(MDA) dan Gambaran Histopatologi Pankreas Pada Tikus

advertisement
Perubahan Kadar Malondialdehid (MDA) dan Gambaran Histopatologi Pankreas Pada
Tikus (Rattus norvegicus) AITD Hasil Induksi Capra hircus Tiroglobulin (cTg)
Changes in Malondialdehyde Levels (MDA) and Pancreas Histopathology of AITD Rats
(Rattus norvegicus) induced by Capra hircus Thyroglobulin (cTg)
Samha Sholikhatin, Aulanni’am,dan Dyah Kinasih Wuragil
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya
[email protected]
ABSTRAK
Autoimmune thyroiditis (AITD) merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan
kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis pada organ tiroid. Pembuatan hewan
model AITD dilakukan dengan pemberian inducer seperti tiroglobulin (Tg). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peningkatan kadar malondialdehid (MDA) dan gambaran
histopatologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi Capra hircus thyroglobulin
(cTg). Hewan model AITD dalam penelitian ini dibuat dengan injeksi emulsi cTg dan
Complete Freud’s Adjuvant (CFA) atau Incomplete Freud’s Adjuvant (IFA) (perbandingan 1
: 1) sebanyak 0,2 ml secara subkutan cervical pada hari ke-0, 14 dan 28. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa induksi cTg secara signifikan (p<0,05) meningkatkan kadar MDA.
Peningkatan kadar MDA sebesar 29% dan 63% pada kelompok dengan pemberian dosis 100
µg/mL dan dosis 200 µg/mL. Induksi cTg menyebabkan kerusakan pankreas tikus berupa
kariolisis dan atrofi dengan semakin bertambahnya dosis cTg. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah induksi cTg mampu meningkatkan kadar MDA dan menyebabkan perubahan
gambaran histopatologi pankreas tikus.
Kata kunci : AITD,
histopatologi Pankreas
Capra hircus thyroglobulin (cTg), malondialdehid (MDA),
ABSTRACT
Autoimmune thyroiditis (AITD) is an autoimmune disease which caused tissue
damage or disruption to the physiological function of the thyroid organ. Preparation of animal
models of AITD administered an inducer such as thyroglobulin (Tg) to rats. This research
was aimed to determine the levels of malondialdehyde (MDA) and pancreas histopathology
of cTg induced rats (Rattus norvegicus). Animal models of AITD in this research were
prepared by injecting emulsion of cTg and Complete Freud 's Adjuvant (CFA) or Incomplete
Freud 's Adjuvant (IFA) (ratio 1:1) as much as 0.2 ml subcutaneously in the cervical, on days
0, 14 and 28. The result showed that cTg induction significantly (p<0.05) increased the levels
of MDA. Increased MDA levels were 29% and 63% at a dose of 100 µg/mL and 200 µg/mL.
CTg induction caused rat pancreatic damage by forming karyolysis and atrophy with the
increasing of cTg dose. The conclusion of this research was the induction of cTg could
increase the MDA levels and caused damage in rat pancreas.
Key words : Autoimmune thyroiditis, Capra hircus thyroglobulin (cTg), malondialdehyde
(MDA), pancreas histopathology
1
sebesar
75%,
sehingga
tiroglobulin
merupakan inducer yang lebih banyak
digunakan untuk menginduksi AITD (Ng et
al., 2004). Tiroglobulin dari beberapa spesies
(manusia, tikus, sapi, babi dan rodensia)
memiliki kesamaan fisik, biokimia, dan
struktur molekul (Zhou and Gill, 2005),
sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa
tiroglobulin kambing atau Capra hircus
tiroglobulin (cTg) yang belum banyak
digunakan memiliki potensi yang sama
dalam menginduksi terjadinya AITD.
Weetman (2001) mengemukakan bahwa
Hashimoto
thyroiditis
(hipotiroiditis)
merupakan bentuk AITD yang paling umum
terjadi setelah diinduksi dengan Tg. Kondisi
hipotirodisme
dapat
mempengaruhi
mekanisme seluler karbohidrat dalam tubuh
seperti pada hepar dan jaringan perifer yang
diperantarai jalur insulin. Penurunan kadar
hormon tiroid dapat menginduksi penurunan
ekspresi gen-gen yang mengatur transportasi
glukosa ke dalam jaringan seperti glucose
transporter (Brenta, 2011). Apabila terjadi
gangguan pada mekanisme seluler tersebut,
maka jaringan tidak dapat menerima sinyal
insulin sehingga dapat terjadi resistensi
insulin. Resistensi insulin berhubungan erat
dengan terjadinya penyakit diabetes tipe 2.
Resistensi insulin mampu menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam
darah (Kasuga, 2006; Kapadia et al., 2012),
untuk memperbaiki keadaan tersebut
pankreas
akan
dirangsang
untuk
mensekresikan insulin, namun apabila
sekresinya berlebihan di dalam tubuh dapat
menyebabkan kondisi hiperinsulinemia.
Kelebihan glukosa maupun insulin dalam
darah mampu menginduksi terbentuknya
radikal bebas atau Reactive Oxigen Species
(ROS) (Ceolotto et al., 2004; Robertson et
al., 2003) yang nantinya dapat menimbulkan
kondisi stres oksidatif, sehingga mampu
menyebabkan kerusakan jaringan pankreas.
Stres oksidatif terjadi akibat peroksidasi lipid
dimana radikal bebas menyerang asam lemak
tidak jenuh ganda atau Poly Unsuturates
Fatty Acid (PUFA) dan terbentuk produk
seperti MDA, sehingga salah satu parameter
yang dapat menentukan stres oksidatif
PENDAHULUAN
Penyakit autoimun merupakan suatu
penyakit yang menyebabkan kerusakan
jaringan atau gangguan fungsi fisiologis
yang ditimbulkan oleh respon autoimun
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Salah
satu penyakit autoimun yang banyak
menyerang manusia dan hewan adalah
autoimmune thyroiditis (AITD). Penyakit
AITD merupakan penyakit yang terjadi
karena adanya inflamasi yang disebabkan
oleh respon autoimun yaitu terbentuknya
autoantibodi akibat pengenalan self-antigen
sebagai non-self-antigen pada sel kelenjar
tiroid (Weetman, 2004). Terdapat dua bentuk
penyakit AITD yang paling umum terjadi,
yaitu
berupa
Hashimoto
thyroiditis
(hipotiroiditis)
dan
Grave’s
disease
(hipertiroiditis) (Swain et al., 2005).
Kejadian AITD menyerang 2 - 4 %
perempuan dan hampir 1% laki-laki di dunia.
Tingkat prevalensinya meningkat seiring
dengan bertambahnya usia penduduk di
dunia (Canaris et al., 2000). Autoimmune
thyroiditis (AITD) juga dapat menyerang
hewan seperti anjing
dan kucing.
Berdasarkan hasil survei American Kennel
Club Delegates committee, estimasi kejadian
hipotiroiditis pada anjing sebesar 80% dan
seringkali menyerang anjing ras murni.
Hipertiroiditis dapat menyerang kucing pada
usia dewasa, sedangkan hipotiroiditis dapat
terjadi pada anak kucing jenis Siamese
(Dodds, 2000).
Autoimmune thyroiditis (AITD) umumnya
ditandai dengan kerusakan pada sel-sel tiroid
oleh proses imun yang dimediasi oleh
antibodi
yang
akan
mempengaruhi
kemampuan tiroid untuk memproduksi
hormon, dengan akibat terjadi penurunan
produksi tiroid (hipotiroidisme) atau
peningkatan
sekresi
hormon
tiroid
(hipertiroidisme) (Dayan et al., 1996). Salah
satu autoantigen spesifik yang dominan pada
AITD adalah tiroglobulin (Tg) (Rapoport
and Mclachlan, 1992). Tiroglobulin (Tg)
merupakan komponen yang paling banyak
terdapat dalam sel tiroid dibandingkan
thyroid peroxidase (TPO) dan thyroid
stimulating hormon receptor (TSHR) yaitu
2
tersebut yaitu dengan mengukur kadar MDA
(Valko et al., 2006).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
dampak AITD terhadap organ pankreas
dengan mengamati parameter berupa
peningkatan kadar malondialdehid (MDA)
dan perubahan gambaran histopatologi pada
pankreas tikus.
bagian subkutan cervical pada hari ke-0 dan
booster pada hari ke-14 dan ke-28 pada
kelompok B dan C. Kelompok B dengan
perlakuan tikus yang diinjeksi 100 µg/mL
cTg (dalam CFA 1:1) sebanyak 0,2 mL /ekor
kemudian dilakukan booster menggunakan
100 µg/mL cTg (dalam IFA 1:1) pada hari
ke-14 dan ke-28 secara sebanyak 0,2 mL
/ekor. Kelompok C, tikus diinjeksi 200
µg/mL cTg (dalam CFA 1:1) pada hari ke-0
sebanyak 0,2 mL /ekor lalu dilakukan
booster menggunakan dosis 200 µg/mL cTg
(dalam IFA 1:1) pada hari ke-14 dan ke-28
sebanyak 0,2 mL /ekor.
MATERI DAN METODE
Persiapan Hewan Model
Sebanyak 18 ekor tikus putih (Rattus
norvegicus) betina strain Wistar dengan
umur 8-12 minggu dan berat badan 100- 150
gram, yang diadaptasi selama tujuh hari
dengan pemberian pakan berupa BR-1
Comfeed dan minum secara ad libitum. Tikus
dibagi dalam 3 kelompok perlakuan, yang
terdiri dari 6 ekor tikus. Kandang tikus
berlokasi pada tempat yang bebas dari suara
ribut dan terjaga dari asap industri serta
polutan lainnya. Alas kandang (bedding)
mudah diganti dan disanitasi. Penggunaan
hewan coba penelitian telah mendapat
persetujuan dari Komisi Etik Penelitian
Universitas Brawijaya No. 140-KEP-UB
tahun 2013.
Pengukuran Kadar MDA
Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan
metode Thiobarbituric Acid (TBA), dimulai
dengan penggerusan organ pankreas dengan
berat 0,5 gram ke dalam mortar dingin dan
ditambahkan larutan NaCl 0,9%. Homogenat
yang terbentuk disentrifugasi dengan
kecepatan 800 rpm selama 20 menit.
Supernatan diambil
sebanyak 100 µL
dimasukkan
ke
dalam
microtube,
ditambahkan 550 µL aquades, 100 µL TCA
4% 100 µL HCL 1N, serta 100 µL Na-Thio
dan dihomogenkan dengan vortex. Mulut
tabung ditutup dengan aluminium foil dan
dipanaskan dalam water bath 100ºC. Setelah
dingin, dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 500 rpm selama 10 menit dan
supernatan diambil untuk dipindah ke
microtube baru, dan diukur absorbansinya
dengan alat spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum (λmaks = 532 nm).
Isolasi dan Perhitungan Kadar Capra
hircus thyroglobulin (cTg)
Tiroid kambing dicuci dengan PBS,
kemudian organ ditimbang 1 gram dan
digerus dengan mortar dingin, ditambahkan
1 mL PBST-PMSF dan pasir kuarsa
secukupnya. Setelah itu, homogenat dituang
ke dalam microtube dan disentrifus pada
kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama
20 menit. Supernatan dipindahkan ke
dalam microtube baru. Ekstrak protein kasar
yang berisi protein tiroglobulin, selanjutnya
diukur kadarnya menggunakan uji biuret,
serta absorbansinya diukur menggunakan
spektofotometri pada panjang gelombang
540 nm.
Pembuatan Preparat Histopatologi Organ
Pankreas
Organ difiksasi dengan PFA 4% selama
18-24 jam, dimasukkan ke dalam aquades
selama 1 jam, kemudian didehidrasi dengan
alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, dan
95%, dan dimasukkan ke larutan xylol
selama 1 jam. Tahap selanjutnya adalah
proses infiltrasi yang dilakukan dalam
paraffin cair dan diembedding ke dalam blok.
Jaringan pada blok paraffin dipotong dengan
mikrotom setebal 4-5 mikron. Irisan
diletakkan pada object glass yang
Pembuatan Hewan Coba Model AITD
Injeksi cTg
Metode injeksi cTg yang digunakan pada
penelitian ini merupakan modifikasi dari
Song et al., (2011), tikus diinjeksi pada
3
sebelumnya direndam dalam poly-L-lysin.
Setelah itu, dilakukan inkubasi 24 jam.
Selanjutnya dilakukan proses deparafinasi
dengan menggunakan xylol (5 menit),
dilanjutkan
dengan
proses
rehidrasi
menggunakan alkohol absolut 95%, 90%,
80% dan 70% secara berurutan masingmasing selama 5 menit. Jaringan kemudian
dicuci dengan aquades sekali dilanjutkan
dengan PBS pH 7,4 sebanyak 15 menit.
Jaringan kemudian diwarnai dengan Mayer’s
Hematoxylin-Eosin selama 10 menit pada
suhu ruang dan dicuci dengan aquades 15
menit. Preparat dikeringkan dan dilakukan
mounting menggunakan entellan kemudian
ditutup dengan cover glass. Preparat yang
telah jadi selanjutnya diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 400x.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Malondialdehid (MDA) Organ
Pankreas pada Tikus (Rattus norvegicus)
hasil induksi Capra hircus thyroglobulin
(cTg)
Hasil pengukuran kadar malondialdehid
(MDA) pankreas tikus menggunakan uji
Thiobarbituric Acid (TBA), didapatkan hasil
perhitungan statistika (p<0,05) yang terlihat
pada Tabel 1.
Kelompok A atau tikus kontrol memiliki
kadar MDA sebesar (2,500 ± 0,799 µg/mL),
adanya kadar MDA pada tikus normal ini
dikarenakan radikal bebas seperti ROS dapat
dihasilkan secara normal oleh tubuh. Radikal
bebas tersebut selanjutnya akan bereaksi
dengan komponen membran sel pankreas
seperti fosfolipid, asam lemak tidak jenuh,
dan protein yang nantinya mampu
menyebabkan terjadinya reaksi peroksidasi
lipid dengan membentuk malondialdehida
(MDA). Valko et al., (2007) mengemukakan
bahwa berbagai organ tubuh, termasuk
jaringan pankreas memiliki mekanisme
sistem pertahanan alami berupa enzim
antioksidan intrasel atau endogen seperti
superoksida dismutase (SOD), catalase (Cat)
dan glutathione peroxidase (GPx) yang
berperan sebagai pertahanan terdepan yang
berfungsi
untuk
menetralkan
dan
mempercepat degradasi senyawa radikal
bebas untuk mencegah kerusakan komponen
makromolekul sel, tetapi kandungan enzimenzim antioksidan pankreas tersebut jauh
lebih sedikit dibandingkan dengan organ lain
seperti hati, ginjal, dan otot. Oleh karena itu,
sangat kuat dugaan bahwa adanya kadar
MDA dalam kelompok kontrol karena
kurangnya enzim antioksidan dalam
membersihkan
radikal
bebas
yang
dikeluarkan tubuh secara normal.
Pengamatan Preparat Histopatologi
Hasil pembuatan preparat histopatologi
pankreas diamati secara visual menggunakan
mikroskop
Olympus
BX51
dengan
perbesaran lemah (100x) dilanjutkan
perbesaran kuat (400x). Pengambilan
gambaran histologis dengan menggunakan
kamera.
Kriteria
kerusakan
berupa
perubahan morfologi dan degenerasi sel pada
pulau Langerhan maupun sel-sel acinar
pankreas
Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data kualitatif untuk
mengetahui gambaran histopatologi jaringan
pankreas yang dianalisa dan disajikan secara
deskriptif, serta data kuantitatif untuk
mengetahui
kadar
MDA
dianalisa
menggunakan uji Analysis of Variant
(ANOVA) dengan taraf kepercayaan sebesar
95% (α=0,05) (Kusriningrum, 2008) dan uji
lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey
test menggunakan SPSS 16 for Windows.
Tabel 1. Kadar MDA organ pankreas tikus
Rata-rata Kadar
% Peningkatan
MDA (µg/mL)
Kadar MDA
Tikus normal (A)
2,500 ± 0,799a
0
Tikus AITD dosis cTg 100 µg/mL (B)
3,235 ± 0,657ab
29
Tikus AITD dosis cTg 200 µg/mL (C)
4,076 ± 0,603b
63
Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Kelompok Perlakuan
4
oksidase membentuk superoksida (O2 -) yang
merupakan radikal bebas reaktif (Coelotto et
al., 2004).
Peningkatan radikal bebas (ROS) dapat
menyebabkan kondisi stress oksidatif. Stres
oksidatif dapat diketahui dari kerusakan
jaringan yang diakibatkan oleh radikal bebas
oksigen pada seluruh membran biologis yaitu
dengan cara menyerang protein, lipid atau
lemak, asam nukleat dan gliko-konjugat
(Sharma et al., 2003). Radikal bebas tidak
mempunyai pasangan elektron, sehingga
radikal bebas tersebut akan mencapai
kestabilan dengan menyerang molekul
terdekat untuk mencari pasangan elektron.
Akibat dari aktivitas radikal bebas ini dapat
merusak bentuk molekul dan menyebabkan
sel-sel
makromolekul
hancur.
Sel
makromolekul yang paling rentan diserang
oleh radikal bebas adalah asam lemak tak
jenuh seperti asam lemak tak jenuh panjang
(PUFA). Grotto et al., (2009) menyebutkan
bahwa target radikal bebas atau ROS adalah
ikatan ganda karbon-karbon dari PUFA.
Ikatan ganda ini melemahkan ikatan karbonhidrogen, dan memudahkan pemindahan
hidrogen oleh radikal bebas, kemudian
radikal bebas dapat memisahkan atom
hidrogen dan terbentuk radikal lipid, yang
mengalami oksidasi menghasilkan suatu
radikal lipid peroksil. Radikal peroksil dapat
bereaksi dengan PUFA yang lainnya dan
menghasilkan suatu lipid hidroperoksida dan
radikal lipid lainnya. Lipid hidroperoksida
tidak
stabil
dan
fragmentasinya
menghasilkan produk seperti MDA.
Hasil analisa statistik menggunakan
ANOVA dan Tukey test menunjukkan bahwa
induksi cTg pada kelompok perlakuan,
memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kadar MDA organ pankreas. Data pada Tabel
1 menunjukkan bahwa perlakuan dengan
dosis cTg 100 µg/mL (kelompok B) tidak
memiliki perbedaan yang nyata terhadap
kadar MDA kelompok perlakuan kontrol.
Kadar MDA pada kelompok tikus AITD
hasil induksi cTg dengan dosis 200 µg/mL
(kelompok C) memiliki perbedaan yang
nyata terhadap kadar MDA kelompok A atau
perlakuan kontrol (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa induksi cTg dosis 200
µg/mL mampu meningkatkan kadar MDA
secara signifikan dan dapat berpengaruh
dalam meningkatkan ROS.
Nilai rata-rata kadar MDA pada kelompok
B dan C memiliki nilai kadar MDA yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tikus
kontrol pada kelompok A. Prosentase
peningkatan kadar MDA pada kelompok B
sebesar 29%, sedangkan kelompok C sebesar
63% dibandingkan kelompok kontrol (Tabel
1). Peningkatan nilai kadar MDA setelah
diinduksi cTg disebabkan oleh terjadinya
peningkatan peroksida lipid yang secara
tidak langsung menunjukkan tingginya kadar
radikal bebas (ROS). Hal ini disebabkan
bahwa pemberian Tg mampu menyebabkan
AITD pada hewan seperti pada penelitian
sebelumnya yaitu kondisi hipotirodisme
(Weetman, 2001), kondisi AITD hasil
induksi Tg ini mampu menyebabkan
resistensi insulin yang nantinya berpengaruh
dalam menginduksi terjadinya peningkatan
kadar insulin oleh pankreas di dalam darah.
Menurut Brenta (2011), resistensi insulin
yang terjadi disebabkan oleh penurunan
ekspresi GLUT 4 dan GLUT 2 (alat
transportasi glukosa ke dalam jaringan
dengan bantuan sinyal insulin) yang
dipengaruhi oleh penurunan hormon tiroid
seperti triiodotironin (T3) akibat adanya
induksi Tg. Kondisi hiperinsulinemia yang
terjadi mampu menghasilkan radikal bebas
maupun ROS melalui mekanisme aktivasi
NADPH oksidase, selanjutnya NADPH
Gambaran Histopatologi Organ Pankreas
pada Tikus (Rattus norvegicus) hasil
induksi Capra hircus thyroglobulin (cTg)
Hasil pengamatan pada preparat organ
pankreas dengan pewarnaan HematoksilinEosin (HE) pada gambar 1 menunjukkan
perbandingan kondisi kerusakan jaringan
organ pankreas pada tikus perlakuan satu
atau kontrol (kelompok A), tikus perlakuan
kedua dengan dosis cTg 100 µg/mL
(kelompok B) dan tikus perlakuan ketiga
dengan dosis cTg 200 µg/mL (kelompok C).
5
beta (β), sel delta (δ) dan sel PP (polipeptida
pankreas). Topografi tikus memperlihatkan
sebaran sel-sel β berada pada pulau
Langerhans berada di tengah, sedangkan selsel lainnya seperti sel α, sel δ, dan sel PP
tersebar di bagian tepi pulau membentuk
mantel. Tidak terdapat kerusakan sel maupun
perubahan struktur dari pulau Langerhans
pada gambar 1.A. Kelenjar eksokrin berupa
sel-sel acinar juga tertata secara homogen
membentuk lobulus-lobulus acinar, sehingga
masih memiliki struktur yang normal.
Perbandingan yang jelas dapat diamati pada
daerah pulau Langerhan, sel-sel Langerhan,
dan sel-sel acinar disekitarnya yang
merupakan kelenjar eksokrin pankreas.
Tikus kontrol memiliki gambaran
histologi pankreas yang normal dimana
morfologi dan struktur pulau Langerhan
masih terlihat normal, sel-sel langerhan di
dalamnya terdistribusi homogen di seluruh
bagian pulau hal ini dapat terlihat pada
gambar 1.A. Menurut Kuehnel (2003) pulau
langerhan terdiri dari beberapa sel penghasil
hormon endokrin diantaranya sel alfa (α), sel
A
B
SL
SL
LA
LA
PL
LA
LA
C
PL
LA
SL
LA
PL
Gambar 1. Histopatologi organ pankreas tikus hasil pewarnaan HE (400x).
Keterangan = A : kelompok normal; B (dosis cTg 100 µg/mL): Pulau Langerhan normal, kariolisis sel
acinar (tanda panah hitam); C (dosis cTg 200 µg/mL) : atrofi pada pulau Langerhan (tanda panah
hijau), pelebaran ruang interstitial lobulus acinar (tanda panah merah). Gambar insert (A) sel
langerhan dan lobulus acini normal; (B) sel langerhan normal dan lobulus acini kariolisis; (C) atrofi
sel langerhan dan lobulus acini atrofi disertai pelebaran rongga acini. Pulau langerhan (PL), Lobulus
Acinar (LA), Sel Langerhan (SL).
Gambaran histopatologi tikus dengan
pemberian cTg dosis 100 µg/mL yang
terlihat pada gambar 1.B memiliki pulau
Langerhan yang masih terlihat normal
dimana sel-sel Langerhan masih terdistribusi
secara homogen, namun terdapat gambaran
berupa degenerasi sel pada daerah sel-sel
acinar
pankreas.
Degenerasi
berupa
perubahan inti sel yang terlihat pucat dan
tampak tidak nyata (kariolisis). Adanya
degenerasi sel ini menyebabkan struktur dan
bentuk acinar pankreas terlihat irregular,
serta sel-sel acinar juga tidak terdistribusi
secara homogen. Kariolisis merupakan
6
tahapan dari proses kematian sel. Adanya
kariolisis ini dapat terjadi akibat stress
oksidatif yang ditimbulkan oleh radikal
bebas atau ROS. Stres oksidatif diproduksi
oleh
tingginya
aktivitas
retikulum
endoplasma (RE) pada sel acinar sebagai
penanda adanya resistensi insulin. Menurut
Donath and Halban (2004), stres oksidatif
pada retikulum endoplasma menyebabkan
perubahan yang terjadi pada ekspresi gen dan
kelangsungan hidup sel. Aktivitas RE yang
meningkat mampu menghasilkan ROS
sehingga mempengaruhi kematian sel pada
jaringan pankreas.
Degenerasi bagian acinar pankreas bisa
dikaitkan dengan banyaknya alat penyalur
yang membawa ROS pada bagian eksokrin
pankreas ini. Menurut Adnyane et al., (2001)
alat penyalur bagian eksokrin ini seperti
duktus (duktus interlobularis, duktus
interkalatus), pembuluh darah dan syaraf,
sehingga alur dan vaskularisasinya lebih
cepat bila dibandingkan pada bagian pulau
Langerhan yang hanya terdapat pembuluhpembuluh darah kapiler, sehingga dalam
menyalurkan radikal bebas atau ROS lebih
lambat.
Gambaran histolopatologi pankreas tikus
dengan pemberian cTg dosis 200 µg/mL
terlihat pada gambar 1.C memiliki derajat
kerusakan yang lebih tinggi. Sitoplasma selsel Langerhan dan sel-sel acinarnya
mengecil, terlihat pada gambar bahwa rasio
inti dan sitoplasma lebih sedikit. Terjadi
penurunan volume pulau Langerhan (atrofi),
dimana struktur dan batas pulau langerhans
sudah mulai menyatu dengan sel-sel acinar
disekitarnya. Hal ini menunjukkan adanya
kematian sel akibat stress oksidatif yang
ditimbulkan oleh radikal bebas atau ROS.
Radikal bebas atau ROS merusak sel-sel
pankreas dan menyebabkan penurunan
jumlah dan ukuran sel dalam pulau
Langerhan.
Vessal
et
al.,
(2001)
mengemukakan bahwa sel β merupakan 60%
pembentuk pulau Langerhan, sehingga
kerusakan sel β pulau Langerhan yang
banyak akan mengecilkan diameter pulau
Langerhan.
Radikal bebas atau ROS dihasilkan pada
kondisi hiperglikemia dan hiperinsulinemia
yang dipengaruhi oleh terjadinya gangguan
seperti resistensi insulin. Resistensi insulin
diperantarai oleh penurunan ekspresi gen
GLUT 4 pada jaringan perifer dan GLUT 2
pada hepar. Penurunan gen glucose
transporter ini dapat terjadi pada kondisi
hipotiroidisme (Brenta, 2011), seperti yang
telah diketahui pada penelitian sebelumnya
(Weetman,
2001)
bahwa
kondisi
hipotiroidisme terjadi pada tikus hasil
induksi Tg. Menurunnya ekspresi GLUT 4
yang berfungsi dalam uptaking insulin ke
dalam jaringan perifer, mampu menyebabkan
kadar insulin di luar sel meningkat dan
merangsang signal glukosa mediated insulin
memberikan sinyal terhadap retikulum
endoplasma (RE) untuk memproduksi
insulin secara terus menerus (Jager et al.,
2007). Produksi insulin secara terus menerus
menyebabkan aktivitas RE dan mitokondria
meningkat sehingga terjadi akumulasi
radikal bebas atau ROS. Radikal bebas atau
ROS yang dihasilkan oleh mitokondria pada
saat
kondisi
hiperglikemia
dan
hiperinsulinemia mampu bereaksi dengan
asam lemak dan mampu menginduksi
terjadinya peroksidasi lipid sebagai akibat
dari stress oksidatif. Salah satu produk
aldehida yang dihasilkan dari proses
peroksidasi lipid tersebut yaitu MDA.
Menurut Sharma et al., (2003) MDA dapat
merusak sel karena produk tersebut mampu
menaikkan
permeabilitas
vaskular,
kemotaksis leukosit, dan mengubah sintesis
prostaglandin serta pelepasan histamin yang
menimbulkan inflamasi. Peroksidasi lipid
dapat menimbulkan gangguan pada membran
plasma dan organel sel sedangkan radikal
bebas (ROS) mampu bereaksi dengan protein
yang nantinya menginduksi terjadinya
oksidasi dan mengakibatkan berkurangnya
aktivitas
enzimatik.
Gangguan
pada
membran plasma dan organel sel serta
berkurangnya aktivitas enzimatik suatu sel
dapat memicu penurunan fungsi sel.
Penurunan fungsi suatu sel merupakan salah
satu faktor penyebab atrofi pada sel dimana
ukuran sel menjadi lebih kecil (shrinkage).
7
Atrofi dapat terjadi akibat penurunan
sintesis protein maupun peningkatan
degradasi protein dalam sel. Penurunan
sintesis protein dikarenakan berkurangnya
aktivitas metabolisme seluler (Kumar et al.,
2010), sedangkan degradasi protein seluler
terjadi akibat adanya aktivasi protease dan
oksidasi protein oleh ROS (Grune et al.,
1997). Berkurangnya protein pembentuk
sitoplasma pada sel-sel pulau Langerhan
termasuk sel β menyebabkan sel-sel tersebut
mengalami atrofi dan membuat diameter atau
ukuran pulau Langerhan pankreas mengecil.
Histopatologi pankreas pada gambar 1.C
juga menunjukkan adanya pelebaran ruang di
sekitar lobulus sel-sel acinar, karena adanya
perubahan struktur maupun degenerasi selsel acinar. Adanya degenerasi sel-sel acinar
berupa atrofi menyebabkan terjadinya
perubahan susunan sel, sehingga sel tidak
mampu kembali ke keadaan semula dan
menyebabkan ruang antar lobulus acinar
(ruang interstitial) maupun lumen lobulus
acinar tampak melebar. Menurut Susan et al.,
(2011) kerusakan sel acinar yang terjadi
mampu menurunkan fungsi sel-sel acinar
sebagai kelenjar eksokrin pankreas, berupa
penurunan sekretagog yang dirangsang oleh
kelenjar eksokrin pankreas dan penurunan
enzim pada pankreas, sehingga dapat
menyebabkan disfungsi pada kelenjar
eksokrin pankreas atau exocrine pancreatic
insufficiency (EPI) pada kondisi diabetik,
yang merupakan ketidakmampuan dalam
mencerna secara baik akibat kekurangan
enzim pencernaan pankreas.
Hasil gambaran histopatologi pankreas
menunjukkan
perbandingan
derajat
kerusakan organ pankreas antara kelompok
kontrol (Gambar 1.A), kelompok perlakuan
dosis cTg 100 µg/mL (Gambar 1.B), dan
kelompok perlakuan dosis cTg 200 µg/mL
(Gambar 1.C). Kelompok B dan C yang
diberi cTg memiliki perubahan gambaran
histologi yang nyata dibandingkan dengan
kelompok A sebagai kontrol. Hal ini
dikarenakan karena adanya penambahan
Capra hircus thyroglobulin (cTg) mampu
meningkatkan kejadian resistensi insulin
akibat disfungsi kelenjar tiroid ataupun
autoimmune thyroiditis (AITD), dimana
resistensi
insulin
yang
terjadi,
mengakibatkan kondisi hiperglikemia dan
hiperinsulinemia
yang
nantinya
menunjukkan tingkatan kerusakan struktur
dan morfologi pulau Langerhans maupun
sel-sel di sekitarnya akibat radikal bebas atau
ROS yang dibentuk secara berlebihan selama
hiperglikemia dan hiperinsulinemia.
Kelompok C dengan dosis cTg sebanyak
200 µg/mL memiliki derajat kerusakan
gambaran histopatologi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok B dengan
dosis cTg sebanyak 100 µg/mL. Hal ini
dikarenakan kadar cTg yang diberikan lebih
tinggi sehingga terjadi perbedaan kadar
sitokin inflamatori, radikal bebas atau ROS
dan derajat stress oksidatif pada jaringan
pankreas. Semakin tinggi kadar ROS maka
semakin tinggi derajat pada jaringan,
sehingga profil kerusakan pankreas juga
meningkat.
KESIMPULAN
Induksi tiroglobulin kambing atau Capra
hircus
thyroglobulin
(cTg)
dapat
meningkatkan kadar MDA pada pankreas
tikus (Rattus norvegicus) sebesar 63% pada
dosis 200 µg/mL dan 29% pada dosis 100
µg/mL dibandingkan dengan kelompok
kontrol serta induksi cTg mampu
menyebabkan kerusakan pada jaringan
pankreas yang ditandai dengan perubahan
pulau Langerhan dan sel-sel acinar pada
gambaran histopatologi pankreas tikus
(Rattus norvegicus).
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Agung Pramana Warih
Mahendra, MS. yang telah mengijinkan
penulis mengikuti penelitian payung ini,
serta kepada seluruh staf dan asisten
laboratorium biokimia fakultas MIPA,
Universitas Brawijaya yang telah membantu
dalam penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyane, I.K.M., S. Novelina, D.K. Sari, T.
Wresdiyati, and S. Agungpriyono. 2001.
8
Comparative Microanatomy of The Local
Goat and Sheep Pancreas Islets with a
Special Reference to The Distribution and
Relative
Frequency Of Glucagon
Producing Cells. Media Veteriner. 2001.
8(1):5-9.
Grune, T.L., T. Reinheckel T, and K.J.
Davies. 1997. Degradation of oxidized
proteins in mammalian cells. FASEB J.
1997 Jun;11(7):526-34.
Baratawidjaja, K.G., dan I. Rengganis.
2010. Imunologi Dasar. Edisi ke-10.
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
Jager, J., T. Gremeaux, M. Cormont, Y.L.
Marchand-Brustel and J.F. Tanti. 2007.
Interleukin-1β induced insulin resistance
in adipocytes through down-regulation of
IRS-1 expression. Endocrinology. 148(1):
241-251.
Brenta, G. 2011. Why Can Insulin
Resistance Be a Natural Consequence of
Thyroid Dysfunction?. Journal of Thyroid
Research. Volume 2011, Article ID
152850.
Kapadia, K.B, P.A.Bhatt., and J.S. Shah.
2013. Association between altered thyroid
state and insulin resistance.J Pharmacol
Pharmacother. 2012 Apr-Jun; 3(2): 156–
160.
Canaris, G.J., N.R. Manowitz, G.M. Mayor,
and E.C. Ridgway. 2000. The Colorado
Thyroid Disease Prevalence Studies.
Arch. Int. Med. 160,526-534.
Kasuga, M. 2006. Insulin resistance and
pancreatic β cell failure. The Journal of
Clinical Investigation. 116:1756–1760
(2006).
Ceolotto, G.M. Bevilacqua, I. Papparella, E.
Baritono, L. Franco, C. Corvaja, M.
Mazzoni, A. Semplicini, and A. Avogaro.
2004. Insulin Generates Free Radicals by
an NAD(P)H, Phosphatidylinositol 3Kinase Dependent Mechanism in Human
Skin Fibroblasts Ex Vivo. Diabetes, Vol.
53. American Diabetes Association.
Kuehnel, W. 2003. Color Atlas of Cytology,
Histology, and Microscopic Anatomy.
Thieme. USA. 268-270
Kumar,V., A.K. Abbas, N. Fausto and J.
Aster. 2010. Robbins and Cotran’s
Pathological Basis of Disease. 8th
edition. Elsevier. USA
Kusriningrum.
2008.
Perancangan
Percobaan. Airlangga University Press.
Surabaya.
Dayan, M. Colin, and H. Gilber, Daniels.
1996. Chronic Autoimmune Thyroiditis.
The New England Journal of Medicine.
335.2: 99–107.
Ng, H.P., J.P. Banga and A.W. Kung. 2004.
Development of a Murine Model of
Autoimmune Thyroiditis Induced with
Homologous Mouse Thyroid Peroxidase.
Endocrinology. Vol.145,no.2,pp.809-816.
Dodds. 2000. Canine Thyroid And
Autoimmune Disease. The Saluki Welfare
Fund Health Seminar 26th March 2000.
Santa Monica,California
Rapoport, B., and S.M. McLachlan. 1992.
The Molecular Biology of The Thyroid
Peroxidise: Cloning, Expression and Role
as Auto Antigen in Autoimmune Thyroid
Disease. Endocrine Rev. 13:192-206.
Donath, M.Y., P.A. Halban. 2004. Decreased
β-cell mass in diabetes: significance,
Mechanisms and therapeutic implications.
Diabetologia 47:581–589.
Grotto, D., G.R. Barcelos, J.Valentini, L.M.
An-tunes, J.P Angeli and S.C. Garcia
2009. Low Level of Methilmercury
Induce Dna Damage in Rats: Protective
Effects
Of
Selenium.
Arch
Toxicol.83:249-5.
Robertson, R.P., J. Harmon, P.O. Tran, Y.
Tanaka and H.Takahashi. 2003. Glucose
Toxicity In Beta-Cells: Type 2 Diabetes,
Good Radicals Gone Bad, And The
Glutathione Connection. Diabetes .52:
581-587.
9
Sharma, A., S. Bansal, and R.K. Nagpal.
2003. Lipid Peroksidation in Bronchial
Asthma.
Indian
Journal
of
Pediatrics.70(9): 715-717.
Mouse
Model
Of
Experimental
Autoimmune Thyroiditis. International
Journal of Food Microbiology. 103
(2005) 97– 104.
Song, X.H, R. Zan, C. Yu and F. Wang.
2011. Effects of modified Haizao Yuhu
Decoction in experimental autoimmune
thyroiditis
rats.
Journal
of
Ethnopharmacology. 135 (2011) 321–
324.
Susan A.L, I.A. Macdonald, and H.M.
Roche. 2011. Nutrition and Metabolism.
Second Edition. Blackwell Publising. UK
Swain, M., T. Swain, and B.K. Mohanty.
2005. Autoimmune Thyroid Disorder An Update. Clinical Biochemistry. Vol 20
(1) : 9-17.
Valko, M., C.J. Rhodes, J. Moncol, M.
Izakovic, and M. Mazur. 2006. Free
radical, Metal and Antioxidant in
Oxidative Stress Inducced Cancer. J.
Chem-Biol, Rusia (160) : 1-40.
Valko, M., D. Leibfritz, J. Moncol, Cronin
MTD, M. Mazur, and J. Telser. 2007.
Review: free radicals and antioxidants in
normal physiological functions and
human disease. Inter J Biochem Cell Biol.
2007;39:44–84
Vessal, M., Z Fatemeh, and V. Mohammad.
2001. Effects of Teucrium Polium On
Oral
Glucose
Tolerance
Test,
Regeneration of Pancreatic Islets And
Activity Of Hepatic Glukosinase in
Diabetic Rats, Arch Iranian Med; 4: 188 –
92.
Weetman, A.P., 2001. Determinants of
autoimmune thyroid disease. Nature
Immunology 2, 769–770.
Weetman, A.P. 2004. Autoimmune Thyroid
Disease. Autoimmunity, Vol. 37, No.
4,pp.337-400
Zhou, J.S., and H.S. Gill. 2005.
Immunostimulatory
Probiotic
Lactobacillus rhamnosus HN001 and
Bifidobacterium lactis HN019 Do Not
Induce Pathological Inflammation In
10
Download