Hubungan Jenis Kelamin dengan Daya Tahan Otot pada Mahasiswa Kedokteran Angkatan 2011 A. Krishna Ernanda, Ermita Isfandiary Ibrahim Ilyas Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Minimnya data mengenai daya tahan otot pada pelajar di Indonesia, menurunnya aktivitas fisik di kota-kota besar serta meningkatnya angka obesitas pada usia di atas 18 tahun terutama pada perempuan mendasari dilaksanakannya penelitian ini. Penelitian ini bertujuan mencari hubungan antara jenis kelamin dengan daya tahan otot melalui pengukuran jumlah angka push up dan sit up. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional pada mahasiswa fakultas kedokteran angkatan 2011 yang mengikuti praktikum uji daya tahan otot. Data dianalisis menggunakan program SPSS Ver. 21 for Mac dan dilakukan uji deskriptif cross tabulation, uji Independent T-sample dan uji Mann-Whitney. Dari uji daya tahan 132 mahasiswa yang terdiri dari 43 laki-laki dan 89 perempuan, menunjukkan bahwa 67,4% dari mahasiswa laki-laki, dan 85,4% mahasiswa perempuan mempunyai kategori poor. Sedangkan untuk push-up, 60,5% mahasiswa laki-laki masuk ke dalam kategori poor dan 52,8% mahasiswa perempuan masuk ke dalam kategori fair. Pada analisis tidak ditemukan hubungan bermakna antara daya tahan otot, baik sit-up maupun push-up, dengan jenis kelamin. Kata kunci: Daya Tahan Otot; Jenis Kelamin; Mahasiswa Kedokteran; Push-Up; Sit-up Association between Sex and Muscle Endurance of Medical Students Batch 2011 Abstract The lack of data on students’ muscle endurance in Indonesia, decreasing physical activity in big cities and increasing obesity rate in population of 18 years old and over especially on women underlied this research. The purpose of this research is to find any relation between sex and muscle endurance using measurement of sit up and push up. Cross sectional study was used on medical students batch 2011 who participated in muscle endurance examination. Datas were analyzed using SPSS Ver. 21 for Mac and descriptive cross tabulation, Independent T-sample, Mann-Whitney tests were performed. From 132 participants (43 men and 89 women), 67.4% men and 85.4% women are categorized as “poor” for sit-up. Meanwhile on push-ups, 60.5% men are categorized as “poor” and 52.8% women as “fair.” The analysis shows there is no relation between muscle endurance, either sit-up or push-up, with sex. Keywords: Medical Student; Muscle Endurance; Sex; Sit-up; Push-Up Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 Pendahuluan Drastisnya perubahan pola hidup yang terjadi pada awal milenium ini terutama terlihat pada remaja. Frekuensi berolahraga dan dilakukannya aktivitas fisik kini menurun karena majunya teknologi dan tingginya tingkat kesibukan terutama pada para pelajar. Di samping itu, sedikitnya waktu luang untuk berolahraga juga timbul akibat padatnya jadwal dan meningkatnya waktu transportasi terutama pada kota-kota besar. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya prevalensi obesitas pada remaja di Indonesia dari tahun ke tahun. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, status gizi pada kelompok dewasa di atas 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas. Angka obesitas juga mengalami perbedaan pada kedua jenis kelamin, dimana angka obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding lakilaki. Tak hanya itu, obesitas juga mengalami peningkatan pada terutama pada mereka yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang tertinggi pula.1,2 Melihat perubahan yang terjadi ini, ditambah minimnya data mengenai kebugaran remaja di Indonesia, peneliti ingin mengetahui tingkat kebugaran pada pelajar remaja yang kini tinggal di kota besar. Kebugaran tersebut akan dititik beratkan pada daya tahan otot remaja yang diukur melalui jumlah repetisi push up dan sit up. Push up dan sit up akan memberikan gambaran daya tahan otot, masing-masing bagian tubuh atas dan bawah. Penelitian akan dilakukan terhadap mahasiswa angkatan 2011. Peneliti memilih Fakultas Kedokteran sebagai lokasi populasi penelitian dikarenakan lokasi tersebut merupakan lokasi terdekat dengan peneliti, sehingga sangat feasible untuk diambil datanya. Sedangkan angkatan 2011 yang dipilih karena angkatan tersebut sudah menjalani paling tidak satu tahun sebagai mahasiswa yang memiliki kegiatan padat. Daya tahan otot adalah kemampuan otot dalam mempertahankan kerjanya untuk beberapa waktu. Daya tahan otot seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan berdasarkan penelitian, pada laki-laki terdapat lebih banyak faktor yang dapat meningkatkan daya tahan otot dibandingkan pada perempuan. Ada pun perbedaan tersebut terletak pada peran dan kadar hormon, distribusi jenis serat otot, serta besarnya simpanan cadangan tenaga dalam otot. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat apakah perbedaan daya tahan ini juga ditemukan pada lakilaki dan perempuan usia muda di Indonesia, terutama pada mahasiswa kedokteran. Hal ini penting sebab daya tahan otot adalah salah satu komponen dari kebugaran (physical fitness), sehingga, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan daya tahan otot. 3,4,5 Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 Tinjauan Teoritis Daya Tahan Daya tahan merupakan kemampuan sistem pernapasan dan jantung saat beraktivitas tanpa merasa lelah. Daya tahan menjaga agar jantung, paru-paru dan sistem peredaran darah tetap baik dan lancar, serta meningkatkan kebugaran tubuh secara menyeluruh.6 Daya tahan terbagi menjadi dua yakni daya tahan kardiorespirasi dan daya tahan otot. Serat otot secara garis besar terbagi menjadi tiga jenis, otot oksidasi lambat (slow-oxidative), oksidasi-glikolitik cepat (fast oxidative-glycolytic), dan otot glikolitik cepat (fast glycolytic). Otot tipe slowoxidative lebih banyak digunakan pada kegiatan daya tahan. Pada kegiatan yang meningkatkan daya tahan, terjadi perubahan penggunaan otot tipe fast glycolytic dan fast oxidative-glycolytic, yang digunakan pada awal kegiatan, lalu beralih ke tipe slow-oxidative setelah periode waktu tertentu.7 Daya Tahan Otot Didefinisikan sebagai kemampuan otot dalam mempertahankan gaya submaksimal terus menerus atau mempertahankan kontraksi otot submaksimal dalam periode waktu tertentu, yakni antara 30 detik dan 2 menit. Daya tahan otot tangan, punggung, kaki, dan perut dapat dilatih dengan melakukan kegiatan push-up, back-up, jump, dan sit-up sebanyak-banyaknya.8 Daya tahan otot ditentukan oleh kemampuan otot dalam melakukan metabolisme aerobik terus menerus sehingga tidak terjadi kelelahan otot dalam waktu cepat. Kemampuan metabolisme tersebut dipengaruhi oleh jumlah mitokondria dan myoglobin dalam sel otot. Mitokondria berperan dalam membentuk energi dalam sel otot menggunakan bantuan oksigen, sedangkan myoglobin, memengaruhi jumlah oksigen yang masuk ke dalam sel otot dari sirkulasi dan menyimpan oksigen dalam sel otot.10 Push Up Push-up dilakukan dengan memosisikan tubuh dan kaki lurus menghadap tanah dengan tangan diluruskan dan dibuka selebar bahu atau lebih, sehingga tubuh, tangan dan tanah akan membentuk suatu bidang segitiga. Langkah selanjutnya adalah menarik nafas kemudian menekukkan siku sehingga rongga dada mendekat ke tanah tapi tidak menyentuh tanah. Saat gerakan tersebut dilakukan punggung dan tubuh tetap berada pada posisi lurus. Langkah Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 selanjutnya adalah menekan kembali guna mengembalikan tangan kembali ke posisi lurus. Penekanan kembali tersebut diakhiri dengan membuang nafas. Pada push-up, rangkaian kegiatan tersebut menggunakan otot pectoralis major dan triceps brachii. Pada dasarnya push up tidak terlalu memengaruhi otot biceps karena otot biceps berkontraksi efektif jika lengan dalam keadaan supinasi.11 Push up merupakan kegiatan yang biasa dilakukan dan biasa dikondisikan pada program-program yang bertujuan meningkatkan daya tahan tubuh bagian atas. Kegiatan ini merupakan kegiatan dasar yang menargetkan otot pectoralis major dan triceps brachii, serta otot scapular yang berperan sebagai stabilator.12 Sit Up Rangkaian gerakan sit-up meliputi perubahan posisi tubuh dari berbaring terlentang ke posisi duduk, dan kembali ke posisi terlentang kembali. Selama rangkaian kegiatan berlangsung, tangan tidak digerakan dan diposisikan memegang bagian belakang kepala, sementara lutut dan telapak kaki ditahan membentuk sudut 90˚ terhadap bidang datar. Pada gerakan sit-up terjadi kompresi abdomen dan fleksi kolumna spinalis. Otot m. Sternocleidomastoideus pada leher berfungsi sebagai stabilisator, sementara pada femur, otot m. Sartorius serta m. Rectus femoris yang berperan sebagai stabilisator. Gerakan kompresi abdomen, mengontraksikan otot-otot m. Rectus abdominis, m. External oblique, dan m. Internal oblique sebagai agonis dan m. Transversus abdominis sebagai stabilisator. Otot-otot ekstensor kolumna vertebralis seperti golongan iliocostalis, longissimus, serta spinalis berlaku sebagai antagonis.13 Nilai Rata-rata Sit-up Tabel 1. Nilai Rata-rata Repetisi Sit-up dengan Posisi Lutut Ditekuk berdasarkan Usia 15-39 tahun dan Jenis kelamin14 15- 20- 30- 40- 50- 60- Age (yrs) 19 29 39 49 59 69 Jenis kelamin M F M F M F M F M F M F Excellent >48 >42 >43 >36 >36 >29 >31 >25 >26 >19 >23 >16 Above 42- 36- 37- 31- 31- 24- 26- 20- 22- 12- 17- 12- Average 47 41 42 35 35 28 30 24 25 18 22 15 38- 32- 33- 25- 27- 20- 22- 15- 18- 41 35 36 30 30 23 25 19 21 Average Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 125-11 16 4-11 Below 33- 27- 29- 21- 22- 15- 17- 13- Average 37 31 32 24 26 19 21 7-14 17 3-4 7-11 2-3 Poor <32 <26 <28 <20 <21 <14 <16 <16 <12 <2 <6 <1 *Telah diolah kembali dari: Nieman DC. Fitness and Sports Medicine A Health-Related Approach 3rd Edition. California: Bull;1995. p.617 Nilai Rata-rata Push-up Tabel 2. Nilai Rata-rata Repetisi Push-up berdasarkan Usia dan Jenis kelamin14 60- 49 59 69 15-19 Gender M F M F M F M F M F M F Excellent >39 >33 >36 >30 >30 > 27 >22 >24 >21 >21 >18 >17 17- 15- 13- 11- 11- 12- 21 23 20 20 17 16 13- 11- 10- 16 14 12 7-10 8-10 5-11 Average 29-38 23-28 25-32 18-24 29-35 22-28 30-39 50- Age (yrs) Above Average 20-29 40- 21-29 15-20 22-29 17-21 20-26 13-19 10Below Average 18-22 12-17 17-21 10-14 12-16 8-12 12 5-10 7-9 2-6 5-7 1-4 Poor <17 <11 <16 <9 <11 <7 <9 <4 <6 <1 <4 <1 *Telah diolah kembali dari: Nieman DC. Fitness and Sports Medicine A Health-Related Approach 3rd Edition. California: Bull;1995. p.617 Jenis-jenis Serat Otot Rangka Jenis serat otot rangka berpengaruh terhadap daya tahan otot, hal ini dikarenakan terdapatnya perbedaan distribusi pembuluh darah, mitokondria, serta besar diameter serat otot antara jenisjenis serat otot yang ada. Berdasarkan karakteristik histologi, histokimia dan fisiologik, otot rangka dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok. Ketiga kelompok tersebut adalah sebagai berikut: 13 Serat otot oksidasi lambat/slow oxidative (SO) fibers Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 Serat otot SO memiliki diameter yang paling kecil diantara ketiga jenis serat otot yang ada, sehingga kekuatan yang dihasilkannya pun paling rendah. Otot ini dikenal dengan sebutan otot oksidatif terkait dengan banyaknya mitokondria dengan ukuran besar yang dimiliki serat otot SO. Kadar mitokondria yang tinggi tersebut menyebabkan otot dapat menghasilkan ATP melalui respirasi aerobik. Serat otot ini disebut lambat karena ATPase pada kepala miosin menghidrolisis ATP dengan lambat sehingga siklus kontraksi yang terjadi pun berlangsung lebih lambat. Serat otot tipe ini lebih resisten terhadap kelelahan dan dapat menahan kontraksi dalam waktu yang lebih lama (beberapa jam). Serat otot ini beradaptasi untuk menjaga postur tubuh dan aerobik, serta aktivitas daya tahan seperti lari maraton.13 Faktor yang Memengaruhi Daya Tahan Otot Jenis kelamin Jenis kelamin memiliki peran dalam menentukan ukuran dan kekuatan. Secara kualitatif, tekanan maksimum kontraksi otot laki-laki dan perempuan relatif sama yakni berkisar antara 3-4kg/cm2. Adapun kekuatan kualitatif pada perempuan seperti curah jantung, ventilasi paru, dan kekuatan otot berkaitan dengan massa otot bervariasi antara 66,6% dan 75% dari kekuatan kualitatif laki-laki. Sebelum pubertas berlangsung, kekuatan kualitatif laki-laki dan perempuan tidak memiliki perberbedaan yang signifikan. Namun setelah pubertas, laki-laki menjadi lebih kuat dari perempuan. 3,4,5 Perempuan memiliki kemampuan lower respiratory exchange ratio yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada latihan daya tahan submaksimal, sehingga terjadi oksidasi lemak dan karbohidrat pada tingkat yang lebih rendah pula. 14 Perempuan memiliki kurang lebih 52% dan 66% kemampuan laki-laki pada bagian tubuh atas dan bawah secara berturut-turut. Pada laki-laki terdapat otot tipe SO yang lebih memiliki area lebih besar dibandingkan pada perempuan. 17 Terlatih Perubahan fisiologis yang dihasilkan oleh latihan daya tahan berbeda dengan latihan kekuatan maupun anaerobik. Perubahan yang terjadi terdapat pada perbedaan kemampuan tubuh dalam menyalurkan ATP kepada otot secara aerobik. Seberapa besar perubahan tersebut terjadi bergantung pada genetik seseorang serta latihan yang dijalani. Tidak semua orang dapat mencapai titik yang sama jika menjalani suatu latihan yang sama, disinilah peran genetik dalam daya tahan. Terkait kardiovaskular, akan terjadi peningkatan cardiac output, stroke volume yang dikerluarkan, peningkatan volume darah dan konsentrasi hemoglobin. Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 Sedangkan pada metabolik dan muskuloskeletal akan terjadi perubahan berupa peningkatan ukuran dan jumlah mitokondria, peningkatan enzim-enzim oksidatif, densitas kapiler, serta perubahan jumlah penggunaan lemak sebagai cadangan tenaga.18 Selain itu, pelatihan daya tahan otot meningkatkan jumlah protein transpor glukosa (GLUT-4) dalam otot, namun menurunkan penggunaan glukosa selama pelatihan. Pada orang terlatih, akan terdapat peningkatan GLUT-4 sebesar 66% dibandingkan yang tidak terlatih. GLUT-4 meningkatkan jumlah glukosa yang masuk ke otot guna menunjang kerja otot. 19 Nutrisi Penggunaan dan Sumber Nutrisi dalam Aktivitas Otot Pada awal kegiatan, otot akan mengonsumsi banyak karbohidrat, maka setelah periode tertentu akan terjadi perubahan sumber energi utama dari karbohidrat menjadi lemak (dalam bentuk asam lemak dan asam asetoasetat). Sedangkan penggunaan protein dalam bentuk asam amino hanya terjadi dalam kadar yang sangat kecil. Pada kegiatan atletik daya tahan, setelah 4 hingga 5 jam, kadar glikogen otot akan menjadi sangat sedikit dan terjadi penggunaan lemak sebagai sumber utama energi otot. Tidak seluruh energi dari karbohidrat didapatkan melalui cadagan glikogen otot. Faktanya, glikogen disimpan di hati dalam jumlah yang hampir sama dengan otot. Glikogen hati tersebut akan dikeluarkan ke darah dalam bentuk glukosa dan kemudian masuk ke dalam otot sebagai sumber energi. Tak hanya itu, pemberian minuman yang mengandung glukosa juga dapat meningkatkan kadar gula darah sehingga dapat langsung dipakai otot. Hal tersebut biasa dilakukan pada atlit daya tahan. Sekalipun demikian, kegiatan yang melebihi 3 hingga 4 jam pada akhirnya akan memakai kurang lebih 50% lemak sebagai sumber energi utama. Pengaruh Jenis Diet terhadap Kinerja Otot Ketahanan otot dipengaruhi oleh pasokan nutrisi ke dalam otot, terutama kadar glikogen yang disimpan sebelum suatu latihan daya tahan dilakukan. Seseorang dengan diet tinggi karbohidrat akan menyimpan lebih banyak glikogen pada otot dibandingkan dengan mereka yang menjalani diet campuran maupun tinggi lemak. Berikut adalah tabel yang memuat kadar glikogen otot sebelum latihan daya tahan dilakukan serta lama daya tahan yang diperoleh.4 Sistem aerobik berperan dalam oksidasi makanan di mitokondria guna menyediakan energi. Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 Baik glukosa, asam amino dan asam lemak dari makanan setelah melalui berbagai macam proses penggabungan dengan oksigen akan mengonversi AMP dan ADP menjadi ATP. Selain sistem aerobik, juga terdapat sistem phosphagen yang menghasilkan energi lebih besar dalam hitungan menit. Sistem phosphagen digunakan otot untuk kegiatan yang membutuhkan energi besar dan berlangsung dalam waktu yang singkat. Sedangkan sistem aerobik digunakan untuk kegiatan atletik dengan durasi yang panjang. Di tengahnya terdapat sistem glikogen-asam laktat yang berperan memberikan tenaga tambahan pada kegiatan menengah seperti lari 200 hingga 800 meter.4 Metode Penelitian Desain penelitian ini menggunakan studi cross sectional. Penelitian dilakukan di laboratorium Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2013 hingga bulan Agustus 2013. Data penelitian merupakan data sekunder berupa angka repetisi sit-up dan push-up pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2011. Seluruh mahasiswa yang mengikuti percobaan push-up dan sit-up pada Modul Muskuloskeletal tahun 2012, yakni sejumlah 155 mahasiswa. Variabel bebas penelitian adalah jenis kelamin, variabel terikat penelitian adalah jumlah repetisi push up dan sit up, sedangkan variabel perancu penelitian adalah terlatih dan indeks massa tubuh. Menggunakan uji T tidak berpasangan jika distribusi data normal, namun jika distribusi data tidak normal, digunakan uji Mann Whitney. Hasil Penelitian Tabel 3. Persentase Jenis Kelamin terhadap Kategori Sit-Up Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Sit-Up n(%) Averag Excellen Poor Fair e t 29(67,4 7(16,3 ) 5(11,6) ) 2(4,7) Mean ± SD 33,5±1,4 1 76(85,4 ) 23±0,899 6(6,7) 7(7,9) 0(0) Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 Uji Statistik P=0.412 Uji Independen t T Test Berdasarkan analisis data menggunakan uji deskriptif kategorik crosstabulation, terlihat sebaran jenis kelamin pada 132 mahasiswa terhadap berbagai kategori sit-up. Dari 43 total mahasiswa laki-laki terdapat 29 mahasiswa yang jumlah repetisi sit-upnya dikategorikan poor, 5 mahasiswa yang jumlah repetisi sit-upnya dikategorikan average, 7 mahasiswa yang jumlah repetisi sit-upnya dikategorikan fair, dan terdapat 2 mahasiswa yang jumlah repetisi sit-upnya dikategorikan sebagai excellent. Sedangkan pada mahasiswa perempuan, dari 89 mahasiswa terdapat 76 mahasiswa yang jumlah repetisi sit-upnya dikategorikan poor, 6 mahasiswa yang jumlah repetisi sit-upnya dikategorikan average, 7 mahasiswa yang jumlah repetisi sit-upnya dikategorikan fair, dan tidak terdapat mahasiswa yang jumlah repetisi situpnya dikategorikan sebagai excellent. Berdasarkan uji sebaran data, dikarenakan data menunjukan sebaran yang normal (p<0,05) maka uji statistik dilanjutkan dengan uji independen t-test. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan nilai p sebesar 0,412, sehingga dinyatakan tidak terdapat hubungan antara sit-up dengan jenis kelamin. Tabel 4. Persentase Jenis Kelamin terhadap Kategori Push-Up Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Sit-Up n(%) Averag Excellen Poor Fair e t 26(60,5 13(30,2 ) ) 3(7) 1(2,3) 29(32,6 47(52,8 9(10,1) ) ) 4(4,5) Mean±S D 20,5±1,4 9 20,9±1,0 9 Uji Statistik P=0,93 Uji MannWhitney Berdasarkan analisis data menggunakan uji deskriptif kategorik crosstabulation, terlihat sebaran jenis kelamin pada 132 mahasiswa terhadap berbagai kategori push-up. Dari 43 total mahasiswa laki-laki terdapat 26 mahasiswa yang jumlah repetisi push-upnya dikategorikan poor, 13 mahasiswa yang jumlah repetisi push-upnya dikategorikan average, 3 mahasiswa yang jumlah repetisi push-upnya dikategorikan fair, dan terdapat 1 mahasiswa yang jumlah repetisi push-upnya dikategorikan sebagai excellent. Sedangkan pada mahasiswa perempuan, dari 89 mahasiswa terdapat 9 mahasiswa yang jumlah repetisi push-upnya dikategorikan poor, 29 mahasiswa yang jumlah repetisi push-upnya dikategorikan average, 47 mahasiswa yang jumlah repetisi push-upnya dikategorikan fair, dan 4 mahasiswa yang jumlah repetisi push- Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 upnya dikategorikan sebagai excellent. Berdasarkan uji sebaran data, dikarenakan data menunjukan perbesaran sebaran yang tidak normal (p>0,05) maka uji statistik dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Dari hasil uji tersebut, angka diperoleh angka p sebesar 0,93, yang berarti tidak ditemukan hubungan bermakna antara push-up dengan jenis kelamin. Angka rata-rata sit-up pada laki-laki adalah 33,5 sedangkan pada perempuan sebesar 23,0. Sedangkan untuk angka rata-rata push-up pada laki-laki menunjukkan 20,5 sedangkan pada perempuan menunjukkan angka 21,0. Pembahasan Jumlah sampel yang mengikuti penelitian ini adalah sejumlah 132 mahasiswa, dimana terdapat mahasiswa laki-laki sebanyak 43 orang dan mahasiwa perempuan berjumlah 89 orang. Jumlah sampel perempuan lebih banyak dari jumlah sampel laki-laki. Baik pada laki-laki maupun perempuan, angka repetisi sit-up paling banyak masuk ke dalam kategori poor. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan daya tahan pada otot abdomen mahasiswa kedokteran baik laki-laki dan perempuan masih rendah. Menelaah hasil uji yang ada, tidak terdapat perbedaan yang bemakna antara daya tahan otot terhadap jenis kelamin. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian Laughlin-Busk, tahun 2007, yaitu pada lakilaki dan perempuan tidak ditemukan perbedaan dari repetisi sit-up. Penelitian tersebut juga memiliki tujuan menemukan hubungan daya tahan otot dengan jenis kelamin, dan dilakukan terhadap masing-masing 31 orang percobaan untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini ditemukan pada kedua penelitian di tas mungkin terjadi karena perbandingan jumlah subjek laki-laki dan perempuan yang sangat berbeda. Pada penelitian Laughlin tersebut, dilakukan empat uji untuk menilai daya tahan otot, yakni sit-up, push-up yang dimodifikasi, adduksi kaki, serta lateral arm raise. Dari keempat uji yang dilakukan, hanya lateral arm raise yang menunjukkan perbedaan bermakna, dimana laki-laki lebih baik daripada perempuan.20 Melihat perbandingan jumlah kategori yang ada, jumlah subjek yang masuk ke kategori average, fair dan excellent pada laki-laki lebih besar daripada pada perempuan. Pada Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 mahasiswa perempuan, dari 89 mahasiswa, 85,4% di antaranya berada pada kategori poor, dan tidak ada satu pun mahasiswa yang berada pada kategori excellent. Sedangkan pada 43 mahasiwa laki-laki, hanya 67,4% yang masuk ke dalam kategori poor dan 4,7% masuk ke kategori excellent. Dari sini dapat terlihat bahwa laki-laki memiliki daya tahan otot abdomen yang lebih baik daripada perempuan. Hasil yang tidak bermakna tersebut ditemukan mungkin karena jumlah sampel yang kurang besar, maupun perbandingan jumlah sampel yang jauh antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki kategori push-up dengan jumlah mahasiswa terbanyak berada pada kategori poor, sedangkan pada perempuan, jumlah mahasiswa paling banyak terdapat pada kategori fair. Dengan jumlah sampel perempuan yang berjumlah dua kali lipat lebih dari sampel lakilaki, sampel perempuan yang dikategorikan ke dalam excellent berjumlah empat kali lebih banyak daripada laki-laki. Sekalipun demikian, penelitian Laughlin-Busk menunjukkan hasil yang sama, nilai push-up pada laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hasil yang tidak bermakna pada penelitian ini, mungkin dapat disebabkan oleh jumlah sampel yang kurang besar, maupun perbandingan jumlah sampel yang jauh antara laki-laki dan perempuan.20 Pada tabel 8, terlihat perbedaan jumlah subjek pada berbagai kategori push-up. Pada laki-laki kategori push-up dengan jumlah mahasiswa terbanyak terdapat pada kategori poor, sedangkan pada perempuan jumlah mahasiswa terbanyak terdapat pada kategori fair. Perbandingan kategori poor laki-laki dengan perempuan adalah 60,5% dan 10,1%, sedangkan untuk kategori fair adalah 7% dan 52,8%. Terlihat bahwa perempuan memiliki kategori push-up yang lebih baik. Hal ini bertentangan dengan hasil yang ditemukan pada penelitian Augustsson SA, et al tahun 2009, dimana ditemukan perbedaan bermakna nilai push-up pada laki-laki dan perempuan. Penelitian yang dilakukan terhadap 38 subjek perempuan dan 25 subjek laki-laki tersebut menunjukan nilai rata-rata push-up untuk laki-laki sebesar 39 sedangkan pada wanita hanya mencapai nilai 17. Perbedaan nilai repetisi push-up pada penelitian Augustsson et al tersebut dapat disebabkan oleh besarnya rentang usia antara subjek coba yakni 18-35 tahun serta jumlah perbandingan subjek penelitian laki-laki dan perempuan.21 Berdasarkan uji hipotesis, tidak terdapat hubungan antara daya tahan dengan jenis kelamin. Hal ini terlihat pada nilai p sebesar 0,412 dan 0,93 pada masing-masing sit-up dan push-up. Hingga kini masih banyak perdebatan yang terjadi mengenai jenis kelamin mana yang Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 memiliki daya tahan yang lebih baik. Banyak literatur yang mengatakan bahwa laki-laki memiliki daya tahan lebih baik, namun hasil penelitian menunjukkan daya tahan lebih baik pada perempuan, dan bahkan ada penelitian yang menyatakan tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan daya tahan otot. Pada penelitian yang mengatakan bahwa daya tahan otot pada laki-laki lebih baik, diduga hal tersebut terkait dengan kekuatan kualitatif pada perempuan seperti curah jantung, ventilasi paru, dan kekuatan otot bervariasi antara 66,6% dan 75% dari kekuatan kualitatif laki-laki. Selain itu, laki-laki juga memiliki distribusi serat otot slow-oxidative yang lebih banyak daripada perempuan. Sedangkan penelitian yang menyatakan bahwa daya tahan otot pada perempuan lebih baik, meyakini bahwa ada keterlibatan esterogen serta kaitan antara besar massa otot dengan kemungkinan terjadinya kelelahan otot.22,23 Esterogen dipercaya berperan dalam memproteksi otot dari kegiatan-kegiatan yang dapat merusak otot. Kadar esterogen pada perempuan juga berperan dalam memetabolisme lemak menjadi sumber energi pada kegiatan yang berlangsung selama dua jam atau lebih, berbeda pada laki-laki dimana lemak baru mulai dimetabolisme setelah empat jam ke atas. Teori bahwa massa otot berpengaruh terhadap kelelahan otot juga menyatakan bahwa daya tahan pada perempuan lebih baik dibandingkan pada laki-laki. Teori ini mengatakan bahwa perempuan yang umumnya memiliki massa otot lebih rendah daripada laki-laki, dengan anggapan bahwa pada suatu kerja yang sama, otot perempuan mengeluarkan gaya yang lebih rendah. Kerja yang lebih rendah ini, menyebabkan oksigen yang diperlukan serta penekanan mekanik pada pembuluh darah juga lebih kecil, sehingga mengurangi kebutuhan dan pasokan darah ke otot.22,23 Kesimpulan Angka repetisi rata-rata sit up pada laki-laki adalah sebesar 33,5 dan angka repetisi push up pada laki-laki adalah sebesar 20,5. Angka repetisi rata-rata sit up pada perempuan adalah sebesar 23 dan angka repetisi push up pada perempuan adalah sebesar 21. Tidak terdapat hubungan antara angka repetisi sit-up dan push-up terhadap jenis kelamin. Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 Saran Daya tahan pada mahasiswa kedokteran masih termasuk dalam kategori yang buruk, sehingga perlu diberikan pelatihan yang rutin dan sedini mungkin guna meningkatkan daya tahan otot. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perbandingan jumlah sampel antara laki-laki dan perempuan yang seimbang. Selain itu, juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penambahan uji daya tahan lain seperti uji isometrik, adduksi kaki maupun lateral arm raise. Daftar Referensi 1. Suryaputra K, Nadhiroh SR. (2012). Perbedaan Pola Makan dan Aktvitas Fisik antara Remaja Obesitas dengan Non Obesitas. MAKARA Volume 16, No. 1; JUNI 2012. from http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/download/1301/1190 2. Riset Kesehatan Dasar. (2010). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Accessed on July 5, 2013 from http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesdas2010/Lapo ran_riskesdas_2010.pdf 3. Sherwood L. (2010). Human Physiology: From Cells to Systems (7th ed.). Balmont: Brooks/ Cole Cingage Learning. 4. Guyton CA, Hall JE. (2006). Textbook of Medical Physiology (11th ed.). Philadelphia: Elsevier & Saunders. 5. Marieb EN, Hoehn K. (2007). Human Anatomy and Physiology (7th ed.). New York: McGraw-Hill; 2007. 6. Excercising for Endurance. Accessed on July 5, 2013 from http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/magazine/issues/spring12/articles/spring12pg67.html Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 7. Wilson JM, Loenneke JP, Jo E, Wilson GJ, Zourdos MC, Kim JS. (2006). The effects of endurance, strength, and power training on muscle fiber type shifting. Accessed on July 5, 2013 from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21912291 8. Birch KM, Buckley JP, Davey RC, Dawes H, Young SMD, Doherty PJ, et al. (2008). Exercise physiology in special populations: advances in sport and exercise science. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier. 9. Cardiorespiratory Endurance. McGraw Hill. Accessed on July 7, 2013 from http://ewhighered.mcgrawhill.com/sites/dl/free/0073325643/591072/Fahey_Chapter_3.pdf 10. Hickson RC. (1981). Skeletal muscle cytochrome c and myoglobin, endurance, and frequency of training. Journal of Applied Physiology, Volume 51: 746 The American Physiological Society. 11. Delavier, F. (2010). Strength Training Anatomy. (3rd ed.). Human Kinetics. 12. Medrano IC, Ballester EM, Tortosa LM. Comparison of the Effects of an Eight Week Push-Up Program Using Stable Versus Unstable Surfaces. Accessed on July 5, 2013 from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3537455/ 13. Tortora GJ, Derrickson B. (2010). Principles of Anatomy & Physiology: Organization, Support & Movement, and Control Systems of the Human Body. (13th ed.). Danvers: John Wiley & Sons. 14. Nieman DC. (1995). Fitness and Sports Medicine A Health-Related Approach 3rd Edition. California: Bull. 15. Glenmark B, Nilsson M, Gao H, Gustafsson Ja, Dahlman-Wright K, Westerblad H. (2004). Difference in skeletal muscle function in males vs females: role of estrogen receptor beta. Am J Physiol Endocrinol Metab. 16. Tarnopolsky MA. Jenis kelamin differences in substrate metabolism during endurance exercise. Accessed on July 5, 2013 from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10953068 17. Miller AE, MacDougall JD, Tarnopolsky MA, Sale DG. Jenis kelamin differences in strength and muscle fiber characteristics. Accessed on July 5, 2013 from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8477683 18. Hoffman J. (2004). Physiological Aspect of Sport Training and Performance. United States of America: Human Kinetics. Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014 19. Kristiansen S, Gade J, Wojtaszewski JF, Kiens B, Richter EA. Glucose uptake is increased in trained vs. untrained muscle during heavy exercise. Accessed on July 5, 2013 from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10956363 20. Laughlin NT, Busk PL. (2007). Relationships between selected muscle endurance tasks and gender. J Strength Cond Res Volume 21. 21. Augustssons SR, Bersas E, Thomas EM, Sahlberg M, Augustssons J, Svantesson U. (2009). Gender differences and reliability of selected physical performance tests in young women and men. European Journal of Physiotherapy Volume 11. 22. Tate CA, Holtz RW. (1998). Gender and fat metabolism during excercise: a Review. Can J Appl Physiol. Volume 23. 23. Tiidus PM. (2000). Esterogen and gender effect on muscle damage, inflammation and oxidative stress. Can J Appl Physiol. Volume 25. 24. Clark BC, Manini TM, The DJ, Doldo NA, Ploutz-Snyder LL. (2003). Gender differences in skeletal muscle fatigability are related to contraction type and EMG spectral compression. J Appl Physiol. Hubungan Jenis..., Alexander Krishna Ernanda, FK UI, 2014