Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) PENGARUH NILAI TUKAR, SUKU BUNGA, DAN INFLASI TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN PROPERTI Tri Hendra Purnomo Nurul Widyawati [email protected] Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT This research is meant to find out the influence of exchange rates, interest rates, and inflation either simultaneous or partial to the stock return at property companies which are listed in the Indonesia Exchange. The samples in this research are 6 property companies in the Indonesia Stock Exchange i.e.: PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk, PT. Bukit Darmo Tbk, PT. Ciputra Development Tbk, PT. Ciputra Surya Tbk, PT. Duta Anggada Realty Tbk, dan PT. Duta Pertiwi Tbk. The data which is applied in this research is the property companies’ stock prices, interest rates, inflation report, Rupiah exchange rates from 2009 to 2012. The multiple linear regressions are applied as the analysis technique by carrying out F test and t test. Based on the F test it is found that simultaneously the Rupiah exchange rates, interest rates and inflation have influence to the stock return. Based on the t test it is found that partially the interest rates have no influence to stock return. It can also be found from the t test that the dominant influence to the stock return is indicated by interest rates variable, Keywords: exchange rates, interest rates, inflation, stock return ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi baik secara simultan maupun parsial terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah 6 perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia yaitu PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk, PT. Bukit Darmo Tbk, PT. Ciputra Development Tbk, PT. Ciputra Surya Tbk, PT. Duta Anggada Realty Tbk, dan PT. Duta Pertiwi Tbk. Data yang digunakan adalah harga saham perusahaan properti, suku bunga, laporan inflasi, dan nilai tukar rupiah dari tahun 2009 sampai 2012. Teknik analisis yang digunakan analisis regresi linear berganda yang diuji dengan uji F dan uji t. Berdasarkan hasil uji F diketahui bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh terhadap return saham, sedangkan nilai tukar dan inflasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham. Dari hasil uji t juga dapat diketahui bahwa pengaruh dominan terhadap return saham ditunjukkan oleh variabel suku bunga. Kata kunci: nilai tukar, suku bunga, inflasi, return saham PENDAHULUAN Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat terjadi akibat macetnya kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia. Efek beruntun dari kredit perumahan itu membuat beberapa perusahaan keuangan besar di Amerika dan juga perusahaan lain di seluruh dunia bangkrut (Adiwarman, 2008). Ada dua pengaruh langsung krisis finansial global terhadap perekonomian di negara Indonesia. Pertama pengaruh terhadap keadaan indeks bursa saham Indonesia. Kepemilikan asing Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 2 yang masih mendominasi dengan porsi 66% kepemilikan saham di BEI, mengakibatkan bursa saham rentan terhadap keadaan finansial global karena kemampuan finansial para pemilik modal tersebut (Tempo Interaktif, 2008). Kedua, dibidang ekspor impor, Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor nomor dua setelah Jepang dengan porsi 20%‐30% dari total ekspor (Depperin, 2008). Dengan menurunnya kinerja ekonomi Amerika Serikat secara langsung akan mempengaruhi ekspor impor negara Indonesia juga. Pengaruh lain krisis finansial global terhadap ekonomi makro adalah dari sisi tingkat suku bunga. Dengan naiknya kurs dollar, suku bunga akan naik karena Bank Indonesia akan menahan rupiah sehingga akibatnya inflasi akan meningkat. Kedua, gabungan antara pengaruh kurs dollar tinggi dan suku bunga yang tinggi akan berdampak pada sektor investasi dan sektor riil, dimana investasi di sektor riil seperti properti dan usaha kecil dan menengah (UKM) akan terganggu. Perusahaan real estate dan property merupakan unit bisnis yang bergerak dalam bidang pembangunan rumah dan pemukiman dan juga tergabung dalam usaha konstruksi bangunan yang bahan utamanya adalah bahan bangunan. Tingginya inflasi akan mendorong harga bahan bangunan menjadi semakin mahal, menyebabkan tingginya biaya produksi yang harus di tanggung oleh perusahaan. Seperti diketahui bahwa inflasi dapat menaikkan biaya produksi dan dapat membuat daya beli masyarakat akan menjadi menurun. Penurunan daya beli dan biaya produksi yang tinggi secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi pasar modal. Investor tidak akan tertarik untuk menanamkan modalnya dan permintaan terhadap saham khususnya saham real estate dan property menjadi turun. Penurunan permintaan akan menyebabkan harga saham ikut mengalami penurunan. Jadi pertumbuhan investasi di suatu negara dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara maka semakin baik pula tingkat pendapatan masyarakat. Adanya peningkatan pendapatan diharapkan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana dan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal. Harga saham selain dipengaruhi oleh faktor pasar, juga dapat di pengaruhi oleh faktor makro lainnya seperti inflasi, jumlah uang yang beredar, kurs valuta asing, dan tingkat suku bunga. Penelitian ini dilakukan dengan anggapan bahwa variabel-variabel dalam faktor-faktor ekonomi nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi merupakan variabel yang berpengaruh secara sistematik sebagai dasar pencapaian laba dengan dasar perubahan perekonomian berpengaruh dengan pola serupa terhadap saham perusahaan, khususnya variabel makro yaitu nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Apakah nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi secara parsial mempunyai pengaruh terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia? 3. Manakah yang mempunyai pengaruh dominan di antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi secara parsial mempunyai pengaruh terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia? Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 3 3. Manakah yang mempunyai pengaruh dominan di antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham pada perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia? TINJAUAN TEORETIS Nilai Tukar Nilai tukar merupakan harga di dalam pertukaran dan dalam pertukaran antara 2 macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut kurs/exchange rate (Nopirin, 2009:163). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga didalam negeri dibandingkan dengan harga-harga diluar negeri. Perbedaan tingkat kurs ini timbul karena beberapa hal, diantaranya: 1. Perbedaan antara kurs beli dan kurs jual oleh para pedagang valuta asing. Kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valas atau bank membeli valuta asing, sedangkan kurs jual adalah apabila mereka menjual maka selisih kurs tersebut merupakan keuntungan bagi para pedagang. 2. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayaran. Di dalam pembayaran valas yang lebih cepat akan mempunyai kurs yang lebih tinggi. 3. Perbedaan kurs karena tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran. Pasar valuta asing mempunyai fungsi pokok dalam membantu kelancaran lalu lintas pembayaran internasional antara lain: 1. Mempermudah penukaran valas serta pemindahan dan dari suatu Negara ke Negara lain. 2. Memberikan kemudahan untuk dilaksanakan perjanjian/kontrak jual beli dengan kredit. 3. Mempermudah dilakukannya “hedging” yaitu membantu pedagang yang melakukan transaksi jual dan beli valas dipasar yang berbeda, yang bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi resiko akibat kerugian kurs. (Nopirin, 2009:165) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Nilai Tukar Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kurs menurut Sukirno (2012:402) adalah sebagai berikut : 1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat Cita rasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsinya. Perubahan citarasa masyarakat akan mengubah corak konsumsinya atas barang-barang yang diproduksi di dalam maupun di luar negeri. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan juga dapat menaikkan ekspor. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar. Perubahan-perubahan ini menyebabkan permintaan dan penawaran valuta asing. 2. Perubahan harga barang ekspor dan impor Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barag impor akan menambah jumlah impor dan kenaikan harga barang impor akan mengurangai impor. Dengan demikian perubahan harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 4 3. Kenaikan harga umum (inflasi) Inflasi sangat besar pengaruhnya terhadap kurs pertukaran valuta asing. Inflasi yang terjadi pada umumnya cenderung menurunkan nilai valuta asing. 4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke dalam negeri. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain. 5. Pertumbuhan ekonomi Efek yang akan diakibatkan oleh suatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung pada pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Apabila kemajuan ekonomi diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas mata uang akan bertambah lebih cepat dari penawarannya sehingga nilai mata uang tersebut akan naik. Akan tetapi, jika kemajuan ekonomi menyebabkan impor berkembang lebih cepat dari ekspor maka penawaran atas mata uang akan bertambah lebih cepat dari permintaannya sehingga nilai mata uang tersebut akan merosot. Sistem Nilai Tukar Sifat dari kurs valuta asing tergantung sifat pasar. Apabila transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas di pasar, maka kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. Nopirin (2009:173) mengemukakan bahwa ada beberapa sistem nilai tukar di yaitu: 1. Sistem kurs berubah-ubah Dalam sistem ini makin tinggi tingkat pertumbuhan (relatif terhadap negara lain), makin besar kemungkinan untuk impor yang berarti makin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs valuta sing cenderung naik (harga mata uang sendiri turun). Demikian pula inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun yang akan mengakibatkan kurs valuta asing naik. Kenaikan tingkat bunga dalam negeri cenderung menarik modal masuk dari luar negeri. Kurs valuta asing akan turun (nilai mata uang sendiri naik relatif terhadap valuta asing). 2. Sistem kurs stabil Sistem kurs stabil dapat terjadi secara aktif dan pasif. Pada sistem kurs stabil aktif pemerintah menyediakan dana untuk tujuan stabilitas kurs (stabilization funds). Kegiatan stabilisasi kurs dijalankan dengan cara apabila tendensi kurs valuta asing akan turun maka pemerintah akan membeli valuta asing di pasar. Dengan tambahnya tendensi pemerintah maka tendensi kurs turun dapat dicegah, dan sebaliknya apabila tendensi kurs naik maka pemerintah menjual valuta asing di pasar sehingga penawaran valuta asing bertambah dan kenaikan kurs dapat dicegah. Pada sistem kurs stabil pasif pemerintah menggunakan standar emas. Dalam standar emas, kurs valuta asing suatu negara dengan negara lain ditentukan dengan dasar emas. 3. Pengawasan devisa (exchange control) Dalam sistem ini pemerintah memonopoli seluruh transaksi valuta asing. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan melindungi pengaruh depresi dari negara lain, terutama jika negara tersebut menghadapi keterbatasan cadangan valuta asing dibanding dengan permintaannya. Suku Bunga Suku Bunga adalah biaya pinjaman atau harga yang dibayarkan untuk dana pinjaman tersebut biasanya dinyatakan dalam presentase (Mishkin, 2008). Oleh karena itu, bunga juga Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 5 dapat diartikan sebagai uang yang diperoleh atas pinjaman yang diberikan. Suku bunga pada dasarnya mempunyai dua pengertian sesuai dengan peninjauannya yaitu bagi bank dan bagi pengusaha. Bagi bank, bunga adalah suatu pendapatan atau suatu keuntungan atas peminjaman uang oleh pengusaha atau nasabah. Dan bagi pengusaha bunga dianggap sebagai ongkos produksi ataupun biaya modal. Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga (Khalwaty, 2010:144). Macam-Macam Suku Bunga Suku bunga bank menurut Khalwaty (2010:144) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: 1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan. 2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu (Kashmir, 2009) : 1. Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito. 2. Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Setiap masyarakat yang melakukan interaksi dengan bank, baik itu interaksi dalam bentuk simpanan, maupun pinjaman (kredit), akan selalu terkait, dan dikenakan dengan yang namanya bunga. Bagi masyarakat yang menanamkan dananya kepada bank, baik itu simpanan tabungan, deposito, dan giro akan dikenai suku bunga simpanan (dalam bentuk %). Suku bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan, maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat dalam menabung akan berkurang sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka peroleh di masa yang akan datang dari bunga adalah kecil. Berbeda halnya dengan suku bunga simpanan. Suku bunga pinjaman dikenakan pada masyarakat yang ingin meminjam dana pada bank. Suku bunga kredit ini sangat bergantung dari jenis kredit yang diinginkan. Semakin tinggi bank mengenakan suku bunga kredit, minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan dengan jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi kreditnya di masa yang akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit (pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar, khususnya kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan semakin rendahnya suku bunga kredit, khususnya kredit untuk UMKM, maka akan memicu pertumbuhan, dan perkembangan jumlah UMKM, yang berarti dapat mengurangi jumlah pengangguran. Sebab bagaimanapun juga UMKM selama ini dikenal sebagai penopang jumlah tenaga kerja di Indonesia yang semakin melimpah, dan agar tidak menganggur. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 6 Untuk menentukan tingkat bunga, kreditur memperhitungkan dana yang harus dikeluarkan berupa bunga tabungan atau deposito serta faktor kemungkinan bahwa debitur tidak membayar kembali kreditnya tepat waktu sesuai perjanjian atau bahkan tidak membayar sama sekali. Selain itu, kreditur juga mempertimbangkan biaya-biaya yang harus diperhitungkan berupa kerugian akibat penurunan nilai yang terjadi selama uang dipinjamkan. Dengan demikian, tingkat bunga yang berlaku adalah tingkat bunga yang disepakati oleh debitur dan kreditur yang merupakan penjumlahan dari unsur tingkat bunga dana, premi risiko dan penurunan nilai uang. Inflasi Inflasi merupakan kenaikan harga barang-barang secara umum yang disebabkan oleh turunnya nilai mata uang pada suatu periode tertentu. Nopirin (2009:25) mendefinisikan inflasi sebagai proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus. Menurut Nopirin (2009:27) terdapat berbagai jenis Inflasi, antara lain: 1. Jenis inflasi menurut sifatnya a. Creeping inflation adalah inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga yang lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama. Laju inflasi rendah (kurang dari 10% pertahun) b. Galloping inflation adalah inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadang kala berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya. c. Hiper inflation merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam, perputaran uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja (misalnya ditimbulkan oleh adanya perang) yang dibelanjai/ditutup dengan mencetak uang. 2. Jenis inflasi menurut sebabnya a. Demand full inflation adalah inflasi yang bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregat demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. b. Cost-pushi inflation adalah inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Efek Inflasi Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan alokasi faktor-faktor serta produksi nasional (Nopirin, 2009:32). Efek terhadap produksi pendapatan disebut Equity Effect, sedangkan efek terhadap faktor produksi dan produksi nasional masing-masing disebut dengan Efficiency dan Output Effect. 1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect) Sifatnya tidak merata ada yang dirugikan tetapi ada pula yang merasa diuntungkan dengan adanya inflasi. Pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari inflasi adalah pihakpihak yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi tersebut. Seorang yang berpenghasilan tetap akan dirugikan dengan adanya inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat umum. Inflasi ini seolah-olah merupakan pajak bagi beberapa pihak dan merupakan subsidi bagi orang lain. 2. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effect) Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang tertentu yang Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 7 mengalami kenaikan lebih besar daripada barang lain, yang kemudian dapat mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan barang ini pada gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor produksi yang telah ada. Tidak ada pendapat yang menjamin bahwa alokasi faktor produksi tersebut lebih efisien pada keadaan tidak terdapat inflasi. Nmaun kebanyakan pendapat tersebut menyebutkan bahwa inflasi dapat menyebabkan alokasi factor produksi dapat berubah menjadi tidak efisien. 3. Efek Terhadap Output ( Output Effect) Dalam analisa kedua efek tersebut di atas terdapat suatu anggapan bahwa output dalam keadaan tetap. Inflasi mengkin dapat mengakibatkan kenaikan produksi. Karena dalam keadaan adanya inflasi, biasanya kenaikan barang mendahului kenaikan upah sehingga pengusaha mendapatkan keuntungan yang bertambah. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi tersebut cukup tinggi (hyperinflation) akan mempunyai akibat yang sebaliknya yaitu penurunan output. Intensitas efek inflasi ini berbeda-beda, tergantung kepada apakah inflasi tersebut dibarengi dengan kenaikan produksi dan employment atau tidak. Apabila produksi barang ikut naik, maka kenaikan produksi sedikit banyak dapat memperlambat laju inflasi. Tetapi apabila ekonomi mendekati kesempatan kerja penuh (full employment) sering disebut inflasi umum (pure inflation). Cara Mencegah Inflasi Cara-cara mencegah inflasi menurut Nopirin (2009:34) dapat menggunakan beberapa kebijakan, diantaranya: 1. Kebijakan moneter Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar. Salah satu komponen uang beredar adalah uang giral (demand deposit). Bank sentral dapat mengatur uang giral melalui penetapan cadangan minimum. Untuk menekan laju inflasi cadangan minimum ini dinaikkan sehingga jumlah uang menjadi lebih kecil. Disamping cara ini bank sentral juga dapat menggunakan tingkat diskonto (discount rate). Discount rate adalah tingkat diskonto untuk pinjaman yang diberikan oleh bank sentral pada bank umum. Apabila tingkat diskonto ini dinaikkan (oleh bank sentral), maka gairah bank umum untuk meminjam makin kecil sehingga cadangan yang ada pada bank sentral juga mengecil. Akibatnya kemampuan bank umum memberikan pinjaman pada masyarakat makin kecil sehingga jumlah uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah. Politik pasar terbuka juga dapat mencegah terjadi inflasi. Politik pasar terbuka adalah suatu kebijaksanaan dari Bank Sentral untuk menjual surat-surat berharga seperti obligasi Negara terhadap masyarakat. Maka ini berakibat berkurangnya uang beredar dari tangan masyarakat, dan menyebabkan permintaan terhadap barang berkurang serta barang-barang dapat dijual seluruhnya apabila harga diturunkan. Dengan demikian inflasi dapat dikurangi tekanannya. 2. Kebijakan fiskal Kebijakan fiskal menyangkut peraturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat dicegah. 3. Kebijakan yang berkaitan dengan output Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output dini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 8 4. Kebijakan penentuan harga dan indexing Kebijakan ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga serta mendasarkan pada indek harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik, maka gaji/upah juga dinaikkan Sumber-Sumber Inflasi Tingkat inflasi domestik akan selalu berubah menyesuaikan diri dengan tingkat inflasi dunia. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa perubahan stok uang domestik tidak berpengaruh pada harga-harga domestik. Ekspansi uang dan kredit yang berlebihan tetap akan mengakibatkan inflasi domestik yang untuk sementara waktu melebihi tingkat inflasi dunia. Tetapi situasi itu tidak bisa berlangsung dalam jangka panjang, karena kelebihan penciptaan uang akan menciptakan impor sehingga menurunkan cadangan internasional dan pada akhirnya ketidakmampuan untuk menjaga kurs tetap atau devaluasi. (Hakim, 2010:372). Di negara berkembang dengan sistem kurs tetap, kebijakan yang harus diadopsi untuk menghindari tingkat inflasi karena pengaruh inflasi dunia adalah lebijakan fiskal bukan kebijakan moneter. Jika defisit anggaran tidak terjaga instrumen kebijakan moneter yang paling tepat sekalipun akan sulit untuk menjaga inflasi, devaluasi atau keduanya. Return Saham Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Tandelilin, 2010:101). Return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu: 1. Yield, komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Yield hanya berupa angka nol (0) dan positif (+). 2. Capital gain (loss), komponen return yang merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu surat berharga (bisa saham maupun surat hutang jangka panjang), yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor. Capital gain (loss) dapat berupa angka minus (-), nol (0), dan positif (+). Secara sistematis return total suatu investasi dapat ditulis sebagai berikut: Return total = yield + capital gain (loss) Jenis-Jenis Return Saham Menurut Tandelilin (2010:105) jenis-jenis return adalah sebagai berikut: 1. Return realisasi (realized return) Return yang telah terjadi (return aktual) yang dihitung berdasarkan data historis (ex post data). Return historis ini berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan risiko di masa datang (conditioning expected return) 2. Return Yang Diharapkan (Expected Return) Return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang bersifat sudah terjadi (ex post data), return yang diharapkan merupakan hasil estimasi sehingga sifatnya belum terjadi (ex ante data). 3. Return Yang Dipersyaratkan (Required Return) Return yang diperoleh secara historis yang merupakan tingkat return minimal yang dikehendaki oleh investor atas preferensi subyektif investor terhadap risiko. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diduga nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap terhadap return saham perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 9 2. Diduga nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara parsial berpengaruh terhadap terhadap return saham perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. 3. Diduga suku bunga mempunyai pengaruh dominan terhadap terhadap return saham perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia METODA PENELITIAN Jenis Penelitian dan Gambaran Obyek Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat statistik/kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang ditetapkan (Sugiyono, 2011:8). Gambaran dari populasi (objek) penelitian ini adalah semua perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini sampel diambil secara purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang didasarkan atas kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan properti yang telah dan masih tercatat (listed) di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010 sampai 2012. 2. Perdagangan saham emiten tidak pernah disuspensi atau dinonaktifkan selama lebih dari satu bulan. 3. Saham diperdagangkan minimal 1 bulan sekali. 4. Data tersedia untuk dianalisis. Berdasarkan kriteria tersebut, maka perusahaan yang memenuhi kriteria dan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini ada 6 yaitu : 1. PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk 2. PT. Bukit Darmo Tbk 3. PT. Ciputra Development Tbk 4. PT. Ciputra Surya Tbk 5. PT. Duta Anggada Realty Tbk 6. PT. Duta Pertiwi Tbk Variabel dan Definisi Operasional Variabel Adapun definisi operasional masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Nilai Tukar (X1) Nilai Tukar merupakan harga di dalam pertukaran dan dalam pertukaran antara dua macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Pengukurannya berdasarkan perbandingan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah yang dihitung secara bulanan yang diumumkan pemerintah dengan satuan Rupiah per US Dollar. 2. Suku Bunga (X2) Suku bunga adalah surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek dengan sistem diskonto. Pengukurannya berdasarkan tingkat suku bunga SBI bulanan dalam prosentase (%). Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 10 3. Inflasi (X3) Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga yang naik secara umum dan terusmenerus. Kenaikan tersebut meluas (mengakibatkan kenaikan) kepada sebagian dari barang yang lain. Pengukurannya berdasarkan tingkat inflasi bulanan yang diumumkan pemerintah dalam prosentase (%). 4. Return Saham (Y) Return Saham adalah tingkat pengembalian saham atas investasi yang dilakukan oleh investor. Teknik Analisa Data Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya pengaruh antara nilai tukar uang (X1), suku bunga (X2), dan inflasi (X3) sebagai variabel independent (bebas) terhadap return saham (Y) sebagai variabel dependent (terikat). Rumus regresi linier berganda menurut Sugiyono (2011:192) adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 Keterangan: Y : Variabel terikat return saham : Konstanta a : Koefisien regresi variabel bebas 1 sampai 3 b1,… b3 : Variabel bebas nilai tukar uang X1 : Variabel bebas suku bunga X2 X3 : Variabel bebas inflasi 2. Uji Asumsi Klasik Uji melihat layak atau tidaknya model regresi yang digunakan untuk memprediksi variabel terikat berdasarkan masukan variabel bebasnya, maka model regresi harus terbebas dari beberapa asumsi, antara lain: a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependent dan variabel independent keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini dapat dilakukan melalui pendekatan grafik. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Dasar pengambilan keputusan uji normalitas adalah sebagai berikut: 1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikut arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi Normalitas. 2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi Normalitas. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengidentifikasi hubungan antar variabel independent. Regresi yang baik adalah regresi yang variabel independent -nya tidak memiliki hubungan yang erat atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independent -nya. Ketentuan dalam pengujian ini adalah: 1) Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terdapat korelasi yang terlalu besar di antara salah satu variabel independent dengan variabel-variabel independent yang lain (terjadi multikolinearitas). 2) Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas. c. Analisis Autokorelasi Uji autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear berganda ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 11 kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka diidentifikasi terjadi masalah Autokorelasi. Regresi yang baik adalah regresi yang tidak terjadi Autokorelasi di dalamnya. Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW) dengan ketentuan menurut Sunyoto (2011:91) sebagai berikut: 1) Terjadi autokorelasi positif jika nilai DW di bawah -2 (DW < -2) 2) Tidak terjadi autokorelasi jika nilai DW berada di antara -2 dan +2 atau -2 ≤ DW ≤+2 3) Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW di atas +2 atau DW > +2. d. Uji Heteroskesdastisitas Uji terhadap adanya Heteroskesdastisitas adalah bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians residual dari pengamatan satu ke pengamatan yang lain. Jika varians dari pengamatan yang satu ke pengamatan yang lain tetap, maka ini disebut Homoskesdastisitas. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terjadi Heteroskesdastisitas. Santoso (2002:210) mengatakan bahwa jika sebaran titik-titik berada di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola yang jelas, maka tidak terjadi Heteroskesdastisitas. 3. Uji Hipotesis a. Pengujian Pengaruh Simultan dengan Uji F Uji F dilakukan untuk menguji kesesuaian model regresi linear berganda. Uji ini dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis pertama bahwa terdapat pengaruh simultan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Adapun rumusan hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: H0: b1 = b2 = b3 = 0, artinya diduga tidak terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya diduga terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Kriteria pengujian dengan uji F adalah dengan membandingkan tingkat signifikansi dari nilai F (α = 0,05) dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jika tingkat signifikansi uji F < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham 2) Jika tingkat signifikansi uji F > 0,05 tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Untuk menghitung nilai F digunakan software statistik SPSS b. Pengujian Pengaruh Parsial dengan Uji t Uji t dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh parsial antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Adapun rumusan hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: H0: b1 = b2 = b3 = 0, artinya diduga tidak terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya diduga terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Kriteria pengujian dengan uji t adalah dengan membandingkan tingkat signifikansi dari nilai t (α = 0,05) dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jika tingkat signifikansi uji t < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 12 2) Jika tingkat signifikansi uji t > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara nilai tukar uang, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Untuk menghitung nilai t digunakan software statistik SPSS. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskriptif Variabel Nilai Tukar (X1) Tabel 1 Nilai Tukar Rupiah Januari 2010 sampai Desember 2012 (dalam Rupiah per US Dolar) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Tertinggi Terendah Rata-Rata 2010 9.353 9.343 9.100 9.010 9.175 9.074 8.949 9.045 8.908 8.938 9.041 8.996 9.353 8.908 9.078 2011 9.049 8.821 8.708 8.563 8.543 8.579 8.504 8.534 8.875 8.853 9.113 9.069 9.113 8.504 8.768 2012 8.998 9.023 9.146 9.177 9.480 9.433 9.467 9.572 9.591 9.629 9.618 9.793 9.793 8.998 9.411 Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2010 nilai tukar dolar tertinggi pada bulan Januari sebesar 9.353 Rupiah per USD, terendah pada bulan September sebesar 8.908 Rupiah per USD, dan rata-rata nilai tukar Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 9.078 Rupiah per USD. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2011 nilai tukar dolar tertinggi pada bulan Nopember sebesar 9.113 Rupiah per USD, terendah pada bulan September sebesar 8.504 Rupiah per USD, dan rata-rata nilai tukar Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar 8.768 Rupiah per USD. Berdasarkan tabel tersebut diketahui pula bahwa pada tahun 2012 nilai tukar dolar tertinggi pada bulan Desember sebesar 9.793 Rupiah per USD, terendah pada bulan Januari sebesar 8.998 Rupiah per USD, dan rata-rata nilai tukar Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 9.411 Rupiah per USD. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 13 Deskriptif Variabel Suku Bunga (X2) Tabel 2 Tingkat Suku Bunga Indonesia Januari 2010 sampai Desember 2012 (dalam%) Bulan 2010 2011 2012 6,50 6,50 6,00 Januari 6,50 6,75 5,75 Februari 6,50 6,75 5,75 Maret 6,50 6,75 5,75 April 6,50 6,75 5,75 Mei 6,50 6,75 5,75 Juni 6,50 6,75 5,75 Juli 6,50 6,75 5,75 Agustus 6,75 5,75 September 6,50 6,50 6,50 5,75 Oktober 6,00 5,75 Nopember 6,50 6,50 6,00 5,75 Desember 6,50 6,75 6,00 Tertinggi 6,00 5,75 Terendah 6,50 6,58 5,77 Rata-Rata 6,50 Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2010 tingkat suku cenderung konstan yaitu sebesar 6,50%. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2011 tingkat suku bunga tertinggi pada bulan Februari sampai September sebesar 6,75%, terendah pada bulan Nopember sampai Desember sebesar 6,00%, dan rata-rata suku bunga Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar 6,58%. Berdasarkan tabel tersebut diketahui pula bahwa pada tahun 2012 tingkat suku bunga tertinggi pada bulan Januari sebesar 6,00%, terendah pada bulan Februari sampai Desember sebesar 5,75%, dan rata-rata suku bunga Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 5,77%. Deskriptif Variabel Inflasi (X3) Tabel 3 Tingkat Inflasi Indonesia Januari 2010 sampai Desember 2012 (dalam%) Bulan 2010 2011 2012 Januari 3,72 7,02 3,65 Februari 3,81 6,84 3,56 Maret 3,43 6,65 3,97 April 3,91 6,16 4,50 Mei 4,16 5,98 4,45 Juni 5,05 5,54 4,53 Juli 6,22 4,61 4,56 Agustus 6,44 4,79 4,58 September 5,80 4,61 4,31 Oktober 5,67 4,42 4,61 Nopember 6,33 4,15 4,32 Desember 6,96 3,79 4,30 Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 14 Tertinggi Terendah Rata-Rata 6,96 3,43 5,13 7,02 3,79 5,38 4,61 3,56 4,28 Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2010 tingkat inflasi tertinggi pada bulan Desember sebesar 6,96%, terendah pada bulan Maret sebesar 3,43%, dan rata-rata tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 5,13%. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2011 tingkat inflasi tertinggi pada bulan Januari sebesar 7,02%, terendah pada bulan Desember sebesar 3,79%, dan rata-rata tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar 5,38%. Berdasarkan tabel tersebut diketahui pula bahwa pada tahun 2012 tingkat inflasi tertinggi pada bulan Oktober sebesar 4,61%, terendah pada bulan Februari sebesar 3,56%, dan rata-rata tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 4,28%. Deskriptif Variabel Return Saham (Y) Tabel 4 Tingkat Return Saham Perusahaan Properti Januari 2010 sampai Desember 2012 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Tertinggi Terendah Rata-Rata 2010 0,027 0,127 0,085 -0,037 -0,069 -0,010 0,030 0,051 0,124 0,057 -0,081 0,027 0,127 -0,081 0,027 2011 -0,040 -0,112 0,295 0,048 0,055 -0,012 0,126 -0,049 -0,052 -0,025 0,067 0,201 0,295 -0,112 0,042 2012 0,161 0,048 0,125 0,173 -0,097 0,001 0,072 -0,010 0,070 0,202 0,009 -0,072 0,202 -0,097 0,057 Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2010 return saham tertinggi pada bulan Februari sebesar 0,127, terendah pada bulan Nopember sebesar 0,295, dan ratarata return saham pada tahun 2010 adalah sebesar 0,027. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2011 return saham tertinggi pada bulan Maret sebesar 0,295, terendah pada bulan Februari sebesar -0,112, dan rata-rata return saham pada tahun 2011 adalah sebesar 0,042. Berdasarkan tabel tersebut diketahui pula bahwa pada tahun 2012 return saham tertinggi pada bulan Oktober sebesar 0,202, terendah pada bulan Mei sebesar -0,097, dan rata-rata return saham pada tahun 2012 adalah sebesar 0,057. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 15 Pembahasan Analisis Regresi Linear Berganda Regresi linier berganda merupakan suatu persamaan yang menggambarkan hubungan antara dua atau lebih variabel bebas dengan satu variabel terikat. Regresi linier berganda diterapkan pada penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara variabel bebas nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap variabel terikat return saham, serta mengetahui besar pengaruhnya. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan Program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 5 Koefisien Regresi Linear Berganda a Coefficients Model 1 (Constant) X1 X2 X3 Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 2,086 1,037 -,0001 ,000 -,504 -,118 -,008 ,067 ,017 -,510 -,087 t 2,011 -1,833 -4,648 -,449 Collinearity Statistics Sig. Tolerance VIF ,053 ,076 ,364 2,744 ,000 ,657 ,327 ,733 3,060 1,365 a. Dependent Variable: Y Tabel tersebut menunjukkan persamaan regresi yang dapat menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat serta dapat menginformasikan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari tabel diperoleh model regresi linier berganda sebagai berikut : Y = 2,086 - 0,0001 X1 - 0,118 X2 - 0,008 X3 Berdasarkan model regresi di atas dapat dijelaskan bahwa: 1. Nilai a sebesar 2,086 Menunjukkan bahwa jika semua variabel bebas sama dengan nol maka besarnya return saham akan konstan yaitu sebesar 2,086. 2. Nilai b1 sebesar -0,0001 Menunjukkan bahwa jika nilai tukar (X1) meningkat satu satuan maka akan menurunkan return saham sebesar -0,0001 satuan dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. 3. Nilai b2 sebesar -0,118 Menunjukkan bahwa jika suku bunga (X2) meningkat satu satuan maka akan menurunkan return saham sebesar -0,118 satuan dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. 4. Nilai b3 sebesar -0,008 Menunjukkan bahwa jika inflasi (X3) meningkat satu satuan maka akan menurunkan return saham sebesar -0,008 satuan dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Uji Asumsi Klasik Persamaan regresi yang baik harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE tersebut maka harus dipenuhi beberapa asumsi klasik sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Modal regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Santoso, 2002:212). Untuk mendeteksi normalitas adalah dengan melihat penyebaran data/titik pada sumbu diagonal dari grafik, dasar pengambilan keputusan adalah: Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 16 a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y 1,0 Expected Cum Prob ,8 ,5 ,3 0,0 0,0 ,3 ,5 ,8 1,0 Observed Cum Prob Gambar 1 Uji Normalitas Dari grafik di atas diketahui bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. Dimana uji ini dihitung dengan menggunakan alat bantu ukur program SPSS. 2. Analisis Autokorelasi Uji autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear berganda ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka diidentifikasi terjadi masalah Autokorelasi. Regresi yang baik adalah regresi yang tidak terjadi Autokorelasi di dalamnya. Tabel 6 Nilai Durbin Watson Model 1 Durbin Watson 2,018 Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut: a. 1,65 < DW< 2,35 maka tidak ada autokorelasi. b. 1,21 < DW< 1,65 atau 2,35< DW< 2,79 maka tidak dapat disimpulkan c. DW < 1,21 atau DW >2,79 maka terjadi autokorelasi. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa model regresi yang terbentuk tidak terjadi Autokorelasi karena mempunyai angka Durbin Watson di antara 1,65 < DW< 2,35 sebesar yaitu 2,018. 3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengidentifikasi hubungan antar variabel independen (bebas). Regresi yang baik adalah regresi yang variabel bebasnya tidak memiliki hubungan yang erat atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independennya. Ketentuan dalam pengujian ini adalah: a. Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terdapat korelasi yang terlalu besar di antara salah satu variabel bebas dengan variabel-variabel bebas yang lain (terjadi multikolinearitas). b. Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut: Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 17 Tabel 7 Nilai Tolerance Dan VIF No. 1 Variabel Nilai Tukar (X1) Toleransi 0,364 VIF 2,744 2 Suku Bunga(X2) 0,327 3,060 3 Inflasi (X3) 0,733 1,365 Dari 4 variabel bebas yang ada diketahui memiliki nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10 maka penelitian ini bebas dari Multikolinearitas. 4. Uji Heteroskedastisitas Uji terhadap adanya Heteroskedastisitas adalah bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian residual dari pengamatan satu ke pengamatan yang lain. Jika varians dari pengamatan yang satu ke pengamatan yang lain tetap, maka ini disebut Homoskesdastisitas. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terjadi Heteroskedastisitas. Santoso (2002:210) mengatakan bahwa jika sebaran titik-titik berada di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola yang jelas, maka tidak terjadi Heteroskedastisitas. Scatterplot Dependent Variable: Y Regression Studentized Residual 4 3 2 1 0 -1 -2 -2 -1 0 1 2 3 Regression Standardized Predicted Value Gambar 2 Uji Heteroskedastisitas Dari grafik di atas diketahui bahwa titik-titik data tersebar di daerah antara 0 – Y dan tidak membentuk pola tertentu, maka model regresi yang terbentuk diidentifikasi tidak terjadi Heteroskedastisitas. Karena data yang diolah sudah tidak mengandung Heteroskedastisitas, maka persamaan regresi linear berganda yang diperoleh dapat dipergunakan untuk penelitian. Pengujian Pengaruh Simultan dengan Uji F Uji signifikansi model dengan uji F digunakan untuk mengetahui apakah model regresi linier berganda yang telah didapatkan telah signifikan (telah sesuai untuk menggambarkan pengaruh simultan variabel bebas terhadap variabel terikat). Uji signifikansi model ini dapat dilihat pada nilai F hitung yang telah diperoleh dari program SPSS sebagai berikut: Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 18 Tabel 8 Analisis Of Varians ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares ,037 ,271 ,309 df 3 32 35 Mean Square ,012 ,008 F 14,819 Sig. ,000 a a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y Untuk mengetahui variabel-variabel bebas berpengaruh secara simultan (bersama) terhadap variabel terikat digunakan uji F dengan tingkat signifikansi α = 0,05. Jika hasil statistik F pada taraf signifikansi ≤ 0,05 berarti variabel-variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap variabel terikat dan sebaliknya. Karena nilai sig < 0,05 yaitu 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap return saham. Analisis Pengaruh Parsial dengan Uji t Uji parsial (uji t) digunakan untuk mengetahui apakah model persamaan regresi telah signifikan untuk digunakan mengukur pengaruh secara parsial variabel bebas nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan Program SPSS diperoleh hasil output t hitung sebagai berikut: Tabel 9 Uji Parsial (Uji t) Coefficientsa Model 1 (Constant) X1 X2 X3 Unstandardized Coefficients B Std. Error 2,086 1,037 Standardized Coefficients Beta t 2,011 Sig. ,053 -,0001 -,118 ,000 ,067 -,504 -,510 -1,833 -4,648 ,076 ,000 -,008 ,017 -,087 -,449 ,657 a. Dependent Variable: Y Prosedur pengujian menggunakan uji t dengan tingkat signifikansi 0,05. 1. Uji parsial antara variabel bebas inflasi (X1) terhadap return saham (Y), dengan nilai sig = 0,076 Karena nilai sig 0,076 > 0,05 maka H0 ditolak, hal ini berarti bahwa variabel bebas nilai tukar secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. 2. Uji parsial antara variabel bebas suku bunga (X2) terhadap return saham (Y), dengan nilai sig = 0,000 Karena nilai sig 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, hal ini berarti bahwa variabel bebas suku bunga secara parsial berpengaruh signifikan terhadap return saham. 3. Uji parsial antara variabel bebas inflasi (X3) terhadap return saham (Y), dengan nilai sig = 0,657 Karena nilai sig 0,657 > 0,05 maka H0 diterima, hal ini berarti bahwa variabel bebas inflasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 19 Interpretasi Berdasarkan uji F diketahui bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis yang telah ditetapkan yaitu ”Diduga nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap return saham.” Adanya pengaruh simultan ini menunjukkan bahwa faktor-faktor makroekonomi secara bersama-sama turut mempengaruhi besarnya return saham. Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa nilai tukar secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti tidak mendukung hipotesis yang telah ditetapkan yaitu ”Diduga nilai tukar secara parsial mempunyai pengaruh terhadap return saham.” Tidak adanya pengaruh nilai tukar terhadap return saham ini lebih disebabkan karena perusahaan properti tidak terlalu bergantung pada produk-produk atau bahan dari luar negeri, sebaliknya selalu mengembangkan produk dalam negeri. Sehingga adanya fluktuasi nilai tukar tidak berdampak signifikan terhadap return saham. Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis yang telah ditetapkan yaitu ”Diduga suku bunga secara parsial mempunyai pengaruh terhadap return saham.” Adanya pengaruh suku bunga terhadap return saham ini lebih disebabkan karena jika suku bunga tinggi maka masyarakat cenderung untuk menabung, sedangkan jika suku bunga rendah maka masyarakat lebih tertarik menginvestasikan dananya pada sektor riil termasuk sektor peroperti. Sehingga dapat disimpulkan jika suku bunga menurun, maka return saham properti akan meningkat. Dari hasil uji t diketahui bahwa inflasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis yang telah ditetapkan yaitu ”Diduga inflasi secara parsial mempunyai pengaruh terhadap return saham.” Adanya pengaruh inflasi terhadap return saham ini menunjukkan bahwa adanya inflasi tak membuat bisnis properti terpengaruh. Inflasi yang terjadi sepanjang tahun 2010-2012 masih dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengaruh dominan terhadap return saham ditunjukkan oleh variabel suku bunga. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis ketiga bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh dominan terhadap return saham. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa simpulan yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan, yaitu: 1. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi : Y = 2,086 - 0,0001 X1 - 0,118 X2 - 0,008 X3 Dari model tersebut diketahui adanya pengaruh nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap return saham yang dilihat dari koefisien regresi ≠ 0, namun pengaruh tersebut harus diuji lagi dengan uji F dan uji t. 2. Berdasarkan hasil uji F diketahui bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap return saham. 3. Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis yang telah ditetapkan yaitu suku bunga secara parsial berpengaruh terhadap return saham. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 10 (2013) 20 4. Sedangkan dari hasil uji t juga diketahui bahwa nilai tukar dan inflasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian ini berarti tidak mendukung hipotesis yang telah ditetapkan yaitu bahwa nilai tukar dan inflasi secara parsial berpengaruh terhadap return saham. 5. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengaruh dominan terhadap return saham ditunjukkan oleh variabel suku bunga. Hasil penelitian ini berarti mendukung hipotesis bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh dominan terhadap return saham. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, maka saran-saran yang dapat diajukan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Para investor yang ingin menginvestasikan dananya pada perusahaan properti sebaiknya memperhatikan hasil penelitian ini karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi berpengaruh terhadap return saham. 2. Disarankan kepada peneliti-peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian serupa dengan batasan-batasan tertentu yang lebih bervariatif agar memperoleh kesimpulan yang lebih baik daripada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Adiwarman, K. 2008. Mengantisipasi Dampak Krisis Keuangan Global. Impresario BRI. Jakarta. Depprin RI. 2008. Tanya Jawab Memahami Krisis Keuangan Global, Bagaimana Pemerintah Mengatasinya. ttp://www.setneg.go.id/image/stories/kepmen/kontributor/buku_2_krisis_finansial_global_tanya_jawab. Diakses tanggal 22 Juli 2013. Hakim, A. 2010. Ekonomi Pebangunan. Ekonisia. Yogyakarta. Kashmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Rajawali Pers. Jakarta. Khalwaty, T. 2010. Inflasi dan Solusinya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Mishkin, S.F. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Buku 1. Edisi ke-8. Salemba Empat. Jakarta. Nopirin. 2009. Ekonomi Moneter. Edisi Satu. Cetakan ke 12. Penerbit BPFE. Jakarta. Santoso, S. 2002. SPSS Versi 10 : Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Cetakan ke-13. Penerbit Alfabeta. Bandung. Sukirno, S. 2012. Makroekonomi. Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Cetakan ke 21. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunyoto , D. 2011. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Penerbit CAPS. Yogyakarta. Tandelilin, E. 2010. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. BPFE. Yogyakarta. www.tempointeraktif.com. Pasar Perawatan Pesawat Masih Dikuasai Asing Kamis, 26 Juni 2008. Diakses tanggal 22 Mei 2013.