PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 1 PENANGGUNGJAWAB / PERSONS IN CHARGE KOMITE MUSIK – DEWAN KESENIAN JAKARTA PENULIS / WRITER OTTO SIDHARTA, CITRA ARYANDARI PENYUNTING / EDITOR WINDA ANGGRIANI PENERJEMAH / TRANSLATOR MARTIN ALEIDA PENYELARAS / PROOFREADER HELLY MINARTI DESAINER GRAFIS / GRAPHIC DESIGNER RIOSADJA DEWAN KESENIAN JAKARTA (DKJ) ADALAH LEMBAGA YANG DIBENTUK OLEH MASYARAKAT SENIMAN DAN DIKUKUHKAN OLEH GUBERNUR DKI JAKARTA, ALI SADIKIN, PADA TANGGAL 7 JUNI 1968. TUGAS DAN FUNGSI DKJ ADALAH SEBAGAI MITRA KERJA GUBERNUR KEPALA DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN KESENIAN DI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA. ANGGOTA DEWAN KESENIAN JAKARTA DIANGKAT OLEH AKADEMI JAKARTA (AJ) DAN DIKUKUHKAN OLEH GUBERNUR DKI JAKARTA. PEMILIHAN ANGGOTA DKJ DILAKUKAN SECARA TERBUKA, MELALUI TIM PEMILIHAN YANG TERDIRI DARI BEBERAPA AHLI DAN PENGAMAT SENI YANG DIBENTUK OLEH AJ. NAMA-NAMA CALON DIAJUKAN DARI BERBAGAI KALANGAN MASYARAKAT MAUPUN KELOMPOK SENI. MASA KEPENGURUSAN DKJ ADALAH TIGA TAHUN. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KESENIAN TERCERMIN DALAM BENTUK PROGRAM TAHUNAN YANG DIAJUKAN DENGAN MENITIKBERATKAN PADA SKALA PRIORITAS MASING-MASING KOMITE. ANGGOTA DKJ BERJUMLAH 25 ORANG, TERDIRI DARI PARA SENIMAN, BUDAYAWAN DAN PEMIKIR SENI, YANG TERBAGI DALAM 6 KOMITE: KOMITE FILM, KOMITE MUSIK, KOMITE SASTRA, KOMITE SENI RUPA, KOMITE TARI DAN KOMITE TEATER. 2 THE THE JAKARTA ARTS COUNCIL (DEWAN KESENIAN JAKARTA – DKJ) IS ONE OF SEVERAL ORGANIZATIONS FOUNDED BY INDONESIAN ARTISTS AND HAD BEEN OFFICIALLY STATED BY THE GOVERNOR OF JAKARTA, ALI SADIKIN, ON JUNE 17, 1969. THE RESPONSIBILITY AND THE FUNCTION OF THE THE JAKARTA ARTS COUNCIL ARE TO BUILD PARTNERSHIP WITH THE GOVERNOR OF JAKARTA, FORMULATING POLICIES FOR SUPPORTING THE ACTIVITIES AND DEVELOPMENT OF THE ARTS IN THE CAPITAL REGION. DURING THE EARLY STAGES, THE MEMBERS OF THE JAKARTA ARTS COUNCIL HAD BEEN APPOINTED BY THE ACADEMY OF JAKARTA, CONSISTING OF INTELLECTUALS AND PEOPLE OF THE CULTURAL AND ARTS OF INDONESIA. AS TIME PROGRESSES THE SELECTION PROCESS IS CONDUCTED TRANSPARENTLY THROUGH A TEAM OF ART SCHOLARS AND EXPERTS, BOTH FROM WITHIN AND OUTSIDE THE ACADEMY OF JAKARTA. THEY RECEIVE THE CANDIDATES FROM THE PUBLIC AND RESPECTED ARTS GROUPS, AND THEIR ADMINISTRATION TERM WILL RUN FOR 3 YEARS. THE ARTS DEVELOPMENT POLICIES WILL BE CARRIED OUT THROUGH ANNUAL PROGRAMS FROM EACH COMMITTEE, ALL PRUDENTLY CURATE IT INTERNALLY. DKJ CONSISTS OF 25 MEMBERS AND DIVIDED INTO 6 COMMITTEES: FILM, MUSIC, LITERATURE, FINE ARTS, DANCE AND DRAMA PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK DAFTAR ISI / TABLE OF CONTENTS SAMBUTAN DEWAN KESENIAN JAKARTA FOREWORD FROM JAKARTA ARTS COUNCIL 05 PENGANTAR KOMITE MUSIK DEWAN KESENIAN JAKARTA PREFACE FROM THE MUSIC COMMITTEE 07 PEKAN KOMPONIS INDONESIA 1979-2014 INDONESIA COMPOSER WEEK 1979-2014 12 “MUSIK ELEKTRONIK” OLEH OTTO SIDHARTA “ELECTRONIC MUSIC” BY OTTO SIDHARTA 16 “MENDOBRAK NADA, MENGHENTAK IRAMA: ELECTRONIC DANCE MUSIC DALAM JELAJAH RUANG WAKTU” OLEH CITRA ARYANDARI “BREAKING THE TONE, STOMPING THE RHYTHM: ELECTRONIC DANCE MUSIC IN THE TIME SPACE EXPLORATION” BY CITRA ARYANDARI 22 PAMERAN ORGANOLOGI ORGANOLOGI EXHIBITION 42 BIOGRAFI BIOGRAPHIES 44 KERABAT KERJA THE CREW 62 UCAPAN TERIMA KASIH ACKNOWLEDGEMENTS 63 JADWAL ACARA SCHEDULE 64 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 3 4 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK PENGANTAR DEWAN KESENIAN JAKARTA / FOREWORD FROM JAKARTA ARTS COUNCIL Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dengan bangga kembali mempersembahkan Pekan Komponis Indonesia, sebuah program yang berorientasi pada aktivitas eksperimentasi serta melibatkan setiap peluang yang memberikan munculnya karya-karya musik progresif. Ada semangat dari Komite Musik DKJ untuk terus-menerus mencari karyakarya baru dengan cara pandang yang menghindar dari cara pikir yang mapan. Setelah tema “Keroncong: Riwayatmu, Kini…” menjadi pilihan di tahun 2014 lalu, tahun ini Komite Musik DKJ mengajukan tema “Musik Eksperimental Elektronik”, sebuah genre musik yang mempunyai peluang menjanjikan untuk terus dieksplorasi, mengingat pesatnya lompatan-lompatan teknologi saat ini. Pada momen ini, Komite Musik DKJ tidak hanya menampilkan karya-karya musik dalam Panggung Eksperimental komponis muda, tetapi juga menggelar Pameran Organologi sebagai sebuah prestasi membanggakan seniman musik yang perlu diangkat dan diberi apresiasi. Di samping itu, kami juga meneruskan apa Once again, the Jakarta Arts Council proudly presents the Indonesia’s Composers Week, a program oriented toward musical experimentation providing opportunities for the emergence of progressive music. The Music Committee of the Jakarta Arts Council has been eager to endlessly find new works with the outlook that avoids the mainstream thinking. In 2014 the theme for the Indonesia Composers Week was “Keroncong: Then, Now …” For this year, the Music Committee has opted for the theme “Electronic Experimental Music”, a music genre which provides a promising opportunity to continuing exploration, considering the current rapid information technology development. On this occasion, the Music Committee of the Jakarta Arts Council will not only present the works on experimental stage by young composers, but also to display Organology Exhibition as a proud achievement by musicians which needs to be promoted and appreciated. In addition, we will also carry on what had been done PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 5 6 yang sudah dilakukan pada tahun 2015, yaitu Diskusi Meja Bundar Musik sebagai bagian komunikasi dengan publik lebih luas tentang perkembangan seni musik terkini. Rangkaian perhelatan ini dilengkapi dengan klinik Masterclass, sebuah pertemuan yang lebih intim antara publik dengan pakar musik. Ke depannya diharapkan terjadi transfer informasi untuk bersama-sama menjaga kualitas musik pada khususnya, serta kebudayaan Indonesia secara lebih luas. in 2015, namely to organize a Roundtable Discussion as part of communicating with a larger audience on the current development of art of music. The series of events will include a Masterclass clinic as a more intimate encounter between the public and the experts. It is expected that transfer of information will be achieved in the future as way to jointly maintaining the quality of music in particular, and of the Indonesian culture in a broader sense. Irawan Karseno Ketua Pengurus Harian Dewan Kesenian Jakarta 2015-2018 Irawan Karseno Chairman of the Executive Board The Jakarta Arts Council 2015-2018 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK PENGANTAR KOMITE MUSIK DKJ / PREFACE FROM THE MUSIC COMMITTEE Salam Musik, Musik adalah bagian dari seni dan budaya Indonesia. Membahas musik, tidak hanya berbicara tentang not balok, tetapi jauh lebih luas dari sekadar not balok. Musik dimulai dari bunyi, baik itu bunyi biasa yang kerapkali disebut sebagai bunyi dalam tanda kutip “normal” maupun bunyi yang tidak biasa. Mengingat esensi bunyi yang amat vital, Komite Musik periode kepengurusan 2015-2018, menggelar kembali program Pekan Komponis Indonesia tahun ini dengan tema “Musik Eksperimental Elektronik”. Melalui event besar ini, kami berharap dapat melahirkan komponis-komponis baru, sekaligus melahirkan organologist yang sophisticated “canggih” dan progresif, untuk ke depannya membantu bangsa kita mampu berada dalam konteks musik Internasional. Demi mendorong “keliaran” daya eksperimental komponis muda, kami juga menyajikan event publik yang merupakan pengembangan dari program-program Komite Musik sebelumnya, yaitu Pameran Organologi, Panggung Eksperimental yang berisi pertunjukan komponis muda, Greetings, Music is a part of arts and culture of Indonesia. Discussing music is not only talking about musical notes; it is that and much more. Music starts from sound, whether it is a common one which is frequently referred to as “normal” sound, between quotes, or unusual sound. Taking into account the vital essence of the sound, the Music Committee selected for the period of 2015-2018, once again for this year, presents the Indonesia Composers Week now with the theme of “Electronic Experimental Music”. Through this big event, it is hoped that new composers will be born, and at the same time sophisticated and progressive organologists will emerge to help bring our nation to a meaningful position in the context of international music. For the sake of stimulating “the wildness” of experimental power of the young composers, we also organize a public event cultivating on the previous Music Committee’s programs, namely Organology Exhibition, Experimental Stage including for young composers’ performances, a Roundtable Music PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 7 8 Meja Bundar Musik sebagai wadah diskusi komponis bersama publik yang dapat terlibat aktif, serta Masterclass yang memberikan pengajaran musik bagi siapa saja yang ingin mendalami musik elektronik. Semoga rangkaian acara dalam program ini dapat mengedukasi dan mengapresiasi musik dalam bentuk dan bebunyian berbeda. Mari menyimak tidak hanya dengan pandangan mata, tetapi juga mendengar dan merasakannya. Terima kasih kepada semua pecinta musik Indonesia atas kehadirannya dalam Pekan Komponis Indonesia 2016 “Musik Eksperimental Elektronik”. Discussion as a means of exchange of ideas with the composers in which the public can actively take part, and Masterclass program that provides music teaching for those willing to go deeper into the electronic music. Hopefully, the program’s series of events will be able to educate about and appreciate music in various forms and different ways of expressions. Let us gather around and watch the events not through our eyes, but also by listening and feeling them. Thank you to all Indonesian music lovers for your presence in the Indonesia Composers Week 2016 with theme of “Electronic Experimental Music”. Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta 2015-2018 The Music Committee The Jakarta Arts Council 2015-2018 Anto Hoed Anusirwan Aksan Sjuman Otto Sidharta Anto Hoed Anusirwan Aksan Sjuman Otto Sidharta PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK “… Dewan Kesenian Jakarta menganggap sudah waktunya menyelenggarakan pertemuan komponis muda dengan kreasinya dalam satu kesempatan tatap muka, baik bagi pencipta karya yang bertolak dari tradisi maupun yang bertolak dari gaya nontradisi. Meskipun penciptanya sedikit banyaknya adalah hasil pendidikan lembaga-lembaga pendidikan musik yang formal. Namun adalah juga tujuan kami untuk menumbuhkan sikap pencipta terhadap karyanya sendiri dalam forum diskusi pada akhirnya pekan tersebut.” (Iravati M. Sudiarso – Ketua Dewan Kesenian Jakarta, 1979) “ … The Jakarta Arts Council is of the opinion that it is timely to organize a meeting between young composers with their creations in a face to face encounter which includes both those with the starting point of traditional as well as of non-traditional music styles. Although the composers are more or less graduated from formal music educational institutions, it is our aim to develop the attitude of the composers toward their works in a discussion forum by the end of the Indonesian Composers Week.” (Iravati M. Sudiarso – Chairman of the Jakarta Arts Council, 1979) PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 9 10 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 11 PEKAN KOMPONIS INDONESIA 1979-2014 / INDONESIA COMPOSER WEEK 1979-2014 12 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK TAHUN/YEARS 1979 1981 1982 1983 KOMPONIS/COMPOSERS JUDUL LAGU/SONG TITLE OTTO SIDHARTA KEMELUT (TURBULENCE) SRI HASTANTO DANDANG GULA KRISYANTO CHRISTINUS A DAN B NANO SURATNO SANGKURIANG RAHAYU SUPANGGAH GAMBUH SUTANTO SKETSA IDE (SKETCH OF IDEA) KOMANG ASTITA GEMA EKA DASA RUDRA FRANKI RADEN DILARANG BERTEPUK TANGAN DI TOILET (IT IS FORBIDDEN TO CLAP HANDS IN THE TOILET) PANDE MADE SUKERTA GORA SUARA DJOKO WALUYO JENAR (IJO-IJO) I WAYAN SADRA LAD-LUD-AN I GUSTI BAGUS SUARSANA GEGIRAHAN: LUMRAH I WAYAN RAI. S. TEROMPONG BERUK YOESBAR DJAELANI TANYA YANG TAK TERJAWAB (UNANSWERED QUESTION) T. SLAMET SUPARNO A.L. SUWARDI RUSTOPO NGALOR-NGIDUL PRAMINTO ADI SUTEDJO ADI DALU-DALU HARRY RUSLI TANPA JUDUL (WITHOUT TITLE) ROYKE D. KOAPAHA SONATINA B. SUBONO SANTOSA OWAH-OWAH ROCHDIAT LAGU DENGKLUNG GUSMIATI SUID GERAK SAROMPAK I NYOMAN WINDHA SANGKEP PANDE MADE SUKERTA LARAS A.L. SUWARDI GENDER – SEBUAH PROSES (GENDER - A PROCESS) NOTE: GENDER HERE REFERS TO ONE INSTRUMENT PART OF JAVANESE GAMELAN ORCHESTRA YOYO R.W. MENJELANG SIANG (TOWARD AFTERNOON) I KETUT GEDE ASNAWA KOSONG (EMPTY) I WAYAN BERATA IDA BAGUS NYOMAN MAS ANAK AGUNG JAYA UTAMA WRESTI ACHYAR ADAM TABEDO TARUMIK MARUSYA NAINGGOLAN MALAM: REMEMBERANCE: CONVERSATION YAZEED DJAMIN SRIKANDI; DEVOIRS; PUCINELA; NUSA PENIDA DJOKO PURWANTO SUPARDI SUKAMSO BONANG – SITER - VOKAL 1984 1985 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 13 SUYANA MENJELANG PAGI (TOWARD MORNING) DJADUK FERIANTO OTOK BIMA SIDHARTA ANTARA TUGU - NGEJAMAN (BETWEEN TUGU-NGEJAMAN) HADJIZAR ROMBOK SIJOBANG WAHYUNI SUTRISNO PADA SUATU KETIKA SI KEPRAK BERMAIN DALAM RUANG IMPROVISASI (ONCE UPON A TIME, KEPRAK PLAYS IN THE IMPROVISATION ROOM) SUWARMIN KLUMPUK I WAYAN SUWECA NI KETUT SURYATINI IRAMA HIDUP (LIFE’S RHYTHM) TRISUTJI DJULIATI KAMAL LAKON: CINTA, CANDA, DAN TAWA (ACT: LOVE, JOKE AND LAUGH) ELIZAR BAKUCIMANG SUWARMIN LALONGEDHAN A.L. SUWARDI SAK-SAKE I NYOMAN WINDHA BALI AGE PALAPA II DIDI AGP RUMAH TANGGA II: TEJO (HOUSEHOLD II: TEJO) ANUSIRWAN (IWAN SYIRWAN) TABEDO; TALU BA TALU EMBI C. NOER GAMBUH INSTAN (INSTANT GAMBUH) AHMAD FAHMY ALATAS INTRO; SOLO GITAR; BLUES FOR MR. DEWEY SOLO CLARINET; BELAJAR BERHITUNG JAKARTA; GAMELAN-TUNING; CODA IWAN HASAN CONDISSONANCE FOR VIOLIN, BASS CLARINET AND HARP GUITAR A. SUBONO DALANG GOYANG GENDHENG-GENDHING SUWARMIN SESINGIDAN I GUSTI KOMPYANG RAKA PANDE MADE SUKERTA I WAYAN SUDRA BON BALI HARIS M.A.MD GARUNDANG ADE RUDIANA KARIAAM SUBIYANTORO JULA-JULI TOKCER BEBAN NELSON GRIMALDI SETIAWAN ILOT STUDY NO.5 INAIRSAN UNTUK 2 BIOLA DAN 1 CELLO ZAKI ANDEGA AURA ANDREAS ARIANTO YANUAR CLARINET UNTUK KLARINET DAN TAPE (CLARINET FOR KLARINET AND TAPE) PURWA ASKANTA NYI LENGGER FANTASIA FROM DUALOLO TONY MARYANA PUTARAN NO.1 DAN PUTARAN NO.2 YOVIEAL TRIPURNOMO VIRGIE MARKETSTRA CAHAYA I KETUT GARWA SKIN RHYTHM MARITZA THAHER ACEH: PEGUNUNGAN-PESISIR-KEPULAUAN (ACEH: MOUNTAIN-COAST-ARCHIPELAGO) SUGIYANTO SLENDRO 1987 1988 1998 2005 14 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK TEMA: “MUSIK DAWAI NUSANTARA” - INSPIRASI LUKISAN MIND SICK NO.1; DREAMER; AWANG; IMAGE NO.3 SETA DEWA RONTOK *TERINSPIRASI LUKISAN KARYA SUDJOJONO “RONTOK” (INSPIRED BY “RONTOK”, A PAINTING BY SUDJOJONO ENTEUNG DINAR RIZKIANTI PERAHU-PERAHU *TERINSPIRASI LUKISAN KARYA RUSLI “PERAHU-PERAHU” (INSPIRED BY “PERAHU-PERAHU”, A PAINTING BY RUSLI. KAPACAK NAGARI 2013 RIO EKA PUTRA RONTOK *TERINSPIRASI LUKISAN KARYA SUDJOJONO “RONTOK” AMMALISI HAMRIN SAMAD BULANG KEKE’ (PURNAMA BERNYANYI DI BURITAN) *TERINSPIRASI LUKISAN KARYA RUSLI “PERAHU-PERAHU” CULO RAMASONA ALHAMD KLOTOK *TERINSPIRASI LUKISAN KARYA RUSLI “PERAHU-PERAHU” SIMPANG SIUR YAN PRIYA KUMARA JANARDHANA KEMBUNG *TERINSPIRASI LUKISAN KARYA RUSLI “PERAHU-PERAHU” TEMA “KERONCONG: RIWAYATMU, KINI..” - INSPIRASI PUISI (POEM-INSPIRED) AMMIR GITA PRADANA 1.SHIVA; 3.PARVATI; 3.SARASVATI KANGEN (LONGING) *TERINSPIRASI PUISI KARYA W.S. RENDRA “KANGEN” (INSPIRED BY A POEM BY W.S. RENDRA “KANGEN” OR LONGING). DONY KOESWINARNO 1. KR. BAHANA PANCASILA KARYA BUDIMAN BJ; 2. LANGGAM BUNGA ANGGREK KARYA ISMAIL MARZUKI 3. STAMBUL TERKENANG KARYA SAPARI 4. MEDLEY: JEMBATAN MERAH, BENGAWAN SOLO, ANDENGANDENG, CAPING GUNUNG KARYA GESANG (MEDLEY: RED BRIDGE, BENGAWAN SOLO, ANDENG, ANDENG, CAPING GUNUNG - ALL COMPOSITIONS BY GESANG) KANGEN *TERINSPIRASI PUISI KARYA W.S. RENDRA “KANGEN” - SAME AS ABOVE MIGI PUSPITA PARAHITA MENTARI MALAM (SUN NIGHT) KANGEN *TERINSPIRASI PUISI KARYA W.S. RENDRA “KANGEN” - SAME AS ABOVE NICOLAUS EDWIN SEPASANG MATA BOLA KARYA ISMAIL MARZUKI (A PAIR OF ROUND EYES BY ISMAIL MARZUKI) KANGEN *TERINSPIRASI PUISI KARYA W.S. RENDRA “KANGEN” - SAME AS ABOVE ROBERT BASUKI MULYARAHARDJA 1. DAMAI TAPI GERSANG (ADJIE BANDI) 2. DI WAJAHMU KULIHAT BULAN (DIPOPULERKAN OLEH SAM SAIMUN) - I SEE THE MOON IN YOUR FACE (POPULARIZED BY SAM SAIMUN) 3. NURLELA (DIPOPULERKAN OLEH BING SLAMET) NURLELA (POPULARIZED BY BING SLAMET) KANGEN *TERINSPIRASI PUISI KARYA W.S. RENDRA “KANGEN” 2014 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 15 MUSIK ELEKTRONIK / ELECTRONIC MUSIC oleh / by Otto Sidharta 16 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK Sepanjang perjalanan sejarah musik di dunia, banyak jenis musik yang lahir seiring dengan dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi pada zamannya. Sebagai contoh instrumen musik piano, clarinet, saxophone dan lain sebagainya menjadi sempurna setelah teknologi pengolahan kayu dan logam dikuasai. Di Barat, setelah melalui fase atau periode klasik, barock, renaisans, pada akhir abad ke 19 muncul gerakan yang selalu memodernisasi musik terus terjadi. Filosofi dan pernyataan estetik dalam musik selalu diperbaharui hingga memunculkan beragam bahasa musik yang baru—suatu periode di mana terjadi berbagai macam penafsiran kembali atas elemen-elemen musik dari jaman sebelumnya, serta reaksi inovatif yang mengarah kepada tata cara baru dalam pengertian unsurunsur musik seperti nada, harmoni, melodi, tonalitas, timbre, dan aspek ritme. Kemajuan teknologi dalam hal alat dan sumber bunyi—seperti peralatan rekam dan reproduksi bunyi serta peralatan musik—juga berkembang dengan pesat, terutama pada jenis-jenis Along the course of the history of music in the world, many types of music came into being together with the dynamics of science and technology of the time. For example, musical instruments such as piano, clarinet, saxophone, and many more were becoming perfectionized, following the mastery of carpentry and metal processing. In the West, after the periods of classics, baroque, renaissance, by the end of the19th century appeared various movements that continually modernized music. Philosophy and aesthetic expressions in music underwent a renewal, resulting in the emergence of various languages of expression in music – a period in which various reinterpretations on musical elements from the previous era appeared, and innovative reactions led to a new criteria and standard of understanding the musical elements, such as tone, harmony, melody, tonality, timbre, and rhythm. Technological development in instruments and source of sound – such as recording equipment, sound reproduction and musical instruments – had also improved rapidly, particularly in types PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 17 alat musik yang menggunakan listrik. Hal ini memicu tumbuh dan berkembangnya berbagai macam jenis dan aliran musik yang sangat berbeda dengan musik-musik yang ada pada tradisi musik sebelumnya. Tidak terkecuali, musik elektroakustik. Musik elektroakustik adalah musik yang dalam proses penciptaannya dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik. Pada awalnya penggunaan peralatan elektronik dalam penciptaan musik dilakukan pada aktivitas eksperimen oleh kelompok yang disebut Groupe de Recherces Musicales (GRMC) di Office de Radiodiffusion Television Francaise (ORTF) di Paris. Aktivitas di studio ini yang kemudian menjadi tempat kelahiran Musique Concrete. Kemudian eksperimentasi musikal menggunakan perangkat elektronik ini juga dilakukan di studio Nord West Deutscher Rundfunk (NWDR) di Cologne, serta di ColumbiaPrincenton Electronic Music Center New York. Kemudian di tempat-tempat tersebut electronic music didalami hingga menemukan apa yang disebut computer music. GRMC yang didirikan pada tahun 1951 oleh komponis Perancis Pierre Schaeffer, komponis/perkusionis Pierre Henry, dan sound engineer Jacquest Poullin adalah studio elektroakustik yang pertama di RTF. Mereka bereksperimen dengan menggunakan perangkat elektronik, terutama alat perekam dengan pita magnetik. Kegiatan ini kemudian sangat diminati oleh beberapa komponis, antara lain: Olivier Messiaen, Pierre Boulez, Jean Barraque, Karlheinz Stockhausen, Edgar Varese, Iannis Xenakis, Michael Philippot, dan Arthur Honegger. (Mack, 2004: 52-58) Materi utama dari musik elektroakustik adalah apa yang disebut sebagai acousmatic sounds, yaitu bunyi-bunyi yang terdengar tetapi tidak terlihat lagi sumber aslinya. Dengan demikian, bunyi yang dijadikan sebagai bahan dalam proses pengolahan musik elektroakustik bisa dari rekaman alat musik, rekaman vokal, bunyi lingkungan yang sudah direkam atau apapun, tidak terkecuali bunyi synthesizer atau digital signal processing seperti yang dihasilkan oleh komputer dan diproses secara elektronik. Dengan demikian, bunyi apapun 18 of musical instruments which utilize electricity. This condition had stimulated the growth and development of various kinds and genres of music which are very different from previous musical tradition. This included electro-acoustical music. Electro-acoustical music is a type of music which in the process of writing uses electronic equipment. In the beginning, the use of electronic equipment in composing music was done through experiments by a group called Groupe de Recherces Musicals (GRMC) in Office de Radiodiffusion Television Francaise (ORTF) in Paris. Then, the experiments in that studio became the birth place of Musique Concrete. Afterward, experimental music using electronic equipment had also been done in Nord West Deutscher Rundfunk (NWDR) in Cologne, and in Columbia-Princenton Electronic Music Center New York. In those places, electronic music obtained deeper understanding leading to the finding of the so called computer music. GRMC, established in 1951 by French composer Pierre Schaeffer, composer/ percussionist Pierre Henry, and sound engineer Jacquest Poullin, is the first electro-acoustic studio in RTF. They conducted their experiment using electronic equipment, particularly recording equipment with magnetic tapes. In the process, this activity had drawn the interest of several other composers, including Olivier Messiaen, Pierre Boulez, Jean Barraque, Karlheinz Stockhausen, Edgar Varese, Iannis Xenakis, Michael Philippot, and Arthur Honegger (Mack, 2004: 52-58). The main subject matter of the electro-acoustical music is the so called acousmatic sounds, a sound that is audible but the original sources are invisible. As such, the sound used as the material in the process of composing electro-acoustic music could be from the recording of musical equipment, vocal recording, recorded sounds of the surroundings or anything, including the sound of the synthesizer or digital signal processing, such as sounds produced by computers PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK yang didengar, tanpa melihat atau terlihat sumber utama penyebab bunyinya, dapat disebut sebagai acousmatic sounds. Dari karakter peralatan yang digunakan serta tata cara yang dilakukan pada proses penciptaan karya musik elektroakustik, semua peralatan harus diperlakukan secara tepat dan terstruktur dengan seksama. Hal inilah yang menjadikan sifat musik elektroakustik cenderung menjadi fixed music dengan tingkat ketepatan yang hampir sempurna. Namun, justru ketepatan itulah yang sering menimbulkan ketidakpuasan kebanyakan audiens, sebab ketepatan presisi yang nyaris sempurna bisa memunculkan kekakuan yang mekanistik, bahkan bisa melahirkan monotonitas. Hal ini dikarenakan oleh proses penciptaan yang lebih banyak dilakukan di dalam studio atau personal komputer. Garap musik seperti ini menafikan aspek ekspresi spontan dari para pemain musiknya pada saat dipertunjukan. Keterbatasan ekspresi spontan tersebut terjadi karena media yang digunakan untuk menyimpan dan mementaskan karya tersebut berupa rekaman yang tentunya ketika diperdengarkan kembali hasilnya akan selalu sama, kecuali amplitudo, dinamik, dan spektrum bunyi yang dipengaruhi oleh akustik ruangannya. Di luar dinamika material musik elektronik yang hampir stagnan, perkembangan teknologinya justru semakin canggih dan distribusinya pun menyebar ke seluruh pelosok dunia. Komputer yang memiliki fitur-fitur kebutuhan musik sudah tersedia tidak hanya di studio atau laboratorium saja, tetapi sudah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari terutama pada masyarakat urban. Melalui perangkat ini, eksplorasi dan eksperimentasi musik menjadi semakin luas, terutama untuk musik-musik yang memerlukan ketelitian dan ketepatan yang tinggi serta kalkulasi matematik yang rumit. Dari sini pula kemudian banyak lahir musik-musik yang semakin rumit, bahkan terlalu jauh meninggalkan pendengarnya terutama yang terbiasa dengan musik hiburan ringan. Disisi lain pengimitasian bunyi-bunyi and processed electronically. Therefore, whatever sounds heard without seeing or seen the main source/cause of the sounds, could be called as acousmatic sounds. The character of equipment being used and the process undertaken during the writing of the electro-acoustic music, including all the equipment, must be treated accurately and structured carefully. The whole processes make the character of electro-acoustic music tend to become fixed music with the level of accuracy of almost perfect. However, the level of accuracy frequently caused dissatisfaction of most of the audience, since the almost perfect level of accuracy could caused mechanistic awkwardness, could even engender monotony. This happens because most of the process of composing has been done in the studio or personal computer. Working on such music is denying the spontaneous expressions of the performing musicians at the time of the show. The limited spontaneous expressions occur because the medium used to store and to perform the works in the form of records will produce similar outcome whenever they are replayed, except for the amplitudo, dynamics, and the sound spectrum being affected by the acoustic of the room. Despite the dynamic of the electronic music material which is almost stagnant, the development of its technology is even more sophisticated and its distribution is spreading worldwide. The computers which have features to meet the requirement of music are available not only in studio or laboratory, but also have become part of the daily activities, especially in the urban society. Using these devices, the exploration and experimental music endeavor have increasingly spread, especially for music which needs high level of accuracy and complicated mathematic calculations. This condition subsequently produced a lot of music which are increasingly complicated, even they leave their audience too far behind, especially for those accustomed to light entertainment music. On the other hand, the imitation PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 19 instrumen musik juga hampir sempurna, hampir semua bunyi instrumen musik dapat dihasilkan dengan sebuah synthesizer. Dengan sebuah laptop dapat dihasilkan karya untuk sebuah orkestra bukan hanya sekedar partiturnya, tetapi lengkap dengan bunyinya, yang bagi telinga awam sulit untuk membedakan yang mana yang dimainkan oleh pemain sungguhan atau dengan komputer. Para komponis avant garde sering mengkritisi keadaan ini dan menolak penggunaan instrumen musik yang artifisial. Mulai pada awal tahun 1970-an perkembangan teknologi musik ini juga berpengaruh pada musik populer, berbagai macam sebutan jenis musik bermunculan seperti Electropop, Disco, Dance Music, House Music, dan lain sebagainya. Berbeda dengan perkembangan musik lainnya, di mana kemampuan peralatan elektronik juga mempengaruhi perkembangan pemikiran, gaya, dan gramatika musik secara keseluruhan, pada jenis musik populer penggunaan peralatan elektronik tidak terlalu berpengaruh terhadap gramatika musiknya, musik yang dihasilkan pada dasarnya merupakan musik tonal yang diperkaya dengan berbagai macam warna bunyi baru dan berbagai macam effect yang sangat menarik, dan sesungguhnya di wilayah inilah perkembangan teknologi musik berkembang dengan sangat pesat. 20 of the sound of music instruments has reached a perfect level. Almost all music instrument sounds can be produced using a synthesizer. Using a laptop, one can produce a composition for an orchestra, not just only for writing scores, but complete with the sounds which are difficult for the public in general to differentiate which one is played by a real player or just by a computer. The avant garde composers often criticize this situation and refuse to using artificial music instruments. Since the beginning of the 1970s the development of music technology has also affected the popular music. Various names of music types came into being, such as Electropop, Disco, Dance Music, House Music, etc. Different from another music development, in which the capacity of electronic equipment has also affected the development of ideas, style, and music grammar as a whole, in the field of popular music the effect is not substantial; basically the music being produced is tonal music enriched with various forms of new types of sound and various effects which are very interesting, and indeed in this area the development of music technology improved very rapidly. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 21 MENDOBRAK NADA, MENGHENTAK IRAMA ELECTRONIC DANCE MUSIC (EDM) DALAM JELAJAH RUANG-WAKTU / BREAKING THE TONE, BEATING THE RHYTHM ELECTRONIC DANCE MUSIC (EDM) IN EXPLORING SPACE-TIME oleh / by Citra Aryandari 22 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK Abstrak Abstract Elektronic Dance Music (EDM) adalah sebuah genre musik yang lekat akan persepsi negatif. Bagaimana tidak, genre musik ini lekat akan dunia malam yang sarat akan obat-obatan terlarang dan minuman beralkohol. Hentakan irama yang dihadirkan mampu menggugah hasrat untuk bergoyang, memberikan kenikmatan sesaat untuk sekadar melupakan penatnya kehidupan. Meski dapat dikatakan musik genre ini mampu membantu pendengar melupakan “problema” hidup, tetapi sangat jarang kaum akademisi melirik genre musik ini menjadi sebuah kajian yang menarik. “Mendobrak Nada, Menghentak Irama” merupakan tulisan sederhana dari sebuah pengamatan di ruang sosial yang awal mulanya sarat akan ketertutupan sehingga tampak tabu untuk didiskusikan. Kehadiran EDM seiring dengan kemajuan teknologi merupakan gambaran kompleksitas relasi sosial masyarakat yang mulai mencari identitas baru di tengah permainan kekuasaan, politik, dan ideologi. Electronic Dance Music (EDM) is a music genre which has been perceived in negative way. No wonder, since this music genre is closely related to night life in which alcoholic drinks and illegal drugs are alledgedly circulated. The beatings of the rhythm presented can arouse a desire to shake the body, giving instant pleasure to escape from the weariness of life. Although it could be said that this music genre is able to help the listeners to forget “the problems” of life, however, it is very rarely that the academic circle look into this music genre and make it as an subject of interesting studies. “Breaking the Tone, Beating the Rhythm” is a simple article written out of observations in social sphere on subjects containing a lot of secrecies and initially considered as a taboo to be discussed. The existence of EDM in line with the technological developments reflects the complexity of social relations, attempting to embark on a new identity in power, politics, and ideological trappings. The phenomenon comes into sight PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 23 24 Fenomena ini secara spesifik tampak dalam lagu ‘Ora Minggir Tabrak’ soundtrack film Ada Apa Dengan Cinta 2 dan lebih luas dapat dilihat dalam ajang pencarian bakat musisi EDM yang ditayangkan Net TV (the ReMix), serta beberapa event besar bertaraf internasional yang diselenggarakan berkala setiap tahun, seperti DWP (Djakarta Warehouse Project); dan Greenfield di GWK Bali, menjadi layak didiskusikan di tengah hiruk-pikuk pasar musik di Indonesia. specifically in the song of “Ora Minggir Tabrak”, literally means if you get on my way I will hit you, a soundtrack of Ada Apa Dengan Cinta 2 feature film. And it obviously could be seen in talent hunting for EDM musicians program broadcast by Net TV (the ReMix), and several other big events with internationally standard organized annually, such as DWP (Djakarta Warehouse Project); and Greenfield at GWK Bali, which are worth-discussing amidst the hustle and bustle of music market in Indonesia. ‘Intro’ ‘Intro’ Film Ada Apa Dengan Cinta 2 yang baru saja diluncurkan beberapa saat lalu menghadirkan kota Yogyakarta sebagai salah satu setting tempat. Sebagai sebuah lokus yang banyak memiliki teks budaya, beberapa teks lokal pun dipilih untuk memperkuat nuansa Yogyakarta. Lagu Ora Minggir Tabrak salah satunya, adalah lagu dolanan anak yang dihadirkan kembali dalam nyanyian hip-hop dalam balutan EDM (Electric Dance Music) oleh Kill the DJ dan Libertaria sebagai soundtrack film AADC 2. Kill the DJ dan Libertaria tampil dalam sebuah scene yang menunjukan dunia gemerlap (dugem) di Yogyakarta. Kehidupan dunia gemerlap tak bisa lepas dari aksi sang DJ (Disk Jockey) yang merupakan sebutan seseorang yang terampil dalam memilih dan memutar rekaman musik, dalam rangka menciptakan sebuah musical journey bagi penikmat. Seorang DJ bertindak sebagai pe­ngendali dan penyeleksi lagu-lagu yang diputar sesuai dengan suasana maupun aliran musik yang dimainkan. Dalam hal menyeleksi lagu ini, DJ akan menggabungkan teknik-teknik skill khusus dengan pengetahuan di bidang musik untuk membangun sebuah live show yang spektakuler dan disukai para pende­ ngar. Dunia gemerlap malam kini tak pelak sebagai tanda “realita” citra kota modern. Boshe (tempat hiburan malam di Yog­ yakarta), 3 Mei 2016, menggelar sebuah acara dengan tajuk “Locally Session” menampilkan lagu ‘Ora Minggir Tabrak’ yang dibawakan oleh DJ Tehara sebagai salah satu lagu andalan sebagai tanda malam akan segera habis dengan beat yang semakin menghentak. Nada sederhana dari lagu ini mendapat respons yang luar biasa dari penonton. Tembang ‘Ora The movie of Ada Apa Dengan Cinta 2(shortened AADC 2), just released some time ago, presents Yogyakarta as one of its settings. As a locus enriched by plenty cultural texts, some local texts are chosen to strengthen the nuances of the city. Ora Minggir Tabrak song is one of them. This playful children song is represented as hip-hop song of EDM (Elctric Dance Music) mode by Kill the DJ and Libertaria as a soundtrack of AADC 2 movie. Kill the DJ and Libertaria appear in a scene portraying a glamorous world in Yogyakarta. The glamorous atmosphere cannot be separated from the action of the DJ (Disk Jockey), a title given to a skillful person in choosing and playing musical records to create a sort of musical journey for the audience. A DJ acts as a controller and selector of music to be played in accordance with the atmosphere as well as the type of music to be played. In the process of selecting the songs, the DJ will combine particular technical skills with knowledge in the field of music in order to create a spectacular live show loved by the audience. The glamorous night life is certainly a “reality” sign of an image of a modern city. Boshe (a club in Yogyakarta) on 3 May 2016 presented a program entitled “Locally Session” displaying “Ora Minggir Tabrak” sung by DJ Tehara as one of the leading songs to send a signal that the entertaining evening would soon come to an end marked by increasingly louder beats. A simple tone of the song got a spectacular response from the audience. The “Ora PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK Minggir Tabrak’ merupakan tembang Jawa yang biasanya dinyanyikan anak-anak saat bermain, kini lagu tersebut hadir dalam lokus dan kepentingan berbeda. Melalui film AADC 2, lagu yang mulai memudar di kalangan anakanak, hadir menjadi hits yang perlu ditanggapi dengan cepat oleh pemilik bisnis tempat hiburan sebagai permintaan pasar. ‘Ora Minggir Tabrak’ menjadi populer dalam waktu singkat. Kini, seni menjadi semakin terintegrasi dengan ekonomi - keduanya digunakan untuk mendorong orang mengonsumsi melalui peranan besar yang dimainkan dalam iklan, maupun karena seni telah menjadi barang komersial tersendiri (Dominic Strinati, 2007). Kepanikan moral masih meng­hing­­ gapi tatkala dunia gemerlap malam diper­ bincangkan. Kepanikan moral dipahami sebagai gerakan media yang dihasilkan berdasarkan pada persepsi bahwa seorang individu, kelompok atau budaya yang menyimpang dan menimbulkan ancaman bagi masyarakat (Stanley Cohen, 1972). Meski demikian postmodern menawarkan pembebasan sekat-sekat, yang kemudian memungkinkan dunia gemerlap malam dikaji lebih mendalam. Hadirnya tembang dolanan anak ‘Ora Minggir Tabrak’ menjadi objek materi bagaimana batas tersebut ditembus; bagaimana tembang dolanan anak diaransemen ulang mengikuti selera pasar dalam bentuk EDM yang kemudian menjadi soundtrack film? Melalui film AADC 2 dan soundtracknya tampak bahwa EDM (Elektronic Dance Music) tumbuh berkembang melewati batas keistimewaan kota Yogyakarta, bagaimana resonansi terhadap budaya yang berkaitan dengan masyarakat menjadi persoalan yang ingin diketahui jawabannya. Minggir Tabrak” song is a Javanese song sung by children while they are playing and now get a particular place and sung for a different need. Through AADC 2 the movie, the slowly disappearing childen song, is now back popular and become the hit that needed to be responded quickly by businessmen running entertainment places to meet the market demand. “Ora Minggir Tabrak” has regained popularity in such a short time. Now, the art has become more integrated in the economy and used to encourage people to consume through a big role played by commercials, in addition to the fact that art has become a separate commercial goods (Dominic Strinati, 2007). The morality panic remains lingering around whenever the glamorous night life being discussed. The morality panic is understood as a media movement resulted from the perception that an individual, a group, or a culture with divert outlook could create a threat to the public. (Stanley Cohen, 1972). However, postmodernism has broken some partitions to enable people looking deeper into the glamorous night life. The children song “Ora Minggir Tabrak” becomes a subject to be considered in how to get through these partitions; how to arrange this playful children song in order to satisfy the taste of the market in form of EDM which later used as a soundtrack for a movie? It seems that through AADC 2 and its soundtrack, EDM (Electronic Dance Music) has developed and crossed the borders of Yogyakarta city; and how it has resonated and affected the local culture is now a problem that needs an answer. ‘Verse 1’ ‘Verse 1’ Tembang dolanan anak ‘Ora Minggir Tabrak’ dikemas menarik dalam genre musik EDM (Electric Dance Music), menjadi inovasi menarik dalam hiruk pikuk pasar musik Indonesia. Inovasi tersebut berhubungan dengan kolase, pastiche (kerja seni), dan pengutipan, dengan perpaduan aliran yang secara musikal maupun historis berbeda, dengan penggabungan acak dan selektif. The children song “Ora Minggir Tabrak” packaged interestingly into the format of EDM (Electronic Dance Music) music genre is an interesting innovation in the hustle bustle of the Indonesian music market. The innovation is related with collage, pastiche (art work), and quotations, a combination of different genres - musically and historically - coupled with random and selective combining. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 25 EDM sebagai sebuah genre musik mengalami pasang surut sampai akhirnya meraih popularitas. Sejarah mencatat EDM bermula dari tahun 1970, dan menurut Rawley Bornstein seorang programmer MTV, “EDM is the new rock and roll”. Pendapat ini terbukti bahwa kini EDM sudah tidak segmented lagi, hampir setiap menit radioradio memutar lagu-lagu EDM, bahkan TV nasional (Net TV) sempat menayangkan ajang pencarian bakat DJ dalam program TV The Re-Mix, juga banyak festival besar diselenggarakan untuk genre musik ini. Kini para DJ pun sudah seperti rockstar. Awalnya, EDM adalah musik elektronik yang diproduksi untuk diputar di klub malam, atau di tempat yang digunakan untuk berdansa. Electronic Dance Music biasanya dikategorikan berdasarkan beat per minute (bpm). Tempo EDM paling lambat berkisar antara 60-90bpm, sedangkan genre seperti speedcore bisa melampaui lebih dari 240bpm. Pergerakan EDM muncul saat musik disco mulai meninggalkan proses penggarapan musik secara orkestrasi tradisional, dan mulai menggunakan alat musik elektronik seperti synthesizer dan drum machine pada 1970-an. Di era itu, banyak produser dan DJ bereksperimen dengan teknik blend mixing (Bennet, 2001), yakni menggabungkan beberapa piringan hitam sehingga menghasilkan suara baru dengan tekstur nada yang berbeda. Teknik ini kemudian berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. EDM pun berkembang sejalan dengan perkembangan ruang dan waktu. Ibiza, sebuah kota dalam kepulauan Balearic di Spanyol, mengeksplorasi teks lokal yang kemudian berkembang menjadi Balearic beat. Sebuah beat yang sangat terkenal dalam genre EDM. Balearic sebagai sebuah ruang yang dikelilingi pantai indah merupakan destinasi wisata yang sangat terkenal di Eropa, ini menjadikan Ibiza dikunjungi wisatawan sehingga resort dan beach club banyak dijumpai di kota ini. Beach club di Ibiza dalam sebuah brosur menawarkan ‘rave party’ clubbing dimulai dari matahari terbenam hingga matahari terbit, ini menjadikan EDM dalam gaya lokal berkembang mengikuti permintaan pasar, dan Balearic beat menjadi sebuah subgenre yang dikenal secara luas dan 26 EDM as a music genre which has undergone a decreasing moment until it regained its popularity later. The history recorded that the EDM started in 1970, and according to Rawley Bornstein, an MTV programmer, “EDM is the new rock and roll”. This idea has become a reality since the EDM is not segmented any more, and almost every minute the radio play the EDM songs, even also a national TV station (Net TV) once ran a program to search new DJ talents programcalled The Re-Mix, and a good number of festivals organized for this music genre. Nowadays, the DJs perform as if they were rockstars. In the beginning, the EDM is an electronic music produced to be played at night clubs, or places used for people to dance. The Electronic Dance Music is usually categorized on beat per minute (bpm). The slowest EDM tempo is between 60 and 90 bpm, while the genre such as speedcore may surpass the level of 240 bpm. The EDM movement appeared when the disco music started to leave the process of composing by way of traditional orchestration, and began using electronic musical instruments, such as synthesizer and drum machine in the 1970s. In those era, many producers and DJs conducted experimentations using blend mixing technique (Bennet, 2001), by combining several discs so as to produce new sounds with different tonal texture. Later on, this technique further developed following technological development. The EDM developed in line with the development of space and time. Ibiza, a town in Balearic islands of Spain, had explored local texts and developed them into Balearic beat, now avery popular beat in EDM genre. Balearic is a place surrounded by beautiful beaches and has become a very popular tourist destination in Europe, making Ibiza crowded by tourists, a town now dotted by a lot of resorts and beach clubs. A beach club in Ibaza, to quote a brochure, offers a ‘rave party’ clubbing, starting from dusk until dawn, , giving birth to the local-styled EDM following the demand of the market. And the Balearic beat became a subgenre known widely and attracted the attention PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK diminati beach club lain di luar wilayah Balearic. Tidak hanya itu, industri rekaman Balearic beat mendapat respon pasar yang luar biasa. Hampir seluruh Beach club yang ada di dunia menjadikan Balearic beat sebagai soundscape saat club tersebut tidak menggelar event. Bahkan beach club ternama di Bali juga menjadikan Balearic Beat sebagai soundscape ruang, tatkala tidak ada DJ live yang dipertontonkan. of beach clubs in other areas. In addition to that, the Balearic beat recording industry got a tremendous response from the market. Almost all beach clubs all over the world now make Balearic beat as soundtrack at times when the club doesn’t organize a musical event. Even a popular beach club in Bali also uses Balearic beat as a room soundspace when there is no DJ presented. Di akhir tahun 1980-an dan awal 1990an, di Detroit mulai terdengar subgenre lain dari EDM. Kebisingan kota menjadi reference dalam inovasi yang dilakukan. ‘Industrial Noise’ sebuah tanda kehidupan urban seperti soundscape jalanan, mesin pabrik, shopping mall, dan keramaian kota menjadi ide pengembangan musik EDM dan kemudian subgenre ini lebih dikenal sebagai musik Techno. Techno berkembang pesat dalam ruang kota padat yang sarat akan kebisingan. Duesseldorf - pusat kota industri di Jerman - disinyalir menjadi akar dari perkembangan aliran musik Techno. Ralf Hutter dan Florian Schneider - mahasiswa musik klasik yang frustasi akan latihan musik klasik yang diterapkan di konservatori - memulai eksperimen bermain musik dengan komputer yang memungkinkan melakukan penataan musik dengan tingkat kerumitan yang tinggi dan digabungkan dengan soundscape yang hadir di Duesseldorf Jerman (Gill, 1997). Hutter dan Schneider kemudian membentuk kelompok musik Techno bernama Kraftwerk yang dikenal hingga kini dan tercatat dalam sejarah EDM. Di Indonesia, EDM lumayan berkembang - ini dapat dilihat dari menjamurnya pesta-pesta EDM di Tanah By the end of the 1980s and the beginning of 1990s, in Detroit, emerged another subgenre of EDM. The noise of the city became a reference in the innovation process. The ‘Industrial Noise’ is a sign of urban life similar to street soundspace, factory machine, shopping mall, and the noise of the city became the basic idea for the development of EDM music, and this subgenre later known as techno music. It developed rapidly in the crowded cities densed with noises. It is assumed that Duesseldorf, an industrial city in Germany, is the home for the development of techno music. Ralf Hutter and Florian Schneider, the students of classical music, who were frustrated by the classical music training in the conservatory, started to conduct experiments by playing music using computers which enabled them to compose music with high level of complexity combined with soundspace available in Duesseldorf, Germany (Gill, 1977). Hutter and Schneider then established a techno music group called Kraftwerk known until nowadays and recorded in the EDM history. In Indonesia, the EDM enjoyed reasonable development. It could be seen through the spreading of EDM festivals PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 27 28 Air. Tahun 2008, Blowfish Warehouse Project mencoba pangsa pasar Indonesia, dan kini berganti nama menjadi Djakarta Warehouse Project (DWP). DWP yang diselenggarakan oleh Ismaya Live seolah menjadi ‘hari raya’ para pecinta musik pesta. Sejak 2008 hingga kini DWP tidak pernah sepi pengunjung, bahkan menjadi festival EDM terbesar di dunia yang diramaikan oleh DJ dan Musisi EDM papan atas dunia yang dikunjungi puluhan ribu penonton. all over the country. In 2008, Blowfish Warehouse Project tried to attract Indonesia’s market, and it changed its name to Djakarta Warehouse Project (DWP). Organized by Ismaya Live, the DWP seemed to become a “big holiday” for music lovers. Since 2008 until recently, the DWP programs continue to attract the audience; it even has become the biggest EDM festival in the world starred by world known DJs and EDM musicians and attended by thousands of spectators. Selain DWP, festival EDM yang ramai dikunjungi masyarakat lokal dan asing adalah Dreamfields yang diselenggarakan di Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali. Sejak diadakan pertama kali pada tahun 2014, tercatat lebih dari 10,000 penonton memadati GWK. Selain Dreamfield, ada juga festival EDM lain yang diselenggarakan di Bali sejak awal tahun 1999-an, yakni Ultra Music Festival. Perkembangan EDM di Indonesia selain ditandai dengan festival internasional yang dikunjungi puluhan ribu penonton, juga tampak pada ajang pencarian bakat DJ di layar kaca. The ReMix - sebuah program In addition to the DWP, the EDM festival which attracted the local as well as foreign audience was Dreamfields taking place at Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali. Since first organized in 2014, it was attended - according to a record - by more than ten thousand spectators. Besides the Dreamfield, another EDM festival organized in Bali since early 1999 was Ultra Music Festival. The EDM development in Indonesia is marked by the organization of international festivals attended by thousands of spectators and also the broadcasting of DJ talents hunter by TV stations. The ReMix, a competition PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK acara berformat kompetisi yang ditayangkan oleh Net TV - ikut meramaikan kehadiran EDM di Indonesia. Acara ini merupakan adaptasi acara serupa yang sukses besar di pertelevisian Vietnam pada awal tahun 2015. TV yang bergerak dalam dunia kapital lebih tertarik untuk mengambil dan mendaur ulang trend daripada menyebarluaskan inovasi yang riskan secara komersial. Kesuksesan kompetisi EDM di Vietnam, membuat Tripar Multivision sebagai produser The ReMix yakin untuk menghadirkan di Indonesia. Tentu saja keyakinan ini juga didasari “realita” tren gaya hidup yang tampak dalam masyarakat. Acara televisi merupakan tanda yang dapat disebut teks sosial (Danesi, 2008). Teks yang mereprentasikan pelbagai nilai yang ada dalam masyarakat. format program broadcast by Net TV, was also an obvious presence of the EDM in Indonesia. This program is an adaptation of a similar show which had gained a big success in television programs in Vietnam in early 2015. With the capital as a background, the television program seemed to be interested more in taking and recycling the trend rather than spreading the innovations deemed financially risky. Thesuccess of the EDM competition in Vietnam led Tripar Multivision as the producer of The ReMix being confident to organize it in Indonesia. Of course, the confidence was also based on the “reality” of the lifestyle trend in the society. Television programs are signs that could be called the social texts (Danesi, 2008). Texts that represen various values in the society. ‘Chorus’ ‘Chorus’ Teknologi digital membuka jalan bagi era baru dalam rekaman suara, pita mesin analog digantikan dengan komputer. Kompu­ ter mampu menyimpan dan mereproduksi suara yang jauh lebih akurat daripada mesin rekaman analog lama dan dapat menghasilkan unsur-unsur yang beda dari ‘white noise’, meskipun sering dianggap ketidaksempurnaan, tetapi juga memberi warna dalam rekaman itu sendiri. Teknologi digital juga memfasilitasi sejumlah hal lain dalam proses rekaman, termasuk membuat sampel dari beberapa bagian musik pendek dengan menggunakan keyboard dari synthesi­ zer, drum pad, juga bahkan suara manusia dengan mikrofon yang kemudian disimpan dalam bentuk MIDI. Berbagai instrument digabung bersama sehingga menjadi sebuah komposisi yang tersimpan dalam memori komputer. Sampel memungkinkan untuk dimanipulasi menjadi sumber suara pada skala yang belum pernah mungkin. Teknik sampling merupakan cara efektif dalam mengambil suara dari konteks aslinya dan mereka ulang menjadi potongan-potongan, sehingga menghasilkan produk musik baru. Hadirnya EDM di kancah industri musik populer dunia dari sudut pandang teori postmodern, merupakan kecenderungan ke arah perpaduan secara eksplisit dan terang-tera­ngan terhadap berbagai macam The digital technology has opened the way for the emergence of a new era in sound recording. The analogue tape machine has been replaced by computer. The computer has the ability to store and produce sound recording far more accurate than the old analogue recording machine and can produce elements different from ‘white noise’, even though frequently considered as imperfection, but nonetheless it gives a nuance or colour to the recording itself. The digital technology has also facilitated a number of other things during the recording process, including making samples of various kinds of short music utilizing keyboard or synthesizer, drum pad, and also including the voice using microphone which later kept in the MIDI form. Various instruments were combined altogether so as to prepare a composition and kept in the computer memory. The samples might be manipulated as a source of sound at an unimaginable scale. The sampling technique provided an effective way in taking sound from the origin and repeat them into pieces in order to produce a new music. The EDM’s presence in the world popular music industry - seen from the viewpoint of postmodernism - is a trend leading to explicit and blunt combination of various kinds of musical PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 29 aliran dan genre musik secara langsung dan sadar (Hebdige, 1987). Perpaduan ini berkisar antara perpaduan ulang secara langsung dari lagu-lagu yang sudah direkam dari era yang sama atau berbeda pada rekaman yang sama, sampai mengambil dan ‘mencicipi’ musik, bunyi dan instrumen yang berbeda dengan tujuan menciptakan identitas subcultural yang baru. Kreativitas dalam EDM telah menghasilkan perubahan besar peran seorang musisi, khususnya DJ. Seorang DJ dapat melakukan re-mixing beberapa hasil rekaman suara artis yang sudah ada dan membuat interpretasi baru dengan mengolah dan menyusun menjadi tren baru. Hal ini kemu­ dian menjadikan pengaburan peran yang jelas sekali tampak dalam produksi EDM. Seorang DJ sekarang dapat mengklaim dirinya sebagai komposer, arranger, produser sekaligus artis. Ini menarik dibahas jika ditarik dari pendekatan postmodern, bahwasanya tak hanya musik yang dicampur melampaui batas, bahkan peran musisi dalam hal ini DJ juga terjadi pengaburan, tentunya berbeda dengan rock band atau grup musik konvensional. Pergeseran peran ini memberi konsekuensi bagi seorang DJ. DJ Melechi (1993) menyatakan bahwa generasi muda mulai bosan dengan konvensi pertunjukan rock; sehingga memunculkan scene tanpa bintang, tontonan dan identifikasi (Bennet, 2001). DJ sebagai status memungkinkan untuk membuang konvensi prestise, dan pujian yang sering diterima rock star. Identitas subkultur pun terbentuk se­arah dengan postmodernisme yang melingkari. Subkultur dipahami sebagai gejala budaya dalam masyarakat yang umumnya terbentuk berdasarkan usia dan kelas. Secara simbolis diekspresikan dalam bentuk penciptaan gaya (style) dan bukan hanya merupakan penenta­ngan terhadap hegemoni atau jalan keluar dari suatu ketegangan sosial (Chris Barker, 2008) DWP dan Dreamfield yang meramaikan pasar musik Indonesia merupakan ajang legitimasi kemeriahan pesta EDM. DWP, Dreamfield, Ultra dan masih banyak event pesta EDM diibaratkan sebuah karnaval di mana semua suara berada dalam satu 30 trends and genres in direct and conscious way (Hebdige, 1987). This combination included the repetition of combining songs recorded from the same era or otherwise on the same recording, until it ‘arrived’ to be a music, eg sound and different instruments targetting to create a new subcultural identity. Creativity in EDM has resulted in a changing role of musician, particularly the DJs. A DJ can do re-mixing of the available voices or artists and make new interpretation by processing and rearranging them to become a new trend. This situation shows the blurring role of musician in the production process of EDM. A DJ right now can claim her/himself as composer, arranger, producer and artist altogether. This is an interesting subject to discuss, especially viewed from postmodernism approach - that it is not only music which has been so mixed beyond limit,but also the role of the musicians, in this case also the blurring role of DJ. It is definitely different from rock band or conventional music group. The shifting role brings consequence to a DJ. DJ Melechi (1993) states that the young generation is fed up with the convention of rock performance, leading to the emergence of scene without a star, a performance, and an identification (Bennet, 2001). As a status, a DJ has the possibility to throw away the convention on prestige and the praise frequently received by a rock star. Thus, the subculture identity is formed in line with the postmodernism surround it. Subculture is understood as a cultural symptom generally formed based on age and class. Symbolically, it is expressed in the form of the creation of style and not only a resistance against the hegemony or a way out of social strains (Chris Barker, 2008). The DWP and the Dreamfield which play their role in the music market in Indonesia - provide a legitimate EDM festivity. DWP, Dreamfield, Ultra and a lot more EDM events resemble a carnival in PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK irama. Tak ada ras yang lebih tinggi dari ras lain, tak ada laki dan perempuan, semua individu menyatu dalam kebersamaan. Tawa dan hirarki sosial melebur dan membaur tanpa batas dalam hentakan irama. which all voices are in one rhythm. There is no race higher that the other, no men and women, all persons united in togetherness. Laughter and social hierarchy merge and mix without limits in the rhythmal beat. ‘Verse 2’ ‘Verse 2’ Kembali ke lagu ‘Ora Minggir Tabrak’ yang bergenre EDM, dihadirkan kembali oleh Kill the DJ yang diprakarsai oleh Marzuki Mohammad (pendiri Jogja Hip-Hop Foundation) yang mengaku terinspirasi dari pengalaman masa kecil. Lagu tersebut menurut Marzuki Mohammad dalam sebuah wawancara, “Pas buat AADC 2 sebab hidup memang seperti ini, kalau tidak minggir pasti ketabrak.” Begitu pun dengan masa sekarang di mana kita tidak dapat berdiam diri sedangkan waktu terus berjalan dan kehidupan berlanjut (Marzuki, 30 April 2016). Bagi Marzuki, lagu ‘Ora Minggir Tabrak’ memiliki arti yang sangat mendalam dalam kisah Rangga dan Cinta (Tokoh dalam AADC 2). Sebab pada saat terpisah keduanya harus tetap menjalani hidup masing-masing sampai akhirnya kembali dipertemukan di AADC 2 dan begitulah filosofi hidup yang dituangkan Kill The DJ dalam lagunya yang dimaknainya jika kamu tidak melanjutkan hidup maka kamu akan tertabrak. Kill the DJ memulai karir bermusik sejak 2001, dan mendirikan Jogja Hip Hop Foundation (JHF) pada tahun 2003. Marzuki mengaku bahwa perkembangan Rave Party di Yogyakarta menjadi alasan utama mengapa memilih jalur EDM. Nama Kill the DJ dipilih karena penolakannya terhadap tokoh idola (DJ) dan sudah saatnya menginspirasi diri dengan apa yang dimiliki, sehingga JHF hadir sebagai ruang tanpa tembok yang menaungi para pecinta musik hip hop di Yogyakarta (Marzuki, 23 Juli 2014). Yogyakarta dengan kultur budaya Jawa mengenal pantun yang sering disebut parikan, dan parikan inilah yang kemudian dikembangkan oleh JHF sebagai teks lagu yang dinyanyikan. AADC 2 film remaja yang disutradari oleh Riri Riza, menceritakan tentang kisah persahabatan empat orang perempuan dengan warna kehidupan cinta salah satu tokohnya yang bernama Cinta. Kisah dimulai Back to the ‘Ora Minggir Tabrak’ in EDM genre, presented by Kill the DJ initiated by Marzuki Moohammad (the founder of Jogja Hip-Hop Foundation) who admitted that he was inspired by his experiences in his childhood. The song, according to Marzuki Mohammad in an interview, “It fits for AADC 2 because life is just like that. If you don’t give way you will be hit.” The same also today, we cannot remain being ignorant while time and life are moving on (Marzuki, 30 April 2016). For Marzuki, ‘Ora Minggir Tabrak’ song carries a very meaningful message in the story of Rangga and Cinta (the leading characters in AADC 2). When they were separated they had to go through their respective life until they met again, and that was the philosophy of life reflected by Kill the DJ in that song, meaning that if you didn’t continue to go on with your life, you would be hit. Kill The DJ started his career in music in 2001, and established Jogja Hip Hop Foundation (JHF) in 2003. Marzuki admitted that the development of rave party in Yogyakarta had been the main reason why he chose the EDM way. The name Kill the DJ has been selected because of his refusal against an idol (DJ) and that it was about time to inspire his own life with what he has gone through, so that JHF is there to provide a space without a wall providing shelter for the hip hop lovers in Yogyakarta (Marzuki, 23 July 2014). Yogyakarta with the Javanese culture knows pantun (traditional poetry) called parikan, and later it has been developed by JHF and used as song lyrics. The AADC 2, a movie catering the young generation, directed by Riri Riza, related on the friendship of four girls with their respective love stories. One of them was Cinta. The story began PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 31 32 ketika empat orang perempuan mengadakan perjalanan wisata ke kota Yogyakarta. Yogyakarta sebagai destinasi wisata yang memiliki banyak tempat yang menarik untuk dikunjungi. Hanya saja dalam kisah tersebut tempat yang dikunjungi pertama adalah tempat hiburan malam, bukan keraton dan tempat bersejarah lainnya. Rave Party menjadi scene pertama kunjungan wisata yang dilakukan empat sahabat perempuan tersebut. Rave Party menjadi daya tarik hiburan yang jarang dibicarakan, meski pada ke­ nyataannya spanduk-spanduk yang menawarkan hiburan dan minuman sering dijumpai di sudut kota. Ada satu hal yang dengan mudah membedakan antara Yogyakarta dengan Jakarta. Di Jakarta, kota metropolitan, terutama pada jalan-jalan utama sepanjang bandara ke pusat kota Sudirman – Thamrin, di beberapa tempat akan menemukan baliho atau spanduk bernuansa acara keagamaan, seperti pengajian oleh para Habib dan acara-acara kea­gamaan lainnya. Sebaliknya, di Yogyakarta, kota yang menurut banyak orang kota budaya dan pendidikan, akan sulit menemukan spanduk serupa, karena akan lebih sering menemukan spanduk atau baliho dari berbagai tempat hiburan malam yang menawarkan musik, (sexy) dance dan juga minuman keras, yang seringkali ditawarkan dengan terang-terangan berapa harga per botolnya. Ini sebenarnya bukan fenomena baru, karena sejak awal millenium yang lalu sepertinya sudah muncul berbagai spanduk serupa, seiring dengan munculnya berbagai tempat hiburan di Yogya. Lagu ‘Ora Minggir Tabrak’ yang dinyanyikan Kill the DJ dalam scene Rave Party, memiliki banyak makna jika dianalisis secara tekstual. Parikan yang biasanya untuk tembang dolanan anak berubah makna dan fungsi dalam ruang berbeda. Apabila dicermati teks lagu ‘Ora Minggir Tabrak’ memiliki makna filosofis yang mendalam jika dikaitkan dengan kondisi sosial masyarakat yang tampak saat ini. Berikut lirik lagu ‘Ora Minggir Tabrak’: when the four girls went on vacation to Yogyakarta. The city has quite a number of attractive tourist destinations to visit. Unluckily, the first place they visited was a night club, not the keraton (palace) and other historic places. Rave party was the first scene of tourist destination visited by the four girls. As an attractive entertainment, rave party is rarely discussed, even though in reality, street banners offer entertainment and drinks appeared on the corners across the city. There is one thing that makes it easier to differentiate between Yogyakarta and Jakarta. In Jakarta, the metropolitan city, particularly along the main streets from the airport to the city center of Sudirman-Thamrin area, in several places one likely spot ballyhoos or street banners announcing religious gathering, such as religious classes delivered by certain Habibs (Muslim clerics) and other religious events. On the contrary, in Yogyakarta, a city considered of culture and education, it is difficult to find similar street banners. There are a lot of banners and ballyhoos on night entertainment offering music, (sexy) dance and alcoholic drinks which - in many cases - the prices are even mentioned straight away. In fact, this is not a phenomenon, because since the beginning of the new millennia, similar banners have appeared in many entertainment places in Yogyakarta. ‘Ora Minggir Tabrak’ sung by Kill the DJ in a rave party scene, has a lot of meanings if it is analyzed as a text. The parikan usually used in the children songs has changed its meanings and functions when applied in different spaces. If we look deeper into the ‘Ora Minggir Tabrak’, the lyric has a philosophically penetrating meaning in the context of the recent social condition. Following is the lyric of ‘Ora Minggir Tabrak’: Nggir Ra Minggir Tabrak (Minggir kalau tidak minggir akan tertabrak) Minggir Ra Minggir Tabrak (Give way otherwise will be hit) Mijil-tuwuh, urip-urup, muksa-pati (Lahir- Mijil-tuwuh, urip-urip, muksa-pati (Born- PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK Tumbuh, Hidup-Menghidupi, Hilang-Mati) develop, live and to live, disappear-die) Esuk-awan, surup-sirep, rina-wengi (PagiSiang, Senja-Menghilang, Siang-Malam) Esuk-awan, surup-sirep, rina-wengi (morningnoon, twilight-disappearing, noon-evening) Saiki, neng kene, ngene, dilakoni (Sekarang, di sini, begini, dijalani) Saiki, neng kene, ngene, dilakoni (now, here, like this, undergo) Semeleh, kudu gelem, lan nggelemi (Ikhlas, harus mau, dan memang mau) Semeleh, kudu gelem, lan nggelemi (sincere, should be willing, and willing) Wiji wutuh, wutah pecah, pecah tuwuh, wiji maneh (Biji utuh, jatuh pecah, pecah tumbuh, kembali menjadi biji) Wiji wutuh, wutah pecah, pecah tuwuh, wiji maneh (seeds are intact, fell and broken, broken and grow, again become seed) Laku, lakon, dilakoni kanthi semeleh (Laku, perjalanan, dijalani dengan ikhlas) Laku, lakon, dilakoni kanthi semeleh (behave, behavior, play, do it sincerely) Obah mamah, mingset nggeget, nyikut nggrawut, ngglethak penak (Bergerak makan, mengecil menggigit, sikutan cakaran, rebah nyaman) Obah mamah. mingset nggeget, nyikut nggrawut, ngglethak penak (move and eat, disparaging and biting, elbowing scratching, lie down comfortably) Nggir ra minggir tabrak wong urip kudhu tumindak (Minggir kalau tidak minggir akan tertabrak, hidup harus dijalani) Nggir ra minggir tabrak wong urip kudhu tumindak (give way otherwise will be hit, life should be gone through) Lirik tersebut tampak pas jika dilihat dari perjalanan cinta tokoh Rangga dan Cinta, di mana pada awalnya terpisah dalam jarak dan ruang, serta banyak persoalan yang masih belum terselesaikan namun hidup terus berjalan. Hingga pada akhirnya mereka dipertemukan dan masalah terpecahkan dan hidup tetap terus berjalan. Jika dikontekskan dengan kondisi sosial masyarakat Yogyakarta yang lebih luas, hadirnya Rave Party di tengah identitas budaya yang masih diagungkan tentunya menjadi dua hal yang bertolak belakang, tetapi hidup terus berjalan pertarungan ekonomi menjadi hal yang patut diperhitungkan. Pasar menuntut hadirnya ruang baru yang menawarkan kebebasan. That lyrics sounds fitting if seen from the love story of Rangga and Cinta characters, where they are initially separated in distance and space, and have a lot more unsettled problems, however, life goes on. At the end, they meet again and all problems are settled and life moves on. If it is connected to a larger social condition in Yogyakarta, the presence of rave party in a city with a cultural identity still considered honorable, clearly it provides two things which are contradictory, but life is still going on, and the economic struggle ought to be taken into account. The market demands the presence of a new room that offers freedom. ‘Chorus’ ‘Chorus’ ‘Ora Minggir Tabrak’ sebagai sebuah teks dianalisis dengan pendekatan kritis. Lagu genre EDM tersebut dalam soundtrack film yang menarasikan perjalanan wisata di kota Yogyakarta dalam scene Rave Party mengisyaratkan “realita” hadirnya ‘Ora Minggir Tabrak’ as a text analyzed with a critical approach. The EDM genre song in a move soundtrack narrating on a touristic trip in Yogyakarta in rave party scene indicates a “reality” on the presence of night entertainment place PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 33 34 hiburan malam sebagai destinasi wisata yang diperhitungkan di Yogyakarta. Kepanikan moral yang biasa didengungkan tertembus batas kebutuhan pasar. Max Richter dalam tulisan “Dunia lain di Yogyakarta: Dari Jatilan hingga Musik Elektronik”, menyebutkan bahwasanya musik elektronik menciptakan zona otonomi temporer, yang membebaskan para peserta dari kungkungan negara dan kekuasaan komersial. Pertunjukan di zona komersial di Yogyakarta pada derajat tertentu memperbolehkan para peserta untuk menantang dan melewati peran gender yang dibatasi oleh konservatisme negara dan komodifikasi global (Ariel Heryanto, 2012). Perempuan dalam citra masa kini telah dibebaskan dari belenggu aturan moral. Empat tokoh perempuan dalam AADC 2 mempertegasnya bahwa lantai dansa adalah milik siapapun yang ingin melantai. Batas-batas belenggu moral tampak telah ditembus oleh ruangwaktu. ‘Ora Minggir Tabrak’ secara tekstual menggambarkan hal tersebut. as a tourist destination in Yogyakarta that should be thoroughly considered. The circulated moral panic have been attacked by the market demand. In his article, “Dunia lain di Yogyakarta: Dari Jatilan hinggga Musik Elektronik” (Another World in Yogyakarta: From Jatilan to Electronic Music), Max Richter said that electronic music has created a temporary autonomous zone, which has liberated the participants from the shackles of the state and the commercial power. Performances in commercial zones in Yogyakarta, to a certain level, allow participants to challenge and go beyond the role of gender limited by the state conservatism and the global commercialization of commodity (Ariel Heryanto, 2012). Right now, the image of women has been liberated from the shackles of moral set-up. The four girls in AADC 2 have stressed that the dance floors belong to whoever wants to dance. The shackles of moral set-up seems to have been broken by space-time. ‘Ora Minggir Tabrak’ textually referred to that matter. ‘Ending’ ‘Ending’ EDM telah menjelajah dunia muda dengan berbagai bentuk sesuai dengan ruang dan waktu. Bermula dari klub dengan disko kemudian mewabah tanpa batas ke seluruh penjuru dunia. EDM sebagai sebuah budaya anak muda sangat fluid, banyak formasi berkelindan di mana hal tersebut selalu melebihi setiap upaya memetakan hadirnya. EDM sebagai budaya anak muda telah mendobrak nada dalam legitimasi kemeriahan karnaval di mana semua suara berada dalam satu irama. Tak ada ras yang lebih tinggi dari ras lain, tak ada laki dan perempuan, semua individu menyatu dalam kebersamaan. Tawa dan hirarki sosial melebur dan membaur tanpa batas dalam hentakan irama. Electronic Dance Music menawarkan perlawanan dan kebebasan. The EDM has explored the world of the young generation in various forms in line with space and time. Starting from a disco club and then spread like epidemic without borders throughout the world. As a culture of the young generation, EDM is very fluid, many formations are entwined which is beyond any efforts to map out its presence. EDM as a culture of the young generation has broken the tone in the legitimate festivity of a carnival in which all sounds are represented in one and only rhythm. There is no race higher than anothere, there is no man and woman, all persons are united in togetherness. Laughter and social hierarchy are melt in the beating of the rhythm. The Electronic Dance Music offers resistance and freedom. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK Daftar Pustaka Publications Barker, C. 2004., Cultural Studies, Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Bennet, A. 2001., Cultures of Popular Music. Open University Press. Cohen, S. 1987.,Folks Devils and Moral Panics: The Creation of the Mods and Rockers, 3rd edn. Oxford: Basil Blackwell. Danesi, M. 2008., Popular Culture: Introductory Perspectives. Rowman & Littlefield Publishers Inc. Gill, A. 1997., We can be a heroes. Mojo, 41, April: 54-80. Hebdige, D. 1987., Cut n Mix: Culture, Identity and Caribbean Music. London: Routledge. Melechi, A. 1993., The Ecstasy of Disappereance, in Redhead 1993. Readhead, S. (ed). 1993: Rave Off: Politics and Deviance in Contemporary Youth Culture. Aldershot: Avebury. Strinati, D. 2007., Popular Culture. Yogyakarta: Jejak. Barker, C. 2004. Cultural Studies, Teori dan Praktik (tans.). Yogyakarta: Kreasi Wacana. Bennet, A. 2001, Cultures of Popular Music. Open University Press. Cohen, S. 1987., Folks Devils and Moral Panics: The Creation of the Mods and Rockers, 3rd edn. Oxford: Basil Blackwell. Danesi, M. 2008., Popular Culture: Introductory Perspectives. Rowman &Liittlefield Publishers Inc. Gill, A. 1997., “We Can be Heroes”. Mojo, 41, April: 54-80. Hebdige, D. 1987., Cut n Mix: Culture, Identity and Caribbean Music. London: Routledge. Melechi, A. 1993., The Ecstacy of Disappearance, in Redhead 1993. Redhead, S. (ed). 1993., Rave Off: Politics and Deviance in Contemporary Youth Culture. Aldershot: Avebury. Strinati, D. 2007., Popular Culture. trans. Yogyakarta Jejak. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 35 TRANSFORMASI PUREDATA BERBASIS SUARA UNTUK ELECTROACOUSTIC MUSIC / PUREDATABASED SOUND TRANSFORMATION FOR ELECTROACOUSTIC MUSIC oleh / by Antonius S. Priyanto 36 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru untuk mengubah suara yang akan digunakan sebagai desain dasar untuk komposisi berbasis suara. Transformasi suara dapat didefinisikan sebagai metamorfosis timbral dalam satu peristiwa tunggal suara atau sonorous gesture. Sementara transformasi timbral bukanlah konsep baru atau fitur musik, sebagian besar telah dieksplorasi dalam karya-karya banyak komponis modern. Penggunaan berbagai teknik yang diperpanjang berperan dalam banyak komposisi, setelah tahun 1945 menunjukkan meningkatnya minat dalam mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru transformasi timbral. Perkembangan musik electroacoustic bersama dengan penemuan komputer yang lebih kuat memungkinkan komponis untuk membuat suara baru dan struktur suara sejauh imajinasi seseorang memungkinkan. Puredata adalah bahasa pemrograman visual yang dikembangkan oleh Miller Puckette di tahun 1990-an untuk menciptakan musik komputer dan multimedia The purpose of this study is to explore new possibilities of transforming sound to be used as basic design for sound-based composition. Sound transformation may be defined as a timbral metamorphosis within one single sound event or sonorous gesture. While timbral transformation is not a new concept or feature in music, it has largely been explored in the works of many modern composers. The use of various instrumental extended techniques in many compositions composed after 1945 shows growing interest in exploring new possibilities of timbral transformation. The development of electroacoustic music along with the invention of more powerful computer enables composer to create new sounds and sound structures as far as one’s imagination allows. Puredata is a visual programming language developed by Miller Puckette in the 1990s for creating interactive computer music and multimedia works. In Puredata all properties of sound can be represented into numbers and its visual PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 37 karya interaktif. Dalam puredata semua properti suara dapat direpresentasikan dalam angka dan representasi visual. Perpustakaan mengembangkan puredata objects yang membuka kemungkinan takterbatas dari kinerja dengan suara digital untuk tujuan komposisi. Proses transformasi suara suara digital dengan demikian mudah dilakukan sesuai dengan niat komponis dan imajinasi kreatif. V-Spectra adalah program berbasis puredata yang ditulis untuk mengubah suara dengan mengirimkannya melalui filter tertentu. Karakter suara tertentu setelah proses filtrasi akan ditentukan oleh jenis filter yang digunakan. V-Spectra bekerja dengan menganalisis spektrum sinyal audio tertentu, dan ‘snapshot’ sifat-sifat spektral dari sinyal audio pada titik waktu tertentu. Sifat spektral yang diambil terdiri dari daftar fundamental dan parsial dalam dua dimensi: frekuensi dan amplitudo. Informasi ‘snapshot’ ini kemudian digunakan sebagai filter dalam proses transformasi suara melalui sistem. V-Composer adalah program berbasis puredata sebagai proyek perluasan V-Spectra yang mengembangkan untuk real-time komputer komposisi interaktif. Elaborasi berbagai teknik manipulasi suara seperti: konvolusi, waktu peregangan, dengung, penjajaran suara, spasialisasi, pergeseran frekuensi, filtrasi, perulangan bahwa semua yang dilakukan dalam real time. Tantangannya adalah bagaimana membuat konstruksi bermakna suara. representation. The growing library of Puredata Objects opens up unlimited possibilities of working with digitalized sound for composition purposes. The process of sound transformation of digitalized sound can thus easily be done according to composer’s intention and creative imagination. V-Spectra is a Puredata-based program written to transform sound by sending it through certain filter. The character of certain sound after the filtration process will be determined by the kind of filter being used. V-Spectra works by analyzing the spectrum of certain audio signal, and ‘snapshot’ the spectral properties of the audio signal at certain point of time. The captured spectral properties consist of a list of fundamentals and its partials in two dimensions: frequencies and amplitude. This ‘snapshot’ information is then being used as filter in the proses of transforming sound fed through the system. V-Composer is a Puredata-based program as an expansion project of V-Spectra that was developed for realtime computer interactive composition. The elaboration of various techniques of sound manipulation such as convolution, time stretching, reverberation, sound juxtaposition, spatialization, frequency shift, filtration, looping, all being done in a real time. The challenge is how to make a meaningful construction of sound out of it. Leigh Landy, “Sound Transformations in Electroacoustic Music,” Composers Desktop Project Ltd., Accessed September 9th, 2016. http://www.composersdesktop.com/landyeam.html#TMETA 1 38 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 39 KURATORIAL KOMPONIS MUDA 2016 / CURATORIAL OF YOUNG COMPOSERS 2016 40 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK Selama bulan Juli-Agustus 2016, Dewan Kesenian Jakarta membuka kesempatan bagi komponis muda untuk menjadi bagian dari program Pekan Komponis Indonesia “Musik Eksperimental Elektronik”. Komite Musik DKJ telah mengkurasi sebanyak 60 karya musik elektronik dari 52 calon peserta yang mendaftar dan menetapkan 6 (enam) komponis muda yang tampil dalam panggung eksperimental konser. During July-August 2016, the Jakarta Arts Council opens the opportunity for young composers to become part of the Indonesian Composers Week under the theme of “Experimental Electronic Music”. The Music Committee of the Jakarta Arts Council has received 60 electronic music compositions from 52 registered participants and decided that six young composers will appear on the experimental stage concert program. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 41 PAMERAN ORGANOLOGI / ORGANOLOGI EXHIBITION 42 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK IHSANUL FIKRI ARTMOSF ORKESTRASI MEMANFAATKAN TUMBUHAN, AIR, DAN TUBUH. SUMBER BUNYI BERASAL DARI ROBOT BERBAHAN BESI YANG DIKENDALIKAN OLEH MOTOR/DINAMO. ORCHESTRATION USE THE PLANTS, WATER, AND BODY. THE SOUND SOURCE THAT A ROBOT MADE OF IRON WHICH IS CONTROLLED BY THE MOTOR / DYNAMO. LINTANG RADITYA CHAOS BOX MIX MEDIA - MODULAR SYNTHESIZER OZSA ERLANGGA COWONG SURA BAHAN DASAR BAMBU 150 CM SEBANYAK 3 BUAH, RANTING POHON KERING, KAIN TALI PENGIKAT, LASER (MAINAN), SYNTHESIZER (NOISE GENERATOR), QUAD OCS, NAND GATE OSC, KRP VIBRATOR, SYNTHESITER, TIMER OSC. THE BASIC INGREDIENTS OF BAMBOO 150 CM 3 PIECES, DRIED TREE TWIGS, FABRIC STRAP, LASER (TOYS), SYNTHESIZER (NOISE GENERATOR), QUAD OCS, NAND GATE OSC, KRP VIBRATOR, SYNTHESITER, TIMER OSC. NOVAN YOGI HERNANDO MAUPULA REKA GENTA BAHAN DASAR PLYWOOD, KAYU, KELERENG, BELL, LONCENG, SENAR, DAN KAWAT. THE BASIC INGREDIENTS OF PLYWOOD, WOOD, MARBLE, BELL, CHIMES, STRINGS AND WIRE. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 43 BIOGRAFI / BIOGRAPHIES 44 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK KOMPONIS MUDA / YOUNG COMPOSERS DYLAN AMIRIO DYLAN AMIRIO (DKI JAKARTA) – Lahir di Jakarta, 2 Februari 1992. Dylan menyelesaikan pendidikan formal Politics and International Studies di University of Melbourne, Australia (2010-2013). Saat ini Dylan bekerja sebagai jurnalis bisnis dan teknologi di The Jakarta Post. We like to disappear adalah karya komposisi Dylan yang mencoba menggambarkan keinginannya untuk menghilang, sebuah proses “menghilang” yang berasal dari keinginan, hingga perlahanlahan berangsur hilang, sampai kehilangan dan ketidakberadaan benar-benar terjadi. DYLAN AMIRIO (DKI JAKARTA) – born in Jakarta, 2 February 1992. Dylan graduated from Politics and International Studies at the University of Melbourne, Australia (2010-2013). Right now Dylan works as a journalist for The Jakarta Post, covering business and technology. We like to disappear is a composition by Dylan depicting his desire to disappear, a process of “disappearing” emanating existence are really take place. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 45 KOMPONIS MUDA / YOUNG COMPOSERS FAHMI MURSYID FAHMI MURSYID (BANDUNG, JAWA BARAT) – Lahir di Tasikmalaya, 12 Desember 1993. Fahmi adalah lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain di Institut Teknologi Nasional. Karya komposisi Fahmi, Eklektik Tropikal memiliki konsep eklektik, yaitu dengan cara menggabungkan unsur musik modern (hip hop) dan tradisional Indonesia (suling, kalimba, dan mini-gamelan). 46 FAHMI MURSYID (BANDUNG, WEST JAWA) – born in Tasikmalaya, 12 December 1993. Fahmi graduated from the Faculty of Fine Arts and Design of Institut Teknologi Nasional (National Institute of Technology). Fahmi’s work, Elektrik Tropikal comes with electric concept by way of combining modern music elements (hip hop) and Indonesian traditional music equipment (suling, kalimba, and gamelan). PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK KOMPONIS MUDA / YOUNG COMPOSERS HARRY HARYONO HARRY HARYONO (SUKABUMI, JAWA BARAT) – Lahir di Sukabumi, 11 November 1982. Harry menyelesaikan studi Pendidikan Seni Musik di Universitas Pendidikan Indonesia. Harry sempat terlibat dalam organisasi Ensemble Kyai Fatahillah dan mengikuti International Gamelan Festival Amsterdam sebagai perwakilan perkembangan komposisi gamelan di Jawa Barat (2010). Di Pojok Di Lebok merupakan karya Harry yang berlandaskan pemikiran bahwa belakangan ini ia merasa dikepung arus informasi yang datang dari berbagai arah, seperti kemunafikan orang-orang dalam mengemukakan pemikiran, tetapi memiliki standar ganda, tanpa tahu sumber berita sebenarnya. HARRY HARYONO (SUKABUMI, WEST JAWA) – born in Sukabumi, 1 November 1982. Harry completed his study at Pendidikan Seni Musik at Universitas Pendidikan Indonesia. He was involved in the organization of Ensemble Kyai Fatahillah and participated at the International Gamelan Festival Amsterdam representating the development of gamelan compositions in West Jawa (2010). Di Pojok Di Lebok (At the Corner in Lebok) is Harry’s composition based on the idea that lately he felt surrounded by the flow of information coming from various directions, including the hypocrisy of people in forwarding their ideas, their double-standardness without knowing the real source of information. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 47 KOMPONIS MUDA / YOUNG COMPOSERS HERY BUDIAWAN HERY BUDIAWAN (DKI JAKARTA) – Lahir di Jakarta, 28 Oktober 1979. Hery menempuh pendidikan Seni Musik (Mayor Gitar) di Universitas Negeri Jakarta dan Institut Seni Indonesia Surakarta Jurusan Penciptaan Karya. Saat ini Hery aktif di ansambel gitar Jakarta Enam Senar sebagai pengaba. A C & H, sebuah judul karya Hery yang menggambarkan fenomena gejala alam di Indonesia yang kerapkali memberikan berita duka. 48 HERY BUDIAWAN (DKI JAKARTA) – born in Jakarta, 28 October 1979. He studied music (guitar) at Universitas Negeri Jakarta (University of National Jakarta) and Institut Seni Indonesia Surakarta (Indonesia Arts Institute in Surakarta), with the field of study on composition. Right now Hery is active in the guitar assemble Jakarta Enam Senar as a conductor. A C & H, is a title of Hery’s work describing the phenomenon of nature in Indonesia frequently brings in miserable news. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK KOMPONIS MUDA / YOUNG COMPOSERS MUHAMMAD FADHIL WAFY MUHAMMAD FADHIL WAFY (MALANG, JAWA TIMUR) – Lahir di Malang, 25 November 1989. Wafi menyelesaikan pendidikan formal di Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang (2008-2016). Karya Wafi Escalating Wanderlust, diartikannya sebagai sebuah keinginan mengembara yang perlahan menggebu-gebu. Karya ini bercerita tentang bagaimana seseorang mulai bertanya tentang apa yang terjadi di dalam dirinya, kegelisahan yang membuatnya diam, mempertanyakan eksistensi dan jati dirinya kepada “Dia yang ada di mana-mana”, lalu memulai perjalanan mengarungi lapisan-lapisan langit. Sebuah fase meditasi berdiam diri. MUHAMMAD FADHIL WAFY (MALANG, EAST JAWA) – born in Malang, 25 November 1989. Wafi graduated from Visual Design Department, Universitas Negeri Malang or state-owned university of Malang, East Java (2008-2016). Escalating Wanderlust is the work of Wafi through which he expressed his strong desire to wander. It relates to how a person starts to ask what is happening in himself, restlessness that makes him quiet, asking about his identity to “Him who are in every where”, and starts to explore the layers of the sky. A moment of meditation. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 49 KOMPONIS MUDA / YOUNG COMPOSERS PATRICK GUNAWAN HARTONO PATRICK GUNAWAN HARTONO (LONDON, UNITED KINGDOM) – Lahir di Makassar, 23 Februari 1988. Patrick menempuh pendidikan Computer Music and Live Electronic Workshop di IRCAM (Perancis), Computer Music Courses di Institute of Sonology (Den Haag, Belanda), Bachelor of Music in Composition di Codarts University of the Arts Rotterdam, dan saat ini sedang menjalani studi Master of Music in Sonic Art di Goldsmith, University of London, United Kingdom. Noise to Signal adalah karya Patrick yang terinspirasi dari fenomena suara di balik pembuatan gamelan, seperti kebisingan dan sinyal yang dipahami dalam konteks konseptual, sebagai perjalanan suara dari gamelan yang masih sepiring logam, hingga pada akhirnya menghasilkan nada yang unik, kaya, dan kompleks harmonik. 50 PATRICK GUNAWAN HARTONO (LONDON, UNITED KINGDOM) – born in Makassar, 23 Fabruary 1988. Patrick studied Computer Music and Live Electronic Workshop in IRCAM (French), Computer Music Courses at Institute of Sonology (Den Haag, the Netherlands), and earned a Bachelor of Music in Composition at Codarts University of the Arts Rotterdam. At the moment he is comleting a Master of Music in Sonic Art at Goldsmith, University of London, UK. Noise to Signal is Patrick’s work inspired by sound phenomenon of gamelan-making process, such as the noise and signal he understood as a conceptual context, as part of the traveling path of the sound of gamelan which is still in the form of a piece of metal, until it produces unique and rich tones with harmonic complexity. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK PAMER AN ORGANOLOGI / E XHIBITION OF ORGANOLOGY IHSANUL FIKRI IHSANUL FIKRI (MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN) - Lahir di Muara Enim, 12 November 1982. Ihsanul lulusan STKIP PGRI Jombang. Artmosf adalah nama alat musik buatan Ihsanul yang berasal dari kata art (seni) dan mosf (kependekan dari kata ‘atmosfer’) yang diartikan sebagai ‘suasana’. Sehingga Artmosf diumpakan sebagai seni yang membangun suasana dengan bunyi. Karya ini memanfaatkan tumbuhan, air, dan tubuh sebagai orkestrasi. Robot sebagai sumber bunyi berbahan besi dengan pengendali robot menggunakan motor/dynamo. Dalam pembuatannya di bulan November 2013, alat musik ini mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan komposisi. IHSANUL FIKRI (MUARA ENIM, SOUTH SUMATRA) born in Muara Enim, 12 November 1982. Ihsanul is a graduate of STKIP PGRI Jombang - a teacher academy in Jombang, East Java. Artmosf is the name of a musical instrument he made. Art is derived from ‘art’ and mosf is a short of ‘atmosphere’ which referred to ‘situation’. Artmosft is understood as an art that creates an atmosphere using sounds. This work makes use of plants, water, and the body as orchestration. A Robot, the source of the sounds, is made of iron with the robot controller uses a motor/dynamo. During its production in November 2013, this musical instrument underwent several times of changes in form and its composition. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 51 PAMER AN ORGANOLOGI / E XHIBITION OF ORGANOLOGY LINTANG RADITYA LINTANG RADITYA (YOGYAKARTA) - Lahir di Yogyakarta, 18 Januari 1981. Lintang menempuh pendidikan formal di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Karya yang dipamerkannya adalah Chaos Box. Chaos adalah sistem yang sangat berubah-ubah atau dinamis, sangat sensitif dari nilai awalannya dan mustahil untuk diprediksi hasil atau kemungkinan selanjutnya. Teori yang cukup menarik untuk bisa diwujudkan menjadi sebuah synth. Segi menariknya adalah karena Lintang hidup di Indonesia yang selalu memiliki chaos. Chaos karena listrik yang tidak stabil, dan chaos karena susah mendapatkan komponen yang bagus. Sehingga hal ini menerbitkan tanya mengenai bagaimana jika semua bentuk chaos ini diwujudkan dalam sebuah synth. 52 LINTANG RADITYA (YOGYAKARTA) - Born in Yogyakarta, 18 January 1981. Lintang studied at Institut Seni Indonesia Yogyakarta. His work for this exhibition is Chaos Box. Chaos is a system which is very sensitive and easily changing. It is an interesting theory that could be transformed into synth. It is interesting since Lintang lives in Indonesia which frequently has to cope with chaos. Chaos due to unstable electric supply, as well as chaos due to difficulty to find good components. The question is how all forms of chaos to be materialized. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK PAMER AN ORGANOLOGI / E XHIBITION OF ORGANOLOGY NOVAN YOGI HERNANDO MAUPULA NOVAN YOGI HERNANDO MAUPULA (YOGYAKARTA) – Lahir di Purwakarta, 30 November 1993. Saat ini Novan tercatat sebagai mahasiswa di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Reka Genta adalah konsep instalasi yang menggunakan prinsip gravitasi yaitu sebuah kelereng yang menjadi media pemukul bell, pegas, lonceng, senar, dan beberapa potongan besi yang tersusun sehingga menghasilkan bunyi. Sirkulasi kelereng dirancang secara otomatis melalui proses mekanik menggunakan pompa yang digerakan oleh sebuah motor DC, sehingga kelereng dapat bergerak secara kontinu dalam sebuah frame. NOVAN YOGI HERNANDO MAUPULA (YOGYAKARTA) – born in Purwakarta, 30 November 1993. At the moment Novi is a student of Institut Seni Indonnesia Yogyakarta (Indonesia Arts Institute of Yogyakarta). Reka Genta is a concept of installation using the principle of gravitation; in this case marbles being used as a medium to knock bell, spring, string, and several pieces of iron arranged in such a way in order to produce sounds. The circulation of the marbles automatically is designed through mechanic process using a pump moved by a DC motor so that the marbles will ceaselessly move inside a frame. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 53 PAMER AN ORGANOLOGI / E XHIBITION OF ORGANOLOGY OZSA ERLANGGA OZSA ERLANGGA (BANYUMAS, JAWA TENGAH) - Lahir di Banyumas, 4 Maret 1984. Ozsa lulusan SMK YPT Purbalingga I dan saat ini bekerja sebagai desainer grafis di Jalal Kreatif. Alat musik Cowong Sura adalah instalasi yang mengambil bentuk tubuh. Cowong (boneka) diambil dari jenis ritual meminta hujan masyarakat Banyumas dan dikombinasikan dengan beberapa perangkat alat musik berbasis synthesizer mandiri. Dalam masing-masing boneka cowong diletakan sensor cahaya yang terkoneksi dengan gerak tubuh, sehingga menimbulkan bunyi sesuai jenis synth. Pada masing-masing boneka cowong diletakan sensor cahaya yang terkoneksi dengan gerak tubuh sehingga menimbulkan bunyi sesuai jenis Synth. Sura atau Suro dianggap keramat dan memiliki banyak pandangan bagi masyarakat Jawa. Sura dipilih untuk berbagai kegiatan, seperti workshop atau membuat instrumen berbasis synthesizer. Ritual cowong atau cowong-an di Banyumas masih dianggap tabu, karena itu Ozsa mencoba menerapkan Cowong dalam kemasan instalasi, sebagai hiburan semata sekaligus sebagai identitas Banyumas. 54 OZSA ERLANGGA (BANYUMAS, CENTRAL JAWA) - Born in Banyumas, 4 March 1984. Ozsa graduated from SMK YPT Purbalingga I (a vocational high school) and right now works as graphic designer at Jalal Kreatif. His Cowong Sura ia an installation taking the shape of a body. Cowong (doll) is originated from a ritual of expecting rains in Banyumas area combined with several musical instruments based on synthesizer. Every cowong doll is attached with a sensor connected to the body. Sura or Suro is considered sacred by the Javanese people. Sura is used for many activities, such as workshop or making synthesizer-based instruments. Cowong ritual or cowong-an in Banyumas is still considered a taboo, that is why Ozsa presents Cowong in the form of installation, just as an entertainment as well as an identity of Banyumas, a small town in Central-West Java. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK P ENGIS I AC A R A TA MU / GUE S T CON T RIBU T OR S ANTONIUS PRIYANTO ANTONIUS PRIYANTO – Komponis, konduktor, dan dosen pengajar bidang musik. Antonius menempuh pendidikan formal di di Institut Pastoral Indonesia (IPI-Malang); Bachelor of Church Music di Institute for Liturgy & Music Quezon City, the Phillippines; dan Master of Music (Composition) di University of The Philippines. Antonius adalah pendiri sekaligus Direktur Lippo Karawaci Community Choir & Orchestra (2006-2009). Di Universitas Pelita Harapan, ia menjabat sebagai Koordinator Program Studi Komposisi (2007-2013), Kepala Departemen (2011-sekarang), dan Dekan Conservatory of Music (2012-sekarang). ANTONIUS PRIYANTO – Composer, conductor, and music lecturer. Antonius studied at Institut Pastoral Indonesia (IPI-Malang); Bachelor of Church Music at Institut for Liturgy & Music Quezon City, Philipina; and Master of Music (Composition) at University of the Philippines. He is the founder-cum-Director of Lippo Karawachi Community Choir & Orchestra (20062009). At Universitas Pelita Harapan he is a coordinator of composition study program. Head of the Deparment (2011 till now), and Dean of Conservatory of Music (2012- now). PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 55 P ENGIS I AC A R A TA MU / GUE S T CON T RIBU T OR S CITRA ARYANDARI CITRA ARYANDARI – Musikolog, Peneliti (Citra Research Center), Produser Film Independen, dan dosen pengajar di Program Studi Etnomusikologi, Institut Seni Indonesia Yogyakarta sejak tahun 2006, serta pengajar tamu di Arts Departement of Art, Religion and Cultural Studies University of Amsterdam (2014 hingga sekarang). Citra berlatar belakang pendidikan formal di Jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta, Magister Program Studi Psikologi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, serta Doktoral Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas Gadjah Mada. Pendidikan nonformal Citra ditempuhnya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk Ilmu Religi dan Budaya, serta Sandwich Program di Aberdeen University United Kingdom, School of Divinity, History, and Philosophy. 56 CITRA ARYANDARI - Musicologist, Researcher (Citra Research Center), independent film producer, and lecturer at Ethnomusicoloy, Institut Seni Indonesia Yogyakarta (Indonesia’s Arts Institute of Yogyakarta) since 2006, visiting lecturer at the Department of Art, Religion and Cultural Studies University of Amsterdam (2014 until now). Citra studied at Jurusan EtnomusikoIogi ISI Yogyakarta, earned an Master in Pscycholgy of Education from at private Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, and a Ph.D in Performing Arts Studies and Fine Art from Universitas Gadjah Mada, Yogykarta. She also studied at Universitas Sanata Dharma Yogyakarta on Religious and Cultural Studies and sandwich Program in Aberdeen University, UK, of School of Divinity, History, and Philosophy. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK P ENGIS I AC A R A TA MU / GUE S T CON T RIBU T OR S NYAK INA “UBIET” RASEUKI NYAK INA “UBIET” RASEUKI – Musisi Indonesia yang menamatkan pendidikan di Jurusan Musik-Vokal Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Master Etnomusikologi dari Universitas Wisconsin, Madison, dan Ph.D dalam Etnomusikologi dari universitas yang sama dengan tesis Seudati in Acehnese Tradition: A Premiliminary Study (2009). Sejak tahun 1993 hingga sekarang, Ubiet mengajar di Sekolah Pascasarjana IKJ. Ubiet pernah menjadi Sekretaris Jenderal Pendidikan Seni Nusantara (2002-2006) dan anggota Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta (2006-2009). NYAK INA “UBIET” RASEUKI – Indonesian musician graduated from Jakarta Institute of the Arts (IKJ), earned a Master in Etnomusicology from Wisconsin University, Madison, and Ph.D in ethnomusicology from the same university with the thesis of Seudati in Acehnese Tradition: A Preliminary Study (2009). Since 1993 till now, Ubiet is a lecturer at the Postgraduate Studies at IKJ. She has been in the position of Sekretary of General of Nusantara Educational Art (20022006) and a member of Music Committee of the Jakarta Arts Council (2006-2009). PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 57 KONSEPTOR / THE CONCEPTORS ANTO HOED ANTO HOED – Komponis dan penata musik Indonesia yang menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Institut Kesenian Jakarta. Tahun 1990, Anto meraih prestasi Best Bass Player versi BEX Yamaha. Tahun 1995, Anto mendirikan grup band Potret bersama Melly Goeslaw dan aktif berkarya hingga saat ini. Anto meraih sejumlah penghargaan, sebagai Artis Interprestasi Terbaik (Grand Final Karya Cipta Viseo Musik Indonesia) di Video Klip “Diam”, Penyanyi Duo/Group (Potret) Terbaik Kategori Alternatif Ska dari AMI, Album “Café Potret” Terbaik Kategori Alternatif Ska dari AMI, dan The Best Scene (Potret) Video Music MTV – ANTV - semua di tahun 1999. Anto juga meraih penghargaan sebagai Penata Musik Terbaik untuk album OST. Ada Apa dengan Cinta? (2004) dan OST. Eiffel I’m in Love (2005) dari Festival Film Indonesia, serta OST. My Heart (2007) dari Indonesian Movie Award dan Bali Movie Award. Anto terpilih sebagai Ketua Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta untuk periode pengurusan 2015-2018. 58 ANTO HOED – Indonesian composer and music arranger studied at Fakultas Hukum Universitas Indonesia and Jakarta Institute of the Arts (IKJ). In 1990, Anto gained an award of the Best Bass Player versi BEX Yamaha. In 1995, he established the band Potret together with Melly Goeslaw and actively produces works up till now. He received a number of awards including the Best Artist for Interpretation (Grand Final, Indonesia Music Video) for Video Clip “Diam”, (Quiet), . Best Duo/Group (Potret) for Alternative Category (Ska) from AMI, Best Album “Café Potret” for Ska Alternative from AMI, and The Best Scene (Potret) Video Music MTV – ANTV, all in 1999. Anto also gained an award as The Best Music Arranger for albums of OST. Ada Apa dengan Cinta? (2004) and OST. Eifel I’m in Love (2005) from Indonesia’s Film Festival, and OST. My Heart (2007) from the Indonesian Movie Award and Bali Movie Award. He was selected as the Chairman of the Music Committee of the Jakarta Arts Council for the period of 2015-2018. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK KONSEPTOR / THE CONCEPTORS ANUSIRWAN ANUSIRWAN - Komponis yang berkonsentrasi pada perkembangan musik tradisi Indonesia. Pendidikan formal ditempuhnya dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali dan Program Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Sejak tahun 1997 aktif sebagai dosen pengajar di Program Studi Etnomusikologi IKJ. Sepanjang perjalanan kariernya di bidang musik, ia sempat bergabung dengan beberapa komunitas tari di Jakarta, seperti Dedy Luthan Dance Company, Liga Tari Mahasiswa UI, hingga menjadi penata musik Pos Indonesia Dance Company yang dipimpin oleh Tom Ibnur, serta mendirikan komunitas Altajaru. Tahun 1996 dan 1997, Anusirwan mendapat penghargaan sebagai penata musik terbaik dalam Parade Tari Nusantara di Taman Mini Indonesia Indah. Anusirwan terpilih sebagai Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta periode 2015-2018 sebagai Sekretaris Komite Musik. ANUSIRWAN – Composer who focuses on the development of the Indonesian traditional music. He studied at the Indonesia’s Arts Institute (ISI), Denpasar, Bali and Postgraduate Program of the Jakata Institute of the Arts (IKJ). Since 1997 he has been an active lecturer at Etnomusicology atIKJ. Along his career in music he has also joined several dance communities in Jakarta, including Dedy Luthan Dance Company, The UI Dance League, and as the musical director of Pos Indonesia Dance Company led by choreographer Tom Ibnur, and founded Altajaru community. In 1996 and 1997, Anusirwan received an award as the best music director in Parade Musik Nusantara at Taman Mini Indonesia Indah. He was selected to the membership of the Music Committee of the Jakarta Arts Council for the period of 2015-2018 and became the Secretary of the Committee. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 59 KONSEPTOR / THE CONCEPTORS AKSAN SJUMAN AKSAN SJUMAN – Komponis lulusan Folkwang Hochschule Essen, Jerman yang dikenal sebagai musisi alat musik tabuh. Aksan tergabung dalam grup band Dewa 19 (1995-1998), Potret (2001-sekarang), dan membentuk band yang berisi karya musik eksperimentalnya dengan nama Aksan Sjuman & The Committee of The Fest (2014-sekarang). Sejak tahun 2006, Aksan meluaskan kariernya sebagai film scorer dan memperoleh beberapa penghargaan untuk film Laskar Pelangi, Belenggu, dan Sokola Rimba. Aksan juga membuat komposisi dan aransemen musik untuk Krativitaet Dance Company Indonesia dan Ballet Sumber Cipta. Tahun 2010, Aksan turut berkontribusi dalam bidang pendidikan musik Indonesia dengan mendirikan Sjuman Music of School dan berkonsentrasi membuat alat musik dengan merek Sjuman Instruments yang diluncurkan sejak tahun 2015. Aksan terpilih sebagai Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta periode 2015-2018 sebagai CoBidang Program Pengurus Harian. 60 AKSAN SJUMAN – Composer and percussion musician graduated from Folkwang Hochschule Essen, Germany. Aksan joined the band Dewa 19 (1995-1998), Potret (2001 until now), and established a band in which his experimental music was included with the name of Aksan Sjuman & The Committee of The Fest (2014 until now). Since 2006 Aksan developed his career in the field of film working as a film scorer and has received a number of awards or his works in film entitled Laskar Pelangi, Belenggu, and Sokola Rimba. He also composed and arranged music for Krativitaet Dance Company Indonesia and Ballet Sumber Cipta. In 2010, he contributed his talent in music education by establishing Sjuman Music of School and concentrated on producing musical instruments with the trademark of Sjuman Instruments launched since 2015. Aksan was selected as a member of Music Committee of the Jakarta Arts Council for the period of 2015-2018. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK KONSEPTOR / THE CONCEPTORS OTTO SIDHARTA OTTO SIDHARTA – Komponis yang juga aktif sebagai dosen pengajar di Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta dan Universitas Pelita Harapan. Otto menempuh pendidikan di Institut Kesenian Jakarta, menerima beasiswa “Komposisi Instrumental, Musik Elektronik, dan Musik Komputer” di Sweelinck Conservatorium Amsterdam, Belanda, dan menyelesaikan pendidikan doktoral di Institut Seni Indonesia Surakarta. Dengan variasi karyanya yang beragam dari instrumental, orkestra, hingga musik elektronik dan komputer, Otto kerapkali menggelar pertunjukan di berbagai negara, menjadi penyelenggara festival musik, serta memimpin Orkes Simfoni Nusantara. Otto bersama Slamet Abdul Sjukur menjadi salah satu pendiri Asosiasi Komponis Indonesia. Atas dedikasinya dalam bidang musik, Otto terpilih sebagai Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta periode 2015-2018. OTTO SIDHARTA – Composer and active as a lecturer at the Postgraduate Program of IKJ and Universitas Pelita Harapan. Otto studied at IKJ and then on scholarship of “Instrumental Composition, Electronic Music and Contemporary Music at Sweelinck Conservatorium Amsterdam, the Netherlands, and completed his doctoral study at ISI Surakarta. With his variety of works from instrumental, orchestra, and electronic and computer music, Otto has frequently organized performances in several countries, organizer of music festivals, and led Orkes Simfoni Nusantara. Together with the late composer Slamet Abdul Sjukur he established the Association of Indonesian Composers. Based on his dedication in music he was selected as a member of Music Committee of the Jakarta Arts Council for the period of 2015-2018. PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 61 KERABAT KERJA / THE CREW PENANGGUNG JAWAB / PERSONS IN CHARGE DEWAN KESENIAN JAKARTA 2015-2018 / JAKARTA ARTS COUNCIL 2015-2018 PENGURUS HARIAN / ORGANIZING COMMITTEE IRAWAN KARSENO (KETUA PENGURUS HARIAN / CHAIRMAN) DANTON SIHOMBING (SEKRETARIS UMUM / GENERAL SECRETARY) AINI SANI HUTASOIT (KETUA BIDANG ADMINISTASI DAN KEUANGAN / HEAD OF ADMINISTRATION AND FINANCE) HAFIZ (KETUA BIDANG UMUM / HEAD OF GENERAL AFFAIR) HELLY MINARTI - AKSAN SJUMAN (CO-BIDANG PROGRAM) KONSEPTOR – KOMITE MUSIK / CONCEPTORS – MUSIC COMMITTEE ANTO HOED, ANUSIRWAN, OTTO SIDHARTA, AKSAN SJUMAN TIM TEKNIS / TECHNICAL TEAM KOORDINATOR PAMERAN / COORDINATOR OF EXHIBITION ANDIKE WIDYANINGRUM KRU PAMERAN / CREW OF EXHIBITION RIZKI PONGA MANAJER PANGGUNG / STAGE MANAGER IRWAN SETYADI KRU PANGGUNG / CREW OF STAGE APRY WIBOWO - DANANG TOGARMAN - DICKY – FARAS ANASE - MAMET - NOVAN TRIJAYA SERI PUTRA - RICHARD HAMDAM PUBLIKASI / PUBLICATION PAMERAN ORGANOLOGI / ORGANOLOGI EXHIBITION PEMBUAT ALAT MUSIK / MUSICAL INSTRUMENTAL MAKERS LINTANG RADITYA, NOVAN YOGI HERNANDO MAUPULA, OZSA ERLANGGA, IHSANUL FIKRI DISKUSI MEJA BUNDAR MUSIK / ROUNDTABLE DISCUSSION PEMBICARA / SPEAKERS CITRA ARYANDARI, OTTO SIDHARTA FASILITATOR / FACILITATOR AKSAN SJUMAN PEMASARAN / MARKETING ANGGARA SUDIARIANTA SUBOWO HUMAS / PUBLIC RELATION DITA KURNIA DESAINER GRAFIS / GRAPHIC DESIGNER RIOSADJA PEMANDU TAMU / LIASSON OFFICER SERLEY BANOWATI, WINDA ANGGRIANI, STELLA PELUPESSY PENERIMA TAMU / RECEPTION DESK SHINTA MAULITA, ANNISA HERLIN ANETASYA NOTULIS / SCRIBES WA ODE WULAN RATNA GERAI BUKU / BOOK STAND NADIA OKTAVIANI MASTERCLASS RUNNER & USHER ADJI, AGUNG MUHAMMAD FATWA, LEO LAWONO PEMATERI / LECTURE ANTONIUS PRIYANTO KOMPONIS / COMPOSERS DYLAN AMIRIO, FAHMI MURSYID, HARRY HARYONO, HERY BUDIAWAN, MUHAMMAD FADHIL WAFY, PATRICK GUNAWAN HARTONO DOKUMENTASI / DOCUMENTATION FOTOGRAFER / PHOTOGRAPHER EVA TOBING GUEST CONTRIBUTORS VIDEOGRAFER / VIDEOGRAPHER JOEL TAHER KOMPONIS PAKAR / EXPERT COMPOSER OTTO SIDHARTA LOGISTIK / LOGISTIC PESUARA / VOCAL NYAK INA “UBIET” RASEUKI KONSUMSI / MEALS COORDINATORS SERLEY BANOWATI, TRISUCI MEILAWATI, META DEWI, ANDRI PEMBAWA ACARA / MASTER OF CEREMONY ANITA DEWI PUSPITA HUTASUHUT OFFICE BOY JULIANSYAH, SYAIFUL ANWAR, JAELANI, DEDI GUNAWAN PROGRAM KEAMANAN / SECURITY PURBOYO, TRIYANTO PELAKSANA PROGRAM / PROGRAM OFFICER WINDA ANGGRIANI PELAKSANA PROYEK / PROJECT OFFICER STELLA PELUPESSY MANAJER KEUANGAN / HEAD OF FINANCE TRISUCI MEILAWATI 62 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK UCAPAN TERIMA KASIH / ACKNOWLEDGEMENTS PEMERINTAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA / THE JAKARTA MUNICIPALITY DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA / DEPARTMENT OF TOURISM AND CULTURE OF JAKARTA MUNICIPALITY UNIT PENGELOLA PUSAT KESENIAN JAKARTA, TAMAN ISMAIL MARZUKI / THE UP JAKARTA ARTS CENTRE, TAMAN ISMAIL MARZUKI RUMAH KARYA SJUMAN SUMBER RIA SOUND ALEX SIHAR SELURUH KERABAT YANG TELAH MEMBANTU TERSELENGGARANYA PROGRAM INI, YANG TIDAK DAPAT KAMI SEBUTKAN SATU PER SATU / COUNTLESS FRIENDS AND COLLEAGUES WHO CONTRIBUTE INTO THIS PROGRAM PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK 63 JADWAL ACARA / EVENT SCHDULE PEKAN KOMPONIS INDONESIA 2016 “MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK” / INDONESIA COMPOSERS WEEK 2016 “MUSIC EXPERIMENTAL ELECTRONIC” TEATER KECIL, TAMAN ISMAIL MARZUKI SENIN, 3 OKTOBER 2016 / MONDAY, OCTOBER 3TH, 2016 15:00 WIB KONFERENSI PERS / PRESS CONFERENCE 19:30 WIB PAMERAN ORGANOLOGI / EXHIBITION OF ORGANOLOGY IHSANUL FIKRI (MUARA ENIM) - LINTANG RADITYA (YOGYAKARTA) KONSER / CONCERT FAHMI MURSYID (BANDUNG) - HERY BUDIAWAN (JAKARTA) - HARRY HARYONO (SUKABUMI) SELASA, 4 OKTOBER 2016 / TUESDAY, OCTOBER 4TH, 2016 19:30 WIB PAMERAN ORGANOLOGI / EXHIBITION OF ORGANOLOGY NOVAN YOGI HERNANDO MAUPULA (PURWAKARTA) - OZSA ERLANGGA (BANYUMAS) KONSER / CONCERT DYLAN AMIRIO (JAKARTA) - PATRICK GUNAWAN HARTONO (LONDON, UK) - MUHAMMAD FADHIL WAFY (MALANG) OTTO SIDHARTA & NYAK INA “UBIET” RASEUKI RABU, 5 OKTOBER 2016 / WEDNESDAY, OCTOBER 5 TH, 2016 15:00 WIB MASTERCLASS ANTONIUS PRIYANTO (KOMPONIS) 19:30 WIB MEJA BUNDAR MUSIK / ROUNDTABLE MUSIC DISKUSI “MUSIK ELEKTRONIK” / DISCUSSION “ELECTRONIC MUSIC” PEMBICARA / SPEAKERS: OTTO SIDHARTA (KOMPONIS / KOMPOSER) CITRA ARYANDARI (MUSIKOLOG) FASILITATOR / FACILITATOR: AKSAN SJUMAN (KOMPONIS / COMPOSER) 64 PEKAN KOMPONIS INDONESIA: MUSIK EKSPERIMENTAL ELEKTRONIK DIDUKUNG OLEH / SUPPORTED BY REKANAN MEDIA / MEDIA PARTNER