PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID

advertisement
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA
HIBRID ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO
TAOFIK JASA LESMANA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ABSTRACT
TAOFIK JASA LESMANA. Fabrication and Characterization of
ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ Hybrid Solar Cell. Under Direction of
AKHIRUDDIN MADDU and IRMANSYAH.
The ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO hybrid solar cells have been
prepared. CdS and PANI is deposited onto indium-tin oxide (ITO) by
chemical bath deposition (CBD) and casting method, respectively, followed
by sandwiched of Chlorophyll between CdS and PANI layers. Chlorophyll
used are complexes of copper with chlorophyll. The concentration of copper
in chlorophyll are 50 ppm, 100 ppm and 150 ppm. PANI is doped with HCl.
The various concentration of HCl are 1 M, 2 M and 3 M. The cell
photovoltaic characteristic, especially current-voltage curve, suggest the
presence of barrier Schottky at CdS/Chlorophyll interface. Various
photovoltaic parameters of cells obtained by light illumination. The highest
maximum open circuit voltage (Voc) is 0.494 mV. This Voc is owned by
ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 100 ppm copper concentration in
chlorophyll and 3 M HCl concentration in PANI. The lowest maximum
open circuit voltage (Voc) is 0.294 mV. This Voc is owned by
ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 150 ppm copper concentration in
chlorophyll and 2 M HCl concentration in PANI. The measurement at nine
cells, indicate that ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 150 ppm
copper concentration in chlorophyll and 3 M HCl concentration in PANI
having good performance showed by height ff value (0.27) and consistent
data at all measurements. The overall results showed there are inconsistent
donor concentration of PANI to open circuit voltage (Voc), especially for
ITO/CdS/Chlorophyll-100/PANI/ITO cell. The inconsistent presence is due
to uncontrolled Chlorophyll layer between CdS and PANI.
Keywords: solar cell, Chlorophyll photovoltaic, Chlorophyll, PANI
RINGKASAN
TAOFIK JASA LESMANA. Pembuatan dan Karakterisasi Sel Surya Hibrid
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU
Dan IRMANSYAH.
Klorofil dapat dijadikan bahan pembuatan sel surya organik. Selain
sebagai antena penangkap cahaya, klorofil juga memiliki sifat
semikonduktif terhadap listrik, sehingga klorofil digolongkan sebagai
material semikonduktor organik. Pembawa mayoritas pada klorofil adalah
hole, sehingga klorofil termasuk semikonduktor tipe-p. Dengan membuat
persambungan (junction) antara klorofil dengan material semikonduktor
tipe- n, dimungkinkan akan timbul beda potensial dan aliran arus yang dapat
dimanfaatkan untuk aplikasi sel surya.
Klorofil sebagai bahan alami, sangat mudah terdegradasi dan
teroksidasi oleh lingkungan. Adanya pengaruh ini dapat menurunkan kinerja
dari sel surya. Oleh karena itu penelitian dalam meningkatkan ketahanan
bahan organik khususnya klorofil untuk pembuatan sel surya sangat
diperlukan.
Pengukuran tegangan dan arus listrik sel merupakan parameter
penting dalam melihat apakah sel surya yang dibuat layak dipakai atau
tidak. Parameter lain yang sangat penting dalam melihat kinerja sel surya
adalah nilai fill factor (ff). Nilai ff ini merupakan perbandingan antara daya
maksimum pada rangkaian luar terhadap daya tegangan (daya potensial).
Struktur sel surya yang dibuat terdiri dari lapisan ITO/CdS/
klorofil/ITO dan ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO. Klorofil yang dipakai
merupakan hasil modifikasi, yaitu dengan mengganti lagam Mg pada pusat
cincin porpirin dengan lagam Cu. Penggantian ini diharapkan dapat
meningkatkan ketahanan dan kestabilan klorofil. Klorofil pada sel ini
berfungsi sebagai donor elektron, sedangkan film CdS sebagai akseptor
elektron. CdS merupakan semikonduktor tipe-n. Penambahan lapisan PANI
(polyaniline) dengan konsentrasi doping (HCl) 1 M, 2 M dan 3M antara
lapisan klorofil dengan ITO bertujuan untuk meningkatkan mobilitas
muatan dan menurunkan energi penghalang antara lapisan klorofil dengan
ITO.
Berdasarkan kurva arus (I)-tegangan (V) diketahui bahwa klorofil
memiliki sifat fotovoltaik yang lebih dominan dibandingkan dengan sifat
fotokonduktif. Hal ini diperlihatkan dari distribusi arus-tegangan pada kurva
I-V yang tidak linier dan tidak simetrik. Hasil karakterisasi optik, XRD dan
SEM menunjukkan bahwa CdS telah terbentuk di atas kaca berlapis ITO
(TCO) dengan energi gap sebesar 0.23 eV.
Pengukuran parameter fotovoltaik terhadap sel ITO/CdS/Klorofil/ITO
dan ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO menunjukkan bahwa sel dengan struktur
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO memiliki nilai parameter fotovoltaik yang
lebih besar. Pemakaian konsentrasi donor H+ pada PANI yang besar akan
meningkatkan nilai rapat arus sel. Selain ditentukan oleh konsentrasi donor
H+ pada PANI, nilai rapat arus juga ditentukan oleh besarnya konsentrasi
Cu yang menggantikan Mg pada klorofil. Semakin besar konsentrasi Cu
yang di pakai, maka semakin besar pula nilai rapat arus sel.
Kata kunci: sel surya, sifat fotovoltaik klorofil, klorofil, PANI
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA
HBRID ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO
TAOFIK JASA LESMANA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis : Pembuatan dan Karakterisasi
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO
Nama
: Taofik Jasa Lesmana
NIM
: G751070081
Sel
Surya
Hibrid
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M. Si
Ketua
Dr. Ir. Irmansyah, M.Si
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Biofisika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, MSi
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian:
Tanggal Ujian:
PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 ini adalah
pembuatan dan karakterisasi sel surya ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu
dan Bapak Dr. Irmansyah selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Nurdin yang
telah membantu penyediaan bahan. Disamping itu, penghargaan penulis
juga samapaikan kepada Bapak Dr. Irzaman, Bapak Setyanto Tri Wahyudi,
M.Si, Bapak Jajang Juansah, M.Si yang telah membantu dalam penelitian.
Ungkapan terima kasih juga penulis samapaikan kepada ayah (Bapak Ende
Sukandi), Ibu (Ibu Ida Hidayah), Adik (Dini Andini N) serta seluruh
keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya sekaligus menjadi sumber
inspirasi dan penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah
ini. Apresiasi yang besar juga penulis sampaikan terutama kepada calon istri
karena virtual motivation-nya, rekan S2 dan S1 seperjuangan yang telah
menjadi motivator bagi penulis baik langsung atau pun tidak langsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Taofik Jasa Lesmana
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 Nopember 1984 dari
ayah Ende Sukandi dan ibu Ida Hidayah. Penulis merupakan putra pertama
dari dua bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari Departemen Fisika Institut Pertanian
Bogor dan di tahun yang sama penulis masuk program magister sain dengan
mayor Biofisika. Penulis masuk mayor Biofisika dengan bantuan beasiswa
unggulan DIKTI.
Selama kuliah penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa
Muslim Pasca Sarjana IPB (HIMMPAS) di bagian departemen komunikasi,
selain itu juga sebagai asisten fisika dan pengajar fisika.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................... 1
Perumusan Masalah ........................................................................... 2
Tujuan ................................................................................................ 2
Hipotesis ............................................................................................ 2
TINJAUAN PUSATAKA
Bahan Semikonduktor ....................................................................... 3
Sel Surya .......................................................................................... 10
Sel Surya Organik ............................................................................ 16
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 26
Alat dan Bahan ................................................................................ 26
Metode Pembuatan dan Karakterisasi ............................................. 26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Optik dan Listrik Kompleks Klorofil-Cu .................. 30
Karakteristik CdS ............................................................................ 32
Karakteristik Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil/ /ITO .......................... 37
Pengaruh Konsentrasi Donor H+ pada PANI
Terhadap Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ................................... 40
Pengaruh Konsentrasi Cu di dalam Klorofil
pada Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ........................................... 54
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 59
LAMPIRAN ................................................................................................ 62
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/ITO ................................................ 29
2 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ...................................... 29
3 Pergeseran panjang gelombang pita absorpsi kompleks klorofil-Cu ..... 31
4 Konstanta waktu sel A1, A2 dan A3 ..................................................... 44
5 Konstanta waktu sel B1, B2 dan B3 ...................................................... 50
6 Konstanta waktu sel C1, C2 dan C3 ...................................................... 53
7 Parameter fotovoltaik sel ....................................................................... 54
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kenaikan konsentrasi gas CO2 di atmosfer .............................................. 1
2 Pita-pita energi logam, semikonduktor dan insulator ............................... 4
3 Pita energi semikonduktor......................................................................... 4
4 Pita energi semikonduktor intrinsik .......................................................... 5
5 Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi
lima menggantikan posisi salah satu atom silikon dan struktur
pita energi semikonduktor tipe-n............................................................... 6
6 Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor
valensi tiga menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b)
Struktur pita energi semikonduktor tipe-p................................................ 7
7 Absorpsi film CdS (a) deposisi pada suhu ruang selama 24 jam,
(b) suhu 356 K selama 20 menit (c) pada suhu 537 K ............................. 9
8 (A) Pola XRD film CdS (a) deposisi suhu 300 K, (b) aneling suhu 523 K.
(B) Pita absorbsi film CdS (a) deposisi suhu 300 K
(b) aneling suhu 523 K ............................................................................. 9
9 Proses pembentukan p-n junction, (-) ion akseptor, (○) hole.
(+) ion donor, (●) elektron ...................................................................... 11
10 Pita energi saat keseimbangan termal ..................................................... 11
11 pita energi saat dibias maju dan pita energi saat dibias mundur ............. 13
12 Aliran muatan pembawa persambungan p-n saat disinari
cahaya dalam rangkaian tertutup ............................................................ 13
13 Pita energi p-n junction saat disinari cahaya, short-circuited
dan open-circuited current ..................................................................... 14
14 Kurva karakteristik arus-tegangan saat gelap dan disinari cahaya......... 15
15 Level energi molekul.............................................................................. 17
16 Level energi molekul konjugat-π (eksitasi elektron dari
orbital π ke π*) ...................................................................................... 17
17 Struktur klorofil a dan klorofil b ............................................................ 18
18 Pita absorpsi klorofil a dan klorofil b .................................................... 18
19 Karakteristik I-V sel Al/mikrokristal klorofil a/Hg .............................. 19
20 Karakteristik I-V sel Al/klorofil a/Ag ................................................... 20
21 Skema penambahan dan tanpa penambahan doping pada polianilin .... 21
22 Diagram tipe Schottky (homojunction) dan sel surya organik
heterojunction ....................................................................................... 22
23 Diagram pita energi donor-akseptor sel surya heterojunction dan
Pemisahan eksiton ................................................................................ 22
24 Pembentukan dan pemisahan eksiton menjadi hole dan elektron ........ 23
25 Kurva karakteristik arus-tegangan, Isc dan Voc ..................................... 25
26 Absorpsi kompleks klorofil Cu-0, Cu-50, Cu-100 dan Cu-150 ........... 30
27 Karakteristik arus-tegangan (I-V) ITO/Klorofil (klorofil)/Al ............... 31
28 Pola XRD film CdS di atas ITO ............................................................ 32
29 Pola XRD bubuk CdS ........................................................................... 33
30 Morfologi permukaan film CdS (tampak atas) ..................................... 34
31 Morfologi film CdS (tampak samping) ................................................. 35
32 Absorbans film CdS .............................................................................. 35
33 Transmitansi film CdS .......................................................................... 36
34 Celah energi CBD-CdS pada suhu 70 oC .............................................. 36
35 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/ITO............................................ 37
36 Kurva karakteristik rapat arus (J)-tegangan (V) sel A21, A22, A23 .... 38
37 Karakteristik rapat arus – tegangan sel A21 (50 ppm Cu),
A22 (100 pm Cu) dan A23 (150 ppm Cu) dalam kondisi penyinaran .. 40
38 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/PANI//ITO ................................ 40
39 Karakteristik J-V sel A1, A2 dan A3 dalam kondisi gelap dan terang . 42
40 Kurva rapat arus tegangan Sel A1, A2 dan A3 (terang) ....................... 43
41 Pengaruh intensitas pada tegangan A1, A2 dan A3 .............................. 43
42 Pengaruh intensitas cahaya pada Isc ....................................................... 44
43 Respon dinamik dan kstabilan tegangan sel A1, A2 dan A3 ................ 44
44 Kurva I-V sel A1, A2 dan A3 ............................................................... 44
45 Karakteristik J-V sel B1, B2 dan B3 dalam kondisi gelap dan terang .. 46
46 Kurva rapat arus tegangan Sel B1, B2 dan B3 (terang) ........................ 47
47 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan sel B1, B2 dan B3 ............. 48
48 Pengaruh intensitas cahaya terhadap Isc ................................................ 48
49 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel B1, B2 dan B3 ............... 49
50 Kurva I-V sel B1, B2 dan B3 ................................................................ 50
51 Karakteristik J-V sel C1, C2 dan C3 dalam kondisi gelap dan terang .. 51
52 Kurva rapat arus tegangan Sel C1, C2 dan C3 (terang) ........................ 52
53 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan C1, C2 dan C3 ................... 52
54 Pengaruh intensitas cahaya terhadap Isc ................................................ 52
55 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel C1, C2 dan C3 ............... 53
56 Kurva I-V sel C1, C2 dan C3 ................................................................ 53
57 Kurva rapat arus-tegangan Sel A1, B1 dan C1 (Gelap) ........................ 55
58 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan
sel A2, B2 dan C2 (Gelap) ................................................................. 55
59 Kurva rapat arus-tegangan Sel A3, B3 dan C3 (Gelap) ........................ 55
60 Kurva rapat arus-tegangan Sel A1, B1 dan C1 (Terang) ...................... 56
61 Kurva rapat arus-tegangan sel A2, B2 dan C2 (Terang) .................... 57
62 Kurva rapat arus-tegangan Sel A3, B3 dan C3 (Terang) ...................... 57
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian............................................................................. 63
2 Cara perhitungan konstanta waktu (τ) ..................................................... 64
3 Konstanta waktu A1, A2 dan A3 ............................................................ 65
4 Konstanta waktu B1, B2 dan B3 ............................................................. 71
5 Konstanta waktu C1, C2 dan C3 ............................................................. 71
6 Perhitungan ff A1, A2 dan A3 ................................................................. 74
7 Perhitungan ff B1, B2 dan B3 .................................................................. 75
8 Perhitungan ff C1, C2 dan C3 .................................................................. 76
9 Set up metode chemical bath deposition (CBD) ..................................... 77
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keterbatasan cadangan energi utama seperti minyak bumi dan batu bara
memaksa kita untuk mencari pengganti sumber energi tersebut. Para peneliti telah
memperkirakan sekitar 10 sampai 20 tahun ke depan produksi minyak global akan
menurun, dengan demikian dibutuhkan energi terbarukan yang dapat diterima,
baik dalam aspek ekonomi, sosial dan politik.
Alasan pergantian bahan bakar minyak dengan energi baru, didukung oleh
harga minyak dunia yang akan terus meningkat. Alasan lain adalah semakin
banyaknya gas CO2 yang terkandung di udara, akibat emisi yang ditimbulkan dari
hasil pembakaran bahan bakar minyak.
Sumber energi terbarukan dapat dibentuk dengan mengubah langsung energi
matahari, energi air dan energi angin. Gambar 1 menunjukkan kenaikan
konsentrasi CO2 dari awal tahun 1700 sampai 2000. Kenaikan secara signifikan
CO2 ini dimulai sejak revolusi industri di inggris.
Sel surya merupakan salah satu piranti konversi energi cahaya menjadi
energi listrik yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
Keterbatasan dalam segi jumlah dan harga bahan baku sel surya, merupakan salah
satu hambatan pengembangan piranti ini. Oleh karena itu dikembangkanlah sel
surya berbahan dasar organik (alami) yang lebih banyak dari segi jumlah dan
lebih murah dari segi harga dibandingkan dengan bahan dasar sel surya
konvensional.
Gambar 1 Kenaikan konsentrasi gas CO2 di atmosfer (Petritsch 2000).
2
Sel surya berbahan dasar organik memiliki kestabilan yang lebih rendah
dibandingkan dengan sel surya konvensional (Maity, et al. 2009). Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kestabilan sel surya berbahan
dasar organik, yaitu dengan memodifikasi bahan organik penyusun sel surya
supaya memiliki ketahanan dan kestabilan yang tinggi.
Ferforma sel surya organik dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
kestabilan tegangan dan arus yang dihasilkan oleh sel. Kestabilan tegangan dapat
ditingkatkan dengan menggunakan dua bahan semikonduktor yang berbeda, yaitu
semikonduktor organik dan anorganik. Penggabungan kedua jenis semikonduktor
ini akan menghasilkan sel surya hibrid organik-anorganik. Sel surya hibrid yang
pernah dibuat adalah menggunakan CdS (semikonduktor anorganik) dan klorofil
(semikonduktor organik) dengan struktur ITO/CdS/klorofil a/Ag. Perakitan sel ini
cukup sulit karena pelapisan klorofil di atas CdS dan Ag di atas klorofil masingmasing dilakukan dengan cara elektrodeposisi dan evaporasi, oleh karena itu pada
penelitian ini akan dibuat sel dengan struktur ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO yang
lebih mudah dalam perakitan dan penambahan lapisan polianilin (PANI) yang
diharapkan dapat memperkecil potensial penghalang antara klorofil dengan ITO
sehingga dapat meningkatkan foto generasi muatan pada sel.
Perumusan Masalah
Sel surya berbahan dasar organik merupakan piranti konversi energi (energi
cahaya menjadi listrik) yang cukup potensial untuk dikembangkan. Murahnya
biaya produksi dan ramahnya terhadap lingkungan merupakan alasan utama
semakin dikembangkannya penelitian tentang ini. Adanya ketidakstabilan dari
sifat bahan organik, merupakan tantangan bagi para peneliti untuk memodifikasi
bahan organik tersebut agar lebih stabil. Oleh karena itu pada penelitian ini telah
dilakukan pengaruh bahan organik termodifikasi terhadap kinerja sel surya.
Tujuan
1.
Mengamati
pengaruh
konsentrasi
polianilin
pada
sel
ITO/CdS/klorofil/PANI/ITO.
2.
Mengamati
perngaruh
konsentrasi
ITO/CdS/ klorofil /PANI/ITO.
Cu
pada
kenaikan
arus
sel
3
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Semikonduktor
Berdasarkan sifat listriknya semua material dikelompokkan menjadi tiga
jenis, yaitu: konduktor, semikonduktor dan isolator. Konduktor merupakan
material yang memiliki banyak elektron bebas. Elektron tersebut tidak terikat di
dalam material, sehingga bebas bergerak dan dapat mengalirkan arus. Isolator
adalah material yang tidak memiliki elektron bebas, sehingga tidak mampu
mengalirkan arus listrik. Semikonduktor merupakan material yang memiliki sifat
listrik diantara konduktor dan isolator. Dalam kondisi tertentu semikonduktor
dapat berprilaku seperti konduktor, dan pada kondisi lain seperti isolator (Nevile
RC. 1995).
Setiap atom memiliki elektron. Elektron mengorbit di dalam atom dengan
tingkatan energi tertentu. Kulit-kulit yang ada pada atom menunjukkan tingkatan
energi elektron. Elektron pada atom tunggal menempati orbital atom. Orbital atom
elektron akan membelah ketika atom-atom mengumpul saling berdekatan.
Mengumpulnya atom-atom tersebut menyebabkan jumlah orbital atom menjadi
besar dan perbedaan energi diantara orbital atom tersebut mengecil sehingga akan
terbentuk pita energi.
Konsep pita energi sangat penting dalam mengelompokkan material sebagai
konduktor, semikonduktor dan isolator. Besarnya lebar celah energi dapat
menentukan apakah suatu material termasuk konduktor, semikonduktor atau
isolator. Celah energi memisahkan pita valensi dengan pita konduksi. Elektron
pada pita valensi dapat loncat menuju pita konduksi dengan cara menyerap
sejumlah energi yang melebihi celah energi. Celah energi masing material
ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 2 menunjukkan bahwa isolator memiliki lebar celah energi yang
paling besar. Besarnya lebar celah energi menunjukkan bahwa semakin besar
energi yang dibutuhkan oleh elektron untuk bergerak dari pita valensi ke pita
konduksi, sehingga isolator sangat sulit untuk menghantarkan arus listrik. Celah
energi pada semikonduktor lebih kecil dibandingkan dengan isolator, sehingga
energi yang dibutuhkan elektron untuk bergerak ke pita konduksi lebih kecil
4
dibandingkan dengan isolator. Diagram pita energi terakhir adalah pita energi
konduktor. Pada konduktor, pita valensi saling bertumpang tindih dengan pita
konduksi, sehingga terlihat tidak ada celah energi antara pita valensi dengan pita
konduksi.
Gambar 3 menunjukkan pita energi di dalam semikonduktor. Pita bagian
atas disebut pita konduksi karena elektron yang berada pada pita ini sangat mudah
digerakan oleh medan listrik luar, sedangkan pita bagian bawah disebut pita
valensi. Elektron pada pita ini terikat kuat pada atomnya dibandingkan elektron
pada pita konduksi. Elektron pada pita valensi dapat melompat ke pita konduksi
dengan menyerap energi yang lebih besar dari pada celah energi.
Berdasarkan sumber elektron dan hole yang dihasilkan, semikonduktor
dibagi
menjadi
semikonduktor
intrinsik
dan
semikonduktor
ekstrinsik.
semikonduktor intrinsik merupakan semikonduktor murni tanpa ada pengotor
(impuritas). Jumlah muatan pembawa ditentukan oleh sifat material itu sendiri.
Jumlah elektron (n) di pita konduksi pada semikonduktor intrinsik sama dengan
jumlah hole di pita valensi pada kondisi suhu ruang. Pita energi pada
semikonduktor intrinsik ditunjukkan oleh Gambar 4.
Energi elektron
Level Fermi
Celah energi
Level valensi
Logam
Semikonduktor
Isolator
Gambar 2 Pita-pita energi logam, semikonduktor dan isolator.
Pita konduksi
Celah energi
Pita valensi
Gambar 3 Pita energi semikonduktor (Würfel P. 2005).
5
Semikonduktor ekstrinsik adalah material semikonduktor yang telah
dimasukkan
impuritas.
Elektron
dan
hole
dihasilkan
dari
impuritas.
Semikonduktor intrinsik dapat diubah menjadi semikonduktor ekstrinsik dengan
menambahkan atom impuritas ke dalam semikonduktor intrinsik. Atom-atom
yang dapat dijadikan impuritas berasal dari unsur golongan tiga dan lima pada
tabel periodik. Penambahan impuritas dari golongan lima (atom pentavalen) ke
dalam semikonduktor intrinsik akan menghasilkan semikonduktor tipe n.
Semikonduktor tipe-n dapat dibuat dengan menambahkan sejumlah kecil atom
pengotor pentavalen (antimoni, fosofor atau arsenik) pada silikon murni.
Atom-atom pengotor (dopan) ini mempunyai lima elektron valensi sehingga
secara efektif memiliki muatan sebesar +5q. Saat sebuah atom pentavalen
menempati posisi atom silikon dalam kisi kristal, hanya empat elektron valensi
yang dapat membentuk ikatan kovalen lengkap, dan tersisa sebuah elektron
yang tidak berpasangan (Gambar 5a). Karena hasil penggabungan Si dengan
atom pentavalen menghasilkan satu elektron yang tidak berpasangan, maka atom
pentavalen disebut atom donor. Penambahan atom donor ini akan mengubah
keadaan energi Fermi mendekat di bawah pita konduksi (Soga. 2006) (Gambar
5b).
Gambar 4 Pita energi semikonduktor intrinsik (Soga. 2006).
6
Gambar 5 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi
lima menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur
pita energi semikonduktor tipe-n (Sze dan Kwok 2007).
Penambahan impuritas dari golongan tiga ke dalam semikonduktor intrinsik
akan menghasilkan semikonduktor tipe-p. Semikonduktor tipe-p dapat dibuat
dengan menambahkan atom trivalen (aluminium, boron, galium atau indium)
pada semikonduktor murni. Atom-atom pengotor (dopan) ini mempunyai tiga
elektron valensi sehingga secara efektif hanya dapat membentuk tiga ikatan
kovalen. Saat sebuah atom trivalen menempati posisi atom silikon dalam kisi
kristal, terbentuk tiga ikatan kovalen lengkap, dan tersisa sebuah muatan
positif dari atom silikon yang tidak berpasangan yang disebut lubang (hole)
(Gambar 6a). Material
yang
dihasilkan dari
proses
pengotoran
ini
menghasilkan pembawa muatan negatif pada kristal yang netral. Karena atom
pengotor menerima elektron, maka atom pengotor ini disebut sebagai atom
akseptor (acceptor). Gambar 6b menunjukkan energi Fermi pada semikonduktor
tipe-p mendekat ke atas pita valensi (Soga. 2006).
7
Gambar 6 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi
tiga menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur
pita energi semikonduktor tipe-p (Sze dan Kwok 2007).
Selain silikon bahan semikonduktor yang sering digunakan untuk aplikasi
sel surya adalah Cadmium sulphide (CdS). CdS merupakan bahan semikonduktor
logam chalcogenide (II-VI) yang memliki celah energi sebesar 2,42 eV, indeks
bias 2,5 dan termasuk semikonduktor tipe-n (Centinögü et al 2006). CdS sering
digunakan sebagai pengganti elektroda Al pada sel surya karena tahan terhadap
oksidasi. Sẽgue at al. telah memakai film CdS pada sel surya sebagai pengganti
Al. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pemakaian Al sebagai elektroda
pada sel surya dapat menimbulkan lapisan baru, yaitu lapisan Al2O3. Lapisan ini
dapat mengurangi karakteristik sel surya.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendeposisikan CdS pada
substrat. Metode tersebut diantaranya adalah vacum evaporation, sputtering,
chemical vapor deposition, spray pyrolysis, electrodeposition, dip growth,
successive ionic adsorption and reaction dan chemical bath deposition (CBD).
Metode yang sering digunakan untuk deposisi CdS adalah CBD. Metode CBD
banyak digunakan karena lebih efisien dalam pendeposisian logam chalconide,
murah, temperatur rendah dan mudah dilakukan (Centinögü et al 2006).
8
Metode CBD dapat menghasilkan film yang stabil, homogen dan kompak.
Kualitas film yang ditumbuhkan dengan metode CBD ditentukan langsung oleh
substrat dan kondisi reaksi (Zhaou et al. 2008). Reaksi pembentukan CdS dapat
ditulis sebagai berikut:
Suhu deposisi dapat mempengaruhi film CdS yang terbentuk. Semakin
tinggi suhu deposisi, maka semakin tebal pula CdS yang tumbuh di atas substrat.
Gambar 7 menunjukkan spektrum absorpsi Film CdS. CdS yang dideposisikan
pada suhu ruang selama 24 jam, tidak terdeteksi dengan jelas, sedangkan CdS
yang dideposisikan pada suhu 573 K terlihat dengan jelas (Zhaou et al. 2008).
Suhu annaling dapat mempengaruhi ukuran kristal film CdS dan pita
absorbsi cahaya. Pola XRD menunjukkan semakin tinggi suhu annaling, maka
semakin tinggi juga ukuran kristal film. Hal ini terlihat dari intensitas puncak
XRD milik CdS yang semakin tinggi pada bidang (001) (Gambar 8A). Besarnya
suhu annaling film CdS juga dapat meningkatkan absorbansi. Semakin besar suhu
annaling maka semakin besar pula aborbansinya (Gambar 8B) (Devi et al. 2008).
Meningkatnya kristalinitas akan menyebabkan ukuran butir film menjadi
berubah. Terjadi kenaikan ukuran butir, ketika suhu annaling ditingkatkan. Devi
et al. menunjukkan terjadi perubahan ukuran butir dari 39.5 nm (tanpa annaling)
menjadi 139.8 nm (annaling). Hal ini terjadi karena ketika suhu dinaikan, ukuran
kristal akan meningkat, sehingga ukuran butir akan meningkat pula. Besarnya
suhu annaling dapat mempengaruhi celah energi CdS. Celah energi CdS akan
menurun dengan naiknya suhu annaling (Devi et al. 2008).
9
Gambar 7 Absorpsi film CdS (a) deposisi pada suhu ruang selama 24 jam, (b)
suhu 356 K selama 20 menit (c) pada suhu 537 K (Zhaou et al. 2008).
A
B
Gambar 8 (A) Pola XRD film CdS (a) deposisi suhu 300 K, (b) annaling suhu 523
K. (B) Pita absorbsi film CdS (a) deposisi suhu 300 K (b) annaling suhu
523 K (Devi et al. 2008).
10
Sel Surya
Sel surya adalah suatu divais yang mengkonversi energi cahaya menjadi
energi listrik (Soga T, editor. 2006). Pada umumnya sel surya dibuat dari bahan
semikonduktor anorganik, seperti silikon mono kristalin atau multi kristalin
(Petritsch 2000). Sel surya konvensional seperti ini dapat menyerap cahaya
matahari lebih dari 24%. Efisiensi yang telah dicapai oleh sel surya berbahan
dasar material anorganik sekitar 10-20% (Hoppe et al. 2004). Efisiensi sel surya
anorganik dapat ditingkatkan lagi dengan membuat tiga persambungan bahan
semikonduktor yang terdiri dari GaInP, GaAs, and Ge. Sel seperti dapat
menghasilkan Voc sebesar 2.26 V dan efisiensi sebesar 29% pada skala
laboratorium (Hepp et al. 2005).
Sel surya konvensional pada umumnya tersusun dari persambungan
semikonduktor tipe-p dan tipe-n (p-n junction). Hal terpenting pada sel surya p-n
adalah adanya pemisahan muatan, yaitu hole dan elektron akibat penyinaran oleh
cahaya. Adanya persambungan antara kedua tipe semikonduktor ini menyebabkan
terbentuknya potensial pada persambungan dan difusi muatan. Difusi muatan
terjadi karena adanya gradien konsentrasi muatan pembawa antara semikonduktor
tipe-p dan tipe-n. Difusi hole dari semikonduktor tipe-p menuju tipe-n, sedangkan
elektron dari semikonduktor tipe-n menuju tipe-p.
Difusi hole dan elektron tidak terjadi terus menerus, karena ketika hole
meninggalkan tipe-p dan hilang di dalam tipe-n akibat rekombinasi, maka sebuah
akseptor akan diionisasikan menjadi negatif di daerah tipe-p yang membentuk
muatan ruang negatif. Hal yang sama terjadi pada elektron yang meninggalkan
muatan ruang positif pada daerah tipe-n, sehingga membangkitkan medan listrik
yang berasal dari ruang muatan postif menuju ruang muatan negatif (Gambar 9).
Medan listrik ini akan menghambat difusi hole dan elektron. Medan listrik akan
bertambah kuat dengan semakin banyaknya difusi dan rekombinasi. Aliran-aliran
muatan pembawa ini akan berhenti setelah terdapat keseimbangan antara aliran
difusi dan aliran drift. Keseimbangan ini ditandai oleh adanya kesamaan antara
level Fermi tipe-p dan tipe-n (Gambar 10).
11
Daerah netral
Daerah deplesi Daerah netral
Medan listrik
Gambar 9 Proses pembentukan p-n junction, (-) ion akseptor, (○) hole. (+) ion
donor, (●) elektron (Rio et al. 1999).
Gambar 10 Pita energi saat keseimbangan termal (Soga. 2006).
Pada keadaan seimbang, di dalam hubungan p-n terbentuk
1. daerah tipe-p netral: daerah dengan jumlah hole sama dengan jumlah aseptor.
2. daerah muatan ruang tipe-p: daerah diionisasikannya aseptor negatif.
3. daerah muatan ruang tipe-n: daerah diionisasikannya donor positif
4. daerah tipe-n netral: daerah dengan jumlah donor sama dengan jumlah
elektron.
Besarnya potensial internal pada daerah deplesi dapat dipengaruhi oleh
tegangan eksternal yang dipasang pada sisi-p dan sisi-n. Pemasangan tegangan
bias positif pada sisi tipe-p dan negatif pada sisi tipe-n akan menurunkan potensial
internal pada daerah deplesi (Gambar 11a). Keadaan ini disebut bias maju (VF).
12
Pemasangan bias maju akan menurunkan arus drift, tetapi dapat menaikkan disfusi
elektron dari tipe-n ke tipe-p dan difusi hole dari tipe-p ke tipe-n. Rapat arus total
(J) yang mengalir pada saat persambungan p-n dibias maju adalah pertambahan
rapat arus difusi pada sisi-n (Jn) dengan rapat arus difusi pada sisi-p (Jp).
⎞
⎛ qVF
J = J p + J n = J 0 ⎜⎜ e kT − 1⎟⎟
⎠
⎝
(1)
J0 adalah rapat arus saturasi, k adalah konstanta Bolzman, q adalah muatan dan T
adalah suhu mutlak.
Pemasangan bias negatif pada sisi-p dan positif pada sisi-n akan menaikkan
potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 11 b). Keadaan ini disebut bias
mundur (VR). Rapat arus yang mengalir pada saat bias mundur adalah
⎛ − qVkTR
⎞
− 1⎟⎟
J = J 0 ⎜⎜ e
⎝
⎠
(2)
Besarnya arus pembawa pada persambungan p-n dipengarui oleh penyinaran
cahaya. Penyinaran cahaya pada persambungan p-n akan membentuk pasangan
elektron-hole yang memiliki energi lebih besar dari pada celah energi.
Pembentukan pasangan elektron-hole terjadi di daerah difusi dengan panjang Lp
untuk difusi hole dan Ln untuk difusi elektron. Pasangan elektron-hole ini akan
berkontribusi terhadap arus foto. Jumlah pasangan elektron-hole dipengaruhi
intensitas cahaya yang datang. Pasangan elektron-hole akan berpisah karena
medan listrik yang ada pada daerah deplesi. Adanya pemisahan muatan pada
daerah deplesi, akan menghasilkan aliran arus dari sisi-n ke sisi-p ketika sisi-p dan
sisi-n dihungkan dengan kawat luar (Gambar 12).
Penyinaran persambungan p-n oleh cahaya pada rangkaian terbuka akan
menyebabkan pemisahan muatan pembawa. Pemisahan muatan pembawa ini akan
menghasilkan tegangan. Diagram pita energi perambungan p-n pada saat
dihubung singkat (short-circuited) dan arus rangkaian terbuka (open-circuited
current) ditunjukkan oleh Gambar 13a dan 13b.
13
Gambar 11 (a) pita energi saat dibias maju, (b) pita energi saat dibias mundur
(Soga. 2006).
Gambar 12 Aliran muatan pembawa persambungan p-n saat disinari cahaya dalam
rangkaian tertutup (Soga. 2006).
14
Gambar 13 Pita energi p-n junction saat disinari cahaya, (a) short-circuited dan
(b) open-circuited current (Soga. 2006).
Arus yang mengalir pada saat sisi-p dan sisi-n dihubung singkat disebut arus
short-circuit (Isc) yang nilainya sama dengan arus foto (IL) jika hambatan seri
(series resistance) sama dengan nol. Ketika sisi-p dan sisi-n diisolasi, elektron
bergerak menuju sisi-n dan hole menuju sisi-p. Elektron dan hole akan berkumpul
pada kedua sisi, sehingga menghasilkan tegangan. Tegangan tersebut dianamakan
tegangan open-circuit (Voc). Kurva karakteritik arus-tegangan persambungan p-n
saat disinari cahaya dan gelap ditunjukkan oleh Gambar 14.
15
Gambar 14 Kurva karakteristik arus-tegangan saat gelap dan disinari cahaya
(Soga 2006).
Arus yang mengalir pada persambungan p-n ketika disinari cahaya adalah:
qV
⎞
⎛ nkT
⎜
I = I 0 ⎜ e − 1⎟⎟ − I sc
⎠
⎝
(3)
Ketika rangkaian terbuka I = 0, sehingga tegangannya adalah
Voc =
⎞
nkT ⎛ I sc
ln⎜⎜
+ 1⎟⎟
q
⎝ I0
⎠
(4)
Fill factor merupakan parameter fotovoltaik sel surya yang dapat dijadikan
penentu baik dan buruknya sel. Fill factor dapat dicari dengan menggunakan
persamaan:
FF =
Vm I m
Voc I sc
VmIm adalah daya maksimum sel.
(5)
16
Sel Surya Organik
Pemakaian sel surya sebagai sumber energi semakin berkembang, tetapi di
sisi lain terdapat beberapa hambatan dalam pengembangannya, terutama pada sel
surya konvensional. Kelemahan dari sel surya konvensional adalah terbatasnya
bahan baku dan mahalnya biaya produksi. Energi dan teknologi canggih banyak
dibutuhkan dalam pembuatan sel surya konvensional, seperti tingginya suhu yang
diperlukan, yaitu sekitar 400 – 1400 oC dan kondisi vakum yang tinggi (Petritsch
2000). Oleh karena itu diperlukan jenis sel surya baru yang dapat mengurangi
permasalahan yang ada pada pembuatan sel surya konvensional.
Sel Surya Organik merupakan piranti yang diharapkan dapat mengurangi
permasalahan yang ada pada sel surya konvensional. Penelitian awal tentang sel
surya organik diilhami oleh proses fotosintesis, yaitu adanya penyerapan cahaya
oleh klorofil, keluarga forfirin. Sruktur sel surya organik hampir sama dengan sel
surya konvensional. Lapisan aktif sisi-n dan sisi-p pada sel surya konvensional,
menjadi lapisan donor dan akseptor pada sel surya organik. Lapisan aktif pada sel
surya organik terbuat dari bahan semikonduktor organik.
Transport
muatan
pada
semikonduktor
organik
bergantung
pada
kemampuan muatan pembawa untuk melintas dari satu molekul ke molekul lain.
Loncatan muatan pembawa dari satu molekul ke molekul lain ditentukan oleh
celah energi antara tingkat energi HOMO (high occupied molecule orbital) dan
LUMO (lowest unoccupied molecule orbital). Gambar 15 menunjukkan tingkat
energi HOMO dan LUMO pada semikonduktor organik. Transport muatan pada
semikonduktor organik lebih ditentukan oleh orbit ikatan π dari pada orbitl ikatan
σ (Gambar 16). Hal ini terjadi karena energi eksitasi yang dibutuhkan oleh
elektron pada orbitl π menuju orbit π* lebih kecil dibandingkan dengan elektron
yang berada pada orbital ikatan σ (Brütting W et al. 2005).
17
Gambar 15 Level energi molekul
Gambar 16 Level energi molekul konjugat-π (eksitasi elektron dari orbital
π ke π*) (Brütting W et al. 2005).
Bahan semikonduktor organik yang digunakan sebagai lapisan aktif sel
surya dapat berbentuk molekul atau polimer konjugat. Semikonduktor molekul
organik yang sering digunakan adalah klorofil. Klorofil merupakan pigmen
penyerap cahaya pada tumbuhan. Tumbuhan tingkat tinggi memiliki dua jenis
klorofil, yaitu klorofil a dan b. Struktur klorofil (Gambar 17) digambarkan oleh
Willstatter dan Fischer dan ditetapkan oleh Woodward tahun 1960 (Davidov
1982). Struktur dasar penyusun klorofil adalah cincin planar dengan ion Mg
berada dipusat koordinat. Ion Mg ini dikelilingi oleh atom nitrogen.
18
Gambar 17 Struktur klorofil a dan klorofil b (Best, B)
Spektrum penyerapan cahaya oleh kedua klorofil tersebut ditunjukkan oleh
Gambar 18. Pita absopsi maksimum klorofil a berada pada panjang gelombang
merah λ = 700 nm dan biru λ = 440 nm. Pita absorpsi maksimum klorofil b berada
pada λ = 660 dan 460 nm. Intensitas maksimum cahaya matahari yang mencapai
permukaan bumi berada pada rentang panjang gelombang 450-550 nm
(ungu-hijau dan hijau), hal ini menunjukkan bahwa hanya pada daerah ini saja
cahaya yang diserap klorofil minimum.
Gambar 18 Pita absorpsi klorofil a dan klorofil b [Anonim].
19
Sifat semikonduktif dan fotovoltaik klorofil a, diketahui dari fenomena dark
signal (tegangan open-circuit dan arus short-circuit), ketika dibentuk seperti dioda
Schottky. Penelitian awal terhadap klorofil a menunjukkan bahwa klorofil a
memiliki efisiensi kuantum yang kecil tanpa perlakuan eksperimen khusus.
Beberapa penelitian telah mengukur efisiensi klorofil a, yaitu sekitar 0,1% (Chen
et al. 1978). Gambar 19 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan klorofil a.
Elektroda negatif yang dapat digunakan adalah Al, dan Hg sebagai elektroda
positif. Cahaya yang datang pada sisi Al menyebabkan muatan pembawa
dihasilkan di daerah ruang muatan (space-charge) atau di dalam panjang difusi L
film klorofil. Penghalang (barrier) merupakan tempat yang efisien untuk proses
pengumpulan pembawa (carrier).
Mabrouki, et al. 2002 telah melihat efek fotovoltaik pada klorofil dengan
mengelektrodeposisi klorofil a pada alumunium. Klorofil a yang dielektrodeposisi
harus homogen dan memiliki perbandingan absorbansi pada panjang gelombang
745 nm (mikrokristalin klorofil a) dengan absorbansi pada panjang gelombang
660 nm (monomer klorofil a) lebih besar dari 5. Lapisan klorofil ditutup oleh
elektroda Ag melalui evaporasi. Besar arus yang didapatkan pada penyinaran
Al/klorofil a/Ag lebih besar dari pada arus tanpa penyinaran (Gambar 20).
Efisiensi konversi yang dihasilkan tidak berbeda jauh dari hasil penelitian yang
lain, yaitu sebesar 0,1 %.
Gambar 19 Karakteristik arus tegangan Al/klorofil a/Hg (a) elektroda Hg Murni,
(b) campuran Hg dengan 8,7% In (c) campuran Hg dengan 17,8% In
(Chen et al. 1978).
20
Gambar 20 Karakteristik I-V sel Al/klorofil a/Ag (a) terang, (b) gelap (Mabrouki
et al. 2002).
Semikonduktor polimer konjugat yang sering digunakan untuk aplikasi sel
surya adalah polianilin (PANI). Polianilin (PANI) merupakan polimer organik
yang bersifat konduktif (Quiñonens et al. 2003). Penambahan doping pada
polianilin akan meningkatkan konduktivitas menjadi 10 kali dari semula
(Quiñonens et al. 2003). Penambahan doping biasanya menggunakan HCl.
Gambar 21 (a) menunjukkan skema penambahan doping HCl pada pembentukan
polianilin, sedangkan Gambar 21 (b) pembentukan polianilin tanpa doping.
Gambar 21 (b) menunjukkan bahwa tidak terdapat muatan bebas di dalam rantai,
sedangkan pada Gambar 21 (a) terdapat dua polaron yang terdelokalisasi
sepanjang rantai polimer.
Polianailin banyak digunakan untuk pelapisan elektroda. Lapisan polianilin
pada elektroda akan meningkatan konduktivitas elektroda. Sulfonated polianilin
(SPAN) merupakan bentuk polianilin yang sering dipakai untuk meningkatkan
konduktivitas listrik elektroda. Lapisan SPAN di atas tin-oxide (TO) dapat
meningkatkan pengumpulan muatan positif, selain itu juga dapat mengurangi
energi barrier efektif untuk injeksi muatan positif dari TO (Valaski, et al. 2004).
21
Gambar 21 (a) Skema penambahan doping pada polianilin (b) tanpa penambahan
doping (Quiñonens et al. 2003).
Jenis-jenis Struktur Sel Surya Organik
Rancangan sel surya organik pertama kali adalah dengan membentuk
persambungan tipe Schottky atau disebut juga dengan sel surya organik
homojunction (Gambar 22.a). Susunan sel ini terdiri dari lapisan organik dengan
dua elektroda yang mengapit lapisan organik. Struktur lapisannya terdiri dari
logam/lapisan organik/logam. Sel yang disusun seperti ini kurang efisien, karena
fotogenerasi muatan hanya terjadi pada lapisan tipis dekat permukaan
logam/lapisan organik.
Rancangan sel surya organik yang lebih baik terdiri dari dua semikonduktor
organik yang berbeda (organic heterojunction, Gambar 22b). Sel surya organik
heterojunction terdiri dari dua material semikonduktor aktif, yaitu material donor
dan material akseptor elektron. Antara dua permukaan material ini terbentuk gaya
elektrostatik yang dihasilkan oleh perbedaan afinitas elektron dan potensial
ionisasi. Medan listrik antar dua permukaan akan timbul jika salah satu material
memiliki afinitas elektron dan potensial ionisasi yang lebih besar dibandingkan
dengan material lain. Medan listrik ini akan memisahkan pasangan elekton dan
hole (eksiton) (Gambar 23). Pemisahan eksiton pada sel surya organik
heterojunction lebih efisien dibandingkan dengan pemisahan eksiton pada organik
homojunction.
22
Gambar 22 (a) Diagram tipe Schottky (homojunction) dan (b) sel surya organik
heterojunction (Lane et al. 2005).
(A)
(B)
Gambar 23 (A) Diagram pita energi donor-akseptor sel surya heterojunction (B)
Pemisahan eksiton (Kietzke 2007).
Kelamahan pada sel surya organik homojunction dan heterojunction
adalah terbatasnya daerah foto generasi muatan. Salah satu cara untuk mengatasi
masalah tersebut, yaitu dengan meningkatkan daerah photocarrier generation.
Daerah photocarrier generation dapat ditingkatkan dengan membentuk daerah
campuran antara pembawa elektron dan hole, sehingga sel membentuk bulk
heterojunction (Gambar 24) (Lane et al. 2005).
Sel seperti ini dibuat dengan cara mencampurkan langsung material donor
elektron dengan material penerima elektron. Jika panjang atau tebal lapisan
campuran tersebut sama dengan panjang difusi eksiton, maka eksiton akan
bergerak ke daerah persambungan (antar muka) antara material donor dengan
material akseptor, kemudian akan terpisah. Hole akan bergerak ke katoda,
sedangkan elektron bergerak ke anoda (Nelson 2002).
23
Katoda
Anoda
Gambar 24 Pembentukan dan pemisahan eksiton menjadi hole (○) dan elektron
(●)(Yang et al. 2005).
Efisiensi bulk heterojunction (BHj) solar cell dapat ditingkatkan dengan
mengatur pertumbuhan kristal organik di atas substrat. Pengaturan dilakukan
dengan cara menentukan posisi dan orientasi material donor-acceptor memakai
metode organic vopour-phase deposition (OVPD). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa BHj yang dibuat dengan metode ini dapat menghasilkan efisiensi dari 1.4 ±
0.1 % (annealed BHj) menjadi (2.7 ± 0.1)% (controled bulk OVPD heterojuction)
(Yang et al. 2005).
Sel Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction
Kajian tentang Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction diawali
dengan fotovoltaik organik berbasis molekul-molekul kecil, kemudian diikuti oleh
sel fotovoltaik berbasis polimer.
Penelitian tentang sel Surya Hibrid
Organik-Anorganik Heterojunction telah dilakukan oleh (Sẽgue et al. 1991)
dengan menyambungkan film CdS (semikonduktor anorganik tipe-n) dengan
klorofil a (Chl a) sebagai semikonduktor organik tipe-p. Penelitian ini diilhami
oleh penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa, klorofil memiliki sifat
semikonduktif. Pemakain CdS pada penelitian tersebut dimaksudkan untuk
menggantikan Al (Al/Chl a/Ag), karena logam ini mudah mengalami oksidasi
sehingga dapat menurunkan arus foto.
Perbedaan fungsi kerja yang besar antara klorofil a (Chl a) dengan CdS
menyebabkan terbentuknya potensial penghalang antara klorofil dengan CdS.
Gambar 25 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan klorofil/CdS.
Distribusi arus-tegangan yang tidak linier dan tidak simetris menunjukkan
24
terbentuknya potensial penghalang antara kedua permukaan material tersebut
(Gambar 25 A).
Hasil penelitian Sẽgue et al. menunjukkan bahwa klorofil merupakan donor
elektron sedangkan CdS sebagai akseptor elektron. Penyinaran pada panjang
gelombang di atas 550 nm dimaksudkan untuk menghindari penyerapan cahaya
oleh CdS. Efisinsi tertinggi yang dihasilkan oleh sel dengan struktur ITO/CdS/Chl
a/Ag sebesar 0.17% ketika disinari cahaya dengan panjang gelombang 740 nm.
Nilai efisiensi ini masih kecil untuk skala industri, sehingga dibutuhkan penelitian
lanjutan agar dapat meningkatkan nilai efisiensi tersebut.
Gambar 25 B dan 25 C menunjukkan kenaikan Isc dan Voc terhadap
kenaikan intensitas. Semakin besar intensitas semakin besar pula kenaikan Isc dan
Voc. Khusus untuk Voc, kenaikan intensitas tidak akan kontinu meningkatkan Voc,
hal ini disebabkan karena semakin tinggi intensitas, maka semakin besar pula
konversi trapping state menjadi pusat rekombinasi (Sẽgue et al. 1991). Pusat
rekombinasi akan menurunkan Voc, sehingga pada Gambar 25 C, nilai Voc pada
intensitas tinggi akan bergerak konstan.
25
A
B
C
Gambar 25 (A) Kurva karakteristik arus-tegangan, (B) Isc pada panjang
gelombang sinar 560 nm (□), 680 nm (■) dan 740 nm (●), (C) Voc
terhadap intensitas cahaya datang (Isc), panjang gelombang sinar
560 nm (●), 740 nm (□). Luas aktif sel ITO/CdS/Chl a/Ag sebesar
0,45 cm2 (Sẽgue et al. 1991).
26
BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 – Juni 2009 di
Laboratorium Biofisika, Laboratorium Material dan Laboratorium Fisika lanjut
Departemen Fisika IPB. Karakterisasi x-ray diffraction (XRD) dan scanning
electron microscope (SEM) dilaksanakan di PPGL Bandung.
.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah neraca analitik, beaker glasss, statip, pengaduk,
crucible (cawan keramik), pipet mohr, magnetic strirrer, hotplate, furnace, pH
meter digital, termometer digital, labu takar, tabung reaksi, ultrasonic bath dan
gelas kimia. Bahan yang digunakan adalah kompleks klorofil-Cu, kaca TCO, HCl,
etanol, acetyl aceton, Polietilenglikol 4000 (PEG), film alumunium, akuades,
CdCl2 (cadmium sulfat), H2NCSNH2 (thiourea), TEA, C6H5NH2 (aniline) dan
(NH4)2S2O8 (Ammoniumperoxodisulfat), kertas saring wheatman.
Metode Pembuatan dan Karakterisasi
Karakterisasi Optik dan Listrik Kompleks Klorofil-Cu
Sebanyak 20 gram kompleks klorofil-Cu 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 150
ppm dilarutkan di dalam 5 ml etanol. Larutan dihomogenkan dengan distirrer di
atas magnetic strirrer, kemudian diukur absorpsinya dengan Ocean Optic
Spectrophotometer.
Sifat listrik kompleks klorofil-Cu di uji dengan membentuk sel
ITO/Klorofil/Al. Kaca TCO (kaca berlapis ITO) dibersihkan di dalam ultrasonic
bath dengan akuades. Sebanyak 50 mg kompleks klorofil-Cu dilarutkan dengan
0.5 ml acetylaceton. Larutan dihomogenkan di dalam ultrasonic bathselama 10
menit. Sebanyak 0.2 ml larutan kompleks klorofil-Cu dicampur dengan 80 mg
PEG, untuk menghasilkan gel klorofil kemudian dihomogenkan di dalam
ultrasonic bath selama 10 menit.
Lapisan tipis klorofil dibuat dengan meneteskan 4 – 5 tetes Klorofil di atas
film alumunium. Luas daerah penetesan pada film alumunium kurang lebih
27
10 mm x 9 mm. Klorofil di atas film alumunium kemudian ditutup dengan kaca
TCO dan dipanaskan pada suhu 60 0C selama satu jam. Sel tersebut kemudian
didinginkan sampai mengering. Sifat semikonduktif klorofil diukur dengan
menggunakan Keithly 2400 Source Meter dengan memasangkan elektroda negatif
pada kontak Al, dan elektroda positif pada kontak ITO. Tegangan bias yang
diberikan dipindai dari -4 V hingga +4V, dengan kenaikan 0,2 volt/detik.
Pembuatan dan Karakterisasi Sel ITO/CdS/Klorofil/ITO
Film CdS dibuat dengan mendeposisikan larutan prekursor CdS pada kaca
TCO (ITO) dengan metode chemical bath deposition (CBD). Kaca TCO dicuci
dengan sabun khusus, dibilas dengan aquadest dan dibersikan di dalam ultrasonic
bath selama 10 menit. Kaca TCO diangkat dan dikeringkan. Kaca TCO yang telah
kering ditempelkan secara vertikal pada dinding gelas kimia berukuran 200 ml.
Larutan prekursor CdS dibuat dengan mencapur 30 ml Cadmium sulphate
[0.25], 30 ml Thiourea [0,25], 20 ml NH4OH 95%, dan 5 ml TEA. Larutan
dimasukan ke dalam gelas kimia berukuran 200 ml yang berisi kaca TCO. Gelas
kimia 200 ml ditempatkan di dalam gelas kimia berukuran 1000 ml yang bersisi
100 ml air. Larutan diputar dengan kecepatan 500 rpm dan dipanaskan pada suhu
70 0C selama 4 jam.
Lapisan CdS pada kaca TCO hasil deposisi (film CdS) kemudian diangkat
dan dibersihkan di dalam ultrasonic bath. Film CdS dipanaskan pada suhu 200 0C
selama 30 menit. Sifat optik, struktur dan morfologi film dikarakterisasi dengan
Ocean Optic Spectrophotometer, XRD (x-ray diffraction) dan SEM (scanning
electron microscope).
Sebanyak Empat sampai lima tetes Klorofil diteteskan di atas film CdS (9
mm x 10 mm) kemudian ditutup dengan kaca TCO. Film ITO/CdS/Klorofil/ITO
dipanaskan pada suhu 60 0C selama satu jam, kemudian dikeringkan pada suhu
ruang.
Karakteristik arus-tegangan (I-V) dalam keadaan gelap dan terang diukur
dengan menggunakan Keithly 2400 Source Meter. Pengukuran dilakukan dengan
menghubungkan elektroda negatif pada kontak ITO/CdS, dan elektroda positif
pada kontak klorofil/ITO. Tegangan bias yang diberikan dipindai dari -4 V hingga
28
+4V, dengan kenaikan 0,2 volt/detik. Respon dinamik tegangan diukur dengan
sensor tegangan yang dihubungkan dengan Interface Scientific Workshop 750
(PASCO). Data diambil dengan menggunakan software Data Studio. Kurva I-V
diplot dari data arus dan tegangan yang diukur menggunakan multimeter digital.
Pembuatan dan Karakterisasi Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO
Pembuatan
sel
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO
diawali
dengan
proses
polimerisasi polianilin (PANI) dari aniline. Polimerisasi aniline dilakukan pada
suhu ruang. Sebanyak 1 ml aniline dicampur dengan 200 ml akuades. Sebanyak
satu gram (NH4)2S2O8 dicampur dengan 10 ml HCl [1], [2] dan [3]. Masingmasing larutan HCl-(NH4)2S2O8 dicampur dengan larutan aniline pada tiga gelas
kimia yang berbeda. Ketiga campuran aniline-HCl-(NH4)2S2O8 dengan kecepatan
500 rpm pada suhu ruang selama 1.5 jam. Ketiga larutan diaging selama 24 jam,
kemudian disaring dengan kertas saring wheatman.
PANI dengan berbagai konsentrasi donor H+ (HCl) dideposisikan di atas
kaca TCO dengan metode casting. Luas daerah pendeposisian sekitar 10 mm x 9
mm. Film PANI pada kaca TCO dipanaskan pada suhu 60 0C selama satu jam
kemudian dibiarkan mengering pada suhu ruang.
Pembuatan struktur sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO dilakukan dengan
meneteskan empat sampai lima tetes klorofil di atas film PANI/ITO. Lapisan
klorofil kemudian dijepit dengan film ITO/CdS. Susunan sel yang akan terbentuk
hasil pelapisan tersebut adalah ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO. Sel kemudian
dipanaskan pada suhu 60 0C selama satu jam dan dikeringkan pada suhu ruang.
Karakteristik arus-tegangan (I-V) dalam keadaan gelap dan terang diukur
dengan menggunakan Keithly 2400 Source Meter. Pengukuran dilakukan dengan
menghubungkan elektroda negatif dengan kontak ITO/CdS, dan elektroda positif
dengan kontak klorofil/ITO. Tegangan bias yang diberikan dipindai dari -4 V
hingga +4V, dengan kenaikan 0,2 volt/detik. Respon dinamik tegangan dan kurva
I-V masing-masing di ukur menggunakan alat yang sama dengan pengukuran
respon dinamik tegangan dan kurva I-V sel ITO/CdS/Klorofil/ITO.
29
Tabel 1 dan 2 menunjukkan kode sel yang digunakan. Kode sel
ITO/CdS/Klorofil/ITO
ditunjukkan
pada
Tabel
1,
sedangkan
sel
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 1 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/ITO
Kode sel
Struktur sel
Konsentrasi Cu
pada klorofil
(ppm)
A21
ITO/CdS/Klorofil-50/ITO
50
A22
ITO/CdS/Klorofil-100/ITO
100
A23
ITO/CdS/Klorofil-150/ITO
150
Tabel 2 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO
Kode Sel
Struktur Sel
Konsentrasi Cu di
dalam klorofil (ppm)
A1
ITO/CdS/Klorofil-50/PANI1/ITO
50
B1
ITO/CdS/Klorofil-100/PANI1/ITO
100
C1
ITO/CdS/Klorofil-150/PANI1/ITO
150
A2
ITO/CdS/Klorofil-50/PANI2/ITO
50
B2
ITO/CdS/Klorofil-100/PANI2/ITO
100
C2
ITO/CdS/Klorofil-150/PANI2/ITO
150
A3
ITO/CdS/Klorofil-50/PANI3/ITO
50
B3
ITO/CdS/Klorofil-100/PANI3/ITO
100
C3
ITO/CdS/Klorofil-150/PANI3/ITO
150
Konsentrasi
PANI (M)
1
2
3
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Optik dan Listrik Kompleks Klorofil-Cu
Klorofil merupakan pigmen penangkap cahaya pada tumbuhan. Cahaya
yang ditangkap oleh klorofil spesifik pada panjang gelombang tertentu, yaitu pada
daerah biru dan merah. Klorofil sebagai pigmen fotosintesis, memiliki cincin
porfirin dengan logam Mg berada di pusat cincin. Sifat klorofil yang mudah
menyerap logam berat, memungkinkan logam Mg dapat digantikan oleh logam
Cu dan Zn membentuk kompleks klorofil-Cu dan Zn (Zvezdanović, et al. 2007).
Gambar 26 menunjukkan pita absorpsi klorofil murni dan pita absorpsi
kompleks klorofil-Cu dengan berbagai konsentrasi Cu. Gambar tersebut
memperlihatkan adanya perbedaan panjang gelombang puncak pita absorpsi untuk
setiap konsentrasi Cu. Perbedaan panjang gelombang tersebut dilihat dari adanya
pergeseran panjang gelombang pada daerah merah ke arah biru. Pergeseran ini
menunjukkan bahwa, logam Mg telah digantikan oleh logam Cu. Semakin besar
konsentrasi Cu yang digunakan, menyebabkan puncak absorpsi di daerah merah
semakin bergeser ke arah biru. Pergeseran ini dikenal sebagai pergeseran
hypsochromic (blue) shift. Adanya pergeseran ke arah biru, menunjukkan adanya
perubahan perbedaan level energi antara keadaan dasar dengan keadaan eksitasi
pada klorofil.
A (OD)
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
Cu-150 (656,8 nm)
Cu-50 = Cu 0
(662,91 nm)
Cu-100 (660,9 nm)
0.1
0
380
430
480
530
580
630
680
730
780
830
880
930
980
λ (nm)
Cu-0
Cu-150
Cu-50
Cu-100
Gambar 26 Absorpsi kompleks klorofil Cu-0, Cu-50, Cu-100 dan Cu-150.
31
Tabel 3 Pergeseran panjang gelombang pita absorpsi kompleks klorofil-Cu
No
Klorofil
Konsentrasi Cu (ppm)
Panjang Gelombang Absorpsi (nm)
1
K0
0
662,91
2
K1
50
662,91
3
K2
100
660,90
4
K3
150
656,80
Kompleks Klorofil-Cu
I (A)
0.0015
0.001
0.0005
0
-10
-5
-0.0005
0
5
V (volt)
10
-0.001
-0.0015
-0.002
-0.0025
Gambar 27 Karakteristik arus-tegangan (I-V) ITO/Klorofil/Al.
Tabel 3 menunjukkan dengan jelas pergeseran panjang gelombang untuk
kompleks klorofil-Cu. Klorofil yang menggunakan konsentrasi Cu yang paling
banyak mengalami pergeseran panjang gelombang yang lebih besar dibandingkan
dengan klorofil yang menggunakan konsentrasi Cu dalam jumlah yang lebih
sedikit.
Gambar 27 menunjukkan karakteristik I-V sel ITO/Klorofil/Al. Distribusi
arus-tegangan yang tidak linier dan tidak simetrik menunjukkan bahwa efek
rektifikasi yang terbentuk pada sel cukup kuat. Al menjadi elektroda negatif
terhadap ITO ketika tegangan bias maju diterapkan pada sel.
Efek rektifikasi yang cukup kuat, menunjukkan bahwa pada permukaan
Logam/Klorofil
telah
terbentuk
barrier
Schottky.
Klorofil
merupakan
semikonduktor tipe-p dengan fungsi kerja sebesar 4.8 eV, sementara fungsi kerja
ITO dan Al masing-masing sebesar 4.7 eV dan 4.2 eV (Hotchandani et al. 1991
dan Chen et al. 1978). Adanya perbedaan fungsi kerja yang besar antara klorofil
dan Al, menunjukkan bahwa potensial penghalang terjadi pada permukaan
persambungan Klorofil/Al, sedangkan ITO/Klorofil membentuk kontak ohmik,
32
karena perbedaan fungsi kerjanya lebih kecil dari pada klorofil/Al (Chen et al.
1978). Potensial penghalang yang terbentuk pada permukaan persambungan
Klorofil/Al bertanggung jawab pada munculnya sifat fotovoltaik sel.
Karakteristik CdS
Karakteristik Strukur Film dan Serbuk CdS
Kristalografi CdS dapat diamati dengan menggunakan teknik difraksi
sinar-x. CdS hadir dalam dua bentuk fase kristal, yaitu heksagonal (wurtzite) dan
kubik (zincblende). Fase CdS yang paling baik untuk aplikasi sel surya adalah
heksagonal. Hal ini disebabkan karena CdS dalam fase heksagonal lebih stabil
(Wenyi et al. 2005). Gambar 28 menunjukkan pola difraksi film CdS yang
ditumbuhkan diatas ITO. Hadirnya CdS di atas ITO ditandai oleh puncak di
2θ = 26.76 o yang bersesuaian dengan bidang (002) heksagonal atau bidang (111)
kubik (Wenyi, et al. 2005). Berdasarkan Gambar 28, film CBD-CdS memiliki
empat puncak di 26.76o, 36.68o, 43.80o dan 51.16o yang bersesuaian dengan
bidang (002), (102), (220) dan (200) (Rodriguez, et al. 2008 dan Niu et al. 2006),
hal ini membuktikan bahwa pada ITO telah tumbuh filmCdS.
IT O
Intensitas (arb. unit)
120
100
CdS
80
IT O
IT O
CdS
60
CdS
CdS
40
IT O
20
0
15
35
55
2θ (derajat)
2θ
Gambar 28 Pola XRD film CdS di atas ITO.
75
33
CdS
160
Intensitas (arb. unit)
140
120
CdS
100
80
CdS
60
CdS
CdO
CdO
40
20
0
15
25
35
45
55
65
75
2θ (derajat)
Gambar 29 Pola XRD serbuk CdS.
Terdapat puncak milik ITO di 2θ = 30.60o, 35.46 dan 60.42 (Gambar 28).
Hadirnya ITO dapat disebabkan permukaan lapisan CdS tidak merata dan terlalu
tipis. Tidak meratanya lapisan CdS dapat diakibatkan oleh suhu deposisi rendah.
Suhu yang rendah dapat mengurangi dispersi ion di dalam larutan. Hal ini dapat
mengakibatkan permukaan film jadi kasar sehingga mengurangi kristalinitas
(Wenyi et al. 2005).
Gambar 29 menunjukkan pola XRD untuk serbuk CdS. Intensitas puncak
CdS yang ditampilkan pada Gambar tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
Gambar 29, yaitu di 2θ = 26.7o, 36.82o, 43.96o, 51.35o. Perbedaan antara pola
XRD film dengan bubuk CdS terletak pada puncak ITO dan CdO. Puncak CdO
muncul pada bubuk CdS yang ditandai oleh puncak 2θ = 38.95o dan 55.32o (Grecu
et al. 2004). Hadirnya CdO disebabkan karena adanya oksidasi pada saat
annaling, yaitu oksigen menggantikan S.
Morfologi Film CdS
Scanning electron microscopy (SEM) merupakan teknik pengukuran untuk
melihat struktur mikro lapisan tipis. Gambar 30 menunjukkan morfologi
permukaan film CdS yang dideposisikan pada suhu 70 oC. Distribusi butir cukup
merata di semua bidang, tetapi masih terdapat kekosongan, pinhole dan sebagian
diisi oleh garam. Ukuran butir rata-rata adalah sebesar 0.21 µm dengan ketebalan
film sebesar 0.23 µm (Gambar 31).
34
Kekosongan dan pinhole pada film CdS akan mempengaruhi karakteristik
elektronik jika film CdS digunakan pada aplikasi sel surya heterojunction. Pinhole
akan menyebabkan short circuit pada sel (Wenyi et al. 2004). Terbentuknya
pinhole dan kekosongan diakibatkan oleh rendahnya suhu deposisi dan kecepatan
putar stirrer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar suhu deposisi
maka permukaan film semakin homogen dan jumlah pinhole semakin berkurang
(Wenyi et al. 2004).
Ukuran butir rata-rata sebesar 0.21 µm pada suhu deposisi 70 oC masih
terlalu besar jika dibandingkan dengan literatur yang menunjukkan bahwa ukuran
butir dengan suhu deposisi antara 65 – 75 oC adalah sebesar 0.18 – 0.16 µm
(Wenyi et al. 2004).
Gambar 30 Morfologi permukaan film CdS (tampak atas).
35
Tebal film
CdS
Gambar 31 Morfologi film CdS (tampak samping).
Karakteristik Optik Film CdS
Gambar 32 dan 33 menunjukkan spektrum absorpsi dan transmitansi film
CdS. Pita absorpsi CdS dengan suhu annaling 200 0C berada pada panjang
gelombang 400 – 500 nm, hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang
memperlihatkan bahwa pita absorpsi CdS terjadi pada rentang panjang gelombang
350 – 550 nm (Devi et al. 2007). Gambar 33 menunjukkan bahwa film tersebut
memiliki transmisi yang cukup tinggi (40-70%) di daerah cahaya tampak. Tepi
pita absorpsi yang sedikit landai menunjukkan kristalinitas film rendah.
Kristalinitas akan semakin meningkat dengan meningkatkan suhu deposisi dan
annaling.
Gambar 32 Absorbansi Film CdS.
36
Gambar 33 Transmitansi Film CdS.
Celah Energi Film CdS
CdS merupakan material semikonduktor yang memiliki celah energi khas.
Berdasarkan persamaan
(α hv )
2
= A ( hv − Eg )
(6)
dan
α=
(7)
1 ⎛1⎞
ln ⎜ ⎟
d ⎝T ⎠
celah energi CdS yang dideposisi dengan metode CBD pada suhu 70 oC sebesar
2.34 eV (Gambar 34). Celah energi CdS sangat mempengaruhi sifat konduktivitas
listrik CdS. Semakin besar celah energi, maka akan semakin kecil konduktivitas
listriknya. Celah energi CdS yang dihasilkan dari penelitian ini lebih kecil dari
pada celah energi CdS rata-rata yaitu 2.4 eV.
0.00003
0.000025
(αhv)2
0.00002
0.000015
0.00001
0.000005
0
1.25
1.75
2.25
2.75
Eg (eV)
Gambar 34 Celah Energi CBD-CdS pada suhu 70 oC.
37
Karakteristik Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil/ITO
Diagram energi sel dengan struktur ITO/CdS/Klorofil/ITO ditunjukkan oleh
Gambar 35. Klorofil betindak sebagai donor elektron, sedangkan CdS sebagai
akseptor elektron. Fungsi kerja (Φ) Klorofil lebih besar dibandingkan fungsi kerja
CdS. Fungsi kerja Klorofil sekitar 4.8 eV, sedangkan CdS sekitar 4.0 eV. Adanya
perbedaan fungsi kerja ini menyebabkan terbentuknya medan listrik yang dapat
memisahkan pasangan elektron-hole.
Penyinaran sel dengan cahaya polikromatik memungkinkan CdS menyerap
cahaya sehingga berkontribusi dalam generasi muatan. Muatan yang berkontribusi
besar dalam menghasilkan arus adalah muatan yang terbentuk disekitar
persambungan Klorofil/CdS. Hal ini disebabkan muatan yang dibentuk disekitar
permukaan persambungan lebih mudah dipisahkan oleh medan listrik pada daerah
persambungan, sehingga dapat menghasilkan arus foto.
Terdapat tiga buah sel ITO/CdS/Klorofil/ITO dengan konsentrasi Cu pada
Klorofil 50 ppm (A21), 100 ppm (A22) dan 150 ppm (A23). Gambar 36
menunjukkan kurva karakteristik rapat arus-tegangan untuk sel A21, A22 dan
A23. Karakteristik
rapat arus–tegangan sangat diperlukan untuk mengetahui
apakah sel yang dibuat bersifat fotovoltaik atau fotokonduktif.
Distribusi rapat arus (J)-tegangan (V) sel A21, A22 dan A23 pada Gambar 36
menunjukkan bahwa ketiga sel tersebut lebih bersifat fotovoltaik dibandingkan
fotokonduktif. Hal ini terlihat dari kurva J-V (kondisi gelap) tidak liniear dan
tidak simetri. Bentuk kurva yang tidak linier dan tidak simetri menunjukkan
bahwa pada permukaan klorofil dengan CdS terbentuk potensial penghalang yang
dapat menghambat aliran muatan.
Level vakum
Φ ITO
Φ Klorofil
e
Φ CdS
Φ ITO
Energi
hole
e
Gambar 35 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/ITO.
hv
38
Pengukuran kurva J-V dilakukan dengan menghubungkan elektroda negatif
alat ukur (Keithley 2400 Source meter) pada sisi ITO/CdS dan elektroda positif
pada sisi Klorofil/ITO. Ketiga sel menunjukkan kenaikan rapat arus ketika
diberikan potensial maju, hal ini terjadi karena pada saat tegangan bias mundur
yang dipasang semakin mengecil (-4 ke 0 volt), maka potensial pengalang pada
persambungan akan menurun. Penurunan potensial pengalang yang cukup besar
akan
menyebabkan
pembawa
mayoritas
(majority
carrier)
melintasi
persambungan. Pembawa-pembawa ini akan meningkatkan rapat arus maju dan
0.0003
0.0002
0.0006
A22
0.0004
0.0001
J (A/cm2)
0.0004
A21
J (A/cm2)
menurunkan rapat arus reverse ketika tegangan mendekati nol (Gambar 36).
0.0002
0
-3.2
-2.2
-1.2
-0.2
-0.0001
0.8
1.8
2.8
0
V (Volt)
-3.2
-1.2
-0.0002
0.8
2.8
V (Volt)
-0.0002
-0.0003
-0.0004
-0.0004
-0.0005
-0.0006
-0.0006
Terang
Gelap
Gelap
Terang
0.001
A23
0.0005
J (A/cm2)
0
-4.6
-3.6
-2.6
-1.6
-0.6
0.4
-0.0005
1.4
2.4
V (volt)
3.4
-0.001
-0.0015
-0.002
-0.0025
-0.003
Gelap
Terang
Gambar 36 Kurva karakteristik rapat arus (J)-tegangan (V) sel A21, A22, A23.
39
Gambar 36 juga memperlihatkan bahwa, ketika tegangan bias maju
diberikan, arus mayoritas semakin meningkat. Kenaikan arus mayoritas ini tejadi
karena potensial penghalang semakin mengecil dengan meningkatnya tagangan
bias maju. Adanya penyinaran oleh cahaya pada permuakaan sel, akan
meningkatkan pasangan elektron-hole di daerah difusi dekat persambungan
Klorofil/CdS. Pasangan elektron-hole akan terpisah oleh medan listrik yang
kemudian akan berkontribusi terhadap peningkatan arus foto, sehingga dari
Gambar 36 terlihat adanya peningkatan rapat arus ketika sel disinari dibandingkan
dengan gelap.
Kenaikan rapat arus mayoritas, selain dipengaruhi oleh cahaya, juga
dipengaruhi oleh jenis klorofil yang digunakan. Pengaruh jenis klorofil di dalam
sel ITO/CdS/Klorofil/ITO dijelaskan pada sub bab berikutnya.
Pengaruh Konsentrasi Cu Terhadap Sifat Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil/ITO
Gambar 37 memperlihatkan perbandingan karakteristik J-V sel (kondisi
penyinaran) dengan variasi konsentrasi Cu pada klorofil. Sel A23 memiliki rapat
arus yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel A21 dan A22. Hal ini disebabkan
karena klorofil yang dipakai sel A23, menggunakan konsentrasi Cu yang paling
besar. Klorofil dengan konsentrasi Cu 150 ppm, memiliki kekuatan terhadap
degradasi lingkungan yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain, sehingga
sifat semikonduktif bahannya pun akan semakin tahan lama.
Tingginya rapat arus pada A23 berkaitan juga dengan pengaruh Cu terhadap
reaksi yang terjadi pada fotositem I. Pada konsentrasi tertentu, logam Cu
merupakan komponen utama pada elektron-donor di dalam fotosistem I
(Zvezdanović, et al. 2007). Adanya keterkaitan antara Cu dengan elektron-donor
pada fotosistem I dapat menyebabkan rapat arus sel menjadi naik.
40
2
J (A/cm )
0.0015
0.001
0.0005
0
-4
-2
0
2
V (volt)
-0.0005
4
-0.001
-0.0015
A23
A22
A21
Gambar 37 Karakteristik rapat arus – tegangan sel A21 (50 ppm Cu), A22 (100
pm Cu) dan A23 (150 ppm Cu) dalam kondisi penyinaran.
Pengaruh Konsentrasi Donor H+ pada PANI Terhadap Sel
ITO/CdS/ Klorofil/PANI/ITO
Karakteristik Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil-50/PANI/ITO
Gambar 38 menunjukkan diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO.
Penambahan polianilin diantara lapisan ITO/Klorofil bertujuan untuk mengurangi
barrier yang terjadi antara ITO/Klorofil, mengurangi kekasaran permukaan ITO
dan meningkatkan difusi muatan antara ITO dan Klorofil. Fungsi kerja PANI
sekitar 4.8 eV (Fehse et al. 2007). Fungsi kerja PANI tidak jauh berbeda dengan
fungsi kerja Klorofil, sehingga kontak yang terjadi antara PANI/Klorofil adalah
kontak ohmik.
Level vakum
Φ ITO
Φ PANI
Φ Klorofil
Φ CdS Φ ITO
e
hv
Energi
hole
e
Gambar 38 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/PANI//ITO.
41
Pengukuran kurva J-V dilakukan dengan memasang elektroda negatif alat
(Keithley 2400 Source Meter) pada sisi ITO/CdS sedangkan elektroda positif pada
sisi PANI/ITO. Gambar 39 menunjukkan kurva karakteristik J-V untuk sel A1, A2
dan A3 pada kondisi gelap dan terang. Ketiga sel memiliki sifat fotovoltaik yang
ditunjukkan oleh distribusi rapat arus dan tegangan tidak linier dan tidak simetris.
Rapat arus sel A3 pada tegangan bias maju 4 volt (kondisi gelap) sebesar
0.0043 A/cm2, sedangkan sel A1 dan A2 masing-masing sebesar 0.0011 dan
0.0018 A/cm2. Tingginya rapat arus pada sel A3 disebabkan oleh konsentrasi
donor H+ pada polianilin paling besar dibandingkan sel A1 dan A2.
Penambahan lapisan polianilin antara lapisan Klorofil dengan ITO dapat
meningkatkan injeksi hole antara klorofil dengan ITO. Penambahan lapisan
polianilin juga dapat menurunkan energi penghalang antara Klorofil dengan ITO,
sehingga memudahkan mobilitas muatan antara PANI dengan ITO (Valaski, et al.
2004). Hal ini berbeda dengan sel A21, A22 dan A23 yang tidak menggunakan
lapisan polianilin. Ketiga sel ini memiliki kenaikan rapat arus yang lebih rendah
dibandingkan dengan sel A1, A2 dan A3 baik pada kondisi gelap ataupun kondisi
terang.
Penyinaran dengan cahaya dapat meningkatkan rapat arus maju. Hal ini
terjadi karena semakin banyak eksiton yang dibangkitkan pada lapisan donor
(Klorofil). Eksiton akan dipisahkan menjadi elektron dan hole oleh medan listrik
antara CdS dengan Klorofil. Masing-masing muatan ini akan bergerak menuju
elektroda. Hole menuju anoda, sedangkan elektron menuju katoda. Akumulasi
muatan antara kedua elektroda ini akan menimbulkan beda potensial, atau disebut
dengan open-circuit voltage (Voc) ketika rangkaian terbuka. Pemasangan beban
pada sel akan mengakibatkan aliran arus yang berasal dari anoda ke katoda, atau
disebut dengan short-circuit current (Isc).
42
A2
2
0.0015
0.001
0.0005
0.0005
0
-4
J (A/cm )
0.001
0.002
2
0.002
0.0015
J (A/cm )
A1
0
-2 -0.0005 0
2
V (volt)
4
-4
-2 -0.0005 0
-0.001
-0.001
-0.0015
-0.0015
-0.002
2
4
V (volt)
-0.002
Gelap
Gelap
Terang
Terang
2
J (A/cm )
0.006
A3
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0
-4
-2
-0.001 0
2
V (volt)
4
-0.002
-0.003
-0.004
Gelap
Terang
Gambar 39 Karakteristik J-V sel A1, A2 dan A3 dalam kondisi gelap dan terang.
A1
2
J (A/cm )
0.015
0.01
A2
A3
0.005
0
-10
-5
0
-0.005
-0.01
5
V (volt)
Gambar 40 Kurva rapat arus-tegangan Sel A1, A2 dan A3 (terang)
Gambar 40 menunjukkan kurva arus tegangan sel A1, A2 dan A3 fungsi
tegangan luar pada suhu ruang dan penyinaran dengan cahaya polikromatik.
Lapisan ITO/CdS menjadi negatif terhadap lapisan Klorofil-50/PANI/ITO. Kurva
J-V berbentuk tidak simetrik dan tidak linier untuk semua sel, menunjukkan
43
terbentuknya potensial penghalang antara CdS dengan Klorofil. Kenaikan rapat
arus paling tinggi pada bias maju 4 volt dimiliki oleh sel A3 (0.0059 A/cm2).
Kenaikan rapat arus yang paling tinggi pada sel A3 menunjukkan bahwa sel A3
memiliki sensitivitas terhadap cahaya paling tinggi dibandingkan dengan sel A1
(0.0019 A/cm2) dan A2 (0.0025 A/cm2). Hal ini dapat disebabkan karena sel A3
memiliki konsentrasi donor H+ pada PANI yang paling besar. Kenaikan arus yang
paling kecil dimiliki oleh sel A1, hal ini dapat terlihat lebih jelas pada Gambar 42.
Gambar 41 menunjukkan tegangan (Voc) maksimum yang dihasilkan oleh sel A1,
A2 dan A3 masing-masing sebesar 95.0 mV, 94.6 mV dan 130.0 mV ketika
disinari oleh cahaya dengan intensitas 1.5 µW/cm2.
Gambar 43 menunjukkan respon dinamik dan kestabilan tegangan sel ketika
disinari oleh cahaya. Salah satu kelemahan dari sel surya organik adalah
rendahnya kestabilan tegangan yang dimiliki. Penurunan tegangan yang cepat
140
120
V (mV)
100
80
A1
60
A2
40
A3
20
0
0
0.5
1
1.5
2
2
I (µWatt/cm )
Gambar 41 Pengaruh intensitas pada tegangan A1, A2 dan A3.
0.8
0.7
I (µA)
0.6
0.5
0.4
A1
0.3
A2
0.2
A3
0.1
0
0
0.5
1
I (µWatt/cm2)
1.5
2
Gambar 42 Pengaruh intensitas cahaya pada Isc.
44
pada kondisi penyinaran merupakan salah satu kelamahan sel surya organik, tetapi
pada penelitian ini semua sel memiliki kecepatan merespon cahaya dan tingkat
kestabilan tegangan pada kondisi penyinaran yang sama, meskipun tegangan (Voc)
maksimum berbeda-beda. Tengangan (Voc) maksimum sel A1, A2 dan A3
masing-masing 0.374 mV, 0.392 mV dan 0.397 mV.
Gambar 43 juga menunjukkan ketika penyinaran sel dihentikan, tegangan
menurun secara eksponensial. Hal ini mirip seperti kurva pengosongan kapasitor,
sehingga dapat dikatakan bahwa sel memiliki kapasitansi yang bergantung pada
sifat sel itu sendiri. Dengan menganalogikan sel sebagai kapasitor, konstanta
waktu (τ) untuk sel dapat dilihat di Tabel 4.
Konstanta waktu sangat diperlukan untuk menjelaskan respon dinamik dan
recovery response sel terhadap cahaya. Sel dengan konstanta waktu kecil akan
memiliki respon dinamik dan recovery response lebih besar dibandingkan sel
dengan konstanta waktu yang besar. Hal ini dapat dilihat dari kecepatan naik dan
turunnya tegangan ketika penyinaran diberikan dan dihentikan.
Sel dengan
konstanta waktu yang kecil akan memiliki kecepatan kenaikan tegangan yang
tinggi ketika sel disinari dan penurunan tegangan yang tinggi pula ketika
V (Volt)
penyinaran dihentikan.
Terang
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
A1
A2
A3
Gelap
0
100
200
t (detik)
300
400
Gambar 43 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel A1, A2 dan A3.
Tabel 4 Konstanta waktu sel A1, A2 dan A3
No
Sel
τ = RC (sekon)
1
A1
17.09
2
A2
9.60
3
A3
11.80
45
Konstanta waktu ini tidak dapat dapat digunakan untuk melihat respon
dinamik sel ketika penyinaran diberikan, tetapi hanya dapat digunakan untuk
melihat recovery response sel ketika penyinaran dihentikan atau pada saat
penurunan tegangan. Hal ini terjadi karena berdasarkan Gambar 42, ketiga sel
ketika penyinaran dilakukan memiliki respon dinamik yang sama. Berdasarkan
Tabel 4, sel A2 memiliki konstanta waktu yang paling rendah, sehingga akan
memiliki recovery response yang paling tinggi atau dengan kata lain penurunan
tegangan sel A1 ketika penyinaran dihentikan lebih cepat dibandingkan dengan
sel A1 dan A3.
Tinggi rendahnya kualitas sel surya ditentukan oleh nilai ff (fill factor). Sel
surya yang sempurna memiliki ff = 1 (100%). Dengan memasukan data tegangan
dan arus yang ada pada Gambar 44 ke dalam persamaan 5, nilai ff untuk sel A1,
A2 dan A3 masing-masing adalah 0.19, 0.18 dan 0.17. Nilai ff sel A3 lebih rendah
dibandingkan dengan A1 dan A2, meskipun pengukuran parameter fotovoltaik
yang lain menunjukkan bahwa sel A3 memiliki nilai yang lebih tinggi. Ketidak
konsistenan ini tidak mutlak menunjukkan bahwa sel A3 memiliki kualitas yang
buruk, karena dengan melihat kecilnya perbedaan nilai ff, ketidak konsistenan ini
dapat disebabkan oleh tidak standarnya dalam pengambilan data. Perubahan
tegangan yang cepat pada saat pengukuran dapat menjadi salah satu penyebab
ketidak konsistenan data yang di dapat.
I (μA)
30
25
A1
20
A2
15
A3
10
5
0
0
0.1
0.2
0.3
0.4
V (volt)
Gambar 44 Kurva I-V sel A1, A2 dan A3.
46
Berdasarkan data yang di dapat, secara umum sel A3 memiliki kualitas
paling baik dibandingkan sel A1 dan A3, meskipun nilai ff lebih rendah.
Ketepatan dan ketelitian dalam pengambilan data dapat memberikan pengaruh
terhadap data yang di dapat, sehingga ketelitian sangat diperlukan dalam
pengambilan data terutama jika pengambilan data dilakukan secara manual.
Karakteristik Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil-100/PANI/ITO
Pengukuran ketiga sel ini sama seperti pengukuran A1, A2 dan A3, bedanya
terletak pada pemakaian klorofil. Klorofil yang digunakan adalah dengan
konsentrasi Cu 100 ppm. Gambar 45 menunjukkan kurva karakteristik J-V tiga
buah sel B dalam kondisi gelap dan terang.
Pengukuran J-V pada kondisi gelap menunjukkan bahwa ketiga sel memiliki
efek rektifikasi yang sama. Distribusi rapat arus dan tegangan yang tidak linier
dan tidak simetris menujukkan bahwa telah terbentuk persambungan antara CdS
dengan klorofil.
Panambahan PANI dengan konsentrasi donor H+ tinggi dapat meningkatkan
rapat arus sel ketika diberi tegangan bias maju. Rapat arus sel B3 pada kondisi
gelap (+4 volt) lebih tinggi dibandingkan sel B1 dan B2, yaitu masing-masing
sebesar 0.0034 A/cm2, 0.0026 A/cm2 dan 0.0016 A/cm2. Hal ini sesuai dengan
kenaikan rapat arus pada sel A1, A2 dan A3. Konsentrasi H+ pada PANI sangat
J (A/cm2)
0.0025
B1
0.0035
0.0025
B2
0.002
0.0015
J (A/cm2)
mempengaruhi kenaikan rapat arus sel.
0.001
0.0015
0.0005
0.0005
-5
-3
-1
-0.0005
z
0
1
-4.5
3
V (volt)
-2.5
-0.5
-0.0005
1.5
3.5
V (volt)
-0.001
-0.0015
-0.0025
Gelap
-0.0015
Terang
Gelap
Terang
-0.002
47
2
J (A/cm )
0.004
B3
0.003
0.002
0.001
-4.5
-2.5
0
-0.5
-0.001
1.5
3.5
V (volt)
-0.002
Gelap
-0.003
Terang
-0.004
Gambar 45 Karakteristik J-V sel B1, B2 dan B3 dalam kondisi gelap dan terang.
B1
B2
B3
2
J (A/cm )
0.008
0.006
0.004
0.002
-6
0
-1
-0.002
z
4
V (volt)
-0.004
-0.006
-0.008
Gambar 46 Kurva rapat arus-tegangan Sel B1, B2 dan B3 (terang).
Kenaikan rapat arus sel ketika disinari cahaya polikromatik ditunjukkan
oleh Gambar 46. Sel B3 memiliki kenaikan arus yang lebih tinggi dibandingkan
dengan sel B1dan B2, sama halnya ketika sel berada dalam keadaan gelap.
Berbeda dengan sel A, rapat arus pada sel B2 lebih rendah dibandingkan sel
B1, padahal sel B2 memiliki konsentrasi donor H+ pada PANI lebih tinggi dari
pada B1. Rendahnya kenaikan arus pada B2 dibandingkan B1 dapat diakibatkan
oleh beberapa faktor, yaitu tingginya hambatan dalam B2, semakin berkurangnya
lapisan klorofil dan besarnya ketebalan lapisan PANI. Gambar 47 dan 48
memperlihatkan rendahnya sensitivitas sel B3 terhadap kenaikan intensitas cahaya
48
rendah. Randahnya sensitivitas sel terhadap cahaya sangat dipengaruhi oleh
besarnya hambatan dalam sel.
180
160
V (mV)
140
120
B1
B2
B3
100
80
60
40
20
0
0
0.5
1
I (µWatt/cm2)
1.5
2
Gambar 47 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan sel B1, B2 dan B3.
0.9
0.8
0.7
I (µA)
0.6
0.5
B1
B2
B3
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
0.5
1
I (µWatt/cm2)
1.5
2
Gambar 48 Pengaruh intensitas cahaya terhadap Isc.
Respon dinamik sel terhadap cahaya intensitas tinggi ditunjukkan oleh
Gambar 49. Gambar 49 memperlihatkan karakteristik sel B3 yang berbeda dengan
Gambar 55. Sel B3 pada Gambar 49 memiliki kanaikan tegangan yang sangat
tinggi, sedangkan pada Gambar 47, kenaikan tegangan sel B3 terhadap intensitas,
lebih lambat dibandingkan sel B1 dan B2. Terjadinya perbedaan ini dapat
disebabkan oleh perbedaan karakteristik sel dalam merespon cahaya, ada sel yang
sensitivitasnya tinggi terhadap cahaya intensitas rendah, tetapi ada juga sel yang
mulai merespon cahaya, jika intensitasnya tinggi. Hal ini juga dapat dipengaruhi
oleh sedikitnya eksiton yang dibangkitkan dan rendahnya jumlah muatan yang
sampai di elektroda ketika sel disinari oleh cahaya intensitas rendah. Sedikitnya
49
muatan yang sampai di elektroda, dapat disebabkan oleh panjangnya lintasan
difusi muatan, sehingga banyak muatan yang berekombinasi sebelum sampai di
elektroda.
Besarnya respon dinamik sel juga dapat dilihat dari konstanta waktu, jika sel
dianalogikan sebagai kapasitor. Tabel 5 menunjukkan konstanta waktu setiap sel.
Sel B1 memiliki konstanta waktu yang paling rendah, sedangkan B3 memiliki
konstanta waktu yang paling besar. Besarnya konstanta waktu sel B3
dibandingkan sel B1 dan B2 dapat dilihat pula dari lambatnya penurunan tegangan
ketika penyinaran sel B3 dihentikan (Gambar 49). Hal ini menjadi kelebihan dari
sel B3 ketika sel B3 dianggap sebagai baterai. Seperti pada sel A, konstanta waktu
ini hanya dapat digunakan untuk menjelaskan recovery response ketika
penyinaran sel dihentikan, karena berdasarkan Gambar 49, ketiga sel memiliki
respon dinamik yang sama ketika penyinaran diberikan.
Berdasarkan kurva I-V pada Gambar 50, nilai ff untuk masing-masing sel
B1, B2 dan B3 adalah 0.17, 0.18 dan 0.16. Sel B2 memiliki nilai ff yang paling
tinggi, meskipun sel B3 memiliki tagangan (Voc) pada intensitas cahaya tinggi
paling besar dibandingkan dengan sel B2. Rendahnya nilai ff pada B3 dapat
disebabkan oleh hambatan internal sel B3 lebih besar dibandingkan sel
B1 dan B2.
Terang
0.6
B1
B2
B3
0.5
V (Volt)
0.4
0.3
0.2
Gelap
0.1
0
0
100
200
t (detik)
300
400
Gambar 49 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel B1, B2 dan B3. terhadap
cahaya.
50
Table 5 Konstanta waktu sel B1, B2 dan B3
No
Sel
τ = RC (sekon)
1
B1
17.80
2
B2
26.20
3
B3
34.60
35
30
I (μA)
25
B1
B2
B3
20
15
10
5
0
0
0.1
0.2
0.3
0.4
V (Volt)
Gambar 50 Kurva I-V sel B1, B2 dan B3.
Karakteristik Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil-150/PANI/ITO
Sel C1, C2 dan C3 dibuat dengan mengkombinasikan klorofil-150 (150
ppm Cu di dalam klorofil) dengan PANI pada konsentrasi donor H+ 1M, 2 M dan
3M. Gambar 51 menunjukkan karakteristik rapat arus dan tegangan ketika sel
diberi tegangan bias maju dan bias mundur dalam kondisi gelap dan terang.
Sel C1, C2 dan C3 memiliki bentuk kurva J-V yang hampir sama.
Terbentuknya distribusi rapat arus-tegangan pada kondisi gelap yang tidak linier
dan tidak simetris sebagai bukti timbunya potensial penghalang pada
persambungan CdS/Klorofil-150. Sel dengan konsentrasi H+ PANI yang lebih
besar memiliki kenaikan rapat arus gelap (dark density current) paling tinggi.
Rapat arus sel gelap C3 pada tegangan 4 volt sebesar 0.005 A/cm2, sedangkan C1
dan C2 masing-masing sebesar 0.0023 A/cm2 dan 0.004 A/cm2.
51
0.006
C2
0.004
0.002
-4.5
-2.5
J (A/cm2)
0.004
J (A/cm2)
C1
0.006
0.002
0
-0.5
1.5
3.5
-4.5
-2.5
V (volt)
-0.002
-0.004
0
-0.5
1.5
-0.002
Gelap
Gelap
-0.004
Terang
Terang
-0.006
-0.006
0.006
2
0.008
J (A/cm )
C3
3.5
V (volt)
0.004
0.002
0
-4.5
-2.5
-0.5
-0.002
1.5
3.5
V (volt)
-0.004
-0.006
-0.008
Gelap
Terang
Gambar 51 Karakteristik J-V sel C1, C2 dan C3 dalam kondisi gelap dan terang.
Penyinaran dengan cahaya akan menambah rapat arus maju pada sel. Hal ini
terlihat dari Gambar 51 yang menunjukkan kenaikan rapat arus pada setiap sel
ketika kondisi terang. Perbandingan rapat arus sel C1, C2 dan C3 pada kondisi
terang ditunjukkan oleh Gambar 52. Karakteristik kenaikan rapat arus sel C3 pada
Gambar 52 didukung juga oleh Gambar 53, 54 dan 55. Sel C3 memiliki nilai
tertinggi untuk setiap pengukuran parameter fotovoltaik. Salah satu faktor
penyebabnya adalah konstentrasi donor H+ yang besar dan keberadaan klorofil di
dalam lapisan relatif stabil dibandingkan dengan sel C1 dan C2.
Gambar 55 menunjukkan penurunan tegangan (recovery response) ketika
penyinaran sel dihentikan mirip dengan sel A dan B. Penurunan secara
eksponensial ini diduga sel memiliki kapasitansi. Dengan menganggap sel C1, C2
dan C3 sebagai kapasitor, maka konstanta waktu untuk masing-masing sel dapat
ditentukan. Tabel 6 menunjukkan konstanta waktu setiap sel. Sel C3 memiliki
konstanta waktu yang paling rendah dibandingkan dengan sel C1 dan C2.
52
Kecilnya konstanta waktu ini dapat memperbesar recovery response atau
C1
C3
C2
0.015
0.01
J (A/cm 2 )
mempercepat penurunan tegangan ketika penyinaran sel dihentikan.
0.005
0
-9
-4 -0.005
1
6
V (volt)
-0.01
-0.015
Gambar 52 Kurva rapat arus-tegangan Sel C1, C2 dan C3 (terang).
V (mV)
140
120
100
80
60
40
C1
C2
C3
20
0
0
1
I (µWatt/cm 2 )
2
Gambar 53 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan C1, C2 dan C3.
I (µA)
0.8
0.6
C1
0.4
C2
C3
0.2
0
0
1
I (µWatt/cm 2 )
2
Gambar 54 Pengaruh intensitas cahaya terhadap Isc.
53
Terang
V (v o lt)
0.4
C1
0.3
C2
C3
0.2
Gelap
0.1
0
0
100
200
300
400
t (d etik)
Gambar 55 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel C1, C2 dan C3.
Tabel 6 Konstanta waktu sel C1, C2 dan C3
No
Sel
τ = RC (sekon)
1
C1
11.47
2
C2
9.60
3
C3
5.70
Ferforma sel C1, C2 dan C3 dapat dilihat dengan menghitung nilai ff. Nilai
ff dapat diitung dengan memasukan data tegangan dan arus yang ada pada
Gambar 56 kedalam persamaan 5. Nilai ff untuk setiap sel bervariasi terhadap
konsentrasi donor H+ di dalam PANI, kecuali pada sel C2 dan C3. Nilai ff pada
sel C2 dan C3 adalah 0.27, sedangkan C1 adalah 0.20. C3 merupakan sel yang
paling baik diantara sel-sel yang lain, karena memiliki nilai ff dan parameterparameter fotovoltaik yang lebih besar dibandingkan dengan sel-sel yang lain.
Tegangan Voc rata-rata yang dimiliki oleh C3 sebesar 0,338 volt diikuti oleh sel
C1 dan C2 masing-masing sebesar 0.316 volt dan 0.294 volt (Gambar 55).
35
30
I (μA)
25
C1
20
C2
15
C3
10
5
0
0
0.1
0.2 V (volt) 0.3
Gambar 56 Kurva I-V sel C1, C2 dan C3.
54
Tabel 7 Parameter fotovoltaik sel
Kode Sel
Voc rata-rata
Isc Maksimum (µA) ff (fill factor)
τ = RC (sekon)
A1
0.347
2.20
0.19
17.09
A2
0.361
28.0
0.18
9.60
A3
0.373
9.10
0.17
11.80
B1
0.424
10.3
0.17
17.80
B2
0.323
39.0
0.18
26.20
B3
0.494
48.0
0.16
34.60
C1
0.316
12.4
0.20
11.47
C2
0.294
3.30
0.27
9.60
C3
0.338
7.70
0.27
5.70
Tabel 7 menunjukkan nilai-nilai parameter fotovoltaik keseluhan sel
kecuali sel A21, A22 dan A23. Berdasarkan Tabel 7 sel C3 memiliki ferforma
yang paling baik dibandingkan sel yang lain. Hal ini dapat dilihat dari nilai ff yang
paling besar dan konstanta waktu yang paling rendah. Konstanta waktu yang
paling rendah menunjukkan respon dinamik yang paling tinggi.
Pengaruh Konsentrasi Cu di dalam Klorofil pada Sel
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO
Gambar 57, 58 dan 59 merupakan perbandingan kanaikan rapat arus sel
kondisi gelap dengan variasi konsentrasi Cu pada klorofil 50 ppm, 100 ppm dan
150 ppm dengan konsentrasi H+ PANI tetap. Setiap Gambar menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi Cu pada klorofil, semakin meningkat pula rapat arus
sel ketika dibias maju. Hal ini disebabkan karena klorofil dengan konsentrasi Cu
150 ppm, memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap kerusakan dari
lingkungan, sehingga eksiton yang dibangkitkan dari klorofil oleh penyinaran
cahaya akan semakin besar.
Rapat arus semakin membesar ketika sel disinari oleh cahaya. Gambar 60,
61 dan 62 menunjukkan karakter yang sama seperti pada Gambar 57, 58 dan 59.
Sel C3 memiliki kenaikan rapat arus paling besar, baik sel dalam keadaan gelap
atau terang. Tingginya rapat arus sel, yang memakai klorofil dengan konsentrasi
Cu paling tinggi dapat disebabkan oleh semakin banyaknya muatan positif yang
berasal dari Cu.
55
J (A/cm2)
0.003
0.002
0.001
0
-4.5
-2.5
-0.5
1.5
3.5
V (volt)
-0.001
A1
-0.002
B1
C1
-0.003
Gambar 57 Kurva rapat arus-tegangan Sel A1, B1 dan C1 (Gelap).
J (A/cm2)
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0
-4.5
-2.5
-0.5
-0.001
1.5
3.5
V (volt)
A2
-0.002
B2
-0.003
C2
-0.004
2
0.006
J (A/cm )
Gambar 58 Kurva rapat arus-tegangan Sel A2, B2 dan C2 (Gelap).
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0
-5
-3
-1
-0.001
1
3
V (volt)
-0.003
A3
A3
B3
C3
-0.004
B3
C3
-0.002
Gambar 59 Kurva rapat arus-tegangan Sel A3, B3 dan C3 (Gelap).
56
Ketidak konsistenan antara satu pengukuran dengan pengukuran lain pada
setiap sel, terutama pada sel B disebabkan karena parameter-parameter fotovoltaik
yang terukur sangat dipengaruhi oleh struktur masing-masing lapisan aktif
penyusun sel. Ketebalan lapisan yang terlalu besar dengan struktur permukaan
yang tidak homogen dapat memperbesar hambatan internal sel, sehingga dapat
mengurangi mobilitas muatan yang melintasi sel. Adanya kekurangan ini, akan
menimbulkan ketidak konsistenan antara pengukuran parameter yang satu dengan
pengukuran parameter yang lain.
Penyebab lain dari ketidak konsistenan adalah muncul dari lapisan klorofil
yang berada diantara CdS dengan PANI. Bentuk klorofil berupa gel, merupakan
salah penyebab utama berkurangnya lapisan klorofil. Berkurangnya lapisan
klorofil ini dapat diakibatkan oleh kebocoran pada tepi lapisan. Adanya
pengurangan klorofil ini akan menurunkan jumlah eksiton yang dihasilkan dari
klorofil.
2
J (A/cm )
0.008
0.006
0.004
0.002
0
-10
-5
-0.002
-0.004
0
5
10
V (volt)
-0.006
-0.008
-0.01
-0.012
A1
A1
B1
C1
B1
C1
Gambar 60 Kurva rapat arus-tegangan Sel A1, B1 dan C1 (Terang).
57
J (A/cm2)
0.01
0.008
0.006
0.004
0.002
0
-10
-5
-0.002
0
5
10
V (volt)
-0.004
A2
-0.006
B2
-0.008
C2
-0.01
0.007
0.005
2
0.009
J (A/cm )
Gambar 61 Kurva rapat arus-tegangan sel A2, B2 dan C2 (Terang). 0.003
0.001
-10
-5
-0.001 0
-0.003
-0.005
-0.007
5
V (volt)
10
A3
C3
B3
B3
C3
-0.009
Gambar 62 Kurva rapat arus-tegangan Sel A3, B3 dan C3 (Terang).
58
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
kurva
arus-tegangan,
Sel
dengan
struktur
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO memiliki kenaikan rapat arus yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sel ITO/CdS/Klorofil/ITO, sehingga dapat dikatakan bahwa
penambahan polianilini pada sel akan meningkatkan rapat arus terhadap tegangan
bias maju. Berdasarkan nilai ff, kurva rapat arus tegangan dan kurva respon
dinamik serta kestabilan tegangan, sel dengan struktur ITO/CdS/Klorofil150/PANI(3M)/ITO memiliki kualitas paling baik yang ditunjukkan oleh nilai ff
(fill factor) paling tinggi dibandingkan sel yang lain, yaitu sebesar 0.27 dan
kekonsitenan hasil pengukuran parameter fotovoltaik satu dengan yang lain.
Penambahan konsentrasi Cu pada klorofil akan meningkatkan rapat arus sel ketika
diberi tegangan bias maju. Semakin besar konsentrasi Cu yang digunakan, maka
semakin besar pula kenaikan arus selnya. Ketidak konsistenan antara arus dan
tegangan pada sel ITO/CdS/Klorofil-100/PANI(1M, 2M, 3M)/ITO disebabkan
oleh tidak terkontrolnya ketebalan lapisan klorofil dan PANI. Adanya ketidak
konsitenan tersebut, maka
penulis menyarankan untuk mengontrol ketebalan
masing-masing lapisan klorofil dan PANI. Pengontrolan lapisan klorofil dan
PANI dapat dilakukan dengan mencari metode yang lebih baik dalam teknik
pelapisan. Teknik pelapisan yang cukup efisien adalah screen printing. Metode
ini cukup efisien karena mudah dalam penggunaan dan murah dalam pembiayaan.
59
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. http://www.worldofmolecules.com/colors/chlorophyll.htm
Best, B. Phytochemicals as Nutraceuticals.
http://www.benbest.com/nutrceut/phytochemicals.html.
Brütting W, editor. 2005. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA.
Centinögü E, Gümüş, Esen R. 2006. Effects of Deposition Time and Temperature
on the Optical Properties of air-annealed chemical bath Deposition CdS
Film. Thin Solid Film; 515: 1688 – 1693.
Chen T T and FI. Hsieh. 1978. Fotovoltaik, Rectifying and Tunneling Effects of
Al/klorofilrophyll-a/Hg/In Cells. Chinese Journal of Physics; 16: 1.
Collings et al. 2005. Artificial Photosynthesis From Basic Biology to Industrial
Application. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA,Weinheim.
Davidov A S. 1982. Biology and Quantum Mechanic. Pergamon Press Ltd.
Devi R, PK. Kalita, P. Purakayastha, B.K. Sarma. 2008. Growth and transport
properties of nanocrystalline CdS thin film. Journal of Optoelectronics and
Advanced Material; 10: 3077 – 3082.
Devi R, P Purkayasatha, P K Kalita dan B K Sarma. 2007. Synthesis of
nanocrystaline CdS Thin Film in PVA Matrix. Bull. Mater. Sci; 30: 123128.
Fehse K, G Schwartz, K Walzer, and K Leo. 2007. combination of Polyaniline
Anode and Doped Charge Tranport Layers for High-Effiecience Organic
Light Emiting Diode. APPLIED PHYSICS: 101; 124509-1.
Grecu R, E. J Propovici, M. Ladar, L. Pascu dan E. Indrea. 2004. Spectroscopy
Characterization of Chemical Bath Deposition Cadmium Sulphide Layer.
Optoelectronic and Advanced Material; 6: 127-132.
Hepp AF, Sheila G. Bailey dan Ryne P. Raffaelle. 2005. Inorganic Fotovoltaik
Materials and Devices: Past, Present, and Future. Taylor & Francis Group,
LLC.
Hoppe H and Niyazi Serdar Sariciftci. 2004. Organic solar cells: An overview. J.
Mater. Res; 19: 7.
60
Hotchandani S J
S,* D. Baddou, and R. M. Leblanc. 1991. Photoelectric
Properties of ITO/CdS/Klorofilrophyll a /Ag Heterojunction Solar Cells.
J. Phys. Chem; 95: 22.
Kietzke T. 2007. Review Article Recent Advances in Organic Solar Cells.
Advances in OptoElectronics. 10.1155: 15.
Lane PA dan Kafafi ZH. 2005. Solid-State Organic Fotovoltaiks: A Review of
Molecular and Polymeric Devices.Taylor & Francis Group, LLC.
Mabrouki M, A. Oueriagli, A. Outzourhit, E. L. Ameziane, S. Hotchandani, and
R. M. LeBlanc. 2002. Dark Signals and Fotovoltaik Properties of
Al/Klorofilrophyll a/Ag Cells. phys. stat. sol. (a) 191, No. 1, 345–354.
Maity S, A. Haldar, N.B. Manik. 2009. Degradation of Safranine T Dye-Based
Photo Electrochemical Organic Fotovoltaik Device. Ionics; 10: 3.
Nelson J. 2002. Organic fotovoltaik film. Current Opinion in Solid State &
Maerial Science; 6: 87-95.
Nevile RC. 1995. Solar Cell Conversion. Elsevier Science B.V.
Niu H, Q Yang, K Tang Y Xie dan Y Zhu. 2006. Soft-Template Synthesis of
Single-Crystalline CdS Dendrite. Nanoscience and Nanothehnology; 6: 1-6.
Prasad PN. 2003. Introduction of Biophotonic. A John Willey & Sons, Inc.,
Publication.
Petritsch K. 2000. Organic Solar Cell Architectures.Cambridge and Graz.
Quiñonens J. 2003. Temperature Dependent Conductivity of AMPSA Doped
Polyaniline Film and Fiber. Proceeding of The National Conference on
Undergraduate Reseach (NCUR).
Rio SR, Masamori Iida. 1999. Fisika dan Teknologi Semikonduktor. Jakarta: PT
Pradya Paramita.
Rodriguez et al. 2008. Synthesis and Spectral Properties of Starch Capped CdS
Nanoparticles in Aqueous Solution. Journal of Crystal Growth; 310: 160-164.
Soga T, editor. 2006. Nanostructured Materials for Solar Energy Conversion . Ed
ke-1. New York: Elsevier.
Sze, SM dan Kwok K. Ng.
2007. Physics of Semiconductor Devices. New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
61
Valaski R, et al. 2004. Poly (3-methylthiophene)-based fotovoltaik device
prepared onto tin-oxide/sulfonated-polyaniline electrodes. Electrochemistry
Comminication; 6: 357-360.
Wenyi L, Cai Xun, C Qiulong dan Z Zhibin. 2005. Influence of Growth Process
on the Structural, Optical and Electrical Properties of CBD-CdS Film.
Materials Letters; 59: 1-5.
Würfel P. 2005. Physics of Solar Cell from Principles to New Concepts. WILEYVCH verlag GmbH & Co, KGaA, Weinheim.
Yang F, Max S dan Stephen R. F. 2005. Controlled growth of a molecular bulk
heterojunction fotovoltaik cell. Nature Material; 4: 37-41.
Zhou X, Ziheng LI, Zhiyaou LI, Shuang XU. 2008. Preparation and formation
mechanism of CdS nano-films via chemical bath deposition. Front. Chem.
China; 3(1): 18-22.
Zvezdanović J, Dejan M dan Goran N. Different Possibities for the Formation of
Complexes Copper and Zinc with Klorofilrophyll Inside Photosynthetic
Organells: Klorofilroplasts and Thylakoids. J. Serb. Chem. Soc; 72: 10531062.
62
LAMPIRAN
63
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Mulai
Karakterisasi optik dan listrik kompleks klorofil Cu
Pembuatan film CdS
Karakterisasi optik, struktur dan morfologi film CdS
Tidak
Sesuai?
Film CdS
Pembuatan Gel Klorofil
Pembuatan PANI
Assembly sel
Pembuatan film
PANI
ITO/CdS/Klorofil/ITO
Assembly sel
Karakterisasi listrik
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO
Sesuai?
Selesai
Tidak
Karakterisasi listrik
Tidak
Sesuai?
Selesai
64
Lampiran 2 Cara perhitungan konstanta waktu (τ)
Konstanta waktu A1 (τA1)
V = Vo e
t
τ
(8)
dengan memisalkan
V = Vo e −1
V =
(9)
Vo
e
dengan V adalah tegangan di setiap waktu t, Vo adalah tegangan maksimum dan e
adalah 2.718, maka dengan mensubstitusi persamaan (8) ke persamaan (9) di
dapat
Vo
−t
= Vo e τ
e
e −1 = e
−1 = −
t =τ
−t
τ
t
τ
t = τ terjadi saat
Vo
, sehingga
e
Vo
τ = t2 – t1
V = Vo/e
t1
t2
Gambar Recovery respon piranti
t
65
Lampiran 3 Konstanta waktu A1, A2 dan A3
Konstanta waktu A1 (τA1)
Vo 0.356
=
= 0.130 Volt
2.718
e
No
1
2
3
rataan
t (detik)
257.1
258.2
258.5
257.9333
Vo/e (Volt)
0.13
0.13
0.13
0.13
Maka
τ = t − t awal
τ = 257.9 − 240
τ = 17.93 detik
Konstanta waktu A2 (τA2)
Vo 0.351
=
= 0.1294 Volt
e
2.718
No
1
2
rataan
t (detik)
249.1
250.1
249.6
Vo/e (Volt)
0.129
0.13
0.13
Maka
τ = t − t awal
τ = 249.6 − 240
τ = 9.60 detik
Konstanta waktu A3 (τA3)
Vo 0.350
=
= 0.129 Volt
e
2.718
t (detik)
251.8
Vo/e (Volt)
0.129
66
Maka
τ = t − t awal
τ = 251.8 − 240
τ = 11.80 detik
No
1
2
91
92
93
102
103
118
119
120
170
171
172
173
182
183
184
185
186
187
188
A1
t (detik) V(Volt)
240
0.343
240
0.354
249
0.165
249
0.17
249
0.157
250
0.165
250
0.147
252
0.146
252
0.156
252
0.162
257
0.118
257
0.114
257
0.13
257
0.12
258
0.119
258
0.13
258
0.114
258
0.132
259
0.13
259
0.124
259
0.134
No
A2
t (detik)
240
240.1
249
249.1
249.2
250.1
250.2
251.7
251.8
251.9
256.9
257
257.1
257.2
1
2
91
92
93
102
103
118
119
120
170
171
172
173
182
183
184
185
186
187
188
No
V (volt)
0.356
0.356
0.126
0.129
0.133
0.13
0.111
0.113
0.119
0.109
0.103
0.095
0.097
0.103
1
2
91
92
93
102
103
118
119
120
170
171
172
173
182
183
184
185
186
187
188
t (detik)
240
240.1
249
249.1
249.2
250.1
250.2
251.7
251.8
251.9
256.9
257
257.1
257.2
258.1
258.2
258.3
258.4
258.5
258.6
258.7
A3
V (Volt)
0.366
0.371
0.117
0.148
0.152
0.135
0.135
0.106
0.129
0.119
0.107
0.099
0.111
0.111
0.099
0.09
0.079
0.094
0.106
0.11
0.094
Keterangan:
= t dan Vo/e
A1
0.4
0.35
V (Volt)
0.3
0.25
0.2
A1
τ
0.15
0.1
0.05
0
240
290
340
390
t (detik)
Gambar Recovery response sel A1.
67
A2
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
A2
0.2
τ
0.15
0.1
Gelap
0.05
0
240
290
340
390
Gambar Recovery response sel A2.
A3
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
A3
τ
Gelap
0.1
0.05
0
240
290
340
390
Gambar Recovery response sel A3.
68
Lampiran 4 Konstanta waktu B1, B2 dan B3
Konstanta waktu B1 (τB1)
Vo 0.427
=
= 0.157 Volt
e
2.718
t (detik)
257.8
Vo/e (Volt)
0.157
Maka
τ = t − t awal
τ = 257.8 − 240
τ = 17.80 detik
Konstanta waktu B2 (τB2)
Vo 0.359
=
= 0.1321 Volt
2.718
e
t (detik)
266.2
Vo/e (Volt)
0.133
Maka
τ = t − t awal
τ = 266.2 − 240
τ = 26.20 detik
Konstanta waktu B3 (τB3)
Vo 0.485
=
= 0.178 Volt
2.718
e
t (detik)
274.6
Vo/e (Volt)
0.178
Maka
τ = t − t awal
τ = 274.6 − 240
τ = 34.60 detik
69
No
1
2
…
177
178
179
180
181
B1
t (detik)
240
240.1
…
257.6
257.7
257.8
257.9
258
No
V (Volt)
0.435
0.435
…
0.155
0.154
0.157
0.147
0.172
1
2
…
177
178
179
180
181
259
260
261
262
263
264
265
B2
t (detik)
240
240.1
…
257.6
257.7
257.8
257.9
258
265.8
265.9
266
266.1
266.2
266.3
266.4
No
V (Volt)
0.348
0.352
…
0.179
0.153
0.179
0.152
0.152
0.164
0.139
0.145
0.141
0.133
0.152
0.127
1
2
…
177
178
179
180
181
259
260
261
262
263
264
265
346
347
348
B3
t (detik)
240
240.1
…
257.6
257.7
257.8
257.9
258
265.8
265.9
266
266.1
266.2
266.3
266.4
274.5
274.6
274.7
V (Volt)
0.484
0.468
…
0.235
0.25
0.229
0.231
0.218
0.218
0.211
0.214
0.201
0.221
0.205
0.19
0.186
0.179
0.185
Keterangan:
= t dan Vo/e
B1
0 .5
0 .4 5
0 .4
V (Volt)
0 .3 5
0 .3
τ
0 .2 5
B1
0 .2
0 .15
0 .1
0 .0 5
0
240
290
340
390
t (detik)
Gambar Recovery response sel B1.
70
B2
0 .4
0 .3 5
0 .3
τ
V (volt)
0 .2 5
0 .2
B2
0 .15
0 .1
0 .0 5
0
240
290
340
390
t (detik)
Gambar Recovery response sel B2.
B3
0.6
0.5
V (Volt)
0.4
τ
0.3
B3
0.2
0.1
0
240
290
340
t (detik)
Gambar Recovery response sel B3.
390
71
Lampiran 5 Konstanta waktu C1, C2 dan C3
Konstanta waktu C1 (τC1)
Vo 0.315
=
= 0.116 Volt
e
2.718
t (detik)
248.6
Vo/e (Volt)
0.116
Maka
τ = t − t awal
τ = 248.6 − 240
τ = 8.60 detik
Konstanta waktu C2 (τC2)
Vo 0.305
=
= 0.109 Volt
2.718
e
No
1
2
rataan
t (detik)
258.4
259.2
258.8
Vo/e (Volt)
0.109
0.109
0.109
Maka
τ = t − t awal
τ = 258.8 − 249.8
τ = 9.00 detik
Konstanta waktu C3 (τC3)
Vo 0.344
=
= 0.126 Volt
2.718
e
t (detik)
245.7
Vo/e (Volt)
0.126
Maka
τ = t − t awal
τ = 245.7 − 240
τ = 5.70 detik
72
No
1
2
57
58
59
63
86
87
88
93
94
95
C1
t (deti)
240
240.1
245.6
245.7
245.8
246.2
248.5
248.6
248.7
249.2
249.3
249.4
No
V (volt)
0.312
0.304
0.14
0.142
0.144
0.141
0.125
0.116
0.14
0.124
0.137
0.118
C2
t (deti)
249.8
249.9
255.4
255.5
255.6
256
258.3
258.4
258.5
259
259.1
259.2
No
V (volt)
0.297
0.286
0.119
0.131
0.122
0.129
0.104
0.109
0.115
0.085
0.106
0.109
1
2
57
58
59
63
C3
t (deti)
240
240.1
245.6
245.7
245.8
246.2
V (volt)
0.324
0.338
0.13
0.126
0.15
0.133
Keterangan:
= t dan Vo/e
C1
0.4
V (volt)
0.35
0.3
0.25
τ
0.2
C1
0.15
0.1
0.05
0
240
290
t (detik)
340
Gambar Recovery response sel C1.
390
73
C2
0.35
0.3
V (volt)
0.25
0.2
τ
0.15
C2
0.1
0.05
0
240
290
t (detik)
340
390
Gambar Recovery response sel C2.
C3
0.4
V (volt)
0.35
0.3
0.25
0.2
C3
τ
0.15
0.1
0.05
0
240
290
340
390
t (detik)
Gambar Recovery response sel C3.
74
Lampiran 6 Perhitungan ff A1, A2 dan A3
V
(Volt)
0
0.003
0.023
0.052
0.075
0.101
0.132
0.17
0.192
0.221
0.22
0.303
A1
I
P=VxI
(A)
(W)
3.7
0
3.1
0.0093
2.8
0.0644
2.4
0.1248
2.2
0.165
1.9
0.1919
0.2112
1.6
1.2
0.204
1
0.192
0.8
0.1768
0.7
0.154
0
0
Pmax
ff =
0.2112
Pmax
A2
I
P=VxI
(A)
(W)
27.9
0
26.5
0.7155
25.4
0.8128
16.5
1.419
12.8
1.3952
9.8
1.2936
5
0.885
3.2
0.6432
1.6
0.3632
1.1
0.264
0
0
1.419
A3
V
I
P=VxI
(Volt) (A)
(W)
0
11
0
0.01
10.1
0.101
0.047
7.6
0.3572
0.075
6.4
0.48
0.095
5.6
0.532
0.5628
0.134
4.2
0.153
3.6
0.5508
0.178
2.9
0.5162
0.205
2.1
0.4305
0.234
1.4
0.3276
0.249
1.2
0.2988
0.262
1
0.262
0.271
0.9
0.2439
0.297
0
0
Pmax
0.5628
Voc xI sc
, Voc terjadi saat Isc = 0 dan Isc terjadi saat Voc = 0, maka
Pmax
Sel A1
0.303 x3.7
0.2112
ff = 0.19
ff =
Sel A2
0.285 x 27.9
1.419
ff = 0.18
ff =
Sel A3
0.297 x11
0.5628
ff = 0.17
ff =
V
(Volt)
0
0.027
0.032
0.086
0.109
0.132
0.177
0.201
0.227
0.24
0.285
75
Lampiran 7 Perhitungan ff B1, B2 dan B3
V
(Volt)
0
0.008
0.017
0.03
0.099
0.115
0.157
0.182
0.205
0.226
0.248
0.271
0.286
0.301
B1
I
(A)
19
17.8
17.3
15
9.5
8.3
5.7
4.5
3.5
2.6
1.9
1.3
0.9
0
Pmax
ff =
P=VxI
(W)
0
0.1424
0.2941
0.45
0.9405
0.9545
0.8949
0.819
0.7175
0.5876
0.4712
0.3523
0.2574
0
0.9545
Pmax
B2
I
(A)
33
32.1
29.3
24.1
14.7
11
6.9
4.2
2.8
1.9
1.2
0.9
0
P=VxI
(W)
0
1.0593
1.2599
1.6147
1.7346
1.584
1.2213
0.882
0.644
0.4712
0.3156
0.2466
0
1.7346
B3
V
I
P=VxI
(Volt) (A)
(W)
0
18.5
0
0.018 17.8
0.3204
0.021 16.5
0.3465
0.043 14.1
0.6063
0.062 12.2
0.7564
0.086
10
0.86
0.9086
0.118 7.7
0.149 5.7
0.8493
0.185 3.8
0.703
0.214 2.8
0.5992
0.236
2
0.472
0.256 1.5
0.384
0.27
1.1
0.297
0.28
0.9
0.252
0.298
0
0
Pmax
0.9086
Voc xI sc
, Voc terjadi saat Isc = 0 dan Isc terjadi saat Voc = 0, maka
Pmax
Sel B1
0.301x19
0.9545
ff = 0.17
ff =
Sel B2
0.293 x33
1.7346
ff = 0.18
ff =
Sel B3
0.298 x18.5
0.9086
ff = 0.16
ff =
V
(Volt)
0
0.033
0.043
0.067
0.118
0.144
0.177
0.21
0.23
0.248
0.263
0.274
0.293
76
Lampiran 8 Perhitungan ff C1, C2 dan C3
V
(Volt)
0
0.032
0.05
0.103
0.155
0.191
0.203
0.225
0.24
0.245
0.252
C1
I
P=VxI
(A)
(W)
32.2
0
30.3
0.9696
25.1
1.255
16
1.648
8.1
1.2555
4.2
0.8022
3.8
0.7714
1.8
0.405
1
0.24
0.8
0.196
0
0
Pmax
ff =
1.648
V
(Volt)
0
0.002
0.037
0.075
0.101
0.133
0.154
0.181
0.202
0.23
Pmax
C3
I
P=VxI
(A)
(W)
2.8
0
2.6
0.0052
2.2
0.0814
1.8
0.135
1.6
0.1616
1.3
0.1729
1.1
0.1694
0.8
0.1448
0.7
0.1414
0
0
0.1729
Voc xI sc
, Voc terjadi saat Isc = 0 dan Isc terjadi saat Voc = 0, maka
Pmax
Sel C1
0.252 x32.2
1.648
ff = 0.20
ff =
Sel C2
0.221x3.3
0.198
ff = 0.27
ff =
Sel C3
0.230 x 2.8
0.1729
ff = 0.27
ff =
C2
V
I
P=VxI
(Volt) (A)
(W)
0
3.3
0
0.003 3.3
0.0099
0.024 2.8
0.0672
0.051 2.4
0.1224
0.116 1.7
0.1972
0.198
0.132 1.5
0.152 1.3
0.1976
0.175 1.1
0.1925
0.194 0.9
0.1746
0.208 0.8
0.1664
0.215 0.7
0.1505
0.221
0
0
Pmax
0.198
77
Lampiran 9 Set up metode chemical bath deposition (CBD)
Kaca TCO (Kaca berlapis ITO)
air
Film CdS di atas ITO
Prekursor CdS
Download