Kapasitas Penangkapan Jaring Insang dan Karakteristik

advertisement
2013
KAPASITAS
PENANGKAPAN
JARING INSANG DAN
KARAKTERISTIK
SUMBERDAYA IKAN
DI DANAU LAUT
TAWAR, PROVINSI
ACEH
LAPORAN TAHUNAN/AKHIR
Husnah, Sonny Koeshenrajana, Hufiadi, Zulkarnain Fahmi, Melfa Marini,
Apriadi, Raider Sigit Junianto, Rusmaniar
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM
PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN
DAN KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KAPASITAS PENANGKAPAN JARING INSANG DAN
KARAKTERISTIK SUMBERDAYA IKAN DI DANAU LAUT TAWAR,
PROVINSI ACEH
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM
PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN KONSERVASI
SUMBERDAYA IKAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2013
ABSTRAK
Kapasitas penangkapan dan karakteristik sumberdaya ikan merupakan komponen yang
diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan karena kedua komponen tersebut akan menentukan
alokasi pemanfaatan sumberdaya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan
perikanan di perairan umum. Penurunan kualitas lingkungan perairan Danau Laut Tawar dan intensitas
pemanfaatan sumberdaya ikan yang tinggi akan mempengaruhi sumberdaya ikan. Beberapa informasi
mengindikasikan adanya penurunan sumberdaya perairan dan ikan di Danau Laut Tawar. Hasil kajian
kapasitas penangkapan jaring insang diperoleh informasi bahwa pengelolaan perikanan di Danau Laut
Tawar telah mengalami excess capacity dalam jangka panjang., tingkat pemanfaatan kapasitas (CU)
penangkapan jaring depik, pada April, Mei, Juli dan Agustus sebagian besar unit jaring
dalam
memanfaatkan input telah efisien yang ditandai oleh nilai efisiensi teknis (TE) mencapai 1,00. Sementara
pada Maret sebagian unit jaring berada pada kondisi yang jauh dari efisien. Nilai efisiensi jaring jaher
pada Maret Juli dan Agustus masing-masing rata-rata 0,72, 0,44 dan 0,61. Sedangkan jaring kawan
secara keseluruhan mencapai nilai efisiensi rata-rata 0,52. Untuk meningkatkan efisiensi penangkapan
jaring depik, jaring jaher dan jaring kawan, secara teknis dapat dilakukan terutama pada bulan-bulan tidak
musim ikan, melalui pengurangan intensitas penangkapan dan pengurangan input (panjang dan lebar
jaring serta jumlah pis jaring) yang menjadi instrument dalam penilaian efisiensi penangkapan. Pada
Danau Laut Tawar terdapat sebanyak 24 jenis/spesies ikan, Ikan Depik atau Eyas, Relo, Kawan, Nila,
Mas dan Mujair merupakan ikan-ikan yang dominan dan bernilai ekonomis/konsumsi penting di danau
ini.
Kata Kunci: Kapasitas penangkapan, Karakteristik, Sumberdaya ikan, Danau Laut Tawar
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat nya sehingga riset berjudul “Kapasitas Penangkapan Jaring Insang dan
Karakteristik Sumberdaya Ikan di Danau Laut Tawar, Provinsi Aceh” dapat terlaksana
dengan baik sesuai dengan rencana. Tujuan ini adalah untuk mendapatkan data dan
informasi sebagai berikut: (1) Kapasitas penangkapan jaring insang dan (2) Karakteristik
sumberdaya ikan (hasil tangkapan, jenis dan komposisi ikan, alat tangkap, daerah
penangkapan, panjang dan berat ikan, tingkat kematangan gonad) di Danau Laut Tawar.
Diharapkan dengan adanya informasi ini dapat memberikan kontribusi terhadap dunia
perikanan terutama kepada pemerintah daerah dan lembaga pendidikan kapasitas
penangkapan jaring insang dan karakteristik sumberdaya ikan di Danau Laut Tawar.
Ucapan terima kasih kami tujukan terutama kepada pihak-pihak yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini:
1. Bapak Bupati Kabupaten Aceh Tengah
2. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah
3. Dr. Ir. Sonny Koeshenrajana Peneliti Sosial Ekonomi
4. Ir. Nurochman, Penyuluh Perikanan Kabupaten Aceh Tengah
5. Peneliti dan teknisi di Laboratorium Koleksi Ikan, Hidrobiologi dan Kimia BPPPU
6. Mahasiswa Fakultas Perikanan, Universitas Islam Ogan Komering Ilir (UNISKI)
7. Selauruh aparatur desa dan nelayan di sekeliling Danau Laut Tawar
Demikianlah semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi dunia perikanan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.
Palembang,
Tim Peneliti
Desember 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................iii
DAFTAR ISI ......... ............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................v
DAFTAR TABEL . ............................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................vii
PENDAHULUAN
1.1. Latar Beakang ..............................................................................................................1
1.2. Tujuan ..........................................................................................................................2
1.3. Sasaran .........................................................................................................................2
METODELOGI PENELITIAN
2.1. Kerangka Pemikiran dan Alur Pendekatan Pemecahan Masalah Penelitian ...............3
2.2. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................................3
2.3. Pendekatan dalam Penelitian .......................................................................................3
2.4. Kebutuhan Data ... .......................................................................................................4
2.5. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................................5
2.5.1.
Kapasitas Penagkapan Jaring Insang .............................................................5
2.5.2.
Karakteristik Sumberdaya Ikan .....................................................................8
GAMBARAN UMUM DANAU LAUT TAWAR
3.1. Gambaran Umum Danau Laut Tawar .........................................................................9
3.2. Kondisi Danau Laut Tawar ..... ....................................................................................10
KAPASITAS PENANGKAPAN JARING INSANG DAN KARAKTERISTIK
SUMBERDAYA IKAN
4.1. Kapasitas Penangkapan Jaring Insang .........................................................................13
4.1.1. Karakteristik perikanan ......................................................................................13
4.1.2. Kapasitas Penangkapan Jaring Mujaher ............................................................20
4.1.3. Efiseensi Jaring Kawan ......................................................................................22
4.1.4. Pembahasan ........ ..............................................................................................23
4.2. Karakteristik Sumberdaya Ikan ...................................................................................27
4.2.1. Keragaman Jenis Ikan .......................................................................................27
4.2.2. Beberapa Kajian Biologi Ikan Dominan Danau Laut Tawar ............................29
4.2.2.1. Panjang Berat .......................................................................................29
4.2.2.2. Kematangan Gonad Beberapa Jenis Ikan Dominan ............................31
4.2.2.3. Fekunditas Beberapa Jenis Ikan Dominan ...........................................33
4.2.2.4. Diameter Telur Beberapa Jenis Ikan Dominan ...................................34
4.2.3. Karakteristik Biologi .........................................................................................35
4.2.4. Parameter kondisi lingkungan sumber daya ikan ..............................................42
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka pemikiran dan alur pemecahan masalah penelitian. Alur
Pengelolaan ) (
) .... ................................................................................3
Gambar 2.2. Peta Bathimetri perairan Danau Laut Tawar, Provinsi Aceh
(Dokumentasi : Husnah et all., 2012) .. .........................................................4
Gambar 3.1. Fluktuasi muka air Danau Laut Tawar September 2012-Agustus 2013......... 9
Gambar 3.2. Aktifitas yang terdapat di Danau Laut Tawar ...............................................11
Gambar 4.1. Perahu jaring insang tanpa mesin dan perahu menggunakan mesin ..............13
Gambar 4.2. Trajektori efisiensi perikanan di Danau Laut Tawar ... ................................15
Gambar 4.3. Produksi aktual dan produksi potensial (ton) perikanan di Danau Laut
Tawar tahun 2001-20012 ..............................................................................17
Gambar 4.4. Grafik excess fishing capacity pemanfaatan perikanan di Danau Laut
Tawar, Aceh Tengah 2001-2012 ...................................................................17
Gambar 4.5. Distribusi efisiensi unit jaring depik ............................................................18
Gambar 4.6. Distribusi pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring depik .....................19
Gambar 4.7. Distribusi efisiensi unit jaring jaher ............................................................20
Gambar 4.8. Distribusi pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring mujaher ................21
Gambar 4.9. Distribusi efisiensi unit jaring kawan .........................................................21
Gambar 4.10. Tingkat pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring kawan .....................22
Gambar 4.11. Grafik hubungan panjang berat beberapa jenis ikan dominan Danau Laut
Tawar 2013 ............... ....................................................................................29
Garnbar 4.12. Nisbah kelamin ikan Depik, Relo dan Bontok di Danau Laut Tawar
2013 ........................ ....................................................................................30
Garnbar 4.13. TKG beberapa ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 ...............................31
Garnbar 4.14. Fekunditas beberapa ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 .....................32
Garnbar 4.15. Distribusi diameter Telur 3 jenis ikan dominan Danau Laut Tawar
2013 ........................ ....................................................................................33
Gambar 4.16. % Genus Fitoplankton dan Zooplankton pada setiap kelas yang terdapat
di Danau Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013 ........ ................................34
Gambar 4.17. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton yang terdapat di Danau Laut
Tawar pada Maret dan Juni 2013 ................................................................35
Gambar 4.18. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Fitoplankton
Danau Laut Tawar 2013 ..............................................................................36
Gambar 4.19. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Zooplankton
Danau Laut Tawar 2013 ..............................................................................37
Gambar 4.20. Kelimpahan Spesies pada setiap kelas perifiton yang terdapat di Danau
Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013......................................................... 37
Gambar 4.21. Kelimpahan Perifiton (sel/100 ml) Danau Laut Tawar 2013 ....................... 38
Gambar 4.22. Kelimpahan Perifiton (sel/m2) Danau Laut Tawar 2013 ............................39
Gambar 4.23. Indeks Keanekaragaman (H’) Perifiton Danau Laut Tawar 2013 ...............39
Gambar 4.24. Jumlah genera perifiton pada setiap family Danau Laut Tawar 2013 .........40
Gambar 4.25. Kelimpahan perifiton pada setiap stasiun pengamatan diDanau Laut
Tawar 2013 ... ..............................................................................................40
Gambar 4.26. Kelimpahan genera perifiton pada setiap waktu penelitian di Danau Laut
Tawar 2013 ... ..............................................................................................41
Gambar 4.27. Indek Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Organisme
Bentos Danau Laut Tawar 2013 ..................................................................41
Gambar 4.28. Suhu udara dan air pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ..............................42
Gambar 4.29. pH pada Maret, Juni dan Agustus 2013 .......................................................43
Gambar 4.30. COD dan BOD pada Maret Juni dan Agustus 2013 ....................................44
Gambar 4.31. Oksigen Terlarut (DO) Danau Laut Tawar pada Maret Juni dan Agustus
2013 ............... .............................................................................................. 44
Gambar 4.32. TN dan TP pada Maret, Juni dan Agustus 2013 .........................................45
Gambar 4.33. Alkalinitas dan Hardnes pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ....................46
Gambar 4.34. Kecerahan dan kedalaman pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ................. 47
Gambar 4.35. TSS dan TDS pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ...................................48
Gambar 4.36. Turbidity dan klorofil pada Maret, Juni dan Agustus 2013 .......................49
Gambar 4.37. DHL dan TOC pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ..................................49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Laporan FGD ....... .........................................................................................55
Lampiran 2. Jenis-jenis ikan Danau Laut Tawar 2013 .......................................................102
Lampiran 3. Dokumentasi Pemaparan dengan Bupati Aceh Tengah 2013 .........................106
Lampiran 4. Beberapa Enomerator Danau Laut Tawar 2013 .............................................107
Lampiran 5. Sampel Hasil Eksperimen, Feeding Habit dan Koleksi Enomerator .............108
Lampiran 6. Beberapa hasil penelitian BP3U 2012-2013 yang telah diinformasikan
kepada masyarakat .........................................................................................110
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di
Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam. Secara
geografis danau ini terletak pada 04o 34’43” LU dan 96o55’25” BT. Danau Laut Tawar
mempunyai 42 daerah tangkapan air dengan luas total 14803.22 Ha. Secara administrasi
daerah tangkapan air tersebut berada pada wilayah Kecamatan Lut Tawar, Kebayakan,
Bebesan dan Kecamatan Bintang. Danau ini memiliki arti penting bagi masyarakat
Gayo yaitu sebagai sumber air bersih bagi masyarakat setempat, pertanian, industri dan
perikanan. Dalam kaitannya dengan perikanan, terdapat dua jenis aktifitas perikanan di
danau ini yaitu, perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Perikanan merupakan salah satu sektor
yang memanfaatkan sumberdaya
perairan dan ikan. Penurunan kualitas lingkungan perairan Danau Laut Tawar dan
intensitas pemanfaatan sumberdaya ikan yang tinggi akan mempengaruhi sumberdaya
ikan. Beberapa informasi mengindikasikan adanya penurunan sumberdaya perairan dan
ikan di Danau Laut Tawar (BP DAS Krueng Aceh, 2009; Muchlisin, 2009; Serambi
News, 2009).
Hasil desk study Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum pada tahun 2012
menunjukkan produksi ikan rata-rata mencapai 525 ton/tahun yang berasal dari alat
tangkap jaring insang tetap (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh, 2010; Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah, 2009). Produksi ikan Danau Laut
Tawar dari tahun 2006 hingga 2010 mengalami penurunan sebanyak 13.83 % dari 578
ton/tahun menjadi 498 ton/tahun dengan. Pada tahun 2010, produksi ikan di dominasi
oleh jenis ikan introduksi yaitu ikan nila dan mas dengan persentase 30.14% dan
20.36% dari produksi total sebesar 50.1 ton, sedangkan produksi ikan depik (Rasbora
tawarensis) yang merupakan ikan endemik Danau Laut Tawar hanya 7.35% (Laporan
Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh,
2006-2010). Penurunan
populasi ikan depik ini sangat tinggi yang diindikasikan dengan hasil tangkapan per
unit upaya (catch per unit effort/CPUE) pada tahun 1970 sebesar 1.17/kg/m2 jaring
menjadi 0.02 kg/m2 jaring pada tahun 2009 (Muchlisin, 2010).
1
Pengelolaan kapasitas penangkapan merupakan suatu pendekatan pengelolaan
sumberdaya perikanan yang berkaitan dengan pembatasan kapasitas upaya penangkapan
ikan. Variabel yang digunakan dalam kapasitas penangkapan diantaranya adalah ukuran
kapal, ukuran mesin kapal, ukuran jaring, dan teknologi alat bantu penangkapan. Oleh
karena itu, membatasi kapasitas upaya penangkapan dilakukan melalui pembatasan
variabel-variabel tersebut (Nikijuluw, 2002).
Selain variabel tersebut, karakteristik
sumberdaya ikan juga diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Berdasarkan
permasalahan tersebut di atas dan juga permohonan dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Aceh maka pada tahun 2013 dilakukan penelitian kapasitas penangkapan dan
karakteristik sumberdaya ikan di Danau Laut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi
Aceh.
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan :
Tujuan ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi sebagai berikut :
a. Kapasitas penangkapan jaring insang di Danau Laut Tawar
b. Karakteristik sumberdaya ikan di Danau Laut Tawar
Sasaran :
Sedangkan sasaran yang diinginkan adalah tersedianya data dan informasi dasar
tentang:
a. Kapasitas penangkapan jaring insang di Danau Laut Tawar
b. Karakteristik sumberdaya ikan (hasil tangkapan, jenis dan komposisi ikan, alat
tangkap, daerah penangkapan, panjang dan berat ikan, tingkat kematangan gonad) di
perairan Danau Laut Tawar .
2
METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Kerangka pemikiran dan alur pendekatan pemecahan masalah penelitian
BENCANA ALAM DAN
PROSES ALAMIAH
PEMANFAATAN
MULTI SEKTOR
Pertanian,
Pertambangan,
Pemukiman, Industri,
Perikanan, dll
SUMBERDAYA PERAIRAN
DAN IKAN DANAU LAUT
TAWAR
DEGRADASI LINGKUNGAN DAN
SUMBERDAYA HAYATI PERAIRAN
KRUENG PEUSANGAN
PENGELOLAAN TERPADU
/EKOSISTEM, SEKTOR, DISIPLIN
ILMU DAN STAKEHOLDER
Sektor Perikanan
PENELITIAN
PEMANFAATAN &
PENGELOLAAN
SUMBERDAYA
IKAN
KAPASITAS
PENANGKAPAN
IKAN
KARAKTERISTIK
SUMBERDAYA
IKAN
Gambar 2.1. Kerangka pemikiran dan alur pemecahan masalah penelitian . Alur
Pengelolaan ) (
)
2.2. Waktu Dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan dari Januari – Desember 2013 di perairan
Danau Laut
Tawar, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Gambar 2.2). Dua belas (28) stasiun
pengambilan sampel air dan 3 kecamatan pengambilan sampel ikan ditentukan
berdasarkan
mikrohabitat.
purpossive
random
sampling
yang
didasarkan
pada
perbedaan
2.3. Pendekatan dalam Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dengan pendekatan pengumpulan data primer dan
data sekunder. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran pustaka, laporan teknis,
dan hasil penelitian yang relevan dari instansi terkait (Dinas Kelautan dan Perikanan,
lembaga penelitian di Provinsi Aceh dan lembaga penelitian lainnya), dengan materi
berasal dari berbagai sumber multi media dan dari lembaga atau instansi terkait. Data
primer dikumpulkan dari tiga kali survey inventarisasi pada 12 stasiun pengamatan di
lapangan.
2.4. Kebutuhan Data
Data Sekunder yang dikumpulkan mencakup:
Karakteristik kegiatan penangkapan ikan ( hasil tangkapan, jenis,dan komposisi ikan)
Jenis data primer yang dikumpulkan mencakup:
1. Kapasitas penagkapanjaring insang tetap
2. Karakteristik sumberdaya ikan (hasil tangkapan, jenis dan komposisi, alat tangkap
dan daerah penangkapan, panjang, berat, TKG).
Gambar 2.2. Peta Bathimetri perairan Danau Laut Tawar, Provinsi Aceh
(Dokumentasi : Husnah et all., 2012)
2.5. Teknik Pengumpulan data
2.5.1. Kapasitas Penangkapan jaring insang
2.5.1.1. Sumber Data
Data diperoleh melalui kegiatan penelitian di sentra-sentra pendaratan ikan unit
jaring insang yang beroperasi di Danau Laut Tawar. Data primer dari hasil pengukuran
langsung di lapangan dan hasil wawancara dengan nelayan pelaku penangkapan. Data
sekunder berasal dari data statistik perikanan dan data yang berasal dari pencatatan
enumerator.
2.5.1.2. Analisis Data
a.
Pra-Analisis Data
Teknik DEA dalam penelitian ini menggunakan model Bankers, Charnes and
Cooper (BCC), model BCC tersebut mampu menjelaskan efisiensi pada aktivitas
ekonomi yang bersifat variable return to scale, seperti pada prilaku aktivitas perikanan
tangkap yang bersifat decreasing return to scale (Fauzi dan Anna 2005).
Sifat
variable return to scale dapat dicermati melalui pola perubahan produksi sebagai akibat
perubahan upaya penangkapan dalam suatu fungsi produksi perikanan lestari.
Data bulanan hasil kegiatan survei penangkapan ikan jaring insang sebagai
output (hasil tangkapan) dan upaya penangkapan ikan dari unit jaring. Dataset kapal
yang berkaitan dengan inputan kapal digunakan sebagai input data. Inputan dibedakan
menjadi 2, yaitu input tetap (fixed input) dan input yang berubah (variable input data).
Sebagai input tetap (fixed input) adalah panjang dan lebar jaring (m) ( x f ,n ) .
Selanjutnya, faktor lainnya yang bersifat berubah-ubah, seperti:, jumlah pis jaring
( xv ,n ) .
Jumlah hasil tangkapan jenis ikan m oleh alat tangkap j (Ujm) ditetapkan sebagai
output data. Mengingat tidak semua hasil tangkapan memberikan kontribusi secara
terus menerus terhadap total hasil tangkapan, maka hanya dipilih beberapa jenis ikan
yang secara relatif terus menerus memberikan kontribusi total hasil tangkapan sebagai
output data.
Untuk mendapatkan gambaran dinamika efisiensi teknis dan kapasitas
penangkapan secara komprehensif, pengkajian akan didekati berdasarkan perhitungan
single output dan multi output.
Nilai efisiensi teknis diperoleh melalui penghitungan dengan teknik DEA.
Analisis efisiensi teknis dilakukan dengan membandingkan nilai efisiensi antar unit alat
tangkap yang dijadikan sebagai DMU (decision making unit). Proses penghitungan
yaitu dengan menentukan nilai konstanta dari output (µ), fixed input (x) dan variable
input  pada masing-masing DMU sehingga diperoleh nilai efisiensi penangkapan
berdasarkan tingkat pemanfaatan kapasitas (CU) penangkapan dan tingkat pemanfaatan
kapasitas variabel input (VIU).
b.
Analisis Data
Dengan menggunakan metoda pengukuran output-oriented, efisiensi teknis
ditentukan sebagai maksimum penambahan output yang dimungkinkan dengan tanpa
perubahan pada faktor tetap (fixed factors) produksi.
Sedangkan, kapasitas
penangkapan didefinisikan sebagai kemampuan industri penangkapan ikan untuk
menghasilkan output potensial.
Dalam kajian ini, efisiensi kapasitas pemanfaatan (capacity utilization) suatu alat
tangkap dianalisis dengan mengunakan data envelopment analysis (DEA), yaitu suatu
pendekatan matematika atau pemrograman linear. Data dianalisa dengan bantuan
software DEAP version 2.1. Pertama, hasil tangkapan kita tentukan sebagai vektor
output, u dan factor inputan sebagai vektor input, x. Sehingga, ada m outputs, n inputs,
dan j industri penangkapan ikan atau pengamatan. Input dibagi menjadi fixed inputs (xf)
dan variable inputs (xv). Kapasitas output dan nilai pemanfaatan sempurna dari input.
Selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Fare et
al.,1989).
Max1 (Output)
 , z ,
subject to :
J
1 u jm   z j u jm ,
m  1,2,..., M ,
(Fixed input)
j 1
J
z
j 1
j
x jn  x jn ,
n xf
j
x jn   jn x jn ,
n  xv
J
z
j 1
(Variable input)
z j  0,
j  1,2,..., J
 jn  0,
n  xv
dimana zj adalah variable intensitas untuk j tahun pengamatan;  1 nilai efisiensi teknis
atau proporsi dengan mana output dapat ditingkatkan pada kondisi produksi pada
tingkat kapasitas penuh; dan *jn adalah rata-rata pemanfaatan variable input (variable
input utilization rate, VIU), yaitu rasio penggunaan inputan secara optimum xjn terhadap
pemanfaatan inputan dari pengamatan xjn.
Kapasitas
output
pada
efisiensi
teknis
(technical
efficiency
capacity
output,TECU) kemudian didefinisikan dengan menggandakan 1* dengan produksi
sesungguhnya. Kapasitas pemanfaatan (CU), berdasarkan pada output pengamatan,
kemudian dihitung dengan persamaan berikut (Fare et al., 1989):
TECU 
u
1
 *
*
1 u 1
Metoda penghitungan ini kemungkinan besar mengandung bias, karena pembilang
dalam penghitungan CU, output pengamatan, tidak dihasilkan pada tingkat efisiensi
teknis. Untuk mengatasinya, kedua input (baik variable dan fixed) harus dibatasi oleh
kondisi sekarang. Efisiensi teknologi dari output, pada level observasi, kemudian dapat
ditentukan dengan memecahkan persoalan program linear lainnya (Fare et al., 1989):
Max 2
 ,z
subject to
J
 2 u jm   z j u jm ,
m  1,2,..., M ,
j 1
J
z
j 1
j
x jn  x jn ,
n  1,2,..., N ,
z j  0,
 jn  0,
j  1,2,..., J
n  xv
Efisiensi teknis kemudian diukur sebagai:
TE 
1
 2*
Kapasitas pemanfaatan dalam kondisi efisiensi teknis yang tak bias kemudian dihitung
sebagai:
 2*u  2*
CU  *  *
1 u 1
2.5.2. Karakteristik sumberdaya ikan
Untuk mengetahui hasil tangkapan, jumlah dan
komposisi jenis ikan serta
sebarannya, contoh ikan didapatkan dari berbagai jenis alat tangkap dari nelayan di
lokasi riset pada saat survey dan dari catatan harian nelayan (enumerator). Jumlah jenis
dan sebaran ikan diketahui dari data jenis-jenis ikan yang dikumpulkan nelayan yang
diletakkan dalam wadah yang telah diberikan pengawet (formalin 10 %). Karakteristik
biologi ikan seperti panjang, berat dan tingkat kematangan gonad diamati pada contoh
ikan pada kondisi segar di lapangan dan awetan di laboratorium.
GAMBARAN UMUM DANAU LAUT TAWAR
3.1. Gambaran Umum Danau Laut Tawar
Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di
Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Daroessalam. Secara
geografis danau ini terletak pada 04o 34’43” LU dan 96o55’25” BT. Danau Laut Tawar
mempunyai 42 daerah tangkapan air dengan luas total 14803.22 Ha. Secara administrasi
daerah tangkapan air tersebut berada pada wilayah Kecamatan Lut Tawar, Kebayakan,
Bebesan dan Kecamatan Bintang. Berada pada ketinggian 1,230 meter dpl, dengan
kedalaman maksimum 84.23 meter dengan kedalaman rata-rata sebesar 25.19 meter.
Panjang maksimum danau laut tawar yang memanjang dari arah barat laut–tenggara
sebesar 15.7 km, sedangkan lebar maksimum yang memanjang dari arah timur-barat
tercatat sebesar 4.5 km. Luasan zona littoral yang merupakan area potensial terjadinya
proses fotosintesis dan metabolisme organisme akuatik sebesar 14.28% dari total luasan
area (Husnah at al, 2012).
Fluktuasi Muka Air Danau Laut Tawar
Tingginya kegiatan pembukaan hutan di sekitar Danau Laut Tawar baik untuk
perkebunan maupun penebangan liar menyebabkan pasokan air danau semakin
berkurang terutama pada musim kemarau. Selama sepuluh tahun terakhir diperkirakan
permukaan air danau mengalami penyusustan hingga 1 meter (Muchlisis, 2008) yang
menyebabkan beberapa sungai kecil di sekeliling danau yang biasanya dijadikan tempat
pemijahan (spawning ground) menjadi kering.
Berdasarkan data tinggi muka air di One-one (outlet danau Laut Tawar) tahun
2012-2013, menunjukkan fluktuasi muka air Danau Laut Tawar sekitar 0.82 meter,
dengan muka air tertinggi terukur pada minggu pertama bulan Januari dan terendah
pada minggu keempat September 2012. Pada tingkat fluktuasi muka air ini, maka
terdapat sejumlah massa air yang tersimpan selama periode musim hujan di Danau Laut
Tawar (Gambar 3.1).
Fluktuasi muka air Danau Laut Tawar merupakan refleksi dari curah hujan yang
terjadi di kawasan tersebut, meskipun ketinggian curah hujan tidak selalu sejalan
dengan tinggi muka air danau. Curah hujan yang tinggi pada bulan Februari ternyata
tidak sejalan dengan tinggi muka air danau. Namun jelas bahwa pada saat tinggi muka
air danau maksimum pada April, didukung oleh curah hujan yang tinggi pula. Ada
waktu sela antara curah hujan yang meningkat dengan peningkatan muka air. Hal ini
tampaknya curah hujan pada awal musim hujan masih mengisi air pada lahan
daratannya. Namun pada saat curah hujan rendah di Agustus, ternyata muka air danau
dengan segera menurun.
182 cm/ 1,82
m
200
180
160
Ketinggian air (cm)
140
120
100
100 cm/ 1
m
80
60
40
20
0
123456710
811
912
13
14
15
16
17
18
19
12345671
811
912
13
0
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
123456710
811
912
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
123456710
811
912
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
12345671
811
912
13
0
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
123456710
811
912
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
12345671
811
912
13
0
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
12345671
811
912
13
0
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
123456710
811
912
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
12345671
811
912
13
0
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
12345671
811
912
13
0
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
123456710
811
912
September
Oktober NovemberDesember Januari Februari Maret
April
Mei
Juni
Juli Agustus
Waktu Pengukuran (tgl/bulan)
Gambar 3.1. Fluktuasi muka air Danau Laut Tawar September 2012-Agustus 2013
3.2. Kondisi Danau Laut Tawar
Dari hasil pemantauan terdapat tidak kurang dari 21 sungai sebagai sumber mata
air, dengan kecamatan Kalabintang sebagai sumber air terbanyak yaitu ditemukan tidak
kurang dari enam buah sungai air Danau laut Tawar (Tabel 3.1), dengan lebar,
kedalaman dan kecepatan arus yang sangat bervariasi, dan hanya ditemukan satu buah
outlet pada Danau Laut Tawar. SKondisi tersebut diperkirakan penyebab terjaganya
kualitas air Danau laut Tawar secara keseluruhan.
Tabel 3.1. Sungai-sungai yang berfungsi sebagai inlet dan outletnya Danau Laut Tawar
2013
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Lokasi Sungai
Pedemun
Toweran
Rawe
Kalang
Bale Nosar
Nosar Bawah
Mengaya
Kala Bintang
Kala Bintang I
Kala Bintang II
Kala Bintang III
Kala Bintang IV
Kala Bintang V
Klitu
Ujung Paking
Kebayakan
Kala Mampak
Outlet
Dekat Jembatan
Tengah
Sebelum PLTA
Kecepatan Arus
detik
m/s
5
2,5
3
1,5
2
1
3
1,5
4
2
3
1,5
4
2
8
4
15
7,5
5
2,5
21
10,5
7
3,5
18
9
44
22
3
1,5
7
3,5
6
3
5
9
8
2,5
4,5
4
Lebar
m
2,5
5
2
1
3
3
2,5
4
6
6
3
2,5
5
0,5
3
3
1
Kedalaman
cm
40
25
2
10
10
20
60
100
1200
60
1200
60
1200
30
40
40
30
40,4
16,8
53,64
3,8
3
3,4
Akan tetapi semakin tingginya aktivitas yang dilakukan di perairan dan disekitar
DLT sebagai upaya pemanfaatan berbagai sumberdaya yang ada di DLT diperkirakan
akan mengganggu kehidupan organisme perairan DLT, diantaranya sebagai pasokan air
minum bagi masyarakat Takengon, tempat pemeliharaan kembali ikan-ikan yang
tertangkap, daerah pertanian, tempat pemancingan, sebagai jalur transportasi, objek
wisata, daerah penangkapan ikan depik, sebagai daerah budidaya ikan dan yang terakhir
dan dalam tahap pengerjaan adalah akan dimanfaatakannya sebagai sumber pembangkit
listrik (PLTA) di kecamatan Lut Tawar.
Pertanian
Pemancingan
Pemeliharaan hasil Tangkapan
Jalur Transportasi
Pariwisata
Penangkapan
Gambar 3.2. Aktifitas yang terdapat di Danau Laut Tawar
KAPASITAS PENANGKAPAN JARING INSANG DAN KARAKTERISTIK
SUMBERDAYA IKAN
Pada kegiatan penelitian di Danau Laut Tawar 2013 ini selain melakukan
penelitian kapasitas penangkapan jaring insang dan karakteristik sumberdaya ikan juga
dilakukan FGD (Focus Group Discussion), hal tersebut berkaitan dengan hasil
koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah serta
permintaan pemaparan hasil penelitian oleh Bupati Kabupaten Aceh Tengah mengenai
hasil penelitian 2012 dan penelitian 2013. Maka pada Laporan Teknis Kegiatan ini juga
akan dilampirkan Laporan FGD (Lampiran 1).
4.1. Kapasitas Penangkapan
4.1.1. Karakteristik Perikanan
Danau Laut Tawar memiliki area pengelolaan perairan umum yang cukup
potensial. Kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap di Danau Laut Tawar pada
tahun 2012 tercatat sebanyak 562 unit, terdiri dari 5 jenis alat tangkap. Katagori alat
tangkap yaitu jaring insang tetap, pancing, bubu, perangkap, dan
jala tebar. Alat
tangkap yang dominan adalah jaring insang, pancing dan bubu. Dari ketiga alat tangkap
tersebut yang paling dominan adalah jaring insang tercatat 318 unit (Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Aceh, 2012).
Beberapa jenis
jaring insang yang umumnya
dioperasikan nelayan Danau Laut Tawar dengan sebutan alat tangkap sesuai dengan
sasaran atau target tangkapannya, yaitu antaralain: jaring berukuran mata jaring (mesh
size) 5/8 - 3/4 inci dikenal dengan nama “jaring depik”, jaring insang berukuran mata
jaring 1,0 - 1,5 inci dikenal dengan sebutan “jaring kawan”, jaring insang berukuran
mata jaring 2,0 – 3,5 inci dikenal dengan nama “jaring jaher” dan jaring berukuran
mata 4,0 - 4,5 inci dikenal dengan “jaring bawal”. Nelayan jaring insang di Danau
Laut Tawar mengoperasikan alat tangkapnya di sepanjang perairan Danau Laut Tawar,
yaitu umumnya disekitar One-one, Renggali, Mangaya, Pademun, Lelabu, Toweran,
Loyang koro, Pesangan, Putri Pukes, Kalalengkio, Bintang, Gegarang, Kalatililis,
Klitu, Telpam.
Sarana untuk mengoperasikan alat tangkap jaring insang, nelayan di Danau Laut
Tawar
menggunakan perahu
dengan hanya menggunakan dayung dan sebagian
menggunakan tenaga penggerak mesin berkekuatan 5 PK (Gambar 1). Tenaga mesin
disesuaikan dengan ukuran volume perahu untuk memudahkan operasi dan menjangkau
lokasi penangkapan yang lebih jauh. Perahu yang digunakan umumnya berukuran
panjang berkisar antara 5,0 -5,5 meter dan lebar antara 0,5 – 7,4 meter.
Gambar 4.1. Perahu jaring insang tanpa mesin dan perahu menggunakan mesin
Dalam pengoperasian jaring insang, beberapa metode yang dilakukan nelayan di
Danau Laut Tawar antaralain: pertama adalah metode “merawon”. Penangkapan ikan
cara merawon dilakukan pada malam hari dengan menggunakan bantuan cahaya lampu
petromak yaitu memanfaatkan gerombolan ikan yang tertarik oleh cahaya lampu
petromak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam pengoperasiannya, gerombolan
ikan target tangkapan yang sudah terkumpul di bawah cahaya lampu pada area
penangkapan kemudian diarahkan agar menabrak rentangan jaring yang sudah siap
terpasang dengan cara perahu melaju bolak balik
melewati di atas jaring yang
terpasang sehingga gerombolan ikan dapat terjerat. Metode merawon ini dilakukan
untuk menangkap ikan depik atau eas sebagai sasaran penangkapan. Ukuran jaring yang
digunakan dalam metode merawon ini dalamnya (lebar jaring) mencapai sekitar 20
meter.
Kedua adalah metode yang dikenal dengan istilah “gerlok”. Cara penangkapan
dengan gerlok, ikan-ikan di arahkan ke jaring yang sudah terpasang dengan cara
dioprak-oprak menggunakan batang bambu sehingga ikan terusik atau merasa takut
oleh bunyi dari bambu, nelayan berupaya mengarahkan ikan-ikan berenang mengarah
pada jaring insang yang sudah terpasang untuk kemudian ikan-ikan dapat terjerat.
Metode gerlok ini dapat dilakukan pada malam dan siang hari dan umumnnya dilakukan
untuk menangkap ikan mujair.
Metode ketiga merupakan metode yang umum dilakukan nelayan jaring insang
di Danau Laut Tawar, yaitu dengan cara “dedem”. Cara dedem ini adalah memasang
jaring pada sore hari kemudian mengangakat kembali jaring pada pagi hari. Jaring
dibiarkan terpasang atau terendam di kolom air selama satu malam. Dengan cara
penangkapan ini umumnya dilakukan pada jaring depik, jaring kawan, jaring mujair
dan jaring bawal.
Selama penelitian, dijumpai alat tangkap jaring insang mempunyai dimensi yang
relatif beragam. Umumnya alat tangkap jaring depik mempunyai mata jaring (mesh
size) berukuran ¾ inci dan 5/8 inci. Untuk satu pis jaring berdimensi panjang berkisar
15 – 70 meter, lebar jaring berkisar 1-20 meter dan jumlah pis yang operasikan
umumnya mencapai 1 – 40 pis. Jaring jaher mata jaring (mesh size) 2 inci, 2,5 inci,
2,75 inci 3 inci dan 3,5 inci. Panjang jaring berkisar berkisar antara 20-60 meter, lebar
jaring berkisar antara 0,6 – 7 meter. Jumlah pis jaring yang digunakan umumnya
berkisar 1- 35 pis. Jaring kawan berukuran (mesh size) 1 inci, 1 1/4 inci, 1 ¾ inci dan
1,5 inci. Dimensi jaring panjang berkisar 15 – 30 meter dan lebar jaring berkisar 0,5 –
06 meter. Jumlah pis yang dioperasikan umumnya mencapai 2 – 12 pis.
Selama periode 12 tahun untuk melihat pola efisiensi dari ke empat alat tangkap
tersebut. alat tangkap ini dipilih karena karena kelengkapan dan urut waktu. Hasil dari
analisis kapasitas penangkapan menunjukkan bahwa jaring insang (gill net) dan alat
tangkap lainnya
menghasilkan skor efisiensi
paling tinggi yaitu rata-rata 1,00.
Sementara nilai efisiensi untuk dua alat angkap bubu dan pancing masing-masing ratarata 0,84 dan 0,22 (Tabel 4.1). Rendahnya efisiensi kedua alat tangkap tersebut diduga
bahwa sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan sudah sangat terbatas sehingga
efektifitas dari kedua alat tangkap tersebut dalam memperoleh hasilkan tangkapan
relatif rendah. Produktivitas alat tangkap sangat berpengaruh pula terhadap efisiensi
penangapan. Diduga bubu dan pancing produktivitas nnya relatif lebih rendah dibanding
alat tangkap jaring insang dan alat tangkap lainnya. Untuk mencapai efisiensi yang
optimal maka output yang dihasilkan semestinya untuk unit bubu sebesar 19% dan
output unit pancing 365% lebih besar dari produksi aktual.
Tabel 4.1. Efisiensi produksi, input dan potensi improvement.
Aktual
Alat tangkap
Jaring insang
bubu
pancing
lainnya
Score
1
0.839
0.215
1
Prod
269.0
62.8
35.9
58.2
Potensial
inprovement (%)
output
0
19
365
0
Target
Trip
38714
12136
24780
9860
Prod
269.0
74.8
167.2
58.2
Trip
38714
12136
24780
9860
Analisis dilakukan berdasarkan periode tahun 2001 hingga 2012. Model yang
digunakan dalam analisis efisiensi bersiifat variable return to scale (VRS). Pengukuran
kapasitas berlebih dapat dilakukan dalam jangka panjang.
Hasil dari analisis DEA
menunjukkan pada tahun 2006, 2007 dan tahun 2011 memiliki angka efisiensi =1,00
sehingga dapat dijadikan tahun acuan, sedangkan tahun lainnya diperbandingkan secara
relatif terhadap tahun tersebut (Gambar 4.2). Dari gambar tersebut memperlihatkan
bahwa trajektori paling efisien terjadi pada tahun 2006, 2007 dan 2011. Sedangkan
trajektori paling tidak efisien terjadi pada tahun 2012.
Hasil analisis menunjukkan
bahwa pada tahun 2012 hanya mampu mensuport sekitar 21% dari input yang ada untuk
mencapai kapasitas optimum. Penurunan efisiensi yang tajam terjadi tahun 2004 dan
2012 disebabkan dari penurunan produksi dibanding tahun sebelumnya, sementara
pada tahun 2012 telah terjadi peningkatan effort dari tahun sebelumnya.
Gambar 4.2. Trajektori efisiensi perikanan di Danau Laut Tawar
Sejak tahun 2005 respon nelayan cenderung bersifat ekspansi effort (trip) dalam
melakukan penangkapan ikan. Selama tahun 2005 terjadi peningkatan effort yang
sangat drastis yaitu
mencapai 200%. Peningkatan effort tersebut menyebabkan
produksi meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan effort kembali
terjadi tahun 2006 hingga 72% dari tahun sebelummnya dan sebaliknnya produksi
mengalami sedikit peningkatan 7,8% (menjadi 578,3 ton), proforsi peningkatan hasil
tangkapan pada tahun 2006 menyebabkan tahun tersebut tingkat efisiensinya menjadi
tinggi (optimal) dan diikuti tahun berikutnnya 2007 dan tahun 2011.
Tabel 4.2. Kapasitas berlebih perikanan di perairan Danau Laut Tawar
DMU /
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Input aktual
Upaya
API
(trip)
(unit)
77998
651
71287
651
71287
651
71287
651
213840
810
57816
306
57816
337
88968
337
80256
301
80256
301
38249
254
57391
562
Input target
Upaya API
(trip) (unit)
57816
306
57816
306
57816
306
57816
306
57816
306
57816
306
57816
306
57816
306
57816
301
57816
301
38249
254
57391
306
Kapasitas berlebih
Upaya
API
(trip)
%
(unit)
%
-20182 -25.88 -345.00
-53.00
-13471 -18.90 -345.00
-53.00
-13471 -18.90 -345.00
-53.00
-13471 -18.90 -345.00
-53.00
-156024 -72.96 -504.00
-62.22
0
0.00
0.00
0.00
0
0.00
-31.00
-9.20
-31152 -35.01
-31.00
-9.20
-22440 -27.96
0.00
0.00
-22440 -27.96
0.00
0.00
0
0.00
0.00
0.00
0
0.00
-256.00
-45.55
Hasil analisis DEA menunjukkan potensi peningkatan input yang bersifat
negatif. Kondisi potensi input tersebut memberikan suatu indikasi excess capacity
perikanan sehingga diperlukan kebijakan pengurangan kapasitas untuk menghasilkan
efisiensi dalam melakukan pengelolaan perikanan di Danau Laut Tawar.
Secara
keseluruhan dibutuhkan kebijakan pengurangan rata-rata alat tangkap upaya sekitar
20,5% trip dan 30,0% unit API untuk mencapai pemanfaatan kapasitas yang optimal.
Hasil tangkapan total (actual catch) dan nilai kemampuan tangkap (potential
catch) pada kurun waktu tahun 2001 – 2012 yang merupakan hasil dari perhitungan
matematik (Gambar 4.3). Nilai tangkapan potensial dalam kurun waktu 2001 – 2012
relatif tidak terjadi fluktuatif, penurunan terjadi pada tahun 2011, berikutnya tahun
2012 menigkat kembali secara signifikan dengan nilai produksi potensial sebesar 577,8
ton. Kejadian ini menyebabkan nilai CU (efisiensi) kecil (0,20) jika dibandingkan tahun
yang lainnya (Gambar 4.3).
Gambar 4.3. Produksi aktual dan produksi potensial (ton) perikanan di Danau Laut
Tawar tahun 2001-20012.
Excess capacity merupakan perbandingan relatif antara tingkat tangkapan
potensial (maksimal) terhadap hasil tangkapan aktual. Perhitungan nilai excess fishing
capacity perikanan di Danau Laut Tawar dihitung secara matematis (Gambar 4.4). Nilai
excess fishing capacity terbesar terjadi pada tahun 2012 sebesar 455 ton.
Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat eksploitasi penangkapan ikan di danau Laut Tawar pada
tahun 2012 kecil yaitu 21% terhadap hasil tangkapan potensial.
Gambar 4.4. Grafik excess fishing capacity pemanfaatan perikanan di Danau Laut
Tawar, Aceh Tengah 2001-2012
Efisiensi Teknis
Analisis efisiensi antar alat tangkap yang sejenis terhadap jaring insang dihitung
dengan pendekatan single output (total tangkapan). Penilaian kapasitas penangkapan
berdasarkan data oprasional penangkapan jaring insang yang melakukan penangkapan
ikan di Danau Laut Tawar. Berdasarkan penghitungan DEA terhadap unit jaring insang
3/4” dan 5/8” yang disebut dengan jaring depik selama penelitian (Maret hingga
Agustus 2013)
diperoleh nilai efisiensi yang bervariatif (Gambar 4.5).
Hasil
penghitungan terhadap dugaan tingkat pemanfaatan atau tingkat efisiensi unit jaring
depik
pada Maret diperoleh rata-rata 0,53.
Artinya, rata-rata input optimal yang
digunakan adalah sekitar 53% dari rata-rata produksi aktual selama alat tangkap
beroperasi. Pada Mei pemanfaatan kapasitas
jaring depik dengan tingkat efisiensi
paling tinggi dibandingkan bulan lainnya yaitu sebesar 0,73 sementara April dan
Agustus diperoleh dengan nilai efisiensi yang sama yaitu sebesar 0,71. Nilai efisiensi
yang optimal dutunjukkan oleh beberapa unit jaring depik dengan nilai efisiensi (TE)
mencapai 1,00.
Pada Maret dari jumlah sampel (22 unit) yang dianalisis, terdapat 23%-nya
berada pada efisiensi yang optimal dan beberapa unit jaring lainnya (70%) tidak
optimal. Dari unit jaring yang tidak optimal 50% -nya dengan nilai efisiensi sebesar
<0,50. Pada Mei dari 14 unit jaring depik, terdapat 43%-nya mencapai nalai efisiensi
dengan skor 1,00 atau optimal dan 21%-nya unit jaring depik mencapai nilai efisiensi
<0,50 (jauh dari optimal). Sementara pada Agustus dari 27 unit jaring sampel, sebanyak
52%-nya berada pada tingkat yang optimal yaitu dengan skor efisiensi sebesar 1,00,
sedangkan beberapa unit lainnya (48%) nilai efisisiensi berada pada tingkat yang tidak
optimal.
Gambar 4.5. Distribusi efisiensi unit jaring depik.
Berdasarkan tingkat pemanfaatan variabel input (VIU) yaitu terhadap input
panjang jaring, lebar jaring dan jumlah set (pis) dalam setiap unit jaring depik diperoleh
nilai rata-rata berkisar 0,86 – 0,98. Dari nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa secara
umum dalam pemanfaatan ketiga variabel input tersebut sebagian besar berada pada
tingkat pemanfaatan yang efisien yang ditandai oleh sebagian besar unit jaring
pencapaian nilai pemanfaatan variable input (VIU) =1,0 (Gambar 4.6).
Hasil dari analisis menunjukkan bahwa unit jaring depik dalam pemanfaatan
variabel input (panjang jaring, lebar jaring, jumlah set (pis) jaring) secara konsisten
menghasilkan skor efisiensi yang relatif tinggi. Pada kondisi variabel penangkapan ikan
dengan jaring depik di Danau Laut Tawar sebagian besar telah memanfaatkan input
variabel dengan efisien. Dalam hal ini, panjang jaring, lebar jaring dan jumlah set (pis)
jaring merupakan variabel yang dapat dijadikan variabel pengendalian kapasitas.
Efisiensi unit jaring depik dapat ditingkatkan efisiensinya pada Agustus misalnya dapat
dilakukan dengan mengurangi secara keseluruhan rata-rata panjang jaring 60%, lebar
jaring rata-rata 69% dan jumlah set (pis) sebesar 30%.
Gambar 4.6. Distribusi pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring depik
4.1.2. Kapasitas Penangkapan Jaring Mujaher
Penghitungan kapasitas penangkapan terhadap unit jaring insang 2,0 inci – 3,5
inci yang disebut dengan jaring mujaher berlangsung Maret–Agustus 2013. Hasil
penghitungan menunjukkan bahwa dugaan tingkat pemanfaatan kapasitas atau tingkat
efisiensi unit jaring jaher pada Maret, Juli dan Agustus masing-masing bernilai rata-rata
0,72, 0,44 dan 0,61. Dari nilai-nilai tersebut, menunjukkan bahwa unit-unit alat tangkap
jaring jaher pada Maret, Juli dan Agustus masing-masing hanya mampu men-support
sekitar 52%, 44% dan 61% dari sumberdayanya untuk mencapai kapasitas optimum
atau rata-rata input optimal yang digunakan adalah masing-masing sekitar 53% pada
Maret, 44% Juli dan 61% dari rata-rata produksi variabel selama alat tangkap
beroperasi. Pada Agustus nilai efisiensinya lebih tinggi dibandingkan Maret dan Juli.
(Gambar 4.7).
Pada Maret, dari 14 sampel unit jaring jaher diperoleh sebanyak 36% efisien
(nilai efisiensi = 1,00) dan beberapa unit jaring lainnya (64%) tidak efisien. Pada Juli
dari 21 unit jaring jaher sebanyak 19% efisien dan sebanyak 81% tidak efisien
Sedangkan pada Agustus dari 16 unit jaring jaher yang dianalisis, sebanyak 44% berada
pada tingkat yang optimal (efisien) yaitu dengan skor efisiensi sebesar 1,00, sementara
beberapa unit lainnya (56%) tidak efisien.
Gambar 4.7. Distribusi efisiensi unit jaring jaher
Berdasarkan tingkat pemanfaatan variabel input (VIU) yaitu terhadap input
panjang jaring, lebar jaring dan jumlah set (pis) unit jaring jaher dalam setiap unit jaring
jaher diperoleh nilai rata-rata berkisar 0,83 – 0,98. Dari nilai-nilai tersebut menunjukkan
bahwa secara umum dalam pemanfaatan ketiga variable input yaitu jumlah set jaring
sebagian besar berada pada tingkat pemanfaatan yang efisien (pemanfaatan variable
pencapaian input =1,0) (Gambar 4.8).
Perbaikan efisiensi unit-jaring yang tidak efisien secara keseluruhan yaitu
dengan mengurangi rata-rata panjang jaring 83%, lebar jaring rata-rata 6% dan jumlah
set (pis) sebesar 9%.
Gambar 4.8. Distribusi pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring mujaher
4.1.3. Efisiensi Jaring Kawan
Selain pada jaring depik dan jaher, pengukuran kapasitas penangkapan
dilakukan pula terhadap jaring insang 1,0 – 1,5 inci yang dikenal oleh masyarakat
nelayan setempat dengan nama “jaring kawan”. Dari hasil penghitungan, distribusi nilai
pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) unit jaring kawan (31 unit) diperoleh skor
rata-rata sebesar 0,52. Dengan kata lain unit alat tangkap tersebut hanya mampu mensupport
sekitar 52%
dari sumberdayanya
untuk mencapai kapasitas optimum.
Distribusi perolehan nilai efisiensi unit jaring kawan ditunjukkan pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Distribusi efisiensi unit jaring kawan
Dari hasil perhitungan DEA, nilai efisiensi unit jaring kawan yang mencapai
nilai optimal (CU=1,00) diperoleh sebanyak 19%. Beberapa unit jaring kawan (81%)
tidak efisien. Beberapa unit jaring 11ariable jauh dari efisien yang ditunjukkan oleh
capaian nilai efisiensi <0,50. Berdasarkan tingkat pemanfaatan variabel input (VIU)
unit jaring kawan diperoleh nilai rata-rata VIU >0,90. Secara umum unit jaring kawan
dalam pemanfaatan 11ariable input sebagian besar berada pada tingkat pemanfaatan
yang efisien yang ditandai oleh sebagian besar pencapaian nilai VIU =1,0 (Gambar
4.10).
Gambar 4.10. Tingkat pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring kawan.
4.1.4. Pembahasan
Secara umum kapasitas penangkapan ikan di danau Laut tawar bervariasi setiap
bulannya. Perubahan tersebut secara temporal didasarkan pada bulan-bulan dimana
banyak tertangkap ikan-ikan target tangkapan. Faktor utama yang mempengaruhi
perubahan lokasi penangkapan baik secara spasial maupun temporal adalah ruaya ikan
(baik untuk kepentingan makan, pembesaran, proses reproduksi, lingkungan oseanografi
perairan). Pengaturan musim target penangkapan merupakan salahsatu instrument
pengendalian input penangkapan.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa nelayan yang telah berpengalaman
dalam operasi penangkapan ikan, tidak selalu mencapai tingkat efisiensi yang
diharapkan.
Dalam konteks tersebut, variasi produktivitas akan muncul walaupun
nelayan menggunakan teknologi penangkapan yang sama untuk ekploitasi sumberdaya
ikan di daerah penangkapan yang sama dan pada musim yang sama. Ini disebabkan
produksi ikan pada hakekatnya merupakan sebuah perpaduan dari sebuah faktor internal
yang dapat dikendalikan maupun faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan. Faktor
eksternal mencakup sumberdaya ikan, musim, arus. Sedangkan faktor internal berkaitan
dengan kapabilitas manajerial dalam usaha penangkapan ikan diantarannya mencakup
tingkat penguasaan teknologi penangkapan. Nelayan dikatakan melakukan penangkapan
secara efisien jika produksi ikan yang diperoleh pada saat penangkapan mendekati
potensi maksimum.
Hasil dari analisis kapasitas penangkapan secara tahunan, menunjukkan bahwa
jaring insang dan jaring lainnya (termasuk jermal) menghasilkan skor efisiensi paling
tinggi berada pada kondisi efisien. Sementara untuk dua alat angkap yang lain yaitu
bubu dan pancing masing masing skor efisiensi 0,83 dan pancing 0,21.
Nilai efisiensi perikanan di danau Laut Tawar secara keseluruhan relatif
berfluktuasi sejak tahun 2001 hingga 2012.
Pada tahun 2005 terjadi peningkatan
efisiensi yang tajam yaitu dengan nilai efisiensi sebesar 93% jika dibanding dengan
tingkat efisiensi pada tahun sebelumnnya. Pada tahun 2006 hingga tahun 2011 efisiensi
cenderung meningkat dan mencapai optimal karena proporsi peningkatan produksi lebih
besar dibanding proporsi peningkatan upaya dan unit penangkapan ikan. Pada tahun
2012 nilai efisiensi sangat rendah karena terjadi penuruna produksi juga diikuti oleh
peningkatan upaya dan jumlah unit penangkapan ikan dibandingkan tahun 2011.
Namum peningkitan effort tersebut tidak sebanding dengan hasil tangkapan yang
diperoleh.
Selain itu pada tahun 2012 diduga dipengaruhi oleh meningkatnya
kebutuhan bahan pokok yang merupakan dampak dari meningkatnya harga BBM.
Dalam situasi meningkatnnya kebutuhan bahan pokok, nelayan merespon dengan
melakukan ekspansi upaya dalam melakukan penangkapan ikan namun sebaliknnya
produksi hasil tangkapan mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnnya.
Menyebabkan tahun tersebut tingkat efisiensinya menjadi rendah (jauh dari optimal).
Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan di Danau Laut Tawar sudah
mengalami excess capacity dalam jangka panjang yang ditandai juga dengan nilai
efisiensi sebagian besar kurang <1,00. Pembatasan intensitas operasi penangkapan
dapat dilakukan agar perikanan yang efisien dapat dihasilkan.
Oleh karena itu, solusi
melalui regulasi mengurangi inputan (trip) yang berlebih terutama pada bulan-bulan
tidak musim ikan dan pada bulan dimana ikan sedang pemijahan. Menurut Metzner
(2005), pada jangka pendek kebijakan pengendalian input produksi seperti pembatasan
jumlah unit kapal akan mengurangi hasil tangkapan aktual, tetapi dalam jangka panjang
akan memberikan pengaruh berupa peningkatan kapasitas penangkapan. Le Floc’h dan
Boude (1998) dan Whitmars (1998) dalam Muldoon (2009)
menyebutkan bahwa
teknologi adalah penyebab utama terhadap perubahan excess fishing capacity yang
berdampak pada perikanan skala tradisional maupun industri. Inovasi dalam
pembaharuan sumberdaya ikan telah diakui sebagai dampak berlebih baik positif
maupun negatif. Sehingga diperlukan pengurangan baik dalam hal jumlah unit atau
pengaturan waktu tangkap serta penyesuaian tingkat teknologi agar diperoleh tingkat
pemanfaatan yang optimal.
Uji model DEA untuk menghasilkan angka efisiensi sebagai 13indikator13
penilaian kapasitas penangkapan. DEA dapat digunakan untuk menghitung perbaikan
angka efisiensi, secara prinsip adalah dengan mengurangi input atau menambah output
(Cooper et al., 2004). Untuk menganalisis efisiensi dilakukan dengan membandingkan
efisiensi antar unit alat tangkap yang sejenis yang aktif beroperasi. Unit alat tangkap
yang dianggap efisien secara penuh (fully efficient) adalah kapal yang mempunyai skor
efisiensi sebesar 1,00 atau 100 persen, pada kondisi tersebut, seluruh input
dimanfaatkan penuh atau tidak terdapat potensi peningkatan input yang digunakan.
Perbandingan relatif tingkat pemanfaatan kapasitas (CU) penangkapan jaring
depik, pada bulan April, Mei, Juli dan Agustus sebagian besar unit jaring dalam
memanfaatkan input yang digunakan untuk usaha menangkap ikan telah efisien yang
ditandai oleh nilai efisiensi teknis (TE) mencapai 1,00. Sementara pada bulan Maret
sebagian unit jaring berada pada kondisi yang 13ariable jauh dari optimal.
Nilai
efisiensi teknis pada bulan April, Mei, Juli dan Agustus masing-masing nilai
efisiensinya rata-rata 0,71, 0,73, 0,60 dan 0,71. Sementara rata-rata nilai efisiensi pada
bulan Maret bernilai paling redah dibandingkan bulan lainnya yaitu sebesar 0,53.
Rendahnya nilai efisiesi yang terjadi pada bulan Maret sangat dipengaruhi oleh
sebagian besar (50%) unit armada nilai efisiensinya <0,50 yaitu berkisar antara 0,05 –
0,40. Dari kisaran nilai tersebut tentu saja nilai efisiensi jauh dari optimal. Indikator
efisiensi yang optimal adalah skor efisiensi sebesar 1,00. Umumnya hasil tangkapan
mulai menurun seiring berakhirnya bulan musim ikan.
Namun diduga jumlah upaya
tidak dikurangi pada periode tidak musim ikan sehingga terjadi kelebihan upaya
penangkapan.
Kelebihan upaya penangkapan
menyebabkan tingkat kapasitas unit
jaring depik pada bulan tersebut menjadi sangat rendah. Jika kapasitas perikanan
dikendalikan maka produksi perikanan jaring insang sebenarnya mampu ditingkatkan
mencapai produksi yang optimal. Misal berdasarkan hasil analisis single output yang
sesuai kapasitas perikanan jaring depik pada Maret, April, Mei, Juli dan Agustus
masing-masing adalah 89%, 41% 37%, 67% dan 41%
14ariab. Sehingga berdasarkan pendekatan
lebih besar dari produksi
tersebut (Maret, April, Mei, Juli dan
Agustus) masing masing mengurangi kapasitas sebesar 47%, 29%, 27%, 47% dan 29%
akan memungkinkan output saat ini diproduksi optimal secara ekonomi.
Dari sisi pendekatan jaring jaher pada Maret Juli dan Agustus masing-masing
nilai efisiensinya rata-rata 0,72, 0,44 dan 0,61 artinya pada bulan-bulan tersebut jaring
jaher hanya mampu mensuport 72%,
44% dan 61% dari sumerdayannya untuk
mencapai kapasitas yang optimum. Sedangkan jaring kawan secara keseluruhan nilai
efisiensi teknis rata-rata 0,52 atau hanya mampu mensuport 52% dari sumberdaya yang
ada selama unit jaring beroperasi. Dari nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat
input yang ada saat ini sudah melebihi kapasitas yang seharusnya. Sehingga secara
keseluruhan, hasil analisis menunjukkan perlunya intervensi pengurangan input untuk
alat tangkap di Perairan Danau Laut Tawar. Faktor-faktor yang menyebabkan
penurunan efisiensi harus dikendalikan. Disamping pengendalian upaya penangkapan
(effort), faktor-faktor seperti pengendalian kondisi pencemaran di perairan Danau Laut
Tawar dan sekitarnya mungkin akan membantu meningkatkan efisiensi perikanan ke
pengelolaan yang lestari.
Tingkat pemanfaatan input variabel (VIU) jaring depik dapat diukur
berdasarkan rasio dari penggunaan input optimal (target) dengan input 14ariab
(observasi). Input optimal merupakan input yang digunakan pada kondisi efisien teknis.
Berdasarkan tingkat pemanfaatan input variable, unit jaring depik menunjukkan bahwa
pada bulan Maret telah terjadi surplus penggunaan input sehingga perlu mengurangi
input tersebut (Fare et al. 1994). Untuk meningkatkan efisiensi kapasitas penangkapan
jaring depik , jaring jaher dan jaring kawan secara teknis dapat memperbaiki nilai
efisiensi penangkapan pada bulan-bulan tidak musim ikan melalui pengurangan
intensitas penangkapan dan mengurangi input 14 panjang dan lebar jaring dan jumlah
pis yang menjadi instrument dalam pengendalian kapasitas penangkapan jaring insang.
Ukuran unit jaring yg lebih besar dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih
jauh dan potensial saat operasi, sehingga lebih berpeluang untuk meningkatkan hasil
tangkapan. Akan tetapi, perubahan dimensi alat tangkap perlu mempertimbangkan
perbandingan ukuran teknis alat tangkap dan kondisi sumberdaya yang sudah sangat
terbatas dan terus mendapat tekanan penangkapan. Karena dengan faktor sumberdaya
ikan yang sudah sangat terbatas menyebabkan ukuran jaring yang semakin panjang dan
lebar tidak serta merta mempunyai efisiensi yang tinggi.
Dan dengan faktor
keterbatasan sumberdaya ikan input-input yang digunakan secara berlebih menyebabkan
berpengaruh negatif terhadap tingkat efisiensi secara teknis.
Sehingga pengelolaan
perikanan di Danau Laut Tawar perlu mempertimbangkan kondisi perikanan secara
umum, resistensi nelayan serta rendahnya para pelaku atas prinsip-prinsip kelestarian
dan keberlanjutan ekonomi maka pengendalian dilakukan dengan prinsip kehati hatian
(secara adaftif) yaitu salah satunya dapat dilakukan berupa pengurangan intensitas
(upaya) penangkapan pada bulan-bulan tertentu terutama saat musim ikan yang menjadi
target tangkapan sedang memijah.
4.2. Karakteristik Sumberdaya Ikan
4.2.1. Keragaman Jenis ikan
Selama waktu penelitian dilakukan ditemukan sebanyak 24 jenis/spesies ikan
yang ada di DLT. Jenis-jenis ikan yang diperoleh ditampilkan dalam Tabel 4.3.
Kemungkinan masih ada beberapa jenis ikan lainnya yang belum berhasil ditemukan
selama pengamatan terutama akibat kelimpahannya yang rendah sehingga butuh usaha
tersendiri untuk mendapatkannya, atau ikan tersebut mempunyai habitat yang spesifik
sehingga sulit untuk ditangkap selama pengamatan. Ikan Depik atau Eyas, Relo, Kawan,
Nila, Mas dan Mujair merupakan ikan-ikan yang bernilai ekonomis/konsumsi penting di
danau ini.
Empat jenis pertama adalah ikan-ikan yang berukuran kecil dan biasa ditangkap di
perairan danau dengan berbagai macam alat dan cara menangkapnya, sedangkan tiga
jenis yang lainnya adalah ikan-ikan yang dipelihara nelayan di dalam keramba jaring
apung atau keramba tancap di pinggir danau, walaupun ikan-ikan tersebut juga banyak
ditemukan di dalam danau. Ikan Depik (Rasbora tawarensis) merupakan ikan yang
paling terkenal dan telah menjadi trade mark Kota Takengon. Ikan ini bersifat endemik
(penyebarannya sempit dan hanya dijumpai di DLT). Menurut IUCN (1990), ikan
Depik bersama ikan kawan (Poropuntius tawarensis) tergolong ikan yang terancam dan
telah masuk daftar merah, hasil evaluasi terakhir menunjukkan kedua ikan ini sudah
masuk pada Kategori Critical Endangered (CBSG, 2003). Berdasarkan wawancara
dengan sejumlah nelayan, diperoleh informasi bahwa kelimpahan ikan Depik meningkat
pada musim penghujan terutama antara September hingga akhir Desember, dimana pada
bulan-bulan tersebut turun hujan yang lebat dan bersamaan dengannya bertiup angin
Barat Daya. Pada masa tersebut ikan-ikan Depik dewasa bermigrasi dari tengah danau
ke sungai-sungai kecil (Didisen) di sekeliling danau untuk memijah. Sayangnya pada
saat itulah, penangkapan ikan Depik secara besar-besaran akan terjadi.
Tabel 4.3. Nama-nama ikan yang ditemukan di Danau Lut Tawar pada 2013.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama Lokal
Sepat batu
Bawal
Lokot
Gabus
Lele
Lili
Sapu-sapu
Belut
Mujaer
Nila
Peres
Nama Ilmiah
Anabas testudineus
Cyprinus carpio
Chana gochua
Channa striata
Clarias batrachus
Homaloptera gymnogaster
Liposarcus pardalis
Monopterus albus
Oreochromis massambicus
Oreochromis niloticus
Osteochilus
bevicauda/O.kappeni
No
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Nama Lokal
Palau
Kebare
Bontok
Gegaring/Jejolong
Kawan
Relo
Depik/eas
Buntal
Gegaring
Gegaring
Sepat merah
Laga
Mas pedang
Nama Ilmiah
Osteochilus hasseltii
Osteochilus waandersi
Poecilia reticulata
Poropuntius tawarensis
Puntius tawarensis
Rasbora sumatrana
Rasbora tawarensis
Tetraodon palembngensis
Tor douronensis
Tor soro
Trichogaster trichopterus
Trichopis vittata
Xiphophorus helleri
Secara morfologi ikan Depik, Eyas dan Relo mempunyai karekteristik yang
hampir sama sehingga sedikit sulit membedakannya di lapangan. Secara sepintas
terlihat ikan Eyas dan Relo memiliki ukuran mata relatif lebih besar berbanding dengan
panjangnya. Selain itu ikan Depik dapat dibedakan dari dengan dua jenis terakhir dari
sisiknya, sisik ikan Depik akan terasa halus bila diraba, sedangkan sisik ikan Eyas dan
Relo lebih kasar (Muchlisin, unpublished data). Untuk menjawab keraguan ini suatu
kajian DNA sequencing sedang dilakukan oleh salah seorang anggota tim survey dan
segera akan dipublikasikan. Ikan lain yang bernilai ekonomis dan terdapat dalam danau
adalah ikan Bawal (Ctenopharyngodon idella) yang dulunya masuk ke danau sekitar
tahun 1989 melalui sebuah proyek pemerintah, dimana bibitnya didatangkan dari
Sukabumi Jawa Barat. Diprediksi kelimpahannya di DLT tergolong rendah ditandai
dengan rendahnya hasil
Ikan-ikan tersebut memiliki bentuk dan ukuran tertentu berbeda antara ikan yang
satu dengan yang lain, hal ini menunjukkan bahwa ada spesifikasi tertentu pada
karakteristik, bentuk dan ukuran tubuh ikan di alam. Pertumbuhan adalah pertambahan
ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon,
dan lingkungan (zat hara). Ketiga faktor tersebut bekerja saling mempengaruhi, baik
dalam arti saling menunjang maupun saling menghalangi untuk mengendalikan
perkembangan ikan (Fujaya,1999).
4.2.2. Beberapa Kajian Biologi Ikan Dominan Danau Laut Tawar
4.2.2.1. Panjang Berat
Hubungan panjang
berat ikan merupakan pengetahuan yang signifikan
dipelajari, terutama untuk kepentingan pengelolaan perikanan. Pentingnya pengetahuan
ini sehingga Bayliff ( 1966 ) menegaskan, hubungan panjang-berat ikan dan distribusi
panjangnya perlu diketahui, terutama untuk mengkonversi statistik hasil tangkapan,
menduga besarnya populasi dan laju mortalitasnya. Disamping itu diperlukan juga
dalam mengatur perikanan, yaitu menentukan selektifitas alat tangkap agar ikan-ikan
yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap (Vanichkul & Hongskul dalam
Merta 1993 ).
1. Ikan Nila
6
5
Ln berat (gram)
4
Ln Berat (gram)
Nila
Betina
N=179
4,5
3,5
3
2,5
2
y = 2,8312x - 3,5701
2
R = 0,9745
r = 0,987
1,5
Nila
Jantan
N=121
5
4
3
y = 2,7785x - 3,4432
R2 = 0,9658
r = 0,983
2
1
1
0,5
0
0
0
1
2
3
0
4
1
2
3
4
Ln Panjang (cm)
Ln Panjang (cm)
2. Ikan Depik
Depik
betina
N=50
Ln Berat (gram)
2,5
2,5
Ln berat (gram)
3
2
1,5
y = 3,099x - 5,1102
2
R = 0,9264
0,962
1
0,5
Depik
Jantan
N=39
2
1,5
y = 2,9512x - 4,7928
2
R = 0,8979
r=0,948
1
0,5
0
0
2
2,1
2,2
2,3
Ln Panjang (cm )
2,4
2,5
0
0,5
1
1,5
Ln Panjang (cm )
2
2,5
3. Ikan Kawan
25
Kaw an
Betina
N=77
7
3,1528
y = 0,0095x
2
R = 0,9469
15
Kaw an
Jantan
N=39
6
5
berat (gram)
Berat (gram)
20
8
10
4
2,6482
y = 0,0238x
2
R = 0,8529
3
2
1
5
0
0
0
0
2
4
6
8
Panjang (cm)
10
12
2
4
6
8
10
14
Panjang (cm )
4. Ikan Bontok
4
6
2,6712
Berat (gram)
Berat (gram)
5
4
3
Bontok Betina
n=634
2
y = 0,0018x1,5945
R2 = 0,7265
3,5
y = 5E-05x
2
R = 0,7861
3
2,5
bontok Jantan
n = 546
2
1,5
1
1
0,5
0
0
20
40
60
0
80
0
20
40
Panjang (cm)
60
80
100
120
Panjang (mm)
5. Ikan Relo
Relo Betina
n = 645
4,5
3,5
1,9825
y = 0,0006x
2
R = 0,6762
3
2,1145
3,5
y = 0,0003x
2
R = 0,6499
3
Berat (gram)
Berat (gram)
4
2,5
2
2,5
2
Relo Jantan
N=40
1,5
1,5
1
1
0,5
0,5
0
0
0
20
40
Panjang (mm)
60
80
0
20
40
60
80
Panjang (mm)
Gambar 4.11. Grafik hubungan panjang berat beberapa jenis ikan dominan Danau Laut
Tawar 2013
Hasil analisis panjang-berat beberapa jenis ikan dominan (Depik, Nila, Relo,
Kawan dan Bontok) Gambar 11, di Danau laut Tawar menunjukkan bahwa ikan Nila
memiliki pola pertumbuhan yang isometrik, ikan Depik, Kawan dan Relo tergolong
allometrik negatif dan ikan Relo tergolong allometrik positif.
Pola tertumbuhan
tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis, ukuran ikan, umur dan musim. Walaupun ikan
Nila di Laut Tawar menunjukkan pola pertumbuhan isometrik hasil studi lain
menunjukkan ikan nila juga memiliki pertumbuhan allometrik (Abowei et al., 2009).
4.2.2.2. Kematangan Gonad beberapa Jenis Ikan Dominan
a.
Nisbah Kelamin
Dari tiga jenis ikan dominan yang diamati ikan relo merupakan ikan dengan nilai
nisbah kelamin terkecil yaitu pada kisaran 0,007-0,087, diikuti dengan ikan depik
sebesar 1,134-1,696 dan yang paling besar adalah ikan bontok yaitu 1,313-1,808). Ikan
relo yang diamati 830 ekor (ikan jantan 44 ekor dan ikan betina 786 ekor). Nisbah
kelamin di dalam populasi yang memijah dan di dalam kelompok-kelompok umur dan
ukuran bervariasi menurut jenis ikannya yang mencerminkan hubungan antara jenis
ikan tersebut dengan lingkungannya (Nikolsky, 1969).
Ikan Depik yang diamati 1134 ekor (ikan jantan 670 ekor dan ikan betina 464
ekor). Ikan Bontok yang diamati 1658 ekor (ikan jantan 982 ekor dan ikan betina 676
ekor). Nisbah kelamin. Secara umum rasio kelamin ikan Depik, Relo dan Depik selama
Nisbah Kelamin (J/B)
penelitian disampaikan pada Gambar 4.12.
Depik
2,00
1,80
1,60
1,40
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
relo
Bontok
Depik (1,134 -1,696),
relo
(0,007-0,087),
Bontok (1,313 - 1,808)
0,00
Maret
Mei
Juni
Agustus
Bulan
Garnbar 4.12. Nisbah kelantin ikan Depik, Relo dan Bontok di Danau Laut Tawar 2013
b.
Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad dapat di pergunakan sebagai penduga status
reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi
jumlah stok yang secara produktif matang dengan pemahaman tentang siklus reproduksi
bagi suatu populasi atau spesies (Nielson, 1983).
a. Ikan Depik
b. Ikan Kawan
Betina
betina
Jantan
250
jantan
500
Jumlah Ikan (Ekor)
Jumlah Ikan (Ekor)
600
400
300
200
200
150
100
50
100
0
0
I
II
III
IV
I
V
II
TKG
c. Ikan Bontok (Xiphophorus sp)
Betina
450
IV
V
d. Ikan Relo
Jantan
180
400
Jumlah Ikan (Ekor)
350
Jumlah Ikan (Ekor)
III
TKG
300
250
200
150
100
Betina
Jantan
160
140
120
100
80
60
40
50
20
0
I
II
III
IV
TKG
V
0
I
II
III
VI
V
TKG
Garnbar 4.13. TKG beberapa ikan dominan Danau Laut Tawar 2013
c.
Indeks Kematangan Gonad
Nilai indek kematangan gonad bervariasi diantara ketiga jenis ikan, baik yang
jantan maupun betina. Gambar 4.13. menjelaskan bahwa rata-rata nilai indeks
kematangan gonad jantan lebih besar daripada betina. Hal ini berbeda dengan pendapat
Biusing (1998) bahwa pada umumnya nilai indeks kematangan gonad jantan lebih
rendah daripada betina. Effendie (1991) menyatakan bahwa sejalan dengan
pertumbuhan gonad, maka gonad akan semakin bertambah besar dan berat sampai batas
maksimum ketika terjadi pemijahan. Hal ini terjadi juga pada penelitian ini, yakni pada
ketiga jenis ikan indeks kematangan gonad semakin meningkat dengan meningkatnya
tingkat kematangan gonad.
4.2.2.4. Fekunditas beberapa Jenis ikan Dominan
Fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam
biologi perikanan, yaitu dalam hubungannya dengan dinamika populasi dan produksi.
Dari fekunditas secara tidak langsung dapat diduga jumlah anak ikan yang akan
dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan
(Effendi, 1997). Dari 4 ikan dominan yang dianalisis ikan depik merupakan ikan dengan
fekunditas tertinggi yaitu rata-rata pada kisaran 300-6500 butir dari 97 ekor ikan yang
dianalisis, diikuti dengan ikan relo rata-rata pada kisaran 110-525 butir dari 270 ekor
ikan yang dianalisis , ikan kawan rata-rata pada kisaran 125-277 butir dari 73 ekor ikan
yang dianalisis. Ikan Bontok merupakan ikan dengan fekunditas terrendah yaitu ratarata pada kisaran 15-60 butir dari 495 ekor ikan yang dianalisis (Gambar 4.14).
a. Ikan Depik
b. Ikan Relo
7
8
N = 96 Ekor
Rata-rata fekunditas 2963 Butir
7
Jumlah Ikan (Individu)
6
Jumlah Ikan (Individu)
n = 270 Ekor
Dengan rata-rata 215 butir
6
5
4
3
2
5
4
3
2
1
1
0
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
0
100
200
300
c. Ikan Bontok (Xiphophorus sp)
500
600
700
800
900
b. Ikan Kawan
4
25
n=495 Ekor
Jumlah Ikan
(Ekor)
20
Jumlah Ikan
(Ekor)
400
Fekunditas (Butir
Fekunditas telur (Butir)
15
10
n = 73
Kisaran Jumlah Telur
rata-rata 125 s/d 277
3
2
5
1
0
0
20
40
60
80
Jumlah Telur
(Butir)
100
120
140
160
0
100
200
300
400
500
Jumlah Telur
(Butir)
600
700
Garnbar 4.14. Fekunditas beberapa ikan dominan Danau Laut Tawar 2013
800
4.2.2.5. Diameter Telur Beberapa Jenis Ikan Dominan
Diameter telur ikan bervariasi, baik antara spesies maupun antara individu dalam
spesies yang sama. Hasil analisis data sebaran diameter telur 3 jenis ikan dominan
Danau Laut Tawar pada TKG III dan TKG IV dapat dilihat pada Gambar 4.15. Ketiga
jenis ikan tersebut memiliki sebaran diamater telur yang hampir sama yaitu rata-rata
pada kisaran 0,5-1,2 mm. Diameter telur ada hubungannya dengan fekunditas. Makin
banyak telur yang dipijahkan (fekunditas), maka ukuran diameter telurnya makin kecil,
demikian pula sebaliknya (Tang dan Affandi, 2001). Hal ini juga dikemukakan oleh
Wootton (1998) bahwa ikan yang memiliki diameter telur lebih kecil biasanya
mempunyai fekunditas yang lebih banyak, sedangkan yang memiliki diameter telur
yang besar cenderung memiliki fekunditas rendah.
b. Ikan Relo
2500
3000
2000
2500
Jumlah Telur (Butir)
(Butir)
Jumlah Telur
a. Ikan Depik
1500
1000
2000
1500
1000
500
500
0
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0
-
1,600
0,50
1,00
1,50
Diameter Telur
2,00
2,50
3,00
3,50
Diam eter Telur
c. Ikan Kawan
450
400
Jumlah Telur
(Butir)
350
n = 2676 Butir
kisaran DT adalah 0,447 s/d 1,2
300
250
200
150
100
50
0
-
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
Diameter Telur
Garnbar 4.15. Distribusi diameter Telur 3 jenis ikan dominan Danau Laut Tawar 2013
Semakin besar ukuran diameter telur akan semakin baik, karena dalam telur
tersebut tersedia makanan cadangan sehingga larva ikan akan dapat bertahan lebih lama.
Larva yang berasal dari telur yang besar memiliki keuntungan karena memiliki
cadangan kuning telur yang lebih banyak sebagai sumber energi sebelum memperoleh
makanan dari luar. Ukuran diameter telur dapat menentukan kualitas yang berhubungan
dengan kandungan kuning telur dimana telur yang berukuran besar juga dapat
menghasilkan laeva yang berukuran besar. Effendie (1997) menyatakan bahwa semakin
berkembang gonad, maka ukuran diameter telur yang ada didalamnya semakin besar
sebagai hasil pengendapan kuning telur, hidrasi, dan pembentukan butir-butir minyak.
4.2.3. Karakteristik Biologi
a. Plankton
Fitoplankton merupakan golongan yang dominan di DLT, baik dari segi jenis
maupun kelimpahannya, dimana komunitas fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae
lebih mendominasi dan kelas Monogonanta yang mendominasi pada komunitas
zooplankton (Gambar 4.16). Terdapat 63 genus plankton yang terdiri dari 47 genus
fitoplankton dan 21 gebus zooplankton di DLT, dimana cosmarium (55%)
(fitoplankton) dan peridium
(92%) (zooplankton) merupakan genus-genus yang
dominan (Gambar 4.17). Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan hasil
penelitian sebelumnya 19 genus (Kartamihardja et al., 1995) dan 46 jenis (Anonimous,
2009).
40
Fitoplankton
45
35
Zooplankton
30
35
25
jumlah Genus
(%Individu)
Jumlah Genera (%)
40
20
15
30
25
20
15
10
10
5
5
0
0
Chlorophyceae Bacillariophyceae
Kelas
Dinophyceae
Cyanophyceae
Mastigophora Crustacea
Monogononta
Ciliata
Sarcodina
Kelas
Gambar 4.16. % Genus Fitoplankton dan Zooplankton pada setiap kelas yang terdapat
di Danau Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013
Cymbella
Diatoma
Fragilaria
Gomphonema
Navicula
Neidium
Nitshcia
Pinnularia
Surirella
Synedra
Tabellaria
Coconeis
Coscinodiscus
Melosira
Cosmarium
Staurastrum
Mougeotia
Oedogonium
Tetraedron
Scenedesmus
Closterium
Coelastrum
Oocystis
Asterococcus
Crucigenia
Cyclotella
Actinastrum
Ulothrix
Ankistrodesmus
Mycrocystis
Aphanocapsa
Anabaena
Chrococcus
Oscillatoria
Peridinium
Crucigenia
Trachelomonas
Golenkinia
Merismopedia
Spondylosium
Stauroneis
Ceratium
0%
0%
0% 0% 1%
8%
0%0% 0% 0%
1%
0%
0%
1%
0% 6% 1%
0%3%0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Tetraedron
10%
Merismopedia
0%
Spirulina
Staurastrum
Anabaena
12%
Cosmarium
55%
Phacus
Selenastrum
Fitoplankton
0%
0%
1%
1%
0%
0%
0%
0%
0% 1%
0%
10%
%
1%
0%
0%1%
0%
Peridinium
93%
Zooplankton
Trachelomonas
Euglena
Peridinium
Diaptomus
Nauplius
Cyclops
Anureopsis
Trichocerca
Notholca
Pleosoma
Asplanchna
Mytilina
Keratella
Monostyla
Brachionus
Actinophyrius
Oxytrcha
Difflugia
Trinema
Euglypha
0%
2%
Acanthocystis
Gambar 4.17. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton yang terdapat di Danau Laut
Tawar pada Maret dan Juni 2013
Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena
fungsinya sebagai produsen
primer atau karena kemampuannya dalam mensintesa
senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy &
Kurniati, 1996). Kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan
berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang akan mempengaruhi tingkatan trofik
perairan tersebut.
Fluktuasi dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama oleh perubahan
berbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi populasi plankton adalah
ketersedian nutrisi di suatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang
terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi
fitoplankton dan proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrifikasi yang dapat
menurunkan kualitas perairan (Barus. 2004).
Hal ini ditunjukkan dengan cukup rendahnya nilai indeks keanekaragaman
plankton yang berkisar
>2,0 (zooplankton) hingga>2,5 (fitoplankton). Dengan
demikian rata-rata indeks keanekaragaman plankton di Danau Laut Tawar pada
penelitian ini > 3, 00 bermakna bahwa kondisi komunitas plankton adalah sangat stabil
atau sangat mantap. Menurut Dresscher dan Mark bahwa indeks keanekaragaman
> 2, 0 menunjukkan kondisi perairan tidak tercemar. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kondisi komunitas plankton pada Danau Laut Tawar tergolong masih alami (tidak
tercemar) (Gambar 4.18 dan 4.19).
H' Trip 1
H' Trip 2
DI Trip 1
DI Trip 2
Indeks Keanekaragan (H")
2,5
1,0
0,9
0,8
0,7
2,0
0,6
1,5
0,5
0,4
1,0
0,3
Indeks Dominansi (DI)
3,0
0,2
0,5
0,1
0,0
To
w
er
en
To D
w as
To era ar
w n1
m
O era
ne n
-O 10
ne m
d
O
ne as
a
O one r
Ka ne
1
b a -On m
ya e
5
k
m
Ka an
b a da
Ke ya s a
b a k an r
y
M ak a 1 m
en
n
g a 10
y
m
M aD
en
a
g a s ar
M
y
en a 1
ga
m
y
Kl a 5
itu
m
da
Kl sar
itu
Kl 1 m
i
R tu 1
aw
0
m
e
D
R as a
aw r
e
R 1
Be aw m
e
w
an 5
m
g
da
s
Be ar
Ka Be wa
l a wa ng
Bi
ng
n
Ka tan 5 m
la g D
a
Ka Bi
l a nta sar
Bi ng
nt
an 1 m
g
10
m
O
ut
le
t
0,0
Stasiun
Gambar 4.18. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Fitoplankton
Danau Laut Tawar 2013
Indeks Keanekaragaman (H')
H' Trip 2
DI Trip 1
DI Trip 2
1,4
1,2
2,5
1
2
0,8
1,5
0,6
1
0,4
0,5
0,2
0
O
ne
-o
n
O ed
ne a
s
O -on ar
n e
To e-o 1
w ne m
er
a 5
To n D m
w a
To er sa
w an r
Be era 1m
wa n 1
n 0
Be g d m
wa asa
Be ng r
wa 1
R ng m
aw 5
e
m
D
R as
aw a
e r
M Ra 1 m
en w
ga e 5
M ya m
en da
Ka m gay sar
la eng a 1
Bi a
m
Ka nta ya
la ng 5 m
Ka B d
la inta asa
bi n r
nt g
an 1
g m
Kl 10
it u m
da
Kl sa
it u r
Kl 1
it u m
D
as
10
ar
m
Ke Ou
ba tle
Ke Ke yak t
ba ba an
ya ya
ka ka
n n
10
m
0
Indeks Dominansi (DI)
H' Trip 1
3
Stasiun
Gambar 4.19. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Zooplankton
Danau Laut Tawar 2013
b. Perifiton
Menurut James dan Evison (1978) bahwa perifiton merupakan salah satu
organisme yang hidup melekat pada tumbuhan air, batu-batuan serta ranting-ranting
sangan baik digunakan dalam menilai kualitas perairan. Diantara jenis-jenis organisme
tersebut ada yang sangat sensitif dan ada yang toleran terhadap pencemaran, sehingga
dapat digunakan sebagai bioindikator perairan. Salanki dan Punyi (1975) menyatakan
bahwa sebagian besar perifiton terdiri dari fitoplankton yang merupakan produsen
pertama dalam perairan (Tropik 1), juga sebagian dalam tropik II yaitu zoogpea,
protozoa dan binatang lain yang melekat. Kelas Bacillariophyceae merupakan
komunitas perifiton yang mendominasi pada setiap waktu pengamatan dari empat kelas
yang diketumukan yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, dan
Dinohyceae (Gambar 4.20).
70
Maret
Jumlah Spesies (%)
60
Mei
50
40
30
20
10
0
Bacillarisphyceae
Chlorophyceae
Cyanophyceae
Dinophyceae
Kelas
Gambar 4.20. Kelimpahan Spesies pada setiap kelas perifiton yang terdapat di Danau
Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013
Persentase kelimpahan setiap kelas perifiton dengan genus yang mendominasi
pada setiap waktu pengamatan tidak mengalami perubahan yang signifikan, pada kelas
Bacillariophyceae yaitu genus Navicula dan Cymbella masing-masing 23,68%; 18,46%
pada Maret dan 15,56%; 24,44% pada Mei.
Chlorophyceae yaitu closterium dan
Cosmarium masing-masing sebesar 20,59% pada Maret dan 17,5%; 20% pada Mei,
Cyanophyceae yaitu dari genus Oscillatoria dan Anabaena masing-masing sebesar
42,86%; 28,57% pada Maret dan 40%; 20% pada Mei sedangkan pada Kelas terakhir
yaitu Dynophyceae baik pada Maret maupun Mei hanya ditemukan satu jenis yaitu
Ceratium (Gambar 4.21).
1%
3%
0%
10%
%
1%
0%
0%
0%
00%
%
1%1%
0%
0%
0%
1%
1%
0%3%
0%2%
0%
4%
2%
0%
1%
0%
0%
0%
0%
3%
Ulotrix aequalies
7%
1%
1%
4%
0%
0%
1%
2%
0%
1%
2%
0%
0%
0%
0%
1%
0%
1%
0%
1%
1%
1%
0%
0%
1%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
1%
0%
0%
Synedra ulna
7%
2%
1%
0%
0%
0%
Fragilaria sp
8%
0%
0%
4% 0%
0%
0%
0%
0% 3%
0%
0%
2%
0%
1%
1%
0%
2%
0%
2%
0%
0%
0%
1%
1%
0%
0%
0%
1%
0%
0%
0%
1%
Amphora ovalis
Caloneis bacillaris
Cocconeis placentula
Cymbella aspera
Cymbella ehrenbergii
Cymbella naviculaformis
Cymbella sp
Cymbella ventricosa
Eunotia sp
Fragilaria virescens
Gomphonema angustatum
Gomphonema gracille
Navicula bacillum
Navicula cryptocephala
Navicula exigua
Navicula lanceolata
Navicula placentula
Navicula spicula
Nitszchia capitalla
Nitszchia frustulum
Nitszchia obtusa
Nitszchia spectabillis
Pinnularia microstauron
Suriella robusta
Synedra fabulata
Tabelaria sp
Navicula pupula
Synedra flugens
Cyclotella sp
Merismopodia elegans
Ankistrodesmus falcatus
Closterium cornu
Closterium gracile
Cosmarium brotitys
Cosmarium quadratum
Cosmarium sp
Mougeotia japonica
Oedogonium borisianum
Scenedesmus quadrispina
Spirogyra sp
Straurastrum longiradiatum
Ulotrix aequalies
Oedogonium sp
Cosmarium undulatum
Anabaena catenula
Oscillatoria sp
Chroococcus minutus
Ceratium hirundinella
Amphora normali
Caloneis bacillum
Cocconeis sp
Cymbella custila
Cymbella graciles
Cymbella prostata
Cymbella tumida
Diatoma elongatum
Eunotia robusta
Fragilaria sp
Gomphonema contrictum
Gomphonema olivaceum
Navicula cori
Navicula dichepala
Navicula falaisiensis
Navicula latrerostrata
Navicula pygmae
Navicula viridis
Nitszchia gandersheimiensis
Nitszchia kuctzingiana
Nitszchia scolaris
Pinnularia braunii
Rhopalodia gibberulla
Suriella tenera
Synedra pulchella
Navicula rhyncocephala
Nedium digustus
Rhopalodia sp
Gomphonema sp
Navicula gracilles
Ankistrodesmus spirolis
Closterium dianae
Closterium porvulum
Cosmarium constractum
Cosmarium reniforme
Crugenia sp
Mougeotia sp
Oedogonium crispum
Scenedesmus sp
Spondylosium sp
Straurastrum sp
Gonatozygon monotaenium
Mougeotia sp
Desmidium coarctatum
Anabaena menderi
Oscillatoria tenium
Nostoc sp
Amphora sp
Cocconeis dimunata
Cymbella affinis
Cymbella cuspidata
Cymbella lauceolata
Cymbella sinulata
Cymbella turgida
Ephitemia zebra
Fragilaria capucina
Gomphonema acuminatum
Gomphonema elongatum
Navicula anglica
Navicula cuspida
Navicula elegans
Navicula hasta
Navicula medisculus
Navicula radiosa
Nedium sp
Nitszchia hungarica
Nitszchia linearis
Nitszchia sigma
Pinnularia gibba
Rhopalodia gibba
Syndra acus
Synedra ulna
Suriella sp
Nitszchia ricta
Surirella elagans
Mastogloia sp
Navicula mutica
Closterium aerosum
Closterium juncidum
Closterium sp
Cosmarium formosulum
Cosmarium subcrenatum
Eurastrum ansatum
Nephrocytium digitus
Scenedesmus obliquus
Spirogyra minuticrassoidea
Straurastrum gracille
Staurastrum subsaltan
Oedogonium oblongum
Ulotrix sp
Aphanizomenon flos-aquae
Nodularia harveyana
Oscillatoria tenuis
Oscillatoria sancta
Gambar 4.21. Kelimpahan Perifiton (sel/100 ml) Danau Laut Tawar 2013
Perifiton berperan penting dalam sistem rantai makanan di Danau Laut Tawar.
Perifiton merupakan sumber daya pakan bagi organisme bentik seperti ikan, udang,
kepiting dan moluska. Meskipun perairan Danau Laut Tawar bersifat Oligotrofik
(miskin unsur hara), namun apabila dilihat dari kelimpahannya, menunjukkan bahwa
perifiton sebagai sumber pakan yang penting bagi biota. Kelimpahan perifiton pada
setiap stasiun hampir tidak jauh berbeda, akan tetapai berdasarkan waktu pengambilan
sampel pada Juni lebih tinggi daripada Maret, hal ini diduga karena pada Juni air lebih
rendah dari pada Maret sehingga mempengaruhi proses masuknya nutrien ke dalam
danau ataupun yang keluar dari danau (Gambar 4.22). Tingginya kandungan perifiton di
Danau Laut Tawar didukung pula dengn tingginya indeks keanekaragaman perifiton
pada setiap stasiun dan waktu pengamatan (Gambar 4.23).
Maret
Juni
800000
700000
Individu/m2
600000
500000
400000
300000
200000
100000
T
TL
E
O
U
AK
A
N
NG
KA
KE
LA
BA
Y
BI
NT
A
ER
AN
E
TO
W
N
EO
N
BU
KL
IT
A
O
R
LE
LA
AW
AY
M
E
NG
W
AN
BE
E
A
G
0
Stasiun
Gambar 4.22. Kelimpahan Perifiton (sel/m2) Danau Laut Tawar 2013
Maret
4
Juni
Indeks Keanekaragaman
(H')
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
TL
ET
O
U
YA
K
AN
G
KE
BA
TA
N
BI
N
KA
LA
TO
W
ER
AN
EO
NE
O
N
LE
LA
BU
KL
IT
A
RA
W
E
EN
G
AY
A
M
BE
W
AN
G
0
Stasiun
Gambar 4.23. Indeks Keanekaragaman (H’) Perifiton Danau Laut Tawar 2013
c.
Bentos
Makrozoobenthos merupakan satu dari beberapa organisma air yang dapat
digunakan sebagai indikator dari tingkat pencemaran suatu perairan. Keberadaan
makrozoobenthos erat kaitannya dengan jumlah bahan organik pada sedimen. Dari hasil
penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 pada 9 stasiun pengamatan di kawasan
Danau Laut Tawar
yang dimulai dari Outlet hingga ke Kebayakan, jumlah jenis
makrozoobenthos yang ditemukan sebanyak 24 genera yang berasal dari 11 famili yaitu
Chironomidae, Tubificidae, Lumbriculidae, Thiaridae, Pleuroceridae, Ampullariidae,
Viviparidae, Bulimidae, Lymnaeidae, Planorbidae dan Corbiculidae (Gambar 4.24).
Maret
Juni
Kelimpahan spesies
(% individu)
45
40
35
30
25
20
15
10
C
hi
ro
no
m
id
ae
Tu
bi
f ic
id
Lu
ae
m
br
ic
ul
id
ae
Th
ia
ri d
Pl
ae
eu
ro
ce
ri d
Am
ae
pu
ll a
ri i
da
Vi
e
vi
pa
rid
ae
Bu
l im
id
ae
Ly
m
na
ei
da
Pl
e
an
or
bi
da
C
e
or
bi
cu
li d
ae
5
0
Fam ily
Gambar 4.24. Jumlah genera perifiton pada setiap family Danau Laut Tawar 2013
Kelimpahan total macrozoobenthos beragam pada 9 stasiun baik pada Maret
maupun pada Agustus. Kelimpahan tertinggi ditemukan di stasiun Outlet pada Maret
(Gambar 4.25).
3000
Maret
Juni
Kelimpahan (Ind/m2)
2500
2000
1500
1000
500
er
an
To
w
an
Ke
ba
ya
k
O
ne
-O
ne
e
R
aw
Kl
itu
an
g
Be
w
Bi
nt
an
g
Ka
la
ut
Le
t
O
M
en
ga
ya
0
Stasiun
Gambar 4.25. Kelimpahan perifiton pada setiap stasiun pengamatan diDanau Laut
Tawar 2013
Bila dikaitkan dengan kelimpahan relatif, famili
makrozoobenthos yang
mendominasi pada stasiun tersebut adalah Tubificidae yang didominasi oleh genus
Lymnodrilus sp (Gambar 4.26 dan 4.27).
1400
Maret
Juni
Kelimpahan Individu (m2)
1200
1000
800
600
400
200
corbicula
Anandota
Lymnea
Helicorbis
Viviparus
Digoniostoma
Bellamya
Bellamya
Pomacea
Pila scutata
Pleurocera
Brotia sp
Melanoides
Melanoides
Thiara lineata
Melanoides
Thiara scabra
Thiara winteri
Aulodrilus
Lumbriculus
Immature
Branchiura
Limnodrilus
Chironomus
0
Spesies
Bentos
Indeks Keanekaragaman
(H')
3
Trip 1 H'
Trip 2 H'
Trip 2 DI
Trip 1 DI
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
2,5
2
1,5
1
0,5
Ke
b
ay
ak
an
Kl
i tu
R
aw
e
Bi
nt
an
g
g
Ka
la
Be
w
an
ya
en
ga
n
M
er
a
To
w
-O
ne
O
O
ut
Le
t
ne
0
Indeks Dominansi (DI)
Gambar 4.26. Kelimpahan genera perifiton pada setiap waktu penelitian di Danau Laut
Tawar 2013
Stasiun
Gambar 4.27. Indek Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Organisme
Bentos Danau Laut Tawar 2013
4.2.4. Parameter kondisi lingkungan sumber daya ikan
Dalam dunia perikanan parameter kualitas air mempunyai peranan yang sangat
penting, hal ini dikarenakan nilai kualitas aiar dapat menunjukkan apakah air tersebut
layak atau tidak untuk budidaya perikanan. Selain itu, parameter kualitas air juga
mampu mendeteksi tingkat kesuburan perairan. Kualitas fisik kimia dan biologi di suatu
perairan sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang memanfaatkan sumberdaya baik di
daratan ataupun di perairan itu sendiri. Pada kegiatan penelitian yang dilakukan pada
2013, pengamatan terhadap parameter perairan dilakukan secara insitu dan exsitu.
Parameter perairan yang diamati secara insitu adalah suhu udara, air, kecerahan,
kecepatan arus, kedalaman, pH, cuaca, oksigen terlarut (DO), alkalinitas dan hardnes.
Exsitu meliputi klorofil, COD, BOD, TP, TN, TDS, TSS, Turbidity dan TOC.
Hasil pengukuran suhu air dan suhu udara, fluktuasi suhu udara pada musim hujan dan
kering mencapai 4 oC, untuk Suhu
air secara keseluruhan cenderung lebih stabil
dibandingkan dengan suhu udara antara musim hujan dan kering yaitu pada kisaran 25
o
C -26 oC. Menurut Buwono (1993), suhu yang ideal untuk kehidupan ikan dan udang
berkisar antara 25-30°C. Fluktuasi suhu air berkaitan erat dengan fluktuasi suhu udara
dan ketinggian muka air (Gambar 4.28). Menurut Nastie et al., (2003) dikawasan
tropika suhu perairan berkisar antara 25 - 33°C cocok untuk kehidupan ikan.
udara Trip 3
air Trip 1
air Trip 2
air Trip 3
40,0
20,0
20,0
15,0
15,0
10,0
10,0
5,0
5,0
0,0
0,0
ar
e
ut
ta
w
aw
R
ut
le
tl
O
Te
lu
k
Le
la
bu
h/
K
an
g
Ka
la
Be
w
Te
lu
k
Te
lu
k
To
w
O
Ke
ba
ya
k
Te
lu
k
Stasiun
lit
u
25,0
Bi
nt
an
g
25,0
M
en
ga
ya
30,0
er
an
30,0
ne
-o
ne
35,0
Suhu Udara (oC)
udara Trip 2
35,0
an
Suhu Air (oc)
40,0
udara Trip 1
Gambar 4.28. Suhu udara dan air pada Maret, Juni dan Agustus 2013
Keasaman air pada Danau laut Tawar tergolong tinggi dengan nilai aktivitas ion
hidrogen (pH) pada kisaran 7.0-8.0 (Gambar 4.29). Menurut Cheng et al., 2003),
kisaran pH yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan ataupun udang adalah
antara 7 - 8,5.
Juni
Agustus
ta
wa
r
aw
e
ut
R
O
ut
le
tl
Kl
itu
Te
lu
k
Le
la
bu
h/
Bi
n
ta
ng
an
g
Ka
la
Be
w
Te
lu
k
M
en
ga
y
a
er
an
To
w
O
Te
lu
k
Ke
ba
y
Te
lu
k
ne
-o
ne
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
ak
an
pH
Maret
Stasiun
Gambar 4.29. pH pada Maret, Juni dan Agustus 2013
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara
biologis maupun yang sukar didegradasi. Perairan dengan nilai COD tinggi tidak
diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang
tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan tercemar dapat
lebih dari 200 mg/l (UNESCO,WHO/UNEP, 1992). Kadar COD yang didapatkan
selama penelitian pada Maret dan Juni sebesar 0,25-1 mg/l dan pada Agustus yaitu pada
kisaran 5,49-10,32 mg/l, kondisi tersebut mengindikasikan bahwa Danau Laut Tawar
masih dalam kategori tidak tercemar karena nilai COD kurang dari 20 mg/l.
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam
air menjadi karbondioksida dan air. Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan
tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung
mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh
bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin,
detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga
relatif sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa
perairan tersebut telah tercemar, hasil pengukuran didapatkan pada Maret dan Juni yaitu
kisaran 0,25-4,93 mg/l sedangkan pada Agustus berada pada rentang kisaran yang
sangat luas yaitu 0,78-12,43 mg/l (Gambar 4.30).
13,5
BOD Trip 1
BOD Trip 2
BOD Trip 3
COD Trip 1
COD Trip 2
COD Trip 3
12,5
10,5
11,5
10,5
9,5
8,5
9,5
6,5
7,5
5,5
6,5
4,5
5,5
COD (mg/l)
7,5
8,5
BOD (mg/l)
11,5
3,5
4,5
2,5
2,5
1,5
1,5
0,5
0,5
-0,5
M
en
ga
y
M ad
en
a
g a sar
Kl Me ya
itu ng 5
/L
ay m
e
K l la b a 1
itu
m
u
/L h d
el
Kl a b asa
itu
uh r
/L
el 10
a
Be bu m
wa h 1
ng m
Be da
wa sa
r
Be ng
Ke
w 5
ba a n m
ya g
Ke k a 1 m
ba n d
ya
a
Ke ka sar
ba n 1
0
y
Ke ak
m
ba an
ya 5
ka m
O
ne
n
-o 1 m
n
O ed
ne
a
-o sa
O ne r
ne
5
To -on m
w e1
er
a
To n m
w da
er
sa
a
To n 1 r
0
w
m
er
To an
5
w
er
m
an
Ra
we 1 m
da
Ra sa
we r
Ka
la Ra 5 m
w
Bi
Ka n ta e 1
n
la
m
Bi g d
n
Ka ta asa
r
la n g
Bi
1
nt 0 m
an
g
De
1
m
de
se Ou
n
t
M let
en
da
le
3,5
Stasiun
Gambar 4.30. COD dan BOD Danau Laut Tawar 2013
Kandungan oksigen terlarut yang teramati pada Maret, Juni dan Agustus ratarata berada pada kisaran yaitu 5,5-6,7 mg/l (Gambar. 4.31) termasuk konsentrasi yang
baik untuk pertumbuhan biota perairan yaitu antara 5-7 mg/l (Kordi dan Tancung,
2007). Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat
hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam
air. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfir. Ikan
dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup
banyak, kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme.
9,00
Agustus
Maret
Juni
8,00
DO (mg/l)
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
Ke
ba
y
Ke aka
ba n d
y
as
ar
K ak
Te eb an
luk ay 10
a
m
k
O
Te ne an 1
luk -o n
m
e
O
Te
d
luk ne-o asa
r
n
O
ne e 5
To -o n m
we e 1
r
To an m
we da
ra sa r
Te
luk To n 1
0m
w
M
e
Te e ng ran
luk
ay 1 m
Te Me a da
luk ng
sa
Te Me aya r
luk
ng 5
m
a
B
y
Te ew a a 1
luk ng
m
Te B e D a
luk w a sa
r
n
Ka Bew g 5
la
m
bin ang
Ka
1
t
la ang m
bi
d
Ka ntan a sa
r
Le la b g 10
la b int
m
uh ang
/K
Le
1
m
la b litu
u
d
Le h/k asa
r
la b litu
Te uh 10
m
luk /kli
tu
Te R aw 1 m
luk
e
R a d as
Te
ar
luk we
R 10
Ou aw m
t le e 1
t lu
m
t ta
wa
r
0,00
Stasiun
Gambar 4.31. Oksigen Terlarut Danau Laut Tawar pada Maret Juni dan Agustus 2013
Total nitrogen adalah penjumlah dari nitrogen anorganik berupa N-N03, NN02,
N-NH3 yang bersifat terlarut dalam nitrogen organik yang berupa partikulat, tidak larut
dalam air (Mackereth et al., 1989). Nilai kisaran TN rata-rata antara 0,083-2,798 mg/l.
Wardoyo (1982) dalam Resti (2002) mengatakan bahwa alga khususnya fitoplankton
dapat tumbuh optimal pada kandungan nitrat sebesar 0,09-3,5 mg/l. Pada konsentrasi
dibawah 0,01 mg/l atau diatas 4,5 mg/l nitrat dapat merupakan faktor pembatas.
Ditinjau dari kandungan nitrat Danau Laut Tawar memiliki kesuburan perairan
optimum.
Posfat adalah bentuk fosfor yang dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972).
Total fosfat adalah fosfor baik berupa partikulat maupun terlarut, berupa anorganik
maupun organik. Fosfor anorganik contoh ortofosfat dan fosfor organik adalah perairan
yang banyak mengandung bahan organik. Nilai kisaran TP rata-rata antar 0,2-3,4 mg/l.
Menurut Yoshimura dalam Liaw, (1969). Klasifikasi perairan berdasarkan kadar fosfat
total adalah 0 - 0, 02 mg/1 perairan dengan tingkat kesuburan rendah, 0,021-0,05 mg/1
TN trip 1
TN Trip 2
TN trip 3
TP trip 1
TP Trip 2
TP trip 3
3
2,5
TN (mg/l)
2
1,5
1
0,5
M
en
ga
M ya
en da
g a sar
M
y
K
lit eng a 5
u
m
K /Le aya
lit la
u/ bu 1 m
Le h
K la da
lit b u sa
u/ h
Le 10 r
la
m
Be b uh
w
an 1 m
Be g d
w asa
a
B n r
K ew g 5
eb a m
ay n g
K ak 1
eb an m
ay
d
K aka asa
eb n
r
a
1
K y ak 0 m
eb an
ay
5
a
O kan m
ne
-o 1 m
O ne d
ne
- asa
O o ne r
ne 5
To -o n m
w e1
T o er an m
w
er das
a
To n 1 ar
w 0m
e
T o r an
w 5
er m
a
Ra n 1
w m
e
Ra dasa
w r
K
e
al
a Ra 5 m
K Bin we
al
a tan 1 m
B g
K inta d as
al
a n g ar
Bi 1 0
nt
an m
g
D
1
ed
m
es
en Out
M let
en
da
le
0
8
7,5
7
6,5
6
5,5
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
TP (mg/l)
tingkat kesuburan sedang dan 0,051-0,1 tingkat kesuburan tinggi.
Stasiun
Gambar 4.32. TN dan TP pada Maret, Juni dan Agustus 2013
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam yang dikenal
dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang
dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas
penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Nilai alkalinitas yang baik
di perairan berkisar antara 30-500 mg/l CACO3 (Efendi, 2000). Perairan yang nilai
alkalinitasnya lebih kecil dari 40 mg/l disebut sebagai perairan lunak. Nilai alkalinitas
pada musim air besar (Maret) dan air kecil (Agustus) pada kisaran 41-180 mg/l dan
berbanding terbalik dengan masa peralihan dari air besar menuju air kecil (Juni) yaitu
pada kisaran 2-6 mg/l.
200
180
Hardness Maret
Hardness Juni
Hardness Agustus
Alkalinitas Juni
Alkalinitas Agustus
Alkalinitas Maret
180
160
160
140
140
Hardnes (mg/l)
200
120
120
100
100
80
80
Alkalinitas (mg/l)
220
60
60
40
20
20
0
0
Ke
b
ay
a
Ke kan
ba
ya dasa
k
r
Te Keb an 1
lu
k ayak 0 m
On
an
Te e - o
1m
lu
k ne
Te On dasa
lu e- o
r
k
n
On e 5
e
To - on m
e1
w
er
m
To a n d
a
w
er sar
a
Te
lu Tow n 10
k
m
er
M
Te eng an 1
ay
lu
m
k
a
Te Me das
ng
ar
lu
k
Te
M aya
en
5
lu
m
g
k
Be aya
Te wa
1
ng m
lu
k
D
Te Bew as
lu
an ar
k
Ka Be g 5
w
m
la
bi ang
1
Ka nta
la ng m
da
bi
Ka ntan sar
Le l a b g 1 0
lab int
m
uh an
Le /K l g 1
lab itu m
da
uh
Le /kl s ar
lab itu
Te uh/k 10 m
lu
k litu
Te Raw 1 m
lu
k e da
R
Te aw sar
e1
lu
k
0
Ou Raw m
tle
e
tl 1m
ut
taw
ar
40
Stasiun
Gambar 4.33. Alkalinitas dan Hardnes Danau laut Tawar 2013
Kesadahan atau Hardnes adalah kandungan mineral tertentu di dalam air,
umumnya yaitu ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat.
Air sadah atau sering disebut dengan air keras adalah air yang memiliki kadar mineral
yang tinggi.
Kecerahan air bergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan adalah ukuran
transparansi perairan, Kecerahan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan
cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Hasil pengukuran
kecerahan pada Maret, Juni dan Agustus di 9 stasiun kompleks Danau Laut Tawar ratarata berkisar 273,33-385,93 cm. Sangat tingginya kecerahan menunjukkan rendahnya
kandungan partikel lumpur di perairan tersebut. Air yang baik untuk kolam ikan
mempunyai kecerahan berkisar antara 40- 80 cm (Wardoyo, et.al., 1995). Kedalaman
adalah suatu keadaan yang menunjukkan tinggi rendahnya air dengan satuan meter (m).
kecerahan Trip 2
kecerahan Trip 3
Kedalaman Trip 1
Kedalaman Trip 2
Kedalaman Trip 3
600
60
500
50
400
40
300
30
200
20
100
10
lu
t
ta
w
ar
R
aw
e
le
t
O
ut
/K
lit
u
Te
lu
k
g
la
bu
h
Bi
nt
Le
ew
an
Ka
la
B
an
g
a
ga
y
Te
lu
k
M
en
er
a
Te
lu
k
e
O
To
w
-o
n
ne
ak
ay
Te
lu
k
Ke
b
n
0
an
0
Kedalaman (m)
Kecerahan (cm)
kecerahan Trip 1
Stasiun
Gambar 4.34. Kecerahan dan Kedalaman pada Maret, Juni dan Agustus Danau laut
Tawar 2013
Total Suspended Solid (TSS) atau padatan tersuspensi adalah padatan yang
menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri
dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen.
Berdasarkan hasil pengukuran pada tiap stasiun menunjukkan bahwa kandungan TSS di
perairan Danau Laut Tawar dalam kriteria baik yaitu rata-rata pada kisaran 5,3-7,8 mg/l
menurut Canter dan Hill (1981) (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Kriteria kualitas perairan berdasarkan kandungan total bahan
tersuspensi (Canter and Hill, 1981)
Kandungan Total Bahan Tersuspensi
Kriteria Kualitas Air
(mg/l)
<4
Sangat Baik
4 - 10
Baik
10 - 15
Sedang
15 - 20
Miskin
20 - 35
Buruk
Diantara tiga waktu pengamatan pengamatan pada saat air kecil sangat tinggi
dibanding pada saat air besar. Hal ini disebabkan karena pada saat air kecil proses
pergantian air sangat kecil sehingga air lebih pekat. Peningkatan kandungan TSS diduga
berhubungan erat dengan aliran air yang membawa bahan-bahan yang terlarut ke
perairan yang lebih rendah atau dari hulu ke hilir. Peningkatan nilai TSS ini juga dapat
disebabkan oleh banyak faktor salah satunya semakin banyak terjadi penggundulan
hutan yang menyebabkan terjadi pengikisan tanah yang masuk ke erairan melalui proses
run-off. Total Dissoved Solid (TDS) adalah jumlah ukuran zat terlarut (baik itu zat
organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan
jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram per liter
(mg/l).
TSS (mg/l)
200
TDS Trip 1
TDS Trip 2
TDS Trip 3
TSS Trip 1
TSS Trip 2
TSS Trip 3
30
25
20
150
15
100
10
50
TDS (ppm)
250
5
Outlet
Dedesen Mendale
Kala Bintang 1 m
Kala Bintang 10 m
Rawe 1 m
Stasiun
Kala Bintang dasar
Rawe 5 m
Rawe dasar
Toweran 1 m
Toweran 5 m
Toweran 10 m
One-one 1 m
Toweran dasar
One-one 5 m
One-one dasar
Kebayakan 1 m
Kebayakan 5 m
Kebayakan 10 m
Bewang 1 m
Kebayakan dasar
Bewang 5 m
Bewang dasar
Klitu/Lelabuh 1 m
Klitu/Lelabuh 10 m
Mengaya 1 m
Klitu/Lelabuh dasar
Mengaya 5 m
0
Mengaya dasar
0
Gambar 4.35. TSS dan TDS Danau laut Tawar pada Maret, Juni dan Agustus 2013
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di
dalam air. Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi
dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik
yang berupa plankton dan mikroorganisne lain (APHA, 1976; Davis dan Cornwell,
1991dalam Effendi 2003). Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal
dari pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan
dan tumbuhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha penyaringan dan
mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air, pada Danau Laut Tawar
nilai Turbidity masih dalam kondisi rendah yaitu pada kisaran 0,36-0,52 (Gambar 4.36).
Hatta (2002) menyatakan bahwa konsentrasi klorofil-a di permukaan perairan
dapat dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu : Konsentrasi klorofil-a rendah (< 0,07
mg/m3); sedang (0,07 - 0,14 mg/m3); dan tinggi (> 0,14 mg/m3). (Tabel 4.5)
Tabel 4.5. Status Trofik Perairan Berdasarkan Konsentrasi Klorofil-a
Status Trofik
Klorofil-a (μg/l)
Oligotrofik
<2
Mesotrofik
<5
Eutrofik
< 15
Hipermetrofik
= 200
(Sumber:Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 28 Thn 2009).
Hasil pengukuran konsentrasi klorofil yang berada pada kisaran 5,0-7,2 baik pada
Maret, Juni maupun Agustus mengindikasikan bahwa status tropik perairan Danau Laut
Tawar berada pada kisaran status mesotrofik hingga eutrofik
2
1,8
Turbidity Trip 1
Turbidity Trip 2
Turbidity Trip 3
50
Klorofil Trip 1
Klorofil Trip 2
Klorofil Trip 3
40
1,4
30
1,2
1
20
0,8
Klorofil
Turbidity (NTU)
1,6
10
0,6
0,4
0
0,2
Outlet
Dedesen Mendale
Kala Bintang 1 m
Kala Bintang 10 m
Rawe 1 m
Kala Bintang dasar
Rawe 5 m
Rawe dasar
Toweran 1 m
Toweran 5 m
Toweran 10 m
One-one 1 m
Toweran dasar
One-one 5 m
One-one dasar
Kebayakan 1 m
Kebayakan 5 m
Kebayakan 10 m
Bewang 1 m
Kebayakan dasar
Bewang 5 m
Bewang dasar
Klitu/Lelabuh 1 m
Klitu/Lelabuh 10 m
Mengaya 1 m
Klitu/Lelabuh dasar
Mengaya 5 m
-10
Mengaya dasar
0
Stasiun
Gambar 4.36. Turbidity dan Klorofil Danau Laut Tawar 2013
Daya Hantar Listrik
adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk
meneruskan arus listrik. Semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi
maka akan semakin tinggi nilai DHLnya. Nilai kisaran DHL selama penelitian masih
masuk pada kategori perairan alami dimana dari hasil pengukuran 28 stasiun Danau
Laut Tawar berkisar 90-214 µS/m (Gambar 4.34). Boyd (1979) mengatakan bahwa nilai
DHL perairan alami sekitar 20 - 1500 µ S/em.
TOC (mg/L) Juni
TOC (mg/L) Agustus
DHL (Ms/cm) Juni
50
0,105
0,1
TOC (mg/l)
40
0,095
30
0,09
20
0,085
10
0
M
en
ga
M ya
en D
Kl
a
it u M gay sa
e
a r
Kl (Le nga 5
it u lab y m
( u a
Kl Lel h) D 1 m
it u ab a
(L uh sar
el ) 1
Be abu 0 m
wa h)
n 1
Be g D m
wa as
B
Ke e ng ar
ba wa 5
m
y
Ke ak ng
ba an 1 m
y D
Ke ak as
ba an ar
O ya 10
ne ka m
-o n
n 1
O eD m
ne a
s
O -on ar
To ne- e 5
w on m
e e
To ran 1 m
w Da
er
s
To an ar
w 10
er
R an m
aw 1
e
D m
R as
aw a
Ka
e r
la
B R 5
Ka int awe m
la an 1
B g
m
Ka int Da
la ang sa
r
Bi
1
nt 0
an m
g
1
m
O
ut
le
t
0,08
Stasiun
Gambar 4.37. DHL dan TOC Danau Laut Tawar 2013
DHL (Ms/cm)
60
DAFTAR PUSTAKA
Cooper WC, Seiford, LM, Tone, Kaoru. 2004.
Massachusets: Kluwer Academic Publisher.
Data Envelopment Analysis.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh, 2012. Statistik Perairan Umum Aceh.
Fare, R. S., S. Grosskopf, & E. Kokkelenberg. 1989. Measurring Plant Capacity
Utilization and Technical Change: A Nonparametric Approach. Int. Econ. Rev.
30: 655-666.
Fare R. Grosskopf S and Lovell CAK.
University Press, Commbridge.
1994.
Production Frontiers. Cambridge
Fauzi, A. & Suzy Anna. 2005. Data Envelopment Analysis (DEA) kapasitas
perikanan di periaran pesisir DKI Jakarta. Permodelan Sumber Daya Perikanan
dan Kelautan: untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: P.T. Gramedia Pustakan
Utama.343 hal.
Metzner R. 2005. Fishing Aspiration & Fishing Capacity Key Management Issues.
Paper Presented in Conference on The Governance of High Seas Fisheries and
the Fish Agrement: Moving from words to Action. International Journal Marine
and Costal Law 20 (3-4): 469-478.
Muldoon,G.J. 2009, Innovation and capacity in fisheries : value-adding and the
emergence of the live reef fish trade as part of the Great Barrier Reef reef-line
fishery. Phd thesis, James Cook University, http://eprints.jcu.edu.au
Husnah, zulkarnaen Fahmi, Azwar Said, Melfa Marini, Apriyadi, Raider Sigit Junianto,
Rusmaniar, Mersi dan Rosidi; 2012. Potensi Produksi dan Karakteristik
Sumberdaya Ikan di Kreung Peusangan, Provinsi Aceh. Laporan Akhir
Tahunan/Akhir. Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum. Palembang. 65 hal
Muchlisin Z.A. 2008b. Ikan depik yang terancam punah. Bulletin Leuser,6 (17): 9-12
IUCN. 1990. 1990 IUCN red list of threatened animal. IUCN, Gland and Cambrige.
Jutting, B.W.S.S. 1956. Systematic studies on the non marine mollusca of the
Indo- Australia Archipelago. Treubia 28 (2): 259-477.63
CBSG. 2003. Conservation Assessment and Management Plan for Sumatran Threatened
Species: Final Report. IUCN SSC Conservation Breeding Specialist Group, Apple
Valley, MN, USA.
Kartamihardja, E.S., H. Satria and A.S. Sarnita. 1995. Limnologi dan potensi produksi
ikan danau laut tawar, Aceh Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 1(3):
11-25.
Lampiran 2. Jenis-jenis ikan Danau Laut Tawar 2013
Ikan Depik
Ikan Nila
Ikan Kawan
Ikan Relo
Ikan Mut
Ikan Palau
Ikan Kerling
Ikan Belut
Ikan Sapu-sapu
Pedang Kuning
Ikan Peres
Ikan Gabus
Ikan Lokot
Ikan Sepat
Ikan Sepat Siam
Ikan Mujaer
Ikan Iken
Ikan Bawal
Ikan Keperas
Ikan sepat batu/betok
Lobster
Kepiting
Kijing
udang
Lampiran 3. Dokumentasi Pemaparan dengan Bupati Aceh Tengah 2013
Lampiran4. Beberapa Enomerator Danau Laut Tawar 2013
Lampiran 5. Sampel Hasil Eksperimen, Feeding Habit dan Koleksi Enomerator
Lampiran
6. Beberapa hasil penelitian BP3U
diinformasikan kepada masyarakat
2012-2013
yang
telah
1. Bupati Tegaskan Kelola Danau Lut Tawar Mesti Dengan Kajian Ilmiah
Presentasi dan diskusi singkat Tim Peneliti BP3U Palembang dengan Bupati Aceh
Tengah Ir. H. Nasaruddin, MM. (Lintas Gayo | Munawardi)
Takengon | Lintas Gayo – Bupati Aceh Tengah sangat mengapresiasi dan
mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti dari Balai Penelitian Perikanan
Perairan Umum (BP3U) Palembang Kementerian Kelautan Perikanan RI yang
dipimpin Dr. Ir. Husnah, M.Phil yang telah banyak memberikan data-data terbaru
mengenai Sumber Daya Perikanan perairan Danau Lut Tawar dan Sungai
Pesangan. Menurut Bupati, Ir. H. Nasaruddin, MM, selama ini pihaknya sangat
minim memiliki data, sehingga kebijakan pengelolaan terhadap Danau Lut Tawar
hanya dilakukan secara empiris berdasarkan pengalaman bukan berdasarkan
kajian ilmiah, dan kedepannya kebijakan pengelolaan Danau Lut Tawar akan
dilakukan dengan mempertimbangkan kajian ataupun rekomendasi ilmiah.
Sementara itu Plt. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Aceh Tengah drh. Rahmandi menyatakan bahwa Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Aceh Tengah merupakan perpanjangan tangan pemerintah daerah
mendukung penelitian di Danau Lut Tawar. Dirinya sangat senang dengan adanya
penelitian tersebut apalagi dengan beredarnya beberapa isu di kalangan
masyarakat bahwa Danau Lut Tawar telah mengalami kerusakan dan perairannya
tercemar terutama disebabkan oleh kegiatan budidaya jaring apung. Sementara
Kabid. Budidaya Perikanan Iwan Ernis, S.Pi yang didampingi salah seorang
stafnya Iwan Hasri, M.Si juga menyampaikan bahwa tahun ini akan diadakan
kajian terhadap sumberdaya perikanan di Danau Lut Tawar mengenai daya
dukung kegiatan budidaya ikan di Danau Lut Tawar dan penetapan zonasi
pengelolaan dan pemanfaatan kawasan Danau Lut Tawar, sehingga dapat
ditentukan lokasi dan besaran jumlah unit budidaya jaring apung dan penentuan
kawasan lindung bagi sumberdaya ikan endemik Depik, Eyas dan Kawan di
Danau Lut Tawar. (Munawardi)
- See more at: http://www.lintasgayo.com/35582/bupati-tegaskan-kelola-danaulut-tawar-mesti-dengan-kajian-ilmiah.html#sthash.WaKqlKhA.dpuf
2. Danau Lut Tawar Tercemar Logam Berat
http://www.lintasgayo.com/39326/danau-lut-tawar-tercemar-logamberat.html
Kondisi outlet atau saluran keluar Danau Lut Tawar atau hulu Sungai Peusangan
serta kawasan Kebayakan.(Lintas Gayo | Muna)
Takengon | Lintas Gayo – Peneliti senior Balai Penelitian Perikanan Perairan
Umum (BP3U) Balitbang-KP Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Dr.
Husnah,M.Phil, menyatakan bahwa Danau Lut Tawar telah tercemar logam berat,
walaupun secara keseluruhan perairan Danau Lut Tawar masih tergolong tercemar
ringan sampai dengan mendekati sedang.
Pernyataan ini disampaikan pada saat mempresentasikan hasil
penelitiannya yang telah dilaksanakan selama dua tahun terakhir di Danau Lut
Tawar dan Sungai Peusangan pada acara pembukaan Focus Group Discussion
(FGD) di opsroom Setdakab Aceh Tengah, Senin (27/5/2013). Dikatakan,
pengamatan terhadap kandungan logam berat diperairan Danau Lut Tawar
dilakukan terhadap sedimen substrat dasar perairan Danau Lut Tawar dan Sungai
Peusangan.
Keberadaan logam berat Kadmium (Cd) terdapat di stasiun pengamatan
Kala Bintang, Kebayakan dan Outlet Danau Lut Tawar sementara di stasiun
pengamatan sepanjang Sungai Peusangan tidak terdeteksi adanya logam berat
kadmium, sementara kandungan logam berat Timah Hitam (Pb) terdeteksi hampir
diseluruh stasiun pengamatan kecuali di lokasi Lelabu yang tidak terdeteksi sama
sekali.
Kandungan logam berat didalam perairan akan mempengaruhi kandungan logam
berat pada ikan, khususnya ikan pemakan substrat dasar perairan atau ikan yang
bersifat bentopelagik.
Depik Aman
“Pengamatan terhadap organ daging, insang dan hati ikan Depik tidak
menunjukkan adanya kandungan logam berat artinya Depik aman dari kandungan
logam berat,” ujar Husnah.
Namun, lanjut Husnah, berbeda dengan ikan Nila (Oreochromis niloticus)
ternyata pada organ hati ikan Nila mengandung logam berat Kadmium (Cd) dan
Timah Hitam (Pb) yang sangat tinggi melebihi ambang batas maksimal yang
diperbolehkan oleh badan pangan dunia FAO maupun BPOM RI khususnya ikan
Nila yang berasal dari lokasi Sungai Peusangan dan Kala Mampak yang telah
mencapai 90,0 mg/kg logam Timah Hitam (Pb) dan 5,0 mg/kg logam Kadmium
(Cd), sementara kandungan logam berat yang diperbolehkan oleh Food
Agriculture Organization (FAO) maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) adalah 0,02 mg/kg berat basah.
Tingginya kandungan logam berat ini diduga berkaitan dengan limbah yang
berasal dari kegiatan di wilayah kota Takengon. Selain itu penggunaan pestisida
pada kegiatan pertanian dan perkebunan juga berpengaruh terhadap kandungan
logam berat diperairan. Keberadaan logam berat pada bahan konsumsi sangat
berbahaya bagi tubuh dan kesehatan manusia karena bersifat racun (toxic) dan
karsinogenik atau penyebab atau pemicu segala jenis kanker.
“Untuk itu sementara ini hindari dulu mengkonsumsi organ hati ikan Nila,” saran
Husna yang memiliki spesialisasi keilmuan bidang toksikologi perairan ini.(Muna
Ardi/red.04).
- See more at: http://www.lintasgayo.com/39326/danau-lut-tawar-tercemarlogam-berat.html#sthash.c0uVaG3l.dpuf
3.
Kualitas Air Weh Peusangan Diteliti
Peneliti dari BP3U Palembang, Husna (Sebalah kiri) dan Muchlisin ZA, peneliti
dari Unsyiah (kanan). (Lintas gayo | Khalisuddin)
Takengon | Lintas Gayo - Sejumlah peneliti dari Balai Penelitian Perikanan
Perairan Umum (BP3U) yang berpusat di Palembang Sumatera Selatan sejak
beberapa hari ini melakukan penelitian di sepanjang sungai Peusangan yang
berhulu dari Danau Lut Tawar, melintasi Kabupaten Bener Meriah dan Bireuen
sebelum bermuara di laut. Kepada Lintas Gayo dijelaskan Husna, ketua tim
peneliti tersebut, Selasa (6/3) tujuan penelitian yang mereka lakukan adalah untuk
mengetahui potensi produksi dan karakteristik sumber daya ikan di sungai
Peusangan dari hulu sampai akhir.
“Hasil penlitian ini berguna untuk rencana pengembangan ekonomi masyarakat
dibidang perikanan di tiga kabupaten tersebut,” ujar Husna saat melakukan survey
lokasi (stasiun-red) penelitian di kampung Bah Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh
Tengah. Dan dalam penelitian ini, lanjut peneliti kelahiran Palembang ini pihak
BP3U bekerjasama dengan pemerintah 3 kabupaten, Aceh Tengah, Bener Meriah
dan Bireuen serta didukung penuh oleh peneliti dari Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh.
Sementara untuk kabupaten Aceh Tengah, mereka telah menetapkan 4 lokasi
stasiun penelitian diantaranya di hulu Peusangan tepatnya di Totor Bale, Lokop
Badak Pegasing, Angkup Silih Nara dan di Kampung Bah Kecamatan Ketol.
(Khalisuddin)
See more at: http://www.lintasgayo.com/20570/kualitas-air-weh-peusanganditeliti.html#sthash.bMSrnLD7.dpuf
4. Ikan Depik Bisa Dibudidayakan
Dr. Husnah, M. Phil
Takengon | Lintas Gayo – Peneliti senior dari Balai Penelitian Perikanan
Perairan Umum (BP3U) Kementerian Kelautan dan Perikanan Palembang, Dr.
Husnah, M.Phil menyatakan ikan Depik (Rasbora tawarensis) bisa
dibudidayakan.
Pernyataan tersebut disampaikan pada acara Focus Group Discussion
(FGD) atau diskusi kelompok terarah yang dilaksanakan sebagai salah satu
metode yang digunakan untuk menjaring data pada rangkaian penelitian terhadap
sosial ekonomi perikanan di Danau Lut Tawar yang dilaksanakan atas kerjasama
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah dengan BP3U
Palembang di ruang Opsroom Setdakab Aceh Tengah, Senin, 27 Mei 2013.
Berdasarkan hasil penelitian Tim BP3U, ikan Depik (Rasbora tawarensis)
yang selama ini dianggap sebagian masyarakat sekitar Danau Lut Tawar sebagai
ikan keramat atau ikan suci yang tidak dapat dibudidayakan ternyata tidak benar.
Dipaparkan Husnah, telur ikan Depik yang diperoleh dari Didisen ternyata dapat
menetas dalam waktu 24 Jam dan setelah menetas dua hari larva ikan depik yang
berbentuk seperti kecebong berukuran sangat kecil mulai membutuhkan pakan
berupa plankton.
Dr. Husnah menceritakan, banyak sekali telur ikan Depik terdapat
disekitar lokasi didisen yang setiap hari dirusak dengan cara dikayuh oleh nelayan
didisen agar dapat hanyut keluar dari didisen sehingga tidak mengotori didisen
mereka. Perlakuan seperti ini tentunya dapat merusak telur-telur ikan Depik yang
sudah dibuahi itu keluh Husnah menyayangkan hal itu, yang kembali
menerangkan bahwa ribuan bahkan jutaan telur atau larva ikan Depik akan mati
sia-sia sehingga mengganggu proses reproduksi alami ikan Depik di Danau Lut
Tawar yang tentu saja mempercepat turunya jumlah populasi ikan Depik,
selanjutnya berdampak langsung terhadap semakin menurunnya produksi hasil
tangkapan. Sebagai solusi agar nelayan Didisen dapat berkontribusi terhadap
upaya pelestarian ikan Depik, Dr. Husnah menyarankan kepada para nelayan agar
dapat membuatkan saluran khusus di Didisen agar telur-telur ikan Depik dapat
menetas dan larvanya dapat tumbuh kembali menjadi dewasa.
“Saya rasa tidak banyak habis biaya untuk membuat saluran itu jika
dibandingkan dengan penghasilan dari menangkap ikan Depik yang mencapai
beberapa kaleng dan bernilai jutaan rupiah tiap bulannya,” himbau Husnah kepada
para nelayan. Dalam paparannya, Dr. Husnah juga menunjukkan video
menetasnya telur ikan Depik menjadi larva anak ikan yang berhasil
didokumentasikannya melalui pengamatanya dibawah mikroskop.
Jadikan Ikon Daerah
Dalam kesempatan itu, Dr. Husnah, M.Phil juga mencetuskan jika ikan
Depik (Rasbora tawarensis) dan ikan Kawan (Propuntius tawarensis) sangat baik
sekali jika dijadikan ikon daerah. Dia mengaku juga telah menyarankan hal
tersebut kepada Wakil Bupati Aceh Tengah saat mengadakan audiensi dan diskusi
tentang kegiatan penelitian yang dilaksanakannya bersama tim di Danau Lut
Tawar beberapa waktu lalu.
“Ini merupakan hal yang sangat luar biasa”, ungkap Husnah dengan nada
haru. Kita harus bangga karena Danau Lut Tawar menyimpan sumberdaya ikan
yang hanya ada satu-satunya di dunia. Bayangkan jika Depik dan Kawan punah
maka dunia juga akan kehilangan. Timpal Husnah. Kegiatan ini diikuti oleh
pemangku kepentingan Danau Lut Tawar yang terdiri dari Nelayan, Pembudidaya
Ikan, Pemerhati Danau Lut Tawar, instansi pemerintah dan lain-lain. (Muna
Ardi/Red.03).
- See more at: http://www.lintasgayo.com/39354/ikan-depik-bisadibudidayakan.html#sthash.nC5Hv9dr.dpuf
Download