JurnalSangkareangMataram|23 ISSNNo.2355-9292 PEMBERIAN GLUTATHION PADA MENCIT JANTAN DEWASA YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DAPAT MENINGKATKAN MOTILITAS PROGRESIF SPERMATOZOA Oleh : Kardi Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UNTB Abstrak : Radikal bebas yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan timbulnya stress oksidatif, dimana stress oksidatif merupakan faktor utama penyebab infertilitas pada pria. Stress oksidatif ini disebabkan oleh adanya peningkatan ROS (Reactive Oxygen Spesies) yang akan mengakibatkan terjadinya aglutinasi sperma sehingga dapat menurunkan motilitas sperma. Produksi ROS dapat meningkat pada pria dengan kebiasaan merokok dan berada di lingkungan dengan polusi tinggi. Glutathion sebagai antioksidan memegang peranan yang sangat penting sebagai protektor spermatozoa terhadap ROS. Pemberian glutathion diharapkan dapat mengatasi stress oksidatif yang dapat menimbulkan infertilitas pada pria. Dalam hal ini peneliti menggunakan asap rokok sebagai oksidan yang dapat memicu terjadinya stress oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh glutathion terhadap motilitas spermatozoa yang diberi paparan asap rokok.Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan posttest only control group design. Sampel dalam penelitian ini adalah mencit jantan dewasa Strain Balb/C dengan kriteria : sehat, berat badan 20-22 gram, dan umur 2-3 bulan. Secara random, 33 ekor mencit dibagi 3 kelompok yaitu 11 ekor mencit kelompok kontrol, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 1 yang diberi paparan asap rokok dan injeksi aquades 0,2 ml, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 2 yang diberi paparan asap rokok dan injeksi glutathione 3,7 mg yang dilarutkan dalam 0,2 ml aquades steril secara intraperitoneal selama 35 hari.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan motilitas spermatozoa mencit secara bermakna (P<0,05) pada kelompok perlakuan 2 setelah pemberian glutathion, dimana rerata motilitas spermatozoa kelompok kontrol adalah 64,27±6,94, rerata motilitas spermatozoa kelompok perlakuan 1 adalah 46,09±11,50 dan rerata motilitas spermatozoa kelompok perlakuan 2 adalah 57,00±4,12.Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian glutathion pada mencit jantan dewasa yang terpapar asap rokok dapat meningkatkan motilitas progresif spermatozoa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh glutathion terhadap fungsi organ reproduksi lainnya seperti fungsi sel leydig dan kadar hormon testosteron serta sebagai dasar untuk meneliti pengaruh pemberian glutathion terhadap motilitas spermatozoa manusia. Kata Kunci : Glutathion, Asap Rokok, Motilitas Spermatozoa. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu kegagalan konsepsi pada pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun dan tidak menghasilkan keturunan meskipun tidak mengikuti program keluarga berencana. Sekitar 50% dari kasus infertilitas disebabkan oleh kelainan pada pria, yaitu rendahnya motilitas sperma (asthenozoospermia), mengeluarkan cairan tapi tidak mengandung sperma (azoospermia), rendahnya jumlah sperma (oligoszoopermia), serta kelainan morfologis sperma (teratozoospermia). Masalah kesuburan atau fertilitas merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia beserta keragaman genetiknya. Kesuburan atau fertilitas pasangan dapat dinilai dari jumlah dan kualitas sel-sel reproduksi yaitu spermatozoa pada pria dan sel telur (ovum) pada wanita. Secara fungsional testis merupakan organ utama dari sistem reproduksi pria yang berperan penting dalam spermatogenesis dan http://www.untb.ac.id steroidogenesis. Spermatogenesis berlangsung pada lapisan epithel tubulus seminiferus testis untuk menghasilkan spermatozoa, sedangkan steroidogenesis berlangsung di sel-sel Leydig jaringan interstisial testis untuk mensintesis hormon steroid pria yaitu androgen (Senger, 2005). Proses glikolisis dapat menghasilkan energi berupa adenosine trifosfat (ATP). ATP dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai sumber energi dalam proses pergerakan sehingga dapat tetap motil dan sekaligus untuk mempertahankan daya hidupnya (Souhoka et al., 2009). Bentuk morfologi sel spermatozoa berpengaruh terhadap pembuahan, jika jumlah abnormalitas spermatozoa terlalu tinggi maka akan menurunkan fertilitasnya (Sujoko et al., 2009). Aktifitas metabolisme spermatozoa yang meningkat akan menghasilkan asam laktat berlebih yang mampu membunuh spermatozoa. Demikian pula suplai energi akan Volume 2, No. 2, Juni 2016 24|JurnalSangkareangMataram menurun sehingga mengakibatkan penurunan motilitas spermatozoa (Varasofiari, 2013). Peningkatan kadar ROS akan menghasilkan stress oksidatif akibat kadar ROS melampaui batas pertahanan antioksidan tubuh sehingga akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan dan organ (Sikka, 2004). Stress oksidatif adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kerusakan seluler yang disebabkan oleh oksigen yang lebih dikenal sebagai ROS. Proses ini adalah hasil dari ketidak seimbangan antara produksi ROS, dimana terjadi peningkatan pembentukan ROS tanpa diimbangi oleh antioksidan dalam tubuh. Pembentukan ROS adalah proses fisiologi tubuh, namun apabila terjadi peningkatan yang berlebihan maka akan berpengaruh negatif terhadap tubuh. Tingginya kadar ROS pada sperma menyebabkan 40,88% pria mengalami infertilitas (Sikka, 2004). Asap rokok termasuk ROS jenis lipid peroksida sehingga mekanisme asap rokok menganggu spermatogenesis yaitu dengan proses peroksida lipid. Sitoplasma sel spermatogenik memiliki sejumlah enzim intrasel yang dapat melindungi membran plasma dari serangan radikal bebas, namun karena asap rokok mengandung radikal bebas yang tidak dapat dinetralisir, maka terjadilah reaksi stres oksidatif. Akibat stres oksidatif yang meningkat, maka terjadi peroksida lipid (Safarinejad et al., 2012). Peroksidasi lipid dapat menyebabkan gangguan sintesis dan sekresi GnRH hipotalamus. Kegagalan ini akan menyebabkan kegagalan hipofisis untuk melakukan sintesis dan sekresi FSH maupun LH. Selanjutnya, akan diikuti oleh kegagalan sel Leydig mensintesis testosteron dan sel sertoli tidak mampu melakukan fungsinya sebagai nurse cell (Nugroho, 2007), sehingga pemberian paparan asap rokok dapat menyebabkan penurunan jumlah sel spermatogenik dan motilitas spermatozoa. Radikal bebas juga dapat menyebabkan gangguan sistem reproduksi manusia. Adanya radikal bebas dapat menyebabkan gangguan pada spermatozoa sebesar 30-80% dari kasus infertil (Tremellen, 2008). Radikal bebas ini akan menimbulkan gangguan pada spermatogenesis dan membran spermatozoa sehingga menurunkan motilitas spermatozoa untuk menembus sel telur (ovum). Gangguan membran sel ini disebabkan karena membran sel merupakan salah satu target utama kerusakan atau cedera sel yang diakibatkan oleh berbagai stimuli dari luar termasuk radikal bebas (Sutarina & Edward, 2004). Antioksidan baik endogen maupun eksogen sangat penting bagi fungsi tubuh, karena antioksidan tersebut mampu meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan endogen misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), Volume 2, No. 2, Juni 2016 ISSNNo.2355-9292 katalase, dan glutathion peroksidase (GSH-Px), sedangkan antioksidan eksogen misalnya vitamin E, vitamin C, β-karoten, flavonoid, karotenoid (Astaxanthin), asam urat, bilirubin dan albumin. Pemanfaatan senyawa antioksidan eksogen secara efektif sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya stres oksidatif. Antioksidan eksogen merupakan sistem pertahanan preventif, dimana sistem kerja antioksidan ini adalah dengan memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya (Winarsi, 2007). Glutathion (GSH) adalah tripeptida yang tersusun atas asam amino glutamat (Glu), sistein (Cys), glisin (Gly). Sebagai antioksidan, glutathion secara kimia dapat bereaksi dengan singlet oksigen, radikal superoksida, hidroksil, dan secara langsung dapat berperan sebagai scavenger radikal bebas. Glutathion juga dapat menstabilkan struktur membran dengan cara menghilangkan atau meminimalkan pembentukan peroksida dalam reaksi peroksidasi lipid (Winarsi, 2007). a. Infertilitas Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu 1 tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Djuwantono, 2008). Secara medis infertil dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Infertil primer Berarti pasangan suami istri yang belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi. 2. Infertil sekunder Berarti pasangan suami istri pernah memiliki anak sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah satu tahun berhubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Djuwantono, 2008). b. Motilitas Spermatozoa Kecepatan motilitas spermatozoa sangat dipengaruhi oleh pergerakan ion-ion, transport membran spermatozoa, serta integritas membran spermatozoa. Pemberian asap rokok akan manghasilkan senyawa radikal bebas atau ROS. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel diantaranya melalui reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk atau disebut poly unsaturated fatty acid (PUFA) (Haliwell dan Gutteridge, 1999 dalam Wresdati et al., 2006). Proses metabolisme bertujuan untuk menghasilkan ATP dan ADP yang dipergunakan http://www.untb.ac.id JurnalSangkareangMataram|25 ISSNNo.2355-9292 untuk motilitas sel spermatozoa. Bila persediaan fosfat organik dalam ATP habis, maka kontraksi fibril sel spermatozoa akan berhenti sehingga motilitas menjadi terganggu. Motilitas spermatozoa juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan (Ax et al., 2000). Penilaian semen berdasarkan motilitas massa dapat ditentukan sebagai berikut : 1. Sangat baik (+++), jika terlihat adanya gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif bergerak. 2. Baik (++), jika terlihat gelombang-gelombang kecil, kurang jelas dan bergerak lamban. 3. Cukup (+), jika tidak terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan individual aktif progresif. 4. Buruk (0), jika tidak ada gerakan sama sekali (Susilawati, 2011). c. Asap Rokok Asap rokok merupakan sumber radikal bebas yang dapat mengakibatkan kerusakan sel secara umum melalui tiga cara, yaitu : peroksidasi komponen lipid dari membran sel yang menyebabkan serangkaian reaksi asam lemak (otokatalisis) yang berakibat kerusakan membran dan organel sel, merusak DNA yang mengakibatkan mutasi DNA bahkan kematian sel, dan modifikasi protein teroksidasi karena terbentuknya cross linking protein melalui mediator sulfhidril atas beberapa asam amino labil seperti : sistein, metionin, lisin dan histidin (Eberhardt, 2001; Kumar et al., 2005). Terjadinya proses peroksidasi pada spermatozoa akan diikuti oleh perubahan struktur membran plasma, sehingga mengubah kestabilan dan fungsi membran, serta menurunkan fluiditas membran spermatozoa. Rusaknya membran plasma mitokondria mengakibatkan terganggunya metabolisme sel spermatozoa, sehingga menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa (Tremellen, 2008). Sebuah studi menyatakan bahwa merokok dapat meningkatkan ROS dan menurunkan antioksidan di cairan semen (Agarwal et al., 2003) sehingga seorang perokok lebih rentan mengalami infertilitas karena meningkatnya produksi radikal bebas di dalam sperma (Agarwal dan Said, 2005). Radikal bebas yang berasal dari partikel gas rokok juga menyebabkan terjadinya aglutinasi pada sperma sehingga berakibat terhadap menurunnya motilitas sperma (Agarwal et al., 2003). d. Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. http://www.untb.ac.id Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecendrungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga meransang mutasi sel, yang akhirnya menyebabkan kanker dan kematian, selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin yang merupakan suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, dimana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007). Asap rokok mengandung 4800 macam senyawa kimia yang berbahaya salah satunya yaitu radikal bebas (Droge, 2002 & Valavanidis, 2009). e. Antioksidan Pengertian secara kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor), sedangkan secara biologis adalah senyawa yang mampu menangkal dan merendam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut bisa terhambat (Winarsi, 2007). Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil tetapi mampu mengaktifkan berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas, sehingga kerusakan sel dapat dihambat (Winarsi, 2007). f. Prosedur Penelitian Mencit jantan dewasa, sehat, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-22 gram dilakukan penyesuaian diri dengan lingkungan selama 1 minggu di tempat penelitian. Setelah itu mencitmencit dikelompokkan secara random menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok (P0) sebagai kontrol tanpa perlakuan, kelompok (P1) diberi paparan Volume 2, No. 2, Juni 2016 26|JurnalSangkareangMataram ISSNNo.2355-9292 asap rokok dan injekasi aquades serta kelompok (P2) diberi glutathion dan paparan asap rokok, kemudian dimasukkan ke dalam kandang masingmasing. Selama penelitian hewan coba diberikan makan dan minum secara teratur, kebersihan dan kenyamanan kandang tetap dijaga. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan Posttest Only Control Group Design (Marczyk et al., 2005). Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, sedangkan untuk pemeriksaan motilitas spermatozoa dilakukan di Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 8 (minggu), dengan rincian sebagai berikut : 1. Satu minggu untuk persiapan 2. Lima minggu untuk perlakuan 3. Dua minggu untuk analisis statistik dan penyusunan seminar hasil. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini diperoleh dari hasil pemeriksaan Posttest terhadap ketiga kelompok yang diambil testisnya dan diamati tingkat motilitas spermatoa secara mikroskopis dan di analisis dengan SPSS. Mencit dibunuh dengan cara dipingsankan dengan eter lalu dibedah dan di ambil bagian testisnya, kemudian dimasukkan ke dalam PBS (Phospat Buffered Saline) dalam petri dis, insisi pada bagian kauda epididymis, homogenkan, ambil 0,05 ml cairan PBS yang sudah tercampur semen lalu diteteskan pada objek gelas yang di tutup oleh coper gelas kemudian amati bentuk spermatozoa yang bergerak progresif secara objektif dibawah mikroskop dengan pembesaran 450 X, motilitas spermatozoa di ukur dalam bentuk persen (%). HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Perbedaan Rerata Motilitas Spermatozoa Antar Kelompok Sesudah Diberikan Paparan Asap Rokok dan Glutathion Pada Kriteria Motilitas a Kelompok Subjek Kontrol Perlakuan I Perlakuan II N 1 1 1 Rerata Motilitas spermatozoa SB F P 64.27 46.09 57.00 6.94 11.5 0 4.12 13,9 9 0,001 Tabel 1 di atas, menunjukkan bahwa rerata motilitas spermatozoa a kelompok kontrol adalah Volume 2, No. 2, Juni 2016 64,276,94, rerata motilitas kelompok perlakuan I adalah 46,0911,50, dan rerata motilitas kelompok perlakuan II adalah 57,004,12. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 13,99 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata motilitas spermatozoa pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda bermakna (p<0,05). Tabel 2. Perbedaan Rerata Motilitas spermatozoa antar Kelompok Sesudah Diberikan Paparan Asap Rokok dan Glutathion Pada Kriteria Motilitas b Kelompok Subjek N Rerata Motilitas spermatozoa SB F P Kontrol Perlakuan I Perlakuan II 11 11 11 19.09 24.27 22.18 7.02 10.0 2 6.60 1,16 0,327 Tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa rerata motilitas spermatozoa b kelompok kontrol adalah 19,097,02, rerata motilitas kelompok perlakuan I adalah 24,2710,02, dan rerata motilitas kelompok perlakuan II adalah 22,186,60. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 1,16 dan nilai p = 0,327. Hal ini berarti bahwa rerata motilitas spermatozoa pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan tidak berbeda (p>0,05), akan tetapi jika rerata motilitas spermatozoa ke tiga kelompok perlakuan di atas ditambah yaitu (a+b) maka rerata kelompok kontrol adalah 64,27 + 19,09 = 83,36, rerata kelompok perlakuan I adalah 46,09 + 24,27 = 70,36 dan rerata kelompok perlakuan II adalah 57,00 + 22,18 = 79,18. Berdasarkan hasil penelitian di atas, didapatkan bahwa pada kelompok perlakuan II terjadi peningkatan motilitas spermatozoa yaitu pada kriteria motilitas a dibandingkan dengan kelompok perlakuan I. Hal ini disebabkan karena asap rokok termasuk ROS jenis lipid peroksida sehingga mekanisme asap rokok menganggu spermatogenesis yaitu dengan proses peroksida lipid. Sitoplasma sel spermatogenik memiliki sejumlah enzim intrasel yang dapat melindungi membran plasma dari serangan radikal bebas, namun karena asap rokok mengandung radikal bebas yang tidak dapat dinetralisir, maka terjadilah reaksi stres oksidatif. Akibat stres oksidatif yang meningkat, maka terjadi peroksida lipid (Safarinejad et al., 2012). Peroksidasi lipid dapat menyebabkan gangguan sintesis dan sekresi GnRH hipotalamus. Kegagalan ini akan menyebabkan kegagalan hipofisis untuk melakukan sintesis dan sekresi FSH maupun LH. Selanjutnya, akan diikuti oleh http://www.untb.ac.id ISSNNo.2355-9292 kegagalan sel Leydig mensintesis testosteron dan sel sertoli tidak mampu melakukan fungsinya sebagai nurse cell (Nugroho, 2007), sehingga pemberian paparan asap rokok dapat menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa seperti pada perlakuan 1, sedangkan pada perlakuan 2 yang diberikan dosis glutathion 3,7 mg yang dilarutkan dalam 0,2 ml aquades steril menunjukkan motilitas spermatozoa tampak mengalami perbaikan berupa peningkatan dibandingkan perlakuan 1. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukanto (2012), menunjukkan adanya penurunan kadar testosteron mencit yang terpapar asap rokok. Hasil penelitian lain juga yang dilakukan oleh Indira (2008), menunjukkan bahwa pemberian glutathion dapat meningkatkan spermatogenesis mencit yang diberi pelatihan fisik berlebih. Hal ini menunjukkan bahwa glutathion memiliki kandungan antioksidan yang bekerja menangkap radikal bebas. JurnalSangkareangMataram|27 Djuwantono. 2008. Hanya 7 Hari Memahami Infertilitas. Bandung : Refika Aditama. Droge, W. 2002. Free Radicals in the Physiological Control of Cell Function. Physiol. 82: 4795. Eberhardt, M. K. 2001. Reaction of Reactive Oxygen Metabolites with Important Biomolecules, In : Reactive Oxygen Metabolites. Chemistry and Medical Consequences. CRC Press. London. Goldman, R. and Klatz, R. 2007. The New AntiAging Revolution. Malaysia : Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25. Kumar, L., Cotran, R. S., and Robbins, S. L. 2005. Robbins Basic Pathology, In : Cellular Injury Adaptation and Death. WB Sauners. Philadelphia. a. Marczyk, G., Matteo, D., and Festinger, D. 2005. Essentials of Research Design and Methodology. New Jersey : John Wiley & Sons. p.105. b. Nugroho, C. A. 2007. Pengaruh Minuman Beralkohol Terhadap Jumlah Lapisan Sel Spermatogenik dan Berat Vesikula Seminalis Mencit. Widya Warta Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Vol. 33 No. 1. PENUTUP Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pemberian glutathion pada mencit jantan dewasa yang terpapar asap rokok dapat meningkatkan motilitas progresif spermatozoa. 1. 2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk: Mengetahui pengaruh glutathion terhadap fungsi organ reproduksi seperti kadar hormon LH, testosteron dan sel Leydig. Mengetahui dosis optimal glutathion pada manusia dalam mencegah rendahnya motilitas spermatozoa akibat asap rokok. DAFTAR PUSTAKA Agarwal, A., and Said, T. M. 2005. Oxidative Stress, DNA Damage and Apoptosis in Male Infertility : A Clinical Approach, BJU International 95 : 503-507. Agarwal, A., Saleh, R. A., and Bedaiwy, M. A. 2003. Role of Reactive Oxygen Species in The Pathophysiology of Human Reproduction, Fertil Steril, 79: 829–843. Ax, R. L., Dally, M., Didion, B. A., Lenz, R. W., Love, C. C., Varner, D. D., Hafez, B., and Bellin, M. E. 2000. Semen Evaluation. In : Hafez, E. S. E., & Hafez, B. (Eds.). Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Williams & Wilkins, USA. http://www.untb.ac.id Safarinejad, M. R., Shafiei, N., and Safarinejad, S. 2012. Effects Of The Reduced Form Of Coenzyme q (10) (Ubiquinol) on Semen Parameters in Men With Idiopathic Infertility : a Double-Blind, Placebo Controlled, Randomized Study. J. Urology. Saleh and Agarwal. 2002. Oxidative stress and Male Infertility : From Research Bench to Clinical Practice. Available Fro m : http://www.andrologyjournal.org/ci/c ontent/full/23/6/737. Accessed Mei, 10th 2014. Salehi, M. H., Housmand, M., Bidmeshkipour, A., and Panahi, M. S. S. 2006. Low Sperm Motility Due to Mitochondrial DNA Multiple Deletion. J. Chinese Clin Med. 9 (1) : 1-10. Senger, P. L. 2005. Pathways to Pregnancy and Parturition. 2nd edition. Washington : Current Conception. Sikka, S. 2004. Role of Oxidative Stress and Antioxidant in Andrology. Journal of Andrology. 25 (1) 2699-2722. Volume 2, No. 2, Juni 2016 28|JurnalSangkareangMataram Souhoka., D. F., Matatula, M. J., Mesang N., dan Rizal. 2009. Lakosa Mempertahankn Daya Hidup Spermatozoa Kambing Peranakan Etawah yang Dipreservasi dengan Plasma Semen Domba Priangan. J. Veteriner Unud. Sujoko, H., Setiadi, M. A., dan Boediono, A. 2009. Seleksi Domba Garut dengan Metode Sentrifugasi Gradien Densitas Percoll. J. Veteriner Unud 10 (3) : 125-134. Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta : CV. Infomedika. p: 31-46. Susilawati, T. 2011. Spermatology. Malang. Universitas Brawijaya Press. Sutarina, N., dan Edward, T. 2004. Pemberian Suplemen pada Olahraga. Majalah GizMindo vol. 3 No. 9 September 2004. p: 14-15. Tremellen, K. 2008. Oxidatif Stress And Male Infertility-A Clinical Perspective. Available From : http://humupd.oxfordjo urnal.org/cgi/content/full/14/3/23. Accessed : Mei, 10th 2014. Volume 2, No. 2, Juni 2016 ISSNNo.2355-9292 Valavanidis, A. 2009. Tobacco Smoke : Involvement of Reactive Oxygen Species and Stabel Free Radicals in Mechanisms of Oxidative Damage Carcinogenesis and Synergistic Effects with Other Respirable Particle International Journal of Environmental Research and Public Health. 24 (10): 160–165. Varasofiari, L.N., Setiatin, E.T., dan Sutopo. 2013. Evaluasi Kualitas Semen Segar Sapi Jawa Brebes Berdasarkan Lama Waktu Penyimpanan. Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p.201–208. Fakultas Peternakan Dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. Winarsi, H. 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. p: 13-15, 77-81. Wresdati, T., Astawan, M., dan Hastanti, L. Y., 2006, Profil Imunohistokimia Superksida Dismutase (SOD) pada Jaringan Hati Tikus dengan Kondisi Hiperkolesterolemia, Journal Hayati, 8589. http://www.untb.ac.id