beberapa catatan tentang alat tangkap ikan

advertisement
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXIII, Nomor 3 & 4, 1998 :19 - 34
ISSN 0216- 1877
BEBERAPA CATATAN TENTANG ALAT TANGKAP
IKAN PELAGIK KECIL
oleh
Abdul Samad Genisa 1)
ABSTRACT
SOME NOTES ON FISHES GEAR FOR SMALL PELAGIC FISH. The fishing gear used for catching small pelagic fish are: purse seine, payang net, l1p net, gill
net, bearch seine, kite hook & line and lampara net. Different fishing gear are used at
each place to match the kind of targeted fish. Along north costal of Java, the fishing
gears are payang net, dog01 net, purse seine and laparan net. Fisherman around
Labuhan (Sunda strait), applies hook &line and payang net, while at Banda sea they
use hook and line for catching larger size of layang (Decapterus maruadsi). "Rumpon
and lamp" are supporting gears to pulling fishes for easier catching fish.
PENDAHULUAN
Australia. Diantara paparan Sunda dan
paparan Sahul terdapat laut yang relalif dalam
meliputi Selat Bali, Laut Flores, Laut Maluku
dan Laut Banda.
Menurut VAAS (1962), perairan lndonesia adalah perairan tropis yang kaya akan
berbagai jenis ikan. Tiap jenis jumlah
individunya relatif sedikit, sangat berbeda
dengan keadaan daerah yang beriklim sedang
atau dingin. Sebab itu di perairan Indonesia
timbul bermacam-macam alat penangkap ikan
dan cara penangkapannya yang disesuaikan
dengan sifat hidup dan daerah tempat hidup
ikan yang akan ditangkapnya (WIDJOJO.
1966). Berhasil tidaknya tiap usaha
penangkapan ikan di laut pada dasarnya
adalah
berkaitan
dengan
usaha
bagaimana
mendapatkan
daerah
penangkapan
(Fishing
ground),
gerombolan ikan dan keadaan potensinya,
untuk
kemudian
dilakukan
operasi
Indonesia merupakan negara kepulauan
dengan luas perairan kurang lebih dua pertiga
dari seluruh wilayah negara. Memiliki 17.508
buah pulau besar dan kecil, dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km. Bila ditinjau dari segi
oseanografi, Indonesia memiliki perairan laut
dangkal dan perairan laut dalam. Perairan laut
dangkal berupa paparan (shell) dan diukur
mulai dari garis surut terendah sampai pada
kedalaman 200 m. Di Indonesia dikenal ada
dua paparan yang cukup luas, yaitu disebelah
barat adalah paparan Sunda (Sunda plat) yang
cukup luas sekitar 1,8 juta km2 dan mencakup
laut Cina Selatan, Teluk Thailand, Selat
Malaka dengan kedalaman 20 - 80 m. Paparan
Sahul (Sahul plat) dengan kedalaman sekitar
30-90 m dan terbentang antara Irian Jaya dan
beberapa pulau kecil lainnya dengan daratan
1)
Balitbang Biologi Laut. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
19
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Pada saat melakukan pengejaran
diusahakan agar kelompok ikan berada di
sebelah kanan kapal. Sebelum jaring
diturunkan harus diperhitungkan juga arah
angin, arah arus dan arah renang kelompok
ikan. Hal yang sangat menguntungkan bila
pada waktu penebaran jaring arah angin dan
arus saling berlawanan (Gambar 1).
Pukat cincin telah lama dikenal di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda.
seperti pukat langgar, pukat senangin untuk
daerah Sumatra Utara dan Timur sampai
Aceh; gae untuk daerah Sulawesi Selatan,
Kalimantan Timur, Ternate-Tidore dan
daerah Maluku lainnya (Maluku Selatan).
penangkapannya. Untuk mendapatkan
kawanan ikan sebelum dilakukan penangkapan ialah dengan menggunakan alat bantu
penangkapan (fish agregatin device) atau
disebut "rumpon" dan sinar lampu (light fishing) yang telah mengalami modifikasi. Gambar
alat penangkapan dibuat secara perspektif
sehingga mudah dipahami bagi semua pihak
yang berkepentingan.
ALAT PENANGKAPAN DAN
CARA PENANGKAPAN
Ikan pelagik kecil (layang, lemuru,
tembang, kembung, selar dan ekor kuning)
pada umumnya hidup bergerombol. Cara
hidup yang demikian ini dimanfaatkan oleh
nelayan untuk memudahkan menangkapnya
dengan bantuan alat tangkap: pukat cincin
(purse seine), payang, bagan, jaring insang.
pukat tepi, pancing dan lampara.
1. Pukat cincin (Purse seine)
Purse seine (jaring cincin, jaring kolor)
digolongkan dalam jenis jarang lingkar yang
cara operasinya adalah dengan melingkarkan
jaring pada suatu kelompok ikan di suatu
perairan, kemudian ditarik ke kapal. Alat ini
merupakan jaring lingkar yang telah
mengalami perkembangan setelah beach seine
(jaring tarik pantai) dan ring net.
Disebut pukat cincin, karena alat ini
dilengkapi dengan cincin dan juga termasuk
didalamnya tali cincin dan tali kerut/tali kotor
ini penting terutama pada waktu pengoperasian
jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut
jaring yang semula tidak berkantong akan
terbentuk kantong pada saat akhir
penangkapan.
Penangkapan dengan purse seine
memperlihatkan beberapa faktor yaitu
pencarian kelompok ikan, pengepungan
gerombolan ikan, dan pengoperaisan jaring.
Apabila kelompok ikan telah ditemukan maka
kapal segera melakukan pengejaran.
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
20
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Pukat cincin banyak digunakan di pantai utara
Jawa (Jakarta, Cirebon. Batang, Pemalang,
Tegal, Pekalongan, Juana dan Muncar, di
pantai selatan (Cilacap. Prigi, dan lain-lain).
Seperti halnya jaring payang, penangkapan
dengan pukat cincin ini dilengkapi dengan
rumpon dan kadang mengunakan lampu pada
malam hari sebagai alat bantu penangkapan.
saku (kantong). Jaring ini biasanya digunakan
untuk menangkap ikan teri. Sedangkan
payang lais berukuran lebih besar daripada
payang jabur, kantongnya dibuat dari age1
yang dirajut dengan besar mata jaring 2 cm,
jaring payang ini dipergunakan menangkap
ikan layang, lemuru dan ikan tongkol.
Alat payang adalah berupa jaring yang
terdiri dari sebuah kantong yang panjang dan
dua buah sayap (Gambar 2). Alat ini dalam
pengoperasiannya dibantu dengan rumpon
sebagai pengumpul ikan (Gambar 3) dilakukan
pada siang hari, sedangkan pada malam hari
terutama pada hari-hari gelap (tidak dalam
keadaan terang bulan) dengan mengunakan
alat bantu lampu petromaks. Penangkapan
dengan payang dapat dilakukan dengan perahu
layar maupun dengan kapal motor. Penggunaan tenaga berkisar antara 6 orang untuk
payang berukuran kecil, 16 orang untuk payang
besar, Nelayan Labuhan (Kabupaten
Pandeglang) dan Karang Antu (Kabupaten
Serang) menangkap dengan payang tanpa
bantuan rumpon. Mereka mencari gerombolan
ikan dengan menggunakan panda-tanda alami
antara lain adanya loncatan-loncatan ikan
dipermukaan air, dan riak-riak kecil di
permukaan air karena adanya kelompok ikan
yang berenang dekat permukaan air, dan
burung-burung yang terbang rendah sambil
menyambar-nyambar di permukaan air.
2. Payang.
Payang hampir dikenali diseluruh
daerah perikanan laut Indonesia dengan nama
yang berbeda-beda, antara lain payang
(Jakarta, Tegal, Pekalongan, Batang dan
daerah lain di pantai utara Jawa), payang uras
(Selat Bali dan sekitarnya), payang ronggeng
(Bali utara), payang gerut (Bawean), payang
puger (daerah puger), payang jabur (Madura,
Lampung), pukat nike (Gorontalo), pukat
banting (Sumatera Utara, Aceh), pukat tengah
(Sumatera Barat, Pariaman, Sungai Limau,
Perairan Tiku), jala lompo (Kaltim, Sulsel)
Panja/Pajala
(Muna,
Buton,
Luwuk,
Banggai), pukat buton (Air tembaga,
Gorontalo, Manokwari, Kupang, Kalabai,
Kendari, Flores), jala uras (Sumbawa,
Manggarail Flores).
Jaring payang termasuk jenis jaring
lingkar tradisionil, banyak dipergunakan di
perairan laut Jawa, Kalimantan Timur dan di
perairan Sulawesi Selatan. WIDJOJO (1966)
melaporkan bahwa penangkapan ikan dengan
payang ini dapat dikatakan belum mengalami
perubahan karena menurut sekelompok
nelayan alat ini masih dianggap produktif.
jenis alat penangkap ikan yang seperti jaring
payang yaitu jala lompo banyak terdapat di
Kalimantan dan Sulawesi Selatan, jaring tutup,
jaring hela banyak terdapat di Maluku
(Anonymus, I955).
PRANYOTO (1952), mengatakan
bahwa jaring payang ada dua jenis yaitu
payang jabur dan payang lais. Payang jabur
berukuran kecil, kantongnya dibuat dari agel
yang ditenun seperti kain dan dijahit menjadi
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
RUMPON
Rumpon (tenda) bukanlah merupakan
penangkap yang sebenarnya, tetapi rumpon ini
merupakan alat bantu untuk menarik
kelompokan ikan dan berkumpul disekitarnya,
sehingga ikan-ikan i t u mudah ditangkap.
Rumpon ini umumnya dipasang (ditanam)
pada keadalaman antara 30-75 m. Kedudukan
rumpon ada yang mudah di angkat-angkat.
yang di beri pemberat antara 25 -35 kg berupa
jangkar dan yang bersifat tetap diberi pemberat
antara 75-100 kg atau lebih terdiri dari
21
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
22
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
batu-batu yang diikat satu sama lain atau
dimasukkan di dalam suatu keranjang dari
rotan, atau dapat juga terdiri dari cor-coran
semen
Menurut ASNAN (1956), rumpon
terdiri dari beberapa bagian:
- Kambangan / antang (pelampung), dibuat
dari 2 -3 batang bambu dengan panjang 5 10 m, diameter 8 -10 cm diikat menjadi satu.
- Anakan / cocoan (tenda), terbuat dari
sepotong tongkat kayu dengan panjang
sekitar 1 m diikat tegak lurus pada
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
kambangan,
gunanya
untuk
memudahkan pencarian pada waktu
penangkapan ikan.
- Tali sawi, terbuat dari bambu ijuk yang
dipintal kasar dengan panjang 1,5 m
x dalamnya laut dimana rumpon itu
ditanam, diameter tali 2,5 cm.
- Lirip, yaitu daun-daun kelapa yang
disusun sedemikian rupa pada
sepanjang tali sawit. Jangkar, adalah
merupakan pemberat diujung tali
sawit dengan bobot ± 25 kg, gunanya
untuk menanam rumpon agar tidak
terbawa arus (Gambar 3).
23
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
SUBANI (1958), mengatakan bahwa
para nelayan di perairan sekitar Tuban,
menggunakan rumpon berupa pohon waru
yang daunnya rimbun, diberi batu pemberat
dan kemudian diturunkan ditengah laut. Di
Teluk Mandar dan Teluk Bone (Sulawesi
Selatan) para nelayan mempergunakan rumpon
dari batang-batang bambu berbentuk rakit,
diberi tali sawit yang dibuat dari rotan. Pada
ujung bawah tali sawit ini diberi batu
pemberat, dengan bobot sekitar 3 ton.
Menurut
WIDJOJO
(1966)
pemakaian rumpon yang berbentuk rakit
sangat baik karena; daerah perlindungan
ikan layang sangat luas; ikan-ikan buas
yang terdapat di sekitar rakit dapat
dipancing; dan dipinggiran rakit dapat
diusahakan perikanan tonda.
Menurut INOUSE (1961), SOEPANTO (1969), dan KOMAR (1971),
penang-kapan dilakukan bila disekitar
rumpon terlihat adanya tanda-tanda banyak
ikan. Tanda-tanda banyak ikan adalah sebagai
berikut: Adanya perubahan warna air laut,
karena pengaruh dan warna ikan; Adanya
suara air gemercik dan buah air laut, karena
udara dari gelembung renang ikan; Adanya
burung-burung laut berterbangan diatas
permukaan air laut. jenis-jenis ikan yang
tertangkap disekitar rumpon adalah ikan
pelagis yang pada tubuhnya tidak
mempunyai alat untuk menghindarkan diri
dari serangan ikan buas.
Hampir semua makhluk hidup
termasuk ikan yang media hidupnya di air,
terangsang (tertarik) oleh sinar (cahaya phototaxis positif) mereka selalu berusaha
mendekati asal sumber cahaya dan perikanan
disekitarnya.
Dalam hal penangkapan dengan lampu
yang penting ialah menggunakan kekuatan
cahaya lampu yang dipergunakan, sebab
walaupun ikan-ikan itu pada prinsipnya
tertarik pada cahaya lampu, banyak faktor
lain, yang saling mempengaruhi, antara
lain:
- Faktor kecerahan. Kecerahan rendah tidak
akan menarik perhatian ikan untuk
berkumpul disekitar lampu karena
kurangnya cahaya lampu akibat habis
terserap oleh zat-zat/partikel yang
menyebar di dalam air.
- Faktor gelombang, angin dan arus. Angin,
arus kuat, gelombang besar jelas akan
mempengaruhi
kedudukan
lampu.
Justru adanya
faktor-faktor tersebut
yang akan merubah sinar-sinar yang
semula lurus menjadi bengkok, sinar
yang terang menjadi berubah-ubah
dan akhirnya menimbulkan sinar yang
menakutkan ikan (flickering light). Makin
besar gelombang makin besar pula
flickering lightnya dan makin besar
hilangnya efisiensi sebagai daya penarik
perhatian ikan-ikan maupun biota lainnya
menjadi lebih liar karena ketakutan.
Untuk
mengatasi
masalah
ini
diperlukan penggunaan lampu yang
konttruksinya sedemikian rupa, misalnya
dengan memberikan reflektor dan kap
(tudung) yang baik atau dengan
menempatkan lampu dibawah permukaan
air (under water lamp).
- Faktor sinar bulan. Pada waktu bulan
purnama sukar sekali untuk diadakan
penangkapan dengan menggunakan lampu
(light fishing) karena cahaya terbagi rata.
sedang untuk penangkapan dengan lampu
diperlukan keadaan gelap agar cahaya
(sinar) lampu terbias sempurna kedalam air.
Alat bantu lampu
Penggunaan lampu sebagai alat bantu
penangkapan (light fishing) di Indonesia
sudah lama dikenal nelayan. Hampir semua
daerah perikanan dapat dikatakan telah
mengenal pentingnya penggunaan lampu
untuk penangkapan, terlebih untuk daerah
Indonesia Timur. Seperti ditempat-tempat
dimana terdapat pengusahaan (penangkapan)
cakalang, yaitu untuk penangkapan ikan
umpan hidup (life bait fish) yang menjadi
persyaratan utama dalam perikanan tersebut.
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
24
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
-
-
berukuran 10 x 10 m, sedang bagian atas
berukuran 9,5 x 9,5 m (bagan tancap). Pada
bagian atas rumah bagan (pelataran bagan)
terdapat alat pengulung (roller) yang
berfungsi
untuk
menurunkan
dan
mengangkat jaring bagan pada waktu
penangkapan. Penangkapan dengan bagan
hanya dilakukan pada malam hari (light
fishing) terutama pada hari gelap bulan
dengan menggunakan lampu sebagai alat
bantu penangkapan.
Di lihat dari bentuk dan cara pengoperasianya bagan dapat dibagi menjadi tiga
macam, yailu bagan tancap, bagan rakit dan
bagan perahu (Gambar 4a, b dan c).
Faktor musim. Pada musim Timur
misalnya Teluk Jakarta umumnya tenang,
sehingga baik sekali untuk penanaman atau
pemasangan bagan, tetapi sebaliknya pada
musim Barat justru kurang menguntungkan. Sebenarnya penangkapan
dengan lampu dapat dilakukan didaerah
mana saja maupun setiap musim asalkan
angin dan gelombang tidak begitu kuat.
Faktor ikan / binatang buas (wild fishes/
animal). Ikan-ikan yang tertarik oleh
cahaya lampu umumnya didominasi ikanikan kecil (tembang, teri, kembung, selar,
layang, lemuru, cumi-cumi dan lain-lain).
jenis-jenis
ikan
besar
(pemangsa)
umumnya berada dilapisan yang lebih
dalam yang sebentar-sebentar menyerbu
(menyerang) ikan-ikan yang berkerumun
di bawah lampu dan akhirnya menceraiberaikan kawanan ikan yang akan
ditangkap.
a. Bagan Tancap (stationary lift net).
Pada kedudukannya, bagan ini tidak
dapat dipindah-pindah dan sekali dipasang
(ditanam) berarti berlaku untuk selama musim
penangkapan. Pada hari-hari gelap bulan,
lampu dipasang (dinyalakan) sejak matahari
terbenam dan ditempatkan pada jarak ± 1 m di
atas permukaan air. Bila sudah banyak ikan
berkumpul, kemudian dilakukan pengangkatan
jaring dan begitu seterusnya diulang-ulang
sampai mendapatkan hasil yang diharapkan. (Gambar 4).
Hasil tangkapan umumnya jenis-jenis
ikan kecil seperti: tembang, teri, japuh, selar,
petek, kerong-kerong, kapas-kapas, cumicumi, sotong dan lain-lain.
3. Bagan.
Bagan adalah suatu alat penangkapan
ikan yang menggunakan jaring dan lampu
sehingga alat ini dapat digolongkan kepada
light fishing.
Bagan (Bagang) pertama-tama
diperkenalkan oleh orang-orang Makassar dan
Bugis di Sulawesi Selatan dan Tenggara pada
tahun 1950-an. Kemudian dalam waktu relatif
singkat sudah dikenal hampir diseluruh daerah
perikanan laut Indonesia dan dalam
perkembangannya
telah
mengalami
perubahan-perubahan bentuk. Bagan terdiri
dari komponen-komponen penting yaitu :
jaring bagan, rumah bagan (anjang-anjang,
kadang tanpa anjang-anjang), serok dan lampu.
jaring bagan umumnya berukuran 9 x 9 m,
dengan mata jaring 0,5 - 1 cm, terbuat dari
benang katun atau nilon. Jaring tersebut
diikatkan pada bingkai berbentuk bujur
sangkar yang terbuat dari bambu atau kayu.
Rumah bagan (anjang-anjang) terbuat dari
bambu / kayu yang berukuran bagian bawah
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
b. Bagan Rakit (Raft lift nets)
Bagan rakit (Gambar 4.b) adalah jaring
angkat yang dalam pengoperasiannya dapat
dipindah-pindah di tempat-tempat yang
diperkirakan banyak ikannya. Seperti halnya
bagan tancap, pada bagan rakit ini juga
terdapat anjang-anjang. Di kanan-kiri di bawah
rumah bagan ditempatkan rakit dan bambu
sebagai alas (landasan) rumah bagan sekaligus
merupakan alat apung. Disamping rakit dari
bambu dapat juga digunakan dua buah perahu
yang selanjutnya dapat disebut sebagai bagan
perahu beranjang-anjang.
25
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
26
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 4b. Bagan perahu
rakit" maupun "bagan perahu" ini di labuh
dengan menggunakan jangkar.
Dibandingkan dengan bagan rakit,
bentuk bagan perahu ini lebih sederhana dan
lebih ringan sehingga memudahkan dalam
pemindahan ke tempat-rempat yang
dikehendaki. Bagan perahu ini terdiri dari dua
perahu yang pada bagian depan dan belakang
dihubungkan dengan dua batang bambu
sehingga terbentuk bujur sangkar sebagai
tempat mengantungkan jaring bagan (Gambar
4c). Pada waktu penangkapan baik "bagan
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
4. PukatTepi (Beach seine).
Pukat tepi (beach seine) adalah suatu
alal tangkap yang bentuknya seperti payang
(berkantong), dan bersayap (kaki) yang
dalam operasi penangkapannya, yaitu setelah
jaring dilemparkan pada sasaran, kemudian
dengan tali panjang (tali hela) ditarik
menelusuri dasar perairan dan pada akhir
penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai
(Gambar 5).
27
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
28
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Pukat tepi termasuk alat tangkap
tradisional penting, mudah pemakaiannya.
tidak diperlukan ketrampilan khusus dan
hasilnya cukup baik. Bila dilihat dari macam,
bentuk, ukuran, bahan yang digunakan.
penggunaan tenaga maupun biaya, maka pukat
tepi ini termasuk serba guna. Contoh mengenai
penggunaan tenaga mulai dari ukuran yang paling kecil dengan bentuk yang sederhana dapat
dilakukan hanya dua orang (sesere),
sedangkan ukuran besar memerlukan tenaga
sampai puluhan orang (± 20 orang).
Daerah penyebaran hampir diseluruh
daerah perikanan laut Indonesia. Tiap daerah
mempunyai ciri-ciri dan bentuk sendiri,
demikian juga namanya berbeda-beda. Dari
sekian banyak macam pukat tepi yang
terpenting adalah yang disebut krakat, pukek
tepi, penambe, soma dampar dan soma redi.
cling gill-net). Jaring insang termasuk alat
tangkap potensial terlebih setelah adanya
Keppres 29/80 khususnya jaring insang dasar
(bottom set gill-net) atau lebih dikenal dengan
nama "laring klitik".
a. Jaring insang hanyut (Drift gill net)
Dalam operasi penangkapannya jaring
insang hanyut ini dihanyutkan mengikuti atau
searah dengan jalannya arus. Dalam
pelaksanaan operasi penangkapannya dapat
dilakukan baik didasar, maupun dibawah
lapisan permukaan air. Jaring insang hanyut
dalam bentuk yang sangat sederhana yang
hanya mempunyai ukuran beberapa meter
(jaring eder) banyak digunakan oleh nelayan
sambilan di Selat Bali (Gambar 6.a).
b. Jaring insang labuh (Set gill net).
Dalam pengoperasiannya jaring ini bisa
dilabuh (diset) di dasar, lapisan tengah
maupun dibawah lapisan atas, tergantung dari
panjang tali yang menghubungkan pelampung
dengan pemberat (jangkar). Jaring insang
labuh ini sama dengan jaring klitik (Gambar
6.b) yaitu jaring insang dasar menetap yang
sasaran utama penangkapannya adalah udang
dan ikan-ikan dasar.
Cara pengoperasian jaring insang
labuh ini disamping didirikan secara tegak
lurus dapat juga diatur sedemikian rupa yang
seakan-akan menutup permukaan dasar atau
dihamparan tepat diatas karang-karang.
5. Jaring insang (gill-net)
Alat tangkap ini berbentuk empat
persegi panjang yang dilengkapi dengan
pelampung, pemberat ris atas, ris bawah
(kadang tanpa ris bawah). Besar mata jaring
bervariasi disesuaikan dengan sasaran yang
akan ditangkap (ikan, udang). Ikan yang
tertangkap itu karena terjerat (gilled) pada
bagian belakang lubang penutup insang (operculum), terbelit atau terpuntal (entangle) pada
mata jaring yang terdiri dari satu lapis, dua lapis maupun liga lapis. Jaring ini terdiri dari
satuan-satuan jaring yang biasa disebut tinting (piece). Dalam operasi penangkapannya
biasanya terdiri dari beberapa tinting yang
digabung menjadi satu sehingga merupakan
satu perangkat (unit) yang panjang (300- 500
m), tergantung dari banyaknya tinting yang
akan dioperasikan. Jaring insang termasuk alat
tangkap selektif, besar mata jaring dapat
disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan
ditangkap. (Gambar 6a, b, c).
Dilihat dari cara pengoperasiannya
alat tangkap ini biasa dihanyutkan (drift gill-
c. Jaring insang lingkar (Encircling gill nets)
Jaring insang lingkar (Gambar 6.c)
adalah jaring insang yang dalam pengoperasiannya dengan cara melingkarkan ke
sasaran tertentu yaitu kawanan ikan yang
sebelumnya dikumpulkan melalui alat bantu
sinar lampu. Setelah kawanan ikan terkurung
kemudian dikejutkan dengan suara dengan cara
memukul-mukul bagian perahu karena terkejut
ikan-ikan tersebut akan bercerai-berai dan
akhirnya tersangkut karena melanggar mata
net), dilabuh (set gill-net) dan dilingkarkan (encir-
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
29
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
30
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
jaring. Di Pantai Utara Jawa jaring ini biasa
disebut jaring "gebluk" atau "jaring gebrag".
Hasil tangkapan utama adalah ikan kembung,
lemuru, tembang, layang dan belanak.
dengan jaring payang yang terdiri dari 2 sayap
(kiri, kanan) dan kantong. Disamping itu
masih dilengkapi dengan sebuah cincin
(lingkaran)yang berdiameter ± 2 m terbuat dari
besi. Kantong untuk lampara berbeda dengan
kantong jaring payang, yaitu ujungnya tidak
lagi lancip (berbentuk kerucut) tetapi lebih
cenderung menggelembung (Gambar 8). Hal
ini dimaksudkan agar ikan-ikan umpan yang
tertangkap tidak mudah mati karena masih
tersedia cukup ruang untuk bergerak (tidak
berdesak-desakan).
Penangkapan umpan hidup dengan
lampara dilakukan pada malam hari, oleh
karena itu diperlukan alat bantu, yaitu lampu.
Penangkapan dilakukan menjelang malam hari
ditempat-tempat yang diperkirakan banyak
ikan umpan. Pertama-tama lampu yang berada
dikapal maupun lampu yang ada di perahu
dinyalakan, sementara itu perahu pembawa
jaring, dipersiapkan. Lampu-lampu tersebut
digantung kurang lebih 60 - 100 cm diatas
permukaan air dan diusahakan agar dilengkapi
dengan reflektor, yang dengan demikian
cahayanya dapat sepenuhnya menembus ke
dalam air. Setelah diketahui banyak kawanan
ikan berkerumun dibawah lampu, kemudian
lampu yang berada dikapal dimatikan,
sementara itu perahu lampu mulai dibawa
menjauhi kapal sampai pada jarak yang telah
ditentukan. Dengan demikian ikan-ikan yang
telah berkumpul sekitar kapal akan tertarik dan
mengikuti lampu. Kemudian perahu jaring
mulai menurunkan jaring mengelilingi perahu
lampu. Kegiatan penurunan jaring ini dimulai
dari bagian belakang kapal dan berikutnya
setelah membentuk lingkaran ia kembali lagi
kekapal untuk mempertemukan kedua tali
slambar (tali hela). Setelah itu dengan tali
panjang perahu jaring dihubungkan dengan
kapal cakalang (tuna clipper). Penarikan jaring
ke perahu jaring dimulai dari kedua ujung
sayapnya, sementara itu tali yang
menghubungkan perahu jaring dengan kapal
tersebut diulur sedikit demi sedikit guna
6. Pancing layang-layang (kite hook and
line)
Pancing layang-layang adalah tipe
pancing yang dikhususkan menangkap ikan
cendro (Tylosorus spp.) Karena ikan cendro
hidupnya berada dekat permukaan air, maka
pemancingannya diusahakan sedemikian rupa
sehingga kedudukan mata pancing selalu
berada dekat permukaan perairan. Operasi
penangkapan tergantung dari keadaan angin
kalau anginnya kurang kuat, kadang harus
didayung agar layang-layang tetap diudara.
Berbeda dengan pancing-pancing lainnya,
mata pancing yang digunakan berupa suatu
"gelangan" (kolongan, ring). Cara memberi
umpan pada mata pancing tersebut ialah
dengan memasukkan salah satu ujung tali
kawat pada sisi umpan sampai menembus pada
sisi lainnya, kemudian dibentuk suatu
gelangan sebelum diikatkan pada tali pancing.
Disamping menggunakan umpan dari ikan
dapat juga digunakan umpan dari sarang
laba-laba yang dililit-lilitkan pada mata
pancing yang terbuat dan siratan bambu atau
kayu yang dibuat demikian rupa sehingga
meyerupai bulatan lonjong ikan cendro yang
tertangkap pada pancing layang-layang
tersebut bukannya menelan mata pancing
tetapi karena terkait pada gigi-giginya.
Distribusi pancing layang-layang ini
terutama terdapat di Indonesia timur Larantaka
(Flores), Ternate-Tidore, Muna-Buton, Seram
dan Kepulauan Seribu (Gambar 7).
7. Jaring Lampara (lampara nets)
Jaring lampara digunakan untuk
menangkap ikan umpan hidup khususnya di
daerah dimana banyak penangkapan Cakalang
dilakukan yaitu di air tembaga, Sulawesi Utara
dan Sulawesi Selatan. Bentuk lampara ini mirip
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
31
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
ditarik kembali ke kapal diikuti oleh perahu
lampu untuk penyelesaian hasil tangkapan
selanjutnya.
Hasil tangkapan terdiri dari berbagai
jenis ikan umpan seperti layang (Decapterus
spp.), kawalinya (Rastrelliger spp.), Sardin
(Clupeid), teri (Stolephorus spp), lolosi
(Caesio spp ) dan lain-lain.
mengurangi beban berat penarikan jaring.
Setelah penarikan jaring mendekati pada
bagian kantong, kemudian lingkaran besi di
lemparkan kedalamnya dan terjadilah bentuk
kantong yang sempurna yaitu menyerupai
mangkok. Selanjutnya kawanan ikan yang
telah terkurung dalam kantong berikut perahu
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
32
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
33
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
PRANYOTO. R. 1952. Luas dan sifat
Perikanan Laut di Indanesia. Almanak
Perikanan Jakarta: 250 - 253.
SUBANI. W. 1958. Perikanan dengan rumpon
dan sifat-sifat ikan disekitarnya. B.B.
7h.10 (9- 10): 132- 137.
SUBANI, W. dan H.B. BORUS. 1989. Alat
penangkapan ikan dan udang laut di
Indonesia. Ed. khusus Jurnal Penelitian
Perikanan Laut. BPPL. Dept Pertanian
Jakarta : 248 hal.
SOEPANTO. 1969. Respon S.U.P.M terhadap
perikanan di Tegal dan sekitarnya.
Ditjen. Perikanan Th. VII: 25 - 36.
VAAS. K. F. 1952 Hasil ikan di daerah
Khatulistiwa B.P Th. III (9- 10).
WILJOJO, S. 1966. Perikanan Mayang di Teluk
Jakarta sekitar Kepulauan Seribu. Lap.
Praktek Mayor. Fak. Perikanan IPB.
Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
ANONYMUS. 1955. Fishing Gear in
Indonesia I.P.F.C 6th, Session mimeo
document. I.P.F.C/C.55/Tech: 23-28.
ASNAN. 1956 . Rumpon di Jawa Timur B.P.
Th. VIII: 8 Jakarta.
INOUSE, M , 1961. A study of the Purse seine
Fisheries. Journal of the Tokyo Univ.
of Fisheries. 47 (2).
KOMAR, P. 1971. Pengaruh waktu penebaran
jaring payang di sekitar rumpon
terhadap hasil tangkapan. Lap. Praktek
m.p. Mayor, Teknik Penangkapan ikan.
Fak.Pertanian Universitas Padjadjaran
Bandung.
KOMAR, P. 1978. Perikanan Mayang. Salah
satu kasus Perikanan tradisionil di
perairan Tegal (Jawa Tengah), Fak.
Pertanian Universitas Padjadjaran
Bandung.
Oseana, Volume XXIII no. 3 & 4, 1998
34
Download