2015 GERAKAN PENYELAMATAN DANAU MANINJAU (GERMADAN MANINJAU) Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Maninjau © Kementerian Lingkungan Hidup, 2014 Bagian atau seluruh isi buku ini dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya disertai ucapan terimakasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Cara mengutip : Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Maninjau. Pengarah : Arief Yuwono Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, KLH Penanggung Jawab : Hermono Sigit Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Ekosistem Perairan Darat, KLH Tim Penyusun : Hafrijal Syandri, Nasaruddin, Aswirman, Harmin Manurung, Titi Novitha Harahap, Inge Retnowati, Wahyu Cahyadi Rustadi, Siti Rachmiati Nasution. Didukung oleh : Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bappeda Provinsi Sumatera Barat, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat, Bappeda Kabupaten Agam, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Agam, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Agam serta Universitas Bung Hatta Diterbitkan oleh : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PERUBAHAN IKLIM Konferensi Nasional Danau Indonesia I yang diselengarakan pada tahun 2009, telah menghasilkan Kesepakatan Bali yang ditandatangani oleh 9 Menteri yakni Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Menteri Riset dan Teknologi untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan, pada 15 Danau Prioritas Nasional. Untuk mempercepat implementasi Kesepakatan Bali Tahun 2009, maka pada Konferensi Nasional Danau Indonesia II di Semarang, Kementerian Lingkungan Hidup telah meluncurkan Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) dan mengangkat Penyelamatan Danau Rawapening sebagai model. Diharapkan Model Penyelamatan Danau Rawapening dapat direplikasikan kepada 14 danau prioritas lainnya. Sebagai wujud replikasi model penyelamatan Danau Rawapening, hingga saat ini telah tersusun dokumen GERMADAN Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Kaskade Mahakam (Semayang, Melintang, Jempang), Sentarum, Sentani, Rawa Danau dan Batur. Dokumen GERMADAN ini lahir berdasarkan arahan dan kebijakan yang telah digariskan dalam Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia serta hasil kajian, penelitian serta data dan informasi terbaru mengenai danau prioritas tersebut dari berbagai sumber terkait. GERMADAN ini berisi Rencana Aksi penyelamatan Danau Maninjau yang menjelaskan program super prioritas dan prioritas penyelamatan Danau Maninjau yang akan dilaksanakan secara bertahap oleh Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan Masyarakat sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya. Akhir kata saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya Germadan Maninjau iii dan ucapan terima kasih kepada Tim Penyusun dan para narasumber, baik yang berasal dari pemerintah pusat, daerah, akademisi, dunia usaha maupun masyarakat, sehingga dokumen Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) ini dapat tersusun. Diharapkan dokumen GERMADAN ini dapat menjadi bahan arahan dan acuan bersama bagi para pihak untuk secara sinergis dan terpadu merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan penyelamatan Danau Maninjau. Jakarta, November 2014 Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Ir. Arief Yuwono, MA iv Germadan Maninjau KATA PENGANTAR BUPATI AGAM Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT saya menyambut gembira atas terlaksananya acara Finalisasi Penyusunan Dokumen “Rencana Aksi Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Maninjau” yang merupakan realisasi kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat dan Universitas Bung Hatta Padang. Lahirnya dokumen ini diharapkan akan menyajikan gambaran mengenai manfaat kondisi saat ini, dan langkah nyata penyelamatan Danau Maninjau bagi Pemerintah, Masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya yang sama sama dirasakan manfaatnya. Hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan ekosistem Danau Maninjau secara seimbang antara kepentingan pemanfaatan dan pelestariannya. Disamping itu dengan selesainya penyusunan Dokumen ini diharapkan tindak lanjut dan komitmen pemerintah dalam pengelolaan ekosistem Danau Maninjau secara berkelanjutan seperti apa yang dicetuskan pada Konferensi Nasional Danau Indonesia I tahun 2009 di Denpasar Bali. Kesepakatan Bali yang ditandatangani oleh 9 Menteri yakni Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikananm Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Menteri Riset dan Teknologi telah melahirkan komitmen untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan. Akhir kata saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih kepada Tim Penyusun khususnya dan para narasumber baik yang berasal dari pemerintah pusat, daerah dan dunia usaha maupun masyarakat Germadan Maninjau v pada umumnya, sehingga dokumen Gerakan Penyelamatan Danau Maninjau ini dapat tersusun. Diharapkan dokumen GERMADAN ini dapat menjadi bahan arahan dan acuan bersama bagi para pihak untuk secara sinergis dan terpadu merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan penyelamatan Danau Maninjau. Lubuk Basung, November 2014 BUPATI AGAM INDRA CATRI vi Germadan Maninjau DAFTAR ISI Sambutan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim ...................................................................................... Kata Pengantar Bupati Agam ................................................................... Daftar Isi .................................................................................................. Daftar Tabel ............................................................................................. Daftar Gambar ......................................................................................... iii v vii viii ix BABI PENDAHULUAN ......................................................................... 1 1 4 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1.2. Peraturan Perundangan-Undangan ................................... BABII KARAKTERISTIK MORFOMETRI DAN HIDROLOGI DANAU MANINJAU7 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. Karakteristik Morfometri Danau ......................................... Fluktuasi Muka Air Danau .................................................. Aliran Air Masuk dan Keluar Danau ................................... Kondisi Daerah Tangkapan Air ............................................ Status Mutu Air Danau Maninjau ....................................... Status Trofik Perairan Danau Maninjau .............................. Pembebanan Organik ........................................................ 7 9 10 12 15 18 22 BABIII BUDAYA MASYARAKAT DAN RENCANA MASA DEPAN.................. 29 3.1. 3.2. 3.3. Budaya Masyarakat Selingkar Danau Maninjau................... 29 Peraturan-Peraturan yang ada untuk Kelestarian Danau..... 32 Analisis Kelembagaan untuk Pengelolaan Ekosistem Danau Maninjau .................................................................. 33 3.3.1. 3.3.2. 3.3.3. 3.3.4. Elemen tujuan yang ingin dicapai ............................ Kebutuhan program yang diperlukan dalam Pengelolaan Danau Maninjau .................................. Elemen Kendala dalam Danau Maninjau.................. Lembaga yang berperan dalam Pengelolaan Keberlanjutan Danau Maninjau ............................... 35 37 38 40 BABIV PROGRAM RENCANA AKSI DANAU MANINJAU BERDASARKAN SKALA PRIORITAS ........................................................................ 43 BABV PENUTUP.................................................................................... 47 Daftar Pustaka ........................................................................................ 49 Germadan Maninjau vii DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Morfometri Danau Maninjau ................................................. Tabel 2.2. Rata-rata Tinggi Muka Air danau (M.dpl) tahun 2007-2012... Tabel 2.3. Inflow dan Outflow Air Danau Maninjau................................ Tabel 2.4. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Tanjung Raya............. Tabel 2.5. Hasil Analisis Kualitas Air Danau Maninjau ............................ Tabel 2.6. Status Mutu Air Danau Maninjau Tahun 2013........................ Tabel 2.7. Kategori Trofik Berdasarkan Indeks Status , Trifik Carison (1977) Tabel 2.8. Indeks Status Trofik (Carlson Trophic State Index, TSII,1977) perairan Danau Maninjau pada bulan Juli 2013..................... Tabel 2.9. Kadar TOM, DOM dan POM pada Sampel air Danau Maninjau Tabel 2.10.Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) setiap Nagari di Danau Maninjau..................................................................... Tabel 2.11.Data Produksi Ikan, Jumlah Pakan yang diberikan dan Perkiraan Limbah Organik dari Sistem Budadaya Ikan Keramba Jaring Apung di Danau Maninjau ............................ Tabel 2.12.Komposisi Kimiawi sedimen Keramba Jaring Apung di Danau Maninjau..................................................................... Tabel 3.1. Matrik Swot Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Danau Maninaju .................................................................... Tabel 3.2. Tujan yang ingin dicapai dalam Penyelamatan Kawasan Danau Maninajau .................................................................. Tabel 3.3. Program yang dibutuhkan dalam pengelolaan Kawasan Danau Maninjau..................................................................... Tabel 3.4. Elemen kendala dalam pengelolaan kawasan Danau Maninjau Tabel 3.5. Lembaga yang berperan dalam pengelolaan danau Maninjau Tabel 4.1. Program Rencana Aksi Danau Maninjau Berdasarkan Skala Prioritas.................................................................................. viii Germadan Maninjau 7 10 11 14 16 18 21 22 23 24 25 27 34 36 37 39 41 43 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Geomorfologi Kawasan Danau Maninjau......................... 8 Gambar 2.2. Daerah Tangkapan Air danau Maninjau ........................... 12 Gambar 2.3. Penggunaan Lahan di Danau Maninjau ........................... 15 Gambar 2.4. Jumlah Petak Keramba Jaring Apung (%) setiap Nagari di Kecamatan Tanjung Raya ................................................. 24 Gambar 2.5. Jumlah Keramba Jaring Apung, Jumlah Pakan, Produksi Ikan dan Jumlah Sedimen................................................. 25 Gambar 2.6. Hubungan antara produksi ikan dengan sedimen............. 26 Gambar 3.1. Himbauan Wali Nagari Kota Malintang tentang kebersihan Lingkungan dan Perairan Danau....................................... 32 Gambar 3.2. Pengumuman/Pemberitahuan Peraturan Pemakaian Jalan secara Gotong Royong...................................................... 33 Gambar 3.3. Diagram Hierarki dari Tujuan yang ingin dicapai dalam strategi Pengelolaan Danau Maninjau berkelanjutan....... 36 Gambar 3.4. Digram Hierarki Kebutuhan Program Pengelolaan Danau Maninjau .......................................................................... 38 Gambar 3.5. Diagram Hierarki Kendala Utama Dalam Pengelolaan Danau Maninjau............................................................... 40 Germadan Maninjau ix x Germadan Maninjau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kesepakatan Bali 2009 menetapkan 15 danau prioritas yang akan ditangani bersama secara terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan pada periode 2010-2014. Penetapan danau prioritas berlandaskan pada kerusakan danau, pemanfaatan danau, komitmen Pemda dan masyarakat dalam pengelolaan danau, fungsi strategis untuk kepentingan nasional, keanekaragaman hayati, dan tingkat resiko bencana. 15 danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani, Batur, Rawa Danau, dan Rawapening. Sumberdaya air merupakan salah satu sumberdaya alam yang menjadi prioritas dari lima area kunci hasil Konferensi Sedunia Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustaiable Development, WSSD). Lima area kunci yang dimaksud terdiri atas air, energi, kesehatan, pertanian, dan keanekaragaman hayati (Water, Energy, Health, Agriculture and Biodiversity, WEHAB). Kelima aspek tersebut memiliki dampak yang sangat besar pada kehidupan manusia, dalam interaksinya dangan alam dan keberlanjutan kehidupannya di masa datang. Oleh karena itu, sumberdaya perairan danau dan waduk menjadi prioritas global sebagai potensi ketersediaan sumberdaya air tawar karena 90% air tawar di permukaan bumi tersimpan di dalam danau dan waduk (KLH, 2010). Di Indonesia sumberdaya perairan danau umumnya mempunyai multifungsi baik secara teknis maupun ekologis. Secara teknis danau berfungsi sebagai pencegah banjir, penyedia air untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi, industri (Kutarga et al, 2008), sedangkan secara ekologis berfungsi sebagai kawasan pariwisata dan transportasi air, kehidupan beragam plasma nutfah ikan endemik serta lahan pengembangan budidaya perikanan (Wargasasmita, 2002; Syandri, 2002; Syandri, 2008). Danau Maninjau merupakan salah satu danau prioritas dari lima belas danau di Indonesia untuk diselamatkan (KLH, 2011), terletak di Kecamatan Germadan Maninjau 1 Tanjung Raya Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat dengan luas 9.997 ha, kedalaman rata-rata 105, volume air 10,33 milyar m3. dan waktu tinggal air selama 25 tahun (Fakhruddin, et al, 2002). Fungsi utamanya sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dengan daya listrik yang dihasilkan sebesar 64 MW untuk mensuplai kebutuhan listrik daerah Sumatera Barat, pariwisata, perikanan tangkap. Selain itu, sejak tahun 1992 danau juga telah dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan budidaya ikan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) yang saat sekarang mengalami perkembangan yang pesat dengan jumlah KJA pada tahun 2012 mencapai 15.860 petak (Syandri et al, 2013). Nilai penting lainnya dari keberadaan Danau Maninjau adalah adanya jenis ikan endemik yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu rinuak (Psilopsis sp) dengan harga Rp35.000-40.000 /kg berat basah dan ikan bada (Rasbora argyrotaenia). Bahkan ikan bada yang sudah dikeringkan (”ikan bada masiak”) harganya mencapai Rp 120.000,- per kg. Selain itu tidak ditemukan lagi spesies ikan asang (Osteochilus haselti), ikan lelan (Osteochilus vittatus), ikan garing (Tor douronensis) dan ikan kailan panjang (Aguila sp) akibat semakin meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke badan air danau, fluktuasi air permukaan dan pembangunan weir PLTA Maninjau di hulu Batang Antokan. Dewasa ini, tekanan terhadap lingkungan perairan danau Maninjau tidak hanya disebabkan oleh semakin berkembangnya budidaya perikanan, namun juga meluasnya pemanfaatan lahan di sekitar sempadan danau untuk pemukiman, alih fungsi lahan sawah menjadi kolam ikan dan peruntukan lainnya. Pemanfaatan perairan maupun daerah di sekitar Danau Maninjau yang kurang terkendali telah meningkatkan beban pencemaran yang diterima danau. Peningkatan pencemaran nutrien yang masuk ke danau diduga telah melebihi daya tampung danau. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan meningkatnya beban pencemaran nutrien di danau yaitu terjadinya blooming alga (marak algae) dan berkembangnya blue green algae serta terjadi dominasi komunitas fitoplankton oleh Cyanophycea, terutama Gloeocapsa, Oscillatoria dan Mycrocystis (Sulastri, 2001). Hasil sejumlah penelitian menunjukkan bahwa blooming alga mendorong terjadinya dominasi jenis 2 Germadan Maninjau alga beracun yang membahayakan bagi organisme akuatik, hewan ternak maupun manusia yang memanfaatkan perairan tersebut (Machbub et al, 2003). Dampak lain dari blooming alga adalah terjadinya penggumpalan di permukaan air yang menyerupai buih. Pengkayaan nutrien di Danau Maninjau juga telah mengakibatkan munculnya penghambat pertumbuhan bagi organisme perairan terutama ikan. Hal ini terjadi karena melimpahnya jenis alga yang toksik sehingga ketersediaan pakan alami berkurang, kebutuhan oksigen terlarut terbatas, dan meningkatnya jenis maupun kosentrasi senyawa toksik. Hasil penelitian terhadap ikan budidaya di Danau Maninjau menunjukkan pertumbuhan yang tidak normal diduga timbul dari kondisi lingkungan yang tercemar bahan organik (Syandri et al, 2013). Kondisi yang lebih buruk terjadinya kematian masal ikan budidaya, dalam kurun waktu dua belas tahun (1997 – 2014) di Danau Maninjau tercatat telah terjadi kematian masal ikan sebanyak 15.713 ton (Syandri, 2004; Syandri et al, 2010, Media Indonesia, 2014). Dampak lain terjadinya pengkayaan nutrien di Danau Maninjau adalah terjadinya perubahan warna perairan danau dan bau busuk yang menyengat. Kondisi perairan danau yang demikian menyebabkan menurunnya kualitas perairan dan estetika serta keindahannya. Kondisi danau tersebut diduga juga menurunkan nilai potensi ekonomi danau sebagai fungsi pariwisata, fungsi budidaya perikanan dan fungsi utama sebagai PLTA. Pengkayaan unsur nutrien di perairan Danau Maninjau telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kelestarian fungsi danau dan merugikan bagi pengguna (stakeholder). Syandri et al, (2013) menyatakan bahwa dampak pencemaran beban nutrien di perairan danau pada akhirnya bermuara pada gangguan sosial ekonomi masyarakat, konflik kepentingan, khususnya yang memanfaatkan ekosistem perairan danau. Salah satu tahapan penting yang diperlukan dalam penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya perairan danau adalah identifikasi masalah yang mengemuka sebagai dampak kegiatan pembangunan. Masalah utama tersebut merupakan masalah kualitas lingkungan dan sumberdaya alam serta jasa-jasa lingkungan. Para pakar berpendapat bahwa semua perencanaan pengelolaan danau harus dilakukan secara terpadu (integrated) dengan Germadan Maninjau 3 mempelajari dampak aktivitas di daerah tangkapan airnya (watershed) dan aktivitas yang berlangsung di danau itu sendiri (Kartamihardja et al, 2009, Lukman dan Ridwansyah, 2009; Henny, 2009; Krismono dan Kartamihardja, 2010; Syandri et al, 2014). Sejauh ini, pendekatan pengendalian pencemaran nutrien di perairan Danau Maninjau umumnya dilakukan secara parsial yang terkait dengan aspek ekologi dengan pertimbangan biofisik. Nasution (2005) menyatakan pengelolaan pembangunan yang bersifat parsial telah meningkatkan degradasi sumberdaya alam dan penurunan kualitas lingkungan. Di sisi lain, Syandri (2008) menjelaskan bahwa untuk pengelolaan sumberdaya air tawar, seperti danau dan sumberdaya ikannya harus dilakukan dengan pendekatan secara holistik dengan mengintegrasikan antara faktor lingkungan, ekonomi dan sosial. Dengan meningkatnya kompleksitas proses pembangunan, membutuhkan suatu pendekatan strategi pembangunan yang sinergis dengan menempatkan keseimbangan antara perspektif alam, aspek lingkungan, ekonomi dan sosial (Kutarga et al, 2008). Selanjutnya dijelaskan, pendekatan strategi pembangunan yang holistik dan integratif yang saling terkait secara ekologis dapat menjadi solusi perbaikan dalam pengelolaan lingkungan karena pendekatan yang integratif lebih memberikan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan ekologi. Bahwa untuk gerakan penyelamatan kawasan Danau yang mencakup pengelolaan sumberdaya air, sumberdaya ikan, sumberdaya lahan di sempadan danau dan daerah tangkapan air harus dilakukan dengan pendekatan secara holistik dengan mengintegrasikan antara faktor ekonomi, sosial dan lingkungan. Jika ketiga fakor tersebut dapat diaplikasikan kita yakin kemilau Danau Maninjau tidak akan pudar dan langit akan tetap biru. 1.2. Peraturan Perundangan-Undangan Dasar Hukum yang digunakan dalam penyusunan Germadan Danau Maninjau antara lain sebagai berikut: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem; 4 Germadan Maninjau 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan; 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tentang Perikanan; 8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Sistem Budidaya Pertanian; 9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 10.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990, Tentang Pengendalian Pencemaran Air; 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfataan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar; 12.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999, Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan; 15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan; 17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air; Germadan Maninjau 5 18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan; 19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai; 20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik; 21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012, Tentang Izin Lingkungan; 22.Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor Kep-02/MENKLH/6/1988, Tentang Pedoman Baku Mutu Lingkungan; 23. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51/KEPLH/10/ 1995 tentang Limbah Cair; 24. Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata cara persyaratan penimbunan hasil pengolahan, persyaratan lokasi bekas pengolahan, lokasi bekas penimbunan limbah B3; 25. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 47 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang; 26.Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 – 2032. 6 Germadan Maninjau BAB 2 KARAKTERISTIK MORFOMETRI DAN HIDROLOGI DANAU MANINJAU 2.1. Karakteristik Morfometri Danau Morfometri Danau ini penting diketahui karena memberikan pengaruh terhadap proses fisik, kimia dan biologi di dalam perairan danau itu sendiri, seperti kedalaman reiatif, pengembangan garis pantai, maupun pola dari cekungan itu sendiri. Hasil pemetaan batimetri danau berdasarkan laporan Fakhrudin et al, [2010] pada bulan Oktober 2010 saat elevasi air danau mencapai 463,1 m.dpl dicantumkan pada Tabel 2.1 dan kondisi geomorfologi kawasan di cantumkan pada Gambar 2.1. Tabel 2.1 Morfometri Danau Maninjau N0 Parameter Satuan Dimensi 1 Luas permukaan ha 9.996 2 Panjang garis pantai km 52,7 3 Panjang maksimum km 16,46 4 Lebar maksimum km 7,50 5 Kedalaman maksimum m 168 6 Kedalaman rata-rata m 105 7 Kedalaman relatif (Zr) - 1,508 8 volume air km3 10,33 9 Pengembangan garis pantai (DL) 1,51 10 Luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Ha 13.260 11 Rasio luas DTA : luas permukaan danau 1:1,32 Germadan Maninjau 7 12 3 1 4 Gambar 2.1. Geomorfologi Kawasan Danau Maninjau 2 Gambar 2.1. Geomorfologi Kawasan Danau Maninjau Berdasarkan tingkat kedalaman relatif Danau Maninjau sebesar 1,508, angka ini menunjukkan sifat perairan kurang stabil. Bila dibanding dengan Danau Singkarak yang tingkat kedalaman relatifnya lebih besar (Zr) 2,45 (Syandri et al, 2012), maka Danau Singkarak lebih stabil daripada Danau Maninjau. Menurut Wetzel (1983) sebagian besar danau memiliki nilai Zr kurang dari dua menunjukkan tingkat stabilitas yang rendah. Sedangkan danau yang memiliki stabilitas tinggi umumnya memiliki nilai Zr >4 dan merupakan danau dalam dengan permukaan sempit. Pengembangan garis pantai [DL] adalah gambaran potensi dan peranan wilayah tepian danau dalam hubungannya dengan kesuburan danau, semakin panjang garis pantainya semakin besar nilai DL. Menurut Welch [1952] semakin panjang garis pantai makin besar produktivitas danau. Garis pantai diantaranya akan berkontribusi terhadap luasan kontak perairan dan daratan, memberikan daerah terlindung serta luasan dari wilayah litoral danau. Nilai DL Danau Maninjau sebesar 1,51 yang menunjukkan bahwa 8 Germadan Maninjau peranan wilayah tepian kurang mendukung produktivitas perairannya. Bila dibanding dengan beberapa danau, maka nilai DL Danau Maninjau lebih tinggi dari nilai DL Danau Singkarak yaitu 0,16 [Syandri et al, 2012] dan Danau Lindu dengan nilai DL sebesar 1,27 [Lukman dan Ridwansyah, 2009]. Sebaliknya lebih rendah dari nilai DL Danau Poso sebesar 2,59 dan DL Danau Semayang sebesar 2,78 [Lukman et al, 1998]. 2.2. Fluktuasi Muka Air Danau Berdasarkan data rata-rata bulanan tinggi muka air Danau Maninjau mulai tahun 2007-2012, menunjukkan fluktuasi muka air danau selama 6 [enam] tahun mencapai sekitar 1,63 meter, dengan muka air tertinggi terukur pada bulan Mei 2009 yaitu mencapai 463,94 m.dpl dan terendah pada bulan Agustus 2012 yaitu 462,31 m.dpl [Tabel 3.2]. Muka air danau sangat tinggi mencapai 463,94 m.dpl terjadi pada bulan Mei 2009, disebabkan pada waktu itu terjadi hujan deras dengan ketebalan sebesar 18,18 mm. Fluktuasi muka air danau yang relatif stabil terkait dengan perbandingan luasan DTA yang hanya 1,32 kali luas perairan danau, air danau lebih banyak dipengaruhi oleh aliran air tanah. Tetapi kondisi cuaca sekitar danau terutama curah hujan dan evaporasi juga mempengaruhi secara langsung. Fluktuasi muka air danau berpengaruh terhadap luasan dan dinamika wilayah litoralnya serta daerah tepian yang merupakan wilayah rivarian. Wilayah-wilayah tersebut memiliki peran besar terhadap kondisi ekologis perairan danau, terkait dengan tingkat kesuburan danau maupun keragaman hayati. Menurut Wantzen et al [2008] perubahan permanen akibat fluktuasi muka air berpengaruh terhadap pola keragaman hayati di wilayah transisi perairan daratannya dan wilayah ini memiliki potensi keragaman biota yang tinggi. Germadan Maninjau 9 Tabel 2.2 Rata-Rata Tinggi Muka Air Danau [m.dpl] Tahun 2007-2012 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 2007 463,42 463,49 463,53 463,70 463,69 463,61 463,50 463,35 463,11 463,03 463,08 463,10 2008 463,15 463,20 463,30 463,15 463,10 463,36 463,24 463,40 463,36 463,42 463,36 462,36 2009 462,98 463,04 462,91 463,11 462,94 462,61 462,45 462,68 462,72 462,91 463,09 463,49 2010 463,63 463,76 463,76 463,89 463,94 463,60 463,36 463,24 463,40 463,36 463,42 463,36 2011 463,21 463,12 463,17 463,14 463,27 463,11 462,98 462,74 462,52 462,45 462,82 462,90 2012 462,64 462,73 462,58 462,52 462,55 462,42 462,35 462,31 462,36 462,60 462,70 462,93 Sumber : PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Bukittinggi Berdasarkan fluktuasi muka air Danau Maninjau mencapai sekitar 1,63 meter dan profil bathimeteri danau serta kecenderungan pola topografi di daratannya, maka wilayah sisi utara (daerah yang landai) Danau Maninjau memiliki wilayah litoral dan wilayah transisi perairan daratannya yang dominan dan memiliki peran penting terhadap ekosistem danau. Namun demikian kondisi saat ini, wilayah tersebut telah menjadi lokasi pertanian yaitu sawah untuk tanaman padi dan kolam pembenihan ikan nila dan ini akan mempengaruhi kondisi ekologi danau. 2.3. Aliran Air Masuk dan Keluar Danau Perairan Danau Maninjau sejak tahun 1983 digunakan untuk pembangkit tenaga listrik yang produksinya rata-rata per tahun sebesar 205 GWH, dengan membangun Weir pada hulu Sungai Antokan yang dasar sungainya pada ketinggian 462 m.dpl. Bendungan ini menaikkan tinggi muka air danau dari ketinggian 462 m.dpl menjadi 464 m.dpl. Aliran yang masuk dan keluar Danau Maninjau yang tercatat antara tahun 2007-2012 menunjukkan fluktuasi setiap tahun seperti dicantumkan pada Tabel 2.3. Berdasarkan data aliran masuk dan keluar Danau Maninjau yang dicatat antara tahun 2007-2012 menunjukkan pada umumnya rata-rata aliran masuk 10 Germadan Maninjau [14,25 m3/detik] lebih besar dari rata-rata aliran keluar [12,86 m3/detik]. Aliran keluar danau ini digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik melalui bangunan pengambilan air PLTA pada ketinggian 457,15-463,75 m.dpl atau kedalaman dari puncak bendung antara 6,85-10,25 m. Jika dihitung debit rata-rata air yang melalui saluran pengambilan air untuk PLTA antara tahun 2007-2012 sebesar 12,86 m3/detik. Angka ini lebih kecil bila dibandingkan dengan debit air rata-rata melalui Batang Antokan sebelum ada Weir PLTA yaitu sebesar 13,37 m3 per detik. Berdasarkan debit air keluar rata-rata 12,86 m3/detik dan volume air danau 10,22 milyar m3, maka Danau Maninjau mempunyai waktu tinggal air di danau [retention time] sekitar 25 tahun. Waktu tinggal air Danau Maninjau lebih lama jika dibandingkan dengan waktu tinggal air Danau Singkarak selama 20,4 tahun [Syandri et al, 2012], Danau Poso 7,2 tahun dan Danau Lindu 2,26 tahun [Lukman dan Ridwansyah,2009]. Waktu tinggal air danau ini memberikan peranan yang cukup signifikan pada proses yang terjadi di danau, semakin lama waktu tinggal air maka proses perangkapan sedimen dan hara akan semakin besar. Dengan demikian sedimen dari limbah KJA dan limbah domestik di Danau Maninjau akan semakin banyak terperangkap di danau. Tabel 2.3 Inflow dan outflow air Danau Maninjau Bulan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Inflow Outflow Inflow Outflow Inflow Outflow Inflow Outflow Inflow Outflow Inflow Outflow (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) Januari 11,94 12,68 11,90 12,60 11,94 12,68 16,51 10,98 7,32 9,05 11,30 15,60 Februari 16,46 15,10 11,46 12,10 16,46 15,10 13,47 11,67 10,75 9,10 11,24 8,60 Maret 11,04 13,81 11,04 12,81 11,04 13,81 22,93 21,93 11,13 10,07 12,07 14,98 April 16,64 11,51 11,64 11,51 16,64 11,51 35,72 21,94 16,32 11,76 10,19 11,12 Mei 8,90 12,84 8,90 12,84 8,90 12,84 28,21 27,58 9,35 11,95 10,27 9,50 Juni 9,52 15,65 9,52 15,65 9,52 15,65 22,52 21,90 8,05 12,63 7,59 9,91 Juli 6,94 9,25 6,94 9,25 6,94 9,25 11,52 10,95 5,23 8,67 7,38 7,95 Agustus 14,95 9,76 14,95 9,76 14,95 9,76 9,54 11,11 14,48 18,71 6,12 6,78 Sept 15,01 12,38 15,10 12,30 15,01 12,38 12,69 8,69 12,08 11,24 8,49 7,96 Oktober 14,06 10,96 16,06 12,96 14,06 10,96 14,67 15,77 11,17 12,18 13,39 7,52 Nov. 24,55 15,25 22,50 15,20 24,55 15,25 19,91 16,49 22,67 13,89 22,36 13,89 Des 22,21 12,46 20,21 12,50 22,21 12,46 12,49 15,28 19,14 18,99 22,23 12,48 Germadan Maninjau 11 air dan iklim], biotik [flora dan fauna] dan manusia. Unsur-unsur ters 2.4. Kondisi Daerah Tangkapan Air. berinteraksi satu sama lainnya dan saling ketergantungan. Hasil lu Daerah tangkapan air terdiri dari beberapa unsur yaitu unsur abiotik [tanah, air dan iklim], biotik [flora dan fauna] dan manusia. Unsur-unsur daerah tangkapan danau dipengaruhi oleh masukan dan proses yan tersebut saling berinteraksi satu sama lainnya dan saling ketergantungan. Hasil luaran suatu daerah tangkapan danau dipengaruhi oleh masukan dan daerah Prosestersebut. yang terjadi dengan karakteristik proses yang tersebut. terjadi di daerah Prosesterkait yang terjadi terkait dengan daerah karakteristik daerah tangkapan danau yang meliputi sifat-sifat tanah, topografi, danaulahan, yangkondisi meliputi sifat-sifattanah, tanah, topografi, tataguna lahan, kondisi tataguna permukaan geomorfologi dan morfometri. Aktifitas manusia dapat mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam daerah tersebut baik yang berdampak negatif maupun positif. manusia dapat me tanah, geomorfologi dan morfometri. Aktifitas Danau Maninjau merupakan satu kesatuan sistem dengan daerah proses-proses yang terjadi di dalam daerah tersebut yang berdam tangkapannya [Gambar 2.2]. Berdasarkan peta rupa bumi skalabaik 1:50.000 yang dikeluarkan Jantop TNI-AD tahun 1984 daerah tangkapan air danau berada pada ketinggian maupun positif. antara 464-1.250 m. dpl. Sebagian besar mempunyai lereng yang curam. Sebagai contoh pada sisi sebelah selatan perbedaan ketinggian antara dengan puncak Danaupermukaan Maninjaudanau merupakan satu pegunungan kesatuan [batas sistem deng daerah tangkapan air danau] sekitar 796 m tetapi jarak diagonalnya hanya 1,5 km atau mempunyai tangkapannya [Gamba lereng sebesar 63%, lahan ini sebaiknya Berdasarkan peta rupa b diklasifikasikan ke dalam lahan yang mempunyai 1:50.000erosi yang dikeluarkan J potensi yang tinggi dan menurut AD tahun Kehutanan 1984 daerah tan kementerian harus dihutankan. Untuk lahan-lahan danau berada yang pada ketingg mempunyai lereng yang besar cara pengolahan 464-1.250 m. dpl. Sebag lahan disarankan dengan penterasan atau mempunyai lereng yan pengolahannya sejajar Gambar 2.2 kontur. Teras berfungsi Daerah Tangkapan Air Danau Maninjau Sebagai contoh pada si untuk memperpendek 12 selatan Germadan Maninjau perbedaan ketinggian antara permukaan danau denga lereng dan sekaligus memperkecil lereng, air hujan mempunyai kesempatan lebih lama untuk meresap ke dalam tanah. Danau Maninjau mempunyai luas daerah tangkapan air sebesar 13.260 ha, bila dibandingkan dengan luas permukaan airnya seluas 9.737,50 ha relatif kecil, padahal air danau Maninjau mempunyai volume yang sangat besar yaitu 10.226.001.629,2 m3. Hal ini juga dicerminkan oleh apa yang disebut oleh Ryding and Rast [1989] dengan volume quotient [ADAS/Vw] dan area quotient [ADAS/Aw] masing-masing sebesar 0,013 [km2/106m3] dan 1,38 yang mempunyai arti bahwa peranan aliran air tanah [groundwater] cukup besar dalam mensuplai air danau. Sumber air bagi danau ini bukan hanya dari air hujan, namun juga dari sungai-sungai yang ada di sekelilingnya, dan bermuara di danau tersebut. Sungai sungai yang bermuara di danau memiliki perbedaan tipe. Sungaisungai di sebelah utara Danau Maninjau memiliki pola linier [tidak bercabang], sementara di sebelah barat danau sungai-sungainya berpola dendritik [bercabang]. Artinya, di daerah yang sungainya berpola linier, keterbatasan air cenderung menjadi persoalan. Sementara di daerah berpola dendritik, pembukaan lahan cenderung lebih cepat terjadi. Berdasarkan perbandingan antara luas perairan danau [A] dengan luas daerah tangkapan air [DTA] dibanding dengan beberapa danau yang sejenis di Sumatera Barat , maka Danau Maninjau mempunyai rasio A : DTA = 1:1,36 lebih kecil dari Danau Singkarak A : DTA = 1:11,5, Danau Poso 1:3,4 dan Danau Lindu 1:15,9. Luas DTA terutama akan berpengaruh terhadap debit aliran masuk ke danau dan akhirnya pada debit aliran keluar. Danau Maninjau yang terletak di daerah pegunungan memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya, pemanfaatan lahan di pegunungan cukup terbatas. Selain disebabkan oleh kondisi topografi yang cukup beragam, keterbatasan sarana/prasarana pendukung, juga disebabkan oleh adanya ketentuan perundangan yang melarang atau membatasi pemanfaatan lahan secara intensif. Bentuk penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau terbagi dalam bentuk tegalan, sawah, hutan dan pekarangan atau permukiman. Penggunaan lahan yang ada akan berpengaruh terhadap penutupan tanah dan akan berpengaruh terhadap erosi dan sedimentasi di sub-sub DAS yang Germadan Maninjau 13 bermuara di Danau Maninjau. Besarnya erosi yang terbawa oleh limpasan yang terjadi di wilayah kawasan danau per tahun rata-rata 16 ton per ha, dengan total sedimen yang masuk ke danau setiap tahunnya sebanyak 2.410 ton [PSDA Sumbar, 2005]. Erosi yang terjadi di kawasan Danau Maninjau dapat menyebabkan merosotnya produktivitas lahan, rusaknya lingkungan, dan terganggunya keseimbangan estetika danau serta pencemaran perairan danau. Erosi akan berpengaruh terhadap penurunan produktivitas tanah akibat dari pengikisan tanah atau hilangnya tanah lapisan atas, memburuknya sifat fisik dan kimia, berkurangnya aktivitas biologi tanah dan tertutupnya tanah lapisan atas. Penggunaan lahan terbaru dalam dokumen RTRW Kabupaten Agam 2010-2030 menunjukkan bahwa data penggunaan lahan di lingkar Danau Maninjau tahun 2010 sangat berubah, dengan konversi hutan atau lanskap alami menjadi lahan budidaya intensif, dibanding data tahun 2002 hutan yang masih cukup mendominasi. Pemanfaatan sumber daya alami yang berlebihan ini juga menyebabkan semakin banyaknya endapan dari buangan limbah pemukiman dan tren budidaya perikanan karamba jaring apung yang semakin tidak terkontrol. Tabel 2.4 dan Gambar 2.3 memperlihatkan penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau. Tabel 2.4 Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Tanjung Raya No 1 2 3 4 5 6 7 Nagari Maninjau Bayur III Koto Koto Kociek II Koto Tanjungsani Sungai Batang Jumlah Persentase Sawah 205 526 421 460 390 126 390 2.518 16,70 Penggunaan Lahan (ha) Tegalan Permukiman Hutan Lain-lain 426 110 560 9 435 138 692 8 258 135 152 15 236 108 369 14 199 144 2.037 12 1.773 154 2.421 27 279 180 1.223 11 3.606 869 6.951 96 23,92 5,76 46,11 0,64 Sumber : Kecamatan Tanjung Raya Dalam Angka 2010. 14 Germadan Maninjau Gambar 2.3 Penggunaan lahan di Danau Maninjau Gambar 2.3 2.5. Status Mutu Air Danau Maninjau Penggunaan lahan di Danau Maninjau Menurut Djokosetiyanto dan Hardjojo dan [2005], metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya. Klasifikasi mutu air menurut PP 82 Tahun 2001 ditetapkan menjadi 4 [empat] kelas yaitu : 1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,peternakan, air untuk mengairi air pertamanan dan atau peruntakan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; Germadan Maninjau 15 4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertamanan dan atau peruntukan lain yang mepersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hasil perhitungan status mutu air Danau Maninjau untuk masing-masing lokasi dan waktu pengukuran [bulan Maret dan Juli] memperlihatkan bahwa air Danau Maninjau telah tercemar ringan sampai sedang [Tabel 3.5]. Tabel 3.5. memperlihatkan status mutu air pada musim penghujan dan kemarau, dimana status mutu air sedang [cemar sedang] pada semua stasiun pada klasifikasi mutu air kelas II, sedangkan pada kelas pada stasiun Intake PLTA status mutu airnya adalah baik [cemar ringan]. Tinggi rendahnya skor mutu air dipengaruhi oleh beberapa kegiatan masyarakat di sempadan danau. Kegiatan penduduk di wilayah perairan (kegiatan perikanan budidaya di karamba jaring apung) di Danau Maninjau juga memberikan sumbangan yang besar terhadap status mutu perairan. Kegiatan lain yang dominan antara lain, pemukiman, pertanian, erosi dan pembuangan sampah organik dan anorganik. Tabel 2.5 Hasil analisis kualitas air Danau Maninjau Sampel Air Dan Stasiun 1MH 1MK 2MH 2MK 3MH 3MK 4MH 28 29 27 29 27 28 27 4MK 1 Temperatur 2 Residu terlarut (TDS) mg/L 22,79 18,11 21,63 16,40 13,70 9,79 12,34 12,40 3 Residu tersuspensi (TSS) mg/L 2,25 5,83 4,02 4,22 4 Kecerahan m 1,8 2,0 2,0 1,5 1,5 2,0 1,3 1,5 5 pH unit 7,6 8,5 8,0 7,5 8,0 8,5 8,0 8,5 6-9 6 BOD5 mg/L 2,10 2,74 1,60 3,50 2,95 2,60 1,55 2,95 2 3 6 12 7 COD mg/L 16,42 16,07 23,65 47,82 7,02 8,94 15,33 24,06 10 25 50 100 8 DO mg/L 6,90 6,11 5,10 5,24 6,89 6,39 4,44 5,70 6 4 3 0 9 Total Fosfat µg/L 0,28 0,58 0,50 0,65 0,39 0,55 0,42 0,64 0,2 0,2 1 5 10 NO3 sebagai N (Nitrat) mg/L 1,05 1,20 2,53 1,94 2,42 1,90 2,61 1,22 10 10 20 20 11 NO2 sebagai N (Nitrit) mg/L 0,016 0,060 0,090 0,023 0,027 0,043 0,030 0,080 0,06 0,06 0,06 - 12 Clorine bebas (Cl2) mg/L 0,032 0,052 0,040 0,100 0,035 0,049 0,030 0,065 0,03 0,03 0,03 - 13 Belereng sebagai H2S mg/L 0,045 0,110 0,120 0,175 0,092 0,092 0,16 0,130 0,002 0,002 0,002 - 14 Kadmium mg/L 0,560 0,590 0,122 0,133 0,254 0,252 0,580 0,560 0,01 0,01 0,01 0,01 15 Khrom mg/L 0,270 0,381 0,350 0,491 0,155 0,271 0,300 0,442 0,05 0,05 0,03 1 16 Tembaga (Cu) mg/L 0,794 0,894 1,150 1,115 0,694 0,02 0,02 0,02 0,2 0 C Baku Mutu Kualitas Air (PP No 82/2001) Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV 16 Germadan Maninjau 8,90 18,40 28 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 7,18 12,71 0,62 1,150 1,115 1000 1000 1000 2000 50 50 400 400 >8 >6 >5 >3 6-9 6-9 6-9 Sampel Air Dan Stasiun Baku Mutu Kualitas Air (PP No 82/2001) 1MH 1MK 2MH 2MK 3MH 3MK 4MH 4MK Kelas I 0,02 0,15 0,06 0,48 0,06 0,08 0,30 Kelas II Kelas III Kelas IV 17 Besi mg/L 0,32 0,3 - - - 18 Timbal (Pb) mg/L 0,653 0,663 0,934 0,924 0,589 0,583 0,934 0,924 0,03 0,03 0,03 1 19 Seng (Zn) mg/L 0,479 0,397 0,768 0,752 0,420 0,297 0,768 0,752 0,05 0,05 0,05 2 20 Minyak dan lemak µg/L <50 <50 1000 1000 1000 - 21 Deterjen sbg MBAS µg/L 20 40 200 200 200 - <50 <150 62 100 <50 <50 57 40 <50 <100 73 60 DATA TAMBAHAN UNTUK PERIKANAN 22 Kesadahan mg/L 30,15 23,25 34,77 33,95 30,85 30,78 40,08 43,73 - 350 - 23 Alkalinitas mg/L 23,69 29,44 31,04 34,20 28,12 33,51 39,34 46,90 - >80 - 24 Daya Hantar Listrik mhos 229,4 254,8 291,1 301,4 240,1 231,9 258,5 218,7 - 225,0 - 25 Khlorofil- a µg/L - - - 26 Orthopospat (PO4-P) mg/L 0,14 0,45 0,61 0,15 0,45 0,15 0,50 - 0,02 - 27 TOM mg/L 9,32 9,89 16,69 15,21 9,35 8,69 12,22 9,38 - 110 - 28 DOM mg/L 6,71 5,49 10,13 9,80 8,50 8,13 7,81 5,52 - 110 - 29 POM mg/L 2,61 4,40 5,41 0,85 0,56 4,41 3,86 - 110 - 30 Total N mg/L 1,110 1,171 1,250 1,115 1,43 1,53 1,248 1,130 - 10 285,02 260,15 297,01 252,66 281,10 236,03 255,01 267,2 0,31 6,56 Kode lokasi: 1MH : Hotel Tandirih Nagari Bayur musim hujan ; 1MK : Hotel Tandirih Nagari Bayur musim kemarau; 2MH: Lokasi Padat KJA di Nagari Koto Kaciek musim hujan; 2MK : lokasi Padat KJA di Nagari Koto Kaciek musim kemarau; 3MH: lokasi outlet danau intake PLTA Maninjau musim hujan; 3MK:lokasi outlet danau intake PLTA maninjau musim kemarau ; 4MH: Lokasi jarang KJA di perairan Sigiran musim hujan; 4MK : Lokasi jarang KJA di perairan Sigiran musim kemarau Keterangan : Elevasi danau Maninjau pada 13 Maret 2013 adalah 463,20 mdpl dan pada 1 Juli 2013 adalah 461,59 mdpl Tabel 2.6 memperlihatkan hasil perhitungan status mutu air Danau Maninjau bulan Maret dan Juli 2013, status mutu air pada stasiun 1 sampai 4 memperlihatkan kondisi perairan yang sedang [cemar sedang] pada klasifikasi mutu air kelas I, sedangkan untuk kelas II mutu air termasuk cemar ringan. Germadan Maninjau 17 Tabel 2.6 Status Mutu Air Danau Maninjau Tahun 2013 Nama Stasiun Hotel Tandiri Maninjau Koto Kaciek Intake PLTA Sigiran Status Mutu Air Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Score Kategori Score Kategori Score Kategori Score Kategori -150 Buruk -150 Buruk -150 Buruk -28 sedang -150 -150 -150 Buruk Buruk Buruk -150 -150 -150 Buruk Buruk Buruk -150 -150 -150 Buruk Buruk Buruk -28 -29 -28 Sedang Sedang Sedang Keterangan : (1) Baik sekali, skor = 0 (memenuhi baku mutu) (2) Baik, skor = -1 s/d -10 (cemar ringan) (3) Sedang, skor = -11 s/d -30 (cemar sedang) (4) buruk, skor ≥ -31 (cemar berat) 2.6. Status Trofik Perairan Danau Maninjau Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian memperlihatkan adanya variasi nilai parameter kualitas air yang kecil antar lokasi dan antar periode pengamatan [Tabel 2.4]. Data parameter kualitas air pada empat stasiun menunjukkan bahwa angka total Fosfor pada bulan Maret 2013 berkisar antara 39,0-58,0 µg/L dan bulan Juli 2013 berkisar antara 55,065,0 µg/L, kecerahan air bulan Maret 2013 berkisar antara 1,2 - 2,0 meter dan pada bulan Juli 2013 berkisar antara 1,1-1,5 meter, angka Khlorofil-a pada bulan Maret 2013 berkisar antara 25,266 -29,701 µg/L dan bulan Juli 2013 berkisar antara 23,603 -29,701 µg/L. Perbedaan kecerahan antar bulan pengamatan dapat disebabkan karena banyak air hujan dan air mata air yang menambah volume air danau sehingga elevasi danau mencapai 463,20 mdpl, sedangkan air dari sungai tidak banyak yang masuk ke danau ini, karena daerah tangkapan air danau tidak memiliki sungai yang besar. Status trofik perairan dicirikan dengan tinggi rendahnya kandungan unsur hara seperti N dan P serta kelimpahan fitoplankton atau konsentrasi khlorofilnya. Carlson’s [1977] mengajukan suatu indeks status trofik perairan yang didasarkan kepada kecerahan perairan dari hasil pembacaan keping secchi. Kandungan total posfor dan kandungan khlorofil-a. Berdasarkan nilai tersebut maka indeks status trofik [TSI] perairan Danau Maninjau yang diteliti pada bulan Maret 2013 rata-rata sebesar 76,61±2,02, sedangkan yang 18 Germadan Maninjau diteliti pada bulan Juli 2013 rata-rata sebesar 78,62±1,15 [Tabel 3.8 dan 3.9]. Nilai-nilai ini setelah dicocokan dengan kriteria yang dikemukan oleh Carlso’s [1977] ternyata daerah perairan litoral Danau Maninjau yang diteliti status trofiknya pada bulan Maret 2013 [musim hujan] adalah ”eutrofik berat” dan pada bulan Juli 2013 (musim kemarau) juga tergolong ”eutrofik berat”. Tingkat kesuburan Danau Maninjau yang tinggi tersebut dapat disebabkan oleh tinggi beban unsur hara berupa P dan N dari limbah karamba jaring apung yang lepas ke perairan. Syandri et al [2012] menyatakan bahwa jumlah KJA di Danau Maninjau pada tahun 2012 adalah sebanyak 15.860 petak dan aktif digunakan sebanyak 12.688 petak dengan jumlah pakan yang digunakan 76.128 ton /tahun dan diprediksi menjadi limbah organik sebanyak 72,69 ton/hari. Selain akumulasi sisa pakan ikan, feces ikan dan jumlah ikan yang mati di dalam KJA dan dibuang ke danau. Jumlah ikan yang mati dari 100 petak KJA sampel rata-rata 0,5 kg/petak, sehingga dengan jumlah KJA 12.688 petak [diprediksi 80% KJA yang aktif] dikalikan 0,5 kg sama dengan 6.344 kg dikalikan dengan dua kali periode pemeliharaan = 12.688 kg [12,688 ton/tahun]. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya beban pencemaran air danau. Peningkatan unsur hara tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyuburan [eutrofikasi] di perairan dan akan merangsang pertumbuhan gulma air seperti eceng gondok yang sudah berkembang di Danau Maninjau, terutama di wilayah sebelah utara [Nagari Maninjau, Nagari Dua Koto, Nagari Koto Kaciek dan Nagari Koto Malintang]. Dampak eutrofikasi terhadap ekosistem dan permasalahan bagi manusia di Danau Maninjau dapat dijelaskan secara rinci. Dampak terhadap ekosistem yaitu [1] sudah terjadi penurunan keanekaragaman spesies dan diganti oleh spesies yang dominan, seperti ikan betutu dan lobster dan Bivalvae [Lokan], [2] meningkatnya biomasa flora dan fauna; [3] meningkatnya kekeruhan; meningkatnya laju sedimentasi sehingga memperpendek umur danau; terjadi kekurangan oksigen yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan kematian masal ikan. Sedangkan permasalahan eutrofikasi bagi masyarakat yaitu [1] air danau telah membahayakan kesehatan masyarakat seperti penyakit gatalgatal; [2] nilai air menjadi menurun karena tidak bisa lagi digunakan untuk Germadan Maninjau 19 MCK karena terjadi perubahan rasa dan bau; [3] punahnya beberapa jenis ikan ekonomis penting seperti ikan ide-ide, ikan asang dan ikan baung. Rasio TN : TP umumnya di atas 12 pada setiap stasiun pemantauan. Secara umum Danau Maninjau mempunyai rasio TN:TP >12. Hal ini disebabkan karena limbah pakan ikan, feses ikan dan ikan mati mengandung bahan organik dan nutrient yang tinggi yang terbuang ke dalam perairan. Menurut McDonald et al [1996] sebanyak 30% dari jumlah pakan yang diberikan tidak termakan dan 25-30% dari pakan yang dimakan akan dieksresikan. Rasio TN:TP yang lebih besar dari 12 perlu diwaspadai mengingat pernah terjadi blooming Microcystis di Danau Maninjau pada tahun 2000 [Syandri, 2003]. Oleh karena itu pembukaan pintu Dam Weir memberikan dampak sangat penting terhadap berkurangnya Microcystis di Danau Maninjau. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air lainnya seperti pH dengan nilai antara 7,5 - 5,5 [bagian permukaan] menunjukkan perairan litoral danau bersifat basah. Hal ini diperkuat pula oleh nilai alkalinitas perairan ke empat stasiun berkisar antara 23,69-112,34 mg/L CaCO3-eq dapat menggolongkan perairan danau Maninjau mempunyai produktifitas sedang. Artinya perairan digolongkan mempunyai alkalinitas sedang dan produktifitasnya juga sedang. Menurut Swingle [1968] nilai alkalinitas antara 0-10 mg/l CaCO3 eq mengindikasikan perairan sangat masam, antara 1050 mg/l CaCO3 eq perairan tergolong kurang produktif, antara 50-200 mg/l CaCO3 eq perairan mempunyai produktifitas sedang. Berbeda dengan status tropik Danau Ranau Sumatera Selatan yaitu mesotropik dengan tingkat kecerahan berkisar antara 3,5-4,5 meter dan pH berkisar antara 8,0-8,5 meter (Samuel, 2011). Perbedaan alkalinitas suatu perairan dapat disebabkan oleh perbedaan sumber dan jumlah bahan organik yang terdapat di perairan tersebut. Menurut Kaplan dan Newbold (1993) bahan organik berperan penting sebagai sumber energi dan daur unsur hara pada perairan umum daratan. Pada perairan umum, bahan organik yang berasal dari dalam perairan itu sendiri (authochnous) ataupun dari luar [allocthonous] merupakan komponen dasar metabolisme di dalam perairan [Whitten et al., 1987 dalam Husna dan Arisna, 2010]. Daya hantar listrik [DHL] adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Semakin banyak garam-garam terlarut 20 Germadan Maninjau yang dapat terionisasi maka akan semakin tinggi nilai DHLnya. Boyd [1979] menyatakan bahwa nilai DHL perairan alami sekitar 20-1.500 umhos/cm, sedangkan perairan laut bisa memiliki nilai DHL yang sangat tinggi karena banyaknya garam-garam yang terlarut di dalamnya. Nilai DHL perairan Danau Maninjau berkisar antara 330,4-456,7 umhos. Berarti perairan danau ini tergolong perairan yang mempunyai DHL sedang. Sebagai pembanding nilai DHL sungai Musi pada zona hulu berkisar antara 400-600 umhos dan zona hilir yang telah terpengaruh oleh salinitas air laut berkisar antara 610-740 umhos [Samuel et al, 2004]. Nlai DHL sungai Citarum dan anak-anak sungainya berkisar antara 200-300 umhos (Kartamihardja et al, 1987 dalam Samuel et al, 2004)), sedangkan nilai DHL sungai Kampar dan banjirannya berkisar antara 500-550 umhos [Azrita et al, 2011]. Carlson [1977] mengklasifikasikan status tropik perairan seperti Tabel 2.8. Nilai Status Tropik Perairan Danau Maninjau dicantumkan pada Tabel 2.9. Tabel 2.7 Kategori Status Trofik Berdasarkan Indeks Status Trofik Carlson (1977) Score <30 Status Tropik Ultraoligotropik 30-40 Oligotropik 40-50 Mesotropik 50-60 Eutropik ringan 60-70 Eutropik sedang 70-80 Eutropik berat >80 Hypereutropik Keterangan Air jernih, konsentrasi oksigen terlarut tinggi sepanjang tahun dan mencapai zona hipolimnion Air jernih, dimungkinkan adanya pembatasan anoksik pada zona hipolimnetik secara periodik Kecerahan air sedang, peningkatan perubahan sifat anoksik di zona hipolimnetik, secara estetika masih mendukung untuk kegiatan olahraga air Penurunan kecerahan air, zona hipolimnetik bersifat anoksik, terjadi problem tanaman air, hanya ikan-ikan yang mampu hidup di air hangat, mendukung kegiatan olahraga air tetapi perlu penanganan Didominasi oleh alga hijau-biru, terjadi penggumpalan, problem tanaman air sudah ekstensif Terjadi blooming alga berat, tanaman air membentuk lapisan bed seperti kondisi hypereutrophik Terjadi gumpalan alga, ikan mati, tanaman air sedikit didominasi oleh alga Germadan Maninjau 21 Tabel 2.8 Trofik Status Indeks [Carlson’s trophic state index, TSI, 1977 perairan Danau Maninjau pada bulan Juli 2013 Stasiun Penelitian Muko-Moko Sigiran Bayur Koto Kaciek Nilai rataan Total Fosfor (µg/L) 550 640 580 650 605±4,79 Kecerahan (meter) 1,5 1,2 1,4 1,1 1,3±0,18 Khlorofil-a (µg/L) 236,03 267,20 285,02 297,01 271,3±2,65 TSI Rataan (Score) 77,82 77,58 79,03 80,08 78,62±1,15 Status Trofik Eutrofik berat Eutrofik berat Eutrofik berat Eutrofik berat Eutrofik berat 2. 7. Pembebanan Organik Kadar organik terlarut [DOM] tampak lebih dominan dibanding kadar organik partikulat [POM] di dalam menyusun organik total [TOM], dan kadar fraksi DOM menunjukkan penurunan dari inlet menuju outlet [Tabel 3.10]. Menurut Saunders [1972] dalam Wetzel [1983] pada perairan danau proporsi fraksi organik terlarut jauh lebih tinggi dibanding partikulatnya. Proses sedimentasi dan mineralisasi diduga berperan terhadap penurunan kadar organik di Danau Maninjau. Kondisi air tergenang dari perairan danau lebih memberikan kesempatan kedua proses tersebut berlangsung. Komponen organik terlarut lebih mudah untuk mengalami mineralisasi, sementara komponen partikulat akan mengalami sedimentasi. Kadar organik terlarut [DOM] lebih dominan daripada organik partikulat [POM] di dalam menyusun organik total [TOM] dan kadar fraksi DOM lebih tinggi pada perairan yang lebih banyak KJA [perairan Koto Malintang, Koto Kaciek dan Sigiran] daripada perairan yang jarang KJA [Bayur dan Intake PLTA]. Kadar DOM, POM dan TOM antara stasiun penelitian berdasarkan uji One Way Anova berbeda nyata [p<0,05] dan berdasarkan analisis PCA terpisah masing-masing stasiun . 22 Germadan Maninjau Tabel 2.9 Kadar TOM, DOM dan POM pada sampel Air Danau Maninjau Parameter TOM (mg/L) DOM (mg/L) POM (mg/L) I. Koto Malintang II. Koto Kaciek 19,01±0,80a 16,33±0,30b a 14,20±0,13 10,14±0,05b a 4,55±0,05 6,50±0,05b Stasiun III. Bayur 9,12±0,24c 6,58±0,24c 2,55±0,05c IV. Outlet Danau V. Sigiran 9,31±0,10d 13,59±0,44e d 8,41±0,10 8,17±0,08e d 0,90±0,05 5,43±0,20e Keterangan : Rataan ±SD (n = 3) dengan huruf superscript yang berbeda menunjukan berbeda nyata (p<0,05) dan huruf superscript yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (p>0,05) Kadar fraksi DOM menunjukkan penurunan dari perairan yang banyak KJA menuju outlet di intake PLTA Maninjau. Dari data danau Maninjau menunjukkan adanya beban organik allochtonus yang bersumber dari aktifitas usaha perikanan karamba jaring apung [KJA]. Pada lokasi padat KJA di perairan Koto Malintang berdasarkan hasil sensus tahun 2012 dengan jumlah KJA sebanyak 3.768 petak, kadar TOM adalah sebesar 19,94 mg/l (0,01994 kg.m-3), perairan Koto Kaciek dengan jumlah KJA 1.060 petak kadar -3 TOM adalah sebesar 16,69 mg/L [0,01669 kg.m ], sementara itu pada outlet -1 PLTA di perairan Muko-Muko dilepaskan kadar TOM 9,35 mg.l [0,0935 kg.m 3 ]. Berdasarkan selisih antara beban organik di lokasi KJA seperti perairan Koto Malintang dan yang dilepaskan di outlet, maka akumulasi TOM di Danau -3 Maninjau adalah 10,59 mg/L [0,1059 kg.m ], atau 53,10% dari beban masuk dari KJA. Di Waduk Cirata akumulasi TOM adalah sebesar 29,4% dari beban masuk [Lukman dan Hidayat, 2002]. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan topografi Danau Maninjau dan Waduk Cirata dan masa tinggal air. Menurut Saunderss [1972] dalam Wetzel [1983] pada perairan danau proporsi fraksi organik terlarut jauh lebih tinggi dibanding partikulatnya. Kondisi air danau yang tergenang lebih memberikan kesempatan kedua proses tersebut berlangsung. Komponen organik terlarut lebih mudah untuk mengalami mineralisasi, sementara komponen partikulat akan mengalami sedimentasi. Jumlah KJA berdasarkan data primer dan sekunder dicantumkan pada Tabel 2.11 dan penyebarannya dicantumkan pada Gambar 2.5. Germadan Maninjau 23 Tabel 2.10 Jumlah KJA Setiap Nagari Di Danau Maninjau No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nagari/Desa Tanjung Sani Sungai Batang Maninjau Bayua II Koto Koto Kaciek Koto Gadang VI Koto Koto Malintang Keterangan : 2005 5.260 469 364 1.515 921 193 28 1.378 4.484 Jumlah KJA [petak] 2009 2012 5.194 4.140 742 1.741 331 1.743 224 2.349 281 907 600 1013 9 202 1448 3.768 9.830 15.860 2013 4.000 1.750 1.795 2.425 1.050 1.060 190 3.850 16.120 Data tahun 2005 dan 2009 adalah data sekunder dan Data 2012 dan 2013 adalah data primer hasil sensus 38 Gambar Gambar 2.4 Jumlah petak KJA [%] setiap2.4 Nagari di Kec. Tanjung Raya Jumlah petak KJA [%] setiap Nagari di Kec. Tanjung Raya Pembebanan bahan organik di Danau Maninjau lebih besar bersumber dari autochtonus, terutama dari limbah proses produksi ikan pada sistem KJA jika dibandingkan dengan pembebanan bahan organik allochtonus yang Pembebanan bahan organik di Danau Maninjau lebih besar bersumber bersumber dari inlet lainnya. Untuk mengetahui tingkat pembebanan bahan organik dari KJA di Danau Maninjau maka dirunut kembali berdasarkan datadari autochtonus, terutama dari limbah proses produksi ikan pada sistem KJA data produksi ikan yang dihasilkan dari sistem KJA [Tabel 2.12, Gambar 2.5]. 24 dibandingkan Germadan Maninjau jika dengan pembebanan bahan organik allochtonus yang bersumber dari inlet lainnya. Untuk mengetahui tingkat pembebanan bahan Tabel 2.12 Data Produksi Ikan, Jumlah Pakan Yang Diberikan Dan Perkiraan Limbah Organik Dari Sistem Budidaya Ikan KJA Di Danau Maninjau Tabel 2.11 Data Produksi Ikan, Jumlah Pakan Yang Diberikan Dan Perkiraan Sistemikan Budidaya Danau Maninjau TahunLimbah Jml KJAOrganik Jlh KJADariProduksi nila (ton) Ikan KJA PakanDi(ton) Limbah Organik Produktif (ton) Jlh KJA Produksi1ikan nila (ton)2 Pakan Organik (ton) 3 (ton) BK4 Limbah Per BB BK BB per 5 Produktif BB1 BK2 BB3 BK4 Per tahun tahun5per harihari 2001 3.500 2.800 2001 3.500 2.800 10.500,00 10.500,00 2.625,00 2.625,00 16.800,00 16.800,00 8.400,00 8.400,005.775,00 5.775,0016,0416,04 2002 3.608 2.886 62 62 17.613,00 2002 3.608 2.886 10.822,50 10.822,50 2.705, 2.705, 17.613,00 8.806,60 8.806,606.100,98 6.100,9816,9416,94 2003 3.960 3.168 11.880,00 11.880,00 2.970,00 2.970,00 19.008,00 19.008,00 9.504,00 9.504,006.534,00 6.534,0018,1518,15 2003 3.960 3.168 2004 4.316 3.452 12.945,00 12.945,00 3.236,25 3.236,25 20.712,00 20.712,00 10.356,00 10.356,007.120,00 7.120,0019,7819,78 2004 4.316 3.452 2005 4.920 3.936 14.760,00 14.760,00 3.690,00 3.690,00 23.616,00 23.616,00 11.808,00 11.808,008.118,00 8.118,0022,5522,55 2005 4.920 3.936 2006 8.955 7.164 26.865,00 6.716,25 42.984,00 21.492,00 14.775,75 41,05 2006 8.955 7.164 26.865,00 6.716,25 42.984,00 21.492,00 14.775,75 41,05 2007 9.100 7.280 27.255,00 6.806,25 43.560,00 21.780,00 14.973,75 41,59 2007 9.100 7.280 2008 9.450 7.560 27.255,00 28.350,00 6.806,25 7.087,50 43.560,00 45.360,00 21.780,00 22.680,0014.973,75 15.592,5041,5943,31 2008 9.450 7.560 28.350,00 7.087,50 45.360,00 22.680,00 15.592,50 2009 9.830 7.864 29.490,00 7.372,50 23.592,00 11.796,00 8.109,7543,3122,52 2009 13.129 9.830 7.864 2010 10.503 29.490,00 9.846,56 7.372,50 2.461,64 23.592,00 15.745,00 11.796,00 7.872,508.109,75 5.410,8622,5215,03 2011 12.000 9.846,56 11,250.00 2.461,64 2,812.50 15.745,00 18,000,00 7.872,50 9,000.005.410,86 6,187.515,0317,18 2010 15.000 13.129 10.503 2012 12.688 11,250.00 11,895.00 2,812.50 2,973.75 18,000,00 19,032.00 9,000.00 9,516.006,187.5 6,542.2517,1818,17 2011 15.860 15.000 12.000 2013 16,120 12.688 12,896 11,895.00 12,090.00 2,973.75 3,022.50 19,032.00 19,344.00 9,516.00 9,672.006,542.25 6,649.5018,1718,47 2012 15.860 Keterangan : Akumulasi Limbah 2001-2013 = 111.889,84 2013 16,120 12,896 12,090.00 3,022.50dari tahun 19,344.00 9,672.00 6,649.50 ton18,47 BB: Berat Basah Limbah rataan/tahun = 9.324,98 Keterangan : Akumulasi Limbah dari tahun 2001-2013 = 111.889,84 ton ton BK: Berat Kering Limbah rataan/hari 25,90 BB: Berat Basah Limbah rataan/tahun = 9.324,98 ton ton Ket : Pakan 3 ton/petak, panen 2 kali /tahun; Jumlah KJA produktif 80% dari KJA total (hasil sensus) BK: Berat Kering rataan/hari ton dan 3 Adibroto, 1999), (3) Rasio konversi pakan 1,6, (4) 50% BB25,90 (Garno (2) 25% BB1 (Garno danLimbah Tahun Jml KJA Adibrota, 1991), (5) BKpanen Pakan-BK ikan Jumlah KJA produktif 80% dari KJA total (hasil sensus) Ket : Pakan 3 ton/petak, 2 kali /tahun; (2) 25% BB1 (Garno dan Adibroto, 1999), (3) Rasio konversi pakan 1,6, (4) 50% BB3 (Garno dan Adibrota, 1991), (5) BK Pakan-BK ikan Gambar2.5 2.5. Jumalh . JumlahKJA, KJA, jumlah produksiikan ikan dan dan jumlah jumlah sedimen sedimen Gambar jumlah pakan, paka, produksi Beban organik dari limbah KJA sejak tahunGermadan 2001 - Maninjau 2012 di Danau 25 Maninjau telah terkamulasi sebanyak 123.390,45 ton dengan beban rataan Pembebanan limbah organik ini mulai tahun 2001 - 2012 bergerak secara Beban organik dari limbah KJA sejak tahun 2001 - 2012 di Danau Maninjau terkamulasi sebanyakikan 123.390,45 ton dengan beban rataan linear sesuaitelah dengan tingkat produksi dengan nilar R2 = 0,96 (Gambar per tahun sebanyak 10.282,53 ton dan belum diperkirakan sejak tahun 1993 3.6). upaya penurunan limbah akan dapat berhasilManinjau secara yaituBahwa pada awal budidaya ikan produksi dengan KJA dilaksanakan di Danau . Pembebanan limbah organik ini mulai tahun 2001 - 2012 bergerak secara efektif kebijakan ditempuh adalah dengannilar mengurangi linear bila sesuai denganyang tingkat produksi ikan dengan R2 = 0,96pertumbuhan (Gambar 3.6). Bahwa upaya penurunan produksi limbah akan dapat berhasil secara efektif KJA. bila kebijakan yang ditempuh adalah dengan mengurangi pertumbuhan KJA. Gambar 2.6 Hubungan antara produksi ikan dengan sedimen Gambar 2.7 diperhatikan bahwa Maninjau memiliki luas Hubungan antaraDanau produksi ikan dengan sedimen Perlu 9.737 ha, 6 3 volume air 10.226x10 m dan waktu tinggal 25,05 tahun. Dengan demikian pembebanan bahan organik akan Danau lebih besar dampaknya di Danau Maninjau, Perlu diperhatikan bahwa Maninjau memiliki luas 9.737 ha, jika dibanding dengan perairan Waduk Cirata dengan luas 6.200 ha dan 6 3 volume air 2.165 x 10 dengan waktu tinggal air [water retention time] waktu tinggal 25,05 tahun. Dengan demikian volume air 10.226x106 mm3 dan berdasarkan debit air yang masuk sebesar 2.534 x 106 m3 per tahun yaitu 7 bulan [Anonim dalam Lukman dan Hidayat, 2001]. Hidayat dan Lukman pembebanan bahan organik akan lebih besar dampaknya di Danau Maninjau, (2001) menyatakan bahwa perbedaan luas perairan, volume air dan waktu tinggal air pada suatu badan air yang terdapat aktifitas KJA akan memberikan jika dibanding denganyaitu perairan Waduk Cirataikan dengan 6.200di ha dan dampak yang sama adanya kematian secaraluas massal perairan tersebut. Seperti yang telah dilaporkan oleh Syandri [2000] bahwa kematian volume air 2.165 x 106 m3 dengan waktu tinggal air [water retention time] 26 Germadan Maninjau berdasarkan debit air yang masuk sebesar 2.534 x 106 m3 per tahun yaitu 7 massal ikan budidaya dengan KJA pernah terjadi pada bulan Desember 1997 sebanyak 950 ton. Komposisi kimiawi dari sedimen yang diambil di bawah KJA pada setiap stasiun penelitian di sajikan pada Tabel 2.13. Tabel 2.12 Komposisi kimiawi sedimen KJA di Danau Maninjau No 1 2 3 4 5 6 Parameter Total C-Organik Total Nitrogen Total Phosphat (P2O5) Total Kalium (K2O) Seng (Zn) Timbal (Pb) Satuan (%) (%) (%) (%) (µg/kg) (µg/kg) Koto Malintang Koto Kaciek 57,14 1,68 0,23 0,21 296,23 103,56 62,35 2,10 0,32 0,28 310,50 106,50 Bayur Sigiran 48,81 1,10 0,12 0,05 174,04 56,12 52,25 1,34 0,16 0,11 237,48 61,90 Dinamika TP dan TN di sedimen akan dipengaruhi oleh aktifitas berbagai biota di bagian dasar danau. Dengan demikian mudah dimengerti bila TP dan TN sedimen seperti yang tertera pada Tabel 3.13 juga berkorelasi dengan suhu, DO, dan pH dan senyawa lainnya. Jumlah sedimen di Danau Maninjau dari berbagai limbah, terutama limbah KJA diprediksi selama 13 tahun terakhir sekitar 111.889,84 ton yang sudah menumpuk di badan air danau. Sedimen tersebut lebih banyak terdapat di perairan Koto Kaciek dan Koto Malintang, karena daerah tersebut lebih landai dan dangkal sehingga sedimen tidak jatuh ke bagian danau yang lebih dalam, sehingga mengakibatkan kecerahan air danau lebih rendah. Diduga bahwa proses resuspensi sedimen dasar dapat mengakibatkan pengurangan kemampuan penetrasi cahaya dan meningkatkan kuantitas partikel terlarut di dalam perairan. Pada daerah Sigiran yang berada sebelah barat topografi danau lebih terjal, sehingga sedimen di bawah KJA tidak banyak menumpuk dan kemungkinan telah menumpuk di dasar danau yang lebih dalam. Dengan bertambahnya beban organik dapat diduga penyerapan oksigen oleh sedimen akan lebih dari 85% sehingga muncul kondisi anoksik. Akumulasi bahan organik pada sedimen sering diikuti oleh proses penyuburan perairan, terutama dengan meningkatnya ortofosfat. Menurut Kelly [1992] bahwa senyawa orthofosfat yang dibebaskan dari sedimen Germadan Maninjau 27 berdifusi ke bagian lapisan atas yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh komponen nabati seperti fitoplankton. Effendi (2003) menyatakan bahwa orthofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Di Danau Maninjau orthofosfat telah merangsang pertumbuhan eceng gondok seperti di daerah perairan Linggai, Bayur dan Koto Kaciek. 28 Germadan Maninjau BAB 3 BUDAYA MASYARAKAT DAN RENCANA MASA DEPAN 3.1. Budaya Masyarakat Selingkar Danau Maninjau Kekayaan yang tersimpan di alam Maninjau beserta danaunya membuat hubungan antara manusia dan alam semakin dekat. Lahan subur, iklim yang nyaman, sumber makanan dan air yang berlimpah, serta banyak kekayaan lainnya. Kebutuhan akan sumber daya alam di sini pada awalnya terbentuk hanya atas alasan bertahan hidup, tetapi perkembangan zaman membuat pola hidup terus berkembang dan membentuk beragam alasan lainnya. Hal tersebut membentuk beragam karakter lanskap budaya yang tumbuh dan berkembang di lingkar Danau Maninjau hingga saat ini. Asal-muasal masyarakat Maninjau berasal dari perantau yang turun dari puncak Gunung Marapi. Masyarakat ini merupakan sebagian dari suku Minang yang sampai ke Puncak Lawang di atas Maninjau. Sebelum memanfaatkan kekayaan alam dan memulai hidup di sekitar Danau Maninjau, mereka meninjau kelayakan kekayaan alam dengan hati-hati dan sangat bijak. Filosofi dasar “Alam Takambang Jadi Guru” dipegang dan diaplikasikan dengan baik dalam bertindak. Mereka meninjau cukup lama dari bukit-bukit yang tinggi di batas luar Maninjau, meninjau alam di bawah apakah akan layak dihuni dan tidak membahayakan kehidupannya. Hanya lahan-lahan yang cukup datar dipilih sebagai lahan budidaya. Hutan primer di bukit-bukit terjal yang mengelilingi danau dijaga agar tidak terjadi longsor. Sumber protein dari danau telah cukup melimpah dengan beragam spesies endemik akan meledak populasinya pada waktu-waktu tertentu, sehingga dapat dengan mudah dipanen tanpa perlu budidaya atau interaksi intensif pada danau, sehingga kejernihan danau tetap terjaga, turis lokal dan mancanegara dapat berenang sambil menikmati keindahan danau. Ekosistem darat dan danau saling mendukung. Pola budaya yang sangat berbeda terasa saat ini, masyakat di lingkar Danau Maninjau saat ini tampaknya sudah jauh meninggalkan akar budaya „meninjau alam‟ yang dulu dilakukan oleh para pendahulu. Intensitas interaksi [derajat pengubahan lanskap alami] oleh masyarakat terhadap lanskap lingkar Danau Germadan Maninjau 29 Maninjau semakin tinggi dari masa ke masa. Pemukiman dan lahan-lahan budidaya dikembangkan pada lahan-lahan curam bekas hutan yang menyangga tebing dan pada bibir danau. Interaksi langsung tidak hanya dilakukan di daratan tetapi juga pada danau, dengan budidaya sistem jala apung atau keramba yang semakin intensif dilakukan. Hal ini mengakibatkan akumulasi unsur hara berlebihan pada air danau dan menyaingi populasi spesies endemik Danau Maninjau. Inilah potret lanskap budaya di lingkar Danau Maninjau saat ini dan keberlanjutannya sangat mengkhawatirkan. Permasalahan tersebut sangat mempengaruhi pola sosial dan ekonomi masyarakat. Alam sebagai tempat hidup dan bepijak bagi manusia akan semakin sempit. Daya dukung lingkungan alam semakin menurun, jika tidak ada kesadaran, kontrol, dan perhatian pada aspek-aspek yang mempengaruhi keberlanjutannya. Jumlah penduduk Kawasan Danau Maninjau pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 32.879 jiwa atau meningkat sekitar 4,38% dari tahun 2001 dengan jumlah rumah tangga 7.902. Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan 16.593 orang lebih banyak dari pada laki-laki 16.286 orang dan didominasi oleh kelompok umur kategori pra-produktif yang mencapai 44,4% dari total penduduk. Jumlah penduduk yang paling banyak adalah di Kenagarian Sungai Batang yaitu 5.160 orang dengan kepadatan 183 orang/km2, dan yang paling sedikit di kenagarian Paninjauan yaitu 1.745 orang dengan kepadatan paling tinggi yaitu 248 orang/km2. Kepadatan penduduk yang paling sedikit yaitu di Kenagarian Tanjung Sani [63 orang/km2] [Sumber : Kec. Tanjung Raya Dalam Angka, 2011]. Kawasan Danau Maninjau merupakan bagian yang memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten Agam. Kegiatan perekonomian unggulan di kecamatan ini terletak pada sektor dan sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, serta pariwisata. Program Minapolitan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, yang dilaksanakan di Kabupaten Agam telah ditetapkan kawasan Danau Maninjau sebagai kawasan inti untuk kegiatan budidaya perikanan. Sistem lembaga kemasyarakatan di kawasan lingkar Danau Maninjau berbeda dari wilayah lainnya di Indonesia, dengan sistem Nagari yang secara hierarki administratif berada di bawah Kecamatan. Masyarakat lingkar Danau Maninjau merupakan masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau secara tradisional telah memiliki prinsip filosofis yang mengatur konsepsi hidup dan kehidupan masyarakatnya. 30 Germadan Maninjau Filosofi adat Minang tersebut adalah Alam Takambang Jadi Guru atau filosofi ekologis. Sistem adat yang berlaku di masyarakat lingkar Danau Maninjau adalah Adat Minangkabau. Secara mendasar sistem ini tidak hanya pada tataran metodologis dan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Kebijakan pemerintah berupa RTRW adalah faktor eksternal yang mempengaruhi pola lanskap. Tujuan RTRW Kabupaten Agam Tahun 2010-2030 adalah, „Mewujudkan AGAM sebagai Kabupaten Industri AGRO, KELAUTAN, dan PARIWISATA, berbasis Mitigasi Bencana serta Konservasi‟. Secara umum kebijakan ini sudah cukup baik, tetapi pada spesifik aturan tertentu perlu dikaji ulang terkait dampaknya terhadap keberlanjutan lanskap budaya setempat. Aktivitas wisata yang berkembang dianggap sebagai ancaman bagi pemerhati budaya lokal. Maka perlu ada interaksi dan komunikasi yang terbuka dari berbagai pihak terkait untuk memajukan potensi industri pariwisata Danau Maninjau tanpa harus mengurangi atau merusak nilai-nilai budaya lokal. Secara ekologis, kawasan lingkar Danau Maninjau ini dapat diklasifikasikan melalui pendekatan derajat pengubahan manusia terhadap lanskap alami. Semakin besar pengubahan lanskap alaminya maka semakin rendah pula nilai ekologisnya. Setelah dihitung luasan masing-masing kelompok pengubahan penggunaan lanskap alami pada setiap nagari, diketahui bahwa Nagari Maninjau, Bayua, dan Duo Koto merupakan nagari-nagari yang didominasi oleh kelompok pengubahan lanskap alami intensif [nilai ekologis rendah]; Nagari Tanjung Sani didominasi oleh kelompok lanskap alami transisi [nilai ekologis sedang]; dan Nagari Sungai Batang, Koto Kaciak, Koto Gadang, Koto Malintang, dan Paninjauan merupakan nagari-nagari yang didominasi oleh kelompok pengubahan lanskap alami rendah [nilai ekologis tinggi]. Indikator dari aspek sosial ekonomi dalam studi ini ditinjau dari segi kepadatan penduduk. Klasifikasi kepadatan penduduk per-nagari di Kecamatan Tanjung Raya dari data sensus tahun 2011 adalah sebagai berikut: Paninjauan dan Duo Koto sangat padat [> 200 orang/km2].; Bayua, Koto Kaciak, Sungai Batang cukup padat [150-200 orang/km2]; Maninjau, Kota Gadang Enam Koto, Koto Malintang dan tanjung Sani kurang padat [<150 orang/km2]. Hasil penilaian aspek sejarah spiritual budaya menunjukkan bahwa Nagari Sungai Batang adalah satu-satunya nagari yang termasuk dalam kriteria nagari dengan nilai sejarah, spiritual, dan budaya tinggi, dengan jumlah situs sejarah budaya Germadan Maninjau 31 Sungai Batang dengan nilai karakteristik lanskap budaya tertinggi, Maninjau dan Duo Koto dengan sedangkan enam lainnya dengan mencapai sembilannilai titik rendah, dan kegiatan lembaga adatnagari kemasyarakatan cukup nilai baik. Nagari yang termasuk dalam kelompok nilai sejarah, spiritual, dan budaya sedang. rendah adalah Nagari Koto Gadang dan Koto Malintang dengan jumlah situs sejarah budaya dan kegiatan lembaga adat kemasyarakatan yang terdata 3.2. Peraturan Yang Ada termasuk Untuk Kelestarian Danau nilai sedang. kurang dari tiga.-Peraturan Enam nagari lainnya dalam kelompok Setelah menilai setiap komponen aspek analisis dalam analisis karakteristik Dari hasil penelitian ini ada beberapa peraturan dan atau himbauan yang lanskap budaya (ekologi, sosial ekonomi, dan sejarah spiritual budaya), total akumulasi nilai setiap nagari tersebut yaitu Nagari Sungai Batang dengan nilai disampaikan oleh Wali Nagari dan Ketua kelompok tani tentang pemakaian jalan karakteristik lanskap budaya tertinggi, Maninjau dan Duo Koto dengan nilai rendah, sedangkan enam nagari lainnya dengan nilai sedang. dari jalan Proponsi/Kabupaten ke lokasi tempat berusaha karamba jaring apung. 3.2. Peraturan - Peraturan Ada Untuk Kelestarian Danau Diantaranya himbauan Wali Yang Nagari Koto Malintang tentang kebersihan lingkungan Dari hasil penelitian ini ada beberapa peraturan dan atau himbauan yang dan perairan danau adalah sebagai disampaikan oleh Wali Nagari danberikut Ketua :kelompok tani tentang pemakaian jalan dari jalan Provinsi/Kabupaten ke lokasi tempat berusaha karamba jaring apung. Diantaranya himbauan Wali Nagari Koto Malintang tentang kebersihan lingkungan dan perairan danau dapat dilihat di bawah ini : Gambar 3.1 Himbauan Wali Nagari kota Malintang tentang kebersihan Lingkungan dan Perairan Danau Usaha karamba jaring apung telah dapat pula membuka jalan dari jalur jalan provinsi ke lokasi KJA di tepi danau dengan lebar 3 [tiga] meter untuk transportasi Usaha karamba jaring apung telah dapat pula membuka jalan dari jalur mobil guna mengangkut ikan hasil panen dari KJA. Peraturan yang terkait dengan jalan propinsi keyang lokasi KJA disecara tepi gotong danau royong denganoleh lebar 3 [tiga] terutama meter untuk pemakaian jalan dibangun masyarakat, yang berusaha di Danau Maninjau dapat dilihat di bawah ini : transportasi mobil guna mengangkut ikan hasil panen dari KJA. Peraturan yang 32 Germadan Maninjau Gambar 3.2 Pengumuman/Pemberitahuan Peraturan Pemakaian Jalan secara Gotong Royong 3.3. Analisis Kelembagaan Untuk Pengelolaan Ekosistem Danau Maninjau Sesuai dengan UU. No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air yang terdiri dari 3 komponen utama yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak air. Danau merupakan sumber daya air yang telah banyak mengalami penurunan fungsi dan kerusakan ekosistem. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan danau yang banyak mengalami kendala karena permasalahannya bersifat kompleks. Dalam UU sumberdaya air telah mengamanatkan untuk melakukan pengelolaan danau dengan melakukan konservasi, pemanfaatan, dan pengendalian daya rusak air. Selain itu masih ada PP. No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; PP. No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung; Keppres No.123/2001 tentang koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Provinsi, wilayah sungai, Kabupaten dan Kota serta Keputusan Menteri yang terkait tentang pengelolaan sumberdaya air. Walaupun sudah banyak undang–undang atau peraturan yang dibuat tentang pengelolaan sumber daya air dan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air akan tetapi pada kenyataannya konservasi sumber daya air, Germadan Maninjau 33 pengendalian daya rusak air terhadap sumber daya air pada waduk masih jauh dari harapan, hal ini diduga akibat lemahnya penegakan hukum. Fenomena tersebut terjadi di perairan Danau Maninjau dengan berbagai multifungsi diantaranya untuk kegiatan perikanan budidaya di KJA. Keberadaan KJA di danau Maninjau merupakan salah satu permasalahan besar yang sampai sekarang belum dapat dipecahkan. Sampai saat ini jumlah KJA 16.120 petak dan sudah melebihi daya dukung perairan yang direkomendasikan oleh Syandri [2003] sebanyak 1.600 petak dan LIPI [2009] merekomendasikan 1.500 petak, sehingga mengganggu fungsi utama dari danau tersebut. Oleh sebab itu, perlu segera dicari suatu strategi pengelolaan perikanan budidaya KJA di Danau Maninjau secara berkelanjutan. Dari berbagai permasalahan yang terjadi, dan peluang serta kendala terangkum di Danau Maninjau, maka disusun matrik SWOT Analisis sebagai dicantumkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Matrik SWOT Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Danau Maninjau External Factor Evaluation (EFE) Internal Factor Evaluation (IFE) Kekuatan (S) Kelemahan (W) a. Memiliki letak yang strategis a.Belum ada visi dan visi gerakan b. Memiliki sumberdaya ekosistem penyelamatan danau Maninjau danau yang besar untuk wisata alam b.Masih terdapat perbedaan persepsi c. Memiliki potensi sumberdaya air dalam pengelolaan kawasan danau antar untukPLTA Maninjau pemangku kepentingan d. Memiliki potensi keanekaragaman c. Kesulitan dalam menetapkan zonasi KJA biota air endemik dan nilai karena terkait dengan hak ulayat dan ekonomis penting sebagai sumber tempat tinggal petani ikan pendapatan masyarakat d.Belum ada mata pencarian alternatif e. Memiliki potensi lahan untuk selain dari usaha KJA budidaya ikan KJA sesuai daya e.Potensi wisata belum termanfaatkan tampung beban pencemaran secara maksimum karena berbagai f. Memiliki hutan rakyat (tanaman kepentingan pala, coklat, durian dan kayu surian) f. Belum terbinanya kemitraan yang g. Ada dukungan masyarakat anak menguntungkan semua pihak nagari/perantau dan pemerintah g.Belum ada zonasi pemanfaatan danau untuk melestarikan danau antar pemangku kepentingan Maninjau. h.Air sudah tercemar dan tidak bisa untuk mandi i. Belum ada Perda Bupati Agam tentang pengelolaan kawasan danau 34 Germadan Maninjau Peluang (O) a.Berpeluang untuk dijadikan objek wisata international b.Berpeluang untuk sumber energi listrik c. Berpeluang untuk lahan budidaya KJA d.Berpeluang sebagai pusat kuliner dari bahan ikan e.Berpeluang meningkatnya kesejahteraan masyarakat Strategi S-O a.Promosi kesenian & budaya serta atraksi anak nagari. b.Penghijauan DTA dengan Tanaman berbuah c. Mengurangi jumlah KJA sesuai daya dukung dan daya tampung d.Penebaran ikan asli sesuai dengan kondisi kesuburan danau e.Bangun fasilitas kuliner untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Ancaman (T) Strategi S-T a.DTA semakin kritis a.Penghijauan DTA dan sempadan b.Potensi buangan limbah danau yang sesuai dengan kondisi semakin besar dari KJA. biofisik lahan c. Pembangunan pemukiman b.Membuat Peraturan tentang tanpa IMB semakin banyak di pembangunan pemukiman di sempadan danau sempadan Danau berdasarkan RTd.Ikan local terancam punah RW bersama pemangku kepentingan akibat perubahan kualitas c. Peningkatan Pokwasmas dalam air, penangkapan yang tidak menggunakan alat tangkap ikan selektif dengan bagan danau untuk kelestariannya e.Aktifitas PLTA Maninjau d.Membangun daerah konservasi berpengaruh terhadap secara insitu dan eksitu untuk ekosistem danau dan Dam menjaga kelestarian biota danau dan Weir terhadap jalur ruaya melakukan restocking ikan asli ikan (fishway). Strategi W-O a.Menampilkan atraksi wisata budaya dan Seni anak nagari b.Kerjasama dengan PLN dan pemangku kepentingan lainnya untuk penghijauan DTA c. Diversikasi jenis ikan yang dipelihara di KJA d.Memproses pengesahan PERDA Tentang Pengelolaan kawasan Danau Maninjau Strategi W-T a.Perkuat kelembagaan Badan Pengelola Danau sesuai dengan visi dan visi penyelamatan kawasan danau b.Menentukan jumlah KJA berdasarkan Daya dukung dan daya tampung beban pencemaran c. Mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian Danau Maninjau dengan Gerbang Pensi dan membuat Peraturan Nagari d.Menertibkan alat tangkap bagan danau agar ikan asli (badda) tidak punah e.Mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke danau dengan menyediakan tempat penampungan sampah sementara f. Segera diterbitkan PERDA Bupati Agam tentang pengelolaan kawasan danau Berdasarkan hasil analisa lapangan, hasil diskusi dengan pakar dan maupun studi literatur, dipilih 4 elemen yang dipakai untuk mengukur pengelolaan kawasan Danau Maninjau secara berkelanjutan. Kawasan Danau Maninjau adalah kawasan yang meliputi daerah tangkapan air dan badan air danau. 4 [empat] elemen tersebut yaitu : [1] Tujuan program yang ingin dicapai, [2] Kebutuhan program yang diperlukan, [3] Lembaga yang terlibat serta, [4] Kendala progam. 3.3.1. Elemen tujuan yang ingin dicapai Berdasarkan kondisi eksisting kawasan Danau Maninjau dari hasil penelitian, maka tujuan program yang ingin dicapai dicantumkan pada Tabel 3.2 Germadan Maninjau 35 Tabel 3.2 Tujuan Yang Ingin Dicapai Dalam Penyelamatan Kawasan Danau Maninjau Nomor Sub Elemen 53 1 Terjalin koordinasi antar pemangku kepentingan dalam penyelamatan kawasan Danau Maninjau 2 Jumlah KJA berhasil dikurangi sesuai dengan daya dukung danau 3 Produksi ikan berkelanjutan bagi masyarakat dan terjalin koordinasi kepentingan 4 Status mutu air danau dapat berguna baik untukantar keperluanpemangku masyarakat, perikanan dan pariwisatadalam 5 Terjaganya keseimbangan ekosistem perairan dan daerah tangkapan air penyelamatan kawasan Danau Maninjau. Pada level 2 adalah jumlah KJA 6 Tercipta lapangan pekerjaan bersinambungan bagi masyarakat 7 Tercipta mata pencarian alternatif bagi masyarakat selain berusaha KJA Kesejahteraansesuai masyarakatdengan sekitar danaudaya meningkatdukung danau dan tercipta mata berhasil8 dikurangi 9 Regulasi pemerintah dapat terlaksana pencarian alternative bagi masyarakat selain berusaha KJA. Level 3 adalah Hasil analisis dengan metode ISM pada elemen tujuan diperoleh 3 level ikan hierarki. Level 1 adalah tercipta lapangan pekerjaan produksi berkelanjutan, status mutu air danau dapat bersinambungan berguna baik untuk bagi masyarakat dan terjalin koordinasi antar pemangku kepentingan dalam penyelamatan kawasan Danau Maninjau. Pada level 2 adalah jumlah KJA keperluan masyarakat, perikanan dan pariwisata, terjaganya keseimbangan berhasil dikurangi sesuai dengan daya dukung danau dan tercipta mata pencarian alternatif masyarakat selain berusaha KJA.masyarakat Level 3 adalah ekosistem perairan danbagi cathment area, kesejahteraan sekitar produksi ikan berkelanjutan, status mutu air danau dapat berguna baik untuk keperluan masyarakat, perikanan dan pariwisata, terjaganya keseimbangan danau meningkat dan regulasi pemerintah dapat terlaksana. ekosistem perairan dan daerah tangkapan air, kesejahteraan masyarakat sekitar danau meningkat dan regulasi pemerintah dapat terlaksana. 6 2 3 4 5 1 Level 1 7 Level 2 8 9 Level 3 Gambar 3.3 Diagram Hierarki dari Tujuan Yang Ingin Dicapai Dalam Strategi Pengelolaan Danau Maninjau Gambar 3.1 Berkelanjutan Hierarki Dari Tujuan Yang Ingin Dicapai Dalam Strategi 36 Diagram Germadan Maninjau Pengelolaan Danau Maninjau Berkelanjutan. ektoral 3.3.2 dan pemangku kepentingan Kebutuhan program yang diperlukan dalam Pengelolaan Danau Maninjau Kebutuhan Program yang diperlukan dalam pengelolaan kawasan Danau bangkai KJA, sampah dan ikan mati Maninjau berdasarkan hasil penelitian dijabarkan menjadi 12 sub elemen seperti terlihat pada Tabel 3.3. kembali ikan lokal, ervasiyaitudan penebaran Tabel 3.3 Program yang dibutuhkan dalam pengelolaan kawasan apan ikan Danau Maninjau injaman area dengan dengan tanaman lokal yang Nomor Sub Elemen 1 Penetapan jumlah KJA sesuai daya dukung perairan danau 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Penetapan zonasi budidaya KJA Penerapan KJA bertingkat /berlapis dua Monitoring status mutu air danau Pembentukan badan pengelola danau yang tepat keberadaan lembaga penyuluh kerja sama lintas sektoral dan pemangku kepentingan (stakeholders) Pembersihan danau dari bangkai KJA, sampah dan ikan mati Pembuatan daerah konservasi dan penebaran kembali ikan lokal, penetapan areal penangkapan ikan Pemodalan dan fasilitas pinjaman Penghijauan daerah tangkapan air dengan tanaman lokal yang produktif Membuat Perda Bupati Agam tentang pengelolaan danau dan pelaksanaannya Agam tentang pengelolaan danau dan Seperti pada hasil analisis ISM pada tujuan program yang ingin dicapai dalam pengelolaan kawasan Danau Maninjau berkelanjutan maka pada elemen kebutuhan program yang diperlukan terdiri dari 3 level hierarki (Gambar 4.1). Pada level 1 adalah membuat tanaman pala dengan Wali nagaridengan Tanjung Sani PERDA Bupati Agam tentang Survei Survei tanaman pala pengelolaan danau, keberadaan lembaga penyuluh, penetapan jumlah KJA Wali Nagari Tanjung Sani sesuai daya dukung perairan danau, kerja sama lintas sektoral dan pemangku kepentingan (stakeholders), monitoring status mutu air. Pada level 2 adalah SM pada tujuan am pengelolaan jutan maka pada diperlukan terdiri Germadan Maninjau 37 Pada level 1 adalah membuat PERDA Bupati Agam tentang pengelolaan dana adan pengelola yang tepat, permodalan dan fasilitas pinjaman, pembua penetapan ju pembentukan badan pengelola yang tepat, permodalan dan aerah konservasi, penebaran kembali ikan lokal ekonomis penting se fasilitas pinjaman, pembuatan daerah konservasi, penebaran enetapan areal penangkapan ikan, penghijauan catchment area deng kembali ikan lokal ekonomis penting serta penetapan areal engan tanaman lokal yang produktif. Sedangkan level adalah penetap penangkapan ikan, 3 penghijauan daerah tangkapan air dengan tanaman lokal yang /berlapis produktif. dua d onasi budidaya KJA dan penerapan KJA bertingkat Buah pala menjadi harapan bagi masyarakat Sedangkan level 3 adalah penetapan zonasi budidaya KJA dan penerapan KJA bertingkat /berlapis dua embersihan danau dari sampah anorganik. dan pembersihan danau dari sampah anorganik. perairan dana Buah pala menjadi harapan bagi masyarakat 6 12 5 2 1 7 9 11 3 4 pemangku kep status mutu ai Level 1 Level 2 8 Level 3 Gambar 3.4 Diagram Hierarki Gambar Kebutuhan 3.3 Program Pengelolaan Danau ManinjauPengelolaan Danau Diagram Hierarki Kebutuhan Program .3.3 Maninjau 3.3.3 Elemen kendala dalam pengelolaan Danau Maninjau Elemen kendala dalam pengelolaan Danau Maninjau berkelanjutan berdasarkan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat dan analisis Elemen kendala dalam pengelolaan Danau Maninjau data yang dilakukan ternyata ditemukan 11 elemen kendala sebagai berikut [Tabel 3.4]. Elemen kendala dalam pengelolaan Danau Maninjau berkelanju erdasarkan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat dan anal 38 Germadan Maninjau ata yang dilakukan ternyata ditemukan 11 elemen kendala sebagai ber Tabel 3.4 Elemen kendala dalam pengelolaan kawasan Danau Maninjau Nomor Sub Elemen 1 Belum ada visi dan visi gerakan penyelamatan danau 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Masih terdapat perbedaan persepsi dalam pengelolaan kawasan danau antar pemangku kepentingan Kesulitan dalam menetapkan zonasi KJA karena terkait dengan tempat tinggal petani ikan Masih rendahnya kemampuan untuk pengelolaan bersama Belum ada mata pencarian alternatif selain dari usaha KJA Belum terbinanya kemitraan yang menguntungkan semua pihak Kerjasama lintas sektoral masih lemah Tidak adanya penyuluhan terhadap masyarakat Belum adanya sistem peringatan dini terhadap bencana kematian masal ikan Belum ada Perda Bupati Agam tentang pengelolaan kawasan danau Kesulitan untuk mendapatkan tanaman lokal untuk penghijauan [bibit tanaman pala, dalu-dalu, surian, manggis] Seperti pada hasil analisis ISM pada tujuan program yang ingin dicapai dan program yang dibutuhkan, maka kendala dalam pengelolaan kawasan Danau Maninjau berkelanjutan terdiri dari 3 level hierarki [Gambar 3.3]. Pada level 1 adalah belum ada Perda Bupati Agam tentang pengelolaan kawasan danau, kesulitan dalam menetapkan zonasi KJA karena terkait dengan tempat tinggal petani ikan (kondisi di lapangan dimana pemukiman padat, maka KJA juga semakin banyak dan sebaliknya pada lokasi yang tidak ada pemukiman, maka KJA juga tidak ada), belum ada mata pencarian alternatif selain dari usaha KJA. Pada level 2 adalah masih terdapat perbedaan persepsi dalam pengelolaan kawasan danau antar pemangku kepentingan, masih rendahnya kemampuan untuk pengelolaan bersama, tidak adanya penyuluhan terhadap masyarakat. Pada level 3 adalah belum ada visi dan visi gerakan penyelamatan danau, belum terbinanya kemitraan yang menguntungkan semua pihak, kerjasama lintas sektoral masih lemah, belum adanya sistem peringatan dini terhadap bencana kematian masal ikan. Germadan Maninjau 39 encana kematian masal ikan. 3 10 2 4 1 8 6 Level 1 5 11 7 9 Level 2 Level 3 Gambar 3.5 Diagram Hierarki Kendala Utama Dalam Pengelolaan Gambar 3.3 Danau Maninjau Diagram Hierarki Kendala Utama Dalam Pengelolaan Danau Maninjau 3.3.4 Lembaga yang berperan dalam Pengelolaan Keberlanjutan Danau Maninjau .3.4 Lembaga yang berperan dalam Pengelolaan keberlanjutan Danau Menurut Nikijuluw [2001], kelembagaan dapat berarti bentuk atau Maninjau wadah atau organisasi sekaligus juga mengandung pengertian tentang normanorma, aturan, dan tata cara atau prosedur yang mengatur hubungan antar Menurut Nikijuluw [2001], kelembagaan dapat berarti bentuk atau manusia, bahkan kelembagaan merupakan sistem yang kompleks, rumit, dan abstrak. Pengelolaan air dan sumber air sampai saat ini belum terdapat wadah atau organisasi sekaligus juga mengandung pengertian tentang bentuk lembaga pengelola yang baku. Kelembagaan merupakan suatu aturan main di dalamdan suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi faktororma-norma, aturan, tata cara atau prosedur yang mengaturoleh hubungan faktor ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam bentuk etik informal yang disepakati bersama [Nasrul,2012]. ntar manusia, bahkankode kelembagaan merupakan sistem yang kompleks, Selanjutnya dinyatakan bahwa kelembagaan adalah sekumpulan batasan faktor pengendali yang air mengatur hubunganair perilaku antar anggota atau umit, danatau abstrak. Pengelolaan dan sumber sampai saat ini belum antar kelompok. Dengan definisi ini kebanyakan organisasi umumnya adalah institusi lembaga karena organisasi umumnya aturan yangmerupakan mengatur erdapat bentuk pengelola yang mempunyai baku. Kelembagaan hubungan antar anggota maupun dengan orang lain di luar organisasi. Berdasarkan penelitian diskusi dengan serta hasil uatu aturan main dihasil dalam suatudan kelompok sosialtokoh danmasyarakat sangat dipengaruhi data sekunder, elemen lembaga yang berperan dalam pengelolaan di Danau leh faktor-faktor sosial dan politik. dapat[Tabel berupa Maninjau ekonomi, berkelanjutan dijabarkan menjadiInstitusi 12 sub elemen 3.4].aturan ormal atau dalam bentuk kode etik informal yang disepakati bersama 40 Germadan Maninjau Tabel 3.5 Lembaga yang berperan dalam pengelolaan Danau Maninjau No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Sub Elemen Pemerintah pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Agam Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Agam Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Agam PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Bukittinggi Lembaga riset LIPI Perguruan Tinggi Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Keuangan Industri dan pengusaha (pengusaha hotel, pengusaha perikanan, dll) Wali Nagari, Tokoh masyarakat/tokoh agama/BPRN Arah dan kebijakan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah pengelolaan danau harus secara menyeluruh dan terpadu yang melibatkan berbagai sektor baik dari pemerintah (policy maker), pelaku hukum, pengusaha maupun masyarakat umum (lembaga adat maupun lembaga agama). Arahan tersebut adalah untuk tidak menganggap danau Maninjau sebagai tempat eksploitasi saja karena nilai ekonomis yang tinggi, tetapi juga mempunyai nilai dan hak untuk dijaga, dikembangkan dan dilestarikan. Ganjaran hukum harus ditegakkan secara konsekuen dan konsisten terhadap pemanfaatan danau yang mengabaikan kelestariannya. Germadan Maninjau 41 42 Germadan Maninjau BAB 4 PROGRAM RENCANA AKSI PENYELAMATAN DANAU MANINJAU BERDASARKAN SKALA PRIORITAS Tabel 4.1 Program Rencana Aksi Penyelamatan Danau Maninjau Berdasarkan Skala Prioritas No 1 1 2 Program Kegiatan Sasaran 2 3 4 Melahirkan Perda Kab. Agam Tentang Memproses Perda Agam Berfungsi Perda Pengelolaan dan Kabupaten Agam Pelestarian Kawasan Danau Maninjau Pengendalian Pencemaran Air Evaluasi dan penetapan Baku Mutu Kualitas Air (BMKA) dan Status Trofik Danau Penentuan dan penetapan daya tampung beban pencemaran air (DTPBA) danau Diitetapkan BMKA & Status Trofik Danau Penertiban budidaya ikan Keramba jaring apung Produksi budidaya ikan sesuai dengan DTBPA Danau Maninjau Ditetapkannya daya tampung beban pencemaran air (DTPBA) danau Sosialisasi penggantian Danau bersih dari rumah KJA dari bamboo sampah bamboo ke besi/fiber Indikator Output Baseline 5 6 Lahir Perda Kabupaten Agam Draft Perda Target Capaian PenangPendukung gungjawab 2015 2016 2017 2018 2019 7 8 9 10 11 12 13 Program Super Prioritas Perda Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi BPLH Agam BAPEDALDA diterbitkan PROVINSI Program Super Prioritas SK Bupati tentang Data pengukuran Baku Draft SK Surat BMKA dan Status Trofik Mutu Kualitas Air Keputusan Air Danau Bupati & Sosialisasi Peraturan Bupati Data Audit PLN, Data Peraturan Sosialisasi Agam tentang LIPI Bupati Agam penetapan daya tampung beban pencemaran air danau Maninjau & Perizinan KJA Pengurangan KJA Jumlah KJA tahun 2013 Sosialisasi KJA : menjadi 6.000 petak sebanyak 16.120 petak 12.000 Secara bertahap bangunan KJA dari besi/fiber bertambah Tidak ada data yang valid Program Prioritas Validasi data KJA yang memakai bambu Percontohan KJA ramah lingkungan Sosialisasi Implementasi Implementasi BPLH Kab Agam, LIPI, Bagian Hukum, Implementasii Implementasi Implementasi BPLH Agam, BLH Prov, DKP Agam, Biro Hukum KLHK, DKP, Bapedalda, PLN Sektor Bukittinggi KLHK, .PLN Sektor KIT BKT, KJA : 10.000 KJA : 8..000 KJA : 6.000 BPLH Agam, DKP Agam, Bapedalda Provins, DKP Provinsi, Aparat Penegak Hukum 20% KJA sudah memakai Fiber 50% KJA sudah memakai Fiber 75% KJA sudah memakai Fiber BPLH Agam, DKP Agam Bapedalda Provinsi/Dinas KKP Provinsi Germadan Maninjau 43 No 1 3 Program 2 Perlindungan DTA, Sempadan Danau, sungai & penanggulangan lahan kritis Kegiatan 3 Reforestry Penanaman dan pemeliharaan sabuk hijau pada sempadan danau&sungai Penyedotan sedimen Mengatur laju pertumbuhan bangunan di sempadan danau Pengembangan Pertanian Ramah Lingkungan Pengembangan Mina Padi pada lahan sawah di sempadan danau 4 Perlindungan Keanekaragam Hayati Sasaran Indikator Output 2015 4 5 6 7 Program Super Prioritas Menambah tutupan Bertambahnya luas tutupan Tutupan vegetasi saat ini 3% vegetasi hingga 70% vegetasi di DTA sebesar 53,9% di DTA 16,1% Melindungi sempadan 60 % sempadan danau dan Sudah ada kearifan lokal 5% danau dan sungai serta sungai memiliki sabuk hijau dalam mengelola hutan menggendalikan erosi nagari dan sedimentasi Mengurangi sedimen Sedimen berhasil dikeruk Belum ada data 5% Melindungi sempadan danau dari bangunan liar Pertanian bebas Pestisida, dan Pupuk anorganik Terkendali erosi dari alih fungsi lahan sawah Peraturan Bupati Agam tentang penataan bangunan di Sempadan danau Berkembang pertanian Organik Program Prioritas Hampir semua sempadan Draft Perbup danau sudah ada bangunan Tersedia sumber pupuk Sosialisasi organic dari sedimen KJA Berkurang KJA di danau Belum ada Mina Padi Konservasi secara insitu dengan Reservat Ikan Melindungi Tersedia reservat ikan keanejaragaman Hayati di setiap nagari (7 unit) Ikan dengan peraturan nagari) Penebaran (restocking) ikan asli Danau Maninjau Memulihkan keberadaan dan kelimpahan spesies ikan asli yang terancam punah Mencegah kepunahan ikan bada Menertibkan alat tangkap bagan danau Membuat Fishway 44 Germadan Maninjau Baseline Konservasi Ikan endemik Sosialisasi Program Super Prioritas Sudah ada tetapi belum Penataan berfungsi dengan baik reservat yang sudah ada 1.000.000 benih ikan ukuran 200.000 ekor 8-12 cm (Asang, tawes, lelan, baung, ide-ide) 200.000 ekor Tidak ada alat tangkap Sudah ada , belum tercatat Draft Perbup bagan danau yang Agam beroperasi Tersbangun Fish Way Ikan di Belum ada data Perencanaan Dam Weir Target Capaian 2016 2017 8 9 2018 10 2019 11 3% 3% 3% 4,1% 10% 15% 15% 15% 5% 10% 10% 10% Perbup Sosialisasi Implementasi Percontohan Implementasi Percontohan Penanggungjawab 12 Pendukung 13 Dishutbun, BKSDA, BPDAS, BPWS, PLN Dishutbun, Diperta Hornak, BKSDA, BPWS, PLN Dinas PU Kab. Agam, BPLH agam KLHK, Kemen PUPR, BUMN, ESDM KLHK, Kemen PUPR, BUMN, ESDM Implementasi Dinas PU Kab. Agam Satpol PP, Camat, Wali Nagari Implemantasi Implementasi KLHK, Kementan, Implementasi Implementasi Implementasi BP4K2P Kab. Agam, Dispertahornak DKP Agam, Diperta Agam, Badan Penyuluh 1 unit/ Nagari Monitoring dan Evaluasi DKP Agam, camat, Wali Nagari KKP 2000.000 ekor 200.000 ekor Penambahan setiap nagari (2 unit) 100.000 100.000 ekor ekor DKP, PLN Kit Bukittinggi KKP, Kemeterian ESDM Perbup Terbit Sosialisasi Implementasi DKP Agam KKP, Perg. Tinggi PLN sektor Bkt BUMN, ESDM 1 unit - - Implementasi - Dinas PU Provinsi, Bapedalda KKP, Kementan No Program Kegiatan Sasaran Indikator Output 1 2 Penataan Kebijakan 3 4 5 Penertiban pemanfaatan ruang di kawasan danau Maninjau Penertiban zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Maninjau Pemanfaatan ruang sesuai dengan peraturan perundangan Tertatanya pemanfaatan ruang perairan Danau Maninjau 5 Penataan Kebijakan Pada Tingkat Nagari 6 Pengembangan Pariwisata Seluruh Nagari di DTA Danau Maninjau memiliki Peraturan Nagari tentang konservasi lingkungan Peningkatan status jalan lingkar danau Ditertibkan pemanfaatan ruang di kawasan Danau Maninjau Penetapan zonasi pemanfaatan Danau Maninjau 100 % nagari memiliki Pernag tentang konservasi lingkungan , dan Biota danau Baseline 2015 6 7 Program Super Prioritas Sudah ada drfat Pengesahan RTRW Belum ada Studi Pendahuluan 2018 10 2019 11 Sosialisasi Implementasi Implementasi Perumusan Penetapan Implementasi Implementasi Sosialisasi Program Priritas Belum ada data Draft Peraturan Sosialisasi Nagari Program Super Prioritas Panjang jalan + 60 km, Usulan Nagari sebagian sudah baik Terkoneksi desinasidesinasi pariwisata melalui jalan darat dengan baik dan lancar Penyediaan sarana dan Tersedia fasilitas umum prasarana pendukung objek- yang baik pada objekobjek wisata objek wisata, ramburambu pariwisata 100% jalan lingkar danau berfungsi dengan baik Belum ada data Usulan Pemerintah Pengembangan budaya sadar wisata Terbentuk masyarakat sadar wisata 1 kelompok sadar wisata Belum ada data pada masing-masing nagari 1 kelompok Promosi Wisata Danau Maninjau Mengembalikan Citra Pariwisata Danau Maninjau 5 kegiatan promosi /tahun 1 kegiatan 3 objek wisata dengan fasilitas umum lengkap Target Capaian 2016 2017 8 9 Sudah dimulai 20% Perencanaan 25% 20% 1 objek wisata pada lokasi strategis 2 kelompok 1 kelompok 25% 25% Penanggungjawab 12 Pendukung 13 Dinas Tarkim, Bappaeda, BLH Sumbar Dinas Tarkim Kemen PUPR, Bappeda BPLH Agam, Bappeda Agam, Bagian Hukum Bapedalda Sumbar Kemen PUPR, KLHK, Bapenas 20% 20% Dinas Prasanjal Kemen PUPR Tarkim, Bappeda Bappenas 1 objek wisata pada lokasi strategis 1 objek wisata pada lokasi strategis 2 kelompok Dinas Prasanjal Kemen PUPR Tarkim, Bappenas Pariwisata dan Budaya, Bappeda 2 kelompok Dinas Pariwisata dan Budaya, Bappeda, PLN 1 kegiatan 1 kegiatan 1 kegiatan 1 kegiatan Dinas Pariwisata dan Budaya, Bappeda, PLN Kemen Pariwisata Menteri ESDM Kemen Pariwisata, Kemen ESDM Germadan Maninjau 45 No Program Kegiatan Sasaran Indikator Output 1 7 2 Peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat Melalui Gerbang Pensi dan muatan lokal untuk anak-anak sekolah dasar 3 4 5 Penyuluhan dan pembinaan, kepada pemilik Keramba jaring apung, tenaga kerja dan masyarakat Mendorong aktifnya kelompok-kelompok masyarakat pencinta lingkungan Pengembangan Ekonomi Kreaktif berbasis Pariwisata Memberikan pendidikan lingkungan kepada anak Sekolah Dasar 46 Germadan Maninjau Peningkatan 2 Kali penyuluhan/nagari kesadaran pemilik KJA, tenaga kerja KJA dan masyarakat ikut serta dalam menjaga kebersihan danau Berfungsinya kelompok Berperan BPKDM pencinta lingkungan Meningkatkan ekonomi masyarakat dan mengurangi tekanan terhadap sumberdaya air danau Mingkatkan partisipasi anak Sekolah Dasar untuk kebersihan lingkungan Baseline 2015 6 7 Program Super Prioritas Belum ada 2 Kali penyuluhan/ nagari Sudah ada Badan sosialisasi Pengelola Kawasan Danau Maninjau Program Prioritas Terbentuk 1 kelompok Sudsah di Nagari Bayur 2 masyarakat per Nagari/ tahun yang menekuni ekonomi kreaktif berbasis pariwisata Bertambah Iptek anak-anak Belum ada data Membuat tentang penyelamatan Moudul lingkungan Muatan lokal Target Capaian 2016 2017 8 9 2018 10 2019 11 Penanggungjawab 12 Pendukung 13 2 Kali penyuluhan /nagari 2 Kali 2 Kali 2 Kali BPLH Agam, DKP BAPEDALDA penyuluh- penyuluh- penyuluh- Agam PROV, KLHK, PLN an /nagari an/nagari an/nagari implementasi implementasi 2 Sosialisasi 2 Implementasi implementasi 1 Implementasi implementasi 1 Implementasi BLH Agam KLHK Dinas KKP, Menteri Kel&Perikanan, Badan Ekonomi Dinas Pariwisata, Kreaktif, Perg. Tinggi Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan Kab. Agam, Prov. Sumbar BAB V PENUTUP Ditemukan bukti kuat yang memperlihatkan bahwa cadangan air di danau asli yang masih utuh memiliki kelentingan yang lebih baik jika dibandingkan dengan cadangan air di danau yang telah terdegradasi, oleh karena itu menurunkan tingkat degradasi harus menjadi kunci utama bagi ketahanan air. Meskipun luas permukaan Danau Maninjau 9.997 ha dengan volume air 10,33 milyar m3.dan waktu tinggal air (Water Retention Time) lebih kurang 25 tahun ditemukan petunjuk yang mengarah pada kenyataan bahwa kebijakan yang terkait dengan pengelolaan Danau Maninjau dapat meningkatkan kelentingan air terhadap perubahan yang terjadi, namun air danau yang tidak tercemar berat secara alami memiliki kelentingan yang lebih baik terhadap biota air, terutama terhadap ikan yang dibudidayakan di dalam keramba jaring apung, termasuk manusia yang memanfaatkan air tersebut untuk berbagai kepentingan. Hal tersebut memberikan alas an penting diperlukannya gerakan penyelamatan Danau Maninjau untuk budidaya ikan pada KJA yang ramah lingkungan dengan komoditi (spesies) basis sesuai dengan daya tampung beban pencemaran air dan tidak mengabaikan perlindungan pada konversi hutan alam di daerah tangkapan air. Jika Danau Maninjau adalah sebuah ekosistem danau yang masih utuh, tentu tidak akan menimbulkan dampak negative terhadap aktifitas ekonomi masyarakat antara lain kematian massalikan majalaya (Cyprinuscarpio) dan nila (Oreochromisniloticus) di dalam keramba jaring apung setiap tahunnya, berkurangnya keanekaragaman hayati ikan asli, menurunnya produksi perikanan tangkap, ambruknya sektor pariwisata dan konflik kepentingan dengan PLTA. Namun karena danau ini sedang mengalami kerusakan air dan kawasannya akibatnya telah berdampak negatif terhadap komponen ekonomi dan sosial-budaya masyarakat. Tidak ada alasan untuk tidak menyelamatkan ekosistem Danau Maninjau, karena dari aspek hukum pengelolaan kawasan Danau Maninjau untuk ketahanan air dan ekonomi masyarakat yang berwawasan lingkungan layak dilakukan karena dilindungi oleh Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat dan Peraturan Daerah Kabupaten Agam. Germadan Maninjau 47 Implementasi kebijakan jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan, kebijakan hanya berupa impian atau rencana yang bagus dan tersimpan dalam arsip kalau tidak diimplementasikan, sebuah implementasi kebijakan dapat dikatakan efektif jika tujuan dapat dicapai. Implementasi kebijakan dalam gerakan penyelamatan Danau Maninjau (Germadan) telah diterjemahken dalam bentuk program dan rencana aksi dengan cara menyusun program jangka menengah (lima tahunan), dan penyusunan rencana aksi tersebut telah berdasarkan kebutuhan pemangku kepentingan, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat yang didiskusikan secara bottom up dan tidak bertentangan dengan hukum dan sistim nilai masyarakat yang akan dilaksanakan di tingkat lapangan oleh masing-masing pemangku kepentingan berdasarkan tupoksi masing-masing. Rencana aksi yang telah disusun penting disosialisasikan kepada masyarakat dan dijalankan berdasarkan skala prioritas dengan mandayagunakan sumberdaya manusia di Pemerintah Kabupaten Agam/pelaku usaha perikanan KJA dan pelaku jasa wisata dan didukung oleh Pemerintah Kabupaten Agam dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan pihak BUMN (PT. PLN Persero) dan kementerian terkait dalam bentuk pendanaan yang dituangkan dalam RPIJM. Sumberdaya merupakan hal penting dalam mengimplementasikan kebijakan yang disusun dalam buku ini. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah sumberdaya manusia. Pemerintah Kabupaten Agam mempunyai sumberdaya manusia yang memiliki keahlian untuk melaksanakan rencana dan kebijakan yang telah disusun secara bersama dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu jika kita peduli untuk keberlanjutan Danau Maninjau hari ini dan hari esok maka program dan rencana aksi yang telah disusun harus dijalankan dengan sunguh-sungguh. 48 Germadan Maninjau DAFTAR PUSTAKA Azrita, Syandri H, Nugroho E, Dahelmi, Syaifullah (2011). Genetic variation of Blue spotted Snakehead (Channa lucius Channidae) from West Sumatra, Jambi E and Riau Provinci using RAPD method. Berita Biologi 10. (5) : 675 – 680. Boyd, C.E. (1979), Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University, Alabama, USA. BPS Kabupaten Agam. 2010. Kecamatan Tanjung Raya Dalam Angka 2010. Carlson. R.E. (1977) A Trophic State Index for Lakes. Limnology Oceanography V.22 [2]. Djokosetiyanto dan B. Hardjono. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air . Universitas Terbuka Jakarta. Effendi, H, 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius Jokyakarta. Fakhrudin, H. Wibowo, L. Suhedi, I. Ridwansyah. 2002. Karakterisasi Hidrologi Danau Maninjau. Prosiding Seminar Nasional Limnologi. Menuju Kesinambungan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan. Puslit Limnologi LIPI, 22 April 2002 halaman 65-75. Henny. C . 2009. Dynamics of biogeochemistry of sulfur in lake Maninjau. Limnotek 16(2) : 75-87. Husna dan D, Arisna, 2010. Laju dekomposisi bahan organik dan produksi invertebrata air di Suaka perikanan Teluk Rasau, Sumatera Selatan. Bawal, 2 [3] : 71-83. Kartamihardja. E.S dan C. Umar.2009. Kebijakan Pemacuan Sumber Daya Ikan di Perairan Umum Daratan Indonesia : Teknologi Alternatif Untuk Meningkatkan Produksi Ikan dan Pendapatan Nelayan. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 2 (1) : 99-111. Kaplan, L. A., and J. D. Newbold. 1993. S ources and biogeochemistry of terrestrial dissolved organic carbon entering streams. pp. 139 - 165 in T. E. Ford, ed. Aquatic microbiology: an ecological approach. Blackwell Scientific. Germadan Maninjau 49 Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Grand Design Penyelamatan ekosistem Danau Indonesia. Kelly, L. A. 1992. “Dissolved Reactive Phosphorus Release from Sediments beneath a Freshwater Cage Aquaculture Development in West Scotland. Hydrobiologia”. 235/236: 569 - 572 Krismono dan E, Kartamihardja., 2010. Pengelolaan sumber daya ikan di Danau Limbota, Gorontolo. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 2(1):27-41. Lukman, M. Fakhrudin, Gunawan, dan I. Ridwansyah 1998. Ciri Morfometri dan Pola Genangan Danau Semayang. Laporan Rehabilitasi Lingkungan Danau Semayang. PEP-LIPI, 15-23. Lukman dan Hidayat, 2001. Beban dan Distribusi Bahan Organik di Waduk Cirata, Jurnal Teknologi Lingkungan 3 (2): 129 – 135. Lukman dan I, Ridwansyah, 2009. Telaah Kondisi Fisik Danau Poso dan Prediksi Ciri Ekosistem Perairannya. Limnotek 2 (XVI) : 64-73 Machbub, B., M.A. Fulazzaky, S. Brahmana dan I.A ,Yusuf,. 2003. Eutrophication of Lakes and Reservoir and Its Restoration in Indonesia. Jurnal Litbang Pengairan, 50 (17) : 11-17. Nasution, Z. 2005. Analisis Kelembagaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk [Studi Kasus Di Perairan Waduk Jatiluhur, Jawa Barat]. Buletin Ekonomi Perikanan, 1 (VI): 1-12. Nikijuluw, V.P.H. 2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu. Makalah pada Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Proyek Pesisir, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Hotel Permata, Bogor, 29 Oktober 2001 Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Barat. 2005. Laporan Akhir Pekerjaan Studi Kasus Danau Maninjau. PT. Dipo Trikarsa. Padang. Ryding.S.O, and Rast.W. 1989. The Control of Eutropication of Lake And Reservoir. Unesco Parthenon Paris. pp.312. Samuel, Adjie, S. & Subagdja. 2003. Inventarisasi dan distribusi biota serta 50 Germadan Maninjau karakteristik habitat perairan Sungai Musi, p. 89-100 inIndrajaya, Deddy Setiapermana, Lukman (Eds.). Prosiding Hasil-hasil Riset. Jakarta 4-5 Februari 2003. Samuel & Subagdja. 2011. Karakteristik habitat dan biologi ikan mujaer (Oreochromis niloticus) di Danau Ranau, Sumatera Selatan. Bawal Vol 3. 287-297. Sulastri. (2002) Spatial and temporal distribution of phytoplankton in Maninjau Lake West Sumatra. Proceeding of the International Symposium on Land Management and Biodiversity in South East Asia, September 12-20, 2002, Bali Indonesia. Syandri, H. 2003. Keramba Jaring Apung dan Permasalahannya di Danau Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 8 (2) : 74 – 81. Syandri,H. 2004. Penggunaan Ikan Nilem [Osteochilus haselti ] dan Ikan Tawes (Puntius javanicus ) Sebagai Agen Hayati Pembersih Perairan Danau Maninjau. Jurnal Natur Indonesia 6 (2) : 87-90. Syandri, H. 2008. Acaman terhadap plasma nutfah ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) dan upaya pelestariannya di Danau Singkarak. Pidato Orasi Ilmiah pada upacara pengukuhan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta. Syandri, H. N.Aryani, Azrita dan Jafri. 2012. Laporan RKL dan RPL Lingkungan Danau Singkarak. Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Bung Hatta dengan PT. PLN Sektor Pembangkitan Bukittinngi, 135 halaman. Syandri, H. N.Aryani, Azrita dan Jafri. 2012. Laporan RKL dan RPL Lingkungan Danau Maninjau. Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Univ. Bung Hatta dengan PT. PLN Sektor Pembangkitan Bukittinngi, 135 halaman Syandri. H., Azrita., Junaidi. 2013. Loading and distribution of organic materials in Maninjau Lake. 2nd International Seminar of Fisheries and Marine Managing Aquatic Resources Toward Blue Economy, 6-7 November 2013, Riau University, Pekanbaru- Indonesia. Germadan Maninjau 51 Syandri,H. Azrita and Junaidi. 2014. State of Aquatic Resources Maninjau Lake West Sumatra Province, Indonesia. Journal of Ecology and Environmental Sciences. 1(5) : 109-113. Swingle, H.S. 1968. Standardization of chemical analysis for water and pond muds. FAO Fish Rep, 44 [4] : 397-406. Wetzel. R.G.(1983) Limnology. W.B Saunders College Publ. Philadelphia, 744 pp Welch , P.S. 1952. Limnology. Mc Graw-Hill Book Company, Inc 538 pp. Wantzen,K.M, K.O. Rothauopt, M. Mortl, M.Cantonati, L.G.Toth, P.Picher. 2008. Ecological effects of water-level fluctuations in lakes: an urgent issue. Hydrobiologia, 613:1–4 52 Germadan Maninjau