BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Teori Agency Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajer diberi kekuasaan oleh para pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan (Brigham dan Houston, 2006: 26). Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Pemegang saham mempekerjakan manajemen untuk bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Teori Agensi memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas perusahaannya yang selalu meningkat. Sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Menurut teori keagenan, kepentingan manajemen dan pemegang saham seringkali bertentangan sehingga bisa terjadi konflik dalam hubungan antara prinsipal dan agen. Hal tersebut disebabkan manajer 7 8 mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer tersebut, karena pengeluaran tersebut akan menambah kos perusahaan yang menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan penurunan dividen yang akan diterima. Pemegang saham menginginkan agar kos tersebut dibiayai oleh utang, tetapi manajer tidak menyukai dengan alasan bahwa utang mengandung risiko yang tinggi. Pertentangan kepentingan antara pihak agen dan prinsipal dapat menimbulkan permasalahan dalam agency theory yang dikenal sebagai Asymetric Information yaitu ketidakseimbangan informasi karena pihak agen berada pada posisi yang memiliki informasi lebih banyak tentang perusahaan (prospek, risiko, dan nilai perusahaan dibandingkan dengan prinsipal (Husnan, 2012: 275). Dalam hal ini dapat menimbulkan kecenderungan bagi pihak agen untuk menyembunyikan informasi mengenai kinerja perusahaan. Dengan adanya informasi asimetri dan konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan (monitoring) yang dapat mensejajarkan kepentingan yang terkait tersebut. Namun dengan munculnya mekanisme pengawasan ini menyebabkan timbulnya suatu kos yang disebut agency cost. Agency costs muncul karena principal ingin memastikan apakah agen mengambil keputusan yg sesuai dengan kepentingannya. Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen salah satunya dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan 9 memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership), b) meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax), c) meningkatkan sumber pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional holdings). 2.1.2. Kebijakan Dividen 1. Pengertian Dividen Ikatan Akuntan Indonesia (2009) merumuskan dividen sebagai distribusi laba kepada pemegang saham sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu. Laba bersih perusahaan akan berdampak berupa peningkatan saldo laba (retained earning) perusahaan. Apabila saldo laba didistribusikan kepada pemegang saham maka saldo laba akan berkurang sebesar nilai yang didistribusikan tersebut. Menurut Sari (2010) dividen merupakan bentuk distribusi laba yang dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang saham sesuai dengan proporsi lembar saham yang dimilikinya. Sedangkan menurut Lopolusi (2013), menyatakan bahwa dividen adalah pembagian sisa laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham atas persetujuan rapat umum pemegang saham. Pengumuman dividen merupakan salah satu informasi yang akan direspon oleh pasar. Pengumuman dividen dan pengumuman laba pada periode sebelumnya adalah dua jenis pengumuman yang paling sering digunakan oleh para manajer untuk menginformasikan prestasi dan prospek perusahaan. Adapun tujuan dari pembagian dividen adalah sebagai berikut: 10 a. Untuk memaksimumkan kemakmuran para pemegang saham, karena jumlah dividen yang dibayar akan mempengaruhi harga saham. b. Untuk menunjukkan likuiditas perusahaan. Pembayaran dividen diharapkan memberikan gambaran kinerja yang baik di mata investor dan dapat diakui bahwa perusahaan mampu menghadapi gejolak ekonomi dan mampu memberi hasil kepada investor. c. Sebagian investor memandang bahwa risiko dividen adalah lebih rendah dibanding risiko capital gain. Investor menganggap dividen yang diterima sekarang lebih berharga daripada capital gain yang diperoleh di masa mendatang, karena dividen merupakan penerimaan yang lebih pasti daripada capital gain d. Digunakan sebagai alat komunikasi antara manajer dan pemegang saham. Pembayaran dividen merupakan komunikasi secara tidak langsung kepada pemegang saham tentang tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan. e. Untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham akan pendapatan tetap yang digunakan untuk keperluan konsumsi. 2. Teori Kebijakan Dividen Menurut Sartono (1996: 369) kebijakan dividen adalah suatu keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagi kepada para pemegang saham atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi tingkat sumber dana internal. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan 11 dana internal akan semakin besar. Dalam hal ini manajemen harus membuat suatu kebijakan dividen yang menyangkut penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham dengan menentukan besarnya laba yang dibagi sebagai dividen dan besarnya laba yang ditahan. Menurut Husnan (2012: 297) kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham yaitu pembagian laba dalam jumlah deviden yang dibayarkan tergantung dari kebijakan setiap perusahaan. Teori kebijakan dividen membahas mengenai penggunaan laba yang menjadi hak pemegang saham. Pemegang saham mendelegasikan salah satu wewenang kepada dewan direksi perusahaan berupa kuasa untuk menentukan kebijakan dividen serta harus mampu menyeimbangkan dividen saat ini dan tingkat pertumbuhan dividen di masa yang akan datang. Penentuan kebijakan dividen sangat krusial bagi perusahaan dan pemegang saham, karena bagi perusahaan kelayakan pembagian dividen didasarkan pada kondisi keuangan seperti ketersediaan kas dan alokasi laba untuk perluasan usaha di masa yang akan datang. Sedangkan bagi investor, dividen merupakan motivasi untuk berinvestasi atas saham suatu perusahaan. Brigham dan Hoouston (2006: 69) menyebutkan ada tiga teori kebijakan dividen dari preferensi investor yaitu: 1. Teori Ketidakrelevanan Dividen Teori ini beranggapan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap harga saham (nilai perusahaan) maupun terhadap biaya modalnya. Kebijakan dividen yang satu sama baiknya dengan kebijakan dividen yang lain. Dijelaskan 12 bahwa pendukung utama teori ketidakrelevanan ini adalah Miller dan Modiglani. Mereka menggunakan sejumlah asumsi, khususnya tentang ketiadaan pajak dan biaya pialang, leverage keuangan tidak memiliki pengaruh terhadap biaya modal, para investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang prospek perusahaan, distribusi laba ke dalam bentuk dividen atau laba ditahan tidak mempengaruhi biaya ekuitas perusahaan dan kebijakan capital budgeting merupakan kebijakan yang independen terhadap kebijakan dividen. 2. Teori “bird in the hand“ Teori ini dapat dijelaskan dengan menggunakan pemahaman bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen dibandingkan dengan pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal karena komponen hasil dividen risikonya lebih kecil dari komponen keuntungan modal (capital gain). Para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang akan dihasilkan dibandingkan dengan seandainya mereka menerima dividen, karena dividen merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh perusahaan sedangkan capital gain merupakan faktor yang dikendalikan oleh pasar melalui mekanisme penentuan harga saham. 3. Teori Preferensi Pajak Ada dua alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi yaitu: 1) Keuntungan modal (capital gain) dikenakan tarif pajak lebih rendah daripada pendapatan dividen. Untuk itu, investor yang memiliki sebagian besar saham 13 mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanam kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi. 2) Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai sahamnya terjual, sehingga ada efek nilai waktu. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang. Karena adanya keuntungan-keuntungan ini, para investor mungkin lebih senang perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikian para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang pembagian dividennya tinggi. Menurut Husnan (2012: 297) kebijakan dividen adalah suatu hal yang kontroversial. Ia mengelompokkan berbagai pendapat tentang dividen menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Pendapat yang menginginkan dividen dibagikan sebesar-besarnya. Pendapat pertama mendasarkan diri pada argumen bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen yang dibayarkan. Dengan demikian, apabila dividen ditingkatkan maka harga saham akan meningkat. Kesalahan dalam argument ini adalah bahwa peningkatan pembayaran dividen hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh perusahaan juga meningkat. Jika perusahaan mampu meningkatkan besarnya dividen yang dibagikan karena peningkatan laba maka harga saham akan naik. Meski demikian, kenaikan harga saham tersebut adalah 14 dikarenakan kenaikan laba, bukan karena kenaikkan pembayaran dividen. 2. Pendapat yang mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak relevan. Pendapat kedua mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak relevan adalah mendasarkan diri bahwa pembagian dividen dapat ditutup dengan penerbitan saham baru. Perusahaan bisa saja membagikan dividen banyak atau sedikit asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber ekstern. Pembayaran dividen hanya merupakan bagian kecil saja dari keputusan investasi perusahaan. Dampak pemilihan keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal. 3. Pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan seharusnya justru membagikan dividen sekecil mungkin. Pendapat ketiga mengatakan bahwa sebaiknya perusahaan membagikan dividen sekecil mungkin. Apabila dana untuk investasi telah dimiliki, mengapa dana tersebut harus dibagikan dalam bentuk dividen sehingga perlu menerbitkan saham baru dan membayar floatation cost seperti biaya untuk underwriter, biaya notaris, akuntan, konsultan hukum, pendaftaran saham dan sebagainya. Dengan demikian mereka berpendapat bahwa seharusnya dividen dibagikan sekecil mungkin, sejauh dana tersebut bisa dipergunakan dengan menguntungkan. 3. Macam-Macam Kebijakan Dividen Berbagai macam kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan menurut Riyanto (2011: 269) adalah : a. Kebijakan Dividen yang Stabil 15 Dividen stabil merupakan jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Apabila ternyata pendapatan tersebut terlihat lebih tingi dan relatif permanen, besarnya dividen per lembar akan dinaikkan dan akan dipertahankan dalam waktu yang relatif panjang. Kebijakan dividen yang stabil ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan kesan kepada investor bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Apabila pendapatan perusahaan berkurang dan perusahaan tidak mengurangi dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham, maka kepercayaan pasar terhadap perusahaan tersebut akan lebih besar daripada jika pembayaran dividennya dikurangi. Dengan demikian, manajemen dapat mempengaruhi harapan para investor melalui politik dividen yang stabil. b. Kebijakan Pembayaran Dividen dengan Penetapan Jumlah Minimal Plus Jumlah Ekstra Tertentu Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Sehingga dalam keadaan keuangan yang lebih baik, maka perusahaan akan membayarkan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Dan pada saat kondisi keuangan yang buruk, perusahaan akan membayarkan dividen minimalnya saja. Sehingga ada kepastian bagi pemodal tentang jumlah dividen yang akan diterima. c. Kebijakan Dividen dengan Penetapan Dividend Payout yang Konstan Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini akan menetapkan besarnya dividend payout ratio secara konstan. Hal ini menyebabkan jumlah dividen per lembar saham tiap tahun yang dibayarkan akan berfluktuatif sesuai dengan 16 perkembangan keuntungan netto setiap tahunnya. d. Kebijakan Dividen yang Fleksibel Perusahaan akan menetapkan besarnya dividend payout ratio tiap tahun sesuai dengan posisi dan kebijakan finansial dari perusahaan tersebut. Tinggi rendahnya dividen dipengaruhi oleh keuntungan yang diterima oleh perusahaan. Apabila keuntungan yang didapatkan tinggi, maka besarnya dividen yang dibagikan relatif tinggi. Jika keuntungan yang didapatkan rendah, maka besarnya dividen yang dibagikan juga rendah. Sehingga besarnya dividen yang akan dibagikan selalu proporsional dengan tingkat keuntungan dividen yang telah diumumkan oleh emiten. Menurut Husnan (2012: 305) dalam menentukan kebijakan divden perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. Tidak benar bahwa perusahaan seharusnya membagikan dividen sebesarbesarnya. Apabila dana diperoleh dari operasi perusahaan bisa dipergunakan dengan menguntungkan, dividen tidak perlu dibagikan terlalu besar. b. Karena ada keengganan untuk menurunkan pembayaran dividen per lembar saham, ada baiknya kalau perusahaan menentukan dividen dalam jumlah (dan rasio payout) yang tidak terlalu besar. Dengan demikian memudahkan perusahaan untuk meningkatkan pembayaran dividen apabila laba perusahaan dividen meningkat dan tidak perlu segera menurunkan pembayaran dividen apabila laba menurun. c. Apabila perusahaan menghadapi kesempatan investasi yang menguntungkan, lebih baik perusahaan mengurangi pembayaran dividen daripada menerbitkan 17 saham baru. Penurunan pembayaran dividen mungkin akan diikuti dengan penurunan harga saham, tetapi apabila pasar modal efisien harga akan menyesuaikan kembali dengan informasi yang sebenarnya (yaitu adanya informasi yang menguntungkan). d. Dalam keadaan tidak terdapat biaya transaksi, tambahan kekayaan karena kenaikan harga saham sama menariknya dengan tambahan kekayaan karena pembayaran dividen. Untuk merealisir uang kas, pemegang saham perlu menjual (sebagian) saham, sedangkan pembayaran dividen berarti menerima kas (yang tidak perlu menjual saham). Apabila investor menjual saham, mereka akan terkena biaya transaksi. Jika tidak ada faktor pajak, menerima dividen akan lebih menguntungkan daripada memperoleh capital gain. Karena itulah sekelompok pemodal mungkin memilih saham yang membagikan dividen secara teratur. e. Karena pemodal juga membayar pajak penghasilan, maka bagi pemodal yang sudah berada dalam tax bracket yang tinggi (di Indonesia tax bracket tertinggi adalah 35%), mungkin akan lebih menyukai untuk tidak menerima dividen (karena harus segera membayar pajak) dan memilih menikmati capital gain. Kalau sebagian besar pemegang saham merupakan pemodal yang mempunyai tax bracket tinggi, pembagian dividen akan cenderung tidak terlalu besar. 4. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan Dividen Menurut Martono dan Harjito (2010: 255) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan adalah sebagai berikut: 18 a. Kebutuhan dana bagi perusahaan Apabila perusahaan memiliki kebutuhan dana yang besar maka semakin kecil kemampuan untuk membayar dividen. Perusahaan lebih memilih investasi yang menguntungkan yaitu menahan laba kemudian selisih laba dengan laba ditahan digunakan untuk membayar dividen. b. Likuiditas perusahaan Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Apabila manajemen ingin memelihara likuiditas dalam mengantisipasi ketidakpastian dan agar mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan membagikan dividen dalam jumlah yang besar. c. Kemampuan untuk meminjam Jika perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang dan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk membyar dividen juga tinggi. d. Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang Ketentuan perlindungan (protective covenant) dalam perjanjian hutang sering mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran dividen. Pembatasan ini digunakan oleh para kreditor untuk menjaga kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya. Perusahaan dapat menyambut baik pembatasan dividen 19 yang dikenakan, karena dengan demikian manajemen tidak harus mempertanggungjawabkan penahanan laba kepada pemegang saham e. Pengendalian perusahaan Apabila perusahaan membayar dividen yang terlalu besar, maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi yang menguntungkan. Dengan bertambahnya jumlah saham yang beredar akan mengakibatkan berkurangnya saham yang dimiliki oleh pemegang saham tertentu yang akan berpengaruh terhadap pengendalian perusahaan. 2.1.3. Dividen Payout Ratio Presentase dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dibandingkan dengan EAT disebut dengan Dividen Payout Ratio. Menurut Riyanto (2001: 266) Dividen Payout Ratio merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayar kepada pemegang saham. Sedangkan menurut Martono dan Harjito (2010: 253) rasio pembayaran dividen (dividen payout ratio) menentukan jumlah laba dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. 2.1.4. Kebijakan Pendanaan Kebijakan investasi berhubungan dengan kebijakan pendanaan. Menurut Husnan (2012: 251) keputusan pendanaan perusahaan menyangkut tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan oleh perusahaan mengenai berapa banyak hutang dan modal sendiri yang akan dipergunakan dalam menentukan rasio hutang dan modal sendiri. Pendanaan yang dasar kebijakan pendanaannya berkaitan dengan sumber internal maupun sumber eksternal. secara 20 teoritis didasarkan pada dua kerangka teori yaitu: 1. Balance theory Berdasarkan balance theory, perusahaan mendasarkan kebijakan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan utang terhadap biaya kebangkrutan. Menurut Husnan (2012: 275) balance theory menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat masih lebih besar, hutang akan ditambah. Tetapi apabila pengorbanan karena menggunakan hutang sudah besar maka hutang tidak boleh ditambah. 2. Pecking order theory. Teori Pecking order mengasumsikan bahwa perusahan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Menurut Husnan (2012: 274) teori pecking order mencerminkan persoalan yang diciptakan oleh informasi asimetri (asymetric information) suatu istilah yang menunjukkan bahwa manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak (tentang prospek, risiko dan nilai perusahaan) daripada pemodal publik. Adanya informasi asimetri ini mempengaruhi pilihan antara sumber dana internal (dana dari hasiloperasi perusahaan) atau eksternal, dan antara penerbitan hutang baru atau ekuitas baru. Perusahaan akan menentukan hirarki sumber dana yang paling disukai. Sesuai dengan toeri ini urutan penggunaan sumber dana adalah internal fund (dana internal), debt (utang), dan equity (modal sendiri). 21 Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada kebijakan pendanaan yang berasal dari luar yaitu melalui hutang. Menurut Myers (1996) dalam Lopolusi (2013) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Menurut Brigham dan Houston (2006: 5) keputusan pendanaan dengan menggunakan hutang akan memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, yaitu: a. Keunggulan pendanaan dengan menggunakan hutang, antara lain: 1. Bunga yang dibayarkan dapat menjadi pengurangan pajak yang selanjutnya akan menurunkan biaya efektif hutang tersebut. 2. Kreditor akan emndapatkan pengembalian dalam jumlah teta, sehingga pemegang saham tidak harus membagi keuntungannya jika bisnis berjalan dengan baik. b. Kelemahan pendanaan dengan menggunakan hutang, antara lain: 1. Semakin tinggi rasio, maka perusahaan tersebut akan semakin berisiko, sehingga semakin tinggi pula biaya baik dari hutang maupun ekuitas. 2. Jika sebuah perusahaan mengalami masa-masa sulit dan laba operasi tidak cukup untuk menutupi beban bunga, para pemegang saham harus menutupi kekurangan tersebut dan jika mereka tidak dapat melakukannya, maka akan terjadi kebangkrutan. 2.1.5. Kepemilikan Manajerial Menurut Hatta (2002) dalam Dewi (2008) kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan. Kepemilikan manajerial ini diukur dengan proporsi saham yang 22 dimiliki perusahaan pada akhir tahun dan dinyatakan dalam presentase. Kebijakan kepemilikan manajerial dimaksudkan untuk memberikan kesempatan manajer terlibat dalam kepemilikan saham sehingga dengan keterlibatan tersebut maka kedudukan manajer sejajar dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Manajer diperlakukan bukan semata sebagai pihak eksternal yang digaji untuk kepentingan perusahaan tetapi diperlakukan sebagai pemegang saham. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang notabene adalah mereka sendiri. Argumentasi di atas menjustifikasi perlunya managerial ownership. Program managerial ownership termasuk ke dalam program kebijakan untuk mengurangi masalah keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Kepemilikan manajerial dalam kaitannya dengan kebijakan utang dan dividen mempunyai peranan penting yaitu mengendalikan kebijakan keuangan perusahaan agar sesuai dengan keinginan pemegang saham atau sering disebut bonding mechanism. Bonding mechanism berusaha menyamakan kepentingan dari pemegang saham dengan kepentingan dari manajemen melalui program-program yang mengikat kekayaan pribadi manajemen ke dalam kekayaan perusahaan 2.1.6. Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu (Harahap, 1998: 304). Kinerja keuangan perusahaan mampu memberikan gambaran baik kepada manajemen maupun para investor mengenai pertumbuhan dan perkembangan perusahaan serta kondisi keuangan perusahaan pada periode 23 tertentu. Hal tersebut dapat dilihat melalui pencapaian laba yang diperoleh perusahaan. Laba perusahaan merupakan unsur dasar kebijakan dividen. Keuntungan yang layak dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban tetapnya yaitu bunga pajak. 2.1.7. Growth Pertumbuhan laba adalah perubahan persentase kenaikan laba yang diperoleh perusahaan (Hendardi, 2010). Perusahaan yang tumbuh dengan cepat akan memperoleh hasil yang positif dalam persaingan usaha yang diiringi dengan peningkatan pangsa pasar. Petumbuhan laba perusahaan sangat diharapkan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan, karena pertumbuhan yang baik memberi tanda bagi perkembangan perusahaan serta kinerja yang baik sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan laba suatu perusahaan merupakan tanda perusahaan memiliki aspek yang menguntungkan, dan investor pun akan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) dari investasi yang dilakukan menunjukkan perkembangan yang baik. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Penelitian – penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah terhadap pengaruh kebijakan dividen dan beberapa peneliti lain yang masih memiliki keterkaitan dengan variabel dalam penelitian ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dapat dilihat pada 24 tabel berikut ini: Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Peneliti (tahun) Nuringsih (2005) Variabel Dependen Kebijakan dividen. Variabel Independen Kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, ROA, ukuran perusahaan. 2 Putri dan Nasir (2006) Kebijakan dividen. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang. 3 Dewi (2008) Kebijakan dividen Kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang, profitabilitas dan ukuran perusahaan. 1 Hasil Penelitian Kebijakan hutang dan ROA berpengaruh signifika terhadap kebijakan dividen. Sedangkan kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan risiko tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang, profitabilitas dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. 25 4 Lutfaniah (2010) Kebijakan dividen 5 Hendardi (2010) Kebijakan dividen 6 Sari (2010) Kebijakan dividen 7 Sulistyowati (2010) Likuiditas, keutuhan melunasi hutang, growth, profitabilitas, price earning ratio. Likuiditas, growth, price earning ratioberpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan kebutuhan melunasi hutang dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Kepemilikan Kepemilikan institusional manajerial,kepemi dan growth berpengaruh likan institusional, signifikan terhadap growth, kebijakan dividen. Sedangkan kepemilikan manajerial, DER, Size dan ROA todak berpengaruh signifikan terhadap kebijkan dividen. Kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, profitabilitas, ukuran perusahaan, kesempatan investasi Profitabilitas, leverage, dan Growth Kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, kesempatan investasi berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan profitabilitas dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijkana dividen. Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan leverage dan growth tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. 26 8 Santoso (2011) 9 Lopolusi (2013) Kebijakan dividen ROI, EPS, firm size, cash ratio, current ratio, DAR. ROI, EPS dan firm size berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan cash ratio, current ratio, DAR tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Profitabilitas, likuiditas, ukuran, utang, pertumbuhan, free cash flow. Ukuran berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan profitabilitas, likuiditas, utang, pertumbuhan dan free cash flow tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sumber: Data yang telah diolah Penelitian ini mengadopsi beberapa variabel dari penelitian terdahulu yakni kebijakan pendanaan, kepemilikan manajerial, profitabilitas dan growth. Hal yang membedakan penelitian ini dari penelitian-penelitian sebelumnya adalah pengujian secara simultan, pengukuran variabel, sampel yang digunakan dan tahun pengamatan. 2.3. Rerangka Pemikiran Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran Laba Perusahaan Kebijakan Manajemen Saldo Laba Kebijakan pendanaan Laba dibagikan berupa dividen Kepemilikan manajerial Profitabilitas Growth 27 Berdasarkan kerangka konseptual diatas dapat dilihat bahwa manajer perusahaan mempunyai kebijakan untuk menentukan besarnya laba yang akan dibagikan sebagai dividen dan ditahan sebagai laba ditahan. Dalam menentukan besarnya laba yang dibagikan sebagai dividen, manajer harus menentukan besarnya Dividen Payout Ratio (DPR). Dalam menentukan besarnya DPR, manajer harus memperhitungkan beberapa faktor. Beberapa faktor yang digunakan untuk menentukan besarnya DPR dalam penelitian ini adalah kebijakan pendanaan (DER), kepemilikan manajerial (MOWN), profitabilitas (ROA), dan pertumbuhan laba (GROWTH). 2.4. Perumusan Hipotesis 1. Pengaruh Kebijakan Pendanaan terhadap Kebijakan Dividen Kebijakan pendanaan yang diperoleh melalui hutang digunakan untuk membantu perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Jika pendanaan diperoleh melalui hutang maka rasio hutang terhadap equity akan meningkat, sehingga akhirnya akan meningkatkan risiko. Beberapa investor mempunyai pandangan bahwa semakin tinggi tingkat resiko perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat profitabilitas yang diharapkan sebagai hasil dari resiko tersebut. Dengan tingkat profitabilitas yang tinggi maka investor berharap akan mendapatkan dividen yang tinggi. Menurut Putri dan Nasir (2010) menyatakan bahwa penggunaan hutang memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Hal ini menunjukkan setelah krisis perusahaan memerlukan tambahan dana dalam waktu singkat untuk kegiatan bisnisnya. Dengan dana hutang maka akan menarik 28 investor untuk menanamkan sahamnya yang akan menambah sumber dana untuk operasional perusahaan serta menunjukkan pada masyarakat luas bahwa kondisi perusahaan telah pulih dari krisis dan diharapkan akan menerima laba dari hasil perkembangan perusahaan tersebut dengan membagikan dividen yang tinggi. Penelitian Putri dan Nasir (2010) tidak konsisten dengan penelitian Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kebijakan pendanaan melalui hutang mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Apabila kebijakan pendanaan melalui hutang semakin tinggi maka semakin rendah kebijakan dividen. 2. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen Manajer mendapat kesempatan untuk terlibat dalam kepemilikan saham dengan tujuan mensetarakan dengan pemegang saham. Melalui kebijakan ini manager diharapkan menghasilkan kinerja yang baik serta mengarahkan dividen pada tingkat yang rendah. Menurut Nuringsih (2005) kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Semakin besar keterlibatan manajer dalam managerial ownership menyebabkan aset yang dimiliki tidak terdiversifikasi secara optimal sehingga dividen yang dibagikan semakin besar, selain itu struktur kepemilikan saham di Indonesia relatif terkonsentrasi atau dikuasai oleh keluarga sehingga cenderung membagi dividen besar. Menurut Easterbrook dalam Nuringsih (2005) menjelaskan pada kenyataannya manajer juga terlibat dalam kepemilikan saham sehingga terkadang menginginkan return dalam bentuk dividen. Apabila perilaku manajer menyukai dividen rendah, maka perusahaan akan memiliki laba ditahan yang relatif tinggi. Namun apabila manajer menyukai dividen besar, maka perilaku manajer 29 mengarah pada birth in the hand theory, dimana perusahaan akan memiliki sumber dana internal yang rendah karena sebagian besar profit terserap untuk mensejahterakan pemegang saham dengan cara membagikan dividen dengan jumlah besar dibandingkan dengan laba ditahan. Kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi besarnya dividen yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Penelitian Nuringsih (2005) tidak konsisten dengan penelitian Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Apabila tingkat kepemilikan manajer tinggi maka perusahaan akan cenderung mengalokasikan laba pada laba ditahan daripada membayar dividen dengan alasan sumber dana internal lebih efisien dibandingkan sumber dana eksternal 2. Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen Dividen yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividen payout ratio. Menurut Sulistyowati et al (2010) menyatakan bahwa semakin besar keuntungan yang diperoleh maka akan semakin besar kemampuan perusahaan membayar dividen. Manajemen akan membayarkan dividen untuk memberikan sinyal mengenai keberhasilan perusahaan dalam membukukan profit. Sinyal tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar dividen merupakan fungsi dari keuntungan. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungannya lebih besar sebagai dividen. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan. Selain itu, pengaruh positif ini menunujukkan bahwa semakin tinggi 30 laba maka semakin tinggi pula cash flow dalam perusahaan, maka diharapkan perusahaan akan membayar dividen yang tinggi. Penelitian Sulistyowati et al (2010) tidak konsisten dengan penelitian Lopolusi (2010) yang menyatakan bahwa profitabilitas mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Apabila perusahaan menguntungkan akan memiliki peluang investasi yang besar, dan perusahaan tersebut akan lebih memilih untuk meningkatkan laba ditahan agar dapat melakukan investasi yang menguntungkan. 3. Pengaruh Growth terhadap Kebijakan Dividen Apabila tingkat pertumbuhan suatu perusahaan cepat, maka semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Menurut Hendardi (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan laba perusahaan maka akan semakin besar dividen yang dibagikan kepada pemegang saham. Pengaruh positif ini disebabkan, apabila perusahaan masih mempunyai kelebihan laba setelah membiayai kesempatan investasi yang dapat diterim, maka laba ini akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Penelitian Hendardi (2010) tidak konsisten dengan penelitian Lutfaniah (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan maka semakin sedikit peluang dividen yang dibagikan. Berdasarkan uraian diatas dan penelitian-penelitian sebelumnya dengan teori yang relevan maka dapat dirumuskan suatu hipotesis. Hipotesis merupakan proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Dalam skripsi ini meneliti tentang analisis pengaruh kebijakan pendanaan, kepemilikan 31 manajerial, profitabilitas dan growth terhadap kebijakan dividen . Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. H2 : Kebijakan pendanaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. H3 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. H4 : Growth berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.