IV - ResearchGate

advertisement
1
SOEDARTO
BUKU AJAR
PROTOZOOLOGI
KEDOKTERAN
HANDBOOK OF MEDICAL
PROTOZOOLOGY
2012
2
KATA PENGANTAR
Berbagai jenis parasit protozoa dapat menimbulkan penyakit pada manusia, baik yang
menyerang saluran percenaan dan usus, alat pernapasan maupun organ-organ tubuh
lainnya. Beberapa diantaranya dapat menimbulkan kecacatan fisik pada bayi dan
orang dewasa misalnya Toxoplasma gondii. Malaria sampai sekarang belum dapat
diberantas dari Indonesia dan berbagai negara di dunia sehingga menimbulkan
penderitaan ratusan juta jiwa manusia dengan angka kematian yang tinggi.
Banyak penyakit protozoa merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditularkan dari
hewan ke manusia. Penyakit-penyakit ini sulit diberantas dan pencegahan serta
penanganannya
harus dilakukan secara terpadu antara Departemen Kesehatan
dengan Departemen-departemen lainnya, dan didukung oleh peran serta
seluruh
anggota masyarakat .
Buku Ajar Protozoologi Kedokteran dan informasi ilmiah terkait penyakit protozoa yang
ditulis dan mudah dipahami oleh mahasiswa kedokteran, kesehatan masyarakat,
petugas-petugas
kesehatan dan kedokteran termasuk masyarakat veteriner di
Indonesia masih kurang memadai jumlahnya. Karena itu penulis mencoba mengisi
khasanah pustaka tentang penyakit protozoa tersebut dengan menggali informasi dari
berbagai sumber ilmu, baik literatur kepustakaan, maupun informasi mutakhir yang
tersedia di situs-situs internet dari sumber-sumber lain yang dapat dipertanggung
jawabkan, misalnya dari publkasi ilmiah perguruan-perguruan tinggi di dalam maupun
luar negeri, dari Word Health Organization, Center for Disease Control USA, Majalah
Kesehatan dan Kedokteran Internasional dan Nasional, dan dari berbagai sumber
ilmiah lainnya. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada para penulis, peneliti
dan pengelola sumber-sumber informasi tersebut yang secara langsung maupun tidak
langsung telah meningkatkan wawasan keilmuan para akademisi, kemampuan para
3
praktisi dan petugas kesehatan dan kedokteran serta para mahasiswa kedokteran dan
kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah memanfaatkan buku ini.
Penerbitan buku ini dapat dimanfaatkan oleh para dokter dan mahasiswa kedokteran,
keperawatan, kesehatan masyarakat serta tenaga-tenaga profesi dalam lingkup
kesehatan manusia dan juga oleh dokter hewan dan mahasiswa kedokteran hewan,
biologi dan farmasi karena buku ini juga meliput penyakit zoonosis protozoa yang bisa
ditularkan dari hewan ke manusia. Selain itu tenaga tenaga profesi dan mahasiswa
yang terkait dengan bidang kesehatan lingkungan, peternakan
teknologi kesehatan lainnya
dan veteriner serta
dapat mengambil manfaat buku ini. Masyarakat umum
dapat juga menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan terutama dalam
mengenal dan memahami penyakit-penyakit protozoa yang banyak menyerang
manusia dan hewan, karena informasi yang disampaikan diberikan dengan ringkas
agar mudah dipahami.
Semoga tujuan buku ini untuk turut meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam
mengenal dan memahami penyakit-penyakit protozoa di Indonesia khususnya, serta
dapat turut serta berperan
mencegah penyebarannya, dengan tujuan akhir untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dapat tercapai.
Masukan-masukan serta saran-saran untuk menyempurnakan isi buku ini sangat
penulis harapkan karena dengan demikian
tujuan diterbitkannya buku ini dapat
terlaksana.
Surabaya, Januari 2012
Penulis
S.D.T
DAFTAR ISI
4
KATA PENGANTAR
v
Bab 1. PENDAHULUAN
1
Taksonomi
2
Morfologi sel protozoa
2
Siklus hidup
4
Pengelompokan protozoa
6
Bab 2. RHIZOPODA
8
AMUBA USUS
10
Entamoeba histolytica
11
Distribusi geografis
11
Habitat
11
Morfologi E.histolytica
12
Reproduksi E.histolytica
16
Siklus hidup
17
Cara infeksi
17
Contact carrier dan convalesent carrier
18
AMUBIASIS
19
Patogenesis
19
Amubiasis usus
20
Amubiasis hati
21
Amubiasis ekstra intestinal lainnya
23
Diagnosis amubiasis
24
Pengobatan amubiasis
25
Pencegahan amubiasis
27
Entamoeba coli
28
Amoeba meningoensefalitis
31
Naegleria fowleri
31
5
Acanthamoeba
32
Cara infeksi
32
Gejala klinis dan diagnosis
32
Pengobatan dan pencegahan
33
RHIZOPODA TIDAK PATOGEN
33
Entamoeba gingivalis
34
Endolimax nana
34
Iodamoeba butschlii
35
Dientamoeba fragilis
36
Diferensiasi protozoa usus
37
Bab 3. CILIATA
38
Balantidium coli
Morfologi parasit
39
39
Trofozoit
40
Kista
40
Siklus hidup
42
Patogenesis
43
Diagnosis balantidiosis
43
Pengobatan dan pencegahan
44
Bab 4. MASTIGOPHORA (Flagellata))
45
FLAGELLATA USUS,MULUT DAN GENITAL
46
TRICHOMONAS
47
Trichomonas vaginalis
48
Morfologi parasit
48
Epidemiologi
49
Patogenesis dan gejala klinis trikomoniasis
49
Diagnosis trikomoniasis
50
6
Pengobatan dan pencegahan trikomoniasis
Giardia lamblia
51
52
Distribusi geografis
52
Morfologi parasit
53
Siklus Hidup dan penularan
56
Patogenesis
57
Diagnosis giardiasis
57
Pengobatan giardiasis
58
Pencegahan giardiasis
59
FLAGELLATA TIDAK PATOGEN
60
Enteromonas hominis
60
Chilomastix mesnili
61
Embadomonas intestinalis
62
Diferensiasi morfologi flagellata
63
Bab 5. FLAGELATA DARAH DAN JARINGAN
64
Trypanosomidae
65
Stadium Trypanosomidae
65
Bentuk stadium Trypanosomidae
67
Trypanosoma
69
Reproduksi Trypanosoma
69
Trypanosoma penyebab penyakit pada manusia
70
Trypanosoma gambiense
70
Trypanosoma rhodesiense
77
Trypanosoma cruzi
77
Leishmania
84
Leishmania donovani
85
Leishmania tropica
92
Leihmania braziliensisis
95
7
Bab 6. SPOROZOA
99
Coccidia
101
Isospora belli
103
Cyclospora
105
Cryptosporidium
108
Distribusi geografis
108
Morfologi parasit
108
Patogenesis dan gejala klinis
110
Diagnosis kriptosporidiosis
111
Pengobatan dan pencegahan
112
Bab 7. SPOROZOA
Toxoplasma gondii
114
115
Distribusi geografis
115
Morfologi parasit
115
Siklus hidup
116
Cara infeksi toksoplasmosis
117
Patogenesis dan gejala klinis
119
Diagnosis toksoplasmosis
122
Pengobatan toksoplasmosis
123
Prognosis
124
Pencegahan toksoplasmosis
124
Pneumocystis carinii
125
Morfologi parasit
125
Siklus hidup
126
Patogenesis dan gejala klinis
126
Diagnosis PCP
127
Pengobatan dan pencegahan
128
8
Sarcocystis
128
Morfologi parasit
128
Siklus hidup
129
Gejala klinis dan diagnosis
129
Pengobatan dan pencegahan
130
Blastocystis
130
Siklus hidup Blastocystis hominis
131
Gejala klinis dan diagnosis
132
Pengobatan dan pencegahan
133
Bab 8. SPOROZOA
134
Plasmodium
Distribusi geografis
135
135
Siklus hidup
136
Siklus aseksual
136
Siklus seksual
138
Bentuk dan morfologi Plasmodium
140
Ciri khas Plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis 143
MALARIA
145
Epidemiologi malaria
146
Indeks limpa
148
Endemisitas malaria
149
Gejala klinis malaria
150
Demam berulang malaria
150
Anemia malaria
152
Splenomegali
153
Diagnosis pasti malaria
153
Pengobatan malaria
154
Indikasi dan pemberian obat anti malaria
155
9
Pengobatan terhadap spesies Plasmodium
161
Terapi radikal (malaria akut)
161
Resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria
163
Derajat Kekebalan
163
Pencegahan malaria
164
Malaria pernisiosa
165
Patogenesis malaria pernisiosa
165
Gejala klinis malaria pernisiosa
165
Blackwater fever
166
Patogenesis
166
Gambaran darah
167
Komplikasi Blackwater Fever
167
Penatalaksanaan
168
Bab.9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
169
Pemeriksaan protozoa
170
Pemeriksaan Protozoa usus
171
Pemeriksaan langsung tinja
172
Pemeriksaan konsentrasi tinja
173
Pemeriksaan malaria dan parasit darah
174
DAFTAR PUSTAKA
176
GLOSSARIUM
187
INDEKS
212
DAFTAR TABEL
10
Tabel 1. Contoh Protozoa penyebab penyakit pada manusia
7
Tabel 2. Diferensiasi morfologi trofozoit flagellata
63
Tabel 3. Habitat bentuk Trypanosoma pada manusia
73
Tabel 4. Epidemiologi tripanosomiasis
83
Tabel 5. Diferensiasi Klinis tripanosomiasis
84
Tabel 6. Bentuk Leishmania dan habitatnya pada
87
manusia atau vektor
Tabel 7. Cara infeksi,gejala klinis dan diagnosis
98
tripanosomiasis dan leismaniasis
Tabel 8. Diferensiasi klinis dan laboratoris malaria
152
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan morfologi ordo Amoebida
4
11
Gambar 2. Pengelompokan filum/subfilum Protozoa
6
Gambar 3. Diferensiasi bentuk trofozoit dan kista amuba
10
Gambar 4. Trofozoit ,prakista dan kista Entamoeba histolytica
15
Gambar 5. Entamoeba histolytica (a) trofozoit (b) kista
16
Gambar 6. Daur Hidup E.histolytica dan Infeksi amubiasis
18
Gambar 7. Entamoeba coli kista dan trofozoit
31
Gambar 8. Naegleria fowleri dan Acanthamoeba
32
Gambar 9. Entamoeba gingivalis trofozoit
34
Gambar 10. Endolimax nana trofozoit
35
Gambar 11. Iodamoeba butchlii dan Dientamoeba fragilis
36
Gambar 12. Diferensiasi bentuk trofozoit dan kista amuba
37
Gambar 13. Balantidium coli . Bentuk trofozoit
41
Gambar 14. Infeksi Balantidium coli
42
Gambar 15. Trichomonas hominis
48
Gambar 16. Trichomonas vaginalis
49
Gambar 17. Diagram trofozot Giardia lamblia
54
Gambar 18. Diagram Kista Giardia lamblia
55
Gambar 19. Giardia lamblia Kista dan Trofozoit
56
Gambar 20. Bagan siklus hidup/ infeksi Giardia lamblia
57
Gambar 21. Enteromonas hominis, trofozoit
61
Gambar 22. Chilomastix mesnili trofozoit dan kista
62
Gambar 23. Bagan morfologi umum Trypanosomidae
66
Gambar 24. Bentuk-bentuk Trypanosomidae
68
Gambar 25. Trypanosoma gambiense
72
Gambar 26. Siklus hidup Trypanosoma gambiense
74
Gambar 27. Glossina (lalat tsetse)
75
Gambar 28. Trypanosoma cruzi bentuk leismania
78
Gambar 29. Reduviidae,vektor penular tripanosomiasis cruzi
79
Gambar 30. Siklus hidup Trypanosoma cruzi
80
12
Gambar 31. Phlebotomus, vektor penular leishmaniasis
85
Gambar 32. Leishmania donovani , promastigot
86
Gambar 33. Siklus hidup Leishmania
89
Gambar 34. Klasifikasi Sporozoa
100
Gambar 35. Oookista Eimeria
101
Gambar 36. Bagan Siklus hidup Coccidia
102
Gambar 37. Isospora belli
104
Gambar 38. Cyclospora
105
Gambar 39. Siklus hidup Cyclospora
106
Gambar 40. Cryptosporidium parvum
109
Gambar 41. Siklus hidup Cryptosporidium parvum
110
Gambar 42. Ookista Cryptosporidium dengan pewarnaan
112
Kinyoun acid fast technique
Gambar 43. Ookista Toxoplasma gondii
116
Gambar 44. Ookista Toxoplasma membentuk spora dan
117
yang tidak berspora
Gambar 45. Siklus hidup dan penularan Toxoplasma gondii
118
Gambar 46. Takizoit Toxoplasma.gondii
110
Gambar 47. Hidrosefalus toksoplasmosis
121
Gambar 48. Pneumocystis carinii , pewarnaan perak
126
Gambar 49. Sarcocystis hominis
129
Gambar 50. Blastocystis hominis
131
Gambar 51. Siklus hidup Blastocystis hominis
132
Gambar 52. Bagan tahapan siklus Plasmodium
137
Gambar 53. Sporozoit Plasmodium
139
Gambar 54. Nyamuk Anopheles
139
Gambar 55. Gametosit Plasmodium falciparum
143
Gambar 56. Plasmodium vivax
144
Gambar 57. Plasmodium ovale
144
13
Gambar 58. Trofozoit Plasmodium malariae, berbentuk pita
145
Gambar 59. Pengukuran pembesaran limpa (metoda Schuffner) 148
Gambar 60. Pola demam pada malaria
151
Gambar 61. Light microscope
171
Gambar 62. Alat pemusing (centrifuge)
171
Bab 1
PENDAHULUAN
 Taksonomi
 Morfologi sel protozoa
 Siklus hidup protozoa
 Pengelompokan protozoa
14
Protozoa merupakan Subkingdom hewani eukariotik yang mempunyai tubuh
yang hanya terdiri dari satu sel namun sudah memiliki fungsi lengkap makhluk
hidup. Protozoa mempunyai alat reproduksi, alat pencernaan makanan, sistem
pernapasan, organ ekskresi dan organ-organ untuk keperluan hidup lainnya.
TAKSONOMI
Kingdom
: Animalia
Subkingdom
: Protozoa
Filum
: Sarcomastigophora
Subfilum
Genus
Subfilum
Genus
Filum
: Sarcodina
: Entamoeba
: Mastigophora
: Giardia, Trichomonas
: Apicomplexa
Genus
Filum
: Plasmodium, Isospora,Toxoplasma
: Ciliophora
Genus
Filum
: Balantidium
: Microspora
Genus
: Microsporidium(Enterocytozoon)
15
Pada subkingdom Protozoa terdapat 45.000 spesies uniseluler, yang masingmasing dikelompokkan dalam suatu filum berdasar atas adanya organel, alat
gerak, dan siklus hidup serta tipe reproduksinya.
Morfologi sel protozoa
Anatomi sel protozoa mempunyai bagian yang terdiri dari sitoplasma dan inti.
Sitoplasma
endoplasma
terdiri
yang
dari
ektoplasma
terdapat
di
yang
terdapat
bagian
dalam
di
bagian
luar
sitoplasma.
dan
Untuk
mempertahankan diri dan berfungsi protektif ektoplasma berbentuk jaringan
hialin juga sebagai organ yang berfungsi untuk mengenal lingkungannya
(sensoris), dan sebagai organ untuk melakukan
pergerakan (lokomotif).
Bentuk alat gerak protozoa yang berasal dari ektoplasma dapat berupa sebagai
flagel, sebagai silia atau pseudopodi. Vakuol kontraktil yang
terbentuk dari
bagian ektoplasma berperan untuk membuang sisa-sisa metabolisme. Protozoa
juga memiliki organ pencernaan makanan berupa mulut, sitostom dan
sitofaring yang juga berasal dari stuktur ektoplasma. Untuk melindungi diri
protozoa membentuk dinding pembungkus parasit atau kista yang juga berasal
dari ektoplasma.
Endoplasma yang
merupakan bagian dalam sitoplasma bersifat granuler.
Endoplasma selain mempunyai peran
sebagai sistem pencernaan makanan
serta kegiatan nutritif lainnya, bagian ini juga
mempunyai peran dalam
reproduksi sel protozoa.
Inti protozoa yang merupakan struktur yang sangat penting dalam mengatur
fungsi hidup parasit dan reproduksi sel juga terdapat di dalam endoplasma. Inti
memiliki
beberapa
struktur
antara
lain
adalah
selaput
inti
(nuclear
membrane), kariosom atau plastin, butir-butir kromatin (chromatin granule),
dan serabut linin. Pada umumnya protozoa hanya mempunyai satu inti. Hanya
16
filum Ciliophora (Ciliata) yang mempunyai dua buah inti, yaitu mikronukleus
yang berukuran kecil dan makronukleus yang berukuran besar. Pada beberapa
jenis protozoa terdapat kinetoplas yang merupakan inti pelengkap dan terdapat
dalam bentuk benda parabasal atau blefaroplas.
Gambar 1. Bagan morfologi ordo Amoebida
(URL: http://www.universe-review.ca/amoeba)
Siklus hidup
Siklus hidup protozoa umumnya mempunyai dua bentuk atau stadium, yaitu
bentuk trofozoit yang merupakan bentuk aktif dan stadium kista yang
merupakan bentuk pasif. Kista protozoa merupakan bentuk
parasit yang
terbungkus di dalam dinding tebal sehingga parasit tidak aktif bergerak, tidak
dapat tumbuh atau berkembang dan tidak dapat memperbanyak diri. Bentuk
kista protozoa yang mempunyai dinding tebal
menyebabkan parasit mampu
bertahan terhadap pengaruh lingkungan hidupnya, misalnya terhadap suhu
yang tinggi, kekeringan dan kelembaban yang tinggi. Selain itu parasit juga
17
tahan terhadap pengaruh bahan-bahan kimia, misalnya desinfektans dan faktor
luar lainnya. Karena itu meskipun kista merupakan bentuk pasif protozoa,
tetapi kista adalah stadium infektif protozoa yang dapat ditularkan dari satu
penderita ke individu lainnya.
Dalam melengkapi Siklus hidupnya protozoa ada yang membutuhkan tuan
rumah perantara (intermediate host) ada yang tidak membutuhkannya.
Reproduksi protozoa dapat berlangsung secara aseksual yang kemudian diikuti
oleh reproduksi seksual. Umumnya reproduksi seksual terjadi pada hospes
yang berbeda dengan hospes tempat berlangsungnya reproduksi aseksual.
Kelas-kelas protozoa yang umumnya tidak membutuhkan hospes perantara
untuk melengkapi siklus hidupnya misalnya adalah Rhizopoda, Flagellata, dan
Ciliata,
kecuali
Trypanosoma
dan
Leishmania
serta
Plasmodium
yang
memerlukan hospes perantara untuk melengkapi siklus hidupnya.
Proses reproduksi protozoa dapat dilakukan dengan cara seksual atau aseksual
(membelah diri). Reproduksi aseksual pada protozoa dapat terjadi dengan cara
membelah diri secara sederhana (simple binary fission), yaitu dimulai dengan
menggandakan semua struktur organ-organnya. Reproduksi aseksual juga
dapat berlangsung secara multiple fission (schizogony), dimana dari satu
individu protozoa akan terbentuk lebih dari dua individu baru, misalnya yang
terjadi pada reproduksi Plasmodium.
Bentuk reproduksi seksual protozoa dapat terjadi dengan memperbanyak diri
secara konjugasi atau secara syngami. Reproduksi konjugasi terjadi jika dua
individu protozoa mula-mula menyatukan diri untuk sementara agar terjadi
pertukaran material inti masing-masing protozoa, kemudian diikuti pemisahan
diri lagi dalam bentuk individu yang lebih muda. Reproduksi secara syngami
adalah reproduksi dimana
dua sel gamet yang berbeda jenis kelaminnya
menyatukan diri secara tetap, kemudian diikuti fusi material inti masing-
18
masing. Dari fusi dua sel gamet yang berbeda jenis kelaminnya akan terbentuk
zigot.
Pengelompokan protozoa
Protozoa dapat dikelompokkan berdasar atas perbedaan alat geraknya menjadi
Rhizopoda, Mastigophora, Ciliata dan Sporozoa. Rhizopoda adalah protozoa
yang bergerak dengan pseudopodi,
Mastigophora bergerak menggunakan
flagel, sedangkan Ciliata aktif bergerak dengan menggunakan cilia. Sporozoa
adalah kelompok protozoa yang tidak mempunyai alat gerak.
Gambar 2. Pengelompokan filum/subfilum Protozoa dan contoh
genus/spesies yang penting
( Sumber: Mc Lean,Clinical Parasitology)
Protozoa ada yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia (patogen) dan
ada kelompok non patogen yang tidak menimbulkan penyakit pada manusia.
Protozoa yang penting karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia
dipetakan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Contoh Protozoa penyebab penyakit pada manusia
19
Filum
Subfilum/
Kelas
Genus
Leishmania
Mastigophora Trypanosoma
Giardia
Trichomonas
Entamoeba
Penyakit /
Gejala Klinis
Infeksi viseral,
mukokutan,
kutan
Penyakit tidur,
Penyakit Chagas
Dientamoeba
Naegleria
Acanthamoeba
Babesia
Diare
Vaginitis
Disenteri,
abses hati
Kolitis
CNS dan
ulkus kornea
Babesiosis
Plasmodium
Isospora
Eimeria
Sarcocystis
Cryptosporidium
Toxoplasma
Sarcocystis
Malaria
Diare
Koksidiosis
Diare
Diare
Toksoplasmosis
Tidak jelas
Balantidium
Disenteri
Microspora
Enterozytozoon
Diare
Tak bisa
diklasifikasi
Pneumocystis
Pneumonia
Sarcomastigophora
Sarcodina
Apicomplexa
Ciliophora
Kelas
Sporozoa
Kelas Ciliata
Bab 2
20
RHIZOPODA
 Amuba usus
 Entamoeba histolytica
 Amubiasis
 Entamoeba coli
 Amuba meningoensefalitis
 Rhizopoda tidak patogen
21
Rhizopoda
adalah
kelas
golongan
protozoa
yang
pergerakannya
menggunakan kaki semu (pseudopodi) sebagai alat gerak. Terdapat lima
spesies amuba yang termasuk ordo Amoebida yang dapat ditemukan
pada
manusia (baik yang patogen maupun yang tidak patogen) yang morfologinya
harus dibedakan, yaitu Enamoeba histolytica, Entamoeba coli, Endolimax nana,
Iodamoeba butchlii, dan Dientamoeba fragilis.
Selain
morfologi bentuk
trofozoit dan bentuk kista, untuk membedakan satu dengan lainnya, harus
diperhatikan ciri-ciri morfologi dan struktur inti dari masing-masing genus.
Ciri khas genus Entamoeba adalah selaput inti yang tampak dibatasi oleh
butiran kromatin halus (Entamoeba histolytica) atau kasar (Entamoeba coli),
dengan kariosom yang padat terletak di tengah
(Entamoeba histolytica)
atau ditepi inti (Entamoeba coli). Pada Endolimax kariosomnya mempunyai
bentuk yang tidak teratur dan terletak di tepi inti. Genus Iodamoeba memiliki
kariosom yang khas bentuknya dan besar ukurannya, serta dikelilingi oleh
butiran-butiran bulat. Ciri khas Dientamoeba adalah adanya dua inti
yang
masing-masing inti memiliki kariosom yang terdiri dari enam butir kromatin.
22
Gambar 3. Diferensiasi bentuk trofozoit dan kista amuba
(Sumber: Practical Parasitology,Amoeba Morphology Diagrams,
URL: http://www.practical science.com/table)
AMUBA USUS
Amuba usus yang bisa ditemukan pada usus manusia mempunyai bentuk inti
yang khas, yaitu:

Selaput inti (nuclear membrane) dibatasi oleh satu lapis butiran kromatin
yang teratur atau tidak.

Satu kariosom berukuran kecil dan padat atau berukuran besar dan difus,
terletak sentral (di tengah) atau terletak di tepi inti.
23
Genus-genus amuba usus tersebut adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Entamoeba
Entamoeba
Entamoeba
Entamoeba
Entamoeba
Entamoeba
histolytica
dispar
moshkovskii
hartmanni
coli
polecki.
Entamoeba histolytica
Spesies Entamoeba histolytica
yang termasuk subfilum Sarcodina adalah
penyebab penyakit amubiasis pada manusia yang dapat menyebabkan infeksi
usus (intestinal amoebiasis) maupun infeksi pada
organ-organ di luar usus
(extra-intestinal amoebiasis).
Distribusi geografis
Amubiasis banyak dilaporkan dari berbagai daerah di seluruh dunia, terutama
daerah tropis dan subtropis yang lingkungan kebersihannya buruk. Penyakit ini
endemis di Indonesia, baik di luar Jawa maupun di pulau Jawa terutama di
daerah pedesaan (rural). Di Kalimantan Selatan 12% dari tinja yang diperiksa
menunjukkan adanya Entamoeba histolytica sedangkan di Medan 6,25% dari
penderita diare adalah
disenteri amubawi. Di daerah Kepulauan Seribu,
Jakarta, 5% dari tinja anak sekolah dasar yang diperiksa menunjukkan adanya
protozoa usus ini.
Habitat
Trofozoit Entamoeba histolytica dapat ditemukan hidup di dalam jaringan
mukosa dan submukosa usus besar penderita. Stadium kista parasit yang
merupakan bentuk infektif hanya ditemukan di dalam lumen usus penderita.
24
Spesies Entamoeba histolytica merupakan golongan parasit zoonosis yang
selain dapat menyebabkan penyakit pada manusia,
parasit ini juga dapat
menyebabkan penyakit pada kera dan primata lainnya. Selain itu beberapa
jenis hewan lainnya juga dapat bertindak sebagai hospes definitif, sehingga
menjadi sumber infeksi atau reservoir host bagi manusia. Hewan-hewan
tersebut adalah kucing, anjing, tikus, hamster dan marmot (guinea pig). Dalam
keadaan tertentu Entamoeba histolytica yang menyebabkan amubiasis usus
dapat menyebar ke organ-organ lain di luar usus (ekstraintestinal), misalnya
ke hati dan paru-paru.
Morfologi E.histolytica
Entamoeba histolytica adalah protozoa usus yang termasuk kelas Rhizopoda
yang
bergerak
menggunakan
kaki
semu
atau
pseudopodi.
Parasit
ini
mempunyai tiga bentuk morfologi, yaitu bentuk trofozoit, bentuk prakista dan
bentuk kista.
Trofozoit
Stadium trofozoit merupakan bentuk parasit protozoa yang aktif bergerak
dengan menggunakan pseudopodi. Parasit ini dapat tumbuh dan berkembang
biak, aktif mencari makanan, dan
mempunyai sifat yang invasif karena ia
mampu memasuki organ-organ dan jaringan tubuh. Pergerakannya yang
menggunakan pseudopodi menyebabkan
bentuk trofozoit protozoa ini selalu
berubah-ubah. Stadium trofozoit Entamoeba histolytica mempunyai ukuran
yang berkisar antara 18 mikron dan 40 mikron. Trofozoit mempunyai
sitoplasma yang terdiri dari ektoplasma yang jernih dengan endoplasma yang
granuler. Di dalam endoplasma parasit sering ditemukan sel-sel eritrosit, sel
leukosit dan sisa-sisa jaringan.
25
Stadium trofozoit Entamoeba histolytica mempunyai inti yang bulat bentuknya
dengan ukuran garis tengah antara 4 dan 6 mikron. Pada pemeriksaan
mikroskopis atas sediaan tinja segar tanpa pewarnaan
inti parasit sukar
ditemukan. Spesies Entamoeba histolytica mempunyai kariosom yang tampak
seperti titik kecil yang terletak di tengah-tengah inti dan dikelilingi daerah
berwarna terang (halo) yang jelas. Di sekeliling inti parasit terdapat selaput
tipis yang dibatasi oleh butir-butir kromatin yang tampak halus dan teratur
susunannya.
Kista
Stadium kista merupakan bentuk vegetatif inaktif protozoa yang mampu
bertahan terhadap keadaan lingkungan hidup yang tidak sesuai dengan
suasana lingkungan yang terdapat di dalam tubuh hospes. Stadium kista bulat
bentuknya, tidak aktif bergerak karena mempunyai dinding hialin yang kuat.
Bentuk kista yang mempuyai
empat inti merupakan bentuk protozoa yang
infektif yang mampu bertahan terhadap pengaruh asam lambung manusia.
Dengan memperhatikan ukurannya kista amuba dikelompokkan menjadi dua
jenis, yaitu kista yang kecil ukurannya (6-9 mikron) disebut kista minutaform,
dan kista magnaform yang berukuran lebih besar (antara 10-15 mikron). Kista
amuba yang ditemukan di dalam tinja yang berukuran kurang dari 10 mikron,
umumnya adalah kista amuba spesies Entamoeba hartmani yang
tidak
menyebabkan penyakit pada manusia.
Pada stadium awal, di dalam sitoplasma kista terdapat 1-4 badan kromatoid
(chromatoid body). Selain itu juga dapat ditemukan masa glikogen yang
berwarna coklat tua pada pewarnaan iodin. Pada kista yang sudah matang
(matur) ditemukan 4 buah inti (quadrinucleate cyst) sedangkan badan
kromatoid maupun masa glikogen tidak lagi dijumpai.
26
Prakista
Stadium prakista
merupakan bentuk peralihan antara stadium trofozoit dan
stadium kista. Stadium prakista mempunyai bentuk yang agak lonjong atau
bulat, dengan ukuran antara 10-20 mikron, dan mempunyai pseudopodi yang
tumpul. Inti dan struktur inti prakista umumnya sama dengan inti dan struktur
inti trofozoit, namun di dalam endoplasma prakista tidak ditemukan sel darah
merah maupun sisa-sisa makanan.
Dengan menggunakan garam faali untuk pengencer tinja, pemeriksaan di
bawah mikroskop menunjukkan Entamoeba histolytica yang masih dalam
keadaan hidup. Trofozoit tampak bergerak aktif dan memperlihatkan gerakangerakan pseudopodi yang cepat. Pada pemeriksaan garam faali inti parasit
sukar dilihat, tetapi di dalam sitoplasmanya tampak sel darah merah yang
berwarna hijau kekuningan. Jika kista dapat terlihat, bentuknya bulat dengan
dinding yang tipis dan halus, dengan badan kromatoid berbentuk batang yang
mudah dikenal. Masa glikogen di dalam sitoplasma sukar dilihat pada sediaan
tanpa pewarnaan.
27
Gambar 4. Trofozoit ,prakista dan kista Entamoeba histolytica
(Sumber: http://jpkc.sysu.edu.cn)
Pemeriksaan sediaan mikroskopis dengan pewarnaan menggunakan lugol atas
tinja, parasit tampak berwarna kuning atau coklat muda.
Tampak terlihat
dengan jelas bentuk inti dengan kariosom yang terletak di tengah-tengah inti.
Dengan pewarnaan lugol sitoplasma Entamoeba histolytica tampak halus
strukturnya dengan badan kromatoid yang tidak berwarna sedangkan masa
glikogen tampak berwarna coklat tua.
Melalui pewarnaan iron-hematoxylin, parasit menunjukkan gambaran inti dan
badan kromatoid yang berwarna hitam, sedangkan
berwarna kebiru-biruan atau kelabu.
pada sediaan Iron-hematoksilin.
sitoplasma protozoa
Masa glikogen tampak tidak berwarna
28
Gambar 5. .Entamoeba histolytica (a) trofozoit (b) kista
(Sumber: Stefano Lagana)
Reproduksi E.histolytica
Reproduksi Entamoeba histolytica dapat terjadi melalui tiga tahapan yaitu
tahap ekskistasi, tahap enkistasi dan tahap multiplikasi.
Tahap ekskistasi. Pada tahap ekskistasi terjadi
transformasi protozoa dari
bentuk kista menjadi bentuk trofozoit yang dimulai pada saat kista berada di
dalam usus. Dalam proses ekskistasi ini, satu kista infektif yang berinti empat
amubula akan
berkembang menjadi 8 amubula, yang kemudian berubah
menjadi 8 trofozoit.
Tahap enkistasi. Tahap enkistasi ini berlangsung selama beberapa jam di
dalam lumen usus, dimana bentuk trofozoit amuba berubah menjadi bentuk
kista.
Tahap multiplikasi. Proses multiplikasi hanya terjadi pada bentuk trofozoit,
dengan cara membelah diri secara sederhana (simple binary fission). Mulamula inti sel yang membelah diri, lalu diikuti dengan pembelahan diri oleh
struktur-struktur lain dari sitoplasma.
29
Siklus hidup
Manusia merupakan hospes definitif utama Entamoeba histolytica, tempat
berlangsungnya secara lengkap siklus hidup parasit ini. Bentuk kista berinti
empat yang tahan terhadap asam lambung merupakan bentuk infektif parasit
yang dapat ditularkan. Secara oral infeksi terjadi dengan masuknya kista
infektif bersama makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita
amubiasis atau tinja karier.
Akibat pengaruh enzim tripsin yang ada di dalam usus, dinding kista amuba
akan pecah. Sesudah itu proses ekskistasi akan terjadi di dalam sekum atau
ileum bagian bawah. Dari satu kista mula-mula akan terbentuk satu amuba
berinti empat (tetranucleate amoeba), lalu berkembang menjadi delapan
amubula (amoebulae) atau trofozoit metakistik (metacystic trophozoite).
Amubula kemudian akan memasuki jaringan submukosa usus besar, lalu akan
berkembang menjadi bentuk trofozoit. Sebagian trofozoit akan masuk ke dalam
lumen usus, berubah bentuk menjadi prakista, untuk kemudian berkembang
menjadi bentuk kista. Di dalam usus seorang karier amubiasis (amebic carrier),
dalam waktu yang
bersamaan dapat dijumpai bentuk-bentuk trofozoit,
prakista maupun kista amuba.
Cara infeksi
Infeksi amuba terjadi melalui masuknya kista infektif ke dalam mulut bersama
makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita amubiasis atau tinja
karier. Penularan di laboratorium umumnya dapat terjadi akibat tertelan kista
infektif amuba yang berasal dari hewan coba primata. Berbagai jenis serangga
domestik,
misalnya Musca dan lipas (famili Blattidae) dapat terpapar tinja
penderita atau karier yang mengandung kista infektif amuba yang kemudian
akan mencemari makanan atau minuman.
30
Gambar 6. Siklus Hidup E.histolytica dan Infeksi amubiasis
Contact carrier dan convalesent carrier
Karier amubiasis dapat dibedakan berdasar atas terjadinya infeksi
menjadi
contact carrier dan convalescent carrier. Pada contact carrier, karier amubiasis
adalah orang yang sebelumnya tidak pernah menderita amubiasis, sedangkan
convalescent carrier berasal dari seseorang yang sudah pernah menderita
amubiasis.
AMUBIASIS
31
Amubiasis pada manusia disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang dapat
menyerang usus (intestinal amoebiasis) maupun organ-organ di luar usus
(extra-intestinal amoebiasis) misalnya hati, paru, otak dan kulit.
Patogenesis
Entamoeba histolytica
mampu mencerna sel-sel manusia misalnya sel usus
besar, neutrofil dan sel-sel hati. Pada manusia amubiasis dapat dibedakan
menjadi amubiasis primer dan amubiasis sekunder. Amubiasis primer terjadi
pada usus sedangkan amubiasis sekunder terjadi pada organ di luar usus.
Amubiasis sekunder disebut juga sebagai extra-intestinal atau metastatic
amoebiasis. Amubiasis primer umumnya menyerang jaringan usus besar yaitu
sekum dan daerah rektosigmoid. Trofozoit Entamoeba histolytica yang terdapat
di jaringan usus dapat mengadakan migrasi ke jaringan organ-organ lainnya
terutama ke jaringan hati, paru dan otak.
Kerusakan jaringan dan organ-organ penderita akibat Entamoeba histolytica
selain dipengaruhi oleh keganasan atau virulensi strain Entamoeba histolytica
penyebab amubiasis, juga dipengaruhi oleh tingginya daya tahan tubuh
penderita dan keadaan usus penderita.
Infeksi Entamoeba histolytica pada manusia dapat menunjukkan gejala klinis
yang
bervariasi
berupa
gambaran
karier
yang
asimtomatik,
amubiasis
simtomatik, disenteri amubawi, atau gambaran amubiasis ekstra intestinal,
misalnya amubiasis hati dan amubiasis paru.
Amubiasis usus
Terdapatnya bakteri pendamping atau associate bacteria di dalam usus
penderita
menyebabkan
terbentuknya
lingkungan
hidup
yang
dapat
merangsang peningkatan sifat invasif amuba. Pada amubiasis usus akut, di
sepanjang usus besar atau di daerah ileosekal dan rektosigmoid dapat terjadi
32
pembentukan ulkus-ulkus yang bervariasi ukurannya, dari sebesar ujung jarum
sampai berukuran lebih dari 3 cm. Ulkus amubiasis umumnya mempunyai
bentuk bulat atau lonjong dengan tepi ulkus yang tidak teratur bentuknya dan
curam
dindingnya
(undermined).
Pada
pemotongan
melintang,
ulkus
menunjukkan gambaran seperti botol (flask-shaped ulcer). Di dalam ulkus
terdapat cairan yang berasal dari bahan nekrotik yang berwarna kekuningan
atau kehitaman.
Sesudah masa inkubasi yang berlangsung sekitar 5 hari, gejala klinis amubiasis
terjadi berupa diare atau pada infeksi kronis dapat terjadi sembelit. Penderita
amubiasis usus akut (disenteri amoeba) akan mengalami gejala-gejala klinis
disenteri yang disertai nyeri perut
sebelum buang air besar (tenesmus).
Frekwensi defikasi penderita sekitar 6-8 kali sehari, dengan tinja berbau asam
yang menyengat, dengan darah atau lendir yang tercampur bersama tinja.
Tinja penderita disenteri amuba dapat berbentuk cair (diareic), setengah cair
(semidiareic), atau berbentuk padat (formed).
Pada penderita dengan amubiasis usus kronis selain terjadi ulkus-ulkus di usus
juga berlangsung proses regenerasi jaringan, sehingga
ulkus yang terjadi
hanya terbatas pada mukosa usus, tidak mencapai jaringan otot di bawahnya.
Usus penderita menipis dindingnya akibat terjadinya pembentukan jaringan
parut. Sebaliknya jika terjadi pelekatan usus dengan jaringan visera di
sekitarnya, dinding usus terasa menebal yang mudah diraba dari luar. Lumen
usus juga akan menjadi sempit.
Terjadinya reaksi granulomatosis pada
amubiasis usus kronis dapat menyebabkan pembentukan amuboma (amoebic
granuloma) yang bentuknya mirip dengan tumor usus.
Amubiasis hati
Trofozoit Entamoeba histolytica yang menyebar dari usus ke jaringan di luar
usus (ekstra intestinal) terjadi melalui aliran darah atau akibat terjadinya abses
33
usus yang pecah. Kontak yang terjadi antara bahan infektif dengan jaringan
hati menyebabkan terjadinya amubiasis hati. Abses hati yang terjadi pada
penderita amubiasis hati sering dijumpai di bagian posterosuperior lobus kanan
hati dan umumnya hanya terbentuk satu abses yang besar ukurannya. Jika
abses hati masih kecil ukurannya, bentuknya bulat atau lonjong, berisi cairan
abses yang berwarna abu-abu kecoklatan. Abses yang besar ukurannya
mempunyai
dinding
tebal
yang
berisi
cairan
abses
berwarna
kuning
kemerahan.
Pada pemeriksaan mikroskopis atas irisan abses hati, tampak adanya bahan
granuler di bagian sentral. Di bagian tengah abses hati ini, pada pemeriksaan
mikroskopis tidak ditemukan parasit amuba. Irisan pada pertengahan jaringan
hati (intermediate) menunjukkan adanya
sel-sel hati yang mengalami
degenerasi, sel-sel leukosit, serta sel-sel jaringan ikat dan eritrosit. Di bagian
pertengahan irisan jaringan hati kadang-kadang ditemukan trofozoit amuba,
sedangkan di bagian tepi abses hati dapat dijumpai sel-sel hati yang
mengalami nekrosis dan tampak terjadinya bendungan-bendungan kapiler.
Trofozoit amuba dapat ditemukan pada sel-sel hati yang masih sehat.
Pada amubiasis hati penderita menunjukkan gejala-gejala klinis berupa
demam, nyeri daerah hipokondrium kanan, hepatomegali,
dan ikterus.
Penderita juga cepat menjadi kurus, tetapi umumnya tidak mengalami disenteri
atau gangguan pencernaan lainnya.
Komplikasi. Penderita amubiasis hati yang tidak diobati dengan baik, akan
dapat
mengalami
menyebabkan
komplikasi
berupa
proses
lisis
jaringan
hati
yang
abses menjadi pecah dan parasit akan menyebar ke organ-
organ dan jaringan di sekitar hati.
34
Jika abses hati di bagian kanan pecah, hal ini akan menimbulkan kerusakan
pada jaringan paru, rongga pleura kanan, diafragma dan rongga peritoneum.
Dapat juga terjadi kerusakan jaringan kulit (granuloma kutis) yang berada di
dekat abses yang pecah. Abses hati yang pecah ke daerah paru akan
menyebabkan dahak berwarna coklat atau merah tua yang mengandung
trofozoit. Jika abses pecah ke dalam rongga pleura, hal ini dapat menimbulkan
terjadinya empiema toraks, sedangkan jika abses pecah ke daerah diafragma
akan menyebabkan terjadinya abses subfrenik. Peritonitis umum dapat timbul
jika abses yang pecah mengalirkan isinya ke daerah peritoneum.
Abses hati di daerah hati sebelah kiri yang pecah dapat menyebabkan
terjadinya
kerusakan
jaringan
lambung yang menimbulkan gejala muntah
darah (hematemesis). Penderita juga dapat mengalami kerusakan jaringan
perikardium, rongga pleura kiri dan jaringan kulit. Perikarditis purulenta yang
terjadi dapat menyebabkan kematian penderita. Jika cairan abses hati yang
pecah mengalir ke arah bawah (inferior), keadaan ini akan menyebabkan
terjadinya kerusakan jaringan usus atau kelainan di rongga peritoneum yang
dapat menimbulkan peritonitis.
Amubiasis ekstra intestinal lainnya
Organ-organ lain yang dapat terserang amubiasis adalah jaringan paru, otak,
kulit dan limpa.
Amubiasis paru. Amubiasis paru atau pulmonary amoebiasis dapat terjadi
secara primer atau sekunder. Amubiasis paru primer terjadi karena trofozoit
amuba dapat mencapai jaringan paru melalui sirkulasi darah portal sehingga
mencapai kapiler-kapiler paru. Pada amubiasis paru sekunder trofozoit berasal
dari cairan abses hati bagian kanan yang pecah.
35
Amubiasis otak. Amubiasis otak (cerebral amoebiasis) pada umumnya
merupakan abses
tunggal berukuran kecil
yang terjadi
sebagai akibat
komplikasi abses hati atau abses paru.
Amubiasis kulit. Amubiasis kulit umumnya terjadi pada jaringan kulit yang
berada di dekat tempat keluarnya cairan abses hati, abses apendiks atau pada
waktu dilakukan operasi usus. Jaringan kulit yang terserang akan mengalami
nekrosis yang disebabkan oleh trofozoit yang terdapat di jaringan kulit.
Amubiasis limpa.
Amubiasis limpa terutama terjadi akibat komplikasi
amubiasis hati, atau secara langsung dapat disebabkan oleh penyebaran
trofozoit Entamoeba histolytica yang berasal dari daerah kolon.
Diagnosis amubiasis
Diagnosis pasti amubiasis dapat ditegakkan jika dapat ditemukan trofozoit atau
ditemukan kista Entamoeba histolytica dan pada pemeriksaan mikroskopis
dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden yang spesifik.
Pemeriksaan tinja
Secara
makroskopis
pemeriksaan
tinja
penderita
amubiasis
usus
akut,
menunjukkan tinja yang berwarna merah tua berbau menyengat karena
bersifat asam. Pemeriksaan mikroskopis pada tinja akan dapat menemukan
trofozoit Entamoeba histolytica dan terdapat kristal Charcot-Leyden yang khas
bentuknya.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah penderita amubiasis akut menunjukkan gambaran darah
berupa leukositosis, sedangkan uji serologis menunjukkan hasil yang negatif.
36
Penderita amubiasis usus kronis umumnya tidak menunjukkan gejala atau
keluhan (asimtomatis) sedangkan bentuk makroskopis tinja karier amubiasis
biasanya juga normal. Pemeriksaan mikroskopis atas tinja penderita dapat
ditemukan kista amuba, sedangkan pemeriksaan darah tidak menunjukkan
kelainan. Pemeriksaan serologi terhadap karier amubiasis yang asimtomatis
hasilnya negatif, sedangkan uji serologi pada karier konvalesen masih
menunjukkan hasil uji serologi yang positif.
Diagnosis pasti
Diagnosis pasti amubiasis hati dapat ditetapkan jika dapat ditemukan parasit
amuba (trofozoit) pada jaringan hasil biopsi atau
cairan abses. Pemeriksaan
tinja penderita akan menemukan kista amuba yang menunjukkan adanya
sumber infeksi kronis yang berasal dari usus. Pemeriksaan darah penderita
menunjukkan gambaran leukositosis dengan granulosit neutrofil sebesar 7075%. Pemeriksaan-pemeriksaan serologi yang dapat membantu menegakkan
diagnosis amubiasis hati, antara lain adalah melalui uji fiksasi komplemen, uji
imunohemaglutinasi dan tes presipitin.
Diagnosis pasti amubiasis paru dapat ditetapkan dengan menemukan trofozoit
Entamoeba
histolytica
pada
dahak
penderita.
Pemeriksaan
serologi,
uji
intradermal dan pemeriksaan radiologi dapat membantu menegakkan diagnosis
amubiasis paru dan amubiasis ekstraintestinal lainnya.
Pengobatan amubiasis
Obat amubisida
Metronidazole merupakan obat pilihan untuk mengatasi amubiasis. Obat-obat
amubisida lain yang dapat digunakan secara per oral baik untuk mengobati
amubiasis
usus
maupun
amubiasis
ekstraintestinal
antara
lain
adalah
nimorazole, ornidazole, tinidazole, seknidazole dan clefamid. Selain itu emetin
37
yang hanya dapat diberikan melalui suntikan tidak dianjurkan untuk mengobati
amubiasis.
Jika penderita amubiasis mengalami infeksi sekunder, antibiotika dapat
diberikan. Pada penderita dengan abses
amubiasis hati, jika lokasi abses
berada di dekat permukaan tubuh, untuk mengeluarkan cairan dapat dilakukan
aspirasi abses.
Metronidazol.
Metronidazol
merupakan
obat
pilihan
untuk
mengatasi
amubiasis usus maupun amubiasis hati.
Amubiasis usus.
Dosis
dewasa metronidazol adalah
3x 750 mg per hari
selama 10 hari, sedangkan dosis anak adalah 15 mg/kg berat badan yang
diberikan tiga kali sehari atau 50 mg per kilogram berat badan per hari yang
diberikan selama 10 hari.
Amubiasis hati. Selain dengan dosis yang sama dengan dosis untuk untuk
amubiasis usus, metronidazol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5 gram
sampai 2,5 gram sekali sehari, selama 2-3 hari pengobatan.
Tinidazol (Fasigyn). Tinidazol diberikan pada penderita dewasa dengan
takaran 2 gram sebagai dosis tunggal selama 5 hari untuk mengobati
amubiasis usus, sedangkan dosis untuk anak adalah 50 mg/kg sebagai dosis
tunggal yang juga diberikan selama 5 hari.
Amubiasis hati atau amubiasis ekstraintestinal diobati dengan tinidazol yang
diberikan dengan dosis untuk orang dewasa sebesar 3x 800 mg selama 5 hari.
Penderita anak diobati dengan dosis 50-60mg per kilogram berat badan per
hari atau 3x 15-20 mg/kg per hari yang diberikan selama 5 hari.
38
Nimorazol (Naxogin). Amubiasis usus diobati dengan nimorazol yang
diberikan selama 5 hari. Untuk orang dewasa dosisnya adalah 2 gram per hari,
sedangkan dosis untuk anak adalah 30-40 mg per kilogram berat badan per
hari. Pada pengobatan amubiasis hati, nimorazol diberikan dengan dosis yang
sama untuk amubiasis usus, tetapi waktu pemberiannya adalah
selama 10
hari.
Ornidazol (Tiberal). Amubisida ini dapat
digunakan untuk mengobati
amubiasis usus maupun amubiasis hati. Penderita dewasa diobati dengan
ornidazol yang diberikan dengan dosis
2x1 gram per hari selama 3 hari,
sedangkan dosis untuk anak adalah 50 mg per kilogram berat badan per hari
yang diberikan selama 3 hari.
Seknidazol (Flagentyl). Seknidazol dapat
digunakan
untuk
mengobati
amubiasis usus maupun amubiasis hati. Amubiasis usus dapat diobati dengan
dosis untuk orang dewasa sebesar 3x500 mg selama 3 hari, sedangkan dosis
anak adalah 25 mg per kilogram berat badan per hari yang diberikan selama 3
hari. Dosis yang sama dapat digunakan untuk
mengobati amubiasis hati,
tetapi dengan waktu pemberian selama 5-10 hari.
Clefamid (Mebinol). Obat ini hanya dapat digunakan untuk mengobati
amubiasis usus, dengan dosis dewasa sebesar 3x500 mg dengan waktu
pengobatan antara 10 sampai 20 hari.
Pencegahan amubiasis
Infeksi
amubiasis
pencegahan
umumnya
amubiasis
terjadi
dilakukan
secara
dengan
per
cara
oral,
sehingga
memasak
upaya
makanan
dan
minuman dengan baik. Kebersihan lingkungan harus dijaga agar terbebas dari
lalat
dan
lipas
serta
tikus
yang
menjadi
vektor
penularnya.
Sistem
39
pembuangan tinja dan limbah rumah harus dikelola dengan baik agar tidak
mencemari sumber air minum atau sumur yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari. Pencegahan juga dilakukan di laboratorium pada waktu menangani
hewan coba, terutama primata, agar tidak tertular bahan infektif yang berasal
dari hewan coba yang infektif.
Karena karier amubiasis merupakan sumber penularan amubiasis yang
penting, maka karier amubiasis harus dapat ditemukan agar dapat diobati
sampai sembuh, sehingga tidak lagi menjadi sumber infeksi amubiasis bagi
masyarakat luas.
Entamoeba coli
Morfologi Entamoeba coli yang tidak patogen bagi manusia ini bentuknya mirip
Entamoeba histolytica. Amuba yang hidup komensal di dalam usus manusia ini
hidup dan berkembang biak di dalam usus besar sehingga sering dijumpai di
dalam usus manusia. Karena itu parasit ini harus dibedakan morfologinya dari
Entamoeba histolytica yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
Morfologi Entamoeba coli
Trofozoit. Stadium trofozoit Entamoeba coli ukurannya lebih besar dari pada
ukuran Entamoeba histolytica. Bentuk ini berukuran sekitar 20-50 mikron,
mempunyai
sitoplasma
yang
kasar
dengan
endoplasma
yang
tidak
mengandung sel darah merah. Pada pemeriksaan mikroskopis atas tinja
tampak bentuk inti protozoa yang memiliki kariosom
berukuran besar yang
terletak di bagian tepi dari sel, yang dikelilingi oleh halo yang lebar. Di sekitar
selaput inti terdapat kromatin yang tampak kasar dan tidak teratur bentuknya.
Pemeriksaan pada tinja segar memperlihatkan bahwa trofozoit Entamoeba coli
40
bergerak lambat yang tidak seaktif gerakan pseudopodi Entamoeba histolytica
dengan hanya membentuk satu tonjolan pseudopodi.
Ektoplasma hialin yang tembus sinar dari trofozoit Entamoeba coli yang sedang
bergerak
aktif
mudah
dibedakan
dari
endoplasma
yang
kasar
karena
mengandung banyak granul dan vakuol yang berisi granul. Sitoplasma
Entamoeba coli biasanya tidak mengandung sel darah merah.
Stadium trofozoit mempunyai inti yang berukuran 6-7 mikron, yang mudah
terlihat pada sediaan tinja segar meskipun sukar dilihat dengan jelas bentuk
khas kariosom dan kromatin perifernya. Untuk dapat melihat dengan jelas
struktur kariosom dan kromatin perifernya,
sediaan harus difiksasi dan
dilakukan pewarnaan.
Dengan melakukan pewarnaan atas sediaan, kariosom Entamoeba coli tampak
berukuran besar dan terletak di tepi (eksentris), dan di sekeliling kariosom
sering terlihat adanya granul akromatik atau kromosom. Pada protozoa ini,
kromatin perifer terlihat berupa granul kasar yang terdapat pada membran inti
yang tebal dan tak teratur susunannya.
Pada pewarnaan trikrom, morfologi inti trofozoit Entamoeba coli lebih mudah
diamati dibandingkan dengan morfologi inti Entamoeba histolytica dan amuba
lainnya. Morfologi Entamoeba coli yang tidak patogen ini harus dikenali dengan
benar untuk membedakannya dari amuba patogen lainnya agar tidak salah
memberikan pengobatan antiamubiasis, terutama jika kelainan intestinal
disebabkan oleh penyebab lainnya (misalnya oleh kanker kolon).
Kista. Bentuk matur (matang) stadium kista Entamoeba coli adalah bulat,
dengan ukuran
garis tengah antara 15-20 mikron, mempunyai delapan inti.
Kista muda (imatur) biasanya berukuran lebih besar. Dinding tebal kista amuba
ini terdiri dari dua lapis, tetapi sulit dilihat pada sediaan tinja segar. Inti
41
protozoa ini menunjukkan adanya kromatin perifer yang halus dan kariosom
yang terletak eksentrik (tidak di tengah). Masa glikogen maupun badan
kromatoid tidak terdapat pada kista parasit ini.
Tergantung pada kematangan kista, jumlah inti adalah 1 sampai 8.
Pada kista berinti satu, inti besar ukurannya, berbentuk lonjong, terletak di tepi
kista, dengan kariosome yang difus dan dapat ditemukan vakuol glikogen
idiofilik yang besar. Dengan makin matangnya kista, vakuol akan mengkerut
lalu menghilang. Di rongga antara vakuol dan dinding kista akan terlihat badan
kromatoid yang berujung lancip.
Kista dengan dua inti, biasanya mempunyai bentuk inti yang lonjong dengan
letak kedua inti tersebut pada dua kutub yang berjauhan. Hal ini berbeda
dengan inti-inti pada kista Entamoeba histolytica dua inti yang biasanya
terletak berpasangan.
Kista empat inti (tetranucleate cyst) biasanya tidak mempunyai vakuol
glikogen.
Ukuran
inti
bervariabel,
sebagian
tidak
teratur
bentuknya,
mempunyai kromatin perifer yang kasar dan sebuah kariosom yang tersusun
dari granul kromatin yang tersebar. Kista berinti empat Entamoeba coli sukar
dibedakan dari kista matang Entamoeba histolytica. Pada kista Entamoeba coli
ukurannya lebih besar (lebih dari 14 mikron), bentuknya bervariasi, dan
mempunyai kromatin perifer inti dan kariosom yang terdiri dari granul yang tak
beraturan bentuknya.
42
Gambar 7.
Entamoeba coli kisata dan trofozoit.
(URL:www.atlas-protozoa.com/Entamoebacoli.php)
Amuba meningoensefalitis
Kejadian
radang
selaput
otak
(meningoensefalitis)
oleh
amuba
banyak
dilaporkan dari berbagai tempat di seluruh dunia. Infeksi biasanya terjadi
sesudah penderita berenang di air tawar yang panas airnya, misalnya di kolam
renang yang ada di rumah. Penyebab utamanya adalah Naegleria fowleri,
sedangkan amuba lain yang dapat menyebabkannya adalah Acanthamoeba dan
Entamoeba
histolytica.
Pada
umumnya
meningoensefalitis
amubawi
ini
berlangsung kronis sehingga sukar didiagnosis secara dini.
Naegleria fowleri. Amuba ini termasuk organisme termofilik dari golongan
ameboflagelata yang hidup bebas di air tawar yang bersuhu panas, sedangkan
Acanthamoeba
hidup bebas di tanah dan air tawar atau air payau yang
hangat. Naegleria fowleri mempunyai trofozoit berukuran antara 15-40
sedangkan kistanya mempunyai ukuran garis tengah antara 10-25.
Acanthamoeba. Amoeba yang hidup bebas (free-living) di air dan tanah ini
dapat menimbulkan infeksi berat pada mata, kulit, dan susunan saraf pusat.
43
sehingga dapat menimbulkan keratitis, ensefalitis granuloma dan menyebabkan
infeksi pada sinus,kulit, paru dan organ-organ lainnya. Terdapat dua stadium
parasit ini, yaitu trofozoit yang berukuran 14-40 mikron dan kista berdinding
dua
lapis
berukuran
12-15
mikron.
Gambar 8. (a) Naegleria fowleri di cairan serebrospinal
(b) Acanthamoeba
(URL:http://www.austincc.edu/ddingley/MLAB1331/LectureGuide)
Cara infeksi
Baik Naegleria maupun Acanthamoeba diduga menginfeksi penderita
melalui
berbagai jalan masuk karena amuba yang menjadi penyebabnya adalah parasit
yang dapat hidup bebas di alam. Selain dengan paparan langsung melalui lensa
kontak, dan luka pada kulit, parasit-parasit ini dapat terhirup ke dalam paru
pada waktu penderita berenang di air yang bertemperatur hangat.
Gejala klinis dan diagnosis
Perjalanan infeksi parasit-parasit ini berjalan secara dramatis dan berlangsung
progresif. Keluhan awal ringan yang disampaikan oleh penderita adalah gejalagejala yang terkait dengan radang hidung dan sakit tenggorokan. Sesudah itu
penderita menderita
demam dan mengeluh sakit kepala yang berat. Secara
klinis gejala meningitis yang timbul berupa muntah, kaku kuduk dan gangguan
44
kesadaran yang kemudian dapat diikuti oleh kematian penderita dalam waktu
satu minggu sesudah timbulnya gejala meningitis.
Pemeriksaan cairan serebrospinal secara mikroskopik dapat
menunjukkan
adanya trofozoit amuba. Biakan cairan serebrospinal atau inokulasi pada hewan
dapat
dilakukan
untuk
menentukan
diagnosis
pasti
penyebab
meningoensefalitis .
Pengobatan dan pencegahan
Untuk mengobati meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba dapat
diberikan amfoterisin B secara intravena, intrateka atau intraventrikula.
Obat
ini dapat menurunkan angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi
tidak berhasil mengobati meningoensefalitis yang disebabkan oleh amoeba
lainnya.
Karena amuba penyebab meningoensefalitis hidup di dalam air maka untuk
mencegah infeksinya, air kolam renang dapat diamankan dengan memberikan
kaporit secara teratur. Dengan menghindari berenang pada kolam air tawar
atau perairan yang mempunyai temperatur di atas 250 Celsius dapat dicegah
terjadinya kontak dengan spesies amuba penyebab penyakit ini.
RHIZOPODA TIDAK PATOGEN
Rhizopoda tidak patogen yang morfologinya harus dibedakan dari Entamoeba
histolytica adalah Entamoeba gingivalis, Endolimax nana, Iodamoeba butschlii
dan Dientamoeba fragilis.
Entamoeba gingivalis
Spesies yang hidup di dalam rongga mulut di sekitar gigi ini hanya mempunyai
stadium trofozoit yang aktif bergerak dan berukuran 10-20 mikron. Inti
45
protozoa ini bentuknya mirip inti Entamoeba histolytica, dengan sitoplasma
yang tidak mengandung eritrosit.
Gambar 9. Entamoeba gingivalis trofozoit
( URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb)
Endolimax nana
Spesies parasit yang mempunyai bentuk trofozoit maupun bentuk kista ini
hidup di dalam usus besar, dan sering ditemukan di dalam tinja yang diareik
atau di dalam tinja penderita disenteri. Bentuk trofozoit Endolimax nana yang
berukuran sekitar 8 mikron ini lambat aktivitas pergerakannya. Sitoplasma
parasit pada umumnya tidak mengandung
eritrosit. Protozoa ini mempunyai
kariosom yang besar ukurannya dan tidak teratur bentuknya, terletak di bagian
tepi inti yang menempel pada selaput inti. Stadium kista berbentuk lonjong,
berukuran sekitar 8 mikron, mempunyai 1-4 inti, dan tidak mengandung
glikogen maupun badan kromatoid.
46
Gambar 10. Endolimax nana bentuk trofozoit
(URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb)
Iodamoeba butschlii
Iodamoeba butschlii mempunyai inti dengan membran atau selaput inti yang
tipis dan tidak berkromatin. Terdapat sebuah kariosom berukuran besar yang
bisa terletak di bagian tengah (sentral) atau di bagian tepi (eksentris), dan
sering dikelilingi oleh granul akromatin atau kromosom.
Protozoa yang tidak patogen
ini hidup di dalam usus di daerah kolon dalam
bentuk trofozoit dan kista, namun jarang ditemukan di dalam tinja. Trofozoit
yang lambat pergerakannya mempunyai ukuran antara 8 sampai 12 mikron,
sedangkan bentuk kista parasit yang berukuran 8 sampai 12 mikron ini tidak
mengandung badan kromatoid. Bentuk kista protozoa ini
mudah dikenal
karena mempunyai masa glikogen (iodophylic body) yang besar, yang tampak
jelas pada sediaan dengan pewarnaan lugol.
Dientamoeba fragilis
47
Protozoa tidak patogen ini tidak mempunyai stadium kista, hanya mempunyai
stadium trofozoit dengan dua inti, berukuran antara 5 sampai 8 mikron
sehingga merupakan amuba usus yang terkecil ukurannya. Tidak terdapat
eritrosit di dalam sitoplasmanya, tetapi mempunyai enam butir kromatin
berukuran besar yang tersusun mirip bintang.
Gambar 11. (a) Iodamoeba butchlii dan (b) Dientamoeba fragilis
URL:(http://www.soton.ac.uk;http://www.cmpt.ca/images/-)
Diferensiasi protozoa usus
Protozoa usus yang tidak patogen sering dijumpai di dalam usus orang normal.
Oleh karena itu morfologi protozoa-protozoa usus ini harus dibedakan dari
protozoa yang patogen agar tidak terjadi salah diagnosis sehingga pengobatan
penderita dapat diberikan
dengan tepat. Morfologi berbagai protozoa usus
48
yang patogen maupun yang tidak patogen, baik yang terdapat dalam bentuk
stadium kista maupun stadium trofozoit dapat dibedakan pada gambar di
bawah ini.
Gambar 12. Diferensiasi bentuk trofozoit dan kista amuba
(Sumber: Practical Parasitology,Amoeba Morphology Diagrams,
URL: http://www.practical science.com/table)
Bab 3
49
CILIATA
Balantidium coli
 Morfologi parasit
 Siklus hidup
 Perubahan patologi
 Gejala klinis dan diagnosis
 Pengobatan dan pencegaham
Ciliata
yang
dapat
menimbulkan
penyakit
pada
manusia
hanyalah
Balantidium coli. Infeksi parasit ini menyebabkan balantidiasis, penyakit
zoonosis yang ditularkan melalui air atau makanan yang tercemar kista parasit
50
ini. Babi merupakan sumber alami infeksi, tetapi infeksi antar manusia juga
bisa terjadi.
Balantidium coli
Ciliata ini adalah parasit obligat zoonosis yang tersebar luas di dunia
(kosmopolit) yang menyebabkan balantidiosis atau ciliate dysenteri yang
menimbulkan infeksi usus dan disenteri pada manusia. Balantidium coli hidup
di dalam usus manusia, babi, anjing dan primata. Di dalam usus, parasit
berkembang biak dengan cara membelah diri (binary fission), tetapi juga dapat
berkembang biak secara seksual dengan konjugasi.
Infeksi ciliata ini dilaporkan dari berbagai negara, terutama yang penduduknya
banyak memelihara babi. Prevalensi balantidiasis tergantung pada geografi,
dan lingkungan; prevalensinya tinggi di negara-negara berkembang dimana
pencemaran dengan tinja manusia atau tinja babi banyak terjadi. Babi
merupakan sumber infeksi alami bagi manusia, namun infeksi dari manusia ke
manusia juga bisa terjadi.
Morfologi parasit
Terdapat dua stadium Balantidium coli, yaitu stadium trofozoit dan stadium
kista. Kadang-kadang dapat ditemukan stadium prakista parasit ini.
Trofozoit. Stadium trofozoit adalah bentuk vegetatif parasit yang ditemukan
pada tinja penderita, yang tahan sampai 10 hari jika dibiarkan dalam suhu
kamar. Trofozoit yang bergerak memutar dengan cepat mudah dilihat di bawah
mikroskop dengan pembesaran 100x karena mempunyai ukuran yang besar,
dengan panjang 30-200 mikron dan lebar 40-70 mikron. Seluruh permukaan
badan trofozoit dipenuhi silia yang berfungsi sebagai alat bergerak. Di bagian
anterior tubuh parasit terdapat cekungan tubuh berbentuk corong yang disebut
51
peristom di mana pada sisi subterminal terdapat mulut (sitostom) yang
dikelilingi silia. Meskipun Balantidium coli tidak mempunyai usus, tetapi di
bagian posterior tubuh parasit ini tampak adanya
anus atau sitopig
(cytopyge).
Terdapat dua jenis inti yang dimiliki oleh Balantidium coli, yaitu makronukleus
dan
mikronukleus.
Makronukleus
(macronucleus)
berbentuk
ginjal
dan
berukuran besar sedangkan mikronukleus (micronucleus) mempunyai bentuk
seperti
titik kecil yang terdapat di dalam cekungan makronukleus. Terdapat
dua buah vakuol kontraktil pada bentuk trofozoit dan beberapa buah vakuol
makanan yang berisi leukosit, eritrosit dan sisa-sia makanan. Sisa-sisa
makanan yang tak tercerna akan dibuang melalui sitopig.
Kista. Bentuk kista Balantidium coli merupakan stadium infektif parasit yang
berbentuk bulat atau agak lonjong, berukuran garis tengah antara 50 sampai
70 mikron, dan mempunyai dua lapis dinding kista. Kista yang terisi penuh
badan parasit, masih menunjukkan adanya sejumlah silia. Kista mempunyai
dinding tebal dengan sitoplasma yang
berbentuk granuler, mengandung
makronukleus, mikronukleus dan sebuah badan retraktil
yang tidak selalu
tampak jelas. Vakuol kontraktil kadang-kadang masih dapat ditemukan. Kista
yang tua dapat terlihat berbentuk granuler.
Bentuk prakista yang kadang-kadang ditemukan jika sediaan segar didiamkan
pada suhu kamar mempunyai dinding sangat tipis. Bentuk ini mengandung
trofozoit yang telah kehilangan bentuknya yang khas, dengan parasit yang
tidak mengisi penuh seluruh isi kista. Pada stadium prakista makronukleus dan
mikronukleus jarang terlihat.
52
Pada sediaan basah yang diperiksa dengan mikroskop fase kontras struktur
bagian dalam kista maupun trofosoit tampak lebih jelas. Jika dilakukan
pewarnaan pada sediaan basah, sebaiknya larutan zat warna tidak pekat agar
zat warna yang terserap sitoplasma tidak mengganggu gambaran struktur
parasit. Untuk mendapatkan kista Balantidium coli dalam jumlah besar, dapat
dilakukan melalui konsentrasi secara sedimentasi atau metode pengapungan.
Gambar 13. Balantidium coli, bentuk trofozoit.
Makronukleus mirip ginjal dan cilia tampak di permukaan badan.
(Sumber: Veterinary Parasitology, University of Pennsylvania)
Siklus hidup
Siklus hidup Balantidium coli dengan dua stadium atau bentuk utamanya yaitu
stadium kista dan stadium trofozoit dapat berlangsung pada satu jenis hospes
saja. Sebagai sumber utama infeksi balantidiosis pada manusia adalah babi
karena hewan ini merupakan hospes definitif alami bagi Balantidium coli. Di
dalam usus babi parasit ini dapat berkembang biak dengan baik tanpa
mengganggu kesehatan babi. Karena itu
bagi manusia yang
parasit ini.
babi
merupakan hospes reservoir
sebenarnya hanyalah merupakan hospes insidental bagi
53
Infeksi Balantidium coli pada manusia terjadi akibat tertelan kista infektif
parasit ini melalui
air atau makanan mentah yang tercemar tinja babi. Kista
yang terdapat di dalam usus besar penderita akan berubah menjadi bentuk
trofozoit. Di dalam lumen usus atau di dalam submukosa usus trofozoit
kemudian akan memperbanyak diri
dengan cara membelah diri (binary
transverse fission) atau secara konjugasi.
Gambar 14. Daur hidup Balantidium coli
Reproduksi Konjugasi adalah reproduksi yang terjadi sebagai berikut. Dua
trofozoit akan membentuk kista bersama, lalu bertukar material inti. Gabungan
dua trofozoit tersebut kemudian akan berpisah kembali menjadi dua trofozoit
baru. Dalam keadaan lingkungan di dalam usus kurang sesuai bagi kehidupan
parasit, maka trofozoit akan berubah menjadi bentuk kista.
Patogenesis
Balantidium coli
dapat menyebabkan ulserasi pada
usus besar, yang dapat
menimbulkan perdarahan dan pembentukan lendir, sehingga
mengalami berak darah yang berlendir.
penderita akan
54
Diagnosis balantidiosis
Penderita yang mengalami infeksi akut akan menunjukkan
gejala klinis dan
keluhan berupa disenteri berat yang berdarah dan berlendir disertai
nyeri
perut dan kolik yang intermiten. Meskipun penderita balantidiosis mengalami
disenteri berat, pada umumnya penderita tidak mengalami demam.
Penderita balantidiosis kronis umumnya tidak menunjukkan gejala atau
keluhan (asimtomatis), meskipun kadang-kadang terjadi diare berulang yang
diselingi konstipasi .
Diagnosis pasti balantidiosis dapat ditegakkan jika melalui pemeriksaan
parasitologis atas tinja penderita dapat ditemukan kista dan atau trofozoit
Balantidium coli.
Pengobatan dan pencegahan
Berbagai obat anti parasit dapat diberikan pada penderita balantidiosis, antara
lain metronidazol, iodokuinol, dan oksitetrasiklin.
dengan dosis
Metronidazol diberikan
3x750 mg per hari selama 5 hari sedangkan
iodoquinol
diberikan dengan dosis 3x650 mg / hari selama 21 hari. Oksitrasiklin dapat
juga digunakan dengan dosis 4x 500 mg per hari selama 10 hari.
Untuk mencegah penularan Balantidiosis coli, menjaga higiene perorangan dan
kebersihan lingkungan agar tidak tercemar dengan tinja babi harus dilakukan.
Makanan dan minuman harus dimasak sampai matang untuk mencegah
terjadinya infeksi parasit ini pada manusia. Peternakan babi harus ditempatkan
55
jauh dari pemukiman penduduk dan tidak boleh mencemari saluran air yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk sehari-hari.
Bab 4
MASTIGOPHORA
(Flagellata)
56
FLAGELLATA USUS MULUT DAN GENITAL
 Trichomonas vaginalis
 Giardia lamblia
FLAGELLATA TIDAK PATOGEN
 Enteromonas hominis
 Chilomastix mesnili
 Embadomonas intestinalis
Seperti halnya amuba, flagelata temasuk dalam filum Sarcomastigophora.
Protozoa yang termasuk dalam kelas Mastigophora mempunyai flagel sebagai
alat untuk bergeraknya. Berdasar atas habitatnya, terdapat dua kelompok
Flagellata yaitu Hemoflagellata yang hidup di dalam sistem peredaran darah
dan jaringan, dan kelompok Flagellata usus, Flagellata mulut dan Flagellata
genital. Anggota golongan Hemoflagellata adalah Typanosoma dan Leishmania,
dan yang termasuk golongan Flagellata usus adalah Chilomastix mesnili,
Trichomonas hominis, Enteromonas hominis, Embadomonas intestinalis dan
Giardia lamblia. Trichomonas vaginalis termasuk Flagellata genital sedangkan
Trichomonas tenax termasuk Flagellata yang hidup di mulut.
FLAGELLATA USUS, MULUT DAN GENITAL
57
Terdapat dua stadium dalam siklus hidup Flagellata, yaitu stadium
trofozoit
dan stadium kista, kecuali genus Trichomonas yang hanya mempunyai stadium
trofozoit. Lebih dari satu flagel keluar dari blefaroplas trofozoit, akan tetapi
tidak semua Flagellata mempunyai undulating membrane. Bentuk inti setiap
spesies Flagellata biasanya mempunyai ciri yang khas. Reproduksi Flagellata
terjadi dengan cara membelah diri (binary fission). Selain genus Trichomonas,
stadium infektif Flagellata yang dapat ditularkan adalah bentuk kista. Pada
siklus hidup Flagellata yang lengkap hanya dibutuhkan satu jenis tuan rumah
(single host).
Flagelata intestinal
yang sering
dijumpai
di
dalam
usus manusia
mempunyai bentuk kista dan trofozoit adalah Giardia intestinalis
lamblia,
Chilomastix mesnili,
dan
atau Giardia
Embadomonas intestinalis dan Enteromonas
hominis atau Tricercomonas hominis. Sedangkan Trichomonas intestinalis atau
Pentatrichomonas intestinalis dan Dientamoeba fragilis hanya mempunyai
bentuk trofozoit.
Flagellata usus dan genital yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
hanyalah Giardia lamblia dan Trichomonas vaginalis.
TRICHOMONAS
Morfologi
Parasit Trichomonas hanya mempunyai satu stadium yaitu bentuk trofozoit,
sedangkan bentuk kista tidak pernah dijumpai. Trichomonas mempunyai
bentuk seperti buah pir, dengan panjang badan antara 10 sampai 12 mikron.
Hanya terdapat satu inti yang bentuknya lonjong. Inti ini terletak di bagian
tubuh anterior yang membulat, berada di dekat mulut parasit Terdapat 3
58
sampai 5 flagel bebas di daerah anterior tubuh. Satu flagel yang paling tebal
berjalan ke arah belakang sepanjang tepi tubuh, membentuk undulating
membrane, lalu ke luar dengan bebas di bagian posterior tubuh parasit.
Aksostil berjalan dari tengah tubuh parasit dan berakhir di ujung tubuh bagian
posterior sehingga berbentuk seperti ekor. Dengan pemeriksaan mikroskopis
spesies-spesies Trichomonas sulit dibedakan satu dengan lainnya. Untuk
menetapkan spesies masing-masing parasit, habitat parasit dapat digunakan
sebagai patokan
Terdapat
tiga
spesies
Trichomonas
yang
hidup
pada
manusia,
yaitu
Trichomonas vaginalis yang hidup di saluran urogenital, Trichomonas hominis
yang hidup di usus, dan Trichomonas tenax yang hidup di dalam rongga mulut.
Trichomonas vaginalis dapat menyebabkan trikomoniasis pada manusia, baik
pada perempuan maupun laki-laki.
.
Gambar 15. Trichomonas hominis
(URL: http://www.austincc.edu/ddingley)
Trichomonas vaginalis
59
Infeksi Trichomonas vaginalis atau
trikomoniasis vaginalis tersebar luas di
seluruh dunia (kosmopolit), terutama banyak diderita oleh
perempuan,
meskipun orang laki-laki juga dapat menderita trikominiasis. Parasit ini dapat
ditemukan pada vagina penderita, uretra maupun jaringan prostat baik pada
wanita maupun laki-laki.
Morfologi parasit
Parasit genital yang termasuk subfilum Mastigophora ini berbentuk piriform,
tidak berwarna dan hanya mempunyai satu inti lonjong yang mempunyai
butiran-butiran halus. Trichomonas vaginalis mempunyai empat flagel yang
berukuran sama panjang (13-18 mikron) yang keluar dari bagian anterior
tubuh parasit, dan satu flagel
berukuran lebih pendek dari ukuran panjang
parasit yang berjalan di sepanjang tepi undulating membrane menuju ke arah
tubuh bagian belakang.
Gambar 16. Trichomonas vaginalis
(URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb/-/-/flagellata)
Epidemiologi
60
Trikomoniasis vaginalis diderita oleh sekitar 3-5% perempuan di Amerika
Utara, dan meningkat jumlahnya pada klinik penyakit seksual menular ( sexual
transmitted diseases) dan pada wanita tunasusila (WTS) dapat ditemukan
sampai 75%. Parasit ini hanya ditemukan pada manusia, dan dapat bertahan
hidup di dalam tubuh hospes sampai 2 tahun lamanya.
Patogenesis dan gejala klinis trikomoniasis
Trichomonas
vaginalis
dapat
menyebabkan
degenerasi
dan
deskuamasi
jaringan setempat dengan mekanisme yang masih belum jelas. Infeksi
trikomoniasis umumnya berderajat ringan, berupa pelunakan, keradangan dan
erosi permukaan selaput lendir yang tertutup cairan berwarna kuning dan
berbuih.
Sebagian besar infeksi parasit ini bersifat asimtomatik (tanpa gejala),
sedangkan gejala klinis trikomoniasis vaginalis pada penderita perempuan
dapat berupa vaginitis, uretritis, vulvitis, dan servisitis. Penderita
laki-laki
dapat mengalami infeksi pada prostat (prostatitis), vesikel seminal dan uretra
(uretritis).
Gejala
klinis
yang
khas
pada
penderita
perempuan
berupa
terbentuknya cairan vagina (fluor albus), rasa gatal dan panas di dalam vagina
dan di daerah sekitarnya. Keluhan yang diderita penderita laki-laki umumnya
sangat ringan, berupa keluarnya cairan lendir berwarna putih dari uretra yang
hanya dikeluhkan oleh kurang dari 10 persen penderita laki-laki.
Penularan Trichomonas vaginalis terjadi melalui kontak langsung maupun
kontak tidak langsung. Kontak langsung misalnya terjadi melalui hubungan
seksual, sedangkan kontak tidak langsung dapat terjadi misalnya karena
menggunakan secara bersama handuk, alat-alat toilet atau barang pribadi
lainnya. Pada waktu berlangsung proses persalinan, bayi dapat tertular parasit
ini melalui jalan lahir ibu yang melahirkannya.
61
Diagnosis trikomoniasis
Gejala klinis yang khas pada trikomoniasis perempuan adalah terjadinya fluor
albus yang disertai rasa gatal dan panas di dalam vagina dan di daerah sekitar
vagina. Diagnosis pasti trikomoniasis vaginalis dapat ditetapkan jika dapat
ditemukan parasit yang aktif bergerak di dalam sekret vagina penderita. Jika
parasit tidak ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis secara langsung atas
sekret vagina, untuk menemukan Trichomonas vaginalis dapat dilakukan
biakan parasit atas sekret vagina, cairan uretra, cairan prostat atau air mani
penderita .
Pengobatan dan pencegahan trikomoniasis
Untuk mengobati trikomoniasis vaginalis berbagai obat dapat digunakan,
antara lain adalah metronidazol, tinidazol, seknidazol, nimorazol dan ornidazol
dengan hasil yang memuaskan.
Metronidazol. Obat ini dapat diberikan dengan
dosis yang berbeda untuk
perempuan dan laki-laki.
Pada penderita perempuan obat diberikan 3x250 mg per hari selama 10 hari
atau 2 gram dosis tunggal yang diberikan pada malam hari. Untuk pengobatan
lokal metronidazol dapat diberikan dalam bentuk tablet vaginal dengan dosis
500 mg per hari selama 10 hari.
Untuk penderita laki-laki, obat diberikan
dengan dosis 2x250 mg per hari
selama 10 hari atau 2 gram dalam bentuk dosis tunggal yang diberikan malam
hari.
Obat-obatan anti trikomoniasis ada yang dapat diberikan sebagai dosis tunggal
antara lain adalah tinidazol, seknidazol, nimorazol dan ornidazol.
62
Tinidazol. Obat ini diberikan per oral dengan dosis 2 gram sebagai dosis
tunggal.
Seknidazol. Obat ini juga diberikan per oral dengan dosis 2 gram sebagai dosis
tunggal.
Nimorazol. Obat diberikan dengan dosis 2x250 mg selama 6 hari atau diberikan
2 gram dalam bentuk dosis tunggal.
Ornidazol. Obat ini diberikan dengan dosis 2x750 mg atau diberikan 1500 mg
sebagai dosis tunggal
Penularan
trikomoniasis
dapat
dicegah
dengan
mengobati
dengan
baik
penderita, menjaga kebersihan pribadi dan tidak memakai bersama alat-alat
toilet yang dapat menjadi perantara terjadinya penularan parasit ini.
Giardia lamblia
Flagelata usus dan jaringan ini disebut juga sebagai Lamblia intestinalis atau
Giardia intestinalis. Giardia lamblia yang termasuk dalam filum Mastigophora
dapat menimbulkan giardiasis pada manusia maupun beberapa jenis hewan.
Giardia intestinalis
hidup di dalam duodenum dan jejunum bagian atas,
dengan cara melekatkan diri pada bagian usus tersebut. Selain di usus, parasit
ini kadang-kadang dijumpai di dalam kandung empedu dan saluran empedu .
Distribusi geografis
Protozoa ini termasuk parasit zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia
(kosmopolit), terutama di daerah tropis dan subtropis. Giardiasis yang di masa
lalu tidak menjadi masalah kesehatan kini dikelompokkan dalam
Emerging Disease karena muncul kembali dalam bentuk epidemi
New
sehingga
63
menjadi masalah kesehatan di Amerika dan negara-negara maju lainnya. Hal
ini terjadi karena
menyebabkan
tingginya penderita AIDS/HIV di negara-negara maju
rendahnya
imunitas
penderita
sehingga
jumlah
penderita
giardiasis secara klinis sangat meningkat.
Di Indonesia prevalensi Giardia lamblia menunjukkan angka sebesar 3,62%
sedangkan dari anak-anak penderita diare di kota Malang, 1,2% diantaranya
disebabkan oleh protozoa ini.
Morfologi parasit
Giardia lamblia mempunyai dua stadium pada siklus hidupnya yaitu bentuk
trofozoit yang aktif bergerak dan bentuk kista yang pasif tetapi infektif.
Trofozoit. Stadium parasit yang cepat mati meskipun pada sediaan basah
yang masih segar, menunjukkan pergerakan trofozoit seperti daun jatuh.
Bentuk trofozoit mirip buah pir dengan tubuh yang bilateral simetris. Ukuran
panjang trofozoit berkisar antara 10-20 mikron dengan lebar badan antara 5-7
mikron. Bagian ujung anterior parasit melebar dan membulat, sedangkan
bagian posterior meruncing.
Bagian dorsal permukaan trofozoit berbentuk
cembung sedangkan bagian ventral berbentuk cekung. Trofozoit tidak invasif
dan
hanya hidup di dalam usus halus mempunyai alat isap ventral (ventral
sucker) untuk melekatkan diri pada mukosa duodenum.
Stadium
trofozoit
panjangnya antara
Giardia
lamblia
mempunyai
4
pasang
flagel
yang
12-15 mikron. Empat pasang flagel tersebut terdiri dari
satu pasang terletak anterior, dua pasang terletak lateral (satu pasang di
masing-masing sisi badan) dan satu pasang terletak kaudal. Pasangan terakhir
ini mengandung mikrotubule intrasitoplasmik atau aksonema yang lurus dan
paralel dan terletak sepanjang sumbu longitudinal. Flagel hanya dapat diwarnai
dengan pewarnaan Giemsa atau pewarnaan Field.
64
Bentuk trofozoit mempunyai dua aksostil dan dua inti sedangkan kista Giardia
lamblia yang bentuknya lonjong mempunyai 2- 4 buah inti.
Kista.
Kista
yang
merupakan
bentuk
infektif
Giardia
lamblia,
lonjong
bentuknya, mempunyai ukuran antara 8-13 mikron. Kista muda yang baru
terbentuk mirip dengan trofozoit, karena berbentuk lonjong dengan salah satu
ujung badannya lebih lebar dari ujung lainnya. Kista dewasa (matur)
mempunyai 4 inti, sedangkan kista muda (imatur) mempunyai 2 inti. Inti-inti
tersebut terletak pada salah satu bagian ujung kista. Giardia lamblia tidak
mempunyai
kromatin
perifer,
sedangkan
kariosom
parasit
ini
biasanya
berbentuk titik yang tidak tetap letaknya.
Gambar 17. (a). Diagram trofozot Giardia lamblia.(b) Trofozoit pada
pemeriksaan di bawah mikroskop
(Sumber: Nolan, VPTH Parasitology,Pennsylvania University)
Sitoplasma parasit yang tidak diwarnai tampak terletak di samping inti-inti,
menunjukkan adanya struktur berbentuk huruf-S yang terletak longitudinal
65
yang merupakan sisa-sisa flagel dan aksonema. Selain itu pada sitoplasma
juga
terdapat badan parabasal refraktil (parabasal bodies) yang berbentuk
koma. Pada sediaan segar bentuk kista yang khas mudah dikenali. Kista yang
disimpan lama di dalam larutan formalin tidak khas bentuknya, karena parasit
terlepas dari dinding kista. Kista Giardia lamblia banyak ditemukan di dalam
tinja penderita, tetapi pembentukannya tidak teratur waktunya sehingga
kadang-kadang pada waktu tertentu (negative period) tidak dijumpai kista di
dalam tinja penderita. Yang ditemukan adalah suatu elemen berbentuk
lonjong, seukuran dengan kista Giardia yang berisi granul kecil berbentuk bulat
atau lonjong. Dengan pewarnaan Lugol elemen tersebut berwarna biru kelabu.
Kista Giardia lamblia mampu bertahan berbulan-bulan di luar tubuh manusia,
tahan terhadap klorinasi air PAM, terhadap paparan sinar ultraviolet dan
pembekuan.
Gambar 18. Diagram Kista Giardia lamblia
(Sumber: VPTH, Pennsylvania University)
66
Gambar 19. Giardia lamblia (a) Kista (b) Trofozoit
(Sumber:UK Neqas Parasitology. http://www.giardiass.org)
Siklus Hidup dan penularan
Giardia lamblia merupakan parasit zoonosis dengan sumber infeksi berbagai
jenis hewan mamalia, antara lain sapi, kucing, beaver dan anjing.
Penularan giardiasis terjadi per oral, melalui makanan atau minuman yang
tercemar tinja yang mengandung kista infektif parasit yang dibawa oleh lalat
atau lipas. Oleh pengaruh pH yang rendah asam lambung akan terjadi
ekskistasi dari satu kista menjadi dua trofozoit. Sesudah mencapai duodenum
trofozoit akan memperbanyak diri. Jika suasana
lingkungan duodenum tidak
sesuai lagi bagi kehidupannya, trofozoit akan meninggalkan duodenum, masuk
ke dalam saluran empedu atau kandung empedu dan kemudian berubah
bentuk menjadi bentuk kista.
67
Gambar 20. Bagan siklus hidup/ infeksi Giardia lamblia.
Patogenesis
Trofozoit Giardia lamblia yang melekatkan diri pada vili-vili usus menggunakan
batil isap (sucking disc) menimbulkan gangguan penyerapan lemak sehingga
terjadi berak lemak (steatore). Giardia lamblia juga menghasilkan toksin yang
menyebabkan terjadinya radang kataral akibat terjadinya iritasi dan kerusakan
jaringan usus
Diagnosis giardiasis
Pada infeksi Giardia lamblia yang ringan, umumnya tidak tampak gejala klinis
(asimtomatis). Toksin parasit ini menyebabkan terjadinya iritasi usus dan
kerusakan jaringan usus berupa atrofi vili dan hiperplasia kripta yang
menyebabkan terjadinya radang kataral. Penderita akan menunjukkan gejala
klinis dan keluhan berupa
demam, nyeri perut, gangguan perut di daerah
68
epigastrium, mual, muntah dan kembung. Selain itu penderita juga dapat
mengalami diare, sindrom malabsorpsi vitamin A dan lemak serta anemia.
Penderita giardiasis juga menunjukkan gejala alergi terhadap parasit ini.
Giardiasis lebih sering terjadi pada penderita dengan defisiensi IgA. Kadangkadang terbentuk imunitas pasca infeksi parasit ini.
Anak-anak yang terinfeksi Giardia lamblia umumnya menunjukkan keluhan dan
gejala klinis yang lebih berat dibanding gejala klinis
giardiasis pada orang
dewasa.
Diagnosis pasti giardiasis dapat ditetapkan dengan ditemukannya kista atau
trofozoit Giardia lamblia pada pemeriksaan mikroskopik atas cairan duodenum
dan tinja penderita. Dengan melakukan pemeriksaan atas cairan duodenum,
hasil pemeriksaan lebih baik daripada pemeriksaan atas tinja penderita karena
trofozoit lebih mudah ditemukan. Penderita giardiasis yang mengalami diare,
pada pemeriksaan mikroskopis lebih sering menunjukkan adanya trofozoit,
sedangkan pada penderita giardiasis yang asimtomatik atau tanpa gejala dan
pada karier giardiasis akan lebih sering ditemukan bentuk kista. Adanya
antigen Giardia dapat juga ditunjukkan pada tinja penderita.
Pengobatan giardiasis
Untuk mengobati infeksi Giardia lamblia dapat diberikan metronidazol dan
tinidazol .
Metronidazole. Obat ini diberikan dengan dosis untuk orang dewasa 3 x 250 mg
sehari,
selama 10 hari atau 2 gram sehari selama 3 hari. Untuk anak
metronidazole diberikan dengan dosis 3x5 mg/kg berat badan yang diberikan
selama 5 hari.
69
Tinidazole.
Obat ini diberikan pada orang dewasa dalam bentuk dosis tunggal
2 gram, sedangkan dosis untuk anak adalah 25-50 mg/kg berat badan, juga
diberikan dalam bentuk dosis tunggal.
Obat-obat anti giardiasis lain yang dapat diberikan adalah ornidazole (Tiberal),
nimorazol dan klorokuin. Ornidazol diberikan dengan dosis 2x1 gram sehari
selama 3 hari sedangkan nimorazole pada orang dewasa diberikan 1 gram /
hari selama 5 hari dan pada anak diberikan dengan dosis 250-500 mg / hari
selama 5 hari. Klorokuin juga dapat digunakan untuk mengobati giardiasis
dengan dosis 300 mg sekali sehari selama 5 hari pengobatan .
Pencegahan giardiasis
Manusia merupakan sumber infeksi utama giardiasis.
Karena itu dengan
mengobati penderita dan karier giardiasis dengan baik merupakan salah satu
cara untuk mencegah penularan penyakit ini.
Menjaga kebersihan makanan
dan minuman serta memasak makanan dan minuman dengan baik, serta
mencegah pencemaran makanan dan minuman dengan tinja yang dibawa oleh
lalat, lipas dan tikus harus juga dilakukan. Membuat kakus yang higienis serta
melarang pemakaian tinja segar untuk memupuk tanaman dapat mencegah
penyebaran giardiasis pada masyarakat luas.
FLAGELLATA TIDAK PATOGEN
Beberapa spesies Flagellata tidak patogen terdapat di dalam usus manusia,
yaitu Enteromonas hominis, Embadomonas intestinalis dan Chilomastix mesnili.
Protozoa usus ini harus dapat dibedakan morfologinya dari Flagellata yang
70
patogen agar tidak terjadi salah menetapkan diagnosis sehingga pengobatan
dan pencegahan infeksi Flagelata yang patogen dapat dilaksanakan dengan
tepat.
Enteromonas hominis
Flagellata yang tidak patogen ini merupakan Flagellata usus yang paling kecil
ukurannya,
yang
dapat
bergerak
dengan
cepat
dan
kuat.
Parasit
ini
mempunyai dua bentuk atau stadium parasit, yaitu bentuk trofozoit dan bentuk
kista.
Trofozoit. Stadium trofozoit mempunyai bentuk seperti buah pir (piriform)
atau lonjong jika sedang bergerak, tetapi berbentuk bulat pada sediaan yang
difiksasi. Trofozoit parasit berukuran 4x 8 mikron, mempunyai satu inti yang
terletak di bagian anterior tubuh parasit. Kariosom terletak sentral dan
mempunyai selaput inti yang tipis. Parasit ini mempunyai 4 flagel: tiga flagel
keluar dari bagian anterior, sedangkan dari bagian posterior hanya terdapat
satu flagel. Stadium kista parasit berbentuk lonjong berukuran 4x8 mikron dan
mempunyai 1-4 buah inti. Parasit ini tidak memiliki sitostom.
71
Gambar 21. Enteromonas hominis, trofozoit
( URL: http://www.btinternet.com/ukneqas/parasitologyscheme)
Kista. Kista merupakan stadium infektif, bentuknya lonjong atau elips,
berukuran panjang 6-8 mikron dan lebar 3-4 mikron sehingga sering dikira
Endolimax nana. Pada pemeriksaan langsung, parasit sukar dilihat karena
dinding kista yang tipis dan mudah rusak. Kista mempunyai 1- 4 inti yang
dapat dilihat pada pewarnaan sediaan permanen yang diwarnai trichrom atau
hematoksilin dan pada sediaan basah yang diwarnai dengan larutan Lugol-iodin
atau
larutan
MIF.
Pada
kista
dua
inti,
letak
inti
pada
kutub
yang
berseberangan, sedangkan pada kista berinti empat, pada masing-masing
kutub terdapat satu pasang inti.
Chilomastix mesnili
Trofozoit. Stadium trofozoit Chilomastix mesnili berbentuk buah pir atau
tetesan air (tear drop shaped) mempunyai ukuran sekitar 5x15 mikron, dengan
inti parasit yang berbentuk bulat, terletak di bagian anterior di dekat sitostom
yang berukuran besar. Terdapat 4 flagel pada stadium trofozoit, yaitu tiga
flagel bebas yang terletak di bagian anterior dan satu flagel yang terdapat di
dalam sitostom. Baik undulating membrane maupun aksostil tidak dimilki oleh
Chilomastix mesnili.
Kista. Kista
Chilomastix mesnili berukuran 7 -10 mikron berbentuk seperti
buah lemon dengan bagian anterior kista lebih langsing dibandingkan dengan
bagian posterior. Hanya terdapat satu inti yang terletak di bagian tengah kista
Chilomastix mesnili.
72
Gambar 22. Chilomastix mesnili trofozoit dan kista
(Sumber: Garcia,2007; http://www..med-chem.com)
Embadomonas intestinalis
Bentuk trofozoit parasit Embadomonas intestinalis adalah lonjong, dengan
ukuran 3x5 mikron. Berdekatan dengan sitostom yang terletak di bagian
anterior terletak inti parasit. Dua buah flagel keluar dari bagian anterior tubuh
trofozoit.
Bentuk kista Embadomonas intestinalis seperti buah pir
berukuran 4 - 5
mikron dan hanya mempunyai satu inti.
Diferensiasi morfologi flagellata
Lima spesies flagellata penting harus dibedakan morfologinya, baik yang
patogen
maupun
yang
tidak
patogen.
Spesies-spesies
ini
dibedakan
morfologinya dengan memperhatikan bentuk trofozoit, ukurannya dan jumlah
serta lokasi tempat keluarnya flagel.
73
Tabel 2. Diferensiasi morfologi trofozoit flagellata
Spesies
Bentuk
Ukuran
Flagel
Trichomonas
vaginalis
Piriform
13- 18
mikron
4 anterior,
1posterior
Giardia lamblia
Raket
7 x 14
mikron
4 pasang flagel:
1 ps anterior, 2
ps lateral, 1 ps
kaudal.
Enteromonas
hominis
Buah pir
4x8
mikron
4 flagel:3 ante
rior, 1 posterior
Embadomonas
intestinalis
Lonjong
3x5
mikron
2 flagel anterior
Chilomastix
mesnili
Buah pir
5x6
mikron
3 flagel anterior,
1 di sitostom
BAB 5
FLAGELLATA DARAH DAN
JARINGAN
74
 Trypanosomidae
 Trypanosoma gambiense
 T.rhodesiense
 T.cruzi
 Leishmania donovani
 L.tropica
 L.braziliensis
Haemoflagellata yang hidup di dalam darah dan jaringan tubuh manusia atau
hewan sebagian besar masa hidupnya umumya berada di dalam tubuh
vertebrata, sedangkan masa hidup di dalam tubuh serangga yang bertindak
sebagai hospes perantara umumnya tidak panjang. Sebagian besar spesies
flagellata yang tidak patogen dapat ditemukan di dalam darah dan jaringan
hewan mamalia, burung, ikan, reptil, dan amfibi.
Trypanosomidae
75
Beberapa keluarga flagellata
dari spesies Trypanosomidae ada yang penting
dalam bidang kesehatan manusia dan veteriner. Dari genus Trypanosoma yang
penting adalah
Afrika dan
Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodesiense di
Trypanosoma cruzi di Amerika. Dari genus Leishmania,
spesies
Leishmania donovani dapat ditemukan di semua benua kecuali Australia.
Leishmania tropica merupakan spesies yang endemis di berbagai negara di Asia
Barat dan Afrika Utara, Eropa Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Selatan,
sedangkan
Leishmania braziliensis banyak dilaporkan dari Meksiko dan
Amerika Selatan. Anggota keluarga Trypanosomidae umumnya mempunyai
berbagai
stadium
parasit
yang
morfologinya
berbeda-beda
bentuknya
(polimorfik).
Stadium Trypanosomidae
Famili Trypanosomidae umumnya mempunyai dua stadium yaitu stadium
flagellata yang langsing, memanjang dan sering melengkung dan stadium non
flagellata yang berbentuk bulat atau lonjong. Pada permukaan tubuh parasit
terdapat lapisan lentur yang disebut pelikel.
Inti. Bentuk inti parasit bulat atau lonjong dan terletak di tengah tubuh
parasit. Inti disebut juga sebagai trofonukleus (trophonucleus) karena berperan
dalam penyediaan makanan bagi parasit.
Kinetoplas. Organ parasit yang
bulat bentuknya atau berbentuk seperti
batang ini terletak di depan atau di belakang inti, mempunyai ukuran yang
lebih kecil daripada ukuran inti. Kinetoplas terdiri dari dua komponen, yaitu
blefaroplas (blepharoplast) dan benda parabasal atau parabasal body.
Flagel. Alat untuk melakukan pergerakan Tidak semua stadium flagellata
mempunyai flagel.
76
Undulating
membrane.
Flagel
yang
melingkari
badan
parasit
akan
membentuk kurva-kurva selaput yang berada di permukaan tubuh parasit yang
jumlahnya tergantung pada panjang badan sitoplasma.
Gambar 23. Bagan morfologi umum Trypanosomidae
(Sumber: http://www/2classnote.com/images/-/science)
Bentuk stadium Trypanosomidae
Famili Trypanosomidae mempunyai stadium-stadium yang
bentuknya, yaitu
berbeda beda
bentuk leismania, bentuk kritidia, bentuk tripanosoma dan
bentuk tripanosoma metasiklik.

Bentuk leismania (leishmanial form). Stadium ini
bentuk yang
mempunyai
bulat atau lonjong, dengan satu inti dan satu kinetoplas.
Bentuk leismania itidak mempunyai flagel.

Bentuk leptomonad (leptomonad form).
Stadium yang bentuknya
memanjang ini mempunyai satu inti yang terletak di tengah (sentral).
Dari bagian anterior tubuh di tempat kinetoplas berada, tampak keluar
satu flagel panjang. Bentuk leptomonad meskipun mempunyai flagel,
belum tampak adanya undulating membrane.
77

Bentuk kritidia (crithidial form). Bentuk kritidia mempunyai bentuk
badan yang memanjang.
kinetoplas.
Bentuk
Di depan inti yang letaknya sentral terdapat
kritidia
sudah
menunjukkan
adanya
undulating
membrane yang berukuran pendek, yang menghubungkan flagel dengan
tubuh parasit.

Bentuk tripanosoma (trypanosomal form). Bentuk tripanosoma
mempunyai bentuk badan yang langsing memanjang dan melengkung,
dengan inti yang terletak sentral dan kinetoplas yang berada di dekat
ujung posterior. Pada bentuk ini terbentuk dua sampai empat kurva
undulating
membrane
yang
menghubungkan
flagel
dengan
badan
parasit.

Bentuk tripanosoma metasiklik (metacyclic trypanosomal form).
Stadium ini mempunyai
bentuk mirip bentuk tripanosoma, tetapi lebih
kecil ukurannya. Bentuk tripanosoma metasiklik ditemukan di dalam
tubuh hospes perantara (serangga) yang juga bertindak sebagai vektor
tempat berkembangnya stadium infektif protozoa ini.
78
Gambar 24. Bentuk-bentuk Trypanosomidae
(URL: http://www.fao.org/docrep/006)
Trypanosoma
Untuk menyempurnakan siklus hidupnya, Trypanosoma membutuhkan dua
macam hospes (host), yaitu hospes vertebrata
dan hospes serangga. Empat
stadium Trypanosoma yang berkembang dan memperbanyak diri di dalam
tubuh serangga adalah stadium-stadium leishmania, leptomonad, kritidia dan
stadium
tripanosoma
metasiklik.
Mekanisme
pembentukan
stadium
79
tripanosoma metasiklik parasit menentukan mekanisme penularan parasit oleh
serangga.
Terdapat dua tipe mekanisme proses pembentukan tripanosoma metasiklik,
yaitu tipe anterior station dan tipe posterior station.
Anterior station: Mekanisme perkembangan Trypanosoma dimulai di midgut,
kemudian berlangsung di daerah proventrikulus dan kemudian berakhir di
kelenjar ludah (salivary glands) serangga. Infeksi Trypanosoma pada manusia
atau vertebrata terjadi melalui gigitan serangga (misalnya pada Trypanosoma
rhodesiense, Trypanosoma brucei dan Trypanosoma gambiense).
Posterior station. Mekanisme perkembangan parasit Trypanosoma berawal di
usus yang kemudian berakhir di bagian hind-gut yang terletak di bagian
posterior sistem pencernaan. Penularan melalui mekanisme posterior station ini
terjadi melalui mulut dengan tertelannya tinja serangga yang infektif
(pada
Trypanosoma lewisi), atau melalui luka akibat gigitan serangga yang tercemar
tinja infektif serangga (pada Trypanosoma cruzi).
Reproduksi Trypanosoma
Reproduksi pada Trypanosoma berlangsung secara binary longitudinal fission
dengan membelah diri secara longitudinal. Pembelahan diri parasit dimulai
dengan pembelahan diri kinetoplas kemudian diikuti dengan pembelahan diri
inti. Bagian tubuh yang tidak mendapatkan flagel dan undulating membrane
pada waktu membelah diri, akan membentuk flagel dan undulating membrane
yang baru. Akhirnya sitoplasma akan membagi diri secara longitudinal diawali
dari ujung anterior ke ujung posterior.
Trypanosoma penyebab penyakit pada manusia
80
Protozoa darah ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia maupun pada
hewan. Parasit Trypanosoma yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
adalah
Trypanosoma
gambiense
penyebab
trypanosomiasis), Trypanosoma rhodesiense
penyakit
tidur
(gambian
penyebab penyakit tidur Afrika
Timur (rhodesian trypanosomiasis), dan Trypanosoma cruzi yang menjadi
penyebab Chagas’ disease di Amerika Selatan.
Pada hewan,
Trypanosoma yang dapat menyebabkan penyakit adalah
Trypanosoma brucei penyebab
tsetse
(Glossina),
Nagana disease
Trypanosoma
evansi
yang
penyebab
ditularkan oleh lalat
penyakit
surra
yang
ditularkan oleh Tabanus, dan penyebab Stallion’s disease yang ditularkan
melalui hubungan seksual, yaitu Trypanosoma equiperdum.
Trypanosoma gambiense
Parasit ini hidup parasitik di dalam jaringan dan organ penderita yaitu di dalam
plasma darah, kelenjar getah bening dan di dalam otak.
Trypanosoma
gambiense dalam bentuk bebas juga didapatkan hidup di dalam rongga
interseluler. Daerah endemis Trypanosoma gambiense adalah daerah-daerah
yang terletak di sepanjang
tepi sungai-sungai yang mengalir di Afrika Barat
dan Afrika Tengah sepanjang garis katulistiwa.
Morfologi
Parasit ini mempunyai bentuk yang melengkung mirip bulan sabit, berukuran
panjang antara 15-35 mikron, dan lebar antara 1,5 - 3,5 mikron.
Inti Trypanosoma gambiense berukuran besar, lonjong bentuknya dan terletak
di tengah tubuh parasit (sentral).
81
Kinetoplas parasit berukuran kecil terletak di ujung posterior tubuhnya. Di
dalam sitoplasma dapat ditemukan butiran volutin (volutin granule).
Flagel yang keluar dari ujung posterior parasit kemudian melingkari tubuh
parasit dengan membentuk tiga sampai empat undulating membrane.
Trypanosoma gambiense termasuk parasit yang polimorfik artinya mempunyai
bentuk parasit yang bermacam-macam yang setiap
stadium
mempunyai
bentuk dan ukuran yang berbeda. Trypanosoma gambiense mempunyai bentuk
kritidia dan bentuk tripanosoma, tetapi tidak mempunyai bentuk leismania
maupun bentuk leptomonas.
Gambar 25. Trypanosoma gambiense
(URL: http://cal.vet.upenn.edu/projects/parasit/06)
Begitu juga halnya dengan Trypanosoma rhodesiense yang hanya mempunyai
bentuk kritidia dan bentuk tripanosoma. Sedangkan Trypanosoma cruzi
82
mempunyai bentuk-bentuk leismania, bentuk leptomonas, bentuk kritidia dan
bentuk tripanosoma.
Sesuai dengan tempat perkembangannya, bentuk-bentuk parasit berbagai
spesies Trypanosoma yang patogen bagi manusia dapat ditemukan di dalam
berbagai habitat.
Tabel 3. Habitat bentuk Trypanosoma pada manusia
Bentuk
T.gambiense
T.rhodesiense
T.cruzi
leismania
Tak ada
Tak ada
Mamalia:visera
(miokard,otak),
intraseluler.
Kultur jaringan
leptomonas
Tak ada
Tak ada
Mamalia:
intraseluler
(transisional).
kritidia
Insekta:
kelenjar ludah.
Insekta:
kelenjar ludah.
Kultur jaringan
Kultur jaringan
Mamalia:
intraseluler
(transisional).
Insekta: usus
Kultur jaringan
Mamalia:darah,
kelenjar limfe,
cairan tubuh
Insekta: usus,
kelenjar ludah
Mamalia: darah,
kelenjar limfe,
cairan tubuh
Insekta: usus,
kelenjar ludah
Mamalia: darah,
jaringan.
Insekta:usus,
rektum
Kultur jaringan.
tripanosoma
83
(Sumber: Brown,Basic Clinical Parasitology, 3rd Ed.)
Siklus hidup
Pada siklus hidupnya, hospes definitif Trypanosoma gambiense adalah manusia
sedangkan lalat tsetse (Glossina palpalis dan Glossina tachinoides) bertindak
sebagai hospes perantaranya. Infeksi terjadi dengan masuknya stadium
tripanosoma metasiklik melalui gigitan Glossina ke dalam tubuh manusia yang
kemudian berkembang menjadi bentuk tripanosoma. Bentuk tripanosoma lalu
memperbanyak diri di dalam jaringan yang terletak di sekitar tempat gigitan.
Trypanosoma gambiense kemudian memasuki aliran darah tepi penderita dan
secara binary longitudinal fission memperbanyak diri. Dengan gigitan lalat
tsetse, bentuk tripanosoma akan masuk ke dalam
tubuh vektor ini.
Bentuk
tripanosoma di dalam tubuh vektor dalam waktu 20 hari akan berubah bentuk
menjadi bentuk kritidia dan akhirnya menjadi bentuk tripanosoma metasiklik
yang infektif. Lalat tsetse yang infektif merupakan vektor penyakit yang infektif
untuk seumur hidupnya.
Gambar 26. Siklus hidup Trypanosoma gambiense
84
Berbagai jenis hewan misalnya sapi, babi, kambing dan domba dapat bertindak
sebagai hospes reservoir pada siklus hidup Trypanosoma gambiense .
.
Gambar 27. Glossina (lalat tsetse)
(URL: http://en.ird.fr/var/ird/storage)
Patogenesis dan gejala klinis
Akibat infeksi Trypanosoma gambiense, terjadi perubahan patologis pada
susunan saraf pusat dan kelenjar getah bening.
Sesudah masa inkubasi yang berlangsung antara 6-14 hari, penderita akan
mengalami demam tidak teratur yang berlangsung selama beberapa bulan.
Sesudah itu penderita mengalami eritema yang kemudian diikuti terjadinya
limfadenitis umum. Tahapan klinis ini merupakan stadium hematolimfatik.
Stadium terminal tripanosomiasis gambiense adalah stadium penyakit tidur
yang terjadi akibat meningoensefalitis yang dialami oleh penderita.
Untuk menetapkan diagnosis pasti tripanosomiasis gambiense harus dapat
ditemukan parasit penyebabnya.
Trypanosoma gambiense dapat ditemukan
85
dengan melakukan pemeriksaan darah tepi, sumsum tulang sternum, cairan
kelenjar limfe atau cairan otak (liquor cerebrospinalis) penderita. Bahan-bahan
tersebut selain diperiksa
secara mikroskopis juga dapat dibiakkan, atau
dilakukan inokulasi hewan coba untuk mendapatkan Trypanosoma gambiense
yang lebih banyak agar lebih mudah diperiksa secara mikroskopis.
Pengobatan tripanosomiasis gambiense
Penyakit tripanosomiasis gambiense harus segera diobati secepat mungkin.
Tripanosid sebagai obat untuk memberantas Trypanosoma gambiense yang
dianjurkan oleh FDA adalah suramin (suatu urea substitution compound), dan
pentamidine isethionate.
Suramin diberikan secara intravenus dengan dosis 5 mg/kg berat badan pada
hari-1 diikuti 10 mg/kg berat badan pada hari ke-2 dan 20 mg/kg berat badan
pada hari ke-5, 11, 17, 23 dan 30.
Jika terjadi gangguan saraf pusat, melarsoprol yang dikombinasi dengan
suramin dengan dosis tertentu dapat digunakan. Selain itu dapat digunakan
nifurtimox dengan dosis 8-10 mg/kg berat badan/hari selama 90 hari. Untuk
penderita anak nifurtimox diberikan
dengan dosis 15-20 mg/kg berat
badan/hari selama 90 hari.
Jika penderita juga mengalami anemia, malnutrisi dan infeksi sekunder, maka
keadaan tersebut harus juga ditangani.
Pencegahan
Penyebaran tripanosomiasis gambiense dapat dicegah dengan melakukan
pengobatan pencegahan (chemoprophylaxis) terhadap orang yang mempunyai
risiko tinggi tertular parasit ini dengan menggunakan obat-obat tripanosid.
86
Selain itu harus dilakukan pemberantasan terhadap lalat tsetse yang menjadi
vektor penularnya.
Trypanosoma rhodesiense
Protozoa ini adalah penyebab penyakit tidur yang banyak diderita oleh
penduduk di daerah Afrika Timur. Melalui pemeriksaan mikroskopis morfologi
bentuk-bentuk Trypanosoma rhodesiense sukar dibedakan dari Trypanosoma
gambiense. Sebagai vektor penular Trypanosoma rhodesiense adalah lalat
Glossina morsitans dan Glossina palpalis sedangkan antelope adalah hewan
yang dapat bertindak sebagai hospes reservoir .
Jika
dibandingkan
dengan
Trypanosoma
gambiense,
parasit
ini
dapat
menimbulkan penyakit yang lebih berat bagi manusia dan mamalia.
Infeksi Trypanosoma rhodesiense dapat diobati dengan suramin dengan dosis
dan aturan pengobatan seperti yang dilakukan untuk mengobati penderita
terinfeksi Trypanosoma gambiense.
Trypanosoma cruzi
Penyebab penyakit South American trypanosomiasis atau yang lebih dikenal
sebagai Chagas’
disease ini banyak dilaporkan dari daerah-daerah
Amerika
Selatan.
Bentuk leishmania Trypanosoma cruzi ditemukan hidup di dalam otot, jaringan
saraf dan sistem retikuloendotel sedangkan
di dalam darah tepi,
ditemukan dalam bentuk stadium tripanosoma.
parasit ini
87
Morfologi Trypanosoma cruzi
Di dalam tubuh manusia Trypanosoma cruzi terdapat dalam dua stadium yaitu
bentuk tripanosoma dan bentuk leismania. Hanya bentuk leismania yang dapat
berkembang biak di dalam jaringan tubuh manusia.
Stadium tripanosoma Trypanosoma cruzi mempunyai bentuk seperti huruf C
atau U dengan panjang badan sekitar 20 mikron. Inti parasit yang berukuran
besar terletak di tengah-tengah badan parasit, dengan kinetoplas yang
berbentuk lonjong terletak di bagian posterior dari badan parasit.
Stadium leismania parasit ini bentuknya bulat atau lonjong dan mempunyai
garis tengah sekitar 2-4 mikron. Stadium leismania mempunyai satu inti dan
satu kinetoplas. Bentuk ini hidup di dalam sel retikuloendotel, di dalam sel otot
bergaris misalnya otot jantung dan otot rangka, dan di dalam sel neuroglia
jaringan saraf.
Gambar 28. Trypanosoma cruzi bentuk leismania
(Sumber: CDC/DPDx)
88
Siklus hidup Trypanosoma cruzi
Manusia adalah hospes definitif Trypanosoma cruzi. Berbagai jenis
hewan,
misalnya armadilo, opossum, anjing, tikus, dan kucing dapat bertindak sebagai
hospes
reservoir.
Serangga
dari
famili
Reduviidae,
yaitu
Triatoma,
Panstrongylus dan Rhodnius dapat bertindak sebagai vektor penularnya.
Gambar 29. Reduviidae,vektor penular tripanosomiasis cruzi.
(URL: http://www.cals.nscu.edu)
Infeksi pada manusia terjadi dengan masuknya stadium infektif Trypanosoma
cruzi, yaitu bentuk tripanosoma metasiklik melalui luka gigitan vektor yang
tercemar dengan tinja vektor. Selain itu, bentuk infektif juga dapat masuk ke
dalam tubuh manusia melalui selaput mukosa dan konjungtiva.
Sesudah memasuki tubuh penderita, di dalam sel-sel jaringan tripanosoma
metasiklik berubah bentuk menjadi bentuk leismania yang mampu berkembang
biak, kemudian berubah bentuk menjadi bentuk leptomonad. Dari bentuk
leptomonad parasit kemudian berubah menjadi
bentuk kritidial, akhirnya
menjadi bentuk tripanosoma yang kemudian masuk ke dalam aliran darah.
89
Gambar 30. Siklus hidup Trypanosoma cruzi
Jika vektor mengisap darah penderita, bentuk tripanosoma akan masuk ke
dalam tubuh vektor, lalu berubah menjadi bentuk leismania. Di dalam midgut
vektor bentuk leismania akan memperbanyak diri, lalu berubah menjadi bentuk
kritidia yang segera mengadakan migrasi ke hind-gut. Bentuk kritidia secara
longitudinal fission akan memperbanyak diri di dalam hind-gut. Dalam waktu 8
sampai 10 hari bentuk kritidia akan berubah menjadi bentuk tripanosoma
metasiklik yang infektif, yang dapat ditemukan di dalam tinja vektor.
Patogenesis dan gejala klinis
Stadium
infektif
parasit
yaitu
bentuk
tripanosoma
metasiklik
dapat
menginfeksi penderita melalui luka kulit atau melalui konjungtiva yang
tercemar tinja vektor.
Stadium infektif yang masuk melalui luka kulit, akan menyebabkan terjadinya
pembengkakan kulit (chagoma). Jika stadium infektif parasit menginfeksi
melalui konjungtiva, penderita akan mengalami pembengkakan kelopak mata
90
(Romana’s sign). Penyebaran
parasit ke organ-organ dapat menimbulkan
kerusakan sistem retikuloendotel dan kelainan-kelainan pada
jantung, otot
rangka, kelenjar tiroid dan sistem saraf.
Sesudah
melewati
masa
inkubasi
antara
7-14
hari
penderita
akan
menunjukkan gejala-gejala klinis yang akut atau gejala-gejala kronis.
Infeksi Trypanosoma cruzi pada bayi dan anak kecil
umumnya akan
menimbulkan gejala klinis akut yaitu demam, konjungtivitis, pembesaran
kelenjar limfe dan pembesaran limpa, udem unilateral pada wajah, anemia dan
limfositosis. Terjadinya meningoensefalitis atau gagal miokardial merupakan
penyebab kematian penderita sesudah gejala klinis akut berlangsung selama
20-30 hari.
Infeksi Trypanosoma cruzi pada orang dewasa atau remaja pada umumnya
akan menimbulkan
gejala klinis bentuk kronis, antara lain adalah gangguan
ritme jantung berupa hambatan jantung (heart block), Adam-Stokes syndrome,
gejala neurologis misalnya paralisis spesifik, dan kelainan psikis. Di daerah
endemis, komplikasi yang sering dialami penderita adalah
kardiomiopati,
megaesofagus dan megakolon.
Diagnosis penyakit Chagas
Diagnosis pasti
penyakit Chagas ditetapkan sesudah dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk menemukan parasitnya. Dengan pemeriksaan darah tepi
jika parasit sulit ditemukan, dilakukan inokulasi hewan coba, misalnya tikus,
anjing, atau kucing, dengan cara menginfeksi hewan coba dengan darah
penderita.
Selain itu dapat dilakukan xenodiagnosis, yaitu dengan cara
menggigitkan
serangga vektor (Reduviidae) pada penderita yang diduga menderita penyakit
91
Chagas. Isi usus vektor kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk
menemukan yang ada di dalam sediaan tersebut.
Trypanosoma cruzi juga dapat dibiakkan dengan menggunakan medium NNN
atau medium biakan parasit lainnya untuk mendapatkan sejumlah besar parasit
sehingga lebih mudah ditemukan dan diperiksa dengan lebih teliti di bawah
mikroskop.
Untuk membantu menegakkan diagnosis, dapat dilakukan uji intradermal, uji
fiksasi komplemen (tes Machado), atau tes Sabin-Feldman (Methylen blue dye
test).
Pengobatan penyakit chagas
Obat yang benar-benar
efektif untuk mengobati penyakit Chagas Sampai
sekarang belum ditemukan. Pengobatan terhadap penyakit Chagas yang
berhasil baik adalah menggunakan Bayer 2502 (nifurtimox) dan nitrofurazon
yang sedang dalam masa uji coba.
Pada orang dewasa Nifurtimox diberikan dengan dosis 8-10 mg/kg berat
badan/hari sedangkan dosis anak adalah 15-20 mg/kg berat badan/hari yang
diberikan selama 90 hari.
Nitrofurazon pernah dicoba juga untuk mengobati penyakit Chagas,
diberikan dengan dosis total 18.375 gram selama 72 hari.
Tabel 4. Epidemiologi tripanosomiasis
T.gambiense
T.cruzi
T.rhodesiense
yang
92
Distribusi
Afrika
Amerika Latin
Afrika
Penyakit
Penyakit tidur
Chagas’disease
Penyakit tidur
Habitat
Plasma, otak,
lymphnode
Darah tepi,
otot, saraf, RES
Plasma, otak,
Limphnode
Morfologi
Polimorfik
Bentuk
leismania dan
tripanosoma
Polimorfik
Vektor
Glossina
palpalis
G.tachinoides
Reduviidae
G.morsitans
G.palpalis
Hospes
Reservoir
Sapi, kambing
domba babi,
Armadilo,
opossum,
anjing, kucing,
tikus
Antelope
Pencegahan
Penyebaran infeksi penyakit chagas dapat dicegah dengan memberantas
vektornya. Untuk menghindari gigitan vektor dapat
digunakan repelen yang
dioleskan pada kulit atau disemprotkan pada pakaian. Karena penderita
merupakan sumber infeksi bagi manusia lainnya, penderita harus tetap diobati
untuk mencegah penularan penyakit.
Tabel 5. Diferensiasi Klinis tripanosomiasis
Tripanosomiasis Tripanosomiasis Tripanosomiasis
gambiense
cruzi
rhodesiense
93
Cara infeksi Gigitan vektor
Kontaminasi tinja
vektor pada kulit
atau konjungtiva
Gigitan vektor
Gejala
klinis
Penyakit tidur
Chagoma,
Romana sign
Penyakit tidur
Diagnosis
1. Mikroskopis
darah, limfe,
cerebrospinal
fluid,sumsum
tulang.
2. Biakan parasit
3. Inokulasi
hewan
1.Mikroskopis
2.Inokulasi
hewan
3.Xenodiagnosis
4.Machado test
5.SabinFeldman
6.Intradermal
test
Sama dengan
Tripanosomiasis
gambiense
1.Nifurtimox,
2.Nitrofurazon
1.Suramin
2.Melarsoprol
3.Nitrofurazon
Pengobatan 1.Suramin
2.Pentamidin
3.Melarsoprol
Leishmania
Leishmania tersebar luas di berbagai bagian dunia (kosmopolit). Parasit ini
mempunyai sejumlah besar spesies yang morfologinya mirip satu dengan
lainnya sehingga sulit dibedakan. Spesies-spesies Leishmania dapat dibedakan
melalui pengenalan sifat kimiawi, pemeriksaan serologi, pertumbuhan dalam
tubuh vektor, jenis vektor, jenis reservoir host, faktor epidemiologi dan gejala
klinis yang ditimbulkan oleh masing-masing spesies. Leishmania yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia adalah Leishmania donovani, Leishmania
braziliense dan Leishmania tropica.
94
Hewan-hewan yang dapat bertindak sebagai hospes reservoir parasit ini antara
lain adalah anjing dan karnivora lainnya dan rodensia liar, sedangkan yang
menjadi vektor penular leishmaniasis adalah Phlebotomus.
Gambar 31 . Phlebotomus, vektor penular leishmaniasis.
(URL: http://www.medicina21.com)
Leishmania donovani
Leishmania donovani hidup di dalam sel-sel (intraseluler) retikuloendotil hati,
sel jaringan limpa dan sumsum tulang penderita.
Infeksi parasit ini
menyebabkan terjadinya leismaniasis viseral (visceral leishmaniasis) atau
penyakit Kala-azar, atau Black fever (demam hitam), karena kulit penderita
menjadi berwarna hitam akibat terjadinya hiperpigmentasi. Kala-azar juga
disebut sebagai Tropical splenomegaly.
Sebaran geografis Kala-azar
95
Penyakit Kala-azar banyak dilaporkan dari daerah yang beriklim panas dan
lembab di India, Cina dan Mancuria, Afrika Utara, Afrika Barat, Afrika Timur,
Eropa Selatan, Rusia dan Amerika Selatan. Penderita umumnya adalah
penduduk yang bermukim di daerah sepanjang sungai
yang menjadi tempat
berkembang biak (breeding place) vektor penyakit ini, yaitu
Phlebotomus
(lalat pasir, sandflies).
Morfologi parasit
Leishmania donovani terdapat dalam dua stadium atau bentuk, yaitu stadium
aflagella
atau
amastigot
(bentuk
leismania)
dan
stadium
flagella
atau
promastigot (bentuk leptomonad).
Gambar 32. Leishmania donovani, promastigot
(URL: http://www.msu.edu/course/zol/316)
Di dalam badan
hospes reservoir parasit dan manusia, Leishmania terdapat
dalam bentuk leishmania, sedangkan bentuk leptomonad terdapat di dalam
usus vektor.
Dengan membiakkan parasit pada medium buatan, akan diperoleh bentuk
leptomonad parasit ini.
96
Leishmania tidak mempunyai bentuk kritidia maupun tripanosoma.
Tabel 6. Bentuk Leishmania dan habitatnya pada
manusia atau vektor
Bentuk/
stadium
Bentuk
leismania
L.donovani
1.Intraseluler di sistem
retikuloendotil(SRE),
kelenjar limfe, limpa,
fagosit, hati, dan
sumsum tulang.
2.Kultur jaringan
L.tropica dan
L.braziliensis
1.Intraseluler dan
ekstraseluler di kulit dan
membran mukosa
mamalia
2. Kultur jaringan
Bentuk
leptomonas
1. Midgut dan faring
insekta
2. Kultur
1. Midgut dan faring
insekta
2. Kultur
Bentuk
kritidia
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
tripanosoma
Tidak ada
Tidak ada
(Sumber: Brown,Basic Clinical Parasitolog,3rd Ed.)
Bentuk leismania. Pada stadium leismania tak terdapat flagela, mempunyai
bentuk badan yang
lonjong atau bulat dengan ukuran antara 2-4 mikron,
dengan inti yang terletak di tengah badan parasit. Kinetoplas yang berbentuk
sebagai bintik dan terletak di samping inti, terdiri dari benda parabasal yang
berbentuk batang dan blefaroplas yang berbentuk titik kecil. Benang halus
(filamen) yang terdiri dari akar dan flagel yang keluar dari dari kinetoplas
disebut aksonema atau rhisoplas. Sepanjang perjalanan Aksonema akan
berjalan menuju ke tepi badan parasit dimana terdapat rongga-rongga jernih (
vakuol) yang tidak berwarna.
97
Bentuk leptomonad. Leptomonad mempunyai dua bentuk yang berbeda antara
bentuk leptomonad muda dengan bentuk leptomonad yang sudah matang.
Leptomonad muda berbentuk lonjong dan pendek, dengan panjang antara 510
mikron
dan
lebar
antara
2-3
mikron.
Bentuk
leptomonad
matang
mempunyai ukuran yang lebih panjang dan langsing, dengan panjang 15-20
mikron dan lebar 1-2 mikron. Inti bentuk leptomonad terletak sentral di tengah
badan, sedangkan kinetoplasnya terletak di ujung anterior tubuh parasit. Dari
bagian depan tubuh parasit keluar satu flagel yang berukuran sama panjang
atau lebih panjang daripada ukuran panjang parasit
dan tidak membentuk
undulating membrane. Di depan kinetoplas pada akar flagel terdapat vakuol
eosinofilik yang merupakan rongga yang berwarna.
Siklus hidup
Leishmania donovani mempunyai dua macam tuan rumah (hospes), yaitu
hospes definitif dan hospes perantara. Manusia dan anjing merupakan hospes
definitif utama
sedangkan
Phlebotomus menjadi hospes perantara yang
bertindak sebagai vektor penular parasit ini.
Di dalam tubuh manusia Leishmania terdapat dalam bentuk leismania yang
berada
di
dalam
sel-sel
retikuloendotel.
Di
dalam
sel-sel
ini
parasit
memperbanyak diri dengan pembelahan sel sehingga sel hospes (host-cell)
membesar dan pecah. Parasit-parasit yang
lepas kemudian mencari sel
retikuloendotel baru, atau memasuki aliran darah. Vektor yang menggigit dan
mengisap darah penderita yang mengandung parasit dalam bentuk leismania
akan menularkan penyakit ini pada orang lain.
Parasit yang masuk ke dalam tubuh vektor yaitu bentuk leismania, akan
berubah menjadi bentuk leptomonad. Bentuk ini mengadakan multiplikasi di
dalam midgut vektor. Sesudah itu parasit akan mengadakan migrasi ke bagian
98
anterior alat pencernaan, yaitu ke
faring dan rongga mulut vektor. Dalam
waktu 6-9 hari sesudah mengisap darah penderita,
vektor menjadi stadium
yang infektif. Perkembangan dari bentuk tidak infektif menjadi bentuk infektif
parasit ini disebut sebagai anterior station development. Karena parasit tidak
menginfeksi kelenjar ludah, maka kelenjar ini tidak berperan dalam proses
infeksi leismaniasis.
Gambar 33.
Siklus hidup Leishmaniadonovani
Diagnosis kala azar
Sesudah melewati masa inkubasi yang berlangsung antara
3-6 bulan, akan
timbul kelainan kulit yang bersifat primer, berupa nodul yang disebut
leishmanioma. Penderita kemudian akan mengalami demam yang pada
awalnya berlangsung terus menerus, kemudian berubah menjadi demam
remiten. Kulit penderita kemudian menjadi kering, kasar dan mengsalami
hiperpigmentasi, sedangkan rambut penderita menjadi rapuh dan mudah
rontok.
99
Sebagai gejala klinis utama Kala-azar adalah terjadinya demam, yang diikuti
dengan pembesaran kelenjar limfe yang menyeluruh (limfadenopati) dan
hepatosplenomegali. Meskipun terjadi hepatosplenomegali, penderita tidak
mengalami jaundis. Penderita juga tidak mengalami toksik miokardium.
Penderita juga dapat mengalami perdarahan hidung dan perdarahan gingiva,
muntah dan diare serta udem pada wajahnya.
Penderita Kala-azar yang tidak diobati, dalam waktu 2 tahun sebagian besar
penderita (75-95%) akan meninggal dunia akibat komplikasi berupa infeksi
sekunder misalnya amubiasis dan tuberkulosis.
Diagnosis
pasti.
Diagnosis
Kala-azar
dapat
ditentukan
jika
ditemukan
Leishmania donovani pada darah penderita. Parasit dapat ditemukan melalui
pemeriksaan mikroskopis atas darah (pemeriksaan tetes tebal atau hapusan
darah), atau melalui pemeriksaan mikroskopis atas hasil biopsi organ limpa,
hati, dan sumsum tulang.
Pada pemeriksaan darah, gambaran darah menunjukkan adanya anemia
dengan
kadar
hemoglobin
yang
rendah,
terdapat
leukopeni
dan
trombositopeni, sedangkan jumlah monosit meningkat lebih dari 7%. Selain
itu, gamma globulin serum meningkat
di atas 16.0 g/L , sedangkan
IgG
meningkat sangat tinggi (jauh di atas 16.0 g/L).
Pembiakan hasil biopsi pada medium NNN dan kultur pada hewan coba dapat
dilakukan untuk mendapatkan Leishmania dalam jumlah besar.
Pemeriksaan lain yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
Kala-azar antara lain
spesifik,
adalah pemeriksaan serologi, misalnya Uji Imunologi
Uji Fiksasi Komplemen
(Complement
Fixation Test)
Hemaglutinasi tidak langsung (Indirect Hemagglutination Test).
dan
Uji
100
Pengobatan dan pencegahan Kala-azar
Kala-azar diobati dengan Antimon pentavalen, Pentamidin isetionat
atau
Amfoterisin-B dan transfusi darah serta diet kalori tinggi sesuai dengan
keadaan penyakit.
Antimon pentavalen (Pentostam, Solustibosan). Antimon pentavalen diberikan
secara intravenus dengan dosis inisial pada orang dewasa sebesar 0.05 gm,
diikuti oleh 15 suntikan berturut-turut pada hari berikutnya dengan dosis yang
semakin meningkat dari 0.1 gm sampai 0.2 gm setiap kali pemberian.
Pentamidin isetionat (Lomodin) diberikan secara intramuskuler, dengan dosis
2-4 mg/kg berat badan/hari yang diberikan selama 10-15 hari.
Amfoterisin-B hanya diberikan pada infeksi yang lanjut, karena obat ini toksik
bagi penderita. Amfoterisin-B diberikan dengan secara intravenus perlahanlahan (infus) dengan konsentrasi tidak lebih dari 100 µg per ml.
Penderita yang mengalami anemia sangat berat, dapat diberikan tranfusi darah
disertai dengan pemberian diet dengan kalori tinggi.
Penderita adalah sumber infeksi bagi manusia lainnya, karena itu harus diobati
untuk mencegah terjadinya penularan penyakit ini. Selain itu
dilakukan
pemberantasan vektor penularnya dengan menggunakan insektisida.
mencegah gigitan vektor, selain dengan tidur memakai kelambu,
Untuk
gigitan
vektor dapat dicegah dengan menggunakan repelen yang digosokkan pada
kulit atau disemprotkan pada pakaian penderita.
Leishmania tropica
101
Parasit ini
hidup intraseluler
di dalam sel-sel
retikuloendotil dan kulit.
Leishmania tropica menyebabkan leismaniasis kulit (cutaneous leishmaniasis)
atau penyakit Oriental sore yang banyak dilaporkan dari negara-negara Timur
Tengah (Siria, Arab, Iran), India dan Afrika Tengah.
Morfologi parasit
Terdapat dua bentuk Leishmania tropica, yaitu bentuk leismania dan bentuk
leptomonad. Bentuk leismania terdapat di dalam tubuh manusia atau hospes
reservoir parasit ini, sedangkan di dalam tubuh vektor terdapat bentuk
leptomonad.
Jika parasit dibiakkan pada medium buatan, yang berkembang adalah bentuk
leptomonad.
Secara mikroskopis morfologi Leishmania tropica tidak dapat dibedakan dari
morfologi Leishmania donovani.
Siklus hidup
Pada prinsipnya siklus hidup sesuai dengan siklus hidup Leishmania donovani,
kecuali bahwa bentuk leismania dari Leishmania tropica hidup di dalam sel
mononuklir besar dari kulit dan tidak dapat ditemukan di dalam visera. Bentuk
leismania Leishmania tropica yang terdapat di dalam tubuh manusia maupun
bentuk leptomonad yang terdapat dalam tubuh vektor mampu secara binary
fission memperbanyak diri.
Epidemiologi oriental sore
Oriental sore atau leismaniasis kulit adalah penyakit zoonosis dimana anjing
merupakan reservoir host utama di daerah endemis, sedangkan di daerah
padang pasir Asia Tengah, rodensia (gerbil) merupakan sumber infeksi
penyakit ini.
102
Infeksi leismaniasis kulit pada manusia terjadi dengan masuknya secara
langsung
parasit
infektif
melalui
gigitan
vektor
atau
sesudah
terjadi
pencemaran luka gigitan vektor oleh remahan tubuh vektor yang infektif.
Tiga minggu sesudah vektor mengisap darah penderita yang mengandung
parasit infektif yaitu bentuk leismania, bentuk leptomonad sudah dapat
dijumpai di dalam rongga mulut vektor.
Penderita oriental sore yang sembuh dari penyakitnya
akan mendapatkan
kekebalan untuk seumur hidupnya terhadap infeksi ulang Leishmania tropica.
Diagnosis dan gejala klinis
Sesudah masa inkubasi yang berlangsung antara beberapa minggu sampai 6
bulan, bahkan kadang-kadang sampai 2 tahun , gejala klinis akan terjadi
berupa nodul kulit yang sering mengalami ulserasi. Nodul atau ulserasi nodul
kemudian akan menyembuh dengan sendirinya dalam waktu sekitar 6 bulan.
Gejala klinis berupa kelainan kulit ini disebut Oriental sore atau Delhi sore.
Bentuk Delhi sore ini biasanya berupa dua atau tiga nodul yang terdapat di
daerah wajah, di tangan atau di kaki penderita.
Untuk
menetapkan
diagnosis
pasti
leismaniasis
kulit,
harus
dilakukan
pemeriksaan mikroskopis atas hasil biopsi nodul kulit yang diberi pewarnaan
dengan metoda Leishman. Selain itu dapat dilakukan biakan parasit hasil biopsi
pada medium NNN.
Pemeriksaan
serologi
untuk
membantu
menegakkan
diagnosis
penyakit
Oriental sore dapat dilakukan melalui tes kulit intrakutan dengan menggunakan
vaksin Leishmania.
Pengobatan dan pencegahan Oriental sore
103
Untuk mengobati penyakit ini dapat digunakan Antimon pentavalen atau
antimon trivalent. Untuk pengobatan lokal yang terjadi di kulit dapat diberikan
Emetin HCl 2%-5% atau atabrin 3%-5%. Selain itu vaksin oriental sore dapat
juga digunakan untuk pengobatan lokal penyakit ini.
Penyebaran oriental sore dapat dicegah dengan mengobati penderita dengan
baik karena manusia penderita merupakan sumber infeksi bagi orang lain.
Reservoir host yang menjadi sumber infeksi jika memungkinkan harus juga
diobati atau diberantas.
Pemberantasan
vektor
yaitu
Phlebotomus
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan insektisida, sedangkan gigitan vektor pada manusia dapat
dicegah dengan selalu memakai kelambu pada waktu tibur atau menggunakan
repelen untuk mengusir vektor dari tubuh kita.
Vaksinasi menggunakan parasit hidup dapat memberikan kekebalan tetap
terhadap penyakit parasitik ini.
Leishmania braziliensis
Infeksi Leishmania braziliensis dapat
menimbulkan leismaniasis mukokutan
(mucocutaneous leishmaniasis) atau leismaniasis nasofaring atau penyakit
Espundia. Negara-negara Amerika Tengah dan Amerika Selatan merupakan
daerah endemis espundia.
Morfologi parasit
Protozoa jaringan ini hidup intraseluler di dalam sel makrofag yang terdapat di
jaringan kulit dan selaput lendir hidung serta rongga mulut.
104
Leishmania braziliensis terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk leismania dan
bentuk leptomonad. Bentuk leismania terdapat pada
reservoir,
sedangkan
didalam
tubuh
vektor
manusia dan hospes
(Phlebotomus
intermedius)
terdapat bentuk leptomonad.
Jika parasit dibiakkan pada medium buatan yang berkembang adalah bentuk
leptomonad.
Morfologi
Leishmania
braziliensis
tidak
dapat
dibedakan
dari
morfologi
Leishmania donovani maupun Leishmania tropica.
Siklus hidup dan infeksi parasit
Sebagai hospes definitif manusia terinfeksi parasit ini dengan cara langsung,
yaitu melalui gigitan vektor atau melalui kontak langsung dengan penderita.
Autoinfeksi dapat juga terjadi pada seorang penderita, dimana bentuk infektif
parasit berasal dari dirinya sendiri.
Dalam siklus hidupnya Leishmania braziliensis membutuhkan Phlebotomus
intermedius sebagai vektornya, sedangkan anjing merupakan hospes reservoir
parasit ini.
Patogenesis dan gejala klinis espundia
Sesudah melewati masa inkubasi yang berlangsung selama beberapa hari
sampai beberapa minggu, gejala klinis espundia akan dialami penderita. Mulamula terjadi nodul kulit yang mirip dengan nodul kulit pada infeksi Leishmania
tropica. Kemudian terbentuk ulkus espundia yang bentuknya melebar secara
melingkar, dengan tepi ulkus yang tajam dan permukaan ulkus yang basah.
Pemeriksaan histologis pada ulkus dapat menemukan Leishmania braziliensis
105
dalam bentuk leismania di dalam monosit dan di dalam sel-sel sistem retikulo
endotel yang berada di daerah tepi ulkus.
Gejala klinis penyakit espundia menunjukkan gejala klinis dua fase, yaitu fase
primer dan fase sekunder. Fase primer espundia
berupa kelainan kulit, sedangkan gejala klinis
menunjukkan gejala klinis
fase
sekunder espundia
menunjukkan gejala-gejala klinis akibat infeksi pada selaput lendir mulut dan
saluran pernapasan bagian atas.
Diagnosis espundia
Diagnosis pasti espundia dapat
ditetapkan dengan ditemukannya parasit
Leishmania braziliensis pada pemeriksaan mikroskopik atas bahan-bahan
infektif. Selain itu dengan melakukan pewarnaan dengan metoda Leishman
dapat ditemukan bentuk leismania parasit ini.
Jika
dilakukan biakan dengan medium NNN yang didapatkan adalah parasit
bentuk leptomonad.
Pemeriksaan pembantu untuk menetapkan diagnosis espundia antara lain
adalah uji fiksasi komplemen, dan tes intradermal (tes Montenegro). Hasil tes
Montenegro dinyatakan positif jika terjadi pembentukan eritem dan papul
dalam waktu 48 jam sesudah dilakukan tes intradermal tersebut.
Pengobatan dan pencegahan espundia
Obat pemberantas leishmaniasis atau leismaniasida yang dapat digunakan
adalah potassium antimony tartrat, sodium antimony gluconate, pentamidin
atau amfoterisin B. Kelainan lokal penyakit ini dapat diobati dengan suntikan
lokal atabrin.
106
Penularan espundia dapat dicegah dengan melakukan pemberantasan vektor
penularnya
menggunakan
menggunakan
repelen.
insektisida
Kekebalan
yang
atau
mencegah
tetap
dapat
gigitan
vektor
diperoleh
dengan
menggunakan parasit hidup sebagai vaksin.
Tabel 7. Cara infeksi,gejala klinis dan diagnosis tripanosomiasis dan
leismaniasis
98
Infeksi
Cara infeksi
Gejala klinis
Diagnosis
Tripanosomia
sis brucei
(penyakit tidur
Afruka)
Vektor:
Glossina
Reservoir: sapi
liar
Demam akut,
gejala neurologi
kronis
Mikroskopis
darah atau
cairan
serebrospinal,
serologi,PCR
Tripanosomia
sis cruzi
(Penyakit
Chagas)
Vektor:
Reduviidae
Transfusidarah,
Intrauterine
Akut, megavisera
kronis (jantung,
kolonesofagus)
Serologi,
Xenodiagnosis,
PCR
Leismaniasis
(viseral)
donovani
(Kala azar)
Vektor:sandfly
Demam,
splenomegali
Amastigot (LD
bodies) di
dalam sumsum
tulang,
PCR
Leismaniasis
mukokutan;
kutan
(L.tropica,
L.braziliensis/
tropicanal)
Vektor:sandfly
Ulkus kulit,
Biopsi/aspirasi
amastigot (LD
bodies), kultur,
PCR, analisis
isoenzim
Reservoir:roden
Reservoir:roden Cara infeksi
nasal/bronkial
(L.braziliensis)
107
Bab 6
SPOROZOA
 Klasifikasi Sporozoa
 Coccidia
 Isospora
 Cyclospora
 Cryptosporidium
108
Karena
tidak mempunyai
flagel atau silia,
subfilum Sporozoa melakukan
pergerakan secara amoeboid. Reproduksi Sporozoa dllakukan melalui dua cara,
yaitu reproduksi aseksual atau skizogoni (schizogony) dan reproduksi seksual
atau singami (syngamy).
Genera Sporozoa yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia antara lain
misalnya
adalah
Coccidia,
Plasmodium,
Toxoplasma,
Sarcocystis
Pneumocystis.
Gambar 34. Klasifikasi Sporozoa (Faust and Russel,1964)
,
dan
109
Coccidia
Subkelas Coccidia hidup intraseluler di dalam sel epitel mukosa usus yaitu di
ileum bagian bawah.
Coccidia jarang menimbulkan penyakit pada manusia
kecuali genus Isospora dan genus Eimeria dari famili Eimeriidae. Eimeria
merupakan
spurious
parasite
pada
manusia
sedangkan
penyakit
yang
ditimbulkan oleh Isospora dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting
disease).
Di luar tubuh manusia stadium ookista Isospora mempunyai dua sporokista
dengan masing-masing sporokista mengandung empat sporozoit, sedangkan
ookista Eimeria mempunyai empat sporokista yang masing-masing sporokista
mengandung dua sporozoit.
110
Gambar 35. Oookista Eimeria
(URL:http://bio-analyse.com/images/eimeria)
Siklus hidup Coccidia
Secara lengkap siklus hidup Coccidia
berlangsung
di dalam maupun di luar
tubuh hospes (manusia). Reproduksi Coccidia yang berlangsung di dalam satu
jenis hospes terjadi melalui dua cara yaitu reproduksi aseksual dan reproduksi
seksual.
Pada manusia trofozoit yang terbentuk di dalam sel epitel usus sesudah
berubah menjadi bentuk skison (schizont), kemudian
bentuk merozoit. Sebagian
berkembang menjadi
merozoit akan masuk ke dalam lumen usus
melanjutkan siklus aseksual, sedangkan sebagian lainnya akan melanjutkan ke
siklus seksual. Di dalam lumen usus merozoit akan memasuki sel epitel usus
dan melanjutkan siklus aseksual (schizogony). Merozoit lain yang melanjutkan
ke siklus seksual akan mengadakan diferensiasi menjadi gamet jantan
(mikrogametosit)
dan
gamet
betina
(makrogametosit).
Proses
fertilisasi
mikrogametosit dan makrogametosit menghasilkan zigot yang dapat ditemukan
di dalam tinja penderita.
111
Gambar 36 . Bagan Siklus hidup Coccidia
Di dalam tinja penderita yang berada di luar tubuh, zigot akan berubah bentuk
menjadi ookista yang berukuran sekitar 16x32 mikron. Ookista berkembang
menjadi sporoblas yang kemudian berkembang menjadi sporokista yang berisi
sporozoit. Koksidiosis terjadi jika manusia
tertelan sporokista infektif yang
terdapat dalam makanan yang tercemar tinja penderita.
Isospora belli
Parasit yang juga disebut Cystoisospora belli ini tersebar luas di seluruh dunia
(kosmopolit) terutama di Asia (Indonesia, Filipina, Jepang, Cina, dan India),
Amerika Selatan dan Afrika Selatan yang merupakan daerah-daerah endemis.
Morfologi Isospora
Dua spesies Isospora
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia adalah Isospora belli dan Isospora hominis. Isospora belli berukuran
112
12-16 mikron x 25-33 mikron sedangkan Isospora hominis berukuran lebih
kecil, sekitar 10 x 16 mikron.
Terdapat tiga jenis ookista Isospora yaitu :

ookista yang uniseluler,

ookista yang mengandung dua sporoblas

ookista yang mengandung dua spora yang masing-masing mengandung
empat sporozoit.
Gambar 37. Isospora belli
(URL: http://www.soton.ac.uk)
Diagnosis infeksi Isospora
Isospora jarang menimbulkan kerusakan jaringan. Sesudah melewati masa
inkubasi sekitar satu minggu, penderita menunjukkan gejala klinis ringan
berupa demam, malaise, sakit perut dan diare. Infeksi parasit ini akan sembuh
dengan sendirinya (self limiting disease), karena
pada umumnya tidak terjadi
komplikasi.
Diagnosis pasti infeksi Isospora ditentukan sesudah dilakukan pemeriksaan
tinja untuk menemukan adanya ookista di dalam tinja penderita.
Pengobatan dan pencegahan
113
Gejala klinis dan keluhan yang dialami penderita umumnya
ringan sifatnya,
sehingga tidak memerlukan pengobatan. Penderita dengan infeksi kronis yang
mengalami gejala klinis yang agak berat dapat diobati dengan sulfa, misalnya
trimetoprim-sulfametoksazol.
Jika
penderita
alergi
terhadap
sulfa
dapat
diberikan pirimetamin.
Infeksi parasit ini dapat dicegah dengan memasak makanan dengan baik dan
menjaga kebersihan makanan. Karena penderita merupakan sumber infeksi,
penderita harus diobati. Pencemaran tinja terhadap lingkungan harus dicegah,
misalnya dengan tidak menggunakan tinja manusia sebagai pupuk tanaman.
Cyclospora
Parasit yang termasuk filum Apicomplexa ini tersebar luas di seluruh dunia
(kosmopolit) terutama di daerah tropis dan subtropis. Spesies Cyclospora
cayetanensis adalah spesies Cyclospora yang infektif untuk manusia.
Morfologi Cyclospora
Parasit ini mempunyai ookista yang berbentuk sferis. Di dalam ookista
terdapat bentuk mirip morula yang mengandung benda inklusi. Ookista yang
berspora
(sporulated
oocyst)
mempunyai
dua
sporokista
yang
lonjong
bentuknya. Pada masing-masing sporokista terdapat dua sporozoit yang
berukuran sekitar 1.2 x 9 mikron.
114
Gambar 38. Cyclospora
(URL: http://www.cdc.gov./DPDx/IMAGES)
Siklus hidup
Siklus hidup Cyclospora berlangsung hanya pada satu hospes. Cyclospora
mempunyai dua stadium parasit, yaitu stadium endogen dan stadium infektif.
Stadium endogen hidup di dalam vakuol sitoplasma, sedangkan stadium infektif
adalah
ookista yang jika jatuh ke tanah bersama tinja penderita akan
mengalami proses sporulasi menjadi sporulated oocyst yang infektif. Proses
sporulasi berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu lamanya
(pada suhu antara 220 C- 320 C).
115
Gambar 39. Siklus hidup Cyclospora (Sumber:CDC)
Parasit menginfeksi manusia secara oral dengan masuknya sporulated oocyst
yang infektif melalui makanan atau minuman. Di dalam usus akan berlangsung
proses ekskistasi, dimana sporozoit menginvasi sel-sel epitel usus halus. Baik
reproduksi aseksual maupun reproduksi
seksual menjadi ookista terjadi di
dalam epitel usus. Di dalam tinja penderita ookista ini dapat ditemukan.
Patogenesis dan gejala klinis
Infeksi Cyclospora
pada usus halus menyebabkan terjadinya
duodenum bagian distal, hiperplasi kripta usus dan atrofi vili usus.
eritema
Sesudah
melewati masa inkubasi sekitar satu minggu, penderita akan menunjukkan
gejala klinis dan keluhan berupa diare cair yang kadang-kadang disertai
konstipasi, kejang perut, mual, dan muntah-muntah. Selain itu penderita
merasa lelah, mengalami mialgia, anoreksia dan penurunan
berat badan.
Selama 10-12 minggu penderita dapat mengalami demam ringan yang sering
kambuh.
116
Penderita dengan infeksi Cyclospora biasanya akan sembuh dengan sendirinya
(self-limiting
disease),
tetapi
akan
mengalami
penurunan
imunitas
(imunocompromised) dan mengalami diare berkepanjangan.
Diagnosis infeksi Cyclospora
Diagnosa pasti infeksi Cyclospora dapat ditetapkan jika dapat
ookista Cyclospora
ditemukan
pada tinja penderita. Tinja dapat diperiksa melalui
pemeriksaan mikroskopis sinar biasa atau menggunakan mikroskop fluoresen.
Hasil pemeriksaan dapat ditingkatkan jika dilakukan konsentrasi atas tinja
diikuti pewarnaan safranin atau pewarnaan tahan asam (Ziehl-Nielsen) yang
dimodifikasi.
Pengobatan dan pencegahan
Untuk
mengobati
parasit
ini
sebagai
obat
pilihan
dapat
digunakan
trimethoprim-sulfamethoxazole. Selain itu penderita juga diberi terapi suportif,
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit serta istirahat yang cukup.
Cara mudah untuk mencegah penyebaran parasit ini adalah selalu mencuci
tangan dengan sabun sebelum makan atau sesudah buang air besar, serta
selalu memasak air sebelum diminum.
Cryptosporidium
Penyebab kriptosporidiosis pada manusia adalah Cryptosporidium parvum dan
C. hominis. Koksidia filum Apicomplexa ini termasuk protozoa zoonosis yang
dapat menginfeksi berbagai jenis hewan antara lain sapi, domba, dan kambing.
Pada manusia prevalensi koksidiosis
sekitar 2-3% sedangkan pada turis,
117
petugas medis dan penderita kanker serta AIDS prevalensinya lebih tinggi dari
angka tersebut.
Distribusi geografis
Infeksi
Cryptosporidium banyak dilaporkan dari seluruh dunia terutama di
daerah dengan populasi penduduk yang padat, akibat penggunaan air minum
yang tidak bersih dan lingkungan hidup yang buruk dan kebiasaan hidup yang
tidak higienis. Cryptosporidium dapat diderita oleh semua golongan usia, baik
manusia lanjut usia (manula) sampai bayi yang baru dilahirkan.
Morfologi parasit
Ookista Cryptosporidium berbentuk sferis, dengan diameter sekitar 4-6 mikron.
Ookista parasit ini ada dua jenis, yaitu ookista yang berdinding tebal dan
ookista yang berdinding tipis. Di dalam tubuh hospes ookista berdinding tipis
dapat mengadakan ekskistasi (autoinfection) dan mengadakan siklus hidup
lanjutan, sedangkan
ookista berdinding tebal akan diekskresi melalui tinja
penderita.
Cryptosporidium
mempunyai dua cara reproduksi, yaitu reproduksi aseksual
melalui pembelahan sel (binary fission), diikuti reproduksi seksual seperti
halnya pada siklus hidup Plasmodium dan Toxoplasma.
118
Gambar 40. Cryptosporidium parvum
(URL: http://www.k-state.edu/parasitology)
Infeksi
Cryptosporidium parvum terjadi dengan masuknya ookista parasit
melalui pernapasan (inhalasi) atau melalui mulut. Sporozoit yang lepas
kemudian masuk ke dalam sel-sel epitel usus (proses ekskistasi) lalu
berkembang secara aseksual. Kemudian dilanjutkan dengan proses reproduksi
secara seksual dengan membentuk mikrogamet dan makrogamet.
Gambar 41. Siklus hidup Cryptosporidium parvum
119
Sesudah terjadi proses fertilisasi mikrogamet dan makrogamet akan terbentuk
ookista berdinding tebal yang mampu mengadakan sporulasi di dalam tubuh
hospes. Ookista berdinding tebal ini akan dikeluarkan bersama tinja penderita,
atau dapat juga menyebabkan autoinfeksi yang berlangsung di dalam tubuh
hospes sendiri.
Patogenesis dan gejala klinis
Akibat masuknya sporozoit ke dalam sel epitel usus akan terjadi kerusakan
atau kematian sel-sel epitel usus. Proses keradangan yang terjadi pada usus
menimbulkan atrofi villi usus dan hiperplasi kripta usus.
Gejala utama kriptosporidiosis adalah diare cair yang terjadi lebih dari 20 liter
per hari (cholera-like diarrhea). Selain itu penderita juga dapat mengalami
gejala dan keluhan lainnya, misalnya demam ringan, nyeri perut, mual,
dehidrasi dan berat badan yang menurun. Jika daya tahan penderita tinggi,
gejala klinis maupun keluhan biasanya ringan, sedangkan penderita dengan
daya tahan tubuh yang rendah atau terganggu sistem imun tubuhnya,
misalnya penderita HIV/ AIDS, akan menderita penyakit dengan gejala klinis
yang berat.
Diagnosis kriptosporidiosis
Sebagian
besar
orang
yang
terinfeksi
Cryptosporidium
parvum
tidak
menunjukkan keluhan atau gejala klinis. Diare dan gejala klinis pencernaan
pada kriptosporidiosis dapat terjadi pada penyakit perut lainnya. Karena itu
diagnosis pasti kriptosporidiosis ditentukan berdasar adanya gejala klinis dan
keluhan penderita dan pemeriksaan mikroskopis atas tinja penderita. Untuk
menunjukkan
adanya
ookista
kriptosporidial
parasit,
dapat
pemeriksaan tinja dengan pewarnaan tahan asam yang dimodifikasi.
dilakukan
120
Untuk
membantu
secara
tidak
langsung
dalam
menegakkan
diagnosis
kriptosporidiosis, dapat dilakukan pemeriksaan imunologi atas anti- IgM, IgG
dan IgA
kriptosporidium dengan uji ELISA atau IFA (immunofluorescence
antibody assay).
Diagnosis kriptosporidiosis dapat dipastikan juga melalui pemeriksaan biologi
molekuler PCR (Polymerase Chain Reaction) dan metoda deteksi DNA .
Gambar 42. Ookista Cryptosporidium (panah merah). di tinja dengan
pewarnaan Kinyoun acid fast technique. Panah biru adalah sel ragi.
(Sumber: Tom Nolan, VPTH Pennsylvania University)
Pengobatan dan pencegahan
Pada penderita dengan sistem imun yang normal, untuk mengobati diare
kriptosporidiosis
FDA
(Food
and
Drugs
Administration)
menganjurkan
penggunaan Nitazoxanide yang diberikan per oral pada orang dewasa dengan
dosis 2x500 mg selama 3 hari. Untuk anak berumur 1-11 tahun obat dapat
diberikan dengan dosis 2x 100-200mg selama 3 hari.
121
Pada orang dengan daya tahan tubuh normal, umumnya akan sembuh dengan
sendirinya. Karena itu jika Nitazoxanide tidak tersedia, penderita dengan diare
berat hanya diberi pengobatan suportif dan penatalaksanaan cairan dan
elektrolit.
Pada immunocompromised patients,
antibiotika misalnya
spiramisin dan
paromomisin dapat juga diberikan meskipun kekambuhan masih sering terjadi.
Untuk mencegah infeksi kriptosporidiosis, mencuci tangan sebelum makan dan
sesudah merawat penderita diare (manusia maupun hewan) harus dilakukan
sesering mungkin. Selain itu kebersihan makanan dan minuman harus selalu
dijaga, dan selalu memasak makanan dengan baik sebelum dikonsumsi.
122
Bab 7
SPOROZOA
 Toxoplasma gondii
 Pneumocystis carinii
 Sarcocystis
 Blastocystis
123
Sporozoa yang penting dalam kelompok ini adalah Toxoplasma gondii dan
Pneumocystis carinii karena dapat menimbulkan penyakit yang berat.
Toxoplasma
gondii
Protozoa yang hidup di darah dan jaringan ini dapat menyebabkan penyakit
toksoplasmosis pada manusia dan hewan. Toxoplasma gondii hidup intraseluler
di dalam sel-sel sistem retikulo-endotel dan sel parenkim manusia maupun
mamalia terutama kucing dan unggas. Parasit ini dapat menimbulkan radang
dan kerusakan pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, mata, otak
dan selaput otak.
Distribusi geografis
Toxoplasma gondii tersebar luas di seluruh dunia. Data serologi menunjukkan
bahwa 30-40% penduduk dunia terinfeksi Toxoplasma gondii, sehingga
toksoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang paling banyak diderita
penduduk bumi. Infeksi banyak terjadi di daerah dataran rendah beriklim
panas dibandingkan dengan daerah dingin yang terletak didataran tinggi.
Perancis dan negara-negara yang penduduknya mempunyai kebiasaan makan
daging mentah atau
dimasak kurang matang, menunjukkan prevalensi
toksoplasmosis yang tinggi. Penelitian di USA pada tahun 1994 menunjukkan
prevalensi serologi toxoplasmosis 22,5% dan pada perempuan berusia subur
(child bearing age) prevalensinya adalah sebesar 15%.
Morfologi parasit
Berdasar habitatnya Toxoplasma gondii mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk
intraseluler dan bentuk ekstraseluler.
124
Intraseluler, parasit ini mempunyai bentuk yang bulat atau lonjong sehingga
sulit dibedakan morfologinya dari morfologi Leishmania. Ekstraseluler, parasit
ini mempunyai bentuk seperti bulan sabit yang langsing dengan satu ujungnya
runcing sedangkan ujung lainnya tumpul. Toxoplasma gondii ekstraseluler yang
berukuran sekitar 2x 5 mikron, mempunyai sebuah inti parasit yang terletak di
bagian ujung yang tumpul dari parasit.
Siklus hidup
Keluarga kucing (Felidae) merupakan hospes definitif yang membawa stadium
seksual Toxoplasma gondii, sehingga hewan ini merupakan sumber utama
infeksi parasit ini bagi manusia. Di dalam tubuh hewan yang menjadi hospes
perantara, Toxoplasma terdapat dalam bentuk aseksual. Cara infeksi dari satu
hewan penderita ke hewan lainnya terjadi sesudah
makan daging yang
mengandung parasit stadium infektif.
Gambar 43. Ookista Toxoplasma gondii.
(URL: http://www.microbeworld.org)
125
Di dalam usus kucing yang terinfeksi Toxoplasma, parasit akan berkembang
baik dalam bentuk siklus seksual maupun siklus aseksual sehingga akan
terbentuk stadium ookista (oocyst) yang kemudian akan keluar bersama tinja
kucing. Dalam waktu 1 sampai 5 hari ookista akan berkembang menjadi
infektif yang dapat menular ke manusia atau hewan lainnya. Di lingkungan luar
rumah, misalnya di dalam air atau tanah basah ookista dapat bertahan hidup
lebih dari satu tahun lamanya. Stadium ookista tahan terhadap pengaruh
disinfektan,
pembekuan,
kekeringan,
akan
tetapi
akan
terbunuh
jika
dipanaskan pada suhu 700 Celcius selama 10 menit
.
Gambar 44 . Ookista Toxoplasma membentuk spora (merah)
dan yang tidak berspora (biru).
(Sumber: Nolan,University of Pennsylvania)
Cara infeksi toksoplasmosis
Pada manusia cara infeksi toksoplasmosis dapat terjadi melalui cara dapatan
(acquired) pada anak maupun orang dewasa. dan secara kongenital cara
infeksi dari ibu ke bayi yang dikandungnya.
126
Cara infeksi secara dapatan terjadi secara oral melalui makanan, melalui udara
dan melalui kulit. Cara infeksi per oral terjadi melalui makanan mentah dalam
bentuk daging, susu sapi atau telur unggas yang tercemar pseudokista parasit,
cara infeksi melalui udara atau droplet infection dengan bahan infektif berasal
dari penderita pneumonitis toksoplasmosis dan cara infeksi melalui kulit terjadi
akibat sentuhan atau kontak dengan jaringan misalnya daging yang infektif
atau ekskreta hewan yang sakit misalnya kucing, anjing, babi atau rodensia.
Selain
itu
toksoplasmosis
dapat
ditularkan
melalui
transplantasi
organ,
transfusi darah atau masuknya takizoit ke dalam tubuh melalui lecet atau luka
pada kulit.
Gambar 45. Siklus hidup dan cara infeksi Toxoplasma gondii.
127
Gambar 46. Takizoit Toxoplasma.gondi
(URL: http://www.dpd.cdc.gov)
Pada toksoplasmosis kongenital cara infeksi pada janin terjadi melalui plasenta
dari ibu hamil yang menderita toksoplasmosis. Cara infeksi yang terjadi di awal
kehamilan, akan menyebabkan terjadinya abortus pada janin, atau anak lahir
dalam keadaan meninggal. Pada infeksi toksoplasmosis yang terjadi pada
trimester
akhir
kehamilan,
menunjukkan kelainan.
janin
yang
berada
dalam
kandungan
tidak
Gejala-gejala klinis toksoplasmosis pada bayi baru
terlihat dua tiga bulan pasca kelahiran. Selain melalui plasenta, Toxoplasma
gondii dapat ditularkan dari ibu ke anak melalui air susu ibu (ASI), jika ibu
tertular parasit ini pada masa nifas (puerperium).
Patogenesis dan gejala klinis
Tergantung pada stadium infektif yang memasuki tubuh penderita, masa
inkubasi toksoplasmosis berlangsung antara 5-23 hari. Melalui aliran darah
parasit akan menyebar ke berbagai organ, misalnya ke otak, sumsum tulang
belakang, sumsum tulang, kelenjar limfe, mata, paru, limpa, hati dan otot
jantung.
128
Pada orang dewasa yang sehat dan tidak sedang hamil, karena sistem imun
tubuhnya
mampu
melawan
infeksi
parasit,
gejala
klinis
toksoplasmosis
umumnya tidak jelas dan tidak ada keluhan penderita. Gejala klinis yang
ringan mirip gejala flu, antara lain berupa pembengkakan ringan kelenjar limfe
dan nyeri otot yang hanya berlangsung selama beberapa minggu. Meskipun
demikian parasit masih berada dalam bentuk tidak aktif di dalam jaringan dan
organ tubuh penderita yang akan berubah kembali menjadi bentuk aktif jika
daya tahan tubuh penderita menurun.
Gejala
toksoplasmosis
tampak
jelas
pada
ibu
hamil
yang
menderita
toksoplasmosis karena dapat mengalami abortus, janin lahir mati atau bayi
yang dilahirkan menunjukkan tanda-tanda toksoplasmosis. Hal ini disebabkan
karena parasit menyebabkan kerusakan organ dan sistem saraf penderita bayi
dan anak. Ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii pada trimester pertama
kehamilan umumnya akan mengalami abortus atau janin lahir mati. Infeksi
toksoplasmosis
yang
terjadi
pada
trimester
terakhir
kehamilan
akan
menyebabkan bayi yang dilahirkan menunjukkan gejala toksoplasmosis,
misalnya berupa ensefalomielitis, kalsifikasi serebral, korioretinitis, hidrosefalus
atau mikrosefalus. Kelainan pada sistem limfatik yang terjadi
pada anak
dengan toksoplasmosis kongenital yang berusia 5 sampai 15 tahun, akan
menyebabkan terjadinya demam disertai limfadenitis.
Penyakit mata toksoplasmosis dapat terjadi akibat
infeksi kongenital atau
infeksi yang terjadi sesudah anak dilahirkan. Kelainan mata akibat infeksi
kongenital toksoplasmosis biasanya tidak terlihat pada waktu anak dilahirkan,
melainkan baru tampak pada waktu usia dewasa. Kelainan toksoplasmosis
mata
dapat
berupa retinochoroiditis dengan gejala dan keluhan antara lain
nyeri mata, fotofobi, penglihatan kabur dan keluar air mata yang terus
menerus. Penderita juga dapat mengalami kebutaan.
129
Toksoplasmosis kulit dapat menimbulkan ruam makulopapuler yang mirip ruam
demam tifus, sedangkan toksoplasmosis paru dapat menyebabkan pneumonia
interstitial. Infeksi Toxoplasma pada jantung dapat menyebabkan miokarditis,
sedangkan infeksi pada
hati serta limpa dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran organ-organ tersebut.
Penderita yang sedang mengalami gangguan sistem imun misalnya menderita
AIDS/HIV akan menunjukkan gejala-gejala klinis toksoplasmosis yang berat
berupa demam, sakit kepala, gangguan kesadaran dan gangguan koordinasi.
Penderita akan sering mengalami kekambuhan dan re-infeksi yang berulangulang.
Gambar 47. Hidrosefalus toksoplasmosis
(URL: http://www.austincc.edu/microbiol)
Diagnosis toksoplasmosis
Gejala-gejala klinis dan keluhan yang dialami penderita dapat juga ditimbulkan
oleh berbagai macam penyakit lain. Diagnosis banding toksoplasmosis yang
harus
diperhatikan
adalah
mononukleosis
infeksiosa,
tuberkulosis,
130
kriptokokosis,
tularemia,
bruselosis,
listeriosis,
penyakit
virus,
sifilis,
yang
tinggi
sistiserkosis dan hidatidosis.
Pada
pemeriksaan
serologi
titer
imunoglobulin
G
(IgG)
menunjukkan bahwa seseorang telah pernah terinfeksi dengan parasit ini,
sedangkan titer IgM yang tinggi menunjukkan bahwa seseorang sedang
terinfeksi Toxoplasma gondii. Untuk menunjang diagnosis toksoplasmosis
pemeriksaan serologi yang sering dilakukan adalah uji serologi dengan SabinFeldman Dye test, Uji Fiksasi Komplemen, Tes Hemaglutinasi tak langsung
(IHA), Tes toksoplasmin, Uji netralisasi antibodi dan uji ELISA.
Untuk menetapkan diagnosis pasti toksoplasmosis harus dilakukan pemeriksan
mikroskopik histologis secara langsung atas hasil biopsi atau pungsi atau otopsi
atas jaringan organ penderita, atau pemeriksan atas jaringan berasal dari
hewan coba yang dinokulasi dengan bahan infektif. Parasit
ditemukan pada
juga mungkin
pemeriksaan langsung atas darah penderita, sputum, tinja,
cairan serebrospinal, dan cairan amnion.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran limfositosis (lebih dari 33%
), monositosis (lebih dari 7%) dan ditemukan sel mononuklir yang atipik.
Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan adanya xantokromia, protein
yang meningkat dan jumlah sel juga meningkat.
Untuk menentukan adanya infeksi toksoplasmosis dari ibu ke anak (cara infeksi
kongenital) dapat dilakukan pemeriksaan biomolekuler terhadap DNA parasit
yang ada di dalam cairan amnion.
Pengobatan toksoplasmosis
Banyak penderita yang terinfeksi Toxoplasma gondii dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan. Pengobatan terutama diberikan pada ibu hamil
131
yang terinfeksi di awal kehamilan, jika terjadi chorioretinitis aktif, miokarditis,
atau jika terjadi gangguan pada organ-organ.
Penderita yang sedang menderita toksoplasmosis diobati dengan terapi
antiparasit yang diberikan dalam bentuk kombinasi Pirimetamin dengan
Sulfadiasin, sebaiknya disertai pemberian
asam folat untuk mencegah
terjadinya depresi sumsum tulang. Pada infeksi yang berat pengobatan
diberikan selama 2 sampai 4 minggu. Cara pemberian kombinasi obat adalah
sebagai berkut: hari pertama Pirimetamin diberikan 50 mg per oral diikuti 6
jam kemudian, 25 mg ditambah Sulfadiasin
dengan hari ke-14:
2 gram. Pada hari ke-2 sampai
Pirimetamin 25 mg /hari ditambah sulfadiasin 4x 1
gram/hari.
Toksoplasmosis dapat diobati dengan Spiramisin sebagai obat tunggal dengan
dosis 2-4 gram per hari selama 3 sampai 4 minggu.
Penderita toksoplasmosis mata sebaiknya diberi tambahan obat klindamisin
dan prednisolon untuk mencegah kerusakan saraf mata dan gangguan pada
makula. Selain itu vitamin B kompleks dan asam folat diberikan sebagai obat
penunjang.
Penderita
dengan
gangguan
sistem
imun,
misalnya
AIDS
memerlukan pengobatan yang terus menerus selama masih mengalami
gangguan sistem imun.
Pada perempuan hamil spiramisin diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi
melalui plasenta. Jika pada pemeriksaan USG (ultrasonography) terdapat
dugaan telah terjadi infeksi pada bayi maka diberikan pirimetamin dan
sulfadiazin. Pirimetamin tidak boleh diberikan pada 16 minggu pertama
kehamilan karena bersifat teratogenik, sehingga hanya diberikan sulfadiazin
sebagai obat tunggal.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita toksoplasmosis primer atau ibu yang
menderita HIV positif, diberi pengobatan pirimetamin-sulfadiazin-asam folat
132
selama tahun pertama sampai terbukti bayi tidak menderita toksoplasmosis
kongenital.
Prognosis
Toksoplasmosis yang terjadi pada anak atau orang dewasa, prognosis
penyakitnya tergantung pada jenis dan beratnya kerusakan organ yang
terserang. Pada orang dewasa toksoplasmosis umumnya tidak menunjukkan
gejala (asimtomatik). Pada bayi yang menderita toksoplasmosis akut umumnya
fatal akibatnya, meskipun ibu tidak menunjukkan gejala. Anak yang menderita
infeksi toksoplasmosis prenatal, meskipun jarang menimbulkan kematian akan
mengalami cacat yang permanen sifatnya.
Pencegahan toksoplasmosis
Untuk mencegah infeksi toksoplasmosis makanan dan minuman harus dimasak
dengan baik. Selain itu harus dicegah terjadinya kontak langsung dengan
daging atau jaringan organ hewan yang sedang diproses, misalnya di tempat
pemotongan hewan (abbatoir) dan di tempat penjualan daging. Selain
mengobati penderita (baik manusia naupun hewan) dengan baik, lingkungan
hidup harus dijaga kebersihannya, terutama harus bebas dari tinja kucing atau
tinja hewan lainnya.
Toksoplasmosis kongenital dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan
pada ibu hamil. Jika ibu haml belum diketahui apakah ia mempunyai antibodi
terhadap Toxoplasma gondii dianjurkan untuk tidak mengadakan kontak
dengan kucing, tidak membersihkan tempat sampah, selalu menggunakan
sarung tangan jika berkebun, dan selalu mencuci tangan sesudah berkebun,
sesudah mencuci daging mentah dan sebelum makan.
Peumocystis carinii
133
Peumocystis carinii yang tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) ini
menyebabkan infeksi yang disebut pneumonia atipik, Pneumocystic carinii
pneumonia (PCP) atau interstitial plasmacellulair pneumonia. PCP secara
sporadis ditemukan pada penderita dengan imunodefisiensi primer atau
penderita yang sedang mendapatkan kemoterapi dan transplantasi atau
penderita AIDS (immunocompromised patients).
Morfologi parasit
Parasit ini mempunyai bentuk yang bulat atau lonjong mirip kista, berukuran 12 mikron, mempunyai 8 badan yang berinti satu (uninucleated bodies).
Gambar 48. Pneumocystis carinii , pewarnaan perak
(Sumber: http://pathology.class.kmu.edu.tw/ch05)
Siklus hidup
Bertindak sebagai
hospes Pneumocystis carinii adalah manusia dan berbagai
macam hewan, misalnya anjing dan binatang mengerat (rodensia). Parasit
134
ditemukan di dalam alveoli dalam bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit yang
matang
akan menjadi sporokista dengan 8 intracystic bodies dan berubah
menjadi trofozoit jika kista pecah. Infeksi terjadi jika sporokista tertelan oleh
hospes bersama makanan atau minuman, di dalam usus sporokista akan
pecah.
Sporozoit yang keluar kemudian akan menembus dinding usus, lalu
masuk ke dalam sel-sel endotel.
Patogenesis dan gejala klinis
Pneumocystis carinii dapat menimbulkan kelainan paru yang menyebabkan
organ ini menjadi kenyal, dan udara menghilang dari jaringan paru. Warna
paru berubah mejadi kelabu dan terjadi penebalan septum alveolar disertai
infiltrasi sel-sel leukosit, histiosit dan sel plasma. Gambaran ini merupakan ciri
khas gambaran interstitial plasma cellulai pneumonia. Jaringan paru juga
menunjukkan gambaran seperti pecahan kaca (ground glass) yang merupakan
eksudat alveolar yang membentuk jaringan ikat.
Masa inkubasi Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) yang lamanya 20-30 hari
diikuti oleh keluhan penderita berupa hilangnya nafsu makan dan penurunan
berat badan, kelemahan badan, batuk kering, sesak napas yang semakin berat
dan sianosis. Penderita dapat meninggal akibat terjadinya sumbatan oleh
eksudat pada alveoli dan bronkioli.
Diagnosis PCP
Gejala klinis PCP adalah demam, sesak napas dan batuk. Pada bayi yang
mengalami pneumonia (newborn pneumonia) atau pneumonia pada penderita
dengan imunitas rendah (immunocompromised) sering penyebabnya adalah
Pneumocystis carinii. Diagnosis pasti infeksi Pneumocystis carinii
dapat
ditegakkan jika parasit penyebabnya dapat ditemukan di dalam dahak
penderita yang diperoleh dengan kumbah bronkoalveolar (bronchoalveolar
135
lavage) melalui pewarnaan GMS (Gomori methenamine silver stain) atau
pewarnaan Giemsa.
Parasit dapat juga ditemukan melalui otopsi jaringan paru pada penderita yang
meninggal
dunia.
Pemeriksaan
Direct
fluorescent
antibody
(DFA)
dan
imunohistokimia dapat digunakan untuk menemukan parasit didalam jaringan
atau sediaan sitologi. Pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran ground
glass yang khas.
Pengobatan dan pencegahan
Untuk mengobati pneumonia atipik dapat diberikan
pentamidin secara
intramuskuler, dengan dosis 4 mg per kilogram berat badan selama 14 hari
pengobatan. Selain itu obat lain yang dapat diberikan adalah kina, emetin, atau
trimetoprim-sulfa metoksasol. Sesuai dengan gejala klinis dan keluhan yang
terjadi dan untuk menunjang pengobatan dapat diberikan antibiotika, oksigen,
dan perbaikan gizi penderita. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi.
Untuk mencegah penyebaran parasit ini dianjurkan untuk selalu memasak
semua makanan dan minuman serta memperbaiki lingkungan hidup dan selalu
menjaga higiene perorangan dan keluarga.
Sarcocystis
Sarcocystis
adalah
parasit
zoonosis
yang
pada
manusia
tidak
banyak
menimbulkan keluhan, tetapi sering kali menimbulkan kematian pada kelinci.
Parasit ini dilaporkan dari berbagai tempat, misalnya Afrika, Amerika Tengah
dan Amerika Selatan, Asia Tenggara dan Eropa.
136
Morfologi parasit
Sarcocystis ditemukan di dalam otot bergaris dalam bentuk kelompok spora
berinti satu yang memanjang seperti pipa, disebut Miescher tube yang
ukurannya
sangat
bervariasi
antara
ukuran
mikroskopik
sampai
5
cm
panjangnya. Masing-masing spora berukuran sekitar 1-2 mikron kali 10 mikron
Gambar 49. Sarcocystis hominis
(URL: http://www.k-state.edu/parasitologi/546tutorials)
Siklus hidup
Hospes alami Sarcocystis adalah berbagai hewan ternak, misalnya sapi, kuda,
domba, babi, kelinci dan bebek, sedangkan manusia merupakan hospes
insidental. Pada manusia infeksi diduga terjadi secara per oral, melalui
makanan atau minuman tercemar ekskreta hewan penderita, terutama sapi
dan babi.
137
Gejala klinis dan diagnosis
Sarcocystis
menghasilkan
toksin
yang
disebut
sarcocystin
yang
dapat
menyebabkan kematian pada kelinci, tetapi tidak menyebabkan keluhan atau
gejala klinis pada manusia. Infeksi intestinal pada manusia melalui makanan
dapat menimbulkan nyeri perut, diare, demam, takikardi dan meningkatnya
frekwensi pernapasan penderita.
Parasit dapat ditemukan di dalam tinja yang diperiksa secara konsentrasi, atau
ditemukan pada otot jantung, otot lengan dan otot laring melalui biopsi pada
penderita atau otopsi pada jenasah. Untuk membantu menegakkan diagnosis
sarkosistosis dapat dilakukan pemeriksaan serologi dengan antigen homolog.
Pengobatan dan pencegahan
Belum ada obat yang spesifk dan efektif untuk siskosistosis. Cara infeksi
penyakit dapat dicegah dengan selalu memasak daging dengan sempurna
sebelum dimakan. Daging yang akan dijual harus diperiksa secara mikroskopis
dan
sebaiknya
disimpan
dalam
keadaan
beku.
Kebersihan
perorangan,
lingkungan dan kebersihan makanan harus selalu dijaga.
Blastocystis
Taksonomi Blastocystis masih belum jelas apakah organisme ini termasuk ke
dalam kelompok sporozoa ataukah golongan jamur. Blastocystis tersebar luas
di seluruh dunia (kosmopolit) namun hanya Blastocystis hominis yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan yang ringan pada manusia.
Organisme yang polimorfik ini umumnya dijumpai dalam bentuk kista bulat
yang berdinding tebal, dengan ukuran antara 6-40 mikron.
Blastocystis
138
mempunyai dua bentuk yaitu bentuk multi vakuoler dan bentuk amuboid yang
akan berkembang menjadi bentuk prakista berdinding tipis yang dapat
menyebabkan autoinfeksi.
Gambar 50. Blastocystis hominis
(URL: http://www.parasite-referencelab.co.uk/images)
Siklus hidup Blastocystis hominis
Manusia terinfeksi organisme ini karena tertelan kista berdinding tebal yang
berasal dari tinja penderita. Kemudian kista menginfeksi sel epitel usus lalu
memperbanyak diri
secara aseksual dan tumbuh menjadi bentuk vakuolar.
Sebagian dari bentuk vakuolar akan berkembang menjadi bentuk multi
vakuolar yang kemudian akan berkembang menjadi bentuk kista yang
berdinding tipis yang berperan dalam siklus autoinfeksi di dalam tubuh hospes.
Bentuk vakuolar lainnya akan
memperbanyak diri menjadi bentuk amuboid.
yang akan berkembang menjadi bentuk prakista yang kemudian dengan proses
139
skizogoni akan tumbuh menjadi bentuk kista berdinding tebal yang keluar
bersama tinja dan merupakan stadium infektif pada cara infeksi selanjutnya.
Gambar 51. Siklus hidup Blastocystis hominis
Gejala klinis dan diagnosis
Pada manusia Blastocystis hominis hanya menimbulkan gejala klinis ringan
yang tidak khas berupa diare cair, nyeri perut, pruritus perianal, dan flatulens
yang berulang. Kadang-kadang penderita yang terinfeksi parasit ini tidak
menunjukkan gejala atau keluhan yang jelas.
Untuk
menentukan
diagnosis
pasti
terjadinya
infeksi
parasit
ini
harus
ditemukan kista parasit di dalam tinja penderita melalui metoda konsentrasi.
Pada pemeriksaan tinja,
mengakibatkan
tinja tidak boleh dicampur dengan air karena akan
terjadinya
lisis
organisme
sehingga
memberikan
hasil
pemeriksaan negatif semu.
Pewarnaan yang terbaik adalah menggunakan pewarnaan Trikrom yang dapat
menunjukkan adanya vakuol besar yang berwarna hijau atau abu-abu. Dengan
140
pewarnaan Giemsa adanya vakuol parasit ini sukar dibedakan dari vakuol
Dientamoeba fragilis.
Pengobatan dan pencegahan
Infeksi Blastocystis dapat diobati dengan metronidazol dan iodokuinolin. Untuk
mencegah terjadinya cara infeksi secara fekal-oral, maka makanan atau
minuman yang akan dikonsumsi harus dimasak dengan baik. Selain itu
pencemaran sumber air oleh tinja harus dicegah dan menjaga kebersihan
perorangan maupun lingkungan harus selalu dijaga.
141
Bab 8
SPOROZOA
 Plasmodium
 MALARIA
 Malaria pernisiosa
 Blackwater Fever
142
Laporan tentang penyakit malaria sudah ada sejak tahun 1753 sedangkan
penyebab malaria (Plasmodium)
Laveran.
baru ditemukan pada tahun 1880 oleh
Pada tahun 1883 Marchiafava dengan
untuk mewarnai
Plasmodium mempelajari
menggunakan metilen biru
morfologi
parasit ini, sedangkan
Golgi menjelaskan siklus skizogoni eritrositik Plasmodium, yang disebut juga
sebagai siklus Golgi. Siklus Plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh
Ross dan Bignami pada tahun 1889 dan Patrick Manson pada tahun 1900 dapat
membuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. Siklus skizogoni
preeritrositik parasit Plasmodium baru dipelajari dengan lebih mendalam antara
tahun 1948 sampai tahun 1954.
Plasmodium
Penyebab malaria pada manusia adalah lima spesies Plasmodium, yaitu
Plasmodium falciparum,
Pl. vivax,
Pl. Malariae, Pl. ovale dan Pl.knowlesi.
Spesies Plasmodium yang terakhir ini merupakan parasit zoonosis yang hospes
alaminya adalah kera.
Distribusi geografis
Malaria adalah penyakit kosmopolit yang dilaporkan secara luas dari seluruh
dunia, di wilayah geografis yang terletak antara 40o Lintang Selatan dan 60o
Lintang Utara. Banyak negara di daerah tropis yang merupakan daerah
endemis malaria. Plasmodium ovale secara terbatas dilaporkan dari Afrika
Timur, Afrika Barat, Filipina dan Irian Jaya.
Siklus hidup
143
Siklus hidup Plasmodium berlangsung di dalam tubuh manusia atau kera
(Plasmodium knowlesi) dan di dalam tubuh nyamuk Anopheles. Di dalam tubuh
manusia berlangsung siklus hidup aseksual sedangkan siklus hidup seksual
terjadi di dalam tubuh nyamuk.
Siklus aseksual
Terdapat empat tahapan siklus aseksual, yaitu tahap skizogoni preeritrositik,
tahap
skizogoni
eksoeritrositik,
tahap
skizogoni
eritrositik
dan
tahap
gametogoni. Di dalam sel-sel hati berlangsung tahap skizogoni preeritrositik
dan skizogoni eksoeritrositik berlangsung di dalam sel-sel hati, sedangkan di
dalam sel-sel eritrosit berlangsung tahap skizogoni eritrositik dan tahap
gametogoni.
Skizogoni
preeritrositik.
Melalui
gigitan
nyamuk
Anopheles,
sporozoit
plasmodium akan memasuki jaringan sel-sel parenkim hati dan berkembang
biak. Tahap skizogoni preeritrositik Plasmodium vivax berlangsung selama 8
hari, Pl. falciparum selama 6 hari, dan pada Pl. ovale tahap ini berlangsung
selama 9 hari. Pada Pl. malariae lama tahap Skizogoni preeritrositik sukar
ditentukan.
Di dalam jaringan hati siklus preeritrositik pada Plasmodium falciparum hanya
berlangsung satu kali, sedangkan pada spesies lainnya siklus ini dapat
berlangsung berulang kali (local liver cycle).
Skizogoni eksoeritrositik. Siklus yang disebut juga sebagai local liver cycle ini
menghasilkan parasit aseksual yang menyebabkan terjadinya kekambuhan
(relaps) pada malaria vivax, malaria ovale dan malaria malariae.
Skizogoni eritrositik. Proses skizogoni ini terjadi di dalam sel darah merah
(eritrosit), berlangsung 48 jam pada Plasmodium vivax, Pl. falciparum, dan Pl.
ovale, sedangkan pada Pl. malariae berlangsung selama 72 jam. Proses
144
skizogoni eritrositik ini akan membentuk stadium trofozoit, skizon dan merozoit
yang mulai dijumpai 12 hari sesudah terinfeksi Plasmodium vivax. Pada
falciparum stadium-stadium tersebut baru dapat dijumpai
Pl.
9 hari sesudah
terjadinya infeksi. Meningkatnya jumlah parasit malaria karena multiplikasi
pada tahap skizogoni eritrositik mengakibatkan sel eritrosit pecah yang
menjadi penyebab terjadinya demam pada malaria (overt malaria).
Gambar 52. Bagan tahapan siklus Plasmodium
(Sumber: Mehta,2010)
Gametogoni. Sesudah tahap skizogoni eritrositik berlangsung selama beberapa
kali, sebagian merozoit akan berubah menjadi bentuk gametosit. Gametosit
terbentuk di dalam eritrosit yang terdapat di dalam kapiler-kapiler limpa dan
sumsum tulang. Gametogoni berlangsung selama 96 jam dan hanya gametosit
matang yang dapat ditemukan di dalam darah tepi penderita. Gametosit tidak
menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga
145
penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (sebagai
karier malaria).
Siklus seksual
Hospes definitif Plasmodium adalah nyamuk Anopheles. Di dalam tubuh
nyamuk
berlangsung
siklus
sporogoni
atau
siklus
hidup
seksual.
Mikrogametosit dan makrogametosit yang terhisap oleh nyamuk bersama
darah manusia, di dalam badan nyamuk akan berkembang menjadi bentuk
gamet dan akhirnya menjadi bentuk sporozoit yang infektif bagi manusia.
Sedikitnya dibutuhkan 12 parasit gametosit Plasmodium per mililiter darah
untuk
dapat menginfeksi seekor nyamuk Anopheles. Pematangan parasit
mula-mula
terjadi
di
dalam
mikrogametosit akan terbentuk
lambung
(midgut)
nyamuk.
Dari
satu
4-8 mikrogamet, sedangkan dari satu
makrogametosit hanya akan terbentuk satu makrogamet.
Fusi antara mikrogamet dengan makrogamet akan membentuk
zigot, yang
dalam waktu 24 jam zigot akan berkembang menjadi ookinet. Ookinet akan
menembus dinding lambung nyamuk, lalu memasuki jaringan yang terdapat di
antara lapisan epitel dan membran basal dinding lambung, dan berubah
menjadi ookista yang bulat bentuknya. Ribuan sporozoit akan terbentuk di
dalam ookista.
146
Gambar 53. Nyamuk Anopheles
(URL: http://www.ucdavis.edu/-/-anopheles)
Jika ookista telah matang, dinding ookista akan pecah dan sporozoit akan ke
luar meninggalkan ookista, lalu memasuki hemokel badan nyamuk. Sesudah
itu sporozoit akan menyebar ke jaringan dan organ-organ nyamuk. Sporozoit
akan memasuki kelenjar ludah nyamuk (salivary glands) sehingga nyamuk
Anopheles akan menjadi vektor malaria yang infektif. Di dalam tubuh nyamuk
Anopheles betina, dapat hidup lebih dari satu spesies Plasmodium secara
bersama sehingga dapat menyebabkan
terjadinya infeksi campuran (mixed
infection).
Gambar 54. Sporozoit Plasmodium yang berkembang di dalam
kelenjar
ludah nyamuk dan ditularkan ke manusia
(Sumber: Mac
Lean,2007)
Bentuk dan morfologi Plasmodium
Bentuk-bentuk Plasmodium yang terdapat di dalam sel-sel parenkim hati
adalah bentuk skizon preeritrositik yang untuk setiap spesies Plasmodium
berbeda
ukuran
dan
jumlah
merozoit
yang
ada
di
dalamnya.
Skizon
preeritrositik Plasmodium vivax berisi sampai 12.000 merozoit yang berukuran
sekitar 42 mikron. Pada Plasmodium falciparum skizon preeritrositik berisi
40.000 merozoit yang berukuran 60 mikron kali 30 mikron sedangkan pada Pl.
147
ovale skizon preeritrositik berisi 15.000 merozoit yang berukuran 75 x 45
mikron. Pada Pasmodium malariae tidak dijumpai bentuk skizon preeritrositik.
Plasmodium yang terdapat di dalam sel darah merah dapat dibedakan
spesiesnya dengan membedakan morfologi bentuk-bentuk stadium trofozoit,
skizon (schizont) dan bentuk gametosit yang khas bentuknya.
Bentuk Trofozoit
Trofozoit Plasmodium mempunyai bentuk yang berbeda antara stadium
trofozoit muda yang masih baru terbentuk (early trophozoite) dengan stadium
trofozoit lanjut (late trophozoite).
Pada Plasmodium vivax, trofozoit muda mula-mula berbentuk cincin yang
mengandung
bintik-bintik
basofil,
kemudian
tumbuh
menjadi
trofozoit
berbentuk amuboid yang mengandung bintik-bintik Schuffner (Schuffner dots).
Eritrosit yang terinfeksi Pl.vivax tampak membesar ukurannya. Pada trofozoit
lanjut, selain tampak adanya pigmen parasit, sering ditemukan lebih dari satu
parasit di dalam satu sel eritrosit (double infection).
Pada
Plasmodium
falciparum,
trofozoit
muda
yang
berbentuk
cincin
mempunyai inti dan tampak sebagian sitoplasma parasit berada di bagian tepi
dari eritrosit (bentuk ini disebut sebagai accole atau form applique). Sering
dijumpai pada infeksi dengan Plasmodium falciparum satu sel eritrosit diinfeksi
oleh lebih dari satu parasit
yang mempunyai bintik kromatin ganda. Pada
spesies ini trofozoit lanjut mengandung bintik-bintik Maurer (Maurer dots).
Trofozoit muda pada Plasmodium malariae berbentuk cincin, dengan eritrosit
yang terinfeksi parasit ini tidak membesar ukurannya. Bentuk trofozoit lanjut
148
Plasmodium
malariae
khas bentuknya seperti
pita
(band-form). Pada
Plasmodium malariae tidak dijumpai bintik Schuffner.
Plasmodium ovale mempunyai trofozoit yang bentuknya mirip dengan bentuk
trofozoit Pl. vivax, dengan adanya bintik Schuffner dan pigmen. Eritrosit yang
terinfeksi parasit ini selain agak membesar ukurannya juga mempunyai bentuk
yang tidak teratur dan bergerigi.
Bentuk skizon
Setiap spesies Plasmodium mempunyai bentuk skizon yang berbeda ukuran
dan jumlahnya maupun susunan merozoitnya.
Pada Plasmodium vivax bentuk skizon berukuran antara 9-10 mikron yang
mengisi penuh eritrosit sehingga sel darah merah membesar ukurannya.
Susunan merozoit Plasmodium vivax di dalam eritrosit tampak tidak teratur.
Bentuk
skizon
Pl.
falciparum
mempunyai
ukuran
sekitar
5
mikron,
mengandung merozoit yang tidak teratur susunannya. Eritrosit yang terinfeksi
plasmodium ini tidak membesar ukurannya.
Skizon Pl. malariae berukuran sekitar 7 mikron, dengan susunan
beraturan
dan mengisi penuh eritrosit yang terinfeksi. Bentuk skizon parasit ini
mempunyai merozoit yang berjumlah 8 buah yang berbentuk roset (tersusun
seperti bunga mawar).
Pada Pl. ovale skizon dengan ukuran 6 mikron, mengisi tigaperempat bagian
dari eritrosit yang terinfeksi. Didalam sel darah merah yang agak membesar
ukurannya terdapat 8 buah merozoit yang susunannya tidak teratur.
Bentuk Gametosit
149
Pada Plasmodium vivax bentuk gametosit lonjong atau bulat, mengandung
bintik-bintik Schuffner di dalam eritrosit yang membesar ukurannya.
Pada Pl. falciparum gametosit mempunyai bentuk khas seperti pisang atau
bulan sabit, dengan ukuran panjang gametosit lebih besar dari ukuran
lebarnya.
Gametosit Pl. malariae berbentuk bulat atau lonjong dengan eritrosit yang
tidak membesar ukurannya.
Plasmodium ovale mempunyai gametosit yang lonjong bentuknya. Sel darah
merah yang terinfeksi parasit ini dapat berukuran normal, agak membesar,
atau sama besar dengan ukuran gametosit. Pada eritrosit yang terinfeksi
terdapat bintik Schuffner.
Ciri khas Plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis
Setiap spesies Plasmodium yang diperiksa di bawah mikroskop melalui hapusan
darah yang diberi pewarnaan
menunjukkan gambaran yang khas. Gametosit
Plasmodium falciparum mempunyai bentuk khas
seperti pisang atau bulan
sabit, sedangkan trofozoit lanjut Plasmodium vivax berbentuk amuboid dengan
sel
darah
merah
yang
terinfeksi
membesar
ukurannya.
Pada
infeksi
Plasmodium ovale, eritrosit yang terinfeksi bentuknya tak teratur dan bergerigi
sedangkan pada Plasmodium malariae yang khas adalah trofozoit dewasa yang
berbentuk pita (band-form).
150
Gambar 55. Gametosit Plasmodium falciparum yang
berbentuk pisang
(Sumber: Kansas State University)
Gambar 56. Plasmodium vivax.Trofozoit lanjut berbentuk amuboid
dan sel darah merah yang terinfeksi parasit
151
malaria membesar ukurannya.
(URL:http://webdoc.nyumc.org)
Gambar 57. Plasmodium ovale. Sel darah merah yang terinfeksi bentuknya
tak teratur dan bergerigi.
(URL: http://www.btinternet.com/ukneqa/parasitologyscheme)
152
Gambar 58. Trofozoit Plasmodium malariae, berbentuk pita.
(URL: http://www.k-state.edu/parasitology)
MALARIA
Penyakit malaria pada manusia terutama disebabkan oleh empat spesies
Plasmodium, yaitu Plasmodium vivax yang menimbulkan malaria vivax , Pl.
falciparum yang menimbulkan malaria falsiparum, Pl. malariae menimbulkan
malaria malariae dan Pl. ovale yang menimbulkan malaria ovale. Malaria vivax
disebut juga malaria tertiana benigna (jinak), sedangkan malaria falsiparum
juga dikenal sebagai
malaria tertiana maligna (ganas). Malaria malariae dan
malaria ovale merupakan malaria yang berbeda pola demam maupun gejalagejala klinisnya dari malaria vivax dan malaria falsiparum. Plasmodium
153
falciparum juga menimbulkan malaria yang berat (malaria pernisiosa) dan
Blackwater Fever.
Selain empat spesies Plasmodium tersebut, manusia juga dapat terinfeksi
dengan Plasmodium knowlesi, yang merupakan plasmodium zoonosis yang
sumber infeksinya adalah kera.
Sporozoit
malaria
ditularkan
melalui
gigitan
berbagai
spesies
nyamuk
Anopheles betina, sesuai dengan daerah geografisnya. Trofozoit merupakan
bentuk aseksual Plasmodium yang dapat menimbulkan trophozoite-induced
malaria, dapat ditularkan melalui tranfusi darah (transfusion malaria), melalui
jarum suntik atau ditularkan
melalui
plasenta
dari
ibu
ke
bayi
yang
dikandungnya (congenital malaria).
Epidemiologi malaria
Banyak faktor yang berperan pada epidemiologi malaria, yaitu adanya sumber
infeksi, baik berupa penderita maupun karier gametosit, adanya vektor penular
yaitu nyamuk Anopheles, dan terdapatnya manusia yang peka. Sumber infeksi
yang paling utama di daerah endemis adalah penderita malaria sendiri,
terutama penderita anak-anak.
Malaria termasuk penyakit kosmopolit yang tersebar sangat luas di seluruh
dunia, baik di daerah tropis, subtropis maupun daerah beriklim dingin. Pada
tahun 2005 telah dilaporkan lebih dari 3,2 miliar penderita malaria yang
tersebar di 107 negara-negara yang merupakan daerah endemis malaria.
Lebih dari 1 juta orang meninggal dunia akibat malaria terutama pada anakanak dan perempuan hamil.
Di Indonesia malaria di dilaporkan sebagai penyakit yang endemis maupun
sporadis di Jawa-Bali maupun di pulau-pulau lainnya. Daerah-daerah endemis
tinggi malaria di Indonesia adalah Propinsi Maluku dan Maluku Utara, Papua
154
dan Papua Barat, Propinsi Sumatera Utara (di Kabupaten Nias dan Nias Utara)
serta Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 1,62 juta kasus malaria pada
tahun 2008 secara klinis telah dilaporkan di Indonesia.
Endemisitas malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui
pemeriksaan
indeks limpa (spleen index, SI), dan indeks parasit (parasite index, PI).
Nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penularnya juga harus diteliti untuk
menentukan angka infeksi (infection rate) dan kepadatan nyamuk (mosquito
density). Pada manusia yang harus diteliti adalah tingginya angka kematian
akibat malaria, angka kesembuhan sesudah menderita malaria dan status
kekebalan populasi terhadap penyakit malaria. Faktor lingkungan di daerah
endemis yang berpengaruh pada biologi nyamuk Anopheles yang menjadi
vektor dipelajari dengan seksama. Faktor-faktor nyamuk Anopheles yang harus
diperhatikan adalah adanya tempat berkembang biak nyamuk (breeding
places), panjangnya umur nyamuk, dan efektifitas Anopheles dalam bertindak
selaku vektor penular.
Epidemiologi
malaria
juga
dipengaruhi
oleh
virulensi
Plasmodium,
dan
kemampuan parasit malaria untuk kambuh (relaps), dan tetap berada di dalam
tubuh
hospes.
Parasit
malaria
yang
paling
virulen
adalah
Plasmodium
falciparum, sedangkan Pl. malariae menyebabkan malaria yang paling ringan
gejala klinisnya.
Faktor-faktor sosial ekonomi dan budaya penduduk juga sangat berpengaruh
terhadap epidemi penyakit ini.
Indeks limpa
Indeks limpa pada penduduk suatu daerah ditentukan dengan
melakukan
pengukuran besarnya limpa pada anak-anak yang berumur antara 2 sampai
155
dengan 9 tahun, pada saat penyakit malaria berada di puncak serangan dan
limpa berada pada ukuran maksimum. Pengukuran indeks limpa antara lain
dapat dilakukan dengan menggunakan metoda Schuffner atau disesuaikan
dengan ukuran lebar jari di bawah iga kiri.
Gambar 59. Pengukuran pembesaran limpa (metoda Schuffner)
Untuk melakukan pengukuran besarnya limpa, dalam posisi penderita dalam
keadaan tidur atau berdiri dinding perut ditekan dengan hati-hati karena limpa
mudah pecah.
Endemisitas malaria
Dengan menggunakan indeks limpa, endemisitas suatu daerah malaria dapat
diklasifikasi dengan standard World Health Organization (WHO) menjadi empat
tingkatan
atau
derajat
endemisitas
Hiperendemis dan Holoendemis.
yaitu
Hipoendemis,
Mesoendemis,
156
Hipoendemis.Suatu daerah dinyatakan sebagai daerah hipoendemis malaria
jika indeks limpa antara 0 sampai 10 persen.
Mesoendemis. Suatu daerah dinyatakan sebagai daerah mesoendemis malaria
jika indeks limpa antara 11 sampai 50 persen.
Hiperendemis. Suatu daerah dinyatakan sebagai daerah hiperendemis malaria
jika indeks limpa selalu di atas 75 persen disertai tingginya indeks limpa pada
orang dewasa.
Holoendemis. Suatu daerah dinyatakan sebagai daerah holoendemis malaria
jika indeks limpa selalu di atas 75 persen tetapi dengan indeks limpa pada
orang dewasa yang rendah. Di daerah holoendemis telah terjadi toleransi yang
kuat terhadap malaria pada orang dewasa.
Indeks parasit (IP)
Indeks parasit adalah jumlah persentase anak berumur antara 2 dan 9 tahun
yang menunjukkan adanya Plasmodium pada pemeriksaan tetes tebal darah
tepi. Indeks parasit pada anak di daerah endemis selalu lebih tinggi dari pada
indeks parasit orang dewasa.
Angka infeksi nyamuk (IR)
Angka infeksi nyamuk, Infection Rate (IR) ditentukan dengan melakukan
pembedahan lambung nyamuk Anopheles untuk menemukan ookista dan
menunjukkan adanya sporozoit dengan memeriksa kelenjar ludah nyamuk.
Parasite rate (PR)
Yang dimaksud dengan Parasite-rate adalah persentase orang yang darahnya
mengandung parasit malaria dibanding populasi seluruh penduduk.
Gejala klinis malaria
157
Setiap jenis malaria mempunyai masa inkubasi yang berbeda-beda. Pada
malaria falciparum masa inkubasi berlangsung antara 8 sampai 12 hari
sedangkan pada malaria malariae antara 21 dan 40 hari. Masa inkubasi pada
malaria vivax dan malaria ovale berlangsung antara 10 sampai 17 hari.
Gejala-gejala
klinis
yang
khas
pada
malaria
adalah
demam
berulang,
splenomegali dan anemia. Terdapat tiga tahapan demam pada malaria
yaitu
stadium rigor (kedinginan) yang berlangsung antara 20 menit sampai 1 jam,
stadium panas badan antara 1-4 jam dan stadium
berkeringat banyak yang
berlangsung antara 2-3 jam. Akibat anemia yang terjadi pada malaria umumya
menimbulkan keluhan malaise pada penderita.
Demam berulang malaria
Demam berulang yang terjadi pada setiap jenis malaria sesuai dengan saat
terjadinya skizogeni eritrositik pada masing-masing spesies Plasmodium.
Pada malaria tertiana siklus demam berlangsung setiap hari ke-3 (siklus 48
jam) sedangkan pada malaria kuartana demam terjadi setiap hari ke-4 (siklus
72 jam).
Siklus demam 24 jam dapat terjadi jika terdapat pematangan 2 generasi Pl.
vivax dalam waktu 2 hari (disebut tertiana dupleks), atau terdapat pematangan
3 generasi Pl. malariae dalam waktu 3 hari
(disebut kuartana tripleks).
158
Gambar 60. Pola demam pada malaria
(Sumber: Wiser, 1999. Tulane University)
Sesudah berlangsung stadium demam, berbagai gejala dan keluhan penderita
akan terjadi, misalnya sesudah stadium rigor penderita akan menggigil
meskipun suhu badan penderita di atas normal. Sesudah stadium
panas,
penderita malaria sering mengalami kekeringan kulit, denyut nadi meningkat
dan muka penderita menjadi merah. Penderita juga akan mengeluh pusing,
mual, dan kadang-kadang diikuti muntah. Demam yang tinggi pada anak dapat
menimbulkan
kejang-kejang (febril convulsion). Jika terjadi pengeluaran
cairan yang berlebihan pada stadium berkeringat, badan menjadi lemah dan
penderita merasa sangat lelah.
159
Anemia malaria
Selama berlangsungnya proses segmentasi parasit di dalam eritrosit akan
menyebabkan
pecahnya
banyak
eritrosit
sehingga
jumlah
darah
akan
menurun. Sifat anemia yang dialami penderita adalah anemia hipokromik
mikrositik atau anemia hipokromik normositik.
Tabel 8. Diferensiasi klinis dan laboratoris malaria (Wiser, 2008)
Pl. Vivax Pl.ovale
Pl.malariae Pl.falciparum
SedangBerat
Ringan
SedangBerat
Berat
Parasitemia/mm3 20.000
(rerata)
9.000
6.000
50.000500.000
Parasitemia
maksmum
50.000
30.000
20.000
2500.000
Lama gejala
(tanpa terapi)
3-8
minggu
2-3
minggu
3-24
minggu
2-3 minggu
Lama infeksi
(tanpa terapi)
5-8
tahun
12-20
bulan
20-50
tahun
6-17 bulan
Anemia
++
+
++
++++
Komplikasi
-
-
Ginjal
Serebral
Beratnya
serangan
Splenomegali
Pembesaran limpa (splenomegali) yang terjadi sesudah penderita mengalami
beberapa kali serangan demam merupakan salah satu gejala penting malaria.
Limpa penderita malaria mulai teraba pada minggu kedua sejak demam
pertama dialami penderita. Pada malaria primer
pembesaran limpa sukar
160
ditentukan karena limpa hanya sedikit membesar. Derajat endemisitas malaria
di suatu daerah ditentukan dengan mengukur pembesaran limpa penduduk.
Diagnosis pasti malaria
Diagnosis pasti malaria dapat ditetapkan jika dapat ditemukan Plasmodium di
dalam darah penderita. Kadang-kadang pada pemeriksaan darah tepi parasit
malaria sukar ditemukan karena penderita telah atau sedang mendapatkan
pengobatan antimalaria. Plasmodium juga sukar ditemukan jika darah tepi
diambil pada waktu penderita sedang tidak demam (masa apireksia) atau
diambil pada hari ke-2 atau ke-3 sesudah terjadi infeksi primer.
Pemeriksaan darah tepi secara mikroskopis dilakukan dengan tetes tebal
(thick-smear) atau dengan hapusan darah (thin-smear). Melalui pemeriksaan
tetes tebal dapat ditentukan diagnosis malaria secara cepat, tetapi spesies
Plasmodium tidak dapat ditentukan. Melalui
hapusan darah (thin-smear)
parasit penyebab malaria dapat ditentukan spesiesnya.
Pada infeksi ringan dengan konsentrasi Plasmodium di dalam darah sangat
rendah, dengan pemeriksaan mikroskopis parasit malaria sukar ditemukan.
Untuk membantu menegakkan diagnosis malaria dapat dilakukan pemeriksaan
serologi atas darah tepi, misalnya dengan tes prisipitin dan uji fiksasi
komplemen yang menggunakan Plasmodium knowlesi sebagai antigennya.
Gambaran darah penderita malaria menunjukkan kadar hemoglobin yang
menurun sedangkan bilirubin meningkat. Jumlah leukosit biasanya normal atau
menurun, jumlah trombosit menurun, aspartat amino transferase meningkat,
dan alanin amino transferase meningkat.
Pengobatan malaria
161
Berdasar atas bahan dasarnya, obat anti malaria dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan, yaitu alkaloid alami, dan antimalaria sintetik.
Obat anti malaria alkaloid alami misalnya adalah kina.
Antimalaria sintetik sering digunakan pada waktu ini adalah :

9-aminoakridin (mepakrin) misalnya atabrin, kuinakrin,

4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin),

8-aminokuinolin
(pamakuin,
primakuin),
biguanid
(proguanil,
klorproguanil) dan pirimidin (pirimetamin).

Obat antimalaria lain yang juga sering digunakan adalah mefloquine,
halofantrin dan qinghaosu.
Obat antimalaria yang dapat diberikan dalam bentuk kombinasi antara lain
adalah pirimetamin dan sulfadoksin yang dipasarkan sebagai fansidar.
Beberapa jenis antibiotika juga dapat digunakan sebagai obat antimalaria,
yaitu doksisiklin, tetrasiklin dan klindamisin.
Berdasar atas aktivitasnya, obat anti malaria dapat dibagi menjadi :

Gametosida: untuk membunuh bentuk seksual plasmodium (misalnya
klorokuin, kuinin dan primakuin)

Sporontosida:
untuk
menghambat
ookista
(
misalnya
primakuin,
kloroguanid)

Skizontisida: untuk memberantas bentuk skizon jaringan dan hipnozoit
(misalnya primakuin dan pirimetamin).

Skizontisida darah: untuk membunuh skizon yang berada di dalam darah
(misalnya
klorokuin,
kuinin,
meflokuin,
halofantrin,
sulfadoksin, sulfon, dan tetrasiklin)
Indikasi dan pemberian obat anti malaria
Klorokuin (chloroquine)
pirimetamin,
162
Pemberian klorokuin ditujukan untuk mengobati malaria akut, malaria pada
anak, malaria dengan koma atau muntah dan
untuk pencegahan malaria.
Malaria falsiparum dan malaria malariae yang masih sensitif dapat diobati
dengan klorokuin saja, sedangkan untuk mengobati malaria vivax dan malaria
ovale pemberian klorokuin diikuti pemberian primakuin untuk mencegah
kekambuhan (relaps).
Cara pemberian
Klorokuin dapat diberikan per oral atau melalui suntikan (parenteral). Klorokuin
per oral:
Pada orang dewasa obat ini diberikan dengan dosis total 1500 mg (base) dalam
waktu 3 hari, sedangkan untuk anak diberikan dosis total 25 mg (base)/kg
berat badan dalam waktu 3 hari.
Klorokuin parenteral:
Secara intravena obat ini hanya diberikan pada malaria berat atau penderita
yang tidak dapat menelan obat. Obat diberikan dengan dosis 10 mg(base)/kg
berat badan selama 8 jam infus, diikuti 15 mg(base)/kg berat badan selama
24 jam.
Klorokuin
intramuskuler
atau
subkutan
diberikan
dengan
dosis
2,5
mg(base)/kg berat badan setiap 4 jam, sampai tercapai dosis total 25 mg/kg
berat badan.
Amodiakuin
Amodiakuin ditujukan terhadap bentuk skizon semua spesies Plasmodium,
dengan dosis 600 mg yang diberikan dalam bentuk dosis tunggal.
Sebagai terapi pencegahan malaria amodiakuin diberikan dengan dosis 400 mg
satu kali per minggu.
163
Pirimetamin
Pirimetamin hanya diberikan untuk terapi pencegahan, dengan dosis 25 mg per
oral satu kali per minggu. Obat ini tidak dianjurkan untuk terapi radikal, karena
lambat
bekerja
sehingga
dapat
menyebabkan
terjadinya
resistensi
Plasmodium terhadap obat ini.
Pirimetamin-sulfadoksin (Fansidar)
Fansidar merupakan kombinasi dua obat antimalaria yaitu 500 mg sulfadoksin
dan 25 mg pirimetamin (1 tablet Fansidar). Obat ini
digunakan mengobati
malaria falsiparum akut tanpa komplikasi. Dosis untuk penderita dewasa
adalah 3 tablet Fansidar sebagai dosis tunggal, sedangkan pada penderita anak
diberikan dengan dosis antara 0,5 tablet sampai 2 tablet sesuai dengan berat
badan anak.
Kombinasi obat ini tidak dianjurkan untuk pencegahan malaria karena adanya
risiko alergi berat pada kulit oleh sulfadoksin. Fansidar juga tidak boleh
diberikan pada perempuan hamil dan ibu yang menyusui anak.
Pada penderita dengan gangguan berat pada fungsi hati dan ginjal, obat ini
harus digunakan dengan hati-hati.
Biguanid (proguanil)
Biguanid atau proguanil hidroklorida digunakan untuk mencegah malaria
falciparum, termasuk penderita perempuan yang sedang hamil.
Obat ini diberikan dengan dosis 100 mg per hari selama 5 hari atau 300 mg
sebagai dosis tunggal, diikuti dengan dosis supresif 100 mg-300 mg per
minggu.
Untuk penderita anak, dosis yang diberikan antara 50 mg/hari (umur di bawah
1 tahun) sampai 200 mg/hari (umur 9-12 tahun).
164
Efek samping yang dapat terjadi pada pemberian proguanil adalah rasa lemah,
muntah, diare, nyeri punggung dan urtikaria.
Proguanil tidak dapat digunakan untuk mencegah kekambuhan yang terjadi
pada malaria vivax.
Primakuin
Primakuin
merupakan 8-aminokuinolin yang paling efektif karena dapat
memberantas
bentuk
seksual
maupun
bentuk
eksoeritrositik
sekunder
Plasmodium. Obat ini merupakan satu-satunya obat antimalaria yang efektif
terhadap bentuk hipnozoit Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale.
Untuk mengobati malaria vivax dan malaria ovale Primakuin diberikan dengan
dosis dewasa 2x7,5 mg(base) per hari selama 14 hari sesudah dilakukan
pengobatan radikal dengan klorokuin.
Dosis anak adalah sebesar 0,25 mg(base)/kg berat badan /hari selama 14 hari.
Untuk memberantas gametosit Plasmodium falciparum obat ini diberikan
dengan dosis 45 mg (base) dalam bentuk dosis tunggal, sedangkan dosis anak
adalah 0,5-0,75 mg (base)/kg berat badan dalam bentuk dosis tunggal.
Efek samping primakuin ringan, berupa sakit perut atau anemia. Pada
penderita
dengan
defisiensi
glukosa-6-fosfat
dehidrogenase
(G-6-PD),
pemberian obat ini dapat menimbulkan anemia hemolitik akut. Primakuin tidak
boleh diberikan pada penderita penyakit ginjal atau penderita penyakit
hemolitik.
Kuinin (quinine)
165
Akaloid alami ini bersifat skisontosid terhadap semua spesies Plasmodium
termasuk Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan obat
lainnya. Kuinin ditujukan untuk mengobati gametosit Plasmodium vivax,
malariae dan ovale tetapi tidak efektif
terhadap Pl.falciparum. Untuk
mengobati malaria falsiparum yang berat, kuinin parenteral merupakan obat
pilihan.
Terhadap malaria yang peka kuinin, kuinin sulfat diberikan pada orang dewasa
dan perempuan hamil dengan dosis 600 mg 3 kali sehari selama 7 hari.
Penderita anak dapat diberikan kuinin dengan dosis 10 mg (base)/kg berat
badan 3 kali sehari selama 7 hari.
Di daerah malaria yang resisten terhadap banyak obat, penderita malaria dapat
diobati dengan kuinin sulfat yang diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin.
Efek samping pemberian kina disebut cinchonisme. Penderita cinchonisme
mengalami gejala dan keluhan berupa tuli ringan, tinnitus, pusing dan sakit
kepala, gangguan penglihatan, denyut jantung yang tak teratur dan gangguan
lambung.
Kina tidak boleh diberikan pada penderita yang :

Hipersensitif terhadap kuinin,

Penderita penyakit ginjal,

Malaria berat pada perempuan hamil dan anak,

Penderita neuritis optika,

Penderita dengan hemoglobulinuri.
Mefloquine (meflokuin)
166
Meflokuin efektif terhadap bentuk aseksual plasmodium, termasuk Plasmodium
falciparum dan juga efektif terhadap gametosit Plasmodium vivax, Pl.malariae
dan Pl. ovale.
Tujuan
pengobatan
malaria
dengan
meflokuin
adalah
untuk
mengatasi
serangan akut malaria falsiparum yang sudah resisten terhadap banyak obat.
Dosis untuk orang dewasa dan perempuan hamil trimester ke-2 dan ke-3 serta
dosis anak adalah sebesar 15 mg (base)/kg berat badan sebagai dosis tunggal.
Meflokuin hanya dapat diberikan per oral, karena itu obat ini tidak dianjurkan
diberikan pada penderita malaria berat.
Untuk terapi pencegahan bagi orang non-imun yang berkunjung ke daerah
endemis malaria falsiparum yang sudah resisten terhadap banyak obat,
Meflokuin dapat diberikan dengan dosis 250 mg per minggu, yang diberikan 1
minggu sebelum kunjungan sampai 3-4 minggu sesudah meninggalkan daerah
endemis malaria.
Kontraindikasi pemberian meflokuin adalah pengobatan pada perempuan hamil
trimester-1 dan penderita penyakit jantung yang sedang dalam pengobatan
dengan kardioaktif (beta-blocker maupun calcium-channel blocking agents).
Halofantrine (halofantrin)
Halofantrin bersifat skisontisid yang digunakan untuk mengobati malaria
falsiparum tanpa komplikasi, yang resisten terhadap banyak obat.
Dosis untuk orang dewasa per oral adalah 4x 500 mg sebanyak tiga dosis.
Qinghaosu (artemisinin)
Qinghaosu dan derivatnya yaitu artemeter (artemether) dan
(artesunate)
efektif
terhadap
bentuk
aseksual
Plasmodium
artesunat
vivax
dan
Pl.falciparum. Dengan pemberian artemeter intramuskuler dan artesunat
167
intravenus, obat-obat ini digunakan untuk mengobati malaria falsiparum yang
berat dan malaria serebral, sedangkan malaria falsiparum yang telah resisten
pada banyak obat diobati dengan artesunat per oral.
Artesunat per oral diberikan dengan dosis 200 mg pada hari pertama, diikuti
100 mg/hari selama 4 hari berikutnya.
Artemeter diberikan secara intramuskuler sebesar 160 mg diikuti 80 mg/hari
selama 4 hari atau artesunat secara intravenus yang diberikan sebanyak 120
mg, dilanjutkan dengan dosis 60 mg/hari selama 4 hari.
Qinghaosu tidak boleh diberikan pada perempuan hamil.
Pengobatan terhadap spesies Plasmodium
Malaria dapat diobati melalui terapi radikal (terhadap malaria akut), atau terapi
pencegahan.
Penatalaksanaan pengobatan malaria pada orang dewasa dilakukan sebagai
berikut:
Terapi radikal (malaria akut)
1. Malaria falciparum :
a. Klorokuin: 1x 600 mg selama 2 hari. Pada hari ke-3 diberikan 1x
300 mg.
b. Primakuin : dosis tunggal 15 mg sehari , diberikan selama 3 hari .
2. Malaria lainnya:
a. Klorokuin: hari ke-1 dan 2 diberikan 600 mg dosis tunggal. Hari ke
3 diberikan 300 mg
b. Primakuin: dosis 15 mg sehari diberikan selama 5 hari.
168
3. Malaria falciparum resisten klorokuin:
a. Fansidar (sulfadoksin + pirimetamin): 3 tablet sebagai dosis
tunggal, ditambah Primakuin 45 mg dosis tunggal pada hari ke-1.
b. Kina: 3x 400 mg sehari selama 7 hari, ditambah Primakuin 45 mg
dosis tunggal pada hari ke-1.
c. Amodiaquin : pada hari ke-1 diberikan 600 mg , diikuti 400 mg 6
jam kemudian. Hari ke-2 dan 3 diberikan 400 mg, ditambah
Eritromisin 3x 500 mg/hari selama 5 hari.
d. Kina diberikan 3x400 mg selama 7 hari , ditambah Tetrasiklin
3x500 mg selama 5 hari.
Untuk malaria falsiparum yang sudah resisten terhadap berbagai jenis
obat dapat diberikan artesunate 200 mg diikuti dosis 100 mg/hari selama
4 hari.
4. Malaria pernisiosa ( cerebral malaria ):
a. Infus
kina dihidroklorid, 600 mg dalam 500 ml garam faali
diberikan selama 4 jam, yang dapat diulang setiap 8 jam.
b. Klorokuin sulfat, 300 mg dalam 200 ml garam faali, diberikan
per infus selama 30 menit, dapat diulang setiap 8 jam. Bila
penderita sadar, obat-obat diberikan per oral sesuai dengan
terapi radikal.
c. Artemeter dan artesunate yang merupakan turunan qinghaosu,
diberikan dengan dosis 160 mg artemeter intramuskuler diikuti
169
80 mg per hari selama 4 hari atau 120 mg artesunat infus
intravenus diikuti 60 mg per hari selama 4 hari.
Resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria
Karena telah terjadi kekebalan atau resistensi parasit malaria terhadap obatobat anti malaria yang digunakan, malaria di daerah endemis sulit diberantas .
Plasmodium dinyatakan telah kebal (resisten) terhadap obat, jika parasit
mampu tetap hidup dan berkembang biak meskipun telah diobati dengan dosis
yang dianjurkan atau dengan dosis yang lebih tinggi yang masih dapat
ditoleransi oleh penderita.
Plasmodium falciparum adalah parasit malaria yang paling sering dilaporkan
telah resisten terhadap berbagai obat anti malaria. Plasmodium falciparum
dilaporkan telah kebal terhadap proguanil dan sikloguanil pamoat di berbagai
daerah di Asia dan Afrika, dan terhadap pirimetamin di Asia, Pasifik, Afrika dan
Amerika Selatan. Spesies ini juga dilaporkan telah resisten terhadap klorokuin
yang banyak digunakan untuk mengendalikan malaria di Amerika Selatan dan
Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Derajat Kekebalan
Obat anti malaria dinyatakan sensitif terhadap Plasmodium tertentu, jika dalam
waktu 7 hari pengobatan, parasitemi bentuk aseksual telah menghilang tanpa
diikuti kekambuhan (rekrudesensi). Plasmodium yang masih sensitif ini
dinyatakan sebagai Sensitif (S).
Derajat
kekebalan
parasit
malaria
terhadap
obat
anti
malaria
dapat
digolongkan atas derajat kekebalan R-I dan R-II.
Pada kekebalan derajat R-I parasitemi bentuk aseksual menghilang dalam
waktu 7 hari pengobatan, tetapi kemudian diikuti kekambuhan. Pada kekebalan
170
derajat II, sesudah pengobatan selama 7 hari parasitemia bentuk aseksual
menurun jumlahnya dan tidak menghilang seluruhnya.
Jika telah terjadi resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria, maka obat
malaria tersebut harus segera diganti dengan obat anti malaria lainnya. Untuk
melaksanakan pengendalian malaria di daerah dengan Plasmodium yang sudah
mengalami resistensi, maka pemberantasan nyamuk Anopheles yang menjadi
vektor penularnya harus lebih ditingkatkan.
Pencegahan malaria
Pencegahan malaria dapat dilakukan baik secara perorangan maupun terhadap
masyarakat. Di daerah endemis malaria, penderita malaria dan penduduk yang
peka yang berdiam di daerah tersebut
harus diobati dengan baik. Karier
malaria harus ditemukan dan diobati dengan primakuin, karena obat ini
mampu memberantas bentuk gametosit. Primakuin tidak boleh digunakan
secara masal karena mempunyai efek samping.
Pengobatan pencegahan harus dilakukan terhadap orang-orang luar
yang
akan memasuki daerah endemis malaria, terutama yang tidak memiliki
imunitas terhadap parasit malaria.
Untuk memberantas nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penular malaria
di daerah endemis
digunakan
vektor, serta dilakukan
insektisida yang masih efektif memberantas
pemusnahan secara teratur atas sarang-sarang
nyamuk Anopheles yang terdapat di daerah endemis.
Gigitan nyamuk dapat dicegah dengan menggunakan kelambu berinsektisida
pada waktu
tidur, atau menggunakan repelen yang diusapkan pada kulit
badan jika berada di luar rumah pada malam hari.
Malaria pernisiosa
171
Malaria pernisiosa (pernicious malaria) adalah sekumpulan gejala-gejala yang
terjadi akibat pengobatan malaria falciparum yang tidak sempurna, yang dapat
menimbulkan kematian penderita dalam waktu satu sampai tiga hari sesudah
pengobatan.
Patogenesis malaria pernisiosa
Proses skizogoni eritrositik Plasmodium
falciparum yang terjadi di dalam
pembuluh darah kapiler organ dapat menimbulkan aglutinasi eritrosit yang
terinfeksi sehingga menyebabkan pembuluh darah kapiler organ terbendung,
sehingga emboli parasit tidak mampu melewati pembuluh kapiler. Bentuk
trofozoit dan bentuk seksual parasit Plasmodium falciparum saling melekat dan
mudah mengendap pada dinding kapiler.
Malaria pernisiosa dapat terjadi pada parasitemi plasmodium yang berat, baik
plasmodium bentuk cincin maupun bentuk skizon.
Gejala klinis malaria pernisiosa
Terdapat tiga gambaran klinis malaria pernisiosa yaitu malaria serebral,
malaria algid dan malaria septikemik.
(a). Malaria serebral terjadi akibat adanya kelainan otak yang menyebabkan
terjadinya gejala-gejala hiperpireksia, paralisis dan koma.
(b). Malaria algid mempunyai tiga tipe yaitu tipe gastrik, tipe koleraik dan tipe
disenterik. Malaria algid terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer sehingga
penderita mengalami kolaps dengan gejala kulit lembab dan dingin. Malaria
algid tipe gastrik kolaps disertai muntah, terjadi diare pada tipe koleraik, dan
penderita malaria algid tipe disenteri mengalami berak darah.
172
(c). Malaria septikemik menunjukkan gejala klnis berupa
panas badan yang
selalu tinggi, gejala pneumonia dan gejala sinkop kardiak.
Blackwater Fever
Blackwater Fever merupakan bentuk malaria falciparum yang disertai hemolisis
intravaskuler, demam dan hemoglobinuria. Gejala-gejala ini
pada penderita malaria
sering terjadi
falciparum yang tidak memiliki kekebalan terhadap
malaria (non imun) yang mendapatkan terapi kina dengan dosis rendah.
Penderita malaria falsiparum yang mengalami defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G-6-PD) mudah mengalami hemolisis eritrosit.
Berbagai faktor berpengaruh pada timbulnya Blackwater Fever antara lain
adalah suhu rendah, lelah, trauma, ibu hamil, ibu pada saat melahirkan dan
akibat terjadinya radiasi terhadap limpa.
Patogenesis
Akibat terjadinya hemolisis eritrosit intravaskuler pada Blackwater Fever
menyebabkan timbulnya gejala-gejala methemalbuminemia, hiperbilirubinemia
dan hemoglobinuria. Berbagai organ antara lain ginjal, hati, kandung empedu
dan limpa mengalami perubahan patologi. Organ ginjal penderita membesar
dan berwarna gelap karena terjadinya pembendungan dan pigmentasi. Organ
hati juga membesar ukurannya (hepatomegali), melunak dan berwarna kuning
karena adanya timbunan hemosiderin. Kantung empedu terisi cairan empedu
yang pekat dan berwarna hijau gelap. Limpa yang membesar (splenomegali)
berwarna hitam karena adanya pigmen hemozoin. Di dalam organ-organ hati,
limpa dan ginjal banyak tertimbun hemosiderin. Selama terjadi krisis hemolitik,
173
Plasmodium tidak dapat ditemukan di dalam darah karena turut rusak akibat
terjadinya proses hemolisis. Parasit dapat ditemukan kembali di dalam darah
penderita, sekitar satu minggu sesudah krisis hemolisis berakhir.
Gambaran darah
Pemeriksaan darah penderita Blackwater Fever menunjukkan
gambaran
adanya anemia normositik dengan jumlah sel darah merah kurang dari 2 juta
per mililiter, dan kadar hemoglobin yang rendah. Pada masa penyembuhan,
darah menunjukkan gambaran retikulositosis dan leukositosis netrofilik. Pada
pemeriksaan biokimia darah urea darah meningkat, sedangkan kolesterol
menurun dan haptoglobin sangat menurun.
Komplikasi Blackwater Fever
Blackwater Fever menyebabkan terjadinya komplikasi yang berat, yaitu
kegagalan faal ginjal (uremia), kegagalan faal hati dan kolaps sirkulasi. Angka
kematian akibat Blackwater Fever yang tingginya antara 20-25 persen,
terutama disebabkan oleh terjadinya kegagalan ginjal (uremia).
Penatalaksanaan
Setiap penderita Blackwater Fever harus selalu mendapatkan pengawasan yang
khusus. Penderita harus banyak beristirahat dan selalu dijaga keseimbangan
cairan tubuhnya agar tidak terjadi alkalosis dan udem.
Tergantung pada
keadaan penderita, pemberian air garam dan plasma parenteral atau transfusi
darah dapat diberikan. Jika terjadi gagal ginjal mendadak, dialisis peritoneal
dapat diberikan dan jika terjadi krisis hemolitik dapat diberikan kortikosteroid.
Obat antimalaria yang boleh diberikan adalah klorokuin, pirimetamin atau
proguanil,
sedangkan primakuin, kuinakrin dan kina tidak boleh diberikan
karena dapat memperberat Blackwater Fever.
174
Bab 9
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
175
 Pemeriksaan protozoa
 Pemeriksaan Protozoa usus
 Pemeriksaan malaria dan parasit darah
 Koleksi dan pengawetan serangga
Untuk dapat menetapkan diagnosis pasti infeksi protozoa harus ditemukan
parasit penyebabnya, baik parasit dewasa atau parasit yang belum dewasa
(stadium imatur). Pada protozoa dapat ditemukan bentuk trofozoit atau bentuk
kista atau bentuk-bentuk khusus lainnya misalnya pada protozoa darah dan
jaringan.
Pemeriksaan Protozoa
Pemeriksaan mikroskopis. Untuk memeriksa sediaan di bawah mikroskop
diperlukan perlengkapan berupa mikroskop, alat-alat gelas, dan bahan-bahan
lainnya sesuai dengan kebutuhan.
176
1. Mikroskop. Sesuai dengan ukuran pembesaran yang dituju, mikroskop
dilengkapi dengan lensa objektif untuk pembesaran kecil maupun
pembesaran besar serta lensa objektif imersi minyak (100x) dan juga
lensa okuler pembesaran 5 kali dan 10 kali. Untuk memeriksa cacing
dewasa dan serangga berukuran besar digunakan dissecting-microscope.
2. Alat gelas. Kaca benda (object-glass) dan kaca penutup (cover-glass)
diperlukan untuk memudahkan melihat objek di bawah mikroskop.
3. Bahan lain. Kertas lensa (lenspaper), kertas pembersih, kapas, minyak
imersi dan berbagai bahan lainnya disediakan sesuai dengan keperluan.
4. Alat
pemusing
(centrifuge).
Untuk
melakukan
pemeriksaan (misalnya tinja dan darah)
Gambar 61. Light microscope
(URL:http://static.howstuffworks.com)
onsentrasi
bahan
177
Gambar 62. Alat pemusing (centrifuge)
(Sumber: Interlabs)
Pemeriksaan protozoa usus
Pemeriksaan Tinja
Bahan tinja yang akan diperiksa dikumpulkan pada tempat yang bersih
misalnya kotak plastik yang dapat ditutup rapat dan tidak boleh tercampur
dengan
air seni penderita, minyak, garam aluminium, magnesium, barium
atau bismuth.
Bahan tinja yang padat (formed stools) dapat disimpan semalam di dalam
kotak berisi es batu, sedang tinja cair (unformed stools), tinja berdarah atau
tinja berlendir harus diperiksa segera, tidak lebih dari setengah jam sesudah
dikeluarkan. Tinja berdarah atau berlendir tidak boleh didinginkan di dalam
kotak es, atau dimasukkan ke dalam lemari pendingin (refrigerator) maupun
lemari pembeku (freezer). Jika pemeriksaan tidak dapat dilakukan segera,
misalnya karena akan dikirim ke laboratorium yang terletak jauh dari tempat
pengambilan, sebaiknya tinja diawetkan dalam larutan formalin 10% atau
bahan pengawet lainnya.
178
Pemeriksaan langsung tinja
a. Tinja ditentukan kepadatannya dan dicatat adanya darah, dan lendir.
b. Pada kaca benda (object-glass) dibuat hapusan tinja dengan garam
faali (physiological salt) dan hapusan tinja dengan larutan iodine
(lugol).
1. Hapusan garam faali. Tinja sebanyak 1-2 mg tinja dicampur 1-2
tetes larutan garam faali. Dengan hapusan garam faali ini, parasit
termasuk protozoa misalnya trofozoit amuba tampak hidup dan
bergerak.
2. Hapusan tinja iodine (lugol). Sebanyak 1-2 mg tinja dicampur 1-2
tetes larutan iodine. Larutan iodine dibuat dengan membuat larutan
jenuh iodine pada 1% kalium iodide, lalu disaring. Dengan
pemeriksaan
ini
parasit
mati
dan
tidak
bergerak,
sehingga
memudahkan pemeriksaan morfologi kista protozoa Tinja yang
telah diawetkan dalam larutan formalin dapat diperiksa langsung
dengan larutan lugol.
Pemeriksaan konsentrasi tinja
a. Sedimentasi sederhana
1. Sebanyak 10 g tinja dicampur dengan air sebanyak 20x volume
tinja, lalu diaduk dengan baik. Masukkan larutan tinja ke dalam
gelas urinalisis, biarkan selama 1 jam
2. Sebanyak 2/3 volume larutan permukaan dibuang, tambahkan
air lalu diaduk lagi dengan baik.
3. Ulangi tindakan no.2 sehingga larutan permukaan tampak
jernih.
179
4. Ambillah endapan yang ada di dasar gelas dengan pipet dan
diperiksa di bawah mikroskop.
b. Sedimentasi sederhana dengan gliserol
1. Campurlah tinja dengan air yang telah diberi 0.5% gliserol lalu
diaduk.
2. Sesudah terjadi endapan, larutan permukaan dibuang, diganti
dengan larutan air-gliserol, lalu diaduk dengan baik.
3. Sesudah terjadi endapan, ulangi prosedur no.2 sehingga larutan
permukaan menjadi jernih.
4. Endapan yang terbentuk diperiksa di bawah mikroskop.
c. Metoda pemusingan sederhana
1. Sebanyak 3 gram tinja dicampur air sebanyak 90x volume tinja.
2. Larutan tinja disaring dengan 2 lapis kain kasa, lalu dimasukkan
ke dalam tabung pemusing (centrifuge tube).
3. Tabung dipusingkan selama 1-2 menit pada kecepatan 15002300 rpm.
4. Larutan permukaan dibuang
diganti dengan air, aduk dengan
baik, lalu dipusingkan.
5. Prosedur no.3-4 diulang sebanyak dua kali.
6. Endapan yang terjadi diperiksa di bawah mikroskop.
Pemeriksaan malaria dan parasit darah
a) Pemeriksaan darah langsung
Protozoa yang hidup di dalam darah mudah dilihat di dalam darah
dengan memeriksa setetes darah yang diambil dari ujung jari atau
cuping telinga yang diencerkan dengan setetes larutan garam faali
pada kaca benda.. Sesudah ditutup dengan gelas penutup sediaan
180
diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran besar untuk
memeriksa Trypanoszoma. Parasit mudah dilihat karena aktif
bergerak.
b) Pemeriksaan hapusan darah
Parasit darah dapat diperiksa dengan membuat hapusan darah
tebal (thick smear) atau hapusan darah tipis (thin smear) pada
kaca benda, yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa atau
pewarnaan Wright.
Pewarnaan Giemsa
Larutan induk: Bubuk zat warna Giemsa
Gliserin
1g
66 ml
Metil alkohol, absolut, bebas aseton 66 ml
Larutan penyangga (Buffer solution):
pH 7.0 : 61,1 ml M/15 Na2HPO4 ditambah 900 ml akuades
atau
38,9 ml M/15 NaH2PO4.H2O2 ditambah 900 ml
akuades.
Tetes tebal (thick smear) pewarnaan Giemsa

Keringkan tetesan darah tebal di udara, jangan difiksasi.

Warnai dengan larutan 1/50 Giemsa di dalam larutan bufer
akuades (pH 7,0) selama 45-50 menit.

Rendam (dipping) selama 3 menit dalam bufer akuades, lalu
keringkan dalam posisi vrtikal.
Hapusan darah (thin smear) Giemsa
181

Fiksasi hapusan darah tipis dalam metil alkohol absolut
selama 30 detik

Ambil dan keringkan

Warnai dengan larutan 1/20 Giemsa di dalam larutan bufer
akuades (pH 7,0) selama 45-50 menit.

Rendam dalam bufer akuades, lalu keringkan dalam posisi
vertikal.
DAFTAR PUSTAKA
Abercrombie,M.
M.Hickman,
M.L.Johnson
dan
M.Thain,
1997.
Kamus
Lengkap Biologi, Penguin, penerbit Erlangga, Jakarta.
Adam and Maegraith, 1966. Clinical and Tropical Disease, Fourth Edition.
Blackwell Scientific Publication, Oxford, Edinburg.
Ahmad Ramali dan K.St.Pamoentjak 1996. Kamus Kedokteran, Penerbit
Jambatan, Jakarta.
Bartges J. 2001. Giardia lamblia, University of Tennessee
182
Beaver, P.C., Yung RC., Cup EW., 1984. Clinical Parasitology, Ninth Edition
Lea Febiger, Philadelphia.
Blacklock and Southwell, 1966. A guide to Human Parasitology, 8 th Edition,
London, ELBS.
Brooke MM., Melvin, DM, 1969.
Morphology of Diagnostic Stages of
Intestinal Parasites of Man. Public Health Service Publicatio, No. 1966.
Brown HW., 1969. Basic Clinical Parasitology, 3rd Edition, New York:
Appleton-Century-Crofts.
Buckelew TP, 2007. Cestodes, University of Pennsylvania.
http://www.workforce.cup.edu/buckelew/cestodes.htm
Budiyani,L.2006.Infeksi Giardia lamblia pada balita di kecamatan Jatinegara:
kaitannya dengan status nutrisi. Perpustakaan UI.
CDC,USA Division of Parasitic Disease, 1999. Balantidium Infection, Center
for Disease Control and Prevention, National Center for Infectious Disease,
USA.
CDC,USA Division of Parasitic Disease, 1999. Cyclospora infection, Center
for Disease Control and Prevention, National Center for Infectious Disease,
USA.
CDC,USA-DPDx, 1999. Parasites and Health: Cystoisospora belli, Laboratory
Identification of Parasites of Public Health Concern.
183
CDC,USA Parasite and Health, 1992. Cercarial Dermatitis, CDC,USAMMUR;
41(14).
CDC,USA Parasite and Health, Free LivingAmebic Infection.
http://www.dpd.CDC,USA.gov/dpdx
CDC,USA Malaria, 1974.Identification and Diagnosis of Parasites of Public
Health Concern. http://www//dpd.CDC,USA.gov/dpdx.HTML/malaria.htm
Chacon-Cruz,E. and Mitchell,DK., 2006. Intastinal Protozoal Disease, eMedicine,http://www.emedicine.com/ped/topic1914.htm
Chatterjee KD. 1969. Parasitology, 7th Edition, Published by the author,
Calcutta.
Cianflone,N.F.2008. Acanthamoeba, Medscape Reference, WebMD
Professional.
Class of 2005. Trypanosoma cruzi, Blackburg, Virginia: Virginia-Maryland
Regional College of Veterinary Medicine.
Corry Jebkucik, Martin GL, and Sortor, 2004. Common Intestinal Parasites,
American Family Physician, 69(5).
Departemen Kesehatan R.I., 2004. Penggunaan Artemisinin Untuk Atasi
Malaria di daerah Yang Resisten Klorokuin, Pusat Data dan Informasi, 27
April 2004.
Department of Health, 2007. Parasitic Diseases, Centers for Disease Control
and Prevention, Atlanta, Georgia, USA.
184
Department of Health and Tropical Medicine, 2002. Giardiasis Diagnostic
Parasitology Laboratory;. Missouri University.
Department of Pathology, 2006. Protozoa, University of Cambridge.
Desser, SS, 2000. Eimeria, Department of Zoology .University of Toronto,
Canada.
Depkominfo,
2009.
Indonesia
masih
beresiko
malaria,
Pusat
Data
Departemen Komunikasi dan Informatika.
Diagnostic Parasitology Laboratory, 2007. Dientamoeba fragilis, London
School of Hygiene and Tropical Medicine.
Diagnostic Parasitology Laboratory, 2002. Giardiasis, London School of
Hygiene and Tropical Medicine.
Dubey,JP. and Beattie, CP..1988. Toxoplasmosis of Animals and Man. Boca
Raton, Florida: CRC Press.
Faust and Russel, 1965. Craig and Faust’s Clinical Parasitology, 7th Edition,
Philadelphia: Lea and Febiger.
Fox,JC. 2004. Clinical Parasitology Images, OSU College of Veterinary
Medicine, Oklahoma State University.
Garcia,LC.and Lynne,S., 2001. Dientamoeba fragilis, Diagnostic Medical
Parasitology, International Journal of Parasitology, 29, ASM Press.
185
Garcia,L.C.,2007.
Diagnostic
Medical
Parasitology,
5th
Ed.ASM
Press,Washington,DC
Guerrant R.L. et al., 2006. Tropical Infectious Diseases, Principles,
Pathogens & Practice. ed RL Churchill Livingstone, Philadelphia
Hunter,2000. Tropical Medicine and Emerging Infectious Diseases. Strictland
GT 8th ed. WB Saunders Co., Philadelphia
James and Harwood, 1971. Herm’s Medical Entomology, Sixth Edition, The
Macmillan Company, Collier-Macmillan Ltd.
John Williams, 2003. Blastocystis hominis, Department of Infectious and
Tropical Diseases, London School and Hygiene and Tropical Medicine.
Jul Gaffar, 2004. Intestinal and Luminal Protozoa. Microbiology and
Immunology Online, School of Medicine University of South Carolina.
Junta Karbwang and T.Harinasuta, 1992. Handbook of Antiparasitic Drugs.
Ruamtasana Co., Bangkok.
Keith,DL.and W.L.Kramer,1993. Mosquito Update for Nebraska, University of
Nebraska., Lincoln, NE.
Laboratory Identification of Parasites of of Public Health Concern, 2002.
Common Invader of the Human Body, Parasitic Image , CDC,USA-DPDx.
186
Laboratory Division Public Health Concern, 2001. Giardia intestinalis,
CDC,DPDx, Centers for Disease Control and Prevention.
Lagana,S. Entamoeba coli, Atlas Protozoa
URL:www.atlas-protozoa.com/Entamoebacoli.php
Marcelo de Campos Pereira, 2001. Triatoma infestans, University of Sao
Paolo, Department of Parasitology.
Martinez, AJH, 2001. Free living amoebas: Naegleria,Acanthamoeba and
Balamothia. http://www.modares.ac.ir/elearning/Dalimi/Proto/MacLean,JD.,2007. Trichomonas vaginalis. Clinical Parasitology , McGill
Center for Tropical Disease.
MacLean,JD.,2005. Trypanosoma cruzi. Clinical Parasitology , McGill Center
for Tropical Disease.
MacLean,J.D.2007.Lecture 3. Other Systemic Protozoa .Clinical Parasitology
, McGill Center for Tropical Disease.
Manson and Bahr, 2003. Manson's Tropical Tropical Diseases ed GC Cook et
al. 21st ed ,2003 WB Saunders Co., London
Medical Letter Editors, 2004. Drugs for Parasitic Infections. The Medical
Letter, Vol.46 (Issue 1189).
Parasite Image Library, 2001. Cyclosporiasis, Division of Parasitic Diseases,
Centers for Disease Ccntrol, Atlanta.
187
Parasitology Department, 2003. Blastocytosis, Oregon State Public Health
Laboratory.
Richardson and Kendall, 1969. Veterinary Protozoology, 3rd Edition, Oliver
and Boyd Ltd, Edinburg.
Russel,RC.,1996. Mansonia, A colour photo atlas of mosquitoes of
Southeastern Australia.
Soedarto, 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Sagung Seto, Jakarta.
Soedarto, 2008. Parasitologi Klinik, Airlangga University Press, Surabaya.
Sodeman Jr., WA.2001.Intestinal Protozoa:Amebas.
http://www.modares.ac.ir/elearning/ Dalimi/Proto/Lecture
Soulsby, 1968. Helminths, Arthropoda, and Protozoa of Domesticated
Animals, 6th Edition, London: Balliere, Tyndall and Cassel.
Sudomo, M. 2008. Penyakit parasitik yang kurang diperhatikan di Indonesia.
Orasi
Pengukuhan
Profesor
Riset
Bidang
Entomologi
dan
Moluska,
Balitbangkes, Departemen Kesehatan R.I.
Sudomo,M. dan Sasono, M.D.P. 2007. Pemberantasan schistosomiasis di
Indonesia, Bul. Penel.Kesehatan, Vol.25,No.1, 36-45, 2007.
Terazawa a., Muljono R., Susanto L.,Margono, S.S. and Konishi,E. 2003.
High Toxoplasma Antibody Prevalence Among Inhabitans in Jakarta, Jpn J.
Infectious Disease, 56:107-9.
188
Thyssen, PJ. and Linhares AX., 2007. First decription of the
Immature stages of Hemilucilia segmentaria.Biol.res 40:271-280.
Tim
Clarke,
2001.
Taenia
saginata,
Microbiology
Department,
Royal
Hallamshire Hospital, Sheffield, UK.
Tom Nolan. Cryptosporidium.parvum, VPTH603 Veterinary Parasitology
University Pensylvania , http://www.vet.upenn.edu
Uniformed Services University of the Health Services: Diagnostic of
Parasitology and Medical Zoology, USUHS, Bethesda, Maryland.
Upton, SJ. 2001. Cyclospora cayetanensis, Division of Biology, Kansas State
University, Manhattan, KS.
URL: http://www.practicalscience.com/table.Practical Parasitology, Amoeba
Morphology Diagram.
URL: http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/lecture3 other system
protozoa.htm
URL:http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/lecture/intest/
protozoa.htm
URL: http://www.universe-review.ca/amoeba
URL: http://www.soton.ac.uk. Isospora belli
URL: http://www.btinternet.com/ukneqa/parasitologyscheme)
189
URL: http://www.parasite-referencelab.co.uk/images.
Blastocystis
hominis.
URL: http://jpkc.sysu.edu.cn Entamoeba histolytica
URL: http://www.fao.org/docrep/006
URL:www.atlas-protozoa.com/Entamoebacoli.php Entamoeba coli
URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb Entamoeba gingivalis
URL:http://www.austincc.edu/ddingley/MLAB1331/LectureGuide
Naegleria
fowleri Acanthamoeba
URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb Endolimax nana
URL:http://www.soton.ac.uk;http://www.cmpt.ca/images/- Iodamoeba
butchlii; Dientamoeba fragilis
URL: http://www.austincc.edu/ddingley Trichomonas hominis
URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb/courses/50249/flagellata
Trichomonas vaginalis
URL: http://www.giardiass.org Giardia lamblia
URL: http://www.btinternet.com/ukneqas/parasitologyscheme
Enteromonas hominis
URL:http://www/2classnote.com/images/-/science Trypanosomidae
190
URL: http://www.fao.org/docrep/006 Trypanosomidae
URL:http://cal.vet.upenn.edu/projects/parasit/06Trypanosoma
gambiense
URL: http://en.ird.fr/var/ird/storage Glossina
URL: http://www.cals.nscu.edu Reduviidae
URL: http://www.medicina21.com Phlebotomus
URL: http://www.msu.edu/course/zol/316 Leishmania donovani
URL:http://bio-analyse.com/images/eimeria Eimeria
URL: http://www.soton.ac.uk Isospora belli
URL: http://www.cdc.gov./DPDx/IMAGES Cyclospora
URL: http://www.k-state.edu/parasitology Cryptosporidium parvum
URL: http://www.microbeworld.org Toxoplasma gondii.
URL: http://www.dpd.cdc.gov Toxoplasma.gondi
URL: http://www.austincc.edu/microbiol Hydrocephalus
Toxoplasmosis
URL: http://pathology.class.kmu.edu.tw/ch05 Pneumocystis carinii
191
URL: http://www.k-state.edu/parasitologi/546tutorials
Sarcocystis hominis
URL: http://www.ucdavis.edu/-/-anopheles Anopheles
URL: http://webdoc.nyumc.org Plasmodium vivax
URL: http://www.btinternet.com/ukneqa/parasitologyscheme
Plasmodium ovale
URL: http://www.k-state.edu/parasitology Plasmodium malariae
URL:http://static.howstuffworks.com Light microscope
URL: http://www.cals.ncsu.edu/course/ent425 Pinning Coleoptera
WHO, 1991. Basic Laboratory Methods in Medical Parasitology, WHO
Publication, Geneve.
WHO Expert Committe, 1985. The Control of Schistosomiasis, WHO
Technical Report Series Nr. 728, World Health Organization, Geneve.
WHO Expert Committee, 1978. Parasitic Zoonoses, World Health Organization,
Geneve.
Wiser, MF. 1999. Intestinal Protozoa, Department of Tropical Medicine, Tulane
University.
192
GLOSARIUM
A
AIDS. Acquired immune deficiency syndrome.
Abdomen. Bagian tubuh yang berisi organ perut.
Abate. Insektisida untuk memberantas larva nyamuk Aedes aegypti yang
terdapat di dalam rumah.
Abortus. Keguguran, terhentinya kehamilan sebelum 28 minggu.
Accole. Terdapat di bagian tepi eritrosit.
Acetylcholine, Asetilkolin. Neurotransmitter pada interneuron dan antara otot
dan saraf.
Aerobic, Aerobik. Membutuhkan oksigen bebas.
Aksonema. Mikrotubule intrasitoplasmik lurus dan paralel yang
terletak di
sepanjang sumbu longitudinal.
Algid malaria, Malaria algid. Bentuk klinik malaria pernisiosa disertai dengan
kegagalan sirkulasi perifer, sehingga penderita mengalami kolaps dengan
gejala kulit lembab dan dingin. Pada malaria algid tipe gastrik kolaps disertai
muntah, diare pada tipe koleraik, dan berak darah pada tipe disenterik.
193
Amastigot. Stadium tanpa flagel (aflagela) dari Leishmania.
Amoebic
carrier,
Karier
amubiasis.
Penderita
amubiasis
yang
tidak
menunjukkan gejala klinis, tetapi selalu mengeluarkan kista infektif Entamoeba
histolytica di dalam tinjanya.
Amoeboma, Amuboma. Jaringan granuloma yang terbentuk di usus pada
amubiasis usus.
Anaerobic, Anaerobik. Tidak membutuhkan oksigen bebas.
Anaphylaxis, Anafilaksis. Bentuk reaksi hipersensitif yang berat, dapat
menyebabkan syok atau kematian penderita.
Asexual,Aseksual Reproduksi yang tidak melibatkan meiosis, produksi gamet,
fertilisasi, perpindahan materi genetik, dan partenogenesis.
Asexual reproduction, Reproduksi aseksual. Multiplikasi protozoa dengan
cara membelah diri sederhana (simple binary fission), yang dimulai dengan
menggandakan semua struktur organ-organnya. Reproduksi aseksual juga
dapat berlangsung multiple fission (schizogony), dimana dari satu individu
protozoa akan terbentuk lebih dari
dua individu
baru, misalnya pada
Plasmodium.
Autonfection, Autoinfeksi. Cara infeksi yang disebabkan oleh parasit
yang sebelumnya sudah ada di dalam tubuh hospes.
B
194
Biological Control, Pengendalian Hayati. Pengendalian terhadap hama dan
parasit menggunakan organisme dan atau produknya.
Biotic Factor, Faktor Biotik. Faktor organisme hidup (hewan, manusia,
tumbuhan) yang mempengaruhi lingkungan hidup.
Black fever. Leismaniasis viseral atau penyakit Kala-azar. Disebut demikian
karena kulit penderita berwarna hitam akibat terjadinya hiperpigmentasi.
Black water fever. Bentuk malaria falciparum yang disertai hemolisis
intravaskuler, demam dan hemoglobinuria.
Blepharoplast, Blefaroplast. Bentuk kinetoplas beberapa jenis protozoa yang
merupakan inti pelengkap. Pada bentuk trofozoit protozoa, dari blefaroplas
keluar lebih dari satu flagel.
C
Calabar swelling. Pembengkakan jaringan subkutan yang terjadi sebagai
reaksi alergi hospes terhadap cacing Loa loa dewasa yang mengembara di
jaringan bawah kulit..
Carnivora, Karnifor. Hewan pemakan daging.
Carrier, Karier. Individu yang dapat menularkan penyakit ( karena membawa
stadium infektif organisme penyebab penyakit) tetapi tidak menunjukkan
gejala sakit.
195
Cerebral malaria, Malaria serebral. Bentuk klinik malaria pernisiosa dengan
kelainan otak yang
menyebabkan terjadinya gejala-gejala hiperpireksia,
paralisis dan koma.
Commensalism, Komensalisme. Di alam selalu dijumpai simbiosis, yaitu
hubungan timbal balik antara dua organisme atau makhluk hidup Pada
simbiosis komensalisme salah satu organisme mendapatkan keuntungan dari
hubungan tersebut sedangkan organisme lainnya tidak mendapatkan kerugian
apapun.
Cyst, Kista. Stadium protozoa yang terbungkus di dalam dinding tebal
sehingga parasit tidak dapat bergerak sendiri, tidak dapat tumbuh, dan tidak
dapat memperbanyak diri. Dalam bentuk kista, parasit mampu bertahan
terhadap
pengaruh
lingkungan
kekeringan, kelembaban tinggi,
hidupnya,
misalnya
suhu
yang
tinggi,
tahan terhadap bahan kimia, dan
lain
sebagainya. Karena itu, kista adalah stadium infektif protozoa yang dapat
ditularkan dari satu penderita ke individu lainnya.
D
Dehydrogenase, Dehidrogenase. Enzim yang berfungsi sebagai katalisator
reaksi
redoks
dengan
meniadakan
hidrogen
dari
suatu
substrat
dan
memindahkannya ke substrat lainnya.
Definitive host, Hospes definitif
atau final host.
Hospes yang menjadi
habitat parasit dewasa atau parasit matang seksual (sexually mature).
Digenetik. Siklus hidup lengkap terdiri dari 2 generasi, yaitu generasi seksual
dan generasi aseksual.
196
Double infection, Infeksi ganda. Ditemukan lebih dari satu parasit malaria di
dalam satu sel eritrosit .
Duodenum. Usus duabelas jari.
E
Endoparasite, Endoparasit. Parasit yang hidup di dalam tubuh hospes
(menyebabkan infeksi).
Eosinophyl, Eosinofil. Salah satu jenis dari sel darah putih (leukosit).
Eosinophylia, Eosinofilia. Jumlah eosinofil darah lebih dari 3%.
Eosinophlic vacuole, Vakuol eosinofilik,. Rongga berwarna yang terdapat di
tempat akar flagel yang terletak di depan kinetoplas pada Leishmania.
Espundia. Leishmaniasis nasofaring.
Extracellular, Ekstraseluler. Berada di luar membran plasma.
Extra-intestinal amoebiasis, Amubiasis ekstra-intestinal. Amubiasis pada
manusia yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica yang menyerang organorgan di luar usus misalnya hati, paru, otak, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
F
Filament, Filamen. Struktur berbentuk benang panjang.
197
Fission. Pembelahan.
Flagel. Alat gerak berbentuk tali yang terdapat pada Mastigophora (misalnya
Giardia lamblia).
Flask-shape ulcers. Pada pemotongan melintang ulkus pada amubiasis usus
menunjukkan gambaran seperti botol. Dasar ulkus berisi bahan nekrotik
berwarna kekuningan atau kehitaman.
Foetus, Fetus. Janin.
Formed applique. Pada malaria falciparum, trofozoit muda Plasmodium
falciparum yang berbentuk cincin tampak berinti dan sebagian sitoplasma
berada di bagian tepi dari eritrosit.
G
Gamet. Sel nutfah haploid yang berperan untuk fertilisasi.
Gametocyte, Gametosit. Bentuk yang terjadi dari perkembangan sebagian
merozoit
sesudah tahap skizogoni eritrositik berlangsung beberapa kali.
Perkembangan ini terjadi di dalam eritrosit yang terdapat di dalam kapilerkapiler limpa dan sumsum tulang. Hanya gametosit yang sudah matang dapat
ditemukan di dalam darah tepi.
Gametogony, Gametogoni. Tahap pembentukan
gamet yang merupakan
salah satu tahapan Siklus hidup aseksual Plasmodium di dalam tubuh manusia.
198
Gamma globulin, Globulin gama. Globulin serum imun yang bersifat sebagai
antibodi.
Gene, Gen. Satuan terkecil dari hereditas yang menyandikan hasil molekuler
sel.
Genetic, Genetik. Berkaitan dengan gen.
Glycogen mass, Masa glikogen. Terdapat di dalam sitoplasma Entamoeba
hartmani yang pada pewarnaan dengan iodin akan berwarna coklat tua.
Gram’s stain. Pewarnaan Gram.
Granul volutin, Volutine granule. Butiran-butiran yang terdapat di dalam
sitoplasma protozoa, misalnya Trypanosoma.
Granuloma. Reaksi granulomatosis berbentuk mirip tumor usus yang terjadi
pada infeksi parasit misalnya pada amubiasis usus kronis.
H
Habitat, Habitat. Habitat organisme.
Haemolysis,
Hemolisis.
Pemecahan
sel
darah
merah
disertai
lepasnya
hemoglobin.
HIV. Human Immunodeficiency virus. Virus imunodefisiensi manusia.
Haemocele, Hemokel. Rongga tubuh artropoda yang bertindak sebagai rongga
darah.
199
Halo. Daerah terang yang tampak di sekeliling kariosom dari inti Entamoeba.
Hemolysis, Hemolisis. Pecahnya sel-sel darah.
Hiperendemis. Daerah endemis malaria dengan indeks limpa yang selalu di
atas 75 persen disertai tingginya indeks limpa pada orang dewasa.
Hipoendemis. Daerah endemis malaria dengan indeks limpa antara 0 sampai
10 persen.
Histamin. Vasodilator yang terbentuk sebagai reaksi terhadap masuknya
antigen yang sesuai.
Holoendemis. Daerah endemis malaria dengan indeks limpa selalu di atas 75
persen,
sedangkan
indeks
limpa
pada
orang
dewasa
rendah.
Hal
ini
menunjukkan adanya toleransi yang kuat orang dewasa terhadap malaria.
Host,
Hospes.
Organisme
(disebut
juga
inang)
tempat
parasit
menggantungkan sepenuh hidupnya.
I
Ileum, Ileum. Usus halus bagian bawah terletak paling dekat dengan usus
besar (kolon).
Imago. Serangga dewasa yang telah matang seksual.
200
Imunitas, Immunity. Kekebalan, kemampuan untuk
bertahan terhadap
masuknya benda asing maupun infeksi parasit dan organisme yang merugikan
lainnya.
Immunocompromised. Mengalami gangguan dan penurunan daya tahan atau
imunitas tubuh.
Immunofluorescence, Imunofluoresensi. Penggunaan pewarna fluoresen
pada antibodi untuk mendeteksi antigen-antigen yang spesifik.
Immunoglobulin, Imunoglobulin. Salah satu jenis protein globin yang
beraktivitas sebagai antibodi.
Incidental host, Hospes insidental. Manusia menjadi hospes parasit tertentu
yang sebenarnya secara alami hidup pada hewan.
Index limpa, Spleen Index. Penetapan endemisitas malaria suatu daerah
dengan memeriksa penduduk yang limpanya membesar. Ukuran besarnya
limpa ditentukan dengan menggunakan metoda Schuffner atau disesuaikan
dengan ukuran lebar jari di bawah iga kiri. Pengukuran limpa dilakukan pada
anak berumur antara 2 sampai dengan 9 tahun, pada saat penyakit malaria
berada di puncak serangan dan limpa berada pada ukuran maksimum.
Index parasit, Parasite Index. IP adalah persentase anak berumur antara 2
dan 9 tahun yang pada pemeriksaan tetes tebal darah tepi menunjukkan
adanya Plasmodium. Di daerah endemis, IP pada anak selalu lebih tinggi dari
pada IP orang dewasa.
201
Infection rate nyamuk, Derajat infeksi nyamuk. Infection rate nyamuk
Anopheles ditentukan dengan membedah lambung nyamuk untuk menemukan
ookista dan memeriksa kelenjar ludah nyamuk untuk menunjukkan adanya
sporozoit.
Intermediate
berkembangnya
host,
Hospes
stadium
muda
perantara.
Hewan
parasit,
misalnya
yang
menjadi
bentuk
larva
tempat
untuk
melengkapi Siklus hidup parasit.
Intestinal amoebiasis. Amubiasis usus.
Invertebrata. Semua organisme yang tidak termasuk vertebrata.
J
Jaundis. Warna kekuningan pada selaput konjungtiva.
Jejunum. Bagian usus kecil sesudah duodenum.
K
Karyosome, Kariosom. Kariosom atau plastin adalah salah satu struktur inti
protozoa.
Kinetoplast, Kinetoplas. Inti pelengkap yang terdapat pada beberapa jenis
protozoa yang berbentuk blefaroplas atau benda parabasal.
202
Kuartana tripleks. Siklus demam 24 jam terjadi jika terdapat pematangan 3
generasi Plasmodium malariae dalam waktu 3 hari.
L
Leishmanial form, Bentuk leismania. Stadium dari famili Trypanosomidae
yang berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan satu kinetoplas.
Flagel tidak terbentuk.
Leishmanioma, Leismanioma. Gejala klinis pada infeksi Leishmania donovani,
berupa nodul kulit yang bersifat primer.
Leptomonad
form,
Bentuk
leptomonad.
Stadium
dari
famili
Trypanosomatidae yang bentuknya memanjang, mempunyai satu inti yang
terletak sentral, dan satu flagel panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh
tempat
kinetoplas
berada.
Pada
bentuk
ini
belum
tampak
undulating
membrane.
Leucopenia, Leukopeni. Jumlah leukosit darah kurang dari 4.000/ml.
Life cycle, Siklus hidup. Bentuk-bentuk parasit pada tahapan hidup parasit
yang terbentuk sesuai dengan habitat atau lingkungan hidupnya.
M
Macrogamete, Makrogamet. Gamet berukuran besar yang terbentuk di dalam
lambung nyamuk Anopheles berasal dari pematangan makro gametosit.
203
Macrogametosite, Makrogametosit, Gametosit betina. Sel yang berkembang
dari sebagian merozoit Plasmodium yang mengadakan pembelahan sel dan
diferensiasi.
Macronucleus, Makronukleus. Inti berukuran besar, berbentuk ginjal yang
dimiliki oleh Ciliata misalnya Balantidium coli.
Magnaform. Bentuk kista Entamoeba histolytica yang besar ukurannya,
dengan garis tengah antara 10-15 mikron.
Malaria kuartana tripleks. Siklus demam 24 jam yang terjadi jika terdapat
pematangan 3 generasi Pl. malariae dalam waktu 3 hari .
Malaria serebral. Gambaran klinis malaria pernisiosa yang menimbulkan
kelainan otak dengan gejala-gejala hiperpireksia, paralisis dan koma.
Malaria tertiana. Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax, disebut juga
malaria tertiana benigna (jinak), sedang Pl. falciparum menimbulkan malaria
falciparum atau malaria tertiana maligna (ganas).
Maurer’s dots, Bintik-bintik Maurer. Bintik-bintik yang terdapat pada trofozoit
lanjut Plasmodium falciparum.
Medical
Parasitology,
Parasitologi
Kedokteran.
Ilmu
kedokteran
yang
mempelajari tentang parasit yang menyebabkan penyakit, kelainan atau
gangguan pada manusia.
204
Merozoit, Merozoit. Pada Coccidia stadium ini terjadi sesudah terbentuknya
skison (schizont). Sebagian merozoit akan masuk ke dalam lumen usus, setiap
merozoit akan memasuki satu sel epitel usus dan melanjutkan siklus aseksual
(schizogony). Merozoit lainnya mengadakan diferensiasi menjadi gamet jantan
(mikrogametosit) dan gamet betina (makrogametosit).
Mesoendemis. Derajat endemisitas malaria dengan indeks limpa antara 11
sampai 50 persen.
Metacyclic trypanosomal, Tripanosoma metasiklik. Bentuk yang mirip bentuk
tripanosoma tetapi berukuran lebih kecil. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh
serangga yang menjadi hospes perantara dan vektor penular dan berkembang
menjadi stadium infektif.
Metacystic trophozoite, Trofozoit metakistik. Disebut juga sebagai amubula
(amoebulae) merupakan bentuk yang terjadi pada proses ekskistasi amuba di
dalam sekum atau ileum bagian bawah, yang berkembang dari amuba berinti
empat (tetranucleate amoeba).
Midgut. Usus tengah.
Miescher
tube,
Tabung
Miescher.
Kelompok
spora
Sarcocystis
yang
memanjang seperti pipa, yang terdapat di dalam otot bergaris yang ukurannya
sangat bervariasi antara ukuran mikroskopik sampai 5 cm panjangnya. Spora
berukuran sekitar 1-2 mikron kali 10 mikron,mempunyai satu inti.
Microgamet, Mikrogamet. Gamet jantan berasal dari diferensiasi merozoit
parasit, misalnya Plasmodium.
205
Micronucleus, Mikronukleus. Inti kecil protozoa Ciliata misalnya Balantidium
coli
yang
berbentuk
bintik
kecil
yang
terletak
di
bagian
cekungan
makronukleus, inti besar yang berbentuk ginjal.
Minutaform. Bentuk kista Entamoeba histolytica yang kecil ukurannya dengan
garis tengah antara 6-9 mikron.
Mixed infection. Infeksi oleh lebih dari satu spesies Plasmodium di dalam
tubuh seekor nyamuk Anopheles betina,
Mosquito density, Kepadatan nyamuk. Angka kepadatan nyamuk Anopheles
untuk menentukan derajat endemisitas penyakit malaria di suatu daerah.
Mushy. Konsistensi tinja yang jika dikocok akan mengikuti bentuk tempatnya
Mushy-diarrheic. Konsistensi tinja yang meskipun tidak dikocok bentuk tinja
akan mengikuti bentuk container, tetapi tinja tak dapat dituang ke luar
container.
Mutasi. Perubahan materi genetik sebuah sel.
N
Nagana disease, Penyakit Nagana. Infeksi oleh Trypanosoma brucei yang
ditularkan oleh lalat tsetse (Glossina).
O
206
Obligatory parasite, Parasit obligat. Parasit ini harus selalu hidup parasitik
pada hospes karena selama hidupnya ia sangat tergantung pada makanan
yang didapatnya dari hospes.
Oocyst, Ookista. Stadium Sporozoa misalnya Coccidia yang berukuran sekitar
15x32 mikron yang berasal dari perkembangan stadium zigot dan terjadi di
luar tubuh manusia
Ookinet. Stadium perkembangan dari zigot Plasmodium di dalam lambung
(midgut) nyamuk.
Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk,
masuk ke jaringan antara lapisan epitel dan membran basal dinding lambung.
Overt malaria. Demam khas yang merupakan gejala klinis malaria akibat
pecahnya sel eritrosit yang ditimbulkan oleh pembelahan diri (multiplikasi)
Plasmodium di dalam sel eritrosit.
P
PCR. Polymerase Chain Reaction.
Parasit. Organisme hidup yang menggantungkan seluruh hidupnya pada
organisme
lainnya
(hospes)
sehingga
merugikan
hidup
hospes
yang
ditumpanginya. Dalam pengertian yang lebih khusus, parasit dalam Parasitologi
Kedokteran meliputi protozoa, cacing dan artropoda yang hidup parasitik pada
manusia.
Parasite index, Indeks parasit (IP). Persentase anak berumur antara 2 dan 9
tahun yang pada pemeriksaan tetes tebal menunjukkan adanya Plasmodium di
207
dalam darahnya. Di daerah endemis, IP pada anak selalu lebih tinggi dari pada
IP orang dewasa.
Parasitic infection, Infeksi parasit. Invasi oleh endoparasit (protozoa dan
cacing).
Parasitic disease, Penyakit parasit. Penyakit yang terjadi akibat invasi dan
kelainan patologi oleh endoparasit.
Parasite rate. Persentase populasi penduduk yang darahnya mengandung
parasit malaria dibanding populasi seluruh penduduk.
Parasitisme. Hubungan timbal balik yang bersifat sementara atau permanen
antara dua organisme hidup di mana salah satu organisme di antaranya
(disebut parasit) tergantung sepenuh hidupnya pada organisme lainnya
(disebut inang atau hospes).
Penyakit surra. Penyakit hewan yang disebabkan oleh infeksi Trypanosoma
evansi yang ditularkan oleh lalat Tabanus.
Penyakit tidur. Penyakit infeksi susunan saraf pusat yang disebabkan oleh
Trypanosoma gambiense atau T.rhodesiense.
Peristome, Peristom. Lekukan spiral yang menuju sitostoma pada beberapa
jenis ciliata.
Permanent parasite, Parasit permanen. Parasit yang seluruh masa hidupnya
berada di dalam tubuh hospes yang menyediakan makanan baginya. Di luar
tubuh hospes parasit akan mati.
208
Pernicious malaria, Malaria pernisiosa. Kumpulan gejala yang terjadi akibat
pengobatan malaria falciparum yang tidak sempurna, sehingga menimbulkan
kematian penderita dalam waktu satu sampai tiga hari sesudah pengobatan.
Polymorphic,
Polimorfik.
Mempunyai
berbagai
bentuk
morfologi
yang
berbeda-beda.
Predator. Organisme yang memangsa organisme hidup jenis lainnya.
Promastigot. Stadium atau bentuk parasit Leishmania yang mempunyai flagel
(disebut juga sebagai stadium flagella).
Pruritus ani. Gatal-gatal yang terasa di daerah perianal dan perineal.
Pseudopodia, Pseudopodi. Alat pergerakan pada Rhizopoda.
Q
Quadrinucleate cyst. Kista Entamoeba histolytica yang sudah matang dan
mempunyai empat inti, yang tidak mengandung
badan kromatoid maupun
masa glikogen.
R
Rekrudesens, Recrudescence. Kekambuhan klinis yang terjadi sesudah
sembuh sementara selama beberapa hari pada malaria falsiparum.
209
Relaps. Kekambuhan klinis yang terjadi pada malaria vivax, malaria ovale dan
malaria malariae.
Reservoir host, Hospes cadangan. Hewan yang dapat bertindak sebagai
hospes definitif bagi parasit yang hidup parasitik pada manusia sehingga dapat
bertindak sebagai sumber infeksi parasit bagi manusia..
Romana’s sign. Pembengkakan kelopak mata yang terjadi pada infeksi
dengan Trypanosoma cruzi yang masuk melalui konjungtiva.
S
Sabin Feldman Dye Test. Salah satu uji serologi untuk menunjang diagnosis
toksoplasmosis.
Sand-flies, Lalat pasir (Phlebotomus). Lalat pengihisap darah yang bertindak
sebagai vektor penular penyakit Kala-azar.
Sarcocystin, Sarkokistin.
hominis
yang
dapat
Toksin yang dihasilkan oleh parasit Sarcocystis
menimbulkan
kematian
pada
kelinci,
tetapi
tidak
menyebabkan keluhan atau gejala klinis pada manusia.
Schizogony,
Skisogoni.
Reproduksi
aseksual
pada
protozoa
dengan
membentuk skison (schizont), dengan cara mengadakan multiplikasi atau
membelah diri secara sederhana (simple binary fission).
Schizont, Skizon. Bentuk yang berkembang dari bentuk trofozoit pada tahapan
Siklus hidup Sporozoa
misalnya Coccidia atau Plasmodium yang terbentuk
secara multiple fission. Pada Plasmodium misalnya, di dalam sel-sel parenkim
210
hati plasmodium didapatkan dalam bentuk skizon preeritrositik yang berbeda
ukuran dan jumlah merozoit di dalamnya. Pada Plasmodium vivax, skizon
preeritrositik berisi 12.000 merozoit yang berukuran sekitar 42 mikron. Pada
Pl. falciparum skizon preeritrositik berisi 40.000 merozoit yang berukuran 60
mikron kali 30 mikron, sedang pada Pl. ovale berisi 15.000 merozoit berukuran
75 x 45 mikron. Bentuk skizon preeritrositik belum pernah sitemukan.
Schuffner
dots,
Bintik
Schuffner.
Bintik-bintik
yang
terdapat
pada
Plasmodium vivax stadium trofozoit bentuk amuboid yang menginfeksi sel
darah merah.
Sexual
reproduction,
Reproduksi
seksual.
Reproduksi
protozoa
yang
dilakukan dengan cara mengadakan multiplikasi secara konjugasi atau secara
syngami. Pada konjugasi, dua individu protozoa menyatukan diri untuk
sementara agar terjadi pertukaran material inti masing-masing protozoa.
Sesudah itu kedua individu protozoa memisahkan diri lagi dalam bentuk
individu yang lebih muda.
Simbiosis, Symbiosis. Hubungan timbal balik antara dua organisme berbeda
jenis yang terjadi di alam.
Simbiosis komensalisme, Commensal symbiosis. Simbiosis yang salah satu
organisme peserta simbiosis mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut
sedangkan organisme lainnya tidak mendapatkan kerugian apa pun.
Simbiosis mutualisme, Mutual symbiosis. Dua organisme yang bersimbiosis
keduanya mendapatkan keuntungan dari simbiosis tersebut.
211
Sindrom malabsorpsi, Malabsorption syndrome. Kumpulan gejala-gejala
klinis kekurangan makanan akibat gangguan penyerapan makanan, vitamin A
dan lemak dan anemia.
Sitostom, Cytostome. Organ pencernaan makanan yang terbentuk dari bagian
ektoplasma. yang berfungsi untuk membuang sisa-sisa metabolisme.
Skizogoni, Schizogony. Salah satu tahapan Siklus hidup aseksual Plasmodium
yang berlangsung pada manusia
secara multiple fission, dimana dari satu
individu protozoa akan terbentuk lebih dari dua individu baru.
Skizogoni eksoeritrositik, Exoerythrocytic schizogony.
Skizogoni yang
berlangsung di dalam sel-sel hati.
Skizogoni eritrositik,
Erythrocytic
schizogony.
Siklus
hidup
aseksual
Plasmodium yang berlangsung di dalam sel-sel eritrosit.
Skizogoni preeritrositik, Preerythrocytic schizogony.
Tahap skizogoni yang
berlangsung di dalam sel-sel hati sebelum skison masuk ke dalam darah.
Spleen
index,
Indeks
limpa.
Pada
epidemiologi
malaria,
endemisitas
ditentukan dengan mendata populasi penduduk yang mengalami pembesaran
limpa. Pengukuran besarnya limpa dilakukan dengan menggunakan metoda
Schuffner yang disesuaikan dengan ukuran lebar jari di bawah iga kiri.
Pengukuran limpa dilakukan pada anak berumur antara 2 sampai dengan 9
tahun, pada saat penyakit malaria berada di puncak serangan dan limpa
berada pada ukuran maksimum.
212
Sporoblas, Sporoblast. Bentuk / stadium Coccidia yang tumbuh dari ookista
dan terjadi di luar tubuh manusia.
Sporocyst,
Sporokista.
Stadium
ookista
di
luar
tubuh
manusia
yang
mengandung 2 sporokista (pada Isospora) atau 4 sporokista (pada Eimeria).
Sporogoni, Sporogony. Siklus seksual
Plasmodium yang terjadi di dalam
tubuh nyamuk Anopheles.
Sporulated oocyst, Ookista berspora. Ookista yang mengandung spora,
misalnya pada Cyclospora mengandung dua sporokista yang berbentuk
lonjong,
yang
masing-masing
sporokista
memiliki
dua
sporozoit
yang
berukuran 1.2 x 9 mikron.
Spurious parasite. Benda atau spesies asing yang berada di dalam usus
hospes lalu melewati saluran pencernaan tanpa menimbulkan gejala infeksi
pada hospes.
Stallion’s disease, Penyakit Stallion. Penyakit hewan yang disebabkan oleh
Trypanosoma equiperdum yang ditularkan melalui hubungan kelamin.
.
Sucking disc, Lempeng isap. Lempeng pengisap yang terdapat pada Giardia
lamblia berfungsi untuk melekatkan diri pada usus penderita.
Surra. Penyakit hewan yang disebabkan oleh
ditularkan oleh lalat Tabanus.
Trypanosoma evansi dan
213
T
Temporary parasite, Parasit temporer. Parasit yang hanya hidup parasitik
pada tubuh hospes jika ia sedang membutuhkan makanan, dan hidup bebas
(free-living) di luar tubuh hospes jika sedang tidak membutuhkan makanan
dari hospes.
Tenesmus. Gangguan kelancaran dan nyeri pada waktu defikasi atau pada
waktu kencing.
Tertiana dupleks. Siklus demam 24 jam pada malaria vivax dimana terdapat
pematangan 2 generasi Plasmodium vivax dalam waktu 2 hari.
Trofozoit, Trophozoite. Bentuk atau stadium Protozoa yang aktif bergerak dan
bersifat invasif, dapat tumbuh dan berkembang biak, aktif mencari makanan,
dan
mampu
memasuki
organ
dan
jaringan.
Karena
selalu
bergerak
menggunakan pseudopodi, maka bentuk trofozoit tidaklah tetap.
Trophozoite-induced malaria. Malaria yang terjadi melalui cara infeksi
plasmodium stadium aseksual (trofozoit) yang dapat terjadi melalui tranfusi
darah (transfusion malaria), melalui jarum suntik atau menular dari ibu ke bayi
yang dikandungnya melalui plasenta (congenital malaria).
Tropical
splenomegaly,
Splenomegali
tropikal.
Splenomegali
yang
merupakan gejala klinis pada leismaniasis viseral (visceral leishmaniasis) atau
penyakit Kala-azar.
U
214
Undulating membrane. Selaput berbentuk gelombang pada Flagellata yang
terbentuk oleh salah satu flagel yang paling tebal
yang berjalan ke arah
belakang sepanjang tepi tubuh, kemudian berjalan ke luar dengan bebas di
bagian posterior tubuh.
Unformed stool. Bentuk tinja yang cair dan tidak mempunyai bentuk tetap.
Uninucleated bodies. Badan berinti satu.yang terdapat pada Pneumocystis
carinii.
V
Vector,
Vektor.
Artropoda
atau
organisme
hidup
lain
yang
mampu
memindahkan secara aktif stadium infektif parasit atau organisme penyebab
penyakit dari seorang penderita ke orang lain.
X
Xanthochrom, Santokrom. Berubah warna menjadi kuning.
Xenodiagnosis.
Diagnosis
berdasar
ditemukannya
organisme,
misalnya
Trypanosoma cruzi, di dalam tubuh vektor penular (Reduviidae) sesudah vektor
digigitkan pada penderita yang diduga menderita infeksi T.cruzi.
Z
Zigot. Hasil fusi sel gamet.
215
Zoonosis. Penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan
sebaliknya.
Zoophilus. Menyukai darah hewan.
Download
Study collections