bio.unsoed.ac.id

advertisement
II.
TELAAH PUSTAKA
A. Struktur Populasi
Populasi merupakan kumpulan sejumlah individu spesies tertentu yang
berada pada suatu wilayah (Kolar & Lodge, 2001). Populasi dapat digunakan
dalam kaitannya dengan aspek biologi dan untuk menggambarkan kelimpahan
spesies (Odum, 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelimpahan ikan
dalam suatu populasi diantaranya adalah ketersediaan pakan, kompetitor,
kepadatan predator, stres pada saat pemijahan, dan kegiatan penangkapan
(Sutrisna, 2011).
Struktur populasi merupakan salah satu prediksi populasi dalam suatu
ekosistem. Metode pendugaan pertumbuhan dalam struktur populasi berdasarkan
data ukuran panjang (Sparre & Venema, 1999). Analisis ukuran panjang
digunakan untuk menentukan kelompok umur ikan yang didasarkan pada
pengukuran ukuran panjang individu dalam suatu spesies (Khalifa, 2011).
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu
waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
ketersediaan makanan, kualitas air, umur, dan kematangan gonad. Ikan yang
memiliki umur muda memiliki pertumbuhan yang cepat dan akan terhenti saat
mencapai panjang maksimumnya (Effendie, 1997).
Metode
yang
digunakan
untuk
mengestimasi
komposisi
umur
berdasarkan analisis ukuran panjang yaitu metode Bhattacharya. Metode
Bhattacharya merupakan suatu teknik memisahkan data sebaran frekuensi
panjang ke dalam beberapa distribusi normal (sebaran normal) dari distribusi
total. Metode Bhattacharya digunakan untuk ikan yang memiliki masa
pemijahan panjang (Sulistiono et al., 2009).
Ikan yang memiliki koefisien laju pertumbuhan tinggi adalah ikan yang
bio.unsoed.ac.id
memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi dan memerlukan waktu singkat
untuk mencapai panjang maksimumnya. Sedangkan ikan yang laju koefisiennya
rendah adalah ikan yang memiliki kecepatan pertumbuhan yang rendah dan
memerlukan waktu yang lama untuk mencapai panjang maksimumnya. Ikan
dengan koefisien laju pertumbuhan rendah cenderung berumur panjang, dan
sebaliknya (Sparre & Venema, 1999).
4
Mortalitas alami yang tinggi dimiliki oleh organisme yang memiliki nilai
koefisien laju pertumbuhan yang tinggi. Sedangkan mortalitas alami yang
rendah dimiliki oleh organisme yang memiliki nilai laju koefesien pertumbuhan
yang rendah. Mortalitas akibat penangkapan adalah kemungkinan ikan mati
karena penangkapan selama periode waktu tertentu (Beverton & Holt, 1957).
Laju eksploitasi suatu kelimpahan ikan berada pada tingkat maksimum
dan lestari apabila nilai laju mortalitas penangkapan bernilai sama dengan laju
mortalitas alami (Pauly, 1984). Nilai laju eksploitasi diperoleh dari perbandingan
antara laju mortalitas penangkapan dengan nilai laju mortalitas total. Laju
eksploitasi memiliki nilai lebih dari 0,5 atau terjadi over eksploitasi ditandai
dengan berkurangnya jumlah penangkapan per upaya penangkapan (Gulland,
1971).
Pendugaan hasil per rekruitmen relatif merupakan salah satu model yang
digunakan sebagai dasar strategi pengelolaan perikanan. Analisis ini diperlukan
dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Selain itu, analisis ini memberikan
gambaran mengenai pengaruh-pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari
uapaya penangkapan ikan yang berbeda (Sparre & Venema, 1999).
B. Biologi Ikan Palung Hampala macrolepidota (C.V.)
Ciri-ciri morfologi ikan palung yaitu ikan dewasa memiliki bercak hitam
antara pinae dorsalis dan pinae abdominalis, kemudian akan samar pada ukuran
besar. Tubuh memanjang dan pipih. Bagian kepala diantara mata agak menonjol.
Bagian pinae dorsalis dipenuhi sisik dan bagian tepinya berwarna gelap. Bagian
lain di pinae caudalis berwarna merah tua. Pinna dorsalis, pinae pectoralis,
pinna abdominalis, dan pinna analis berwarna merah kekuningan (Pulungan,
2009).
bio.unsoed.ac.id
5
Gambar 2.1. Ikan palung Hampala macrolepidota (C.V.) (Wibowo & Rukayah,
2014).
Klasifikasi Ikan palung Hampala macrolepidota (C.V.) (Weber &
Beaufort, 1953), sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Oshtaroiphysi
Sub ordo
: Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidae
Sub famili
: Cyprininae
Genus
: Hampala
Spesies
: Hampala macrolepidota (C.V.)
Menurut Rahardjo (1977) Ikan palung memiliki nama yang berbeda di
setiap daerah, diantaranya: 1) adong atau adongan (Kalimantan Timur), 2)
langkung (Kalimantan Barat), 3) barau, gadi, dan kebarau (Sumatera Barat), 4)
kabarau (Sumatera Selatan), 5) hampal, ampalong, dan hampalong (Jawa barat),
bio.unsoed.ac.id
6) palung, politah, dan suco (Jawa Tengah), dan 7)
palitan (Jawa Timur).
Sebaran ikan palung di dunia diketahui berada di Indonesia, Semenanjung
Malaysia, Thailand, Vietnam hingga ke China. Di Indonesia, sebaran ikan ini
berada di Sumatera (Sungai Asuhan, Danau Toba, Sungai Musi, dan Danau
Singkarak), Kalimantan (Sungai Kapuas, Sungai Barito, dan Sungai Mahakam),
Jawa Barat (Sungai Citarum, Sungai Cisadane, Waduk Cisokan, Waduk Cirata,
dan Waduk Jatiluhur), Jawa Tengah (Sungai Serayu, Sungai Bengawan Solo,
6
dan Sungai Bogowonto), dan Jawa Timur (Sungai Brantas dan Sungai Porong)
(Connel, 1987).
Ikan palung merupakan salah satu predator (Intan et al., 2013) yang
bersifat nokturnal (Jubaedah, 2004). Keberadaan ikan palung sebagai predator
berpengaruh terhadap penurunan populasi spesies lain di waduk. Vaas et al.
(1953) menyatakan bahwa pakan ikan palung di sungai Ogan-Komering dan
Danau Cakung Sumatera berupa ikan, udang, larva, dan insekta. Jubaedah
(2004) menyatakan bahwa hasil identifikasi organisme yang terdapat pada
lambung ikan palung adalah ikan, udang, insekta, larva insekta, Cladocera,
Copepoda, Ostracoda, Annelida, Rotifera, serasah, dan telur ikan.
Penyebaran spesies ikan berkaitan erat dengan faktor lingkungan. Setiap
spesies ikan air tawar mempunyai daya adaptasi dan toleransi yang berbeda.
Ikan air tawar berdasarkan pada adaptasi dan toleransi terbagi dalam beberapa
spesies yaitu blackfishes, whitefishes, dan moderat. Spesies blackfishes
merupakan ikan yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi di seluruh habitat air
tawar karena tahan terhadap perubahan lingkungan karena pada umumnya
Blackfish memiliki labyrinth. Spesies whitefishes adalah spesies ikan yang aktif
bermigrasi selama hidupnya dan sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ikan
spesies moderat adalah spesies ikan dengan kemampuan adaptasi lebih dan dapat
ditemukan di berbagai tipe habitat. Salah satu ikan spesies whitefishes adalah
ikan dari Famili Cyprinidae. Ikan Cyprinidae akan melakukan migrasi saat
musim penghujan, baik untuk memijah, mencari makan, membesarkan anak atau
karena perubahan lingkungan. Ikan palung termasuk Cyprinidae dan tergolong
spesies whitefishes karena aktif bermigrasi dan sensitif terhadap perubahan
lingkungan. Beberapa faktor yang berpengaruh pada sebaran ikan di waduk
antara lain; spesies ikan, ketersediaan pakan, tingkat persaingan, predasi, musim,
dan faktor fisik-kimia (Connel, 1987).
C. Waduk
bio.unsoed.ac.id
Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat
dengan cara membendung aliran-aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi
terhalang (Barus, 2002). Waduk atau danau buatan membentuk ekosistem
dengan memotong aliran sungai. Waduk berperan sebagai reservoir yang airnya
7
dapat dimanfaatkan untuk PLTA, irigasi, perikanan, sumber air baku, pengendali
banjir, dan sumber air tanah (Haeruman, 1999).
Waduk Panglima Besar Jenderal Soedirman terletak di dua Kecamatan,
yakni Kecamatan Bawang dan Kecamatan Wanadadi, Kabupaten Banjarnegara,
Provinsi Jawa Tengah. Waduk P.B. Soedirman secara geografis terletak pada
7012’15”-7031’35” LS dan 109029’34”-109045’50” BT (Wulandari, 2007).
Waduk ini mempunyai tinggi bendung 110 m dan genangan seluas 8.258.253
m2 dengan ketinggian muka air 231 mdpl, serta kapasitas daya tampung air
83.945.901 m3 (KNI-BB, 2010). Waduk P.B. Soedirman dimanfaatkan untuk
PLTA, irigasi, domestik, pengendali banjir, obyek wisata, dan perikanan
(Wulandari, 2007).
Pasokan air utama berasal dari Sungai Serayu, Sungai Lumajang, Sungai
Merawu, Sungai Kandangwangi, dan Sungai Pekacangan (Wulandari, 2007).
Waduk P.B. Soedirman berbatasan dengan Kecamatan Wanadadi (Utara),
Kecamatan Wanadadi dan Bawang (Timur), Kecamatan Bawang (Selatan),
Kecamatan Wanadadi dan Bawang (Barat). Desa yang berbatasan langsung
dengan Waduk P.B. Soedirman adalah Desa Linggasari, Karang Kemiri,
Wanakarsa, Wanadadi, Karang Jambe, Kasilib, Tapen, Bawang, Bandingan, dan
Blambangan (Musrin, 2013).
D. Kualitas air waduk
Pengkajian kualitas air bertujuan untuk melakukan pengukuran pada
bahan pencemar yang berpengaruh terhadap kualitas air, mengetahui hubungan
antara parameter fisik-kimia, dan mengetahui kualitas air pada suatu lokasi
(Mason, 1993 dalam Effendi, 2003). Selain itu, tujuan dari pengkajian kualitas
air diantaranya untuk mengetahui nilai kualitas air dalam suatu perairan untuk
menilai kelayakan suatu lingkungan dengan tujuan tertentu (Effendi, 2003).
bio.unsoed.ac.id
Pengkajian kualitas air dibutuhkan untuk pengelolaan kualitas air secara tepat
yakni sesuai dengan kondisi lingkungan ikan (Susanti et al., 2012)
Permasalahan lingkungan yang sering kali dialami di waduk adalah
menurunnya kualitas perairan. Penurunan kualitas air disebabkan oleh masuknya
bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan manusia seperti sampah
dari kegiatan domestik dan pariwisata, sisa pemupukan dan pestisida dari
kegiatan pertanian, sisa pakan dari kegiatan budidaya perikanan, maupun proses
8
sedimentasi. Sedimentasi berpengaruh terhadap kehidupan ikan di waduk
(Apridiyanti, 2008).
Permasalahan utama yang dihadapi di Waduk P.B. Soedirman yaitu
sedimentasi (Wulandari, 2007). Sedimentasi merupakan proses kelanjutan dari
peristiwa erosi. Material-material hasil erosi tesebut mengalir hingga masuk ke
sungai. Sungai mengalirkan material-material hasil erosi sehingga bahan-bahan
material yang berupa sedimen masuk ke dalam waduk dan mengendap (Setyono,
2011). Jenis sedimen yang masuk ke waduk diantaranya adalah lumpur, tanah
liat, pasir halus, pasir kasar, kerikil halus, kerikil kasar, dan batu bulat koral
(Wulandari, 2007). Umur rencana operasi Waduk P.B. Soedirman pada awal
perencanaan dan pembangunan adalah 60 tahun, namun umur waduk menjadi
lebih pendek dari perencanaan dan pembangunan awal yaitu menjadi 30 tahun
yang disebabkan oleh sedimentasi (Said, 2013).
Sedimentasi juga berpengaruh terhadap kualitas air di waduk. Material
bahan sedimentasi yang tersuspensi di air waduk menyebabkan pendangkalan,
penurunan kualitas air, dan penurunan kapasitas waduk (Wahid, 2012).
Darmono (2001) menyimpulkan bahwa laju sedimentasi di Waduk P.B.
Soedirman berdasarkan metode analisis model adalah sebesar 4.298.245,10
m3.tahun-1,
berdasarkan
metode
Meyer-Peter-Muller
(MPM)
sebesar
3.142.780,77 m3.tahun-1, dan berdasarkan metode Brune sebesar 4.116.931,28
m3.tahun-1.
Tabel 2.1. Hasil pengukuran sedimentasi Waduk P.B. Soedirman tahun 1989-2006
(Wulandari, 2007)
No. Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Vol. Sedimen per
tahun (Juta.m-3)
3,383
3,441
6,018
3,783
3,488
3,387
5,023
4,604
2,174
5,999
4,537
7,027
3,382
3,496
Vol. Sedimen
Kumulatif (Juta.m-3)
3,383
6,824
12,842
16,625
20,113
23,500
28,523
33,127
35,301
41,300
45,838
52,865
56,247
59,770
bio.unsoed.ac.id
9
Prosentase vol. waduk
terisi sedimen (%)
2,28
4,60
8,66
11,21
13,56
15,85
19,24
22,34
23,81
27,85
30,91
35,65
37,93
40,31
Tabel 2.1. (Lanjutan)
No. Tahun
15
16
17
18
2003
2004
2005
2006
Vol. Sedimen per
tahun (Juta.m-3)
4,430
2,900
4,600
2,300
Vol. Sedimen
Kumulatif (Juta.m-3)
64,200
67,100
71,700
74,000
Prosentase vol. waduk
terisi sedimen (%)
43,30
45,25
48,35
49,91
Penurunan kualitas air disebabkan oleh meningkatnya sedimen dan aliran
sungai yang membawa material padat berupa batu cadas atau sampah ke perairan
waduk. Waduk P.B. Soedirman disangga oleh dua sungai besar di Banjarnegara,
yaitu Serayu dan Merawu. Erosi pada DAS Serayu yang memiliki luas 678,31
km2 mencapai 4,12 mm.tahun-1, sedangkan erosi pada DAS Merawu yang
memiliki luas 218,6 km2 mencapai 10,23 mm.tahun-1 (Srimulat & Soewarno,
1995).
Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan analisis fisik dan
kimia, dan biologi (Effendi, 2003). Faktor fisik yang digunakan untuk mengkaji
kualitas perairan diantaranya: 1) suhu, 2) kecerahan, 3) kedalaman, dan 4)
kecepatan arus (Effendi, 2003). Suhu berpengaruh terhadap ekosistem perairan
karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup.
Organisme perairan memiliki kisaran suhu tertentu untuk berkembang biak
(Effendi, 2003). Menurut Effendie (1997) suhu optimum perairan berkisar antara
25-30oC. Menurut Jubaedah (2004) ikan palung mampu tumbuh dan
berkembang biak di sungai, rawa, dan waduk dengan suhu 28-30oC
Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang diamati secara
visual menggunakan alat ukur secchi disk. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi
oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan
ketelitian pengamat. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca
cerah. Nilai kecerahan untuk produksi perikanan pada umumnya sebesar 30-60
bio.unsoed.ac.id
cm. Nilai kecerahan kurang dari 30 cm akan mengurangi kandungan oksigen
terlarut, sedangkan nilai kecerahan lebih besar dari 60 cm akan meningkatkan
kandungan oksigen terlarut (Frasawi, 2013).
Kedalaman berperan penting pada kehidupan biota di ekosistem perairan.
Kedalaman suatu perairan sangat bervariasi, tergantung pada jenis perairan.
Semakin dalam suatu perairan akan memiliki zona-zona tertentu, yang akan
berpengaruh terhadap suhu, kelarutan gas, kecepatan arus, penetrasi cahaya, dan
10
tekanan hidrostatik. Biota akan merespon perubahan fisik-kimia akibat adanya
perubahan kedalaman perairan (Barus, 2002). Ikan palung mampu tumbuh dan
berkembang biak di daerah dengan ketinggian 0-800 mdpl dan optimal pada
ketinggian 50-500 m (Pescod, 1973) dengan substrat berpasir dan berlumpur
(Musrin, 2013).
Arus merupakan faktor pembatas pada aliran air yang ditentukan oleh
kemiringan, kedalaman, dan lebar dasar (Odum, 1998). Arus berperan sangat
penting di perairan, baik pada ekosistem mengalir (lotic) maupun ekosistem
menggenang (lentic) (Barus, 2002). Kecepatan arus mempengaruhi kualitas
lingkungan lainnya seperti kecerahan dan proses transportasi nutrien di perairan
(Johan & Ediwarman, 2011).
Faktor kimia yang dianalisis untuk menduga kualitas perairan,
diantaranya: 1) pH, 2) oksigen terlarut (DO), dan 3) karbondioksida (CO2)
bebas. Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran kosentrasi ion hidrogen yang
menunjukkan suasana asam suatu perairan. Derajat keasaman perairan
dipengaruhi oleh kosentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam.
Pada umumnya organisme akuatik toleran pada kisaran nilai pH netral
(Ambarita, 2009). Kisaran pH untuk kelangsungan hidup ikan palung yaitu 6-8
(Jubaedah, 2004).
Oksigen berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan kimia
menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien untuk organisme
perairan. Sumber utama oksigen di perairan berasal dari proses difusi udara
bebas dan hasil proses fotosintesis (Mulyanto, 1992). Kandungan O2 yang baik
bagi ikan palung yaitu 3 mg.l-1 (Haryono, 2004).
Karbondioksida bebas menggambarkan keberadaan gas CO2 di perairan
yang membentuk keseimbangan dengan CO2 di atmosfer. Karbondioksida di
perairan berasal dari barbagai sumber, yaitu difusi dari atmosfer, air hujan, air
bio.unsoed.ac.id
yang melewati tanah organik, respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri (Effendi,
2003). Karbondioksida bebas yang baik di perairan berkisar antara 2-8 mg.l-1
(Mulyanto, 1992).
11
Download