2013 KAPASITAS PENANGKAPAN JARING INSANG DAN KARAKTERISTIK SUMBERDAYA IKAN DI DANAU LAUT TAWAR, PROVINSI ACEH LAPORAN TAHUNAN/AKHIR Husnah, Sonny Koeshenrajana, Hufiadi, Zulkarnain Fahmi, Melfa Marini, Apriadi, Raider Sigit Junianto, Rusmaniar BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KAPASITAS PENANGKAPAN JARING INSANG DAN KARAKTERISTIK SUMBERDAYA IKAN DI DANAU LAUT TAWAR, PROVINSI ACEH BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013 ABSTRAK Kapasitas penangkapan dan karakteristik sumberdaya ikan merupakan komponen yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan karena kedua komponen tersebut akan menentukan alokasi pemanfaatan sumberdaya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan di perairan umum. Penurunan kualitas lingkungan perairan Danau Laut Tawar dan intensitas pemanfaatan sumberdaya ikan yang tinggi akan mempengaruhi sumberdaya ikan. Beberapa informasi mengindikasikan adanya penurunan sumberdaya perairan dan ikan di Danau Laut Tawar. Hasil kajian kapasitas penangkapan jaring insang diperoleh informasi bahwa pengelolaan perikanan di Danau Laut Tawar telah mengalami excess capacity dalam jangka panjang., tingkat pemanfaatan kapasitas (CU) penangkapan jaring depik, pada April, Mei, Juli dan Agustus sebagian besar unit jaring dalam memanfaatkan input telah efisien yang ditandai oleh nilai efisiensi teknis (TE) mencapai 1,00. Sementara pada Maret sebagian unit jaring berada pada kondisi yang jauh dari efisien. Nilai efisiensi jaring jaher pada Maret Juli dan Agustus masing-masing rata-rata 0,72, 0,44 dan 0,61. Sedangkan jaring kawan secara keseluruhan mencapai nilai efisiensi rata-rata 0,52. Untuk meningkatkan efisiensi penangkapan jaring depik, jaring jaher dan jaring kawan, secara teknis dapat dilakukan terutama pada bulan-bulan tidak musim ikan, melalui pengurangan intensitas penangkapan dan pengurangan input (panjang dan lebar jaring serta jumlah pis jaring) yang menjadi instrument dalam penilaian efisiensi penangkapan. Pada Danau Laut Tawar terdapat sebanyak 24 jenis/spesies ikan, Ikan Depik atau Eyas, Relo, Kawan, Nila, Mas dan Mujair merupakan ikan-ikan yang dominan dan bernilai ekonomis/konsumsi penting di danau ini. Kata Kunci: Kapasitas penangkapan, Karakteristik, Sumberdaya ikan, Danau Laut Tawar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat nya sehingga riset berjudul “Kapasitas Penangkapan Jaring Insang dan Karakteristik Sumberdaya Ikan di Danau Laut Tawar, Provinsi Aceh” dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana. Tujuan ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi sebagai berikut: (1) Kapasitas penangkapan jaring insang dan (2) Karakteristik sumberdaya ikan (hasil tangkapan, jenis dan komposisi ikan, alat tangkap, daerah penangkapan, panjang dan berat ikan, tingkat kematangan gonad) di Danau Laut Tawar. Diharapkan dengan adanya informasi ini dapat memberikan kontribusi terhadap dunia perikanan terutama kepada pemerintah daerah dan lembaga pendidikan kapasitas penangkapan jaring insang dan karakteristik sumberdaya ikan di Danau Laut Tawar. Ucapan terima kasih kami tujukan terutama kepada pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini: 1. Bapak Bupati Kabupaten Aceh Tengah 2. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah 3. Dr. Ir. Sonny Koeshenrajana Peneliti Sosial Ekonomi 4. Ir. Nurochman, Penyuluh Perikanan Kabupaten Aceh Tengah 5. Peneliti dan teknisi di Laboratorium Koleksi Ikan, Hidrobiologi dan Kimia BPPPU 6. Mahasiswa Fakultas Perikanan, Universitas Islam Ogan Komering Ilir (UNISKI) 7. Selauruh aparatur desa dan nelayan di sekeliling Danau Laut Tawar Demikianlah semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi dunia perikanan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Palembang, Tim Peneliti Desember 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................iii DAFTAR ISI ......... ............................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................v DAFTAR TABEL . ............................................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................vii PENDAHULUAN 1.1. Latar Beakang ..............................................................................................................1 1.2. Tujuan ..........................................................................................................................2 1.3. Sasaran .........................................................................................................................2 METODELOGI PENELITIAN 2.1. Kerangka Pemikiran dan Alur Pendekatan Pemecahan Masalah Penelitian ...............3 2.2. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................................3 2.3. Pendekatan dalam Penelitian .......................................................................................3 2.4. Kebutuhan Data ... .......................................................................................................4 2.5. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................................5 2.5.1. Kapasitas Penagkapan Jaring Insang .............................................................5 2.5.2. Karakteristik Sumberdaya Ikan .....................................................................8 GAMBARAN UMUM DANAU LAUT TAWAR 3.1. Gambaran Umum Danau Laut Tawar .........................................................................9 3.2. Kondisi Danau Laut Tawar ..... ....................................................................................10 KAPASITAS PENANGKAPAN JARING INSANG DAN KARAKTERISTIK SUMBERDAYA IKAN 4.1. Kapasitas Penangkapan Jaring Insang .........................................................................13 4.1.1. Karakteristik perikanan ......................................................................................13 4.1.2. Kapasitas Penangkapan Jaring Mujaher ............................................................20 4.1.3. Efiseensi Jaring Kawan ......................................................................................22 4.1.4. Pembahasan ........ ..............................................................................................23 4.2. Karakteristik Sumberdaya Ikan ...................................................................................27 4.2.1. Keragaman Jenis Ikan .......................................................................................27 4.2.2. Beberapa Kajian Biologi Ikan Dominan Danau Laut Tawar ............................29 4.2.2.1. Panjang Berat .......................................................................................29 4.2.2.2. Kematangan Gonad Beberapa Jenis Ikan Dominan ............................31 4.2.2.3. Fekunditas Beberapa Jenis Ikan Dominan ...........................................33 4.2.2.4. Diameter Telur Beberapa Jenis Ikan Dominan ...................................34 4.2.3. Karakteristik Biologi .........................................................................................35 4.2.4. Parameter kondisi lingkungan sumber daya ikan ..............................................42 KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Kerangka pemikiran dan alur pemecahan masalah penelitian. Alur Pengelolaan ) ( ) .... ................................................................................3 Gambar 2.2. Peta Bathimetri perairan Danau Laut Tawar, Provinsi Aceh (Dokumentasi : Husnah et all., 2012) .. .........................................................4 Gambar 3.1. Fluktuasi muka air Danau Laut Tawar September 2012-Agustus 2013......... 9 Gambar 3.2. Aktifitas yang terdapat di Danau Laut Tawar ...............................................11 Gambar 4.1. Perahu jaring insang tanpa mesin dan perahu menggunakan mesin ..............13 Gambar 4.2. Trajektori efisiensi perikanan di Danau Laut Tawar ... ................................15 Gambar 4.3. Produksi aktual dan produksi potensial (ton) perikanan di Danau Laut Tawar tahun 2001-20012 ..............................................................................17 Gambar 4.4. Grafik excess fishing capacity pemanfaatan perikanan di Danau Laut Tawar, Aceh Tengah 2001-2012 ...................................................................17 Gambar 4.5. Distribusi efisiensi unit jaring depik ............................................................18 Gambar 4.6. Distribusi pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring depik .....................19 Gambar 4.7. Distribusi efisiensi unit jaring jaher ............................................................20 Gambar 4.8. Distribusi pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring mujaher ................21 Gambar 4.9. Distribusi efisiensi unit jaring kawan .........................................................21 Gambar 4.10. Tingkat pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring kawan .....................22 Gambar 4.11. Grafik hubungan panjang berat beberapa jenis ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 ............... ....................................................................................29 Garnbar 4.12. Nisbah kelamin ikan Depik, Relo dan Bontok di Danau Laut Tawar 2013 ........................ ....................................................................................30 Garnbar 4.13. TKG beberapa ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 ...............................31 Garnbar 4.14. Fekunditas beberapa ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 .....................32 Garnbar 4.15. Distribusi diameter Telur 3 jenis ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 ........................ ....................................................................................33 Gambar 4.16. % Genus Fitoplankton dan Zooplankton pada setiap kelas yang terdapat di Danau Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013 ........ ................................34 Gambar 4.17. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton yang terdapat di Danau Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013 ................................................................35 Gambar 4.18. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Fitoplankton Danau Laut Tawar 2013 ..............................................................................36 Gambar 4.19. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Zooplankton Danau Laut Tawar 2013 ..............................................................................37 Gambar 4.20. Kelimpahan Spesies pada setiap kelas perifiton yang terdapat di Danau Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013......................................................... 37 Gambar 4.21. Kelimpahan Perifiton (sel/100 ml) Danau Laut Tawar 2013 ....................... 38 Gambar 4.22. Kelimpahan Perifiton (sel/m2) Danau Laut Tawar 2013 ............................39 Gambar 4.23. Indeks Keanekaragaman (H’) Perifiton Danau Laut Tawar 2013 ...............39 Gambar 4.24. Jumlah genera perifiton pada setiap family Danau Laut Tawar 2013 .........40 Gambar 4.25. Kelimpahan perifiton pada setiap stasiun pengamatan diDanau Laut Tawar 2013 ... ..............................................................................................40 Gambar 4.26. Kelimpahan genera perifiton pada setiap waktu penelitian di Danau Laut Tawar 2013 ... ..............................................................................................41 Gambar 4.27. Indek Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Organisme Bentos Danau Laut Tawar 2013 ..................................................................41 Gambar 4.28. Suhu udara dan air pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ..............................42 Gambar 4.29. pH pada Maret, Juni dan Agustus 2013 .......................................................43 Gambar 4.30. COD dan BOD pada Maret Juni dan Agustus 2013 ....................................44 Gambar 4.31. Oksigen Terlarut (DO) Danau Laut Tawar pada Maret Juni dan Agustus 2013 ............... .............................................................................................. 44 Gambar 4.32. TN dan TP pada Maret, Juni dan Agustus 2013 .........................................45 Gambar 4.33. Alkalinitas dan Hardnes pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ....................46 Gambar 4.34. Kecerahan dan kedalaman pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ................. 47 Gambar 4.35. TSS dan TDS pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ...................................48 Gambar 4.36. Turbidity dan klorofil pada Maret, Juni dan Agustus 2013 .......................49 Gambar 4.37. DHL dan TOC pada Maret, Juni dan Agustus 2013 ..................................49 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Laporan FGD ....... .........................................................................................55 Lampiran 2. Jenis-jenis ikan Danau Laut Tawar 2013 .......................................................102 Lampiran 3. Dokumentasi Pemaparan dengan Bupati Aceh Tengah 2013 .........................106 Lampiran 4. Beberapa Enomerator Danau Laut Tawar 2013 .............................................107 Lampiran 5. Sampel Hasil Eksperimen, Feeding Habit dan Koleksi Enomerator .............108 Lampiran 6. Beberapa hasil penelitian BP3U 2012-2013 yang telah diinformasikan kepada masyarakat .........................................................................................110 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam. Secara geografis danau ini terletak pada 04o 34’43” LU dan 96o55’25” BT. Danau Laut Tawar mempunyai 42 daerah tangkapan air dengan luas total 14803.22 Ha. Secara administrasi daerah tangkapan air tersebut berada pada wilayah Kecamatan Lut Tawar, Kebayakan, Bebesan dan Kecamatan Bintang. Danau ini memiliki arti penting bagi masyarakat Gayo yaitu sebagai sumber air bersih bagi masyarakat setempat, pertanian, industri dan perikanan. Dalam kaitannya dengan perikanan, terdapat dua jenis aktifitas perikanan di danau ini yaitu, perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan merupakan salah satu sektor yang memanfaatkan sumberdaya perairan dan ikan. Penurunan kualitas lingkungan perairan Danau Laut Tawar dan intensitas pemanfaatan sumberdaya ikan yang tinggi akan mempengaruhi sumberdaya ikan. Beberapa informasi mengindikasikan adanya penurunan sumberdaya perairan dan ikan di Danau Laut Tawar (BP DAS Krueng Aceh, 2009; Muchlisin, 2009; Serambi News, 2009). Hasil desk study Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum pada tahun 2012 menunjukkan produksi ikan rata-rata mencapai 525 ton/tahun yang berasal dari alat tangkap jaring insang tetap (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh, 2010; Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah, 2009). Produksi ikan Danau Laut Tawar dari tahun 2006 hingga 2010 mengalami penurunan sebanyak 13.83 % dari 578 ton/tahun menjadi 498 ton/tahun dengan. Pada tahun 2010, produksi ikan di dominasi oleh jenis ikan introduksi yaitu ikan nila dan mas dengan persentase 30.14% dan 20.36% dari produksi total sebesar 50.1 ton, sedangkan produksi ikan depik (Rasbora tawarensis) yang merupakan ikan endemik Danau Laut Tawar hanya 7.35% (Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh, 2006-2010). Penurunan populasi ikan depik ini sangat tinggi yang diindikasikan dengan hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort/CPUE) pada tahun 1970 sebesar 1.17/kg/m2 jaring menjadi 0.02 kg/m2 jaring pada tahun 2009 (Muchlisin, 2010). 1 Pengelolaan kapasitas penangkapan merupakan suatu pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkaitan dengan pembatasan kapasitas upaya penangkapan ikan. Variabel yang digunakan dalam kapasitas penangkapan diantaranya adalah ukuran kapal, ukuran mesin kapal, ukuran jaring, dan teknologi alat bantu penangkapan. Oleh karena itu, membatasi kapasitas upaya penangkapan dilakukan melalui pembatasan variabel-variabel tersebut (Nikijuluw, 2002). Selain variabel tersebut, karakteristik sumberdaya ikan juga diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas dan juga permohonan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh maka pada tahun 2013 dilakukan penelitian kapasitas penangkapan dan karakteristik sumberdaya ikan di Danau Laut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. 1.2. Tujuan dan Sasaran Tujuan : Tujuan ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi sebagai berikut : a. Kapasitas penangkapan jaring insang di Danau Laut Tawar b. Karakteristik sumberdaya ikan di Danau Laut Tawar Sasaran : Sedangkan sasaran yang diinginkan adalah tersedianya data dan informasi dasar tentang: a. Kapasitas penangkapan jaring insang di Danau Laut Tawar b. Karakteristik sumberdaya ikan (hasil tangkapan, jenis dan komposisi ikan, alat tangkap, daerah penangkapan, panjang dan berat ikan, tingkat kematangan gonad) di perairan Danau Laut Tawar . 2 METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Kerangka pemikiran dan alur pendekatan pemecahan masalah penelitian BENCANA ALAM DAN PROSES ALAMIAH PEMANFAATAN MULTI SEKTOR Pertanian, Pertambangan, Pemukiman, Industri, Perikanan, dll SUMBERDAYA PERAIRAN DAN IKAN DANAU LAUT TAWAR DEGRADASI LINGKUNGAN DAN SUMBERDAYA HAYATI PERAIRAN KRUENG PEUSANGAN PENGELOLAAN TERPADU /EKOSISTEM, SEKTOR, DISIPLIN ILMU DAN STAKEHOLDER Sektor Perikanan PENELITIAN PEMANFAATAN & PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN KAPASITAS PENANGKAPAN IKAN KARAKTERISTIK SUMBERDAYA IKAN Gambar 2.1. Kerangka pemikiran dan alur pemecahan masalah penelitian . Alur Pengelolaan ) ( ) 2.2. Waktu Dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dari Januari – Desember 2013 di perairan Danau Laut Tawar, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Gambar 2.2). Dua belas (28) stasiun pengambilan sampel air dan 3 kecamatan pengambilan sampel ikan ditentukan berdasarkan mikrohabitat. purpossive random sampling yang didasarkan pada perbedaan 2.3. Pendekatan dalam Penelitian Penelitian akan dilaksanakan dengan pendekatan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran pustaka, laporan teknis, dan hasil penelitian yang relevan dari instansi terkait (Dinas Kelautan dan Perikanan, lembaga penelitian di Provinsi Aceh dan lembaga penelitian lainnya), dengan materi berasal dari berbagai sumber multi media dan dari lembaga atau instansi terkait. Data primer dikumpulkan dari tiga kali survey inventarisasi pada 12 stasiun pengamatan di lapangan. 2.4. Kebutuhan Data Data Sekunder yang dikumpulkan mencakup: Karakteristik kegiatan penangkapan ikan ( hasil tangkapan, jenis,dan komposisi ikan) Jenis data primer yang dikumpulkan mencakup: 1. Kapasitas penagkapanjaring insang tetap 2. Karakteristik sumberdaya ikan (hasil tangkapan, jenis dan komposisi, alat tangkap dan daerah penangkapan, panjang, berat, TKG). Gambar 2.2. Peta Bathimetri perairan Danau Laut Tawar, Provinsi Aceh (Dokumentasi : Husnah et all., 2012) 2.5. Teknik Pengumpulan data 2.5.1. Kapasitas Penangkapan jaring insang 2.5.1.1. Sumber Data Data diperoleh melalui kegiatan penelitian di sentra-sentra pendaratan ikan unit jaring insang yang beroperasi di Danau Laut Tawar. Data primer dari hasil pengukuran langsung di lapangan dan hasil wawancara dengan nelayan pelaku penangkapan. Data sekunder berasal dari data statistik perikanan dan data yang berasal dari pencatatan enumerator. 2.5.1.2. Analisis Data a. Pra-Analisis Data Teknik DEA dalam penelitian ini menggunakan model Bankers, Charnes and Cooper (BCC), model BCC tersebut mampu menjelaskan efisiensi pada aktivitas ekonomi yang bersifat variable return to scale, seperti pada prilaku aktivitas perikanan tangkap yang bersifat decreasing return to scale (Fauzi dan Anna 2005). Sifat variable return to scale dapat dicermati melalui pola perubahan produksi sebagai akibat perubahan upaya penangkapan dalam suatu fungsi produksi perikanan lestari. Data bulanan hasil kegiatan survei penangkapan ikan jaring insang sebagai output (hasil tangkapan) dan upaya penangkapan ikan dari unit jaring. Dataset kapal yang berkaitan dengan inputan kapal digunakan sebagai input data. Inputan dibedakan menjadi 2, yaitu input tetap (fixed input) dan input yang berubah (variable input data). Sebagai input tetap (fixed input) adalah panjang dan lebar jaring (m) ( x f ,n ) . Selanjutnya, faktor lainnya yang bersifat berubah-ubah, seperti:, jumlah pis jaring ( xv ,n ) . Jumlah hasil tangkapan jenis ikan m oleh alat tangkap j (Ujm) ditetapkan sebagai output data. Mengingat tidak semua hasil tangkapan memberikan kontribusi secara terus menerus terhadap total hasil tangkapan, maka hanya dipilih beberapa jenis ikan yang secara relatif terus menerus memberikan kontribusi total hasil tangkapan sebagai output data. Untuk mendapatkan gambaran dinamika efisiensi teknis dan kapasitas penangkapan secara komprehensif, pengkajian akan didekati berdasarkan perhitungan single output dan multi output. Nilai efisiensi teknis diperoleh melalui penghitungan dengan teknik DEA. Analisis efisiensi teknis dilakukan dengan membandingkan nilai efisiensi antar unit alat tangkap yang dijadikan sebagai DMU (decision making unit). Proses penghitungan yaitu dengan menentukan nilai konstanta dari output (µ), fixed input (x) dan variable input pada masing-masing DMU sehingga diperoleh nilai efisiensi penangkapan berdasarkan tingkat pemanfaatan kapasitas (CU) penangkapan dan tingkat pemanfaatan kapasitas variabel input (VIU). b. Analisis Data Dengan menggunakan metoda pengukuran output-oriented, efisiensi teknis ditentukan sebagai maksimum penambahan output yang dimungkinkan dengan tanpa perubahan pada faktor tetap (fixed factors) produksi. Sedangkan, kapasitas penangkapan didefinisikan sebagai kemampuan industri penangkapan ikan untuk menghasilkan output potensial. Dalam kajian ini, efisiensi kapasitas pemanfaatan (capacity utilization) suatu alat tangkap dianalisis dengan mengunakan data envelopment analysis (DEA), yaitu suatu pendekatan matematika atau pemrograman linear. Data dianalisa dengan bantuan software DEAP version 2.1. Pertama, hasil tangkapan kita tentukan sebagai vektor output, u dan factor inputan sebagai vektor input, x. Sehingga, ada m outputs, n inputs, dan j industri penangkapan ikan atau pengamatan. Input dibagi menjadi fixed inputs (xf) dan variable inputs (xv). Kapasitas output dan nilai pemanfaatan sempurna dari input. Selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Fare et al.,1989). Max1 (Output) , z , subject to : J 1 u jm z j u jm , m 1,2,..., M , (Fixed input) j 1 J z j 1 j x jn x jn , n xf j x jn jn x jn , n xv J z j 1 (Variable input) z j 0, j 1,2,..., J jn 0, n xv dimana zj adalah variable intensitas untuk j tahun pengamatan; 1 nilai efisiensi teknis atau proporsi dengan mana output dapat ditingkatkan pada kondisi produksi pada tingkat kapasitas penuh; dan *jn adalah rata-rata pemanfaatan variable input (variable input utilization rate, VIU), yaitu rasio penggunaan inputan secara optimum xjn terhadap pemanfaatan inputan dari pengamatan xjn. Kapasitas output pada efisiensi teknis (technical efficiency capacity output,TECU) kemudian didefinisikan dengan menggandakan 1* dengan produksi sesungguhnya. Kapasitas pemanfaatan (CU), berdasarkan pada output pengamatan, kemudian dihitung dengan persamaan berikut (Fare et al., 1989): TECU u 1 * * 1 u 1 Metoda penghitungan ini kemungkinan besar mengandung bias, karena pembilang dalam penghitungan CU, output pengamatan, tidak dihasilkan pada tingkat efisiensi teknis. Untuk mengatasinya, kedua input (baik variable dan fixed) harus dibatasi oleh kondisi sekarang. Efisiensi teknologi dari output, pada level observasi, kemudian dapat ditentukan dengan memecahkan persoalan program linear lainnya (Fare et al., 1989): Max 2 ,z subject to J 2 u jm z j u jm , m 1,2,..., M , j 1 J z j 1 j x jn x jn , n 1,2,..., N , z j 0, jn 0, j 1,2,..., J n xv Efisiensi teknis kemudian diukur sebagai: TE 1 2* Kapasitas pemanfaatan dalam kondisi efisiensi teknis yang tak bias kemudian dihitung sebagai: 2*u 2* CU * * 1 u 1 2.5.2. Karakteristik sumberdaya ikan Untuk mengetahui hasil tangkapan, jumlah dan komposisi jenis ikan serta sebarannya, contoh ikan didapatkan dari berbagai jenis alat tangkap dari nelayan di lokasi riset pada saat survey dan dari catatan harian nelayan (enumerator). Jumlah jenis dan sebaran ikan diketahui dari data jenis-jenis ikan yang dikumpulkan nelayan yang diletakkan dalam wadah yang telah diberikan pengawet (formalin 10 %). Karakteristik biologi ikan seperti panjang, berat dan tingkat kematangan gonad diamati pada contoh ikan pada kondisi segar di lapangan dan awetan di laboratorium. GAMBARAN UMUM DANAU LAUT TAWAR 3.1. Gambaran Umum Danau Laut Tawar Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Daroessalam. Secara geografis danau ini terletak pada 04o 34’43” LU dan 96o55’25” BT. Danau Laut Tawar mempunyai 42 daerah tangkapan air dengan luas total 14803.22 Ha. Secara administrasi daerah tangkapan air tersebut berada pada wilayah Kecamatan Lut Tawar, Kebayakan, Bebesan dan Kecamatan Bintang. Berada pada ketinggian 1,230 meter dpl, dengan kedalaman maksimum 84.23 meter dengan kedalaman rata-rata sebesar 25.19 meter. Panjang maksimum danau laut tawar yang memanjang dari arah barat laut–tenggara sebesar 15.7 km, sedangkan lebar maksimum yang memanjang dari arah timur-barat tercatat sebesar 4.5 km. Luasan zona littoral yang merupakan area potensial terjadinya proses fotosintesis dan metabolisme organisme akuatik sebesar 14.28% dari total luasan area (Husnah at al, 2012). Fluktuasi Muka Air Danau Laut Tawar Tingginya kegiatan pembukaan hutan di sekitar Danau Laut Tawar baik untuk perkebunan maupun penebangan liar menyebabkan pasokan air danau semakin berkurang terutama pada musim kemarau. Selama sepuluh tahun terakhir diperkirakan permukaan air danau mengalami penyusustan hingga 1 meter (Muchlisis, 2008) yang menyebabkan beberapa sungai kecil di sekeliling danau yang biasanya dijadikan tempat pemijahan (spawning ground) menjadi kering. Berdasarkan data tinggi muka air di One-one (outlet danau Laut Tawar) tahun 2012-2013, menunjukkan fluktuasi muka air Danau Laut Tawar sekitar 0.82 meter, dengan muka air tertinggi terukur pada minggu pertama bulan Januari dan terendah pada minggu keempat September 2012. Pada tingkat fluktuasi muka air ini, maka terdapat sejumlah massa air yang tersimpan selama periode musim hujan di Danau Laut Tawar (Gambar 3.1). Fluktuasi muka air Danau Laut Tawar merupakan refleksi dari curah hujan yang terjadi di kawasan tersebut, meskipun ketinggian curah hujan tidak selalu sejalan dengan tinggi muka air danau. Curah hujan yang tinggi pada bulan Februari ternyata tidak sejalan dengan tinggi muka air danau. Namun jelas bahwa pada saat tinggi muka air danau maksimum pada April, didukung oleh curah hujan yang tinggi pula. Ada waktu sela antara curah hujan yang meningkat dengan peningkatan muka air. Hal ini tampaknya curah hujan pada awal musim hujan masih mengisi air pada lahan daratannya. Namun pada saat curah hujan rendah di Agustus, ternyata muka air danau dengan segera menurun. 182 cm/ 1,82 m 200 180 160 Ketinggian air (cm) 140 120 100 100 cm/ 1 m 80 60 40 20 0 123456710 811 912 13 14 15 16 17 18 19 12345671 811 912 13 0 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 123456710 811 912 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 123456710 811 912 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 12345671 811 912 13 0 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 123456710 811 912 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 12345671 811 912 13 0 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 12345671 811 912 13 0 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 123456710 811 912 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 12345671 811 912 13 0 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 12345671 811 912 13 0 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 123456710 811 912 September Oktober NovemberDesember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Waktu Pengukuran (tgl/bulan) Gambar 3.1. Fluktuasi muka air Danau Laut Tawar September 2012-Agustus 2013 3.2. Kondisi Danau Laut Tawar Dari hasil pemantauan terdapat tidak kurang dari 21 sungai sebagai sumber mata air, dengan kecamatan Kalabintang sebagai sumber air terbanyak yaitu ditemukan tidak kurang dari enam buah sungai air Danau laut Tawar (Tabel 3.1), dengan lebar, kedalaman dan kecepatan arus yang sangat bervariasi, dan hanya ditemukan satu buah outlet pada Danau Laut Tawar. SKondisi tersebut diperkirakan penyebab terjaganya kualitas air Danau laut Tawar secara keseluruhan. Tabel 3.1. Sungai-sungai yang berfungsi sebagai inlet dan outletnya Danau Laut Tawar 2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Lokasi Sungai Pedemun Toweran Rawe Kalang Bale Nosar Nosar Bawah Mengaya Kala Bintang Kala Bintang I Kala Bintang II Kala Bintang III Kala Bintang IV Kala Bintang V Klitu Ujung Paking Kebayakan Kala Mampak Outlet Dekat Jembatan Tengah Sebelum PLTA Kecepatan Arus detik m/s 5 2,5 3 1,5 2 1 3 1,5 4 2 3 1,5 4 2 8 4 15 7,5 5 2,5 21 10,5 7 3,5 18 9 44 22 3 1,5 7 3,5 6 3 5 9 8 2,5 4,5 4 Lebar m 2,5 5 2 1 3 3 2,5 4 6 6 3 2,5 5 0,5 3 3 1 Kedalaman cm 40 25 2 10 10 20 60 100 1200 60 1200 60 1200 30 40 40 30 40,4 16,8 53,64 3,8 3 3,4 Akan tetapi semakin tingginya aktivitas yang dilakukan di perairan dan disekitar DLT sebagai upaya pemanfaatan berbagai sumberdaya yang ada di DLT diperkirakan akan mengganggu kehidupan organisme perairan DLT, diantaranya sebagai pasokan air minum bagi masyarakat Takengon, tempat pemeliharaan kembali ikan-ikan yang tertangkap, daerah pertanian, tempat pemancingan, sebagai jalur transportasi, objek wisata, daerah penangkapan ikan depik, sebagai daerah budidaya ikan dan yang terakhir dan dalam tahap pengerjaan adalah akan dimanfaatakannya sebagai sumber pembangkit listrik (PLTA) di kecamatan Lut Tawar. Pertanian Pemancingan Pemeliharaan hasil Tangkapan Jalur Transportasi Pariwisata Penangkapan Gambar 3.2. Aktifitas yang terdapat di Danau Laut Tawar KAPASITAS PENANGKAPAN JARING INSANG DAN KARAKTERISTIK SUMBERDAYA IKAN Pada kegiatan penelitian di Danau Laut Tawar 2013 ini selain melakukan penelitian kapasitas penangkapan jaring insang dan karakteristik sumberdaya ikan juga dilakukan FGD (Focus Group Discussion), hal tersebut berkaitan dengan hasil koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah serta permintaan pemaparan hasil penelitian oleh Bupati Kabupaten Aceh Tengah mengenai hasil penelitian 2012 dan penelitian 2013. Maka pada Laporan Teknis Kegiatan ini juga akan dilampirkan Laporan FGD (Lampiran 1). 4.1. Kapasitas Penangkapan 4.1.1. Karakteristik Perikanan Danau Laut Tawar memiliki area pengelolaan perairan umum yang cukup potensial. Kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap di Danau Laut Tawar pada tahun 2012 tercatat sebanyak 562 unit, terdiri dari 5 jenis alat tangkap. Katagori alat tangkap yaitu jaring insang tetap, pancing, bubu, perangkap, dan jala tebar. Alat tangkap yang dominan adalah jaring insang, pancing dan bubu. Dari ketiga alat tangkap tersebut yang paling dominan adalah jaring insang tercatat 318 unit (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh, 2012). Beberapa jenis jaring insang yang umumnya dioperasikan nelayan Danau Laut Tawar dengan sebutan alat tangkap sesuai dengan sasaran atau target tangkapannya, yaitu antaralain: jaring berukuran mata jaring (mesh size) 5/8 - 3/4 inci dikenal dengan nama “jaring depik”, jaring insang berukuran mata jaring 1,0 - 1,5 inci dikenal dengan sebutan “jaring kawan”, jaring insang berukuran mata jaring 2,0 – 3,5 inci dikenal dengan nama “jaring jaher” dan jaring berukuran mata 4,0 - 4,5 inci dikenal dengan “jaring bawal”. Nelayan jaring insang di Danau Laut Tawar mengoperasikan alat tangkapnya di sepanjang perairan Danau Laut Tawar, yaitu umumnya disekitar One-one, Renggali, Mangaya, Pademun, Lelabu, Toweran, Loyang koro, Pesangan, Putri Pukes, Kalalengkio, Bintang, Gegarang, Kalatililis, Klitu, Telpam. Sarana untuk mengoperasikan alat tangkap jaring insang, nelayan di Danau Laut Tawar menggunakan perahu dengan hanya menggunakan dayung dan sebagian menggunakan tenaga penggerak mesin berkekuatan 5 PK (Gambar 1). Tenaga mesin disesuaikan dengan ukuran volume perahu untuk memudahkan operasi dan menjangkau lokasi penangkapan yang lebih jauh. Perahu yang digunakan umumnya berukuran panjang berkisar antara 5,0 -5,5 meter dan lebar antara 0,5 – 7,4 meter. Gambar 4.1. Perahu jaring insang tanpa mesin dan perahu menggunakan mesin Dalam pengoperasian jaring insang, beberapa metode yang dilakukan nelayan di Danau Laut Tawar antaralain: pertama adalah metode “merawon”. Penangkapan ikan cara merawon dilakukan pada malam hari dengan menggunakan bantuan cahaya lampu petromak yaitu memanfaatkan gerombolan ikan yang tertarik oleh cahaya lampu petromak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam pengoperasiannya, gerombolan ikan target tangkapan yang sudah terkumpul di bawah cahaya lampu pada area penangkapan kemudian diarahkan agar menabrak rentangan jaring yang sudah siap terpasang dengan cara perahu melaju bolak balik melewati di atas jaring yang terpasang sehingga gerombolan ikan dapat terjerat. Metode merawon ini dilakukan untuk menangkap ikan depik atau eas sebagai sasaran penangkapan. Ukuran jaring yang digunakan dalam metode merawon ini dalamnya (lebar jaring) mencapai sekitar 20 meter. Kedua adalah metode yang dikenal dengan istilah “gerlok”. Cara penangkapan dengan gerlok, ikan-ikan di arahkan ke jaring yang sudah terpasang dengan cara dioprak-oprak menggunakan batang bambu sehingga ikan terusik atau merasa takut oleh bunyi dari bambu, nelayan berupaya mengarahkan ikan-ikan berenang mengarah pada jaring insang yang sudah terpasang untuk kemudian ikan-ikan dapat terjerat. Metode gerlok ini dapat dilakukan pada malam dan siang hari dan umumnnya dilakukan untuk menangkap ikan mujair. Metode ketiga merupakan metode yang umum dilakukan nelayan jaring insang di Danau Laut Tawar, yaitu dengan cara “dedem”. Cara dedem ini adalah memasang jaring pada sore hari kemudian mengangakat kembali jaring pada pagi hari. Jaring dibiarkan terpasang atau terendam di kolom air selama satu malam. Dengan cara penangkapan ini umumnya dilakukan pada jaring depik, jaring kawan, jaring mujair dan jaring bawal. Selama penelitian, dijumpai alat tangkap jaring insang mempunyai dimensi yang relatif beragam. Umumnya alat tangkap jaring depik mempunyai mata jaring (mesh size) berukuran ¾ inci dan 5/8 inci. Untuk satu pis jaring berdimensi panjang berkisar 15 – 70 meter, lebar jaring berkisar 1-20 meter dan jumlah pis yang operasikan umumnya mencapai 1 – 40 pis. Jaring jaher mata jaring (mesh size) 2 inci, 2,5 inci, 2,75 inci 3 inci dan 3,5 inci. Panjang jaring berkisar berkisar antara 20-60 meter, lebar jaring berkisar antara 0,6 – 7 meter. Jumlah pis jaring yang digunakan umumnya berkisar 1- 35 pis. Jaring kawan berukuran (mesh size) 1 inci, 1 1/4 inci, 1 ¾ inci dan 1,5 inci. Dimensi jaring panjang berkisar 15 – 30 meter dan lebar jaring berkisar 0,5 – 06 meter. Jumlah pis yang dioperasikan umumnya mencapai 2 – 12 pis. Selama periode 12 tahun untuk melihat pola efisiensi dari ke empat alat tangkap tersebut. alat tangkap ini dipilih karena karena kelengkapan dan urut waktu. Hasil dari analisis kapasitas penangkapan menunjukkan bahwa jaring insang (gill net) dan alat tangkap lainnya menghasilkan skor efisiensi paling tinggi yaitu rata-rata 1,00. Sementara nilai efisiensi untuk dua alat angkap bubu dan pancing masing-masing ratarata 0,84 dan 0,22 (Tabel 4.1). Rendahnya efisiensi kedua alat tangkap tersebut diduga bahwa sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan sudah sangat terbatas sehingga efektifitas dari kedua alat tangkap tersebut dalam memperoleh hasilkan tangkapan relatif rendah. Produktivitas alat tangkap sangat berpengaruh pula terhadap efisiensi penangapan. Diduga bubu dan pancing produktivitas nnya relatif lebih rendah dibanding alat tangkap jaring insang dan alat tangkap lainnya. Untuk mencapai efisiensi yang optimal maka output yang dihasilkan semestinya untuk unit bubu sebesar 19% dan output unit pancing 365% lebih besar dari produksi aktual. Tabel 4.1. Efisiensi produksi, input dan potensi improvement. Aktual Alat tangkap Jaring insang bubu pancing lainnya Score 1 0.839 0.215 1 Prod 269.0 62.8 35.9 58.2 Potensial inprovement (%) output 0 19 365 0 Target Trip 38714 12136 24780 9860 Prod 269.0 74.8 167.2 58.2 Trip 38714 12136 24780 9860 Analisis dilakukan berdasarkan periode tahun 2001 hingga 2012. Model yang digunakan dalam analisis efisiensi bersiifat variable return to scale (VRS). Pengukuran kapasitas berlebih dapat dilakukan dalam jangka panjang. Hasil dari analisis DEA menunjukkan pada tahun 2006, 2007 dan tahun 2011 memiliki angka efisiensi =1,00 sehingga dapat dijadikan tahun acuan, sedangkan tahun lainnya diperbandingkan secara relatif terhadap tahun tersebut (Gambar 4.2). Dari gambar tersebut memperlihatkan bahwa trajektori paling efisien terjadi pada tahun 2006, 2007 dan 2011. Sedangkan trajektori paling tidak efisien terjadi pada tahun 2012. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahun 2012 hanya mampu mensuport sekitar 21% dari input yang ada untuk mencapai kapasitas optimum. Penurunan efisiensi yang tajam terjadi tahun 2004 dan 2012 disebabkan dari penurunan produksi dibanding tahun sebelumnya, sementara pada tahun 2012 telah terjadi peningkatan effort dari tahun sebelumnya. Gambar 4.2. Trajektori efisiensi perikanan di Danau Laut Tawar Sejak tahun 2005 respon nelayan cenderung bersifat ekspansi effort (trip) dalam melakukan penangkapan ikan. Selama tahun 2005 terjadi peningkatan effort yang sangat drastis yaitu mencapai 200%. Peningkatan effort tersebut menyebabkan produksi meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan effort kembali terjadi tahun 2006 hingga 72% dari tahun sebelummnya dan sebaliknnya produksi mengalami sedikit peningkatan 7,8% (menjadi 578,3 ton), proforsi peningkatan hasil tangkapan pada tahun 2006 menyebabkan tahun tersebut tingkat efisiensinya menjadi tinggi (optimal) dan diikuti tahun berikutnnya 2007 dan tahun 2011. Tabel 4.2. Kapasitas berlebih perikanan di perairan Danau Laut Tawar DMU / Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Input aktual Upaya API (trip) (unit) 77998 651 71287 651 71287 651 71287 651 213840 810 57816 306 57816 337 88968 337 80256 301 80256 301 38249 254 57391 562 Input target Upaya API (trip) (unit) 57816 306 57816 306 57816 306 57816 306 57816 306 57816 306 57816 306 57816 306 57816 301 57816 301 38249 254 57391 306 Kapasitas berlebih Upaya API (trip) % (unit) % -20182 -25.88 -345.00 -53.00 -13471 -18.90 -345.00 -53.00 -13471 -18.90 -345.00 -53.00 -13471 -18.90 -345.00 -53.00 -156024 -72.96 -504.00 -62.22 0 0.00 0.00 0.00 0 0.00 -31.00 -9.20 -31152 -35.01 -31.00 -9.20 -22440 -27.96 0.00 0.00 -22440 -27.96 0.00 0.00 0 0.00 0.00 0.00 0 0.00 -256.00 -45.55 Hasil analisis DEA menunjukkan potensi peningkatan input yang bersifat negatif. Kondisi potensi input tersebut memberikan suatu indikasi excess capacity perikanan sehingga diperlukan kebijakan pengurangan kapasitas untuk menghasilkan efisiensi dalam melakukan pengelolaan perikanan di Danau Laut Tawar. Secara keseluruhan dibutuhkan kebijakan pengurangan rata-rata alat tangkap upaya sekitar 20,5% trip dan 30,0% unit API untuk mencapai pemanfaatan kapasitas yang optimal. Hasil tangkapan total (actual catch) dan nilai kemampuan tangkap (potential catch) pada kurun waktu tahun 2001 – 2012 yang merupakan hasil dari perhitungan matematik (Gambar 4.3). Nilai tangkapan potensial dalam kurun waktu 2001 – 2012 relatif tidak terjadi fluktuatif, penurunan terjadi pada tahun 2011, berikutnya tahun 2012 menigkat kembali secara signifikan dengan nilai produksi potensial sebesar 577,8 ton. Kejadian ini menyebabkan nilai CU (efisiensi) kecil (0,20) jika dibandingkan tahun yang lainnya (Gambar 4.3). Gambar 4.3. Produksi aktual dan produksi potensial (ton) perikanan di Danau Laut Tawar tahun 2001-20012. Excess capacity merupakan perbandingan relatif antara tingkat tangkapan potensial (maksimal) terhadap hasil tangkapan aktual. Perhitungan nilai excess fishing capacity perikanan di Danau Laut Tawar dihitung secara matematis (Gambar 4.4). Nilai excess fishing capacity terbesar terjadi pada tahun 2012 sebesar 455 ton. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat eksploitasi penangkapan ikan di danau Laut Tawar pada tahun 2012 kecil yaitu 21% terhadap hasil tangkapan potensial. Gambar 4.4. Grafik excess fishing capacity pemanfaatan perikanan di Danau Laut Tawar, Aceh Tengah 2001-2012 Efisiensi Teknis Analisis efisiensi antar alat tangkap yang sejenis terhadap jaring insang dihitung dengan pendekatan single output (total tangkapan). Penilaian kapasitas penangkapan berdasarkan data oprasional penangkapan jaring insang yang melakukan penangkapan ikan di Danau Laut Tawar. Berdasarkan penghitungan DEA terhadap unit jaring insang 3/4” dan 5/8” yang disebut dengan jaring depik selama penelitian (Maret hingga Agustus 2013) diperoleh nilai efisiensi yang bervariatif (Gambar 4.5). Hasil penghitungan terhadap dugaan tingkat pemanfaatan atau tingkat efisiensi unit jaring depik pada Maret diperoleh rata-rata 0,53. Artinya, rata-rata input optimal yang digunakan adalah sekitar 53% dari rata-rata produksi aktual selama alat tangkap beroperasi. Pada Mei pemanfaatan kapasitas jaring depik dengan tingkat efisiensi paling tinggi dibandingkan bulan lainnya yaitu sebesar 0,73 sementara April dan Agustus diperoleh dengan nilai efisiensi yang sama yaitu sebesar 0,71. Nilai efisiensi yang optimal dutunjukkan oleh beberapa unit jaring depik dengan nilai efisiensi (TE) mencapai 1,00. Pada Maret dari jumlah sampel (22 unit) yang dianalisis, terdapat 23%-nya berada pada efisiensi yang optimal dan beberapa unit jaring lainnya (70%) tidak optimal. Dari unit jaring yang tidak optimal 50% -nya dengan nilai efisiensi sebesar <0,50. Pada Mei dari 14 unit jaring depik, terdapat 43%-nya mencapai nalai efisiensi dengan skor 1,00 atau optimal dan 21%-nya unit jaring depik mencapai nilai efisiensi <0,50 (jauh dari optimal). Sementara pada Agustus dari 27 unit jaring sampel, sebanyak 52%-nya berada pada tingkat yang optimal yaitu dengan skor efisiensi sebesar 1,00, sedangkan beberapa unit lainnya (48%) nilai efisisiensi berada pada tingkat yang tidak optimal. Gambar 4.5. Distribusi efisiensi unit jaring depik. Berdasarkan tingkat pemanfaatan variabel input (VIU) yaitu terhadap input panjang jaring, lebar jaring dan jumlah set (pis) dalam setiap unit jaring depik diperoleh nilai rata-rata berkisar 0,86 – 0,98. Dari nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa secara umum dalam pemanfaatan ketiga variabel input tersebut sebagian besar berada pada tingkat pemanfaatan yang efisien yang ditandai oleh sebagian besar unit jaring pencapaian nilai pemanfaatan variable input (VIU) =1,0 (Gambar 4.6). Hasil dari analisis menunjukkan bahwa unit jaring depik dalam pemanfaatan variabel input (panjang jaring, lebar jaring, jumlah set (pis) jaring) secara konsisten menghasilkan skor efisiensi yang relatif tinggi. Pada kondisi variabel penangkapan ikan dengan jaring depik di Danau Laut Tawar sebagian besar telah memanfaatkan input variabel dengan efisien. Dalam hal ini, panjang jaring, lebar jaring dan jumlah set (pis) jaring merupakan variabel yang dapat dijadikan variabel pengendalian kapasitas. Efisiensi unit jaring depik dapat ditingkatkan efisiensinya pada Agustus misalnya dapat dilakukan dengan mengurangi secara keseluruhan rata-rata panjang jaring 60%, lebar jaring rata-rata 69% dan jumlah set (pis) sebesar 30%. Gambar 4.6. Distribusi pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring depik 4.1.2. Kapasitas Penangkapan Jaring Mujaher Penghitungan kapasitas penangkapan terhadap unit jaring insang 2,0 inci – 3,5 inci yang disebut dengan jaring mujaher berlangsung Maret–Agustus 2013. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa dugaan tingkat pemanfaatan kapasitas atau tingkat efisiensi unit jaring jaher pada Maret, Juli dan Agustus masing-masing bernilai rata-rata 0,72, 0,44 dan 0,61. Dari nilai-nilai tersebut, menunjukkan bahwa unit-unit alat tangkap jaring jaher pada Maret, Juli dan Agustus masing-masing hanya mampu men-support sekitar 52%, 44% dan 61% dari sumberdayanya untuk mencapai kapasitas optimum atau rata-rata input optimal yang digunakan adalah masing-masing sekitar 53% pada Maret, 44% Juli dan 61% dari rata-rata produksi variabel selama alat tangkap beroperasi. Pada Agustus nilai efisiensinya lebih tinggi dibandingkan Maret dan Juli. (Gambar 4.7). Pada Maret, dari 14 sampel unit jaring jaher diperoleh sebanyak 36% efisien (nilai efisiensi = 1,00) dan beberapa unit jaring lainnya (64%) tidak efisien. Pada Juli dari 21 unit jaring jaher sebanyak 19% efisien dan sebanyak 81% tidak efisien Sedangkan pada Agustus dari 16 unit jaring jaher yang dianalisis, sebanyak 44% berada pada tingkat yang optimal (efisien) yaitu dengan skor efisiensi sebesar 1,00, sementara beberapa unit lainnya (56%) tidak efisien. Gambar 4.7. Distribusi efisiensi unit jaring jaher Berdasarkan tingkat pemanfaatan variabel input (VIU) yaitu terhadap input panjang jaring, lebar jaring dan jumlah set (pis) unit jaring jaher dalam setiap unit jaring jaher diperoleh nilai rata-rata berkisar 0,83 – 0,98. Dari nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa secara umum dalam pemanfaatan ketiga variable input yaitu jumlah set jaring sebagian besar berada pada tingkat pemanfaatan yang efisien (pemanfaatan variable pencapaian input =1,0) (Gambar 4.8). Perbaikan efisiensi unit-jaring yang tidak efisien secara keseluruhan yaitu dengan mengurangi rata-rata panjang jaring 83%, lebar jaring rata-rata 6% dan jumlah set (pis) sebesar 9%. Gambar 4.8. Distribusi pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring mujaher 4.1.3. Efisiensi Jaring Kawan Selain pada jaring depik dan jaher, pengukuran kapasitas penangkapan dilakukan pula terhadap jaring insang 1,0 – 1,5 inci yang dikenal oleh masyarakat nelayan setempat dengan nama “jaring kawan”. Dari hasil penghitungan, distribusi nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) unit jaring kawan (31 unit) diperoleh skor rata-rata sebesar 0,52. Dengan kata lain unit alat tangkap tersebut hanya mampu mensupport sekitar 52% dari sumberdayanya untuk mencapai kapasitas optimum. Distribusi perolehan nilai efisiensi unit jaring kawan ditunjukkan pada Gambar 4.9. Gambar 4.9. Distribusi efisiensi unit jaring kawan Dari hasil perhitungan DEA, nilai efisiensi unit jaring kawan yang mencapai nilai optimal (CU=1,00) diperoleh sebanyak 19%. Beberapa unit jaring kawan (81%) tidak efisien. Beberapa unit jaring 11ariable jauh dari efisien yang ditunjukkan oleh capaian nilai efisiensi <0,50. Berdasarkan tingkat pemanfaatan variabel input (VIU) unit jaring kawan diperoleh nilai rata-rata VIU >0,90. Secara umum unit jaring kawan dalam pemanfaatan 11ariable input sebagian besar berada pada tingkat pemanfaatan yang efisien yang ditandai oleh sebagian besar pencapaian nilai VIU =1,0 (Gambar 4.10). Gambar 4.10. Tingkat pemanfaatan variable input (VIU) unit jaring kawan. 4.1.4. Pembahasan Secara umum kapasitas penangkapan ikan di danau Laut tawar bervariasi setiap bulannya. Perubahan tersebut secara temporal didasarkan pada bulan-bulan dimana banyak tertangkap ikan-ikan target tangkapan. Faktor utama yang mempengaruhi perubahan lokasi penangkapan baik secara spasial maupun temporal adalah ruaya ikan (baik untuk kepentingan makan, pembesaran, proses reproduksi, lingkungan oseanografi perairan). Pengaturan musim target penangkapan merupakan salahsatu instrument pengendalian input penangkapan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa nelayan yang telah berpengalaman dalam operasi penangkapan ikan, tidak selalu mencapai tingkat efisiensi yang diharapkan. Dalam konteks tersebut, variasi produktivitas akan muncul walaupun nelayan menggunakan teknologi penangkapan yang sama untuk ekploitasi sumberdaya ikan di daerah penangkapan yang sama dan pada musim yang sama. Ini disebabkan produksi ikan pada hakekatnya merupakan sebuah perpaduan dari sebuah faktor internal yang dapat dikendalikan maupun faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan. Faktor eksternal mencakup sumberdaya ikan, musim, arus. Sedangkan faktor internal berkaitan dengan kapabilitas manajerial dalam usaha penangkapan ikan diantarannya mencakup tingkat penguasaan teknologi penangkapan. Nelayan dikatakan melakukan penangkapan secara efisien jika produksi ikan yang diperoleh pada saat penangkapan mendekati potensi maksimum. Hasil dari analisis kapasitas penangkapan secara tahunan, menunjukkan bahwa jaring insang dan jaring lainnya (termasuk jermal) menghasilkan skor efisiensi paling tinggi berada pada kondisi efisien. Sementara untuk dua alat angkap yang lain yaitu bubu dan pancing masing masing skor efisiensi 0,83 dan pancing 0,21. Nilai efisiensi perikanan di danau Laut Tawar secara keseluruhan relatif berfluktuasi sejak tahun 2001 hingga 2012. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan efisiensi yang tajam yaitu dengan nilai efisiensi sebesar 93% jika dibanding dengan tingkat efisiensi pada tahun sebelumnnya. Pada tahun 2006 hingga tahun 2011 efisiensi cenderung meningkat dan mencapai optimal karena proporsi peningkatan produksi lebih besar dibanding proporsi peningkatan upaya dan unit penangkapan ikan. Pada tahun 2012 nilai efisiensi sangat rendah karena terjadi penuruna produksi juga diikuti oleh peningkatan upaya dan jumlah unit penangkapan ikan dibandingkan tahun 2011. Namum peningkitan effort tersebut tidak sebanding dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Selain itu pada tahun 2012 diduga dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan bahan pokok yang merupakan dampak dari meningkatnya harga BBM. Dalam situasi meningkatnnya kebutuhan bahan pokok, nelayan merespon dengan melakukan ekspansi upaya dalam melakukan penangkapan ikan namun sebaliknnya produksi hasil tangkapan mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnnya. Menyebabkan tahun tersebut tingkat efisiensinya menjadi rendah (jauh dari optimal). Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan di Danau Laut Tawar sudah mengalami excess capacity dalam jangka panjang yang ditandai juga dengan nilai efisiensi sebagian besar kurang <1,00. Pembatasan intensitas operasi penangkapan dapat dilakukan agar perikanan yang efisien dapat dihasilkan. Oleh karena itu, solusi melalui regulasi mengurangi inputan (trip) yang berlebih terutama pada bulan-bulan tidak musim ikan dan pada bulan dimana ikan sedang pemijahan. Menurut Metzner (2005), pada jangka pendek kebijakan pengendalian input produksi seperti pembatasan jumlah unit kapal akan mengurangi hasil tangkapan aktual, tetapi dalam jangka panjang akan memberikan pengaruh berupa peningkatan kapasitas penangkapan. Le Floc’h dan Boude (1998) dan Whitmars (1998) dalam Muldoon (2009) menyebutkan bahwa teknologi adalah penyebab utama terhadap perubahan excess fishing capacity yang berdampak pada perikanan skala tradisional maupun industri. Inovasi dalam pembaharuan sumberdaya ikan telah diakui sebagai dampak berlebih baik positif maupun negatif. Sehingga diperlukan pengurangan baik dalam hal jumlah unit atau pengaturan waktu tangkap serta penyesuaian tingkat teknologi agar diperoleh tingkat pemanfaatan yang optimal. Uji model DEA untuk menghasilkan angka efisiensi sebagai 13indikator13 penilaian kapasitas penangkapan. DEA dapat digunakan untuk menghitung perbaikan angka efisiensi, secara prinsip adalah dengan mengurangi input atau menambah output (Cooper et al., 2004). Untuk menganalisis efisiensi dilakukan dengan membandingkan efisiensi antar unit alat tangkap yang sejenis yang aktif beroperasi. Unit alat tangkap yang dianggap efisien secara penuh (fully efficient) adalah kapal yang mempunyai skor efisiensi sebesar 1,00 atau 100 persen, pada kondisi tersebut, seluruh input dimanfaatkan penuh atau tidak terdapat potensi peningkatan input yang digunakan. Perbandingan relatif tingkat pemanfaatan kapasitas (CU) penangkapan jaring depik, pada bulan April, Mei, Juli dan Agustus sebagian besar unit jaring dalam memanfaatkan input yang digunakan untuk usaha menangkap ikan telah efisien yang ditandai oleh nilai efisiensi teknis (TE) mencapai 1,00. Sementara pada bulan Maret sebagian unit jaring berada pada kondisi yang 13ariable jauh dari optimal. Nilai efisiensi teknis pada bulan April, Mei, Juli dan Agustus masing-masing nilai efisiensinya rata-rata 0,71, 0,73, 0,60 dan 0,71. Sementara rata-rata nilai efisiensi pada bulan Maret bernilai paling redah dibandingkan bulan lainnya yaitu sebesar 0,53. Rendahnya nilai efisiesi yang terjadi pada bulan Maret sangat dipengaruhi oleh sebagian besar (50%) unit armada nilai efisiensinya <0,50 yaitu berkisar antara 0,05 – 0,40. Dari kisaran nilai tersebut tentu saja nilai efisiensi jauh dari optimal. Indikator efisiensi yang optimal adalah skor efisiensi sebesar 1,00. Umumnya hasil tangkapan mulai menurun seiring berakhirnya bulan musim ikan. Namun diduga jumlah upaya tidak dikurangi pada periode tidak musim ikan sehingga terjadi kelebihan upaya penangkapan. Kelebihan upaya penangkapan menyebabkan tingkat kapasitas unit jaring depik pada bulan tersebut menjadi sangat rendah. Jika kapasitas perikanan dikendalikan maka produksi perikanan jaring insang sebenarnya mampu ditingkatkan mencapai produksi yang optimal. Misal berdasarkan hasil analisis single output yang sesuai kapasitas perikanan jaring depik pada Maret, April, Mei, Juli dan Agustus masing-masing adalah 89%, 41% 37%, 67% dan 41% 14ariab. Sehingga berdasarkan pendekatan lebih besar dari produksi tersebut (Maret, April, Mei, Juli dan Agustus) masing masing mengurangi kapasitas sebesar 47%, 29%, 27%, 47% dan 29% akan memungkinkan output saat ini diproduksi optimal secara ekonomi. Dari sisi pendekatan jaring jaher pada Maret Juli dan Agustus masing-masing nilai efisiensinya rata-rata 0,72, 0,44 dan 0,61 artinya pada bulan-bulan tersebut jaring jaher hanya mampu mensuport 72%, 44% dan 61% dari sumerdayannya untuk mencapai kapasitas yang optimum. Sedangkan jaring kawan secara keseluruhan nilai efisiensi teknis rata-rata 0,52 atau hanya mampu mensuport 52% dari sumberdaya yang ada selama unit jaring beroperasi. Dari nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat input yang ada saat ini sudah melebihi kapasitas yang seharusnya. Sehingga secara keseluruhan, hasil analisis menunjukkan perlunya intervensi pengurangan input untuk alat tangkap di Perairan Danau Laut Tawar. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan efisiensi harus dikendalikan. Disamping pengendalian upaya penangkapan (effort), faktor-faktor seperti pengendalian kondisi pencemaran di perairan Danau Laut Tawar dan sekitarnya mungkin akan membantu meningkatkan efisiensi perikanan ke pengelolaan yang lestari. Tingkat pemanfaatan input variabel (VIU) jaring depik dapat diukur berdasarkan rasio dari penggunaan input optimal (target) dengan input 14ariab (observasi). Input optimal merupakan input yang digunakan pada kondisi efisien teknis. Berdasarkan tingkat pemanfaatan input variable, unit jaring depik menunjukkan bahwa pada bulan Maret telah terjadi surplus penggunaan input sehingga perlu mengurangi input tersebut (Fare et al. 1994). Untuk meningkatkan efisiensi kapasitas penangkapan jaring depik , jaring jaher dan jaring kawan secara teknis dapat memperbaiki nilai efisiensi penangkapan pada bulan-bulan tidak musim ikan melalui pengurangan intensitas penangkapan dan mengurangi input 14 panjang dan lebar jaring dan jumlah pis yang menjadi instrument dalam pengendalian kapasitas penangkapan jaring insang. Ukuran unit jaring yg lebih besar dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh dan potensial saat operasi, sehingga lebih berpeluang untuk meningkatkan hasil tangkapan. Akan tetapi, perubahan dimensi alat tangkap perlu mempertimbangkan perbandingan ukuran teknis alat tangkap dan kondisi sumberdaya yang sudah sangat terbatas dan terus mendapat tekanan penangkapan. Karena dengan faktor sumberdaya ikan yang sudah sangat terbatas menyebabkan ukuran jaring yang semakin panjang dan lebar tidak serta merta mempunyai efisiensi yang tinggi. Dan dengan faktor keterbatasan sumberdaya ikan input-input yang digunakan secara berlebih menyebabkan berpengaruh negatif terhadap tingkat efisiensi secara teknis. Sehingga pengelolaan perikanan di Danau Laut Tawar perlu mempertimbangkan kondisi perikanan secara umum, resistensi nelayan serta rendahnya para pelaku atas prinsip-prinsip kelestarian dan keberlanjutan ekonomi maka pengendalian dilakukan dengan prinsip kehati hatian (secara adaftif) yaitu salah satunya dapat dilakukan berupa pengurangan intensitas (upaya) penangkapan pada bulan-bulan tertentu terutama saat musim ikan yang menjadi target tangkapan sedang memijah. 4.2. Karakteristik Sumberdaya Ikan 4.2.1. Keragaman Jenis ikan Selama waktu penelitian dilakukan ditemukan sebanyak 24 jenis/spesies ikan yang ada di DLT. Jenis-jenis ikan yang diperoleh ditampilkan dalam Tabel 4.3. Kemungkinan masih ada beberapa jenis ikan lainnya yang belum berhasil ditemukan selama pengamatan terutama akibat kelimpahannya yang rendah sehingga butuh usaha tersendiri untuk mendapatkannya, atau ikan tersebut mempunyai habitat yang spesifik sehingga sulit untuk ditangkap selama pengamatan. Ikan Depik atau Eyas, Relo, Kawan, Nila, Mas dan Mujair merupakan ikan-ikan yang bernilai ekonomis/konsumsi penting di danau ini. Empat jenis pertama adalah ikan-ikan yang berukuran kecil dan biasa ditangkap di perairan danau dengan berbagai macam alat dan cara menangkapnya, sedangkan tiga jenis yang lainnya adalah ikan-ikan yang dipelihara nelayan di dalam keramba jaring apung atau keramba tancap di pinggir danau, walaupun ikan-ikan tersebut juga banyak ditemukan di dalam danau. Ikan Depik (Rasbora tawarensis) merupakan ikan yang paling terkenal dan telah menjadi trade mark Kota Takengon. Ikan ini bersifat endemik (penyebarannya sempit dan hanya dijumpai di DLT). Menurut IUCN (1990), ikan Depik bersama ikan kawan (Poropuntius tawarensis) tergolong ikan yang terancam dan telah masuk daftar merah, hasil evaluasi terakhir menunjukkan kedua ikan ini sudah masuk pada Kategori Critical Endangered (CBSG, 2003). Berdasarkan wawancara dengan sejumlah nelayan, diperoleh informasi bahwa kelimpahan ikan Depik meningkat pada musim penghujan terutama antara September hingga akhir Desember, dimana pada bulan-bulan tersebut turun hujan yang lebat dan bersamaan dengannya bertiup angin Barat Daya. Pada masa tersebut ikan-ikan Depik dewasa bermigrasi dari tengah danau ke sungai-sungai kecil (Didisen) di sekeliling danau untuk memijah. Sayangnya pada saat itulah, penangkapan ikan Depik secara besar-besaran akan terjadi. Tabel 4.3. Nama-nama ikan yang ditemukan di Danau Lut Tawar pada 2013. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama Lokal Sepat batu Bawal Lokot Gabus Lele Lili Sapu-sapu Belut Mujaer Nila Peres Nama Ilmiah Anabas testudineus Cyprinus carpio Chana gochua Channa striata Clarias batrachus Homaloptera gymnogaster Liposarcus pardalis Monopterus albus Oreochromis massambicus Oreochromis niloticus Osteochilus bevicauda/O.kappeni No 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Nama Lokal Palau Kebare Bontok Gegaring/Jejolong Kawan Relo Depik/eas Buntal Gegaring Gegaring Sepat merah Laga Mas pedang Nama Ilmiah Osteochilus hasseltii Osteochilus waandersi Poecilia reticulata Poropuntius tawarensis Puntius tawarensis Rasbora sumatrana Rasbora tawarensis Tetraodon palembngensis Tor douronensis Tor soro Trichogaster trichopterus Trichopis vittata Xiphophorus helleri Secara morfologi ikan Depik, Eyas dan Relo mempunyai karekteristik yang hampir sama sehingga sedikit sulit membedakannya di lapangan. Secara sepintas terlihat ikan Eyas dan Relo memiliki ukuran mata relatif lebih besar berbanding dengan panjangnya. Selain itu ikan Depik dapat dibedakan dari dengan dua jenis terakhir dari sisiknya, sisik ikan Depik akan terasa halus bila diraba, sedangkan sisik ikan Eyas dan Relo lebih kasar (Muchlisin, unpublished data). Untuk menjawab keraguan ini suatu kajian DNA sequencing sedang dilakukan oleh salah seorang anggota tim survey dan segera akan dipublikasikan. Ikan lain yang bernilai ekonomis dan terdapat dalam danau adalah ikan Bawal (Ctenopharyngodon idella) yang dulunya masuk ke danau sekitar tahun 1989 melalui sebuah proyek pemerintah, dimana bibitnya didatangkan dari Sukabumi Jawa Barat. Diprediksi kelimpahannya di DLT tergolong rendah ditandai dengan rendahnya hasil Ikan-ikan tersebut memiliki bentuk dan ukuran tertentu berbeda antara ikan yang satu dengan yang lain, hal ini menunjukkan bahwa ada spesifikasi tertentu pada karakteristik, bentuk dan ukuran tubuh ikan di alam. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon, dan lingkungan (zat hara). Ketiga faktor tersebut bekerja saling mempengaruhi, baik dalam arti saling menunjang maupun saling menghalangi untuk mengendalikan perkembangan ikan (Fujaya,1999). 4.2.2. Beberapa Kajian Biologi Ikan Dominan Danau Laut Tawar 4.2.2.1. Panjang Berat Hubungan panjang berat ikan merupakan pengetahuan yang signifikan dipelajari, terutama untuk kepentingan pengelolaan perikanan. Pentingnya pengetahuan ini sehingga Bayliff ( 1966 ) menegaskan, hubungan panjang-berat ikan dan distribusi panjangnya perlu diketahui, terutama untuk mengkonversi statistik hasil tangkapan, menduga besarnya populasi dan laju mortalitasnya. Disamping itu diperlukan juga dalam mengatur perikanan, yaitu menentukan selektifitas alat tangkap agar ikan-ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap (Vanichkul & Hongskul dalam Merta 1993 ). 1. Ikan Nila 6 5 Ln berat (gram) 4 Ln Berat (gram) Nila Betina N=179 4,5 3,5 3 2,5 2 y = 2,8312x - 3,5701 2 R = 0,9745 r = 0,987 1,5 Nila Jantan N=121 5 4 3 y = 2,7785x - 3,4432 R2 = 0,9658 r = 0,983 2 1 1 0,5 0 0 0 1 2 3 0 4 1 2 3 4 Ln Panjang (cm) Ln Panjang (cm) 2. Ikan Depik Depik betina N=50 Ln Berat (gram) 2,5 2,5 Ln berat (gram) 3 2 1,5 y = 3,099x - 5,1102 2 R = 0,9264 0,962 1 0,5 Depik Jantan N=39 2 1,5 y = 2,9512x - 4,7928 2 R = 0,8979 r=0,948 1 0,5 0 0 2 2,1 2,2 2,3 Ln Panjang (cm ) 2,4 2,5 0 0,5 1 1,5 Ln Panjang (cm ) 2 2,5 3. Ikan Kawan 25 Kaw an Betina N=77 7 3,1528 y = 0,0095x 2 R = 0,9469 15 Kaw an Jantan N=39 6 5 berat (gram) Berat (gram) 20 8 10 4 2,6482 y = 0,0238x 2 R = 0,8529 3 2 1 5 0 0 0 0 2 4 6 8 Panjang (cm) 10 12 2 4 6 8 10 14 Panjang (cm ) 4. Ikan Bontok 4 6 2,6712 Berat (gram) Berat (gram) 5 4 3 Bontok Betina n=634 2 y = 0,0018x1,5945 R2 = 0,7265 3,5 y = 5E-05x 2 R = 0,7861 3 2,5 bontok Jantan n = 546 2 1,5 1 1 0,5 0 0 20 40 60 0 80 0 20 40 Panjang (cm) 60 80 100 120 Panjang (mm) 5. Ikan Relo Relo Betina n = 645 4,5 3,5 1,9825 y = 0,0006x 2 R = 0,6762 3 2,1145 3,5 y = 0,0003x 2 R = 0,6499 3 Berat (gram) Berat (gram) 4 2,5 2 2,5 2 Relo Jantan N=40 1,5 1,5 1 1 0,5 0,5 0 0 0 20 40 Panjang (mm) 60 80 0 20 40 60 80 Panjang (mm) Gambar 4.11. Grafik hubungan panjang berat beberapa jenis ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 Hasil analisis panjang-berat beberapa jenis ikan dominan (Depik, Nila, Relo, Kawan dan Bontok) Gambar 11, di Danau laut Tawar menunjukkan bahwa ikan Nila memiliki pola pertumbuhan yang isometrik, ikan Depik, Kawan dan Relo tergolong allometrik negatif dan ikan Relo tergolong allometrik positif. Pola tertumbuhan tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis, ukuran ikan, umur dan musim. Walaupun ikan Nila di Laut Tawar menunjukkan pola pertumbuhan isometrik hasil studi lain menunjukkan ikan nila juga memiliki pertumbuhan allometrik (Abowei et al., 2009). 4.2.2.2. Kematangan Gonad beberapa Jenis Ikan Dominan a. Nisbah Kelamin Dari tiga jenis ikan dominan yang diamati ikan relo merupakan ikan dengan nilai nisbah kelamin terkecil yaitu pada kisaran 0,007-0,087, diikuti dengan ikan depik sebesar 1,134-1,696 dan yang paling besar adalah ikan bontok yaitu 1,313-1,808). Ikan relo yang diamati 830 ekor (ikan jantan 44 ekor dan ikan betina 786 ekor). Nisbah kelamin di dalam populasi yang memijah dan di dalam kelompok-kelompok umur dan ukuran bervariasi menurut jenis ikannya yang mencerminkan hubungan antara jenis ikan tersebut dengan lingkungannya (Nikolsky, 1969). Ikan Depik yang diamati 1134 ekor (ikan jantan 670 ekor dan ikan betina 464 ekor). Ikan Bontok yang diamati 1658 ekor (ikan jantan 982 ekor dan ikan betina 676 ekor). Nisbah kelamin. Secara umum rasio kelamin ikan Depik, Relo dan Depik selama Nisbah Kelamin (J/B) penelitian disampaikan pada Gambar 4.12. Depik 2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 relo Bontok Depik (1,134 -1,696), relo (0,007-0,087), Bontok (1,313 - 1,808) 0,00 Maret Mei Juni Agustus Bulan Garnbar 4.12. Nisbah kelantin ikan Depik, Relo dan Bontok di Danau Laut Tawar 2013 b. Tingkat Kematangan Gonad Tingkat kematangan gonad dapat di pergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang secara produktif matang dengan pemahaman tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies (Nielson, 1983). a. Ikan Depik b. Ikan Kawan Betina betina Jantan 250 jantan 500 Jumlah Ikan (Ekor) Jumlah Ikan (Ekor) 600 400 300 200 200 150 100 50 100 0 0 I II III IV I V II TKG c. Ikan Bontok (Xiphophorus sp) Betina 450 IV V d. Ikan Relo Jantan 180 400 Jumlah Ikan (Ekor) 350 Jumlah Ikan (Ekor) III TKG 300 250 200 150 100 Betina Jantan 160 140 120 100 80 60 40 50 20 0 I II III IV TKG V 0 I II III VI V TKG Garnbar 4.13. TKG beberapa ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 c. Indeks Kematangan Gonad Nilai indek kematangan gonad bervariasi diantara ketiga jenis ikan, baik yang jantan maupun betina. Gambar 4.13. menjelaskan bahwa rata-rata nilai indeks kematangan gonad jantan lebih besar daripada betina. Hal ini berbeda dengan pendapat Biusing (1998) bahwa pada umumnya nilai indeks kematangan gonad jantan lebih rendah daripada betina. Effendie (1991) menyatakan bahwa sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad akan semakin bertambah besar dan berat sampai batas maksimum ketika terjadi pemijahan. Hal ini terjadi juga pada penelitian ini, yakni pada ketiga jenis ikan indeks kematangan gonad semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. 4.2.2.4. Fekunditas beberapa Jenis ikan Dominan Fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam biologi perikanan, yaitu dalam hubungannya dengan dinamika populasi dan produksi. Dari fekunditas secara tidak langsung dapat diduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan (Effendi, 1997). Dari 4 ikan dominan yang dianalisis ikan depik merupakan ikan dengan fekunditas tertinggi yaitu rata-rata pada kisaran 300-6500 butir dari 97 ekor ikan yang dianalisis, diikuti dengan ikan relo rata-rata pada kisaran 110-525 butir dari 270 ekor ikan yang dianalisis , ikan kawan rata-rata pada kisaran 125-277 butir dari 73 ekor ikan yang dianalisis. Ikan Bontok merupakan ikan dengan fekunditas terrendah yaitu ratarata pada kisaran 15-60 butir dari 495 ekor ikan yang dianalisis (Gambar 4.14). a. Ikan Depik b. Ikan Relo 7 8 N = 96 Ekor Rata-rata fekunditas 2963 Butir 7 Jumlah Ikan (Individu) 6 Jumlah Ikan (Individu) n = 270 Ekor Dengan rata-rata 215 butir 6 5 4 3 2 5 4 3 2 1 1 0 0 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 100 200 300 c. Ikan Bontok (Xiphophorus sp) 500 600 700 800 900 b. Ikan Kawan 4 25 n=495 Ekor Jumlah Ikan (Ekor) 20 Jumlah Ikan (Ekor) 400 Fekunditas (Butir Fekunditas telur (Butir) 15 10 n = 73 Kisaran Jumlah Telur rata-rata 125 s/d 277 3 2 5 1 0 0 20 40 60 80 Jumlah Telur (Butir) 100 120 140 160 0 100 200 300 400 500 Jumlah Telur (Butir) 600 700 Garnbar 4.14. Fekunditas beberapa ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 800 4.2.2.5. Diameter Telur Beberapa Jenis Ikan Dominan Diameter telur ikan bervariasi, baik antara spesies maupun antara individu dalam spesies yang sama. Hasil analisis data sebaran diameter telur 3 jenis ikan dominan Danau Laut Tawar pada TKG III dan TKG IV dapat dilihat pada Gambar 4.15. Ketiga jenis ikan tersebut memiliki sebaran diamater telur yang hampir sama yaitu rata-rata pada kisaran 0,5-1,2 mm. Diameter telur ada hubungannya dengan fekunditas. Makin banyak telur yang dipijahkan (fekunditas), maka ukuran diameter telurnya makin kecil, demikian pula sebaliknya (Tang dan Affandi, 2001). Hal ini juga dikemukakan oleh Wootton (1998) bahwa ikan yang memiliki diameter telur lebih kecil biasanya mempunyai fekunditas yang lebih banyak, sedangkan yang memiliki diameter telur yang besar cenderung memiliki fekunditas rendah. b. Ikan Relo 2500 3000 2000 2500 Jumlah Telur (Butir) (Butir) Jumlah Telur a. Ikan Depik 1500 1000 2000 1500 1000 500 500 0 0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200 1,400 0 - 1,600 0,50 1,00 1,50 Diameter Telur 2,00 2,50 3,00 3,50 Diam eter Telur c. Ikan Kawan 450 400 Jumlah Telur (Butir) 350 n = 2676 Butir kisaran DT adalah 0,447 s/d 1,2 300 250 200 150 100 50 0 - 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 Diameter Telur Garnbar 4.15. Distribusi diameter Telur 3 jenis ikan dominan Danau Laut Tawar 2013 Semakin besar ukuran diameter telur akan semakin baik, karena dalam telur tersebut tersedia makanan cadangan sehingga larva ikan akan dapat bertahan lebih lama. Larva yang berasal dari telur yang besar memiliki keuntungan karena memiliki cadangan kuning telur yang lebih banyak sebagai sumber energi sebelum memperoleh makanan dari luar. Ukuran diameter telur dapat menentukan kualitas yang berhubungan dengan kandungan kuning telur dimana telur yang berukuran besar juga dapat menghasilkan laeva yang berukuran besar. Effendie (1997) menyatakan bahwa semakin berkembang gonad, maka ukuran diameter telur yang ada didalamnya semakin besar sebagai hasil pengendapan kuning telur, hidrasi, dan pembentukan butir-butir minyak. 4.2.3. Karakteristik Biologi a. Plankton Fitoplankton merupakan golongan yang dominan di DLT, baik dari segi jenis maupun kelimpahannya, dimana komunitas fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae lebih mendominasi dan kelas Monogonanta yang mendominasi pada komunitas zooplankton (Gambar 4.16). Terdapat 63 genus plankton yang terdiri dari 47 genus fitoplankton dan 21 gebus zooplankton di DLT, dimana cosmarium (55%) (fitoplankton) dan peridium (92%) (zooplankton) merupakan genus-genus yang dominan (Gambar 4.17). Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya 19 genus (Kartamihardja et al., 1995) dan 46 jenis (Anonimous, 2009). 40 Fitoplankton 45 35 Zooplankton 30 35 25 jumlah Genus (%Individu) Jumlah Genera (%) 40 20 15 30 25 20 15 10 10 5 5 0 0 Chlorophyceae Bacillariophyceae Kelas Dinophyceae Cyanophyceae Mastigophora Crustacea Monogononta Ciliata Sarcodina Kelas Gambar 4.16. % Genus Fitoplankton dan Zooplankton pada setiap kelas yang terdapat di Danau Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013 Cymbella Diatoma Fragilaria Gomphonema Navicula Neidium Nitshcia Pinnularia Surirella Synedra Tabellaria Coconeis Coscinodiscus Melosira Cosmarium Staurastrum Mougeotia Oedogonium Tetraedron Scenedesmus Closterium Coelastrum Oocystis Asterococcus Crucigenia Cyclotella Actinastrum Ulothrix Ankistrodesmus Mycrocystis Aphanocapsa Anabaena Chrococcus Oscillatoria Peridinium Crucigenia Trachelomonas Golenkinia Merismopedia Spondylosium Stauroneis Ceratium 0% 0% 0% 0% 1% 8% 0%0% 0% 0% 1% 0% 0% 1% 0% 6% 1% 0%3%0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% Tetraedron 10% Merismopedia 0% Spirulina Staurastrum Anabaena 12% Cosmarium 55% Phacus Selenastrum Fitoplankton 0% 0% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 1% 0% 10% % 1% 0% 0%1% 0% Peridinium 93% Zooplankton Trachelomonas Euglena Peridinium Diaptomus Nauplius Cyclops Anureopsis Trichocerca Notholca Pleosoma Asplanchna Mytilina Keratella Monostyla Brachionus Actinophyrius Oxytrcha Difflugia Trinema Euglypha 0% 2% Acanthocystis Gambar 4.17. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton yang terdapat di Danau Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013 Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesa senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996). Kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang akan mempengaruhi tingkatan trofik perairan tersebut. Fluktuasi dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama oleh perubahan berbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi populasi plankton adalah ketersedian nutrisi di suatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton dan proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrifikasi yang dapat menurunkan kualitas perairan (Barus. 2004). Hal ini ditunjukkan dengan cukup rendahnya nilai indeks keanekaragaman plankton yang berkisar >2,0 (zooplankton) hingga>2,5 (fitoplankton). Dengan demikian rata-rata indeks keanekaragaman plankton di Danau Laut Tawar pada penelitian ini > 3, 00 bermakna bahwa kondisi komunitas plankton adalah sangat stabil atau sangat mantap. Menurut Dresscher dan Mark bahwa indeks keanekaragaman > 2, 0 menunjukkan kondisi perairan tidak tercemar. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi komunitas plankton pada Danau Laut Tawar tergolong masih alami (tidak tercemar) (Gambar 4.18 dan 4.19). H' Trip 1 H' Trip 2 DI Trip 1 DI Trip 2 Indeks Keanekaragan (H") 2,5 1,0 0,9 0,8 0,7 2,0 0,6 1,5 0,5 0,4 1,0 0,3 Indeks Dominansi (DI) 3,0 0,2 0,5 0,1 0,0 To w er en To D w as To era ar w n1 m O era ne n -O 10 ne m d O ne as a O one r Ka ne 1 b a -On m ya e 5 k m Ka an b a da Ke ya s a b a k an r y M ak a 1 m en n g a 10 y m M aD en a g a s ar M y en a 1 ga m y Kl a 5 itu m da Kl sar itu Kl 1 m i R tu 1 aw 0 m e D R as a aw r e R 1 Be aw m e w an 5 m g da s Be ar Ka Be wa l a wa ng Bi ng n Ka tan 5 m la g D a Ka Bi l a nta sar Bi ng nt an 1 m g 10 m O ut le t 0,0 Stasiun Gambar 4.18. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Fitoplankton Danau Laut Tawar 2013 Indeks Keanekaragaman (H') H' Trip 2 DI Trip 1 DI Trip 2 1,4 1,2 2,5 1 2 0,8 1,5 0,6 1 0,4 0,5 0,2 0 O ne -o n O ed ne a s O -on ar n e To e-o 1 w ne m er a 5 To n D m w a To er sa w an r Be era 1m wa n 1 n 0 Be g d m wa asa Be ng r wa 1 R ng m aw 5 e m D R as aw a e r M Ra 1 m en w ga e 5 M ya m en da Ka m gay sar la eng a 1 Bi a m Ka nta ya la ng 5 m Ka B d la inta asa bi n r nt g an 1 g m Kl 10 it u m da Kl sa it u r Kl 1 it u m D as 10 ar m Ke Ou ba tle Ke Ke yak t ba ba an ya ya ka ka n n 10 m 0 Indeks Dominansi (DI) H' Trip 1 3 Stasiun Gambar 4.19. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Zooplankton Danau Laut Tawar 2013 b. Perifiton Menurut James dan Evison (1978) bahwa perifiton merupakan salah satu organisme yang hidup melekat pada tumbuhan air, batu-batuan serta ranting-ranting sangan baik digunakan dalam menilai kualitas perairan. Diantara jenis-jenis organisme tersebut ada yang sangat sensitif dan ada yang toleran terhadap pencemaran, sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator perairan. Salanki dan Punyi (1975) menyatakan bahwa sebagian besar perifiton terdiri dari fitoplankton yang merupakan produsen pertama dalam perairan (Tropik 1), juga sebagian dalam tropik II yaitu zoogpea, protozoa dan binatang lain yang melekat. Kelas Bacillariophyceae merupakan komunitas perifiton yang mendominasi pada setiap waktu pengamatan dari empat kelas yang diketumukan yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, dan Dinohyceae (Gambar 4.20). 70 Maret Jumlah Spesies (%) 60 Mei 50 40 30 20 10 0 Bacillarisphyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Dinophyceae Kelas Gambar 4.20. Kelimpahan Spesies pada setiap kelas perifiton yang terdapat di Danau Laut Tawar pada Maret dan Juni 2013 Persentase kelimpahan setiap kelas perifiton dengan genus yang mendominasi pada setiap waktu pengamatan tidak mengalami perubahan yang signifikan, pada kelas Bacillariophyceae yaitu genus Navicula dan Cymbella masing-masing 23,68%; 18,46% pada Maret dan 15,56%; 24,44% pada Mei. Chlorophyceae yaitu closterium dan Cosmarium masing-masing sebesar 20,59% pada Maret dan 17,5%; 20% pada Mei, Cyanophyceae yaitu dari genus Oscillatoria dan Anabaena masing-masing sebesar 42,86%; 28,57% pada Maret dan 40%; 20% pada Mei sedangkan pada Kelas terakhir yaitu Dynophyceae baik pada Maret maupun Mei hanya ditemukan satu jenis yaitu Ceratium (Gambar 4.21). 1% 3% 0% 10% % 1% 0% 0% 0% 00% % 1%1% 0% 0% 0% 1% 1% 0%3% 0%2% 0% 4% 2% 0% 1% 0% 0% 0% 0% 3% Ulotrix aequalies 7% 1% 1% 4% 0% 0% 1% 2% 0% 1% 2% 0% 0% 0% 0% 1% 0% 1% 0% 1% 1% 1% 0% 0% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 1% 0% 0% Synedra ulna 7% 2% 1% 0% 0% 0% Fragilaria sp 8% 0% 0% 4% 0% 0% 0% 0% 0% 3% 0% 0% 2% 0% 1% 1% 0% 2% 0% 2% 0% 0% 0% 1% 1% 0% 0% 0% 1% 0% 0% 0% 1% Amphora ovalis Caloneis bacillaris Cocconeis placentula Cymbella aspera Cymbella ehrenbergii Cymbella naviculaformis Cymbella sp Cymbella ventricosa Eunotia sp Fragilaria virescens Gomphonema angustatum Gomphonema gracille Navicula bacillum Navicula cryptocephala Navicula exigua Navicula lanceolata Navicula placentula Navicula spicula Nitszchia capitalla Nitszchia frustulum Nitszchia obtusa Nitszchia spectabillis Pinnularia microstauron Suriella robusta Synedra fabulata Tabelaria sp Navicula pupula Synedra flugens Cyclotella sp Merismopodia elegans Ankistrodesmus falcatus Closterium cornu Closterium gracile Cosmarium brotitys Cosmarium quadratum Cosmarium sp Mougeotia japonica Oedogonium borisianum Scenedesmus quadrispina Spirogyra sp Straurastrum longiradiatum Ulotrix aequalies Oedogonium sp Cosmarium undulatum Anabaena catenula Oscillatoria sp Chroococcus minutus Ceratium hirundinella Amphora normali Caloneis bacillum Cocconeis sp Cymbella custila Cymbella graciles Cymbella prostata Cymbella tumida Diatoma elongatum Eunotia robusta Fragilaria sp Gomphonema contrictum Gomphonema olivaceum Navicula cori Navicula dichepala Navicula falaisiensis Navicula latrerostrata Navicula pygmae Navicula viridis Nitszchia gandersheimiensis Nitszchia kuctzingiana Nitszchia scolaris Pinnularia braunii Rhopalodia gibberulla Suriella tenera Synedra pulchella Navicula rhyncocephala Nedium digustus Rhopalodia sp Gomphonema sp Navicula gracilles Ankistrodesmus spirolis Closterium dianae Closterium porvulum Cosmarium constractum Cosmarium reniforme Crugenia sp Mougeotia sp Oedogonium crispum Scenedesmus sp Spondylosium sp Straurastrum sp Gonatozygon monotaenium Mougeotia sp Desmidium coarctatum Anabaena menderi Oscillatoria tenium Nostoc sp Amphora sp Cocconeis dimunata Cymbella affinis Cymbella cuspidata Cymbella lauceolata Cymbella sinulata Cymbella turgida Ephitemia zebra Fragilaria capucina Gomphonema acuminatum Gomphonema elongatum Navicula anglica Navicula cuspida Navicula elegans Navicula hasta Navicula medisculus Navicula radiosa Nedium sp Nitszchia hungarica Nitszchia linearis Nitszchia sigma Pinnularia gibba Rhopalodia gibba Syndra acus Synedra ulna Suriella sp Nitszchia ricta Surirella elagans Mastogloia sp Navicula mutica Closterium aerosum Closterium juncidum Closterium sp Cosmarium formosulum Cosmarium subcrenatum Eurastrum ansatum Nephrocytium digitus Scenedesmus obliquus Spirogyra minuticrassoidea Straurastrum gracille Staurastrum subsaltan Oedogonium oblongum Ulotrix sp Aphanizomenon flos-aquae Nodularia harveyana Oscillatoria tenuis Oscillatoria sancta Gambar 4.21. Kelimpahan Perifiton (sel/100 ml) Danau Laut Tawar 2013 Perifiton berperan penting dalam sistem rantai makanan di Danau Laut Tawar. Perifiton merupakan sumber daya pakan bagi organisme bentik seperti ikan, udang, kepiting dan moluska. Meskipun perairan Danau Laut Tawar bersifat Oligotrofik (miskin unsur hara), namun apabila dilihat dari kelimpahannya, menunjukkan bahwa perifiton sebagai sumber pakan yang penting bagi biota. Kelimpahan perifiton pada setiap stasiun hampir tidak jauh berbeda, akan tetapai berdasarkan waktu pengambilan sampel pada Juni lebih tinggi daripada Maret, hal ini diduga karena pada Juni air lebih rendah dari pada Maret sehingga mempengaruhi proses masuknya nutrien ke dalam danau ataupun yang keluar dari danau (Gambar 4.22). Tingginya kandungan perifiton di Danau Laut Tawar didukung pula dengn tingginya indeks keanekaragaman perifiton pada setiap stasiun dan waktu pengamatan (Gambar 4.23). Maret Juni 800000 700000 Individu/m2 600000 500000 400000 300000 200000 100000 T TL E O U AK A N NG KA KE LA BA Y BI NT A ER AN E TO W N EO N BU KL IT A O R LE LA AW AY M E NG W AN BE E A G 0 Stasiun Gambar 4.22. Kelimpahan Perifiton (sel/m2) Danau Laut Tawar 2013 Maret 4 Juni Indeks Keanekaragaman (H') 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 TL ET O U YA K AN G KE BA TA N BI N KA LA TO W ER AN EO NE O N LE LA BU KL IT A RA W E EN G AY A M BE W AN G 0 Stasiun Gambar 4.23. Indeks Keanekaragaman (H’) Perifiton Danau Laut Tawar 2013 c. Bentos Makrozoobenthos merupakan satu dari beberapa organisma air yang dapat digunakan sebagai indikator dari tingkat pencemaran suatu perairan. Keberadaan makrozoobenthos erat kaitannya dengan jumlah bahan organik pada sedimen. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 pada 9 stasiun pengamatan di kawasan Danau Laut Tawar yang dimulai dari Outlet hingga ke Kebayakan, jumlah jenis makrozoobenthos yang ditemukan sebanyak 24 genera yang berasal dari 11 famili yaitu Chironomidae, Tubificidae, Lumbriculidae, Thiaridae, Pleuroceridae, Ampullariidae, Viviparidae, Bulimidae, Lymnaeidae, Planorbidae dan Corbiculidae (Gambar 4.24). Maret Juni Kelimpahan spesies (% individu) 45 40 35 30 25 20 15 10 C hi ro no m id ae Tu bi f ic id Lu ae m br ic ul id ae Th ia ri d Pl ae eu ro ce ri d Am ae pu ll a ri i da Vi e vi pa rid ae Bu l im id ae Ly m na ei da Pl e an or bi da C e or bi cu li d ae 5 0 Fam ily Gambar 4.24. Jumlah genera perifiton pada setiap family Danau Laut Tawar 2013 Kelimpahan total macrozoobenthos beragam pada 9 stasiun baik pada Maret maupun pada Agustus. Kelimpahan tertinggi ditemukan di stasiun Outlet pada Maret (Gambar 4.25). 3000 Maret Juni Kelimpahan (Ind/m2) 2500 2000 1500 1000 500 er an To w an Ke ba ya k O ne -O ne e R aw Kl itu an g Be w Bi nt an g Ka la ut Le t O M en ga ya 0 Stasiun Gambar 4.25. Kelimpahan perifiton pada setiap stasiun pengamatan diDanau Laut Tawar 2013 Bila dikaitkan dengan kelimpahan relatif, famili makrozoobenthos yang mendominasi pada stasiun tersebut adalah Tubificidae yang didominasi oleh genus Lymnodrilus sp (Gambar 4.26 dan 4.27). 1400 Maret Juni Kelimpahan Individu (m2) 1200 1000 800 600 400 200 corbicula Anandota Lymnea Helicorbis Viviparus Digoniostoma Bellamya Bellamya Pomacea Pila scutata Pleurocera Brotia sp Melanoides Melanoides Thiara lineata Melanoides Thiara scabra Thiara winteri Aulodrilus Lumbriculus Immature Branchiura Limnodrilus Chironomus 0 Spesies Bentos Indeks Keanekaragaman (H') 3 Trip 1 H' Trip 2 H' Trip 2 DI Trip 1 DI 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 2,5 2 1,5 1 0,5 Ke b ay ak an Kl i tu R aw e Bi nt an g g Ka la Be w an ya en ga n M er a To w -O ne O O ut Le t ne 0 Indeks Dominansi (DI) Gambar 4.26. Kelimpahan genera perifiton pada setiap waktu penelitian di Danau Laut Tawar 2013 Stasiun Gambar 4.27. Indek Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (DI) Organisme Bentos Danau Laut Tawar 2013 4.2.4. Parameter kondisi lingkungan sumber daya ikan Dalam dunia perikanan parameter kualitas air mempunyai peranan yang sangat penting, hal ini dikarenakan nilai kualitas aiar dapat menunjukkan apakah air tersebut layak atau tidak untuk budidaya perikanan. Selain itu, parameter kualitas air juga mampu mendeteksi tingkat kesuburan perairan. Kualitas fisik kimia dan biologi di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang memanfaatkan sumberdaya baik di daratan ataupun di perairan itu sendiri. Pada kegiatan penelitian yang dilakukan pada 2013, pengamatan terhadap parameter perairan dilakukan secara insitu dan exsitu. Parameter perairan yang diamati secara insitu adalah suhu udara, air, kecerahan, kecepatan arus, kedalaman, pH, cuaca, oksigen terlarut (DO), alkalinitas dan hardnes. Exsitu meliputi klorofil, COD, BOD, TP, TN, TDS, TSS, Turbidity dan TOC. Hasil pengukuran suhu air dan suhu udara, fluktuasi suhu udara pada musim hujan dan kering mencapai 4 oC, untuk Suhu air secara keseluruhan cenderung lebih stabil dibandingkan dengan suhu udara antara musim hujan dan kering yaitu pada kisaran 25 o C -26 oC. Menurut Buwono (1993), suhu yang ideal untuk kehidupan ikan dan udang berkisar antara 25-30°C. Fluktuasi suhu air berkaitan erat dengan fluktuasi suhu udara dan ketinggian muka air (Gambar 4.28). Menurut Nastie et al., (2003) dikawasan tropika suhu perairan berkisar antara 25 - 33°C cocok untuk kehidupan ikan. udara Trip 3 air Trip 1 air Trip 2 air Trip 3 40,0 20,0 20,0 15,0 15,0 10,0 10,0 5,0 5,0 0,0 0,0 ar e ut ta w aw R ut le tl O Te lu k Le la bu h/ K an g Ka la Be w Te lu k Te lu k To w O Ke ba ya k Te lu k Stasiun lit u 25,0 Bi nt an g 25,0 M en ga ya 30,0 er an 30,0 ne -o ne 35,0 Suhu Udara (oC) udara Trip 2 35,0 an Suhu Air (oc) 40,0 udara Trip 1 Gambar 4.28. Suhu udara dan air pada Maret, Juni dan Agustus 2013 Keasaman air pada Danau laut Tawar tergolong tinggi dengan nilai aktivitas ion hidrogen (pH) pada kisaran 7.0-8.0 (Gambar 4.29). Menurut Cheng et al., 2003), kisaran pH yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan ataupun udang adalah antara 7 - 8,5. Juni Agustus ta wa r aw e ut R O ut le tl Kl itu Te lu k Le la bu h/ Bi n ta ng an g Ka la Be w Te lu k M en ga y a er an To w O Te lu k Ke ba y Te lu k ne -o ne 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 ak an pH Maret Stasiun Gambar 4.29. pH pada Maret, Juni dan Agustus 2013 COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/l (UNESCO,WHO/UNEP, 1992). Kadar COD yang didapatkan selama penelitian pada Maret dan Juni sebesar 0,25-1 mg/l dan pada Agustus yaitu pada kisaran 5,49-10,32 mg/l, kondisi tersebut mengindikasikan bahwa Danau Laut Tawar masih dalam kategori tidak tercemar karena nilai COD kurang dari 20 mg/l. BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, hasil pengukuran didapatkan pada Maret dan Juni yaitu kisaran 0,25-4,93 mg/l sedangkan pada Agustus berada pada rentang kisaran yang sangat luas yaitu 0,78-12,43 mg/l (Gambar 4.30). 13,5 BOD Trip 1 BOD Trip 2 BOD Trip 3 COD Trip 1 COD Trip 2 COD Trip 3 12,5 10,5 11,5 10,5 9,5 8,5 9,5 6,5 7,5 5,5 6,5 4,5 5,5 COD (mg/l) 7,5 8,5 BOD (mg/l) 11,5 3,5 4,5 2,5 2,5 1,5 1,5 0,5 0,5 -0,5 M en ga y M ad en a g a sar Kl Me ya itu ng 5 /L ay m e K l la b a 1 itu m u /L h d el Kl a b asa itu uh r /L el 10 a Be bu m wa h 1 ng m Be da wa sa r Be ng Ke w 5 ba a n m ya g Ke k a 1 m ba n d ya a Ke ka sar ba n 1 0 y Ke ak m ba an ya 5 ka m O ne n -o 1 m n O ed ne a -o sa O ne r ne 5 To -on m w e1 er a To n m w da er sa a To n 1 r 0 w m er To an 5 w er m an Ra we 1 m da Ra sa we r Ka la Ra 5 m w Bi Ka n ta e 1 n la m Bi g d n Ka ta asa r la n g Bi 1 nt 0 m an g De 1 m de se Ou n t M let en da le 3,5 Stasiun Gambar 4.30. COD dan BOD Danau Laut Tawar 2013 Kandungan oksigen terlarut yang teramati pada Maret, Juni dan Agustus ratarata berada pada kisaran yaitu 5,5-6,7 mg/l (Gambar. 4.31) termasuk konsentrasi yang baik untuk pertumbuhan biota perairan yaitu antara 5-7 mg/l (Kordi dan Tancung, 2007). Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam air. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfir. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak, kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. 9,00 Agustus Maret Juni 8,00 DO (mg/l) 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 Ke ba y Ke aka ba n d y as ar K ak Te eb an luk ay 10 a m k O Te ne an 1 luk -o n m e O Te d luk ne-o asa r n O ne e 5 To -o n m we e 1 r To an m we da ra sa r Te luk To n 1 0m w M e Te e ng ran luk ay 1 m Te Me a da luk ng sa Te Me aya r luk ng 5 m a B y Te ew a a 1 luk ng m Te B e D a luk w a sa r n Ka Bew g 5 la m bin ang Ka 1 t la ang m bi d Ka ntan a sa r Le la b g 10 la b int m uh ang /K Le 1 m la b litu u d Le h/k asa r la b litu Te uh 10 m luk /kli tu Te R aw 1 m luk e R a d as Te ar luk we R 10 Ou aw m t le e 1 t lu m t ta wa r 0,00 Stasiun Gambar 4.31. Oksigen Terlarut Danau Laut Tawar pada Maret Juni dan Agustus 2013 Total nitrogen adalah penjumlah dari nitrogen anorganik berupa N-N03, NN02, N-NH3 yang bersifat terlarut dalam nitrogen organik yang berupa partikulat, tidak larut dalam air (Mackereth et al., 1989). Nilai kisaran TN rata-rata antara 0,083-2,798 mg/l. Wardoyo (1982) dalam Resti (2002) mengatakan bahwa alga khususnya fitoplankton dapat tumbuh optimal pada kandungan nitrat sebesar 0,09-3,5 mg/l. Pada konsentrasi dibawah 0,01 mg/l atau diatas 4,5 mg/l nitrat dapat merupakan faktor pembatas. Ditinjau dari kandungan nitrat Danau Laut Tawar memiliki kesuburan perairan optimum. Posfat adalah bentuk fosfor yang dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972). Total fosfat adalah fosfor baik berupa partikulat maupun terlarut, berupa anorganik maupun organik. Fosfor anorganik contoh ortofosfat dan fosfor organik adalah perairan yang banyak mengandung bahan organik. Nilai kisaran TP rata-rata antar 0,2-3,4 mg/l. Menurut Yoshimura dalam Liaw, (1969). Klasifikasi perairan berdasarkan kadar fosfat total adalah 0 - 0, 02 mg/1 perairan dengan tingkat kesuburan rendah, 0,021-0,05 mg/1 TN trip 1 TN Trip 2 TN trip 3 TP trip 1 TP Trip 2 TP trip 3 3 2,5 TN (mg/l) 2 1,5 1 0,5 M en ga M ya en da g a sar M y K lit eng a 5 u m K /Le aya lit la u/ bu 1 m Le h K la da lit b u sa u/ h Le 10 r la m Be b uh w an 1 m Be g d w asa a B n r K ew g 5 eb a m ay n g K ak 1 eb an m ay d K aka asa eb n r a 1 K y ak 0 m eb an ay 5 a O kan m ne -o 1 m O ne d ne - asa O o ne r ne 5 To -o n m w e1 T o er an m w er das a To n 1 ar w 0m e T o r an w 5 er m a Ra n 1 w m e Ra dasa w r K e al a Ra 5 m K Bin we al a tan 1 m B g K inta d as al a n g ar Bi 1 0 nt an m g D 1 ed m es en Out M let en da le 0 8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 TP (mg/l) tingkat kesuburan sedang dan 0,051-0,1 tingkat kesuburan tinggi. Stasiun Gambar 4.32. TN dan TP pada Maret, Juni dan Agustus 2013 Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam yang dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Nilai alkalinitas yang baik di perairan berkisar antara 30-500 mg/l CACO3 (Efendi, 2000). Perairan yang nilai alkalinitasnya lebih kecil dari 40 mg/l disebut sebagai perairan lunak. Nilai alkalinitas pada musim air besar (Maret) dan air kecil (Agustus) pada kisaran 41-180 mg/l dan berbanding terbalik dengan masa peralihan dari air besar menuju air kecil (Juni) yaitu pada kisaran 2-6 mg/l. 200 180 Hardness Maret Hardness Juni Hardness Agustus Alkalinitas Juni Alkalinitas Agustus Alkalinitas Maret 180 160 160 140 140 Hardnes (mg/l) 200 120 120 100 100 80 80 Alkalinitas (mg/l) 220 60 60 40 20 20 0 0 Ke b ay a Ke kan ba ya dasa k r Te Keb an 1 lu k ayak 0 m On an Te e - o 1m lu k ne Te On dasa lu e- o r k n On e 5 e To - on m e1 w er m To a n d a w er sar a Te lu Tow n 10 k m er M Te eng an 1 ay lu m k a Te Me das ng ar lu k Te M aya en 5 lu m g k Be aya Te wa 1 ng m lu k D Te Bew as lu an ar k Ka Be g 5 w m la bi ang 1 Ka nta la ng m da bi Ka ntan sar Le l a b g 1 0 lab int m uh an Le /K l g 1 lab itu m da uh Le /kl s ar lab itu Te uh/k 10 m lu k litu Te Raw 1 m lu k e da R Te aw sar e1 lu k 0 Ou Raw m tle e tl 1m ut taw ar 40 Stasiun Gambar 4.33. Alkalinitas dan Hardnes Danau laut Tawar 2013 Kesadahan atau Hardnes adalah kandungan mineral tertentu di dalam air, umumnya yaitu ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air sadah atau sering disebut dengan air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi. Kecerahan air bergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan, Kecerahan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Hasil pengukuran kecerahan pada Maret, Juni dan Agustus di 9 stasiun kompleks Danau Laut Tawar ratarata berkisar 273,33-385,93 cm. Sangat tingginya kecerahan menunjukkan rendahnya kandungan partikel lumpur di perairan tersebut. Air yang baik untuk kolam ikan mempunyai kecerahan berkisar antara 40- 80 cm (Wardoyo, et.al., 1995). Kedalaman adalah suatu keadaan yang menunjukkan tinggi rendahnya air dengan satuan meter (m). kecerahan Trip 2 kecerahan Trip 3 Kedalaman Trip 1 Kedalaman Trip 2 Kedalaman Trip 3 600 60 500 50 400 40 300 30 200 20 100 10 lu t ta w ar R aw e le t O ut /K lit u Te lu k g la bu h Bi nt Le ew an Ka la B an g a ga y Te lu k M en er a Te lu k e O To w -o n ne ak ay Te lu k Ke b n 0 an 0 Kedalaman (m) Kecerahan (cm) kecerahan Trip 1 Stasiun Gambar 4.34. Kecerahan dan Kedalaman pada Maret, Juni dan Agustus Danau laut Tawar 2013 Total Suspended Solid (TSS) atau padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen. Berdasarkan hasil pengukuran pada tiap stasiun menunjukkan bahwa kandungan TSS di perairan Danau Laut Tawar dalam kriteria baik yaitu rata-rata pada kisaran 5,3-7,8 mg/l menurut Canter dan Hill (1981) (Tabel 4.4). Tabel 4.4. Kriteria kualitas perairan berdasarkan kandungan total bahan tersuspensi (Canter and Hill, 1981) Kandungan Total Bahan Tersuspensi Kriteria Kualitas Air (mg/l) <4 Sangat Baik 4 - 10 Baik 10 - 15 Sedang 15 - 20 Miskin 20 - 35 Buruk Diantara tiga waktu pengamatan pengamatan pada saat air kecil sangat tinggi dibanding pada saat air besar. Hal ini disebabkan karena pada saat air kecil proses pergantian air sangat kecil sehingga air lebih pekat. Peningkatan kandungan TSS diduga berhubungan erat dengan aliran air yang membawa bahan-bahan yang terlarut ke perairan yang lebih rendah atau dari hulu ke hilir. Peningkatan nilai TSS ini juga dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya semakin banyak terjadi penggundulan hutan yang menyebabkan terjadi pengikisan tanah yang masuk ke erairan melalui proses run-off. Total Dissoved Solid (TDS) adalah jumlah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram per liter (mg/l). TSS (mg/l) 200 TDS Trip 1 TDS Trip 2 TDS Trip 3 TSS Trip 1 TSS Trip 2 TSS Trip 3 30 25 20 150 15 100 10 50 TDS (ppm) 250 5 Outlet Dedesen Mendale Kala Bintang 1 m Kala Bintang 10 m Rawe 1 m Stasiun Kala Bintang dasar Rawe 5 m Rawe dasar Toweran 1 m Toweran 5 m Toweran 10 m One-one 1 m Toweran dasar One-one 5 m One-one dasar Kebayakan 1 m Kebayakan 5 m Kebayakan 10 m Bewang 1 m Kebayakan dasar Bewang 5 m Bewang dasar Klitu/Lelabuh 1 m Klitu/Lelabuh 10 m Mengaya 1 m Klitu/Lelabuh dasar Mengaya 5 m 0 Mengaya dasar 0 Gambar 4.35. TSS dan TDS Danau laut Tawar pada Maret, Juni dan Agustus 2013 Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisne lain (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991dalam Effendi 2003). Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan dan tumbuhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air, pada Danau Laut Tawar nilai Turbidity masih dalam kondisi rendah yaitu pada kisaran 0,36-0,52 (Gambar 4.36). Hatta (2002) menyatakan bahwa konsentrasi klorofil-a di permukaan perairan dapat dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu : Konsentrasi klorofil-a rendah (< 0,07 mg/m3); sedang (0,07 - 0,14 mg/m3); dan tinggi (> 0,14 mg/m3). (Tabel 4.5) Tabel 4.5. Status Trofik Perairan Berdasarkan Konsentrasi Klorofil-a Status Trofik Klorofil-a (μg/l) Oligotrofik <2 Mesotrofik <5 Eutrofik < 15 Hipermetrofik = 200 (Sumber:Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 28 Thn 2009). Hasil pengukuran konsentrasi klorofil yang berada pada kisaran 5,0-7,2 baik pada Maret, Juni maupun Agustus mengindikasikan bahwa status tropik perairan Danau Laut Tawar berada pada kisaran status mesotrofik hingga eutrofik 2 1,8 Turbidity Trip 1 Turbidity Trip 2 Turbidity Trip 3 50 Klorofil Trip 1 Klorofil Trip 2 Klorofil Trip 3 40 1,4 30 1,2 1 20 0,8 Klorofil Turbidity (NTU) 1,6 10 0,6 0,4 0 0,2 Outlet Dedesen Mendale Kala Bintang 1 m Kala Bintang 10 m Rawe 1 m Kala Bintang dasar Rawe 5 m Rawe dasar Toweran 1 m Toweran 5 m Toweran 10 m One-one 1 m Toweran dasar One-one 5 m One-one dasar Kebayakan 1 m Kebayakan 5 m Kebayakan 10 m Bewang 1 m Kebayakan dasar Bewang 5 m Bewang dasar Klitu/Lelabuh 1 m Klitu/Lelabuh 10 m Mengaya 1 m Klitu/Lelabuh dasar Mengaya 5 m -10 Mengaya dasar 0 Stasiun Gambar 4.36. Turbidity dan Klorofil Danau Laut Tawar 2013 Daya Hantar Listrik adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan arus listrik. Semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi maka akan semakin tinggi nilai DHLnya. Nilai kisaran DHL selama penelitian masih masuk pada kategori perairan alami dimana dari hasil pengukuran 28 stasiun Danau Laut Tawar berkisar 90-214 µS/m (Gambar 4.34). Boyd (1979) mengatakan bahwa nilai DHL perairan alami sekitar 20 - 1500 µ S/em. TOC (mg/L) Juni TOC (mg/L) Agustus DHL (Ms/cm) Juni 50 0,105 0,1 TOC (mg/l) 40 0,095 30 0,09 20 0,085 10 0 M en ga M ya en D Kl a it u M gay sa e a r Kl (Le nga 5 it u lab y m ( u a Kl Lel h) D 1 m it u ab a (L uh sar el ) 1 Be abu 0 m wa h) n 1 Be g D m wa as B Ke e ng ar ba wa 5 m y Ke ak ng ba an 1 m y D Ke ak as ba an ar O ya 10 ne ka m -o n n 1 O eD m ne a s O -on ar To ne- e 5 w on m e e To ran 1 m w Da er s To an ar w 10 er R an m aw 1 e D m R as aw a Ka e r la B R 5 Ka int awe m la an 1 B g m Ka int Da la ang sa r Bi 1 nt 0 an m g 1 m O ut le t 0,08 Stasiun Gambar 4.37. DHL dan TOC Danau Laut Tawar 2013 DHL (Ms/cm) 60 DAFTAR PUSTAKA Cooper WC, Seiford, LM, Tone, Kaoru. 2004. Massachusets: Kluwer Academic Publisher. Data Envelopment Analysis. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh, 2012. Statistik Perairan Umum Aceh. Fare, R. S., S. Grosskopf, & E. Kokkelenberg. 1989. Measurring Plant Capacity Utilization and Technical Change: A Nonparametric Approach. Int. Econ. Rev. 30: 655-666. Fare R. Grosskopf S and Lovell CAK. University Press, Commbridge. 1994. Production Frontiers. Cambridge Fauzi, A. & Suzy Anna. 2005. Data Envelopment Analysis (DEA) kapasitas perikanan di periaran pesisir DKI Jakarta. Permodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan: untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: P.T. Gramedia Pustakan Utama.343 hal. Metzner R. 2005. Fishing Aspiration & Fishing Capacity Key Management Issues. Paper Presented in Conference on The Governance of High Seas Fisheries and the Fish Agrement: Moving from words to Action. International Journal Marine and Costal Law 20 (3-4): 469-478. Muldoon,G.J. 2009, Innovation and capacity in fisheries : value-adding and the emergence of the live reef fish trade as part of the Great Barrier Reef reef-line fishery. Phd thesis, James Cook University, http://eprints.jcu.edu.au Husnah, zulkarnaen Fahmi, Azwar Said, Melfa Marini, Apriyadi, Raider Sigit Junianto, Rusmaniar, Mersi dan Rosidi; 2012. Potensi Produksi dan Karakteristik Sumberdaya Ikan di Kreung Peusangan, Provinsi Aceh. Laporan Akhir Tahunan/Akhir. Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum. Palembang. 65 hal Muchlisin Z.A. 2008b. Ikan depik yang terancam punah. Bulletin Leuser,6 (17): 9-12 IUCN. 1990. 1990 IUCN red list of threatened animal. IUCN, Gland and Cambrige. Jutting, B.W.S.S. 1956. Systematic studies on the non marine mollusca of the Indo- Australia Archipelago. Treubia 28 (2): 259-477.63 CBSG. 2003. Conservation Assessment and Management Plan for Sumatran Threatened Species: Final Report. IUCN SSC Conservation Breeding Specialist Group, Apple Valley, MN, USA. Kartamihardja, E.S., H. Satria and A.S. Sarnita. 1995. Limnologi dan potensi produksi ikan danau laut tawar, Aceh Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 1(3): 11-25. Lampiran 2. Jenis-jenis ikan Danau Laut Tawar 2013 Ikan Depik Ikan Nila Ikan Kawan Ikan Relo Ikan Mut Ikan Palau Ikan Kerling Ikan Belut Ikan Sapu-sapu Pedang Kuning Ikan Peres Ikan Gabus Ikan Lokot Ikan Sepat Ikan Sepat Siam Ikan Mujaer Ikan Iken Ikan Bawal Ikan Keperas Ikan sepat batu/betok Lobster Kepiting Kijing udang Lampiran 3. Dokumentasi Pemaparan dengan Bupati Aceh Tengah 2013 Lampiran4. Beberapa Enomerator Danau Laut Tawar 2013 Lampiran 5. Sampel Hasil Eksperimen, Feeding Habit dan Koleksi Enomerator Lampiran 6. Beberapa hasil penelitian BP3U diinformasikan kepada masyarakat 2012-2013 yang telah 1. Bupati Tegaskan Kelola Danau Lut Tawar Mesti Dengan Kajian Ilmiah Presentasi dan diskusi singkat Tim Peneliti BP3U Palembang dengan Bupati Aceh Tengah Ir. H. Nasaruddin, MM. (Lintas Gayo | Munawardi) Takengon | Lintas Gayo – Bupati Aceh Tengah sangat mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti dari Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U) Palembang Kementerian Kelautan Perikanan RI yang dipimpin Dr. Ir. Husnah, M.Phil yang telah banyak memberikan data-data terbaru mengenai Sumber Daya Perikanan perairan Danau Lut Tawar dan Sungai Pesangan. Menurut Bupati, Ir. H. Nasaruddin, MM, selama ini pihaknya sangat minim memiliki data, sehingga kebijakan pengelolaan terhadap Danau Lut Tawar hanya dilakukan secara empiris berdasarkan pengalaman bukan berdasarkan kajian ilmiah, dan kedepannya kebijakan pengelolaan Danau Lut Tawar akan dilakukan dengan mempertimbangkan kajian ataupun rekomendasi ilmiah. Sementara itu Plt. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah drh. Rahmandi menyatakan bahwa Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah merupakan perpanjangan tangan pemerintah daerah mendukung penelitian di Danau Lut Tawar. Dirinya sangat senang dengan adanya penelitian tersebut apalagi dengan beredarnya beberapa isu di kalangan masyarakat bahwa Danau Lut Tawar telah mengalami kerusakan dan perairannya tercemar terutama disebabkan oleh kegiatan budidaya jaring apung. Sementara Kabid. Budidaya Perikanan Iwan Ernis, S.Pi yang didampingi salah seorang stafnya Iwan Hasri, M.Si juga menyampaikan bahwa tahun ini akan diadakan kajian terhadap sumberdaya perikanan di Danau Lut Tawar mengenai daya dukung kegiatan budidaya ikan di Danau Lut Tawar dan penetapan zonasi pengelolaan dan pemanfaatan kawasan Danau Lut Tawar, sehingga dapat ditentukan lokasi dan besaran jumlah unit budidaya jaring apung dan penentuan kawasan lindung bagi sumberdaya ikan endemik Depik, Eyas dan Kawan di Danau Lut Tawar. (Munawardi) - See more at: http://www.lintasgayo.com/35582/bupati-tegaskan-kelola-danaulut-tawar-mesti-dengan-kajian-ilmiah.html#sthash.WaKqlKhA.dpuf 2. Danau Lut Tawar Tercemar Logam Berat http://www.lintasgayo.com/39326/danau-lut-tawar-tercemar-logamberat.html Kondisi outlet atau saluran keluar Danau Lut Tawar atau hulu Sungai Peusangan serta kawasan Kebayakan.(Lintas Gayo | Muna) Takengon | Lintas Gayo – Peneliti senior Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U) Balitbang-KP Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Dr. Husnah,M.Phil, menyatakan bahwa Danau Lut Tawar telah tercemar logam berat, walaupun secara keseluruhan perairan Danau Lut Tawar masih tergolong tercemar ringan sampai dengan mendekati sedang. Pernyataan ini disampaikan pada saat mempresentasikan hasil penelitiannya yang telah dilaksanakan selama dua tahun terakhir di Danau Lut Tawar dan Sungai Peusangan pada acara pembukaan Focus Group Discussion (FGD) di opsroom Setdakab Aceh Tengah, Senin (27/5/2013). Dikatakan, pengamatan terhadap kandungan logam berat diperairan Danau Lut Tawar dilakukan terhadap sedimen substrat dasar perairan Danau Lut Tawar dan Sungai Peusangan. Keberadaan logam berat Kadmium (Cd) terdapat di stasiun pengamatan Kala Bintang, Kebayakan dan Outlet Danau Lut Tawar sementara di stasiun pengamatan sepanjang Sungai Peusangan tidak terdeteksi adanya logam berat kadmium, sementara kandungan logam berat Timah Hitam (Pb) terdeteksi hampir diseluruh stasiun pengamatan kecuali di lokasi Lelabu yang tidak terdeteksi sama sekali. Kandungan logam berat didalam perairan akan mempengaruhi kandungan logam berat pada ikan, khususnya ikan pemakan substrat dasar perairan atau ikan yang bersifat bentopelagik. Depik Aman “Pengamatan terhadap organ daging, insang dan hati ikan Depik tidak menunjukkan adanya kandungan logam berat artinya Depik aman dari kandungan logam berat,” ujar Husnah. Namun, lanjut Husnah, berbeda dengan ikan Nila (Oreochromis niloticus) ternyata pada organ hati ikan Nila mengandung logam berat Kadmium (Cd) dan Timah Hitam (Pb) yang sangat tinggi melebihi ambang batas maksimal yang diperbolehkan oleh badan pangan dunia FAO maupun BPOM RI khususnya ikan Nila yang berasal dari lokasi Sungai Peusangan dan Kala Mampak yang telah mencapai 90,0 mg/kg logam Timah Hitam (Pb) dan 5,0 mg/kg logam Kadmium (Cd), sementara kandungan logam berat yang diperbolehkan oleh Food Agriculture Organization (FAO) maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah 0,02 mg/kg berat basah. Tingginya kandungan logam berat ini diduga berkaitan dengan limbah yang berasal dari kegiatan di wilayah kota Takengon. Selain itu penggunaan pestisida pada kegiatan pertanian dan perkebunan juga berpengaruh terhadap kandungan logam berat diperairan. Keberadaan logam berat pada bahan konsumsi sangat berbahaya bagi tubuh dan kesehatan manusia karena bersifat racun (toxic) dan karsinogenik atau penyebab atau pemicu segala jenis kanker. “Untuk itu sementara ini hindari dulu mengkonsumsi organ hati ikan Nila,” saran Husna yang memiliki spesialisasi keilmuan bidang toksikologi perairan ini.(Muna Ardi/red.04). - See more at: http://www.lintasgayo.com/39326/danau-lut-tawar-tercemarlogam-berat.html#sthash.c0uVaG3l.dpuf 3. Kualitas Air Weh Peusangan Diteliti Peneliti dari BP3U Palembang, Husna (Sebalah kiri) dan Muchlisin ZA, peneliti dari Unsyiah (kanan). (Lintas gayo | Khalisuddin) Takengon | Lintas Gayo - Sejumlah peneliti dari Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U) yang berpusat di Palembang Sumatera Selatan sejak beberapa hari ini melakukan penelitian di sepanjang sungai Peusangan yang berhulu dari Danau Lut Tawar, melintasi Kabupaten Bener Meriah dan Bireuen sebelum bermuara di laut. Kepada Lintas Gayo dijelaskan Husna, ketua tim peneliti tersebut, Selasa (6/3) tujuan penelitian yang mereka lakukan adalah untuk mengetahui potensi produksi dan karakteristik sumber daya ikan di sungai Peusangan dari hulu sampai akhir. “Hasil penlitian ini berguna untuk rencana pengembangan ekonomi masyarakat dibidang perikanan di tiga kabupaten tersebut,” ujar Husna saat melakukan survey lokasi (stasiun-red) penelitian di kampung Bah Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah. Dan dalam penelitian ini, lanjut peneliti kelahiran Palembang ini pihak BP3U bekerjasama dengan pemerintah 3 kabupaten, Aceh Tengah, Bener Meriah dan Bireuen serta didukung penuh oleh peneliti dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Sementara untuk kabupaten Aceh Tengah, mereka telah menetapkan 4 lokasi stasiun penelitian diantaranya di hulu Peusangan tepatnya di Totor Bale, Lokop Badak Pegasing, Angkup Silih Nara dan di Kampung Bah Kecamatan Ketol. (Khalisuddin) See more at: http://www.lintasgayo.com/20570/kualitas-air-weh-peusanganditeliti.html#sthash.bMSrnLD7.dpuf 4. Ikan Depik Bisa Dibudidayakan Dr. Husnah, M. Phil Takengon | Lintas Gayo – Peneliti senior dari Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U) Kementerian Kelautan dan Perikanan Palembang, Dr. Husnah, M.Phil menyatakan ikan Depik (Rasbora tawarensis) bisa dibudidayakan. Pernyataan tersebut disampaikan pada acara Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terarah yang dilaksanakan sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menjaring data pada rangkaian penelitian terhadap sosial ekonomi perikanan di Danau Lut Tawar yang dilaksanakan atas kerjasama Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah dengan BP3U Palembang di ruang Opsroom Setdakab Aceh Tengah, Senin, 27 Mei 2013. Berdasarkan hasil penelitian Tim BP3U, ikan Depik (Rasbora tawarensis) yang selama ini dianggap sebagian masyarakat sekitar Danau Lut Tawar sebagai ikan keramat atau ikan suci yang tidak dapat dibudidayakan ternyata tidak benar. Dipaparkan Husnah, telur ikan Depik yang diperoleh dari Didisen ternyata dapat menetas dalam waktu 24 Jam dan setelah menetas dua hari larva ikan depik yang berbentuk seperti kecebong berukuran sangat kecil mulai membutuhkan pakan berupa plankton. Dr. Husnah menceritakan, banyak sekali telur ikan Depik terdapat disekitar lokasi didisen yang setiap hari dirusak dengan cara dikayuh oleh nelayan didisen agar dapat hanyut keluar dari didisen sehingga tidak mengotori didisen mereka. Perlakuan seperti ini tentunya dapat merusak telur-telur ikan Depik yang sudah dibuahi itu keluh Husnah menyayangkan hal itu, yang kembali menerangkan bahwa ribuan bahkan jutaan telur atau larva ikan Depik akan mati sia-sia sehingga mengganggu proses reproduksi alami ikan Depik di Danau Lut Tawar yang tentu saja mempercepat turunya jumlah populasi ikan Depik, selanjutnya berdampak langsung terhadap semakin menurunnya produksi hasil tangkapan. Sebagai solusi agar nelayan Didisen dapat berkontribusi terhadap upaya pelestarian ikan Depik, Dr. Husnah menyarankan kepada para nelayan agar dapat membuatkan saluran khusus di Didisen agar telur-telur ikan Depik dapat menetas dan larvanya dapat tumbuh kembali menjadi dewasa. “Saya rasa tidak banyak habis biaya untuk membuat saluran itu jika dibandingkan dengan penghasilan dari menangkap ikan Depik yang mencapai beberapa kaleng dan bernilai jutaan rupiah tiap bulannya,” himbau Husnah kepada para nelayan. Dalam paparannya, Dr. Husnah juga menunjukkan video menetasnya telur ikan Depik menjadi larva anak ikan yang berhasil didokumentasikannya melalui pengamatanya dibawah mikroskop. Jadikan Ikon Daerah Dalam kesempatan itu, Dr. Husnah, M.Phil juga mencetuskan jika ikan Depik (Rasbora tawarensis) dan ikan Kawan (Propuntius tawarensis) sangat baik sekali jika dijadikan ikon daerah. Dia mengaku juga telah menyarankan hal tersebut kepada Wakil Bupati Aceh Tengah saat mengadakan audiensi dan diskusi tentang kegiatan penelitian yang dilaksanakannya bersama tim di Danau Lut Tawar beberapa waktu lalu. “Ini merupakan hal yang sangat luar biasa”, ungkap Husnah dengan nada haru. Kita harus bangga karena Danau Lut Tawar menyimpan sumberdaya ikan yang hanya ada satu-satunya di dunia. Bayangkan jika Depik dan Kawan punah maka dunia juga akan kehilangan. Timpal Husnah. Kegiatan ini diikuti oleh pemangku kepentingan Danau Lut Tawar yang terdiri dari Nelayan, Pembudidaya Ikan, Pemerhati Danau Lut Tawar, instansi pemerintah dan lain-lain. (Muna Ardi/Red.03). - See more at: http://www.lintasgayo.com/39354/ikan-depik-bisadibudidayakan.html#sthash.nC5Hv9dr.dpuf