1 SOEDARTO BUKU AJAR PROTOZOOLOGI KEDOKTERAN HANDBOOK OF MEDICAL PROTOZOOLOGY 2012 2 KATA PENGANTAR Berbagai jenis parasit protozoa dapat menimbulkan penyakit pada manusia, baik yang menyerang saluran percenaan dan usus, alat pernapasan maupun organ-organ tubuh lainnya. Beberapa diantaranya dapat menimbulkan kecacatan fisik pada bayi dan orang dewasa misalnya Toxoplasma gondii. Malaria sampai sekarang belum dapat diberantas dari Indonesia dan berbagai negara di dunia sehingga menimbulkan penderitaan ratusan juta jiwa manusia dengan angka kematian yang tinggi. Banyak penyakit protozoa merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit-penyakit ini sulit diberantas dan pencegahan serta penanganannya harus dilakukan secara terpadu antara Departemen Kesehatan dengan Departemen-departemen lainnya, dan didukung oleh peran serta seluruh anggota masyarakat . Buku Ajar Protozoologi Kedokteran dan informasi ilmiah terkait penyakit protozoa yang ditulis dan mudah dipahami oleh mahasiswa kedokteran, kesehatan masyarakat, petugas-petugas kesehatan dan kedokteran termasuk masyarakat veteriner di Indonesia masih kurang memadai jumlahnya. Karena itu penulis mencoba mengisi khasanah pustaka tentang penyakit protozoa tersebut dengan menggali informasi dari berbagai sumber ilmu, baik literatur kepustakaan, maupun informasi mutakhir yang tersedia di situs-situs internet dari sumber-sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan, misalnya dari publkasi ilmiah perguruan-perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri, dari Word Health Organization, Center for Disease Control USA, Majalah Kesehatan dan Kedokteran Internasional dan Nasional, dan dari berbagai sumber ilmiah lainnya. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada para penulis, peneliti dan pengelola sumber-sumber informasi tersebut yang secara langsung maupun tidak langsung telah meningkatkan wawasan keilmuan para akademisi, kemampuan para 3 praktisi dan petugas kesehatan dan kedokteran serta para mahasiswa kedokteran dan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah memanfaatkan buku ini. Penerbitan buku ini dapat dimanfaatkan oleh para dokter dan mahasiswa kedokteran, keperawatan, kesehatan masyarakat serta tenaga-tenaga profesi dalam lingkup kesehatan manusia dan juga oleh dokter hewan dan mahasiswa kedokteran hewan, biologi dan farmasi karena buku ini juga meliput penyakit zoonosis protozoa yang bisa ditularkan dari hewan ke manusia. Selain itu tenaga tenaga profesi dan mahasiswa yang terkait dengan bidang kesehatan lingkungan, peternakan teknologi kesehatan lainnya dan veteriner serta dapat mengambil manfaat buku ini. Masyarakat umum dapat juga menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan terutama dalam mengenal dan memahami penyakit-penyakit protozoa yang banyak menyerang manusia dan hewan, karena informasi yang disampaikan diberikan dengan ringkas agar mudah dipahami. Semoga tujuan buku ini untuk turut meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam mengenal dan memahami penyakit-penyakit protozoa di Indonesia khususnya, serta dapat turut serta berperan mencegah penyebarannya, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dapat tercapai. Masukan-masukan serta saran-saran untuk menyempurnakan isi buku ini sangat penulis harapkan karena dengan demikian tujuan diterbitkannya buku ini dapat terlaksana. Surabaya, Januari 2012 Penulis S.D.T DAFTAR ISI 4 KATA PENGANTAR v Bab 1. PENDAHULUAN 1 Taksonomi 2 Morfologi sel protozoa 2 Siklus hidup 4 Pengelompokan protozoa 6 Bab 2. RHIZOPODA 8 AMUBA USUS 10 Entamoeba histolytica 11 Distribusi geografis 11 Habitat 11 Morfologi E.histolytica 12 Reproduksi E.histolytica 16 Siklus hidup 17 Cara infeksi 17 Contact carrier dan convalesent carrier 18 AMUBIASIS 19 Patogenesis 19 Amubiasis usus 20 Amubiasis hati 21 Amubiasis ekstra intestinal lainnya 23 Diagnosis amubiasis 24 Pengobatan amubiasis 25 Pencegahan amubiasis 27 Entamoeba coli 28 Amoeba meningoensefalitis 31 Naegleria fowleri 31 5 Acanthamoeba 32 Cara infeksi 32 Gejala klinis dan diagnosis 32 Pengobatan dan pencegahan 33 RHIZOPODA TIDAK PATOGEN 33 Entamoeba gingivalis 34 Endolimax nana 34 Iodamoeba butschlii 35 Dientamoeba fragilis 36 Diferensiasi protozoa usus 37 Bab 3. CILIATA 38 Balantidium coli Morfologi parasit 39 39 Trofozoit 40 Kista 40 Siklus hidup 42 Patogenesis 43 Diagnosis balantidiosis 43 Pengobatan dan pencegahan 44 Bab 4. MASTIGOPHORA (Flagellata)) 45 FLAGELLATA USUS,MULUT DAN GENITAL 46 TRICHOMONAS 47 Trichomonas vaginalis 48 Morfologi parasit 48 Epidemiologi 49 Patogenesis dan gejala klinis trikomoniasis 49 Diagnosis trikomoniasis 50 6 Pengobatan dan pencegahan trikomoniasis Giardia lamblia 51 52 Distribusi geografis 52 Morfologi parasit 53 Siklus Hidup dan penularan 56 Patogenesis 57 Diagnosis giardiasis 57 Pengobatan giardiasis 58 Pencegahan giardiasis 59 FLAGELLATA TIDAK PATOGEN 60 Enteromonas hominis 60 Chilomastix mesnili 61 Embadomonas intestinalis 62 Diferensiasi morfologi flagellata 63 Bab 5. FLAGELATA DARAH DAN JARINGAN 64 Trypanosomidae 65 Stadium Trypanosomidae 65 Bentuk stadium Trypanosomidae 67 Trypanosoma 69 Reproduksi Trypanosoma 69 Trypanosoma penyebab penyakit pada manusia 70 Trypanosoma gambiense 70 Trypanosoma rhodesiense 77 Trypanosoma cruzi 77 Leishmania 84 Leishmania donovani 85 Leishmania tropica 92 Leihmania braziliensisis 95 7 Bab 6. SPOROZOA 99 Coccidia 101 Isospora belli 103 Cyclospora 105 Cryptosporidium 108 Distribusi geografis 108 Morfologi parasit 108 Patogenesis dan gejala klinis 110 Diagnosis kriptosporidiosis 111 Pengobatan dan pencegahan 112 Bab 7. SPOROZOA Toxoplasma gondii 114 115 Distribusi geografis 115 Morfologi parasit 115 Siklus hidup 116 Cara infeksi toksoplasmosis 117 Patogenesis dan gejala klinis 119 Diagnosis toksoplasmosis 122 Pengobatan toksoplasmosis 123 Prognosis 124 Pencegahan toksoplasmosis 124 Pneumocystis carinii 125 Morfologi parasit 125 Siklus hidup 126 Patogenesis dan gejala klinis 126 Diagnosis PCP 127 Pengobatan dan pencegahan 128 8 Sarcocystis 128 Morfologi parasit 128 Siklus hidup 129 Gejala klinis dan diagnosis 129 Pengobatan dan pencegahan 130 Blastocystis 130 Siklus hidup Blastocystis hominis 131 Gejala klinis dan diagnosis 132 Pengobatan dan pencegahan 133 Bab 8. SPOROZOA 134 Plasmodium Distribusi geografis 135 135 Siklus hidup 136 Siklus aseksual 136 Siklus seksual 138 Bentuk dan morfologi Plasmodium 140 Ciri khas Plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis 143 MALARIA 145 Epidemiologi malaria 146 Indeks limpa 148 Endemisitas malaria 149 Gejala klinis malaria 150 Demam berulang malaria 150 Anemia malaria 152 Splenomegali 153 Diagnosis pasti malaria 153 Pengobatan malaria 154 Indikasi dan pemberian obat anti malaria 155 9 Pengobatan terhadap spesies Plasmodium 161 Terapi radikal (malaria akut) 161 Resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria 163 Derajat Kekebalan 163 Pencegahan malaria 164 Malaria pernisiosa 165 Patogenesis malaria pernisiosa 165 Gejala klinis malaria pernisiosa 165 Blackwater fever 166 Patogenesis 166 Gambaran darah 167 Komplikasi Blackwater Fever 167 Penatalaksanaan 168 Bab.9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 169 Pemeriksaan protozoa 170 Pemeriksaan Protozoa usus 171 Pemeriksaan langsung tinja 172 Pemeriksaan konsentrasi tinja 173 Pemeriksaan malaria dan parasit darah 174 DAFTAR PUSTAKA 176 GLOSSARIUM 187 INDEKS 212 DAFTAR TABEL 10 Tabel 1. Contoh Protozoa penyebab penyakit pada manusia 7 Tabel 2. Diferensiasi morfologi trofozoit flagellata 63 Tabel 3. Habitat bentuk Trypanosoma pada manusia 73 Tabel 4. Epidemiologi tripanosomiasis 83 Tabel 5. Diferensiasi Klinis tripanosomiasis 84 Tabel 6. Bentuk Leishmania dan habitatnya pada 87 manusia atau vektor Tabel 7. Cara infeksi,gejala klinis dan diagnosis 98 tripanosomiasis dan leismaniasis Tabel 8. Diferensiasi klinis dan laboratoris malaria 152 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan morfologi ordo Amoebida 4 11 Gambar 2. Pengelompokan filum/subfilum Protozoa 6 Gambar 3. Diferensiasi bentuk trofozoit dan kista amuba 10 Gambar 4. Trofozoit ,prakista dan kista Entamoeba histolytica 15 Gambar 5. Entamoeba histolytica (a) trofozoit (b) kista 16 Gambar 6. Daur Hidup E.histolytica dan Infeksi amubiasis 18 Gambar 7. Entamoeba coli kista dan trofozoit 31 Gambar 8. Naegleria fowleri dan Acanthamoeba 32 Gambar 9. Entamoeba gingivalis trofozoit 34 Gambar 10. Endolimax nana trofozoit 35 Gambar 11. Iodamoeba butchlii dan Dientamoeba fragilis 36 Gambar 12. Diferensiasi bentuk trofozoit dan kista amuba 37 Gambar 13. Balantidium coli . Bentuk trofozoit 41 Gambar 14. Infeksi Balantidium coli 42 Gambar 15. Trichomonas hominis 48 Gambar 16. Trichomonas vaginalis 49 Gambar 17. Diagram trofozot Giardia lamblia 54 Gambar 18. Diagram Kista Giardia lamblia 55 Gambar 19. Giardia lamblia Kista dan Trofozoit 56 Gambar 20. Bagan siklus hidup/ infeksi Giardia lamblia 57 Gambar 21. Enteromonas hominis, trofozoit 61 Gambar 22. Chilomastix mesnili trofozoit dan kista 62 Gambar 23. Bagan morfologi umum Trypanosomidae 66 Gambar 24. Bentuk-bentuk Trypanosomidae 68 Gambar 25. Trypanosoma gambiense 72 Gambar 26. Siklus hidup Trypanosoma gambiense 74 Gambar 27. Glossina (lalat tsetse) 75 Gambar 28. Trypanosoma cruzi bentuk leismania 78 Gambar 29. Reduviidae,vektor penular tripanosomiasis cruzi 79 Gambar 30. Siklus hidup Trypanosoma cruzi 80 12 Gambar 31. Phlebotomus, vektor penular leishmaniasis 85 Gambar 32. Leishmania donovani , promastigot 86 Gambar 33. Siklus hidup Leishmania 89 Gambar 34. Klasifikasi Sporozoa 100 Gambar 35. Oookista Eimeria 101 Gambar 36. Bagan Siklus hidup Coccidia 102 Gambar 37. Isospora belli 104 Gambar 38. Cyclospora 105 Gambar 39. Siklus hidup Cyclospora 106 Gambar 40. Cryptosporidium parvum 109 Gambar 41. Siklus hidup Cryptosporidium parvum 110 Gambar 42. Ookista Cryptosporidium dengan pewarnaan 112 Kinyoun acid fast technique Gambar 43. Ookista Toxoplasma gondii 116 Gambar 44. Ookista Toxoplasma membentuk spora dan 117 yang tidak berspora Gambar 45. Siklus hidup dan penularan Toxoplasma gondii 118 Gambar 46. Takizoit Toxoplasma.gondii 110 Gambar 47. Hidrosefalus toksoplasmosis 121 Gambar 48. Pneumocystis carinii , pewarnaan perak 126 Gambar 49. Sarcocystis hominis 129 Gambar 50. Blastocystis hominis 131 Gambar 51. Siklus hidup Blastocystis hominis 132 Gambar 52. Bagan tahapan siklus Plasmodium 137 Gambar 53. Sporozoit Plasmodium 139 Gambar 54. Nyamuk Anopheles 139 Gambar 55. Gametosit Plasmodium falciparum 143 Gambar 56. Plasmodium vivax 144 Gambar 57. Plasmodium ovale 144 13 Gambar 58. Trofozoit Plasmodium malariae, berbentuk pita 145 Gambar 59. Pengukuran pembesaran limpa (metoda Schuffner) 148 Gambar 60. Pola demam pada malaria 151 Gambar 61. Light microscope 171 Gambar 62. Alat pemusing (centrifuge) 171 Bab 1 PENDAHULUAN Taksonomi Morfologi sel protozoa Siklus hidup protozoa Pengelompokan protozoa 14 Protozoa merupakan Subkingdom hewani eukariotik yang mempunyai tubuh yang hanya terdiri dari satu sel namun sudah memiliki fungsi lengkap makhluk hidup. Protozoa mempunyai alat reproduksi, alat pencernaan makanan, sistem pernapasan, organ ekskresi dan organ-organ untuk keperluan hidup lainnya. TAKSONOMI Kingdom : Animalia Subkingdom : Protozoa Filum : Sarcomastigophora Subfilum Genus Subfilum Genus Filum : Sarcodina : Entamoeba : Mastigophora : Giardia, Trichomonas : Apicomplexa Genus Filum : Plasmodium, Isospora,Toxoplasma : Ciliophora Genus Filum : Balantidium : Microspora Genus : Microsporidium(Enterocytozoon) 15 Pada subkingdom Protozoa terdapat 45.000 spesies uniseluler, yang masingmasing dikelompokkan dalam suatu filum berdasar atas adanya organel, alat gerak, dan siklus hidup serta tipe reproduksinya. Morfologi sel protozoa Anatomi sel protozoa mempunyai bagian yang terdiri dari sitoplasma dan inti. Sitoplasma endoplasma terdiri yang dari ektoplasma terdapat di yang terdapat bagian dalam di bagian luar sitoplasma. dan Untuk mempertahankan diri dan berfungsi protektif ektoplasma berbentuk jaringan hialin juga sebagai organ yang berfungsi untuk mengenal lingkungannya (sensoris), dan sebagai organ untuk melakukan pergerakan (lokomotif). Bentuk alat gerak protozoa yang berasal dari ektoplasma dapat berupa sebagai flagel, sebagai silia atau pseudopodi. Vakuol kontraktil yang terbentuk dari bagian ektoplasma berperan untuk membuang sisa-sisa metabolisme. Protozoa juga memiliki organ pencernaan makanan berupa mulut, sitostom dan sitofaring yang juga berasal dari stuktur ektoplasma. Untuk melindungi diri protozoa membentuk dinding pembungkus parasit atau kista yang juga berasal dari ektoplasma. Endoplasma yang merupakan bagian dalam sitoplasma bersifat granuler. Endoplasma selain mempunyai peran sebagai sistem pencernaan makanan serta kegiatan nutritif lainnya, bagian ini juga mempunyai peran dalam reproduksi sel protozoa. Inti protozoa yang merupakan struktur yang sangat penting dalam mengatur fungsi hidup parasit dan reproduksi sel juga terdapat di dalam endoplasma. Inti memiliki beberapa struktur antara lain adalah selaput inti (nuclear membrane), kariosom atau plastin, butir-butir kromatin (chromatin granule), dan serabut linin. Pada umumnya protozoa hanya mempunyai satu inti. Hanya 16 filum Ciliophora (Ciliata) yang mempunyai dua buah inti, yaitu mikronukleus yang berukuran kecil dan makronukleus yang berukuran besar. Pada beberapa jenis protozoa terdapat kinetoplas yang merupakan inti pelengkap dan terdapat dalam bentuk benda parabasal atau blefaroplas. Gambar 1. Bagan morfologi ordo Amoebida (URL: http://www.universe-review.ca/amoeba) Siklus hidup Siklus hidup protozoa umumnya mempunyai dua bentuk atau stadium, yaitu bentuk trofozoit yang merupakan bentuk aktif dan stadium kista yang merupakan bentuk pasif. Kista protozoa merupakan bentuk parasit yang terbungkus di dalam dinding tebal sehingga parasit tidak aktif bergerak, tidak dapat tumbuh atau berkembang dan tidak dapat memperbanyak diri. Bentuk kista protozoa yang mempunyai dinding tebal menyebabkan parasit mampu bertahan terhadap pengaruh lingkungan hidupnya, misalnya terhadap suhu yang tinggi, kekeringan dan kelembaban yang tinggi. Selain itu parasit juga 17 tahan terhadap pengaruh bahan-bahan kimia, misalnya desinfektans dan faktor luar lainnya. Karena itu meskipun kista merupakan bentuk pasif protozoa, tetapi kista adalah stadium infektif protozoa yang dapat ditularkan dari satu penderita ke individu lainnya. Dalam melengkapi Siklus hidupnya protozoa ada yang membutuhkan tuan rumah perantara (intermediate host) ada yang tidak membutuhkannya. Reproduksi protozoa dapat berlangsung secara aseksual yang kemudian diikuti oleh reproduksi seksual. Umumnya reproduksi seksual terjadi pada hospes yang berbeda dengan hospes tempat berlangsungnya reproduksi aseksual. Kelas-kelas protozoa yang umumnya tidak membutuhkan hospes perantara untuk melengkapi siklus hidupnya misalnya adalah Rhizopoda, Flagellata, dan Ciliata, kecuali Trypanosoma dan Leishmania serta Plasmodium yang memerlukan hospes perantara untuk melengkapi siklus hidupnya. Proses reproduksi protozoa dapat dilakukan dengan cara seksual atau aseksual (membelah diri). Reproduksi aseksual pada protozoa dapat terjadi dengan cara membelah diri secara sederhana (simple binary fission), yaitu dimulai dengan menggandakan semua struktur organ-organnya. Reproduksi aseksual juga dapat berlangsung secara multiple fission (schizogony), dimana dari satu individu protozoa akan terbentuk lebih dari dua individu baru, misalnya yang terjadi pada reproduksi Plasmodium. Bentuk reproduksi seksual protozoa dapat terjadi dengan memperbanyak diri secara konjugasi atau secara syngami. Reproduksi konjugasi terjadi jika dua individu protozoa mula-mula menyatukan diri untuk sementara agar terjadi pertukaran material inti masing-masing protozoa, kemudian diikuti pemisahan diri lagi dalam bentuk individu yang lebih muda. Reproduksi secara syngami adalah reproduksi dimana dua sel gamet yang berbeda jenis kelaminnya menyatukan diri secara tetap, kemudian diikuti fusi material inti masing- 18 masing. Dari fusi dua sel gamet yang berbeda jenis kelaminnya akan terbentuk zigot. Pengelompokan protozoa Protozoa dapat dikelompokkan berdasar atas perbedaan alat geraknya menjadi Rhizopoda, Mastigophora, Ciliata dan Sporozoa. Rhizopoda adalah protozoa yang bergerak dengan pseudopodi, Mastigophora bergerak menggunakan flagel, sedangkan Ciliata aktif bergerak dengan menggunakan cilia. Sporozoa adalah kelompok protozoa yang tidak mempunyai alat gerak. Gambar 2. Pengelompokan filum/subfilum Protozoa dan contoh genus/spesies yang penting ( Sumber: Mc Lean,Clinical Parasitology) Protozoa ada yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia (patogen) dan ada kelompok non patogen yang tidak menimbulkan penyakit pada manusia. Protozoa yang penting karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia dipetakan pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Contoh Protozoa penyebab penyakit pada manusia 19 Filum Subfilum/ Kelas Genus Leishmania Mastigophora Trypanosoma Giardia Trichomonas Entamoeba Penyakit / Gejala Klinis Infeksi viseral, mukokutan, kutan Penyakit tidur, Penyakit Chagas Dientamoeba Naegleria Acanthamoeba Babesia Diare Vaginitis Disenteri, abses hati Kolitis CNS dan ulkus kornea Babesiosis Plasmodium Isospora Eimeria Sarcocystis Cryptosporidium Toxoplasma Sarcocystis Malaria Diare Koksidiosis Diare Diare Toksoplasmosis Tidak jelas Balantidium Disenteri Microspora Enterozytozoon Diare Tak bisa diklasifikasi Pneumocystis Pneumonia Sarcomastigophora Sarcodina Apicomplexa Ciliophora Kelas Sporozoa Kelas Ciliata Bab 2 20 RHIZOPODA Amuba usus Entamoeba histolytica Amubiasis Entamoeba coli Amuba meningoensefalitis Rhizopoda tidak patogen 21 Rhizopoda adalah kelas golongan protozoa yang pergerakannya menggunakan kaki semu (pseudopodi) sebagai alat gerak. Terdapat lima spesies amuba yang termasuk ordo Amoebida yang dapat ditemukan pada manusia (baik yang patogen maupun yang tidak patogen) yang morfologinya harus dibedakan, yaitu Enamoeba histolytica, Entamoeba coli, Endolimax nana, Iodamoeba butchlii, dan Dientamoeba fragilis. Selain morfologi bentuk trofozoit dan bentuk kista, untuk membedakan satu dengan lainnya, harus diperhatikan ciri-ciri morfologi dan struktur inti dari masing-masing genus. Ciri khas genus Entamoeba adalah selaput inti yang tampak dibatasi oleh butiran kromatin halus (Entamoeba histolytica) atau kasar (Entamoeba coli), dengan kariosom yang padat terletak di tengah (Entamoeba histolytica) atau ditepi inti (Entamoeba coli). Pada Endolimax kariosomnya mempunyai bentuk yang tidak teratur dan terletak di tepi inti. Genus Iodamoeba memiliki kariosom yang khas bentuknya dan besar ukurannya, serta dikelilingi oleh butiran-butiran bulat. Ciri khas Dientamoeba adalah adanya dua inti yang masing-masing inti memiliki kariosom yang terdiri dari enam butir kromatin. 22 Gambar 3. Diferensiasi bentuk trofozoit dan kista amuba (Sumber: Practical Parasitology,Amoeba Morphology Diagrams, URL: http://www.practical science.com/table) AMUBA USUS Amuba usus yang bisa ditemukan pada usus manusia mempunyai bentuk inti yang khas, yaitu: Selaput inti (nuclear membrane) dibatasi oleh satu lapis butiran kromatin yang teratur atau tidak. Satu kariosom berukuran kecil dan padat atau berukuran besar dan difus, terletak sentral (di tengah) atau terletak di tepi inti. 23 Genus-genus amuba usus tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Entamoeba Entamoeba Entamoeba Entamoeba Entamoeba Entamoeba histolytica dispar moshkovskii hartmanni coli polecki. Entamoeba histolytica Spesies Entamoeba histolytica yang termasuk subfilum Sarcodina adalah penyebab penyakit amubiasis pada manusia yang dapat menyebabkan infeksi usus (intestinal amoebiasis) maupun infeksi pada organ-organ di luar usus (extra-intestinal amoebiasis). Distribusi geografis Amubiasis banyak dilaporkan dari berbagai daerah di seluruh dunia, terutama daerah tropis dan subtropis yang lingkungan kebersihannya buruk. Penyakit ini endemis di Indonesia, baik di luar Jawa maupun di pulau Jawa terutama di daerah pedesaan (rural). Di Kalimantan Selatan 12% dari tinja yang diperiksa menunjukkan adanya Entamoeba histolytica sedangkan di Medan 6,25% dari penderita diare adalah disenteri amubawi. Di daerah Kepulauan Seribu, Jakarta, 5% dari tinja anak sekolah dasar yang diperiksa menunjukkan adanya protozoa usus ini. Habitat Trofozoit Entamoeba histolytica dapat ditemukan hidup di dalam jaringan mukosa dan submukosa usus besar penderita. Stadium kista parasit yang merupakan bentuk infektif hanya ditemukan di dalam lumen usus penderita. 24 Spesies Entamoeba histolytica merupakan golongan parasit zoonosis yang selain dapat menyebabkan penyakit pada manusia, parasit ini juga dapat menyebabkan penyakit pada kera dan primata lainnya. Selain itu beberapa jenis hewan lainnya juga dapat bertindak sebagai hospes definitif, sehingga menjadi sumber infeksi atau reservoir host bagi manusia. Hewan-hewan tersebut adalah kucing, anjing, tikus, hamster dan marmot (guinea pig). Dalam keadaan tertentu Entamoeba histolytica yang menyebabkan amubiasis usus dapat menyebar ke organ-organ lain di luar usus (ekstraintestinal), misalnya ke hati dan paru-paru. Morfologi E.histolytica Entamoeba histolytica adalah protozoa usus yang termasuk kelas Rhizopoda yang bergerak menggunakan kaki semu atau pseudopodi. Parasit ini mempunyai tiga bentuk morfologi, yaitu bentuk trofozoit, bentuk prakista dan bentuk kista. Trofozoit Stadium trofozoit merupakan bentuk parasit protozoa yang aktif bergerak dengan menggunakan pseudopodi. Parasit ini dapat tumbuh dan berkembang biak, aktif mencari makanan, dan mempunyai sifat yang invasif karena ia mampu memasuki organ-organ dan jaringan tubuh. Pergerakannya yang menggunakan pseudopodi menyebabkan bentuk trofozoit protozoa ini selalu berubah-ubah. Stadium trofozoit Entamoeba histolytica mempunyai ukuran yang berkisar antara 18 mikron dan 40 mikron. Trofozoit mempunyai sitoplasma yang terdiri dari ektoplasma yang jernih dengan endoplasma yang granuler. Di dalam endoplasma parasit sering ditemukan sel-sel eritrosit, sel leukosit dan sisa-sisa jaringan. 25 Stadium trofozoit Entamoeba histolytica mempunyai inti yang bulat bentuknya dengan ukuran garis tengah antara 4 dan 6 mikron. Pada pemeriksaan mikroskopis atas sediaan tinja segar tanpa pewarnaan inti parasit sukar ditemukan. Spesies Entamoeba histolytica mempunyai kariosom yang tampak seperti titik kecil yang terletak di tengah-tengah inti dan dikelilingi daerah berwarna terang (halo) yang jelas. Di sekeliling inti parasit terdapat selaput tipis yang dibatasi oleh butir-butir kromatin yang tampak halus dan teratur susunannya. Kista Stadium kista merupakan bentuk vegetatif inaktif protozoa yang mampu bertahan terhadap keadaan lingkungan hidup yang tidak sesuai dengan suasana lingkungan yang terdapat di dalam tubuh hospes. Stadium kista bulat bentuknya, tidak aktif bergerak karena mempunyai dinding hialin yang kuat. Bentuk kista yang mempuyai empat inti merupakan bentuk protozoa yang infektif yang mampu bertahan terhadap pengaruh asam lambung manusia. Dengan memperhatikan ukurannya kista amuba dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu kista yang kecil ukurannya (6-9 mikron) disebut kista minutaform, dan kista magnaform yang berukuran lebih besar (antara 10-15 mikron). Kista amuba yang ditemukan di dalam tinja yang berukuran kurang dari 10 mikron, umumnya adalah kista amuba spesies Entamoeba hartmani yang tidak menyebabkan penyakit pada manusia. Pada stadium awal, di dalam sitoplasma kista terdapat 1-4 badan kromatoid (chromatoid body). Selain itu juga dapat ditemukan masa glikogen yang berwarna coklat tua pada pewarnaan iodin. Pada kista yang sudah matang (matur) ditemukan 4 buah inti (quadrinucleate cyst) sedangkan badan kromatoid maupun masa glikogen tidak lagi dijumpai. 26 Prakista Stadium prakista merupakan bentuk peralihan antara stadium trofozoit dan stadium kista. Stadium prakista mempunyai bentuk yang agak lonjong atau bulat, dengan ukuran antara 10-20 mikron, dan mempunyai pseudopodi yang tumpul. Inti dan struktur inti prakista umumnya sama dengan inti dan struktur inti trofozoit, namun di dalam endoplasma prakista tidak ditemukan sel darah merah maupun sisa-sisa makanan. Dengan menggunakan garam faali untuk pengencer tinja, pemeriksaan di bawah mikroskop menunjukkan Entamoeba histolytica yang masih dalam keadaan hidup. Trofozoit tampak bergerak aktif dan memperlihatkan gerakangerakan pseudopodi yang cepat. Pada pemeriksaan garam faali inti parasit sukar dilihat, tetapi di dalam sitoplasmanya tampak sel darah merah yang berwarna hijau kekuningan. Jika kista dapat terlihat, bentuknya bulat dengan dinding yang tipis dan halus, dengan badan kromatoid berbentuk batang yang mudah dikenal. Masa glikogen di dalam sitoplasma sukar dilihat pada sediaan tanpa pewarnaan. 27 Gambar 4. Trofozoit ,prakista dan kista Entamoeba histolytica (Sumber: http://jpkc.sysu.edu.cn) Pemeriksaan sediaan mikroskopis dengan pewarnaan menggunakan lugol atas tinja, parasit tampak berwarna kuning atau coklat muda. Tampak terlihat dengan jelas bentuk inti dengan kariosom yang terletak di tengah-tengah inti. Dengan pewarnaan lugol sitoplasma Entamoeba histolytica tampak halus strukturnya dengan badan kromatoid yang tidak berwarna sedangkan masa glikogen tampak berwarna coklat tua. Melalui pewarnaan iron-hematoxylin, parasit menunjukkan gambaran inti dan badan kromatoid yang berwarna hitam, sedangkan berwarna kebiru-biruan atau kelabu. pada sediaan Iron-hematoksilin. sitoplasma protozoa Masa glikogen tampak tidak berwarna 28 Gambar 5. .Entamoeba histolytica (a) trofozoit (b) kista (Sumber: Stefano Lagana) Reproduksi E.histolytica Reproduksi Entamoeba histolytica dapat terjadi melalui tiga tahapan yaitu tahap ekskistasi, tahap enkistasi dan tahap multiplikasi. Tahap ekskistasi. Pada tahap ekskistasi terjadi transformasi protozoa dari bentuk kista menjadi bentuk trofozoit yang dimulai pada saat kista berada di dalam usus. Dalam proses ekskistasi ini, satu kista infektif yang berinti empat amubula akan berkembang menjadi 8 amubula, yang kemudian berubah menjadi 8 trofozoit. Tahap enkistasi. Tahap enkistasi ini berlangsung selama beberapa jam di dalam lumen usus, dimana bentuk trofozoit amuba berubah menjadi bentuk kista. Tahap multiplikasi. Proses multiplikasi hanya terjadi pada bentuk trofozoit, dengan cara membelah diri secara sederhana (simple binary fission). Mulamula inti sel yang membelah diri, lalu diikuti dengan pembelahan diri oleh struktur-struktur lain dari sitoplasma. 29 Siklus hidup Manusia merupakan hospes definitif utama Entamoeba histolytica, tempat berlangsungnya secara lengkap siklus hidup parasit ini. Bentuk kista berinti empat yang tahan terhadap asam lambung merupakan bentuk infektif parasit yang dapat ditularkan. Secara oral infeksi terjadi dengan masuknya kista infektif bersama makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita amubiasis atau tinja karier. Akibat pengaruh enzim tripsin yang ada di dalam usus, dinding kista amuba akan pecah. Sesudah itu proses ekskistasi akan terjadi di dalam sekum atau ileum bagian bawah. Dari satu kista mula-mula akan terbentuk satu amuba berinti empat (tetranucleate amoeba), lalu berkembang menjadi delapan amubula (amoebulae) atau trofozoit metakistik (metacystic trophozoite). Amubula kemudian akan memasuki jaringan submukosa usus besar, lalu akan berkembang menjadi bentuk trofozoit. Sebagian trofozoit akan masuk ke dalam lumen usus, berubah bentuk menjadi prakista, untuk kemudian berkembang menjadi bentuk kista. Di dalam usus seorang karier amubiasis (amebic carrier), dalam waktu yang bersamaan dapat dijumpai bentuk-bentuk trofozoit, prakista maupun kista amuba. Cara infeksi Infeksi amuba terjadi melalui masuknya kista infektif ke dalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita amubiasis atau tinja karier. Penularan di laboratorium umumnya dapat terjadi akibat tertelan kista infektif amuba yang berasal dari hewan coba primata. Berbagai jenis serangga domestik, misalnya Musca dan lipas (famili Blattidae) dapat terpapar tinja penderita atau karier yang mengandung kista infektif amuba yang kemudian akan mencemari makanan atau minuman. 30 Gambar 6. Siklus Hidup E.histolytica dan Infeksi amubiasis Contact carrier dan convalesent carrier Karier amubiasis dapat dibedakan berdasar atas terjadinya infeksi menjadi contact carrier dan convalescent carrier. Pada contact carrier, karier amubiasis adalah orang yang sebelumnya tidak pernah menderita amubiasis, sedangkan convalescent carrier berasal dari seseorang yang sudah pernah menderita amubiasis. AMUBIASIS 31 Amubiasis pada manusia disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang dapat menyerang usus (intestinal amoebiasis) maupun organ-organ di luar usus (extra-intestinal amoebiasis) misalnya hati, paru, otak dan kulit. Patogenesis Entamoeba histolytica mampu mencerna sel-sel manusia misalnya sel usus besar, neutrofil dan sel-sel hati. Pada manusia amubiasis dapat dibedakan menjadi amubiasis primer dan amubiasis sekunder. Amubiasis primer terjadi pada usus sedangkan amubiasis sekunder terjadi pada organ di luar usus. Amubiasis sekunder disebut juga sebagai extra-intestinal atau metastatic amoebiasis. Amubiasis primer umumnya menyerang jaringan usus besar yaitu sekum dan daerah rektosigmoid. Trofozoit Entamoeba histolytica yang terdapat di jaringan usus dapat mengadakan migrasi ke jaringan organ-organ lainnya terutama ke jaringan hati, paru dan otak. Kerusakan jaringan dan organ-organ penderita akibat Entamoeba histolytica selain dipengaruhi oleh keganasan atau virulensi strain Entamoeba histolytica penyebab amubiasis, juga dipengaruhi oleh tingginya daya tahan tubuh penderita dan keadaan usus penderita. Infeksi Entamoeba histolytica pada manusia dapat menunjukkan gejala klinis yang bervariasi berupa gambaran karier yang asimtomatik, amubiasis simtomatik, disenteri amubawi, atau gambaran amubiasis ekstra intestinal, misalnya amubiasis hati dan amubiasis paru. Amubiasis usus Terdapatnya bakteri pendamping atau associate bacteria di dalam usus penderita menyebabkan terbentuknya lingkungan hidup yang dapat merangsang peningkatan sifat invasif amuba. Pada amubiasis usus akut, di sepanjang usus besar atau di daerah ileosekal dan rektosigmoid dapat terjadi 32 pembentukan ulkus-ulkus yang bervariasi ukurannya, dari sebesar ujung jarum sampai berukuran lebih dari 3 cm. Ulkus amubiasis umumnya mempunyai bentuk bulat atau lonjong dengan tepi ulkus yang tidak teratur bentuknya dan curam dindingnya (undermined). Pada pemotongan melintang, ulkus menunjukkan gambaran seperti botol (flask-shaped ulcer). Di dalam ulkus terdapat cairan yang berasal dari bahan nekrotik yang berwarna kekuningan atau kehitaman. Sesudah masa inkubasi yang berlangsung sekitar 5 hari, gejala klinis amubiasis terjadi berupa diare atau pada infeksi kronis dapat terjadi sembelit. Penderita amubiasis usus akut (disenteri amoeba) akan mengalami gejala-gejala klinis disenteri yang disertai nyeri perut sebelum buang air besar (tenesmus). Frekwensi defikasi penderita sekitar 6-8 kali sehari, dengan tinja berbau asam yang menyengat, dengan darah atau lendir yang tercampur bersama tinja. Tinja penderita disenteri amuba dapat berbentuk cair (diareic), setengah cair (semidiareic), atau berbentuk padat (formed). Pada penderita dengan amubiasis usus kronis selain terjadi ulkus-ulkus di usus juga berlangsung proses regenerasi jaringan, sehingga ulkus yang terjadi hanya terbatas pada mukosa usus, tidak mencapai jaringan otot di bawahnya. Usus penderita menipis dindingnya akibat terjadinya pembentukan jaringan parut. Sebaliknya jika terjadi pelekatan usus dengan jaringan visera di sekitarnya, dinding usus terasa menebal yang mudah diraba dari luar. Lumen usus juga akan menjadi sempit. Terjadinya reaksi granulomatosis pada amubiasis usus kronis dapat menyebabkan pembentukan amuboma (amoebic granuloma) yang bentuknya mirip dengan tumor usus. Amubiasis hati Trofozoit Entamoeba histolytica yang menyebar dari usus ke jaringan di luar usus (ekstra intestinal) terjadi melalui aliran darah atau akibat terjadinya abses 33 usus yang pecah. Kontak yang terjadi antara bahan infektif dengan jaringan hati menyebabkan terjadinya amubiasis hati. Abses hati yang terjadi pada penderita amubiasis hati sering dijumpai di bagian posterosuperior lobus kanan hati dan umumnya hanya terbentuk satu abses yang besar ukurannya. Jika abses hati masih kecil ukurannya, bentuknya bulat atau lonjong, berisi cairan abses yang berwarna abu-abu kecoklatan. Abses yang besar ukurannya mempunyai dinding tebal yang berisi cairan abses berwarna kuning kemerahan. Pada pemeriksaan mikroskopis atas irisan abses hati, tampak adanya bahan granuler di bagian sentral. Di bagian tengah abses hati ini, pada pemeriksaan mikroskopis tidak ditemukan parasit amuba. Irisan pada pertengahan jaringan hati (intermediate) menunjukkan adanya sel-sel hati yang mengalami degenerasi, sel-sel leukosit, serta sel-sel jaringan ikat dan eritrosit. Di bagian pertengahan irisan jaringan hati kadang-kadang ditemukan trofozoit amuba, sedangkan di bagian tepi abses hati dapat dijumpai sel-sel hati yang mengalami nekrosis dan tampak terjadinya bendungan-bendungan kapiler. Trofozoit amuba dapat ditemukan pada sel-sel hati yang masih sehat. Pada amubiasis hati penderita menunjukkan gejala-gejala klinis berupa demam, nyeri daerah hipokondrium kanan, hepatomegali, dan ikterus. Penderita juga cepat menjadi kurus, tetapi umumnya tidak mengalami disenteri atau gangguan pencernaan lainnya. Komplikasi. Penderita amubiasis hati yang tidak diobati dengan baik, akan dapat mengalami menyebabkan komplikasi berupa proses lisis jaringan hati yang abses menjadi pecah dan parasit akan menyebar ke organ- organ dan jaringan di sekitar hati. 34 Jika abses hati di bagian kanan pecah, hal ini akan menimbulkan kerusakan pada jaringan paru, rongga pleura kanan, diafragma dan rongga peritoneum. Dapat juga terjadi kerusakan jaringan kulit (granuloma kutis) yang berada di dekat abses yang pecah. Abses hati yang pecah ke daerah paru akan menyebabkan dahak berwarna coklat atau merah tua yang mengandung trofozoit. Jika abses pecah ke dalam rongga pleura, hal ini dapat menimbulkan terjadinya empiema toraks, sedangkan jika abses pecah ke daerah diafragma akan menyebabkan terjadinya abses subfrenik. Peritonitis umum dapat timbul jika abses yang pecah mengalirkan isinya ke daerah peritoneum. Abses hati di daerah hati sebelah kiri yang pecah dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan lambung yang menimbulkan gejala muntah darah (hematemesis). Penderita juga dapat mengalami kerusakan jaringan perikardium, rongga pleura kiri dan jaringan kulit. Perikarditis purulenta yang terjadi dapat menyebabkan kematian penderita. Jika cairan abses hati yang pecah mengalir ke arah bawah (inferior), keadaan ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan usus atau kelainan di rongga peritoneum yang dapat menimbulkan peritonitis. Amubiasis ekstra intestinal lainnya Organ-organ lain yang dapat terserang amubiasis adalah jaringan paru, otak, kulit dan limpa. Amubiasis paru. Amubiasis paru atau pulmonary amoebiasis dapat terjadi secara primer atau sekunder. Amubiasis paru primer terjadi karena trofozoit amuba dapat mencapai jaringan paru melalui sirkulasi darah portal sehingga mencapai kapiler-kapiler paru. Pada amubiasis paru sekunder trofozoit berasal dari cairan abses hati bagian kanan yang pecah. 35 Amubiasis otak. Amubiasis otak (cerebral amoebiasis) pada umumnya merupakan abses tunggal berukuran kecil yang terjadi sebagai akibat komplikasi abses hati atau abses paru. Amubiasis kulit. Amubiasis kulit umumnya terjadi pada jaringan kulit yang berada di dekat tempat keluarnya cairan abses hati, abses apendiks atau pada waktu dilakukan operasi usus. Jaringan kulit yang terserang akan mengalami nekrosis yang disebabkan oleh trofozoit yang terdapat di jaringan kulit. Amubiasis limpa. Amubiasis limpa terutama terjadi akibat komplikasi amubiasis hati, atau secara langsung dapat disebabkan oleh penyebaran trofozoit Entamoeba histolytica yang berasal dari daerah kolon. Diagnosis amubiasis Diagnosis pasti amubiasis dapat ditegakkan jika dapat ditemukan trofozoit atau ditemukan kista Entamoeba histolytica dan pada pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden yang spesifik. Pemeriksaan tinja Secara makroskopis pemeriksaan tinja penderita amubiasis usus akut, menunjukkan tinja yang berwarna merah tua berbau menyengat karena bersifat asam. Pemeriksaan mikroskopis pada tinja akan dapat menemukan trofozoit Entamoeba histolytica dan terdapat kristal Charcot-Leyden yang khas bentuknya. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah penderita amubiasis akut menunjukkan gambaran darah berupa leukositosis, sedangkan uji serologis menunjukkan hasil yang negatif. 36 Penderita amubiasis usus kronis umumnya tidak menunjukkan gejala atau keluhan (asimtomatis) sedangkan bentuk makroskopis tinja karier amubiasis biasanya juga normal. Pemeriksaan mikroskopis atas tinja penderita dapat ditemukan kista amuba, sedangkan pemeriksaan darah tidak menunjukkan kelainan. Pemeriksaan serologi terhadap karier amubiasis yang asimtomatis hasilnya negatif, sedangkan uji serologi pada karier konvalesen masih menunjukkan hasil uji serologi yang positif. Diagnosis pasti Diagnosis pasti amubiasis hati dapat ditetapkan jika dapat ditemukan parasit amuba (trofozoit) pada jaringan hasil biopsi atau cairan abses. Pemeriksaan tinja penderita akan menemukan kista amuba yang menunjukkan adanya sumber infeksi kronis yang berasal dari usus. Pemeriksaan darah penderita menunjukkan gambaran leukositosis dengan granulosit neutrofil sebesar 7075%. Pemeriksaan-pemeriksaan serologi yang dapat membantu menegakkan diagnosis amubiasis hati, antara lain adalah melalui uji fiksasi komplemen, uji imunohemaglutinasi dan tes presipitin. Diagnosis pasti amubiasis paru dapat ditetapkan dengan menemukan trofozoit Entamoeba histolytica pada dahak penderita. Pemeriksaan serologi, uji intradermal dan pemeriksaan radiologi dapat membantu menegakkan diagnosis amubiasis paru dan amubiasis ekstraintestinal lainnya. Pengobatan amubiasis Obat amubisida Metronidazole merupakan obat pilihan untuk mengatasi amubiasis. Obat-obat amubisida lain yang dapat digunakan secara per oral baik untuk mengobati amubiasis usus maupun amubiasis ekstraintestinal antara lain adalah nimorazole, ornidazole, tinidazole, seknidazole dan clefamid. Selain itu emetin 37 yang hanya dapat diberikan melalui suntikan tidak dianjurkan untuk mengobati amubiasis. Jika penderita amubiasis mengalami infeksi sekunder, antibiotika dapat diberikan. Pada penderita dengan abses amubiasis hati, jika lokasi abses berada di dekat permukaan tubuh, untuk mengeluarkan cairan dapat dilakukan aspirasi abses. Metronidazol. Metronidazol merupakan obat pilihan untuk mengatasi amubiasis usus maupun amubiasis hati. Amubiasis usus. Dosis dewasa metronidazol adalah 3x 750 mg per hari selama 10 hari, sedangkan dosis anak adalah 15 mg/kg berat badan yang diberikan tiga kali sehari atau 50 mg per kilogram berat badan per hari yang diberikan selama 10 hari. Amubiasis hati. Selain dengan dosis yang sama dengan dosis untuk untuk amubiasis usus, metronidazol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5 gram sampai 2,5 gram sekali sehari, selama 2-3 hari pengobatan. Tinidazol (Fasigyn). Tinidazol diberikan pada penderita dewasa dengan takaran 2 gram sebagai dosis tunggal selama 5 hari untuk mengobati amubiasis usus, sedangkan dosis untuk anak adalah 50 mg/kg sebagai dosis tunggal yang juga diberikan selama 5 hari. Amubiasis hati atau amubiasis ekstraintestinal diobati dengan tinidazol yang diberikan dengan dosis untuk orang dewasa sebesar 3x 800 mg selama 5 hari. Penderita anak diobati dengan dosis 50-60mg per kilogram berat badan per hari atau 3x 15-20 mg/kg per hari yang diberikan selama 5 hari. 38 Nimorazol (Naxogin). Amubiasis usus diobati dengan nimorazol yang diberikan selama 5 hari. Untuk orang dewasa dosisnya adalah 2 gram per hari, sedangkan dosis untuk anak adalah 30-40 mg per kilogram berat badan per hari. Pada pengobatan amubiasis hati, nimorazol diberikan dengan dosis yang sama untuk amubiasis usus, tetapi waktu pemberiannya adalah selama 10 hari. Ornidazol (Tiberal). Amubisida ini dapat digunakan untuk mengobati amubiasis usus maupun amubiasis hati. Penderita dewasa diobati dengan ornidazol yang diberikan dengan dosis 2x1 gram per hari selama 3 hari, sedangkan dosis untuk anak adalah 50 mg per kilogram berat badan per hari yang diberikan selama 3 hari. Seknidazol (Flagentyl). Seknidazol dapat digunakan untuk mengobati amubiasis usus maupun amubiasis hati. Amubiasis usus dapat diobati dengan dosis untuk orang dewasa sebesar 3x500 mg selama 3 hari, sedangkan dosis anak adalah 25 mg per kilogram berat badan per hari yang diberikan selama 3 hari. Dosis yang sama dapat digunakan untuk mengobati amubiasis hati, tetapi dengan waktu pemberian selama 5-10 hari. Clefamid (Mebinol). Obat ini hanya dapat digunakan untuk mengobati amubiasis usus, dengan dosis dewasa sebesar 3x500 mg dengan waktu pengobatan antara 10 sampai 20 hari. Pencegahan amubiasis Infeksi amubiasis pencegahan umumnya amubiasis terjadi dilakukan secara dengan per cara oral, sehingga memasak upaya makanan dan minuman dengan baik. Kebersihan lingkungan harus dijaga agar terbebas dari lalat dan lipas serta tikus yang menjadi vektor penularnya. Sistem 39 pembuangan tinja dan limbah rumah harus dikelola dengan baik agar tidak mencemari sumber air minum atau sumur yang digunakan untuk keperluan sehari-hari. Pencegahan juga dilakukan di laboratorium pada waktu menangani hewan coba, terutama primata, agar tidak tertular bahan infektif yang berasal dari hewan coba yang infektif. Karena karier amubiasis merupakan sumber penularan amubiasis yang penting, maka karier amubiasis harus dapat ditemukan agar dapat diobati sampai sembuh, sehingga tidak lagi menjadi sumber infeksi amubiasis bagi masyarakat luas. Entamoeba coli Morfologi Entamoeba coli yang tidak patogen bagi manusia ini bentuknya mirip Entamoeba histolytica. Amuba yang hidup komensal di dalam usus manusia ini hidup dan berkembang biak di dalam usus besar sehingga sering dijumpai di dalam usus manusia. Karena itu parasit ini harus dibedakan morfologinya dari Entamoeba histolytica yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Morfologi Entamoeba coli Trofozoit. Stadium trofozoit Entamoeba coli ukurannya lebih besar dari pada ukuran Entamoeba histolytica. Bentuk ini berukuran sekitar 20-50 mikron, mempunyai sitoplasma yang kasar dengan endoplasma yang tidak mengandung sel darah merah. Pada pemeriksaan mikroskopis atas tinja tampak bentuk inti protozoa yang memiliki kariosom berukuran besar yang terletak di bagian tepi dari sel, yang dikelilingi oleh halo yang lebar. Di sekitar selaput inti terdapat kromatin yang tampak kasar dan tidak teratur bentuknya. Pemeriksaan pada tinja segar memperlihatkan bahwa trofozoit Entamoeba coli 40 bergerak lambat yang tidak seaktif gerakan pseudopodi Entamoeba histolytica dengan hanya membentuk satu tonjolan pseudopodi. Ektoplasma hialin yang tembus sinar dari trofozoit Entamoeba coli yang sedang bergerak aktif mudah dibedakan dari endoplasma yang kasar karena mengandung banyak granul dan vakuol yang berisi granul. Sitoplasma Entamoeba coli biasanya tidak mengandung sel darah merah. Stadium trofozoit mempunyai inti yang berukuran 6-7 mikron, yang mudah terlihat pada sediaan tinja segar meskipun sukar dilihat dengan jelas bentuk khas kariosom dan kromatin perifernya. Untuk dapat melihat dengan jelas struktur kariosom dan kromatin perifernya, sediaan harus difiksasi dan dilakukan pewarnaan. Dengan melakukan pewarnaan atas sediaan, kariosom Entamoeba coli tampak berukuran besar dan terletak di tepi (eksentris), dan di sekeliling kariosom sering terlihat adanya granul akromatik atau kromosom. Pada protozoa ini, kromatin perifer terlihat berupa granul kasar yang terdapat pada membran inti yang tebal dan tak teratur susunannya. Pada pewarnaan trikrom, morfologi inti trofozoit Entamoeba coli lebih mudah diamati dibandingkan dengan morfologi inti Entamoeba histolytica dan amuba lainnya. Morfologi Entamoeba coli yang tidak patogen ini harus dikenali dengan benar untuk membedakannya dari amuba patogen lainnya agar tidak salah memberikan pengobatan antiamubiasis, terutama jika kelainan intestinal disebabkan oleh penyebab lainnya (misalnya oleh kanker kolon). Kista. Bentuk matur (matang) stadium kista Entamoeba coli adalah bulat, dengan ukuran garis tengah antara 15-20 mikron, mempunyai delapan inti. Kista muda (imatur) biasanya berukuran lebih besar. Dinding tebal kista amuba ini terdiri dari dua lapis, tetapi sulit dilihat pada sediaan tinja segar. Inti 41 protozoa ini menunjukkan adanya kromatin perifer yang halus dan kariosom yang terletak eksentrik (tidak di tengah). Masa glikogen maupun badan kromatoid tidak terdapat pada kista parasit ini. Tergantung pada kematangan kista, jumlah inti adalah 1 sampai 8. Pada kista berinti satu, inti besar ukurannya, berbentuk lonjong, terletak di tepi kista, dengan kariosome yang difus dan dapat ditemukan vakuol glikogen idiofilik yang besar. Dengan makin matangnya kista, vakuol akan mengkerut lalu menghilang. Di rongga antara vakuol dan dinding kista akan terlihat badan kromatoid yang berujung lancip. Kista dengan dua inti, biasanya mempunyai bentuk inti yang lonjong dengan letak kedua inti tersebut pada dua kutub yang berjauhan. Hal ini berbeda dengan inti-inti pada kista Entamoeba histolytica dua inti yang biasanya terletak berpasangan. Kista empat inti (tetranucleate cyst) biasanya tidak mempunyai vakuol glikogen. Ukuran inti bervariabel, sebagian tidak teratur bentuknya, mempunyai kromatin perifer yang kasar dan sebuah kariosom yang tersusun dari granul kromatin yang tersebar. Kista berinti empat Entamoeba coli sukar dibedakan dari kista matang Entamoeba histolytica. Pada kista Entamoeba coli ukurannya lebih besar (lebih dari 14 mikron), bentuknya bervariasi, dan mempunyai kromatin perifer inti dan kariosom yang terdiri dari granul yang tak beraturan bentuknya. 42 Gambar 7. Entamoeba coli kisata dan trofozoit. (URL:www.atlas-protozoa.com/Entamoebacoli.php) Amuba meningoensefalitis Kejadian radang selaput otak (meningoensefalitis) oleh amuba banyak dilaporkan dari berbagai tempat di seluruh dunia. Infeksi biasanya terjadi sesudah penderita berenang di air tawar yang panas airnya, misalnya di kolam renang yang ada di rumah. Penyebab utamanya adalah Naegleria fowleri, sedangkan amuba lain yang dapat menyebabkannya adalah Acanthamoeba dan Entamoeba histolytica. Pada umumnya meningoensefalitis amubawi ini berlangsung kronis sehingga sukar didiagnosis secara dini. Naegleria fowleri. Amuba ini termasuk organisme termofilik dari golongan ameboflagelata yang hidup bebas di air tawar yang bersuhu panas, sedangkan Acanthamoeba hidup bebas di tanah dan air tawar atau air payau yang hangat. Naegleria fowleri mempunyai trofozoit berukuran antara 15-40 sedangkan kistanya mempunyai ukuran garis tengah antara 10-25. Acanthamoeba. Amoeba yang hidup bebas (free-living) di air dan tanah ini dapat menimbulkan infeksi berat pada mata, kulit, dan susunan saraf pusat. 43 sehingga dapat menimbulkan keratitis, ensefalitis granuloma dan menyebabkan infeksi pada sinus,kulit, paru dan organ-organ lainnya. Terdapat dua stadium parasit ini, yaitu trofozoit yang berukuran 14-40 mikron dan kista berdinding dua lapis berukuran 12-15 mikron. Gambar 8. (a) Naegleria fowleri di cairan serebrospinal (b) Acanthamoeba (URL:http://www.austincc.edu/ddingley/MLAB1331/LectureGuide) Cara infeksi Baik Naegleria maupun Acanthamoeba diduga menginfeksi penderita melalui berbagai jalan masuk karena amuba yang menjadi penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Selain dengan paparan langsung melalui lensa kontak, dan luka pada kulit, parasit-parasit ini dapat terhirup ke dalam paru pada waktu penderita berenang di air yang bertemperatur hangat. Gejala klinis dan diagnosis Perjalanan infeksi parasit-parasit ini berjalan secara dramatis dan berlangsung progresif. Keluhan awal ringan yang disampaikan oleh penderita adalah gejalagejala yang terkait dengan radang hidung dan sakit tenggorokan. Sesudah itu penderita menderita demam dan mengeluh sakit kepala yang berat. Secara klinis gejala meningitis yang timbul berupa muntah, kaku kuduk dan gangguan 44 kesadaran yang kemudian dapat diikuti oleh kematian penderita dalam waktu satu minggu sesudah timbulnya gejala meningitis. Pemeriksaan cairan serebrospinal secara mikroskopik dapat menunjukkan adanya trofozoit amuba. Biakan cairan serebrospinal atau inokulasi pada hewan dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis pasti penyebab meningoensefalitis . Pengobatan dan pencegahan Untuk mengobati meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba dapat diberikan amfoterisin B secara intravena, intrateka atau intraventrikula. Obat ini dapat menurunkan angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati meningoensefalitis yang disebabkan oleh amoeba lainnya. Karena amuba penyebab meningoensefalitis hidup di dalam air maka untuk mencegah infeksinya, air kolam renang dapat diamankan dengan memberikan kaporit secara teratur. Dengan menghindari berenang pada kolam air tawar atau perairan yang mempunyai temperatur di atas 250 Celsius dapat dicegah terjadinya kontak dengan spesies amuba penyebab penyakit ini. RHIZOPODA TIDAK PATOGEN Rhizopoda tidak patogen yang morfologinya harus dibedakan dari Entamoeba histolytica adalah Entamoeba gingivalis, Endolimax nana, Iodamoeba butschlii dan Dientamoeba fragilis. Entamoeba gingivalis Spesies yang hidup di dalam rongga mulut di sekitar gigi ini hanya mempunyai stadium trofozoit yang aktif bergerak dan berukuran 10-20 mikron. Inti 45 protozoa ini bentuknya mirip inti Entamoeba histolytica, dengan sitoplasma yang tidak mengandung eritrosit. Gambar 9. Entamoeba gingivalis trofozoit ( URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb) Endolimax nana Spesies parasit yang mempunyai bentuk trofozoit maupun bentuk kista ini hidup di dalam usus besar, dan sering ditemukan di dalam tinja yang diareik atau di dalam tinja penderita disenteri. Bentuk trofozoit Endolimax nana yang berukuran sekitar 8 mikron ini lambat aktivitas pergerakannya. Sitoplasma parasit pada umumnya tidak mengandung eritrosit. Protozoa ini mempunyai kariosom yang besar ukurannya dan tidak teratur bentuknya, terletak di bagian tepi inti yang menempel pada selaput inti. Stadium kista berbentuk lonjong, berukuran sekitar 8 mikron, mempunyai 1-4 inti, dan tidak mengandung glikogen maupun badan kromatoid. 46 Gambar 10. Endolimax nana bentuk trofozoit (URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb) Iodamoeba butschlii Iodamoeba butschlii mempunyai inti dengan membran atau selaput inti yang tipis dan tidak berkromatin. Terdapat sebuah kariosom berukuran besar yang bisa terletak di bagian tengah (sentral) atau di bagian tepi (eksentris), dan sering dikelilingi oleh granul akromatin atau kromosom. Protozoa yang tidak patogen ini hidup di dalam usus di daerah kolon dalam bentuk trofozoit dan kista, namun jarang ditemukan di dalam tinja. Trofozoit yang lambat pergerakannya mempunyai ukuran antara 8 sampai 12 mikron, sedangkan bentuk kista parasit yang berukuran 8 sampai 12 mikron ini tidak mengandung badan kromatoid. Bentuk kista protozoa ini mudah dikenal karena mempunyai masa glikogen (iodophylic body) yang besar, yang tampak jelas pada sediaan dengan pewarnaan lugol. Dientamoeba fragilis 47 Protozoa tidak patogen ini tidak mempunyai stadium kista, hanya mempunyai stadium trofozoit dengan dua inti, berukuran antara 5 sampai 8 mikron sehingga merupakan amuba usus yang terkecil ukurannya. Tidak terdapat eritrosit di dalam sitoplasmanya, tetapi mempunyai enam butir kromatin berukuran besar yang tersusun mirip bintang. Gambar 11. (a) Iodamoeba butchlii dan (b) Dientamoeba fragilis URL:(http://www.soton.ac.uk;http://www.cmpt.ca/images/-) Diferensiasi protozoa usus Protozoa usus yang tidak patogen sering dijumpai di dalam usus orang normal. Oleh karena itu morfologi protozoa-protozoa usus ini harus dibedakan dari protozoa yang patogen agar tidak terjadi salah diagnosis sehingga pengobatan penderita dapat diberikan dengan tepat. Morfologi berbagai protozoa usus 48 yang patogen maupun yang tidak patogen, baik yang terdapat dalam bentuk stadium kista maupun stadium trofozoit dapat dibedakan pada gambar di bawah ini. Gambar 12. Diferensiasi bentuk trofozoit dan kista amuba (Sumber: Practical Parasitology,Amoeba Morphology Diagrams, URL: http://www.practical science.com/table) Bab 3 49 CILIATA Balantidium coli Morfologi parasit Siklus hidup Perubahan patologi Gejala klinis dan diagnosis Pengobatan dan pencegaham Ciliata yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia hanyalah Balantidium coli. Infeksi parasit ini menyebabkan balantidiasis, penyakit zoonosis yang ditularkan melalui air atau makanan yang tercemar kista parasit 50 ini. Babi merupakan sumber alami infeksi, tetapi infeksi antar manusia juga bisa terjadi. Balantidium coli Ciliata ini adalah parasit obligat zoonosis yang tersebar luas di dunia (kosmopolit) yang menyebabkan balantidiosis atau ciliate dysenteri yang menimbulkan infeksi usus dan disenteri pada manusia. Balantidium coli hidup di dalam usus manusia, babi, anjing dan primata. Di dalam usus, parasit berkembang biak dengan cara membelah diri (binary fission), tetapi juga dapat berkembang biak secara seksual dengan konjugasi. Infeksi ciliata ini dilaporkan dari berbagai negara, terutama yang penduduknya banyak memelihara babi. Prevalensi balantidiasis tergantung pada geografi, dan lingkungan; prevalensinya tinggi di negara-negara berkembang dimana pencemaran dengan tinja manusia atau tinja babi banyak terjadi. Babi merupakan sumber infeksi alami bagi manusia, namun infeksi dari manusia ke manusia juga bisa terjadi. Morfologi parasit Terdapat dua stadium Balantidium coli, yaitu stadium trofozoit dan stadium kista. Kadang-kadang dapat ditemukan stadium prakista parasit ini. Trofozoit. Stadium trofozoit adalah bentuk vegetatif parasit yang ditemukan pada tinja penderita, yang tahan sampai 10 hari jika dibiarkan dalam suhu kamar. Trofozoit yang bergerak memutar dengan cepat mudah dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x karena mempunyai ukuran yang besar, dengan panjang 30-200 mikron dan lebar 40-70 mikron. Seluruh permukaan badan trofozoit dipenuhi silia yang berfungsi sebagai alat bergerak. Di bagian anterior tubuh parasit terdapat cekungan tubuh berbentuk corong yang disebut 51 peristom di mana pada sisi subterminal terdapat mulut (sitostom) yang dikelilingi silia. Meskipun Balantidium coli tidak mempunyai usus, tetapi di bagian posterior tubuh parasit ini tampak adanya anus atau sitopig (cytopyge). Terdapat dua jenis inti yang dimiliki oleh Balantidium coli, yaitu makronukleus dan mikronukleus. Makronukleus (macronucleus) berbentuk ginjal dan berukuran besar sedangkan mikronukleus (micronucleus) mempunyai bentuk seperti titik kecil yang terdapat di dalam cekungan makronukleus. Terdapat dua buah vakuol kontraktil pada bentuk trofozoit dan beberapa buah vakuol makanan yang berisi leukosit, eritrosit dan sisa-sia makanan. Sisa-sisa makanan yang tak tercerna akan dibuang melalui sitopig. Kista. Bentuk kista Balantidium coli merupakan stadium infektif parasit yang berbentuk bulat atau agak lonjong, berukuran garis tengah antara 50 sampai 70 mikron, dan mempunyai dua lapis dinding kista. Kista yang terisi penuh badan parasit, masih menunjukkan adanya sejumlah silia. Kista mempunyai dinding tebal dengan sitoplasma yang berbentuk granuler, mengandung makronukleus, mikronukleus dan sebuah badan retraktil yang tidak selalu tampak jelas. Vakuol kontraktil kadang-kadang masih dapat ditemukan. Kista yang tua dapat terlihat berbentuk granuler. Bentuk prakista yang kadang-kadang ditemukan jika sediaan segar didiamkan pada suhu kamar mempunyai dinding sangat tipis. Bentuk ini mengandung trofozoit yang telah kehilangan bentuknya yang khas, dengan parasit yang tidak mengisi penuh seluruh isi kista. Pada stadium prakista makronukleus dan mikronukleus jarang terlihat. 52 Pada sediaan basah yang diperiksa dengan mikroskop fase kontras struktur bagian dalam kista maupun trofosoit tampak lebih jelas. Jika dilakukan pewarnaan pada sediaan basah, sebaiknya larutan zat warna tidak pekat agar zat warna yang terserap sitoplasma tidak mengganggu gambaran struktur parasit. Untuk mendapatkan kista Balantidium coli dalam jumlah besar, dapat dilakukan melalui konsentrasi secara sedimentasi atau metode pengapungan. Gambar 13. Balantidium coli, bentuk trofozoit. Makronukleus mirip ginjal dan cilia tampak di permukaan badan. (Sumber: Veterinary Parasitology, University of Pennsylvania) Siklus hidup Siklus hidup Balantidium coli dengan dua stadium atau bentuk utamanya yaitu stadium kista dan stadium trofozoit dapat berlangsung pada satu jenis hospes saja. Sebagai sumber utama infeksi balantidiosis pada manusia adalah babi karena hewan ini merupakan hospes definitif alami bagi Balantidium coli. Di dalam usus babi parasit ini dapat berkembang biak dengan baik tanpa mengganggu kesehatan babi. Karena itu bagi manusia yang parasit ini. babi merupakan hospes reservoir sebenarnya hanyalah merupakan hospes insidental bagi 53 Infeksi Balantidium coli pada manusia terjadi akibat tertelan kista infektif parasit ini melalui air atau makanan mentah yang tercemar tinja babi. Kista yang terdapat di dalam usus besar penderita akan berubah menjadi bentuk trofozoit. Di dalam lumen usus atau di dalam submukosa usus trofozoit kemudian akan memperbanyak diri dengan cara membelah diri (binary transverse fission) atau secara konjugasi. Gambar 14. Daur hidup Balantidium coli Reproduksi Konjugasi adalah reproduksi yang terjadi sebagai berikut. Dua trofozoit akan membentuk kista bersama, lalu bertukar material inti. Gabungan dua trofozoit tersebut kemudian akan berpisah kembali menjadi dua trofozoit baru. Dalam keadaan lingkungan di dalam usus kurang sesuai bagi kehidupan parasit, maka trofozoit akan berubah menjadi bentuk kista. Patogenesis Balantidium coli dapat menyebabkan ulserasi pada usus besar, yang dapat menimbulkan perdarahan dan pembentukan lendir, sehingga mengalami berak darah yang berlendir. penderita akan 54 Diagnosis balantidiosis Penderita yang mengalami infeksi akut akan menunjukkan gejala klinis dan keluhan berupa disenteri berat yang berdarah dan berlendir disertai nyeri perut dan kolik yang intermiten. Meskipun penderita balantidiosis mengalami disenteri berat, pada umumnya penderita tidak mengalami demam. Penderita balantidiosis kronis umumnya tidak menunjukkan gejala atau keluhan (asimtomatis), meskipun kadang-kadang terjadi diare berulang yang diselingi konstipasi . Diagnosis pasti balantidiosis dapat ditegakkan jika melalui pemeriksaan parasitologis atas tinja penderita dapat ditemukan kista dan atau trofozoit Balantidium coli. Pengobatan dan pencegahan Berbagai obat anti parasit dapat diberikan pada penderita balantidiosis, antara lain metronidazol, iodokuinol, dan oksitetrasiklin. dengan dosis Metronidazol diberikan 3x750 mg per hari selama 5 hari sedangkan iodoquinol diberikan dengan dosis 3x650 mg / hari selama 21 hari. Oksitrasiklin dapat juga digunakan dengan dosis 4x 500 mg per hari selama 10 hari. Untuk mencegah penularan Balantidiosis coli, menjaga higiene perorangan dan kebersihan lingkungan agar tidak tercemar dengan tinja babi harus dilakukan. Makanan dan minuman harus dimasak sampai matang untuk mencegah terjadinya infeksi parasit ini pada manusia. Peternakan babi harus ditempatkan 55 jauh dari pemukiman penduduk dan tidak boleh mencemari saluran air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk sehari-hari. Bab 4 MASTIGOPHORA (Flagellata) 56 FLAGELLATA USUS MULUT DAN GENITAL Trichomonas vaginalis Giardia lamblia FLAGELLATA TIDAK PATOGEN Enteromonas hominis Chilomastix mesnili Embadomonas intestinalis Seperti halnya amuba, flagelata temasuk dalam filum Sarcomastigophora. Protozoa yang termasuk dalam kelas Mastigophora mempunyai flagel sebagai alat untuk bergeraknya. Berdasar atas habitatnya, terdapat dua kelompok Flagellata yaitu Hemoflagellata yang hidup di dalam sistem peredaran darah dan jaringan, dan kelompok Flagellata usus, Flagellata mulut dan Flagellata genital. Anggota golongan Hemoflagellata adalah Typanosoma dan Leishmania, dan yang termasuk golongan Flagellata usus adalah Chilomastix mesnili, Trichomonas hominis, Enteromonas hominis, Embadomonas intestinalis dan Giardia lamblia. Trichomonas vaginalis termasuk Flagellata genital sedangkan Trichomonas tenax termasuk Flagellata yang hidup di mulut. FLAGELLATA USUS, MULUT DAN GENITAL 57 Terdapat dua stadium dalam siklus hidup Flagellata, yaitu stadium trofozoit dan stadium kista, kecuali genus Trichomonas yang hanya mempunyai stadium trofozoit. Lebih dari satu flagel keluar dari blefaroplas trofozoit, akan tetapi tidak semua Flagellata mempunyai undulating membrane. Bentuk inti setiap spesies Flagellata biasanya mempunyai ciri yang khas. Reproduksi Flagellata terjadi dengan cara membelah diri (binary fission). Selain genus Trichomonas, stadium infektif Flagellata yang dapat ditularkan adalah bentuk kista. Pada siklus hidup Flagellata yang lengkap hanya dibutuhkan satu jenis tuan rumah (single host). Flagelata intestinal yang sering dijumpai di dalam usus manusia mempunyai bentuk kista dan trofozoit adalah Giardia intestinalis lamblia, Chilomastix mesnili, dan atau Giardia Embadomonas intestinalis dan Enteromonas hominis atau Tricercomonas hominis. Sedangkan Trichomonas intestinalis atau Pentatrichomonas intestinalis dan Dientamoeba fragilis hanya mempunyai bentuk trofozoit. Flagellata usus dan genital yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia hanyalah Giardia lamblia dan Trichomonas vaginalis. TRICHOMONAS Morfologi Parasit Trichomonas hanya mempunyai satu stadium yaitu bentuk trofozoit, sedangkan bentuk kista tidak pernah dijumpai. Trichomonas mempunyai bentuk seperti buah pir, dengan panjang badan antara 10 sampai 12 mikron. Hanya terdapat satu inti yang bentuknya lonjong. Inti ini terletak di bagian tubuh anterior yang membulat, berada di dekat mulut parasit Terdapat 3 58 sampai 5 flagel bebas di daerah anterior tubuh. Satu flagel yang paling tebal berjalan ke arah belakang sepanjang tepi tubuh, membentuk undulating membrane, lalu ke luar dengan bebas di bagian posterior tubuh parasit. Aksostil berjalan dari tengah tubuh parasit dan berakhir di ujung tubuh bagian posterior sehingga berbentuk seperti ekor. Dengan pemeriksaan mikroskopis spesies-spesies Trichomonas sulit dibedakan satu dengan lainnya. Untuk menetapkan spesies masing-masing parasit, habitat parasit dapat digunakan sebagai patokan Terdapat tiga spesies Trichomonas yang hidup pada manusia, yaitu Trichomonas vaginalis yang hidup di saluran urogenital, Trichomonas hominis yang hidup di usus, dan Trichomonas tenax yang hidup di dalam rongga mulut. Trichomonas vaginalis dapat menyebabkan trikomoniasis pada manusia, baik pada perempuan maupun laki-laki. . Gambar 15. Trichomonas hominis (URL: http://www.austincc.edu/ddingley) Trichomonas vaginalis 59 Infeksi Trichomonas vaginalis atau trikomoniasis vaginalis tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit), terutama banyak diderita oleh perempuan, meskipun orang laki-laki juga dapat menderita trikominiasis. Parasit ini dapat ditemukan pada vagina penderita, uretra maupun jaringan prostat baik pada wanita maupun laki-laki. Morfologi parasit Parasit genital yang termasuk subfilum Mastigophora ini berbentuk piriform, tidak berwarna dan hanya mempunyai satu inti lonjong yang mempunyai butiran-butiran halus. Trichomonas vaginalis mempunyai empat flagel yang berukuran sama panjang (13-18 mikron) yang keluar dari bagian anterior tubuh parasit, dan satu flagel berukuran lebih pendek dari ukuran panjang parasit yang berjalan di sepanjang tepi undulating membrane menuju ke arah tubuh bagian belakang. Gambar 16. Trichomonas vaginalis (URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb/-/-/flagellata) Epidemiologi 60 Trikomoniasis vaginalis diderita oleh sekitar 3-5% perempuan di Amerika Utara, dan meningkat jumlahnya pada klinik penyakit seksual menular ( sexual transmitted diseases) dan pada wanita tunasusila (WTS) dapat ditemukan sampai 75%. Parasit ini hanya ditemukan pada manusia, dan dapat bertahan hidup di dalam tubuh hospes sampai 2 tahun lamanya. Patogenesis dan gejala klinis trikomoniasis Trichomonas vaginalis dapat menyebabkan degenerasi dan deskuamasi jaringan setempat dengan mekanisme yang masih belum jelas. Infeksi trikomoniasis umumnya berderajat ringan, berupa pelunakan, keradangan dan erosi permukaan selaput lendir yang tertutup cairan berwarna kuning dan berbuih. Sebagian besar infeksi parasit ini bersifat asimtomatik (tanpa gejala), sedangkan gejala klinis trikomoniasis vaginalis pada penderita perempuan dapat berupa vaginitis, uretritis, vulvitis, dan servisitis. Penderita laki-laki dapat mengalami infeksi pada prostat (prostatitis), vesikel seminal dan uretra (uretritis). Gejala klinis yang khas pada penderita perempuan berupa terbentuknya cairan vagina (fluor albus), rasa gatal dan panas di dalam vagina dan di daerah sekitarnya. Keluhan yang diderita penderita laki-laki umumnya sangat ringan, berupa keluarnya cairan lendir berwarna putih dari uretra yang hanya dikeluhkan oleh kurang dari 10 persen penderita laki-laki. Penularan Trichomonas vaginalis terjadi melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung. Kontak langsung misalnya terjadi melalui hubungan seksual, sedangkan kontak tidak langsung dapat terjadi misalnya karena menggunakan secara bersama handuk, alat-alat toilet atau barang pribadi lainnya. Pada waktu berlangsung proses persalinan, bayi dapat tertular parasit ini melalui jalan lahir ibu yang melahirkannya. 61 Diagnosis trikomoniasis Gejala klinis yang khas pada trikomoniasis perempuan adalah terjadinya fluor albus yang disertai rasa gatal dan panas di dalam vagina dan di daerah sekitar vagina. Diagnosis pasti trikomoniasis vaginalis dapat ditetapkan jika dapat ditemukan parasit yang aktif bergerak di dalam sekret vagina penderita. Jika parasit tidak ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis secara langsung atas sekret vagina, untuk menemukan Trichomonas vaginalis dapat dilakukan biakan parasit atas sekret vagina, cairan uretra, cairan prostat atau air mani penderita . Pengobatan dan pencegahan trikomoniasis Untuk mengobati trikomoniasis vaginalis berbagai obat dapat digunakan, antara lain adalah metronidazol, tinidazol, seknidazol, nimorazol dan ornidazol dengan hasil yang memuaskan. Metronidazol. Obat ini dapat diberikan dengan dosis yang berbeda untuk perempuan dan laki-laki. Pada penderita perempuan obat diberikan 3x250 mg per hari selama 10 hari atau 2 gram dosis tunggal yang diberikan pada malam hari. Untuk pengobatan lokal metronidazol dapat diberikan dalam bentuk tablet vaginal dengan dosis 500 mg per hari selama 10 hari. Untuk penderita laki-laki, obat diberikan dengan dosis 2x250 mg per hari selama 10 hari atau 2 gram dalam bentuk dosis tunggal yang diberikan malam hari. Obat-obatan anti trikomoniasis ada yang dapat diberikan sebagai dosis tunggal antara lain adalah tinidazol, seknidazol, nimorazol dan ornidazol. 62 Tinidazol. Obat ini diberikan per oral dengan dosis 2 gram sebagai dosis tunggal. Seknidazol. Obat ini juga diberikan per oral dengan dosis 2 gram sebagai dosis tunggal. Nimorazol. Obat diberikan dengan dosis 2x250 mg selama 6 hari atau diberikan 2 gram dalam bentuk dosis tunggal. Ornidazol. Obat ini diberikan dengan dosis 2x750 mg atau diberikan 1500 mg sebagai dosis tunggal Penularan trikomoniasis dapat dicegah dengan mengobati dengan baik penderita, menjaga kebersihan pribadi dan tidak memakai bersama alat-alat toilet yang dapat menjadi perantara terjadinya penularan parasit ini. Giardia lamblia Flagelata usus dan jaringan ini disebut juga sebagai Lamblia intestinalis atau Giardia intestinalis. Giardia lamblia yang termasuk dalam filum Mastigophora dapat menimbulkan giardiasis pada manusia maupun beberapa jenis hewan. Giardia intestinalis hidup di dalam duodenum dan jejunum bagian atas, dengan cara melekatkan diri pada bagian usus tersebut. Selain di usus, parasit ini kadang-kadang dijumpai di dalam kandung empedu dan saluran empedu . Distribusi geografis Protozoa ini termasuk parasit zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit), terutama di daerah tropis dan subtropis. Giardiasis yang di masa lalu tidak menjadi masalah kesehatan kini dikelompokkan dalam Emerging Disease karena muncul kembali dalam bentuk epidemi New sehingga 63 menjadi masalah kesehatan di Amerika dan negara-negara maju lainnya. Hal ini terjadi karena menyebabkan tingginya penderita AIDS/HIV di negara-negara maju rendahnya imunitas penderita sehingga jumlah penderita giardiasis secara klinis sangat meningkat. Di Indonesia prevalensi Giardia lamblia menunjukkan angka sebesar 3,62% sedangkan dari anak-anak penderita diare di kota Malang, 1,2% diantaranya disebabkan oleh protozoa ini. Morfologi parasit Giardia lamblia mempunyai dua stadium pada siklus hidupnya yaitu bentuk trofozoit yang aktif bergerak dan bentuk kista yang pasif tetapi infektif. Trofozoit. Stadium parasit yang cepat mati meskipun pada sediaan basah yang masih segar, menunjukkan pergerakan trofozoit seperti daun jatuh. Bentuk trofozoit mirip buah pir dengan tubuh yang bilateral simetris. Ukuran panjang trofozoit berkisar antara 10-20 mikron dengan lebar badan antara 5-7 mikron. Bagian ujung anterior parasit melebar dan membulat, sedangkan bagian posterior meruncing. Bagian dorsal permukaan trofozoit berbentuk cembung sedangkan bagian ventral berbentuk cekung. Trofozoit tidak invasif dan hanya hidup di dalam usus halus mempunyai alat isap ventral (ventral sucker) untuk melekatkan diri pada mukosa duodenum. Stadium trofozoit panjangnya antara Giardia lamblia mempunyai 4 pasang flagel yang 12-15 mikron. Empat pasang flagel tersebut terdiri dari satu pasang terletak anterior, dua pasang terletak lateral (satu pasang di masing-masing sisi badan) dan satu pasang terletak kaudal. Pasangan terakhir ini mengandung mikrotubule intrasitoplasmik atau aksonema yang lurus dan paralel dan terletak sepanjang sumbu longitudinal. Flagel hanya dapat diwarnai dengan pewarnaan Giemsa atau pewarnaan Field. 64 Bentuk trofozoit mempunyai dua aksostil dan dua inti sedangkan kista Giardia lamblia yang bentuknya lonjong mempunyai 2- 4 buah inti. Kista. Kista yang merupakan bentuk infektif Giardia lamblia, lonjong bentuknya, mempunyai ukuran antara 8-13 mikron. Kista muda yang baru terbentuk mirip dengan trofozoit, karena berbentuk lonjong dengan salah satu ujung badannya lebih lebar dari ujung lainnya. Kista dewasa (matur) mempunyai 4 inti, sedangkan kista muda (imatur) mempunyai 2 inti. Inti-inti tersebut terletak pada salah satu bagian ujung kista. Giardia lamblia tidak mempunyai kromatin perifer, sedangkan kariosom parasit ini biasanya berbentuk titik yang tidak tetap letaknya. Gambar 17. (a). Diagram trofozot Giardia lamblia.(b) Trofozoit pada pemeriksaan di bawah mikroskop (Sumber: Nolan, VPTH Parasitology,Pennsylvania University) Sitoplasma parasit yang tidak diwarnai tampak terletak di samping inti-inti, menunjukkan adanya struktur berbentuk huruf-S yang terletak longitudinal 65 yang merupakan sisa-sisa flagel dan aksonema. Selain itu pada sitoplasma juga terdapat badan parabasal refraktil (parabasal bodies) yang berbentuk koma. Pada sediaan segar bentuk kista yang khas mudah dikenali. Kista yang disimpan lama di dalam larutan formalin tidak khas bentuknya, karena parasit terlepas dari dinding kista. Kista Giardia lamblia banyak ditemukan di dalam tinja penderita, tetapi pembentukannya tidak teratur waktunya sehingga kadang-kadang pada waktu tertentu (negative period) tidak dijumpai kista di dalam tinja penderita. Yang ditemukan adalah suatu elemen berbentuk lonjong, seukuran dengan kista Giardia yang berisi granul kecil berbentuk bulat atau lonjong. Dengan pewarnaan Lugol elemen tersebut berwarna biru kelabu. Kista Giardia lamblia mampu bertahan berbulan-bulan di luar tubuh manusia, tahan terhadap klorinasi air PAM, terhadap paparan sinar ultraviolet dan pembekuan. Gambar 18. Diagram Kista Giardia lamblia (Sumber: VPTH, Pennsylvania University) 66 Gambar 19. Giardia lamblia (a) Kista (b) Trofozoit (Sumber:UK Neqas Parasitology. http://www.giardiass.org) Siklus Hidup dan penularan Giardia lamblia merupakan parasit zoonosis dengan sumber infeksi berbagai jenis hewan mamalia, antara lain sapi, kucing, beaver dan anjing. Penularan giardiasis terjadi per oral, melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja yang mengandung kista infektif parasit yang dibawa oleh lalat atau lipas. Oleh pengaruh pH yang rendah asam lambung akan terjadi ekskistasi dari satu kista menjadi dua trofozoit. Sesudah mencapai duodenum trofozoit akan memperbanyak diri. Jika suasana lingkungan duodenum tidak sesuai lagi bagi kehidupannya, trofozoit akan meninggalkan duodenum, masuk ke dalam saluran empedu atau kandung empedu dan kemudian berubah bentuk menjadi bentuk kista. 67 Gambar 20. Bagan siklus hidup/ infeksi Giardia lamblia. Patogenesis Trofozoit Giardia lamblia yang melekatkan diri pada vili-vili usus menggunakan batil isap (sucking disc) menimbulkan gangguan penyerapan lemak sehingga terjadi berak lemak (steatore). Giardia lamblia juga menghasilkan toksin yang menyebabkan terjadinya radang kataral akibat terjadinya iritasi dan kerusakan jaringan usus Diagnosis giardiasis Pada infeksi Giardia lamblia yang ringan, umumnya tidak tampak gejala klinis (asimtomatis). Toksin parasit ini menyebabkan terjadinya iritasi usus dan kerusakan jaringan usus berupa atrofi vili dan hiperplasia kripta yang menyebabkan terjadinya radang kataral. Penderita akan menunjukkan gejala klinis dan keluhan berupa demam, nyeri perut, gangguan perut di daerah 68 epigastrium, mual, muntah dan kembung. Selain itu penderita juga dapat mengalami diare, sindrom malabsorpsi vitamin A dan lemak serta anemia. Penderita giardiasis juga menunjukkan gejala alergi terhadap parasit ini. Giardiasis lebih sering terjadi pada penderita dengan defisiensi IgA. Kadangkadang terbentuk imunitas pasca infeksi parasit ini. Anak-anak yang terinfeksi Giardia lamblia umumnya menunjukkan keluhan dan gejala klinis yang lebih berat dibanding gejala klinis giardiasis pada orang dewasa. Diagnosis pasti giardiasis dapat ditetapkan dengan ditemukannya kista atau trofozoit Giardia lamblia pada pemeriksaan mikroskopik atas cairan duodenum dan tinja penderita. Dengan melakukan pemeriksaan atas cairan duodenum, hasil pemeriksaan lebih baik daripada pemeriksaan atas tinja penderita karena trofozoit lebih mudah ditemukan. Penderita giardiasis yang mengalami diare, pada pemeriksaan mikroskopis lebih sering menunjukkan adanya trofozoit, sedangkan pada penderita giardiasis yang asimtomatik atau tanpa gejala dan pada karier giardiasis akan lebih sering ditemukan bentuk kista. Adanya antigen Giardia dapat juga ditunjukkan pada tinja penderita. Pengobatan giardiasis Untuk mengobati infeksi Giardia lamblia dapat diberikan metronidazol dan tinidazol . Metronidazole. Obat ini diberikan dengan dosis untuk orang dewasa 3 x 250 mg sehari, selama 10 hari atau 2 gram sehari selama 3 hari. Untuk anak metronidazole diberikan dengan dosis 3x5 mg/kg berat badan yang diberikan selama 5 hari. 69 Tinidazole. Obat ini diberikan pada orang dewasa dalam bentuk dosis tunggal 2 gram, sedangkan dosis untuk anak adalah 25-50 mg/kg berat badan, juga diberikan dalam bentuk dosis tunggal. Obat-obat anti giardiasis lain yang dapat diberikan adalah ornidazole (Tiberal), nimorazol dan klorokuin. Ornidazol diberikan dengan dosis 2x1 gram sehari selama 3 hari sedangkan nimorazole pada orang dewasa diberikan 1 gram / hari selama 5 hari dan pada anak diberikan dengan dosis 250-500 mg / hari selama 5 hari. Klorokuin juga dapat digunakan untuk mengobati giardiasis dengan dosis 300 mg sekali sehari selama 5 hari pengobatan . Pencegahan giardiasis Manusia merupakan sumber infeksi utama giardiasis. Karena itu dengan mengobati penderita dan karier giardiasis dengan baik merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit ini. Menjaga kebersihan makanan dan minuman serta memasak makanan dan minuman dengan baik, serta mencegah pencemaran makanan dan minuman dengan tinja yang dibawa oleh lalat, lipas dan tikus harus juga dilakukan. Membuat kakus yang higienis serta melarang pemakaian tinja segar untuk memupuk tanaman dapat mencegah penyebaran giardiasis pada masyarakat luas. FLAGELLATA TIDAK PATOGEN Beberapa spesies Flagellata tidak patogen terdapat di dalam usus manusia, yaitu Enteromonas hominis, Embadomonas intestinalis dan Chilomastix mesnili. Protozoa usus ini harus dapat dibedakan morfologinya dari Flagellata yang 70 patogen agar tidak terjadi salah menetapkan diagnosis sehingga pengobatan dan pencegahan infeksi Flagelata yang patogen dapat dilaksanakan dengan tepat. Enteromonas hominis Flagellata yang tidak patogen ini merupakan Flagellata usus yang paling kecil ukurannya, yang dapat bergerak dengan cepat dan kuat. Parasit ini mempunyai dua bentuk atau stadium parasit, yaitu bentuk trofozoit dan bentuk kista. Trofozoit. Stadium trofozoit mempunyai bentuk seperti buah pir (piriform) atau lonjong jika sedang bergerak, tetapi berbentuk bulat pada sediaan yang difiksasi. Trofozoit parasit berukuran 4x 8 mikron, mempunyai satu inti yang terletak di bagian anterior tubuh parasit. Kariosom terletak sentral dan mempunyai selaput inti yang tipis. Parasit ini mempunyai 4 flagel: tiga flagel keluar dari bagian anterior, sedangkan dari bagian posterior hanya terdapat satu flagel. Stadium kista parasit berbentuk lonjong berukuran 4x8 mikron dan mempunyai 1-4 buah inti. Parasit ini tidak memiliki sitostom. 71 Gambar 21. Enteromonas hominis, trofozoit ( URL: http://www.btinternet.com/ukneqas/parasitologyscheme) Kista. Kista merupakan stadium infektif, bentuknya lonjong atau elips, berukuran panjang 6-8 mikron dan lebar 3-4 mikron sehingga sering dikira Endolimax nana. Pada pemeriksaan langsung, parasit sukar dilihat karena dinding kista yang tipis dan mudah rusak. Kista mempunyai 1- 4 inti yang dapat dilihat pada pewarnaan sediaan permanen yang diwarnai trichrom atau hematoksilin dan pada sediaan basah yang diwarnai dengan larutan Lugol-iodin atau larutan MIF. Pada kista dua inti, letak inti pada kutub yang berseberangan, sedangkan pada kista berinti empat, pada masing-masing kutub terdapat satu pasang inti. Chilomastix mesnili Trofozoit. Stadium trofozoit Chilomastix mesnili berbentuk buah pir atau tetesan air (tear drop shaped) mempunyai ukuran sekitar 5x15 mikron, dengan inti parasit yang berbentuk bulat, terletak di bagian anterior di dekat sitostom yang berukuran besar. Terdapat 4 flagel pada stadium trofozoit, yaitu tiga flagel bebas yang terletak di bagian anterior dan satu flagel yang terdapat di dalam sitostom. Baik undulating membrane maupun aksostil tidak dimilki oleh Chilomastix mesnili. Kista. Kista Chilomastix mesnili berukuran 7 -10 mikron berbentuk seperti buah lemon dengan bagian anterior kista lebih langsing dibandingkan dengan bagian posterior. Hanya terdapat satu inti yang terletak di bagian tengah kista Chilomastix mesnili. 72 Gambar 22. Chilomastix mesnili trofozoit dan kista (Sumber: Garcia,2007; http://www..med-chem.com) Embadomonas intestinalis Bentuk trofozoit parasit Embadomonas intestinalis adalah lonjong, dengan ukuran 3x5 mikron. Berdekatan dengan sitostom yang terletak di bagian anterior terletak inti parasit. Dua buah flagel keluar dari bagian anterior tubuh trofozoit. Bentuk kista Embadomonas intestinalis seperti buah pir berukuran 4 - 5 mikron dan hanya mempunyai satu inti. Diferensiasi morfologi flagellata Lima spesies flagellata penting harus dibedakan morfologinya, baik yang patogen maupun yang tidak patogen. Spesies-spesies ini dibedakan morfologinya dengan memperhatikan bentuk trofozoit, ukurannya dan jumlah serta lokasi tempat keluarnya flagel. 73 Tabel 2. Diferensiasi morfologi trofozoit flagellata Spesies Bentuk Ukuran Flagel Trichomonas vaginalis Piriform 13- 18 mikron 4 anterior, 1posterior Giardia lamblia Raket 7 x 14 mikron 4 pasang flagel: 1 ps anterior, 2 ps lateral, 1 ps kaudal. Enteromonas hominis Buah pir 4x8 mikron 4 flagel:3 ante rior, 1 posterior Embadomonas intestinalis Lonjong 3x5 mikron 2 flagel anterior Chilomastix mesnili Buah pir 5x6 mikron 3 flagel anterior, 1 di sitostom BAB 5 FLAGELLATA DARAH DAN JARINGAN 74 Trypanosomidae Trypanosoma gambiense T.rhodesiense T.cruzi Leishmania donovani L.tropica L.braziliensis Haemoflagellata yang hidup di dalam darah dan jaringan tubuh manusia atau hewan sebagian besar masa hidupnya umumya berada di dalam tubuh vertebrata, sedangkan masa hidup di dalam tubuh serangga yang bertindak sebagai hospes perantara umumnya tidak panjang. Sebagian besar spesies flagellata yang tidak patogen dapat ditemukan di dalam darah dan jaringan hewan mamalia, burung, ikan, reptil, dan amfibi. Trypanosomidae 75 Beberapa keluarga flagellata dari spesies Trypanosomidae ada yang penting dalam bidang kesehatan manusia dan veteriner. Dari genus Trypanosoma yang penting adalah Afrika dan Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodesiense di Trypanosoma cruzi di Amerika. Dari genus Leishmania, spesies Leishmania donovani dapat ditemukan di semua benua kecuali Australia. Leishmania tropica merupakan spesies yang endemis di berbagai negara di Asia Barat dan Afrika Utara, Eropa Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, sedangkan Leishmania braziliensis banyak dilaporkan dari Meksiko dan Amerika Selatan. Anggota keluarga Trypanosomidae umumnya mempunyai berbagai stadium parasit yang morfologinya berbeda-beda bentuknya (polimorfik). Stadium Trypanosomidae Famili Trypanosomidae umumnya mempunyai dua stadium yaitu stadium flagellata yang langsing, memanjang dan sering melengkung dan stadium non flagellata yang berbentuk bulat atau lonjong. Pada permukaan tubuh parasit terdapat lapisan lentur yang disebut pelikel. Inti. Bentuk inti parasit bulat atau lonjong dan terletak di tengah tubuh parasit. Inti disebut juga sebagai trofonukleus (trophonucleus) karena berperan dalam penyediaan makanan bagi parasit. Kinetoplas. Organ parasit yang bulat bentuknya atau berbentuk seperti batang ini terletak di depan atau di belakang inti, mempunyai ukuran yang lebih kecil daripada ukuran inti. Kinetoplas terdiri dari dua komponen, yaitu blefaroplas (blepharoplast) dan benda parabasal atau parabasal body. Flagel. Alat untuk melakukan pergerakan Tidak semua stadium flagellata mempunyai flagel. 76 Undulating membrane. Flagel yang melingkari badan parasit akan membentuk kurva-kurva selaput yang berada di permukaan tubuh parasit yang jumlahnya tergantung pada panjang badan sitoplasma. Gambar 23. Bagan morfologi umum Trypanosomidae (Sumber: http://www/2classnote.com/images/-/science) Bentuk stadium Trypanosomidae Famili Trypanosomidae mempunyai stadium-stadium yang bentuknya, yaitu berbeda beda bentuk leismania, bentuk kritidia, bentuk tripanosoma dan bentuk tripanosoma metasiklik. Bentuk leismania (leishmanial form). Stadium ini bentuk yang mempunyai bulat atau lonjong, dengan satu inti dan satu kinetoplas. Bentuk leismania itidak mempunyai flagel. Bentuk leptomonad (leptomonad form). Stadium yang bentuknya memanjang ini mempunyai satu inti yang terletak di tengah (sentral). Dari bagian anterior tubuh di tempat kinetoplas berada, tampak keluar satu flagel panjang. Bentuk leptomonad meskipun mempunyai flagel, belum tampak adanya undulating membrane. 77 Bentuk kritidia (crithidial form). Bentuk kritidia mempunyai bentuk badan yang memanjang. kinetoplas. Bentuk Di depan inti yang letaknya sentral terdapat kritidia sudah menunjukkan adanya undulating membrane yang berukuran pendek, yang menghubungkan flagel dengan tubuh parasit. Bentuk tripanosoma (trypanosomal form). Bentuk tripanosoma mempunyai bentuk badan yang langsing memanjang dan melengkung, dengan inti yang terletak sentral dan kinetoplas yang berada di dekat ujung posterior. Pada bentuk ini terbentuk dua sampai empat kurva undulating membrane yang menghubungkan flagel dengan badan parasit. Bentuk tripanosoma metasiklik (metacyclic trypanosomal form). Stadium ini mempunyai bentuk mirip bentuk tripanosoma, tetapi lebih kecil ukurannya. Bentuk tripanosoma metasiklik ditemukan di dalam tubuh hospes perantara (serangga) yang juga bertindak sebagai vektor tempat berkembangnya stadium infektif protozoa ini. 78 Gambar 24. Bentuk-bentuk Trypanosomidae (URL: http://www.fao.org/docrep/006) Trypanosoma Untuk menyempurnakan siklus hidupnya, Trypanosoma membutuhkan dua macam hospes (host), yaitu hospes vertebrata dan hospes serangga. Empat stadium Trypanosoma yang berkembang dan memperbanyak diri di dalam tubuh serangga adalah stadium-stadium leishmania, leptomonad, kritidia dan stadium tripanosoma metasiklik. Mekanisme pembentukan stadium 79 tripanosoma metasiklik parasit menentukan mekanisme penularan parasit oleh serangga. Terdapat dua tipe mekanisme proses pembentukan tripanosoma metasiklik, yaitu tipe anterior station dan tipe posterior station. Anterior station: Mekanisme perkembangan Trypanosoma dimulai di midgut, kemudian berlangsung di daerah proventrikulus dan kemudian berakhir di kelenjar ludah (salivary glands) serangga. Infeksi Trypanosoma pada manusia atau vertebrata terjadi melalui gigitan serangga (misalnya pada Trypanosoma rhodesiense, Trypanosoma brucei dan Trypanosoma gambiense). Posterior station. Mekanisme perkembangan parasit Trypanosoma berawal di usus yang kemudian berakhir di bagian hind-gut yang terletak di bagian posterior sistem pencernaan. Penularan melalui mekanisme posterior station ini terjadi melalui mulut dengan tertelannya tinja serangga yang infektif (pada Trypanosoma lewisi), atau melalui luka akibat gigitan serangga yang tercemar tinja infektif serangga (pada Trypanosoma cruzi). Reproduksi Trypanosoma Reproduksi pada Trypanosoma berlangsung secara binary longitudinal fission dengan membelah diri secara longitudinal. Pembelahan diri parasit dimulai dengan pembelahan diri kinetoplas kemudian diikuti dengan pembelahan diri inti. Bagian tubuh yang tidak mendapatkan flagel dan undulating membrane pada waktu membelah diri, akan membentuk flagel dan undulating membrane yang baru. Akhirnya sitoplasma akan membagi diri secara longitudinal diawali dari ujung anterior ke ujung posterior. Trypanosoma penyebab penyakit pada manusia 80 Protozoa darah ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia maupun pada hewan. Parasit Trypanosoma yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah Trypanosoma gambiense penyebab trypanosomiasis), Trypanosoma rhodesiense penyakit tidur (gambian penyebab penyakit tidur Afrika Timur (rhodesian trypanosomiasis), dan Trypanosoma cruzi yang menjadi penyebab Chagas’ disease di Amerika Selatan. Pada hewan, Trypanosoma yang dapat menyebabkan penyakit adalah Trypanosoma brucei penyebab tsetse (Glossina), Nagana disease Trypanosoma evansi yang penyebab ditularkan oleh lalat penyakit surra yang ditularkan oleh Tabanus, dan penyebab Stallion’s disease yang ditularkan melalui hubungan seksual, yaitu Trypanosoma equiperdum. Trypanosoma gambiense Parasit ini hidup parasitik di dalam jaringan dan organ penderita yaitu di dalam plasma darah, kelenjar getah bening dan di dalam otak. Trypanosoma gambiense dalam bentuk bebas juga didapatkan hidup di dalam rongga interseluler. Daerah endemis Trypanosoma gambiense adalah daerah-daerah yang terletak di sepanjang tepi sungai-sungai yang mengalir di Afrika Barat dan Afrika Tengah sepanjang garis katulistiwa. Morfologi Parasit ini mempunyai bentuk yang melengkung mirip bulan sabit, berukuran panjang antara 15-35 mikron, dan lebar antara 1,5 - 3,5 mikron. Inti Trypanosoma gambiense berukuran besar, lonjong bentuknya dan terletak di tengah tubuh parasit (sentral). 81 Kinetoplas parasit berukuran kecil terletak di ujung posterior tubuhnya. Di dalam sitoplasma dapat ditemukan butiran volutin (volutin granule). Flagel yang keluar dari ujung posterior parasit kemudian melingkari tubuh parasit dengan membentuk tiga sampai empat undulating membrane. Trypanosoma gambiense termasuk parasit yang polimorfik artinya mempunyai bentuk parasit yang bermacam-macam yang setiap stadium mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda. Trypanosoma gambiense mempunyai bentuk kritidia dan bentuk tripanosoma, tetapi tidak mempunyai bentuk leismania maupun bentuk leptomonas. Gambar 25. Trypanosoma gambiense (URL: http://cal.vet.upenn.edu/projects/parasit/06) Begitu juga halnya dengan Trypanosoma rhodesiense yang hanya mempunyai bentuk kritidia dan bentuk tripanosoma. Sedangkan Trypanosoma cruzi 82 mempunyai bentuk-bentuk leismania, bentuk leptomonas, bentuk kritidia dan bentuk tripanosoma. Sesuai dengan tempat perkembangannya, bentuk-bentuk parasit berbagai spesies Trypanosoma yang patogen bagi manusia dapat ditemukan di dalam berbagai habitat. Tabel 3. Habitat bentuk Trypanosoma pada manusia Bentuk T.gambiense T.rhodesiense T.cruzi leismania Tak ada Tak ada Mamalia:visera (miokard,otak), intraseluler. Kultur jaringan leptomonas Tak ada Tak ada Mamalia: intraseluler (transisional). kritidia Insekta: kelenjar ludah. Insekta: kelenjar ludah. Kultur jaringan Kultur jaringan Mamalia: intraseluler (transisional). Insekta: usus Kultur jaringan Mamalia:darah, kelenjar limfe, cairan tubuh Insekta: usus, kelenjar ludah Mamalia: darah, kelenjar limfe, cairan tubuh Insekta: usus, kelenjar ludah Mamalia: darah, jaringan. Insekta:usus, rektum Kultur jaringan. tripanosoma 83 (Sumber: Brown,Basic Clinical Parasitology, 3rd Ed.) Siklus hidup Pada siklus hidupnya, hospes definitif Trypanosoma gambiense adalah manusia sedangkan lalat tsetse (Glossina palpalis dan Glossina tachinoides) bertindak sebagai hospes perantaranya. Infeksi terjadi dengan masuknya stadium tripanosoma metasiklik melalui gigitan Glossina ke dalam tubuh manusia yang kemudian berkembang menjadi bentuk tripanosoma. Bentuk tripanosoma lalu memperbanyak diri di dalam jaringan yang terletak di sekitar tempat gigitan. Trypanosoma gambiense kemudian memasuki aliran darah tepi penderita dan secara binary longitudinal fission memperbanyak diri. Dengan gigitan lalat tsetse, bentuk tripanosoma akan masuk ke dalam tubuh vektor ini. Bentuk tripanosoma di dalam tubuh vektor dalam waktu 20 hari akan berubah bentuk menjadi bentuk kritidia dan akhirnya menjadi bentuk tripanosoma metasiklik yang infektif. Lalat tsetse yang infektif merupakan vektor penyakit yang infektif untuk seumur hidupnya. Gambar 26. Siklus hidup Trypanosoma gambiense 84 Berbagai jenis hewan misalnya sapi, babi, kambing dan domba dapat bertindak sebagai hospes reservoir pada siklus hidup Trypanosoma gambiense . . Gambar 27. Glossina (lalat tsetse) (URL: http://en.ird.fr/var/ird/storage) Patogenesis dan gejala klinis Akibat infeksi Trypanosoma gambiense, terjadi perubahan patologis pada susunan saraf pusat dan kelenjar getah bening. Sesudah masa inkubasi yang berlangsung antara 6-14 hari, penderita akan mengalami demam tidak teratur yang berlangsung selama beberapa bulan. Sesudah itu penderita mengalami eritema yang kemudian diikuti terjadinya limfadenitis umum. Tahapan klinis ini merupakan stadium hematolimfatik. Stadium terminal tripanosomiasis gambiense adalah stadium penyakit tidur yang terjadi akibat meningoensefalitis yang dialami oleh penderita. Untuk menetapkan diagnosis pasti tripanosomiasis gambiense harus dapat ditemukan parasit penyebabnya. Trypanosoma gambiense dapat ditemukan 85 dengan melakukan pemeriksaan darah tepi, sumsum tulang sternum, cairan kelenjar limfe atau cairan otak (liquor cerebrospinalis) penderita. Bahan-bahan tersebut selain diperiksa secara mikroskopis juga dapat dibiakkan, atau dilakukan inokulasi hewan coba untuk mendapatkan Trypanosoma gambiense yang lebih banyak agar lebih mudah diperiksa secara mikroskopis. Pengobatan tripanosomiasis gambiense Penyakit tripanosomiasis gambiense harus segera diobati secepat mungkin. Tripanosid sebagai obat untuk memberantas Trypanosoma gambiense yang dianjurkan oleh FDA adalah suramin (suatu urea substitution compound), dan pentamidine isethionate. Suramin diberikan secara intravenus dengan dosis 5 mg/kg berat badan pada hari-1 diikuti 10 mg/kg berat badan pada hari ke-2 dan 20 mg/kg berat badan pada hari ke-5, 11, 17, 23 dan 30. Jika terjadi gangguan saraf pusat, melarsoprol yang dikombinasi dengan suramin dengan dosis tertentu dapat digunakan. Selain itu dapat digunakan nifurtimox dengan dosis 8-10 mg/kg berat badan/hari selama 90 hari. Untuk penderita anak nifurtimox diberikan dengan dosis 15-20 mg/kg berat badan/hari selama 90 hari. Jika penderita juga mengalami anemia, malnutrisi dan infeksi sekunder, maka keadaan tersebut harus juga ditangani. Pencegahan Penyebaran tripanosomiasis gambiense dapat dicegah dengan melakukan pengobatan pencegahan (chemoprophylaxis) terhadap orang yang mempunyai risiko tinggi tertular parasit ini dengan menggunakan obat-obat tripanosid. 86 Selain itu harus dilakukan pemberantasan terhadap lalat tsetse yang menjadi vektor penularnya. Trypanosoma rhodesiense Protozoa ini adalah penyebab penyakit tidur yang banyak diderita oleh penduduk di daerah Afrika Timur. Melalui pemeriksaan mikroskopis morfologi bentuk-bentuk Trypanosoma rhodesiense sukar dibedakan dari Trypanosoma gambiense. Sebagai vektor penular Trypanosoma rhodesiense adalah lalat Glossina morsitans dan Glossina palpalis sedangkan antelope adalah hewan yang dapat bertindak sebagai hospes reservoir . Jika dibandingkan dengan Trypanosoma gambiense, parasit ini dapat menimbulkan penyakit yang lebih berat bagi manusia dan mamalia. Infeksi Trypanosoma rhodesiense dapat diobati dengan suramin dengan dosis dan aturan pengobatan seperti yang dilakukan untuk mengobati penderita terinfeksi Trypanosoma gambiense. Trypanosoma cruzi Penyebab penyakit South American trypanosomiasis atau yang lebih dikenal sebagai Chagas’ disease ini banyak dilaporkan dari daerah-daerah Amerika Selatan. Bentuk leishmania Trypanosoma cruzi ditemukan hidup di dalam otot, jaringan saraf dan sistem retikuloendotel sedangkan di dalam darah tepi, ditemukan dalam bentuk stadium tripanosoma. parasit ini 87 Morfologi Trypanosoma cruzi Di dalam tubuh manusia Trypanosoma cruzi terdapat dalam dua stadium yaitu bentuk tripanosoma dan bentuk leismania. Hanya bentuk leismania yang dapat berkembang biak di dalam jaringan tubuh manusia. Stadium tripanosoma Trypanosoma cruzi mempunyai bentuk seperti huruf C atau U dengan panjang badan sekitar 20 mikron. Inti parasit yang berukuran besar terletak di tengah-tengah badan parasit, dengan kinetoplas yang berbentuk lonjong terletak di bagian posterior dari badan parasit. Stadium leismania parasit ini bentuknya bulat atau lonjong dan mempunyai garis tengah sekitar 2-4 mikron. Stadium leismania mempunyai satu inti dan satu kinetoplas. Bentuk ini hidup di dalam sel retikuloendotel, di dalam sel otot bergaris misalnya otot jantung dan otot rangka, dan di dalam sel neuroglia jaringan saraf. Gambar 28. Trypanosoma cruzi bentuk leismania (Sumber: CDC/DPDx) 88 Siklus hidup Trypanosoma cruzi Manusia adalah hospes definitif Trypanosoma cruzi. Berbagai jenis hewan, misalnya armadilo, opossum, anjing, tikus, dan kucing dapat bertindak sebagai hospes reservoir. Serangga dari famili Reduviidae, yaitu Triatoma, Panstrongylus dan Rhodnius dapat bertindak sebagai vektor penularnya. Gambar 29. Reduviidae,vektor penular tripanosomiasis cruzi. (URL: http://www.cals.nscu.edu) Infeksi pada manusia terjadi dengan masuknya stadium infektif Trypanosoma cruzi, yaitu bentuk tripanosoma metasiklik melalui luka gigitan vektor yang tercemar dengan tinja vektor. Selain itu, bentuk infektif juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput mukosa dan konjungtiva. Sesudah memasuki tubuh penderita, di dalam sel-sel jaringan tripanosoma metasiklik berubah bentuk menjadi bentuk leismania yang mampu berkembang biak, kemudian berubah bentuk menjadi bentuk leptomonad. Dari bentuk leptomonad parasit kemudian berubah menjadi bentuk kritidial, akhirnya menjadi bentuk tripanosoma yang kemudian masuk ke dalam aliran darah. 89 Gambar 30. Siklus hidup Trypanosoma cruzi Jika vektor mengisap darah penderita, bentuk tripanosoma akan masuk ke dalam tubuh vektor, lalu berubah menjadi bentuk leismania. Di dalam midgut vektor bentuk leismania akan memperbanyak diri, lalu berubah menjadi bentuk kritidia yang segera mengadakan migrasi ke hind-gut. Bentuk kritidia secara longitudinal fission akan memperbanyak diri di dalam hind-gut. Dalam waktu 8 sampai 10 hari bentuk kritidia akan berubah menjadi bentuk tripanosoma metasiklik yang infektif, yang dapat ditemukan di dalam tinja vektor. Patogenesis dan gejala klinis Stadium infektif parasit yaitu bentuk tripanosoma metasiklik dapat menginfeksi penderita melalui luka kulit atau melalui konjungtiva yang tercemar tinja vektor. Stadium infektif yang masuk melalui luka kulit, akan menyebabkan terjadinya pembengkakan kulit (chagoma). Jika stadium infektif parasit menginfeksi melalui konjungtiva, penderita akan mengalami pembengkakan kelopak mata 90 (Romana’s sign). Penyebaran parasit ke organ-organ dapat menimbulkan kerusakan sistem retikuloendotel dan kelainan-kelainan pada jantung, otot rangka, kelenjar tiroid dan sistem saraf. Sesudah melewati masa inkubasi antara 7-14 hari penderita akan menunjukkan gejala-gejala klinis yang akut atau gejala-gejala kronis. Infeksi Trypanosoma cruzi pada bayi dan anak kecil umumnya akan menimbulkan gejala klinis akut yaitu demam, konjungtivitis, pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran limpa, udem unilateral pada wajah, anemia dan limfositosis. Terjadinya meningoensefalitis atau gagal miokardial merupakan penyebab kematian penderita sesudah gejala klinis akut berlangsung selama 20-30 hari. Infeksi Trypanosoma cruzi pada orang dewasa atau remaja pada umumnya akan menimbulkan gejala klinis bentuk kronis, antara lain adalah gangguan ritme jantung berupa hambatan jantung (heart block), Adam-Stokes syndrome, gejala neurologis misalnya paralisis spesifik, dan kelainan psikis. Di daerah endemis, komplikasi yang sering dialami penderita adalah kardiomiopati, megaesofagus dan megakolon. Diagnosis penyakit Chagas Diagnosis pasti penyakit Chagas ditetapkan sesudah dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan parasitnya. Dengan pemeriksaan darah tepi jika parasit sulit ditemukan, dilakukan inokulasi hewan coba, misalnya tikus, anjing, atau kucing, dengan cara menginfeksi hewan coba dengan darah penderita. Selain itu dapat dilakukan xenodiagnosis, yaitu dengan cara menggigitkan serangga vektor (Reduviidae) pada penderita yang diduga menderita penyakit 91 Chagas. Isi usus vektor kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk menemukan yang ada di dalam sediaan tersebut. Trypanosoma cruzi juga dapat dibiakkan dengan menggunakan medium NNN atau medium biakan parasit lainnya untuk mendapatkan sejumlah besar parasit sehingga lebih mudah ditemukan dan diperiksa dengan lebih teliti di bawah mikroskop. Untuk membantu menegakkan diagnosis, dapat dilakukan uji intradermal, uji fiksasi komplemen (tes Machado), atau tes Sabin-Feldman (Methylen blue dye test). Pengobatan penyakit chagas Obat yang benar-benar efektif untuk mengobati penyakit Chagas Sampai sekarang belum ditemukan. Pengobatan terhadap penyakit Chagas yang berhasil baik adalah menggunakan Bayer 2502 (nifurtimox) dan nitrofurazon yang sedang dalam masa uji coba. Pada orang dewasa Nifurtimox diberikan dengan dosis 8-10 mg/kg berat badan/hari sedangkan dosis anak adalah 15-20 mg/kg berat badan/hari yang diberikan selama 90 hari. Nitrofurazon pernah dicoba juga untuk mengobati penyakit Chagas, diberikan dengan dosis total 18.375 gram selama 72 hari. Tabel 4. Epidemiologi tripanosomiasis T.gambiense T.cruzi T.rhodesiense yang 92 Distribusi Afrika Amerika Latin Afrika Penyakit Penyakit tidur Chagas’disease Penyakit tidur Habitat Plasma, otak, lymphnode Darah tepi, otot, saraf, RES Plasma, otak, Limphnode Morfologi Polimorfik Bentuk leismania dan tripanosoma Polimorfik Vektor Glossina palpalis G.tachinoides Reduviidae G.morsitans G.palpalis Hospes Reservoir Sapi, kambing domba babi, Armadilo, opossum, anjing, kucing, tikus Antelope Pencegahan Penyebaran infeksi penyakit chagas dapat dicegah dengan memberantas vektornya. Untuk menghindari gigitan vektor dapat digunakan repelen yang dioleskan pada kulit atau disemprotkan pada pakaian. Karena penderita merupakan sumber infeksi bagi manusia lainnya, penderita harus tetap diobati untuk mencegah penularan penyakit. Tabel 5. Diferensiasi Klinis tripanosomiasis Tripanosomiasis Tripanosomiasis Tripanosomiasis gambiense cruzi rhodesiense 93 Cara infeksi Gigitan vektor Kontaminasi tinja vektor pada kulit atau konjungtiva Gigitan vektor Gejala klinis Penyakit tidur Chagoma, Romana sign Penyakit tidur Diagnosis 1. Mikroskopis darah, limfe, cerebrospinal fluid,sumsum tulang. 2. Biakan parasit 3. Inokulasi hewan 1.Mikroskopis 2.Inokulasi hewan 3.Xenodiagnosis 4.Machado test 5.SabinFeldman 6.Intradermal test Sama dengan Tripanosomiasis gambiense 1.Nifurtimox, 2.Nitrofurazon 1.Suramin 2.Melarsoprol 3.Nitrofurazon Pengobatan 1.Suramin 2.Pentamidin 3.Melarsoprol Leishmania Leishmania tersebar luas di berbagai bagian dunia (kosmopolit). Parasit ini mempunyai sejumlah besar spesies yang morfologinya mirip satu dengan lainnya sehingga sulit dibedakan. Spesies-spesies Leishmania dapat dibedakan melalui pengenalan sifat kimiawi, pemeriksaan serologi, pertumbuhan dalam tubuh vektor, jenis vektor, jenis reservoir host, faktor epidemiologi dan gejala klinis yang ditimbulkan oleh masing-masing spesies. Leishmania yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah Leishmania donovani, Leishmania braziliense dan Leishmania tropica. 94 Hewan-hewan yang dapat bertindak sebagai hospes reservoir parasit ini antara lain adalah anjing dan karnivora lainnya dan rodensia liar, sedangkan yang menjadi vektor penular leishmaniasis adalah Phlebotomus. Gambar 31 . Phlebotomus, vektor penular leishmaniasis. (URL: http://www.medicina21.com) Leishmania donovani Leishmania donovani hidup di dalam sel-sel (intraseluler) retikuloendotil hati, sel jaringan limpa dan sumsum tulang penderita. Infeksi parasit ini menyebabkan terjadinya leismaniasis viseral (visceral leishmaniasis) atau penyakit Kala-azar, atau Black fever (demam hitam), karena kulit penderita menjadi berwarna hitam akibat terjadinya hiperpigmentasi. Kala-azar juga disebut sebagai Tropical splenomegaly. Sebaran geografis Kala-azar 95 Penyakit Kala-azar banyak dilaporkan dari daerah yang beriklim panas dan lembab di India, Cina dan Mancuria, Afrika Utara, Afrika Barat, Afrika Timur, Eropa Selatan, Rusia dan Amerika Selatan. Penderita umumnya adalah penduduk yang bermukim di daerah sepanjang sungai yang menjadi tempat berkembang biak (breeding place) vektor penyakit ini, yaitu Phlebotomus (lalat pasir, sandflies). Morfologi parasit Leishmania donovani terdapat dalam dua stadium atau bentuk, yaitu stadium aflagella atau amastigot (bentuk leismania) dan stadium flagella atau promastigot (bentuk leptomonad). Gambar 32. Leishmania donovani, promastigot (URL: http://www.msu.edu/course/zol/316) Di dalam badan hospes reservoir parasit dan manusia, Leishmania terdapat dalam bentuk leishmania, sedangkan bentuk leptomonad terdapat di dalam usus vektor. Dengan membiakkan parasit pada medium buatan, akan diperoleh bentuk leptomonad parasit ini. 96 Leishmania tidak mempunyai bentuk kritidia maupun tripanosoma. Tabel 6. Bentuk Leishmania dan habitatnya pada manusia atau vektor Bentuk/ stadium Bentuk leismania L.donovani 1.Intraseluler di sistem retikuloendotil(SRE), kelenjar limfe, limpa, fagosit, hati, dan sumsum tulang. 2.Kultur jaringan L.tropica dan L.braziliensis 1.Intraseluler dan ekstraseluler di kulit dan membran mukosa mamalia 2. Kultur jaringan Bentuk leptomonas 1. Midgut dan faring insekta 2. Kultur 1. Midgut dan faring insekta 2. Kultur Bentuk kritidia Tidak ada Tidak ada Bentuk tripanosoma Tidak ada Tidak ada (Sumber: Brown,Basic Clinical Parasitolog,3rd Ed.) Bentuk leismania. Pada stadium leismania tak terdapat flagela, mempunyai bentuk badan yang lonjong atau bulat dengan ukuran antara 2-4 mikron, dengan inti yang terletak di tengah badan parasit. Kinetoplas yang berbentuk sebagai bintik dan terletak di samping inti, terdiri dari benda parabasal yang berbentuk batang dan blefaroplas yang berbentuk titik kecil. Benang halus (filamen) yang terdiri dari akar dan flagel yang keluar dari dari kinetoplas disebut aksonema atau rhisoplas. Sepanjang perjalanan Aksonema akan berjalan menuju ke tepi badan parasit dimana terdapat rongga-rongga jernih ( vakuol) yang tidak berwarna. 97 Bentuk leptomonad. Leptomonad mempunyai dua bentuk yang berbeda antara bentuk leptomonad muda dengan bentuk leptomonad yang sudah matang. Leptomonad muda berbentuk lonjong dan pendek, dengan panjang antara 510 mikron dan lebar antara 2-3 mikron. Bentuk leptomonad matang mempunyai ukuran yang lebih panjang dan langsing, dengan panjang 15-20 mikron dan lebar 1-2 mikron. Inti bentuk leptomonad terletak sentral di tengah badan, sedangkan kinetoplasnya terletak di ujung anterior tubuh parasit. Dari bagian depan tubuh parasit keluar satu flagel yang berukuran sama panjang atau lebih panjang daripada ukuran panjang parasit dan tidak membentuk undulating membrane. Di depan kinetoplas pada akar flagel terdapat vakuol eosinofilik yang merupakan rongga yang berwarna. Siklus hidup Leishmania donovani mempunyai dua macam tuan rumah (hospes), yaitu hospes definitif dan hospes perantara. Manusia dan anjing merupakan hospes definitif utama sedangkan Phlebotomus menjadi hospes perantara yang bertindak sebagai vektor penular parasit ini. Di dalam tubuh manusia Leishmania terdapat dalam bentuk leismania yang berada di dalam sel-sel retikuloendotel. Di dalam sel-sel ini parasit memperbanyak diri dengan pembelahan sel sehingga sel hospes (host-cell) membesar dan pecah. Parasit-parasit yang lepas kemudian mencari sel retikuloendotel baru, atau memasuki aliran darah. Vektor yang menggigit dan mengisap darah penderita yang mengandung parasit dalam bentuk leismania akan menularkan penyakit ini pada orang lain. Parasit yang masuk ke dalam tubuh vektor yaitu bentuk leismania, akan berubah menjadi bentuk leptomonad. Bentuk ini mengadakan multiplikasi di dalam midgut vektor. Sesudah itu parasit akan mengadakan migrasi ke bagian 98 anterior alat pencernaan, yaitu ke faring dan rongga mulut vektor. Dalam waktu 6-9 hari sesudah mengisap darah penderita, vektor menjadi stadium yang infektif. Perkembangan dari bentuk tidak infektif menjadi bentuk infektif parasit ini disebut sebagai anterior station development. Karena parasit tidak menginfeksi kelenjar ludah, maka kelenjar ini tidak berperan dalam proses infeksi leismaniasis. Gambar 33. Siklus hidup Leishmaniadonovani Diagnosis kala azar Sesudah melewati masa inkubasi yang berlangsung antara 3-6 bulan, akan timbul kelainan kulit yang bersifat primer, berupa nodul yang disebut leishmanioma. Penderita kemudian akan mengalami demam yang pada awalnya berlangsung terus menerus, kemudian berubah menjadi demam remiten. Kulit penderita kemudian menjadi kering, kasar dan mengsalami hiperpigmentasi, sedangkan rambut penderita menjadi rapuh dan mudah rontok. 99 Sebagai gejala klinis utama Kala-azar adalah terjadinya demam, yang diikuti dengan pembesaran kelenjar limfe yang menyeluruh (limfadenopati) dan hepatosplenomegali. Meskipun terjadi hepatosplenomegali, penderita tidak mengalami jaundis. Penderita juga tidak mengalami toksik miokardium. Penderita juga dapat mengalami perdarahan hidung dan perdarahan gingiva, muntah dan diare serta udem pada wajahnya. Penderita Kala-azar yang tidak diobati, dalam waktu 2 tahun sebagian besar penderita (75-95%) akan meninggal dunia akibat komplikasi berupa infeksi sekunder misalnya amubiasis dan tuberkulosis. Diagnosis pasti. Diagnosis Kala-azar dapat ditentukan jika ditemukan Leishmania donovani pada darah penderita. Parasit dapat ditemukan melalui pemeriksaan mikroskopis atas darah (pemeriksaan tetes tebal atau hapusan darah), atau melalui pemeriksaan mikroskopis atas hasil biopsi organ limpa, hati, dan sumsum tulang. Pada pemeriksaan darah, gambaran darah menunjukkan adanya anemia dengan kadar hemoglobin yang rendah, terdapat leukopeni dan trombositopeni, sedangkan jumlah monosit meningkat lebih dari 7%. Selain itu, gamma globulin serum meningkat di atas 16.0 g/L , sedangkan IgG meningkat sangat tinggi (jauh di atas 16.0 g/L). Pembiakan hasil biopsi pada medium NNN dan kultur pada hewan coba dapat dilakukan untuk mendapatkan Leishmania dalam jumlah besar. Pemeriksaan lain yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis Kala-azar antara lain spesifik, adalah pemeriksaan serologi, misalnya Uji Imunologi Uji Fiksasi Komplemen (Complement Fixation Test) Hemaglutinasi tidak langsung (Indirect Hemagglutination Test). dan Uji 100 Pengobatan dan pencegahan Kala-azar Kala-azar diobati dengan Antimon pentavalen, Pentamidin isetionat atau Amfoterisin-B dan transfusi darah serta diet kalori tinggi sesuai dengan keadaan penyakit. Antimon pentavalen (Pentostam, Solustibosan). Antimon pentavalen diberikan secara intravenus dengan dosis inisial pada orang dewasa sebesar 0.05 gm, diikuti oleh 15 suntikan berturut-turut pada hari berikutnya dengan dosis yang semakin meningkat dari 0.1 gm sampai 0.2 gm setiap kali pemberian. Pentamidin isetionat (Lomodin) diberikan secara intramuskuler, dengan dosis 2-4 mg/kg berat badan/hari yang diberikan selama 10-15 hari. Amfoterisin-B hanya diberikan pada infeksi yang lanjut, karena obat ini toksik bagi penderita. Amfoterisin-B diberikan dengan secara intravenus perlahanlahan (infus) dengan konsentrasi tidak lebih dari 100 µg per ml. Penderita yang mengalami anemia sangat berat, dapat diberikan tranfusi darah disertai dengan pemberian diet dengan kalori tinggi. Penderita adalah sumber infeksi bagi manusia lainnya, karena itu harus diobati untuk mencegah terjadinya penularan penyakit ini. Selain itu dilakukan pemberantasan vektor penularnya dengan menggunakan insektisida. mencegah gigitan vektor, selain dengan tidur memakai kelambu, Untuk gigitan vektor dapat dicegah dengan menggunakan repelen yang digosokkan pada kulit atau disemprotkan pada pakaian penderita. Leishmania tropica 101 Parasit ini hidup intraseluler di dalam sel-sel retikuloendotil dan kulit. Leishmania tropica menyebabkan leismaniasis kulit (cutaneous leishmaniasis) atau penyakit Oriental sore yang banyak dilaporkan dari negara-negara Timur Tengah (Siria, Arab, Iran), India dan Afrika Tengah. Morfologi parasit Terdapat dua bentuk Leishmania tropica, yaitu bentuk leismania dan bentuk leptomonad. Bentuk leismania terdapat di dalam tubuh manusia atau hospes reservoir parasit ini, sedangkan di dalam tubuh vektor terdapat bentuk leptomonad. Jika parasit dibiakkan pada medium buatan, yang berkembang adalah bentuk leptomonad. Secara mikroskopis morfologi Leishmania tropica tidak dapat dibedakan dari morfologi Leishmania donovani. Siklus hidup Pada prinsipnya siklus hidup sesuai dengan siklus hidup Leishmania donovani, kecuali bahwa bentuk leismania dari Leishmania tropica hidup di dalam sel mononuklir besar dari kulit dan tidak dapat ditemukan di dalam visera. Bentuk leismania Leishmania tropica yang terdapat di dalam tubuh manusia maupun bentuk leptomonad yang terdapat dalam tubuh vektor mampu secara binary fission memperbanyak diri. Epidemiologi oriental sore Oriental sore atau leismaniasis kulit adalah penyakit zoonosis dimana anjing merupakan reservoir host utama di daerah endemis, sedangkan di daerah padang pasir Asia Tengah, rodensia (gerbil) merupakan sumber infeksi penyakit ini. 102 Infeksi leismaniasis kulit pada manusia terjadi dengan masuknya secara langsung parasit infektif melalui gigitan vektor atau sesudah terjadi pencemaran luka gigitan vektor oleh remahan tubuh vektor yang infektif. Tiga minggu sesudah vektor mengisap darah penderita yang mengandung parasit infektif yaitu bentuk leismania, bentuk leptomonad sudah dapat dijumpai di dalam rongga mulut vektor. Penderita oriental sore yang sembuh dari penyakitnya akan mendapatkan kekebalan untuk seumur hidupnya terhadap infeksi ulang Leishmania tropica. Diagnosis dan gejala klinis Sesudah masa inkubasi yang berlangsung antara beberapa minggu sampai 6 bulan, bahkan kadang-kadang sampai 2 tahun , gejala klinis akan terjadi berupa nodul kulit yang sering mengalami ulserasi. Nodul atau ulserasi nodul kemudian akan menyembuh dengan sendirinya dalam waktu sekitar 6 bulan. Gejala klinis berupa kelainan kulit ini disebut Oriental sore atau Delhi sore. Bentuk Delhi sore ini biasanya berupa dua atau tiga nodul yang terdapat di daerah wajah, di tangan atau di kaki penderita. Untuk menetapkan diagnosis pasti leismaniasis kulit, harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis atas hasil biopsi nodul kulit yang diberi pewarnaan dengan metoda Leishman. Selain itu dapat dilakukan biakan parasit hasil biopsi pada medium NNN. Pemeriksaan serologi untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit Oriental sore dapat dilakukan melalui tes kulit intrakutan dengan menggunakan vaksin Leishmania. Pengobatan dan pencegahan Oriental sore 103 Untuk mengobati penyakit ini dapat digunakan Antimon pentavalen atau antimon trivalent. Untuk pengobatan lokal yang terjadi di kulit dapat diberikan Emetin HCl 2%-5% atau atabrin 3%-5%. Selain itu vaksin oriental sore dapat juga digunakan untuk pengobatan lokal penyakit ini. Penyebaran oriental sore dapat dicegah dengan mengobati penderita dengan baik karena manusia penderita merupakan sumber infeksi bagi orang lain. Reservoir host yang menjadi sumber infeksi jika memungkinkan harus juga diobati atau diberantas. Pemberantasan vektor yaitu Phlebotomus dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida, sedangkan gigitan vektor pada manusia dapat dicegah dengan selalu memakai kelambu pada waktu tibur atau menggunakan repelen untuk mengusir vektor dari tubuh kita. Vaksinasi menggunakan parasit hidup dapat memberikan kekebalan tetap terhadap penyakit parasitik ini. Leishmania braziliensis Infeksi Leishmania braziliensis dapat menimbulkan leismaniasis mukokutan (mucocutaneous leishmaniasis) atau leismaniasis nasofaring atau penyakit Espundia. Negara-negara Amerika Tengah dan Amerika Selatan merupakan daerah endemis espundia. Morfologi parasit Protozoa jaringan ini hidup intraseluler di dalam sel makrofag yang terdapat di jaringan kulit dan selaput lendir hidung serta rongga mulut. 104 Leishmania braziliensis terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk leismania dan bentuk leptomonad. Bentuk leismania terdapat pada reservoir, sedangkan didalam tubuh vektor manusia dan hospes (Phlebotomus intermedius) terdapat bentuk leptomonad. Jika parasit dibiakkan pada medium buatan yang berkembang adalah bentuk leptomonad. Morfologi Leishmania braziliensis tidak dapat dibedakan dari morfologi Leishmania donovani maupun Leishmania tropica. Siklus hidup dan infeksi parasit Sebagai hospes definitif manusia terinfeksi parasit ini dengan cara langsung, yaitu melalui gigitan vektor atau melalui kontak langsung dengan penderita. Autoinfeksi dapat juga terjadi pada seorang penderita, dimana bentuk infektif parasit berasal dari dirinya sendiri. Dalam siklus hidupnya Leishmania braziliensis membutuhkan Phlebotomus intermedius sebagai vektornya, sedangkan anjing merupakan hospes reservoir parasit ini. Patogenesis dan gejala klinis espundia Sesudah melewati masa inkubasi yang berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, gejala klinis espundia akan dialami penderita. Mulamula terjadi nodul kulit yang mirip dengan nodul kulit pada infeksi Leishmania tropica. Kemudian terbentuk ulkus espundia yang bentuknya melebar secara melingkar, dengan tepi ulkus yang tajam dan permukaan ulkus yang basah. Pemeriksaan histologis pada ulkus dapat menemukan Leishmania braziliensis 105 dalam bentuk leismania di dalam monosit dan di dalam sel-sel sistem retikulo endotel yang berada di daerah tepi ulkus. Gejala klinis penyakit espundia menunjukkan gejala klinis dua fase, yaitu fase primer dan fase sekunder. Fase primer espundia berupa kelainan kulit, sedangkan gejala klinis menunjukkan gejala klinis fase sekunder espundia menunjukkan gejala-gejala klinis akibat infeksi pada selaput lendir mulut dan saluran pernapasan bagian atas. Diagnosis espundia Diagnosis pasti espundia dapat ditetapkan dengan ditemukannya parasit Leishmania braziliensis pada pemeriksaan mikroskopik atas bahan-bahan infektif. Selain itu dengan melakukan pewarnaan dengan metoda Leishman dapat ditemukan bentuk leismania parasit ini. Jika dilakukan biakan dengan medium NNN yang didapatkan adalah parasit bentuk leptomonad. Pemeriksaan pembantu untuk menetapkan diagnosis espundia antara lain adalah uji fiksasi komplemen, dan tes intradermal (tes Montenegro). Hasil tes Montenegro dinyatakan positif jika terjadi pembentukan eritem dan papul dalam waktu 48 jam sesudah dilakukan tes intradermal tersebut. Pengobatan dan pencegahan espundia Obat pemberantas leishmaniasis atau leismaniasida yang dapat digunakan adalah potassium antimony tartrat, sodium antimony gluconate, pentamidin atau amfoterisin B. Kelainan lokal penyakit ini dapat diobati dengan suntikan lokal atabrin. 106 Penularan espundia dapat dicegah dengan melakukan pemberantasan vektor penularnya menggunakan menggunakan repelen. insektisida Kekebalan yang atau mencegah tetap dapat gigitan vektor diperoleh dengan menggunakan parasit hidup sebagai vaksin. Tabel 7. Cara infeksi,gejala klinis dan diagnosis tripanosomiasis dan leismaniasis 98 Infeksi Cara infeksi Gejala klinis Diagnosis Tripanosomia sis brucei (penyakit tidur Afruka) Vektor: Glossina Reservoir: sapi liar Demam akut, gejala neurologi kronis Mikroskopis darah atau cairan serebrospinal, serologi,PCR Tripanosomia sis cruzi (Penyakit Chagas) Vektor: Reduviidae Transfusidarah, Intrauterine Akut, megavisera kronis (jantung, kolonesofagus) Serologi, Xenodiagnosis, PCR Leismaniasis (viseral) donovani (Kala azar) Vektor:sandfly Demam, splenomegali Amastigot (LD bodies) di dalam sumsum tulang, PCR Leismaniasis mukokutan; kutan (L.tropica, L.braziliensis/ tropicanal) Vektor:sandfly Ulkus kulit, Biopsi/aspirasi amastigot (LD bodies), kultur, PCR, analisis isoenzim Reservoir:roden Reservoir:roden Cara infeksi nasal/bronkial (L.braziliensis) 107 Bab 6 SPOROZOA Klasifikasi Sporozoa Coccidia Isospora Cyclospora Cryptosporidium 108 Karena tidak mempunyai flagel atau silia, subfilum Sporozoa melakukan pergerakan secara amoeboid. Reproduksi Sporozoa dllakukan melalui dua cara, yaitu reproduksi aseksual atau skizogoni (schizogony) dan reproduksi seksual atau singami (syngamy). Genera Sporozoa yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia antara lain misalnya adalah Coccidia, Plasmodium, Toxoplasma, Sarcocystis Pneumocystis. Gambar 34. Klasifikasi Sporozoa (Faust and Russel,1964) , dan 109 Coccidia Subkelas Coccidia hidup intraseluler di dalam sel epitel mukosa usus yaitu di ileum bagian bawah. Coccidia jarang menimbulkan penyakit pada manusia kecuali genus Isospora dan genus Eimeria dari famili Eimeriidae. Eimeria merupakan spurious parasite pada manusia sedangkan penyakit yang ditimbulkan oleh Isospora dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease). Di luar tubuh manusia stadium ookista Isospora mempunyai dua sporokista dengan masing-masing sporokista mengandung empat sporozoit, sedangkan ookista Eimeria mempunyai empat sporokista yang masing-masing sporokista mengandung dua sporozoit. 110 Gambar 35. Oookista Eimeria (URL:http://bio-analyse.com/images/eimeria) Siklus hidup Coccidia Secara lengkap siklus hidup Coccidia berlangsung di dalam maupun di luar tubuh hospes (manusia). Reproduksi Coccidia yang berlangsung di dalam satu jenis hospes terjadi melalui dua cara yaitu reproduksi aseksual dan reproduksi seksual. Pada manusia trofozoit yang terbentuk di dalam sel epitel usus sesudah berubah menjadi bentuk skison (schizont), kemudian bentuk merozoit. Sebagian berkembang menjadi merozoit akan masuk ke dalam lumen usus melanjutkan siklus aseksual, sedangkan sebagian lainnya akan melanjutkan ke siklus seksual. Di dalam lumen usus merozoit akan memasuki sel epitel usus dan melanjutkan siklus aseksual (schizogony). Merozoit lain yang melanjutkan ke siklus seksual akan mengadakan diferensiasi menjadi gamet jantan (mikrogametosit) dan gamet betina (makrogametosit). Proses fertilisasi mikrogametosit dan makrogametosit menghasilkan zigot yang dapat ditemukan di dalam tinja penderita. 111 Gambar 36 . Bagan Siklus hidup Coccidia Di dalam tinja penderita yang berada di luar tubuh, zigot akan berubah bentuk menjadi ookista yang berukuran sekitar 16x32 mikron. Ookista berkembang menjadi sporoblas yang kemudian berkembang menjadi sporokista yang berisi sporozoit. Koksidiosis terjadi jika manusia tertelan sporokista infektif yang terdapat dalam makanan yang tercemar tinja penderita. Isospora belli Parasit yang juga disebut Cystoisospora belli ini tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) terutama di Asia (Indonesia, Filipina, Jepang, Cina, dan India), Amerika Selatan dan Afrika Selatan yang merupakan daerah-daerah endemis. Morfologi Isospora Dua spesies Isospora yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia adalah Isospora belli dan Isospora hominis. Isospora belli berukuran 112 12-16 mikron x 25-33 mikron sedangkan Isospora hominis berukuran lebih kecil, sekitar 10 x 16 mikron. Terdapat tiga jenis ookista Isospora yaitu : ookista yang uniseluler, ookista yang mengandung dua sporoblas ookista yang mengandung dua spora yang masing-masing mengandung empat sporozoit. Gambar 37. Isospora belli (URL: http://www.soton.ac.uk) Diagnosis infeksi Isospora Isospora jarang menimbulkan kerusakan jaringan. Sesudah melewati masa inkubasi sekitar satu minggu, penderita menunjukkan gejala klinis ringan berupa demam, malaise, sakit perut dan diare. Infeksi parasit ini akan sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), karena pada umumnya tidak terjadi komplikasi. Diagnosis pasti infeksi Isospora ditentukan sesudah dilakukan pemeriksaan tinja untuk menemukan adanya ookista di dalam tinja penderita. Pengobatan dan pencegahan 113 Gejala klinis dan keluhan yang dialami penderita umumnya ringan sifatnya, sehingga tidak memerlukan pengobatan. Penderita dengan infeksi kronis yang mengalami gejala klinis yang agak berat dapat diobati dengan sulfa, misalnya trimetoprim-sulfametoksazol. Jika penderita alergi terhadap sulfa dapat diberikan pirimetamin. Infeksi parasit ini dapat dicegah dengan memasak makanan dengan baik dan menjaga kebersihan makanan. Karena penderita merupakan sumber infeksi, penderita harus diobati. Pencemaran tinja terhadap lingkungan harus dicegah, misalnya dengan tidak menggunakan tinja manusia sebagai pupuk tanaman. Cyclospora Parasit yang termasuk filum Apicomplexa ini tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah tropis dan subtropis. Spesies Cyclospora cayetanensis adalah spesies Cyclospora yang infektif untuk manusia. Morfologi Cyclospora Parasit ini mempunyai ookista yang berbentuk sferis. Di dalam ookista terdapat bentuk mirip morula yang mengandung benda inklusi. Ookista yang berspora (sporulated oocyst) mempunyai dua sporokista yang lonjong bentuknya. Pada masing-masing sporokista terdapat dua sporozoit yang berukuran sekitar 1.2 x 9 mikron. 114 Gambar 38. Cyclospora (URL: http://www.cdc.gov./DPDx/IMAGES) Siklus hidup Siklus hidup Cyclospora berlangsung hanya pada satu hospes. Cyclospora mempunyai dua stadium parasit, yaitu stadium endogen dan stadium infektif. Stadium endogen hidup di dalam vakuol sitoplasma, sedangkan stadium infektif adalah ookista yang jika jatuh ke tanah bersama tinja penderita akan mengalami proses sporulasi menjadi sporulated oocyst yang infektif. Proses sporulasi berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu lamanya (pada suhu antara 220 C- 320 C). 115 Gambar 39. Siklus hidup Cyclospora (Sumber:CDC) Parasit menginfeksi manusia secara oral dengan masuknya sporulated oocyst yang infektif melalui makanan atau minuman. Di dalam usus akan berlangsung proses ekskistasi, dimana sporozoit menginvasi sel-sel epitel usus halus. Baik reproduksi aseksual maupun reproduksi seksual menjadi ookista terjadi di dalam epitel usus. Di dalam tinja penderita ookista ini dapat ditemukan. Patogenesis dan gejala klinis Infeksi Cyclospora pada usus halus menyebabkan terjadinya duodenum bagian distal, hiperplasi kripta usus dan atrofi vili usus. eritema Sesudah melewati masa inkubasi sekitar satu minggu, penderita akan menunjukkan gejala klinis dan keluhan berupa diare cair yang kadang-kadang disertai konstipasi, kejang perut, mual, dan muntah-muntah. Selain itu penderita merasa lelah, mengalami mialgia, anoreksia dan penurunan berat badan. Selama 10-12 minggu penderita dapat mengalami demam ringan yang sering kambuh. 116 Penderita dengan infeksi Cyclospora biasanya akan sembuh dengan sendirinya (self-limiting disease), tetapi akan mengalami penurunan imunitas (imunocompromised) dan mengalami diare berkepanjangan. Diagnosis infeksi Cyclospora Diagnosa pasti infeksi Cyclospora dapat ditetapkan jika dapat ookista Cyclospora ditemukan pada tinja penderita. Tinja dapat diperiksa melalui pemeriksaan mikroskopis sinar biasa atau menggunakan mikroskop fluoresen. Hasil pemeriksaan dapat ditingkatkan jika dilakukan konsentrasi atas tinja diikuti pewarnaan safranin atau pewarnaan tahan asam (Ziehl-Nielsen) yang dimodifikasi. Pengobatan dan pencegahan Untuk mengobati parasit ini sebagai obat pilihan dapat digunakan trimethoprim-sulfamethoxazole. Selain itu penderita juga diberi terapi suportif, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit serta istirahat yang cukup. Cara mudah untuk mencegah penyebaran parasit ini adalah selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan atau sesudah buang air besar, serta selalu memasak air sebelum diminum. Cryptosporidium Penyebab kriptosporidiosis pada manusia adalah Cryptosporidium parvum dan C. hominis. Koksidia filum Apicomplexa ini termasuk protozoa zoonosis yang dapat menginfeksi berbagai jenis hewan antara lain sapi, domba, dan kambing. Pada manusia prevalensi koksidiosis sekitar 2-3% sedangkan pada turis, 117 petugas medis dan penderita kanker serta AIDS prevalensinya lebih tinggi dari angka tersebut. Distribusi geografis Infeksi Cryptosporidium banyak dilaporkan dari seluruh dunia terutama di daerah dengan populasi penduduk yang padat, akibat penggunaan air minum yang tidak bersih dan lingkungan hidup yang buruk dan kebiasaan hidup yang tidak higienis. Cryptosporidium dapat diderita oleh semua golongan usia, baik manusia lanjut usia (manula) sampai bayi yang baru dilahirkan. Morfologi parasit Ookista Cryptosporidium berbentuk sferis, dengan diameter sekitar 4-6 mikron. Ookista parasit ini ada dua jenis, yaitu ookista yang berdinding tebal dan ookista yang berdinding tipis. Di dalam tubuh hospes ookista berdinding tipis dapat mengadakan ekskistasi (autoinfection) dan mengadakan siklus hidup lanjutan, sedangkan ookista berdinding tebal akan diekskresi melalui tinja penderita. Cryptosporidium mempunyai dua cara reproduksi, yaitu reproduksi aseksual melalui pembelahan sel (binary fission), diikuti reproduksi seksual seperti halnya pada siklus hidup Plasmodium dan Toxoplasma. 118 Gambar 40. Cryptosporidium parvum (URL: http://www.k-state.edu/parasitology) Infeksi Cryptosporidium parvum terjadi dengan masuknya ookista parasit melalui pernapasan (inhalasi) atau melalui mulut. Sporozoit yang lepas kemudian masuk ke dalam sel-sel epitel usus (proses ekskistasi) lalu berkembang secara aseksual. Kemudian dilanjutkan dengan proses reproduksi secara seksual dengan membentuk mikrogamet dan makrogamet. Gambar 41. Siklus hidup Cryptosporidium parvum 119 Sesudah terjadi proses fertilisasi mikrogamet dan makrogamet akan terbentuk ookista berdinding tebal yang mampu mengadakan sporulasi di dalam tubuh hospes. Ookista berdinding tebal ini akan dikeluarkan bersama tinja penderita, atau dapat juga menyebabkan autoinfeksi yang berlangsung di dalam tubuh hospes sendiri. Patogenesis dan gejala klinis Akibat masuknya sporozoit ke dalam sel epitel usus akan terjadi kerusakan atau kematian sel-sel epitel usus. Proses keradangan yang terjadi pada usus menimbulkan atrofi villi usus dan hiperplasi kripta usus. Gejala utama kriptosporidiosis adalah diare cair yang terjadi lebih dari 20 liter per hari (cholera-like diarrhea). Selain itu penderita juga dapat mengalami gejala dan keluhan lainnya, misalnya demam ringan, nyeri perut, mual, dehidrasi dan berat badan yang menurun. Jika daya tahan penderita tinggi, gejala klinis maupun keluhan biasanya ringan, sedangkan penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah atau terganggu sistem imun tubuhnya, misalnya penderita HIV/ AIDS, akan menderita penyakit dengan gejala klinis yang berat. Diagnosis kriptosporidiosis Sebagian besar orang yang terinfeksi Cryptosporidium parvum tidak menunjukkan keluhan atau gejala klinis. Diare dan gejala klinis pencernaan pada kriptosporidiosis dapat terjadi pada penyakit perut lainnya. Karena itu diagnosis pasti kriptosporidiosis ditentukan berdasar adanya gejala klinis dan keluhan penderita dan pemeriksaan mikroskopis atas tinja penderita. Untuk menunjukkan adanya ookista kriptosporidial parasit, dapat pemeriksaan tinja dengan pewarnaan tahan asam yang dimodifikasi. dilakukan 120 Untuk membantu secara tidak langsung dalam menegakkan diagnosis kriptosporidiosis, dapat dilakukan pemeriksaan imunologi atas anti- IgM, IgG dan IgA kriptosporidium dengan uji ELISA atau IFA (immunofluorescence antibody assay). Diagnosis kriptosporidiosis dapat dipastikan juga melalui pemeriksaan biologi molekuler PCR (Polymerase Chain Reaction) dan metoda deteksi DNA . Gambar 42. Ookista Cryptosporidium (panah merah). di tinja dengan pewarnaan Kinyoun acid fast technique. Panah biru adalah sel ragi. (Sumber: Tom Nolan, VPTH Pennsylvania University) Pengobatan dan pencegahan Pada penderita dengan sistem imun yang normal, untuk mengobati diare kriptosporidiosis FDA (Food and Drugs Administration) menganjurkan penggunaan Nitazoxanide yang diberikan per oral pada orang dewasa dengan dosis 2x500 mg selama 3 hari. Untuk anak berumur 1-11 tahun obat dapat diberikan dengan dosis 2x 100-200mg selama 3 hari. 121 Pada orang dengan daya tahan tubuh normal, umumnya akan sembuh dengan sendirinya. Karena itu jika Nitazoxanide tidak tersedia, penderita dengan diare berat hanya diberi pengobatan suportif dan penatalaksanaan cairan dan elektrolit. Pada immunocompromised patients, antibiotika misalnya spiramisin dan paromomisin dapat juga diberikan meskipun kekambuhan masih sering terjadi. Untuk mencegah infeksi kriptosporidiosis, mencuci tangan sebelum makan dan sesudah merawat penderita diare (manusia maupun hewan) harus dilakukan sesering mungkin. Selain itu kebersihan makanan dan minuman harus selalu dijaga, dan selalu memasak makanan dengan baik sebelum dikonsumsi. 122 Bab 7 SPOROZOA Toxoplasma gondii Pneumocystis carinii Sarcocystis Blastocystis 123 Sporozoa yang penting dalam kelompok ini adalah Toxoplasma gondii dan Pneumocystis carinii karena dapat menimbulkan penyakit yang berat. Toxoplasma gondii Protozoa yang hidup di darah dan jaringan ini dapat menyebabkan penyakit toksoplasmosis pada manusia dan hewan. Toxoplasma gondii hidup intraseluler di dalam sel-sel sistem retikulo-endotel dan sel parenkim manusia maupun mamalia terutama kucing dan unggas. Parasit ini dapat menimbulkan radang dan kerusakan pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, mata, otak dan selaput otak. Distribusi geografis Toxoplasma gondii tersebar luas di seluruh dunia. Data serologi menunjukkan bahwa 30-40% penduduk dunia terinfeksi Toxoplasma gondii, sehingga toksoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang paling banyak diderita penduduk bumi. Infeksi banyak terjadi di daerah dataran rendah beriklim panas dibandingkan dengan daerah dingin yang terletak didataran tinggi. Perancis dan negara-negara yang penduduknya mempunyai kebiasaan makan daging mentah atau dimasak kurang matang, menunjukkan prevalensi toksoplasmosis yang tinggi. Penelitian di USA pada tahun 1994 menunjukkan prevalensi serologi toxoplasmosis 22,5% dan pada perempuan berusia subur (child bearing age) prevalensinya adalah sebesar 15%. Morfologi parasit Berdasar habitatnya Toxoplasma gondii mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk intraseluler dan bentuk ekstraseluler. 124 Intraseluler, parasit ini mempunyai bentuk yang bulat atau lonjong sehingga sulit dibedakan morfologinya dari morfologi Leishmania. Ekstraseluler, parasit ini mempunyai bentuk seperti bulan sabit yang langsing dengan satu ujungnya runcing sedangkan ujung lainnya tumpul. Toxoplasma gondii ekstraseluler yang berukuran sekitar 2x 5 mikron, mempunyai sebuah inti parasit yang terletak di bagian ujung yang tumpul dari parasit. Siklus hidup Keluarga kucing (Felidae) merupakan hospes definitif yang membawa stadium seksual Toxoplasma gondii, sehingga hewan ini merupakan sumber utama infeksi parasit ini bagi manusia. Di dalam tubuh hewan yang menjadi hospes perantara, Toxoplasma terdapat dalam bentuk aseksual. Cara infeksi dari satu hewan penderita ke hewan lainnya terjadi sesudah makan daging yang mengandung parasit stadium infektif. Gambar 43. Ookista Toxoplasma gondii. (URL: http://www.microbeworld.org) 125 Di dalam usus kucing yang terinfeksi Toxoplasma, parasit akan berkembang baik dalam bentuk siklus seksual maupun siklus aseksual sehingga akan terbentuk stadium ookista (oocyst) yang kemudian akan keluar bersama tinja kucing. Dalam waktu 1 sampai 5 hari ookista akan berkembang menjadi infektif yang dapat menular ke manusia atau hewan lainnya. Di lingkungan luar rumah, misalnya di dalam air atau tanah basah ookista dapat bertahan hidup lebih dari satu tahun lamanya. Stadium ookista tahan terhadap pengaruh disinfektan, pembekuan, kekeringan, akan tetapi akan terbunuh jika dipanaskan pada suhu 700 Celcius selama 10 menit . Gambar 44 . Ookista Toxoplasma membentuk spora (merah) dan yang tidak berspora (biru). (Sumber: Nolan,University of Pennsylvania) Cara infeksi toksoplasmosis Pada manusia cara infeksi toksoplasmosis dapat terjadi melalui cara dapatan (acquired) pada anak maupun orang dewasa. dan secara kongenital cara infeksi dari ibu ke bayi yang dikandungnya. 126 Cara infeksi secara dapatan terjadi secara oral melalui makanan, melalui udara dan melalui kulit. Cara infeksi per oral terjadi melalui makanan mentah dalam bentuk daging, susu sapi atau telur unggas yang tercemar pseudokista parasit, cara infeksi melalui udara atau droplet infection dengan bahan infektif berasal dari penderita pneumonitis toksoplasmosis dan cara infeksi melalui kulit terjadi akibat sentuhan atau kontak dengan jaringan misalnya daging yang infektif atau ekskreta hewan yang sakit misalnya kucing, anjing, babi atau rodensia. Selain itu toksoplasmosis dapat ditularkan melalui transplantasi organ, transfusi darah atau masuknya takizoit ke dalam tubuh melalui lecet atau luka pada kulit. Gambar 45. Siklus hidup dan cara infeksi Toxoplasma gondii. 127 Gambar 46. Takizoit Toxoplasma.gondi (URL: http://www.dpd.cdc.gov) Pada toksoplasmosis kongenital cara infeksi pada janin terjadi melalui plasenta dari ibu hamil yang menderita toksoplasmosis. Cara infeksi yang terjadi di awal kehamilan, akan menyebabkan terjadinya abortus pada janin, atau anak lahir dalam keadaan meninggal. Pada infeksi toksoplasmosis yang terjadi pada trimester akhir kehamilan, menunjukkan kelainan. janin yang berada dalam kandungan tidak Gejala-gejala klinis toksoplasmosis pada bayi baru terlihat dua tiga bulan pasca kelahiran. Selain melalui plasenta, Toxoplasma gondii dapat ditularkan dari ibu ke anak melalui air susu ibu (ASI), jika ibu tertular parasit ini pada masa nifas (puerperium). Patogenesis dan gejala klinis Tergantung pada stadium infektif yang memasuki tubuh penderita, masa inkubasi toksoplasmosis berlangsung antara 5-23 hari. Melalui aliran darah parasit akan menyebar ke berbagai organ, misalnya ke otak, sumsum tulang belakang, sumsum tulang, kelenjar limfe, mata, paru, limpa, hati dan otot jantung. 128 Pada orang dewasa yang sehat dan tidak sedang hamil, karena sistem imun tubuhnya mampu melawan infeksi parasit, gejala klinis toksoplasmosis umumnya tidak jelas dan tidak ada keluhan penderita. Gejala klinis yang ringan mirip gejala flu, antara lain berupa pembengkakan ringan kelenjar limfe dan nyeri otot yang hanya berlangsung selama beberapa minggu. Meskipun demikian parasit masih berada dalam bentuk tidak aktif di dalam jaringan dan organ tubuh penderita yang akan berubah kembali menjadi bentuk aktif jika daya tahan tubuh penderita menurun. Gejala toksoplasmosis tampak jelas pada ibu hamil yang menderita toksoplasmosis karena dapat mengalami abortus, janin lahir mati atau bayi yang dilahirkan menunjukkan tanda-tanda toksoplasmosis. Hal ini disebabkan karena parasit menyebabkan kerusakan organ dan sistem saraf penderita bayi dan anak. Ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii pada trimester pertama kehamilan umumnya akan mengalami abortus atau janin lahir mati. Infeksi toksoplasmosis yang terjadi pada trimester terakhir kehamilan akan menyebabkan bayi yang dilahirkan menunjukkan gejala toksoplasmosis, misalnya berupa ensefalomielitis, kalsifikasi serebral, korioretinitis, hidrosefalus atau mikrosefalus. Kelainan pada sistem limfatik yang terjadi pada anak dengan toksoplasmosis kongenital yang berusia 5 sampai 15 tahun, akan menyebabkan terjadinya demam disertai limfadenitis. Penyakit mata toksoplasmosis dapat terjadi akibat infeksi kongenital atau infeksi yang terjadi sesudah anak dilahirkan. Kelainan mata akibat infeksi kongenital toksoplasmosis biasanya tidak terlihat pada waktu anak dilahirkan, melainkan baru tampak pada waktu usia dewasa. Kelainan toksoplasmosis mata dapat berupa retinochoroiditis dengan gejala dan keluhan antara lain nyeri mata, fotofobi, penglihatan kabur dan keluar air mata yang terus menerus. Penderita juga dapat mengalami kebutaan. 129 Toksoplasmosis kulit dapat menimbulkan ruam makulopapuler yang mirip ruam demam tifus, sedangkan toksoplasmosis paru dapat menyebabkan pneumonia interstitial. Infeksi Toxoplasma pada jantung dapat menyebabkan miokarditis, sedangkan infeksi pada hati serta limpa dapat menyebabkan terjadinya pembesaran organ-organ tersebut. Penderita yang sedang mengalami gangguan sistem imun misalnya menderita AIDS/HIV akan menunjukkan gejala-gejala klinis toksoplasmosis yang berat berupa demam, sakit kepala, gangguan kesadaran dan gangguan koordinasi. Penderita akan sering mengalami kekambuhan dan re-infeksi yang berulangulang. Gambar 47. Hidrosefalus toksoplasmosis (URL: http://www.austincc.edu/microbiol) Diagnosis toksoplasmosis Gejala-gejala klinis dan keluhan yang dialami penderita dapat juga ditimbulkan oleh berbagai macam penyakit lain. Diagnosis banding toksoplasmosis yang harus diperhatikan adalah mononukleosis infeksiosa, tuberkulosis, 130 kriptokokosis, tularemia, bruselosis, listeriosis, penyakit virus, sifilis, yang tinggi sistiserkosis dan hidatidosis. Pada pemeriksaan serologi titer imunoglobulin G (IgG) menunjukkan bahwa seseorang telah pernah terinfeksi dengan parasit ini, sedangkan titer IgM yang tinggi menunjukkan bahwa seseorang sedang terinfeksi Toxoplasma gondii. Untuk menunjang diagnosis toksoplasmosis pemeriksaan serologi yang sering dilakukan adalah uji serologi dengan SabinFeldman Dye test, Uji Fiksasi Komplemen, Tes Hemaglutinasi tak langsung (IHA), Tes toksoplasmin, Uji netralisasi antibodi dan uji ELISA. Untuk menetapkan diagnosis pasti toksoplasmosis harus dilakukan pemeriksan mikroskopik histologis secara langsung atas hasil biopsi atau pungsi atau otopsi atas jaringan organ penderita, atau pemeriksan atas jaringan berasal dari hewan coba yang dinokulasi dengan bahan infektif. Parasit ditemukan pada juga mungkin pemeriksaan langsung atas darah penderita, sputum, tinja, cairan serebrospinal, dan cairan amnion. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran limfositosis (lebih dari 33% ), monositosis (lebih dari 7%) dan ditemukan sel mononuklir yang atipik. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan adanya xantokromia, protein yang meningkat dan jumlah sel juga meningkat. Untuk menentukan adanya infeksi toksoplasmosis dari ibu ke anak (cara infeksi kongenital) dapat dilakukan pemeriksaan biomolekuler terhadap DNA parasit yang ada di dalam cairan amnion. Pengobatan toksoplasmosis Banyak penderita yang terinfeksi Toxoplasma gondii dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan. Pengobatan terutama diberikan pada ibu hamil 131 yang terinfeksi di awal kehamilan, jika terjadi chorioretinitis aktif, miokarditis, atau jika terjadi gangguan pada organ-organ. Penderita yang sedang menderita toksoplasmosis diobati dengan terapi antiparasit yang diberikan dalam bentuk kombinasi Pirimetamin dengan Sulfadiasin, sebaiknya disertai pemberian asam folat untuk mencegah terjadinya depresi sumsum tulang. Pada infeksi yang berat pengobatan diberikan selama 2 sampai 4 minggu. Cara pemberian kombinasi obat adalah sebagai berkut: hari pertama Pirimetamin diberikan 50 mg per oral diikuti 6 jam kemudian, 25 mg ditambah Sulfadiasin dengan hari ke-14: 2 gram. Pada hari ke-2 sampai Pirimetamin 25 mg /hari ditambah sulfadiasin 4x 1 gram/hari. Toksoplasmosis dapat diobati dengan Spiramisin sebagai obat tunggal dengan dosis 2-4 gram per hari selama 3 sampai 4 minggu. Penderita toksoplasmosis mata sebaiknya diberi tambahan obat klindamisin dan prednisolon untuk mencegah kerusakan saraf mata dan gangguan pada makula. Selain itu vitamin B kompleks dan asam folat diberikan sebagai obat penunjang. Penderita dengan gangguan sistem imun, misalnya AIDS memerlukan pengobatan yang terus menerus selama masih mengalami gangguan sistem imun. Pada perempuan hamil spiramisin diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi melalui plasenta. Jika pada pemeriksaan USG (ultrasonography) terdapat dugaan telah terjadi infeksi pada bayi maka diberikan pirimetamin dan sulfadiazin. Pirimetamin tidak boleh diberikan pada 16 minggu pertama kehamilan karena bersifat teratogenik, sehingga hanya diberikan sulfadiazin sebagai obat tunggal. Bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita toksoplasmosis primer atau ibu yang menderita HIV positif, diberi pengobatan pirimetamin-sulfadiazin-asam folat 132 selama tahun pertama sampai terbukti bayi tidak menderita toksoplasmosis kongenital. Prognosis Toksoplasmosis yang terjadi pada anak atau orang dewasa, prognosis penyakitnya tergantung pada jenis dan beratnya kerusakan organ yang terserang. Pada orang dewasa toksoplasmosis umumnya tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). Pada bayi yang menderita toksoplasmosis akut umumnya fatal akibatnya, meskipun ibu tidak menunjukkan gejala. Anak yang menderita infeksi toksoplasmosis prenatal, meskipun jarang menimbulkan kematian akan mengalami cacat yang permanen sifatnya. Pencegahan toksoplasmosis Untuk mencegah infeksi toksoplasmosis makanan dan minuman harus dimasak dengan baik. Selain itu harus dicegah terjadinya kontak langsung dengan daging atau jaringan organ hewan yang sedang diproses, misalnya di tempat pemotongan hewan (abbatoir) dan di tempat penjualan daging. Selain mengobati penderita (baik manusia naupun hewan) dengan baik, lingkungan hidup harus dijaga kebersihannya, terutama harus bebas dari tinja kucing atau tinja hewan lainnya. Toksoplasmosis kongenital dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan pada ibu hamil. Jika ibu haml belum diketahui apakah ia mempunyai antibodi terhadap Toxoplasma gondii dianjurkan untuk tidak mengadakan kontak dengan kucing, tidak membersihkan tempat sampah, selalu menggunakan sarung tangan jika berkebun, dan selalu mencuci tangan sesudah berkebun, sesudah mencuci daging mentah dan sebelum makan. Peumocystis carinii 133 Peumocystis carinii yang tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) ini menyebabkan infeksi yang disebut pneumonia atipik, Pneumocystic carinii pneumonia (PCP) atau interstitial plasmacellulair pneumonia. PCP secara sporadis ditemukan pada penderita dengan imunodefisiensi primer atau penderita yang sedang mendapatkan kemoterapi dan transplantasi atau penderita AIDS (immunocompromised patients). Morfologi parasit Parasit ini mempunyai bentuk yang bulat atau lonjong mirip kista, berukuran 12 mikron, mempunyai 8 badan yang berinti satu (uninucleated bodies). Gambar 48. Pneumocystis carinii , pewarnaan perak (Sumber: http://pathology.class.kmu.edu.tw/ch05) Siklus hidup Bertindak sebagai hospes Pneumocystis carinii adalah manusia dan berbagai macam hewan, misalnya anjing dan binatang mengerat (rodensia). Parasit 134 ditemukan di dalam alveoli dalam bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit yang matang akan menjadi sporokista dengan 8 intracystic bodies dan berubah menjadi trofozoit jika kista pecah. Infeksi terjadi jika sporokista tertelan oleh hospes bersama makanan atau minuman, di dalam usus sporokista akan pecah. Sporozoit yang keluar kemudian akan menembus dinding usus, lalu masuk ke dalam sel-sel endotel. Patogenesis dan gejala klinis Pneumocystis carinii dapat menimbulkan kelainan paru yang menyebabkan organ ini menjadi kenyal, dan udara menghilang dari jaringan paru. Warna paru berubah mejadi kelabu dan terjadi penebalan septum alveolar disertai infiltrasi sel-sel leukosit, histiosit dan sel plasma. Gambaran ini merupakan ciri khas gambaran interstitial plasma cellulai pneumonia. Jaringan paru juga menunjukkan gambaran seperti pecahan kaca (ground glass) yang merupakan eksudat alveolar yang membentuk jaringan ikat. Masa inkubasi Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) yang lamanya 20-30 hari diikuti oleh keluhan penderita berupa hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan, kelemahan badan, batuk kering, sesak napas yang semakin berat dan sianosis. Penderita dapat meninggal akibat terjadinya sumbatan oleh eksudat pada alveoli dan bronkioli. Diagnosis PCP Gejala klinis PCP adalah demam, sesak napas dan batuk. Pada bayi yang mengalami pneumonia (newborn pneumonia) atau pneumonia pada penderita dengan imunitas rendah (immunocompromised) sering penyebabnya adalah Pneumocystis carinii. Diagnosis pasti infeksi Pneumocystis carinii dapat ditegakkan jika parasit penyebabnya dapat ditemukan di dalam dahak penderita yang diperoleh dengan kumbah bronkoalveolar (bronchoalveolar 135 lavage) melalui pewarnaan GMS (Gomori methenamine silver stain) atau pewarnaan Giemsa. Parasit dapat juga ditemukan melalui otopsi jaringan paru pada penderita yang meninggal dunia. Pemeriksaan Direct fluorescent antibody (DFA) dan imunohistokimia dapat digunakan untuk menemukan parasit didalam jaringan atau sediaan sitologi. Pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran ground glass yang khas. Pengobatan dan pencegahan Untuk mengobati pneumonia atipik dapat diberikan pentamidin secara intramuskuler, dengan dosis 4 mg per kilogram berat badan selama 14 hari pengobatan. Selain itu obat lain yang dapat diberikan adalah kina, emetin, atau trimetoprim-sulfa metoksasol. Sesuai dengan gejala klinis dan keluhan yang terjadi dan untuk menunjang pengobatan dapat diberikan antibiotika, oksigen, dan perbaikan gizi penderita. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi. Untuk mencegah penyebaran parasit ini dianjurkan untuk selalu memasak semua makanan dan minuman serta memperbaiki lingkungan hidup dan selalu menjaga higiene perorangan dan keluarga. Sarcocystis Sarcocystis adalah parasit zoonosis yang pada manusia tidak banyak menimbulkan keluhan, tetapi sering kali menimbulkan kematian pada kelinci. Parasit ini dilaporkan dari berbagai tempat, misalnya Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Asia Tenggara dan Eropa. 136 Morfologi parasit Sarcocystis ditemukan di dalam otot bergaris dalam bentuk kelompok spora berinti satu yang memanjang seperti pipa, disebut Miescher tube yang ukurannya sangat bervariasi antara ukuran mikroskopik sampai 5 cm panjangnya. Masing-masing spora berukuran sekitar 1-2 mikron kali 10 mikron Gambar 49. Sarcocystis hominis (URL: http://www.k-state.edu/parasitologi/546tutorials) Siklus hidup Hospes alami Sarcocystis adalah berbagai hewan ternak, misalnya sapi, kuda, domba, babi, kelinci dan bebek, sedangkan manusia merupakan hospes insidental. Pada manusia infeksi diduga terjadi secara per oral, melalui makanan atau minuman tercemar ekskreta hewan penderita, terutama sapi dan babi. 137 Gejala klinis dan diagnosis Sarcocystis menghasilkan toksin yang disebut sarcocystin yang dapat menyebabkan kematian pada kelinci, tetapi tidak menyebabkan keluhan atau gejala klinis pada manusia. Infeksi intestinal pada manusia melalui makanan dapat menimbulkan nyeri perut, diare, demam, takikardi dan meningkatnya frekwensi pernapasan penderita. Parasit dapat ditemukan di dalam tinja yang diperiksa secara konsentrasi, atau ditemukan pada otot jantung, otot lengan dan otot laring melalui biopsi pada penderita atau otopsi pada jenasah. Untuk membantu menegakkan diagnosis sarkosistosis dapat dilakukan pemeriksaan serologi dengan antigen homolog. Pengobatan dan pencegahan Belum ada obat yang spesifk dan efektif untuk siskosistosis. Cara infeksi penyakit dapat dicegah dengan selalu memasak daging dengan sempurna sebelum dimakan. Daging yang akan dijual harus diperiksa secara mikroskopis dan sebaiknya disimpan dalam keadaan beku. Kebersihan perorangan, lingkungan dan kebersihan makanan harus selalu dijaga. Blastocystis Taksonomi Blastocystis masih belum jelas apakah organisme ini termasuk ke dalam kelompok sporozoa ataukah golongan jamur. Blastocystis tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) namun hanya Blastocystis hominis yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang ringan pada manusia. Organisme yang polimorfik ini umumnya dijumpai dalam bentuk kista bulat yang berdinding tebal, dengan ukuran antara 6-40 mikron. Blastocystis 138 mempunyai dua bentuk yaitu bentuk multi vakuoler dan bentuk amuboid yang akan berkembang menjadi bentuk prakista berdinding tipis yang dapat menyebabkan autoinfeksi. Gambar 50. Blastocystis hominis (URL: http://www.parasite-referencelab.co.uk/images) Siklus hidup Blastocystis hominis Manusia terinfeksi organisme ini karena tertelan kista berdinding tebal yang berasal dari tinja penderita. Kemudian kista menginfeksi sel epitel usus lalu memperbanyak diri secara aseksual dan tumbuh menjadi bentuk vakuolar. Sebagian dari bentuk vakuolar akan berkembang menjadi bentuk multi vakuolar yang kemudian akan berkembang menjadi bentuk kista yang berdinding tipis yang berperan dalam siklus autoinfeksi di dalam tubuh hospes. Bentuk vakuolar lainnya akan memperbanyak diri menjadi bentuk amuboid. yang akan berkembang menjadi bentuk prakista yang kemudian dengan proses 139 skizogoni akan tumbuh menjadi bentuk kista berdinding tebal yang keluar bersama tinja dan merupakan stadium infektif pada cara infeksi selanjutnya. Gambar 51. Siklus hidup Blastocystis hominis Gejala klinis dan diagnosis Pada manusia Blastocystis hominis hanya menimbulkan gejala klinis ringan yang tidak khas berupa diare cair, nyeri perut, pruritus perianal, dan flatulens yang berulang. Kadang-kadang penderita yang terinfeksi parasit ini tidak menunjukkan gejala atau keluhan yang jelas. Untuk menentukan diagnosis pasti terjadinya infeksi parasit ini harus ditemukan kista parasit di dalam tinja penderita melalui metoda konsentrasi. Pada pemeriksaan tinja, mengakibatkan tinja tidak boleh dicampur dengan air karena akan terjadinya lisis organisme sehingga memberikan hasil pemeriksaan negatif semu. Pewarnaan yang terbaik adalah menggunakan pewarnaan Trikrom yang dapat menunjukkan adanya vakuol besar yang berwarna hijau atau abu-abu. Dengan 140 pewarnaan Giemsa adanya vakuol parasit ini sukar dibedakan dari vakuol Dientamoeba fragilis. Pengobatan dan pencegahan Infeksi Blastocystis dapat diobati dengan metronidazol dan iodokuinolin. Untuk mencegah terjadinya cara infeksi secara fekal-oral, maka makanan atau minuman yang akan dikonsumsi harus dimasak dengan baik. Selain itu pencemaran sumber air oleh tinja harus dicegah dan menjaga kebersihan perorangan maupun lingkungan harus selalu dijaga. 141 Bab 8 SPOROZOA Plasmodium MALARIA Malaria pernisiosa Blackwater Fever 142 Laporan tentang penyakit malaria sudah ada sejak tahun 1753 sedangkan penyebab malaria (Plasmodium) Laveran. baru ditemukan pada tahun 1880 oleh Pada tahun 1883 Marchiafava dengan untuk mewarnai Plasmodium mempelajari menggunakan metilen biru morfologi parasit ini, sedangkan Golgi menjelaskan siklus skizogoni eritrositik Plasmodium, yang disebut juga sebagai siklus Golgi. Siklus Plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Bignami pada tahun 1889 dan Patrick Manson pada tahun 1900 dapat membuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. Siklus skizogoni preeritrositik parasit Plasmodium baru dipelajari dengan lebih mendalam antara tahun 1948 sampai tahun 1954. Plasmodium Penyebab malaria pada manusia adalah lima spesies Plasmodium, yaitu Plasmodium falciparum, Pl. vivax, Pl. Malariae, Pl. ovale dan Pl.knowlesi. Spesies Plasmodium yang terakhir ini merupakan parasit zoonosis yang hospes alaminya adalah kera. Distribusi geografis Malaria adalah penyakit kosmopolit yang dilaporkan secara luas dari seluruh dunia, di wilayah geografis yang terletak antara 40o Lintang Selatan dan 60o Lintang Utara. Banyak negara di daerah tropis yang merupakan daerah endemis malaria. Plasmodium ovale secara terbatas dilaporkan dari Afrika Timur, Afrika Barat, Filipina dan Irian Jaya. Siklus hidup 143 Siklus hidup Plasmodium berlangsung di dalam tubuh manusia atau kera (Plasmodium knowlesi) dan di dalam tubuh nyamuk Anopheles. Di dalam tubuh manusia berlangsung siklus hidup aseksual sedangkan siklus hidup seksual terjadi di dalam tubuh nyamuk. Siklus aseksual Terdapat empat tahapan siklus aseksual, yaitu tahap skizogoni preeritrositik, tahap skizogoni eksoeritrositik, tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni. Di dalam sel-sel hati berlangsung tahap skizogoni preeritrositik dan skizogoni eksoeritrositik berlangsung di dalam sel-sel hati, sedangkan di dalam sel-sel eritrosit berlangsung tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni. Skizogoni preeritrositik. Melalui gigitan nyamuk Anopheles, sporozoit plasmodium akan memasuki jaringan sel-sel parenkim hati dan berkembang biak. Tahap skizogoni preeritrositik Plasmodium vivax berlangsung selama 8 hari, Pl. falciparum selama 6 hari, dan pada Pl. ovale tahap ini berlangsung selama 9 hari. Pada Pl. malariae lama tahap Skizogoni preeritrositik sukar ditentukan. Di dalam jaringan hati siklus preeritrositik pada Plasmodium falciparum hanya berlangsung satu kali, sedangkan pada spesies lainnya siklus ini dapat berlangsung berulang kali (local liver cycle). Skizogoni eksoeritrositik. Siklus yang disebut juga sebagai local liver cycle ini menghasilkan parasit aseksual yang menyebabkan terjadinya kekambuhan (relaps) pada malaria vivax, malaria ovale dan malaria malariae. Skizogoni eritrositik. Proses skizogoni ini terjadi di dalam sel darah merah (eritrosit), berlangsung 48 jam pada Plasmodium vivax, Pl. falciparum, dan Pl. ovale, sedangkan pada Pl. malariae berlangsung selama 72 jam. Proses 144 skizogoni eritrositik ini akan membentuk stadium trofozoit, skizon dan merozoit yang mulai dijumpai 12 hari sesudah terinfeksi Plasmodium vivax. Pada falciparum stadium-stadium tersebut baru dapat dijumpai Pl. 9 hari sesudah terjadinya infeksi. Meningkatnya jumlah parasit malaria karena multiplikasi pada tahap skizogoni eritrositik mengakibatkan sel eritrosit pecah yang menjadi penyebab terjadinya demam pada malaria (overt malaria). Gambar 52. Bagan tahapan siklus Plasmodium (Sumber: Mehta,2010) Gametogoni. Sesudah tahap skizogoni eritrositik berlangsung selama beberapa kali, sebagian merozoit akan berubah menjadi bentuk gametosit. Gametosit terbentuk di dalam eritrosit yang terdapat di dalam kapiler-kapiler limpa dan sumsum tulang. Gametogoni berlangsung selama 96 jam dan hanya gametosit matang yang dapat ditemukan di dalam darah tepi penderita. Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga 145 penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (sebagai karier malaria). Siklus seksual Hospes definitif Plasmodium adalah nyamuk Anopheles. Di dalam tubuh nyamuk berlangsung siklus sporogoni atau siklus hidup seksual. Mikrogametosit dan makrogametosit yang terhisap oleh nyamuk bersama darah manusia, di dalam badan nyamuk akan berkembang menjadi bentuk gamet dan akhirnya menjadi bentuk sporozoit yang infektif bagi manusia. Sedikitnya dibutuhkan 12 parasit gametosit Plasmodium per mililiter darah untuk dapat menginfeksi seekor nyamuk Anopheles. Pematangan parasit mula-mula terjadi di dalam mikrogametosit akan terbentuk lambung (midgut) nyamuk. Dari satu 4-8 mikrogamet, sedangkan dari satu makrogametosit hanya akan terbentuk satu makrogamet. Fusi antara mikrogamet dengan makrogamet akan membentuk zigot, yang dalam waktu 24 jam zigot akan berkembang menjadi ookinet. Ookinet akan menembus dinding lambung nyamuk, lalu memasuki jaringan yang terdapat di antara lapisan epitel dan membran basal dinding lambung, dan berubah menjadi ookista yang bulat bentuknya. Ribuan sporozoit akan terbentuk di dalam ookista. 146 Gambar 53. Nyamuk Anopheles (URL: http://www.ucdavis.edu/-/-anopheles) Jika ookista telah matang, dinding ookista akan pecah dan sporozoit akan ke luar meninggalkan ookista, lalu memasuki hemokel badan nyamuk. Sesudah itu sporozoit akan menyebar ke jaringan dan organ-organ nyamuk. Sporozoit akan memasuki kelenjar ludah nyamuk (salivary glands) sehingga nyamuk Anopheles akan menjadi vektor malaria yang infektif. Di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina, dapat hidup lebih dari satu spesies Plasmodium secara bersama sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi campuran (mixed infection). Gambar 54. Sporozoit Plasmodium yang berkembang di dalam kelenjar ludah nyamuk dan ditularkan ke manusia (Sumber: Mac Lean,2007) Bentuk dan morfologi Plasmodium Bentuk-bentuk Plasmodium yang terdapat di dalam sel-sel parenkim hati adalah bentuk skizon preeritrositik yang untuk setiap spesies Plasmodium berbeda ukuran dan jumlah merozoit yang ada di dalamnya. Skizon preeritrositik Plasmodium vivax berisi sampai 12.000 merozoit yang berukuran sekitar 42 mikron. Pada Plasmodium falciparum skizon preeritrositik berisi 40.000 merozoit yang berukuran 60 mikron kali 30 mikron sedangkan pada Pl. 147 ovale skizon preeritrositik berisi 15.000 merozoit yang berukuran 75 x 45 mikron. Pada Pasmodium malariae tidak dijumpai bentuk skizon preeritrositik. Plasmodium yang terdapat di dalam sel darah merah dapat dibedakan spesiesnya dengan membedakan morfologi bentuk-bentuk stadium trofozoit, skizon (schizont) dan bentuk gametosit yang khas bentuknya. Bentuk Trofozoit Trofozoit Plasmodium mempunyai bentuk yang berbeda antara stadium trofozoit muda yang masih baru terbentuk (early trophozoite) dengan stadium trofozoit lanjut (late trophozoite). Pada Plasmodium vivax, trofozoit muda mula-mula berbentuk cincin yang mengandung bintik-bintik basofil, kemudian tumbuh menjadi trofozoit berbentuk amuboid yang mengandung bintik-bintik Schuffner (Schuffner dots). Eritrosit yang terinfeksi Pl.vivax tampak membesar ukurannya. Pada trofozoit lanjut, selain tampak adanya pigmen parasit, sering ditemukan lebih dari satu parasit di dalam satu sel eritrosit (double infection). Pada Plasmodium falciparum, trofozoit muda yang berbentuk cincin mempunyai inti dan tampak sebagian sitoplasma parasit berada di bagian tepi dari eritrosit (bentuk ini disebut sebagai accole atau form applique). Sering dijumpai pada infeksi dengan Plasmodium falciparum satu sel eritrosit diinfeksi oleh lebih dari satu parasit yang mempunyai bintik kromatin ganda. Pada spesies ini trofozoit lanjut mengandung bintik-bintik Maurer (Maurer dots). Trofozoit muda pada Plasmodium malariae berbentuk cincin, dengan eritrosit yang terinfeksi parasit ini tidak membesar ukurannya. Bentuk trofozoit lanjut 148 Plasmodium malariae khas bentuknya seperti pita (band-form). Pada Plasmodium malariae tidak dijumpai bintik Schuffner. Plasmodium ovale mempunyai trofozoit yang bentuknya mirip dengan bentuk trofozoit Pl. vivax, dengan adanya bintik Schuffner dan pigmen. Eritrosit yang terinfeksi parasit ini selain agak membesar ukurannya juga mempunyai bentuk yang tidak teratur dan bergerigi. Bentuk skizon Setiap spesies Plasmodium mempunyai bentuk skizon yang berbeda ukuran dan jumlahnya maupun susunan merozoitnya. Pada Plasmodium vivax bentuk skizon berukuran antara 9-10 mikron yang mengisi penuh eritrosit sehingga sel darah merah membesar ukurannya. Susunan merozoit Plasmodium vivax di dalam eritrosit tampak tidak teratur. Bentuk skizon Pl. falciparum mempunyai ukuran sekitar 5 mikron, mengandung merozoit yang tidak teratur susunannya. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium ini tidak membesar ukurannya. Skizon Pl. malariae berukuran sekitar 7 mikron, dengan susunan beraturan dan mengisi penuh eritrosit yang terinfeksi. Bentuk skizon parasit ini mempunyai merozoit yang berjumlah 8 buah yang berbentuk roset (tersusun seperti bunga mawar). Pada Pl. ovale skizon dengan ukuran 6 mikron, mengisi tigaperempat bagian dari eritrosit yang terinfeksi. Didalam sel darah merah yang agak membesar ukurannya terdapat 8 buah merozoit yang susunannya tidak teratur. Bentuk Gametosit 149 Pada Plasmodium vivax bentuk gametosit lonjong atau bulat, mengandung bintik-bintik Schuffner di dalam eritrosit yang membesar ukurannya. Pada Pl. falciparum gametosit mempunyai bentuk khas seperti pisang atau bulan sabit, dengan ukuran panjang gametosit lebih besar dari ukuran lebarnya. Gametosit Pl. malariae berbentuk bulat atau lonjong dengan eritrosit yang tidak membesar ukurannya. Plasmodium ovale mempunyai gametosit yang lonjong bentuknya. Sel darah merah yang terinfeksi parasit ini dapat berukuran normal, agak membesar, atau sama besar dengan ukuran gametosit. Pada eritrosit yang terinfeksi terdapat bintik Schuffner. Ciri khas Plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis Setiap spesies Plasmodium yang diperiksa di bawah mikroskop melalui hapusan darah yang diberi pewarnaan menunjukkan gambaran yang khas. Gametosit Plasmodium falciparum mempunyai bentuk khas seperti pisang atau bulan sabit, sedangkan trofozoit lanjut Plasmodium vivax berbentuk amuboid dengan sel darah merah yang terinfeksi membesar ukurannya. Pada infeksi Plasmodium ovale, eritrosit yang terinfeksi bentuknya tak teratur dan bergerigi sedangkan pada Plasmodium malariae yang khas adalah trofozoit dewasa yang berbentuk pita (band-form). 150 Gambar 55. Gametosit Plasmodium falciparum yang berbentuk pisang (Sumber: Kansas State University) Gambar 56. Plasmodium vivax.Trofozoit lanjut berbentuk amuboid dan sel darah merah yang terinfeksi parasit 151 malaria membesar ukurannya. (URL:http://webdoc.nyumc.org) Gambar 57. Plasmodium ovale. Sel darah merah yang terinfeksi bentuknya tak teratur dan bergerigi. (URL: http://www.btinternet.com/ukneqa/parasitologyscheme) 152 Gambar 58. Trofozoit Plasmodium malariae, berbentuk pita. (URL: http://www.k-state.edu/parasitology) MALARIA Penyakit malaria pada manusia terutama disebabkan oleh empat spesies Plasmodium, yaitu Plasmodium vivax yang menimbulkan malaria vivax , Pl. falciparum yang menimbulkan malaria falsiparum, Pl. malariae menimbulkan malaria malariae dan Pl. ovale yang menimbulkan malaria ovale. Malaria vivax disebut juga malaria tertiana benigna (jinak), sedangkan malaria falsiparum juga dikenal sebagai malaria tertiana maligna (ganas). Malaria malariae dan malaria ovale merupakan malaria yang berbeda pola demam maupun gejalagejala klinisnya dari malaria vivax dan malaria falsiparum. Plasmodium 153 falciparum juga menimbulkan malaria yang berat (malaria pernisiosa) dan Blackwater Fever. Selain empat spesies Plasmodium tersebut, manusia juga dapat terinfeksi dengan Plasmodium knowlesi, yang merupakan plasmodium zoonosis yang sumber infeksinya adalah kera. Sporozoit malaria ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk Anopheles betina, sesuai dengan daerah geografisnya. Trofozoit merupakan bentuk aseksual Plasmodium yang dapat menimbulkan trophozoite-induced malaria, dapat ditularkan melalui tranfusi darah (transfusion malaria), melalui jarum suntik atau ditularkan melalui plasenta dari ibu ke bayi yang dikandungnya (congenital malaria). Epidemiologi malaria Banyak faktor yang berperan pada epidemiologi malaria, yaitu adanya sumber infeksi, baik berupa penderita maupun karier gametosit, adanya vektor penular yaitu nyamuk Anopheles, dan terdapatnya manusia yang peka. Sumber infeksi yang paling utama di daerah endemis adalah penderita malaria sendiri, terutama penderita anak-anak. Malaria termasuk penyakit kosmopolit yang tersebar sangat luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis, subtropis maupun daerah beriklim dingin. Pada tahun 2005 telah dilaporkan lebih dari 3,2 miliar penderita malaria yang tersebar di 107 negara-negara yang merupakan daerah endemis malaria. Lebih dari 1 juta orang meninggal dunia akibat malaria terutama pada anakanak dan perempuan hamil. Di Indonesia malaria di dilaporkan sebagai penyakit yang endemis maupun sporadis di Jawa-Bali maupun di pulau-pulau lainnya. Daerah-daerah endemis tinggi malaria di Indonesia adalah Propinsi Maluku dan Maluku Utara, Papua 154 dan Papua Barat, Propinsi Sumatera Utara (di Kabupaten Nias dan Nias Utara) serta Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 1,62 juta kasus malaria pada tahun 2008 secara klinis telah dilaporkan di Indonesia. Endemisitas malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui pemeriksaan indeks limpa (spleen index, SI), dan indeks parasit (parasite index, PI). Nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penularnya juga harus diteliti untuk menentukan angka infeksi (infection rate) dan kepadatan nyamuk (mosquito density). Pada manusia yang harus diteliti adalah tingginya angka kematian akibat malaria, angka kesembuhan sesudah menderita malaria dan status kekebalan populasi terhadap penyakit malaria. Faktor lingkungan di daerah endemis yang berpengaruh pada biologi nyamuk Anopheles yang menjadi vektor dipelajari dengan seksama. Faktor-faktor nyamuk Anopheles yang harus diperhatikan adalah adanya tempat berkembang biak nyamuk (breeding places), panjangnya umur nyamuk, dan efektifitas Anopheles dalam bertindak selaku vektor penular. Epidemiologi malaria juga dipengaruhi oleh virulensi Plasmodium, dan kemampuan parasit malaria untuk kambuh (relaps), dan tetap berada di dalam tubuh hospes. Parasit malaria yang paling virulen adalah Plasmodium falciparum, sedangkan Pl. malariae menyebabkan malaria yang paling ringan gejala klinisnya. Faktor-faktor sosial ekonomi dan budaya penduduk juga sangat berpengaruh terhadap epidemi penyakit ini. Indeks limpa Indeks limpa pada penduduk suatu daerah ditentukan dengan melakukan pengukuran besarnya limpa pada anak-anak yang berumur antara 2 sampai 155 dengan 9 tahun, pada saat penyakit malaria berada di puncak serangan dan limpa berada pada ukuran maksimum. Pengukuran indeks limpa antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan metoda Schuffner atau disesuaikan dengan ukuran lebar jari di bawah iga kiri. Gambar 59. Pengukuran pembesaran limpa (metoda Schuffner) Untuk melakukan pengukuran besarnya limpa, dalam posisi penderita dalam keadaan tidur atau berdiri dinding perut ditekan dengan hati-hati karena limpa mudah pecah. Endemisitas malaria Dengan menggunakan indeks limpa, endemisitas suatu daerah malaria dapat diklasifikasi dengan standard World Health Organization (WHO) menjadi empat tingkatan atau derajat endemisitas Hiperendemis dan Holoendemis. yaitu Hipoendemis, Mesoendemis, 156 Hipoendemis.Suatu daerah dinyatakan sebagai daerah hipoendemis malaria jika indeks limpa antara 0 sampai 10 persen. Mesoendemis. Suatu daerah dinyatakan sebagai daerah mesoendemis malaria jika indeks limpa antara 11 sampai 50 persen. Hiperendemis. Suatu daerah dinyatakan sebagai daerah hiperendemis malaria jika indeks limpa selalu di atas 75 persen disertai tingginya indeks limpa pada orang dewasa. Holoendemis. Suatu daerah dinyatakan sebagai daerah holoendemis malaria jika indeks limpa selalu di atas 75 persen tetapi dengan indeks limpa pada orang dewasa yang rendah. Di daerah holoendemis telah terjadi toleransi yang kuat terhadap malaria pada orang dewasa. Indeks parasit (IP) Indeks parasit adalah jumlah persentase anak berumur antara 2 dan 9 tahun yang menunjukkan adanya Plasmodium pada pemeriksaan tetes tebal darah tepi. Indeks parasit pada anak di daerah endemis selalu lebih tinggi dari pada indeks parasit orang dewasa. Angka infeksi nyamuk (IR) Angka infeksi nyamuk, Infection Rate (IR) ditentukan dengan melakukan pembedahan lambung nyamuk Anopheles untuk menemukan ookista dan menunjukkan adanya sporozoit dengan memeriksa kelenjar ludah nyamuk. Parasite rate (PR) Yang dimaksud dengan Parasite-rate adalah persentase orang yang darahnya mengandung parasit malaria dibanding populasi seluruh penduduk. Gejala klinis malaria 157 Setiap jenis malaria mempunyai masa inkubasi yang berbeda-beda. Pada malaria falciparum masa inkubasi berlangsung antara 8 sampai 12 hari sedangkan pada malaria malariae antara 21 dan 40 hari. Masa inkubasi pada malaria vivax dan malaria ovale berlangsung antara 10 sampai 17 hari. Gejala-gejala klinis yang khas pada malaria adalah demam berulang, splenomegali dan anemia. Terdapat tiga tahapan demam pada malaria yaitu stadium rigor (kedinginan) yang berlangsung antara 20 menit sampai 1 jam, stadium panas badan antara 1-4 jam dan stadium berkeringat banyak yang berlangsung antara 2-3 jam. Akibat anemia yang terjadi pada malaria umumya menimbulkan keluhan malaise pada penderita. Demam berulang malaria Demam berulang yang terjadi pada setiap jenis malaria sesuai dengan saat terjadinya skizogeni eritrositik pada masing-masing spesies Plasmodium. Pada malaria tertiana siklus demam berlangsung setiap hari ke-3 (siklus 48 jam) sedangkan pada malaria kuartana demam terjadi setiap hari ke-4 (siklus 72 jam). Siklus demam 24 jam dapat terjadi jika terdapat pematangan 2 generasi Pl. vivax dalam waktu 2 hari (disebut tertiana dupleks), atau terdapat pematangan 3 generasi Pl. malariae dalam waktu 3 hari (disebut kuartana tripleks). 158 Gambar 60. Pola demam pada malaria (Sumber: Wiser, 1999. Tulane University) Sesudah berlangsung stadium demam, berbagai gejala dan keluhan penderita akan terjadi, misalnya sesudah stadium rigor penderita akan menggigil meskipun suhu badan penderita di atas normal. Sesudah stadium panas, penderita malaria sering mengalami kekeringan kulit, denyut nadi meningkat dan muka penderita menjadi merah. Penderita juga akan mengeluh pusing, mual, dan kadang-kadang diikuti muntah. Demam yang tinggi pada anak dapat menimbulkan kejang-kejang (febril convulsion). Jika terjadi pengeluaran cairan yang berlebihan pada stadium berkeringat, badan menjadi lemah dan penderita merasa sangat lelah. 159 Anemia malaria Selama berlangsungnya proses segmentasi parasit di dalam eritrosit akan menyebabkan pecahnya banyak eritrosit sehingga jumlah darah akan menurun. Sifat anemia yang dialami penderita adalah anemia hipokromik mikrositik atau anemia hipokromik normositik. Tabel 8. Diferensiasi klinis dan laboratoris malaria (Wiser, 2008) Pl. Vivax Pl.ovale Pl.malariae Pl.falciparum SedangBerat Ringan SedangBerat Berat Parasitemia/mm3 20.000 (rerata) 9.000 6.000 50.000500.000 Parasitemia maksmum 50.000 30.000 20.000 2500.000 Lama gejala (tanpa terapi) 3-8 minggu 2-3 minggu 3-24 minggu 2-3 minggu Lama infeksi (tanpa terapi) 5-8 tahun 12-20 bulan 20-50 tahun 6-17 bulan Anemia ++ + ++ ++++ Komplikasi - - Ginjal Serebral Beratnya serangan Splenomegali Pembesaran limpa (splenomegali) yang terjadi sesudah penderita mengalami beberapa kali serangan demam merupakan salah satu gejala penting malaria. Limpa penderita malaria mulai teraba pada minggu kedua sejak demam pertama dialami penderita. Pada malaria primer pembesaran limpa sukar 160 ditentukan karena limpa hanya sedikit membesar. Derajat endemisitas malaria di suatu daerah ditentukan dengan mengukur pembesaran limpa penduduk. Diagnosis pasti malaria Diagnosis pasti malaria dapat ditetapkan jika dapat ditemukan Plasmodium di dalam darah penderita. Kadang-kadang pada pemeriksaan darah tepi parasit malaria sukar ditemukan karena penderita telah atau sedang mendapatkan pengobatan antimalaria. Plasmodium juga sukar ditemukan jika darah tepi diambil pada waktu penderita sedang tidak demam (masa apireksia) atau diambil pada hari ke-2 atau ke-3 sesudah terjadi infeksi primer. Pemeriksaan darah tepi secara mikroskopis dilakukan dengan tetes tebal (thick-smear) atau dengan hapusan darah (thin-smear). Melalui pemeriksaan tetes tebal dapat ditentukan diagnosis malaria secara cepat, tetapi spesies Plasmodium tidak dapat ditentukan. Melalui hapusan darah (thin-smear) parasit penyebab malaria dapat ditentukan spesiesnya. Pada infeksi ringan dengan konsentrasi Plasmodium di dalam darah sangat rendah, dengan pemeriksaan mikroskopis parasit malaria sukar ditemukan. Untuk membantu menegakkan diagnosis malaria dapat dilakukan pemeriksaan serologi atas darah tepi, misalnya dengan tes prisipitin dan uji fiksasi komplemen yang menggunakan Plasmodium knowlesi sebagai antigennya. Gambaran darah penderita malaria menunjukkan kadar hemoglobin yang menurun sedangkan bilirubin meningkat. Jumlah leukosit biasanya normal atau menurun, jumlah trombosit menurun, aspartat amino transferase meningkat, dan alanin amino transferase meningkat. Pengobatan malaria 161 Berdasar atas bahan dasarnya, obat anti malaria dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu alkaloid alami, dan antimalaria sintetik. Obat anti malaria alkaloid alami misalnya adalah kina. Antimalaria sintetik sering digunakan pada waktu ini adalah : 9-aminoakridin (mepakrin) misalnya atabrin, kuinakrin, 4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin), 8-aminokuinolin (pamakuin, primakuin), biguanid (proguanil, klorproguanil) dan pirimidin (pirimetamin). Obat antimalaria lain yang juga sering digunakan adalah mefloquine, halofantrin dan qinghaosu. Obat antimalaria yang dapat diberikan dalam bentuk kombinasi antara lain adalah pirimetamin dan sulfadoksin yang dipasarkan sebagai fansidar. Beberapa jenis antibiotika juga dapat digunakan sebagai obat antimalaria, yaitu doksisiklin, tetrasiklin dan klindamisin. Berdasar atas aktivitasnya, obat anti malaria dapat dibagi menjadi : Gametosida: untuk membunuh bentuk seksual plasmodium (misalnya klorokuin, kuinin dan primakuin) Sporontosida: untuk menghambat ookista ( misalnya primakuin, kloroguanid) Skizontisida: untuk memberantas bentuk skizon jaringan dan hipnozoit (misalnya primakuin dan pirimetamin). Skizontisida darah: untuk membunuh skizon yang berada di dalam darah (misalnya klorokuin, kuinin, meflokuin, halofantrin, sulfadoksin, sulfon, dan tetrasiklin) Indikasi dan pemberian obat anti malaria Klorokuin (chloroquine) pirimetamin, 162 Pemberian klorokuin ditujukan untuk mengobati malaria akut, malaria pada anak, malaria dengan koma atau muntah dan untuk pencegahan malaria. Malaria falsiparum dan malaria malariae yang masih sensitif dapat diobati dengan klorokuin saja, sedangkan untuk mengobati malaria vivax dan malaria ovale pemberian klorokuin diikuti pemberian primakuin untuk mencegah kekambuhan (relaps). Cara pemberian Klorokuin dapat diberikan per oral atau melalui suntikan (parenteral). Klorokuin per oral: Pada orang dewasa obat ini diberikan dengan dosis total 1500 mg (base) dalam waktu 3 hari, sedangkan untuk anak diberikan dosis total 25 mg (base)/kg berat badan dalam waktu 3 hari. Klorokuin parenteral: Secara intravena obat ini hanya diberikan pada malaria berat atau penderita yang tidak dapat menelan obat. Obat diberikan dengan dosis 10 mg(base)/kg berat badan selama 8 jam infus, diikuti 15 mg(base)/kg berat badan selama 24 jam. Klorokuin intramuskuler atau subkutan diberikan dengan dosis 2,5 mg(base)/kg berat badan setiap 4 jam, sampai tercapai dosis total 25 mg/kg berat badan. Amodiakuin Amodiakuin ditujukan terhadap bentuk skizon semua spesies Plasmodium, dengan dosis 600 mg yang diberikan dalam bentuk dosis tunggal. Sebagai terapi pencegahan malaria amodiakuin diberikan dengan dosis 400 mg satu kali per minggu. 163 Pirimetamin Pirimetamin hanya diberikan untuk terapi pencegahan, dengan dosis 25 mg per oral satu kali per minggu. Obat ini tidak dianjurkan untuk terapi radikal, karena lambat bekerja sehingga dapat menyebabkan terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat ini. Pirimetamin-sulfadoksin (Fansidar) Fansidar merupakan kombinasi dua obat antimalaria yaitu 500 mg sulfadoksin dan 25 mg pirimetamin (1 tablet Fansidar). Obat ini digunakan mengobati malaria falsiparum akut tanpa komplikasi. Dosis untuk penderita dewasa adalah 3 tablet Fansidar sebagai dosis tunggal, sedangkan pada penderita anak diberikan dengan dosis antara 0,5 tablet sampai 2 tablet sesuai dengan berat badan anak. Kombinasi obat ini tidak dianjurkan untuk pencegahan malaria karena adanya risiko alergi berat pada kulit oleh sulfadoksin. Fansidar juga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil dan ibu yang menyusui anak. Pada penderita dengan gangguan berat pada fungsi hati dan ginjal, obat ini harus digunakan dengan hati-hati. Biguanid (proguanil) Biguanid atau proguanil hidroklorida digunakan untuk mencegah malaria falciparum, termasuk penderita perempuan yang sedang hamil. Obat ini diberikan dengan dosis 100 mg per hari selama 5 hari atau 300 mg sebagai dosis tunggal, diikuti dengan dosis supresif 100 mg-300 mg per minggu. Untuk penderita anak, dosis yang diberikan antara 50 mg/hari (umur di bawah 1 tahun) sampai 200 mg/hari (umur 9-12 tahun). 164 Efek samping yang dapat terjadi pada pemberian proguanil adalah rasa lemah, muntah, diare, nyeri punggung dan urtikaria. Proguanil tidak dapat digunakan untuk mencegah kekambuhan yang terjadi pada malaria vivax. Primakuin Primakuin merupakan 8-aminokuinolin yang paling efektif karena dapat memberantas bentuk seksual maupun bentuk eksoeritrositik sekunder Plasmodium. Obat ini merupakan satu-satunya obat antimalaria yang efektif terhadap bentuk hipnozoit Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Untuk mengobati malaria vivax dan malaria ovale Primakuin diberikan dengan dosis dewasa 2x7,5 mg(base) per hari selama 14 hari sesudah dilakukan pengobatan radikal dengan klorokuin. Dosis anak adalah sebesar 0,25 mg(base)/kg berat badan /hari selama 14 hari. Untuk memberantas gametosit Plasmodium falciparum obat ini diberikan dengan dosis 45 mg (base) dalam bentuk dosis tunggal, sedangkan dosis anak adalah 0,5-0,75 mg (base)/kg berat badan dalam bentuk dosis tunggal. Efek samping primakuin ringan, berupa sakit perut atau anemia. Pada penderita dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD), pemberian obat ini dapat menimbulkan anemia hemolitik akut. Primakuin tidak boleh diberikan pada penderita penyakit ginjal atau penderita penyakit hemolitik. Kuinin (quinine) 165 Akaloid alami ini bersifat skisontosid terhadap semua spesies Plasmodium termasuk Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan obat lainnya. Kuinin ditujukan untuk mengobati gametosit Plasmodium vivax, malariae dan ovale tetapi tidak efektif terhadap Pl.falciparum. Untuk mengobati malaria falsiparum yang berat, kuinin parenteral merupakan obat pilihan. Terhadap malaria yang peka kuinin, kuinin sulfat diberikan pada orang dewasa dan perempuan hamil dengan dosis 600 mg 3 kali sehari selama 7 hari. Penderita anak dapat diberikan kuinin dengan dosis 10 mg (base)/kg berat badan 3 kali sehari selama 7 hari. Di daerah malaria yang resisten terhadap banyak obat, penderita malaria dapat diobati dengan kuinin sulfat yang diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin. Efek samping pemberian kina disebut cinchonisme. Penderita cinchonisme mengalami gejala dan keluhan berupa tuli ringan, tinnitus, pusing dan sakit kepala, gangguan penglihatan, denyut jantung yang tak teratur dan gangguan lambung. Kina tidak boleh diberikan pada penderita yang : Hipersensitif terhadap kuinin, Penderita penyakit ginjal, Malaria berat pada perempuan hamil dan anak, Penderita neuritis optika, Penderita dengan hemoglobulinuri. Mefloquine (meflokuin) 166 Meflokuin efektif terhadap bentuk aseksual plasmodium, termasuk Plasmodium falciparum dan juga efektif terhadap gametosit Plasmodium vivax, Pl.malariae dan Pl. ovale. Tujuan pengobatan malaria dengan meflokuin adalah untuk mengatasi serangan akut malaria falsiparum yang sudah resisten terhadap banyak obat. Dosis untuk orang dewasa dan perempuan hamil trimester ke-2 dan ke-3 serta dosis anak adalah sebesar 15 mg (base)/kg berat badan sebagai dosis tunggal. Meflokuin hanya dapat diberikan per oral, karena itu obat ini tidak dianjurkan diberikan pada penderita malaria berat. Untuk terapi pencegahan bagi orang non-imun yang berkunjung ke daerah endemis malaria falsiparum yang sudah resisten terhadap banyak obat, Meflokuin dapat diberikan dengan dosis 250 mg per minggu, yang diberikan 1 minggu sebelum kunjungan sampai 3-4 minggu sesudah meninggalkan daerah endemis malaria. Kontraindikasi pemberian meflokuin adalah pengobatan pada perempuan hamil trimester-1 dan penderita penyakit jantung yang sedang dalam pengobatan dengan kardioaktif (beta-blocker maupun calcium-channel blocking agents). Halofantrine (halofantrin) Halofantrin bersifat skisontisid yang digunakan untuk mengobati malaria falsiparum tanpa komplikasi, yang resisten terhadap banyak obat. Dosis untuk orang dewasa per oral adalah 4x 500 mg sebanyak tiga dosis. Qinghaosu (artemisinin) Qinghaosu dan derivatnya yaitu artemeter (artemether) dan (artesunate) efektif terhadap bentuk aseksual Plasmodium artesunat vivax dan Pl.falciparum. Dengan pemberian artemeter intramuskuler dan artesunat 167 intravenus, obat-obat ini digunakan untuk mengobati malaria falsiparum yang berat dan malaria serebral, sedangkan malaria falsiparum yang telah resisten pada banyak obat diobati dengan artesunat per oral. Artesunat per oral diberikan dengan dosis 200 mg pada hari pertama, diikuti 100 mg/hari selama 4 hari berikutnya. Artemeter diberikan secara intramuskuler sebesar 160 mg diikuti 80 mg/hari selama 4 hari atau artesunat secara intravenus yang diberikan sebanyak 120 mg, dilanjutkan dengan dosis 60 mg/hari selama 4 hari. Qinghaosu tidak boleh diberikan pada perempuan hamil. Pengobatan terhadap spesies Plasmodium Malaria dapat diobati melalui terapi radikal (terhadap malaria akut), atau terapi pencegahan. Penatalaksanaan pengobatan malaria pada orang dewasa dilakukan sebagai berikut: Terapi radikal (malaria akut) 1. Malaria falciparum : a. Klorokuin: 1x 600 mg selama 2 hari. Pada hari ke-3 diberikan 1x 300 mg. b. Primakuin : dosis tunggal 15 mg sehari , diberikan selama 3 hari . 2. Malaria lainnya: a. Klorokuin: hari ke-1 dan 2 diberikan 600 mg dosis tunggal. Hari ke 3 diberikan 300 mg b. Primakuin: dosis 15 mg sehari diberikan selama 5 hari. 168 3. Malaria falciparum resisten klorokuin: a. Fansidar (sulfadoksin + pirimetamin): 3 tablet sebagai dosis tunggal, ditambah Primakuin 45 mg dosis tunggal pada hari ke-1. b. Kina: 3x 400 mg sehari selama 7 hari, ditambah Primakuin 45 mg dosis tunggal pada hari ke-1. c. Amodiaquin : pada hari ke-1 diberikan 600 mg , diikuti 400 mg 6 jam kemudian. Hari ke-2 dan 3 diberikan 400 mg, ditambah Eritromisin 3x 500 mg/hari selama 5 hari. d. Kina diberikan 3x400 mg selama 7 hari , ditambah Tetrasiklin 3x500 mg selama 5 hari. Untuk malaria falsiparum yang sudah resisten terhadap berbagai jenis obat dapat diberikan artesunate 200 mg diikuti dosis 100 mg/hari selama 4 hari. 4. Malaria pernisiosa ( cerebral malaria ): a. Infus kina dihidroklorid, 600 mg dalam 500 ml garam faali diberikan selama 4 jam, yang dapat diulang setiap 8 jam. b. Klorokuin sulfat, 300 mg dalam 200 ml garam faali, diberikan per infus selama 30 menit, dapat diulang setiap 8 jam. Bila penderita sadar, obat-obat diberikan per oral sesuai dengan terapi radikal. c. Artemeter dan artesunate yang merupakan turunan qinghaosu, diberikan dengan dosis 160 mg artemeter intramuskuler diikuti 169 80 mg per hari selama 4 hari atau 120 mg artesunat infus intravenus diikuti 60 mg per hari selama 4 hari. Resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria Karena telah terjadi kekebalan atau resistensi parasit malaria terhadap obatobat anti malaria yang digunakan, malaria di daerah endemis sulit diberantas . Plasmodium dinyatakan telah kebal (resisten) terhadap obat, jika parasit mampu tetap hidup dan berkembang biak meskipun telah diobati dengan dosis yang dianjurkan atau dengan dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi oleh penderita. Plasmodium falciparum adalah parasit malaria yang paling sering dilaporkan telah resisten terhadap berbagai obat anti malaria. Plasmodium falciparum dilaporkan telah kebal terhadap proguanil dan sikloguanil pamoat di berbagai daerah di Asia dan Afrika, dan terhadap pirimetamin di Asia, Pasifik, Afrika dan Amerika Selatan. Spesies ini juga dilaporkan telah resisten terhadap klorokuin yang banyak digunakan untuk mengendalikan malaria di Amerika Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Derajat Kekebalan Obat anti malaria dinyatakan sensitif terhadap Plasmodium tertentu, jika dalam waktu 7 hari pengobatan, parasitemi bentuk aseksual telah menghilang tanpa diikuti kekambuhan (rekrudesensi). Plasmodium yang masih sensitif ini dinyatakan sebagai Sensitif (S). Derajat kekebalan parasit malaria terhadap obat anti malaria dapat digolongkan atas derajat kekebalan R-I dan R-II. Pada kekebalan derajat R-I parasitemi bentuk aseksual menghilang dalam waktu 7 hari pengobatan, tetapi kemudian diikuti kekambuhan. Pada kekebalan 170 derajat II, sesudah pengobatan selama 7 hari parasitemia bentuk aseksual menurun jumlahnya dan tidak menghilang seluruhnya. Jika telah terjadi resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria, maka obat malaria tersebut harus segera diganti dengan obat anti malaria lainnya. Untuk melaksanakan pengendalian malaria di daerah dengan Plasmodium yang sudah mengalami resistensi, maka pemberantasan nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penularnya harus lebih ditingkatkan. Pencegahan malaria Pencegahan malaria dapat dilakukan baik secara perorangan maupun terhadap masyarakat. Di daerah endemis malaria, penderita malaria dan penduduk yang peka yang berdiam di daerah tersebut harus diobati dengan baik. Karier malaria harus ditemukan dan diobati dengan primakuin, karena obat ini mampu memberantas bentuk gametosit. Primakuin tidak boleh digunakan secara masal karena mempunyai efek samping. Pengobatan pencegahan harus dilakukan terhadap orang-orang luar yang akan memasuki daerah endemis malaria, terutama yang tidak memiliki imunitas terhadap parasit malaria. Untuk memberantas nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penular malaria di daerah endemis digunakan vektor, serta dilakukan insektisida yang masih efektif memberantas pemusnahan secara teratur atas sarang-sarang nyamuk Anopheles yang terdapat di daerah endemis. Gigitan nyamuk dapat dicegah dengan menggunakan kelambu berinsektisida pada waktu tidur, atau menggunakan repelen yang diusapkan pada kulit badan jika berada di luar rumah pada malam hari. Malaria pernisiosa 171 Malaria pernisiosa (pernicious malaria) adalah sekumpulan gejala-gejala yang terjadi akibat pengobatan malaria falciparum yang tidak sempurna, yang dapat menimbulkan kematian penderita dalam waktu satu sampai tiga hari sesudah pengobatan. Patogenesis malaria pernisiosa Proses skizogoni eritrositik Plasmodium falciparum yang terjadi di dalam pembuluh darah kapiler organ dapat menimbulkan aglutinasi eritrosit yang terinfeksi sehingga menyebabkan pembuluh darah kapiler organ terbendung, sehingga emboli parasit tidak mampu melewati pembuluh kapiler. Bentuk trofozoit dan bentuk seksual parasit Plasmodium falciparum saling melekat dan mudah mengendap pada dinding kapiler. Malaria pernisiosa dapat terjadi pada parasitemi plasmodium yang berat, baik plasmodium bentuk cincin maupun bentuk skizon. Gejala klinis malaria pernisiosa Terdapat tiga gambaran klinis malaria pernisiosa yaitu malaria serebral, malaria algid dan malaria septikemik. (a). Malaria serebral terjadi akibat adanya kelainan otak yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala hiperpireksia, paralisis dan koma. (b). Malaria algid mempunyai tiga tipe yaitu tipe gastrik, tipe koleraik dan tipe disenterik. Malaria algid terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer sehingga penderita mengalami kolaps dengan gejala kulit lembab dan dingin. Malaria algid tipe gastrik kolaps disertai muntah, terjadi diare pada tipe koleraik, dan penderita malaria algid tipe disenteri mengalami berak darah. 172 (c). Malaria septikemik menunjukkan gejala klnis berupa panas badan yang selalu tinggi, gejala pneumonia dan gejala sinkop kardiak. Blackwater Fever Blackwater Fever merupakan bentuk malaria falciparum yang disertai hemolisis intravaskuler, demam dan hemoglobinuria. Gejala-gejala ini pada penderita malaria sering terjadi falciparum yang tidak memiliki kekebalan terhadap malaria (non imun) yang mendapatkan terapi kina dengan dosis rendah. Penderita malaria falsiparum yang mengalami defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD) mudah mengalami hemolisis eritrosit. Berbagai faktor berpengaruh pada timbulnya Blackwater Fever antara lain adalah suhu rendah, lelah, trauma, ibu hamil, ibu pada saat melahirkan dan akibat terjadinya radiasi terhadap limpa. Patogenesis Akibat terjadinya hemolisis eritrosit intravaskuler pada Blackwater Fever menyebabkan timbulnya gejala-gejala methemalbuminemia, hiperbilirubinemia dan hemoglobinuria. Berbagai organ antara lain ginjal, hati, kandung empedu dan limpa mengalami perubahan patologi. Organ ginjal penderita membesar dan berwarna gelap karena terjadinya pembendungan dan pigmentasi. Organ hati juga membesar ukurannya (hepatomegali), melunak dan berwarna kuning karena adanya timbunan hemosiderin. Kantung empedu terisi cairan empedu yang pekat dan berwarna hijau gelap. Limpa yang membesar (splenomegali) berwarna hitam karena adanya pigmen hemozoin. Di dalam organ-organ hati, limpa dan ginjal banyak tertimbun hemosiderin. Selama terjadi krisis hemolitik, 173 Plasmodium tidak dapat ditemukan di dalam darah karena turut rusak akibat terjadinya proses hemolisis. Parasit dapat ditemukan kembali di dalam darah penderita, sekitar satu minggu sesudah krisis hemolisis berakhir. Gambaran darah Pemeriksaan darah penderita Blackwater Fever menunjukkan gambaran adanya anemia normositik dengan jumlah sel darah merah kurang dari 2 juta per mililiter, dan kadar hemoglobin yang rendah. Pada masa penyembuhan, darah menunjukkan gambaran retikulositosis dan leukositosis netrofilik. Pada pemeriksaan biokimia darah urea darah meningkat, sedangkan kolesterol menurun dan haptoglobin sangat menurun. Komplikasi Blackwater Fever Blackwater Fever menyebabkan terjadinya komplikasi yang berat, yaitu kegagalan faal ginjal (uremia), kegagalan faal hati dan kolaps sirkulasi. Angka kematian akibat Blackwater Fever yang tingginya antara 20-25 persen, terutama disebabkan oleh terjadinya kegagalan ginjal (uremia). Penatalaksanaan Setiap penderita Blackwater Fever harus selalu mendapatkan pengawasan yang khusus. Penderita harus banyak beristirahat dan selalu dijaga keseimbangan cairan tubuhnya agar tidak terjadi alkalosis dan udem. Tergantung pada keadaan penderita, pemberian air garam dan plasma parenteral atau transfusi darah dapat diberikan. Jika terjadi gagal ginjal mendadak, dialisis peritoneal dapat diberikan dan jika terjadi krisis hemolitik dapat diberikan kortikosteroid. Obat antimalaria yang boleh diberikan adalah klorokuin, pirimetamin atau proguanil, sedangkan primakuin, kuinakrin dan kina tidak boleh diberikan karena dapat memperberat Blackwater Fever. 174 Bab 9 PEMERIKSAAN LABORATORIUM 175 Pemeriksaan protozoa Pemeriksaan Protozoa usus Pemeriksaan malaria dan parasit darah Koleksi dan pengawetan serangga Untuk dapat menetapkan diagnosis pasti infeksi protozoa harus ditemukan parasit penyebabnya, baik parasit dewasa atau parasit yang belum dewasa (stadium imatur). Pada protozoa dapat ditemukan bentuk trofozoit atau bentuk kista atau bentuk-bentuk khusus lainnya misalnya pada protozoa darah dan jaringan. Pemeriksaan Protozoa Pemeriksaan mikroskopis. Untuk memeriksa sediaan di bawah mikroskop diperlukan perlengkapan berupa mikroskop, alat-alat gelas, dan bahan-bahan lainnya sesuai dengan kebutuhan. 176 1. Mikroskop. Sesuai dengan ukuran pembesaran yang dituju, mikroskop dilengkapi dengan lensa objektif untuk pembesaran kecil maupun pembesaran besar serta lensa objektif imersi minyak (100x) dan juga lensa okuler pembesaran 5 kali dan 10 kali. Untuk memeriksa cacing dewasa dan serangga berukuran besar digunakan dissecting-microscope. 2. Alat gelas. Kaca benda (object-glass) dan kaca penutup (cover-glass) diperlukan untuk memudahkan melihat objek di bawah mikroskop. 3. Bahan lain. Kertas lensa (lenspaper), kertas pembersih, kapas, minyak imersi dan berbagai bahan lainnya disediakan sesuai dengan keperluan. 4. Alat pemusing (centrifuge). Untuk melakukan pemeriksaan (misalnya tinja dan darah) Gambar 61. Light microscope (URL:http://static.howstuffworks.com) onsentrasi bahan 177 Gambar 62. Alat pemusing (centrifuge) (Sumber: Interlabs) Pemeriksaan protozoa usus Pemeriksaan Tinja Bahan tinja yang akan diperiksa dikumpulkan pada tempat yang bersih misalnya kotak plastik yang dapat ditutup rapat dan tidak boleh tercampur dengan air seni penderita, minyak, garam aluminium, magnesium, barium atau bismuth. Bahan tinja yang padat (formed stools) dapat disimpan semalam di dalam kotak berisi es batu, sedang tinja cair (unformed stools), tinja berdarah atau tinja berlendir harus diperiksa segera, tidak lebih dari setengah jam sesudah dikeluarkan. Tinja berdarah atau berlendir tidak boleh didinginkan di dalam kotak es, atau dimasukkan ke dalam lemari pendingin (refrigerator) maupun lemari pembeku (freezer). Jika pemeriksaan tidak dapat dilakukan segera, misalnya karena akan dikirim ke laboratorium yang terletak jauh dari tempat pengambilan, sebaiknya tinja diawetkan dalam larutan formalin 10% atau bahan pengawet lainnya. 178 Pemeriksaan langsung tinja a. Tinja ditentukan kepadatannya dan dicatat adanya darah, dan lendir. b. Pada kaca benda (object-glass) dibuat hapusan tinja dengan garam faali (physiological salt) dan hapusan tinja dengan larutan iodine (lugol). 1. Hapusan garam faali. Tinja sebanyak 1-2 mg tinja dicampur 1-2 tetes larutan garam faali. Dengan hapusan garam faali ini, parasit termasuk protozoa misalnya trofozoit amuba tampak hidup dan bergerak. 2. Hapusan tinja iodine (lugol). Sebanyak 1-2 mg tinja dicampur 1-2 tetes larutan iodine. Larutan iodine dibuat dengan membuat larutan jenuh iodine pada 1% kalium iodide, lalu disaring. Dengan pemeriksaan ini parasit mati dan tidak bergerak, sehingga memudahkan pemeriksaan morfologi kista protozoa Tinja yang telah diawetkan dalam larutan formalin dapat diperiksa langsung dengan larutan lugol. Pemeriksaan konsentrasi tinja a. Sedimentasi sederhana 1. Sebanyak 10 g tinja dicampur dengan air sebanyak 20x volume tinja, lalu diaduk dengan baik. Masukkan larutan tinja ke dalam gelas urinalisis, biarkan selama 1 jam 2. Sebanyak 2/3 volume larutan permukaan dibuang, tambahkan air lalu diaduk lagi dengan baik. 3. Ulangi tindakan no.2 sehingga larutan permukaan tampak jernih. 179 4. Ambillah endapan yang ada di dasar gelas dengan pipet dan diperiksa di bawah mikroskop. b. Sedimentasi sederhana dengan gliserol 1. Campurlah tinja dengan air yang telah diberi 0.5% gliserol lalu diaduk. 2. Sesudah terjadi endapan, larutan permukaan dibuang, diganti dengan larutan air-gliserol, lalu diaduk dengan baik. 3. Sesudah terjadi endapan, ulangi prosedur no.2 sehingga larutan permukaan menjadi jernih. 4. Endapan yang terbentuk diperiksa di bawah mikroskop. c. Metoda pemusingan sederhana 1. Sebanyak 3 gram tinja dicampur air sebanyak 90x volume tinja. 2. Larutan tinja disaring dengan 2 lapis kain kasa, lalu dimasukkan ke dalam tabung pemusing (centrifuge tube). 3. Tabung dipusingkan selama 1-2 menit pada kecepatan 15002300 rpm. 4. Larutan permukaan dibuang diganti dengan air, aduk dengan baik, lalu dipusingkan. 5. Prosedur no.3-4 diulang sebanyak dua kali. 6. Endapan yang terjadi diperiksa di bawah mikroskop. Pemeriksaan malaria dan parasit darah a) Pemeriksaan darah langsung Protozoa yang hidup di dalam darah mudah dilihat di dalam darah dengan memeriksa setetes darah yang diambil dari ujung jari atau cuping telinga yang diencerkan dengan setetes larutan garam faali pada kaca benda.. Sesudah ditutup dengan gelas penutup sediaan 180 diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran besar untuk memeriksa Trypanoszoma. Parasit mudah dilihat karena aktif bergerak. b) Pemeriksaan hapusan darah Parasit darah dapat diperiksa dengan membuat hapusan darah tebal (thick smear) atau hapusan darah tipis (thin smear) pada kaca benda, yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa atau pewarnaan Wright. Pewarnaan Giemsa Larutan induk: Bubuk zat warna Giemsa Gliserin 1g 66 ml Metil alkohol, absolut, bebas aseton 66 ml Larutan penyangga (Buffer solution): pH 7.0 : 61,1 ml M/15 Na2HPO4 ditambah 900 ml akuades atau 38,9 ml M/15 NaH2PO4.H2O2 ditambah 900 ml akuades. Tetes tebal (thick smear) pewarnaan Giemsa Keringkan tetesan darah tebal di udara, jangan difiksasi. Warnai dengan larutan 1/50 Giemsa di dalam larutan bufer akuades (pH 7,0) selama 45-50 menit. Rendam (dipping) selama 3 menit dalam bufer akuades, lalu keringkan dalam posisi vrtikal. Hapusan darah (thin smear) Giemsa 181 Fiksasi hapusan darah tipis dalam metil alkohol absolut selama 30 detik Ambil dan keringkan Warnai dengan larutan 1/20 Giemsa di dalam larutan bufer akuades (pH 7,0) selama 45-50 menit. Rendam dalam bufer akuades, lalu keringkan dalam posisi vertikal. DAFTAR PUSTAKA Abercrombie,M. M.Hickman, M.L.Johnson dan M.Thain, 1997. Kamus Lengkap Biologi, Penguin, penerbit Erlangga, Jakarta. Adam and Maegraith, 1966. Clinical and Tropical Disease, Fourth Edition. Blackwell Scientific Publication, Oxford, Edinburg. Ahmad Ramali dan K.St.Pamoentjak 1996. Kamus Kedokteran, Penerbit Jambatan, Jakarta. Bartges J. 2001. Giardia lamblia, University of Tennessee 182 Beaver, P.C., Yung RC., Cup EW., 1984. Clinical Parasitology, Ninth Edition Lea Febiger, Philadelphia. Blacklock and Southwell, 1966. A guide to Human Parasitology, 8 th Edition, London, ELBS. Brooke MM., Melvin, DM, 1969. Morphology of Diagnostic Stages of Intestinal Parasites of Man. Public Health Service Publicatio, No. 1966. Brown HW., 1969. Basic Clinical Parasitology, 3rd Edition, New York: Appleton-Century-Crofts. Buckelew TP, 2007. Cestodes, University of Pennsylvania. http://www.workforce.cup.edu/buckelew/cestodes.htm Budiyani,L.2006.Infeksi Giardia lamblia pada balita di kecamatan Jatinegara: kaitannya dengan status nutrisi. Perpustakaan UI. CDC,USA Division of Parasitic Disease, 1999. Balantidium Infection, Center for Disease Control and Prevention, National Center for Infectious Disease, USA. CDC,USA Division of Parasitic Disease, 1999. Cyclospora infection, Center for Disease Control and Prevention, National Center for Infectious Disease, USA. CDC,USA-DPDx, 1999. Parasites and Health: Cystoisospora belli, Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern. 183 CDC,USA Parasite and Health, 1992. Cercarial Dermatitis, CDC,USAMMUR; 41(14). CDC,USA Parasite and Health, Free LivingAmebic Infection. http://www.dpd.CDC,USA.gov/dpdx CDC,USA Malaria, 1974.Identification and Diagnosis of Parasites of Public Health Concern. http://www//dpd.CDC,USA.gov/dpdx.HTML/malaria.htm Chacon-Cruz,E. and Mitchell,DK., 2006. Intastinal Protozoal Disease, eMedicine,http://www.emedicine.com/ped/topic1914.htm Chatterjee KD. 1969. Parasitology, 7th Edition, Published by the author, Calcutta. Cianflone,N.F.2008. Acanthamoeba, Medscape Reference, WebMD Professional. Class of 2005. Trypanosoma cruzi, Blackburg, Virginia: Virginia-Maryland Regional College of Veterinary Medicine. Corry Jebkucik, Martin GL, and Sortor, 2004. Common Intestinal Parasites, American Family Physician, 69(5). Departemen Kesehatan R.I., 2004. Penggunaan Artemisinin Untuk Atasi Malaria di daerah Yang Resisten Klorokuin, Pusat Data dan Informasi, 27 April 2004. Department of Health, 2007. Parasitic Diseases, Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, Georgia, USA. 184 Department of Health and Tropical Medicine, 2002. Giardiasis Diagnostic Parasitology Laboratory;. Missouri University. Department of Pathology, 2006. Protozoa, University of Cambridge. Desser, SS, 2000. Eimeria, Department of Zoology .University of Toronto, Canada. Depkominfo, 2009. Indonesia masih beresiko malaria, Pusat Data Departemen Komunikasi dan Informatika. Diagnostic Parasitology Laboratory, 2007. Dientamoeba fragilis, London School of Hygiene and Tropical Medicine. Diagnostic Parasitology Laboratory, 2002. Giardiasis, London School of Hygiene and Tropical Medicine. Dubey,JP. and Beattie, CP..1988. Toxoplasmosis of Animals and Man. Boca Raton, Florida: CRC Press. Faust and Russel, 1965. Craig and Faust’s Clinical Parasitology, 7th Edition, Philadelphia: Lea and Febiger. Fox,JC. 2004. Clinical Parasitology Images, OSU College of Veterinary Medicine, Oklahoma State University. Garcia,LC.and Lynne,S., 2001. Dientamoeba fragilis, Diagnostic Medical Parasitology, International Journal of Parasitology, 29, ASM Press. 185 Garcia,L.C.,2007. Diagnostic Medical Parasitology, 5th Ed.ASM Press,Washington,DC Guerrant R.L. et al., 2006. Tropical Infectious Diseases, Principles, Pathogens & Practice. ed RL Churchill Livingstone, Philadelphia Hunter,2000. Tropical Medicine and Emerging Infectious Diseases. Strictland GT 8th ed. WB Saunders Co., Philadelphia James and Harwood, 1971. Herm’s Medical Entomology, Sixth Edition, The Macmillan Company, Collier-Macmillan Ltd. John Williams, 2003. Blastocystis hominis, Department of Infectious and Tropical Diseases, London School and Hygiene and Tropical Medicine. Jul Gaffar, 2004. Intestinal and Luminal Protozoa. Microbiology and Immunology Online, School of Medicine University of South Carolina. Junta Karbwang and T.Harinasuta, 1992. Handbook of Antiparasitic Drugs. Ruamtasana Co., Bangkok. Keith,DL.and W.L.Kramer,1993. Mosquito Update for Nebraska, University of Nebraska., Lincoln, NE. Laboratory Identification of Parasites of of Public Health Concern, 2002. Common Invader of the Human Body, Parasitic Image , CDC,USA-DPDx. 186 Laboratory Division Public Health Concern, 2001. Giardia intestinalis, CDC,DPDx, Centers for Disease Control and Prevention. Lagana,S. Entamoeba coli, Atlas Protozoa URL:www.atlas-protozoa.com/Entamoebacoli.php Marcelo de Campos Pereira, 2001. Triatoma infestans, University of Sao Paolo, Department of Parasitology. Martinez, AJH, 2001. Free living amoebas: Naegleria,Acanthamoeba and Balamothia. http://www.modares.ac.ir/elearning/Dalimi/Proto/MacLean,JD.,2007. Trichomonas vaginalis. Clinical Parasitology , McGill Center for Tropical Disease. MacLean,JD.,2005. Trypanosoma cruzi. Clinical Parasitology , McGill Center for Tropical Disease. MacLean,J.D.2007.Lecture 3. Other Systemic Protozoa .Clinical Parasitology , McGill Center for Tropical Disease. Manson and Bahr, 2003. Manson's Tropical Tropical Diseases ed GC Cook et al. 21st ed ,2003 WB Saunders Co., London Medical Letter Editors, 2004. Drugs for Parasitic Infections. The Medical Letter, Vol.46 (Issue 1189). Parasite Image Library, 2001. Cyclosporiasis, Division of Parasitic Diseases, Centers for Disease Ccntrol, Atlanta. 187 Parasitology Department, 2003. Blastocytosis, Oregon State Public Health Laboratory. Richardson and Kendall, 1969. Veterinary Protozoology, 3rd Edition, Oliver and Boyd Ltd, Edinburg. Russel,RC.,1996. Mansonia, A colour photo atlas of mosquitoes of Southeastern Australia. Soedarto, 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Sagung Seto, Jakarta. Soedarto, 2008. Parasitologi Klinik, Airlangga University Press, Surabaya. Sodeman Jr., WA.2001.Intestinal Protozoa:Amebas. http://www.modares.ac.ir/elearning/ Dalimi/Proto/Lecture Soulsby, 1968. Helminths, Arthropoda, and Protozoa of Domesticated Animals, 6th Edition, London: Balliere, Tyndall and Cassel. Sudomo, M. 2008. Penyakit parasitik yang kurang diperhatikan di Indonesia. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska, Balitbangkes, Departemen Kesehatan R.I. Sudomo,M. dan Sasono, M.D.P. 2007. Pemberantasan schistosomiasis di Indonesia, Bul. Penel.Kesehatan, Vol.25,No.1, 36-45, 2007. Terazawa a., Muljono R., Susanto L.,Margono, S.S. and Konishi,E. 2003. High Toxoplasma Antibody Prevalence Among Inhabitans in Jakarta, Jpn J. Infectious Disease, 56:107-9. 188 Thyssen, PJ. and Linhares AX., 2007. First decription of the Immature stages of Hemilucilia segmentaria.Biol.res 40:271-280. Tim Clarke, 2001. Taenia saginata, Microbiology Department, Royal Hallamshire Hospital, Sheffield, UK. Tom Nolan. Cryptosporidium.parvum, VPTH603 Veterinary Parasitology University Pensylvania , http://www.vet.upenn.edu Uniformed Services University of the Health Services: Diagnostic of Parasitology and Medical Zoology, USUHS, Bethesda, Maryland. Upton, SJ. 2001. Cyclospora cayetanensis, Division of Biology, Kansas State University, Manhattan, KS. URL: http://www.practicalscience.com/table.Practical Parasitology, Amoeba Morphology Diagram. URL: http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/lecture3 other system protozoa.htm URL:http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/lecture/intest/ protozoa.htm URL: http://www.universe-review.ca/amoeba URL: http://www.soton.ac.uk. Isospora belli URL: http://www.btinternet.com/ukneqa/parasitologyscheme) 189 URL: http://www.parasite-referencelab.co.uk/images. Blastocystis hominis. URL: http://jpkc.sysu.edu.cn Entamoeba histolytica URL: http://www.fao.org/docrep/006 URL:www.atlas-protozoa.com/Entamoebacoli.php Entamoeba coli URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb Entamoeba gingivalis URL:http://www.austincc.edu/ddingley/MLAB1331/LectureGuide Naegleria fowleri Acanthamoeba URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb Endolimax nana URL:http://www.soton.ac.uk;http://www.cmpt.ca/images/- Iodamoeba butchlii; Dientamoeba fragilis URL: http://www.austincc.edu/ddingley Trichomonas hominis URL: http://ruby.fgcu.edu/courses/davidb/courses/50249/flagellata Trichomonas vaginalis URL: http://www.giardiass.org Giardia lamblia URL: http://www.btinternet.com/ukneqas/parasitologyscheme Enteromonas hominis URL:http://www/2classnote.com/images/-/science Trypanosomidae 190 URL: http://www.fao.org/docrep/006 Trypanosomidae URL:http://cal.vet.upenn.edu/projects/parasit/06Trypanosoma gambiense URL: http://en.ird.fr/var/ird/storage Glossina URL: http://www.cals.nscu.edu Reduviidae URL: http://www.medicina21.com Phlebotomus URL: http://www.msu.edu/course/zol/316 Leishmania donovani URL:http://bio-analyse.com/images/eimeria Eimeria URL: http://www.soton.ac.uk Isospora belli URL: http://www.cdc.gov./DPDx/IMAGES Cyclospora URL: http://www.k-state.edu/parasitology Cryptosporidium parvum URL: http://www.microbeworld.org Toxoplasma gondii. URL: http://www.dpd.cdc.gov Toxoplasma.gondi URL: http://www.austincc.edu/microbiol Hydrocephalus Toxoplasmosis URL: http://pathology.class.kmu.edu.tw/ch05 Pneumocystis carinii 191 URL: http://www.k-state.edu/parasitologi/546tutorials Sarcocystis hominis URL: http://www.ucdavis.edu/-/-anopheles Anopheles URL: http://webdoc.nyumc.org Plasmodium vivax URL: http://www.btinternet.com/ukneqa/parasitologyscheme Plasmodium ovale URL: http://www.k-state.edu/parasitology Plasmodium malariae URL:http://static.howstuffworks.com Light microscope URL: http://www.cals.ncsu.edu/course/ent425 Pinning Coleoptera WHO, 1991. Basic Laboratory Methods in Medical Parasitology, WHO Publication, Geneve. WHO Expert Committe, 1985. The Control of Schistosomiasis, WHO Technical Report Series Nr. 728, World Health Organization, Geneve. WHO Expert Committee, 1978. Parasitic Zoonoses, World Health Organization, Geneve. Wiser, MF. 1999. Intestinal Protozoa, Department of Tropical Medicine, Tulane University. 192 GLOSARIUM A AIDS. Acquired immune deficiency syndrome. Abdomen. Bagian tubuh yang berisi organ perut. Abate. Insektisida untuk memberantas larva nyamuk Aedes aegypti yang terdapat di dalam rumah. Abortus. Keguguran, terhentinya kehamilan sebelum 28 minggu. Accole. Terdapat di bagian tepi eritrosit. Acetylcholine, Asetilkolin. Neurotransmitter pada interneuron dan antara otot dan saraf. Aerobic, Aerobik. Membutuhkan oksigen bebas. Aksonema. Mikrotubule intrasitoplasmik lurus dan paralel yang terletak di sepanjang sumbu longitudinal. Algid malaria, Malaria algid. Bentuk klinik malaria pernisiosa disertai dengan kegagalan sirkulasi perifer, sehingga penderita mengalami kolaps dengan gejala kulit lembab dan dingin. Pada malaria algid tipe gastrik kolaps disertai muntah, diare pada tipe koleraik, dan berak darah pada tipe disenterik. 193 Amastigot. Stadium tanpa flagel (aflagela) dari Leishmania. Amoebic carrier, Karier amubiasis. Penderita amubiasis yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi selalu mengeluarkan kista infektif Entamoeba histolytica di dalam tinjanya. Amoeboma, Amuboma. Jaringan granuloma yang terbentuk di usus pada amubiasis usus. Anaerobic, Anaerobik. Tidak membutuhkan oksigen bebas. Anaphylaxis, Anafilaksis. Bentuk reaksi hipersensitif yang berat, dapat menyebabkan syok atau kematian penderita. Asexual,Aseksual Reproduksi yang tidak melibatkan meiosis, produksi gamet, fertilisasi, perpindahan materi genetik, dan partenogenesis. Asexual reproduction, Reproduksi aseksual. Multiplikasi protozoa dengan cara membelah diri sederhana (simple binary fission), yang dimulai dengan menggandakan semua struktur organ-organnya. Reproduksi aseksual juga dapat berlangsung multiple fission (schizogony), dimana dari satu individu protozoa akan terbentuk lebih dari dua individu baru, misalnya pada Plasmodium. Autonfection, Autoinfeksi. Cara infeksi yang disebabkan oleh parasit yang sebelumnya sudah ada di dalam tubuh hospes. B 194 Biological Control, Pengendalian Hayati. Pengendalian terhadap hama dan parasit menggunakan organisme dan atau produknya. Biotic Factor, Faktor Biotik. Faktor organisme hidup (hewan, manusia, tumbuhan) yang mempengaruhi lingkungan hidup. Black fever. Leismaniasis viseral atau penyakit Kala-azar. Disebut demikian karena kulit penderita berwarna hitam akibat terjadinya hiperpigmentasi. Black water fever. Bentuk malaria falciparum yang disertai hemolisis intravaskuler, demam dan hemoglobinuria. Blepharoplast, Blefaroplast. Bentuk kinetoplas beberapa jenis protozoa yang merupakan inti pelengkap. Pada bentuk trofozoit protozoa, dari blefaroplas keluar lebih dari satu flagel. C Calabar swelling. Pembengkakan jaringan subkutan yang terjadi sebagai reaksi alergi hospes terhadap cacing Loa loa dewasa yang mengembara di jaringan bawah kulit.. Carnivora, Karnifor. Hewan pemakan daging. Carrier, Karier. Individu yang dapat menularkan penyakit ( karena membawa stadium infektif organisme penyebab penyakit) tetapi tidak menunjukkan gejala sakit. 195 Cerebral malaria, Malaria serebral. Bentuk klinik malaria pernisiosa dengan kelainan otak yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala hiperpireksia, paralisis dan koma. Commensalism, Komensalisme. Di alam selalu dijumpai simbiosis, yaitu hubungan timbal balik antara dua organisme atau makhluk hidup Pada simbiosis komensalisme salah satu organisme mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut sedangkan organisme lainnya tidak mendapatkan kerugian apapun. Cyst, Kista. Stadium protozoa yang terbungkus di dalam dinding tebal sehingga parasit tidak dapat bergerak sendiri, tidak dapat tumbuh, dan tidak dapat memperbanyak diri. Dalam bentuk kista, parasit mampu bertahan terhadap pengaruh lingkungan kekeringan, kelembaban tinggi, hidupnya, misalnya suhu yang tinggi, tahan terhadap bahan kimia, dan lain sebagainya. Karena itu, kista adalah stadium infektif protozoa yang dapat ditularkan dari satu penderita ke individu lainnya. D Dehydrogenase, Dehidrogenase. Enzim yang berfungsi sebagai katalisator reaksi redoks dengan meniadakan hidrogen dari suatu substrat dan memindahkannya ke substrat lainnya. Definitive host, Hospes definitif atau final host. Hospes yang menjadi habitat parasit dewasa atau parasit matang seksual (sexually mature). Digenetik. Siklus hidup lengkap terdiri dari 2 generasi, yaitu generasi seksual dan generasi aseksual. 196 Double infection, Infeksi ganda. Ditemukan lebih dari satu parasit malaria di dalam satu sel eritrosit . Duodenum. Usus duabelas jari. E Endoparasite, Endoparasit. Parasit yang hidup di dalam tubuh hospes (menyebabkan infeksi). Eosinophyl, Eosinofil. Salah satu jenis dari sel darah putih (leukosit). Eosinophylia, Eosinofilia. Jumlah eosinofil darah lebih dari 3%. Eosinophlic vacuole, Vakuol eosinofilik,. Rongga berwarna yang terdapat di tempat akar flagel yang terletak di depan kinetoplas pada Leishmania. Espundia. Leishmaniasis nasofaring. Extracellular, Ekstraseluler. Berada di luar membran plasma. Extra-intestinal amoebiasis, Amubiasis ekstra-intestinal. Amubiasis pada manusia yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica yang menyerang organorgan di luar usus misalnya hati, paru, otak, kulit dan jaringan tubuh lainnya. F Filament, Filamen. Struktur berbentuk benang panjang. 197 Fission. Pembelahan. Flagel. Alat gerak berbentuk tali yang terdapat pada Mastigophora (misalnya Giardia lamblia). Flask-shape ulcers. Pada pemotongan melintang ulkus pada amubiasis usus menunjukkan gambaran seperti botol. Dasar ulkus berisi bahan nekrotik berwarna kekuningan atau kehitaman. Foetus, Fetus. Janin. Formed applique. Pada malaria falciparum, trofozoit muda Plasmodium falciparum yang berbentuk cincin tampak berinti dan sebagian sitoplasma berada di bagian tepi dari eritrosit. G Gamet. Sel nutfah haploid yang berperan untuk fertilisasi. Gametocyte, Gametosit. Bentuk yang terjadi dari perkembangan sebagian merozoit sesudah tahap skizogoni eritrositik berlangsung beberapa kali. Perkembangan ini terjadi di dalam eritrosit yang terdapat di dalam kapilerkapiler limpa dan sumsum tulang. Hanya gametosit yang sudah matang dapat ditemukan di dalam darah tepi. Gametogony, Gametogoni. Tahap pembentukan gamet yang merupakan salah satu tahapan Siklus hidup aseksual Plasmodium di dalam tubuh manusia. 198 Gamma globulin, Globulin gama. Globulin serum imun yang bersifat sebagai antibodi. Gene, Gen. Satuan terkecil dari hereditas yang menyandikan hasil molekuler sel. Genetic, Genetik. Berkaitan dengan gen. Glycogen mass, Masa glikogen. Terdapat di dalam sitoplasma Entamoeba hartmani yang pada pewarnaan dengan iodin akan berwarna coklat tua. Gram’s stain. Pewarnaan Gram. Granul volutin, Volutine granule. Butiran-butiran yang terdapat di dalam sitoplasma protozoa, misalnya Trypanosoma. Granuloma. Reaksi granulomatosis berbentuk mirip tumor usus yang terjadi pada infeksi parasit misalnya pada amubiasis usus kronis. H Habitat, Habitat. Habitat organisme. Haemolysis, Hemolisis. Pemecahan sel darah merah disertai lepasnya hemoglobin. HIV. Human Immunodeficiency virus. Virus imunodefisiensi manusia. Haemocele, Hemokel. Rongga tubuh artropoda yang bertindak sebagai rongga darah. 199 Halo. Daerah terang yang tampak di sekeliling kariosom dari inti Entamoeba. Hemolysis, Hemolisis. Pecahnya sel-sel darah. Hiperendemis. Daerah endemis malaria dengan indeks limpa yang selalu di atas 75 persen disertai tingginya indeks limpa pada orang dewasa. Hipoendemis. Daerah endemis malaria dengan indeks limpa antara 0 sampai 10 persen. Histamin. Vasodilator yang terbentuk sebagai reaksi terhadap masuknya antigen yang sesuai. Holoendemis. Daerah endemis malaria dengan indeks limpa selalu di atas 75 persen, sedangkan indeks limpa pada orang dewasa rendah. Hal ini menunjukkan adanya toleransi yang kuat orang dewasa terhadap malaria. Host, Hospes. Organisme (disebut juga inang) tempat parasit menggantungkan sepenuh hidupnya. I Ileum, Ileum. Usus halus bagian bawah terletak paling dekat dengan usus besar (kolon). Imago. Serangga dewasa yang telah matang seksual. 200 Imunitas, Immunity. Kekebalan, kemampuan untuk bertahan terhadap masuknya benda asing maupun infeksi parasit dan organisme yang merugikan lainnya. Immunocompromised. Mengalami gangguan dan penurunan daya tahan atau imunitas tubuh. Immunofluorescence, Imunofluoresensi. Penggunaan pewarna fluoresen pada antibodi untuk mendeteksi antigen-antigen yang spesifik. Immunoglobulin, Imunoglobulin. Salah satu jenis protein globin yang beraktivitas sebagai antibodi. Incidental host, Hospes insidental. Manusia menjadi hospes parasit tertentu yang sebenarnya secara alami hidup pada hewan. Index limpa, Spleen Index. Penetapan endemisitas malaria suatu daerah dengan memeriksa penduduk yang limpanya membesar. Ukuran besarnya limpa ditentukan dengan menggunakan metoda Schuffner atau disesuaikan dengan ukuran lebar jari di bawah iga kiri. Pengukuran limpa dilakukan pada anak berumur antara 2 sampai dengan 9 tahun, pada saat penyakit malaria berada di puncak serangan dan limpa berada pada ukuran maksimum. Index parasit, Parasite Index. IP adalah persentase anak berumur antara 2 dan 9 tahun yang pada pemeriksaan tetes tebal darah tepi menunjukkan adanya Plasmodium. Di daerah endemis, IP pada anak selalu lebih tinggi dari pada IP orang dewasa. 201 Infection rate nyamuk, Derajat infeksi nyamuk. Infection rate nyamuk Anopheles ditentukan dengan membedah lambung nyamuk untuk menemukan ookista dan memeriksa kelenjar ludah nyamuk untuk menunjukkan adanya sporozoit. Intermediate berkembangnya host, Hospes stadium muda perantara. Hewan parasit, misalnya yang menjadi bentuk larva tempat untuk melengkapi Siklus hidup parasit. Intestinal amoebiasis. Amubiasis usus. Invertebrata. Semua organisme yang tidak termasuk vertebrata. J Jaundis. Warna kekuningan pada selaput konjungtiva. Jejunum. Bagian usus kecil sesudah duodenum. K Karyosome, Kariosom. Kariosom atau plastin adalah salah satu struktur inti protozoa. Kinetoplast, Kinetoplas. Inti pelengkap yang terdapat pada beberapa jenis protozoa yang berbentuk blefaroplas atau benda parabasal. 202 Kuartana tripleks. Siklus demam 24 jam terjadi jika terdapat pematangan 3 generasi Plasmodium malariae dalam waktu 3 hari. L Leishmanial form, Bentuk leismania. Stadium dari famili Trypanosomidae yang berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan satu kinetoplas. Flagel tidak terbentuk. Leishmanioma, Leismanioma. Gejala klinis pada infeksi Leishmania donovani, berupa nodul kulit yang bersifat primer. Leptomonad form, Bentuk leptomonad. Stadium dari famili Trypanosomatidae yang bentuknya memanjang, mempunyai satu inti yang terletak sentral, dan satu flagel panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh tempat kinetoplas berada. Pada bentuk ini belum tampak undulating membrane. Leucopenia, Leukopeni. Jumlah leukosit darah kurang dari 4.000/ml. Life cycle, Siklus hidup. Bentuk-bentuk parasit pada tahapan hidup parasit yang terbentuk sesuai dengan habitat atau lingkungan hidupnya. M Macrogamete, Makrogamet. Gamet berukuran besar yang terbentuk di dalam lambung nyamuk Anopheles berasal dari pematangan makro gametosit. 203 Macrogametosite, Makrogametosit, Gametosit betina. Sel yang berkembang dari sebagian merozoit Plasmodium yang mengadakan pembelahan sel dan diferensiasi. Macronucleus, Makronukleus. Inti berukuran besar, berbentuk ginjal yang dimiliki oleh Ciliata misalnya Balantidium coli. Magnaform. Bentuk kista Entamoeba histolytica yang besar ukurannya, dengan garis tengah antara 10-15 mikron. Malaria kuartana tripleks. Siklus demam 24 jam yang terjadi jika terdapat pematangan 3 generasi Pl. malariae dalam waktu 3 hari . Malaria serebral. Gambaran klinis malaria pernisiosa yang menimbulkan kelainan otak dengan gejala-gejala hiperpireksia, paralisis dan koma. Malaria tertiana. Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax, disebut juga malaria tertiana benigna (jinak), sedang Pl. falciparum menimbulkan malaria falciparum atau malaria tertiana maligna (ganas). Maurer’s dots, Bintik-bintik Maurer. Bintik-bintik yang terdapat pada trofozoit lanjut Plasmodium falciparum. Medical Parasitology, Parasitologi Kedokteran. Ilmu kedokteran yang mempelajari tentang parasit yang menyebabkan penyakit, kelainan atau gangguan pada manusia. 204 Merozoit, Merozoit. Pada Coccidia stadium ini terjadi sesudah terbentuknya skison (schizont). Sebagian merozoit akan masuk ke dalam lumen usus, setiap merozoit akan memasuki satu sel epitel usus dan melanjutkan siklus aseksual (schizogony). Merozoit lainnya mengadakan diferensiasi menjadi gamet jantan (mikrogametosit) dan gamet betina (makrogametosit). Mesoendemis. Derajat endemisitas malaria dengan indeks limpa antara 11 sampai 50 persen. Metacyclic trypanosomal, Tripanosoma metasiklik. Bentuk yang mirip bentuk tripanosoma tetapi berukuran lebih kecil. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh serangga yang menjadi hospes perantara dan vektor penular dan berkembang menjadi stadium infektif. Metacystic trophozoite, Trofozoit metakistik. Disebut juga sebagai amubula (amoebulae) merupakan bentuk yang terjadi pada proses ekskistasi amuba di dalam sekum atau ileum bagian bawah, yang berkembang dari amuba berinti empat (tetranucleate amoeba). Midgut. Usus tengah. Miescher tube, Tabung Miescher. Kelompok spora Sarcocystis yang memanjang seperti pipa, yang terdapat di dalam otot bergaris yang ukurannya sangat bervariasi antara ukuran mikroskopik sampai 5 cm panjangnya. Spora berukuran sekitar 1-2 mikron kali 10 mikron,mempunyai satu inti. Microgamet, Mikrogamet. Gamet jantan berasal dari diferensiasi merozoit parasit, misalnya Plasmodium. 205 Micronucleus, Mikronukleus. Inti kecil protozoa Ciliata misalnya Balantidium coli yang berbentuk bintik kecil yang terletak di bagian cekungan makronukleus, inti besar yang berbentuk ginjal. Minutaform. Bentuk kista Entamoeba histolytica yang kecil ukurannya dengan garis tengah antara 6-9 mikron. Mixed infection. Infeksi oleh lebih dari satu spesies Plasmodium di dalam tubuh seekor nyamuk Anopheles betina, Mosquito density, Kepadatan nyamuk. Angka kepadatan nyamuk Anopheles untuk menentukan derajat endemisitas penyakit malaria di suatu daerah. Mushy. Konsistensi tinja yang jika dikocok akan mengikuti bentuk tempatnya Mushy-diarrheic. Konsistensi tinja yang meskipun tidak dikocok bentuk tinja akan mengikuti bentuk container, tetapi tinja tak dapat dituang ke luar container. Mutasi. Perubahan materi genetik sebuah sel. N Nagana disease, Penyakit Nagana. Infeksi oleh Trypanosoma brucei yang ditularkan oleh lalat tsetse (Glossina). O 206 Obligatory parasite, Parasit obligat. Parasit ini harus selalu hidup parasitik pada hospes karena selama hidupnya ia sangat tergantung pada makanan yang didapatnya dari hospes. Oocyst, Ookista. Stadium Sporozoa misalnya Coccidia yang berukuran sekitar 15x32 mikron yang berasal dari perkembangan stadium zigot dan terjadi di luar tubuh manusia Ookinet. Stadium perkembangan dari zigot Plasmodium di dalam lambung (midgut) nyamuk. Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk, masuk ke jaringan antara lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Overt malaria. Demam khas yang merupakan gejala klinis malaria akibat pecahnya sel eritrosit yang ditimbulkan oleh pembelahan diri (multiplikasi) Plasmodium di dalam sel eritrosit. P PCR. Polymerase Chain Reaction. Parasit. Organisme hidup yang menggantungkan seluruh hidupnya pada organisme lainnya (hospes) sehingga merugikan hidup hospes yang ditumpanginya. Dalam pengertian yang lebih khusus, parasit dalam Parasitologi Kedokteran meliputi protozoa, cacing dan artropoda yang hidup parasitik pada manusia. Parasite index, Indeks parasit (IP). Persentase anak berumur antara 2 dan 9 tahun yang pada pemeriksaan tetes tebal menunjukkan adanya Plasmodium di 207 dalam darahnya. Di daerah endemis, IP pada anak selalu lebih tinggi dari pada IP orang dewasa. Parasitic infection, Infeksi parasit. Invasi oleh endoparasit (protozoa dan cacing). Parasitic disease, Penyakit parasit. Penyakit yang terjadi akibat invasi dan kelainan patologi oleh endoparasit. Parasite rate. Persentase populasi penduduk yang darahnya mengandung parasit malaria dibanding populasi seluruh penduduk. Parasitisme. Hubungan timbal balik yang bersifat sementara atau permanen antara dua organisme hidup di mana salah satu organisme di antaranya (disebut parasit) tergantung sepenuh hidupnya pada organisme lainnya (disebut inang atau hospes). Penyakit surra. Penyakit hewan yang disebabkan oleh infeksi Trypanosoma evansi yang ditularkan oleh lalat Tabanus. Penyakit tidur. Penyakit infeksi susunan saraf pusat yang disebabkan oleh Trypanosoma gambiense atau T.rhodesiense. Peristome, Peristom. Lekukan spiral yang menuju sitostoma pada beberapa jenis ciliata. Permanent parasite, Parasit permanen. Parasit yang seluruh masa hidupnya berada di dalam tubuh hospes yang menyediakan makanan baginya. Di luar tubuh hospes parasit akan mati. 208 Pernicious malaria, Malaria pernisiosa. Kumpulan gejala yang terjadi akibat pengobatan malaria falciparum yang tidak sempurna, sehingga menimbulkan kematian penderita dalam waktu satu sampai tiga hari sesudah pengobatan. Polymorphic, Polimorfik. Mempunyai berbagai bentuk morfologi yang berbeda-beda. Predator. Organisme yang memangsa organisme hidup jenis lainnya. Promastigot. Stadium atau bentuk parasit Leishmania yang mempunyai flagel (disebut juga sebagai stadium flagella). Pruritus ani. Gatal-gatal yang terasa di daerah perianal dan perineal. Pseudopodia, Pseudopodi. Alat pergerakan pada Rhizopoda. Q Quadrinucleate cyst. Kista Entamoeba histolytica yang sudah matang dan mempunyai empat inti, yang tidak mengandung badan kromatoid maupun masa glikogen. R Rekrudesens, Recrudescence. Kekambuhan klinis yang terjadi sesudah sembuh sementara selama beberapa hari pada malaria falsiparum. 209 Relaps. Kekambuhan klinis yang terjadi pada malaria vivax, malaria ovale dan malaria malariae. Reservoir host, Hospes cadangan. Hewan yang dapat bertindak sebagai hospes definitif bagi parasit yang hidup parasitik pada manusia sehingga dapat bertindak sebagai sumber infeksi parasit bagi manusia.. Romana’s sign. Pembengkakan kelopak mata yang terjadi pada infeksi dengan Trypanosoma cruzi yang masuk melalui konjungtiva. S Sabin Feldman Dye Test. Salah satu uji serologi untuk menunjang diagnosis toksoplasmosis. Sand-flies, Lalat pasir (Phlebotomus). Lalat pengihisap darah yang bertindak sebagai vektor penular penyakit Kala-azar. Sarcocystin, Sarkokistin. hominis yang dapat Toksin yang dihasilkan oleh parasit Sarcocystis menimbulkan kematian pada kelinci, tetapi tidak menyebabkan keluhan atau gejala klinis pada manusia. Schizogony, Skisogoni. Reproduksi aseksual pada protozoa dengan membentuk skison (schizont), dengan cara mengadakan multiplikasi atau membelah diri secara sederhana (simple binary fission). Schizont, Skizon. Bentuk yang berkembang dari bentuk trofozoit pada tahapan Siklus hidup Sporozoa misalnya Coccidia atau Plasmodium yang terbentuk secara multiple fission. Pada Plasmodium misalnya, di dalam sel-sel parenkim 210 hati plasmodium didapatkan dalam bentuk skizon preeritrositik yang berbeda ukuran dan jumlah merozoit di dalamnya. Pada Plasmodium vivax, skizon preeritrositik berisi 12.000 merozoit yang berukuran sekitar 42 mikron. Pada Pl. falciparum skizon preeritrositik berisi 40.000 merozoit yang berukuran 60 mikron kali 30 mikron, sedang pada Pl. ovale berisi 15.000 merozoit berukuran 75 x 45 mikron. Bentuk skizon preeritrositik belum pernah sitemukan. Schuffner dots, Bintik Schuffner. Bintik-bintik yang terdapat pada Plasmodium vivax stadium trofozoit bentuk amuboid yang menginfeksi sel darah merah. Sexual reproduction, Reproduksi seksual. Reproduksi protozoa yang dilakukan dengan cara mengadakan multiplikasi secara konjugasi atau secara syngami. Pada konjugasi, dua individu protozoa menyatukan diri untuk sementara agar terjadi pertukaran material inti masing-masing protozoa. Sesudah itu kedua individu protozoa memisahkan diri lagi dalam bentuk individu yang lebih muda. Simbiosis, Symbiosis. Hubungan timbal balik antara dua organisme berbeda jenis yang terjadi di alam. Simbiosis komensalisme, Commensal symbiosis. Simbiosis yang salah satu organisme peserta simbiosis mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut sedangkan organisme lainnya tidak mendapatkan kerugian apa pun. Simbiosis mutualisme, Mutual symbiosis. Dua organisme yang bersimbiosis keduanya mendapatkan keuntungan dari simbiosis tersebut. 211 Sindrom malabsorpsi, Malabsorption syndrome. Kumpulan gejala-gejala klinis kekurangan makanan akibat gangguan penyerapan makanan, vitamin A dan lemak dan anemia. Sitostom, Cytostome. Organ pencernaan makanan yang terbentuk dari bagian ektoplasma. yang berfungsi untuk membuang sisa-sisa metabolisme. Skizogoni, Schizogony. Salah satu tahapan Siklus hidup aseksual Plasmodium yang berlangsung pada manusia secara multiple fission, dimana dari satu individu protozoa akan terbentuk lebih dari dua individu baru. Skizogoni eksoeritrositik, Exoerythrocytic schizogony. Skizogoni yang berlangsung di dalam sel-sel hati. Skizogoni eritrositik, Erythrocytic schizogony. Siklus hidup aseksual Plasmodium yang berlangsung di dalam sel-sel eritrosit. Skizogoni preeritrositik, Preerythrocytic schizogony. Tahap skizogoni yang berlangsung di dalam sel-sel hati sebelum skison masuk ke dalam darah. Spleen index, Indeks limpa. Pada epidemiologi malaria, endemisitas ditentukan dengan mendata populasi penduduk yang mengalami pembesaran limpa. Pengukuran besarnya limpa dilakukan dengan menggunakan metoda Schuffner yang disesuaikan dengan ukuran lebar jari di bawah iga kiri. Pengukuran limpa dilakukan pada anak berumur antara 2 sampai dengan 9 tahun, pada saat penyakit malaria berada di puncak serangan dan limpa berada pada ukuran maksimum. 212 Sporoblas, Sporoblast. Bentuk / stadium Coccidia yang tumbuh dari ookista dan terjadi di luar tubuh manusia. Sporocyst, Sporokista. Stadium ookista di luar tubuh manusia yang mengandung 2 sporokista (pada Isospora) atau 4 sporokista (pada Eimeria). Sporogoni, Sporogony. Siklus seksual Plasmodium yang terjadi di dalam tubuh nyamuk Anopheles. Sporulated oocyst, Ookista berspora. Ookista yang mengandung spora, misalnya pada Cyclospora mengandung dua sporokista yang berbentuk lonjong, yang masing-masing sporokista memiliki dua sporozoit yang berukuran 1.2 x 9 mikron. Spurious parasite. Benda atau spesies asing yang berada di dalam usus hospes lalu melewati saluran pencernaan tanpa menimbulkan gejala infeksi pada hospes. Stallion’s disease, Penyakit Stallion. Penyakit hewan yang disebabkan oleh Trypanosoma equiperdum yang ditularkan melalui hubungan kelamin. . Sucking disc, Lempeng isap. Lempeng pengisap yang terdapat pada Giardia lamblia berfungsi untuk melekatkan diri pada usus penderita. Surra. Penyakit hewan yang disebabkan oleh ditularkan oleh lalat Tabanus. Trypanosoma evansi dan 213 T Temporary parasite, Parasit temporer. Parasit yang hanya hidup parasitik pada tubuh hospes jika ia sedang membutuhkan makanan, dan hidup bebas (free-living) di luar tubuh hospes jika sedang tidak membutuhkan makanan dari hospes. Tenesmus. Gangguan kelancaran dan nyeri pada waktu defikasi atau pada waktu kencing. Tertiana dupleks. Siklus demam 24 jam pada malaria vivax dimana terdapat pematangan 2 generasi Plasmodium vivax dalam waktu 2 hari. Trofozoit, Trophozoite. Bentuk atau stadium Protozoa yang aktif bergerak dan bersifat invasif, dapat tumbuh dan berkembang biak, aktif mencari makanan, dan mampu memasuki organ dan jaringan. Karena selalu bergerak menggunakan pseudopodi, maka bentuk trofozoit tidaklah tetap. Trophozoite-induced malaria. Malaria yang terjadi melalui cara infeksi plasmodium stadium aseksual (trofozoit) yang dapat terjadi melalui tranfusi darah (transfusion malaria), melalui jarum suntik atau menular dari ibu ke bayi yang dikandungnya melalui plasenta (congenital malaria). Tropical splenomegaly, Splenomegali tropikal. Splenomegali yang merupakan gejala klinis pada leismaniasis viseral (visceral leishmaniasis) atau penyakit Kala-azar. U 214 Undulating membrane. Selaput berbentuk gelombang pada Flagellata yang terbentuk oleh salah satu flagel yang paling tebal yang berjalan ke arah belakang sepanjang tepi tubuh, kemudian berjalan ke luar dengan bebas di bagian posterior tubuh. Unformed stool. Bentuk tinja yang cair dan tidak mempunyai bentuk tetap. Uninucleated bodies. Badan berinti satu.yang terdapat pada Pneumocystis carinii. V Vector, Vektor. Artropoda atau organisme hidup lain yang mampu memindahkan secara aktif stadium infektif parasit atau organisme penyebab penyakit dari seorang penderita ke orang lain. X Xanthochrom, Santokrom. Berubah warna menjadi kuning. Xenodiagnosis. Diagnosis berdasar ditemukannya organisme, misalnya Trypanosoma cruzi, di dalam tubuh vektor penular (Reduviidae) sesudah vektor digigitkan pada penderita yang diduga menderita infeksi T.cruzi. Z Zigot. Hasil fusi sel gamet. 215 Zoonosis. Penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Zoophilus. Menyukai darah hewan.