1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan merupakan pilar pertumbuhan ekonomi seluruh Negara dunia.
Perdagangan antar negara sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu yang antara
lain dikenal dengan Imperium Transregional Asia. Imperium perdagangan pertama
yang melakukan perdagangan transnasional adalah Spanyol yang menaklukkan
peradaban Aztec. Pada perkembangannya Imperium Spanyol surut dan tergantikan
oleh Pax Neerlandica 1 yang dimotori Belanda dengan Verenigde Oostindische
Compagnie (VOC) yang memonopoli nusantara dan menjadikannya sebagai
Imperium modern pertama di dunia. 2 Selain itu pula mulai muncul Pax Britania 3 dan
Pax America 4 yang menandai imperium perdagangan modern di dunia pada awal
abad ke- 4 yang sangat mempengaruhi konsep perdagangan dunia.
Keberadaan dari Pax Imperium tersebut merupakan cikal bakal konsep
perdagangan dunia (liberalisasi perdagangan internasional) yang awal mulanya
1
Pax Neerlandica adalah Penguasaan Hindia Belanda dan menjalankan sebagai satu kesatuan
dengan induk kerajaan Hindia Belanda, http://anggiall.blogspot.com/2015/02/pax-neerlandica.html
(diakses pada tanggal 6 Juli 2015 pukul 21.05).
2
Lemhanas, Peningkatan Daya Saing Industri Indonesia guna Menghadapi ASEAN-China
Free Trade Agreement (ACFTA) dalam rangka memperkokoh ketahanan Nasional, (Jakarta: Jurnal
Kajian Lemhanas RI edisi 14, 2012), hlm. 41.
3
Pax Britania adalah periode damai di Eropa dan dunia (1815-1914) selama Imperium Britania
menguasai sebagian besar rute perdagangan maritime dan memperoleh kekuasaan lautan yang tak
tertandingi, https://id.wikipedia.org/wiki/Pax_Britannica (diakses pada tanggal 6 Juli 2015 pada pukul
21.10).
4
Pax Americana adalah sistem internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat melalui
sistem ekonomi liberal, http://pengertianmenurutahli.blogspot.com/2013/06/sistem-internasional-masaperang-dingin.html (diakses pada tanggal 6 Juli 2015 pada pukul 20.18).
2
diusung oleh World Trade Organization (selanjutnya disebut dengan WTO). Konsep
perdagangan bebas secara umum dimaksudkan untuk meningkatkan peradaban dan
kesejahteraan negara-negara yang terlibat didalamnya. 5
Manfaat perdagangan internasional, menurut Sadono Sukirno, adalah sebagai
berikut: 6
1.
Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak
faktor–faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara.
Faktor-faktor tersebut diantaranya: kondisi geografi, iklim, tingkat peguasaan
iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara
mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri;
2.
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan
luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh
spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama
jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik
apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri;
3.
Memperluas pasar dan menambah keuntungan terkadang para pengusaha tidak
menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena
mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya
harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha
5
Lemhanas, Op.Cit, hlm. 42.
Apridar, Ekonomi Internasional, Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam
Aplikasinya (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm.75.
6
3
dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan
produk tersebut keluar negeri.
4.
Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara
untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen
yang lebih modern.
Perdagangan bebas dikatakan akan membawa keuntungan bagi para
pesertanya dan akan mengurangi kesenjangan antar negara. Perdagangan bebas akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya akan membawa perbaikan
standar kehidupan. Hal tersebut ditandai dengan kenaikan Gros Nasional Produk
(GNP). Dalam kenyataannya hal itu adalah sebagian dari skenario. Globalisasi adalah
gerakan perluasan pasar, dan disemua pasar yang berdasarkan persaingan, selalu ada
yang menang dan yang kalah. Perdagangan bebas juga menambah kesenjangan antara
negara-negara maju dan negara-negara pinggiran (periphery), yang akan membawa
akibat pada komposisi masyarakat dan kondisi kehidupan mereka. Ini adalah
kecenderungan sejak berakhirnya Perang Dunia II. Bertambahnya utang negaranegara dunia ketiga, tidak seimbangnya neraca perdagangan, buruknya kehidupan
kondisi buruh, dan lingkungan hidup dan tiadanya perlindungan konsumen adalah
sebagian dari gejala-gejala negeri-negeri yang kalah dalam perdagangan bebas. 7
Negara Indonesia yang tergabung sebagai anggota WTO tidak bisa
melepaskan diri dari perdagangan bebas. Indonesia dalam hal ini merupakan salah
7
Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen (Bandung: Mandar Maju,
2000), hlm. 3.
4
satu negara pendiri WTO. Sesuai prinsip pacta sunt servanda bahwa pihak yang turut
serta dalam pembuatan piagam atau perjanjian otomatis terikat dengan isi perjanjian
tersebut disamping itu dalam hal ini Indonesia telah meratifikasi persetujuan
pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang
Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia. 8 Produksi
industri Indonesia dihadapkan dalam pasar bebas antar negara. Mereka dipaksa
bersaing dengan pemain-pemain besar antar negara. Terdapat banyak perjanjian
perdagangan internasional yang meliputi antar negara di dunia maupun kawasan
regional.
Perdagangan bebas memaksa produsen menghadapi persaingan yang ketat,
yang mau tidak mau produsen harus meningkatkan efesiensi dan menghasilkan
produk yang memenuhi standar secara konsisten agar dapat bertahan dan
memenangkan persaingan dalam menghadapi pasar internasional. Standar melalui
pengukuran dan pengujian akan menghasilkan sertifikasi yang disahkan oleh lembaga
akreditasi yang memiliki kompetensi teknis sehingga menghasilkan produk siap
masuk ke pasar internasional dan bersaing dengan produk negara lain.
Dilakukannya penerapan mutu dan standar konsumen memperoleh kepastian
kualitas dan keamanan produk. Sementara publik dilindungi dari segi keamanan,
kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungannya. Masyarakat memiliki
kepentingan sosial terhadap produk yang akan dikonsumsinya baik itu dari sisi
8
Ahmad Romi Riyadi, “WTO dan Posisi Indonesia Dalam Perdagangan Dunia,”
http://romiroyadi.blogspot.com/2011/07/wto-dan-posisi-indonesia-dalam.html (diakses pada tanggal
31 Agustus 2015 pada pukul 16.00 WIB).
5
kesehatan manusia untuk sekarang dan masa depan serta keamanan (khususnya untuk
anak-anak), maupun produk yang tidak merusak lingkungan. Dari sisi produsen,
kepentingan bisnis dikedepankan khususnya kualitas produk yang akan menyangkut
standar dan mutu mengingat konsumen sudah bergeser pola hidupnya dari orientasi
harga ke orientasi kualitas.
Untuk menghindari penggunaan standardisasi sebagai hambatan dalam
perdagangan internasional, di dalam berbagai forum internasional seperti Assosiation
of South-East Asia Nation (selanjuitnya disebut dengan ASEAN) atau Asia Pacific
Economic Cooperation (selanjutnya disebut dengan APEC) telah ada kesepakatan
untuk menyelaraskan standar nasional masing-masing anggota dengan standar
internasional, termasuk cara masukan terhadap penerapan standar untuk memudahkan
tercapainya saling pengakuan kegiatan standardisasi.
Pada tingkat dunia, Tokyo Round 1973-1979 dan Uruguay Round of the
General Agreement on Tariffs and Trade 1994 menghasilkan WTO Agreement on
Technical Barriers to Trade (selanjutnya disebut dengan TBT) untuk menangani
khususnya isu standar internasional untuk mempromosikan perdagangan bebas
diantara penandatangan perjanjian tersebut. Selain itu juga menghasilkan Sanitary
and Phytosanitary Measures (selanjutnya disebut dengan SPS) untuk keamanan
pertanian. Dalam perjanjian TBT yang dapat menjadi hambatan teknis dalam
perdagangan adalah standar dan peraturan teknis. Oleh karena itu bagi Negara angota
WTO, apabila ingin menetapkan suatu standar atau peraturan teknis harus transparan,
6
yaitu sebelum standar dan peraturan teknis diberlakukan harus dinotifikasikan kepada
negara-negara anggota untuk mendapatkan tanggapan/masukan.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian
Kesesuaian (selanjutnya disebut dengan UU SPK) merupakan pengaturan standar di
Indonesia yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. SNI adalah satusatunya standar yang berlaku di Indonesia. Agar SNI memperoleh keberterimaan
yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO
Code of good practice, yaitu: 9
1.
Openess
(keterbukaan):
Terbuka
bagi
agar
semua
stakeholder
yang
berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;
2.
Transparency
(transparansi):
Transparan
agar
semua
stakeholder
yang
berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap
pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan
mudah memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan pengembangan SNI;
3.
Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak memihak dan
consensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan
diperlakukan secara adil;
4.
Effectiveness and relevance : Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi
perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
9
http://web.bsn.go.id/sni/about_sni.php (diakses pada tanggal 9 Juni 2015).
7
5.
Coherence: Koheren dengan pengembangan standar internasional agar
perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global
dan memperlancar perdagangan internasional; dan
6.
Development dimension (berdimensi pembangunan): Berdimensi pembangunan
agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam
meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
Dilihat dari perspektif dunia, diakui bahwa Usaha Mikro, Kecil, Menengah
dan Koperasi (selanjutnya disebut UMKMK) memainkan suatu peran vital di dalam
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang
berkembang (NSB) tetapi juga di negara-negara maju (NM). Diakui secara luas
bahwa UMKMK sangat penting karena karakteristik-karakteristik utama mereka yang
membedakan mereka dari usaha besar (UB), terutama karena UMKMK adalah usahausaha padat karya, terdapat di semua lokasi terutama di perdesaan, lebih tergantung
pada bahan-bahan baku lokal, dan penyedia utama barang-barang dan jasa kebutuhan
pokok masyarakat berpendapatan rendah atau miskin. Dengan menyadari betapa
pentingnya UMKMK tersebut, tidak heran kenapa pemerintah-pemerintah di hampir
semua NSB mempunyai berbagai macam program, dengan skim-skim kredit
bersubsidi sebagai komponen terpenting, untuk mendukung perkembangan dan
pertumbuhan UMKMK. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia, Bank
Pembangunan Asia dan Organisasi Dunia untuk Industri dan Pembangunan (UNIDO)
dan banyak negara-negara donor melalui kerjasama-kerjasama bilateral juga sangat
8
aktif selama ini dalam upaya-upaya pengembangan (atau capacity building)
UMKMK di negara sedang berkembang. 10
Memahami pengaturan dalam perdagangan dunia, isu standardisasi barang
menjadi penting bagi pelaku usaha khususnya bagi UMKMK. Kedudukan UMKMK
sangat vital dalam perekonomian negara. Menurut Utara kedudukan UMKMK dalam
perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari : 11
1.
kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai
sektor;
2.
penyedia lapangan kerja yang terbesar;
3.
pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan
masyarakat;
4.
pencipta pasar baru dan inovasi; serta
5.
sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam
menghasilkan ekspor.
Posisi penting ini sejak dilanda krisis tidak semuanya berhasil dipertahankan
sehingga pemulihan ekonomi belum optimal.
Negara dalam menghadapi perdagangan bebas global dan regional terdapat
peluang yang besar bagi UMKMK untuk meraih potensi pasar dan peluang investasi
harus dapat dimanfaatkan dengan baik. Guna memanfaatkan peluang tersebut, maka
10
Tambunan Tulus I, Pasar Bebas ASEAN: “Peluang, Tantangan dan Ancaman bagi UMKM
Indonesia,” Infokop, Volume 21, Oktober 2012, hlm. 14.
11
Urata Shujiro, Policy Recommendation for SME Promotion in the Republik of Indonesia
(Jakarta: JICA Report, 2000), hlm. 2.
9
tantangan yang terbesar bagi UMKMK menghadapi perdagangan bebas adalah
bagaimana mampu menentukan strategi yang jitu guna memenangkan persaingan.
Oleh karena itulah, mulai saat ini UMKMK harus mulai berbenah guna menghadapi
perilaku pasar yang semakin terbuka di masa mendatang. Para pelaku UMKMK tidak
boleh lagi mengandalkan buruh murah dalam pengembangan bisnisnya. Kreativitas
dan inovasi melalui dukungan penelitian dan pengembangan menjadi sangat penting
untuk diperhatikan. Kerjasama dan pembentukan jejaring bisnis, baik di dalam dan di
luar negeri sesama UMKMK maupun dengan pelaku usaha besar harus
dikembangkan. 12
Produk
UMKMK
mengalami
tantangan
besar
dalam
perdagangan
internasional. Kesulitan yang dialami antara lain dalam memenuhi persyaratan dari
negara pengimpor, terutama berkaitan dengan standar mutu yang ditetapkan. Di lain
pihak pasar dalam Negara Indonesia kebanjiran produk impor yang lebih kompetitif
dan lebih diminati oleh masyarakat Indonesia sebagai konsumen yang rasional,
termasuk produk agribisnis sehingga produk UMKMK tidak bisa menjadi tuan rumah
di negeri sendiri. Seiring dengan perkembangan globalisasi, standar mutu menjadi
lebih kompleks dikaitkan dengan masalah SPS dan TBT yang umumnya dituangkan
dalam peraturan teknis yang diterbitkan oleh suatu negara. Mutu produk dikaitkan
12
I Wayan Dipta, “Memperkuat UKM Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun
2015,” Infokop Volume 21, Oktober 2012, hlm. 9.
10
dengan masalah keamanan pangan, keamanan bagi manusia, hewan, dan tumbuhtumbuhan, serta lingkungan 13.
Seringkali aspek SPS/TBT serta lingkungan digunakan oleh negara industri
sebagai proteksi terselubung dalam perdagangan, untuk memperketat masuknya
barang impor dan secara tidak langsung melindungi produk dalam negerinya, serta
menekan harga produk impor. Perdagangan saat ini bukan lagi bisnis biasa, tetapi
merupakan pertempuran ilmu dan teknologi yang tercermin pada produk peraturan
teknis beraspek SPS/TBT, serta pertarungan efisiensi manajemen yang tercermin
pada sistem tataniaga serta kebijakan perdagangan suatu negara. Beberapa contoh
bentuk penerapan SPS/TBT oleh Australia dan Amerika Serikat adalah holding
others, automatic detension, dan persyaratan Hazard Analisis Critical Control Point
(HSCP). Standar produk menjadi lebih komplek dan tuntutan terhadap sertifikasi
sistem manajemen mutu dan standar produk merupakan suatu keharusan. 14
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, di dalam skripsi ini
penulis akan membahas tentang bagaimana dampak standardisasi barang terhadap
usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2014 tentang Perdagangan (selanjutnya disebut dengan UU Perdagangan).
13
Joko Sutrisno, “Standarisasi Produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah Dalam Menghadapi
Pasar Bebas,” Infokop Volume 21, Oktober 2012, hlm. 131.
14
Ibid.
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
permasalahan
yang
telah
disampaikan
sebelumnya, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1.
Bagaimana aspek hukum standarisasi di Indonesia?
2.
Bagaimana peran usaha kecil, menengah dan koperasi dalam perdagangan di
Indonesia?
3.
Bagaimana dampak standarisasi barang bagi usaha kecil, menengah dan koperasi
dalam aspek perdagangan bebas?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu
persyaratan akademik sebagai mata kuliah studi guna memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun disamping Tujuan
diatas terdapat tujuan – tujuan lainnya yaitu:
a. Mengetahui aspek hukum standardisasi barang di Indonesia dalam era
perdagangan bebas.
b. Mengetahui peran UMKMK dalam perdagangan di Indonesia.
c. Mengetahui dampak standardisasi barang terhadap UMKMK dalam aspek
perdagangan bebas.
12
2. Manfaat Penelitian
Sementara yang diharapkan menjadi manfaat dalam penelitian ilmiah ini
adalah :
a. Secara teoritis
Dengan adanya skripsi ini diharapkan mampu mengisi ruang-ruang kosong
dalam ilmu pengetahuan dibidang hukum yang terkait dengan isi substansi penulisan
skripsi ini, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya pengaturan dalam perdagangan
dan dalam bidang hukum ekonomi secara umumnya.
b. Secara praktis
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca , baik
kalangan akademis, pelaku usaha khususnya bagi pelaku usaha mikro, menengah dan
koperasi, maupun pemangku kebijakan agar dapat mengetahui dampak-dampak
standardisasi bagi pelaku usaha mikro, menengah, dan koperasi sehingga dapat
mengembangkan pelaku usaha mikro, menengah, dan koperasi di era perdagangan
bebas. Serta dengan adanya penulisan skripsi ini para pihak tersebut terhindar dari
kerugian.
D. Keaslian Penulisan
Untuk mengetahui keaslian penulisan, dilakukan penelusuran terhadap
berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara. Dalam penelusuran yang dilakukan, ditemukan salah satu penelitian skripsi
13
yang telah dilakukan oleh Alumni Fakultas Hukum USU terkait dengan Standardisasi
yang berjudul Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kebijakan Standar
Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga Di Sumatera
Utara (Studi Pada PT. Neo National) oleh Roli Harni Yance S. Galingging.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut mengkaji aspek hukum
perlindungan konsumen dalam Standar Nasional Indonesia terhadap industri
elektronik rumah tangga. Sedangkan penelitian skripsi ini mengkaji dampak
standardisasi barang terhadap usaha mikro, menengah dan koperasi.
Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan Universitas cabang
Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 30 Januari 2015 yang menyatakan
bahwa tidak ada judul yang sama. Surat tersebut dijadikan dasar bagi Ibu Windha,
S.H, M.Hum dan Bapak Ramli Siregar, S.H, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris
Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk
menerima judul yang diajukan karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai
berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat di lingkungan perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang
lain dalam tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat
diminta pertanggungjawaban.
14
E. Tinjauan Kepustakaan
Skripsi ini membahas tentang dampak standardisasi terhadap usaha kecil,
menengah dan koperasi dalam era perdagangan bebas. Adapun tinjauan pustaka
tentang skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Perdagangan bebas
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada
Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari
World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan produk
antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya.
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan
(hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individualindividual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan
yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang
impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan
bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang
didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan
hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering
dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar. 15
15
Suwono Eko, “Perdagangan Bebas, Pasar Bebas, Free Trade, Pasar Bebas antara ASEAN
dan China”, https://ekosuwono.files.wordpress.com/2010/01/perdagangan-bebas.pdf (diakses pada 7
Juli 2015 pukul 20.28).
15
Perkembangan globalisasi yang berlangsung dalam beberapa dasawarsa
terakhir telah menyebabkan berbagai perubahan yang fundamental dalam tatanan
perekonomian dunia baik dalam tatanan perekonomian dunia maupun perdagangan.
Perubahan tersebut khususnya dalam sektor perdagangan telah memaksa sebagian
besar negara dunia untuk melakukan penyesuaian kebijakan dan praktek perdagangan
internasional. Namun dalam perkembangannya, kebijakan serta peraturan yang
dikeluarkan suatu negara seringkali bertentangan dengan mekanisme pasar yang tidak
sesuai dengan prinsip perdagangan bebas sehingga menghambat penetrasi pasar bagi
pelaku bisnis yang lain. 16
Pendapat diatas menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara globalisasi
dan regionalisasi dan perlu diteliti lebih jauh mengenai penyelesaian sengketa yang
tak dapat dihindarkan yang mucul dari adanya persaingan organisasi ekonomi
regional, tidak hanya disatu pihak, melainkan juga dengan rezim hukum ekonomi
global seperti General Agreement on Tariff and Trade (selanjutnya disebut dengan
GATT) /WTO.
Semua teori perdagangan tersebut secara umum mempersiapkan bahwa
perdagangan internasional yang bebas akan membawa manfaat bagi negara yang
berdagang di dunia. Atas dasar pertimbangan tersebut sebagian besar negara dunia
sepakat melakukan liberalisasi perdagangan internasional melalui perundingan dalam
berbagai forum baik multilateral, regional, maupun bilateral. Paling tidak terdapat dua
16
Arifin Sjamsul dkk, Kerja Sama Perdagangan Internasional : Peluang dan Tantangan bagi
Indonesia (Jakarta: P.T Elex Media Koputindo, Kelompok Gramedia, 2004), hlm. 1.
16
keuntungan yang dapat ditarik dari adanya negoisasi perdagangan internasional
sehingga liberalisasi perdagangan dapat lebih mudah dilakukan. Pertama,
perundingan yang saling menguntungkan akan mendukung tercapainya perdagangan
yang lebih bebas. Kedua, perjanjian yang dinegoisasikan akan membantu pemerintah
menghindari terjadinya perang dagang yang sangat merugikan.
Kerjasama liberalisasi perdagangan tidak hanya menyangkut komoditi barang
(goods) saja. Kontribusi perdagangan komoditi jasa (services) dalam perdagangan
dunia dari waktu ke waktu semakin besar. Peran dan kontribusinya ke depan diyakini
semakin strategis seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan globalisasi
ekonomi di dunia.
Liberalisasi perdagangan dapat terwujud di dalam tiga bentuk kerjasama
internasional. Pertama adalah pada perjanjian bilateral, yaitu perjanjian perdagangan
yang dilakukan oleh dua negara, bentuk lain adalah kerjasama regional, yaitu negaranegara dalam suatu kelompok negara yang dibentuk dari persamaan geografi , bahasa,
sejarah dan lainnya. Bentuk terakhir adalah perjanjian perdagangan multilateral, yaitu
perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh banyak negara. Kelebihan dari sistem
perjanjian multilateral adalah aturan yang lebih transparan, setara dan berlaku untuk
semua negara. Namun demikian, implementasi dari perjanjian multilateral sulit untuk
sepenuhnya diterapkan karena melibatkan banyak negara, maka banyak negara lebih
memilih bentuk perjanjian bilateral dan regional dalam kerjasama perdagangan
17
bebasnya untuk memperluas perdagangan dan memperkuat hubungan ekonomi
dengan negara lain. 17
Melalui liberalisasi perdagangan tersebut, sejak tahun 1947 beberapa
perjanjian perdagangan internasional yang penting telah disepakati oleh sebagian
besar Negara-negara dunia. Dalam tataran multilateral, beberapa kesepakatan penting
antara lain adalah GATT pada tahun 1947, yang diikuti dengan berbagai putaran
perundingan dalam kerangka GATT dan putaran perundingan yang disebut Uruguay
Round berhasil membentuk WTO berikut perjanjian-perjanjian yang menjadi
lampirannya. Pendirian WTO ini dimaksudkan antara lain untuk membangun sistem
perdagangan multilateral yang terintegrasi, dan bertahan lama. 18
2. Standardisasi
Standardisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan,
menerapkan,
memberlakukan,
memelihara,
dan
mengawasi
standar
yang
dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. 19
Proses tersebut meliputi barang, jasa, sistem, proses, dan personal dalam konteks
perdagangan di Indonesia.
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian diperlukan dalam berbagai sektor
kehidupan termasuk perdagangan, industri, pertanian, ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta lingkungan hidup. Standar sebenarnya telah menjadi bagian dari
17
ILO Office Of Indonesia, Analisis Simulasi Social Accounting Matrix (SAM) dan the SMART
Model, Dampak Liberalisasi Perdagangan pada Hubungan Bilateral Indonesia dan Tiga Negara
(China, India, dan Australia) Terhadap Kinerja Ekspor-Impor, Output Nasional dan Kesempatan
Kerja di Indonesia, (Jakarta: ILO, 2013), hlm. 4.
18
Arifin Sjamsul, Rae dkk, Op.Cit, hlm. 3.
19
Pasal 1 angka 1 UU SPK.
18
kehidupan kita sehari-hari meskipun seringkali kita tak menyadarinya, tanpa juga
pernah memikirkan bagaimana standar tersebut diciptakan ataupun manfaat yang
dapat diperoleh. Kata standar berasal dari bahasa Inggris “standard”, dapat
merupakan terjemahan dari bahasa Perancis “norme” dan “etalon”. Istilah “norme”
dapat didefinisikan sebagai standar dalam bentuk dokumen, sedangkan “etalon”
adalah standar fisis atau standar pengukuran. Untuk membedakan definisi dari istilah
standar tersebut, maka istilah “standard” diberi makna sebagai “norme”, sedangkan
‘etalon” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “measurement standard”. 20
Standar kini merupakan salah satu sarana manajemen terpenting yang pernah
dimunculkan dan perlu dipelajari dan dipahami secara menyeluruh oleh para
cendikiawan, pelaku usaha, perencana dan ahli teknik saat merancang, memilih,
menguji, atau mensertifikasi produk Standardisasi bukanlah suatu kegiatan yang
statis, di seluruh dunia standardisasi mengalami perkembangan, baik mengenai ruang
lingkup, prosedur perumusan maupun penerapannya. Oleh karena itu Lal Verman
berpendapat bahwa standardisasi perlu dianggap sebagai suatu disiplin pengetahuan
baru. 21
Usaha untuk mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Republik
Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD 1945) , yaitu
”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
20
Purwanggono Bambang dkk, Pengantar Standardisasi (Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional, 2009), hlm. 3.
21
Ibid.
19
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial”, bangsa Indonesia harus memiliki daya saing sehingga mampu
mengambil manfaat dari perkembangan era globalisasi. 22
Daya saing harus dipandang sebagai kemampuan untuk mengoptimalkan
sumber daya yang dapat melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan,
dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Sedangkan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum, daya
saing harus dipandang sebagai kemampuan mengoptimalkan sumber daya dalam
memanfaatkan pasar global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa
Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi
tersebut diperlukan standardisasi dan penilaian kesesuaian yang merupakan salah satu
alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi
perdagangan, serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan.
Kewajiban pemerintah, tentunya tidak berhenti sampai dengan melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, tetapi harus mampu mewujudkan cita-cita
bangsa
Indonesia
selanjutnya,
yaitu
“memajukan
kesejahteraan
umum”.
Kesejahteraan, hanya dapat dicapai bila pemerintah mampu menggerakkan ekonomi
Indonesia dengan memanfaatkan pasar domestik maupun pasar global untuk
memperoleh keuntungan ekonomi. Dalam hal ini, keuntungan ekonomi dari pasar
domestik maupun pasar global hanya dapat dicapai apabila bangsa Indonesia
22
Penjelasan Umum UU SPK.
20
memiliki daya saing yang tinggi. Dari sudut pandang ekonomi, ukuran kesejahteraan
adalah Product Domestic Bruto (PDB) dan Per-Capita Income (PCI), yang tentunya
hanya dapat dicapai apabila bangsa Indonesia dapat meningkatkan produktifitas
nasionalnya. 23
Untuk dapat bersaing di pasar bebas , Badan Standarisasi Nasional meminta
setiap produk dan jasa Indonesia perlu diperkuat dengan label kelayakan seperti SNI
atau ISO. Standardisasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, yang mencakup metrologi
teknik (standar nasional satuan ukuran dan kalibrasi), standar, pengujian, dan mutu.
Konsep ini mengacu pada konsep internasional tentang Measurement, Standard,
Testing, and Quality Management (MSTQ) Infrastructure.
Saat ini, konsep MSTQ infrastructure telah mengalami evolusi menjadi
konsep National Quality Infrastructure (Infrastruktur Mutu Nasional) yang
digunakan oleh berbagai negara dan organisasi internasional sebagai infrastruktur
dasar yang diperlukan dalam memastikan keselamatan, keamanan, kesehatan warga
negara, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta peningkatan daya saing
nasional di tengah semakin pesatnya arus globalisasi. Oleh karena itu penetapan
sistem standardisasi nasional pada tahun 2011, yang merupakan salah satu amanah
23
Badan Standardisasi Nasional,
Standardisasi Nasional, 2013), hlm. 1.
Draft Strategi Standardisasi 2015-2025 (Jakarta: Badan
21
dari Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional,
telah disusun berdasarkan konsep Infrastruktur Mutu Nasional tersebut. 24
Infrastruktur Mutu Nasional diharapkan mampu menjadi penopang sistem
mutu di sebuah negara sehingga mampu berperan secara efektif dalam melindungi
kepentingan publik dan kelestarian lingkungan hidup, dan di saat yang sama mampu
mendukung daya saing bangsa. Namun demikian, dalam menjalankan 2 (dua) peran
utama tersebut secara efektif, diperlukan strategi yang berbeda. Dalam hal ini,
kesalahan penerapan strategi dalam pemanfaatan infrastruktur mutu nasional dapat
berakibat tidak tercapainya tujuan dari peran infrastruktur mutu nasional tersebut. 25
Konsep perlindungan kepentingan publik dan lingkungan tersebut, yang
mencakup perlindungan keamanan, keselamatan, dan kesehatan segenap bangsa
Indonesia, serta pelestarian lingkungan hidup di wilayah tanah air Indonesia,
merupakan konsep yang selaras dengan kewajiban dasar pemerintah sesuai dengan
cita-cita bangsa Indonesia yang telah ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
“melindungi segenap bangsa Indonesia” dan “seluruh tumpah darah Indonesia”.
Dalam konteks globalisasi, pemerintah harus dapat menjamin bahwa seluruh produk
yang beredar di wilayah tanah air tidak membahayakan segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
24
25
Ibid.
Ibid.
22
F. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian
yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. 26 Jenis penelitian yang
digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Pemilihan metode ini,
sebagaimana yang ditulis Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu
proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum guna menjawab isu hukum yang akan dihadapi. Alasan penggunaan
penelitian hukum normatif ialah penelitian ini mengacu pada norma hukum yang
terdapat pada peraturan. Metode penelitian yang dipakai dapat dipakai dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Jenis dan sifat penelitian
Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian yuridis normatif, yaitu
penelitian yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Perundangundangan yang akan dibahas dalam skripsi ini antara lain Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2014 tentang Perdagangan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian, serta peraturan lain yang berkaitan dengan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang menjadi objek
26
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia-Press,
1986), hlm.7.
23
penelitian yakni usaha kecil, menengah dan koperasi dalam perdagangan di
Indonesia.
2. Data penelitian
Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data
utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek
penelitian. Peneliti mendapat data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain
dengan berbagai cara atau metode, baik secara komersial maupun non komersial.
Data Penelitian tersebut antara lain :
a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara
lain :
1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian
Kesesuaian.
3) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
4) Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
b. Bahan hukum sekunder, berupa buku yang berkaitan dengan judul skripsi,
artikel-artikel,
hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang
diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tersier, mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
24
3. Alat pengumpulan data
Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik studi
pustaka (literature research) dan juga mengambil informasi dengan menggunakan
media elektronik yaitu internet.
4. Analisis data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu dengan:
a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, tersier yang relevan.
b. Mengelompokkan bahan-bahan hukum yang relevan secara sistematis.
c. Mengolah
bahan-bahan
hukum
tersebut
sehingga
dapat
menjawab
permasalahan yang telah disusun.
d. Memaparkan kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis terhadap
bahan-bahan hukum yang telah diolah tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Pada dasarnya sistematika penulisan adalah gambaran-gambaran umum dari
keseluruhan isi penulisan skripsi sehingga mudah untuk mencari hubungan antara
satu pokok pembahasan dengan pokok pembahasan yang lain. Hal ini sesuai dengan
pengertian sistem yaitu rangkaian beberapa komponen yang satu sama lain saling
berkaitan atau berhubungan untuk terjadinya suatu hal. Skripsi ini disusun dalam lima
bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab yang disesuaikan
dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan.
25
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I akan dijelaskan mengenai gambaran umum mengenai latar
belakang
masalah
yang
menjadi
dasar
permasalahan, manfaat penulisan, keaslian
Penulisan,
pokok
penulisan, tinjauan
kepustakaan , metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
ASPEK HUKUM STANDARDISASI DI INDONESIA
Bab II merupakan penjabaran dari permasalahan pertama penelitian.
Dalam bab ini akan diuraikan tentang sejarah standardisasi di
Indonesia pengertian, proses, dan jenis standardisasi di Indonesia,
tujuan standardisasi barang di Indonesia, penerapan standardisasi
barang di Indonesia.
BAB III
USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI DALAM
PEREKONOMIAN DI INDONESIA
Bab III diawali dengan menjelaskan usaha kecil dan menengah dalam
perekonomian Indonesia, dilanjutkan dengan penjelasan koperasi
dalam Perekonomian Indonesia, peran usaha kecil, menengah dan
koperasi dalam perekonomian Indonesia serta pengembangan usaha
kecil, menengah dan koperasi di Indonesia.
BAB IV
DAMPAK STANDARDISASI
BARANG TERHADAP USAHA
MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI DI INDONESIA
26
Bab IV diawali dengan hal-hal yang berkaitan dengan penetapan
standardisasi barang terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi,
dilanjutkan dengan peran pemerintah dalam menunjang penerapan
standardisasi
terhadap
usaha
kecil,
menengah
dan
koperasi,
keberlangsungan usaha kecil, menengah dan koperasi sebagai akibat
dari standardisasi barang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir ini, memberikan kesimpulan yang merupakan intisari
bab-bab sebelumnya serta jawaban atas pokok permasalahan dalam
penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengemukakan saran-saran
untuk Penerapan Standardisasi Barang bagi UMKMK.
Download