BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Gaol (2008: 5) menyatakan bahwa, “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengawasan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta mendapatkan sesuatu melalui kegiatan-kegiatan orang lain.” Pengertian manajemen menurut Griffin (2012: 6) adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Herujito (2005: 3) mengatakan, “Management is to get things done through the effort of other people.” Manajemen adalah usaha mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan tertentu orang lain. Dengan demikian, manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan dan perpindahan (Suprapto, 2009: 122). 2.1.1 Karakteristik Manajemen Menurut Suprapto (2009: 125) ada beberapa karakteristik manajemen, diantaranya: 1. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Manajemen adalah proses yang sistematis terkoordinasi dan kooperatif dalam usaha memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. 9 10 3. Manajemen mempunyai tujuan tertentu, berhasil tidaknya tujuan itu tergantung pada kemampuannya dalam menggunakan segala potensi yang ada. 4. Manajemen merupakan sistem kerja sama yang kooperatif dan rasional. 5. Manajemen didasarkan pada pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab yang benar. 2.1.2 Pengertian Manajemen Operasi dan Produksi Manajemen Operasi dan Produksi dapat didefinisikan sebagai proses yang secara continue dan efektif menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sumberdaya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan perusahaan (Umar, 2005: 143). Produksi adalah penciptaan barang dan jasa. Sedangkan Manajemen Operasi merupakan serangkaian aktivitas yang menciptakan nilai dalam pembuatan barang dan jasa dengan mengubah inputs menjadi ouputs (Heizer dan Render, 2011: 36). Menurut Heizer dan Render (2011: 36) untuk menghasilkan barang dan jasa semua jenis organisasi harus menjalankan tiga fungsi demi kelangsungan hidup organisasi tersebut. Fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut: a. Pemasaran yang menghasilkan permintaan, menerima pemesanan untuk sebuah barang atau jasa (tidak ada aktivitas jika tidak ada penjualan). b. Produksi atau operasi yang menghasilkan produk. c. Keuangan yang mengawasi sehat atau tidaknya sebuah organisasi, membayar tagihan dan mengumpulkan uang. Menurut Herjanto (2008: 5) elemen-elemen yang mendasari manajemen operasi secara umum dapat dijelaskan dengan gambar berikut: 11 Gambar 2.1 Elemen Dasar Manajemen Operasi Sumber : Herjanto (2008: 5). 1. Konsep dasar manajemen produksi, yang membedakannya dari disiplin ilmu yang lain, misalnya konsep perencanaan tata letak, perencanaan kapasitas, perencanaan kebutuhan material, persediaan, penjadwalan dan pengendalian mutu. 2. Teknik dan konsep yang dikembangkan melalui teori organisasi dan manajemen. Teknik dan konsep tersebut banyak digunakan terutama dalam perencanaan kerja, pengorganisasian sumber daya dan pengendalian proses. 3. Penerapan pengetahuan atau praktek yang dikembangkan dari disiplin ilmu lain, seperti ekonomi, keuangan dan matematika. Sebagai contoh, penentuan tingkat produksi didasarkan atas pendekatan permintaan-penawaran dari teori ekonomi, analisis kinerja operasi dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, penggunaan metode kuantitatif atau matematik dalam pengambilan keputusan (misalnya pemrograman linear atau metode penugasan) dan sebagainya. 4. Penemuan-penemuan teknologi. Komputer dan laser merupakan contoh dari penemuan teknologi terakhir yang sangat berpengaruh dalam sistem produksi serta mendorong perkembangan teknologi proses maupun produksi, yang antara 12 lain menyebabkan perubahan dalam tata letak, jenis mesin/peralatan, maupun proses produksi. 2.2 Forecasting (Peramalan) 2.2.1 Pengertian Forecasting (Peramalan) Peramalan merupakan suatu usaha untuk meramal keadaan dimasa mendatang melalui pengujian keadaan di masa lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwaperistiwa di waktu yang akan datang atas dasar pola-pola di waktu yang lalu dan penggunaan kebijakan terhadap proyeksi-proyeksi dengan pola-pola di waktu yang lalu (Prasetya dan Lukiastuti, 2009: 43). Menurut Nasution (2004: 25) peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa mendatang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Menurut Render, Stair dan Hanna (2012: 142) ada delapan langkah untuk melakukan peramalan, yaitu: 1. Determine the use of the forecast. 2. Select the items or quantities that are to be forecasted. 3. Determine the time horizon of the forecast. 4. Select the forecasting model or models. 5. Gather the data needed to make the forecast. 6. Validate the forecasting model. 7. Make the forecast. 8. Implement the results. 13 2.2.2 Jenis-Jenis Forecasting (Peramalan) Menurut Render, Stair dan Hanna (2012: 142) ada tiga kategori peralaman, yaitu: 1. Time-Series Models Peramalan ini digunakan untuk memprediksi masa depan dengan menggunakan data sebelumnya. Model ini memiliki asumsi apa yang terjadi di masa depan adalah fungsi dari apa yang terjadi di masa lalu. Dengan kata lain, time-series model melihat apa yang telah terjadi selama periode waktu dan menggunakan serangkaian data masa lalu untuk membuat ramalan. 2. Causal Models Causal Models menggabungkan variabel atau faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kuantitas yang diperkirakan menjadi model peramalan. Sebagai contoh, penjualan harian dari minuman cola mungkin bergantung pada musim, temparature rata-rata, kelembaban rata-rata ataupun pada akhir pekan atau hari kerja. Dengan demikian, model kausal akan berusaha untuk menyertakan faktor suhu, kelembaban, musim dan sebagainya. Causal Models juga dapat mencakup data penjualan masa lalu seperti yang model time series lakukan. 3. Qualitative Models Qualitative Models berupaya untuk menggabungkan faktor-faktor judgemental atau subyektif ke dalam model peramalan. Pendapat para ahli, pengalaman pribadi dan penilaian, serta faktor-faktor subyektif lainnya dapat dipertimbangkan. Qualitative Models sangat berguna ketika faktor-faktor subyektif diharapkan menjadi sangat penting atau ketika data kuantitatif yang akurat sulit diperoleh. 14 2.2.3 Meramalkan Horizon Waktu Menurut Heizer dan Render (2011: 136) forecasting biasanya diklasifikasikan menurut horizon waktu masa depan yang dicakupnya. Horizon waktu terbagi atas beberapa kategori: Peramalan jangka pendek. Peramalan ini mencakup jangka waktu hingga satu tahun tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan kerja dan tingkat produksi. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah atau intermediate, umumnya mencakup hitungan bulanan hingga tiga tahun. Peramalan ini berguna untuk merencanakan penjualan, perencanaan anggaran produksi, anggaran kas dan menganalisa berbagai macam kegiatan operasi. Peramalan jangka panjang. Umumnya untuk perencanaan tiga tahun atau lebih. Perencanaan jangka panjang digunakan untuk merencanakan produk baru, pembelanjaan modal, lokasi atau pengembangan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan. 2.2.4 Karakteristik Peramalan yang Baik Menurut Nasution (2004: 28) peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain: Akurasi Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan 15 kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal yang terserap sia-sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal (meminimasi penumpukan persediaan dan memaksimasi tingkat pelayanan). Biaya Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya (manual atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahli yang dibutuhkan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya itemitem yang penting akan diramalkan dengan metode yang canggih dan mahal, sedangkan item-item yang kurang penting bisa diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah. Kemudahan Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi. 16 2.2.5 Beberapa Sifat Hasil Peramalan Menurut Nasution (2004: 29) dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil suatu peramalan, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu: Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian tersebut. Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran kesalahan, artinya karena peramalan pasti mengandung kesalahan, maka adalah penting bagi peramal untuk menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin terjadi. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena peramalan jangka pendek, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan semakin panjang periode peramalan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. 2.2.6 Pendekatan Dalam Peramalan Ada dua pendekatan umum untuk peramalan, yaitu: Peramalan kualitatif, menggabungkan faktor-faktor, seperti intuisi, emosi dan sistem nilai pengambil keputusan untuk meramal. Peramalan kuantitatif, dengan menggunakan model matematis yang beragam dengan data masa lalu dan variabel sebab akibat untuk meramalkan permintaan. 17 Gambar 2.2 Penggolongan Model-Model Peramalan Sumber : Gaspers (2005: 85). 2.2.7 Model Peramalan Kualitatif Menurut Gaspers (2005: 85) ada beberapa model peramalan yang digolongkan sebagai model kualitatif yaitu: a. Dugaan Manajemen (Management Estimate), dimana peramalan semata-mata berdasarkan pertimbangan manajemen, umumnya oleh manajemen senior. Metode ini akan cocok dalam situasi yang sangat sensitive terhadap intuisi dari satu atau sekelompok kecil orang karena pengalamannya mampu memberikan opini yang kritis dan relevan. Teknik ini akan dipergunakan dalam situasi dimana tidak ada alternatif lain dari model peramalan yang dapat diterapkan. b. Riset Pasar (Market Research), merupakan metode peramalan berdasarkan hasilhasil dari survei pasar yang dilakukan oleh tenaga-tenaga pemasar produk atau yang mewakilinya. Metode ini akan menjaring informasi dari pelanggan atau pelanggan potensial berkaitan dengan rencana pembelian mereka di masa 18 mendatang. Riset pasar tidak hanya akan membantu untuk peramalan, tetapi juga untuk meningkatkan desain produk dan perencanaan untuk produk-produk baru. c. Metode Kelompok Terstruktur (Structured Group Methods), seperti metode Delphi. Metode Delphi merupakan teknik peramalan berdasarkan pada proses konvergensi dari opini beberapa orang atau ahli secara interaktif tanpa menyebut identitasnya. d. Analogi Historis (Historical Analogy), merupakan teknik peramalan berdasarkan pola data masa lalu dari produk-produk yang dapat disamakan secara analogi. Misalnya peramalan untuk pengembangan pasar televisi multisystem menggunakan model permintaan televisi hitam putih atau televisi berwarna biasa. Analogi historis cenderung akan menjadi terbaik untuk penggantian produk di pasar dan apabila terdapat hubungan substitusi langsung dari produk dalam pasar itu. 2.2.8 Metode Peramalan Kuantitatif A. Pendekatan Naif (Naïve Method) Naïve forecasting method menurut Black (2012: 608) adalah simple models in which it is assumed that the more recent time periods of data represent the best predictions or forecasts for future outcomes. Rumusnya adalah: Ft Xt-1 Dimana: Ft : peramalan untuk periode t Xt-1 : nilai untuk periode waktu t-1 Naïve Method pada intinya adalah bahwa peramalan untuk periode selanjutnya sama dengan jumlah aktual dari periode sebelumnya. Apakah cara ini masuk akal? Terbukti untuk beberapa jenis produk, Naïve Method ini merupakan 19 model peramalan objektif yang paling efektif dan efisien dari segi biaya. Paling tidak, pendekatan Naïve memberikan titik awal untuk perbandingan dengan model lain yang lebih canggih (Heizer dan Render, 2011: 140). B. Rata-rata Bergerak (Moving Average) Menurut Gaspers (2005: 87) model rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data aktual permintaan yang baru untuk membangkitkan nilai ramalan untuk permintaan di masa yang akan datang. Metode ini akan efektif diterapkan apabila kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar terhadap produk akan tetap stabil sepanjang waktu. Metode rata-rata bergerak menggunakan formula berikut: Rata-rata bergerak n-periode = (permintaan dalam n-periode terdahulu) : n Dimana N adalah banyaknya periode dalam rata-rata bergerak. Menurut Nasution (2004: 38) Moving Average memiliki kelemahan sebagai berikut: 1. Peramalan selalu berdasarkan pada N data terakhir tanpa mempertimbangkan data-data sebelumnya. 2. Setiap data dianggap memiliki bobot yang sama, padahal lebih masuk akal bila data yang lebih baru mempunyai bobot yang lebih tinggi karena data tersebut mempresentasikan kondisi yang terakhir terjadi. Kelemahan kedua ini akan diatasi dengan menggunakan Weighted Moving Average. 3. Diperlukan biaya yang besar dalam penyimpanan dan pemrosesan datanya, karena bila N cukup besar, maka akan membutuhkan memori yang cukup besar dan proses komputasinya menjadi lama. C. Rata-rata Bergerak Tertimbang (Weighted Moving Average) Menurut Herjanto (2008: 82) metode rata-rata bergerak tertimbang menggunakan data periode N terakhir sebagai data historis untuk melakukan prakiraan, tetapi setiap periode mendapat bobot yang berbeda. Bobot yang lebih 20 tinggi biasanya diberikan pada periode yang semakin dekat dengan periode yang diramalkan. Rata-rata bergerak tertimbang mempunyai rumus sebagai berikut: WMA (bobot periode n)(permintaan periode n) : bobot Perlu diingat bahwa semua bobot yang ditentukan harus 1 (satu) jika dijumlahkan dan tidak boleh lebih atau kurang dari 1 (satu). D. Penghalusan Eksponential (Exponential Smoothing) Menurut Heizer dan Render (2011: 144) exponential smoothing merupakan metode peramalan rata-rata bergerak dengan pembobotan yang canggih, tetapi masih mudah digunakan. Metode ini menggunakan pencatatan data masa lalu yang sangat sedikit. Rumus Exponential Smoothing dapat ditunjukkan sebagai berikut: Peramalan baru = Peramalan periode terakhir + (permintaan sebenarnya periode terakhir – peramalan periode terakhir) Dimana adalah sebuah bobot atau konstanta penghalusan yang dipilih oleh peramal yang mempunyai nilai antara 0 dan 1. Persamaannya dapat ditulis secara sistematis sebagai berikut: Ft Ft-1 + (At-1 – Ft-1) Dimana: Ft : Peramalan baru Ft-1 : Peramalan sebelumnya : Konstanta penghalusan (pembobotan, 0 ≤ ≤1) At-1 : Permintaan aktual periode lalu 21 Konsepnya tidak rumit. Prediksi terakhir untuk permintaan sama dengan prediksi lama, disesuaikan dengan sebagian diferensiasi permintaan aktual periode lalu dengan prediksi lama. E. Penghalusan Eksponential dengan Penyesuaian Tren (Exponential Smoothing with Trend) Menurut Heizer dan Render (2011: 148) Exponential Smoothing with Trend merupakan model penghalusan eksponensial yang lebih rumit dan dapat menyesuaikan diri pada tren yang ada. Idenya adalah menghitung tren rata-rata data penghalusan eksponensial, kemudian menyesuaikan untuk kelambatan (lag) positif atau negatif pada tren. Berikut rumusnya: Peramalan dengan tren (FITt) = Peramalan penghalusan eksponensial (Ft) + Tren penghalusan eksponensial (Tt) Dengan penghalusan eksponential dengan penyesuaian tren, estimasi rata-rata dan tren dihaluskan. Prosedur ini membutuhkan dua konstanta penghalusan, untuk rata-rata dan untuk tren. Kemudian, kita menghitung rata-rata dan tren untuk setiap periode. Rata-rata: Ft = (permintaan aktual periode terakhir) + (1-) + (peramalan periode terakhir+estimasi tren periode terakhir) Atau Ft (At-1)+(1-)(Ft-1+Tt-1) Tren : Tt = (peramalan periode ini – peramalan periode terakhir) + (1)(estimasi tren periode terakhir) 22 Atau Tt (Ft-Ft-1)+(1-)Tt-1 Dimana: Ft : Peramalan dengan eksponensial yang dihaluskan dari data berseri pada periode t Tt : Tren dengan eksponensial yang dihaluskan pada periode t At : Permintaan aktual pada periode t : Konstanta penghalusan untuk rata-rata (0 ≤ ≤1) : Konstanta penghalusan untuk tren (0 ≤ ≤1) F. Regresi Linear (Linear Regression) Menurut Heizer dan Render (2011: 158) analisis regresi dapat diperoleh dengan menggunakan model matematis pada metode kuadrat terkecil dari proyeksi tren. Variable terikat Y yang diramalkan tetap sama dan variable X yang digunakan dapat berupa variable lain. Persamaan regresinya adalah : Y a + bx Dimana : Y : nilai terhitung dari variable yang akan diprediksi (variable terikat) a : persilangan sumbu Y b : kemiringan garis regresi X : variabel bebas 23 Koefisien kemiringan (b) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: b= a= nå(XiYt) - å Xi åYt nå(Xi 2 ) - (å Xi )2 åYt - b(å Xi )x n n Dimana: Xi = Jumlah total data Yt = Data sebelumnya n = Jumlah data 2.2.9 Menghitung Kesalahan Peramalan Menurut Heizer dan Render (2011: 145), ada beberapa perhitungan yang biasa digunakan untuk menghitung kesalahan total peramalan. Perhitungan ini dapat digunakan untuk membandingkan model peramalan yang berbeda, mengawasi peramalan dan untuk memastikan peramalan berjalan baik. Dua dari perhitungan yang paling terkenal adalah deviasi mutlak rata-rata (Mean Absolute Deviation – MAD) dan kesalahan kuadrat rata-rata (Mean Squared Error – MSE). 1. Mean Absolute Deviation (MAD) MAD merupakan ukuran pertama kesalahan peramalan keseluruhan untuk sebuah model. Nilai ini dihitung dengan mengambil jumlah nilai absolut dari tiap kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah periode data (n). Rumus untuk menghitung MAD adalah sebagai berikut: 24 2. Mean Squared Error (MSE) MSE merupakan cara kedua untuk mengukur kesalahan peramalan keseluruhan. MSE merupakan rata-rata selisih kuadrat antara nilai yang diramalkan dan yang diamati. Kekurangan penggunaan MSE adalah cenderung menonjolkan deviasi yang besar karena adanya pengkuadratan. Rumus untuk menghitung MSE adalah sebagai berikut. 2.3 Inventory (Persediaan) 2.3.1 Pengertian Persediaan Menurut Herjanto (2009: 225) persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Persediaan adalah barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau diproses lebih lanjut menjadi barang jadi yang (pada akhirnya) akan dijual untuk memperoleh penghasilan (Soemarso, 2009: 245). Sedangkan menurut Kuswadi (2008: 74) persediaan merupakan harta yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Beberapa fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, sebagai berikut: Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan. 25 Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan. Menghilangkan resiko kenaikan harga barang atau inflasi. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan diskon kuantitas. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang diperlukan. 2.3.2 Jenis-Jenis Persediaan Menurut Heizer dan Render (2011: 501), ada empat jenis persediaan yang ada diperusahaan yaitu: Persediaan Bahan Mentah (Raw Material Inventory) Merupakan bahan baku yang telah dibeli namun belum diproses. Pendekatan yang lebih banyak diterapkan adalah dengan menghapus variabilitas pemasok dalam mutu, jumlah atau waktu pengiriman sehingga tidak perlu pemisahan. Persediaan Barang Setengah Jadi (Work In Process Inventory) Adalah komponen-komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, namun tidak sampai selesai. Persediaan MRO (Maintainance, Repairing, Operating Inventory) Yaitu persediaan yang dikhususkan untuk perlengkapan pemeliharaan, perbaikan dan operasi. Persediaan ini ada karena kebutuhan akan adanya pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa peralatan yang tidak diketahui sehingga persediaan ini merupakan fungsi jadwal pemeliharaan dan perbaikan. 26 Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Inventory) Merupakan produk yang telah selesai dan menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke persediaan karena permintaan pelanggan dimasa mendatang tidak diketahui. 2.3.3 Biaya-Biaya Dalam Persediaan Menurut Yunarto dan Santika (2005: 9) dalam manajemen penanganan inventory ada hal yang penting perlu diperhatikan yaitu cost (biaya), sebab dimana inventory berada atau berjalan disitu akan timbul cost. Berikut ini adalah biaya yang digunakan dalam manajemen inventory: A. Item Cost, merupakan harga barang itu sendiri dan biaya-biaya lain yang berhubungan pada saat pembelian barang tersebut, seperti biaya freight dan asuransi. Untuk item cost dalam industri manufacturing biasanya meliputi direct materials, direct labor dan manufacturing overhead. Hal ini biasanya ditentukan dalam kebijakan pembentukan biayanya oleh departemen purchasing atau accounting. B. Carrying Cost atau Holding Cost, adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini antara lain biaya sewa gedung, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya asuransi ataupun biaya kerusakan. Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase dari unit harga/nilai barang dan dalam bentuk rupiah per unit barang dalam periode waktu tertentu. C. Ordering Cost, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memesan bahan-bahan atau barang-barang dari pemasok. Seperti biaya pemrosesan pesanan dan biaya tenaga kerja. D. Setup Cost, merupakan biaya-biaya untuk mempersiapkan mesin atau proses untuk memproduksi pesanan. Dapat diefisienkan apabila pemesanan dilakukan secara 27 elektronik. Dalam banyak operasi, biaya pemasangan secara erat berhubungan dengan waktu pemasangan (setup time). E. Shortage Cost atau Stockout Costs, adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Dalam perusahaan manufaktur, biaya ini merupakan biaya kesempatan yang timbul misalnya karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan yang diproses, yang antara lain meliputi biaya kehilangan waktu produksi bagi mesin dan karyawan. 2.3.4 Metode Economic Order Quantity Menurut Render, Stair dan Hanna (2012: 193) ada beberapa asumsi penting untuk EOQ ini, antara lain: Permintaan diketahui dan konstan. Waktu tunggu (Lead Time) yaitu waktu antara penempatan pemesanan dan penerimaan pemesanan diketahui dan konstan. Penerimaan persediaan bersifat instantaneous. Dengan kata lain, persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada satu waktu. Tidak adanya diskon kuantitas. Biaya variabel hanya biaya untuk melakukan pemesanan (ordering cost) dan biaya untuk menyimpan persediaan (holding or carrying cost). Kekurangan persediaan dapat dihindari sepenuhnya jika pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat. Model ini merupakan penentuan jumlah pesanan paling ekonomis yang dapat dilakukan apabila persediaan bahan baku bergantung lebih pada satu pemasok sehingga perlu dipertimbangkan jumlah pembelian sesuai dengan kebutuhan proses produksi. Agar perusahaan tetap dapat menjamin kelangsungan operasinya, serta dapat mencapai tujuannya untuk memaksimalisasi nilai dari perusahaan, diperlukan tindakan 28 yang terarah dalam mengadakan persediaan di perusahaan. Kebijakan investasi merupakan hal yang sangat menentukan bagi pencapaian tujuan baik ditinjau dari penggunaan dana yang tertanam didalam persediaan maupun ditinjau dari tingkat efisiensi yang akan dicapai perusahaan guna memperoleh return yang layak didalam usahanya tersebut. Untuk itu, dapat digunakan konsep atau model matematis atau grafik yang disebut EOQ, yang merupakan penentuan besarnya jumlah unit yang harus dipesan setiap kali mengadakan pemesanan agar biaya-biaya yang berkaitan dengan pengadaan persediaan adalah minimal (Sugiono, 2009: 51). Untuk menghitung EOQ dapat digunakan rumus sebagai berikut: Dimana: EOQ = Jumlah pemesanan optimal per pesanan (Q*) D = Permintaan barang dalam suatu periode tertentu (Demand) S = Biaya pemasangan atau pemesanan setiap pesanan (Setup Cost/Ordering Cost) CH = Biaya penyimpanan (Holding Cost) Kesimpulannya, model EOQ digunakan untuk mencari titik keseimbangan diantara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. 29 Gambar 2.3 Keseimbangan antara Carrying Cost dan Ordering Cost Sumber : Sugiono (2009: 52). Selain rumus EOQ diatas, ada beberapa rumus untuk mendukung perhitungan biaya persediaan, antara lain: Q* 2 Persediaan rata-rata yang tersedia Jumlah pesanan yang diperkiraan Biaya penyimpanan tahunan Biaya pemesanan tahunan Total harga per unit = harga per unit D Daily demand = D : jumlah hari kerja per tahun Total Annual Cost didapatkan melalui rumus: Total Cost = Annual Set Up Cost + Annual Holding Cost + Total Harga per Unit Sedangkan untuk mencari jumlah hari pemesanan rumusnya yaitu: Jumlah hari pemesanan= 30 2.3.4.1 Reorder Point (ROP) Menurut Sugiono (2009: 59) reorder point adalah suatu titik ketika perusahaan harus mengadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang dipesan itu tepat pada saat persediaan dititik nol atau pada tingkat safety stock yang ditetapkan. ROP harus dihitung secara cermat dan tepat, karena bila ROP terlambat akan berakibat munculnya stock out cost, begitu juga bila ROP terlalu cepat akan berakibat timbulnya extra carrying cost (Siagian, 2005: 178). Gambar 2.4 Kurva ROP Sumber : Siagian (2005: 179) Rumus untuk mendapatkan ROP adalah sebagai berikut: ROP d L Namun, jika safety stock diketahui harus dimasukkan juga dalam rumus menjadi: ROP d L + SS 31 Dimana : d = Permintaan per hari L = Waktu tunggu pesanan dalam hari (Lead Time) SS = Safety Stock (persediaan pengaman) Permintaan perhari (d) dicari dengan membagi permintaan tahunan (D), dengan jumlah periode atau hari kerja dalam setahun: d D : jumlah hari kerja per tahun Menurut Siagian (2005: 179) dalam pelaksanaannya, ternyata perusahaanperusahaan menetapkan beberapa kebijakan dalam menentukan ROP, yaitu sebagai berikut: Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time, yaitu waktu mulai barang dipesan sampai barang datang ditambah persentase tertentu sebagai persediaan pengaman. Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time ditambah penggunaan selama periode tertentu sebagai safety stock. Penetapan lead time dengan biaya yang ekonomis atau minimum. 2.3.4.2 Persediaan Pengaman (Safety Stock) Menurut Yunarto dan Santika (2005: 14) safety stock merupakan cadangan inventory yang harus disediakan untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan atau barang, terutama pada saat memenuhi permintaan pelanggan yang tak bisa diduga. Safety stock adalah tingkat persediaan minimal yang harus selalu ada pada setiap periode, sehingga dapat mengantisipasi apabila terjadi lonjakan permintaan atau keterlambatan pengiriman. Jadi stok pengaman perlu direncanakan secara optimal agar perusahaan tidak mengalami tekanan yang berat akibat menumpuknya persediaan yang dapat meningkatkan biaya persediaan. Sebaliknya, jika perusahaan tidak menyediakan 32 safety stock yang cukup, besar kemungkinan akan terjadi kehabisan stock sehingga perusahaan akan kehilangan penjualan (Rangkuti, 2006: 93). Berdasarkan pendapat Assauri (2008: 186), ada dua faktor yang menentukan besarnya persediaan pengaman yakni: A. Penggunaan bahan baku rata-rata. Salah satu dasar untuk memperkirakan penggunaan bahan baku selama periode tertentu, khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata penggunaan bahan baku pada masa sebelumnya. Hal ini perlu diperhatikan karena setelah kita mengadakan pesanan, maka pemenuhan kebutuhan atau permintaan pelanggan sebelum barang yang dipesan datang harus dapat dipenuhi dari persediaan yang ada. B. Faktor waktu atau lead time. Lead time adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan bahan sampai dengan kedatangan bahan yang dipesan tersebut dan diterima di gudang persediaan. Dari kedua keadaan tersebut diatas, maka perusahaan perlu menetapkan adanya proses persediaan pengaman untuk menjamin kelancaran proses produksi akibat kemungkinan adanya kekurangan persediaan tersebut. Untuk menghitung besarnya safety stock, dapat digunakan cara yang relatif lebih teliti yakni: Metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata. Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu, kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time. Safety stock = (Pemakaian maksimum – Pemakaian rata-rata) Lead time Metode statistika yang berdistribusi normal. Safety stock = Z Dimana: 33 Z = standar normal (diperoleh dari tabel distribusi normal. Misalnya, Z = 95%, ini berarti tingkat pelayanan sebesar 95% dari permintaan atau penjagaan terhadap kemungkinan terjadinya stock out hanya 5%) = standar deviasi L = lead time 34 2.4 Kerangka Pemikiran PT. HOMA SEJAHTERA Forecasting Naïve Moving Average Weighted Method Moving Average Exponential Exponential Linear Smoothing Smoothing with Trend Regression MAD & MSE Perencanaan Persediaan Bahan Baku (Particle Board) Metode EOQ (Economic Order Quantity) Hasil Keputusan Implikasi Hasil Keputusan Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti (2014).