sape`: fungsi dan perkembangan alat musik tradisional

advertisement
SAPE’: FUNGSI DAN PERKEMBANGAN ALAT MUSIK TRADISIONAL
SUKU DAYAK KAYAAN DI KALIMANTAN
6$3(¶)81&7,21$1''(9(/230(172)75$',7,21$/086,.$/,167580(17
'$<$..$<$$175,%(,1.$/,0$17$1
Neni Puji Nur Rahmawati
Balai Pelestarian Nilai Budaya Pontianak
Jalan Letjend. Sutoyo Pontianak-Kalbar, 78121
Telepon (0561) 737906; Faksimile (0561) 760707
Pos-el: QHQLBESVQWSWN#\DKRRFRLG
Handphone: 085350812827
Diterima: 16 Juni 2015; Direvisi: 2 September 2015; Disetujui: 26 November 2015
ABSTRACT
6DSH¶6DPSHNLVDWUDGLWLRQDOPXVLFDOLQVWUXPHQWRIWKH'D\DNLQ.DOLPDQWDQHVSHFLDOO\LQWKH'D\DN.D\DDQ
LQ6XQJDL0HQGDODP:HVW%RUQHR'D\DN.D\DDQEHVLGHVWKHUHDUHLQ,QGRQHVLDSDUWLFXODUO\LQWKHSURYLQFH
RI:HVW.DOLPDQWDQDQG(DVW.DOLPDQWDQSURYLQFH$OVRORFDWHGLQ6DUDZDN(DVW0DOD\VLD%DVHGRQKRZ
WR SOD\ 6DSH¶6DPSHN LQFOXGLQJ VWULQJHG LQVWUXPHQWV ZKLOH EDVHG RQ VRXQG VRXUFHV LQFOXGLQJ PXVLNDO
LQVWUXPHQWV.RUGRIRQ7KLVLQVWUXPHQWLVXVXDOO\SOD\HGLQWUDGLWLRQDOHYHQWVLQDORQJKRXVHRUEHWDQJWKH
FRPPXQDOKRXVHRI'D\DN7KHLQVWUXPHQWIXQFWLRQ6DSH¶6DPSHNIRUWKH'D\DNSHRSOHLQ.DOLPDQWDQDPRQJ
others as a means or media of rituals, media of entertainment, media of self-expression, communication media,
dance accompanist, and economic means. 7KLVVWXG\XVHVGHVFULSWLYHTXDOLWDWLYHUHVHDUFKWKURXJKLQWHUYLHZV
obsevation and literature.
Keywords: sape’, WUDGLWLRQDOPXVLFDOLQVWUXPHQW'D\DN.D\DDQ
ABSTRAK
6DSH¶/Sampek adalah alat musik tradisional Suku Dayak di Kalimantan, khususnya pada Suku Dayak Kayaan
di Sungai Mendalam, Kalimantan Barat. Suku Dayak Kayaan selain terdapat di Indonesia khususnya di Provinsi
Kalimantan Barat, dan Provinsi Kalimantan Timur, juga terdapat di Sarawak, Malaysia Timur. 6DSH¶merupakan
alat musik petik berdasarkan cara memainkannya, dan alat musik kordofon berdasarkan sumber bunyinya.
Alat musik ini biasa dimainkan dalam acara-acara adat di rumah panjang atau betang, yaitu rumah komunal
masyarakat Dayak di Pulau Kalimantan. Fungsi alat musik 6DSH¶ bagi masyarakat Dayak di Kalimantan antara
lain sebagai sarana atau media upacara ritual, media hiburan, media ekspresi diri, media komunikasi, pengiring
tari, dan sarana ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan
teknik pengumpulan data melalui wawancara, pengamatan dan studi pustaka.
Kata kunci: sape’, alat musik tradisional, Dayak Kayaan
PENDAHULUAN
Menurut Suhartono (dalam Sukari,
2012:217), hampir semua daerah memiliki seni
musik tradisional yang khusus dan khas. Keunikan
tersebut terlihat dari teknik permainannya,
penyajian maupun bentuk/instrumen musiknya.
Seni musik tradisional mempunyai semangat
kolektivitas yang tinggi, sehingga dapat dikenali
karakter dan ciri khas masyarakat Indonesia yaitu,
ramah dan santun. Musik tradisional lahir dan
berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia
mencapai 400-an kelompok etnis. Realitas
tersebut merupakan indikator betapa beragamnya
kebudayaan kita. Keunggulan seni musik di
daerah tertentu tidak bisa disamakan keindahannya
dengan daerah lain, tetapi ada keunggulan yang
bisa diharmonikan. Kemiripan jenis musik di
daerah tertentu, hingga pengelompokan pola
jenisnya merupakan efek sosial yang terjadi secara
alamiah.
451
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 451—462
Musik daerah atau musik tradisional adalah
musik yang lahir dan berkembang di daerahdaerah di seluruh Indonesia. Ciri khas pada jenis
musik ini terletak pada isi lagu dan instrumen (alat
musiknya). Musik tradisi memiliki karakteristik
khas, yakni syair dan melodinya menggunakan
bahasa dan gaya daerah setempat. Di berbagai
daerah di Indonesia telah lahir, tumbuh dan
berkembang seni tradisi yang merupakan
identitas, jati diri, media ekspresi dari masyarakat
pendukungnya (Http://sdkartikalimaduabjm.
wordpress.com).
Keunikan alat musik bisa dilihat dari teknik
permainannya, penyajiannya maupun bentuk/
organologi1 instrumen musiknya.Alat musik
pada dasarnya dapat ikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu alat musik/instrumen perkusi,2
petik,3 dan gesek4 (Sukari, 2012: 218).
Suku Dayak di Pulau Kalimantan, khususnya
Suku Dayak Kayaan juga memiliki bermacammacam alat musik, baik berupa alat musik petik,
pukul dan tiup. Dalam kehidupan sehari-hari
suku di pedalaman ini, musik merupakan sarana
yang tidak kalah pentingnya untuk penyampaian
maksud-maksud serta puja dan puji kepada yang
berkuasa, baik terhadap roh-roh maupun manusia
biasa. Selain itu musik dan alat-alat musik tersebut
digunakan untuk mengiringi bermacam-macam
tarian.
1
Organologi adalah ilmu tentang alat musik atau
studi mengenai alat-alat musik. Organologi diciptakan
untuk memberikan gambaran mengenai bentuk dan
rupa susunan yang membangun konstruksi sebuah gitar
sampai akhirnya dapat mengeluarkan suara seperti
gitar-gitar lainnya. Selain itu, ilmu ini juga memberikan
pelajaran mengenai struktur instrumen musik berdasarkan
sumber bunyi, cara memproduksi bunyi dan juga sistem
pelarasannya.
2
Instrumen perkusi pada dasarnya merupakan
benda apapun yang dapat menghasilkan suara baik karena
dipukul, dikocok, digosok, diadukan, atau dengan cara
apapun yang dapat membuat getaran pada benda tersebut.
Istilah instrumen perkusi biasanya digunakan pada benda
yang digunakan sebagai pengiring dalam suatu permainan
musik.
3
Alat musik petik menghasilkan suara ketika senar
digetarkan melalui dipetik. Tinggi rendah nada dihasilkan
dari panjang pendeknya dawai.
4
Alat musik gesek menghasilkan suara ketika
dawai digesek. Seperti alat musik petik, tinggi rendah nada
tergantung panjang dan pendek dawai.
452
Seperti halnya dalam seni tari, pada
seni musik pun mereka memiliki beberapa
bentuk alat musik tradisional yang digunakan
untuk mengiringi suatu tarian dan upacaraupacara tertentu. Masing-masing suku memiliki
kekhasannya sendiri-sendiri. Dalam tulisan ini
selanjutnya akan membahas tentang alat musik
tradisional Suku Dayak Kayaan di Kalimantan
yang dinamakan dengan 6DSH¶6DPSHN
Berapa jumlah pasti alat musik tradisional
di Indonesia belum banyak yang tahu. Alat musik
merupakan sebuah kekayaan intelektual milik
budaya Indonesia yang tak ternilai harganya.
Namun di lain pihak banyak pula yang tidak
mengetahui bahkan sama sekali belum pernah
mendengar alat musik tradisional tersebut
dimainkan. Di tengah derasnya industri musik
modern, alat musik tradisional ini semakin
terpinggirkan.
Artikel ini akan menyajikan fungsi dan
perkembangan alat musik tradisional 6DSH¶ di
tengah derasnya perkembangan industri musik
modern. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk melestarikan dan mendokumentasikan
6DSH¶ sebagai alat musik tradisional Suku Dayak
Kayaan di Kalimantan agar tidak punah digerus
oleh kemajuan industri alat musik modern.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode
penelitian naturalistik karena penelitiannya
dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural
settingGLVHEXWMXJDVHEDJDLPHWRGHHWQRJUD¿
karena pada awalnya metode ini lebih banyak
digunakan untuk penelitian bidang antropologi
6DSH¶adalah sebutan alat musik tradisional yang
menyerupai gitar bagi Suku Dayak Kayaan di Kalimantan
Barat, khususnya Dayak Kayaan Mendalam, sedangkan di
Kalimantan Timur alat musik ini disebut dengan 6DPSHN
yang artinya “memetik dengan jari”. Suku Dayak Kenyah
(di Kalimantan Timur), menyebut alat musik ini dengan
6DPSH¶, Suku Dayak Bahau (di Kalimantan Timur)
menyebutnya dengan 6DSH, Suku Modang (di Kalimantan
Timur) menamainya dengan 6HPSH dan Suku Dayak
Tunjung dan Benua (di Kalimantan Timur) menyebutnya
dengan .HFDSDL¶
5
Sape’: Fungsi dan ... 1HQL3XML1XU5DKPDZDWL
budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena
data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat
kualitatif (Sugiyono, 2009:8). Adapun tahap-tahap
dalam pengumpulan data yaitu melalui penelitian
pustaka dan pengamatan/penelitian di lapangan
dengan melakukan wawancara.
Metode penelitian pada dasarnya merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang diperoleh
melalui penelitian itu adalah data empiris
(teramati) yang mempunyai kriteria tertentu
yaitu valid. Valid menunjukkan derajat ketepatan
antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek
dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti
(Sugiyono, 2009:2).
Lebih lanjut Sugiyono (2009:3) mengatakan
bahwa setiap penelitian mempunyai tujuan dan
kegunaan tertentu. Secara umum tujuan penelitian
ada tiga macam, yaitu yang bersifat penemuan,
pembuktian dan pengembangan. Penemuan berarti
data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data
yang betul-betul baru yang sebelumnya belum
pernah diketahui. Pembuktian berarti data yang
diperoleh itu digunakan untuk membuktikan
adanya keragu-raguan terhadap informasi atau
pengetahuan tertentu, dan pengembangan berarti
memperdalam dan memperluas pengetahuan
yang telah ada. Dari tiga macam tujuan penelitian
tersebut, maka penelitian mengenai 6DSH¶,
alat musik tradisional Suku Dayak Kayaan
di Kalimantan ini merupakan penelitian yang
mempunyai tujuan bersifat pengembangan.
Tulisan ini merupakan bagian dari
penelitian pada masyarakat Suku Dayak Kayaan
di Kalimantan, khususnya Kayaan Mendalam di
Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
PEMBAHASAN
Suku Dayak Kayaan di Kalimantan
Suku Dayak Kayaan selain terdapat di
Indonesia khususnya di Kalbar dan Kaltim, juga
terdapat di Sarawak, Malaysia. Suku Dayak
Kayaan yang mendiami Pulau Kalimantan,
menyebar di Sungai Mendalam (Kabupaten
Kapuas Hulu, Kalimantan Barat), Sungai
Mahakam, Sungai Kayaan dan sekitarnya
(Kalimantan Timur), sedangkan yang mendiami
Sarawak, Malaysia menyebar di Sungai Baram,
Telaang Usaan, Tubau dan sekitarnya.
Menurut Tjilik Riwut (Riwut, 2003:84)
mengatakan bahwa Suku Dayak Kayaan yang
mendiami daerah-daerah hilir Mendalam,
Serawak, dan di daerah Batang Lupar, yakni
Batang Rejang awalnya mereka adalah Suku
Dayak Kayan dari daerah hulu Mahakam daerah
Kalimantan Timur, yang kemudian pindah ke
daerah Serawak. Menurut keyakinan suku Dayak
Taman, suku Dayak Mendalam yang sekarang
didiami oleh suku Dayak Kayaan, semula dihuni
oleh suku Dayak Taman dan Turi. Sekitar 150
tahun yang lalu, suku Dayak Kayaan daerah di
hulu Kapuas.
Suku ini cukup besar. Dalam grupnya ada
berbagai sub-Kayaan, antara lain; Punan, Kenyah,
dan Kayaan sendiri. Dayak Kayaan adalah salah
satu kelompok subsuku Dayak yang tidak asing
lagi di telinga masyarakat Indonesia bahkan dunia.
Keberadaannya sering ditulis oleh para peneliti
baik dari luar maupun dalam negeri. Terlebih lagi,
subsuku Kayaan di Malaysia merupakan subsuku
yang cukup berpengaruh keberadaannya dari
berbagai aspek baik pemerintahan, perdagangan,
maupun pendidikan. Intinya, mereka jauh lebih
maju dari Suku Dayak Kayaan di Kalimantan
Barat. Namun demikian, perlu dicatat bahwa
Gubernur Oevaang Oeraydan3DVWRU ' -
'LQJ adalah orang Dayak Kayaan pertama di
Kalimantan Barat yang menjadi gubernur dan
pastor (Alloy, 2008:174).
Selain itu, aktualisasi kebudayaan suku
ini sering pula ditampilkan di berbagai event
nasional dan internasional. Suku Dayak Kayaan
ini memiliki alat musik yang dinamakan 6DSH¶
6DPSHN6DSH¶ adalah alat musik petik yang
tidak asing lagi di mata para pelagiat seni baik di
Indonesia maupun Sarawak-Malaysia.
Masyarakat Kayaan sendiri sebenarnya
masih terbagi lagi dalam beberapa kelompok yang
lebih kecil. Diantaranya adalah tiga kelompok
6
Berdasarkan sumber bunyinya, 6DSH¶ termasuk
alat musik .RUGRIRQ yaitu alat musik yang sumber
bunyinya berasal dari dawai, sedangkan berdasarkan cara
memainkannya, maka 6DSH¶termasuk alat musik petik
yaitu alat musik yang akan menghasilkan suara ketika
senar digetarkan melalui dipetik. Tinggi rendah nada
dihasilkan dari panjang pendeknya dawai.
453
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 451—462
pengguna (ciri-ciri) dialek bahasa yang saat ini
menempati wilayah sekitar DAS (daerah aliran
sungai) Mendalam. Yaitu, kelompok Pagung,
8PD¶ $JLQJ GDQ 8PD¶ 7DGD 8PD¶ 6XOLQJ7
Sesuai dengan letak wilayah pemukimannya ini,
masyarakat Kayaan yang menempati wilayah
sekitar DAS (daerah aliran sungai) Mendalam,
Kapuas Hulu, kemudian dikenal dengan nama
masyarakat Kayaan Mendalam. (Andri, WP,
2014:1)
Terminologi Kayaan hakikatnya didasarkan
atas nama satu dari nama sungai di Kalimantan
yang terdapat di Kalimantan Timur. Karena
mereka ini berasal dari Sungai Kayaan maka
mereka menyebut dirinya sebagai orang Dayak
Kayaan. Dayak Kayaan dikelompokkan dalam
rumpun Apu Kayan yang terdiri atas sepuluh
subsuku kecil. Sepuluh subsuku kecil itu adalah
sebagai berikut: 8PD3OLDX8PD6DPXND8PD
3XK 8PD 3DNX 8PD %DZDQJ 8PD 1DYLQJ
8PD/DVXQJ8PD'DUX8PD-XPDQdan Uma
Leken (Alloy, 2008:175).
Dari sepuluh subsuku kecil yang merupakan
bagian dari subsuku Kayaan ini tidak terdapat
tiga subsuku Dayak Kayaan yang terdapat di
Kabupaten Kapuas Hulu, yaitu:Uma’Aging, Uma’
3DJXQJGDQ8PD¶6XOLQJ Ketiga subsuku Dayak
Kayaan yang terdapat di Kabupaten Kapuas
Hulu sehubungan dengan pengakuan kelompok
ini, semestinya dimasukkan ke dalam kelompok
Kayaan. Ketiga subsuku ini juga tidak setuju
dengan sistem penulisan yang dipakai selama ini,
yaitu Kayan. Bagi subsuku tersebut, penulisan
.D\DQWHUVHEXWWLGDNPHUHÀHNVLNDQWHQWDQJVXNX
mereka. Mereka menyatakan bahwa penulisan
yang tepat ialah Kayaan (bunyi vokal ‘a’ setelah
fonem ‘y’ pengucapannya dipanjangkan).
Dalam masyarakat Dayak Kayaan terdapat
strata sosial. Strata yang paling tinggi disebut
Hivi (setaraf raja), Panyin (orang biasa), dan
'LLYDQ (budak). Strata ini banyak mempunyai
kemiripan dengan strata sosial dalam masyarakat
7
Berdasarkan pengakuan masyarakat, ketiga
kelompok kecil pengguna dialek bahasa ini memiliki
dialek bahasa yang berbeda satu sama lain. Bahkan dalam
beberapa, seringkali satu sama lain anggota kelompok kecil
ini juga pada masa lalu kurang memahami dengan baik
satu sama lain vokal dari etimon-etimon tertentu masingmasing kelompok pengguna dialek bahasa tersebut.
454
Dayak Taman, Lau’ dan Dayak Tamambalo.
Tetapi dalam masyarakat Dayak Kayaan jarang
terdengar kezaliman dari strata yang paling tinggi
dan berkuasa, kecuali kisah perlakuan kaum Hivi
terhadap kaum Diivan yang sewenang-wenang
terutama pada saat kaum Hivi meninggal (Alloy,
2008:176).
Dalam hal ini apabila kaum Hivi meninggal
biasanya disemayamkan selama delapan hari di
rumah duka. Bilamana dalam rumah tersebut ada
budak (kaum Diivan), maka selama delapan hari
tersebut budak diperintahkan untuk tengkurap di
atas lungun (peti mati). Setelah hari kedelapan,
budak tadi disembelih dan darahnya diletakkan
di atas lungun. Perlakuan ini memang keji,
namun Akam Igau (sahabat Sariamas Balle
Polokayu, tokoh Dayak Taman), bersama-sama
menghilangkan kebiadaban ini pada subsuku
Dayak Kayaan dan Dayak Taman (Alloy,
2008:176).
Keberadaan subsuku Dayak Kayaan
di Kabupaten Kapuas Hulu, sebagaimana
telah disinggung, tersebar di sepanjang Sungai
Mendalam. Sehubungan dengan wilayah
JHRJUD¿VQ\DPDNDVXNXLQLMXJDGLNHQDOVHEDJDL
Dayak Kayaan Mendalam, yang tersebar dalam
9 kampung.
Sape’: Gitar Tradisional Suku Dayak Kayaan
di Kalimantan
6DSH¶, atau yang biasa disebut dengan
6DPSH¶ adalah salah satu jenis alat musik
tradisional yang dimiliki oleh masyarakat asli
Dayak di Pulau Kalimantan. Terutama adalah
Dayak Kayaan dan Kenyah yang sering kali
disebut-sebut sebagai kelompok masyarakat
pemilik awal dari jenis alat musik tradisional
6DSH¶ ini. Kedua kelompok masyarakat ini,
termasuk juga masyarakat Punan, secara linguistik
merupakan bagian dari sub kelompok masyarakat
Dayak yang lebih besar, yaitu masyarakat sub
Kayaan (Andri WP, 2014:1).
Suku Dayak Kayaan yang berada di
Kalimantan (Khususnya di Kalimantan Barat
dan Kalimantan Timur) memiliki alat musik
tradisional yang unik ini. Masyarakat Dayak
Kayaan di Kalimantan Barat menyebut alat musik
ini dengan 6DSH¶, sedangkan masyarakat Dayak
Sape’: Fungsi dan ... 1HQL3XML1XU5DKPDZDWL
Kayaan di Kalimantan Timur menyebutnya
dengan 6DPSH¶. 6DSH¶ adalah alat musik petik dari
Dayak Kayaan-Kenyah. Penamaan kedua jenis
6DSH¶ ini didasarkan kepada nama dari kelompok
masyarakat dimana “asal dan usul” jenis alat
music 6DSH¶ ini pertama kali ditemukan, yaitu
masyarakat Kayaan dan masyarakat Kenyah. Ada
juga yang kemudian membagi dan menyebutnya
dengan 6DSH¶ Kenyah dan 6DSH¶ biasa. Istilah
6DSH¶ biasa dimaksud adalah jenis 6DSH¶ yang
selama ini diakui berasal dari masyarakat Kayaan
sekitar daerah aliran Sungai Mendalam, Kapuas
Hulu.8 Konon lebih tepatnya adalah berasal dari
sekelompok masyarakat kecil Kayaan di sekitar
daerah aliran sungai Mendalam yang berdialog
Pagung, Desa Datah Dian (Andri WP, 2014:2).
Alat musik 6DSH¶ ini bentuknya seperti gitar,
perbedaannya terdapat pada posisi grip dan tak
adanya lubang untuk menggaungkan bunyi petikan
senar. Sumber bunyi 6DSH¶ hanya berasal dari
petikan senar. Alat musik 6DSH¶ yang dimiliki oleh
masyarakat Dayak Kayaan bentuknya berbadan
lebar, bertangkai kecil, panjangnya sekitar satu
meter, memiliki dua senar/tali dari bahan plastik.
6DSH¶ jenis ini memiliki empat tangga nada.
hanya pada satu senar yang sama bergeser ke
atas dan bawah. Biasanya para pemusik ketika
memainkan sebuah lagu, hanya dengan perasaan
saja.
6DSH¶ Kayaan sangat populer karena irama
dan bunyi yang dilantunkannya dapat membawa
pendengar serasa di awang-awang. Alat musik
6DSH¶ ini biasa dimainkan ketika acara pesta
rakyat atau JDZDL padi (ritual syukuran atas
hasil panen padi). Alat musik ini dimainkan oleh
minimal satu orang, bisa juga dua atau tiga orang.
Jenis lagu musik 6DSH¶ ini bermacam-macam,
biasanya sesuai dengan jenis tariannya. Misalnya
musik 'DWXQ-XOXW, maka tariannya juga 'DWXQ
Julut.
Bermusik itu bermain mengolah rasa.
Petikan dawai menghadirkan dentingan yang
memecah kesunyian. Orang Dayak punya rasa
bermusik yang tinggi. Musik tradisional tiga
dawai telah mengolah rasa. Bermain 6DSH¶ adalah
bermain dengan perasaan. Karena 6DSH¶ tidak
sama dengan gitar kebanyakan, tidak ada tangga
nadanya dan tidak semua orang bisa memainkan
alat musik ini. 6DSH¶ adalah sebuah mitologi
dalam masyarakat Dayak. Dengan adanya
keberagaman suku bangsa di Indonesia, semakin
menambah ciri khas seni dan budaya bermusik.
Satu di antaranya adalah Suku Dayak Kayaan
dan Kenyah yang memiliki kekhasan bermusik
dengan tiga dawai itu.
Jenis Alat Musik Sape’
Alat musik 6DSH¶ yang dimiliki oleh Suku
Dayak Kayaan terdiri atas dua jenis, yaitu:
Alat musik 6DSH¶yang diukir dengan motif
Dayak
Cara memainkannya, berbeda dengan cara
memainkan melodi gitar, karena jari-jari tangan
8
Kata “biasa” dimaksud disini adalah
mengonotasikan bentuk penggunaannya yang sering kali
hanya terbatas pada masyarakat Kayaan Mendalam.
a. Berbadan lebar, bertangkai kecil,
panjangnya sekitar satu meter, memiliki dua
senar/tali dari bahan plastik. 6DSH¶ jenis ini
memiliki empat tangga nada. “Orang sering
menyebutnya sebagai 6DSH¶.D\DDQ, karena
ditemui oleh orang Kayaan.
b. Berbadan kecil memanjang. Pada
bagian ujungnya berbentuk kecil dengan
panjangnya sekitar 1,5 meter. Orang
menyebutnya dengan 6DSH¶.HQ\DK karena
9
Meskipun antara 6DSH¶ Kayaan dan Kenyah
memiliki struktur bentuk yang hampir sama, namun jenis
6DSH¶ Kayaan umumnya memiliki ukuran bentuk yang
455
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 451—462
ditemui oleh orang Kenyah. 6DSH¶ ini
memiliki tangga nada 11-12. Talinya dari
senar gitar atau dawai yang halus lainnya,
tiga sampai lima untai.
Dari kedua jenis 6DSH¶ ini, yang paling
populer adalah 6DSH¶.HQ\DK Karena irama dan
bunyi yang dilantunkannya dapat membawa
pendengar serasa di awang-awang. Tidak heran
pada zaman dulu, ketika malam tiba, anak muda
memainkannya dengan perlahan-lahan baik di
jalan maupun sepanjang pelataran rumah panjang
atau rumah betang (rumah komunal masyarakat
Dayak), sehingga pemilik rumah tertidur pulas
karena menikmatinya.
Dengan kekhasan suaranya, konon menurut
mitologi Dayak Kayaan, 6DSH¶.HQ\DK diciptakan
oleh seorang yang terdampar di karangan (pulau
kecil di tengah sungai) karena sampannya karam
di terjang riam. Ketika orang tersebut (yang
sampai hari ini belum diketahui siapa sebenarnya),
bersama rekan-rekannya menyusuri sungai
(diperkirakan di Kaltim), karam karena mereka
tidak mampu menyelamatkan sampan dari riam.
Karena mereka tidak mampu menyelamatkan
sampan dari riam, akibatnya mereka karam. Dari
sekian banyak orang tersebut, satu di antaranya
hidup dan menyelamatkan diri ke karangan.
Sementara yang lainnya meninggal karena
tengelam dan dibawa arus.
Ketika tertidur, antara sadar dan tidak,
dia mendengar suara alunan musik petik yang
begitu indah dari dasar sungai. Semakin lama
dia mendengar suara tersebut, semakin dekat
pula rasanya jarak sumber suara musik yang
membuatnya penasaran.Sepertinya dia mendapat
ilham dari leluhur nenek moyangnya. Sekembali ke
rumah, dia mencoba membuat alat musik tersebut
dan memainkannya sesuai dengan lirik lagu apa
yang didengarnya ketika di karangan. Mulai saat
itulah 6DSH¶.HQ\DK mulai dimainkan dan menjadi
musik tradisi pada suku Dayak Kenyah, hingga
ke group Kayaan lainnya. Kini 6DSH¶.HQ\DK itu
bukanlah alat musik yang asing lagi.
Ketika acara pesta rakyat atau JDZDLpadi
lebih pendek dibanding 6DSH¶ Kenyah. Selain itu, bentuk
badan 6DSH¶ Kayaan juga cenderung lebih lebar dibanding
6DSH¶ Kenyah.
456
(ritual syukuran atas hasil panen padi) pada suku
ini, 6DSH¶ kerap dimainkan. Para pengunjung
disuguhkan dengan tarian yang lemah gemulai.
Aksesoris bulu-bulu burung enggang dan rumbai
di kepala dan tangan serta manik-manik indah,
besar dan kecil pada pakaian adat dan kalung di
leher yang diiringi dengan musik 6DSH¶.
Selain 6DSH¶, masyarakat Kayaan Mendalam
sebenarnya juga masih memiliki jenis-jenis alat
musik tradisional yang lain (Andri WP, 2014:1).
Antara lain seperti .OHGL¶ yang terbuat dari labu
air dikeringkan dengan selipan bambu kecil
sebagai peniup, tabuh (sejenis gendang panjang
yang terbuat dari kayu bulat dan salah satu sisinya
dilapisi oleh kulit hewan), tabo (seperangkat
gong kecil yang biasanya berjumlah enam
buah), gong, mudi’ (jenis gong yang bentuknya
sedikit lebih tebal), dan sebagainya. Sebagai
alat musik tradisional, seperti halnya 6DSH¶,
.OHGL¶ merupakan salah satu jenis alat musik
yang sebenarnya terbilang cukup eksotis dan
langka. Terutama dilihat dari bahan baku proses
pembuatannya yang berasal dari alam sekitar; ciri
bentuknya yang terkesan alami, dan tentu adalah
juga cara memainkannya. Namun, hingga saat
ini praktis hampir tidak ada lagi generasi muda
Kayaan Mendalam yang mampu membuat dan
memainkan jenis alat musik seperti ini.10 Bahkan
dalam tradisi pentas-pentas seni yang bersifat
ritual dan sakral sekalipun, menurut beberapa
pengakuan masyarakat, .OHGL¶ ternyata tidak
pernah lagi diikutsertakan.
Cara Membuat Alat Musik Sape’
Cara pembuatan 6DSH¶ sesungguhnya cukup
rumit. Kayu yang digunakan juga harus dipilih.
Kayu yang digunakan adalah kayu yang kuat dan
tidak mudah dimakan binatang sebangsa rayap. Di
Kalimantan Barat, kayu yang paling baik adalah
kayu Pelaik11 (kayu gabus) atau jenis kayu lempung
10
Andri WP, mengatakan bahwa untuk sementara
\DQJ WHULGHQWL¿NDVL PDPSX PHPEXDW VHNDOLJXV
memainkan jenis alat musik .OHGL¶ ini adalah orang tua
bernama Ku’paran, di Desa Padua, Mendalam. Usia orang
tua ini kurang lebih sekitar 60 tahun.
11
Untuk di Kalimantan Timur nama kayu yang
baik adalah kayu adau, kayu marang, kayu tabalok, kayu
DUURZ ND\X NDSXU ND\X XOLQ (kayu-kayu yang sejenis
dengan meranti).
Sape’: Fungsi dan ... 1HQL3XML1XU5DKPDZDWL
lainnya, juga bisa kayu keras seperti nangka dan
belian. Semakin keras dan banyak urat daging
pada kayu, maka suara yang dihasilkannya lebih
bagus. Bagian permukaannya diratakan, sementara
bagian belakang di lobang secara memanjang,
namun tidak tembus ke permukaan. Untuk mencari
suara yang bagus maka tingkat tebal tipisnya tepi
dan permukaannya harus sama, agar suara bisa
bergetar merata, sehingga menghasilkan suara
yang cukup lama dan nyaring ketika dipetik
(https://erwannugroho.wordpress.com/).
Cara membuatnya ialah batang pohon
ditarah dengan kapak lalu dijemur sampai
kering. Setelah benar-benar kering balok kayu
tersebut dilubangi seperti membuat perahu.
Kalau lubangnya sudah selesai, kemudian ditarah
sampai cukup tebalnya sesuai dengan bentuk yang
diinginkan. Setelah itu dibuatlah bahunya kira-kira
sekepal tangan. Di bagian ujungnya dibuat lubang
untuk tempat pemutarnya, sesuai dengan jumlah
senar yang diinginkan. Pada setiap lubangnya
ditusuk dengan ujung pisau sebagai tempat untuk
memasukkan senar, agar dapat dililitkan pada
putarannya. Dengan selesainya bentuk 6DSH¶
ini dibuatkan pula putarannya, serta dibuatlah
ukiran sebagai hiasan kepala 6DSH¶. Ukiran ini
merupakan lambang seni dan keagungan binatang
pujaan mereka yaitu burung enggang dan taringtaring binatang buruan mereka.
Bila semuanya telah selesai, maka
dipasangkan senarnya. Sebagai alat penyetemnya
(sama dengan krip gitar), dipotong-potonglah
belahan rotan. Belahan-belahan rotan ini
direkatkan dengan kelulut (seperti lilin madu
tawon), sesuai dengan bunyi nada yang diinginkan.
Selain hiasan ukiran pada kepala, badannya pun
diukir dengan motif ukiran khas dari Suku Dayak,
sehingga 6DSH¶ tampak indah dan menarik.
Cara Memainkan Alat Musik Sape’
6DSH¶ biasanya dimainkan mengikuti
perasaan pemainnya. Dalam tradisi masyarakat
Dayak yang dekat dengan alam, alunan 6DSH¶
biasanya mengikuti suasana alam di sekitarnya.
Indah atau tidaknya permainan 6DSH¶ juga
dipengaruhi perasaan pemainnya.
Cara memainkan 6DSH¶ ialah mula-mula
senar-senarnya distem sesuai dengan perasaan
pemainnya, karena mereka belum mengenal alat
penyetemnya. Saat ini para pemuda telah banyak
pengetahuan serta banyak bergaul dengan orangorang yang datang dari kota besar, sehingga
mereka sudah bias menyetem 6DSH¶-nya dengan
nada-nada musik. Contoh stem-an dari 6DSH¶itu
adalah:
Senar pertama berbunyi nada c
Senar kedua sama dengan nada senar
pertama, juga c
Senar ketiga, berbunyi nada g
Ada juga 6DSH¶ yang bersenar 4 dengan
stem-an sebagai berikut:
Senar pertama dan kedua berbunyi nada c
Senar ketiga berbunyi nada e
Senar keempat berbunyi nada g
Bunyi senar-senar tersebut merupakan
nada-nada mula. Sedangkan untuk menyetem
nada-nada yang lain, caranya ialah dengan
memindah-mindahkan ndonnya (krip pada gitar).
Barulah pemainnya dapat memainkan melodi lagu
yang akan diperdengarkan atau sebagai pengiring
vokal. Untuk memainkan lagu-lagu QGRQ6DSH¶
harus diubah-ubah pula, sebab dengan mengubah
QGRQ6DSH¶ tersebut, maka nada yang dihasilkan
akan berubah pula (Karim, 1993:45-46).
Kalau 6DSH¶ telah distem, barulah lagu
yang ingin diperdengarkan dibunyikan. Cara
membunyikannya ialah senar-senar dipetik dengan
jari-jari pemainnya. Untuk memetik 6DSH¶, tangan
kiri dan kanan dapat memetik senarnya, yang akan
menghasilkan bunyi akkord. Ada beberapa jenis
lagu musik 6DSH¶, di antaranya: Apo Lagaan,
Isaak Pako’ Uma’ Jalaan, Uma’ Timai, Tubun
6LWXQ 7LQJJDDQJ /DZDW GDQ 7LQJJDDQJ 0DWH
Nama-nama lagu tersebut semua dalam bahasa
Kayaan dan Kenyah. Lagu-lagu asli 6DSH¶ yang
lain ialah /HOHQJ'RWGLRWdan Tengen Letto’.12
Menurut Jose Maceda dalam bukunya “The
Musik RI 7KH .HQ\DK DQG 0RGDQJ ,Q (DVW
.DOLPDQWDQ ,QGRQHVLD (dalam Said Karim,
1993:46) mengatakan bahwa; “Satu tali sebagai
pembawa melodi, sedangkan tali-tali yang lainnya
dilaras sebagai suatu penitir atau dua penitir yang
nadataranya berselisih satu kempyung”.
12
Judul-judul lagu ini berasal dari Kalimantan
Timur.
457
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 451—462
Untuk sementara ini belum ada panduan
khusus yang menulis tentang notasi lagu
musiknya. Rekaman Musik 6DSH¶ ini bisa didapat
seperti di Sarawak-Malaysia, Kalimantan Barat
dan Kalimantan Timur, dalam bentuk kaset tape
recorder maupun &RPSDFW'LVN
Fungsi Alat MusikSape’
Suku Dayak memiliki bermacam-macam
alat musik, baik berupa alat musik petik, pukul
dan tiup, salah satu di antaranya adalah 6DSH¶ yang
bentuknya seperti gitar. Dalam kehidupan seharihari suku di pedalaman ini, 6DSH¶ merupakan
sarana untuk penyampaian maksud-maksud serta
puja dan puji kepada yang berkuasa, baik terhadap
roh-roh maupun manusia biasa. Selain itu, 6DSH¶
ini juga digunakan untuk mengiringi bermacammacam tarian.
³6DSH¶EHQXWDKWXODDQJWR¶DZDK´ Petikan
ungkapan itu termuat dalam ´7HNXDN /DZH´
sastra lisan13 yang turun-temurun ada di kalangan
masyarakat Dayak Kayaan-Kenyah. Secara
KDU¿DK XQJNDSDQ LWX EHUDUWL DODW PXVLN 6DSH¶
mampu meremukkan tulang belulang hantu yang
bergentayangan.
Ungkapan itu menggambarkan bahwa
alat musik 6DSH¶ mampu membuat orang yang
mendengarkan merinding hingga menyentuh
tulang atau perasaan kita. Kalangan tetua adat
jaman dulu memang betul bisa merasakannya
karena nuansa pedesaan saat itu masih ’kental’.
Alat musik ini biasa dimainkan dalam
acara-acara adat. Dulu, alat musik 6DSH¶ juga
sering dimainkan kaum muda ketika mereka
berkumpul pada malam hari. Di perkampungan
masyarakat Dayak Kayaan- Kenyah pada masa
lalu, 6DSH¶ juga sering dipakai kaum muda untuk
mendekati perempuan yang ditaksirnya.
Biasanya 6DSH¶ dimainkan di rumah
panjang atau rumah betang, yaitu rumah komunal
masyarakat Dayak. Rumah betang itu disekatsekat untuk ruang pribadi masing-masing
keluarga. Di rumah betang juga tersedia ruang
13
Sastra lisan merupakan salah satu bagian dari
tradisi lisan. Sastra lisan disebarkan dari satu orang
ke orang lain secara lisan kemudian prosesnya dilihat,
didengar, kemudian dilisankan kembali. Jadi, yang dilihat
dalam tradisi lisan adalah proses dan hasil melisankan.
458
besar untuk acara adat atau berkumpul keluarga
besar yang tinggal di rumah betang tersebut. Di
ruang besar itulah, pada masa lalu, para pemuda
Dayak unjuk kebolehan bermain 6DSH¶.
Menurut cerita-cerita orang tua, dulu, pemain
6DSH¶ yang mahir biasanya mendekati wanita yang
disukainya dengan menggunakan 6DSH¶. Jadi,
sangat romantik kelihatannya. Dewasa ini, 6DSH¶
juga sering dimainkan dalam acara-acara seremoni
pemerintah, terutama ketika ada tamu dari luar
daerah. 6DSH¶ terdiri dari minimal tiga senar. Di
Dayak Kenyah, grip-grip akan menghasilkan 14
nada tunggal, sedangkan di Kayaan grip 6DSH¶
biasanya menghasilkan delapan nada.
6DSH¶ biasanya dimainkan mengikuti
perasaan pemainnya. Dalam tradisi masyarakat
Dayak yang dekat dengan alam, alunan 6DSH¶
biasanya mengikuti suasana alam di sekitarnya.
Indah atau tidaknya permainan 6DSH¶ juga
dipengaruhi perasaan pemainnya. Memainkan
6DSH¶ benar-benar harus dalam kondisi stabil.
Kalau sedang emosi, permainan yang dihasilkan
biasanya jelek. Tetapi, kalau hati si pemain
sedang senang, permainan bisa bagus. Bakat
dan ketekunan seseorang menentukan kualitas
permainan 6DSH¶ karena alat musik ini tidak
memiliki kunci baku seperti layaknya gitar. 6DSH¶
mengandalkan perpaduan petikan dan loncatan
jari pemainnya dari satu grip ke grip yang lain.
Pola permainan alat musik 6DSH¶ ini
biasanya mengulang-ulang beberapa birama.
Keindahan alunan 6DSH¶ justru karena birama
pertama tiba-tiba bisa muncul lagi pada birama
ke-10 dan seterusnya.
Secara umum, fungsi musik 6DSH¶yang lain
bagi masyarakat Dayak di Kalimantan antara lain
sebagai sarana atau media upacara ritual, media
hiburan, media ekspresi diri, media komunikasi,
pengiring tari, dan sarana ekonomi. Fungsi-fungsi
itu satu persatu akan dijelaskan sebagai berikut:
- Sarana upacara budaya (ritual)
Musik, pada masyarakat Dayak biasanya
berkaitan erat dengan upacara-upacara kematian,
perkawinan, kelahiran, serta upacara keagamaan
dan kenegaraan. Bunyi yang dihasilkan oleh alat
musik 6DSH¶ diyakini memiliki kekuatan magis.
Oleh karena itu, instrumen seperti itu dipakai
Sape’: Fungsi dan ... 1HQL3XML1XU5DKPDZDWL
sebagai sarana kegiatan adat masyarakat.
Alat musik 6DSH¶ ini dimainkan dalam
berbagai kegiatan atau upacara adat suku Dayak
Kayaan (Gugun, 2013), seperti:
'D\XQJ, mengobati orang sakit, khususnya
untuk orang yang memiliki Abuh (makhluk
gaib)
2. Iringan tari waktu Ngayau14, yang
diiringgi musik 'DDN.DUDDQJ.D\R.
3. Hiburan pada saat 'DDQJDL*DZDL, dan
acara perkawinan.
4. Untuk upacara persembahan, yang
menggunakan musik 'DDN6HNLYDN8MXQJ
Bakung
5. Untuk iringan Talima (syair-syair kuno)
'DDN dalam bahasa Kayaan artinya musik,
ada beberapa daak yang populer yang sering
dimainkan pemain 6DSH¶ di Kayaan Mendalam
yaitu :
'DDN/DODQJ%XNR
'DDNOXYDDN$YXQ
'DDN0DQXN+DOR¶
'DDN%DWDQJ%HUDV
'DDN6HULQJ
'DDN6RQJ3DN
'DDN.DUDDQJ.D\R
'DDN.DUDDQJ$UXX¶
'DDN'DUDDQJ.DORK
'DDN/DQJLOLQJ
'DDN.DVLQJ%XUDD¶
- Sarana Hiburan
Dalam hal ini, alat musik 6DSH¶ merupakan
salah satu cara untuk menghilangkan kejenuhan
akibat rutinitas harian, serta sebagai sarana
rekreasi dan ajang pertemuan dengan warga
lainnya. Kehidupan sehari-hari masyarakat adat
Dayak Kayaan Mendalam dalam bertahan hidup,
pada umumnya mengandalkan sumber daya alam
hutan sebagai sumber kehidupan mereka. Tanah
di sekitar hutan digunakan untuk bercocok tanam,
14
Ngayau berasal dari kata “kayau” yang dalam
bahasa Dayak mempunyai arti memenggal kepala
15
'DDQJDL JDZDL adalah upacara adat setelah
panen padi / pesta panen padi sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Tuhan. Pesta panen padi bagi masyaraat
Dayak Kayaan Mendalam disebut dengan 'DQJH
seperti berladang, menyadap karet, berkebun
sayur-sayuran, berkebun buah-buahan, mencari
kayu dan berburu binatang liar.
Rutinitas masyarakat Dayak Kayaan
sehari-harinya adalah berladang/bertani. Setelah
pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci baju
dan membereskan rumah selesai, mereka pada
umumnya (terutama ibu-ibu) pergi ke ladang
XQWXN EHUDNWL¿WDV GL ODGDQJ 6HPHQWDUD EDSDN
bapak/ kaum laki-laki lebih dulu pergi ke ladang.
Mereka menghabiskan waktunya seharian di
ladang, dan pulang setelah sore hari.
Pada malam harinya, biasanya mereka
berkumpul dengan keluarga atau tetanggatetangga di sekitarnya untuk bersantai-santai
dan bersenda gurau. Pada kesempatan inilah
biasanya orang-orang (terutama kaum mudamudi) memainkan 6DSH¶ untuk menghibur diri dan
orang-orang di sekitarnya. Sambil mendengarkan
alunan musik 6DSH¶ ini, biasanya yang bapakbapak saling bercerita dan bercengkerama;
sementara para ibu dan kaum perempuan lainnya
sambil menganyam tikar, menenun kain, atau
membuat kerajinan tangan yang lainnya seperti
nyiru, ambenan. Ajang pertemuan ini akan
mempererat hubungan kekeluargaan/kekerabatan
di antara mereka. Pada ajang pertemuan ini selain
untuk bersama-sama mendengarkan alunan
musik 6DSH¶, suasana ini juga akan menambah
akrab dan hangat hubungan kemasyarakatan di
antara sesama warga Dayak Kayaan. Umumnya
masyarakat Dayak Kayaan sangat antusias dalam
menikmati alunan musik 6DSH¶ yang sangat merdu
dan enak untuk didengarkan. Sering pula mereka
sambil mendendangkan nyanyian daerah mereka.
Jika ada pertunjukan musik, mereka
akan berbondong-bondong mendatangi tempat
pertunjukan untuk menonton. Maklumlah, suasana
kampung yang belum begitu banyak hiburannya
dan tempat-tempat untuk berekreasi juga masih
minim. Mereka biasanya akan menggunakan
kesempatan untuk selalu mendatangi ke tempattempat keramaian. Hal ini mereka lakukan untuk
menghilangkan rasa penat dan lelah setelah
seharian bekerja di ladang.
459
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 451—462
- Sarana Ekspresi Diri
Bagi para seniman (baik pencipta lagu
maupun pemain musik), musik adalah media
untuk mengekspresikan diri mereka. Melalui alat
musik 6DSH¶ ini, mereka mengaktualisasikan
potensi dirinya. Melalui alat musik ini pula,
mereka mengungkapkan perasaan, pikiran,
gagasan, dan cita-cita tentang diri, masyarakat,
Tuhan, dan dunia.
Ekspresi diri para seniman Dayak Kayaan
juga bisa disalurkan dengan pengembangan alat
musik 6DSH¶ ini, misalnya dengan menularkan
kepiawaiannya dalam memainkan gitar Dayak
ini kepada generasi-genarasi muda di wilayahnya
yang belum bisa memainkan alat musik 6DSH¶
ini. Para seniman Dayak Kayaan tersebut akan
merasa bangga dan senang apabila banyak
generasi muda yang bisa memainkan 6DSH¶ ini,
karena para genarasi muda inilah yang nantinya
akan melanjutkan kebudayaan-kebudayaan Dayak
Kayaan.
Di samping itu, ekpresi diri para seniman
bisa disalurkan juga dengan membuat sendiri alat
musik 6DSH¶ ini. Dengan pengetahuan yang telah
dimilikinya, mereka mampu menciptakan sendiri
alat-alat musik 6DSH¶ dengan membubuhkan
hiasan-hiasan/motif-motif Dayak pada badan
6DSH¶. Hal ini semakin memupuk rasa kecintaan
mereka akan kebudayaan masyarakat Dayak
Kayaan, terutama pada bidang kesenian.
- Pengiring Tarian
Di dalam masyarakat Dayak di Kalimantan,
bunyi-bunyian atau musik diciptakan untuk
mengiringi tarian-tarian mereka. Oleh sebab
itu, kebanyakan tarian-tarian dalam masyarakat
Dayak hanya bisa diiringi oleh musik daerahnya
sendiri. Tari-tarian ini biasanya adalah tari
penyambutan tamu, tari-tarian pada upacaraupacara adat (misalnya pada upacara pesta panen
padi yang mereka kenal dengan istilah 'DQJH)
serta tari-tarian dalam pesta perkawinan adat
Dayak Kayaan.
- Sarana Ekonomi
Bagi para musisi dan artis professional,
musik tidak hanya sekadar berfungsi sebagai
media ekspresi dan aktualisasi diri, sehingga
460
dengan alat musik ini bisa merupakan sumber
penghasilan. Mereka merekam hasil karya
mereka dalam bentuk pita kaset dan cakram padat
(&RPSDFW'LVN/CD) serta menjualnya ke pasaran.
Dari hasil penjualannya ini mereka mendapatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Selain dalam media kaset dan CD. Para musisi
juga melakukan pertunjukan yang dipungut
biaya. Pertunjukan tidak hanya dilakukan di suatu
tempat, tetapi juga bisa dilakukan di daerahdaerah lain di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
Perkembangan Alat Musik Sape’
Alat musik 6DSH¶ sesungguhnya sudah lama
berkembang di Indonesia. Menurut Margaret
J. Kartomi dan Jose Maceda dalam beberapa
bukunya tentang musik di Asia Tenggara (dalam
Anonim pada Kalimantan Review, 2008:56),
banyak alat musik yang menyerupai 6DSH¶. Di
Kamboja disebut dengan Chap-Pey, di Philipina
daerah Mindano disebut dengan .XG\DSL, di
Burma daerah Mondisebut dengan Mi-gyaun,
di Thailand disebut Chakay. Di Indonesia juga
banyak alat musik yang menyeripai 6DSH¶. Orang
Bugis menyebutnya .DFDSLQJ, di Sunda disebut
.DFDSL, orang Jawa menyebutnya dengan 6LWHU,
Suku Alas di Aceh menyebutnya dengan )DJDQLQJ,
Batak Toba menyebutnya dengan Hasapi, dan
masih banyak daerah yang memilikinya, namun
tentu agak berbeda dengan alat musik6DSH¶.
Sebenarnya sejak abad ke-delapan pada masa
Kerajaan Cylendra, alat ini sudah ada. Buktinya
pada relief Candi Borobudur terpahat alat musik
mirip dengan 6DSH¶ (Karl Edmund Prier-Sejarah
Musik Jilid I dalam Anonim pada Kalimantan
Review, 2008: 56). Anehnya, di Jawa alat ini tidak
ditemukan selain berbentuk 6LWHU yang bentuknya
jauh berbeda dengan 6DSH¶.
Di kalangan masyarakat Dayak pun namanya
berbeda-beda. Orang .HQ\DK menyebutnya
dengan 6DPSHT Orang .D\DDQ menyebutnya
6DSH¶. Di kalangan Dayak .HQ\DK sub suku
%DNXQJ$MDQJ$OXQJ menyebutkan bahwa asalusul musik6DPSH¶ ada dalam sebuah cerita rakyat
yang disebut dengan Tekena dalam sub judul
/DZH. Cerita ini menyebutkan, pada suatu malam
seorang pemusik bermimpi mendengarkan bunyi
Sape’: Fungsi dan ... 1HQL3XML1XU5DKPDZDWL
musik yang merdu dan indah.Dalam mimpinya,
seseorang menyebutkan kepadanya bahwa musik
yang telah diperdengarkan ituadalah musik
lalang buko. Lalu seorang pemimpi tersebut
berusaha menciptakan sebuah alat musik yang
dapat menghasilkan bunyi merdu seperti di
dalam mimpinya. Akhirnya pemusik itu berhasil
membuat alat musik yang dinamai 6DPSHT (dalam
Anonim pada Kalimantan Review, 2008:56)
Masyarakat Dayak secara luas sebenarnya
sudah cukup akrab dengan suara musik 6DSH¶.
Orang Iban dan Kenyah di Sarawak sudah banyak
memproduksimusik 6DSH¶ ini dalam kompilasi
album. Ada yang murni lagu tradisional, ada
juga yang sudah dikreasikan. Jerry Kamit adalah
pemusik Iban yang sukses karena berbagai
kreasi musik6DSH¶nya diterima luas di negeri
Sarawak. Di Indonesia, juga sudah banyak
yang mengkreasikan musik6DSH¶ ini. Salah satu
lagunya yang berudul Hutan, musik pembukanya
adalah 6DSH¶ dan sekarang menjadi nada dering
handphone dan berbagai ilustrasi (Anonim pada
Kalimantan Review, 2008:56).
Di Pulau Kalimantan, pada masa yang silam
yang memiliki alat musik 6DSH¶ ini hanyalah suku
Dayak. Namun pada saat ini 6DSH¶ sudah dikenal
oleh suku-suku lain yang ada di Pulau Kalimantan.
Bahkan ada sekolah yang sudah mengajarkan alat
musik ini kepada siswa-siswanya. Penyebaran
alat musik ini disebabkan oleh perpindahan
suku Dayak ke beberapa daerah di Kalimantan.
Terutama suku Dayak Kenyah yang berasal dari
daerah Apokayan (daerah Long Nawang) yang
pindah ke kabupaten lain di Kalimantan. Berarti
penyebaran musik 6DSH¶ meluas dari utara ke
selatan Pulau Kalimantan. Setelah sampai ke
daerah-daerah yang baru, terdapatlah variasi
nada-nada yang dihasilkannya, serta lagu yang
dihasilkannya akan bervariasi pula (Said Karim,
1993:46).
6DSH¶ adalah alat musik tunggal yang biasa
dimainkan untuk melahirkan rasa gembira dan
rasa duka nestapa. Dengan alat musik ini orang
yang ikut mendengarkan bunyi 6DSH¶ akan turut
merasakannya. Pada mulanya alat musik 6DSH¶
ini mempunyai tali (senar) dua helai, terbuat dari
serat pohon enau (pohon aren), tetapi sekarang
senarnya sudah dibuat dari kawat kecil, sehingga
bunyinya lebih nyaring dan melengking. Jumlah
senarnya sudah menjadi tiga helai, bahkan sudah
ada yang memakai spul seperti gitar elektronik.
Warnanya semula seperti warna asli kayu yang
dibuat, tetapi kini sudah ada yang dicat agar lebih
menarik.
Pada masa yang lalu memainkan 6DSH¶ pada
siang hari dan malam hari mempunyai perbedaan.
6DSH¶ yang dimainkan pada siang hari umumnya
menyatakan kegembiraan, sedangkan yang
dimainkan pada malam hari akan melahirkan rasa
rindu, syahdu dan sedih. Jadi, fungsi utama 6DSH¶
adalah untuk menyatakan perasaan.
Perkembangan selanjutnya 6DSH¶ ini sudah
dimainkan bersama-sama dengan alat musik yang
lain, seperti jatung utang, gendang, gong, bahkan
ada yang bermain 6DSH¶ bergabung dengan gitar
untuk mengiringi vokal grup. Selain sebagai
ansambel musik, dapat pula sebagai instrumen
untuk mengiringi tari, misalnya kancet pepatai,
kancet lasan, kancet selalang, datum, kancet
mamat dan sebagainya. Sebagai musik pengiring
tari, dapat secara musik tunggal atau musik
ansambel.
Akhir-akhir ini 6DSH¶ dijadikan hiasan,
yakni dibuat bentuk mini dimasukkan ke dalam
sebuah kotak kecil. Dalam kotak kecil itu selain
sebuah 6DSH¶ mini, diisikan pula tombak mini,
parang mini, seraung mini yang diatur secara
artistik kemudian ditutup dengan kaca. Kotak
kecil ini dijadikan cinderamata kepada tamu atau
handai taulan yang datang dari jauh.
Pada masa yang silam yang memiliki alat
musik 6DSH¶ ini hanyalah Suku Dayak. Namun
pada saat ini 6DSH¶ sudah dikenal oleh sukusuku yang lain di Pulau Kalimantan. Bahkan
ada sekolah yang mengajarkan alat musik ini
kepada siswa-siswanya. Penyebaran alat musik
ini disebabkan oleh perpindahan suku-suku Dayak
ke beberapa daerah di Pulau Kalimantan. Setelah
memasuki daerah-daerah yang baru, kemudian
terdapatlah variasi nada-nada yang dihasilkannya,
serta lagu yang dihasilkannya akan bervariasi pula.
Saat ini 6DSH¶ tidak saja bisa dimainkan
sendiri bersamaan dengan musik tradisi lainnya,
16
Nama-nama tarian ini berasal dari daerah
Kalimantan Timur.
461
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 451—462
tapi juga dapat dikolaborasikan dengan musik
modern seperti organ, gitar, bahkan drum sebagai
pengganti beduk. Saat ini 6DSH¶ dapat dibeli di
toko kerajinan, hanya saja kebanyakan dari 6DSH¶
tersebut sudah tidak lagi asli dan bermutu, bahkan
tidak lebih dari fungsi pajangan belaka.
PENUTUP
6DSH¶ atau 6DPSHN adalah alat musik
tradisional Suku Dayak di Kalimantan, khususnya
Suku Dayak Kayaan. Suku Dayak Kayaan di
Kalimantan Barat menyebutnya 6DSH¶, sedangkan
bagi masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan
Timur menyebutnya 6DPSHN Bunyi yang
dihasilkan oleh alat musik 6DSH¶ ini diyakini
memiliki kekuatan magis. Seiring dengan
berjalannya waktu, ada perkembangan fungsi dari
alat musik 6DSH¶ ini, dimana pada awalnya 6DSH¶
merupakan sarana untuk penyampaian maksudmaksud serta puja dan puji kepada Yang Kuasa
(baik terhadap roh-roh maupun manusia biasa),
selain itu 6DSH¶ juga untuk menyatakan perasaan.
Lama kelamaan fungsi 6DSH¶ berkembang
sebagai sarana atau media upacara ritual, media
hiburan, media ekspresi diri, media komunikasi,
pengiring tari, dan sarana ekonomi.
Namun ada kekhawatiran dengan semakin
besarnya pengaruh-pengaruh pada era globalisasi
saat ini yang telah merambah ke segala sektor
kehidupan (salah satunya pada bidang musik)
akan mempengaruhi perkembangan alat musik
tradisional 6DSH¶ ini.. Musik daerah yang semula
berkembang dengan baik, sekarang mulai
berkurang karena kalah bersaing dengan industri
musik modern. Adapun saran untuk menghadapi
era globalisasi tersebut, salah satunya adalah
perlunya dilakukan inventarisasi dan penelitian
terhadap musik dan alat musik tradisional guna
melestarikanya agar tidak tergerus jaman dan
punah.
DAFTAR PUSTAKA
Alloy, Sujarni, dkk. 2008. 0R]DLN 'D\DN
.HEHUDJDPDQ6XEVXNXGDQ%DKDVD'D\DN
GL .DOLPDQWDQ %DUDW Pontianak: Institut
Dayakologi.
462
Andri WP, Moch. 2014. Laporan Inventarisasi
6DSH¶ $ODW 0XVLN 7UDGLVLRQDO 'D\DN
.D\DDQGL.DOLPDQWDQ (tidak diterbitkan).
Pontianak: Balai Pelestarian Nilai Budaya
Wilayah Kalimantan.
Anonim, 2008. ”Mencermati Album 6DSH¶ Dayak
Kayaan. Kembali ke Tradisi”..DOLPDQWDQ
5HYLHZ No. 156/XVII/Agustus 2008.
Pontianak: Institut Dayakologi.
+WWSLGZLNLSHGLDRUJZLNL.DOLPDQWDQB%DUDW/
Alat Musik Tradisional. Diunduh pada hari:
Kamis, 7 Juni 2012, pukul 09.25 WIB
Http://www.kebudayaan-dayak.org/'D\DN
.D\DDQ. Diunduh pada hari: Rabu, 13 Juni
2012, pukul 20.00 WIB
Http://tulisanbebas.blog.com/)XQJVL 0XVLN
Tradisional dan Moderen. Diunduh pada
hari: Rabu, 13 Juni 2012, pukul 10.23 WIB
Http://sdkartikalimaduabjm.wordpress.com,
diunduh pada hari: Rabu,13-6-2012, pukul
15.00 WIB.
Http://gugunmartalaya.blogspot.com/2013/12/
Sejarah-dan-fungsi-alat-musik-sapekayaan-kapuas-hulu.html. Diunduh pada
hari: Senin, 7 Juni 2015, pukul 13.30 WIB.
Http://erwannugroho.wordpress.com/. Diunduh:
kamis, 7-6-2012, pukul 12.00 WIB
Karim, M.Said, dkk. 1993. Peralatan Hiburan dan
.HVHQLDQ7UDGLVLRQDO'DHUDK.DOLPDQWDQ
Timur. Jakarta: Depdikbud (Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional).
Riwut, Tjilik. 2003. Maneser Panatau Tatu
+LDQJ 0HQ\HODPL .HND\DDQ /HOXKXU
Pengayaan Adat Istiadat dan Budaya Suku
Dayak, dari Buku Kalimantan Memanggil
dan Kalimantan Membangun, Dilengkapi
Kumpulan Dokumen dan Catatan-Catatan
Tjilik Riwut. Palangkaraya: Penerbit
Pusakalima.
Sugiyono, Prof. Dr. 2009. Metode Penelitian
.XDQWLWDWLI.XDOLWDWLIGDQ5'. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sukari, 2012. ”Upaya Pelestarian Kesenian
Daerah: Musik dan Lagu”. Jantra Jurnal
6HMDUDKGDQ%XGD\DV0l. VII. No.2
Download