Perubahan Kadar Malondialdehid (MDA) dan Gambaran Histopatologi Pankreas Pada Tikus (Rattus norvegicus) AITD Hasil Induksi Capra hircus Tiroglobulin (cTg) Changes in Malondialdehyde Levels (MDA) and Pancreas Histopathology of AITD Rats (Rattus norvegicus) induced by Capra hircus Thyroglobulin (cTg) Samha Sholikhatin, Aulanni’am,dan Dyah Kinasih Wuragil Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya [email protected] ABSTRAK Autoimmune thyroiditis (AITD) merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis pada organ tiroid. Pembuatan hewan model AITD dilakukan dengan pemberian inducer seperti tiroglobulin (Tg). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kadar malondialdehid (MDA) dan gambaran histopatologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi Capra hircus thyroglobulin (cTg). Hewan model AITD dalam penelitian ini dibuat dengan injeksi emulsi cTg dan Complete Freud’s Adjuvant (CFA) atau Incomplete Freud’s Adjuvant (IFA) (perbandingan 1 : 1) sebanyak 0,2 ml secara subkutan cervical pada hari ke-0, 14 dan 28. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi cTg secara signifikan (p<0,05) meningkatkan kadar MDA. Peningkatan kadar MDA sebesar 29% dan 63% pada kelompok dengan pemberian dosis 100 µg/mL dan dosis 200 µg/mL. Induksi cTg menyebabkan kerusakan pankreas tikus berupa kariolisis dan atrofi dengan semakin bertambahnya dosis cTg. Kesimpulan dari penelitian ini adalah induksi cTg mampu meningkatkan kadar MDA dan menyebabkan perubahan gambaran histopatologi pankreas tikus. Kata kunci : AITD, histopatologi Pankreas Capra hircus thyroglobulin (cTg), malondialdehid (MDA), ABSTRACT Autoimmune thyroiditis (AITD) is an autoimmune disease which caused tissue damage or disruption to the physiological function of the thyroid organ. Preparation of animal models of AITD administered an inducer such as thyroglobulin (Tg) to rats. This research was aimed to determine the levels of malondialdehyde (MDA) and pancreas histopathology of cTg induced rats (Rattus norvegicus). Animal models of AITD in this research were prepared by injecting emulsion of cTg and Complete Freud 's Adjuvant (CFA) or Incomplete Freud 's Adjuvant (IFA) (ratio 1:1) as much as 0.2 ml subcutaneously in the cervical, on days 0, 14 and 28. The result showed that cTg induction significantly (p<0.05) increased the levels of MDA. Increased MDA levels were 29% and 63% at a dose of 100 µg/mL and 200 µg/mL. CTg induction caused rat pancreatic damage by forming karyolysis and atrophy with the increasing of cTg dose. The conclusion of this research was the induction of cTg could increase the MDA levels and caused damage in rat pancreas. Key words : Autoimmune thyroiditis, Capra hircus thyroglobulin (cTg), malondialdehyde (MDA), pancreas histopathology 1 sebesar 75%, sehingga tiroglobulin merupakan inducer yang lebih banyak digunakan untuk menginduksi AITD (Ng et al., 2004). Tiroglobulin dari beberapa spesies (manusia, tikus, sapi, babi dan rodensia) memiliki kesamaan fisik, biokimia, dan struktur molekul (Zhou and Gill, 2005), sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa tiroglobulin kambing atau Capra hircus tiroglobulin (cTg) yang belum banyak digunakan memiliki potensi yang sama dalam menginduksi terjadinya AITD. Weetman (2001) mengemukakan bahwa Hashimoto thyroiditis (hipotiroiditis) merupakan bentuk AITD yang paling umum terjadi setelah diinduksi dengan Tg. Kondisi hipotirodisme dapat mempengaruhi mekanisme seluler karbohidrat dalam tubuh seperti pada hepar dan jaringan perifer yang diperantarai jalur insulin. Penurunan kadar hormon tiroid dapat menginduksi penurunan ekspresi gen-gen yang mengatur transportasi glukosa ke dalam jaringan seperti glucose transporter (Brenta, 2011). Apabila terjadi gangguan pada mekanisme seluler tersebut, maka jaringan tidak dapat menerima sinyal insulin sehingga dapat terjadi resistensi insulin. Resistensi insulin berhubungan erat dengan terjadinya penyakit diabetes tipe 2. Resistensi insulin mampu menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam darah (Kasuga, 2006; Kapadia et al., 2012), untuk memperbaiki keadaan tersebut pankreas akan dirangsang untuk mensekresikan insulin, namun apabila sekresinya berlebihan di dalam tubuh dapat menyebabkan kondisi hiperinsulinemia. Kelebihan glukosa maupun insulin dalam darah mampu menginduksi terbentuknya radikal bebas atau Reactive Oxigen Species (ROS) (Ceolotto et al., 2004; Robertson et al., 2003) yang nantinya dapat menimbulkan kondisi stres oksidatif, sehingga mampu menyebabkan kerusakan jaringan pankreas. Stres oksidatif terjadi akibat peroksidasi lipid dimana radikal bebas menyerang asam lemak tidak jenuh ganda atau Poly Unsuturates Fatty Acid (PUFA) dan terbentuk produk seperti MDA, sehingga salah satu parameter yang dapat menentukan stres oksidatif PENDAHULUAN Penyakit autoimun merupakan suatu penyakit yang menyebabkan kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Salah satu penyakit autoimun yang banyak menyerang manusia dan hewan adalah autoimmune thyroiditis (AITD). Penyakit AITD merupakan penyakit yang terjadi karena adanya inflamasi yang disebabkan oleh respon autoimun yaitu terbentuknya autoantibodi akibat pengenalan self-antigen sebagai non-self-antigen pada sel kelenjar tiroid (Weetman, 2004). Terdapat dua bentuk penyakit AITD yang paling umum terjadi, yaitu berupa Hashimoto thyroiditis (hipotiroiditis) dan Grave’s disease (hipertiroiditis) (Swain et al., 2005). Kejadian AITD menyerang 2 - 4 % perempuan dan hampir 1% laki-laki di dunia. Tingkat prevalensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia penduduk di dunia (Canaris et al., 2000). Autoimmune thyroiditis (AITD) juga dapat menyerang hewan seperti anjing dan kucing. Berdasarkan hasil survei American Kennel Club Delegates committee, estimasi kejadian hipotiroiditis pada anjing sebesar 80% dan seringkali menyerang anjing ras murni. Hipertiroiditis dapat menyerang kucing pada usia dewasa, sedangkan hipotiroiditis dapat terjadi pada anak kucing jenis Siamese (Dodds, 2000). Autoimmune thyroiditis (AITD) umumnya ditandai dengan kerusakan pada sel-sel tiroid oleh proses imun yang dimediasi oleh antibodi yang akan mempengaruhi kemampuan tiroid untuk memproduksi hormon, dengan akibat terjadi penurunan produksi tiroid (hipotiroidisme) atau peningkatan sekresi hormon tiroid (hipertiroidisme) (Dayan et al., 1996). Salah satu autoantigen spesifik yang dominan pada AITD adalah tiroglobulin (Tg) (Rapoport and Mclachlan, 1992). Tiroglobulin (Tg) merupakan komponen yang paling banyak terdapat dalam sel tiroid dibandingkan thyroid peroxidase (TPO) dan thyroid stimulating hormon receptor (TSHR) yaitu 2 tersebut yaitu dengan mengukur kadar MDA (Valko et al., 2006). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak AITD terhadap organ pankreas dengan mengamati parameter berupa peningkatan kadar malondialdehid (MDA) dan perubahan gambaran histopatologi pada pankreas tikus. bagian subkutan cervical pada hari ke-0 dan booster pada hari ke-14 dan ke-28 pada kelompok B dan C. Kelompok B dengan perlakuan tikus yang diinjeksi 100 µg/mL cTg (dalam CFA 1:1) sebanyak 0,2 mL /ekor kemudian dilakukan booster menggunakan 100 µg/mL cTg (dalam IFA 1:1) pada hari ke-14 dan ke-28 secara sebanyak 0,2 mL /ekor. Kelompok C, tikus diinjeksi 200 µg/mL cTg (dalam CFA 1:1) pada hari ke-0 sebanyak 0,2 mL /ekor lalu dilakukan booster menggunakan dosis 200 µg/mL cTg (dalam IFA 1:1) pada hari ke-14 dan ke-28 sebanyak 0,2 mL /ekor. MATERI DAN METODE Persiapan Hewan Model Sebanyak 18 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina strain Wistar dengan umur 8-12 minggu dan berat badan 100- 150 gram, yang diadaptasi selama tujuh hari dengan pemberian pakan berupa BR-1 Comfeed dan minum secara ad libitum. Tikus dibagi dalam 3 kelompok perlakuan, yang terdiri dari 6 ekor tikus. Kandang tikus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap industri serta polutan lainnya. Alas kandang (bedding) mudah diganti dan disanitasi. Penggunaan hewan coba penelitian telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya No. 140-KEP-UB tahun 2013. Pengukuran Kadar MDA Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan metode Thiobarbituric Acid (TBA), dimulai dengan penggerusan organ pankreas dengan berat 0,5 gram ke dalam mortar dingin dan ditambahkan larutan NaCl 0,9%. Homogenat yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan 800 rpm selama 20 menit. Supernatan diambil sebanyak 100 µL dimasukkan ke dalam microtube, ditambahkan 550 µL aquades, 100 µL TCA 4% 100 µL HCL 1N, serta 100 µL Na-Thio dan dihomogenkan dengan vortex. Mulut tabung ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan dalam water bath 100ºC. Setelah dingin, dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit dan supernatan diambil untuk dipindah ke microtube baru, dan diukur absorbansinya dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum (λmaks = 532 nm). Isolasi dan Perhitungan Kadar Capra hircus thyroglobulin (cTg) Tiroid kambing dicuci dengan PBS, kemudian organ ditimbang 1 gram dan digerus dengan mortar dingin, ditambahkan 1 mL PBST-PMSF dan pasir kuarsa secukupnya. Setelah itu, homogenat dituang ke dalam microtube dan disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama 20 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam microtube baru. Ekstrak protein kasar yang berisi protein tiroglobulin, selanjutnya diukur kadarnya menggunakan uji biuret, serta absorbansinya diukur menggunakan spektofotometri pada panjang gelombang 540 nm. Pembuatan Preparat Histopatologi Organ Pankreas Organ difiksasi dengan PFA 4% selama 18-24 jam, dimasukkan ke dalam aquades selama 1 jam, kemudian didehidrasi dengan alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, dan 95%, dan dimasukkan ke larutan xylol selama 1 jam. Tahap selanjutnya adalah proses infiltrasi yang dilakukan dalam paraffin cair dan diembedding ke dalam blok. Jaringan pada blok paraffin dipotong dengan mikrotom setebal 4-5 mikron. Irisan diletakkan pada object glass yang Pembuatan Hewan Coba Model AITD Injeksi cTg Metode injeksi cTg yang digunakan pada penelitian ini merupakan modifikasi dari Song et al., (2011), tikus diinjeksi pada 3 sebelumnya direndam dalam poly-L-lysin. Setelah itu, dilakukan inkubasi 24 jam. Selanjutnya dilakukan proses deparafinasi dengan menggunakan xylol (5 menit), dilanjutkan dengan proses rehidrasi menggunakan alkohol absolut 95%, 90%, 80% dan 70% secara berurutan masingmasing selama 5 menit. Jaringan kemudian dicuci dengan aquades sekali dilanjutkan dengan PBS pH 7,4 sebanyak 15 menit. Jaringan kemudian diwarnai dengan Mayer’s Hematoxylin-Eosin selama 10 menit pada suhu ruang dan dicuci dengan aquades 15 menit. Preparat dikeringkan dan dilakukan mounting menggunakan entellan kemudian ditutup dengan cover glass. Preparat yang telah jadi selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Malondialdehid (MDA) Organ Pankreas pada Tikus (Rattus norvegicus) hasil induksi Capra hircus thyroglobulin (cTg) Hasil pengukuran kadar malondialdehid (MDA) pankreas tikus menggunakan uji Thiobarbituric Acid (TBA), didapatkan hasil perhitungan statistika (p<0,05) yang terlihat pada Tabel 1. Kelompok A atau tikus kontrol memiliki kadar MDA sebesar (2,500 ± 0,799 µg/mL), adanya kadar MDA pada tikus normal ini dikarenakan radikal bebas seperti ROS dapat dihasilkan secara normal oleh tubuh. Radikal bebas tersebut selanjutnya akan bereaksi dengan komponen membran sel pankreas seperti fosfolipid, asam lemak tidak jenuh, dan protein yang nantinya mampu menyebabkan terjadinya reaksi peroksidasi lipid dengan membentuk malondialdehida (MDA). Valko et al., (2007) mengemukakan bahwa berbagai organ tubuh, termasuk jaringan pankreas memiliki mekanisme sistem pertahanan alami berupa enzim antioksidan intrasel atau endogen seperti superoksida dismutase (SOD), catalase (Cat) dan glutathione peroxidase (GPx) yang berperan sebagai pertahanan terdepan yang berfungsi untuk menetralkan dan mempercepat degradasi senyawa radikal bebas untuk mencegah kerusakan komponen makromolekul sel, tetapi kandungan enzimenzim antioksidan pankreas tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan organ lain seperti hati, ginjal, dan otot. Oleh karena itu, sangat kuat dugaan bahwa adanya kadar MDA dalam kelompok kontrol karena kurangnya enzim antioksidan dalam membersihkan radikal bebas yang dikeluarkan tubuh secara normal. Pengamatan Preparat Histopatologi Hasil pembuatan preparat histopatologi pankreas diamati secara visual menggunakan mikroskop Olympus BX51 dengan perbesaran lemah (100x) dilanjutkan perbesaran kuat (400x). Pengambilan gambaran histologis dengan menggunakan kamera. Kriteria kerusakan berupa perubahan morfologi dan degenerasi sel pada pulau Langerhan maupun sel-sel acinar pankreas Analisis Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitatif untuk mengetahui gambaran histopatologi jaringan pankreas yang dianalisa dan disajikan secara deskriptif, serta data kuantitatif untuk mengetahui kadar MDA dianalisa menggunakan uji Analysis of Variant (ANOVA) dengan taraf kepercayaan sebesar 95% (α=0,05) (Kusriningrum, 2008) dan uji lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey test menggunakan SPSS 16 for Windows. Tabel 1. Kadar MDA organ pankreas tikus Rata-rata Kadar % Peningkatan MDA (µg/mL) Kadar MDA Tikus normal (A) 2,500 ± 0,799a 0 Tikus AITD dosis cTg 100 µg/mL (B) 3,235 ± 0,657ab 29 Tikus AITD dosis cTg 200 µg/mL (C) 4,076 ± 0,603b 63 Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Kelompok Perlakuan 4 oksidase membentuk superoksida (O2 -) yang merupakan radikal bebas reaktif (Coelotto et al., 2004). Peningkatan radikal bebas (ROS) dapat menyebabkan kondisi stress oksidatif. Stres oksidatif dapat diketahui dari kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh radikal bebas oksigen pada seluruh membran biologis yaitu dengan cara menyerang protein, lipid atau lemak, asam nukleat dan gliko-konjugat (Sharma et al., 2003). Radikal bebas tidak mempunyai pasangan elektron, sehingga radikal bebas tersebut akan mencapai kestabilan dengan menyerang molekul terdekat untuk mencari pasangan elektron. Akibat dari aktivitas radikal bebas ini dapat merusak bentuk molekul dan menyebabkan sel-sel makromolekul hancur. Sel makromolekul yang paling rentan diserang oleh radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh seperti asam lemak tak jenuh panjang (PUFA). Grotto et al., (2009) menyebutkan bahwa target radikal bebas atau ROS adalah ikatan ganda karbon-karbon dari PUFA. Ikatan ganda ini melemahkan ikatan karbonhidrogen, dan memudahkan pemindahan hidrogen oleh radikal bebas, kemudian radikal bebas dapat memisahkan atom hidrogen dan terbentuk radikal lipid, yang mengalami oksidasi menghasilkan suatu radikal lipid peroksil. Radikal peroksil dapat bereaksi dengan PUFA yang lainnya dan menghasilkan suatu lipid hidroperoksida dan radikal lipid lainnya. Lipid hidroperoksida tidak stabil dan fragmentasinya menghasilkan produk seperti MDA. Hasil analisa statistik menggunakan ANOVA dan Tukey test menunjukkan bahwa induksi cTg pada kelompok perlakuan, memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar MDA organ pankreas. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan dengan dosis cTg 100 µg/mL (kelompok B) tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap kadar MDA kelompok perlakuan kontrol. Kadar MDA pada kelompok tikus AITD hasil induksi cTg dengan dosis 200 µg/mL (kelompok C) memiliki perbedaan yang nyata terhadap kadar MDA kelompok A atau perlakuan kontrol (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa induksi cTg dosis 200 µg/mL mampu meningkatkan kadar MDA secara signifikan dan dapat berpengaruh dalam meningkatkan ROS. Nilai rata-rata kadar MDA pada kelompok B dan C memiliki nilai kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol pada kelompok A. Prosentase peningkatan kadar MDA pada kelompok B sebesar 29%, sedangkan kelompok C sebesar 63% dibandingkan kelompok kontrol (Tabel 1). Peningkatan nilai kadar MDA setelah diinduksi cTg disebabkan oleh terjadinya peningkatan peroksida lipid yang secara tidak langsung menunjukkan tingginya kadar radikal bebas (ROS). Hal ini disebabkan bahwa pemberian Tg mampu menyebabkan AITD pada hewan seperti pada penelitian sebelumnya yaitu kondisi hipotirodisme (Weetman, 2001), kondisi AITD hasil induksi Tg ini mampu menyebabkan resistensi insulin yang nantinya berpengaruh dalam menginduksi terjadinya peningkatan kadar insulin oleh pankreas di dalam darah. Menurut Brenta (2011), resistensi insulin yang terjadi disebabkan oleh penurunan ekspresi GLUT 4 dan GLUT 2 (alat transportasi glukosa ke dalam jaringan dengan bantuan sinyal insulin) yang dipengaruhi oleh penurunan hormon tiroid seperti triiodotironin (T3) akibat adanya induksi Tg. Kondisi hiperinsulinemia yang terjadi mampu menghasilkan radikal bebas maupun ROS melalui mekanisme aktivasi NADPH oksidase, selanjutnya NADPH Gambaran Histopatologi Organ Pankreas pada Tikus (Rattus norvegicus) hasil induksi Capra hircus thyroglobulin (cTg) Hasil pengamatan pada preparat organ pankreas dengan pewarnaan HematoksilinEosin (HE) pada gambar 1 menunjukkan perbandingan kondisi kerusakan jaringan organ pankreas pada tikus perlakuan satu atau kontrol (kelompok A), tikus perlakuan kedua dengan dosis cTg 100 µg/mL (kelompok B) dan tikus perlakuan ketiga dengan dosis cTg 200 µg/mL (kelompok C). 5 beta (β), sel delta (δ) dan sel PP (polipeptida pankreas). Topografi tikus memperlihatkan sebaran sel-sel β berada pada pulau Langerhans berada di tengah, sedangkan selsel lainnya seperti sel α, sel δ, dan sel PP tersebar di bagian tepi pulau membentuk mantel. Tidak terdapat kerusakan sel maupun perubahan struktur dari pulau Langerhans pada gambar 1.A. Kelenjar eksokrin berupa sel-sel acinar juga tertata secara homogen membentuk lobulus-lobulus acinar, sehingga masih memiliki struktur yang normal. Perbandingan yang jelas dapat diamati pada daerah pulau Langerhan, sel-sel Langerhan, dan sel-sel acinar disekitarnya yang merupakan kelenjar eksokrin pankreas. Tikus kontrol memiliki gambaran histologi pankreas yang normal dimana morfologi dan struktur pulau Langerhan masih terlihat normal, sel-sel langerhan di dalamnya terdistribusi homogen di seluruh bagian pulau hal ini dapat terlihat pada gambar 1.A. Menurut Kuehnel (2003) pulau langerhan terdiri dari beberapa sel penghasil hormon endokrin diantaranya sel alfa (α), sel A B SL SL LA LA PL LA LA C PL LA SL LA PL Gambar 1. Histopatologi organ pankreas tikus hasil pewarnaan HE (400x). Keterangan = A : kelompok normal; B (dosis cTg 100 µg/mL): Pulau Langerhan normal, kariolisis sel acinar (tanda panah hitam); C (dosis cTg 200 µg/mL) : atrofi pada pulau Langerhan (tanda panah hijau), pelebaran ruang interstitial lobulus acinar (tanda panah merah). Gambar insert (A) sel langerhan dan lobulus acini normal; (B) sel langerhan normal dan lobulus acini kariolisis; (C) atrofi sel langerhan dan lobulus acini atrofi disertai pelebaran rongga acini. Pulau langerhan (PL), Lobulus Acinar (LA), Sel Langerhan (SL). Gambaran histopatologi tikus dengan pemberian cTg dosis 100 µg/mL yang terlihat pada gambar 1.B memiliki pulau Langerhan yang masih terlihat normal dimana sel-sel Langerhan masih terdistribusi secara homogen, namun terdapat gambaran berupa degenerasi sel pada daerah sel-sel acinar pankreas. Degenerasi berupa perubahan inti sel yang terlihat pucat dan tampak tidak nyata (kariolisis). Adanya degenerasi sel ini menyebabkan struktur dan bentuk acinar pankreas terlihat irregular, serta sel-sel acinar juga tidak terdistribusi secara homogen. Kariolisis merupakan 6 tahapan dari proses kematian sel. Adanya kariolisis ini dapat terjadi akibat stress oksidatif yang ditimbulkan oleh radikal bebas atau ROS. Stres oksidatif diproduksi oleh tingginya aktivitas retikulum endoplasma (RE) pada sel acinar sebagai penanda adanya resistensi insulin. Menurut Donath and Halban (2004), stres oksidatif pada retikulum endoplasma menyebabkan perubahan yang terjadi pada ekspresi gen dan kelangsungan hidup sel. Aktivitas RE yang meningkat mampu menghasilkan ROS sehingga mempengaruhi kematian sel pada jaringan pankreas. Degenerasi bagian acinar pankreas bisa dikaitkan dengan banyaknya alat penyalur yang membawa ROS pada bagian eksokrin pankreas ini. Menurut Adnyane et al., (2001) alat penyalur bagian eksokrin ini seperti duktus (duktus interlobularis, duktus interkalatus), pembuluh darah dan syaraf, sehingga alur dan vaskularisasinya lebih cepat bila dibandingkan pada bagian pulau Langerhan yang hanya terdapat pembuluhpembuluh darah kapiler, sehingga dalam menyalurkan radikal bebas atau ROS lebih lambat. Gambaran histolopatologi pankreas tikus dengan pemberian cTg dosis 200 µg/mL terlihat pada gambar 1.C memiliki derajat kerusakan yang lebih tinggi. Sitoplasma selsel Langerhan dan sel-sel acinarnya mengecil, terlihat pada gambar bahwa rasio inti dan sitoplasma lebih sedikit. Terjadi penurunan volume pulau Langerhan (atrofi), dimana struktur dan batas pulau langerhans sudah mulai menyatu dengan sel-sel acinar disekitarnya. Hal ini menunjukkan adanya kematian sel akibat stress oksidatif yang ditimbulkan oleh radikal bebas atau ROS. Radikal bebas atau ROS merusak sel-sel pankreas dan menyebabkan penurunan jumlah dan ukuran sel dalam pulau Langerhan. Vessal et al., (2001) mengemukakan bahwa sel β merupakan 60% pembentuk pulau Langerhan, sehingga kerusakan sel β pulau Langerhan yang banyak akan mengecilkan diameter pulau Langerhan. Radikal bebas atau ROS dihasilkan pada kondisi hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang dipengaruhi oleh terjadinya gangguan seperti resistensi insulin. Resistensi insulin diperantarai oleh penurunan ekspresi gen GLUT 4 pada jaringan perifer dan GLUT 2 pada hepar. Penurunan gen glucose transporter ini dapat terjadi pada kondisi hipotiroidisme (Brenta, 2011), seperti yang telah diketahui pada penelitian sebelumnya (Weetman, 2001) bahwa kondisi hipotiroidisme terjadi pada tikus hasil induksi Tg. Menurunnya ekspresi GLUT 4 yang berfungsi dalam uptaking insulin ke dalam jaringan perifer, mampu menyebabkan kadar insulin di luar sel meningkat dan merangsang signal glukosa mediated insulin memberikan sinyal terhadap retikulum endoplasma (RE) untuk memproduksi insulin secara terus menerus (Jager et al., 2007). Produksi insulin secara terus menerus menyebabkan aktivitas RE dan mitokondria meningkat sehingga terjadi akumulasi radikal bebas atau ROS. Radikal bebas atau ROS yang dihasilkan oleh mitokondria pada saat kondisi hiperglikemia dan hiperinsulinemia mampu bereaksi dengan asam lemak dan mampu menginduksi terjadinya peroksidasi lipid sebagai akibat dari stress oksidatif. Salah satu produk aldehida yang dihasilkan dari proses peroksidasi lipid tersebut yaitu MDA. Menurut Sharma et al., (2003) MDA dapat merusak sel karena produk tersebut mampu menaikkan permeabilitas vaskular, kemotaksis leukosit, dan mengubah sintesis prostaglandin serta pelepasan histamin yang menimbulkan inflamasi. Peroksidasi lipid dapat menimbulkan gangguan pada membran plasma dan organel sel sedangkan radikal bebas (ROS) mampu bereaksi dengan protein yang nantinya menginduksi terjadinya oksidasi dan mengakibatkan berkurangnya aktivitas enzimatik. Gangguan pada membran plasma dan organel sel serta berkurangnya aktivitas enzimatik suatu sel dapat memicu penurunan fungsi sel. Penurunan fungsi suatu sel merupakan salah satu faktor penyebab atrofi pada sel dimana ukuran sel menjadi lebih kecil (shrinkage). 7 Atrofi dapat terjadi akibat penurunan sintesis protein maupun peningkatan degradasi protein dalam sel. Penurunan sintesis protein dikarenakan berkurangnya aktivitas metabolisme seluler (Kumar et al., 2010), sedangkan degradasi protein seluler terjadi akibat adanya aktivasi protease dan oksidasi protein oleh ROS (Grune et al., 1997). Berkurangnya protein pembentuk sitoplasma pada sel-sel pulau Langerhan termasuk sel β menyebabkan sel-sel tersebut mengalami atrofi dan membuat diameter atau ukuran pulau Langerhan pankreas mengecil. Histopatologi pankreas pada gambar 1.C juga menunjukkan adanya pelebaran ruang di sekitar lobulus sel-sel acinar, karena adanya perubahan struktur maupun degenerasi selsel acinar. Adanya degenerasi sel-sel acinar berupa atrofi menyebabkan terjadinya perubahan susunan sel, sehingga sel tidak mampu kembali ke keadaan semula dan menyebabkan ruang antar lobulus acinar (ruang interstitial) maupun lumen lobulus acinar tampak melebar. Menurut Susan et al., (2011) kerusakan sel acinar yang terjadi mampu menurunkan fungsi sel-sel acinar sebagai kelenjar eksokrin pankreas, berupa penurunan sekretagog yang dirangsang oleh kelenjar eksokrin pankreas dan penurunan enzim pada pankreas, sehingga dapat menyebabkan disfungsi pada kelenjar eksokrin pankreas atau exocrine pancreatic insufficiency (EPI) pada kondisi diabetik, yang merupakan ketidakmampuan dalam mencerna secara baik akibat kekurangan enzim pencernaan pankreas. Hasil gambaran histopatologi pankreas menunjukkan perbandingan derajat kerusakan organ pankreas antara kelompok kontrol (Gambar 1.A), kelompok perlakuan dosis cTg 100 µg/mL (Gambar 1.B), dan kelompok perlakuan dosis cTg 200 µg/mL (Gambar 1.C). Kelompok B dan C yang diberi cTg memiliki perubahan gambaran histologi yang nyata dibandingkan dengan kelompok A sebagai kontrol. Hal ini dikarenakan karena adanya penambahan Capra hircus thyroglobulin (cTg) mampu meningkatkan kejadian resistensi insulin akibat disfungsi kelenjar tiroid ataupun autoimmune thyroiditis (AITD), dimana resistensi insulin yang terjadi, mengakibatkan kondisi hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang nantinya menunjukkan tingkatan kerusakan struktur dan morfologi pulau Langerhans maupun sel-sel di sekitarnya akibat radikal bebas atau ROS yang dibentuk secara berlebihan selama hiperglikemia dan hiperinsulinemia. Kelompok C dengan dosis cTg sebanyak 200 µg/mL memiliki derajat kerusakan gambaran histopatologi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok B dengan dosis cTg sebanyak 100 µg/mL. Hal ini dikarenakan kadar cTg yang diberikan lebih tinggi sehingga terjadi perbedaan kadar sitokin inflamatori, radikal bebas atau ROS dan derajat stress oksidatif pada jaringan pankreas. Semakin tinggi kadar ROS maka semakin tinggi derajat pada jaringan, sehingga profil kerusakan pankreas juga meningkat. KESIMPULAN Induksi tiroglobulin kambing atau Capra hircus thyroglobulin (cTg) dapat meningkatkan kadar MDA pada pankreas tikus (Rattus norvegicus) sebesar 63% pada dosis 200 µg/mL dan 29% pada dosis 100 µg/mL dibandingkan dengan kelompok kontrol serta induksi cTg mampu menyebabkan kerusakan pada jaringan pankreas yang ditandai dengan perubahan pulau Langerhan dan sel-sel acinar pada gambaran histopatologi pankreas tikus (Rattus norvegicus). UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dr. Agung Pramana Warih Mahendra, MS. yang telah mengijinkan penulis mengikuti penelitian payung ini, serta kepada seluruh staf dan asisten laboratorium biokimia fakultas MIPA, Universitas Brawijaya yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Adnyane, I.K.M., S. Novelina, D.K. Sari, T. Wresdiyati, and S. Agungpriyono. 2001. 8 Comparative Microanatomy of The Local Goat and Sheep Pancreas Islets with a Special Reference to The Distribution and Relative Frequency Of Glucagon Producing Cells. Media Veteriner. 2001. 8(1):5-9. Grune, T.L., T. Reinheckel T, and K.J. Davies. 1997. Degradation of oxidized proteins in mammalian cells. FASEB J. 1997 Jun;11(7):526-34. Baratawidjaja, K.G., dan I. Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Edisi ke-10. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jager, J., T. Gremeaux, M. Cormont, Y.L. Marchand-Brustel and J.F. Tanti. 2007. Interleukin-1β induced insulin resistance in adipocytes through down-regulation of IRS-1 expression. Endocrinology. 148(1): 241-251. Brenta, G. 2011. Why Can Insulin Resistance Be a Natural Consequence of Thyroid Dysfunction?. Journal of Thyroid Research. Volume 2011, Article ID 152850. Kapadia, K.B, P.A.Bhatt., and J.S. Shah. 2013. Association between altered thyroid state and insulin resistance.J Pharmacol Pharmacother. 2012 Apr-Jun; 3(2): 156– 160. Canaris, G.J., N.R. Manowitz, G.M. Mayor, and E.C. Ridgway. 2000. The Colorado Thyroid Disease Prevalence Studies. Arch. Int. Med. 160,526-534. Kasuga, M. 2006. Insulin resistance and pancreatic β cell failure. The Journal of Clinical Investigation. 116:1756–1760 (2006). Ceolotto, G.M. Bevilacqua, I. Papparella, E. Baritono, L. Franco, C. Corvaja, M. Mazzoni, A. Semplicini, and A. Avogaro. 2004. Insulin Generates Free Radicals by an NAD(P)H, Phosphatidylinositol 3Kinase Dependent Mechanism in Human Skin Fibroblasts Ex Vivo. Diabetes, Vol. 53. American Diabetes Association. Kuehnel, W. 2003. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. Thieme. USA. 268-270 Kumar,V., A.K. Abbas, N. Fausto and J. Aster. 2010. Robbins and Cotran’s Pathological Basis of Disease. 8th edition. Elsevier. USA Kusriningrum. 2008. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press. Surabaya. Dayan, M. Colin, and H. Gilber, Daniels. 1996. Chronic Autoimmune Thyroiditis. The New England Journal of Medicine. 335.2: 99–107. Ng, H.P., J.P. Banga and A.W. Kung. 2004. Development of a Murine Model of Autoimmune Thyroiditis Induced with Homologous Mouse Thyroid Peroxidase. Endocrinology. Vol.145,no.2,pp.809-816. Dodds. 2000. Canine Thyroid And Autoimmune Disease. The Saluki Welfare Fund Health Seminar 26th March 2000. Santa Monica,California Rapoport, B., and S.M. McLachlan. 1992. The Molecular Biology of The Thyroid Peroxidise: Cloning, Expression and Role as Auto Antigen in Autoimmune Thyroid Disease. Endocrine Rev. 13:192-206. Donath, M.Y., P.A. Halban. 2004. Decreased β-cell mass in diabetes: significance, Mechanisms and therapeutic implications. Diabetologia 47:581–589. Grotto, D., G.R. Barcelos, J.Valentini, L.M. An-tunes, J.P Angeli and S.C. Garcia 2009. Low Level of Methilmercury Induce Dna Damage in Rats: Protective Effects Of Selenium. Arch Toxicol.83:249-5. Robertson, R.P., J. Harmon, P.O. Tran, Y. Tanaka and H.Takahashi. 2003. Glucose Toxicity In Beta-Cells: Type 2 Diabetes, Good Radicals Gone Bad, And The Glutathione Connection. Diabetes .52: 581-587. 9 Sharma, A., S. Bansal, and R.K. Nagpal. 2003. Lipid Peroksidation in Bronchial Asthma. Indian Journal of Pediatrics.70(9): 715-717. Mouse Model Of Experimental Autoimmune Thyroiditis. International Journal of Food Microbiology. 103 (2005) 97– 104. Song, X.H, R. Zan, C. Yu and F. Wang. 2011. Effects of modified Haizao Yuhu Decoction in experimental autoimmune thyroiditis rats. Journal of Ethnopharmacology. 135 (2011) 321– 324. Susan A.L, I.A. Macdonald, and H.M. Roche. 2011. Nutrition and Metabolism. Second Edition. Blackwell Publising. UK Swain, M., T. Swain, and B.K. Mohanty. 2005. Autoimmune Thyroid Disorder An Update. Clinical Biochemistry. Vol 20 (1) : 9-17. Valko, M., C.J. Rhodes, J. Moncol, M. Izakovic, and M. Mazur. 2006. Free radical, Metal and Antioxidant in Oxidative Stress Inducced Cancer. J. Chem-Biol, Rusia (160) : 1-40. Valko, M., D. Leibfritz, J. Moncol, Cronin MTD, M. Mazur, and J. Telser. 2007. Review: free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease. Inter J Biochem Cell Biol. 2007;39:44–84 Vessal, M., Z Fatemeh, and V. Mohammad. 2001. Effects of Teucrium Polium On Oral Glucose Tolerance Test, Regeneration of Pancreatic Islets And Activity Of Hepatic Glukosinase in Diabetic Rats, Arch Iranian Med; 4: 188 – 92. Weetman, A.P., 2001. Determinants of autoimmune thyroid disease. Nature Immunology 2, 769–770. Weetman, A.P. 2004. Autoimmune Thyroid Disease. Autoimmunity, Vol. 37, No. 4,pp.337-400 Zhou, J.S., and H.S. Gill. 2005. Immunostimulatory Probiotic Lactobacillus rhamnosus HN001 and Bifidobacterium lactis HN019 Do Not Induce Pathological Inflammation In 10