a. pendahuluan - stikes a. yani cimahi

advertisement
28
HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS(FREE SEX PADA
REMAJA DI SMA ANGKASA LANUD HUSEIN SASTRANEGARA BANDUNG
Lela Juariah, Achmad Setya Roswendi, dan Dewi Mutiara Permatasari
Stikes Achmad Yani Cimahi
ABSTRAK
Di SMA Angkasa Lanud Husein sastranegara Bandung terdapat 2 kejadian free sex yang terjadi
pada tahun 2011. Hal ini disebabkan oleh mekanisme koping mereka yang lemah atau
maladaptif.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara mekanisme
koping dengan perilaku seks bebas pada remaja di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara
Bandung.
Jenis penelitian ini adalah deskriftif korelatif.Populasinya adalah siswa siswi SMA Angkasa Lanud
Husein Sastranegara Bandung yang berjumlah 662 siswa.Pengambilan sampel menggunakan
teknik propotional random sampling dengan jumlah sampel 87 responden.Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Analisis penelitian melalui dua tahap yaitu
analisis univariat persentase dan analisis bivariat dengan menggunakan statistik uji chi – square
dengan derajat kemaknaan p value< 0,05.
Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang memiliki mekanisme koping yang maladaptif
(41,4%) dan responden yang melakukan seks bebas (49,4%). Dari hasil uji bivariat terdapat
hubungan antara mekanisme koping yang maladaptif dengan yang melakukan perilaku seks bebas
(Free sex) dengan p value 0,000.
Saran yang dapat penulis sampaikan terkait dengan penelitian ini antara lain diperlukan upaya
meningkatkan mekanisme koping yang tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain guna
menghindari perilaku sex bebas melalui kerjasama antara perawat, sekolah dan lembaga MCR –
PKBI dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman melalui pendidikan kesehatan
reproduksi remajamengenai bahaya dari seks bebas dan cara meningkatkan mekanisme koping
yang baik bagi siswa remaja.
Kata Kunci : Mekanisme Koping, Perilaku Seks Bebas (Free Sex), Deskriptif korelatif
Kepustakaan : 23 (1989 - 2012)
A. PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa yang indah, banyak hal yang terjadi dalam masa transisi dari
masa kanak – kanak menuju dewasa. Batasan usianya tidak ditentukan dengan jelas, tetapi
kira – kira berawal dari usia 12 tahun sampai akhir usia belasan, saat pertumbuhan fisik mulai
lengkap. Selama periode ini orang muda membentuk maturasi seksual dan menegakan
identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga.Periode maturitas seksual yang
mengubah seorang anak menjadi dewasa yang matang secara biologis yang mampu
melakukan reproduksi seksual terjadi dalam periode sekitar 3 atau 4 tahun (Atkinson, 2002).
Menurut psikologi freud (dalam Radjab, 2006), kaum muda atau remaja adalah
seseorang yang mulai memasuki pubertas yang ditandai kematangan alat seksual
diantaranya dapat memberikan keturunan, masa awal pubertas diperkirakan antara 12-14
tahun dan berakhir 18-22 tahun. Tapi aspek penting pubertas ini adalah perubahan emosi
yang muncul bersamaan dengan perubahan fisik. Remaja adalah kelompok usia yang secara
29
seksual aktif, terjadi peningkatan hasrat seksual, tetapi budaya dan agama belum memberi
peluang untuk penyalurannya. Akibat dari hal yang bertentangan tersebut emosi remaja
menjadi labil. Bila labilitas emosi tidak terkontrol akan munculnya perilaku menyimpang.
Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan
munculnya dorongan-dorongan seksual sehingga menimbulkan problem tentang seksual
pada remaja. Problem tentang seksual remaja berkisar masalah bagaimana mengendalikan
dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan organ-organ
reproduksinya.
Dari beberapa bukti tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang dimiliki oleh
remaja saat ini sangat beresiko tinggi untuk terpengaruh oleh lingkungan tempat mereka
bergaul.Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak.Hal ini terkadang yang
menjadi stressor tersendiri bagi orang tua.Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran
ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.
Adapun masalah seksual yang akan dihadapi oleh remaja antara lain pelecehan seksual,
homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003).
Beberapa kasus yang membuat tercetusnya Free sex adalah adanya dorongan seksual
yang dialami remaja dimana rasa ketertarikan terhadap lawan jenis tidak dapat mereka
kendalikan dengan baik. Pada awalnya mereka merasa hanya dengan bersentuhan dengan
lawan jenis atau sesama jenis dapat memuaskan dorongan seksual tersebut namun pada
kenyataannya hal itu tidak cukup. Sehingga remaja mulai mengeksplor rasa penasarannya
tersebut dengan mencoba hal yang lebih jauh bukan sekedar bersentuhan saja, seperti :
berciuman, menyentuh alat kelamin bahkan lebih jauh lagi melakukan hubungan pranikah.
(Sumiati,Dkk, 2009).
Fakta yang menyatakan kehamilan remaja di Amerika Serikat : hampir 75% dari gadis
berusia 20 tahun mengalami hamil diluar nikah dikarenakan mereka melakukan hubungan
seksual diluar nikah secara berkesinambungan dan Amerika Serikat memiliki angka
kehamilan pada remaja tertinggi sekitar 840.000 remaja hamil setiap tahunnya. Hampir
sepertiga dari bayi – bayi hasil hubungan seksual diluar nikah ini diaborsi (Scherrer, 2004).
Hasil survey “Youth Seksuality Study 2001” oleh family Planning Asociation Amerika
serikat tahun 2007, dilakukan wawancara terhadap 6000 orang berusia 12-27 tahun.
Ditemukan pula fakta hampir 9% remaja pria dan 5% remaja putri berusia 14-18 telah
memiliki pengalaman seksual . Temuan ini melonjak tajam bila dibandingkan dengan data 10
tahun yang lalu, dimana hanya 1,2% remaja putra dan 0,2% remaja putri yang memiliki
pengalaman serupa. Sementara pria maupun wanita berusia 18-27 tahun juga memiliki
aktifitas seksual yang lebih pada saat ini.Dengan perbandingan 70% pria dan 30% wanita
melakukan hubungan seks sebelum menikah. Sementara 15 tahun yang lalu hanya tercatat
27% pria dan 19% wanita yang melakukan hubungan seks sebelum mereka resmi menikah
(Gloria, 2007).
Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini memang sangatlah
memprihatinkan.Berdasarkan beberapa data, diantaranya dari Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kotakota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Hasil
survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual
30
pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan keperawan saat masih duduk di
bangku SMP, dan bahkan 21,2 persen di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan
aborsi. Aborsi dilakukan sebagai jalan keluar dari akibat dari perilaku seks
bebas.(http://netsains.net/wpcontent/cache/supercache/netsains.com/2009/04/psikologiremaja-karakteristik-dan-permasalahannya/index.html.gz/diperoleh tanggal 26 februari 2012).
Kehidupan seks bebas (free sex) di kalangan remaja Bandung makin
mengkhawatirkan.Hal itu tergambar dari terus meningkatnya data tentang hubungan seks
pranikah yang masuk ke lembaga konseling Mitra Citra Remaja (MCR)-PKBI Jawa Barat. Jika
pada 2002 tercatat hanya ada 104 kasus dari jumlah penduduk Bandung 1.868.542 jiwa,
setahun berikutnya melonjak menjadi 170 kasus. Diyakini, angka itu tidak mencerminkan
kasus yang sebenarnya. Ibarat fenomena gunung es, kenyataan di lapangan bisa lebih besar
lagi dan pada tahun 2011 BKKBN Bandung menyatakan bahwa kasus free sex di kalangan
remaja Bandung berjumlah 560 kasus. Ada sejumlah alasan kenapa remaja Bandung
melakukan kegiatan seksual pranikah.Hasil penelitian MCR – PKBI Jawa Barat alasan
responden diklasifikasikan dalam 9 kategori. Hasilnya, upaya menyalurkan dorongan seks
menduduki peringkat pertama hubungan seksual pranikah, yakni 57,89%. Setelah itu, disusul
alasan sebagai tanda ungkapan cinta (38,42%), terpaksa atau dipaksa pacar (27,37%), dan
biar dianggap modern (20,53%). Alasan hubungan seksual pranikah sebagai cara menguji
kemampuan seksual, dan alasan untuk mendapatkan imbalan mendapat persentase yang
sama, yakni 10%. Hasil yang sama didapat untuk alasan cara menguji keperjakaan atau
keperawanan pasangan, serta alasan sebagai cara mengatasi stress, yakni 6,32%.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja antara lain menurut Hurlock
(1999) dipengaruhi oleh : faktor internal, yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu
yang berupa bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan
seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut untuk segera dipuaskan dan
faktor eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan dorongan
seksual sehingga memunculkan perilaku seksual. Stimulus eksternal tersebut dapat diperoleh
melalui pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, diskusi dengan teman,
pengalaman masturbasi, pengaruh orang dewasa serta pengaruh buku-buku bacaan dan
tontonan porno.
Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksual pranikah,
survei MCR-PKBI Jabar membagi dalam 8 faktor. Berdasar jawaban yang masuk, faktor sulit
mengendalikan dorongan seksual menduduki peringkat tertinggi, yakni 63,68%. Selanjutnya,
faktor kurang taat menjalankan agama (55,79%,), rangsangan seksual (52,63%), sering
nonton blue film (49,47%), dan tak ada bimbingan orangtua (9,47%). Tiga faktor terakhir yang
turut menyumbang hubungan seksual pranikah adalah pengaruh tren (24,74%), tekanan dari
lingkungan (18,42%), dan masalah ekonomi (12,11). (www.seksualitas.net/mahasiswibandung-seks-kos.htm/ diperoleh tanggal 5 maret 2012).
Menurut Kelliat, (2000) : Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan oleh individu
dalam menyelasaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap
situasi yang mengancam. Upaya individu dapat berupa perubahan cara berpikir (kognitif),
perubahan perilaku atau perubahan lingkungan yang bertujuan untuk menyelesaikan stres
yang dihadapi. Dari data diatas dapat dilihat bahwa perilaku seksual remaja yang
31
menyimpang saat ini sangat dipengaruhi oleh adanya pengaruh – pengaruh yang datang dari
luar sedangkan kemampuan untuk mempertahankan diri mereka masih lemah.
Koping yang efektif akan menghasilkan adaptasi, sedangkan, strategi koping yang
paling tidak efektif yang terkadang terjadi pada remaja adalah strategi yang dikelompokkan
dalam kategori pengelakan, dan hal tersebut tercermin dalam masalah sosial sekarang ini
seperti : seks pranikah atau free sex. Seiring dengan jumlah stresor yang ada di lingkungan
tempat remaja itu bergaul strategi yang rutin kadang gagal melakukan tugasnya secara
efektif. Akibatnya, secara fisik akan merasa lelah, lumpuh mental dan secara emosi tersia- sia
dan mudah terpengaruhi. Semua faktor tersebut mengakibatkan produktivitas kerja yang
buruk(Kozier, 1999).
Menurut Stuart dan Sundeen (1995 ): mekanisme koping yang adaptif adalah
mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan, belajar dan mencapai
tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara
efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif. Mekanisme koping
maladaptifadalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya
adalah makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar. Tujuan dilakukannya
keterampilan koping yang efektif tidak saja untuk dapat bertahan dengan kondisi pergaulan
remaja saat ini, tetapi juga untuk dapat menghadapi kesulitan.
Kejadian perilaku seksual bebas (Free sex) pada remaja banyak ditemukan di SMA –
SMA yang ada di Bandung namun SMA – SMA tersebut enggan mengungkapkan fenomena
tersebut dikarenakan akan menurunkan angka kredibilitas sekolah tersebut dan salah
satunya SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung. SMA Lanud Husein
Sastranegara Bandung merupakan salah satu SMA Swasta di Bandung dengan jumlah murid
998 siswa. Pada hari senin tanggal 27 februari 2012 pada saat pengumpulan data awal
peneliti mendapatkan informasi dari guru BP dan kesiswaan bahwa di tahun 2011 terdapat
kejadian kehamilan diluar nikah sebanyak 2 kasus yang menyebabkan siswa tersebut harus
dikeluarkan dari sekolah dan dari 11 siswa yang dijadikan sampel untuk data awal 4
diantaranya mereka melakukan Perilaku seksual bebas (Free Sex) karena diajak teman atau
pasangannya dan mereka mengatakan jika mereka menolak maka mereka akan diacuhkan
oleh teman atau pasangannya tersebut. Ketidakmampuan mereka dalam menolak tersebut
inilah yang menurut mereka memicu mereka untuk tetap melakukan penyimpangan dan
kurangnya informasi dari sekolah dan orang tua tentang perilaku seksual yang menyimpang
menjadi salah satu faktor pencetus timbulnya perilaku seksual bebas pada remaja.
Berdasarkan fenomena tersebut diatas, penulis tertarik ingin meneliti tentang “Hubungan
Antara Mekanisme Koping dengan Perilaku Seksual Bebas (Free sex) Remaja di SMA
Angkasa Lanud Husein Sastranegara”.
32
B. METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif korelasi
dengan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif adalah suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menelaah hubungan antara dua
variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek. Sedangkan cross sectional yaitu
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko
dengan efek, dengan cara pendekatan data dikumpulkan dengan kuesioner dan
checklist. Artinya dalam penelitian ini baik variabel independen (mekanisme koping)
atau
variabel
dependen
(perilaku
seks)
dikumpulkan
secara
bersamaan.(Notoatmodjo, 2005).
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:
Ho : Tidak ada hubungan antara mekanisme koping dengan perilaku seks bebas
(free sex) di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung.
Ha : Ada hubungan antara mekanisme koping dengan perilaku seks bebas (free
sex) di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung.
Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen
Mekanisme Koping :
Adaptif
Maladaptif
Variabel Dependen
Perilaku seks bebas pada
remaja
Sumber : (Stuart & Sundeen, 1995 ; Sumiati Dkk, 2009)
Gambar1.Kerangka Konsep Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas 1 dan kelas 2 SMA
Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung berjumlah 662, terdiri dari kelas 1 sebanyak 8
kelas dengan jumlah siswa 336 orang dan kelas 2 sebanyak 9 kelas dengan jumlah siswa
326 orang. Kelas 3 tidak diikutsertakan dikarenakan sedang fokus untuk ujian akhir
nasional.Maka besaran sampel yang diperoleh dengan tingkat kepercayaan 90% adalah 87
responden. Sampel dipilih secara Propotional Random Sampling yaitu pengambilan sampel
yang memiliki tingkatan atau strata yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti itu sendiri, berdasarkan ciri atau sifat – sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo,2005).
Dalam analisa data, dilakukan melalui dua tahap analisa, yaitu tahap analisa univariat
dan analisa bivariat.Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
33
persentase dari tiap variabel dan analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara varibel, dengan menggunakan analisis Chi-Square (χ2).
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Mekanisme Koping Remaja di SMA Angkasa Lanud Husein
Sastranegara Bandung.
Tabel 1 Distribusi mekanisme koping Remaja di SMA Angkasa Lanud Husein
Sastranegara Bandung
Mekanisme Koping
Adaptif
Maladaptif
Total
B
Frekuensi
51
36
87
(%)
58.6
41,4
100
Berdasarkan hasil analisis tabel 1, dapat diketahui bahwa dari 87 remaja,
sebanyak 51 (58.6%)remaja memiliki koping yang adaptif. Hal ini menunjukkan
bahwa beberapa remaja dapat menyelesaikan masalahnya dan beberapa remaja lagi
tidak dapat mengatasi masalahnya sehingga selalu menjadi konflik dalam dirinya, bahkan
menolak atau menghindari dari pada mencari jalan keluar atau pemecahan masalah.
Beberapa contoh mekanisme strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan
antara lain, secara besar hati, maupun menggungkapkan perasaan sesuai dengan situasi
yang ada, mencari lebih banyak informasi yang terkait dengan masalah yang dihadapi,
sehingga masalah tersebut dapat diatasi secara realistis, menyusun beberapa rencana
untuk memecahkan masalah meluruskan pikiran dan persepsi terhadap masalah. (Stuart
& Sundeen, 1995).
Mekanisme koping adalah satu bentuk pertahanan diri seseorang jika mereka
mendapatkan ancaman/masalah. Apabila mekanisme koping yang dimiliki remaja adaptif
maka akan mengurangi efek negatif yang ditimbulkan oleh lingkungan yang negatif.
Menurut Stuart & Sundeen (1995) bahwa mekanisme koping adalah berbagai usaha yang
dilakukan individu untuk menanggulangi stress yang dihadapinya jika mekanisme koping
tersebut adaftif.
Menurut Rasmus (2004) koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap,
serta yang merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi lama. Sedangkan koping
yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang dari
keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dianawati (2003)
mengatakan bahwa demikian besar dampak mekanisme koping terhadap munculnya
34
perilaku seks bebas pada remaja.Salah satu faktor yang besar pencentus terjadinya seks
bebas pada remaja saat ini adalah lingkungan negatif tempat remaja tersebut
bersosialisasi.Maka dibutuhkan teknik mekanisme koping yang baik untuk menghadapi
stressor negatif tersebut.
Menurut Brunner dan Suddarth (1995) jenis mekanisme koping yang negatif antara
lain berupa penyangkalan, menyalahkan diri sendiri dan pasrah. Tiga perilaku diatas
adalah bentuk dari mekanisme koping yang maladaptif yang memungkinkan remaja lebih
mudah terpengaruh oleh stressor negatif yang ada di lingkungan.
Menurut Nursalam (2008) ada 3 teknik mekanisme koping yang baik dilakukan oleh
remaja antara lain berupa pemberdayaan potensi diri (pikiran positif terhadap diri sendiri,
mengontrol diri), rasionalisasi (Teknik kognitif), dan teknik perilaku. 3 teknik diatas
memungkinkan remaja untuk membentuk mekanisme koping yang adaptif.Jika remaja
dapat melakukan teknik mekanisme koping ini dengan baik memungkinkan remaja siap
menghadapi stressor negatif yang bersumber dari lingkungan yang negatif.
Menurut hasil penelitian pada tabel 1 terlihat bahwa dari 87 responden sebagian
remaja di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung memiliki mekanisme
koping yang adaptif (58,6%) dan sebagian lainnya memiliki mekanisme koping yang
maladaptif (41,4%). Ternyata masih banyak siswa SMA Angkasa Lanud Husein
Sastranegara Bandung memiliki mekanisme kopingnya yang maladaptif. Hal ini
dikarenakan mekanisme koping dari setiap individu di SMA Angkasa Lanud Husein
Sastranegara Bandung berbeda bagaimana individu tersebut menggunakan strategi
memecahkan masalah dan mekanisme pertahanan diri yang adekuat sehingga membuat
responden lebih bisa mempertahankan diri dari pengruh stressor yang negatif.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mekanisme
koping yang dimiliki oleh siswa yaitu dengan mencari informasi dari sumber –
sumber terpercaya, menganalisa situasi, memilih teman bergaul, selalu bersikap
positif dan selalu menjaga komunikasi dengan orang terdekat apabila sedang
memiliki masalah agar mendapatkan dukungan emosional.
2. Gambaran Perilaku Seks Bebas (Free Sex) Remaja di SMA Angkasa Lanud
Husein Sastranegara Bandung.
Tabel 2 Distribusi Perilaku Seks Bebas (Free Sex) remaja di SMA Lanud Husein
Sastranegara Bandung
Free Sex
Tidak melakukan seks bebas
Melakukan seks bebas
Total
Frekuensi
44
(%)
50,6
43
87
49,4
100
Berdasarkan tabel 2 bahwa dari 87 responden, sebanyak 44 (50,6%) tidak
melakukan seks bebas. Masih ditemukan remaja yang melakukan seks bebas
sebanyak 43 remaja (49,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang
dikemukan oleh MCR-PKBI(2010) yang mengatakan bahwa banyaknya kasus
35
seks bebas yang terjadi saat ini disebabkan karena pengaruh lingkungan sangat
besar berpengaruh sedangkan pertahanan terhadap pengaruh tersebut sangat
kurang.
Menurut Hurlock (1999) dorongan seksual dipengaruhi oleh : Faktor internal,
yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu yang berupa bekerjanya
hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada
individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut untuk segera dipuaskan. Faktor
eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan
dorongan seksual sehingga memunculkan perilaku seksual.Stimulus eksternal
tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi mengenai
seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, pengaruh orang
dewasa serta pengaruh buku-buku bacaan dan tontonan porno.
Perilaku seks bebas (free sex) pada remaja adalah melakukan kegiatan
seksual seperti : bersentuhan, berciuman, menyentuh bagian sensitif (dada atau
alat kelamin) lawan jenisnya atau sesama jenis sampai hubungan intim demi
memenuhi kepuasan seksual kepada lawan jenis atau sesama jenis tanpa
memikirkan nilai, norma atau aturan yang berlaku di masyarakat. Hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti : tekanan lingkungan pergaulan, rasa ingin
tahu yang tidak didasari oleh pengetahuan yang cukup, dan trend yang
berkembang dikalangan remaja itu sendiri. (Sumiati Dkk, 2009).
Seksualitas remaja banyak dipengaruhi oleh beberapa dimensi yaitu: dimensi
sosiokultur, dimensi agama dan etik, dimensi psikologi, dan dimensi biologis. Hal
ini sangat menentukan perubahan seksualitas yang dimiliki oleh remaja
tersebut.(Perry & Potter, 2005).Seksualitas dan aktivitas seksual merupakan suatu
area yang harus dibicarakan dengan setiap remaja secara rahasia. Insidensi
aktivitas seksual pada remaja tinggi dan meningkat sesuai dengan pertambahan
usia. Kebanyakan remaja di bawah usia 15 tahun belum pernah melakukan
hubungan seksual, 8 dari 10 remaja putri dan 7 dari 10 remaja putra belum pernah
melakukan hubungan seksual pada usia 15 tahun (Alan Guttmacher Institute,
1998; Wong, 2008).
Remaja terlibat dalam seksualitas karena berbagai alasan, diantaranya yaitu:
untuk memperoleh sensasi menyenangkan, untuk memuaskan dorongan seksual,
untuk memuaskan rasa keingintahuan, sebagai tanda penaklukan, sebagai
ekspresi rasa sayang, atau mereka tidak mampu menahan tekanan untuk
menyesuaikan diri. Keinginan yang sangat mendesak untuk menjadi milik
seseorang memicu meningkatnya serangkaian kontak fisik yang intim dengan
pasangan yang diidolakan.
Masa remaja pertengahan adalah waktu ketika remaja mulai mengembangkan
hubungan romantis dan ketika kebanyakan remaja ingin memulai percobaan
seksual (Wong, 2008).Perubahan pola perilaku seksual di antara para remaja
36
masa kini tidak dianggap salah karena biasanya mereka hanya mempunyai satu
pasangan seksual yang dalam banyak kasus diharapkan akan dinikahi di masa
mendatang. Meskipun hubungan yang telah terjalin ditentang oleh para orang tua,
namun banyak remaja tetap melangsungkannya.Ada banyak alasan untuk
mengikuti pola perilaku seksual yang baru ini. Di antaranya adalah keyakinan
bahwa hal ini harus dilakukan karena semua orang melakukannya; bahwa mereka
harus tunduk pada tekanan kelompok sebaya bila ingin mempertahankan status
mereka didalam kelompok; dan bahwa perilaku ini merupakan ungkapan dari
hubungan yang bermakna yang memenuhi kebutuhan semua remaja untuk
mengadakan hubungan yang intim dengan orang lain, terlebih bila kebutuhan
tersebut tidak dipenuhi dalam hubungan keluarga (Hurlock, 1999).
Hasil penelitian pada tabel2 menunjukkan bahwa dari 87 remaja di SMA
Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung tidak melakukan seks bebas
(50,6%) dan sebagian lagi responden di SMA Angkasa Lanud Husein Satranegara
Bandung melakukan seks bebas (49,4%). Ternyata dari hasil penelitian masih
banyak siswa yang melakukan seks bebas (Free sex).Free sex yang terjadi di
SMA Angkasa Lanud Sastranegara Bandung dikarenakan kurangnya pertahanan
siswa terhadap pengaruh – pengaruh negatif yang ada dilingkugan tempat mereka
bergaul dan kurangnya kontrol dari keluarga maupun guru disekolahnya. Untuk
mengubah atau mengurangi resiko seks bebas yang terjadi di SMA Angkasa
Lanud Husein Sastranegara Bandung maka perlu adanya pengawasan ketat dari
orang tua maupun guru di sekolah dan perlu adannya pemberian informasi
pendidikan kesehatan yang tepat, mudah dimengerti dan diterima oleh remaja. Hal
ini dilakukan guna memberikan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki
remaja mengenai bahaya dari perilaku seks bebas.
3. Hubungan mekanisme koping dengan perilaku seks bebas (Free sex)
Tabel 3 Hubungan mekanisme koping dengan perilaku seks bebas (Free sex)
pada remaja di SMA Lanud Husein Sastranegara Bandung
Mekanisme
koping
Maladaptif
Adaptif
Total
Perilaku seks bebas(Free sex)
Ya
Tidak
n
%
n
%
27
75,0%
9
25,0%
16
31,4%
35
68,6%
44
50,6%
43
49,4%
Total
p value
36
51
87
0,000
Dari hasil analisis hubungan antara mekanisme koping dengan perilaku seks
bebas diperoleh bahwa remaja yang memiliki koping maladaptif sebanyak 27
(75.0%) remaja melakukan seks bebas, dan diantara remaja yang memiliki koping
37
adaptif sebanyak 16 (31.4%) remaja melakukan seks bebas. Hasil uji stastistik
didapatkan p value = 0,000 yang berarti kurang dari alpa 0,05 maka dapat
disimpulkan hipotesa nol ditolak sehingga ada hubungan yang signifikan antara
mekanisme koping dengan perilaku seks bebas.
Remaja di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung yang tidak
melakukan seks bebas dikarenakan mekanisme koping mereka yang adaptif
dalam menghadapi pengaruh negatif lingkungan seperti yang dikemukakan oleh
Stuart dan Sundeen (1995) yaitu Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme
koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan, belajar dan mencapai
tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah
secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
Remaja di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung yang
melakukan seks bebas dikarenakan mekanisme koping mereka yang adaptif
dalam menghadapi pengeruh negatif lingkungan yang dikemukan oleh Stuart dan
Sundeen (1995)Mekanisme koping maladaptifadalah mekanisme koping yang
menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan
cenderung menguasai lingkungan.
Menurut Keliat (1999) mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu
dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta
respon terhadap situasi yang mengancam. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan
oleh Stuart (1995) bahwa mekanisme koping yang adaptif terjadi apabila maslah
yang dihadapi/dijadikan sebagai peringatan atau sebagai hal yang perlu
mendapatkan perhatian dan individu menerima sebagai tantangan atau memberi
pemecahan masalahnya.Mekanisme koping maladaptif terjadi apabila individu
tidak dapat menyelesaikan masalahnya sehingga selalu menjadi konflik dalam
dirinya, bahkan menolak atau menghindar dari pada mencari jalan keluar atau
pemecahan masalah.
Perilaku seks bebas pada remaja adalah melakukan kegiatan seperti :
berciuman, menyentuh area sensitif sampai melakukan hubungan intim demi
kepuasan seksual terhadap lawan jenis tanpa memikirkan nilai, norma atau aturan
yang berlaku dimasyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti :
tekanan lingkungan pergaulan, rasa ingin tahu yang tidak didasari oleh
pengetahuan yang cukup, dan trend yang berkembang dikalangan remaja itu
sendiri. (Sumiati DKK, 2009).
Seksualitas remaja banyak dipengaruhi oleh beberapa dimensi yaitu : dimensi
sosiokultur, dimensi agama dan etik, dimensi psikologi, dan dimensi biologis. Hal
ini sangat menentukan perubahan seksualitas yang dimiliki oleh remaja
tersebut.(Perry &Potter, 2005).Seksualitas dan aktivitas seksual merupakan suatu
area yang harus dibicarakan dengan setiap remaja secara rahasia. Insidensi
aktivitas seksual pada remaja tinggi dan meningkat sesuai dengan pertambahan
38
usia. Kebanyakan remaja di bawah usia 15 tahun belum pernah melakukan
hubungan seksual, 8 dari 10 remaja putri dan 7 dari 10 remaja putra belum pernah
melakukan hubungan seksual pada usia 15 tahun (Alan Guttmacher Institute,
1998; Wong, 2008).
Remaja terlibat dalam seksualitas karena berbagai alasan, diantaranya yaitu:
untuk memperoleh sensasi menyenangkan, untuk memuaskan dorongan seksual,
untuk memuaskan rasa keingintahuan, sebagai tanda penaklukan, sebagai
ekspresi rasa sayang, atau mereka tidak mampu menahan tekanan untuk
menyesuaikan diri. Keinginan yang sangat mendesak untuk menjadi milik
seseorang memicu meningkatnya serangkaian kontak fisik yang intim dengan
pasangan yang diidolakan.
Masa remaja pertengahan adalah waktu ketika remaja mulai mengembangkan
hubungan romantis dan ketika kebanyakan remaja ingin memulai percobaan
seksual (Wong, 2008).Perubahan pola perilaku seksual di antara para remaja
masa kini tidak dianggap salah karena biasanya mereka hanya mempunyai satu
pasangan seksual yang dalam banyak kasus diharapkan akan dinikahi di masa
mendatang. Meskipun hubungan yang telah terjalin ditentang oleh para orang tua,
namun banyak remaja tetap melangsungkannya.Ada banyak alasan untuk
mengikuti pola perilaku seksual yang baru ini. Di antaranya adalah keyakinan
bahwa hal ini harus dilakukan karena semua orang melakukannya; bahwa mereka
harus tunduk pada tekanan kelompok sebaya bila ingin mempertahankan status
mereka didalam kelompok; dan bahwa perilaku ini merupakan ungkapan dari
hubungan yang bermakna yang memenuhi kebutuhan semua remaja untuk
mengadakan hubungan yang intim dengan orang lain, terlebih bila kebutuhan
tersebut tidak dipenuhi dalam hubungan keluarga (Hurlock, 1999).
Strategi koping remaja merupakan upaya menimbulkan stabilitas emosional,
menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/ tujuan hidup, dan
memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh pengaruh lingkungan. Beberapa
contoh perilaku koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasi
berbicara dengan yang orang tua atau guru tentang keluhan/ perasaan –
perasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai,
menghadapi masalah dengan melakukan tindakan, negosiasi kemungkinan
pilihan/alternatif, menururnkan ketegangan dengan minum, makan atau istirahat,
menarik diri, menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendiri,
menghindari dan berkonsultasi dengan ahli agama.
Berdasarkan referensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa mekanisme
koping yang adaptif maupun yang maladaptif mempunyai hubungan dengan
muncul atau tidaknya perilaku seks bebas pada remaja. Hal ini sejalan dengan
yang dikatakan oleh (Stuart,1995) bahwa mekanisme koping yang adaptif terjadi
apabila masalah yang dihadapi atau dijadikan sebagai peringatan atau sebagai hal
39
yang perlu mendapatkan perhatian dan individu menerima sebagai tantangan atau
memberi pemecahan masalahnya. Mekanisme koping maladaptif terjadi apabila
individu tidak dapat menyelesaikan masalahnya sehingga selalu menjadi konflik
dalam dirinya, bahkan menolak atau menghindar dari pada mencari jalan keluar
atau pemecahan masalah.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data serta pembahasan mengenai
hubungan mekanisme koping dengan perilaku seks bebas(free sex) dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan bahwa dari 87 siswa :
a. Sebagian siswa (41,4%) SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung
Memiliki Mekanisme koping yang maladaptif (36 responden)
b. Sebagian siswa (49,4%) SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung
melakukan seks bebas (Free Sex) (43 responden)
c. Dengan nilai p value 0,000(α < 0,05) terdapat hubungan mekanisme koping
dengan perilaku seks bebas (Free sex) pada siswa SMA Angkasa Lanud Husein
Sastranegara Bandung.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini masih banyak ditemukan siswa yang mekanisme
kopingnya maladaptif dan melakukan perilaku seks bebas, maka penulis
menyarankan diantaranya :
a. Bagi sekolah
1) Lebih meningkatkanupaya – upaya dalam layanan bimbingan konseling
individual dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik yang
dilakukan oleh konselor/guru BK pihak SMA Angkasa Lanud Husein
Sastranegara kepada siswanya.
2) Stressor tertinggi yang dihadapi siswa adalah pengaruh lingkungan yang
negatif dan kurangnya informasi yang didapat dari keluarga maupun
sekolah yang secara tidak langsung mempengaruhi mekanisme koping
siswa. Dengan demikian SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara perlu
memberikan pengetahuan dan pemahaman yang tepat, jelas dan akurat
tentang bahaya free sex dan cara meningkatkan mekanisme koping yang
baik terhadap siswanya guna terhindar dari perilaku seks bebas.
b. Bagi Siswa dan Orang tua
1) Siswa mulai berfikir dan bertindak lebih positif dalam mengambil keputusan
dengan menjaga diri atau melakukan penyaringan terhadap bahaya dan
dampak dari perilaku seks bebas.
40
2) Siswa dapat mengalihkan pikiran-pikiran tentang perilaku seks bebas
dengan melakukan kegiatan kegiatan positif yang ada di SMA Angkasa
Lanud Husein Sastranegara Bandung, seperti mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler, kerohanian dan lain sebagainyasehingga dapat membantu
memperkuat koping adaptif siswa.
3) Siswa lebih komunikatif dengan guru BK maupun orangtua dalam
memenuhi keingintahuan remaja mengenai perilaku seks yang aman dan
sehat pada remaja, sehingga informasi yang diperoleh remaja sesuai
dengan kebutuhan keingintahuan remaja dengan menyertakan nilai-nilai
norma, agama, sosial yang berlaku di masyarakat.
4) Orang tua sangat berperan penting dan berpengaruh besar dalam
pembentukan mekanisme koping remaja, sehingga orang tua seharusnya
lebih sigap dalam memberikan informasi tentang bahaya perilaku seks
bebas. Bila informasi yang diberikan oleh orang tua sesuai dengan
kebutuhan keingintahuan remaja, diharapkanremaja tidak mencari informasi
dari sumber yang tidak benar sehingga dengan informasi yang salah akan
terbentuk koping remaja yang maladaptif.
c. Bagi Profesi Keperawatan
Perawat dapat bekerjasama dengan pihak sekolah melalui program UKS
melalui Puskesmas daerah binaan sekolah tersebut untuk memberikan
memberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja kepada siswa SMA
Angkasa Lanud Husein mengenai perilaku seks yang aman dan sehat pada
remaja, dampak perilaku seks bebas dan upaya menghindari perilaku seks
bebas.
41
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, dkk, 1999. Pengantar Psikologi, Interaksa, Batam
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian ; suatu pendekatan praktek edisi Revisi 6. Jakarta : rineka
cipta.
Format referensi elektronik direkomendasikan oleh ismafianty (2012) http://www.mindgarden.com/
Format referensi elektronik www.seksualitas.net/mahasiswi-bandung-seks-kos.htm/
Format
Referensi
elektronik
direkomendasikan
oleh
Halim
(2009)
http://netsains.net/wpcontent/cache/supercache/netsains.com/2009/04/psikologi-remajakarakteristik-dan-permasalahannya/index.html.gz/
Format referensi elektronik http://bkkbn.go.id
Format referensi elektronik direkomendasikan oleh
psychology.vanguard.edu/amoebaweb/full-text-journals/
Santrock
(2007),
tersedia
Format referensi elektronik direkomendasikan oleh gloria (2007), tersedia http://www.glorianet.org.
Format referensi elektronik direkomendasikan oleh Dianawati
http://www.journal.uad.ac.id/index.php/HUMANITAS/article/view/251
(2003),
tersedia
Hurlock, 2004.Psikologi perkembangan edisi 5.Erlangga : Jakarta
Kelliat, B. A. 1999. Konsep Diri. Buku saku.Jakarta : EGC
Lazarus. 1984. Stress, Aprasial And Koping New York ; Springer Publishing Company
Notoatmodjo, 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi. Jakarta : PT Rineka Cipta
Nursalam, 2010.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta
Riyanto, Agus. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogjakarta : Nuha Medika
Rasmun. 2004. Stress, Koping dan adaptasi, edisi Pertama. Jakarta : sagung seto
Radjab, 2006. Keterbukaan seksuallitas dan peran media, Bandung UNPAD, tersedia http:
//www.kompas.com.
Stuart And Sudeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta
Sumiati, dkk, 2009.Kesehatan jiwa Remaja dan Konseling.Jakarta : Trans Info Media
Download