BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang pendidikan harus terus diusahakan. Baik melalui jalur pendidikan sekolah, jalur pendidikan luar sekolah, dan jalur pendidikan keluarga. Jalur pendidikan sekolah yaitu jalur pendidikan yang dilaksanakan di sekolah melalui kegiatan belajar dan mengajar secara langsung berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang. Sedangkan jalur pendidikan keluarga merupakan jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh keluarga yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Sistem penddidikan di Indonesia khususnya di jalur formal terbagi menurut jenjang yang dimulai dari SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Pada masing-masing jenjang mempunyai peranan sendiri. Pada jenjang SMA mempunyai peranan yaitu pembinaan para siswa untuk melanjutkan belajar ke tingkat yang lebih tinggi dan memberikan bekal kemampuan untuk terjun ke masyarakat. Bekal kemampuan yang berupa pengetahuan (ilmu sosial, ilmu eksata, ilmu bahasa dan sebagainya), sikap dan keterampilan, semuanya yang diatur dan digariskan di dalam kurikulum pendidikan. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, antara lain : sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, pengolahan bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi, rasa percaya diri, intelejensi, keberhasilan belajar, kebiasaan dan cita-cita. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, anatra lain : guru, sarana dan prasarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, kurikulum sekolah dan keluarga. Belajar merupakan suatu proses untuk menemukan sesuatu daripada suatu proses untuk mengumpulkan sesuatu. Belajar bukanlah suatu kegiatan 1 2 mengumpulkan fakta-fakta tetapi suatu perkembangan pemikiran yang berkembang dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, prediksi, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dan lain- lain untuk membentuk kontruksi yang baru. Setiap siswa mempunyai cara untuk mengerti sendiri. Maka penting bahwa setiap siswa mengerti kekhasan, keunggulan, dan kelemahannya dalam mengerti sesuatu. Siswa perlu menemukan cara belajar yang tepat bagi mereka sendiri. Setiap siswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkonstruksikan pengetahuannya yang kadang sangat berbeda dengan teman yang lain. Dalam hal ini sangat penting bagi siswa untuk mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok dan juga penting bagi guru menciptakan berbagai macam situasi dan metode yang membantu siswa. Siswa sudah membawa konsep yang bermacam- macam dalam ruang pelajaran sebelum pelajaran formal dimulai. Inilah pengetahuan dasar mereka untuk dapat mengembangkan pengetahuan yang baru, serta dapat membawa perbedaan intelektual, personal, sosial, emosional, dan kultural masuk ruang pelajaran. Ini semua mempengaruhi pemahaman mereka. Latar belakang dan pengertian awal yang dibawa siswa sangat penting dimengerti oleh guru agar dapat membantu memajukan dan mengembangkan sesuai dengan pengetahuan yang lebih ilmiah. Dari permasalahan tersebut peneliti menitik beratkan pada pendekatan konstruksional untuk mengajar siswa pada penelitian ini karena pendekatan ini menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar aktif, serta dalam proses mengajar akan terjalin komunikasi dua arah sehingga dapat meningkatkan peluang bagi guru untuk memperoleh balikan dalam rangka menilai efektifitas pengajaran. Pendekatan konstruktivisme menekankan pada kemampuan mengkonstruk pengetahuan dengan berdasarkan pengetahuan sebelumnya, serta guru bertindak mengarahkan ke tujuan tersebut. Dalam pendekatan ini terdapat beberapa metode mengajar antara lain eksperimen dan demonstrasi. Metode eksperimen 3 memungkinkan siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Sedangkan Metode demonstrasi ialah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik sebenarnya maupun tiruan. Untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik, guru juga perlu memberikan tugas-tugas kepada siswa. Tugas-tugas yang diberikan guru dapat berupa tugas kelompok atau tugas individu. Teknik pemberian tugas ini bertujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang optimal karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melaksanakan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu pelajaran akan lebih terarah. Untuk memahami perkembangan pengetahuan yang diterimanya siswa secara kontinu melaksanakan aktifitas belajar agar kemampuan kognitifnya dapat berkembang dengan baik. Namun aktifitas yang dialami siswa tidak selamanya berjalan lancar. Untuk itu siswa memerlukan bantuan dari orang lain, baik teman sendiri, guru ataupun orang tua mereka. Berdasakan dari latar belakang permasalahan di atas, penulis memandang perlu untuk mengadakan penelitian mengenai : PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DITINJAU DARI PEMBERIAN TUGAS TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Pembangunan di bidang pendidikan harus terus diusahakan. 2. Jalur pendidikan ada tiga, yaitu; jalur pendidikan sekolah, jalur pendidikan luar sekolah, dan jalur pendidikan keluarga. 3. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. 4 4. Pendekatan yang digunakan guru untuk melibatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dapat berupa pendekatan konsrtruktivisme dengan metode eksperimen dan metode demonstrasi. 5. Untuk mencapai hasil belajar yang baik, guru memberikan tugas kepada siswa, baik tugas kelompok maupun tugas individu. 6. Kemampuan kognitif siswa merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa dalam mempelajari fisika. C. Pembatasan Masalah Karena banyaknya permasalahan pada identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah agar penelitian ini dapat mencapai tujuan, ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan pendekatan kontruktrivisme pada pengajaran fisika dalam penelitian ini melalui metode eksperimen dan metrode demonstrasi 2. Untuk mencapai hasil belajar yang baik, guru memberikan tugas kepada siswa, baik tugas kelompok maupun tugas individu. 3. Kemampuan kognitif siswa merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa dalam mempelajari fisika. 4. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah yang merupakan salah satu pokok bahasan di SMA kelas X semester 2, yaitu Suhu dan Kalor. D. Perumusan Masalah Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu : 1. Apakah ada perbedaan pengaruh antara penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen dengan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor? 2. Apakah ada perbedaan pengaruh antara pemberian tugas kelompok dengan tugas individu terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor? 5 3. Apakah ada interaksi antara pengaruh penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme dan metode pemberian tugas terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor ? E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh antara penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen dengan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 2. Mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh antara metode pemberian tugas kelompok dengan tugas individu terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 3. Mengetahui apakah ada interaksi antara pengaruh penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme dan metode pemberian tugas terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para guru, calon guru dan siswa pada umumnya. Manfaat yang penulis harapkan adalah sebagai berikut : 1. Masukan bagi guru fisika dalam menentukan metode mengajar yang tepat dan menguntungkan bagi guru maupun siswa untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa. 2. Sebagai masukan bagi guru fisika tentang pentingnya melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar. 3. Sebagai masukan tentang pentingnya pemberian tugas terhadap kemampuan kognitif siswa. 6 BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti penambahan pengetahuan, kecakapan, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya dan segala aspek yang ada pada individu. Proses tersebut bisa dilakukan oleh setiap manusia dimanapun berada, baik di rumah, di masyarakat, maupun di sekolah. Belajar mempunyai makna yang sangat luas dan kompleks. Pengertian belajar banyak dipengaruhi oleh teori-teori belajar yang dianut oleh seseorang, menurut Hilgard dalam Ngalim Purwanto (1990: 84) mengatakan bahwa: “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu sistem tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulangulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan seseorang” Menurut Lester D Crow & Alice Crow dalam Roestiyah N K (1982: 17) “Belajar ialah perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan dan sikap”. Dalam definisi ini dikatakan bahwa seseorang belajar kalau ada perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dalam menguasai ilmu pengetahuan. Jadi belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, pengamatan dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai- nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. 2. Hakikat Mengajar Definisi mengajar menurut Sardiman A M (2001: 45) dikemukakan sebagai berikut : mengajar adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. 7 Definisi lain yang modern dari negara-negara yang sudah maju menurut Roestiyah N K (1982: 2), Teaching is guidance of learning. Mengajar adalah bimbingan kepada anak dalam proses belajar. Sedangkan guru hanya menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian anak. Sedangkan menurut Alvin W. Howard dalam Roestiyah N K (1982: 2) menegaskan bahwa mengajar adalah suatu aktifitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill, atitudes, pemikiran, penghargaan dan pengetahuan. Dalam pengertian ini guru harus berusaha membawa perubahan tingkah laku yang baik atau berkecenderungan langsung untuk mengubah tingkah laku murid-muridnya, yang menjadikan guru berusaha merumuskan tujuan belajar, cara belajar dan prosesproses penyajian belajar dan berusaha untuk menciptakan kondisi sehingga memungkinkan interaksi edukatif. Bagi kaum konstruktivis mengajar bukanlah kegiatan memudahkan mengarahkan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan jurifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri. Menurut prinsip konstruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik yang dijabarkan sebagai berikut : 1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggungjawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian. 2. Menyediakan atau memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasannya serta mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berfikir secara produktif, menyediakan kesempatan. 3. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran si murid jalan atau tidak. 8 Guru konstruktivis tidak akan pernah membenarkan ajarannya dengan mengklaim suatu jawaban atas suatu persoalan adalah merupakan satu-satunya jawaban yang benar. Jika jawaban siswa tidak sesuai dengan konsep maka guru akan menanyakan bagaimana cara siswa memperoleh jawaban tersebut dan membantu mereka memahami mengapa suatu jawaban yang tidak berlaku untuk suatu keadaan tertentu. Jadi guru perlu belajar untuk mengerti cara berfikir mereka dan membantu memodifikasinya. Dalam hal ini guru bertugas membantu mengaktifkan para siswa untuk berfikir. Hal ini dilakukan dengan membiarkan mereka berjuang dengan persoalan yang ada dan membantu mereka sejauh mereka bertanya dan minta tolong. Guru dapat memberikan orientasi arah tetapi tidak boleh memaksakan arah tersebut. 3. Hakikat Fisika a. Pengertian Fisika Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode- metode yang berdasarkan observasi dan tersusun secara sistematik yang di dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Oleh karena Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, maka Fisika mempunyai ciri-ciri yang tidak jauh berbeda dari IPA. Para ahli IPA memberi batasan tentang pengertian Fisika. Menurut Brandi/Dahmen (1997) dalam Herbert Druxes (1986: 3) menyatakan bahwa “ Fisika adalah suatu uraian tertutup tentang semua kejadian fisikalis yang berdasarkan beberapa hukum dasar. Sejalan dengan itu Gerthsen (1958) dalam Herbert Druxes (1986: 3) menyatakan “Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana mungkin dan berusaha menemukan hubungan antar kenyataan-kenyataan. Pernyataan utama untuk pemecahan persoalan adalah dengan mengamati gejala-gejala tersebut “. Jadi dapat disimpulkan bahwa Fisika adalah ilmu pengetahuan yang menerangkan sifat fisis (massa, energi, gaya, kecepatan, suhu, dsb) dari suatu benda yang diperoleh dengan melakukan penelitian-penelitian disusun secara sistematis dan dijadikan sebagai hukum dasar. 9 b. Tujuan Pengajaran Fisika Tujuan pengajaran merupakan arah yang hendak dicapai oleh setiap strategi pengajaran. Umumnya tujuan pengajaran bersumber dari tujuan lembaga yang mengarah pada tujuan pendidikan umum. Oleh karena itu tujuan pengajaran yang akan dicapai harus ditetapkan dan dirumuskan dengan jelas, cepat dan tidak boleh bersifat meragukan atau mengandung beberapa arah. Tujuan pendidikan fisika adalah sebagai berikut : 1). Mengembangkan pola pikir ilmiah. 2). Mengembangkan pengetahuan. 3). Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk melancarkan komunikasi ide-ide. 4). Mengembangkan nilai-nilai, apresiasi dan sikap ilmiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dalam mengajarkan Fisika hendaknya : 1). Merangsang perhatian siswa 2). Merangsang keingintahuan siswa 3). Menimbulkan keinginan siswa untuk mengkreasikan konsep yang diterima. 4). Mengajarkan Fisika sebagai konsep. 5). Menekankan pada pemikiran dan penalaran bukan hafalan. 4. Pendekatan Pengajaran Kontruktivisme a. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan (konstruksi) orang itu sendiri. Pengetahuan seseorang akan suatu benda bukankah tiruan benda itu, melainkan konstruksi pemikiran seseorang akan benda tersebut. Tanpa keaktifan seseorang mencerna dan membentuknya, seseorang tidak akan mempunyai pengetahuan. Oleh karena itu, Piaget menyatakan secara ekstrem bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari otak guru yang dianggap tahu bila murid tidak mengolah dan membentuknya sendiri. Proses pembentukan pengetahuan itu terjadi apabila seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapan dengan 10 tantangan, rangsangan atau persoalan. Dengan proses asimilasi dan akomodasi itu pengetahuan seseorang akan dikembangkan. Pembentukan pengetahuan itu pertama-tama ditentukan oleh kegiatan atau keaktifan orang itu sendiri dalam berhadapan dengan persoalan, bahan, atau lingkungan baru. Orang itu sendirilah yang membentuk pengetahuannya. Namun ini tidak berarti bahwa orang lain atau lingkungan sosial lain tidak mempunyai peranan. Orang-orang atau lingkungan sosial lain mempunyai peranan dalam pembentukan pengetahuan tersebut sebagai yang memacu, mengkritik dan menantang sehingga proses pembentukan pengetahuan lebih lancar. Teori Piaget seringkali disebut konstruktivisme personal karena lebih menekankan keaktifan pribadi seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. b. Pengertian Pendekatan Kontruktivisme Salah satu faktor yang menentukan bagi tercapainya tujuan pendidikan fisika ialah pendekatan-pendekatan didalam proses belajar mengajar didasarkan pada karakteristik bidang fisika yaitu berkembang atas dasar pengukuran dan pengalaman siswa tentang peristiwa-peristiwa di alam ini. Salah satu pendekatan tersebut ialah pendekatan konstruktivisme. Bagi konstruktivisme kegiatan belajar adalah kegiatan aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Menurut Betterncourt (1989); Shymansky (1992); Watts dan Pope (1989) dalam Paul Suparno (1996: 62), “Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka”. Paul Suparno (1996: 62) mengungkapkan bahwa “Belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk mengungkap fakta. Belajar itu suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pemikiran yang berbeda”. Siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Belajar yang berarti terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik dan proses memperbaiki tingkat pemikiran yang tidak lengkap. 11 Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa proses belajar dengan konstruktivisme adalah suatu proses transfer ilmu yang melibatkan keaktifan siswa dengan struktur kognitif tertentu yang telah terbentuk sebelumnya dengan membentuk dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dalam situasi dan pengalaman yang baru. c. Pola Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstuktivisme Dalam Perencanaan Pengajaran. Pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme secara garis besar terdiri dari tahapan penerimaan (reception) dan pengembangan (extended learning), atau secara lebih terinci adanya tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Invitation : dimana guru memanfaatkan struktur kognitif yang telah ada pada siswa untuk membahas konsep-konsep sehingga siswa tergugah untuk memotivasinya untuk belajar. 2) Eksplorasi : yang menyangkut interaksi siswa dengan lingkungan alam atau lingkungan fisik sekitarnya. Dalam tahapan ini guru bertindak sebagai fasilitator agar siswa secara aktif menggunakan konsep-konsep baru. 3) Solusi : dimana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang menyangkut konsep/prinsip yang baru diterimanya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan atau yang dihadapi. 4) Tindak lanjut/follow up : dimana siswa mengembangkan sikap dan perilaku untuk berkembang lebih jauh. Dengan pola belajar melalui pendekatan konstruktivisme para siswa diajak aktif membahas konsep-konsep dan prinsip baru yang diperkenalkan kepada mereka sebelumnya, sehingga konsep baru akan terjalin dengan struktur kognitif siswa. d. Penerapan Pendekatan Pengajaran Konstruktivisme Melalui Metode Eksperimen. Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaannya sendiri daripada hanya menerima penjelasan dari guru 12 atau buku. Sehingga siswa dapat mengamati dan membuktikan sendiri hal–hal yang dipelajari. Penerapan pendekatan konstruktivisme melalui metode ini akan mencapai hasil yang diharapkan bila dilengkapi dengan LKS nantinya siswa dihadapkan pada pertanyaan dan kegiatan yang dapat memotivasi siswa untuk mempelajari hal-hal yang baru. Selain itu dapat menggali kemampuan siswa yang sudah ada sebelumnya. Jadi dalam hal ini siswa menjadi aktif. Kelebihan metode eksperimen adalah : 1). Membuat peserta didik percaya pada kebenaran kesimpulanpercobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau buku. 2). Peserta didik aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukannya. 3). Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berfikir ilmiah. 4). Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif, realistis dan menghilangkan verbalisme. 5). Hasil belajar menjadi kepemilikan peserta didik yang bertalian lama. Sedangkan kekurangan metode eksperimen adalah : 1). Memerlukan peralatan percobaan yang komplit. 2). Dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang memerlukan waktu yang lama. 3). Menimbulkan kesulitan bagi guru dan peserta didik apabila kurang berpengalaman dalam penelitian. 4). Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada kesalahan menyimpulkan. e. Penerapan Pendekatan Pengajaran Konstruktivisme Melalui Metode Demonstrasi Tidak semua materi pelajaran yang dijelaskan guru dapat diterima oleh semua siswa dengan mudah. Hal ini disebabkan karena tingkat perkembangan berfikir yang berbeda. Materi pelajaran yang dipelajari akan lebih jelas dan mudah 13 dipahami siswa dengan melihat langsung pada benda, proses, dan hasil belajar yang ditunjukkkan oleh guru. Metode demonstrasi ialah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik sebenarnya maupun tiruan. Metode ini sering disertai dengan penjelasan lisan. Metode ini baik ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses bekerjanya sesuatu dan lain- lain. Metode ini juga dapat mencapai hasil yang lebih baik jika dilengkapi dengan LKS. Karena dengan LKS diharapkan dapat menggali pengetahuanpengetahuan siswa yang sudah ada sebelumnya, dan nantinya dengan demonstrasi siswa diarahkan oleh guru untuk mempelajari materi yang baru dengan mengamati demonstrasi yang dilakukan guru sehingga dapat melengkapi pengetahuan yang sudah ada pada siswa sebelumnya. Kelebihan metode demonstrasi adalah : 1). Membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan konkret. 2). Memudahkan peserta didik memahami bahan pelajaran. 3). Proses pengajaran akan lebih menarik. 4). Merangsang peserta didik untuk lebih aktif. 5). Melalui metode ini dapat disajikan materi peelajaran yang tidak mungkin atau kurang sesuai dengan metode lain. Kekurangan metode demonstrasi adalah : 1). Memerlukan ketrampilan guru secara khusus. 2). Fasilitas harus memadai. 3). Memerlukan waktu yang banyak. 4). Memerlukan kesiapan dan perencenaan yang matang. 5. Metode Pemberian Tugas Menurut Roestiyah N K (1998: 130 ) metode pemberian tugas atau penugasan diartikan sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik di sekolah ataupun 14 di rumah secara perorangan atau berkelompok. Tugas dapat diberikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tentang mata pelajaran tertentu, atau permasalahan yang harus dibahas dan dicari penyelesaiannya dengan diskusi. Tugas ini dapat diberikan dalam bentuk tertulis, lisan, mengumpulkan sesuatu, ataupun mengadakan observasi. Teknik pemberian tugas digunakan dengan tujuan agar siswa lebih mantap. Karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melaksanakan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi. Hal ini terjadi karena siswa mendalami situasi atau pengalaman yang berbeda, waktu menghadapi masalah-masalah baru. Dengan kegiatan melaksanakan tugas, siswa aktif belajar dan merasa terangsang untuk meningkatkan belajar yang baik, memupuk inisiatif dan berani bertanggung jawab sendiri. Dan diharapkan mampu menyadarkan siswa untuk selalu memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajarnya, dengan mengisi kegiatan yang berguna. Dengan demikian tugas yang diberikan guru diharapkan dapat merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun kelompok. 6. Evaluasi Pendidikan Dalam memutuskan hasil pengukuran perlu adanya suatu kriteria pembanding sehingga dapat diambil suatu keputusan yang merupakan penilaian. Jadi penilaian dapat diartikan sebagai proses pengambilan keputusan berdasarkan data hasil pengamatan yang dibandingkan dengan kriteria tertentu. Menurut Ngalim Purwanto (1990: 3), evaluasi pendidikan adalah penkasiran/penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan murid-murid ke arah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Di dalam batasan tersebut tersirat bahwa tujuan evaluasi pendidikan ialah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan murid dalam pencapaian tujuan kurikuler. Disamping itu juga dapat digunakan oleh guru atau supervisor untuk mengukur 15 atau menilai sampai di mana keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode mengajar yang digunakan. 7. Kemampuan Kognitif Kemampuan kognitif adalah kemampuan persepsi, ingatan, dan berfikir yang sangat berperan dalam pendidikan. Menurut Benjamin S. Bloom dalam M. Chabib Thoha, M.A (1989 : 28-29) kemampuan kognitif dibagi menjadi 6, sedangkan dalam penelitian ini kemampuan kognitif yang akan di kembangkan adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan, meliputi : Kemampuan mengingat fakta-fakta Kemampuan menghafalkan rumus, definisi, prinsip dan prosedur Kemampuan mendiskripsikan b. Pemahaman, meliputi : Mampu menerjemahkan (pemahaman terjemahan) Mampu menafsirkan, mendiskripsikan secara verbal Pemahaman ekstra polusi Mampu membuat estimasi c. Aplikasi, meliputi : Kemampuan menerapkan materi palajaran dalam situasi baru Kemampuan menerapkan prinsip atau generalisasi pada situasi baru Dapat menyusun problem-problem sehingga dapat menerapkan generalisasi Dapat mengenali hal-hal yang menyimpang dari prinsip dan generalisasi Dapat mengenali fenomena baru dari prinsip dan generalisasi Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi Dapat menentukan tindakan tertentu berdasarkan prinsip dan generalisasi Dapat menjelaskan alasan penggunaan prinsip dan generalisasi d. Analisis, meliputi : Dapat memisahkan suatu integritas menjadi unsur-unsur, menghubungkan antar Unsur dan mengorganisasikan prinsip-prinsip 16 Dapat mengklasifikasikan prinsip- prinsip Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu Meramalkan kualitas / kondisi Mengetengahkan pola, tata hubungan materi yang dihadapi 8. Suhu dan Kalor A. Pengertian Suhu Panas dingin dapat dirasakan lewat indera peraba tetapi indera peraba tidak dapat mengukur derajat panas dinginnya suatu zat. Derajat panas dingin suatu zat disebut suhu. Sifat Termometrik Zat Sebagai dasar pengukuran suhu adalah sifat termometrik suatu zat. Yaitu kepekaan suatu zat terhadap perubahan suhu. Misalnya volume benda bertambah jika suhunya naik, warna benda dapat berubah jika suhunya berubah dan lainliannya. Suhu yang diukur sama besarnya dengan skala yang ditunjukkan oleh termometer pada saat terjadinya keseimbangan termal antara zat dengan termometer itu. Alat pengukur suhu adalah termometer yaitu buatan Celcius, termometer Reamur dan termometer Fahrenheit. 1. Skala Suhu Untuk menentukan sistem skala suhu digunakan titik acuan bawah dan titik acuan atas. Titik acuan bawah yaitu titik lebur es pada tekanan 1 atm. Titik acuan atas adalah suhu titik didih air pada tekanan 1 atm. Pada gambar skala suhu menunjukkan 0 C = 0 R = 32 F merupakan titik acuan bawah. Dan 100 C = 80 R = 212 F merupakan titik acuan atas. Sehingga berlaku hubungan : 17 tR = [ 4 4 tC = ( t F - 32) ] 0 R 5 9 tC = [ 5 5 ( t F - 32) = t R ] C 9 4 tF = [ 9 9 tC + 32 = t R + 32 ] 0 F 5 4 2. Suhu Kelvin Dalam sistem internasional (SI) satuan suhu adalah kelvin (K). Hubungan kelvin dengan derajat celcius adalah : T = tC + 273 Dimana : T : suhu dalam satuan kelvin (K) tC : suhu dalam satuan derajat celcius ( C ) B. Pemuaian Pemuaian adalah peristiwa yang terjadi pada zat jika suhunya naik. Pada umumnya suatu zat jika suhunya naik akan memuai dan menyusut jika suhunya turun, kecuali bahan atau zat tertentu pada daerah perubahan suhu dekat dengan titik lebur. 1. Muai Panjang Pertambahan panjang suatu benda jika suhunya dinaikkan. Dapat dinyatakan dengan rumus : l = l0 T Dengan l = lt - l0 dan T = T - T0 Keterangan : l0 : panjang benda mula- mula (m) l : pertambahan panjang benda (m) : koefisien muai panjang ( K 1 atau C 1 ) T : kenaikkan suhu (K atau C ) lt : panjang benda setelah kenaikkan suhu (m) T : suhu akhir benda (K atau C ) 18 T0 : suhu awal benda (K atau C ) 2. Muai Luas Pertambahan luas bidang jika suhu dinaikkan. Dapat ditulis dengan rumus: A = A0 T Dengan A = A - A0 Keterangan : A0 : luas bidang benda mula- mula ( m 2 ) A : pertambahan luas ( m 2 ) : koefisien muai luas ( K 1 atau C 1 ) T : kenaikkan suhu (K atau C ) A : luas bidang setelah kenaikkan suhu ( m 2 ) 3. Muai Ruang Pertambahan volume suatu benda jika suhunya dinaikkan, dirumuskan : V = V0 T Dengan V = V - V0 Hubungan antara koefisien muai panjang ( ), koefisien muai luas ( ) dan koefisien muai volume ( ) adalah : = 3 = 2 4. Muai Gas Ada tiga kemungkinan jika sejumlah gas suhunya dinaikkan, yaitu : 1. volume tetap tekanan berubah 2. tekanan tetap volume berubah 3. tekanan dan volume berubah C. Kalor Salah satu bentuk energi yang dapat menyebabkan perubahan suhu suatu benda disebut kalor. Kalor yang diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhunya adalah : 19 1. Sebanding dengan massa benda 2. Sebanding dengan kenaikkan suhu, dan dapat dirumuskan : Q = m c T Dengan Q : jumlah kalor yang diserap/dilepas (kalori atau joule) m : massa benda (gram atau kilogram) c : kalor jenis ( kal/ g c atau joule/ kg c) T : perubahan suhu ( C atau K) 1 Kalori = 4,184 joule Jika sejumlah kalor Q menghasilkan perubahan suhu suatu benda sebesar T , kapasitas kalor C didefinisikan sebagai : C= Q T Dalam satuan SI, satuan kapasitas kalor adalah kalor/ C Kalor jenis merupakan karakteristik termal suatu benda. Berdasarkan persamaan di atas tampak bahwa kalor jenis sama dengan kapasitas kalor persatuan massa, sehingga satuan SI-nya adalah JKg 1K 1 . c= C m Dari persamaan di atas dapat dinyatakan rumus umum kalor, yaitu : Q = m c T = C T Misalkan benda yang diukur kalor jenisnya bermassa m1 dan memiliki suhu awal T1 . Suatu zat cair yang bermassa m2 yang suhu awalnya T2 ditempatkan dalam sebuah gelas dan ditempatkan dalam suatu sistem tertutup yang disebut kalorimeter. Benda m1 dicelupkan ke dalam zat cair dan suhu campuran ( Ta ) keduanya dicatat. Banyaknya kalor yang diserap oleh benda yang dingin/suhu rendah (dalam hal ini banda m1 ) Q1 sama dengan banyaknya kalor yang dilepas oleh benda yang panas/suhu tinggi (zat cair) Q2 . Dengan demikian diperoleh bahwa : 20 Qterime Qlepas atau Q1 = Q2 Persamaan ini disebut hukum kekekalan energi kalor atau Asas Black yang menyatakan bahwa kalor yang diterima sama dengan kalor yang dilepaskan. Bila dinyatakan dalam massa m, kalor jenis c, dan perubahan suhu T , persamaan bisa ditulis sebagai : m1 c1 T1 = m2 c2 T2 m1 c1 ( T1 - Ta ) = m2 c2 ( Ta - T2 ) dimana m1 : massa benda satu m2 : massa benda dua c1 : kalor jenis benda satu c1 : kalor jenis benda dua T1 : suhu awal benda satu T2 : suhu awal benda dua Ta : suhu campuran D. Perubahan Wujud Zat Perubahan wujud dari padat menjadi cair disebut melebur. Suhu dimana zat mengalami peleburan disebut titik lebur zat. Kejadian yang sebaliknya adalah membeku, yaitu perubahan wujud dari cair menjadi padat. Suhu dimana zat mengalami pembekuan disebut titik beku. Ada dua sifat dalam peristiwa melebur dan membeku yaitu suhu ketika zat padat melebur sama dengan suhu ketika zat cair membeku bila perubahan berlangsung pada tekanan sama dan suhu zat tidak berubah ketika sedang melebur atau membeku. Perubahan wujud dari cair menjadi uap (gas) disebut menguap. Pada peristiwa penguapan dibutuhkan kalor. Penguapan hanya terjadi pada permukaan zat cair dan dapat terjadi pada sembarang suhu, sedangkan mendidih merupakan peristiwa penguapan yang terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya terjadi pada suhu tertentu yang disebut titik didih. Proses kebalikan dari menguap adalah mengembun, yaitu perubahan wujud dari uap menjadi cair. 21 Ketika sedang berubah wujud, baik melebur, membeku, menguap dan mengembun, suhu zat tetap, walaupun ada pelepasan atau penyerapan kalor. Dengan demikian ada sejumlah kalor yang dilepaskan atau diserap pada saat perubahan wujud zat, tetapi tidak digunakan untuk menaikkan atau menurunkan suhu. Kalor semacam ini disebut kalor laten dan disimbolkan dengan huruf L. Jadi kalor laten adalah kalor yang dibutuhkan oleh suatu zat untuk mengubah wujudnya per satuan massa zat. Dengan demikian dapat dirumuskan : Q=mL Ada suatu proses perubahan yang unik yaitu menyublim, yaitu peristiwa perubahan wujud dari zat padat langsung menjadi uap tanpa melalui wujud cair. Untuk air peristiwa menyublim terjadi bila es dipanaskan pada tekanan atmosfer yang rendah yaitu di bawah 0,00602 atm. Peristiwa menyublim ini dimanfaatkan dalam proses pengawetan makanan yaitu proses pengeringan beku. E. Perpindahan kalor 1. Konduksi Konduksi adalah perpindahan kalor yang tidak diikuti perpindahan massa atau perpindahan zat. Atom- atom ujung A yang dipanaskan bergetar dengan hebat. Atom- atom ini akan memberikan sebagaian energi kepada atom tetangga, hingga atom tetangga juga bergetar. Atom tetangga ini memberikan sebagian energi kepada atom tetangga yang lain, begitu seterusnya sehingga perpindahan kalor sampai diujung B. Jumlah kalor yang berpindah tiap detik dirumuskan : kAT Q = d t Q : banyaknya kalor (J) A : luas permukaan ( m 2 ) 22 k : konduktivitas termal zat (J/ m 2 K) t : waktu (s) d : ketebalan dinding (m) T : perbedaan suhu antara kedua ujung keping (K) 2. Konveksi Konveksi adalah perpindahan kalor yang mengikuti perpindahan partikelpartikel zat perantara. Perpindahan ini dapat terjadi pada benda alir. Dirumuskan : Q = h A T t Q : banyaknya kalor (J) t : waktu (s) T : perbedaan suhu antara kedua ujung keping (K) A : luas permukaan ( m 2 ) h : koefisien termal (J/ m 2 sK) 3. Radiasi Radiasi adalah perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara. Kalor dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Sebenarnya tiap benda memancarkan energi. Tetapi dalam keseimbangan benda tersebut juga menyerap energi sebesar yang dipancarkan. Energi yang dipancarkan/diserap benda setiap detik setiap satuan luas dirumuskan : Q = A T 4 = e A T 4 t Q : banyaknya kalor (J) t : waktu (s) A : luas permukaan ( m 2 ) : tetapan umum = 5,672. 108 W/ m 2 K 4 e : emisivitas benda, benda hitam sempurna e = 1 T : suhu mutlak (K) 23 B. Kerangka Berfikir Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas maka dapat dikemukakan kerangka berfikir dalam penelitian ini yaitu kemampuan kognitif siswa dipengaruhi oleh metode pemberian tugas dan metode pengajaran. 1. Pengaruh Pendekatan Pengajaran Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa. Faktor pemilihan pendekatan pengajaran melalui metode mengajar turut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini karena dengan menggunakan pendekatan pengajaran melalui metode mengajar yang sesuai dengan materi maka siswa akan lebih mudah memahami materi yang sedang disampaikan. Metode mengajar yang sesuai dengan pendekatan konstruktivisme adalah metode eksperimen dan metode demonstrasi. Pembelajaran fisika dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi dengan cara menyajikan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik sebenarnya maupun tiruan. Sedangkan dalam pembelajaran fisika dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen memungkinkan siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Hal ini menyebabkan siswa lebih tertarik pada materi yang disampaikan. Dengan demikian diharapkan siswa pada pembelajaran fisika dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen mempunyai kemampuan kognitif lebih baik daripada siswa yang dalam proses belajar menggunakan pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi. Dengan adanya perbedaan penerapan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi mungkin menyebabkan adanya perbedaan pemahaman konsep yang tertanam dalam diri pribadi siswa. Hal ini mungkin akan menyebabkan adanya perbedaan kemampuan kognitif siswa. 2. Pengaruh Metode Pemberian Tugas Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa. Keberhasilan siswa dalam belajar, banyak dipengaruhi oleh faktor intern maupun ekstern. Untuk menunjang keberhasilan siswa maka guru memberikan tugas kepada siswa, baik tugas individu maupun kelompok. Dengan adanya tugas tersebut siswa tidak hanya menerima suatu konsep yang diberikan oleh guru, 24 tetapi siswa juga ikut aktif dalam proses belajar, namun siswa yang mendapat tugas kelompok cenderung lebih mengandalkan kemampuan teman yang lain dibandingkan dengan siswa yang mendapat tugas secara individu, mereka akan berusaha menyelesaikan tugas dengan baik. Dengan adanya perbedaan pemberian tugas yang diberikan kepada siswa mungkin menyebabkan adanya perbedaan pemahaman konsep yang tertanam dalam diri pribadi siswa. Hal ini mungkin akan menyebabkan adanya perbedaan kemampuan kognitif siswa. 3. Interaksi Pemberian Tugas, Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa. Interaksi adalah hubungan saling mempengaruhi antara komponen satu dengan komponen yang lain. Bagaimanapun baiknya penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode mengajar yang digunakan oleh guru, bila tidak didukung dengan pemberian tugas yang sesuai dengan materi yang disampaikan maka keberhasilan belajar siswa bisa saja mengalami kegagalan. Disisi lain bagaimanapun tingginya kemampuan awal yang dimiliki siswa bila tidak didukung dengan penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode mengajar yang tepat oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran, maka keberhasilan belajar siswa tidak optimal. Dengan demikian pemberian tugas dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme melalui metode mengajar secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Untuk memperjelas kerangka berfikir di atas berikut ini digambarkan kerangka berfikir, sebagai berikut : 25 Tugas Individu Kelompok Eksperimen Metode Eksperimen Tugas Kelompok Kemampuan awal Kemampuan Kognitif Tugas Individu Kelompok Kontrol Metode Demonstrasi Tugas Kelompok C. Pengajuan Hipotesis Dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis yaitu sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pengaruh antara penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasa Suhu dan Kalor 2. Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan metode pemberian tugas kelompok dengan tugas individu terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 3. Ada interaksi antara pengaruh penggunaan penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme dan metode pemberian tugas terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gemolong kelas X semester 2 tahun pelajaran 2005/2006. SMA Negeri 1 Gemolong dipilih menjadi tempat penelitian karena jumlah kelas mendukung untuk pelaksanaan penelitian, selain itu memiliki fasilitas yang memadai untuk penelitian. 2. Waktu Penelitian Penulis melakukan penelitian ini melalui tiga tahap. Adapun tiga tahap tersebut sebagai berikut : a. Tahap persiapan, meliputi : pengajuan judul, pembuatan proposal penelitian, permohonan perizinan kepada lembaga terkait, b. Tahap pelaksanaan, meliputi : pengarahan penelitian pada sekolah yang bersangkutan, instrumen penelitian, pelaksanaan mengajar, pengambilan data, c. Tahap penyelesaian, meliputi : menganalisis data, menyusun laporan penelitian dan konsultasi pada pembimbing. B. Metode Penelitian 1. Pelaksanaan Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan rancangan sebagai berikut : Tabel 1.1 Rancangan Penelitian : B B1 B2 A1 A1B1 A1B2 A2 A2 B1 A2 B2 A 27 Keterangan: A : Penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme B : Metode pemberian tugas A 1 : Melalui metode eksperimen A 2 : Melalui metode demonstrasi B 1 : Metode pemberian tugas individu B 2 : Metode pemberian tugas kelompok Pada penelitian ini digunakan empat kelas, kelas pertama sebagai kelompok eksperimen dengan perlakuan metode pemberian tugas kelompok dan diberi pendekatan pengajaran konstruktivisme dengan melalui metode eksperimen, kelas kedua sebagai kelompok eksperimen dengan perlakuan metode pemberian tugas individu dan diberi pendekatan pengajaran konstruktivisme dengan melalui metode eksperimen, kelas ketiga sebagai kelompok kontrol dengan perlakuan metode pemberian tugas kelompok dan diberi pendekatan pengajaran konstruktivisme dengan melalui metode demonstrasi serta kelas keempat sebagai kelompok kontrol dengan perlakuan metode pemberian tugas individu dan diberi pendekatan pengajaran konstrktivisme dengan melalui metode demonstrasi. 2. Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu : a. Variabel bebas: penggunaan pendekatan konstruktivisme dan pemberian tugas. 1). Pendekatan Konstruktivisme a). Definisi operasional : Pendekatan kontruktivisme adalah suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya dan guru membantu membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan siswa atau peran guru dalam hal ini sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan baik. b). Skala Pengukuran : Nominal 28 c). Kategori : Penggunaan metode eksperimen dan metode demonstrasi. 2). Pemberian Tugas a). Definisi Operasional : Pemberian tugas adalah suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik di sekolah maupun di rumah secara perseorangan atau berkelompok. b). Skala pengukuran : nominal c). Kategori : Pemberian tugas kelompak dan individu b. Variabel Terikat adalah kemampuan kognitif Definisi operasional : Kemampuan kognitif adalah kemampuan persepsi, ingatan dan berfikir yang sangat berperan dalam pendidikan yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi dan sintesis. Skala Pengukuran : Interval C. Penetapan Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA N I Gemolong tahun pelajaran 2005/ 2006, yang terdiri dari 7 kelas yaitu kelas X A sampai kelas X G. 2. Sampel Dari populasi tersebut diambil empat kelas sebagai subyek penelitian, yaitu kelas XA, XB, XC, dan XD. Siswa pada masing-masing kelas dipilih secara acak untuk diberi perlakuan yang berbeda yaitu metode pengajaran eksperimen dan demonstrasi serta dilengkapi dengan pemberian tugas kelompok maupun individu. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik Tes Teknik tes menggunakan tes yang dibuat sebagai instrumen yang harus memenuhi persyaratan. Baik dalam hal derajat kesukaran, daya pembeda, 29 reliabilitas dan validitasnya. Sebelum digunakan tes harus diujicobakan dulu pada subyek di luar populasi. Teknik Dokumentasi Suharsimi Arikunto (1998: 236) menyatakan bahwa “metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya”. Metode ini digunakan dalam penelitian untuk mengetahui kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Adapun jenis dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah nilai Fisika semester 1 untuk kelas X. E. Instrumen Penelitian Sebelum tes digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu diadakan uji coba soal untuk mengetahui kualitas soal yang digunakan. Untuk mendapatkan perangkat tes yang berkualitas, syarat yang harus dipenuhi adalah tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitas. a). Tingkat Kesulitan dan Derajat Kesulitan Soal yang baik secara uji statistik adalah soal yang mempunyai taraf kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah, dengan tujuan soal tersebut dapat terselesaikan dengan baik. Untuk mengetahui taraf kesukaran dari masing-masing item soal digunakan rumus : P B JS dimana : P : Derajat kesulitan B : jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar JS : jumlah seluruh siswa peserta tes Klasifikasi derajat kesukaran soal tes adalah sebagai berikut : - Item dikategorikan sukar jika 0,10 < P 0,30 - Item dikategorikan sedang jika 0,30 < P 0,70 30 - Item dikategorikan mudah jika 0,70 < P 1,00 Tingkat kesukaran item yang dipakai dalam penelitian ini adalah 0,30 < P 0,70, yaitu soal dengan kriteria sedang. b). Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan masing-masing soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang bodoh, untuk mengetahui daya pembeda dari masing-masing item tes digunakan rumus : D BA BB JA JB dimana : D : daya pembeda JA : banyak peserta kelompok atas JB : banyak peserta kelompok bawah BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar Penggolongan daya pembeda: 0,00 < P 0,20 = kurang 0,20 < P 0,40 = cukup 0,40 < P 0,70 = baik 0,70 < P 1,00 = baik sekali Dalam penelitian ini, kriteria daya pembeda yang dipakai 0,20 – 0,70 yaitu soal yang cukup dan baik. c). Validitas Tes Perangkat tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak dan seharusnya diukur. Sedangkan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Untuk mengetahui validitas tes tersebut digunakan teknik analisis butir soal dengan korelasi point biserial : rpbis M p Mt S1 p q 31 rpbis : koefisien korelasi point biserial MP : rerata skor dari subyek yang menjawab betul item yang dicari validitasnya. M t : rerata skor total. S1 : standar deviasi dari skor total p : proporsi siswa yang menjawab benar q : proporsi siswa yang menjawab salah (q =1-p) (Suharsimi Ari Kunto, 2001: 79) Kriteria validitas soal adalah sebagai berikut: rpbis > rtabel : soal valid rpbis rtabel : soal invalid (drop) d). Reliabilitas Test Reliabilitas adalah keajegan suatu tes yang apabila diteskan kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek yang tidak sama dalam waktu yang sama. Untuk menghitung reliabilitas test digunakan rumus K–R20 dengan persamaan sebagai berikut : 2 n S pq r11 S2 n 1 Keterangan: r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan n : banyaknya item p : proporsi siswa yang menjawab item dengan benar q : proporsi siswa yang menjawab item dengan salah (q =1-p) pq : jumlah hasil perkalian antara p dan q S : standar deviasi dari tes ( standar deviasi adalah akar varians) Untuk rumus varians total : x x N 2 2 S2 N 32 Dimana : X : skor N : banyaknya skor (Suharsimi Ari Kunto, 2001: 101) Kriteria reliabilitas adalah : r11 < 0,20 : sangat rendah 0,20 < r11 0,40 : rendah 0,40 < r11 0,60 : agak rendah 0,60 < r11 0,80 : cukup 0,80 < r11 1,00 : tinggi Kriteria reliabilitas : soal dikatakan reliabel jika r11 > rtabel F. Teknik analisis Data 1. Uji Kesamaan Keadaan Awal Untuk menguji kesamaan keadaan awal kedua kelompok sampel digunakan uji t dua pihak. Sedang hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H0 : Tidak ada perbedaan keadaan awal siswa antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan (1= 2) H1 : Ada perbedaan keadaan awal siswa antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan (1 2). Adapun teknik uji yang digunakan adalah uji-t dua ekor, dengan rumus : t= X1 X 2 (Sudjana, 2002: 239) 1 1 S n1 n 2 dengan : (n1 1) s1 (n2 1) s 2 n1 n2 2 2 s2 = 2 33 dimana : X 1 : skor rata-rata keas eksperimen X 2 : skor rata-rata kelas kontrol n1 : jumlah sampel kelas eksperimen n2 : jumlah sampel kelas kontrol. S12 : varians kelas eksperimen. S22 : varians kelas kontrol. S : Simpangan baku Kriteria : H0 diterima jika –ttabel thitung ttabel H0 ditolak jika thitung > ttabel atau thitung < -ttabel 2. Uji Prasyarat Analisis Uji Normalitas Uji normalitas adalah uji untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dengan Hipotesis : H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Langkah-langkah : 1) Pengamatan X1, X2, X3, ……., Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ……, Zn menggunakan rumus berdasarkan ubahan x dan SD merupakan rata-rata (x) dan simpangan (SD) maka Z dirumuskan : Z1 x1 x SD 2) Data dari sampel tersebut kemudian diurutkan dari skor terendah sampai skor tertinggi. 34 3) Untuk tiap bilangan baku dengan menggunaan daftar distribusi normal kemudian dihitung peluang. 4) Menghitung perbandingan antara nomor subyek 1 dengan subyek n yaitu : S( Z1 ) i n 5) Mengambil selisih antara F(Z1) – S(Z1) dan ditentukan harga mutlaknya. 6) Mengambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut sebagai Lo. Untuk pengujian hipotesis digunakan rumus sebagai berikut : Lo = IF (Z1) – S (Z1) Imaks Signifikasi 5% (Ltabel) sampel berasal dari populasi yang normal atau tidak maka menggunakan uji Barttlet. Uji Homogenitas Variansi Untuk pengujian homogenitas digunakan uji Barttlet. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1) Menghitung SS j X j S2j (X j ) 2 nj SS j n j 1 MSer SS j F 2) Statistik Uji 2 2,303 F log MS er F j log S 2j C C 1 1 1 1 3(k 1) Fj F Fj = nj – 1 Dimana : nj : cacah pengukuran pada sampel ke-j F : derajat bebas untuk MSerror = N – k 35 : 1, 2, 3, ……., k J Fj : nj – 1 = derajat bebas untuk S2j k : cacah populasi 3) Hasil 2 dibandingkan dengan 2 (1 - )( k-1 ). Jika 2 < 2 (1 - )( k-1 ) maka H0 diterima, berarti populasinya homogen, tetapi jika 2 2 (1 - )( k-1 ) maka Ho ditolak, berarti populasi tidak homogen. Pengujian Hipotesis a. Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Frekuensi Sel Tak Sama Anava digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan efek dua faktor A dan B serta interaksi terhadap variabel terikat. 1) Model Xijk : + I + j + ij + ijk Xijk : pengamatan ke-k di bawah faktor A kategori i, faktor B kategori j. i : 1, 2, 3, …, p ; p : cacah kategori A j : 1, 2, 3, …, q ; p : cacah kategori A k : 1, 2, 3, …., n ; n : cacah kategori pengamatan setiap sel : rerata besar I : efek faktor A kategori i j : efek faktor B kategori j ij : interaksi antara faktor A dan B ijk : Galat yang terdistribusi normal 2) Hipotesis H0A : i = 0 untuk semua harga i : Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan pengajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. H1A : i 0 untuk paling sedikit satu harga i. 36 : Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan pengajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. : j = 0 untuk semua harga j. H0B : Tidak ada perbedaan pengaruh antara pemberian tugas individu dan kelompok terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. : j 0 untuk paling sedikit satu harga j. H1B : Ada perbedaan pengaruh antara pemberian tugas Individu dan kelompok terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. H0AB : ij = 0 untuk semua harga ij. : Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme dan pemberian tugas terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. H1AB : ij 0 untuk paling sedikit satu harga ij. : Ada interaksi antara pengaruh penggunaan penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme dan pemberian tugas terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 3) Komputasi a). Tabel data B B1 B2 A1 A1B1 A1B2 A2 A 2 B1 A 2 B2 A 37 Keterangan : A : Penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme B : Metode pemberian tugas A 1 : Melalui metode eksperimen A 2 : Melalui metode demonstrasi B 1 : Metode pemberian tugas individu B 2 : Metode pemberian tugas kelompok b). Tabel Jumlah AB B B1 B2 Total A1 A1B1 A1B2 A1 A2 A2B1 A2B2 A2 Total B1 B2 G A A1 = A1B1 + A1B2 dan A2 = A2B1 + A2B2 B1 = A1B1 + A2B1 dan B2 = A1B2 + A2B2 G = A1 + A2 = B1 + B2 c). Rerata Harmonik nh pq n ij 1 n ij pq 1 1 1 ..... n 11 n 12 n pq d). Komponen Jumlah Kuadrat (1) G2 pq (2) = tidak perlu Ai' 2 (3) = q e). Jumlah Kuadrat SSa = n h { (3) – (1) } (4) B 'j2 p (5) ABij2 38 SSb = n h { (4) – (1) } SSab = n h { (5) – (4) – (3) + (1) } SSer = SS ij SStot = n h { (5) – (1) } + SS ij f). Derajat Kebebasan dfa = p -1 dfb = q -1 dfab = (p –1) (q-1) dferr = pq (n –1) = N - pq dftot = N –1 g). Rerata Kuadrat MSa = SSa / dfa MSb = SSb / dfb MSab = SSab / dfab MSerr = SSerr / dferr h). Statistik Uji Fa = MSa / MSa Fab = MSab / MSab Fab = MSab / MSab i). Daerah Kritik Fa F ; p –1, N-pq Fb F ; q –1, N-pq Fab F ; (p –1)(q –1), N-pq j). Keputusan Uji H01 ditolak jika Fa F ; p –1, N-pq H02 ditolak jika Fb F ; q –1, N-pq H03 ditolak jika Fab F ; (p –1)(q –1), N-pq 39 k). Rangkuman Uji Sumber variansi SS df MS F P A SSa dfa MSa Fa < atau > B SSb dfb MSb Fb < atau > Interaksi (AB) SSab dfab MSab Fab < atau > Kesalahan Total SSerr dferr MSerr Efek Utama b. Uji Komparasi Ganda Untuk mengetahui perbedaan rerata setiap pasang baris, setiap pasang kolom dan setiap pasang sel diadakan komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe, karena metode tersebut akan menghasilkan cacah beda rerata signifikan yang paling sedikit. Komparasi rerata antar baris FA X i X j 2 1 1 MS err n i n j Komparasi rerata antar kolom FB X i Xj 2 1 1 MS err n i n j Komparasi rerata antar sel FAB X ij X kl 2 1 1 MS err n ij n kl dimana: X i = rerata pada baris ke i X j = rerata pada baris ke j X i = rerata pada kolom ke i 40 Xj = rerata pada kolom ke j X ij = rerata pada sel ke ij X kl = rerata pada sel ke kl ni = cacah observasi pada baris ke i nj = cacah observasi pada baris ke j n.i = cacah observasi pada kolom ke i n.j = cacah observasi pada kolom ke j nij = cacah observasi pada sel ke ij nkl = cacah observasi pada sel ke kl Daerah Kritik Komparasi antar baris DKA : FA F (p-1) F ; p-1, N-pq Komparasi antar kolom DKB : FB F (q-1) F ; p-1, N-pq Komparasi antar sel DKAB : FAB F (p-1)(q-1) F ; (p-1)(q-1), N-pq 41 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas pertama adalah metode mengajar dan variabel bebas kedua adalah pemberian tugas, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan kognitif siswa pada Pokok Bahasan Suhu dan Kalor siswa kelas X Semester 2 SMA N 1 Gemolong Tahun Ajaran 2005/2006. 1. Data Nilai Kemampuan Awal Kemampuan awal digunakan untuk mengetahui apakah memenuhi prasyarat dalam analisis. Dalam penelitian ini kemampuan awal berasal dari nilai Ulangan Umum kelas X semester I, karena penelitian dilaksanakan pada semester II. Jumlah siswa kelompok eksperimen adalah 79 siswa terbagi dalam dua kelas yaitu kelas XC dan kelas XA. Sedangkan untuk kelas kontrol berjumlah 80 siswa terbagi juga dalam dua kelas, yaitu kelas XB dan kelas XD. Untuk lebih jelasnya kemampuan awal siswa dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1. Data Nilai Kemampuan Awal Siswa K Eksperimen K Kontrol XC XA XB XD Jumlah Siswa 40 39 40 40 Mean 66.1250 66.4103 67.2500 67.8250 Nilai Tertinggi 76 76 77 78 Nilai Terendah 60 59 62 56 Standar Deviasi 3.9105 4.4940 4.2230 5.0833 Variansi 15.2917 20.1957 17.8333 25.8404 Modus 64 64 66 67 Median 65.5 65 66.5 67.5 42 2. Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kemampuan kognitif siswa pada Pokok Bahasan Suhu dan Kalor untuk kelas X Semester 2 SMAN 1 Gemolong adalah tertulis pada tabel 4.2 sebagai berikut : Tabel 4.2. Data Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Pokok Bahasan Suhu dan Kalor K Eksperimen K Kontrol XC XA XB XD Jumlah Siswa 40 39 40 40 Mean 74.0250 71.1026 70.0000 69.0250 Nilai Tertinggi 83 83 80 80 Nilai Terendah 60 60 57 57 Standar Deviasi 4.8436 6.1078 5.8922 5.5631 Variansi 23.4609 37.3050 34.7179 30.9481 Modus 77 70 73 70 Median 73 70 70 70 B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Uji normalitas untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas data penelitian dengan menggunakan metode Lilliefors disajikan dalam tabulasi berikut : Tabel 4.3. Harga Statistik Uji Beserta Harga Kritik Pada Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa Lobs N Ltabel (N,0.05) - Kelas XC 0.1141 40 0,1401 - Kelas XA 0.1345 39 0,1419 - Kelas XB 0.1239 40 0,1401 - Kelas XD 0.0636 40 0,1401 Perlakuan 1. Kelompok Eksperimen 2. Kelompok Kontrol 43 Dari tabel 4.3 di atas harga statistik uji Lobs dari masing-masing kelompok tidak melebihi harga kritiknya. Sehingga diperoleh keputusan bahwa Ho diterima. Ini berarti bahwa sampel-sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil selengkapnya lihat lampiran 10. Tabel 4.4 Harga Statistik Uji Beserta Harga Kritik Pada Uji Normalitas Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Lobs N Ltabel (N,0.05) - Kelas XC 0.1209 40 0,1401 - Kelas XA 0.1219 39 0,1419 - Kelas XB 0.1050 40 0,1401 - Kelas XD 0.1286 40 0,1401 Perlakuan 1. Kelompok Eksperimen 2. Kelompok Kontrol Dari tabel 4.4 di atas harga statistik uji Lobs dari masing-masing kelompok tidak melebihi harga kritiknya. Sehingga diperoleh keputusan bahwa Ho diterima. Ini berarti bahwa sampel-sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil selengkapnya lihat lampiran 17. 2. Uji Homogenitas Hasil uji homogenitas pada nilai kemampuan awal diperoleh harga 2 hit = 2.89 yang tidak melebihi harga 2 pada taraf signifikansi 5 %, dk = 3 yaitu 2tab = 7.815, karena 2 hitung < 2 tabel berarti sampel berasal dari populasi yang homogen. Hasil selengkapnya lihat lampiran 14. Uji homogenitas pada prestasi belajar Fisika diperoleh harga 2hit= 2.29 yang tidak melebihi harga 2 pada taraf signifikansi 5 % dk = 3 yaitu 2tab = 7.815, berarti sampel berasal dari populasi yang homogen. Hasil selengkapnya lihat lampiran 21. 44 3. Uji Kesamaan Kemampuan Awal Siswa Hasil pengujian kesamaan kemampuan awal siswa dengan menggunakan uji-t dua ekor diperoleh thitung antara kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah -1,81. Sedangkan t0,975;157 = 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) diterima. Jadi tidak ada perbedaan kemampuan awal antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol. C. Hasil Pengujian Hipotesis 1.Analisis Variansi Dua Jalan Dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas dapat diketahui bahwa prasyarat uji telah terpenuhi, maka data yang diperoleh dapat dianalisis dengan anava dua jalan. Dari hasil uji Anava dua jalan (2x2) diperoleh harga Fa = 11.721; Fb = 4.781; dan Fab = 1.194. Harga Ftabel pada taraf signifikansi 5% dengan dk = 1 dan jumlah kesalahan (error) 155 atau F(0,05; 1.155) diperoleh harga 3.91. Hasil pengujian ini terangkum dalam tabel 4.5. sebagai berikut : Tabel 4.5. Rangkuman Hasil Analisis Variansi 2 Jalan Isi Sel Tidak Sama Sumber SS df MS Fobs F P Baris (A) 370.04083 1 370.04083 11.721 3.91 < 0.05 Kolom (B) 150.93255 1 150.93255 4.781 3.91 < 0.05 Interaksi (AB) 37.68350 1 37.68350 1.194 3.91 > 0.05 Kesalahan 4893.53974 155 31.57122 - - - Total 5452.19663 158 - - - - Efek Utama Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 22. Keputusan uji dari hasil analisis ini adalah berupa kesimpulan hasil pengujian hipotesis, yakni : a. Fa = 11.721 > F0.05; 1.155 = 3.91 maka Ho1 ditolak . Keputusan uji tolak H01. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan pengajaran konstruktivisme melalui 45 metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. b. Fb = 4.781 > F0.05; 1.155 = 3.91 maka H02 ditolak. Keputusan uji tolak H02. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara metode pemberian tugas individu dan kelompok terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. c. Fab = 1.194 < F0.05; 1.155 = 3.91 maka H03 diterima. Keputusan uji tolak H01. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme dan metode pemberian tugas terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 2. Uji Komparasi Ganda Dari hasil analisis statistik Anava dimana Ho ditolak maka untuk mengetahui beda reratanya digunakan uji komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe. Selanjutnya data yang telah dihitung terangkum dalam tabulasi sebagai berikut : Tabel 4.6. Rangkuman Uji Komparasi Ganda Rerata i Xj Fij 1 1 MS er ( ) ni n j Harga X Komparasi Rerata Statistik Uji Xi Xj P Kritik A1 vs A2 72.58228 69.51250 11.864 3.91 < 0.05 B1 vs B2 72.01250 70.05063 4.846 3.91 < 0.05 Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 23. Dari tabel 4.6. di atas dapat disimpulkan hasil uji beda rerata sebagai berikut : 1. FA12 = 11.864 > F0.05; 1.155 = 3.91 maka Ho DITOLAK. 46 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara baris A1 (Pendekatan Konstruktivisme dengan metode eksperimen) dengan baris A2 (Pendekatan Konstruktivisme dengan metode demonstrasi). 2. FB12 = 4.846 > F0.05; 1.155 = 3.91 maka Ho DITOLAK. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (metode pemberian tugas indvidu) dan kolom B2 (metode pemberian tugas kelompok). D. Pembahasan Hasil Analisis 1. Fa = 11.721 F0,05;1.155 = 3.91 Hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara penggunaan pendekatan pengajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. Dengan melihat perbedaan reratanya maka pembelajaran menggunakan metode eksperimen dan melalui metode demonstrasi maka dapat dikemukakan bahwa metode eksperimen ternyata memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan menggunakan metode demonstrasi, hal ini dikarenakan pada metode eksperimen siswa dapat secara langsung melakukan percobaan sendiri, mengamati suatu obyek dan menarik kesimpulan sendiri sehingga akan mempermudah dalam pembuktian suatu konsep fisika. Dengan cara melakukan eksperimen ini, siswa akan lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri. Selain itu dengan metode ini diharapkan siswa akan lebih memahami arti konsep fisika yang sesungguhnya sehingga tidak dapat menimbulkan verbalisme dalam suatu konsep fisika. Sedangkan dengan metode demonstrasi siswa hanya dapat melihat peragaan saja tanpa mempunyai ide atau gagasan untuk menemukan suatu permasalahan yang timbul. Maka dari itu dari kedua metode di atas, terbukti bahwa pembelajaran dengan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa dibanding dengan metode demonstrasi. 47 2. Fb = 4.781 > F0,05;1.155 = 3.91 Hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh antara metode pemberian tugas individu dan kelompok terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. Dengan melihat perbedaan reratanya penggunaan pembelajaran dengan pemberian tugas individu dan tugas kelompok, maka ini menunjukkan bahwa siswa yang diberi pembelajaran dengan pemberian tugas individu akan lebih baik prestasinya dibanding siswa yang diberi pembelajaran dengan tugas kelompok. Karena siswa yang diberi tugas secara individu, akan berusaha mengerjakan dengan dirinya sendiri, dan tidak ketergantungan dengan orang lain. Disamping itu siswa yang diberikan tugas secara individu akan terangsang untuk meningkatkan belajar yang lebih baik, memupuk inisiatif dan berani bertanggung jawab sendiri. Sehingga dengan beban pemberian tugas secara individu, siswa akan merasa terbebani dan lama-kelamaan akan merasa bahwa tugas individu adalah beban dan tanggung jawab pribadi, sehingga siswa dengan sendirinya akan tetap berusaha untuk mengerjakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya, karena tugas itu merupakan tugas untuk dirinya. Berbeda dengan siswa yang diberikan tugas secara kelompok, siswa dalam satu kelompok akan merasakan bahwa tugas yang diberikan kepadanya adalah tugas bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk seluruh siswa satu kelompok. Dengan demikian beberapa siswa akan saling ketergantungan dan juga ada beberapa siswa yang hanya ikut kelompok tetapi tidak mengerjakan, karena tanpa mengerjakanpun sudah ada temannya yang mau mengerjakan tugas itu. 3. Fab = 1.194 < F0,05;1.155= 3.91 Hal ini berarti tidak terdapat interaksi antara penggunaan metode pengajaran dan model pemberian tugas terhadap kemampuan kognitif siswa pada Pokok Bahasan Suhu dan Kalor. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kemampuan kognitf siswa yang diajar dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen selalu lebih baik dibanding dengan metode demonstrasi baik pada siswa yang diberikan tugas secara individu maupun tugas kelompok. Disamping Itu, kemampuan kognitif pada 48 siswa yang diberi tugas secara individu selalu lebih baik disbanding dengan siswa yang diberi tugas kelompok, baik yang diberi pengajaran dengan metode eksperimen maupun demonstrasi. Penggunaan metode mengajar yang tepat yang sesuai dengan materi yang diajarkan akan memberikan hasil kemampuan kognitif siswa yang optimal. Selain itu pemberian tugas juga akan mempengaruhi kemampuan kognitif siswa. Pemberian tugas secara individu pada siswa yang diberikan metode pengajaran dengan eksperimen akan lebih baik, karena siswa akan mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih tinggi. Penggunaan metode yang tepat dan model pemberian tugas yang sesuai akan mengakibatkan meningkatnya kemampuan kognitif siswa, sebaliknya kurang tepatnya metode mengajar dan model pemberian tugas yang tidak sesuai justru akan menurunkan kemampuan kognitif siswa. 49 BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data yang berhasil diperoleh dan dianalisis seperti di muka, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan pengajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. Siswa yang mendapatkan dengan metode eksperimen menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pengajaran Fisika dengan menggunakan metode demonstrasi. 2. Terdapat perbedaan pengaruh antara pemberian tugas individu dan kelompok terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. Siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan tugas individu mempunyai kemampuan kognitif yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan tugas secara kelompok. 3. Tidak terdapat interaksi antara pengaruh penggunaan penerapan pendekatan pengajaran konstruktivisme dan pemberian tugas terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Berdasarkan hasil penelitian, maka secara teoritis hasil penelitian tersebut dapat berguna sebagai berikut : 1. Memperkuat teori belajar bahwa salah satu faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi belajar adalah metode belajar yang tepat. 2. Memperkuat teori belajar bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar Fisika adalah dengan memberikan model pemberian tugas sesuai. 3. Merupakan pijakan bagi penelitian berikunya. 50 2. Implikasi Praktis Hasil penelitian secara praktis adalah sebagai berikut : 1. Pembelajaran menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi disertai model pemberian tugas yang sesuai dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dalam proses belajar mengajar Fisika pada Pokok Suhu dan Kalor. 2. Penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi disertai pemberian tugas yang sesuai dapat digunakan sebagai variasi dan model strategi belajar mengajar yang efektif sehingga diharapkan kualitas pembelajaran Fisika dapat ditingkatkan. 3. Penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi dan model pemberian tugas dapat digunakan sebagai alternatif pilihan metode mengajar Fisika yang efektif, sehingga meningkatkan kemampuan kognitif siswa pada konsep Suhu dan Kalor. C. Saran Sehubungan dengan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian serta dalam usaha lebih mengembangkan dan meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah, maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Kepada Kepala Sekolah atau lembaga penyelenggaraan pendidikan diharapkan selalu memperhatikan beberapa sarana atau fasilitas pembelajaran yang dapat menunjang proses belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), khususnya Fisika sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal. 2. Kepada siswa hendaknya selalu mempersiapkan diri sebelum pelajaran dimulai sehingga dapat tercapai proses belajar mengajar yang baik. 3. Kepada guru bidang studi IPA, khususnya Fisika agar menggunakan metode mengajar yang tepat serta dapat memvariasikan model pemberian tugas sehingga siswa tidak merasa bosan dan selalu termotivasi untuk belajar 51 DAFTAR PUSTAKA Budiyono. 2004. Statistik Dasar Untuk Penelitian. Surakarta : UNS Press. Chabib Thoha, M. 1990. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kebijaksanaan Umum Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas Foster, Bob. 2004. Terpadu Fisika SMA Jilid I B Untuk Kelas X. Jakarta : Erlangga. Herbert Druxes, Fritz Siemsien, Dan Gernor Born. 1986. Kompendium Didaktik Fisika. (diterjemahan oleh: Soeparmo). Bandung : Remaja Karya. Marthen, Kanginan. 2004. Fisika Untuk SMA Kelas X Semester 2. Jakarta : Erlangga. Nana Sudjana. 1996. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya Ngalim Purwanto. 1988. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remadja Karya. Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya. Paul Suparno. 1996. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius Paul Suparno. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta : Kanisius Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Bandung : Raja Grafindo Persada. Roestiyah. N.K. 1982. Didaktik Metodik. Jakarata : Bina Aksara. Roestiyah. N.K. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarata : PT Rineka Cipta. Slameto. 1991. Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester (SKS). Jakarta : Rineka Cipta. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito Suharsimi Arikunto. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.