PENGARUH NILAI TUKAR, SUKU BUNGA, DAN INFLASI

advertisement
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
PENGARUH NILAI TUKAR, SUKU BUNGA, DAN INFLASI TERHADAP RETURN
SAHAM PADA PERUSAHAAN PROPERTI
Tri Hendra Purnomo
Nurul Widyawati
[email protected]
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT
This research is meant to find out the influence of exchange rates, interest rates, and inflation either
simultaneous or partial to the stock return at property companies which are listed in the Indonesia
Exchange. The samples in this research are 6 property companies in the Indonesia Stock Exchange i.e.:
PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk, PT. Bukit Darmo Tbk, PT. Ciputra Development Tbk, PT.
Ciputra Surya Tbk, PT. Duta Anggada Realty Tbk, dan PT. Duta Pertiwi Tbk. The data which is
applied in this research is the property companies’ stock prices, interest rates, inflation report, Rupiah
exchange rates from 2009 to 2012. The multiple linear regressions are applied as the analysis
technique by carrying out F test and t test. Based on the F test it is found that simultaneously the
Rupiah exchange rates, interest rates and inflation have influence to the stock return. Based on the t
test it is found that partially the interest rates have no influence to stock return. It can also be found
from the t test that the dominant influence to the stock return is indicated by interest rates variable,
Keywords: exchange rates, interest rates, inflation, stock return
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar uang, suku bunga, dan
inflasi baik secara simultan maupun parsial terhadap return saham pada perusahaan
properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah 6
perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia yaitu PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk, PT.
Bukit Darmo Tbk, PT. Ciputra Development Tbk, PT. Ciputra Surya Tbk, PT. Duta Anggada
Realty Tbk, dan PT. Duta Pertiwi Tbk. Data yang digunakan adalah harga saham
perusahaan properti, suku bunga, laporan inflasi, dan nilai tukar rupiah dari tahun 2009
sampai 2012. Teknik analisis yang digunakan analisis regresi linear berganda yang diuji
dengan uji F dan uji t. Berdasarkan hasil uji F diketahui bahwa nilai tukar, suku bunga, dan
inflasi secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Berdasarkan hasil uji t diketahui
bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh terhadap return saham, sedangkan nilai tukar
dan inflasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham. Dari hasil uji t juga
dapat diketahui bahwa pengaruh dominan terhadap return saham ditunjukkan oleh variabel
suku bunga.
Kata kunci: nilai tukar, suku bunga, inflasi, return saham
PENDAHULUAN
Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat terjadi akibat macetnya kredit properti
(subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia. Efek
beruntun dari kredit perumahan itu membuat beberapa perusahaan keuangan besar di
Amerika dan juga perusahaan lain di seluruh dunia bangkrut (Adiwarman, 2008). Ada dua
pengaruh langsung krisis finansial global terhadap perekonomian di negara Indonesia.
Pertama pengaruh terhadap keadaan indeks bursa saham Indonesia. Kepemilikan asing
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
2
yang masih mendominasi dengan porsi 66% kepemilikan saham di BEI, mengakibatkan
bursa saham rentan terhadap keadaan finansial global karena kemampuan finansial para
pemilik modal tersebut (Tempo Interaktif, 2008). Kedua, dibidang ekspor impor, Amerika
Serikat merupakan negara tujuan ekspor nomor dua setelah Jepang dengan porsi 20%‐30%
dari total ekspor (Depperin, 2008). Dengan menurunnya kinerja ekonomi Amerika Serikat
secara langsung akan mempengaruhi ekspor impor negara Indonesia juga.
Pengaruh lain krisis finansial global terhadap ekonomi makro adalah dari sisi tingkat
suku bunga. Dengan naiknya kurs dollar, suku bunga akan naik karena Bank Indonesia akan
menahan rupiah sehingga akibatnya inflasi akan meningkat. Kedua, gabungan antara
pengaruh kurs dollar tinggi dan suku bunga yang tinggi akan berdampak pada sektor
investasi dan sektor riil, dimana investasi di sektor riil seperti properti dan usaha kecil dan
menengah (UKM) akan terganggu.
Perusahaan real estate dan property merupakan unit bisnis yang bergerak dalam
bidang pembangunan rumah dan pemukiman dan juga tergabung dalam usaha konstruksi
bangunan yang bahan utamanya adalah bahan bangunan. Tingginya inflasi akan
mendorong harga bahan bangunan menjadi semakin mahal, menyebabkan tingginya biaya
produksi yang harus di tanggung oleh perusahaan. Seperti diketahui bahwa inflasi dapat
menaikkan biaya produksi dan dapat membuat daya beli masyarakat akan menjadi
menurun. Penurunan daya beli dan biaya produksi yang tinggi secara tidak langsung akan
mempengaruhi kondisi pasar modal. Investor tidak akan tertarik untuk menanamkan
modalnya dan permintaan terhadap saham khususnya saham real estate dan property
menjadi turun.
Penurunan permintaan akan menyebabkan harga saham ikut mengalami penurunan.
Jadi pertumbuhan investasi di suatu negara dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara
tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara maka semakin baik pula tingkat
pendapatan masyarakat. Adanya peningkatan pendapatan diharapkan semakin banyak
orang yang memiliki kelebihan dana dan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan
dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang
diperdagangkan di pasar modal.
Harga saham selain dipengaruhi oleh faktor pasar, juga dapat di pengaruhi oleh
faktor makro lainnya seperti inflasi, jumlah uang yang beredar, kurs valuta asing, dan
tingkat suku bunga. Penelitian ini dilakukan dengan anggapan bahwa variabel-variabel
dalam faktor-faktor ekonomi nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi merupakan variabel
yang berpengaruh secara sistematik sebagai dasar pencapaian laba dengan dasar perubahan
perekonomian berpengaruh dengan pola serupa terhadap saham perusahaan, khususnya
variabel makro yaitu nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Apakah nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi secara simultan mempunyai pengaruh
terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi secara parsial mempunyai pengaruh
terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
3. Manakah yang mempunyai pengaruh dominan di antara nilai tukar uang, suku bunga,
dan inflasi terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia?
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi secara simultan mempunyai pengaruh
terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi secara parsial mempunyai pengaruh
terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
3
3. Manakah yang mempunyai pengaruh dominan di antara nilai tukar uang, suku bunga,
dan inflasi terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia?
TINJAUAN TEORETIS
Nilai Tukar
Nilai tukar merupakan harga di dalam pertukaran dan dalam pertukaran antara 2
macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua
mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut kurs/exchange rate (Nopirin,
2009:163). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga
relatif yaitu harga-harga didalam negeri dibandingkan dengan harga-harga diluar negeri.
Perbedaan tingkat kurs ini timbul karena beberapa hal, diantaranya:
1. Perbedaan antara kurs beli dan kurs jual oleh para pedagang valuta asing. Kurs beli
adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valas atau bank membeli valuta asing,
sedangkan kurs jual adalah apabila mereka menjual maka selisih kurs tersebut
merupakan keuntungan bagi para pedagang.
2. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayaran. Di dalam
pembayaran valas yang lebih cepat akan mempunyai kurs yang lebih tinggi.
3. Perbedaan kurs karena tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran.
Pasar valuta asing mempunyai fungsi pokok dalam membantu kelancaran lalu lintas
pembayaran internasional antara lain:
1. Mempermudah penukaran valas serta pemindahan dan dari suatu Negara ke Negara
lain.
2. Memberikan kemudahan untuk dilaksanakan perjanjian/kontrak jual beli dengan kredit.
3. Mempermudah dilakukannya “hedging” yaitu membantu pedagang yang melakukan
transaksi jual dan beli valas dipasar yang berbeda, yang bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi resiko akibat kerugian kurs.
(Nopirin, 2009:165)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Nilai Tukar
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kurs menurut Sukirno (2012:402) adalah
sebagai berikut :
1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat
Cita rasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsinya. Perubahan citarasa masyarakat
akan mengubah corak konsumsinya atas barang-barang yang diproduksi di dalam
maupun di luar negeri. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan
keinginan mengimpor berkurang dan juga dapat menaikkan ekspor. Sedangkan
perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk
mengimpor bertambah besar. Perubahan-perubahan ini menyebabkan permintaan dan
penawaran valuta asing.
2. Perubahan harga barang ekspor dan impor
Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu
barang akan diimpor atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual
dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik
maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barag impor akan menambah
jumlah impor dan kenaikan harga barang impor akan mengurangai impor. Dengan
demikian perubahan harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan
dalam permintaan dan penawaran valuta asing
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
4
3. Kenaikan harga umum (inflasi)
Inflasi sangat besar pengaruhnya terhadap kurs pertukaran valuta asing. Inflasi yang
terjadi pada umumnya cenderung menurunkan nilai valuta asing.
4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi
Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung
akan
menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri Sedangkan suku bunga dan
tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk
ke dalam negeri. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal
negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi
yang lebih tinggi di negara-negara lain.
5. Pertumbuhan ekonomi
Efek yang akan diakibatkan oleh suatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya
tergantung pada pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Apabila kemajuan ekonomi
diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas mata uang akan
bertambah lebih cepat dari penawarannya sehingga nilai mata uang tersebut akan naik.
Akan tetapi, jika kemajuan ekonomi menyebabkan impor berkembang lebih cepat dari
ekspor maka penawaran atas mata uang akan bertambah lebih cepat dari permintaannya
sehingga nilai mata uang tersebut akan merosot.
Sistem Nilai Tukar
Sifat dari kurs valuta asing tergantung sifat pasar. Apabila transaksi jual beli valuta
asing dapat dilakukan secara bebas di pasar, maka kurs valuta asing akan berubah-ubah
sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. Nopirin (2009:173) mengemukakan
bahwa ada beberapa sistem nilai tukar di yaitu:
1. Sistem kurs berubah-ubah
Dalam sistem ini makin tinggi tingkat pertumbuhan (relatif terhadap negara lain), makin
besar kemungkinan untuk impor yang berarti makin besar pula permintaan akan valuta
asing. Kurs valuta sing cenderung naik (harga mata uang sendiri turun). Demikian pula
inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun yang akan mengakibatkan kurs
valuta asing naik. Kenaikan tingkat bunga dalam negeri cenderung menarik modal
masuk dari luar negeri. Kurs valuta asing akan turun (nilai mata uang sendiri naik relatif
terhadap valuta asing).
2. Sistem kurs stabil
Sistem kurs stabil dapat terjadi secara aktif dan pasif. Pada sistem kurs stabil aktif
pemerintah menyediakan dana untuk tujuan stabilitas kurs (stabilization funds). Kegiatan
stabilisasi kurs dijalankan dengan cara apabila tendensi kurs valuta asing akan turun
maka pemerintah akan membeli valuta asing di pasar. Dengan tambahnya tendensi
pemerintah maka tendensi kurs turun dapat dicegah, dan sebaliknya apabila tendensi
kurs naik maka pemerintah menjual valuta asing di pasar sehingga penawaran valuta
asing bertambah dan kenaikan kurs dapat dicegah. Pada sistem kurs stabil pasif
pemerintah menggunakan standar emas. Dalam standar emas, kurs valuta asing suatu
negara dengan negara lain ditentukan dengan dasar emas.
3. Pengawasan devisa (exchange control)
Dalam sistem ini pemerintah memonopoli seluruh transaksi valuta asing. Tujuannya
adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan melindungi pengaruh depresi
dari negara lain, terutama jika negara tersebut menghadapi keterbatasan cadangan valuta
asing dibanding dengan permintaannya.
Suku Bunga
Suku Bunga adalah biaya pinjaman atau harga yang dibayarkan untuk dana pinjaman
tersebut biasanya dinyatakan dalam presentase (Mishkin, 2008). Oleh karena itu, bunga juga
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
5
dapat diartikan sebagai uang yang diperoleh atas pinjaman yang diberikan. Suku bunga
pada dasarnya mempunyai dua pengertian sesuai dengan peninjauannya yaitu bagi bank
dan bagi pengusaha. Bagi bank, bunga adalah suatu pendapatan atau suatu keuntungan atas
peminjaman uang oleh pengusaha atau nasabah. Dan bagi pengusaha bunga dianggap
sebagai ongkos produksi ataupun biaya modal.
Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di
bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki
tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan
melalui kebijakan tingkat suku bunga (Khalwaty, 2010:144).
Macam-Macam Suku Bunga
Suku bunga bank menurut Khalwaty (2010:144) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sebagai berikut:
1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan
nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah
untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.
2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan
didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi.
Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada
nasabahnya yaitu (Kashmir, 2009) :
1. Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi
nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang
harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan
bunga deposito.
2. Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang
harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Setiap masyarakat yang melakukan
interaksi dengan bank, baik itu interaksi dalam bentuk simpanan, maupun pinjaman
(kredit), akan selalu terkait, dan dikenakan dengan yang namanya bunga.
Bagi masyarakat yang menanamkan dananya kepada bank, baik itu simpanan
tabungan, deposito, dan giro akan dikenai suku bunga simpanan (dalam bentuk %). Suku
bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau menanamkan dananya
pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan, maka masyarakat akan semakin giat
untuk menanamkan dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh
keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat
masyarakat dalam menabung akan berkurang sebab masyarakat berpandangan tingkat
keuntungan yang akan mereka peroleh di masa yang akan datang dari bunga adalah kecil.
Berbeda halnya dengan suku bunga simpanan. Suku bunga pinjaman dikenakan pada
masyarakat yang ingin meminjam dana pada bank. Suku bunga kredit ini sangat bergantung
dari jenis kredit yang diinginkan. Semakin tinggi bank mengenakan suku bunga kredit,
minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan
dengan jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan
masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi kreditnya di masa
yang akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit
(pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar,
khususnya kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan semakin rendahnya
suku bunga kredit, khususnya kredit untuk UMKM, maka akan memicu pertumbuhan, dan
perkembangan jumlah UMKM, yang berarti dapat mengurangi jumlah pengangguran. Sebab
bagaimanapun juga UMKM selama ini dikenal sebagai penopang jumlah tenaga kerja di
Indonesia yang semakin melimpah, dan agar tidak menganggur.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
6
Untuk menentukan tingkat bunga, kreditur memperhitungkan dana yang harus
dikeluarkan berupa bunga tabungan atau deposito serta faktor kemungkinan bahwa debitur
tidak membayar kembali kreditnya tepat waktu sesuai perjanjian atau bahkan tidak
membayar sama sekali. Selain itu, kreditur juga mempertimbangkan biaya-biaya yang harus
diperhitungkan berupa kerugian akibat penurunan nilai yang terjadi selama uang
dipinjamkan. Dengan demikian, tingkat bunga yang berlaku adalah tingkat bunga yang
disepakati oleh debitur dan kreditur yang merupakan penjumlahan dari unsur tingkat
bunga dana, premi risiko dan penurunan nilai uang.
Inflasi
Inflasi merupakan kenaikan harga barang-barang secara umum yang disebabkan oleh
turunnya nilai mata uang pada suatu periode tertentu. Nopirin (2009:25) mendefinisikan
inflasi sebagai proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus.
Menurut Nopirin (2009:27) terdapat berbagai jenis Inflasi, antara lain:
1. Jenis inflasi menurut sifatnya
a. Creeping inflation adalah inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga yang lambat,
dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama. Laju inflasi rendah
(kurang dari 10% pertahun)
b. Galloping inflation adalah inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga yang cukup
besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadang kala berjalan dalam
waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya harga-harga
minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya.
c. Hiper inflation merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik
sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang.
Nilai uang merosot dengan tajam, perputaran uang makin cepat, harga naik secara
akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit
anggaran belanja (misalnya ditimbulkan oleh adanya perang) yang dibelanjai/ditutup
dengan mencetak uang.
2. Jenis inflasi menurut sebabnya
a. Demand full inflation adalah inflasi yang bermula dari adanya kenaikan permintaan
total (agregat demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan
kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh.
b. Cost-pushi inflation adalah inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya
produksi.
Efek Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan alokasi faktor-faktor serta produksi
nasional (Nopirin, 2009:32). Efek terhadap produksi pendapatan disebut Equity Effect,
sedangkan efek terhadap faktor produksi dan produksi nasional masing-masing disebut
dengan Efficiency dan Output Effect.
1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Sifatnya tidak merata ada yang dirugikan tetapi ada pula yang merasa diuntungkan
dengan adanya inflasi. Pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari inflasi adalah pihakpihak yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari
laju inflasi tersebut. Seorang yang berpenghasilan tetap akan dirugikan dengan adanya
inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam
pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat umum. Inflasi ini seolah-olah
merupakan pajak bagi beberapa pihak dan merupakan subsidi bagi orang lain.
2. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini
dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang tertentu yang
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
7
mengalami kenaikan lebih besar daripada barang lain, yang kemudian dapat mendorong
kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan barang ini pada gilirannya akan mengubah
pola alokasi faktor produksi yang telah ada. Tidak ada pendapat yang menjamin bahwa
alokasi faktor produksi tersebut lebih efisien pada keadaan tidak terdapat inflasi. Nmaun
kebanyakan pendapat tersebut menyebutkan bahwa inflasi dapat menyebabkan alokasi
factor produksi dapat berubah menjadi tidak efisien.
3. Efek Terhadap Output ( Output Effect)
Dalam analisa kedua efek tersebut di atas terdapat suatu anggapan bahwa output
dalam keadaan tetap. Inflasi mengkin dapat mengakibatkan kenaikan produksi. Karena
dalam keadaan adanya inflasi, biasanya kenaikan barang mendahului kenaikan upah
sehingga pengusaha mendapatkan keuntungan yang bertambah. Kenaikan keuntungan
ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi tersebut cukup tinggi
(hyperinflation) akan mempunyai akibat yang sebaliknya yaitu penurunan output.
Intensitas efek inflasi ini berbeda-beda, tergantung kepada apakah inflasi tersebut
dibarengi dengan kenaikan produksi dan employment atau tidak. Apabila produksi barang
ikut naik, maka kenaikan produksi sedikit banyak dapat memperlambat laju inflasi.
Tetapi apabila ekonomi mendekati kesempatan kerja penuh (full employment) sering
disebut inflasi umum (pure inflation).
Cara Mencegah Inflasi
Cara-cara mencegah inflasi menurut Nopirin (2009:34) dapat menggunakan beberapa
kebijakan, diantaranya:
1. Kebijakan moneter
Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar. Salah
satu komponen uang beredar adalah uang giral (demand deposit). Bank sentral dapat
mengatur uang giral melalui penetapan cadangan minimum. Untuk menekan laju inflasi
cadangan minimum ini dinaikkan sehingga jumlah uang menjadi lebih kecil. Disamping
cara ini bank sentral juga dapat menggunakan tingkat diskonto (discount rate). Discount
rate adalah tingkat diskonto untuk pinjaman yang diberikan oleh bank sentral pada bank
umum.
Apabila tingkat diskonto ini dinaikkan (oleh bank sentral), maka gairah bank umum
untuk meminjam makin kecil sehingga cadangan yang ada pada bank sentral juga
mengecil. Akibatnya kemampuan bank umum memberikan pinjaman pada masyarakat
makin kecil sehingga jumlah uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah.
Politik pasar terbuka juga dapat mencegah terjadi inflasi. Politik pasar terbuka
adalah suatu kebijaksanaan dari Bank Sentral untuk menjual surat-surat berharga seperti
obligasi Negara terhadap masyarakat. Maka ini berakibat berkurangnya uang beredar
dari tangan masyarakat, dan menyebabkan permintaan terhadap barang berkurang serta
barang-barang dapat dijual seluruhnya apabila harga diturunkan. Dengan demikian
inflasi dapat dikurangi tekanannya.
2. Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal menyangkut peraturan tentang pengeluaran pemerintah serta
perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan
demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan
pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total,
sehingga inflasi dapat dicegah.
3. Kebijakan yang berkaitan dengan output
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output dini dapat
dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang
cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung
menurunkan harga.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
8
4. Kebijakan penentuan harga dan indexing
Kebijakan ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga serta mendasarkan pada
indek harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji/upah secara riil
tetap). Kalau indeks harga naik, maka gaji/upah juga dinaikkan
Sumber-Sumber Inflasi
Tingkat inflasi domestik akan selalu berubah menyesuaikan diri dengan tingkat inflasi
dunia. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa perubahan stok uang domestik tidak berpengaruh
pada harga-harga domestik. Ekspansi uang dan kredit yang berlebihan tetap akan
mengakibatkan inflasi domestik yang untuk sementara waktu melebihi tingkat inflasi dunia.
Tetapi situasi itu tidak bisa berlangsung dalam jangka panjang, karena kelebihan penciptaan
uang akan menciptakan impor sehingga menurunkan cadangan internasional dan pada
akhirnya ketidakmampuan untuk menjaga kurs tetap atau devaluasi. (Hakim, 2010:372).
Di negara berkembang dengan sistem kurs tetap, kebijakan yang harus diadopsi untuk
menghindari tingkat inflasi karena pengaruh inflasi dunia adalah lebijakan fiskal bukan
kebijakan moneter. Jika defisit anggaran tidak terjaga instrumen kebijakan moneter yang
paling tepat sekalipun akan sulit untuk menjaga inflasi, devaluasi atau keduanya.
Return Saham
Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga
merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang
dilakukannya (Tandelilin, 2010:101). Return investasi terdiri dari dua komponen utama,
yaitu:
1. Yield, komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh
secara periodik dari suatu investasi. Yield hanya berupa angka nol (0) dan positif (+).
2. Capital gain (loss), komponen return yang merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu
surat berharga (bisa saham maupun surat hutang jangka panjang), yang bisa memberikan
keuntungan (kerugian) bagi investor. Capital gain (loss) dapat berupa angka minus (-), nol
(0), dan positif (+).
Secara sistematis return total suatu investasi dapat ditulis sebagai berikut:
Return total = yield + capital gain (loss)
Jenis-Jenis Return Saham
Menurut Tandelilin (2010:105) jenis-jenis return adalah sebagai berikut:
1. Return realisasi (realized return)
Return yang telah terjadi (return aktual) yang dihitung berdasarkan data historis (ex post
data). Return historis ini berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected
return) dan risiko di masa datang (conditioning expected return)
2. Return Yang Diharapkan (Expected Return)
Return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda
dengan return realisasi yang bersifat sudah terjadi (ex post data), return yang diharapkan
merupakan hasil estimasi sehingga sifatnya belum terjadi (ex ante data).
3. Return Yang Dipersyaratkan (Required Return)
Return yang diperoleh secara historis yang merupakan tingkat return minimal yang
dikehendaki oleh investor atas preferensi subyektif investor terhadap risiko.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diduga nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap
terhadap return saham perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
9
2. Diduga nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara parsial berpengaruh terhadap terhadap
return saham perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
3. Diduga suku bunga mempunyai pengaruh dominan terhadap terhadap return saham
perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
METODA PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Gambaran Obyek Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif. Pendekatan penelitian
kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat statistik/kuantitatif dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang ditetapkan (Sugiyono, 2011:8).
Gambaran dari populasi (objek) penelitian ini adalah semua perusahaan properti yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini sampel diambil secara purposive sampling, yaitu pemilihan sampel
yang didasarkan atas kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Kriteria pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan properti yang telah dan masih tercatat (listed) di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2010 sampai 2012.
2. Perdagangan saham emiten tidak pernah disuspensi atau dinonaktifkan selama lebih dari
satu bulan.
3. Saham diperdagangkan minimal 1 bulan sekali.
4. Data tersedia untuk dianalisis.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka perusahaan yang memenuhi kriteria dan yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini ada 6 yaitu :
1. PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk
2. PT. Bukit Darmo Tbk
3. PT. Ciputra Development Tbk
4. PT. Ciputra Surya Tbk
5. PT. Duta Anggada Realty Tbk
6. PT. Duta Pertiwi Tbk
Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional masing-masing variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nilai Tukar (X1)
Nilai Tukar merupakan harga di dalam pertukaran dan dalam pertukaran antara dua
macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara
kedua mata uang tersebut. Pengukurannya berdasarkan perbandingan nilai tukar Dollar
terhadap Rupiah yang dihitung secara bulanan yang diumumkan pemerintah dengan
satuan Rupiah per US Dollar.
2. Suku Bunga (X2)
Suku bunga adalah surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan
utang jangka pendek dengan sistem diskonto. Pengukurannya berdasarkan tingkat suku
bunga SBI bulanan dalam prosentase (%).
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
10
3. Inflasi (X3)
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga yang naik secara umum dan terusmenerus. Kenaikan tersebut meluas (mengakibatkan kenaikan) kepada sebagian dari
barang yang lain. Pengukurannya berdasarkan tingkat inflasi bulanan yang diumumkan
pemerintah dalam prosentase (%).
4. Return Saham (Y)
Return Saham adalah tingkat pengembalian saham atas investasi yang dilakukan oleh
investor.
Teknik Analisa Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya
pengaruh antara nilai tukar uang (X1), suku bunga (X2), dan inflasi (X3) sebagai variabel
independent (bebas) terhadap return saham (Y) sebagai variabel dependent (terikat). Rumus
regresi linier berganda menurut Sugiyono (2011:192) adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3
Keterangan:
Y
: Variabel terikat return saham
: Konstanta
a
: Koefisien regresi variabel bebas 1 sampai 3
b1,… b3
: Variabel bebas nilai tukar uang
X1
: Variabel bebas suku bunga
X2
X3
: Variabel bebas inflasi
2. Uji Asumsi Klasik
Uji melihat layak atau tidaknya model regresi yang digunakan untuk memprediksi
variabel terikat berdasarkan masukan variabel bebasnya, maka model regresi harus
terbebas dari beberapa asumsi, antara lain:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
dependent dan variabel independent keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Uji normalitas data dalam penelitian ini dapat dilakukan melalui pendekatan grafik.
Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Dasar
pengambilan keputusan uji normalitas adalah sebagai berikut:
1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikut arah garis diagonal,
maka model regresi memenuhi asumsi Normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi tidak memenuhi Normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengidentifikasi hubungan antar
variabel independent. Regresi yang baik adalah regresi yang variabel independent -nya
tidak memiliki hubungan yang erat atau dengan kata lain tidak terjadi
multikolinearitas antar variabel independent -nya. Ketentuan dalam pengujian ini
adalah:
1) Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terdapat korelasi yang terlalu besar di
antara salah satu variabel independent dengan variabel-variabel independent yang
lain (terjadi multikolinearitas).
2) Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas.
c. Analisis Autokorelasi
Uji autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
linear berganda ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
11
kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka diidentifikasi
terjadi masalah Autokorelasi. Regresi yang baik adalah regresi yang tidak terjadi
Autokorelasi di dalamnya.
Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson
(DW) dengan ketentuan menurut Sunyoto (2011:91) sebagai berikut:
1) Terjadi autokorelasi positif jika nilai DW di bawah -2 (DW < -2)
2) Tidak terjadi autokorelasi jika nilai DW berada di antara -2 dan +2 atau -2 ≤ DW ≤+2
3) Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW di atas +2 atau DW > +2.
d. Uji Heteroskesdastisitas
Uji terhadap adanya Heteroskesdastisitas adalah bertujuan untuk mengetahui
apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians residual dari
pengamatan satu ke pengamatan yang lain. Jika varians dari pengamatan yang satu ke
pengamatan yang lain tetap, maka ini disebut Homoskesdastisitas. Model regresi yang
baik adalah model regresi yang tidak terjadi Heteroskesdastisitas. Santoso (2002:210)
mengatakan bahwa jika sebaran titik-titik berada di atas dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y dan tidak membentuk pola yang jelas, maka tidak terjadi
Heteroskesdastisitas.
3. Uji Hipotesis
a. Pengujian Pengaruh Simultan dengan Uji F
Uji F dilakukan untuk menguji kesesuaian model regresi linear berganda. Uji ini
dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis pertama bahwa terdapat pengaruh
simultan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham.
Adapun rumusan hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0: b1 = b2 = b3 = 0, artinya diduga tidak terdapat pengaruh simultan yang signifikan
antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham.
Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya diduga terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara
nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham.
Kriteria pengujian dengan uji F adalah dengan membandingkan tingkat
signifikansi dari nilai F (α = 0,05) dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika tingkat signifikansi uji F < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya
terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga,
dan inflasi terhadap return saham
2) Jika tingkat signifikansi uji F > 0,05 tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya
tidak terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara nilai tukar uang, suku
bunga, dan inflasi terhadap return saham.
Untuk menghitung nilai F digunakan software statistik SPSS
b. Pengujian Pengaruh Parsial dengan Uji t
Uji t dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh parsial antara nilai tukar
uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Adapun rumusan hipotesis
dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0: b1 = b2 = b3 = 0, artinya diduga tidak terdapat pengaruh parsial yang signifikan
antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham.
Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya diduga terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara
nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham.
Kriteria pengujian dengan uji t adalah dengan membandingkan tingkat
signifikansi dari nilai t (α = 0,05) dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika tingkat signifikansi uji t < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya
terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga,
dan inflasi terhadap return saham.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
12
2) Jika tingkat signifikansi uji t > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga,
dan inflasi terhadap return saham.
Untuk menghitung nilai t digunakan software statistik SPSS.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskriptif Variabel Nilai Tukar (X1)
Tabel 1
Nilai Tukar Rupiah
Januari 2010 sampai Desember 2012
(dalam Rupiah per US Dolar)
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Tertinggi
Terendah
Rata-Rata
2010
9.353
9.343
9.100
9.010
9.175
9.074
8.949
9.045
8.908
8.938
9.041
8.996
9.353
8.908
9.078
2011
9.049
8.821
8.708
8.563
8.543
8.579
8.504
8.534
8.875
8.853
9.113
9.069
9.113
8.504
8.768
2012
8.998
9.023
9.146
9.177
9.480
9.433
9.467
9.572
9.591
9.629
9.618
9.793
9.793
8.998
9.411
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2010 nilai tukar dolar tertinggi
pada bulan Januari sebesar 9.353 Rupiah per USD, terendah pada bulan September sebesar
8.908 Rupiah per USD, dan rata-rata nilai tukar Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar
9.078 Rupiah per USD. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2011 nilai tukar dolar
tertinggi pada bulan Nopember sebesar 9.113 Rupiah per USD, terendah pada bulan
September sebesar 8.504 Rupiah per USD, dan rata-rata nilai tukar Indonesia pada tahun
2011 adalah sebesar 8.768 Rupiah per USD. Berdasarkan tabel tersebut diketahui pula bahwa
pada tahun 2012 nilai tukar dolar tertinggi pada bulan Desember sebesar 9.793 Rupiah per
USD, terendah pada bulan Januari sebesar 8.998 Rupiah per USD, dan rata-rata nilai tukar
Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 9.411 Rupiah per USD.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
13
Deskriptif Variabel Suku Bunga (X2)
Tabel 2
Tingkat Suku Bunga Indonesia
Januari 2010 sampai Desember 2012 (dalam%)
Bulan
2010
2011
2012
6,50
6,50
6,00
Januari
6,50
6,75
5,75
Februari
6,50
6,75
5,75
Maret
6,50
6,75
5,75
April
6,50
6,75
5,75
Mei
6,50
6,75
5,75
Juni
6,50
6,75
5,75
Juli
6,50
6,75
5,75
Agustus
6,75
5,75
September 6,50
6,50
6,50
5,75
Oktober
6,00
5,75
Nopember 6,50
6,50
6,00
5,75
Desember
6,50
6,75
6,00
Tertinggi
6,00
5,75
Terendah 6,50
6,58
5,77
Rata-Rata 6,50
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2010 tingkat suku cenderung
konstan yaitu sebesar 6,50%. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2011 tingkat
suku bunga tertinggi pada bulan Februari sampai September sebesar 6,75%, terendah pada
bulan Nopember sampai Desember sebesar 6,00%, dan rata-rata suku bunga Indonesia pada
tahun 2011 adalah sebesar 6,58%. Berdasarkan tabel tersebut diketahui pula bahwa pada
tahun 2012 tingkat suku bunga tertinggi pada bulan Januari sebesar 6,00%, terendah pada
bulan Februari sampai Desember sebesar 5,75%, dan rata-rata suku bunga Indonesia pada
tahun 2012 adalah sebesar 5,77%.
Deskriptif Variabel Inflasi (X3)
Tabel 3
Tingkat Inflasi Indonesia
Januari 2010 sampai Desember 2012 (dalam%)
Bulan
2010
2011
2012
Januari
3,72
7,02
3,65
Februari
3,81
6,84
3,56
Maret
3,43
6,65
3,97
April
3,91
6,16
4,50
Mei
4,16
5,98
4,45
Juni
5,05
5,54
4,53
Juli
6,22
4,61
4,56
Agustus
6,44
4,79
4,58
September 5,80
4,61
4,31
Oktober
5,67
4,42
4,61
Nopember 6,33
4,15
4,32
Desember 6,96
3,79
4,30
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
14
Tertinggi
Terendah
Rata-Rata
6,96
3,43
5,13
7,02
3,79
5,38
4,61
3,56
4,28
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2010 tingkat inflasi tertinggi
pada bulan Desember sebesar 6,96%, terendah pada bulan Maret sebesar 3,43%, dan rata-rata
tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 5,13%. Dari tabel tersebut diketahui
bahwa pada tahun 2011 tingkat inflasi tertinggi pada bulan Januari sebesar 7,02%, terendah
pada bulan Desember sebesar 3,79%, dan rata-rata tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2011
adalah sebesar 5,38%. Berdasarkan tabel tersebut diketahui pula bahwa pada tahun 2012
tingkat inflasi tertinggi pada bulan Oktober sebesar 4,61%, terendah pada bulan Februari
sebesar 3,56%, dan rata-rata tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 4,28%.
Deskriptif Variabel Return Saham (Y)
Tabel 4
Tingkat Return Saham Perusahaan Properti
Januari 2010 sampai Desember 2012
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Tertinggi
Terendah
Rata-Rata
2010
0,027
0,127
0,085
-0,037
-0,069
-0,010
0,030
0,051
0,124
0,057
-0,081
0,027
0,127
-0,081
0,027
2011
-0,040
-0,112
0,295
0,048
0,055
-0,012
0,126
-0,049
-0,052
-0,025
0,067
0,201
0,295
-0,112
0,042
2012
0,161
0,048
0,125
0,173
-0,097
0,001
0,072
-0,010
0,070
0,202
0,009
-0,072
0,202
-0,097
0,057
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2010 return saham tertinggi
pada bulan Februari sebesar 0,127, terendah pada bulan Nopember sebesar 0,295, dan ratarata return saham pada tahun 2010 adalah sebesar 0,027. Dari tabel tersebut diketahui bahwa
pada tahun 2011 return saham tertinggi pada bulan Maret sebesar 0,295, terendah pada bulan
Februari sebesar -0,112, dan rata-rata return saham pada tahun 2011 adalah sebesar 0,042.
Berdasarkan tabel tersebut diketahui pula bahwa pada tahun 2012 return saham tertinggi
pada bulan Oktober sebesar 0,202, terendah pada bulan Mei sebesar -0,097, dan rata-rata
return saham pada tahun 2012 adalah sebesar 0,057.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
15
Pembahasan
Analisis Regresi Linear Berganda
Regresi linier berganda merupakan suatu persamaan yang menggambarkan hubungan
antara dua atau lebih variabel bebas dengan satu variabel terikat. Regresi linier berganda
diterapkan pada penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara variabel
bebas nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap variabel terikat return saham, serta
mengetahui besar pengaruhnya.
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan Program SPSS diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 5
Koefisien Regresi Linear Berganda
a
Coefficients
Model
1
(Constant)
X1
X2
X3
Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
2,086
1,037
-,0001
,000
-,504
-,118
-,008
,067
,017
-,510
-,087
t
2,011
-1,833
-4,648
-,449
Collinearity Statistics
Sig.
Tolerance VIF
,053
,076
,364
2,744
,000
,657
,327
,733
3,060
1,365
a. Dependent Variable: Y
Tabel tersebut menunjukkan persamaan regresi yang dapat menjelaskan ada atau
tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat serta dapat
menginformasikan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari tabel
diperoleh model regresi linier berganda sebagai berikut :
Y = 2,086 - 0,0001 X1 - 0,118 X2 - 0,008 X3
Berdasarkan model regresi di atas dapat dijelaskan bahwa:
1. Nilai a sebesar 2,086
Menunjukkan bahwa jika semua variabel bebas sama dengan nol maka besarnya return
saham akan konstan yaitu sebesar 2,086.
2. Nilai b1 sebesar -0,0001
Menunjukkan bahwa jika nilai tukar (X1) meningkat satu satuan maka akan menurunkan
return saham sebesar -0,0001 satuan dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan.
3. Nilai b2 sebesar -0,118
Menunjukkan bahwa jika suku bunga (X2) meningkat satu satuan maka akan
menurunkan return saham sebesar -0,118 satuan dengan asumsi variabel bebas yang lain
konstan.
4. Nilai b3 sebesar -0,008
Menunjukkan bahwa jika inflasi (X3) meningkat satu satuan maka akan menurunkan
return saham sebesar -0,008 satuan dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan.
Uji Asumsi Klasik
Persamaan regresi yang baik harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator),
artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan
keputusan yang BLUE tersebut maka harus dipenuhi beberapa asumsi klasik sebagai
berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Modal
regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal
(Santoso, 2002:212). Untuk mendeteksi normalitas adalah dengan melihat penyebaran
data/titik pada sumbu diagonal dari grafik, dasar pengambilan keputusan adalah:
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
16
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal,
maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Y
1,0
Expected Cum Prob
,8
,5
,3
0,0
0,0
,3
,5
,8
1,0
Observed Cum Prob
Gambar 1
Uji Normalitas
Dari grafik di atas diketahui bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi
normalitas. Dimana uji ini dihitung dengan menggunakan alat bantu ukur program SPSS.
2. Analisis Autokorelasi
Uji autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
linear berganda ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka diidentifikasi terjadi
masalah Autokorelasi. Regresi yang baik adalah regresi yang tidak terjadi Autokorelasi di
dalamnya.
Tabel 6
Nilai Durbin Watson
Model
1
Durbin Watson
2,018
Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW)
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. 1,65 < DW< 2,35 maka tidak ada autokorelasi.
b. 1,21 < DW< 1,65 atau 2,35< DW< 2,79 maka tidak dapat disimpulkan
c. DW < 1,21 atau DW >2,79 maka terjadi autokorelasi.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa model regresi yang terbentuk tidak
terjadi Autokorelasi karena mempunyai angka Durbin Watson di antara 1,65 < DW< 2,35
sebesar yaitu 2,018.
3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengidentifikasi hubungan antar variabel
independen (bebas). Regresi yang baik adalah regresi yang variabel bebasnya tidak
memiliki hubungan yang erat atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinearitas antar
variabel independennya. Ketentuan dalam pengujian ini adalah:
a. Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terdapat korelasi yang terlalu besar di
antara salah satu variabel bebas dengan variabel-variabel bebas yang lain (terjadi
multikolinearitas).
b. Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas.
Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
17
Tabel 7
Nilai Tolerance Dan VIF
No.
1
Variabel
Nilai Tukar (X1)
Toleransi
0,364
VIF
2,744
2
Suku Bunga(X2)
0,327
3,060
3
Inflasi (X3)
0,733
1,365
Dari 4 variabel bebas yang ada diketahui memiliki nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10
maka penelitian ini bebas dari Multikolinearitas.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji terhadap adanya Heteroskedastisitas adalah bertujuan untuk mengetahui
apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian residual dari
pengamatan satu ke pengamatan yang lain. Jika varians dari pengamatan yang satu ke
pengamatan yang lain tetap, maka ini disebut Homoskesdastisitas. Model regresi yang
baik adalah model regresi yang tidak terjadi Heteroskedastisitas.
Santoso (2002:210) mengatakan bahwa jika sebaran titik-titik berada di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola yang jelas, maka tidak terjadi
Heteroskedastisitas.
Scatterplot
Dependent Variable: Y
Regression Studentized Residual
4
3
2
1
0
-1
-2
-2
-1
0
1
2
3
Regression Standardized Predicted Value
Gambar 2
Uji Heteroskedastisitas
Dari grafik di atas diketahui bahwa titik-titik data tersebar di daerah antara 0 – Y
dan tidak membentuk pola tertentu, maka model regresi yang terbentuk diidentifikasi
tidak terjadi Heteroskedastisitas. Karena data yang diolah sudah tidak mengandung
Heteroskedastisitas, maka persamaan regresi linear berganda yang diperoleh dapat
dipergunakan untuk penelitian.
Pengujian Pengaruh Simultan dengan Uji F
Uji signifikansi model dengan uji F digunakan untuk mengetahui apakah model
regresi linier berganda yang telah didapatkan telah signifikan (telah sesuai untuk
menggambarkan pengaruh simultan variabel bebas terhadap variabel terikat). Uji
signifikansi model ini dapat dilihat pada nilai F hitung yang telah diperoleh dari program
SPSS sebagai berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
18
Tabel 8
Analisis Of Varians
ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
,037
,271
,309
df
3
32
35
Mean Square
,012
,008
F
14,819
Sig.
,000 a
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2
b. Dependent Variable: Y
Untuk mengetahui variabel-variabel bebas berpengaruh secara simultan (bersama)
terhadap variabel terikat digunakan uji F dengan tingkat signifikansi α = 0,05. Jika hasil
statistik F pada taraf signifikansi ≤ 0,05 berarti variabel-variabel bebas mempunyai pengaruh
yang signifikan secara simultan terhadap variabel terikat dan sebaliknya. Karena nilai sig <
0,05 yaitu 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa nilai
tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap return saham.
Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi
secara simultan mempunyai pengaruh terhadap return saham.
Analisis Pengaruh Parsial dengan Uji t
Uji parsial (uji t) digunakan untuk mengetahui apakah model persamaan regresi telah
signifikan untuk digunakan mengukur pengaruh secara parsial variabel bebas nilai tukar,
suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Dari hasil pengolahan data dengan
menggunakan Program SPSS diperoleh hasil output t hitung sebagai berikut:
Tabel 9
Uji Parsial (Uji t)
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
X1
X2
X3
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
2,086
1,037
Standardized
Coefficients
Beta
t
2,011
Sig.
,053
-,0001
-,118
,000
,067
-,504
-,510
-1,833
-4,648
,076
,000
-,008
,017
-,087
-,449
,657
a. Dependent Variable: Y
Prosedur pengujian menggunakan uji t dengan tingkat signifikansi 0,05.
1. Uji parsial antara variabel bebas inflasi (X1) terhadap return saham (Y), dengan nilai sig =
0,076
Karena nilai sig 0,076 > 0,05 maka H0 ditolak, hal ini berarti bahwa variabel bebas
nilai tukar secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
2. Uji parsial antara variabel bebas suku bunga (X2) terhadap return saham (Y), dengan
nilai sig = 0,000
Karena nilai sig 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, hal ini berarti bahwa variabel bebas
suku bunga secara parsial berpengaruh signifikan terhadap return saham.
3. Uji parsial antara variabel bebas inflasi (X3) terhadap return saham (Y), dengan nilai sig =
0,657
Karena nilai sig 0,657 > 0,05 maka H0 diterima, hal ini berarti bahwa variabel bebas
inflasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
19
Interpretasi
Berdasarkan uji F diketahui bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan
berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis yang
telah ditetapkan yaitu ”Diduga nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan
berpengaruh terhadap return saham.” Adanya pengaruh simultan ini menunjukkan bahwa
faktor-faktor makroekonomi secara bersama-sama turut mempengaruhi besarnya return
saham.
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa nilai tukar secara parsial tidak
berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti tidak mendukung hipotesis
yang telah ditetapkan yaitu ”Diduga nilai tukar secara parsial mempunyai pengaruh
terhadap return saham.” Tidak adanya pengaruh nilai tukar terhadap return saham ini lebih
disebabkan karena perusahaan properti tidak terlalu bergantung pada produk-produk atau
bahan dari luar negeri, sebaliknya selalu mengembangkan produk dalam negeri. Sehingga
adanya fluktuasi nilai tukar tidak berdampak signifikan terhadap return saham.
Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh
terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis yang telah
ditetapkan yaitu ”Diduga suku bunga secara parsial mempunyai pengaruh terhadap return
saham.” Adanya pengaruh suku bunga terhadap return saham ini lebih disebabkan karena
jika suku bunga tinggi maka masyarakat cenderung untuk menabung, sedangkan jika suku
bunga rendah maka masyarakat lebih tertarik menginvestasikan dananya pada sektor riil
termasuk sektor peroperti. Sehingga dapat disimpulkan jika suku bunga menurun, maka
return saham properti akan meningkat.
Dari hasil uji t diketahui bahwa inflasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap
return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis yang telah ditetapkan yaitu
”Diduga inflasi secara parsial mempunyai pengaruh terhadap return saham.” Adanya
pengaruh inflasi terhadap return saham ini menunjukkan bahwa adanya inflasi tak membuat
bisnis properti terpengaruh. Inflasi yang terjadi sepanjang tahun 2010-2012 masih dapat
mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan
membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengaruh dominan terhadap return saham
ditunjukkan oleh variabel suku bunga. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis
ketiga bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh dominan terhadap return saham.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa simpulan yang nantinya dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan, yaitu:
1. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi :
Y = 2,086 - 0,0001 X1 - 0,118 X2 - 0,008 X3
Dari model tersebut diketahui adanya pengaruh nilai tukar, suku bunga, dan inflasi
terhadap return saham yang dilihat dari koefisien regresi ≠ 0, namun pengaruh tersebut
harus diuji lagi dengan uji F dan uji t.
2. Berdasarkan hasil uji F diketahui bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara
simultan berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung
hipotesis bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan mempunyai
pengaruh terhadap return saham.
3. Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh terhadap
return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis yang telah ditetapkan
yaitu suku bunga secara parsial berpengaruh terhadap return saham.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013)
20
4. Sedangkan dari hasil uji t juga diketahui bahwa nilai tukar dan inflasi secara parsial tidak
berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti tidak mendukung
hipotesis yang telah ditetapkan yaitu bahwa nilai tukar dan inflasi secara parsial
berpengaruh terhadap return saham.
5. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengaruh dominan terhadap return saham
ditunjukkan oleh variabel suku bunga. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis
bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh dominan terhadap return saham.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, maka saran-saran yang dapat diajukan
yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Para investor yang ingin menginvestasikan dananya pada perusahaan properti sebaiknya
memperhatikan hasil penelitian ini karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai
tukar, suku bunga, dan inflasi berpengaruh terhadap return saham.
2. Disarankan kepada peneliti-peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian serupa
dengan batasan-batasan tertentu yang lebih bervariatif agar memperoleh kesimpulan
yang lebih baik daripada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman, K. 2008. Mengantisipasi Dampak Krisis Keuangan Global. Impresario BRI. Jakarta.
Depprin RI. 2008. Tanya Jawab Memahami Krisis Keuangan Global, Bagaimana Pemerintah
Mengatasinya. ttp://www.setneg.go.id/image/stories/kepmen/kontributor/buku_2_krisis_finansial_global_tanya_jawab. Diakses tanggal 22 Juli 2013.
Hakim, A. 2010. Ekonomi Pebangunan. Ekonisia. Yogyakarta.
Kashmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Rajawali Pers. Jakarta.
Khalwaty, T. 2010. Inflasi dan Solusinya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Mishkin, S.F. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Buku 1. Edisi ke-8. Salemba
Empat. Jakarta.
Nopirin. 2009. Ekonomi Moneter. Edisi Satu. Cetakan ke 12. Penerbit BPFE. Jakarta.
Santoso, S. 2002. SPSS Versi 10 : Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Cetakan ke-13. Penerbit
Alfabeta. Bandung.
Sukirno, S. 2012. Makroekonomi. Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Cetakan ke 21. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Sunyoto , D. 2011. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Penerbit CAPS. Yogyakarta.
Tandelilin, E. 2010. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. BPFE. Yogyakarta.
www.tempointeraktif.com. Pasar Perawatan Pesawat Masih Dikuasai Asing Kamis, 26 Juni 2008.
Diakses tanggal 22 Mei 2013.
Download