BAB II SUBJEK DAN OBJEK HUKUM PERDATA A. PENGERTIAN SUBJEK DAN OBJEK HUKUM Di dalam perkembangan hukum terdapat 3 (tiga) hal penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu : Subjek hukum, Objek hukum, dan Peristiwa hukum. Di samping 3 hal tersebut di atas, ada juga yang disebut ‘Hubungan Hukum’. Sebelum membahas tentang 3 unsur penting di atas, ada baiknya kita memahami terlebih dulu pengertian dari ‘Hubungan Hukum’. Masyarakat atau kehidupan social sesungguhnya merupakan himpunan dari bermacam-macam hubungan di antara para anggotanya. Hubungan ini berkisar pada kepentingan-kepentingan yang timbul diantara anggota masyarakat. Hukum kemudian memberikan kwalifikasi atau penggolonganpenggolongan terhadap hubungan-hubungan tersebut. Dengan adanya penggolongan oleh hukum maka hubungan-hubungan itu menjadi ‘Hubungan Hukum’. Ringkasnya, hubungan hukum adalah bermacam-macam hubungan yang terjadi didalam masyarakat, yang kegiatannya diatur oleh hukum. 1. Subjek Hukum (Subjectum Juris) Subjek Hukum adalah : Setiap pendukung hak dan kewajiban atau segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum. Berbicara mengenai hukum sebenarnya adalah berbicara tentang “hak dan kewajiban” karena keseluruhan bangunan hukum disusun dari keduanya. Dengan demikian hukum harus menentukan apa dan siapa yang bisa menjalankan hak dan kewajiban tersebut. Unsur Hak adalah : kekuasaan atau wewenang yang diberikan oleh hukum kepada seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dan yang menjadi tantangannya ialah unsur kewajiban dari orang lain untuk mengakui kekuasaan itu. Mala Rahman 10 Hak merupakan potensi yang pada suatu saat dapat dimintakan perwujudannya oleh pemegang hak. Oleh karena itu penyandang hak tentunya hanyalah mereka yang mampu untuk membuat pilihan antara ‘mewujudkan’ atau ‘tidak mewujudkan’ haknya tersebut. Kemampuan yang demikian tersebut hanya ada pada manusia. Dengan demikian, hukum hanya menerima manusia sebagai jawaban atas pertanyaan “siapa yang bisa menjadi penyandang hak” di atas. Disamping itu, hukum masih membuat konstruksi fiktif yang kemudian diterima, diperlakukan, dan dilindungi sebagaimana hukum memberikan perlindungan terhadap manusia. Konstruksi yang demikian disebut Badan Hukum. Karena badan hukum itu ciptaan hukum, maka hukum selain mengatur pembentukan atau pendiriannya juga menentukan kematian atau lenyapnya suatu badan hukum. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyandang hak sekaligus diiringi dengan kewajiban ialah MANUSIA dan BADAN HUKUM. Manusia sebagai subjek hukum mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya, dan dijamin oleh hukum yang berlaku. Berlakunya manusia sebagai pendukung hak ialah mulai saat dia dilahirkan dan berakhir pada saat dia mati, kecuali : i. Berdasarkan pasal 2 BW Setiap anak dalam kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingannya menghendakinya, apabila anak tersebut meninggal pada saat dilahirkan maka dianggap tidak pernah ada. Contohnya : Untuk harta warisan. ii. Berdasarkan pasal 467 BW Seseorang yang meninggalkan tempat kediamannya selama waktu ditentukan minimal 5 tahun, tidak ada kepastian bahwa dia masih hidup, maka oleh pengadilan dapat dinyatakan bahwa ia telah mati. Mala Rahman 11 2. Objek Hukum Objek hukum adalah : segala sesuatu yang berguna dan bermanfaat serta dapat dikuasai dan harus dapat dikuasai oleh subjek hukum. Objek hukum ini tidak hanya bermanfaat untuk kepentingan orang lain, juga untuk yang menyandang hak itu. Sebab sesuatu objek yang diberikan pada seseorang bukan hanya untuk kepentingan sendiri. Segala sesuatu yang dapat menjadi “Objek Hukum” disebut “Benda” dalam pengertian yuridis. 3. Peristiwa Hukum Peraturan hukum tidak dapat disamakan dengan dunia kenyataan, karena ia memberikan kwalifikasi tertentu terhadap dunia tersebut. Peraturan hukum memuat rumusan-rumusan yang bersifat abstrak dan ia tidak akan berfungsi kalau tidak ada sesuatu peristiwa atau kejadian yang menggerakkannya. Sesuatu yang dapat menggerakkan peraturan hukum sehingga dapat berfungsi sebagai sesuatu yang sifatnya mengatur disebut sebagai “Peristiwa Hukum”. Tidak semua peristiwa yang ada dalam masyarakat bisa disebut sebagai peristiwa hukum. Hukum tidak dapat dirasakan secara phisik, tetapi hanya dirasakan dengan pikiran atau secara abstrak. Ia merupakan barang dalam angan-angan, bukan kenyataan. Lalu apa gunanya kenyataan atau peristiwa yang nyata itu? Peristiwa yang nyata adalah untuk menggerakkan hukum. Dengan demikian, fungsi dari peristiwa yang nyata adalah untuk mewujudkan peraturan hukum menjadi kenyataan. Karena sebelumnya ia hanya merupakan rumusan kata-kata saja dalam sebuah peraturan. Mala Rahman 12 B. HAK, KEWENANGAN BERHAK, KEWENANGAN BERBUAT, DAN CAKAP BERBUAT HUKUM. 1. Hak dan Kewenangan Berhak Hak adalah : Segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan asasinya yang diberikan orang lain. Kewenangan berhak adalah : Kewenangan untuk mendapatkan segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan azasinya yang diberikan orang lain dari dia lahir sampai dia mati. Kewenangan berbuat adalah : Kewenangan seseorang untuk berbuat hukum pada umumnya. Berbuat Hukum adalah : Melakukan perbuatan-perbuatan yang diatur oleh hukum (menimbulkan akibat hukum) dan kalau dilanggar akan ada sanksi-sanksi. Kewenangan berhak tidak sekaligus ada dengan kewenangan berbuat. Kewenangan berbuat ada ketika seseorang sudah dewasa (pasal 330 BW) atau sudah kawin. Kewenangan berbuat di bagi dalam 2 kelompok, yaitu : Secara umum, untuk seluruh perbuatan hukum. Secara khusus, hanya perbuatan-perbuatan hukum tertentu saja. Misalnya Alat pendewasaan (Venia Eitatis) Kewenangan berbuat secara kenyataan adalah : Kewenangan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya yang memberi akibat hukum atau yang secara khusus telah ditentukan. Pada umumnya orang yang telah wenang berbuat, bebas untuk dapat melakukan perbuatan hukum. Namun ada beberapa kelompok orang yang wenang berhak tetapi mereka tidak wenang berbuat, maksudnya walaupun mereka telah memiliki hak tetapi Mala Rahman 13 ada ketentuan-ketentuan yang membuat mereka tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Mereka adalah : Anak Yang berhak melakukan perbuatan hukumnya adalah : Orang tua atau Walinya Istri Yang berhak melakukan perbuatan hukumnya adalah : Suami Orang dibawah Curatele Yang berhak melakukan perbuatan hukumnya adalah : Curator Orang di Rumah Sakit Jiwa Yang berhak melakukan perbuatan hukumnya adalah : Kepala RSJ Bila perbuatan hukum dilakukan oleh orang yang tidak wenang berbuat, maka perbuatan hukumnya itu dapat dimintakan pembatalannya (Vermetigbaarheid). Tapi perbuatan hukum tersebut, sejak saat dibuat sampai dinyatakan batal, tetap sah. Apabila sudah dibatalkan maka kembali seperti semula, dianggap perjanjian itu tidak pernah ada. Adapun batasan kewenangan berhak dan berbuat adalah : Kebangsaan Jabatan Domisili Kelakuan yang tidak hormat 2. Macam-macam Hak Hak itu dapat dibedakan atas Hak Mutlak dan Hak Nisbi. Mala Rahman 14 Yang dimaksud dengan Hak Mutlak adalah : Hak yang dapat diberlakukan pada setiap orang. Disamping wewenang dari orang yang berhak, ada kewajiban dari setiap orang untuk menghormati hak tersebut. Yang terpenting pada Hak Mutlak adalah kewenangan orang yang berhak untuk berbuat. Hak yang paling mutlak adalah Hak Milik (Eigendom). Benda yang dilekati oleh eigendom dapat diapakan saja oleh Eigenar-nya (dalam batas-batas tertentu) dan Hak Eigendom ini dapat dipertahankan terhadap siapa saja. Sedangkan yang dimaksud Hak Nisbi (Relatif) adalah : Hak yang hanya memberikan kewenangan terhadap seseorang atau lebih dari seseorang tertentu yang berkewajiban mewujudkan kewenangan berhaknya (misalnya hak menagih). Jadi yang penting adalah orang dapat mengharapkan suatu prestasi dari orang lain. Hak-hak mutlak dapat dibagi dalam : i. Hak-hak Kepribadian, yaitu hak individu atas hidupnya, badannya, kehormatan dan nama baiknya. ii. Hak-Hak Keluarga, hak-hak yang timbul dari hubungan kekeluargaan seperti kekuasaan orang tua, perwalian, kekuasaan suami terhadap istri dan harta bendanya. Hak ini dijalankan seiring dengan adanya kewajiban dari pihak lain. iii. Hak-hak Kebendaan, seperti Hak Eigendom yang selanjutnya dibagi dalam hak atas benda yang berwujud dan yang tidak berwujud. Hak milik intelektual juga termasuk dalam kategori ini. Sedangkan Hak Nisbi termasuk didalamnya beberapa hak kekeluargaan dan semua hak harta kekayaan yang tidak termasuk ke dalam hak mutlak. Hubungan hukum yang nisbi ini dikenal dengan istilah “Verbintenis” atau Perutangan atau Perikatan. Mala Rahman 15