&ANAK JURNAL ASUHAN IBU JAIA 2016;1(2):27-33 HUBUNGAN SIKAP REMAJA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKS BERISIKO DI KOTA BANDUNG ABSTRAK Reynie Purnama Raya & Maya Sukmayati STIKes ‘Aisyiyah Bandung [email protected] & [email protected] Sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi diperlihatkan dengan adanya kecenderungan menolak atau mendukung perilaku seks berisiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan kecenderungan perilaku seks berisiko pada remaja di Kota Bandung. Penelitian dilakukan dengan metode cross-sectional dengan populasi pelajar SLTA di Kota Bandung. Sampel dipilih dengan teknik stratified random sampling sebanyak 213 pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 227 pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pengambilan data dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FK UNPAD Bandung dan Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung pada bulan September 2014. Pengukuran sikap dan perilaku dilakukan dengan menggunakan self-administered kuesioner yang terdiri dari 12 pertanyaan. Sikap dikategorikan menjadi mendukung dan kurang mendukung dan kecenderungan perilaku dikategorikan menjadi ya dan tidak. Analisa univariat dilakukan dengan cara menghitung persentase setiap kategori sikap dan kecenderungan perilaku. Sedangkan untuk menguji perbedaan karakteristik remaja dan hubungan sikap dan kecenderungan perilaku digunakan uji Chi-square dengan batasan signifikansi 0,05. Selain itu dihitung risiko antara sikap dan perilaku dengan menggunakan prevalence ratio (PR) dan 95% confidence interval (CI). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar remaja (62,5%) kurang mendukung kesehatan reproduksi dan 73,2% tidak mempunyai kecenderungan untuk melakukan seks berisiko. Terdapat hubungan antara sikap dengan kecenderungan perilaku seks berisiko pada pelajar SLTA di Kota Bandung (nilai p <0,001).dengan PR (95%CI)=2,59 (1,68-3,99). Pengelola SMA dan SMK diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap adanya kecenderungan perilaku berisiko pada remaja dengan cara membuat peraturan-peraturan yang lebih ketat dan sangsi yang lebih tegas. Kata Kunci: sikap, perilaku, seksual, berisiko, remaja Abstract The attitude of adolescents to reproductive health is shown in their tendency to reject or support the risky sexual behaviour. This study aims to determine association between attitude towards reproductive health with a tendency to risky sexual behaviour in adolescents in the city of Bandung. This study was conducted using cross-sectional with a population of high school students in Bandung. Sample was selected by stratified random sampling of 213 high school students and 227 vocational schools. Data collection was performed after obtaining permission from Ethics Committee of Medical Faculty of Universitas Padjadjaran Bandung and Unity and Community Empowerment Board of Bandung City in September 2014. Measuring attitudes and behaviour carried out by using self-administered questionnaires consisting 12 questions. Attitude categorized into support and lack of support and risky sexual behavioural tendencies categorized into yes and no. Univariate analysis was done by calculating the percentage of each category of attitudes and behavioural tendencies. Meanwhile, to examine differences in the characteristics of adolescents and relationship attitudes and behavioural tendencies Chi-square test was used with significant level of 0.05. Moreover, calculation on risk between attitudes and behaviour was done by using the prevalence ratio (PR) and 27 Reynie Purnama Raya & Maya Sukmayati 95% confidence intervals (CI). The results showed that the majority of teenagers (62.5%) were less supportive of reproductive health and 73.2% did not have tendency to risky sexual behaviour. There was significant association between attitudes and tendencies in risky sexual behaviour in high school students in Bandung (P <0.001); PR (95% CI)=2.59 (1.68 to 3.99). High schools administrators are expected to improve monitoring of their students by making strict regulations and punishments. Keywords: attitude, risky , sexual, behaviors, adolescents LATAR BELAKANG Arus globalisasi telah memengaruhi Indonesia sebagai negara berkembang menjadi lebih terbuka menerima berbagai informasi, termasuk gaya hidup bebas, sehingga mengubah sikap masyarakat yang dikenal ketat mengontrol perilaku seks berisiko kini menjadi lebih longgar. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan terkena dampak negatif dari arus globalisasi tersebut adalah remaja, dengan batasan usia antara 10 sampai 19 tahun. Salah satu tanda pada periode ini, periode yang disebut juga dengan istilah strum and dragg atau periode penuh gejolak, adalah rasa ingin tahu yang besar tentang banyak hal. Untuk mememuhi rasa keingintahuannya, remaja mengakses situs-situs, majalah dan film porno, dimana perilaku ini berdampak pada pemahaman mengenai seksual yang salah sehingga memicu timbulnya sikap dan perilaku seksual yang negatif. Jawa Barat merupakan provinsi dengan kelompok penduduk usia remaja berjumlah 11.358.704 jiwa atau sebesar 26,60% dari total jumlah penduduk. Kota Bandung sebagai ibukota provinsi memiliki jumlah penduduk usia remaja 665.252 orang (28%) dari total jumlah penduduk 2.394.873 orang. Persentase remaja usia 15-19 tahun yang melanjutkan pendidikan ke SLTA adalah sebesar 54%. Sebuah survei pengetahuan dan perilaku remaja di Kota Bandung pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 56 dari 100 responden remaja dalam penelitian tersebut pernah melakukan hubungan seksual. Sikap merupakan faktor predisposisi & JURNAL ASUHAN IBU dalam menentukan perilaku seseorang. Sikap merupakan proses evaluasi yang bersifat internal, subjektif, berlangsung dalam diri seseorang dan tidak dapat diamati secara langsung. Sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi diperlihatkan dengan adanya kecenderungan menolak atau mendukung perilaku seks berisiko. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi dengan kecenderungan perilaku seks berisiko di Kota Bandung. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional, dimana variabel terikat dan variabel bebas diukur pada waktu yang sama. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kecenderungan perilaku seks remaja dengan kategori ya dan tidak rendah. Sedangkan variabel bebas adalah sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi dengan kategori mendukung dan kurang mendukung. Populasi pada penelitian ini adalah pelajar SLTA Kota Bandung dan sampel penelitian adalah pelajar empat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan enam Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bandung. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified random sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan melakukan stratifikasi populasi ke dalam sub populasi atau strata dengan pembobotan yang tidak sama berdasarkan daerah atau wilayah populasi yang telah ditetapkan. Strata dalam penelitian ini adalah SMA dan SMK dari setiap wilayah kerja Dinas Pendidikan Kota Bandung, ANAK | Volume 1 | Nomor 2 | September 2016 28 Hubungan Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Kecenderungan Perilaku Seks Berisiko di Kota Bandung yaitu Bandung Timur, Bandung Barat, Bandung Utara, Bandung Selatan dan Bandung Tengah. Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu mengelompokkan populasi menjadi subsub populasi, kemudian selanjutnya diambil sebagian anggota secara acak. Jumlah sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus sampel Taro Yamane. Dengan jumlah populasi 120.033 pelajar, tingkat presisi 5% dan tambahan 10% didapatkan 440 pelajar sebagai jumlah minimal sampel (213 pelajar SMA dan 227 orang pelajar SMK).Analisa data univariat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi dan persentase kategori kecenderungan perilaku seksual remaja dan sikap terhadap kesehatan reproduksi. Analisa bivariat dilakukan dengan cara menguji hipotesa penelitian dengan menggunakan uji statistik. chi square dengan batasan signifikansi sebesar 0,05 dan menghitung besar risiko dilakukan dengan mengkalkulasikan prevalence ratio dan 95% confidence interval. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan pada 440 pelajar SLTA (213 pelajar SMA dan 227 pelajar SMK) ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja (62,5%) kurang mendukung kesehatan reproduksi dan 73,2% tidak mempunyai kecenderungan untuk melakukan seks berisiko. Perbandingan karakteristik pada remaja yang mempunyai kecenderungan dan tidak mempunyai kecenderungan untuk melakukan perilaku seks berisiko dapat dilihat di Tabel 1. Dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kecenderungan perilaku seksual berisiko pada kelompok perempuan dan laki-laki (nilai p=0,009), dimana kecenderungan perilaku seksual berisiko lebih tinggi pada kelompok laki-laki (50,8%) daripada kelompok perempuan (49,2%). Berdasarkan kelompok usia, tidak terdapat perbedaan pada kelompok remaja tengah (15-16 tahun) dan remaja akhir (17-19 tahun) (nilai p=0,3). Berdasarkan jenis SLTA, terdapat perbedaan yang signifikan antara kecenderungan perilaku berisiko antara pelajar SMA dan SMK (nilai p<0,001). Kecenderungan perilaku berisiko lebih tinggi pada pelajar SMA (66,9%) dibandingkan pelajar SMK (33,1%). Tabel 1. Hubungan Karakteristik Responden Dengan Perilaku Seks Berisiko Karakteristik Ada Tidak ada kecenderungan kecenderungan Nilai p *) Jenis Kelamin − Perempuan − Laki-laki 58 (49,2%) 60 (50,8%) 203 (63,0%) 119 (37,0%) 0,009 Jenis SLTA − SMA − SMK 79 (66,9%) 39 (33,1%) 134 (41,6%) 188 (58,4%) <0,001 Kelompok Usia − Remaja Tengah − Remaja Akhir *) uji chi kuadrat 29 Perilaku seks berisiko 45 (38,1%) 73 (61,9%) 106 (32,9%) 216 (67,1%) &ANAK JURNAL ASUHAN IBU 0,300 | Volume 1 | Nomor 2 | September 2016 Reynie Purnama Raya & Maya Sukmayati Hasil tabulasi silang sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi dengan kecenderungan perilaku seks berisiko menunjukkan bahwa terdapat 54,2% (64/118) remaja yang mempunyai kecenderungan berperilaku seks berisiko mempunyai sikap mendukung kesehatan reproduksi. Sedangkan pada kelompok remaja yang tidak mempunyai kecenderungan seks berisiko, terdapat 31,4% (101/322) remaja yang bersikap mendukung kesehatan reproduksi. Pengujian hipotesis dengan menggunakan chi square menunjukkan nilai p < 0,001, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan kecenderungan perilaku seks berisiko pada remaja di Kota Bandung. Perhitungan PR menghasilkan nilai 2,59 dengan 95%CI=1,68-3,99. Dapat diinterpretasikan bahwa remaja yang kurang mendukung kesehatan reproduksi berisiko 2,59 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan remaja yang mendukung kesehatan reproduksi (Tabel 2). Tabel 2. Tabulasi silang sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi dengan kecenderungan perilaku seks berisiko Kecenderungan perilaku seks berisiko Variabel Sikap − Mendukung − Kurang Mendukung Ada Tidak ada 64 (54,2%) 54 (45,8%) 101 (31,4%) 221 (68,6%) Fesbein dan Ajzen(1980) menyatakan bahwa sikap adalah salah satu komponen penting dalam menumbuhkan niat yang menjadi faktor penentu perilaku. Seseorang dengan sikap mendukung perilaku seks berisiko akan lebih besar berpeluang untuk melakukannya daripada yang bersikap tidak mendukung. Dalam penelitian ini, hasil uji statistik menggambarkan responden dengan kecenderungan perilaku seks berisiko memiliki sikap mendukung perilaku seks berisiko berjumlah 54,2%, lebih besar dibandingkan yang tidak mendukung (45,8%). Nilai PR (95%CI) sikap memperlihatkan hasil 2,59 (1,68-3,99) yang bermakna bahwa sikap mendukung kesehatan reproduksi berpeluang menimbulkan perilaku seks berisiko sebanyak 2,59 kali dibandingkan pelajar yang tidak mendukung. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suryoputro dkk pada 500 orang responden remaja akhir yang berprofesi sebagai buruh menemukan variabel sikap signifikan berhubungan dengan perilaku & JURNAL ASUHAN IBU Nilai p <0,001 PR (95%CI) 2,59 (1,68-3,99) seks pada remaja dengan nilai p=0,017, nilai OR(95%CI) sebesar 0,16 (0,03–0,72). Dalam variabel sikap, jawaban subjek diukur untuk mengetahui dukungan sikap mereka terhadap suatu fenomena yang terjadi, yaitu perilaku seks berisiko. Soal-soal yang memuat beberapa sub variabel sikap berbentuk pertanyaan tertutup dalam skala Likert. Sub variabel yang diukur dalam soal tersebut antara lain sikap terhadap hubungan seksual sebelum menikah (soal no 1,5), sikap terhadap keperawanan (soal no 2), sikap terhadap siswi yang hamil (soal no 3) dan sikap terhadap pria yang mempunyai banyak pasangan di saat yang sama (soal no 4). Pernyataan pada soal nomor 1 dan 5 menggali sikap responden terhadap hubungan seksual sebelum menikah. Untuk soal nomor 1, sebanyak 89,8% responden menyatakan sangat tidak setuju sementara 1,1% menyatakan sangat setuju dan 3% ragu-ragu terhadap hubungan ANAK | Volume 1 | Nomor 2 | September 2016 30 Hubungan Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Kecenderungan Perilaku Seks Berisiko di Kota Bandung seksual yang dilakukan sebelum menikah. Untuk soal nomor 5, responden diminta mengemukakan sikapnya terkait hubungan seksual sebelum menikah yang dilakukan berdasarkan saling suka dan saling mencintai. Sebanyak 83,4% menyatakan sangat tidak setuju, hanya 0,5% menyatakan sangat setuju dan setuju. Berkenaan dengan sikap perilaku seks bebas, penelitian Suryosaputro dkk menemukan sepersepuluh laki-laki menyatakan setuju sedangkan seluruh responden menyatakan tidak setuju. Sikap terbentuk melalui interaksi sosial yang dilakukan oleh individu dengan lingkungan fisik maupun psikologis di sekelilingnya sehingga terjadi hubungan timbal balik yang saling memengaruhi pola perilaku. Sebagaimana terlihat dari hasil penelitian Widyastuti mengenai hubungan sikap terhadap perilaku seksual, dimana penelitian dilakukan pada 67 orang remaja berusia 15-19 tahun yang tinggal di sebuah lokalisasi pelacuran. Hampir separuh dari responden (49,3%) memiliki sikap permisif terhadap perilaku seks bebas. Terkait besarnya pengaruh teman yang memiliki sikap seksualitas bebas, dalam penelitian tersebut ternyata merupakan variabel paling berpengaruh dalam membentuk sikap permisif terhadap seks bebas, yaitu nilai p sebesar <0,001, koefisien phi 0,703. Teori Vygotsky mengemukakan bahwa pengetahuan seseorang bisa didapatkan melalui interaksi dengan lingkungan sekitar, sementara pengetahuan adalah salah satu faktor yang memengaruhi terbentuknya sikap. Priyanti meneliti 210 orang pelajar MAN di Mojokerto terkait hubungan pengetahuan dengan sikap terhadap penyakit menular seksual. Analisis data menggunakan Chi Square dengan taraf signifikasi 0,05 diketahui bahwa ada pengaruh signifikan pengetahuan terhadap sikap remaja mengenai penyakit menular seksual. Pernyataan nomor 2 bermaksud menggali sikap responden terhadap pernyataan yang menolak adanya kemungkinan di jaman sekarang 31 remaja putri dapat mempertahankan keperawanan hingga ke jenjang pernikahan. Sebanyak 35,9% menyatakan sangat tidak setuju dan 31,1% menyatakan tidak setuju. Hanya 2,7% responden menyatakan sangat setuju dan 9,3% menyatakan setuju. Jawaban responden menunjukkan mayoritas mereka masih percaya dan mendukung para gadis untuk mempertahankan keperawanan hingga menikah. Pada pernyataan nomor 3 responden diminta mengemukakan sikap mereka mengenai sanksi dikeluarkannya remaja putri yang hamil dari sekolah. Mayoritas responden menyatakan sangat tidak setuju (37%), 27,5% menyatakan tidak setuju, hanya 6,4% memilih jawaban sangat setuju dan 7% menyatakan setuju. Sampai saat ini pihak sekolah masih memberlakukan sanksi mengeluarkan siswi yang hamil dan siswa yang menghamili walaupun belum ada undang-undang tertulis yang mengatur mengenai hal tersebut. Selama ini yang digunakan adalah hukum adat yang berlaku di masyarakat setempat. Undangundang terkait perilaku zina juga tidak bisa digunakan untuk menjatuhkan sanksi kepada para pelajar yang melakukan hubungan seks berisiko karena definisi zina dalam undang-undang tersebut dinyatakan sebagai perselingkuhan yang dilakukan oleh pasangan yang salah satunya telah menikah. Beberapa sekolah membuat surat perjanjian tidak akan hamil dan melakukan hal-hal yang melanggar norma agama serta sosial secara tertulis saat remaja mendaftar sebagai siswa baru dan membuat surat perjanjian tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan mengeluarkan para pelajar yang berperilaku seks berisiko. Sanksi mengeluarkan siswi yang hamil dan siswa yang menghamili masih dipandang perlu sebagai efek jera serta peringatan bagi pelajar yang lain. Jika sanksi tersebut tidak diberlakukan, maka dikhawatirkan akan mengganggu proses pembelajaran disamping sanksi sosial yang didapat dari teman-teman sekitarnya akan &ANAK JURNAL ASUHAN IBU | Volume 1 | Nomor 2 | September 2016 Reynie Purnama Raya & Maya Sukmayati memberi dampak psikologis besar bagi pelajar yang bersangkutan. Sayang sekali, dilihat dari sudut pandang gender, ada perbedaan perlakuan pada remaja perempuan dan laki-laki. Tidak seperti pada pelajar putri yang hamil, pelajar lakilaki yang melakukan tindakan asusila umumnya sulit untuk diberi sanksi jika tidak ada aduan. Pernyataan nomor 4 berisi pernyataan yang menggali sikap responden terhadap pria yang mempunyai banyak pasangan pada saat yang bersamaan. Sebagian besar responden menyatakan sangat tidak setuju (60%), hanya 3,4% responden yang menyatakan sangat setuju dan setuju. Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah remaja periode akhir, dimana mereka sudah memiliki pemikiran ke arah masa depan, termasuk pasangan hidup, bukan mencari pasangan untuk bersenang-senang. Selain itu, faktor norma dan kultur memengaruhi sikap dan pandangan responden mengenai pola hubungan romantis mereka. Terkait perilaku seks, individu yang mempunyai banyak pasangan dalam satu waktu mempunyai risiko lebih besar dalam penularan infeksi menular seksual. Ramayanty mengukur pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan reproduksi 114 orang remaja pelajar SMA Bayu Pertiwi pada tahun 2015, hasilnya mayoritas (47,4%) memiliki sikap kurang baik dan berhubungan signifikan dengan perilaku seksual (p=0,007). Sedangkan penelitian Teguh dkk (2013) menemukan hubungan yang tidak signifikan antara sikap dengan perilaku seks pada 46 orang responden mahasiswa yang memiliki sikap permisif terhadap seks bebas sebesar 74,4% (p=0,43). SIMPULAN Terdapat hubungan antara sikap dengan kecenderungan perilaku seks berisiko pada pelajar SLTA di Kota Bandung. Untuk instansi terkait diharapkan dapat meningkatkan controlling terhadap adanya kecenderungan perilaku berisiko & JURNAL ASUHAN IBU pada remaja dan membuat peraturan-peraturan yang lebih ketat dan sangsi yang lebih tegas terhadap perilaku-perilaku seks berisiko. DAFTAR PUSTAKA Masduqi H. Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebudayaan Nasional [Internet]. [diunduh 2013 Jul 22]. Tersedia: http://www. academia.edu/2412977/Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebudayaan Nasional Edburg M. Part 3: Revised Draft UNICEF/LAC Core Indikators For MICS4(And Beyond) With Rationale and Sample Module. UNICEF; 2009. Mitchell K. Adolescent Sexual and Reproductive Health toolkit for humanitarian settings. UNFPA-Save The Children; 2009. MacKay AP, Duran C.Adolescent Health In United States, 2007. Maryland: National Centre For Health Statistic.2008 S.W. Sarwono, E. A Meinarno. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika; 2009. Gray NJ, Klein JD, Noyce PR. Health Information Seeking-Adolescents. Soc Sci Med Elsevier. 2005; 60:1467–78. Nuryani I, Pratami VW. Hubungan Keterpaparan Media Informasi Tentang Seks Dengan Perilaku Seks Remaja Awal Pada Siswa Di Smp Semarang. Dinamika Kebidanan. 2011 Agustus;1(2). Dariyo A. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia; 2004. hal. 115. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfa Beta; 2008. Ali Hanafiah K. Dasar - dasar Statistika aneka bidang ilmu pertanian dan hayati. Jakarta: ANAK | Volume 1 | Nomor 2 | September 2016 32 Hubungan Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Kecenderungan Perilaku Seks Berisiko di Kota Bandung Raja Grafindo Persada; 2006. 394.p. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. Suryoputro A, Ford NJ, Shaluhiyah Z. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di jawa tengah : Implikasinya terhadap kebijakan dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Makara. 2006 Jun 21;10:29–40. S. Azwar. Sikap Manusia dan Teori Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2007. Widyastuti, E.S.A. Personal Dan Sosial Yang Mempengaruhi Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah. J Promosi Kesehat Indones. 2009 Agustus;4(2):75–85. John W Santrock. Adolescence. 12th ed. New York: 33 McGraw-Hill; 2008. Priyanti S. Pengaruh pengetahuan terhadap sikap remaja terhadap penyakit menular akibat hubungan seksual di MAN Mojokerto. Hosp Majapahit. 2011;3(2):54–78. Desy Ramayanty, Sri Rahayu Sanusi, Maya Fitria. Hubungan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual di SMA Bayu Pertiwi Sunggal 2015. [FKM]: Universitas Sumatera Utara; 2015. Teguh A, Istiarti T, Widagdo L. Hubungan Pengetahuan Sikap Terhadap Kesehatan Reproduksi Dengan Praktik Seksual Pranikah Pada Mahasiswi Kebidanan Di Politeknik Kesehatan Depkes Semarang. FKM Undip. April 2013; Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013 2(2). &ANAK JURNAL ASUHAN IBU | Volume 1 | Nomor 2 | September 2016