HUBUNGAN SIKAP REMAJA TERHADAP KESEHATAN

advertisement
&ANAK
JURNAL ASUHAN IBU
JAIA 2016;1(2):27-33
HUBUNGAN SIKAP REMAJA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN
KECENDERUNGAN PERILAKU SEKS BERISIKO DI KOTA BANDUNG
ABSTRAK
Reynie Purnama Raya & Maya Sukmayati
STIKes ‘Aisyiyah Bandung
[email protected] & [email protected]
Sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi diperlihatkan dengan adanya kecenderungan
menolak atau mendukung perilaku seks berisiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan kecenderungan perilaku seks
berisiko pada remaja di Kota Bandung. Penelitian dilakukan dengan metode cross-sectional
dengan populasi pelajar SLTA di Kota Bandung. Sampel dipilih dengan teknik stratified
random sampling sebanyak 213 pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 227 pelajar
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pengambilan data dilakukan setelah mendapatkan
izin penelitian dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FK UNPAD Bandung dan Badan
Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung pada bulan September
2014. Pengukuran sikap dan perilaku dilakukan dengan menggunakan self-administered
kuesioner yang terdiri dari 12 pertanyaan. Sikap dikategorikan menjadi mendukung dan
kurang mendukung dan kecenderungan perilaku dikategorikan menjadi ya dan tidak.
Analisa univariat dilakukan dengan cara menghitung persentase setiap kategori sikap dan
kecenderungan perilaku. Sedangkan untuk menguji perbedaan karakteristik remaja dan
hubungan sikap dan kecenderungan perilaku digunakan uji Chi-square dengan batasan
signifikansi 0,05. Selain itu dihitung risiko antara sikap dan perilaku dengan menggunakan
prevalence ratio (PR) dan 95% confidence interval (CI). Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa sebagian besar remaja (62,5%) kurang mendukung kesehatan reproduksi dan
73,2% tidak mempunyai kecenderungan untuk melakukan seks berisiko. Terdapat
hubungan antara sikap dengan kecenderungan perilaku seks berisiko pada pelajar SLTA
di Kota Bandung (nilai p <0,001).dengan PR (95%CI)=2,59 (1,68-3,99). Pengelola SMA
dan SMK diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap adanya kecenderungan
perilaku berisiko pada remaja dengan cara membuat peraturan-peraturan yang lebih ketat
dan sangsi yang lebih tegas.
Kata Kunci: sikap, perilaku, seksual, berisiko, remaja
Abstract
The attitude of adolescents to reproductive health is shown in their tendency to reject or
support the risky sexual behaviour. This study aims to determine association between attitude
towards reproductive health with a tendency to risky sexual behaviour in adolescents in the
city of Bandung. This study was conducted using cross-sectional with a population of high
school students in Bandung. Sample was selected by stratified random sampling of 213 high
school students and 227 vocational schools. Data collection was performed after obtaining
permission from Ethics Committee of Medical Faculty of Universitas Padjadjaran Bandung and
Unity and Community Empowerment Board of Bandung City in September 2014. Measuring
attitudes and behaviour carried out by using self-administered questionnaires consisting 12
questions. Attitude categorized into support and lack of support and risky sexual behavioural
tendencies categorized into yes and no. Univariate analysis was done by calculating the
percentage of each category of attitudes and behavioural tendencies. Meanwhile, to examine
differences in the characteristics of adolescents and relationship attitudes and behavioural
tendencies Chi-square test was used with significant level of 0.05. Moreover, calculation
on risk between attitudes and behaviour was done by using the prevalence ratio (PR) and
27
Reynie Purnama Raya & Maya Sukmayati
95% confidence intervals (CI). The results showed that the majority of teenagers (62.5%)
were less supportive of reproductive health and 73.2% did not have tendency to risky sexual
behaviour. There was significant association between attitudes and tendencies in risky sexual
behaviour in high school students in Bandung (P <0.001); PR (95% CI)=2.59 (1.68 to 3.99).
High schools administrators are expected to improve monitoring of their students by making
strict regulations and punishments.
Keywords: attitude, risky , sexual, behaviors, adolescents
LATAR BELAKANG
Arus globalisasi telah memengaruhi
Indonesia sebagai negara berkembang menjadi
lebih terbuka menerima berbagai informasi,
termasuk gaya hidup bebas, sehingga mengubah
sikap masyarakat yang dikenal ketat mengontrol
perilaku seks berisiko kini menjadi lebih longgar.
Salah satu kelompok masyarakat yang rawan
terkena dampak negatif dari arus globalisasi
tersebut adalah remaja, dengan batasan usia antara
10 sampai 19 tahun. Salah satu tanda pada periode
ini, periode yang disebut juga dengan istilah strum
and dragg atau periode penuh gejolak, adalah
rasa ingin tahu yang besar tentang banyak hal.
Untuk mememuhi rasa keingintahuannya, remaja
mengakses situs-situs, majalah dan film porno,
dimana perilaku ini berdampak pada pemahaman
mengenai seksual yang salah sehingga memicu
timbulnya sikap dan perilaku seksual yang negatif.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan
kelompok penduduk usia remaja berjumlah
11.358.704 jiwa atau sebesar 26,60% dari total
jumlah penduduk. Kota Bandung sebagai ibukota
provinsi memiliki jumlah penduduk usia remaja
665.252 orang (28%) dari total jumlah penduduk
2.394.873 orang. Persentase remaja usia 15-19
tahun yang melanjutkan pendidikan ke SLTA
adalah sebesar 54%. Sebuah survei pengetahuan
dan perilaku remaja di Kota Bandung pada tahun
2008 menunjukkan bahwa 56 dari 100 responden
remaja dalam penelitian tersebut pernah
melakukan hubungan seksual.
Sikap merupakan faktor predisposisi
&
JURNAL ASUHAN IBU
dalam menentukan perilaku seseorang. Sikap
merupakan proses evaluasi yang bersifat internal,
subjektif, berlangsung dalam diri seseorang dan
tidak dapat diamati secara langsung. Sikap remaja
terhadap kesehatan reproduksi diperlihatkan
dengan adanya kecenderungan menolak atau
mendukung perilaku seks berisiko. Tujuan pada
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi
dengan kecenderungan perilaku seks berisiko di
Kota Bandung.
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan menggunakan
metode analitik observasional dengan pendekatan
cross-sectional, dimana variabel terikat dan
variabel bebas diukur pada waktu yang sama.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah
kecenderungan perilaku seks remaja dengan
kategori ya dan tidak rendah. Sedangkan variabel
bebas adalah sikap remaja terhadap kesehatan
reproduksi dengan kategori mendukung dan
kurang mendukung. Populasi pada penelitian ini
adalah pelajar SLTA Kota Bandung dan sampel
penelitian adalah pelajar empat Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan enam Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) di Kota Bandung. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah stratified
random sampling yaitu teknik penentuan sampel
dengan melakukan stratifikasi populasi ke dalam
sub populasi atau strata dengan pembobotan
yang tidak sama berdasarkan daerah atau wilayah
populasi yang telah ditetapkan. Strata dalam
penelitian ini adalah SMA dan SMK dari setiap
wilayah kerja Dinas Pendidikan Kota Bandung,
ANAK | Volume 1 | Nomor 2 | September 2016
28
Hubungan Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Kecenderungan Perilaku Seks Berisiko di Kota Bandung
yaitu Bandung Timur, Bandung Barat, Bandung
Utara, Bandung Selatan dan Bandung Tengah.
Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih
dahulu mengelompokkan populasi menjadi subsub populasi, kemudian selanjutnya diambil
sebagian anggota secara acak. Jumlah sampel
minimal dihitung dengan menggunakan rumus
sampel Taro Yamane. Dengan jumlah populasi
120.033 pelajar, tingkat presisi 5% dan tambahan
10% didapatkan 440 pelajar sebagai jumlah
minimal sampel (213 pelajar SMA dan 227 orang
pelajar SMK).Analisa data univariat dilakukan
dengan cara menghitung frekuensi dan persentase
kategori kecenderungan perilaku seksual remaja
dan sikap terhadap kesehatan reproduksi. Analisa
bivariat dilakukan dengan cara menguji hipotesa
penelitian dengan menggunakan uji statistik. chi
square dengan batasan signifikansi sebesar 0,05
dan menghitung besar risiko dilakukan dengan
mengkalkulasikan prevalence ratio dan 95%
confidence interval.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan pada 440
pelajar SLTA (213 pelajar SMA dan 227 pelajar
SMK) ini menunjukkan bahwa sebagian besar
remaja (62,5%) kurang mendukung kesehatan
reproduksi dan 73,2% tidak mempunyai
kecenderungan untuk melakukan seks berisiko.
Perbandingan karakteristik pada remaja yang
mempunyai kecenderungan dan tidak mempunyai
kecenderungan untuk melakukan perilaku seks
berisiko dapat dilihat di Tabel 1. Dapat diketahui
bahwa terdapat perbedaan kecenderungan
perilaku seksual berisiko pada kelompok
perempuan dan laki-laki (nilai p=0,009), dimana
kecenderungan perilaku seksual berisiko lebih
tinggi pada kelompok laki-laki (50,8%) daripada
kelompok perempuan (49,2%). Berdasarkan
kelompok usia, tidak terdapat perbedaan
pada kelompok remaja tengah (15-16 tahun)
dan remaja akhir (17-19 tahun) (nilai p=0,3).
Berdasarkan jenis SLTA, terdapat perbedaan
yang signifikan antara kecenderungan perilaku
berisiko antara pelajar SMA dan SMK (nilai
p<0,001). Kecenderungan perilaku berisiko lebih
tinggi pada pelajar SMA (66,9%) dibandingkan
pelajar SMK (33,1%).
Tabel 1. Hubungan Karakteristik Responden Dengan Perilaku Seks Berisiko
Karakteristik
Ada
Tidak ada
kecenderungan kecenderungan
Nilai p *)
Jenis Kelamin
−
Perempuan
−
Laki-laki
58 (49,2%)
60 (50,8%)
203 (63,0%)
119 (37,0%)
0,009
Jenis SLTA
−
SMA
−
SMK
79 (66,9%)
39 (33,1%)
134 (41,6%)
188 (58,4%)
<0,001
Kelompok Usia
−
Remaja Tengah
−
Remaja Akhir
*) uji chi kuadrat
29
Perilaku seks berisiko
45 (38,1%)
73 (61,9%)
106 (32,9%)
216 (67,1%)
&ANAK
JURNAL ASUHAN IBU
0,300
| Volume 1 | Nomor 2 | September 2016
Reynie Purnama Raya & Maya Sukmayati
Hasil tabulasi silang sikap remaja terhadap
kesehatan reproduksi dengan kecenderungan
perilaku seks berisiko menunjukkan bahwa
terdapat 54,2% (64/118) remaja yang
mempunyai kecenderungan berperilaku seks
berisiko mempunyai sikap mendukung kesehatan
reproduksi. Sedangkan pada kelompok remaja
yang tidak mempunyai kecenderungan seks
berisiko, terdapat 31,4% (101/322) remaja yang
bersikap mendukung kesehatan reproduksi.
Pengujian hipotesis dengan menggunakan chi
square menunjukkan nilai p < 0,001, artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara
sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan
kecenderungan perilaku seks berisiko pada remaja
di Kota Bandung. Perhitungan PR menghasilkan
nilai 2,59 dengan 95%CI=1,68-3,99. Dapat
diinterpretasikan bahwa remaja yang kurang
mendukung kesehatan reproduksi berisiko 2,59
kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko
dibandingkan remaja yang mendukung kesehatan
reproduksi (Tabel 2).
Tabel 2. Tabulasi silang sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi dengan kecenderungan
perilaku seks berisiko
Kecenderungan perilaku seks
berisiko
Variabel
Sikap
−
Mendukung
−
Kurang Mendukung
Ada
Tidak ada
64 (54,2%)
54 (45,8%)
101 (31,4%)
221 (68,6%)
Fesbein dan Ajzen(1980) menyatakan
bahwa sikap adalah salah satu komponen penting
dalam menumbuhkan niat yang menjadi faktor
penentu perilaku. Seseorang dengan sikap
mendukung perilaku seks berisiko akan lebih
besar berpeluang untuk melakukannya daripada
yang bersikap tidak mendukung. Dalam penelitian
ini, hasil uji statistik menggambarkan responden
dengan kecenderungan perilaku seks berisiko
memiliki sikap mendukung perilaku seks berisiko
berjumlah 54,2%, lebih besar dibandingkan yang
tidak mendukung (45,8%). Nilai PR (95%CI)
sikap memperlihatkan hasil 2,59 (1,68-3,99) yang
bermakna bahwa sikap mendukung kesehatan
reproduksi berpeluang menimbulkan perilaku
seks berisiko sebanyak 2,59 kali dibandingkan
pelajar yang tidak mendukung. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian Suryoputro dkk
pada 500 orang responden remaja akhir yang
berprofesi sebagai buruh menemukan variabel
sikap signifikan berhubungan dengan perilaku
&
JURNAL ASUHAN IBU
Nilai p
<0,001
PR
(95%CI)
2,59
(1,68-3,99)
seks pada remaja dengan nilai p=0,017, nilai
OR(95%CI) sebesar 0,16 (0,03–0,72).
Dalam variabel sikap, jawaban subjek
diukur untuk mengetahui dukungan sikap mereka
terhadap suatu fenomena yang terjadi, yaitu
perilaku seks berisiko. Soal-soal yang memuat
beberapa sub variabel sikap berbentuk pertanyaan
tertutup dalam skala Likert. Sub variabel yang
diukur dalam soal tersebut antara lain sikap
terhadap hubungan seksual sebelum menikah
(soal no 1,5), sikap terhadap keperawanan (soal
no 2), sikap terhadap siswi yang hamil (soal no 3)
dan sikap terhadap pria yang mempunyai banyak
pasangan di saat yang sama (soal no 4).
Pernyataan pada soal nomor 1 dan 5
menggali sikap responden terhadap hubungan
seksual sebelum menikah. Untuk soal nomor 1,
sebanyak 89,8% responden menyatakan sangat
tidak setuju sementara 1,1% menyatakan sangat
setuju dan 3% ragu-ragu terhadap hubungan
ANAK | Volume 1 | Nomor 2 | September 2016
30
Hubungan Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Kecenderungan Perilaku Seks Berisiko di Kota Bandung
seksual yang dilakukan sebelum menikah. Untuk
soal nomor 5, responden diminta mengemukakan
sikapnya terkait hubungan seksual sebelum
menikah yang dilakukan berdasarkan saling
suka dan saling mencintai. Sebanyak 83,4%
menyatakan sangat tidak setuju, hanya 0,5%
menyatakan sangat setuju dan setuju. Berkenaan
dengan sikap perilaku seks bebas, penelitian
Suryosaputro dkk menemukan sepersepuluh
laki-laki menyatakan setuju sedangkan seluruh
responden menyatakan tidak setuju. Sikap
terbentuk melalui interaksi sosial yang dilakukan
oleh individu dengan lingkungan fisik maupun
psikologis di sekelilingnya sehingga terjadi
hubungan timbal balik yang saling memengaruhi
pola perilaku. Sebagaimana terlihat dari hasil
penelitian Widyastuti mengenai hubungan sikap
terhadap perilaku seksual, dimana penelitian
dilakukan pada 67 orang remaja berusia 15-19
tahun yang tinggal di sebuah lokalisasi pelacuran.
Hampir separuh dari responden (49,3%) memiliki
sikap permisif terhadap perilaku seks bebas.
Terkait besarnya pengaruh teman yang memiliki
sikap seksualitas bebas, dalam penelitian tersebut
ternyata merupakan variabel paling berpengaruh
dalam membentuk sikap permisif terhadap seks
bebas, yaitu nilai p sebesar <0,001, koefisien phi
0,703. Teori Vygotsky mengemukakan bahwa
pengetahuan seseorang bisa didapatkan melalui
interaksi dengan lingkungan sekitar, sementara
pengetahuan adalah salah satu faktor yang
memengaruhi terbentuknya sikap. Priyanti
meneliti 210 orang pelajar MAN di Mojokerto
terkait hubungan pengetahuan dengan sikap
terhadap penyakit menular seksual. Analisis data
menggunakan Chi Square dengan taraf signifikasi
0,05 diketahui bahwa ada pengaruh signifikan
pengetahuan terhadap sikap remaja mengenai
penyakit menular seksual.
Pernyataan nomor 2 bermaksud menggali
sikap responden terhadap pernyataan yang
menolak adanya kemungkinan di jaman sekarang
31
remaja putri dapat mempertahankan keperawanan
hingga ke jenjang pernikahan. Sebanyak 35,9%
menyatakan sangat tidak setuju dan 31,1%
menyatakan tidak setuju. Hanya 2,7% responden
menyatakan sangat setuju dan 9,3% menyatakan
setuju. Jawaban responden menunjukkan
mayoritas mereka masih percaya dan mendukung
para gadis untuk mempertahankan keperawanan
hingga menikah.
Pada pernyataan nomor 3 responden
diminta mengemukakan sikap mereka mengenai
sanksi dikeluarkannya remaja putri yang hamil
dari sekolah. Mayoritas responden menyatakan
sangat tidak setuju (37%), 27,5% menyatakan
tidak setuju, hanya 6,4% memilih jawaban sangat
setuju dan 7% menyatakan setuju. Sampai saat
ini pihak sekolah masih memberlakukan sanksi
mengeluarkan siswi yang hamil dan siswa yang
menghamili walaupun belum ada undang-undang
tertulis yang mengatur mengenai hal tersebut.
Selama ini yang digunakan adalah hukum adat
yang berlaku di masyarakat setempat. Undangundang terkait perilaku zina juga tidak bisa
digunakan untuk menjatuhkan sanksi kepada para
pelajar yang melakukan hubungan seks berisiko
karena definisi zina dalam undang-undang
tersebut dinyatakan sebagai perselingkuhan
yang dilakukan oleh pasangan yang salah satunya
telah menikah. Beberapa sekolah membuat surat
perjanjian tidak akan hamil dan melakukan hal-hal
yang melanggar norma agama serta sosial secara
tertulis saat remaja mendaftar sebagai siswa baru
dan membuat surat perjanjian tersebut sebagai
dasar pengambilan keputusan mengeluarkan
para pelajar yang berperilaku seks berisiko.
Sanksi mengeluarkan siswi yang hamil dan
siswa yang menghamili masih dipandang perlu
sebagai efek jera serta peringatan bagi pelajar
yang lain. Jika sanksi tersebut tidak diberlakukan,
maka dikhawatirkan akan mengganggu proses
pembelajaran disamping sanksi sosial yang
didapat dari teman-teman sekitarnya akan
&ANAK
JURNAL ASUHAN IBU
| Volume 1 | Nomor 2 | September 2016
Reynie Purnama Raya & Maya Sukmayati
memberi dampak psikologis besar bagi pelajar
yang bersangkutan. Sayang sekali, dilihat dari
sudut pandang gender, ada perbedaan perlakuan
pada remaja perempuan dan laki-laki. Tidak
seperti pada pelajar putri yang hamil, pelajar lakilaki yang melakukan tindakan asusila umumnya
sulit untuk diberi sanksi jika tidak ada aduan.
Pernyataan nomor 4 berisi pernyataan
yang menggali sikap responden terhadap pria
yang mempunyai banyak pasangan pada saat
yang bersamaan. Sebagian besar responden
menyatakan sangat tidak setuju (60%), hanya
3,4% responden yang menyatakan sangat setuju
dan setuju. Mayoritas responden dalam penelitian
ini adalah remaja periode akhir, dimana mereka
sudah memiliki pemikiran ke arah masa depan,
termasuk pasangan hidup, bukan mencari
pasangan untuk bersenang-senang. Selain itu,
faktor norma dan kultur memengaruhi sikap dan
pandangan responden mengenai pola hubungan
romantis mereka. Terkait perilaku seks, individu
yang mempunyai banyak pasangan dalam satu
waktu mempunyai risiko lebih besar dalam
penularan infeksi menular seksual. Ramayanty
mengukur pengetahuan dan sikap terhadap
kesehatan reproduksi 114 orang remaja pelajar
SMA Bayu Pertiwi pada tahun 2015, hasilnya
mayoritas (47,4%) memiliki sikap kurang baik
dan berhubungan signifikan dengan perilaku
seksual (p=0,007). Sedangkan penelitian Teguh
dkk (2013) menemukan hubungan yang tidak
signifikan antara sikap dengan perilaku seks pada
46 orang responden mahasiswa yang memiliki
sikap permisif terhadap seks bebas sebesar 74,4%
(p=0,43).
SIMPULAN
Terdapat hubungan antara sikap dengan
kecenderungan perilaku seks berisiko pada pelajar
SLTA di Kota Bandung. Untuk instansi terkait
diharapkan dapat meningkatkan controlling
terhadap adanya kecenderungan perilaku berisiko
&
JURNAL ASUHAN IBU
pada remaja dan membuat peraturan-peraturan
yang lebih ketat dan sangsi yang lebih tegas
terhadap perilaku-perilaku seks berisiko.
DAFTAR PUSTAKA
Masduqi H. Pengaruh Globalisasi Terhadap
Kebudayaan Nasional [Internet]. [diunduh
2013 Jul 22]. Tersedia: http://www.
academia.edu/2412977/Pengaruh
Globalisasi
Terhadap
Kebudayaan
Nasional
Edburg M. Part 3: Revised Draft UNICEF/LAC Core
Indikators For MICS4(And Beyond) With
Rationale and Sample Module. UNICEF;
2009.
Mitchell K. Adolescent Sexual and Reproductive
Health toolkit for humanitarian settings.
UNFPA-Save The Children; 2009.
MacKay AP, Duran C.Adolescent Health In United
States, 2007. Maryland: National Centre
For Health Statistic.2008
S.W. Sarwono, E. A Meinarno. Psikologi Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika; 2009.
Gray NJ, Klein JD, Noyce PR. Health Information
Seeking-Adolescents. Soc Sci Med Elsevier.
2005; 60:1467–78.
Nuryani I, Pratami VW. Hubungan Keterpaparan
Media Informasi Tentang Seks Dengan
Perilaku Seks Remaja Awal Pada Siswa
Di Smp Semarang. Dinamika Kebidanan.
2011 Agustus;1(2).
Dariyo A. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor
Selatan: Ghalia Indonesia; 2004. hal. 115.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D.
Bandung: Alfa Beta; 2008.
Ali Hanafiah K. Dasar - dasar Statistika aneka
bidang ilmu pertanian dan hayati. Jakarta:
ANAK | Volume 1 | Nomor 2 | September 2016
32
Hubungan Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Kecenderungan Perilaku Seks Berisiko di Kota Bandung
Raja Grafindo Persada; 2006. 394.p.
Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta :
PT Rineka Cipta. Jakarta: Rineka Cipta;
2010.
Suryoputro A, Ford NJ, Shaluhiyah Z. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku seksual
remaja di jawa tengah : Implikasinya
terhadap kebijakan dan layanan kesehatan
seksual dan reproduksi. Makara. 2006 Jun
21;10:29–40.
S. Azwar. Sikap Manusia dan Teori Pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2007.
Widyastuti, E.S.A. Personal Dan Sosial Yang
Mempengaruhi Sikap Remaja Terhadap
Hubungan Seks Pranikah. J Promosi Kesehat
Indones. 2009 Agustus;4(2):75–85.
John W Santrock. Adolescence. 12th ed. New York:
33
McGraw-Hill; 2008.
Priyanti S. Pengaruh pengetahuan terhadap sikap
remaja terhadap penyakit menular akibat
hubungan seksual di MAN Mojokerto.
Hosp Majapahit. 2011;3(2):54–78.
Desy Ramayanty, Sri Rahayu Sanusi, Maya
Fitria. Hubungan pengetahuan dan sikap
remaja tentang kesehatan reproduksi
dengan perilaku seksual di SMA Bayu
Pertiwi Sunggal 2015. [FKM]: Universitas
Sumatera Utara; 2015.
Teguh A, Istiarti T, Widagdo L. Hubungan
Pengetahuan Sikap Terhadap Kesehatan
Reproduksi Dengan Praktik Seksual
Pranikah Pada Mahasiswi Kebidanan Di
Politeknik Kesehatan Depkes Semarang.
FKM Undip. April 2013; Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2013 2(2).
&ANAK
JURNAL ASUHAN IBU
| Volume 1 | Nomor 2 | September 2016
Download