J Kedokter Trisakti Oktober-Desember 2004, Vol. 23 No. 4 Prevalensi bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil Paul Bukitwetan,* Oktavianus Ch. Salim,** Julius E. Surjawidjaja,* Mahyunis Aidilfit* dan Murad Lesmana* *Bagian Mikrobiologi dan **Bagian Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRAK Bakteriuria asimtomatik seringkali dijumpai pada kehamilan. Bila tidak mendapatkan pengobatan, sebanyak 20-30% kasus bakteriuria asimtomatik akan mengarah pada pielonefritis. Penelitian bertujuan untuk mengetahui prevalensi bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil. Sebanyak 184 sampel urine dari ibu hamil dengan berbagai usia kehamilan yang datang untuk pemeriksaan rutin di Puskesmas Kecamatan Tambora, diuji secara bakteriologis. Hasil penelitian menunjukkan, 65 ibu hamil (35,3%) memberikan hasil hitung koloni sebesar >100.000 cfu/mL. Identifikasi dari isolat menunjukkan bahwa seluruhnya adalah Escherichia coli. Proporsi terbesar didapatkan pada wanita berusia 20-30 tahun sebesar 72,3%. Usia kehamilan >28 minggu merupakan kelompok dengan bakteriuria yang paling banyak 48,7%. Ditinjau dari frekuensi kehamilan, pada kehamilan ≥3 ditemukan paling banyak kasus bakteriuria. Sedangkan piuria banyak didapatkan pada ibu hamil dengan bakteriuria pada usia kehamilan >28 minggu. Uji kepekaan terhadap isolat E. coli menunjukkan bahwa antibiotika yang masih efektif adalah golongan quinolon sedangkan terhadap obat-obat yang termasuk golongan betalaktam banyak yang resisten. Kata kunci : Bakteriuria, asimtomatik, ibu hamil, usia kehamilan Prevalence of asymptomatic bacteriuria among pregnant mothers ABSTRACT Asymptomatic bacteriuria is common in pregnancy. If left untreated, asymptomatic bacteriuria will lead to acute pyelonephritis in 20-30% of cases.The objective of the study was to determine the prevalence of asymptomatic bacteriuria ini pregnancy. A total of 184 urine samples from pregnant mothers at various weeks of gestation who visited Tambora Health Center for antenatal care examinations were cultured. Colony count showed 65 subjects (35.3%) with colonial growth of >100,000 cfu/mL and the organisms were identified as Escherichia coli. Bacteriuria was found predominant (72.3%) in pregnant mothers 20-30 years of age. High frequency of bacteriuria was found in multi para mothers 3 and more. Pyuria was found frequently in pregnant mothers after 28 weeks of gestation. Antibiotic susceptibility test performed on E. coli showed that quiniolone was the group of antibiotics against which still susceptible while against beta-lactam most of them were resistant. Keywords : Bacteriuria, asymptomatic, pregnant mothers, gestation 127 Bukitwetan, Salim, Surjawidjaja, dkk. PENDAHULUAN Infeksi saluran kemih sering kali dijumpai menyertai kehamilan dan dapat bermanifestasi dalam tiga bentuk, yaitu bakteriuria asimtomatik, sistitis dan pielonefritis.(1) Umumnya infeksi saluran kemih pada kehamilan tidak menimbulkan gejalagejala, akan tetapi meskipun asimtomatik, bakteriuria ini dapat menempatkan ibu hamil pada risiko kelahiran bayi dengan berat badan kurang atau kelahiran preterm. Di samping itu, perubahan fisiologis yang terjadi pada saluran kemih selama kehamilan dapat mengarah pada risiko terjadinya pielonefritis apabila ibu hamil tersebut mengalami kolonisasi bakteri di saluran kemihnya meskipun dalam bentuk asimtomatik dan dibiarkan tanpa pengobatan. Dilaporkan sekitar 20-30% bakteriuria asimtomatik yang tidak mendapatkan pengobatan akan berkembang menjadi pielonefritis.(2,3) Ini berbeda dengan keadaan pada ibu hamil yang tidak mengalami bakteriuria di mana hanya sekitar 0,4 1,2% yang berkembang menjadi pielonefritis.(3) Insidens pielonefritis paling banyak dijumpai pada kehamilan lanjut, umumnya pada akhir trimester kedua atau awal trimester ketiga. Pielonefritis dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal maupun fetal.(2,3) Bakteriuria asimtomatik didefinisikan sebagai adanya kolonisasi bakteri yang persisten pada saluran kemih tanpa diikuti gejala saluran kemih(1) dan dijumpai pada sekitar 5-10% ibu hamil.(1,5) Pada wanita yang tidak hamil, bakteriuria asimtomatik tidak menimbulkan risiko seperti pada saat hamil dan tidak akan menetap. Berbeda dengan keadaan tersebut, bakteriuria pada ibu hamil hampir selalu menetap dan akan menimbulkan kelainan atau gejala-gejala.(1,4,5) Faktor risiko untuk terjadinya infeksi saluran kemih pada ibu hamil dan tidak hamil tidak banyak berbeda. Faktor risiko tersebut dapat berupa usia, pada wanita tidak hamil prevalensi bakteriuria asimtomatik meningkat dengan bertambahnya umur. Jumlah kelahiran (paritas) merupakan faktor risiko pada ibu hamil; risiko infeksi saluran kemih akan bertambah besar dengan bertambahnya jumlah kelahiran atau kehamilan (paritas). Juga keadaan sosio-ekonomik seringkali menjadi faktor risiko untuk terjadinya infeksi 128 Bakteriuria pada kehamilan saluran kemih.(6) Bakteriuria pada ibu hamil dapat terjadi sebelum kehamilan ataupun pada saat hamil. Sekitar 1-2% dari ibu hamil yang pada awal kehamilannya tidak menunjukkan bakteriuria, dapat mengalami bakteriuria di tengah masa kehamilannya. Etiologi dari bakteriuria tidak berbeda antara ibu hamil dan tidak hamil. Kebanyakan adalah golongan kuman koliform seperti Escherichia coli, Klebsiella dan Enterobacter. Kelompok ini menduduki tempat utama sebagai penyebab dari infeksi saluran kemih,(4) akan tetapi dari ketiga spesies kuman tersebut, E. coli yang menduduki tempat teratas dan dapat ditemukan pada sekitar 65-80% kasus-kasus. (1) Diagnosis bakteriuria ditegakkan apabila hasil hitung koloni bakteri di urine jumlahnya lebih dari 100.000 colony forming units (cfu) per mililiter urine.(1) Untuk melengkapi data mengenai bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil di Indonesia, dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil di Pusat Kesehatan Masyarakat Tambora, Jakarta Barat. BAHAN DAN CARA Subyek penelitian Semua ibu hamil yang datang ke Bagian Kebidanan Pusat Kesehatan Masyarakat Tambora, Jakarta Barat untuk keperluan pemeriksaan kehamilan rutin (antenatal care) dalam periode satu tahun yaitu April 2000 - Maret 2001 dipilih sebagai subyek penelitian. Kepada wanita hamil tersebut ditanyakan kesediaannya untuk ikut dalam penelitian ini secara suka rela dan bila bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan (informed consent). Selanjutnya kepada subyek diberikan kuesioner yang meliputi data pribadi serta riwayat kehamilan dan riwayat penyakit yang pernah dialami. Bahan pemeriksaan Bahan pemeriksaan untuk studi ini adalah urine arus tengah pada pagi hari. Urine diambil sebelum subyek minum sesuatu untuk menghindarkan efek penipisan (dilusi).(7) J Kedokter Trisakti Kepada subyek dijelaskan mengenai cara yang layak untuk mengumpulkan urine. Sebelum berkemih penderita diminta untuk membersihkan genitalia eksterna terlebih dahulu dengan air sabun kemudian dibilas dengan air. Air kemih awal dibiarkan tidak ditampung, tetapi air kemih di tengah-tengah (arus tengah) ditampung sebanyak 20-30 mL di dalam tempat steril yang telah disediakan. Subyek juga diminta untuk menjaga agar tempat tampung urine tidak menyentuh paha, genitalia eksterna, pakaian dan tidak memegang bagian dalam dari tempat tampung tersebut. Setelah diperoleh, urine segera dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berisi potongan-potongan es dan dibawa ke Puskesmas. Dari Puskesmas urine segera ditansport di dalam kotak pendingin ke Laboratorium Mikrobiologi FK USAKTI untuk diproses. Pemeriksaan mikroskopis Pemeriksaan mikroskopis langsung dilakukan dengan sediaan hapus sampel urine yang tidak disentrifugasi dan dipulas dengan pewarnaan Gram. Dihitung jumlah kuman yang tampak per lapangan pandangan besar (LPB) serta dicatat ada atau tidaknya lekosit. Bilamana pada pemeriksaan mikroskopis urine ditemukan banyak sel epitel dan flora normal vagina, sampel urine tidak diproses dan tidak dipakai dalam studi karena keadaan tersebut menggambarkan adanya kontaminasi Hitung koloni dan biakan kuman Perhitungan jumlah koloni bakteri di urine dilakukan dengan menggunakan sengkelit yang terkalibrasi yaitu yang dapat memindahkan cairan sebanyak 0,01 mL dan 0,001 mL. Sengkelit secara tegak lurus dimasukkan ke dalam sampel urine yang tidak disentrifugasi dan urine dipindah tanamkan pada lempeng agar darah dan agar MacConkey, kemudian disebar secara merata menggunakan sengkelit yang sama. Lempeng agar kemudian diinkubasi secara aerobik pada suhu 35-37 0C selama 24-48 jam. Koloni-koloni yang tumbuh dihitung dan hasil hitungan yang diperoleh digandakan 1000 kali (untuk biakan yang menggunakan sengkelit 0,001 mL) dan 100 kali (untuk sengkelit 0,01 mL). Hasil yang didapat dari Oktober-Desember 2004, Vol. 23 No. 4 masing-masing dijumlahkan kemudian dirataratakan; dengan demikian didapatkan angka jumlah kuman per mililiter urine. Terhadap isolat dilakukan identifikasi dengan menggunakan metode baku yang berlaku.(7) Interpretasi hitung koloni Jika pada lempeng agar darah didapatkan jumlah koloni <10.000 cfu/mL maka dianggap bukan bakteriuria; bila 10.000 sampai 100.000 cfu/ mL mungkin karena kontaminasi; dan bila jumlah kuman ≥100.000 cfu/mL, ini dianggap bermakna sebagai suatu bakteriuria.(7) Jumlah lekosit urine Sepuluh mililiter sampel urine yang telah dikocok merata dengan menggunakan vorteks dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan dipusing dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit. Cairan supernatan dibuang dan endapannya (sedimen) diambil. Satu tetes sedimen diletakkan di atas gelas alas, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop. Pembacaan dilakukan sedikitnya pada 3 lapangan pandangan mikroskopis dengan menggunakan LPB dan hasil yang didapat dirataratakan. Bila ditemukan lekosit >5/LPB, maka dapat dikatakan piuria.(7) Analisis data Perangkat lunak Epi Info versi 6 (Center for Disease Control and Prevention, Atlanta, GA) dipakai untuk pengolahan data. Pengujian statistik untuk menentukan perbedaan prevalensi bakteriuri asimtomatik berdasarkan usia kehamilan digunakan uji chi-square. Tingkat kemaknaan yang gunakan untuk menguji hipotesis adalah 0,05. HASIL Sebanyak 184 sampel urine yang diperoleh dari ibu hamil yang datang untuk pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Tambora, Jakarta Barat, telah dilakukan pemeriksaan bakteriologis berupa biakan urine dan hitung koloni. Dari 184 sampel tersebut, 65 (35,3%) memberi hasil hitung koloni >100,000 cfu/mL dan identifikasi kuman menunjukkan keseluruhannya adalah spesies Escherichia coli. 129 Bukitwetan, Salim, Surjawidjaja, dkk. Bakteriuria pada kehamilan Tabel 1. Distribusi bakteriuria berdasarkan usia kehamilan Dari 65 ibu hamil yang hitung koloni dari biakan urinenya >100,000 cfu/mL tersebut, yang paling banyak adalah dari kelompok usia antara 2030 tahun dengan prevalensi sebesar 47 (72,3%), sisanya 17 orang (26,2%) dijumpai pada kelompok usia >30 tahun dan 1 orang (1,5%) pada kelompok usia <20 tahun. Sebanyak 6 (20,7%) pada ibu hamil dengan usia kehamilan <12 minggu menunjukkan biakan urine dengan hitung koloni >100,000 cfu/mL. Pada kelompok usia kehamilan 13-24 minggu besarnya 30,6% menjadi 41,5% pada usia kehamilan lebih dari 24 minggu. Uji chi-square menunjukkan adanya perbedaan prevalensi bakteriuria yang bermakna secara statistik (p<0,05) menurut usia kehamilan (Tabel 1). Ditinjau dari frekuensi dan usia kehamilan, prevalensi bakteriuria paling banyak ditemukan pada kehamilan ≥ 3 dengan usia kehamilan >24 minggu sebesar 21,7% (Tabel 2) . Gejala piuria (adanya lekosit di urine) dijumpai pada 54 (83,1%) ibu hamil dari antara 65 dengan bakteriuria positif. Keadaan piuria lebih banyak banyak dijumpai pada wanita yang usia kehamilannya mencapai >24 minggu, yaitu 36 (66,7%) sedang pada kehamilan <12 minggu dan antara 13-24 minggu, jumlahnya masing-masing adalah 4 (7,4%) dan 14 (25,9%). Uji kepekaan antibiotika terhadap isolat E. coli dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram mnunjukkan bahwa kuman yang menjadi penyebab bakteriuria banyak resisten terhadap antibiotika yang lazim digunakan untuk pengobatan, yaitu ampisilin, amoksisilin, dan kloramfenikol (Tabel 3). Lebih dari separuh isolat E.coli menunjukkan resistensi terhadap ketiga obat tersebut (66 - 88,7%). Tabel 3. Uji kepekaan antimikrobial terhadap 65 isolat Escherichia coli Terhadap seftriakson yang merupakan antibiotika yang relatif baru, 40% isolat E. coli yang didapatkan dari ibu hamil juga menunjukkan resistensi. Hanya terhadap obat-obat yang termasuk di dalam golongan quinolon, seperti siprofloksasin dan norfloksasin, masih banyak isolat E. coli yang menunjukkan kepekaan yaitu 92,5% terhadap norfloksasin dan 100% terhadap siprofloksasin. Tabel 2. Frekuensi kehamilan dan prevalensi bakteriuria (persen) berdasarkan usia kehamilan (minggu) 130 J Kedokter Trisakti PEMBAHASAN Bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, menunjukkan prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 35,3%. Hasil penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan studi di Amerika rata-rata sebesar 47%, namun pada kelompok tertentu dapat berkisar antara 2% sampai 11%. (1,3,4,6) Namun, hasil prevalensi studi ini masih lebih rendah dibandingkan di Benin, Nigeria(8) yang menunjukkan bahwa prevalensi bakteriuria asimtomatik sangat tinggi (86,6%) dan ini selaras dengan tingginya proporsi pyuria yang didapatkan pada ibu hamil di tempat tersebut. Prevalensi bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil di Tambora dijumpai paling tinggi pada kelompok usia 20-30 tahun, yaitu 72,3% (47/65) dari seluruh ibu hamil yang biakan urinenya memberikan hitung koloni sebesar 10,000 cfu/mL; pada usia >30 tahun prevalensi tersebut besarnya 26,2% (17/65), sedangkan pada ibu hamil yang berusia di bawah 20 tahun hanya 1,5% saja (1/65). Hasil studi ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriole(9) yang menyatakan bahwa prevalensi bakteriuria asimtomatik meningkat sesuai dengan peningkatan umur. Pada penelitian ini, prevalensi bakteriuria meningkat tajam, yaitu dari 20,7% dan 30,6% pada usia kehamilan <12 minggu dan antara 13-24 minggu, menjadi 41,5% saat usia kehamilan mencapai >24 minggu, (Tabel 1). Karena risiko terjadinya bakteriuria meningkat sesuai dengan usia kehamilan maka pemeriksaan urine sebagai suatu upaya penyaringan (screening) terhadap terjadinya infeksi saluran kemih sebaiknya dilakukan sejak trimester pertama. Pada studi yang pernah dilakukan meliputi sejumlah besar ibu hamil (3000 orang), Stenqvist(10) mengevaluasi usia kehamilan yang optimal untuk melakukan penyaringan. Pada studi tersebut dilaporkan bahwa risiko untuk menderita bakteriuria pada waktu hamil meningkat dari 0,8% pada usia kehamilan 12 minggu menjadi 1,9% pada akhir usia kehamilan. Oleh karena itu Stenqvist(10) menganjurkan untuk melakukan penyaringan mulai pada kehamilan minggu ke-16. Meskipun demikian, Oktober-Desember 2004, Vol. 23 No. 4 sebenarnya pada kebanyakan ibu hamil, kejadian bakteriuria pada kehamilan adalah merupakan cerminan dari keadaan sebelumnya yaitu telah adanya kolonisasi bakteri pada saluran kemih sebelum kehamilan terjadi dan hanya sejumlah kecil saja yang terjadi pada saat kehamilan.(4) Multiparitas juga dilaporkan mempunyai kaitan dengan meningkatnya frekuensi infeksi saluran kemih.(9) Hubungan antara paritas, usia kehamilan dan meningkatnya frekuensi bakteriuria seperti yang ditunjukkan pada penelitian ini (Tabel 2) adalah sesuai dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti lain. (8-10) Observasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa multiparietas (kehamilan kedua, ketiga atau seterusnya) pada usia kehamilan di atas 24 minggu menunjukkan peningkatan yang bermakna dari frekuensi bakteriuria yaitu dari 10,4% pada kehamilan pertama, dan 9,4% pada kehamilan kedua menjadi 21,7% pada kehamilan ketiga. Derajat piuria yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 83,1%, ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan di Amerika yang mendapatkan 2030% dari mereka yang bakteriurik.(1) Sesuai dengan hasil-hasil yang sudah pernah dilaporkan(4,5,10) jumlah piuria yang dijumpai pada penelitian ini paling banyak terdapat pada ibu hamil >24 minggu. Millar dan Cox (1) menyatakan bahwa adanya bakteriuria dalam kondisi kehamilan di mana timbul perubahan fisiologis, memudahkan terjadinya pielonefritis pada ibu hamil. Kondisi ini disebabkan terjadinya obstruksi ureter secara relatif karena pembesaran dari uterus yang menyebabkan tekanan pada ureter serta adanya hormon progesterone yang menyebabkan relaksasi otot polos ureter dan kandung kemih. Bendungan di ureter dan kandung kemih disertai adanya glukosuria dan aminoasiduria yang diinduksi oleh kehamilan merupakan medium yang baik untuk perkembangbiakan kuman. Selanjutnya, pielonefritis merupakan faktor risiko yang tinggi untuk terjadinya kelainan yang berhubungan dengan kehamilan seperti misalnya kelahiran prematur dan bayi lahir dengan berat badan rendah.(3) Juga dilaporkan bahwa ibu hamil dengan pielonefritis menunjukkan angka kematian bayi yang lebih tinggi (2,4 - 4 kali). Kelahiran bayi 131 Bukitwetan, Salim, Surjawidjaja, dkk. dengan berat badan rendah yang merupakan salah satu akibat dari pyelonefritis pada kehamilan, diduga disebabkan oleh karena kelahiran yang belum cukup bulan dan juga karena retardasi pertumbuhan janin. (4) Pada ibu hamil yang menunjukkan gejala infeksi saluran kemih, komplikasi berupa prematuritas dapat dijumpai pada 20-50% kehamilan.(4) Model eksperimental pada mencit hamil mendukung teori yang mengemukakan bahwa kuman E. coli berkembang biak melalui jalan transplasental dan menginduksi kelahiran prematur; tetapi teori ini belum terbukti pada manusia.(11) Infeksi di daerah saluran kemih bagian bawah yang menjalar ke atas (ascending) adalah kejadian yang paling mungkin sebagai penyebab kelahiran prematur tersebut, tetapi sekali lagi hal ini masih perlu pembuktian.(11) Kebanyakan pyelonefritis yang merupakan komplikasi bakteriuria asimtomatik terjadi pada usia kehamilan lanjut, umumnya pada akhir trimester kedua atau awal trimester ketiga.(1) Oleh karena terbukti bahwa bakteriuria asimtomatik pada kehamilan yang tidak diberi terapi akan berlanjut dan menimbulkan berbagai kelainan dan komplikasi maka di negara-negara barat seperti Amerika, Kanada dan Inggris, diambil kebijakan untuk memberikan antibiotika jangka pendek.(4) Akan tetapi untuk masing-masing negara jenis antibiotika yang digunakan berbeda-beda, meskipun demikian karena E. coli merupakan patogen yang predominan sebagai kausa bakteriuria(3,4,11,12) maka pengobatan ditujukan terhadap organisme ini. Dari hasil uji kepekaan (Tabel 3) yang dilakukan, dapat dilihat bahwa hanya golongan quiniolon (siprofloksasin dan norfloksasin) menunjukkan efektivitas yang tinggi terhadap E. coli, sedangkan untuk seftriakson efektivitasnya hanya 40% saja. Hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan di negara-negara Barat di mana antibiotika seperti ampisilin, amoksisilin dan trimetoprim masih efektif dan banyak digunakan untuk terapi bakteriuria.(2,4,12) Namun demikian, Christensen(2) juga mengakui bahwa penggunaan obat-obat betalaktam seperti ampisilin dan amoksisilin menimbulkan masalah di dalam pengobatan karena banyaknya kuman E. coli 132 Bakteriuria pada kehamilan menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi terhadap ampisilin dan amoksisilin. Resistensi terhadap seftriakson yang ditunjukkan oleh 40% isolat E. coli dari penderita di Puskesmas Kecamatan Tambora kemungkinan besar adalah karena organisme ini memproduksi enzim beta-laktamase yang berspektrum lebih luas (extended spectrum betalactamase). Lagipula seftriakson kurang disukai untuk digunakan sesaat sebelum kelahiran karena dapat menyebabkan kernikterus sebagai akibat dari derajat pengikatan protein yang tinggi dari obat ini.(2) Fluoroquinolon dapat mencapai konsentrasi jaringan yang tinggi di ginjal dan telah digunakan sebagai antibiotika alternatif dalam pengobatan pielonefritis untuk menggantikan obat lapis pertama yang telah tidak efektif lagi karena adanya resistensi kuman.(2) Akan tetapi pemakaiannya pada ibu hamil banyak dipersoalkan(2) dan dianggap merupakan kontraindikasi oleh karena ada kemungkinan terjadinya artropati. Oleh karena itu, dianjurkan agar menggunakan obat golongan nitrofurantoin atau golongan betalaktam tertentu, seperti sefaleksin, untuk terapi bakteriuria pada kehamilan. Kedua obat ini dianggap memenuhi persyaratan dalam hal keamanannya dan efikasinya untuk ibu hamil dengan bakteriuria.(2) Dari berbagai laporan (4,5,6,12) dapat disimpulkan bahwa pada infeksi saluran kemih waktu hamil, sering ditemukan E. coli sebagai penyebab utamanya. Karena bakteriuria asimtomatik pada kehamilan sudah jelas ada hubungannya dengan risiko terjadinya pielonefritis pada usia kehamilan yang lanjut serta berkaitan pula dengan komplikasi maternal maupun fetal, maka pemeriksaan bakteriologis untuk mendeteksi adanya bakteriuria pada kehamilan perlu dilakukan dalam upaya preventif. KESIMPULAN Prevalensi bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil sangat tinggi (35,3%). Bakteri penyebab E. coli ternyata sudah resisten terhadap antibiotika yang lazimnya digunakan untuk pengobatan. J Kedokter Trisakti UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Puskesmas Kecamatan Tambora beserta staf atas bantuannya dan kerjasamanya dalam penelitian ini. Kami ucapkan terima kasih juga kepada Dr. Hasrul D. Biran dan Dr. Raditya Wratsangka untuk dukungan dan saran-sarannya. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. Millar LK, Cox SM. Urinary tract infections complicating pregnancy. Infect Dis Clin North Am 1997; 11: 13-26. Christensen B. Which antibiotics are appropriate for treating bacteriuria in pregnancy? J Antimicrob Chemother 2000; 46 (suppl.1): 2934. Gilstrap LC, Ramin SN. Urinary tract infections during pregnancy. Obstet Gynecol Clin North Am 2001; 28: 581-91. Patterson TF, Andriole VT. Bacteriuria in pregnancy. Curr Treatment Options Infect Dis 2003; 5: 81-7. MacLean AB. Urinary tract infection in pregnancy. Br J Urol 1997; 80 (Suppl.1): 10-3. Oktober-Desember 2004, Vol. 23 No. 4 6. Santos JF, Ribeiro RM, Rossi P, Haddad JM, Guidi HG, Pacette AM, et al. Urinary tract infections in pregnant women. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct 2002; 13: 204-9. 7. Thomson RB, Miller JM. Specimen collection, transport, and processing: Bacteriology. In: Murray P, Baron EJ, Jorgensen JH, Pfaller MA, Yolken RH, editors. Manual of Clinical Microbiology, 8th ed. Washington DC: ASM Press; 2003. p. 286-330. 8. Akerele P, Abhulimen F, Okonofua J. Prevalence of asymptomatic bacteriuria among pregnant women in Benin City, Nigeria. J Obstet Gynaecol 2001; 21: 141-4. 9. Andriole VT, Patterson TF. Epidemiology, natural history, and management of urinary tract infections in pregnancy. Med Clin North Am 1991; 75: 359-73. 10. Stenqvist K, Dahlen-Nilsson I, Lidin-Janson G, Lincoln K, Oden A, Rignella S, et al. Bacteriuria in pregnancy. Am J Epidemiol 1989; 129: 372-9. 11. Ovalle A, Levancini M. Urinary tract infrctions in pregnancy. Curr Opin Urol 2001; 11: 55-9. 12. Winstanley TG, Limb DI, Eggington R, Hancock F. A 10 year survey of the antimicrobial susceptibility of urinary tract isolates in the UK: the micro base project. J Antimicrobiol Chemother 1997; 40: 591-4. 133