepasnya lamela sekunder dari jaringan di bawahnya. Kerusakan ini menurut Tandjung (1982) dikategorikan dalam kerusakan tingkat I. Sedangkan kerusakan branchia pada konsentrasi 0,45 mg/L selain terbentuknya lakuna, pada sel-sel ephitelium juga mengalami pembengkakan / edema dan terjadi hiperplasia pada lamela sekunder. Hal ini dikategorikan kerusakan tingkat II. Kerusakan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi. Pada konsentrasi 0,5 mg/L, selain terbentuknya lakuna dan terjadinya edema, lamela sekunder pada branchia mengalami hiperplasia yang menyebabkan lamela sekunder mengalami fusi sehingga sulit dibedakan antara lamela sekunder yang satu dengan yang lain. Kerusakan ini merupakan kerusakan tingkat III. Kerusakan branchia pada bejana uji dengan penambahan deterjen jenis B tidak terlalu berbeda dengan bejana uji dengan penambahan deterjen jenis A. Perlakuan dengan deterjen jenis A, sudah 18 mengalami sedikit hiperplasia. Pada bejana uji kontrol, branchia berwarna merah segar dan struktur mikroanatominya tidak mangalami kerusakan. IV. KESIMPULAN 1. Deterjen jenis B (LAS 29%) pada konsentrasi 0,45 mg/L menyebabkan terhambatnya pertambahan berat ikan. Deterjen jenis A (LAS 28%) pada konsntrasi 0,5 mg/L menyebabkan terhambatnya pertambahan berat ikan. Deterjen jenis B (LAS 29%) lebih menghambat pertambahan berat ikan daripada deterjen jenis A (LAS 28%). 2. Deterjen jenis A dan B pada konsentrasi o,4 mg/L menyebabkan branchia mengalami kerusakan tingkat I, pada konsentrasi 0,45 mg/L mengalami kerusakan tingkat II, pada konsentrasi 0,5 mg/L mengalami kerusakan tingkat III. Kerusakan dapat terlihat dengan adanya edema, hiperplasia pada lamela sekunder branchia dan sel eritrosit yang keluar dari pembuluh darah pada lamela sekunder. 19 PENGARUH KONSENTRASI DAN JENIS DETERJEN SABUN CUCI TERHADAP STRUKTUR MIKROANATOMI BRANCHIA DAN PERTAMBAHAN BERAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus L.) Oleh : Tatik Mariyani M0400010 Surakarta, Pembimbing I Agustus 2008 Pembimbing II Drs. Wiryanto, MSi NIM. 131 124 613 Dr. Prabang. S, MSi NIM. 132 240 171 20