HUBUNGAN KONSUMSI ZINC DAN VITAMIN A DENGAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BATITA DI DESA RAMBAI KECAMATAN PARIAMAN SELATAN TAHUN 2014 Karya Tulis Ilmiah Diajukan ke Program DIII Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan DIII Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Oleh : LIDYA NOVIZA Nim : 112110153 JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG TAHUN 2014 POLITEKNIK KESEHATAN PADANG JURUSAN GIZI Karya Tulis Ilmiah, 10 Juli 2014 Lidya Noviza Relationship of Vitamin A and Zinc Consumption by Genesis Stunting In Toddlers Children in Rural District of South Pariaman Rambai 2014 vi-50 pages, 14 tables, 6 attachments ABSTRACT Nutritional problem is one of the most serious health problem and is a major contributor to child mortality. Zinc and vitamin A in the directly affects the nutritional status of toddler. Based on available from Kuraitaji Health Center South Pariaman in 2013 Rambai village has stunting prevalence of 18.94%. This study aims to determine the relationship between zinc and vitamin A intake with the proportion of stunting in toddlers in Rambai village District of South Pariaman 2014. This study use cross sectional design conducted in the village of Rambai, District of South Pariaman in September 2013 to June 2014 with a population of 70 people. The sampling technique randomly determined by simple random sampling method, where the number of samples username 54 people. Data of nutritional status obtained by height, zinc and vitamin A intake is obtained by using the SQ-FFQ interviews and secondary data collected from existing data in Rambai village. Data analysis was performed using univariate and bivariate data with to-square test. Based on the results obtained by the prevalence of stunting is 24.1%. Zinc intake as 61.1% of RDI and vitamin A intake which as 57.4% of RDI. There is a significant correlation between zinc intake with the prevalence of stunting and there was no significant association between vitamin A intake with the prevalence of stunting. It is recommended to the toddler's mother in order to observe the consumption of zinc and vitamin A in children toddlers and caregivers to provide information or counseling to mothers of toddlers consumption of zinc and vitamin A. References : 33 (1985-2013) Keywords: stunting, zinc consumption, consumption of vitamin A. POLITEKNIK KESEHATAN PADANG JURUSAN GIZI Karya Tulis Ilmiah, 10 Juli 2014 Lidya Noviza Hubungan Konsumsi Zinc dan Vitamin A dengan Kejadian Stunting Pada Anak Batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014 vi- 50 halaman, 14 tabel, 6 lampiran ABSTRAK Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling serius dan merupakan kontributor utama terhadap kematian anak. Konsumsi zinc dan vitamin A merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi anak batita. Penimbangan massal Puskesmas Kuraitaji Kecamatan Pariaman Selatan tahun 2013, desa Rambai memiliki prevalensi kejadian stunting sebesar 18.94 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi zinc dan vitamin A dengan kejadian stunting pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. Penelitian ini mengunakan desain Cross Sectional Study yang dilakukan pada anak batita di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan pada bulan September 2013 sampai Juni 2014 dengan populasi 70 orang. Teknik Pengambilan sampel ditentukan secara acak dengan metode simple random sampling, dimana jumlah sampel sebanyak 54 orang. Data stunting diperoleh dengan cara pegukuran tinggi badan, konsumsi zinc dan vitamin A diperoleh dengan cara wawancara menggunakan SQ-FFQ dan data sekunder dikumpulkan dari data yang ada di Desa Rambai. Analisis data dilakukan secara univariat dan untuk data bivariat dengan uji-square. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kejadian stunting sebanyak 24.1 %. Konsumsi zinc yang kurang sebanyak 61.1 % dan konsumsi vitamin A yang kurang sebanyak 57.4 %. Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi zinc dengan kejadian stunting dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi vitamin A dengan kejadian stunting. Disarankan kepada ibu batita agar dapat memperhatikan konsumsi zinc dan vitamin A pada anak batita dan petugas kesehatan agar memberikan informasi kepada ibu batita tentang pentingnya konsumsi zinc dan vitamin A. Daftar Pustaka: 33 (1985-2013) Kata kunci: stunting, konsumsi zinc, konsumsi vitamin A. KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan do’a dan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan berkat serta Rahmat dan Karunia-Nya, penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan oleh penulis walaupun menemui kesulitan maupun rintangan. Penyusunan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan suatu rangkaian dari proses pendidikan secara menyeluruh di Program Studi D.III jurusan Gizi di Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang, dan sebagai prasyarat dalam menyelesaikan Pendidikan D.III Gizi pada masa akhir pendidikan. Judul Karya Tulis Ilmiah ini “Hubungan Konsumsi Zinc dan Vitamin A dengan Kejadian Stunted pada Anak Batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Kabupaten Padang Pariaman”. Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga penulis merasa masih ada belum sempurna baik dalam isi maupun penyajiannya. Untuk itu penulis selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun guna menyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya atas segala bimbingan, pengarahan dari Ibu Marni Handayani, S.KM,M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak Gusnedi, STP.M.PH selaku pembimbing II sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada: 1. Bapak Sunardi, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kementrian Kesehatan Padang. 2. Ibu Hasneli, DCN, M.Biomed, selaku Ketua Jurusan Gizi. 3. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Gizi di Politeknik Kesehatan Padang yang telah memberikan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Terutama kepada kedua orangtua tercinta yang telah memberikan kasih sayang, bimbingan, dan motivasi. 5. Teman-teman senasib dan seperjuangan yang telah membantu dan menemani penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca dan terutama bagi penulis sendiri. Amin. Padang, Juli 2014 Penulis DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR ................................................................................ DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... B. Rumusan Masalah .................................................................... C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 1. Tujuan Umum ....................................................................... 2. Tujuan Khusus ...................................................................... D. Manfaat Penelitian ..................................................................... E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ i iii v vi 1 6 6 6 7 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Stunting..................................................................................... 9 1. Pengertian Stunting ................................................................... 9 2. Penilaian Stunting ................................................................. 10 B. Konsumsi Makanan ................................................................... 11 1. Pengertian Konsumsi Makanan ............................................. 11 2. Penilaian Konsumsi Makanan ............................................... 13 3. Konsumsi Zinc ...................................................................... 14 4. Konsumsi Vitamin A............................................................. 17 C. Hubungan Konsumsi Zinc dengan Kejadian Stunting ................. 20 D. Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Kejadian Stunting ........ 22 E. Kerangka Teori ……………………………………………….... 24 F. Kerangka Konsep ...................................................................... 25 G. Hipotesis ................................................................................... 25 H. Definisi Operasional .................................................................. 26 BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ....................................................................... B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... C. Populasi dan Sampel …………………………………………… D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data .............................................. E. Pengolahan dan Analisis Data.................................................... 27 27 27 28 31 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil …………………………………………………………… 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………………………. 2. Karakteristik Responden dan Sampel……………………… 3. Analisis Univariat …………………………………………. 4. Analisis Bivariat …………………………………………… 34 34 34 37 39 B. Pembahasan 1. Gambaran Kejadian Stunting ……………………………….. 41 2. Konsumsi Vitamin A Anak Batita …………………………. 3. Hubungan Konsumsi Zinc dengan Kejadian Stunting …………………………………………... 4. Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Kejadian Stunting ………………………………………….. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……………………………………………………. B. Saran …………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 42 45 46 49 50 DAFTAR TABEL Nomor Tabel Halaman Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi berdasarkan indeks TB/U .............................................……................................ 10 Tabel 2. Kategori Tingkat Konsumsi kelompok atau perorang ………..………………………….……..….......................................... 14 Tabel 3. Angka Kecukupan Zinc yang dianjurkan ......................……...………………… 15 Tabel 4. Angka Kecukupan Vitamin A yang dianjurkan......................……...………...… 18 Tabel 5. Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Distribusi Ibu Anak Batita (12-36 Bulan) Menurut Umur Ibu di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 …………………………… 35 Distribusi Ibu Anak Batita (12-36 Bulan) Menurut Pekerjaan Ibu di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 ………………… 35 Distribusi Ibu Anak Batita (12-36 bulan) Menurut Tingkat Pedidikan di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 ………………………………………………….. 36 Distribusi Anak Batita Menurut Umur di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 ……………………………… 36 Distribusi anak batita (12 – 36 bulan) menurut jenis kelamin di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 …………………… 37 Tabel 10 Distribusi Anak Batita Berdasarkan Kejadian Stunting di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 …………………… 37 Tabel 11 Distribusi Anak Batita Berdasarkan Konsumsi Zinc di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 …………………… 38 Tabel 12 Distribusi Anak Batita berdasarkan Konsumsi Vitamin A di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 …………………… 38 Tabel 13 Distribusi Hubungan Konsumsi Zinc dengan Kejadian Stunting Pada anak Batita di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 …………………………………………………… 39 Tabel 14 Distribusi Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Kejadian Stunting Pada Anak Batita di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 ………………………………………………… 40 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A : Surat Izin Melakukan Penelitian Lampiran B : Surat Telah Melakukan Penelitian Lampiran C : Kuesioner Penelitian Lampiran D : Master Tabel Hasil Penelitian Lampiran E : Output Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank dunia dalam dokumennya yang diterbitkan tahun 2006 dengan judul “Repositoning Nutrition as Central to Development : A Strategy for Large-Scale action,”menyatakan keprihatinannya bahwa masalah gizi (malnutrition), terutama masalah kekurangan gizi, masih merupakan masalah kesehatan dunia yang paling serius dan merupakan kontributor utama terhadap kematian anak. Masyarakat Internasional juga semakin khawatir bahwa tujuan Millenium Development Goals (MDG’s) tidak akan tercapai apabila masalah gizi tidak teratasi. Ini semua disebabkan oleh kenyataan bahwa masalah gizi merupakan faktor risiko dasar (underlying factor) dari berbagai masalah kesehatan, terutama pada bayi dan anak-anak.1 Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja, tetapi juga harus didukung oleh pengetahuan yang cukup, tingkat ekonomi yang baik, dan pola asuh yang memadai. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi (Stunted) terdiri dari sebab langsung yaitu konsumsi makanan (konsumsi energi, protein, vitamin dan mineral) serta infeksi, selanjutnya penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga, pola asuh (pola asuh makan dan pola asuh perawatan), pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan serta tingkat ekonomi.3 Stunted adalah keadaan tubuh dimana keadaan tinggi badan tidak mencapai tinggi normal menurut umur sesuai dengan standar deviasi. WHO menginterpertasikan, tingginya prevalensi pendek (stunting) menunjukkan kekurangan asupan makanan bergizi, tingginya angka kesakitan akibat penyakit infeksi, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut.3 Kekurangan zat gizi pada balita selalu berkaitan dengan konsumsi baik itu makronutrien ataupun mikronutrien.4 Kekurangan makronutrient seperti protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein juga sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus. 5 Protein sendiri mempunyai banyak fungsi, diantaranya membentuk dan memelihara jaringan tubuh dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh, serta mengganti jaringan yang rusak atau mati, menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, mempertahankan kenetralan (asam basa) tubuh. 5 Pertumbuhan pada balita tidak hanya dipengaruhi oleh kekurangan energi dan protein saja, namun juga dipengaruhi oleh konsumsi vitamin dan mineral. Beberapa zat gizi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak balita, seperti konsumsi zinc yang digunakan tubuh untuk pertumbuhan, kekebalan tubuh, metabolisme tulang, transpor oksigen, dan pemusnahan radikal bebas, pembentukan struktur dan fungsi membran serta proses penggumpalan darah. Selain zinc, vitamin A juga berpengaruh terhadap proses pertumbuhan pada anak balita, karena vitamin A adalah salah satu zat gizi yang berfungsi untuk penglihatan, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi.5 Defisiensi zinc merupakan satu dari 10 faktor penyebab kematian pada anak-anak di negara sedang berkembang.8 Defisiensi zinc dapat menyebabkan 40% anak menjadi stunting yaitu tinggi badan berdasarkan umur kurang. 9 Dikatakan bahwa manifestasi dari defisiensi zinc adalah gangguan pertumbuhan linier pada balita yang ditunjukkan dengan status stunted.10 Survey nasional di Nusa Tenggara Timur (NTT), Pulau Lombok dan Pulau Jawa, dilaporkan bahwa prevalensi defisiensi zinc sekitar 6-39%.11 Penelitian beberapa ahli menyebutkan angka defisiensi zinc pada anak-anak di Indonesia, 17% bayi defisiensi zinc.12 Studi tahun 2005 di Kedungjati-Grobogan pada anak SD, ditemukan anak yang mengalami defisiensi zinc sebesar 33,3%. 13 Prevalensi yang hampir sama ditemukan pada survey nasional tahun 2006, dimana prevalensi defisiensi zinc pada balita sebesar 31,6%.10 Penelitian dilakukan di Semarang Kelurahan Tembalang, Bulusan dan Rowosari tahun 2012 didapatkan ada hubungan yang positif antara konsumsi zinc dengan kejadian stunting, yaitu sebesar 63.6 % kekurangan zinc. 7 Kegagalan pertumbuhan pada anak, selain disebabkan oleh defisiensi zinc, juga disebabkan oleh defisiensi vitamin A. Defisiensi vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, sehingga juga mempengaruhi pertumbuhan sel. Karena itulah, anak yang menderita defisiensi vitamin A akan mengalami kegagalan pertumbuhan.5 Masalah defisiensi vitamin A berdasarkan Survey nasional oleh Hellen Keller International (HKI) tahun 1992, dilaporkan bahwa masih ditemukan 50% anak balita defisiensi Vitamin A. 11 Survey tahun 1995 di Pulau Jawa menunjukkan bahwa prevalensi anak prasekolah yang defisiensi Vitamin A sebesar 58,41%, 14 sedangkan pada tahun 2006 ditemukan 14,6%. 10 Kurang gizi mikro seperti Zinc dan Vitamin A merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian kurang gizi kronis (stunted).15 Studi di Surabaya tahun 2008, menemukan bahwa diantara balita yang defisiensi Vitamin A, ditemukan status gizi (TB/U) pendek sebesar 33,3% dan sangat pendek 26,7%. 16 Hasil penelitian di wilayah kerja puskesmas Karangasem I Denpasar tahun 2011 menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara konsumsi vitamin A dengan kejadian stunted, yaitu sebesar 60 % yang mengalami kekurangan vitamin A.6 Prevalensi stunted pada anak balita di Indonesia sebesar 36 % yang terdiri dari 18,5 % sangat pendek dan 17,1 % pendek.17 Selanjutnya, prevalensi Stunted di Sumatera Barat sebesar 32.7 % yang terdiri dari sangat pendek 14,3% dan pendek 18,4%. 18 Bila dibandingkan dengan batas “non public health problem” menurut WHO untuk masalah stunted sebesar 20%, maka semua provinsi masih dalam kondisi bermasalah kesehatan masyarakat.17 Prevalensi stunted di Kota Pariaman menurun dibandingkan tahun 2012 prevalensinya 19.0 %. Berdasarkan hasil penimbangan massal Kota Pariaman tahun 2013 didapatkan prevalensi stunted sebesar 17.4 %, untuk Kecamatan Pariaman Selatan sebesar 16.75 %.19 Selanjutnya, dari hasil penimbangan massal Puskesmas Kuraitaji Kecamatan Pariaman Selatan pada tahun 2013, prevalensi stunted yaitu sebesar 15.0 %. Diantara semua desa yang ada di Kuraitaji Kecamatan Pariaman Selatan, Desa Rambai memiliki prevalensi stunted tertinggi yaitu 18.94 %.20 Bedasarkan uraian diatas penulis telah melakukan penelitian tentang “Hubungan Konsumsi Zinc dan Vitamin A dengan Kejadian Stunted pada Anak Batita di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014”. B. Rumusan Masalah Penelitian Apakah konsumsi zinc dan vitamin A berhubungan dengan kejadian stuntedpada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan konsumsi Zinc dan vitamin A dengan kejadian stunted pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya distribusi anak batita berdasarkan kejadian stunted di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. b. Diketahuinya distribusi anak batita berdasarkan konsumsi zinc di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. c. Diketahuinya distribusi anak batita berdasarkan konsumsi vitamin A di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. d. Diketahuinya hubungan antara konsumsi zinc dengan kejadian stunted pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. e. Diketahuinya hubungan antara konsumsi vitamin A dengan kejadian stunted pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan penulis tentang kejadian Stunted dan hubungannya dengan konsumsi zinc dan vitamin A pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Kabupaten Padang Pariaman. 2. Bagi Akademik Sebagai bahan referensi tentang kejadian stunted pada anak batita. 3. Bagi Petugas Kesehatan Dapat dijadikan sebagai masukan tentang kejadian stunted pada anak batita. 4. Bagi Masyarakat Menambah wawasan serta pengetahuan masyarakat tentang stunted, sehinga masyarakat mengerti tentang kejadian stunted dan dapat melaksanakan pola hidup yang sehat agar anak-anak mereka terhindar dari kejadian stunted. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian hanya dilakukan pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014, untuk mengetahui hubungan konsumsi zinc dan vitamin A dengan kejadian stunting pada anak batita. Dimana variabel yang akan diukur yaitu konsumsi zinc dan vitamin A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stunted 1. Pengertian Stunted Pendek (stunted) merupakan keadaan tubuh dimana keadaan tinggi badan tidak mencapai tinggi normal menurut umur sesuai dengan standar deviasi.. WHO menginterpertasikan, tingginya prevalensi pendek (stunted) menunjukkan kekurangan asupan makanan bergizi, tingginya angka kesakitan akibat penyakit infeksi, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut.3 Stunted menggambarkan keadaan gizi kurang yang sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali. Anak-anak yang bertubuh pendek (stunted) pada usia kanak-kanak dini terus menunjukkan kemampuan yang lebih buruk dalam fungsi kognitif yang beragam dan prestasi sekolah yang lebih buruk jika dibandingkan dengan anak-anak yang bertubuh normal hingga usia 12 tahun. Mereka juga memiliki permasalahan perilaku lebih terlambat, dan kurang perhatian serta lebih menunjukkan gangguan tingkah laku (conduct disoder).3 Gangguan pertumbuhan linier (stunted) mengakibatkan anak tidak mampu mencapai potensi genetik, mengindikasikan kejadian jangka panjang dan dampak kumulatif dari ketidak cukupan konsumsi zat gizi (energi, protein, zinc, besi, vitamin A, Vitamin D. kalsium dan zat gizi lainnya) serta kondisi kesehatan seperti tinginya angka kesakitan akibat infeksi dan pengasuhan yang tidak memadai. 2 Pendek (stunted) didiagnosa melalui pemeriksaan antropometri. Tinggi badan anak dinyatakan dalam skor standar nilai tengah (median of reference)yang diterima secara internasional sebagai acuan menurut usia dan jenis kelamin mereka. Pendek (stunted) yang sedang menunjukkan tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 SD.3 Tabel 1 Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks TB/U Status gizi TB/U Indeks < -3 SD -3 SD s.d <-2 SD ≥ -2 SD s.d 2 SD >2 SD Sumber : (30) 2. Sangat pendek Pendek Normal Tinggi Penilaian Stunted Bentuk dari ukuran linier adalah ukuran yang berhubungan dengan panjang. Contoh ukuran linier adalah panjang badan, lingkar dada, dan lingkar kepala. Ukuran linier yang rendah biasanya menunjukan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau. Ukuran linier yang paling sering digunakan adalah tinggi atau panjang badan.2 Pengukuran tinggi badan dapat menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, pertumbuhan tinggi badan akan beriringan bersama pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap defisiensi zat gizi. Istilah tinggi badan digunakan ketika mengukur tinggi badan anak di atas 2 tahun, sedangkan istilah panjang badan di gunakan ketika mengukur tinggi badan anak di bawah 2 tahun. Untuk lebih spesifiknya, pada status gizi pendek (stunted) pengukurannya adalah dengan menggunakan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U).21 Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah banyak dilakukan, penilaian status gizi berdasarkan indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks tinggi badan menurut umur adalah pertumbuhan linier, parameter tinggi badan berubah secara lambat dan perlahan-lahan. Perbedaan tinggi badan dapat diukur setelah beberapa waktu yang lama. Pada kondisi kurang gizi kronis, BB/U dan TB/U rendah tapi BB/TB normal. Kondisi ini sering disebut stunted.2 B. Konsumsi Makanan 1. Pengertian Konsumsi Makanan Konsumsi makanan adalah segala sesuatu tentang jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kriteria tertentu.22 Konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan. Status gizi terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi.23 Konsumsi makanan merupakan semua jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi tubuh setiap hari. Konsumsi makanan di hubungkan dengan keadaan gizi masyarakat suatu wilayah atau individu. Informasi ini dapat digunakan untuk perencanaan pendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu atau intervensi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), mulai dari keadaan kesehatan dan gizi serta produktivitasnya. Mengetahui konsumsi makanan suatu kelompok masyarakat atau individu merupakan salah satu cara untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau individu bersangkutan.24 Untuk menjaga kesehatan, orang perlu makan makanan yang bergizi, seperti halnya orang dewasa anak balita juga sangat membutuhkan makanan untuk pertumbuhan dan perkembanganya, kebutuhan anak balita akan zat gizi relatif lebih besar dari pada orang dewasa.21 Para ilmuwan banyak mengkategorikan balita, yaitu anak usia 1-3 tahun disebut dengan batita, sedangkan anak usia di atas 3 tahun sampai 5 tahun disebut anak usia prasekolah. Anak usia 1-3 tahun sering disebut dengan konsumen pasif, maka sebaiknya anak batita diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan anak batita lebih besar dibandingkan dengan usia prasekolah, sehingga jumlah makanan yang relatif lebih besar.21 Konsumsi makanan berkaitan dengan kandungan zat gizi yang terkandung di dalam makanan yang dimakan. Dikenal dua jenis zat gizi yaitu makronutrient dan mikronutrient. Makronutrient merupakan zat gizi yang menyediakan kalori atau energi, diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, dan fungsi tubuh lainnya. Makronutrient ini diperlukan tubuh dalam jumlah yang besar, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.25 Mikronutirent meskipun tidak dibutuhkan dalam jumlah yang besar tetapi, sangat bermanfaat bagi tubuh untuk kesehatan dan pertumbuhan. Zat gizi yang baik berhubungan dengan peningkatan kesehatan bayi, anak-anak, dan ibu, sistem kekebalan yang kuat, seperti vitamin dan mineral.25 2. Penilaian Konsumsi Makanan Penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Survey Konsumsi Makanan yaitu mempelajari/menelaah jumlah makanan yang dikonsumsi masuk ke dalam tubuh dan membandingkan dengan baku kecukupan, sehingga diketahui kecukupan gizi yang dipenuhi.2 Survei konsumsi makanan bertujuan untuk mengetahui konsumsi makanan seseorang atau kelompok orang, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif . Metode yang bersifat kualitatif untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut.2 Klasifikasi tingkat konsumsi kelompok atau perorangan berdasarkan Depkes RI (1990) dibagi menjadi 4 dengan cut of points, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2 Kategori Tingkat Konsumsi Kelompok Atau Perorang Tingkat Konsumsi Standar Baik ≥100% AKG Sedang > 80-99% AKG Kurang 70-80% AKG Defisit <70% AKG Sumber : (2) Stunted timbul setelah melewati waktu tertentu, pajanan yang relevan secara biologis adalah konsumsi makanan jangka panjang selama bertahun-tahun sebelum diagnosis penyakit ditegakkan. Oleh karena itu, instrument yang menangkap data tentang konsumsi makan dengan menggunakan metode Food Frekuensi Questioner Semi Kuantitatif (SQ-FFQ). Tujuan SQ-FFQ ini adalah untuk mengukur konsumsi makanan di masa lalu dan untuk menentukan rangking perorangan berdasarkan konsumsi makanan bagi penenlitian terhadap keterkaitan (asosiasi) dengan risiko. 3 3. Konsumsi Zinc a. Fungsi Zinc Zinc merupakan zat esensial untuk kehidupan, telah diketahui sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Tubuh mengandung 2-2.5 gr zinc yang tersebar di hampir semua sel. Sebagian besar seng berada dalam hati, pankreas, ginjal, otot, dan tulang. 5 Fungsi utama zinc adalah sebagai zat gizi yang membantu pertumbuhan balita. Hal ini terkait dengan kemampuan zinc untuk sintesis DNA dan RNA. Selain itu, zinc juga berperan dalam kekebalan dan bagian dari 200 jenis enzim, sehingga zat gizi ini sangat diperlukan bagi manusia.1 Zinc sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti aksi-aksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat. Sebagai bagian dari enzim dehidrogenase, selain berperan dalam metabolisme tahap pertengahan, zinc juga berperan dalam detoksifikasi alcohol dan metabolisme Vitamin A. Terkaitnya Zinc dengan metabolism Vitamin A, berarti Zinc terkait dengan berbagai fungsi Vitamin A.5 Tabel 3 Angka Kecukupan Zinc Yang Di Anjurkan Golongan Umur Angka Kecukupan Zinc (mg) 0-6 bl 1.3 7-11 bl 7.9 1-3 th 8.3 4-6 th 10.3 Sumber : (31) b. Absorpsi Zinc Banyaknya zinc yang diabsorpsi berkisar antara 15-40%. Absorpsi zinc dipengaruhi oleh status zinc tubuh. Bila lebih banyak zinc yang dibutuhkan, lebih banyak juga zinc yang di absorpsi. Begitu juga konsumsi makanan yang mengandung zinc mempengaruhi absorpsi.5 Serat dan fitat menghambat ketersediaan biologic zinc. Sebaliknya, protein histidin membantu absorpsi zinc. Tembaga dalam jumlah kebutuhan tubuh menghambat absorpsi zinc. Nilai albumin dalam plasma merupakan penentu utama absorpsi zinc. Albumin merupakan alat transport utama zinc. Absorpsi zinc menurun bila nilai albumin data menurun, misalnya dalam keadaan gizi kurang. 5 c. Sumber Zinc Sumber Zinc yang paling baik adalah sumber protein hewani seperti daging, makanan hasil laut (kerang, tiram), hati, telur, susu, padi-padian, dedak gandum, dan kacang-kacangan.5 d. Kekurangan dan kelebihan Zinc Kekurangan zinc disebabkan karena kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung sumber utama zinc seperti daging dan ikan. Defisiensi zinc dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui serta orang tua. Tanda-tanda kekurangan zinc adalah gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual. Kekurangan Zinc kronis mengganggu pusat sistem saraf dan fungsi otak. Akibat dari kekurangan konsumsi makanan yang mengandung zinc berdampak pada tubuh pendek (stunting) pada anak-anak.3 Akibat kelebihan zinc yaitu menurunkan absorpsi tembaga jika kelebihan zinc dua sampai tiga kali AKG, dan mempengaruhi metabolisme kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, serta dapat mempercepat aterosklerosis jika kelebihan zinc sampai 10 kali AKG. Dosis sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan muntah, diare, demam, sangat kelelahan, anemia, dan gangguan reproduksi. Suplemen zinc bisa menyebabkan keracunan, begitupun makanan yang asam dan disimpan dalam kaleng yang dilapisi dengan seng.5 4. Konsumsi Vitamin A a. Fungsi Vitamin A Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, yang berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan, dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Hasil kajian dari beberapa studi menyatakan bahwa Vitamin A merupakan zat gizi yang sangat essensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting.25 Fungsi vitamin yaitu : 1) Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi serta campak dan diare. 2) Membantu proses penglihatan dalam adaptasi dari tempat yang terang ke tempat yang gelap. 3) Mencegah terjadinya kerusakan mata berlanjut yang akan menjadi bercak bitot bahkan kebutaan. 4) Vitamin A esensial untuk membantu proses pertumbuhan. 25 Tabel 4 Angka Kecukupan Vitamin A Yang Di Anjurkan Golongan Umur Angka Kecukupan Vitamin A (RE) 0-6 bl 375 7-11 bl 400 1-3 th 500 4-6 th 450 Sumber : (31) b. Absorpsi Vitamin A Dalam saluran pencernaan ester vitamin A dihidrolisis oleh retinal bebas yang terserap oleh proses penyerapan aktif melalui epitel dinding saluran-saluran usus. Lemak yang mengandung ester vitamin A diperlukan enzim hidrolisis dan untuk mengubah karoten menjadi vitamin A diperlukan enzim 5,5 dioksi hidrolisis, enzim ini terdapat terutama dalam sel epitel mukosa usus dan sel hati.25 Setelah diabsorpsi, vitamin A dijadikan ester kembali dan ditranspor ke kilomikron melalui ductus thoracicus dan masuk aliran darah. Di aqulus venosus kemudian ditangkap oleh sel parenkim hati. Vitamin A sebagian disimpan dalam hati dan sebagian lagi dihidrolisis menjadi retinal, dan dikonjugasi dengan plasma retinal binding protein (PRBP) disalurkan lagi ke aliran darah, keudian vitamin A ini ditranspor dari tempat ke jaringan seluruh tubuh dalam sintesis PRBP ini memerlukan sintesis zinc. Jadi, kekurangan zinc juga akan mempengaruhi ketersediaan vitamin A dalam tubuh.25 c. Sumber Vitamin A Bahan makanan sumber vitamin A antara lain : 1) Air susu ibu (ASI) 2) Bahan makanan hewani seperti hati, ikan, daging, ayam, dan bebek. 3) Buah-buahan yang berwarna kuning dan jingga seperti papaya, mangga masak, alpokat, jambu biji merah, pisang. 4) Sayuran berwarna hijau tua dan berwarna jingga seperti daun bayam, daun singkong, daun kangkung, daun katuk daun mangkokan, daun kelor, daun beluntas, kecipir, labu kuning, daun ubi jalar, tomat dan wortel. 5) Bahan makanan yang difortifikasi dengan vitamin A seperti margarine, susu, dan beberapa mie instan.25 d. Kekurangan dan kelebihan Vitamin A Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan buta senja, perubahan pada kulit, perubahan pada mata, gangguan pertumbuhan, infeksi, dan kreatinisasi sel rasa ada lidah.1 Defisiensi vitamin A terutama terdapat pada anak balita. Tanda-tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai. Kekurangan Vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gangguan pada konversi karoten menjadi Vitamin A. 25 Kelebihan vitamin A hanya bisa terjadi bila memakan vitamin A suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan, misalnya takaran 16.000 RE untuk jangka waktu lama atau 40.000-55.000 RE/hari.5 Gejala pada orang dewasa antara lain : sakit kepala, pusing, rambut rontok, kulit mengering tidak ada nafsu, makan atau anoreksia, dan sakit pada tulang. Pada wanita akan berhenti menstruasi. Pada bayi terjadi pembesaran kepala, hidrosifalus, dan mudah tersinggung, yang dapat terjadi pada konsumsi 8.000 RE/hari selama 30 hari.5 C. Hubungan Konsumsi Zinc dengan Kejadian Stunted Proses tumbuh-kembang merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari konsepsi sampai usia 18 tahun, yang mengikuti pola tertentu yang khas untuk setiap anak.26 Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemerbiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. 25 Faktor gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan dan memegang peran penting dalam proses tumbuh kembang anak, karena kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa.27 Untuk pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan 6 gizi utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Setiap makanan yang dikonsumsi oleh anak harus seimbang zat gizinya agar tidak terjadi defisiensi zat gizi. 21 Salah satu zat gizi yang harus di konsumsi oleh anak untuk pertumbuhan yaitu zinc. Hal ini karena, Zinc berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, melawan infeksi, dan penyembuhan luka. Anak yang dalam proses tumbuh kembang dan anak yang mengalami kekurangan gizi mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami defisiensi.28 Dalam proses pertumbuhan, Zn berperan dalam sintesis protein yang dibutuhkan untuk pembentukan jaringan baru, pertumbuhan, dan perkembangan tulang yang normal. Zinc juga berinteraksi dengan hormon-hormon penting yang terlibat dalam pertumbuhan tulang.28 Zinc erat kaitannya dengan metabolisme tulang, sehingga zinc berperan pada pertumbuhan dan perkembangan. Zinc juga memperlancar efek Vitamin D terhadap metabolisme tulang melalui stimulasi sintesis DNA dan sel-sel tulang. Zinc sangat penting selama tahap-tahap pertumbuhan cepat dan perkembangan. 29 Jika, terjadinya defisiensi Zinc maka akibatnya penurunan imunitas terhadap infeksi, peningkatan intensitas serta durasi diare, ganguan pada pertumbuhan yang disebut juga dengan stunting.3 D. Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Kejadian Stunted Defisiensi vitamin A meningkatkan risiko anak terhadap penyakit infeksi. Oleh karena itu, anak yang menderita defisiensi vitamin A akan mengalami kegagalan pertumbuhan.Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan Vitamin A pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat.5 Vitamin A yang di dalam makanan sebagian besar terdapat dalam bentuk ester retinil, bersama karotenoid bercampur dengan lipida lain di dalam lambung. Hati berperan sebagai tempat menyimpan vitamin A utama hingga 6 bulan. Bila tubuh mengalami kekurangan konsumsi vitamin A, asam retinoat diabsoprsi tanpa perubahan. Asam retinoat merupakan bagian dari Vitamin A yang berperan dalam deferensiasi sel dan pertumbuhan.25 Bila tubuh memerlukan,vitamin A dimobilisasi dari hati dalam bentuk retinol yang diangkut oleh Retinol-Binding-Protein (RBP) yang disintesis dalam hati. Pengambilan retinol oleh berbagai sel tubuh bergantung pada reseptor permukaan membran yang spesifik untuk RBP. Retinol kemudian diangkut melalui membran sel untuk kemudian diikatkan pada Cellular Retinol-Binding-Protein (CRBP) dan RBP kemudian dilepaskan. Di dalam sel retinol berfungsi sebagai retinal dan di dalam sel epitel sebagai asam retinoat yang berfungsi sebagai pertumbuhan. Sehingga, apabila kekurangan vitamin A tersebut akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan. 5 Uji coba di lapangan memperlihatkan bermacam-macam efek yang ditimbulkan oleh Vitamin A pada pertumbuhan anak. Sebagian uji coba tidak berhasil menemukan efek keseluruhan yang ditimbulkan oleh suplementasi Vitamin A pada kenaikan tinggi atau berat badan. Sebagian lainnya menemukan kenaikan yang berangsur-angsur secara linier tetapi bukan pertumbuhan yang bermakna atau kenaikan subkelompok yang berangsur-angsur pada kedua aspek pertumbuhan tersebut. Namun demikian, sejumlah penelitian tambahan menunjukkan bahwa Vitamin A berpengaruh pada pertumbuhan. 3 E. Kerangka teori stunting Penyakit Infeksi Konsumsi makanan Tidak cukup persediaan pangan Pola asuh anak tidak memadai Sanitasi dan air bersih/pelaya nan kesehatan dasar tidak memadai Kurang pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat Pengangguran, inflasi, kurang pangan, dan kemiskinan Tingkat ekonomi, Krisis politik dan sosial Sumber : Uniceff, 1998 F. Kerangka Konsep Konsumsi Zinc Kejadian stunting Konsumsi Vitamin A G. Hipotesis 1. Ada hubungan konsumsi Zinc dengan kejadian Stunting pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Kabupaten Padang Pariaman. 2. Ada hubungan konsumsi Vitamin A dengan kejadian Stunting pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Kabupaten Padang Pariaman. No . . . H. Variabel Defenisi Operasional Defenisi Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala Ukur Stunting Stunting adalah keadaan - Microtoise Mengukur - Normal jika Z tubuh dimana keadaan - AUPB Tinggi / skor TB/U ≥- tinggi badan tidak Panjang 2SD mencapai tinggi normal badan menurut umur (TB/U) (TB/PB) sesuai dengan standar menurut deviasi.3 Umur Konsumsi Konsumsi Zinc adalah Zinc jumlah dan frekuensi SQ-FFQ - Stunting jika Z skor TB/U <-2SD Referensi : (30) Wawancara - - anak balita dalam jangka Vitamin A adalah jumlah serta frekuensi Vitamin A yang dikonsumsi oleh anak balita pada waktu tertentu.22 Ordinal Kurang jika <100% AKG waktu tertentu.22 Konsumsi Vitamin A Cukup jika ≥100% AKG zinc yang dikonsumsi Konsumsi Ordinal Referensi: (31) SQ-FFQ Wawancara - Cukup jika ≥100% AKG - Kurang jika <100% AKG Referensi : (31) Ordinal BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan desain Cross Sectional.Variabel dependen (kejadian stunting) dan variabel independen (konsumsi zinc dan vitamin A) diteliti pada waktu yang bersamaan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dan waktu penelitian adalah di Desa Rambai kecamatan Pariaman Selatan pada bulan September 2013 s/d Juni 2014. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian berjumlah 70 orang dari seluruh anak batita (12-36 bulan) di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan tahun 2014. 2. Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus : 𝛼 2 ) .𝑝 1− 𝑝 𝑁 2 𝑛= 𝛼 2 𝑑 2 𝑁 − 1 + 𝑧1 − . 𝑝(1 − 𝑝) 2 (𝑧1 − Keterangan : d = presisi (5 %) p = proporsi (0.18) N = jumlah populasi (70) n = jumlah sampel 𝛼 (𝑧1 − 2 )2 = Nilai z pada tingkat kepercayaan tertentu (1,96) Dari perhitungan di dapat jumlah sampel yaitu 54 orang. Pengambilan sampel penelitian secara simple random sampling. Tahapan pengambilan sampel secara simple random sampling ini, yaitu mengambil sampel dengan membuat lot untuk masing-masing nama sampel, kemudian di ambil secara acak lot tersebut. Kriteria sampel dalam peelitian ini yaitu: 1. Berdomisili di Desa Rambai 2. Anak dalam keadaan sehat Responden dalam penelitian ini adalah ibu batita yang terpilih menjadi sampel penelitian. D. Teknik Pengumpulan data Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah status gizi, umur, konsumsi Zinc, dan konsumsi Vitamin A. Status gizi anak balita ini diolah dari data tinggi badan dan umur balita. a. Tinggi badan Alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan anak balita yaitu microtoise yang mempunyai ketelitian 0.1 cm untuk anak usia di atas 2 tahun. Jika, anak yang berumur di atas 2 tahun di ukur telentang, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm.(2) Cara mengukur menggunakan microtoise : 1) Tempelkan dengan paku microtoise tersebut pada dinding yang lurus datar setinggi tepat 2 meter. Angka nol pada lantai yang datar rata. 2) Lepaskan sepatu atau sandal. 3) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepal bagian belakang harus menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke depan. 4) Turunkan microtoise sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel pada dinding. 5) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang pada gulungan microtoise. Angka tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur. Anak yang berumur di bawah 2 tahun digunakan alat untuk mengukur panjang badan yaitu AUPB. Jika, anak yang berumur di bawah 2 tahun di ukur berdiri maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0.7 cm. (2) Cara mengukur : 1) Alat pengukur diletakkan di atas meja atau tempat yang datar. 2) Bayi ditidurkan lurus di dalam alat pengukur, kepala diletakkan dengan hati-hati sampai menyinggung bagian atas alat pengukur. 3) Bagian alat pengukur sebelah bawah kaki digeser sehingga tepat menyinggung telapak kaki bayi, dan skala pada sisi alat ukur dapat dibaca. Pengukuran tinggi badan/panjang badan pada anak balita dilakukan di posyandu dengan bantuan kader posyandu untuk mengumpulkan ibu balita. Selanjutnya, untuk pemasangan alat dibantu oleh teman yang akan melakukan penelitian di tempat yang sama, yang telah mengetahui cara- cara dalam memasang alat yaitu microtoise. b. Umur Batita Data umur batita dikumpulkan dengan melakukan wawancara kepada ibu batita. c. Konsumsi Zinc dan Vitamin A Data konsumsi zinc dan vitamin A dikumpulkan dengan melakukan wawancara menggunakan format SQ-FFQ kepada ibu batita. Wawancara dilakukan ke rumah warga, dengan tujuan responden atau ibu balita dapat menjawab pertanyaan dengan tenang tanpa dipengaruhi oleh orang lain. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pariaman dan Puskesmas Kuraitaji yaitu prevalensi kejadian pendek (stunting) di tingkat Kecamatan dengan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U). Kemudian, jumlah populasi di peroleh dari data posyandu di Desa Rambai tahun 2013. E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Pengolahan data yang telah diperoleh dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan program yang sesuai. Adapun tahap-tahap dalam pengolahan data yaitu sebagai berikut: a. Editing Memeriksa kembali kuesioner jawaban responden, tentang konsumsi Zinc dan Vitamin A. Tujuan dari editing ini adalah untuk melengkapi data yang masih kurang maupun memeriksa kesalahan untuk diperbaiki yang berguna dalam pengolahan data. b. Coding Pemberian kode dari kuesioner yang terkumpul pada setiap pertanyaan dalam kuesioner. Tujuannya untuk mempermudah saat analisis dan mempercepat pemasukan data. Cara memberikan kode pada tingkat pendidikan dan pekerjaan responden : 1) Tingkat pendidikan responden a) Tamat PT kodenya 1 b) Tamat SMA kodenya 2 c) Tamat SMP kodenya 3 d) Tamat SD kodenya 4 2) Tingkat pekerjaan responden a) PNS kodenya 1 b) Wiraswata kodenya 2 c) Tidak bekerja kodenya 3 c. Entry Memasukkan data ke dalam master tabel dengan memasukkan kode jawaban pada program data. Program data yang digunakan disesuaikan dengan apa yang akan diolah. d. Cleaning Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry. Kesalahan tersebut terjadi pada saat kita memasukkan data ke komputer denga mempertimbangkan kesesuaian jawaban dengan maksud kuesioner, kelogisan dan dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel. 2. Analisis Data Data yang sudah diolah dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan komputerisasi. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel penelitian yang meliputi kejadian Stunting, konsumsi Zinc dan Vitamin A pada anak balita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Kabupaten Padang Pariaman tahun 2014. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent, yakni meliputi hubungan konsumsi Zinc dan Vitamin A dengan kejadian Stunting. Uji yang dilakukan dalam analisa bivariat ini adalah uji chisquare pada confidence limit atau batas kepercayaan 95%. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Rambai terletak di Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman dengan luas wilayah yaitu 123 Ha. Jumlah penduduk di Desa Rambai adalah 1073 jiwa. Jumlah KK yaitu 213 KK yang terdiri dari : - Laki-laki = 483 jiwa - Perempuan = 590 jiwa Pada umumnya pekerjaan penduduk Desa Rambai adalah tani, wiraswasta, buruh dan PNS. Sarana kesehatan yang ada di Desa Rambai yaitu 1 buah polindes dan 2 buah Posyandu. Sarana pendidikan yang ada di Desa Rambai yaitu Paud, dan SD. Selanjutnya, Sarana Ibadah yang ada di Desa Rambai yaitu 1 buah mesjid dan 1 buah mushalla. 2. Karakteristik Responden dan Sampel 1) Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah ibu anak batita yang menjadi sampel. Karakteristik responden dapat dilihat dari segi umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan a. Umur Ibu Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi frekuensi ibu anak batita menurut umur dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Distribusi Ibu Anak Batita (12-36 Bulan) Menurut Umur Ibu di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Kategori Umur Ibu n % 20 - 35 46 85.2 > 35 8 14.8 Jumlah 54 100.0 Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu anak batita berumur 20-35 tahun. Dari kuesioner yang dijalankan didapatkan rata-rata umur ibu yang menjadi responden adalah 30 tahun, standar deviasi 6.01, umur minimum 21 tahun dan umur maximum 46 tahun. b. Pekerjaan Ibu Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi frekuensi ibu anak batita menurut pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Distribusi Ibu Anak Batita (12-36 Bulan) Menurut Pekerjaan Ibu di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Kategori Pekerjaan Ibu n % PNS 2 3.7 Wiraswasta 5 9.3 Tidak Bekerja 47 87.0 Jumlah 54 100.0 Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu anak batita tidak bekerja/ibu rumah tangga. c. Tingkat Pendidikan Ibu Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi frekuensi ibu anak batita menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Distribusi Ibu Anak Batita (12-36 bulan) Menurut Tingkat Pedidikan di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Kategori Pendidikan Ibu n % PT 4 7.4 SMA 32 59.3 SMP 12 22.2 SD 6 11.1 Jumlah 54 100.0 Tabel 7 menunjukkan lebih dari separuh ibu anak batita mempunyai pendidikan SMA. 2) Karakteristik Sampel Karakteristik sampel berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel berikut ini. a. Umur Anak Batita Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi frekuensi anak batita menurut umur dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Distribusi Anak Batita Menurut Umur di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Kategori Umur Anak Batita n % 12 – 24 bulan 22 40.7 25 – 36 bulan 32 59.3 Jumlah 54 100.0 Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar anak batita berumur 25-36 bulan. b. Jenis Kelamin Anak Batita Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi frekuensi anak batita menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Distribusi anak batita (12 – 36 bulan) menurut jenis kelamin di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Kategori jenis kelamin anak batita n % laki-laki 28 51.9 perempuan 26 48.1 Jumlah 54 100.0 Tabel 9 menunjukkan anak batita yang mempunyai jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada yang mempunyai jenis kelamin perempuan. 3. Analisis Univariat 1) Gambaran Kejadian Stunted Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi kejadian stunted pada anak batita dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Distribusi Anak Batita Berdasarkan Kejadian Stunted di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Kejadian Stunting n % Stunted 13 24.1 Normal 41 75.9 Jumlah 54 100.0 Tabel 10 menunjukkan bahwa hampir separuh anak batita yang mengalami stunted. Hasil pengolahan data antropometri dengan indeks TB/U diperoleh rata-rata ZScore adalah -0.868 serta nilai minimum -3.92 dan maksimum 3.26. 2) Konsumsi Zinc Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi anak batita menurut konsumsi zinc dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Distribusi Anak Batita Berdasarkan Konsumsi Zinc di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Konsumsi Zinc kurang cukup Jumlah n 33 21 54 % 61.1 38.9 100.0 Tabel 11 menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak batita mempunyai konsumsi zinc yang kurang. 3) Konsumsi Vitamin A Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi anak batita menurut konsumsi vitamin A dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Distribusi Anak Batita berdasarkan Konsumsi Vitamin A di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Konsumsi Vitamin A n % kurang 31 57.4 cukup 23 42.6 Jumlah 54 100.0 Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak batita mempunyai konsumsi vitamin A yang kurang. 4. Analisis Bivariat 1) Hubungan Konsumsi Zinc dengan Kejadian Stunting Pada Anak Batita (12 – 36 bulan) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hubungan konsumsi zinc dengan kejadian stunted dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hubungan Konsumsi Zinc dengan Kejadian Stunted Pada Anak Batita di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Kategori Stunted Total Kategori Stunted Normal P = 0.020 Konsumsi Zinc n % n % n % Kurang 12 36.4 21 63.6 33 100 Cukup 1 4.8 20 95.2 21 100 Total 13 24.1 41 75.9 54 100 Tabel 13 menunjukkan bahwa proporsi anak batita yang mengalami stunted lebih besar pada kategori konsumsi zinc yang kurang jika dibandingkan dengan konsumsi zinc yang cukup. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi zinc dengan kejadian stunted pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman Tahun 2014 (p < 0.05). 2) Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Kejadian Stunting Pada Anak Batita ( 1236 bulan) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hubungan konsumsi vitamin A dengan kejadian stunted dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Kejadian Stunted Pada Anak Batita di Desa Rambai, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman Tahun 2014 Kategori Stunting Kategori Total Stunted Normal Konsumsi Vitamin A n % n % n % Kurang 11 35.5 20 64.5 31 100 Cukup 2 8.7 21 91.3 23 100 Total 13 24.1 41 75.9 54 100 P = 0.051 Tabel 14 menunjukkan bahwa proporsi anak batita yang mengalami stunted lebih besar pada kategori konsumsi vitamin A yang kurang jika dibandingkan dengan konsumsi vitamin A yang cukup. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi vitamin A dengan kejadian stunting pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman tahun 2014 (p >0.05). B. Pembahasan 1. Gambaran Kejadian Stunted Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 24.1 % (13 orang) anak batita yang mengalami stunted. Jika dibandingkan dengan data hasil penimbangan massal Kota Pariaman tahun 2013, hasil penelitian ini sedikit lebih besar, dimana prevalensi stunted sebesar 17.4 %, untuk Kecamatan Pariaman Selatan sebesar 16.75 %. 19 Hasil penelitian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penimbangan massal Puskesmas Kurai Taji Kecamatan Pariaman Selatan pada tahun 2013, dimana prevalensi stunting yaitu sebesar 15.0 %, dan untuk Desa Rambai sendiri prevalensi stunting yaitu 18.94 %.20 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi (Stunted) terdiri dari sebab langsung yaitu konsumsi makanan (konsumsi energi, protein, vitamin dan mineral) serta infeksi, selanjutnya penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga, pola asuh (pola asuh makan dan pola asuh perawatan), pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan serta tingkat ekonomi.3 Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar anak batita yang mengalami stunted pada ibu yang berpendidikan SMA (53.8 %). Hal ini disebabkan pengetahuan ibu tentang makanan yang sehat dan baik untuk anak nya masih kurang meskipun kebanyakan ibu tamat SMA. Selain itu, anak batita yang mengalami stunted sebagian besar pada ibu yang tidak bekerja (76.92 %). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya informasi yang didapatkan dari luar oleh ibu tentang pentingnya konsumsi zinc dan vitamin A untuk anak batitanya. Kejadian stunted di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan pada anak batita pada tahun 2013 sebesar 18.9 %. Sedangkan, pada tahun 2013 untuk kejadian stunted pada anak batita adalah sebesar 24.1 %. Artinya bahwa kejadian stunted di Desa Rambai mengalami peningkatan sebesar 5.2 %. Tingginya kejadian stunted pada anak batita ini merupakan suatu masalah kesehatan yang harus diperhatikan di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan, karena hal tersebut akan berdampak terhadap kualitas sumber daya untuk masa yang akan datang. 2. Konsumsi Zinc Anak Batita Pada penelitian ini konsumsi zinc pada anak batita 61.1 % kurang. Sama halnya dengan penelitian beberapa ahli yang menyebutkan angka defisiensi zinc pada anak-anak di Indonesia, 17% bayi defisiensi zinc. 12 Studi tahun 2005 di Kedungjati-Grobogan pada anak SD, ditemukan anak yang mengalami defisiensi zinc sebesar 33,3%. 13 Prevalensi yang hampir sama juga ditemukan pada survey nasional tahun 2006, dimana prevalensi defisiensi zinc pada balita sebesar 31,6%.10 Penelitian juga dilakukan di Semarang Kelurahan Tembalang, Bulusan dan Rowosari tahun 2012 didapatkan yaitu sebesar 63.6 % kekurangan zinc.7 Konsumsi makanan berkaitan dengan kandungan zat gizi yang terkandung di dalam makanan yang dimakan. Dikenal dua jenis zat gizi yaitu makronutrient dan mikronutrient. Makronutrient merupakan zat gizi yang menyediakan kalori atau energi, diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, dan fungsi tubuh lainnya. Makronutrient ini diperlukan tubuh dalam jumlah yang besar, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.25 Mikronutirent meskipun tidak dibutuhkan dalam jumlah yang besar tetapi, sangat bermanfaat bagi tubuh untuk kesehatan dan pertumbuhan. Zat gizi yang baik berhubungan dengan peningkatan kesehatan bayi, anak-anak, dan ibu, sistem kekebalan yang kuat, seperti vitamin dan mineral.25 Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap responden, didapatkan bahwa bahan makanan yang kandungan zinc tinggi jarang atau bahkan tidak ada dikonsumsi oleh anak balita. Contoh kandungan zinc yang tinggi dalam bahan makanan yaitu sumber protein hewani seperti daging, makanan hasil laut (kerang, tiram), hati, telur, susu, padipadian, dedak gandum, dan kacang-kacangan.5 Hasil konsumsi bahan makanan oleh anak batita yaitu nasi yang frekuensinya 2-3 kali dalam sehari sebanyak 50-75 gr sekali makan, selanjutnya untuk lauk hewani yaitu yang lebih sering dikonsumsi ikan dan telur sebanyak 25 gr sejali makan, sedangkan untuk daging ayam sekitar 1 kali dalam seminggu atau sebulan sebanyak 25 gr sekali makan, dan daging sapi 1 kali dalam 1 bulan bahkan 1 kali dalam 1 tahun sebanyak 25 gr sekali makan. Pada lauk nabati yaitu tahu dan tempe rata-rata anak mengkonsumsinya dalam sehari sebanyak 25 gr sekali makan, akan tetapi juga ada beberapa anak batita yang tidak mengkonsumsi keduanya, misalnya hanya mengkonsumsi tahu saja anak tersebut tidak menyukai tempe dan begitu sebaliknya. Selanjutnya, untuk sayuran yang paling sering dikonsumsi oleh anak batita tersebut adalah : bayam, wortel, labu siam, wortel, toge, dan kangkung. Pada buah-buahan anak batita mengkonsumsi jeruk, mangga, pisang, pepaya dan apel. Akan tetapi, sayur-sayuran dan buah-buahan rata-rata hanya dikonsumsi dalam 2 atau 3 kali dalam seminggu sebanyak 50-100 gr sekali makan. Berdasarkan hasil wawancara tentang konsumsi zinc pada anak batita tersebut didapatkan hasil konsumsi zinc kurang pada anak batita. Hal ini kemungkinan karena kebiasaan makan anak yang tidak teratur, tingkat ekonomi, pendidikan, serta pengetahuan ibu tentang makanan yang tepat untuk anak batitanya. Oleh karena itu, sebaiknya diberikan informasi oleh petugas kesehatan kepada ibu batita tentang pentingnya konsumsi zinc pada anaknya. 3. Konsumsi Vitamin A Anak Batita Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 57.4 % anak batita yang memiliki konsumsi vitamin A yang kurang. Pada penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas Karangasem I juga ditemukan sebesar 60 % yang mengalami kekurangan vitamin A.6 Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, yang berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan, dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Hasil kajian dari beberapa studi menyatakan bahwa Vitamin A merupakan zat gizi yang sangat essensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting.25 Berdasarkan hasil wawancara didapatkan sebagian besar jenis bahan makanan mengandung vitamin A yang dikonsumsi oleh anak batita yaitu ikan, ayam, bayam, kangkung, wortel, pisang, mangga, dan susu. Masing – masing bahan makanan tersebut dikonsumsi dalam frekuensi yang berbeda-beda seperti ayam dikonsumsi 1- 2 seminggu sebanyak 25 gr sekali makan, ikan dikonsumsi 3 - 4 kali seminggu sebanyak 25 gr sekali makan, sedangkan untuk buah-buahan dan sayuran 2- 4 kali seminggu sebanyak 25-100 gr sekali makan. Pada penelitian ini didapatkan konsumsi vitamin A masih kurang pada anak batita, hal ini kemungkinan pengetahuan ibu yang masih kurang tentang pentingnya konsumsi vitamin A. Keberadaan ibu yang tidak bekerja atau yang lebih sering si rumah mungkin hanya bergelut dengan kebiasaan sehari-hari di dalam rumah dan jarang mendapatkan informasi tentang konsumsi makanan pada anaknya seperti konsumsi vitamin A baik itu dari buku maupun informasi lain yang menyebabkan rendahnya konsumsi vitamin A pada anak. Oleh karena itu, diberikan juga informasi bagi petugas kesehatan kepada ibu batita tentang pentingnya konsumsi vitamin A bagi anaknya. 4. Hubungan Konsumsi Zinc dengan Kejadian Stunted Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi zinc dengan kejadian stunting pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman Tahun 2014 (p< 0.05). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di Semarang Kelurahan Tembalang, Bulusan dan Rowosari tahun 2012 didapatkan ada hubungan yang positif antara konsumsi zinc dengan kejadian stunting.7 Penelitian ini sejalan dengan teori dimana salah satu zat gizi yang harus di konsumsi oleh anak untuk pertumbuhan yaitu zinc. Hal ini karena, zinc berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, melawan infeksi, dan penyembuhan luka. Anak yang dalam proses tumbuh kembang dan anak yang mengalami kekurangan gizi mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami defisiensi. 28 Pada penelitian ini ditemukan konsumsi zinc anak batita yang kurang menyebabkan stunting pada anak batita tersebut. Konsumsi zinc merupakan faktor langsung yang mempengaruhi kejadian stunting. Oleh karena itu, status gizi anak batita berkaitan langsung dengan kosumsinya. 5. Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Kejadian Stunted Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi vitamin A dengan kejadian stunting pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan tahun 2014 (p < 0.05). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Novika Sari di Jorong Sawah Taluak Kecamatan Gubung Talang Kabupaten Solok pada tahun 2012 dimana tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi vitamin A dengan kejadian stunting.33 Akan tetapi, jika dilihat dari kecendrungan yang terjadi adalah bahwa proporsi anak batita yang mengalami stunting lebih banyak pada anak yang konsumsi vitamin Anya kurang. Defisiensi vitamin A meningkatkan risiko anak terhadap penyakit infeksi. Oleh karena itu, anak yang menderita defisiensi vitamin A akan mengalami kegagalan pertumbuhan. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan Vitamin A pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat.5 Pada penelitian ini didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi vitamin A dengan kejadian stunting. Hal ini kemungkinan terjadi karena konsumsi bahan makanan yang mengandung vitamin A kurang, dilihat dari konsumsi buah-buahan dan sayuran yang jarang, dimana sayuran dan buah-buahan tersebut mengandung vitamin A yang cukup tinggi. Oleh karena itu, kecukupan dalam mengkonsumsi vitamin A tidak tercapai. Selanjutnya, juga disebabkan oleh faktor yang mempengaruihi stunted, tidak hanya konsumsi vitamin A saja, akan tetapi juga ada faktor-faktor yang lain yang menyebabkan stunted, seperti pola asuh, pemberian MP ASI, serta penyakit infeksi yang dapat diteliti lebih lanjut penyebab terjadinya stunted oleh peneliti selanjutnya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian tentang hubungan konsumsi zinc dan konsumsi vitamin A dengan kejadian stunting pada anak batita di desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman, maka hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Hampir separuh anak batita mengalami stunting di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. 2. Lebih dari separuh anak batita mempunyai frekuensi konsumsi zinc yang kurang di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014 . 3. Lebih dari separuh anak batita mempunyai frekuensi konsumsi vitamin A yang kurang di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2014. 4. Ada hubungan yang bermakna antara konsumsi zinc dengan kejadian stunting pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan tahun 2014. 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi vitamin A dengan kejadian stunting pada anak batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan tahun 2014. B. Saran 1. Kepada ibu yang memiliki batita agar lebih memperhatikan lagi konsumsi makanan anaknya seperti konsumsi zinc dan vitamin A. 2. Kepada petugas kesehatan agar memberikan informasi kepada ibu batita tentang pentingnya konsumsi zinc dan vitamin A. 3. Kepada peneliti selanjutnya agar lebih mengembangkan penelitian yang behubungan faktor-faktor yang mempengaruhi stunted seperti pola asuh, pemberian MP ASI, serta penyakit infeksi. DAFTAR PUSTAKA 1. Syafiq, Ahmad, dkk. Gizi dan Persada.2007. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Gravindo 2. Supariasa, D.Y. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2002. 3. Gibney, M.J,dkk. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. 4. Feri. Anak Pendek IQ bisa Rendah. Dalam : Yeni, Susri Nurma. Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Balita Di Kenagarian Bonai Kecamatan IX Koto Kabupaten Dhamasraya Tahun 2011 [Karya tulis ilmiah]. Padang: Politeknik Kemenkes Padang. 2011. 5. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.2001. 6. Larasati, Nuki. Perbedaan Konsumsi Energi, protein, vitamin A dan Frekuensi Sakit Karena Infeksi Pada anak Balita Satatus Gizi Pendek (stunted) dan Normal Diwilayah Kerja Puskesmas Karangasem I. Denpasar : Poltekkes Denpasar. 2011. 7. Anindita, Putri. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibum Pendapatn Keluarga, Kecukupan Protein dan Zinc dengan Stunting (pendek) pada Balita usia 6-35 bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang [Skripsi]. Semarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro [sumber online] 2012 [diakses 23 Februari 2014]. Tersedia dari :URL:http:// ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm. 8. WHO 2004. Dalam : Hidayati, Listyani, dkk. Kekurangan Energi dan Zat Gizi Merupakan Faktor Risiko Kejadian Stunted Pada anak Usia 1-3 tahun Yang Tinggal Di wilayah Kumuh Perkotaan Surakarta [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan UMS [sumber online] 2010 [diakses 30 Oktober 2013]. Tersedia dari : URL : http://ejournal-s1.undip.ac.id. 9. International Zinc Nutrition Consultative Group 2004. Assessment of the risk of zinc deficiency in populations and options for its control. Dalam : Hidayati, Listyani, dkk. Kekurangan Energi dan Zat Gizi Merupakan Faktor Risiko Kejadian Stunted Pada anak Usia 1-3 tahun Yang Tinggal Di wilayah Kumuh Perkotaan Surakarta [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. [sumber online] 2010 [diakses 30 Oktober 2013]. Tersedia dari : URL : http://ejournal-s1.undip.ac.id. 10. Herman,S. Studi Masalah Gizi Mikro di Indonesia (Perhatian Khusus pada Kurang Vitamin A, Anemia dan Seng). Dalam : Hamam, Hadi, dkk. Defisiensi Vitamin A dan Zinx sebagai faktor resiko terjadinya stunting pada balita di Nusa tenggara barat. [sumber online] 2009 [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia dari : URL : http://ejournal.litbang.depkes.go.id. 11. Atmarita. Nutrition Problemini Indonesia. Dalam: Hamam, Hadi, dkk. Defisiensi Vitamin A dan Zinx sebagai faktor resiko terjadinya stunting pada balita di Nusa tenggara barat. [sumber online] 2009 [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia dari : URL : http://ejournal.litbang.depkes.go.id. 12. Dijkhuizen,M.A. Zincplus(3-carotene supplementation of pregnant women is superiortop-carotene supplementational one in improving vitamin A status in both mothers andinfant). Dalam: Hamam, Hadi, dkk. Defisiensi Vitamin A dan Zinx sebagai faktor resiko terjadinya stunting pada balita di Nusa tenggara barat. [sumber online] 2009 [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia dari : URL : http://ejournal.litbang.depkes.go.id. 13. Hagnyonowati. Risiko Defisiensi Seng dan Vitamin A terhadap Kemampuan Adaptasi Gelap. Dalam: Hamam, Hadi, dkk. Defisiensi Vitamin A dan Zinx sebagai faktor resiko terjadinya stunting pada balita di Nusa tenggara barat. [sumber online] 2009 [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia dari : URL : http://ejournal.litbang.depkes.go.id. 14. Kjolhede,C.L., dkk. Serum Retinol Level samong Preschool Childrenin Central Java: Demographic and Socio economic Determinants. Dalam: Hamam, Hadi, dkk. Defisiensi Vitamin A dan Zinx sebagai faktor resiko terjadinya stunting pada balita di Nusa tenggara barat. [sumber online] 2009 [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia dari : URL : http://ejournal.litbang.depkes.go.id. 15. Bhutta,Z.A., Child Undernutrition 3,Whatworks Interventions for Maternaland Child Undernutrition and Survival. Dalam: Hamam, Hadi, dkk. Defisiensi Vitamin A dan Zinx sebagai faktor resiko terjadinya stunting pada balita di Nusa tenggara barat. [sumber online] 2009 [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia dari : URL : http://ejournal.litbang.depkes.go.id. 16. Adhi,K.T. Perbedaan Pertumbuhan Linier (TB/U), Kadar Seng dan Kadar C-reactive Protein (CRP) pada Balita dengan Kadar Serum Retinol Normal dan Tidak Normal. Dalam: Hamam, Hadi, dkk. Defisiensi Vitamin A dan Zinc sebagai faktor resiko terjadinya stunting pada balita di Nusa tenggara barat. [sumber online] 2009 [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia dari : URL : http://ejournal.litbang.depkes.go.id. 17. Riskesdas.Prevalensi Anak Balita Pendek.2010. 18. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.2010. 19. Profil Kota Pariaman.Laporan Tahunan Penimbangan Balita Kota Pariaman: Dinas Kesehatan Kota Pariaman.2013. 20. Profil Pariaman Selatan. Hasil Penimbangan Massal Balita Di Kecamatan Pariaman Selatan. 2013. 21. Proverowati, Atikah. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Jakarta: Nuha Media. 2010. 22. Baliwati,Y.F. Pangan dan gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. 2004. 23. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2006. 24. Harper, L.J.,B.J.deaton,A.Driskel. Pangan, Gizi dan pertanian (penerjemah suhardjo). Jakarta : UI press. 1985. 25. Adriani, Merryana. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prena Media Group. 2012. 26. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995. 27. Pudjiadi S. Ilmu gizi klinis pada anak. Dalam : Pediatri, Sari. Peran Zinkum dalam Pertumbuhan Anak. [sumber online] 2009 [diakses 25 November 2013]. Tersedia dari : URL : http://sari pediatric.idai.or.id/pdffile/11-4-14. 28. King FS, Burgess A. Nutrition for developing countries. Dalam : Pediatri, Sari. Peran Zinkum dalam Pertumbuhan Anak. [sumber online] 2009 [diakses 25 November 2013]. Tersedia dari : URL : http://sari pediatric.idai.or.id/pdffile/11-4-14. 29. Salgueiro MJ, dkk. the role of zinc in the Growth and development ofchildren Nutrition. Dalam : Riyadi, Hadi. Zinc Untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Bogor: IPB.2002. 30. Keputusan Menteri Kesehatan RI. Tentang Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta.2010. 31. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 2004. Dalam : Syafiq, Ahmad, dkk. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada.2007. 32. Uniceff.1998. Dalam: Supariasa, D.Y. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2002. 33. Sari, Novika. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Asupan Energi Dan Zat Gizi (Protein, Vitamin A, Fe, Zinc, I) Dan Hubungan Asupan Energi Dan Zat Gizi (Protein, Vitamin A, Fe, Zinc, I) Degan Anak Pendek Usia 24 – 59 Bulan Di Daerah Surplus Pangan Jorong Sawah Taluak Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok Tahun 2010. Padang: Politeknik Kemenkes Padang. 2010. Lampiran C DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN HUBUNGAN KONSUMSI ZINC DAN VITAMIN A DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BATITA DI DESA RAMBAI KECAMATAN PARIAMAN SELATAN TAHUN 2014 A. Identitas Lokasi Tanggal Wawancara Desa Kode Sampel : : : B. Identitas Keluarga No Nama Sex Umur Pendd.* 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 * Pend: 1=PT, 2=SMA, 3=SMP, 4=SD, 5-Tidak sekolah Kerja** **Kerja: 1=PNS, 2=P.Swasta, 3=Wiraswasta, 4=Tani, 5=Buruh, 6=Tidak bekerja, Pewawancara : C. Identitas Balita Nama Balita Jenis Kelamin Tanggal Lahir Umur Berat Badan Tinggi Badan Anak ke : : : : : : : …… dari ….. bersaudara D. Konsumsi makanan URUT SEMI QUANTITATIVE FOOD FREQUENCY (SQ-FFQ) – batita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2 3 4 5 1 2 3 4 NAMA BAHAN MAKANAN PADI_PADIAN Beras Jagung putih pipil Tepung beras Tepung maizena Tepung terigu Mie kering Supermie Bubur tim Bubur nasi Bubur tepung Roti tawar manis Biscuit Donat Kue nagasari Mie bakso Wafer UMBI-UMBIAN Kentang Singkong putih Ubi jalar putih Talas Bengkuang P. HEWANI Daging ayam Daging sapi Hati Sapi Hati Ayam HARI MGGU BLN JML PORSI (1-3) (1-7) (1-4) (./bln) (/xmkn) Berat (gr) 8 9 10 Telur ayam Ikan tongkol Udang segar Ikan segar Telur ayam Ikan teri nasi kering Kerupuk udang Susu sapi Tepung susu Susu kental manis LEMAK & MINYAK Margarin Minyak ikan Minyak kelapa Minyak kelapa sawit Minyak sayur, dll KACANG2AN Kacang hijau Kacang kedele Kacang merah Kacang panjang biji Kacang tanah Tahu Tempe kedele murni Kecap Bubur kac.ijo Kacang atom URUT 5 6 7 8 9 NAMA BAHAN MAKANAN 10 11 12 13 14 1 2 3 4 6 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 HARI (1=3) BUAH/BIJI BERMINYAK Kelapa tua daging Santan Emping GULA Gula pasir Gula aren MGGU BLN JML PORSI (1-7) (1-4) (./bln) (/xmkn) Berat (gr) 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 22 Madu Meises Permen Teh Coklat SAYUR & Buah Kool merah/putih Bayam segar Kembang kool mentah Daun singkong mentah Kangkung Buncis mentah Mentimun Labu kuning Labu siam mentah Lobak mentah Terong belanda/ungu Toge Tomat masak Wortel mentah Sayur & BUAH Alpokat Apel Jambu air Jeruk manis Langsat Mangga Nanas Nangka masak Pepaya Pisang ambon Rambutan Salak Sawo Semangka Sambal Saos tomat Air sayur+isi Sayur sop Pewawancara : __________________________ Lampiran E OUTPUT PENELITIAN 1. IDENTITAS RESPONDEN a. Umur Responden kategori umur respoden Frequency Percent Cumulative Valid Percent Percent Valid 20 - 35 46 85.2 85.2 85.2 > 35 8 14.8 14.8 100.0 Total 54 100.0 100.0 b. Pekerjaan ibu kategori pekerjaan ibu Frequen cy Percent Cumulative Valid Percent Percent 2 3.7 3.7 3.7 5 9.3 9.3 13.0 TIDAK BEKERJA 47 87.0 87.0 100.0 Total 100.0 100.0 Valid PNS WIRASWASTA 54 c. Pendidikan Responden pendidikan responden Frequency Percent Cumulative Valid Percent Percent 4 7.4 7.4 7.4 SMA 32 59.3 59.3 66.7 SMP 12 22.2 22.2 88.9 SD 6 11.1 11.1 100.0 100.0 100.0 Valid PT Total 54 2. IDENTITAS SAMPEL a. Umur Sampel kategori umur batita Frequency Percent Cumulative Valid Percent Percent Valid 12 - 24 22 40.7 40.7 40.7 25 - 36 32 59.3 59.3 100.0 Total 100.0 100.0 54 b. Jenis Kelamin jenis kelamin batita Frequency Percent Cumulative Valid Percent Percent 28 51.9 51.9 51.9 perempuan 26 48.1 48.1 100.0 Total 100.0 100.0 Valid laki-laki 3. 54 OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT a. Distribusi Anak Batita berdasarkan kejadian stunting TB/U Frequency Percent Valid stunting 13 Cumulative Valid Percent Percent 24.1 24.1 24.1 100.0 normal 41 75.9 75.9 Total 54 100.0 100.0 b. Distribusi anak batita berdasarkan konsumsi Zinc kategori konsumsi zinc Frequency Percent Valid kurang 33 Cumulative Valid Percent Percent 61.1 61.1 61.1 100.0 cukup 21 38.9 38.9 Total 54 100.0 100.0 c. Distribusi anak batita berdasarkan konsumsi vitamin A kategori konsumsi vitamin A Frequency Percent Valid kurang 31 Cumulative Valid Percent Percent 57.4 57.4 57.4 100.0 cukup 23 42.6 42.6 Total 54 100.0 100.0 4. OUTPUT UJI CHI-SQUARE a. Konsumsi Zinc kategori konsumsi zinc * Kategori TB/U Crosstabulation Kategori TB/U kategori konsumsi zinc normal Total 12 21 33 % within kategori konsumsi zinc 36.4% 63.6% 100.0% Count 1 20 21 % within kategori konsumsi zinc 4.8% 95.2% 100.0% Count 13 41 54 % within kategori konsumsi zinc 24.1% 75.9% 100.0% kurang Count cukup Total stunting Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 7.012a 1 .008 Continuity Correctionb 5.389 1 .020 Likelihood Ratio 8.306 1 .004 Fisher's Exact Test Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided) sided) .009 Linear-by-Linear Association 6.882 N of Valid Cases 54 1 .007 .009 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.06. b. Computed only for a 2x2 table b. Konsumsi Vitamin A kategori konsumsi vitamin A * Kategori TB/U Crosstabulation Kategori TB/U kategori konsumsi vitamin A normal Total 11 20 31 % within kategori konsumsi vitamin A 35.5% 64.5% 100.0% Count 2 21 23 % within kategori konsumsi vitamin A 8.7% 91.3% 100.0% Count 13 41 54 % within kategori konsumsi vitamin A 24.1% 75.9% 100.0% kurang Count cukup Total stunting Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 5.184a 1 .023 Continuity Correctionb 3.822 1 .051 Likelihood Ratio 5.694 1 .017 Fisher's Exact Test Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided) sided) .028 Linear-by-Linear Association 5.088 N of Valid Cases 54 1 .022 .024 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.54. b. Computed only for a 2x2 table