performa termal pada desain ruang rawat inap rumah

advertisement
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
PERFORMA TERMAL PADA DESAIN RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT STIKES AISYAH KLATEN
Eny Dwi Wardani, Yayi Arsandrie
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]
ABSTRAK
RS STIKES AISYAH Klaten, Jawa Tengah, sedang dalam masa perencanaan dan perancangan.
Lokasi perencanaan pembangunan terletak di Jalan Raya Solo - Yogyakarta dengan luas 5,050
m2. Perencanaan Rumah Sakit STIKES AISYAH Klaten bertujuan untuk menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan, menyelenggarakan pendidikan kesehatan, serta penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi dan nilai termal
(temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, serta radiasi matahari) pada desain RS Stikes
Aisyah Klaten, dengan simulasi komputer menggunakan Software Ecotect Analysis. Penelitian
dilaksanakan pada bulan September - Desember 2016. Lima desain ruang dipilih sebagai model
untuk simulasi, yang mewakili ruang rawat inap kelas I, II, III, dan VIP. Secara umum, tujuan
simulasi adalah untuk mengetahui apakah desain rumah sakit telah memenuhi persyaratan
kenyamanan termal, khususnya pada ruang rawat inap. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini
adalah: (1) Mengetahui nilai temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin dan radiasi
matahari, serta distribusinya di dalam ruang rawat inap, (2) Mengetahui pengaruh desain ruang
rawat inap terhadap performa termal di dalam ruang. Hasil simulasi Ecotect Analysis
menunjukkan semua tipe ruang rawat inap memiliki temperatur yang relatif sama, antara 30.98
sampai 31.84°C, dengan temperatur rata-rata sebesar 31.3°C. Temperatur tersebut lebih tinggi
dibandingkan suhu operatif nyaman rata-rata di Pulau Jawa (26.7°C). Kondisi termal pada
model ruang rawat inap RS Stikes Aisyah Klaten dipengaruhi oleh aspek desain bukaan dan luas
ruang, posisi ruang, aktivitas manusia, serta perbedaan termal indoor dan outdoor dalam satu
hari.
Kata kunci: Ecotect analysis, ruang rawat inap, temperatur ruang.
1.
PENDAHULUAN
Bangunan rumah sakit merupakan
fasilitas
kesehatan
yang
memerlukan
perhatian khusus dalam perencanaan,
pembangunan,
pengoperasiaan
dan
pemeliharaannya terutama pada prasarana
instalasi tata udara (Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Direktorat Jenderal
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana
Kesehatan, 2012). Pengkondisian udara yang
tepat merupakan faktor terapi bagi pasien,
dimana dalam beberapa kasus merupakan
pengobatan utama. Ruang rawat inap dalam
sebuah rumah sakit memerlukan perhatian
khusus untuk menunjang penyembuhan
pasien, mengingat ruang rawat inap
memerlukan
asuhan
dan
pelayanan
keperawatan dan pengobatan dalam jangka
waktu yang panjang.
RS Stikes Aisyah Klaten saat ini masih
dalam proses perencanaan dan perancangan.
Lokasi perencanaan pembangunan terletak di
Jalan Raya Solo Yogyakarta dengan luas
5,050 m2. RS Stikes Aisyah Klaten
merupakan perencanaan rumah sakit bertipe
C. Rumah Sakit ini bertujuan untuk
meningkatkan
dan
menyelenggarakan
pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat. Desain bangunan RS Stikes
Aisyah tersebut kemudian dianalisa dengan
simulasi menggunakan software Ecotect untuk
mengetahui apakah desain yang dibuat telah
1468
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
memenuhi persyaratan kenyamanan termal,
khususnya pada ruang rawat inap.
Ecotect merupakan software pemodelan
3D dengan berbagai fitur analisa dan simulasi
yang diaplikasikan secara interaktif, sehingga
setiap perubahan pada desain dapat diketahui
dampaknya. Analisa dan simulasi yang terkait
dengan bioklimatik mencakup analisa termal
dan pencahayaan.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui performa termal pada desain RS
Stikes Aisyah Klaten, serta memberikan solusi
desain guna meningkatkan kualitas termal
ruang rawat inap rumah sakit.
2.
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat
diperlukan
dalam
mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan (Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2013).
Kualitas pelayanan dalam rumah sakit dapat
ditingkatkan
apabila
didukung
oleh
peningkatan kualitas fasilitas fisik. Ruang
rawat inap merupakan salah satu wujud
fasilitas fisik yang penting keberadaannya
bagi pelayanan pasien (Santosa dalam Alif
2009). Kondisi lingkungan fisik ruang rawat
inap juga dapat mempengaruhi kondisi
psikologis pasien. Ruang rawat inap yang
bising, suhu udara terlalu panas, pencahayaan
kurang, kebersihan dan kerapihan tidak
terjaga akan meningkatkan stres pada pasien
(Robby dalam Alif 2009).
2.2 Kenyamanan Termal
Menurut Mintorogo dalam Ikhsanudin
(2016), kenyamanan termal merupakan proses
yang melibatkan proses fisiologis dan
psikologis. Kenyamanan termal adalah
kondisi
pikiran
seseorang
yang
mengekspresikan kepuasan dirinya terhadap
lingkungan
termalnya.
Variabel
fisik
kenyamanan termal dan pemaknaan istilah
kenyamanan termal meliputi suhu udara, suhu
radiasi rata-rata, kelembaban udara, dan
pergerakan udara atau angin.
UAD, Yogyakarta
Para ahli sepakat pada enam parameter
kenyamanan termal, yaitu: faktor personal
(pakaian dan aktivitas), faktor lingkungan,
suhu udara, suhu radian, kecepatan angin dan
kelembaban udara (Sugini dalam Tuhari
2014).
Tabel 1. Perbandingan Faktor Penentu
Kenyamanan Termal
Fanger, Standar
Amerika
(ANSI/ASHRAE
Humphreys
Szokolay
55-1992), Standar
dan Nicol
Internasional (ISO
7730:1994)
1. Iklim
1. Iklim
1. Iklim
● Radiasi
● Radiasi
● Radiasi
matahari
matahari
matahari
● Suhu udara
● Suhu udara
● Suhu udara
● Kecepatan
● Kecepatan
● Kecepatan
angin
angin
angin
● Kelembaban ● Kelembaban
● Kelembaban
udara
udara
udara
2. Faktor
2. Faktor
2. Faktor
individu
individu
individu
● Pakaian
● Aktivitas
● Aktivitas
● Aklimatisasi
● Pakaian
● Pakaian
● Usia dan
● Adaptasi
kelamin
individu
● Tingkat
kegemukan
● Tingkat
kesehatan
● Makanan &
minuman
● Suku bangsa
3. Lokasi
geografis
(Sumber: Talarosha dalam Tuhari 2014)
Sistem pengkondisian udara menurut
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
yang diatur dalam Pedoman Teknis Bangunan
Rumah Sakit Ruang Rawat Inap (2012), dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi
udara ruang di dalam bangunan ruang
rawat inap harus mempertimbangkan
temperatur dan kelembaban udara.
b. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan
kelembaban udara di dalam ruangan dapat
dilakukan dengan pengkondisian udara
dengan
mempertimbangkan
hal-hal
sebagai berikut :
1469
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
1) Fungsi ruang, jumlah pengguna, letak,
volume ruang, jenis peralatan, dan
penggunaan bahan bangunan.
2) Kemudahan
pemeliharaan
dan
perawatan.
3) Prinsip-prinsip penghematan energi dan
kelestarian lingkungan.
c. Kelembaban relatif dipertahankan pada
level 30 – 60%.
d. Temperatur ruangan dipertahankan sekitar
20°C sampai 26°C.
2.2.1. Suhu Udara
Suhu netral dan batas nyaman termal di
Indonesia berdasarkan daerah didapat seperti
berikut:
Tabel 2. Suhu Netral dan Batas Kenyamanan
Termal di Indonesia
KelompokS
uku
Suhu Netral (Tn)
Ta
To
Teq
(°C)
(°C)
(°C)
Batas Nyaman (Tcr)
Ta
To
Teq
(°C)
(°C)
(°C)
Aceh (n=6)
24.3
20.527.3
24.3
23.4
20.727.9
dalam ruang tidak hanya dipengaruhi oleh
pencemaran kimia, tetapi juga oleh faktor
lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban.
Di saat suhu ruangan terlalu tinggi atau
rendah, dapat mempengaruhi kenyamanan dan
kesehatan pengguna. Bila terjadi perubahan
suhu tiba-tiba lebih dari 7°C dari temperatur
seharusnya,
dapat
memicu
terjadinya
pengerutan saluran darah (Amida, 2016).
2.2.2. Kecepatan angin
Kecepatan angin berhubungan dengan
dikeluarkannya udara panas melalui proses
konveksi dan pelepasan panas yang akan
terjadi melalui proses penguapan. Oleh karena
itu, kenyamanan termal dipengaruhi oleh
desain (Orosa and Olivera dalam Tuhari
2014).
Jadi
aliran
angin
berfungsi
mendinginkan suhu suatu area yang terkena
hembusan.
Tabel 3. Kenyamanan Kecepatan Aliran Udara
Bagi Manusia
20.226.6
Tapanuli
(n=23)
25.9
26.2
23.4
22.529.2
22.929.4
20.228.9
Minang
(n=27)
26.9
27.4
25.7
23.730.1
24.130.6
21.729.6
Sumatra
yang lain
(n=16)
27.0
27.3
25.9
23.730.3
23.930.7
21.830.1
Betawi
(n=23)
27.0
27.3
25.9
23.730.3
23.930.7
21.830.1
Sunda
(n=86)
26.4
26.6
25
23.829.9
23.929.3
21.828.3
Jawa
(n=232)
26.4
26.7
25.5
22.829.9
23.230.2
21.029.4
Indonesia
yang lain
(n=62)
26.9
27.4
26.2
22.631.2
22.532.2
21.331.1
(Sumber: Karyono dalam Tuhari 2014)
Udara yang lebih banyak mengandung
kontaminan berbagai bahan seperti nitrogen,
gelombang elektromagnetik, dan gelombang
mikro (microwave) dapat mempengaruhi
kesejahteraan manusia. Aktivitas manusia
dapat mengubah komposisi kimia udara
sehingga jumlah konsentrasi zat-zat kimia
dapat bertambah, terutama apabila aktivitas
tersebut dilakukan di dalam ruang dengan
sirkulasi udara yang buruk. Kualitas udara
UAD, Yogyakarta
Kecepatan
angin
bergerak
(m/detik)
< 0.25
0.25-0.5
Pengaruh atas
kenyamanan
Efek
penyegaran
(pada suhu
30°C)
0° C
0.5-0.7°C
tidak dapat dirasakan
paling nyaman
masih nyaman, tetapi
0.5-1
gerakan udara dapat
1.0-1.2°C
dirasakan
1-1.5
kecepatan maksimal
1.7-2.2°C
kurang nyaman,
1.5-2
2.0-3.3°C
berangin
kesehatan penghuni
terpengaruh oleh
>2
2.3-4.2°C
kecepatan angin yang
tinggi
(Sumber: Frick dalam Tuhari 2014)
Semakin panjang dan sempit sebuah
lorong, menyebabkan kecepatan angin yang
melaluinya menjadi lebih besar (Boutet,
1987). Angin dapat mengeluarkan udara yang
terjebak di dalam ruang dan proses evaporasi
dapat berlanjut (Koenigsberger dkk, 1973).
1470
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
menghadirkan efek positif pada pikiran
manusia yang secara tidak langsung
mengompensasi ketidaknyamanan termal
(Edward, 1996 dkk dalam Satwiko, 2009).
4. Usahakan tidak banyak permukaan di
sekitar bangunan yang menyerap panas.
Permukaan yang panas ini akan
memanaskan udara yang bersentuhan
dengannya. Udara yang menjadi panas
dapat masuk ke dalam ruangan,
mengakibatkan udara di dalam ruangan
menjadi panas. Halaman yang tertutup
rumput atau ternaungi pohon akan lebih
sejuk (Satwiko, 2009).
Gambar 1. Pergerakan Angin Dalam Bangunan
(Sumber: Boutet, 1987)
5. Usahakan ventilasi dapat berlangsung 24
jam. Jendela krepyak baik digunakan
karena aliran udara dapat terjaga sementara
privasi tidak terganggu (Satwiko, 2009).
Gambar
di
atas
menunjukkan
pergerakan angin di dalam bangunan. Angin
yang melewati lorong buntu akan dibelokkan
ke ruangan lain. Angin yang masuk ke dalam
ruang sebagian dikeluarkan melalui outlet
yang terdapat pada ruang tersebut, dan
sebagian menciptakan pergerakan memutar di
dalam ruang. Sistem ini akan memasok udara
secara terus menerus ke dalam ruang.
Pergerakan angin ini membantu menurunkan
temperatur di dalam ruang.
6. Usahakan ada 3 lubang pada dinding yang
berbatasan dengan ruang luar (dinding
eksterior), yaitu lubang atas (ventilasi
atas), lubang tengah (jendela) dan lubang
bawah (ventilasi bawah). Lubang atas akan
melepaskan udara panas yang biasa
terjebak di atas. Lubang bawah untuk
melepaskan udara lembab yang biasa
terjebak di bagian bawah ruang (Satwiko,
2009).
Untuk menurunkan temperatur dalam
ruang dapat melakukan hal-hal sebagai
berikut:
2.3 Ruang Rawat Inap RS STIKES
AISYAH Klaten
RS Stikes Aisyah Klaten merupakan
rumah
sakit
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
dan
menyelenggarakan
pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat, dan berusaha untuk melayani
seluruh masyarakat. Ruang rawat inap RS
Stikes Aisyah Klaten dibagi menjadi 4 kelas,
yaitu kelas VIP, kelas I, kelas II dan kelas III.
1. Penggunaan alat bantu penyejuk udara
seperti kipas angin yang sesuai dengan luas
ruangan dapat membantu menurunkan
suhu ruang. Aliran angin berfungsi untuk
mendinginkan suhu suatu area yang
terkena hembusannya (Tuhari, 2014).
2. Penghawaan
mekanis
dengan
menggunakan exhaust fan, dipasang pada
ketinggian minimal 2.00 m di atas lantai
atau minimal 0.20 m dari langi-langit
(Direktorat Jenderal PPM & PL, 1993).
3. Menciptakan lingkungan yang lebih sejuk
menggunakan efek psikologis. Warnawarna sejuk dan alami, bunyi-bunyi yang
tidak terlalu bising dan alami dapat
1471
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
temperatur, kelembaban, kecepatan angin,
radiasi matahari dan awan yang muncul.
Langkah selanjutnya adalah menentukan
ruang rawat inap yang akan diteliti, sebagai
berikut:
1.
Ruang VIP
Ruang rawat inap kelas VIP memiliki
luas 22.5 m2 dan tinggi plafond 5.5 m. Ruang
VIP dilengkapi dengan 1 tempat tidur dan
kamar mandi. Jendela menghadap utara
dengan lebar 180 cm dan tinggi 150 cm.
Dinding yang langsung berbatasan dengan
lingkungan
luar
dan
kamar
mandi
menggunakan
material
bata
merah.
Sedangkan untuk dinding yang memisahkan
antar ruangan menggunakan material papan
gypsum.
Gambar 2. Site Plan
(Dokumentasi RS STIKES AISYAH Klaten,
2016)
Gambar 4. Denah dan Potongan Ruang VIP A
(Dokumentasi RS Stikes Aisyah Klaten, 2016)
Gambar 3. Denah Lantai 1
(Dokumentasi RS Stikes Aisyah Klaten, 2016)
3.
2.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian dilakukan dengan
menggunakan software Ecotect untuk
membantu
menganalisa
desain
guna
memperoleh nilai temperatur yang akan
dibandingkan dengan standard termal yang
ada. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan nilai performa termal dari
desain ruang rawat inap RS Stikes Aisyah
Klaten. Langkah yang harus dilakukan dengan
software Ecotect, terlebih dahulu harus
memasukkan data iklim. Terdapat 3 data iklim
dan lokasi yang terdapat pada software, yaitu
Bangkok Thailand, Kuala Lumpur Malaysia
dan Jakarta Indonesia. Data iklim yang
digunakan pada simulasi ini adalah data iklim
lokasi Jakarta Indonesia karena lebih dekat
dengan rencana lokasi pembangunan RS
Stikes Aisyah Klaten. Data iklim mencakup
Ruang Kelas I
Ruang rawat inap kelas I memiliki luas
lantai 28.5 m2. Terdapat satu tempat tidur,
kamar mandi dan jendela yang menghadap
selatan dan utara. Kedua jendela tersebut
memiliki ukuran yang sama yaitu lebar 150
cm dan tinggi 150 cm. Jarak dari lantai ke
plafond adalah 3.7 m. Dinding yang langsung
berbatasan dengan lingkungan luar dan kamar
mandi menggunakan material bata merah.
Sedangkan untuk dinding yang memisahkan
antar ruangan menggunakan material papan
gypsum.
1472
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Gambar 7. Denah dan Potongan Ruang Rawat
Inap Kelas II A
(Dokumentasi RS Stikes Aisyah Klaten, 2016)
Gambar 5. Denah Ruang Rawat Inap Kelas
IA
(Dokumentasi RS Stikes Aisyah Klaten, 2016)
4. Ruang Kelas III
Ruang rawat inap kelas III memiliki luas
lantai 10 m2 dengan 2 tempat tidur. Untuk
desain ruang rawat inap kelas III C terdapat
satu jendela yang menghadap barat dengan
lebar 90 cm dan tinggi 150 cm. Jarak dari
lantai ke plafond adalah 3.7 m. Dinding yang
langsung berbatasan dengan lingkungan luar
dan kamar mandi menggunakan material bata
merah. Sedangkan untuk dinding yang
memisahkan antar ruangan menggunakan
material papan gypsum.
Gambar 6. Potongan Ruang Rawat Inap Kelas
IA
(Dokumentasi RS Stikes Aisyah Klaten, 2016)
3.
Ruang Kelas II
Ruang rawat inap kelas II memiliki luas
lantai 30 m2 dengan 2 tempat tidur dan satu
kamar mandi. Terdapat 2 jendela yang terletak
di samping setiap tempat tidur. Jendela
tersebut menghadap utara dengan lebar 90 cm
dan tinggi 150 cm. Jarak dari lantai ke plafond
adalah 3.7 m. Dinding yang langsung
berbatasan dengan lingkungan luar dan kamar
mandi menggunakan material bata merah.
Sedangkan untuk dinding yang memisahkan
antar ruangan menggunakan material papan
gypsum.
Gambar 8. Denah dan Potongan Ruang Rawat
Inap Kelas III C
(Dokumentasi RS Stikes Aisyah Klaten, 2016)
Untuk desain ruang rawat inap kelas III J
tidak terdapat jendela, karena tidak
berhubungan langsung dengan lingkungan
luar. Jarak dari lantai ke plafond adalah 3.7 m.
Material dinding yang digunakan adalah
papan gypsum.
1473
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
mendapatkan nilai performa temperatur setiap
ruangan.
4.
Gambar 9. Denah dan Potongan Ruang Rawat
Inap Kelas III J
(Dokumentasi RS Stikes Aisyah Klaten, 2016)
Ruang rawat inap yang diteliti kemudian
dibuat model 3D sebelum disimulasikan.
Pembuatan model ruang meliputi dinding,
lantai, plafond jendela dan pintu.
Gambar10. Pembuatan Model
(Dokumentasi Penulis, 2016)
Dalam simulasi ini, material dinding
yang digunakan adalah bata merah dengan
finishing plester dan cat untuk dinding yang
berbatasan langsung dengan lingkungan luar
dan kamar mandi. Sedangkan untuk dinding
penyekat ruang menggunakan material
gypsum. Material plafond menggunakan
papan
gypsum
dan
material
lantai
menggunakan keramik. Material kusen dan
daun pintu menggunakan kayu. Material kaca
jendela menggunakan kaca standar. Input
material dalam simulasi ini dilakukan sedapat
mungkin agar menyesuaikan dengan kondisi
aslinya.
Parameter simulasi yaitu mencari hasil
dan nyaman termal ruangan (Thermal
Comfort) dari model. Simulasi termal
merupakan simulasi terhadap pengaruh panas
yang diserap bangunan, baik pada ruang
interior maupun eksterior. Setelah simulasi
dilakukan dan ditemukan nilai kenyamanan
termal pada model, selanjutnya dilakukan
perbandingan dengan standar untuk dapat
mengetahui efektivitas desain ruang.
Data yang diperoleh dari hasil simulasi
kemudian diolah dan dianalisa untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Simulasi Temperatur
Dalam hasil penelitian akan ditampilkan
perbandingan antara hasil simulasi desain
dengan
standar
performa
temperatur.
Perbandingan tersebut memiliki tujuan untuk
mengetahui pengaruh desain ruang rawat inap
terhadap performa temperatur di dalam ruang.
Pada simulasi ini mencari kenyaman
termal ruang bangunan (thermal comfort).
Simulasi dilakukan dengan memotong model
ruangan secara melintang di daerah aktivitas
manusia (living zone) yaitu pada ketinggian
120 cm dari lantai. Hasil simulasi ditampilkan
berupa gambar visual kondisi suhu ruangan
pada saat eksperimen. Gambaran berupa
visual spektrum kontur warna dengan nilai
suhu pada titik titik tertentu dan suhu rata-rata
ruang pada ketinggian 120 cm dari lantai
(Gambar 11). Simulasi dilakukan dengan
waktu pengukuran pada tanggal 22 Juni pukul
12.00 WIB. Pada waktu tersebut biasa terjadi
musim kemarau di mana curah hujan rendah
dan temperatur udara tinggi.
Setelah
melakukan
simulasi
potongan
secara
melintang, dilakukan simulasi pengukuran
temperatur ruang dalam satu hari.
1474
Gambar 11. Hasil Simulasi Ecotect Ruang
Rawat Inap VIP A
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016)
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
4.1.2. Ruang Rawat Inap Kelas I A
Hasil simulasi thermal comfort
menunjukkan ruang rawat inap kelas I A
memiliki temperatur rata-rata 31.15°C.
Gambar 44. Grafik Temperatur Perjam Harian
Ruang Rawat Inap Kelas I A
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016)
Gambar 12. Situasi Harian Jakarta
Tanggal 22 Juni
(Sumber: Weather Data File Jakarta Indonesia,
2016)
4.1.1. Ruang Rawat Inap VIP A
Hasil simulasi thermal comfort
menunjukkan ruang rawat inap VIP A
memiliki temperatur rata-rata 31.18 oC. Hasil
simulasi temperatur ruang dalam satu hari
berupa grafik temperatur termal yang nyaman
ditunjukkan pada zona warna putih (Gambar
12).
Grafik di atas menunjukkan hasil
simulasi tidak memiliki amplitudo yang besar.
Kenaikan temperatur ruangan terjadi pada
pukul 10.00. Temperatur tertinggi dalam satu
hari terjadi pada pukul 15.00. Ruang rawat
inap kelas I A merupakan ruang rawat inap
yang mengalami penurunan temperatur lebih
awal dibandingkan ruang rawat inap lain.
Sehingga suhu rata-rata dalam satu hari relatif
lebih rendah dibandingkan ruang rawat inap
lain.
4.1.3. Ruang Rawat Inap Kelas II A
Hasil simulasi thermal comfort
menunjukkan ruang rawat inap kelas II A
memiliki temperatur rata-rata 31.37°C.
Gambar 13. Temperatur Perjam Harian Ruang
Rawat Inap VIP A
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016)
Grafik di atas menunjukkan ruangan
memiliki suhu di atas standar termal yang
nyaman.
Temperatur
ruangan
mulai
mengalami kenaikan pada pukul 10.00 dan
temperatur tertinggi dalam satu hari terjadi
pada pukul 17.00 dan 19.00. Naiknya
temperatur ruang disebabkan temperatur di
luar ruangan mengalami kenaikan cukup
signifikan disertai kecepatan angin yang
rendah. Hal ini dapat disebabkan karena
hanya terdapat satu bukaan yang berfungsi
sebagai jendela, sehingga tidak terdapat aliran
udara yang mencukupi di dalam ruang.
Gambar 55. Grafik Temperatur Perjam Harian
Ruang Rawat Inap Kelas II A
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016)
Grafik di atas menunjukkan hasil
simulasi tidak memiliki amplitudo yang besar.
Kenaikan temperatur ruangan terjadi pada
pukul 10.00. temperatur tertinggi dalam satu
hari terjadi pada pukul 17.00. Meskipun
memiliki desain ruangan yang hampir sama
dengan ruang VIP A, tetapi temperatur
diruang rawat inap kelas II A memiliki
temperatrur yang lebih tinggi 0.19°C. Hal ini
dapat disebabkan ruang rawat inap kelas II A
1475
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
memiliki plafon yang lebih rendah dari pada
ruang rawat inap VIP A.
4.1.4. Ruang Rawat Inap Kelas III C
Hasil simulasi thermal comfort
menunjukkan ruang rawat inap kelas III C
memiliki temperatur rata-rata 30.98°C.
UAD, Yogyakarta
4.2 Pembahasan
Dari kelima desain ruang rawat inap yang
telah disimulasikan didapat hasil temperatur
rata-rata ruang sebagai berikut:
Gambar 66. Grafik Temperatur Perjam Harian
Ruang Rawat Inap Kela III C
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016)
Grafik di atas menunjukkan temperatur
ruangan tidak mengalami kenaikan yang
signifikan. Kenaikan temperatur ruangan
terjadi pada pukul 11.00. Temperatur tertinggi
dalam satu hari terjadi pada pukul 19.00.
Ruang rawat inap kelas III C merupakan
ruang rawat inap dengan temperatur rata-rata
terendah.
4.1.5. Ruang Rawat Inap Kelas III J
Hasil simulasi thermal comfort
menunjukkan ruang rawat inap kelas III J
memiliki temperatur rata-rata 31.84°C.
Gambar 77. Grafik Temperatur Perjam
Harianl Ruang Rawat Inap Kelas III J
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016)
Grafik di atas menunjukkan temperatur
ruangan tidak mengalami kenaikan yang
signifikan. Kenaikan temperatur ruangan
terjadi pada pukul 11.00. Temperatur tertinggi
dalam satu hari terjadi pada pukul 19.00.
Ruang rawat inap kelas III J merupakan ruang
rawat inap dengan temperatur rata rata
tertinggi.
Gambar 18. Grafik Temperatur Rata-rata Satu
Hari
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016)
Dari grafik di atas dapat diketahui ketiga
ruang rawat inap yaitu VIP A, kelas I A dan II
A memiliki temperatur yang relatif sama.
Ruang rawat inap kelas III J memiliki
temperatur paling tinggi, sedangkan ruang
rawat inap kelas III C memiliki temperatur
paling rendah dibandingkan dengan ruang
rawat inap lain.
Temperatur ruang yang relatif sama pada
ruang rawat inap VIP A, kelas I A dan kelas II
A dapat disebabkan ketiga ruangan memiliki
desain yang tidak jauh berbeda. Ketiganya
terletak di tepi bangunan dengan luas
bangunan yang hampir sama.
Tingginya temperatur di ruang rawat inap
kelas III J dapat disebabkan desain ruangan
yang tidak memiliki bukaan selain pintu.
Sehingga tidak terjadi aliran udara di dalam
ruangan. Angin yang masuk dari pintu akan
terjebak di dalam ruangan. Tanpa adanya
aliran udara yang melintasi ruangan akan
membuat tingkat kelembaban di dalam
ruangan semakin tinggi. Udara panas yang
menembus dinding akan terperangkap dan
berkumpul di dalam ruangan. Hal – hal
tersebut menyebabkan temperatur di dalam
ruangan semakin tinggi. Faktor lain seperti
aktivitas manusia di dalam ruangan akan
mempengaruhi temperatur di dalam ruangan
menjadi lebih tinggi. Pendinginan temperatur
1476
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
di dalam ruangan dilakukan secara alami yaitu
saat temperatur di luar ruangan sudah mulai
menurun. Hal tersebut yang menyebabkan
temperatur tertinggi di dalam ruang terjadi
pada malam hari.
Rendahnya temperatur di ruang rawat
inap kelas III C dapat dikarenakan luas
ruangan yang tidak terlalu besar, dan
dilengkapi dengan bukaan. Selain itu letak
ruang yang berada di ujung koridor membuat
ruang ini mendapat pasokan angin sejuk dari
koridor. Perbedaan tekanan di dalam ruang
membuat angin sejuk mendorong udara panas
keluar dari dalam ruangan, sehingga kenaikan
temperatur
di
dalam
ruang
dapat
diminimalisasi. Luas ruangan yang tidak
terlalu besar, membuat pasokan udara sejuk
dari koridor dapat terdistribusi secara merata
ke dalam ruang. Selain itu proses pendinginan
ruang oleh temperatur lingkungan luar terjadi
lebih cepat karena volume ruangan yang kecil.
Dari hasil simulasi temperatur ruang
rawat inap perjam didapat data sebagai
berikut:
Gambar 198. Grafik Temperatur Ruang Rawat
Inap Perjam
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016)
Grafik di atas menunjukkan temperatur
ruang rawat inap pada pukul 11.00, 15.00 dan
19.00 serta temperatur operatif nyaman ratarata Pulau Jawa sebagai pembanding. Diambil
pukul tersebut karena rata-rata ruang rawat
inap mengalami kenaikan temperatur pada
pukul 11.00 dan mencapai temperatur
tertinggi pada pukul 19.00. Dari grafik di atas,
dapat dilihat bahwa semua ruang rawat inap
memiliki
temperatur
lebih
tinggi
UAD, Yogyakarta
dibandingkan suhu operatif nyaman rata-rata
Pulau Jawa.
Dilihat dari grafik di atas hampir semua
ruang rawat inap mengalami kenaikan
temperatur setiap pukul, kecuali ruang rawat
inap kelas I A. Saat temperatur diluar ruangan
mulai trun, temperatur di dalam ruang juga
mulai menurun. Hal ini dapat disebabkan
desain ruang rawat inap kelas I A memiliki 2
bukaan
yang
bersebrangan
yang
memungkinkan terjadinya ventilasi silang
(cross
ventilation).
Hal
ini
dapat
menyebabkan udara panas yang masuk
kedalam ruangan bisa segera dikeluarkan dan
diganti dengan udara baru. Sehingga
penurunan temperatur di dalam ruang terjadi
lebih cepat dan kenaikan temperatur di dalam
ruangan dapat diminimalisasi.
Desain bukaan ruang rawat inap kelas I A
memiliki luas yang sama tetapi memiliki
perbedaan ketinggian. Di satu sisi memiliki
ketinggan 60 cm dari lantai, disisi lain
ruangan memiliki ketinggian 100 cm dari
lantai. Perbedaan ketinggian akan lebih
memudahkan udara untuk mengalir.
Desain ruang rawat inap lain memiliki
bukaan berupa pintu dan jendela yang
letaknya berseberangan. Fungsi pintu yang
menuntut tidak selalu terbuka, menyebabkan
udara panas yang masuk ke dalam ruangan
melalui jendela tidak dapat dikeluarkan
dengan maksimal. Sehingga menyebabkan
temperatur di dalam ruangan semakin tinggi
dan penurunan temperatur di dalam ruangan
melambat. Saat temperatur di luar ruangan
mengalami penurunan, temperatur di dalam
ruangan masih berisi udara panas yang
terkumpul.
5.
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari proses penelitian dapat disimpulkan
bahwa:
1. Semua desain ruang rawat inap yang
diteliti memiliki suhu di atas standar
temperatur nyaman rata-rata dan batas
nyaman Pulau Jawa yaitu 26.7°C.
2. Sisi ruang rawat inap yang berbatasan
dengan lingkungan luar memiliki suhu
yang lebih rendah dibandingkan sisi ruang
1477
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
yang berbatasan dengan koridor ataupun
ruang lain.
3. Temperatur di dalam ruang rawat inap
dipengaruhi luas bukaan, letak bukaan,
pasokan udara yang masuk ke dalam ruang
dan temperatur di luar ruangan.
4. Untuk meningkatkan performa temperatur
dalam ruang dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. Menambahkan
bukaan
agar
memungkinkan terjadinya ventilasi
silang di dalam ruangan.
b. Membuat secondary skin untuk
mereduksi cahaya matahari yang masuk
kedalam bangunan.
c. Menanam vegetasi di sekeliling
bangunan.
Vegetasi
dapat
mendinginkan udara yang akan masuk
ke dalam bangunan. Bayang-bayang
dari vegetasi dapat melindungi dinding
dari sinar matahari secara langsung.
d. Menggunakan green wall, sehingga
panas yang mengenai dinding eksterior
dapat direduksi vegetasi pada green
wall.
Gambar 219. Solusi Desain Ruang Rawat
Inap Kelas III J
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016)
Solusi
desain secara khusus
untuk
menurunkan temperatur ruang rawat inap
kelas III J dilakukan dengan menambahkan 7
bukaan, yaitu: 3 bukaan dengan ukuran 100 x
50 cm diletakkan pada ketinggian 3 m dari
lantai, sedangkan 4 bukaan dengan ukuran 50
x 50 cm diletakkan pada ketinggian 25 cm
dari lantai. Kedua jenis bukaan dipasang pada
dinding yang berseberangan, sehingga
memungkinkan terjadinya ventilasi silang.
Dengan desain tersebut, suhu ruangan yang
awalnya 31.84°C dapat diturunkan sebesar
0.36°C menjadi 31.48°C.
UAD, Yogyakarta
5.2 Rekomendasi Penelitian
Melalui
penelitian
ini,
penulis
memberikan beberapa saran penelitian yaitu:
1. Penelitian lanjutan dapat dilakukan pada
fokus dan lokus yang sama seperti aliran
udara, radiasi matahari atau kelembaban
udara.
2. Input data iklim dapat dilakukan sesuai
iklim site yang diteliti.
3. Penggunaan hasil penelitian ini dapat
diterapkan dengan pertimbangan dasar
secara metodologi dan tujuan yang ingin
dicapai. Bukan hanya memanfaatkan
simulasi sebagai alat bantu, melainkan
mampu mengombinasikan berbagai media
dan memanfaatkannya
menjadi alat
pengambil keputusan yang terpercaya
dengan data faktual yang komprehensif.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Amida,
A. D. (2016, Desember 15).
Medicalogy.
Retrieved
from
https://www.medicalogy.com/blog/sta
ndar-kelembapan-udara-yang-baikbagi-kesehatan/
An-Nafi, A. F. (2009). Pengaruh Kenyamanan
Lingkungan Fisik Ruang Rawat Inap
Kelas III Terhadap Kepuasan Pasien
Di Kustati Surakarta. Program
Diploma Kesehatan Kerja Fakultas
Kedokteran
Universitas
Sebelas
Maret.
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik
dan Sarana Kesehatan Direktorat Bina
Upaya Kesehatan. (2012). Pedoman
Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang
Rawat Inap. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
(2013). Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Direktorat
Jenderal
Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana
Kesehatan. (2012). Pedoman Teknis
Prasarana Sistem Tata Udara Pada
Bangunan Rumah Sakit. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
1478
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Direktorat Jenderal PPM & PL. (1993).
Persyaratan Petunjuk Teknis Tata
Cara Penyehatan Lingkungan Rumah
Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Ikhsanudin, K. (2016). Efektivitas Styrofoam
Sebagai Material Peredam Panas Pada
Dinding, Simulasi Menggunakan
Program Ecotect Analysis. Fakultas
Teknik Prodi Arsitektur Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
M. Tahir Abdullah, B. A. (n.d.). Lingkungan
Fisik dan Angka Kuman Udara
Ruangan di Rumah Sakit Umum Haji
Makassar,
Sulawaesi
Selatan.
Makassar:
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Satwiko, P. (2009). Fisika Bangunan.
Yogyakarta: ANDI.
Tuhari. (2014). Pengembangan Model Sistem
Ventilasi Ruang Gambar Dengan
CFD, Studi Kasus: Ruang Gambar
Basement SMK Negeri 2 Wonosari.
Yogyakarta: Program Studi Magister
Teknik
Arsitektur
Program
Pascasarjana Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
1479
UAD, Yogyakarta
Download