BAB I PENDAHULUAN - Perpustakaan Universitas Indonesia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Ketika sebuah negara masih mengalami kegagalan dalam melakukan
pembangunan ekonominya sesuai yang diharapkan , maka menjadi sangat perlu
untuk melakukan benchmarking dengan negara-negara yang semodel atau
setidaknya paling memiliki kemungkinan untuk dijadikan prototipe karena
memiliki jejak dan konsep yang jelas dalam melakukan strategi pembangunan
ekonominya dan dapat dibuktikan secara empiris.
Pesatnya angka pertumbuhan pembangunan ekonomi diberbagai kawasan
regionalisme di dunia, berdasarkan data yang dikelola Bank Dunia1 dapat dilihat
melalui pertumbuhan rata-rata GNP perkapita sejak tahun 1965-1990 dimana
regional Asia Timur memiliki angka pertumbuhan tertinggi sebesar 5,5 persen,
disusul kelompok Negara OECD 2,5 persen, Asia Selatan 2 persen, Timur
tengah dan Mediterania 1,9 persen, Amerika Latin dan Karibia 1,8 persen, Subsahara Afrika 0,3 persen, atas prestasinya tersebut disebut dunia menyebutnya
sebagai keajaiban Asia Timur 2 (The East Asia Miracle).
Selanjutnya
dari
data
laporan
bank
dunia
tahun
19943
tentang
perbandingan pertumbuhan ekonomi antar regional negara-negara berkembang
memberikan fenomena bahwa agregat pertumbuhan pembangunan ekonomi
oleh kelompok negara industri baru (Newly Industrializing Countries) atau
1
Ankie Hoogvelt, 1997. Globalization and the Postcolonial World, The New Political
Economy of Development. hal.202.The John Hopkins University Press
2
OECD:Organization for Economic Cooperation and Development, organisasi ini
beranggotakan 20 negara yang berasal dari kawasan Eropa dan Amerika Utara dengan
tujuan membantu pertumbuhan ekonomi para negara anggotanya melalui promosi
kerjasama dan teknis analisa mengenai tren ekonomi nasional maupun internasional
(Michael P Todaro, 1992. Economic for a Developing World, An Introduction to Principles,
Problems and Policies for development. hal. 500. England:Longman London and New
York)
3
Anna K Dickson, 1995. Development and International Relations. hal. 55.
Cambridge:Polite Press.
1
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
disingkat dengan NICs
4
di kawasan Asia Timur yang terdiri dari Taiwan, Korea
Selatan, Hongkong dan Singapura ternyata sangat fantastis bila dibandingkan
dengan regional lainnya,
yaitu pada tahun 1980-1992 telah terjadi angka
pertumbuhan ekonomi pada kelompok NICs di Asia Timur sebesar 6,2 persen
disaat yang sama di regional Amerika Latin dan Karibia hanya terjadi
pertumbuhan -0,2 persen sedangkan regional Sub-sahara Afrika kondisinya lebih
rendah lagi yaitu -0,8 persen.
Keberhasilan pembangunan proses industrialisasi yang pesat pada
kelompok NICs di Asia Timur telah melahirkan teori baru yaitu negara
pembangunan (The Developmental State)5 sebagai antitesis terhadap teori neoliberal ortodok, berdasar paradigma baru tersebut disebutkan bahwa peran
negara
sentral
(Jepang)
memainkan
peran
sentral
dalam
kontribusi
pembangunan ekonomi negara pinggiran yang sekarang menjadi kelompok
NICs, dengan demikian pembahasan sekitar pembangunan ekonomi Asia Timur
berarti juga akan menjadi pembuktian bahwa dengan menggunakan paradigma
baru dari teori tersebut akan mampu menjadikan kelompok NICs sebagai
prototipe bagi negara berkembang lainnya.
Dilihat dari sisi historisnya yaitu dilihat dari proses pembentukan
industrialisasi, budaya dan geo-politik kelompok NICs banyak dipengaruhi oleh
faktor negara Jepang (negara sentral) yang terlebih dahulu mengalami
kemajuan. Untuk proses industrialisasi apabila dilihat dari banyaknya transaksi
modal investasi langsung Jepang yang di investasikan6, Korea Selatan sebanyak
581 transaksi, Taiwan sebanyak 426 transaksi, Singapura 121 transaksi dan
Hong Kong 97 transaksi. Sedangkan dari jumlah besarnya angka investasi yang
diterima Korea Selatan menerima hampir tiga kali lipat dengan yang diterima
Taiwan. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi di kelompok NICs banyak juga
dipengaruhi oleh kesamaan nilai budaya Confucian yang sebenarnya merupakan
nilai-nilai yang bersifat universal yang dapat diterapkan di negara manapun.
4
Helen Hughes,1992. Keberhasilan Industrialisasi di Asia Timur. hal 5. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama .
5
Robert Gilpin, Jean M Gilpin, 2001.Global Political Economy Understanding the
International Economic Order. hal.316. New Jersey:Princetoon University Press
6
Kunio Yoshihara, 1978.Japanese Investment in Southeast Asia. hal. 27.Tokyo:The
Center for Southeast Asia Studies
2
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Sedangkan secara geo-politik karena posisi geografisnya sebagai negara
kepulauan pada akhirnya melahirkan kepentingan strategis bagi Jepang dan
Amerika, selaku negara kolonial kelompok NICs dijadikan sebagai kekuatan
untuk membendung pengaruh ideologi komunis.
Adanya keberhasilan strategi
proses internasionalisasi produk hasil
manufaktur lokal, pemilihan kebijakan industri yang berorientasi ekspor (outwardlooking) merupakan jawaban atas ketebatasan sumberdaya alam pada kelompok
NICs seperti Taiwan dan Korea Selatan telah membawa hasil, Korea Selatan
setelah 30 tahun membenahi industri strategisnya terbukti berhasil membuat
produk hasil manufakturnya menjadi produk global seperti produk LG, Samsung,
Hyundai, Kia, begitupun dengan Taiwan yang dinilai sebagai negara pemasok
teknologi elektronik berteknologi tinggi yang hampir dipasang di setiap produk
global seperti: Produk Microchips, Semiconductors Komputer Acer, Sepeda
Giant, Mesin Jahit, industri agro industri, industri perkakas dan permesinan,
kondisi tersebut banyak didukung karena faktor strategi dan campur tangan dari
aktor negara.
Dari data dan fakta tersebut cukup memberikan penjelasan bahwa dilihat
dari sisi pertumbuhan ekonomi kawasan, Asia Timur mempunyai catatan
keberhasilan yang menarik untuk dipelajari bahkan berkat berbagai peran dan
signifikansi dari kekuatan kelompok NICs terhadap kawasan regional Asia Timur
dan Asia Tenggara, pada tahun 1990-an, para agensi donor internasional utama
dan institusi keuangan multilateral memberikan julukan baru sebagai Sang Naga
(The Dragons) / Macan Asia (The Asian Tigers) atau Geng Empat (The Gang of
Four) sebagai sebutan lain dari NICs.
I.2. Pokok Permasalahan
Setelah melakukan analisa secara mendalam terhadap karakter dari ke
empat negara di kelompok NICs yaitu Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong dan
Singapura, maka dalam tesis ini pokok pembahasan masalahnya hanya dipilih
dua negara yaitu Taiwan dan Korea Selatan, dengan demikian akan memiliki
ruang lingkup penelitian yang lebih fokus, adapun dasar pertimbangan yang
3
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
digunakan peneliti dalam memilih hanya pada dua negara, semata didasarkan
pada perspektif :
- Kedua negara paling layak disebut sebagai generasi pertama Macan
Asia7 karena memiliki kemiripan dalam proses pembangunan ekonomipolitik internasionalnya yaitu pembangunan yang dimulai dari penataan
ekonomi pedesaan hingga pemilihan industri strategis yang mampu
mendatangkan devisa sehingga mampu sejajar dengan negara maju
seperti sekarang ini.
- Kedua negara memiliki keaslian nilai atau konsep dalam melakukan
pembangunan ekonomi-politik internasionalnya yang berlaku secara
universal sehingga dapat dijadikan prototipe bagi negara lain.
- Resistensi terhadap krisis keuangan internasional, tahun 1997 terjadi
krisis keuangan yang melanda Asia, dimulai dari kejatuahan nilai tukar
mata uang Bath Thailand hingga 49 persen per oktober 1997 hingga
runtuhnya keuangan industri keuangan di Asia Timur.8 Namun Taiwan
merupakan negara yang paling memiliki resistensi terhadap dampak krisis
tersebut, faktornya adalah karena kuatnya ekonomi riil rakyatnya. Korea
Selatan walaupun mengalami dampak yang berat dari krisis keuangan
tersebut tetapi sukses memobilisasi kekuatan negaranya sehingga secara
cepat dapat bangkit kembali.
- Signifikansi laju pertumbuhan volume ekspor, akhir dasawarsa 1960-an
telah terjadi penurunan porsi kesempatan kerja di sektor pertanian
sebagai dampak dari proses industrialisasi yang massif di kawasan.
Sadar akan proses transformasi tersebut Taiwan dan Korea Selatan
adalah negara yang telah mempersiapkan gran disain terhadap
pembangunan industrialisasinya sehingga berhasil menikmati hasil dari
pilihan kebijakannya yaitu industri berorientasi ekspor (outward-looking
policy) yang telah disepakatinya sebagai jawaban atas tidak dimilikinya
faktor sumber daya melimpah (resources endowment factor). Berkat
7
Jan Kniper Black, 1999. Development in Theory and Practice, Paradigm and Paradoxes
nd
(2 ed). hal.96. United States of America : Westview Press
8
Jan Kniper Black, 1999. op.cit. hal.99.
4
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
kebijakan tersebut, pada tahun 1960-1982 laju pertumbuhan volume
ekspor barang manufaktur Taiwan dan Korea Selatan mencapai angka
tertinggi9 yaitu 24,4 persen dan 38,3 persen dibandingkan Hong Kong
yang hanya 11,7 persen dan Singapura 12,1 sisanya menyebar lebih
rendah di negara-negara Asia Tenggara, sedangkan untuk nilai total
ekspor Taiwan dan Korea Selatan menguasai nilai tertinggi 17,5 persen
dan 26,4 persen dibandingkan Hong Kong 9,8 persen dan Singapura 7,3
persen, sisanya menyebar lebih rendah kepada Negara-negara Asia
Tenggara
Selanjutnya, agar penelitian ini mempunyai manfaat yang lebih mendalam
maka dalam tesis ini dilakukan pembatasan terhadap yang dimaksud dengan
negara kawasan Asia Tenggara yaitu dengan mengkhususkan kepada
Indonesia, Kawasan Asia Tenggara hanya dijadikan kajian dalam konteks
sebagai kawasan regional yang terdekat dan paling memiliki kemiripan dengan
Asia Timur. Dengan demikian Indonesia diharapkan dapat mengambil pelajaran
dari proses tahapan pembangunan ekonomi dari Taiwan dan Korea Selatan,
walaupun demikian penting untuk disepakati bahwa faktor – faktor yang
membawa keberhasilan Taiwan dan Korea Selatan sesungguhnya merupakan
nilai universal yang tidak diharamkan untuk dijadikan prototipe oleh negara
manapun dimuka bumi ini.
Tahapan berikutnya adalah melakukan analisa terhadap faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi proses keberhasilan dari pembangunan ekonomi
disertai aspek politik internasional di Taiwan dan Korea Selatan.
Pada akhirnya tesis ini memunculkan pertanyaan : Mengapa fenomena
keberhasilan negara industri baru (NICs) dapat dijadikan prototipe bagi
pembangunan ekonomi di Asia Tenggara ?
9
World Bank, 1984. Worlds Development Report.
5
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
I.3. Signifikansi Penelitian
Signifikansi dari penelitian ini adalah :
A. Keberhasilan pembangunan ekonomi Taiwan dan Korea Selatan adalah
sebuah prototipe sukses. Selayaknya bagi negara-negara Asia Tenggara
yang masih belum berhasil mengejar kesetaraannya dengan negara
sentral
khususnya
Indonesia
seharusnya
sudah
tidak
perlu
lagi
menghabiskan energi dan waktu dengan terus berdebat mencari konsep
pembangunan. Prototipe nya sudah tersedia bahkan bisa belajar dari sisi
kegagalannya sekaligus, terlebih lagi khusus Indonesia telah memiliki
modal yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara
lainnya yaitu faktor berkah sumberdaya alam yang melimpah (resources
endowment factor) sehingga hasilnya nanti akan dapat dipastikan lebih
baik
B. Memberikan fakta bahwa selama pembangunan ekonomi suatu bangsa
belum mencapai titik kesetaraan dengan negara sentral maka semua
kebijakan tidak bisa dilepas kepada aktor non-negara karena mereka
memiliki logika kepentingan yang berbeda tetapi harus dikendalikan
langsung oleh aktor negara melalui figur kepemimpinan yang kuat,
dibarengi
dengan
berkesinambungan.
adanya
Taiwan
gran
dan
desain
Korea
yang
Selatan
terukur
telah
dan
berhasil
membuktikan.
I.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Dengan memilih landasan teori ilmu hubungan internasional yang lebih
”membumi” akan dapat dijadikan sebagai alat kerangka berpikir, yang
sistematis dan tepat dalam menganalisa lurus atau tidaknya suatu proses
pembangunan ekonomi-politik internasional suatu bangsa ditengah
dinamika pembanguna yang semakin mengglobal khususnya untuk
Indonesia.
6
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
2. Memberi inspirasi tentang berbagai faktor yang mampu menghantarkan
Taiwan dan Korea Selatan yang notabene sebagai negara yang serba
terbatas dengan sumberdaya alam pada akhirnya mampu mengejar
kesetaraan dengan negara sentral yang terlebih dahulu maju bahkan
melebihinya.
I.5. Kerangka Teori
Dilihat dari rentang perjalanan proses pembangunan ekonomi-politik
internasional yang dilakukan oleh negara-negara dunia ketiga dalam rangka
mengejar kesetaraan dengan negara sentral yang sudah maju terlebih dahulu,
menurut Michael P. Todaro dalam bukunya Economic Development in the Third
Wold terdapat tiga kategori teori utama yang dapat digunakan dan telah terbukti
sukses di berbagai negara di dunia sehingga sukses menjadi negara maju
seperti dewasa ini10, yaitu dengan menggunakan teori pertumbuhan ekonomi
tahapan linier, teori neo-klasik dan teori internasional dependensi.
Didalam tesis ini peneliti hanya memakai dua teori utama yaitu :
1. Teori pertumbuhan ekonomi tahapan linier.
Tokoh Sentral dari teori ini adalah, Walth W. Rostow11, dikatakan bahwa
terdapat lima tahapan proses pembangunan menuju negara maju :
A. Masyarakat tradisional, yang bertumpu pada pertanian sebagai
industri utamanya dengan produktivitas yang rendah.
B. Pra kondisi tinggal landas, yaitu suatu kondisi yang didorong oleh
adanya pertumbuhan ekonomi dan sosial sehingga terjadi adanya
transfer teknologi. Pertumbuhan tersebut di pacu oleh adanya
konsensus politik oleh kemampuan aktor negara untuk melakukan
tata kelola pertumbuhan ekonominya.
C. Tinggal Landas, fase ini merupakan kunci dari proses modernisasi
dan angka pertumbuhan ekonomi telah stabil, ditandai dengan
10
Michael P.Todaro, 1985. Economic Development in the Third World (3rd Ed) . hal.62.
New York: Longman New York & London.
11
Anna K Dickson, 1995. op.cit. hal.35.
7
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
naiknya angka capital investment, masuk dalam kategori Newly
Industrializing Countries (NICs), melakukan modernisasi sehingga
menghasilkan industri pertanian yang semakin kompetitif.
D. Modernisasi ekonomi, tahapan ini ditandai dengan dilakukannya
modernisasi di semua faktor ekonomi melalui penggunaan teknologi
baru.
E. Masyarakat konsumsi tinggi, merupakan fase akhir dimana ditandai
dengan dua hal yaitu : Pertama, telah terpenuhinya kebutuhan dasar
sehingga beralih kepada terpenuhinya kebutuhan keamanan dan
kesejahteraan. Kedua, meningkatnya anggaran belanja sektor militer.
Tahapan konsep pembangunan tersebut dikenal sebagai model Rostow
(Rostow’s Model). Kerangka ini akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana
proses tahapan-tahapan awal penting dari pembangunan ekonomi di Taiwan
yang dimulai dengan konsep Global Village serta reformasi lahan sedangkan di
Korea Selatan dimulai dengan konsep Saemaul Undong dan reformasi lahan
dapat berjalan serta sejauh apa derajat teori ini dapat diaplikasikan.
2. Teori internasional dependensi
Objektif dari teori ini adalah menekankan pada pentingnya interdependensi
dengan tatanan dunia internasional dalam perspektif institusi, politik, ketegasan
kebijakan ekonomi domestik maupun ekonomi internasional yang pada akhirnya
akan dapat mengejar kesetaraan dengan negara sentral
yang sudah maju
terlebih dahulu.
Argumen dari teori internasional dependensi12 adalah memberikan
penekanan kepada pentingnya pengabaian terhadap faktor keterbatasan yang
dimiliki oleh struktur sosial internal pada sebuah negara sehingga akan mampu
menyusun pembagian tata kerja internasionalnya (international division of labour)
sejajar dengan negara-negara maju. Memburuknya kemampuan pembagian tata
kerja internasional pada negara-negara dunia ketiga banyak diakibatkan karena
ketidakberdayaan struktur sosial internal yang lebih didominasi oleh kekuatan
12
Ankie Hoogvelt,1997. op.cit. hal.202.
8
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
asing melalui aliansi yang lebih cenderung mematikan domonasi industrialisasi
pada industri lokal, situasi ini akhirnya menuntut kemampuan
administratif
pemerintahnya untuk melakukan kebijakan industrialisasi berbasisi substitusi
impor melalui kebijakan distorsi harga dan perlunya intervensi pemerintah di
sektor ekonomi.
Konsentrasi dari teori internasional dependensi adalah kepada akar
permasalahan dari negara dunia ketiga itu sendiri (khususnya di regional
Amerika Latin), teori ini merupakan kontradiksi dengan teori pertumbuhan yang
dikembangkan sistem kapitalis dunia. Ditekankan bahwa negara terbelakang
hanyalah dibedakan dari tidak terbangunnya sebuah negara bukan dikarenakan
kemauan dari negara moderen seperti yang telah tekankah oleh teori
modernisasi. Dengan demikian teori internasional dependensi sejak awal secara
tegas memberikan penekanan lebih kepada pendekatan aliansi sistem dunia
yang mampu memberikan “ruang” kepada negara pinggiran untuk melakukan
kesetaraan dan secara eksplisit menolak konsep negara persatuan sebagai aktor
dan negara dengan sistem global sebagai perkumpulan dari negara bangsa.
Esensi dasar dari teori internasional dependensi adalah menganggap
bahwa dampak dari penetrasi kebijakan oleh negara koloni mengakibatkan
adanya penyimpangan struktur ekonomi dan sosial yang sudah tertanam di
negara yang dikoloninya, sehingga hanya menghasilkan kembali laju ekonomi
yang stagnan dan pemiskinan massa sepanjang waktu13.untuk itu bila kekuatan
pemerintah negara pinggiran tidak memiliki strategi yang cerdas untuk
melakukan
pola
industrialisasinya
maka
bisa
dipastikan
akan
terjadi
“penghisapan” satu arah yang tidak seimbang.
Penyimpangan struktur ekonomi itu sendiri berdampak kepada dua hal yaitu:
Pertama, terjadinya subordinasi ekonomi kepada negara maju, termasuk
didalamnya penataan kembali pembangunan ekonomi yang hanya memproduksi
barang-barang pokok untuk pemenuhan kebutuhan negara industri (negara
sentral) dan pencegahan berkembangnya industrialisasi lokal, terlebih lagi
13
Ankie Hoogvelt, 1997. op.cit. hal.39
9
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
adanya pembatasan produksi dan difersivikasi barang yang akan diproduksi.
Situasi tersebut tergambar berdasar pada pengamatan yang telah dilakukan
lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa14, sejak tahun 1970-an negara yang
sedang berkembang 90 persen pendapatan ekspornya diperoleh dari ekspor
kebutuhan pokok meliputi : setengah negara memperoleh pendapatan lebih dari
50 persennya dari ekspor satu jenis komoditi utama, sepertiga negara mendapat
pendapatan lebih dari 60 persennya dari ekspor tiga jenis komoditi utama.
Kedua,
orientasi
eksternal
yaitu
secara
ekstrim
seratus
persen
menggantungkan kepada pasar luar negeri, baik dalam hal pemenuhan kapital,
sumber teknologi serta tempat produksi. Sistem ini lebih sering memperburuk
kondisi menjadi ketergantungan yang semakin menajam hanya terhadap
beberapa negara saja.
Sedangkan bila dilihat dari sisi penyimpangan struktur sosial yang
ditimbulkannya, maka teori internasional dependensi memberikan dua jenis
perspektif yaitu:,
Pertama, aliansi kelas antara modal asing dengan komprador (merkantilis
dan elitis). Teori internasional dependensi memberi argument bahwa struktur
industrialisasi yang berorientasi ekspor
didominasi oleh pengusah kecil dan
menengah sehingga kepentingan ekonomi saling terjalin antara negara maju
kapitalis dengan kepentingan kultur sosial lokal yang memiliki kepentingan yang
sama.
Kedua, terjadinya evolusi pola yang ekstrim terhadap kesenjangan sosial,
yaitu kembali kepada pola pembatasan dan penyimpangan pasar domestik.
Dalam pola internasional dependensi mendorong agar lahirnya struktur internal
negara mampu melahirkan aktor negara yang mampu merubah struktur
hubungan ekonomi internasional, pola ini terutama terjadi pada negara jajahan
(negara pinggiran) dengan negara bekas penjajah (negara sentral) bahkan terus
berlanjut setelah mengalami kemerdekaan penuh.
14
Ibid
10
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Salah satu tokoh dari teori ini adalah Theotonio Dos Santos15, menurutnya
terdapat tiga ketidaksetaraan
antara negara
maju (sentral) dengan negara-
negara dunia ketiga (negara koloni) yaitu:
A. Ketergantungan kolonial, terjadinya pemindahan kekayaan dari negara
terjajah (negara pinggiran) ke negara penjajah (sentral).
Kerangka ini akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana Jepang
sebagai negara koloni melakukan eksploitasi sumberdaya alam dan
pembangunan industri dasar dari negara Taiwan seperti hasil industri
pertanian dan Korea Selatan, terlepas dari fenomena bahwa Jepang
sendiri telah berhasil menciptakan dominasi investasi dan industrialisasi.
B. Ketergantungan kapital dan sosial-politik, konsep pembagian tata kerja
internasional (international division of labour).
Kerangka ini pula akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana pada
tahapan awal Taiwan dan Korea Selatan dimanfaatkan oleh Jepang
selaku negara sentral untuk mampu memenuhi kebutuhan produk
pertanian, tekstil, mesin industri serta material dasar elektronik dengan
terlebih dahulu melakukan dua pola kebijakan yaitu : pertama, melakukan
pembenahan kepada panduan administratif berupa perbaikan pola
birokrasi pemerintah, menegakkan supremasi hukum, standarisasi sistem
moneter,
perbaikan
kesehatan
dan
sistem
pendidikan,
serta
pembangunan sarana fisik lembaga kepelatihan menuju tenaga terampil.
Kedua, melakukan pembenahan kepada panduan industrialisasinya.
Kemudian setelah keduanya terbentuk dilakukan kebijakan kombinasi
dengan kapitalisasi besar-sesaran melalui konsep pola (FDI:Foreign
Direct Investment) yaitu investasi berupa penanaman modal langsung ke
Taiwan dan Korea Selatan. Selain itu hadirnya nilai Confucian yang
dibawa Jepang berhasil membentuk pola masyarakat industri yang
disiplin, bekerja keras dan tangguh.
15
Michael P. Todaro, 1985.op.cit. hal.79.
11
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
C. Ketergantungan teknologi industri.
Kerangka ini akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana proses
transformasi dari agro industri menjadi negara yang menguasai berbagi
teknologi padat modal, yang bermula dari teknologi tekstil, bahan kimia,
industri besi dan baja hingga industri permesinan telah menjadikan
Taiwan dan Korea Selatan sebagai negara pemasok bagi kebutuhan
industrialisasi Jepang sebagai negara sentral, sedangkan Jepang sendiri
sudah sampai pada tahapan pemilihan industri yang fokus kepada
teknologi lebih moderen. Kedua negara telah dijadikan negara industri
dengan kekhususan sebagai negara pemasok terhadap industri hulu
produk elektronik dan komputer buatan Jepang.
Tokoh lainnya dari teori internasional dependensi adalah Immanuel
Wallerstein16, yang kemudian dalam perjalanannya melakukan modernisasi
menjadi teori yang disebut dengan teori sistem dunia (world-system theory) yang
menekankan
bahwa
perkembangan
ekonomi
internasional
semakin
membutuhkan lintas batas geografis negara, tatanan ekonomi dunia baru telah
memunculkan paradigma baru tentang perlunya hidup bersama diantara
keberagaman yurisdiksi politik yang ditandai dengan munculnya pembagian tata
kerja internasional baru (the new international division of labour) antara negara
pusat (sentral), negara semi pinggiran (semi-periphery) hingga negara pinggiran
(periphery) dengan pengelompokan tersebut akan lebih memudahkan tahapan
pembangunan ekonomi pada sebuah negara.
Menurut Immanuel Wallerstein, negara pinggiran yang hendak menjadi
semi pinggiran membutuhkan kebijakan substitusi impor dan kebijakan yang
mampu menarik investor asing, sedangkan bila negara dari posisi semi pinggiran
hendak menjadi negara sentral maka mutlak memerlukan kebijakan yang
mengharuskan masyarakatnya menggunakan produk - produk hasil dari produksi
dalam negeri.
16
Martin Griffiths, 1999. Fifty Key Thinkers In International Relations. hal.252 .London:
Routledge.
12
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Menurut terminologi yang dibuat Wallerstein17, The World System adalah
sebuah tata kerja tunggal, yang terdiri dari sistem multi kultur,multi entitas politik,
bahkan berbagai pola etnik yang berbeda. Ketika perpaduan dari The worldsystem berjalan maka akan menjadi sebuah “world-empire” tetapi bila tidak
berjalan maka akan menjadi “world-economy”, karena esensi dasar dari kapitalis
ekonomi
dunia
adalah
hasil
produksi
yang
dijual
ke
pasar
dengan
memaksimalkan keuntungan sebesar-besarnya.
Kerangka ini akan digunakan untuk melihat bagaimana Taiwan dan Korea
Selatan melakukan strategi pemilihan industrialisasinya semenjak melakukan
pola substitusi impor hingga secara alamiah melakukan tranformasi industri yang
berbasis tujuan ekspor (outward looking) sehingga mampu merubah status
dirinya menjadi negara maju.
Pandangan diatas diharapkan akan dapat dijadikan sebagi “kaca
pembesar” untuk dapat menjelaskan kebijakan-kebijakan apa saja yang
dilakukan Taiwan dan Korea Selatan secara lebih komprehensif sehingga bisa
dijadikan prototipe bagi negara-negara di Asia Tenggara khususnya Indonesia.
I.6. Asumsi dan Hipotesa
Dalam pembahasannya tesis ini menggunakan asumsi – asumsi :
1. Keberhasilan
pembangunan
ekonomi
pada
negara
industri
baru
merupakan modal utama terciptanya stabilitas politik dalam negeri yang
secara otomatis memperkuat posisi geo-politik internasional.
2. Dominasi penguasaan ekonomi internasional mampu memperkuat entitas
Taiwan layaknya sebuah negara merdeka seperti negara merdeka
lainnya, asumsi ini diperkuat oleh tindakan negara-negara sentral yang
selalu
memperlakukan
Taiwan
dalam
posisi
hubungan
saling
membutuhkan
3. Kunci sukses dari proses industrialisasi di Taiwan dan Korea Selatan
karena diawali dengan kebijakan yang terlebih dahulu memperkuat
industri basis ekonomi riil yaitu agro industri (industri kelautan
17
Ankie Hoogvelt, 1997. op.cit. hal.59
13
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
didalamnya) sebelum pada akhirnya melakukan modernisasi industrinya
dengan proses dan tahapan yang alamiah
Hipotesa dari penelitian ini adalah :
Keberhasilan pembangunan ekonomi di Taiwan dan Korea Selatan ditinjau
dari proses hingga pencapaiannya telah menjadikan patron dua negara industri
baru lainnya dan layak dijadikan sebagai prototipe bagi pembangunan ekonomi
negara-negara di Asia Tenggara khususnya Indonesia
I.7. Model Analisa
Guna mendapatkan analisa yang komprehensif maka dalam uraian tesis ini
terlebih dahulu menentukan variabel independen / penyebab dan variabel
dependen / akibat, yaitu sebagai berikut :
14
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor–faktor keberhasilan
pembangunan di Taiwan
• Figur kepemimpinan
• Konsep Land Reform
• Konsep Global Village
• Paham Confucian
• Aliansi internasional
Fenomena
keberhasilan
NICs
prototipe
Pembangunan ekonomi
di Asia Tenggara
khususnya Indonesia
Faktor - faktor keberhasilan
pembangunan di Korea Selatan
• Figur kepemimpinan
• Konsep Land Reform
• Konsep Saemaul Undong
• Paham Confucian
• Aliansi internasional
I.8. Operasionalisasi Konsep
Untuk menjawab pertanyaan penelitian dari tesis ini, berikut ini adalah
operasionalisasi dari model analisa dari setiap negara sehingga mampu mewakili
sebagai sebuah fenomena keberhasilan negara-negara industri baru (NICs) di
Asia Timur, hingga pada akhirnya layak untuk dijadikan prototipe pembangunan
ekonomi di negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia :
15
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
KONSEP
INDIKATOR
VARIABEL
•
•
Prototipe
Keberhasilan
pembangunan
ekonomi Taiwan
•
•
•
keberhasilan
pembangunan
Figur
kepemimpinan
Konsep Land
Reform
Konsep Global
Village
Paham Confucian
Aliansi
Internasional
ekonomi
•
Keberhasilan
pembangunan
ekonomi Korea
Selatan
•
•
•
•
Figur
kepemimpinan
Konsep Land
Reform
Konsep Saemaul
Undong
Paham Confucian
Aliansi
Internasional
• Hadirnya figur sentral kepemimpinan yang kuat sebagai patron yang mampu
membuat konsensus dalam bentuk gran desain antara tiga kepentingan
berbeda : Borjuasi lokal, korporasi internasional dan aktor pemerintahan demi
untuk kepentingan Negara.
Akan diuraikan siapa dan bagaimana peran figur sentral pemimpin
berperan dengan tahapan – tahapan pembangunannya sehingga
mampu bertindak sebagai inspirator untuk kemajuan pembangunan
ekonomi-politik internasional menjadi sejajar dengan negara sentral.
• Konsep reformasi lahan (Land Reform) untuk pemerataan dan penyebaran
distribusi pendapatan.
Akan dibahas bagaiman reformasi lahan (Land Reform) dilihat
sebagai upaya awal negara pinggiran dalam melakukan penataan
16
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
kapital,
sosio-politik
selaras
dengan
objektif
dari
perspektif
Internasional dependensi.
•
Gerakan “Global Village” di Taiwan dan ”Saemaul Undong” di Korea Selatan.
Akan dilihat dari perspektif teori pertumbuhan ekonomi tahapan linier
model Rostow serta akan dilakukan analisa terhadap strategi dan
proses tahapan pemilihan kebijakan sehingga mampu memberikan
dampak kepada pertumbuhan ekonomi secara signifikan seperti
kebijakan tata kelola faktor keterbatasan sumber daya alam,
kebijakan industri berorientasi ekspor (outward-looking) dan tahapan
pemilihan proses transformasi industrialisasinya serta korelasinya
dengan teori internasional dependensi
• Aliansi internasional untuk mencapai kesetaraan dengan negara sentral
Akan diuraikan kebijakan apa saja yang dilakukan Taiwan dan Korea
Selatan sebagai negara pinggiran mampu mengejar kesetaraan
ekonomi dengan negara sentral dengan menggunakan perspektif
internasional dependensi
• Confucian melahirkan otoritas pemerintahan kuat sehingga melahirkan konsep
yang kuat, sistem birokrasi yang sentralistik yang didominasi penguatan aktor
negara terhadap kepentingan ekonomi domestik serta menjadikan ekonomi
internasional sebagai lahan ekspansif.
Akan dibahas tentang peranan paham / nilai Confucian yang mampu
melahirkan berjalannya pemerintahan yang “otoritarian positif” dan
mampu membentuk paradigma kepentingan negara diatas segalanya,
serta adanya kesamaan pola hubungan antara negara kolonial
dengan negara yang dikoloninya.
17
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
I.9. Metoda Penelitian
I.9.1. Jenis Penelitian
Metoda penelitian yang akan digunakan adalah penelitian eksplanatif.
Penelitian eksplanatif adalah penelitian yang dibangun atas dasar penelitian
deskriptif dan eksplanasi yang bertujuan mengidentifikasikan alasan yang
menyebabkan suatu peristiwa terjadi18, yaitu berusaha menjelaskan mengapa
keberhasilan pembangunan ekonomi-politik internasional di Taiwan dan Korea
Selatan layak dijadikan sebagai fenomena atas keberhasilan negara-negara
industri baru sehingga dapat dijadikan acuan dalam pembangunan ekonomipolitik internasional negara-negara di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
I.9.2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder sebagai studi literatur yang
diperoleh dari dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh : Kantor
perwakilan Taipei Economic and Trade Office di Jakarta, Kedutaan Besar Korea
Selatan di Jakarta baik dalam bentuk buku, artikel, jurnal, majalah terbitan
pemerintah Taiwan dan Korea Selatan, Perpustakaan Jurusan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Hubungan Internasional Program Pasca
Sarjana Universitas Indonesia maupun program S-1 reguler, serta melalui
penelusuran berbagai situs internet, majalah, makalah serta surat kabar. Dari
data-data yang diperoleh peneliti memaparkannya kedalam kerangka teori yang
ada dalam bentuk deduktif.
1.10. Sistematika Penelitian
Untuk
mempermudah pemahaman
atas
tesis
ini
maka
dilakukan
sistematika penelitian ke dalam lima bab, yaitu :
18
W. Lawrence Neuman, 2000. Social Research Methods. hal.22. United States of
America : Allyn Bacon
18
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Bab 1.
Pendahuluan.
Berisi uraian tentang,: Latar Belakang Masalah, Pokok Permasalahan,
Signifikansi Penelitian, Tujuan Penelitian, Kerangka Teori, Asumsi dan
Hipotesis, Model Analisa, Operasionalisasi Konsep, Metoda Penelitian,
Sistematika Penelitian.
Bab 2.
Proses Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Taiwan.
Berisi uraian tentang keberhasialn pembangunan yang menitikberatan
kepada pembangunan ekonomi disertai aspek terkait lainnya seperti sosial
serta
politik
internasionalnya,
dimulai
dari
sejarah
pembangunan
ekonominya serta secara runut melakukan pembahasa terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan di Taiwan dilihat
dari perspektif ekonomi politik internasional.
Bab 3.
Proses Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Korea Selatan
Berisi uraian tentang keberhasilan pembangunan yang menitikberatan
kepada pembangunan ekonomi disertai aspek terkait lainnya seperti sosial
serta
politik
internasionalnya,
dimulai
dari
sejarah
pembangunan
ekonominya serta secara runut melakukan pembahasa terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan di Korea Selatan
dilihat dari perspektif ekonomi politik internasional.
Bab 4.
Analisa Deskriptif Keberhasilan Negara Industri Baru Bagi Pembangunan
Ekonomi di Asia Tenggara.
19
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Berisi uraian tentang analisa peneliti terhadap keberhasilan pembangunan
di Taiwan dan Korea Selatan dengan menggunakan kerangka teori seperti
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya guna dapat ditarik ”benang
merah” nya sehingga memenuhi aspek-aspek yang dibutuhkan untuk layak
dijadikan prototipe pembangunan ekonomi di negara-negara Asia Tenggara
khususnya
Indonesia,
serta
permasalahan
dan
tantangan
yang
dihadapinya.
Bab 5.
Kesimpulan.
Berisi uraian tentang kesimpulan umum dan juga khusus yang terdiri dari
koreksi terhadap teori yang digunakan, hipotesa penelitian serta masukan
berupa rekomendasi kebijakan yang dapat bermanfaat untuk terwujudnya
pembangunan ekonomi yang diharapkan.
20
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Download