BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Gaol (2008: 5

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen
Gaol (2008: 5) menyatakan bahwa, “Manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pemimpinan dan pengawasan dalam rangka untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan serta mendapatkan sesuatu melalui kegiatan-kegiatan orang lain.”
Pengertian manajemen menurut Griffin (2012: 6) adalah serangkaian aktivitas
(termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan
dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia,
finansial, fisik dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara
efisien dan efektif.
Herujito (2005: 3) mengatakan, “Management is to get things done through the
effort of other people.” Manajemen adalah usaha mencapai tujuan tertentu melalui
kegiatan tertentu orang lain. Dengan demikian, manajer mengadakan koordinasi atas
sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan,
penggerakan dan perpindahan (Suprapto, 2009: 122).
2.1.1 Karakteristik Manajemen
Menurut Suprapto (2009: 125) ada beberapa karakteristik manajemen,
diantaranya:
1. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni untuk mencapai tujuan
organisasi.
2. Manajemen adalah proses yang sistematis terkoordinasi dan kooperatif dalam
usaha memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
9
10
3. Manajemen mempunyai tujuan tertentu, berhasil tidaknya tujuan itu tergantung
pada kemampuannya dalam menggunakan segala potensi yang ada.
4. Manajemen merupakan sistem kerja sama yang kooperatif dan rasional.
5. Manajemen didasarkan pada pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab yang
benar.
2.1.2 Pengertian Manajemen Operasi dan Produksi
Manajemen Operasi dan Produksi dapat didefinisikan sebagai proses yang secara
continue dan efektif menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk mengintegrasikan
berbagai sumberdaya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan perusahaan (Umar,
2005: 143).
Produksi adalah penciptaan barang dan jasa. Sedangkan Manajemen Operasi
merupakan serangkaian aktivitas yang menciptakan nilai dalam pembuatan barang dan
jasa dengan mengubah inputs menjadi ouputs (Heizer dan Render, 2011: 36).
Menurut Heizer dan Render (2011: 36) untuk menghasilkan barang dan jasa
semua jenis organisasi harus menjalankan tiga fungsi demi kelangsungan hidup
organisasi tersebut.
Fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut:
a. Pemasaran yang menghasilkan permintaan, menerima pemesanan untuk sebuah
barang atau jasa (tidak ada aktivitas jika tidak ada penjualan).
b. Produksi atau operasi yang menghasilkan produk.
c. Keuangan yang mengawasi sehat atau tidaknya sebuah organisasi, membayar
tagihan dan mengumpulkan uang.
Menurut Herjanto (2008: 5) elemen-elemen yang mendasari manajemen operasi
secara umum dapat dijelaskan dengan gambar berikut:
11
Gambar 2.1 Elemen Dasar Manajemen Operasi
Sumber : Herjanto (2008: 5).
1. Konsep dasar manajemen produksi, yang membedakannya dari disiplin ilmu
yang lain, misalnya konsep perencanaan tata letak, perencanaan kapasitas,
perencanaan kebutuhan material, persediaan, penjadwalan dan pengendalian
mutu.
2. Teknik dan konsep yang dikembangkan melalui teori organisasi dan manajemen.
Teknik dan konsep tersebut banyak digunakan terutama dalam perencanaan
kerja, pengorganisasian sumber daya dan pengendalian proses.
3. Penerapan pengetahuan atau praktek yang dikembangkan dari disiplin ilmu lain,
seperti ekonomi, keuangan dan matematika. Sebagai contoh, penentuan tingkat
produksi didasarkan atas pendekatan permintaan-penawaran dari teori ekonomi,
analisis kinerja operasi dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, penggunaan
metode kuantitatif atau matematik dalam pengambilan keputusan (misalnya
pemrograman linear atau metode penugasan) dan sebagainya.
4. Penemuan-penemuan teknologi. Komputer dan laser merupakan contoh dari
penemuan teknologi terakhir yang sangat berpengaruh dalam sistem produksi
serta mendorong perkembangan teknologi proses maupun produksi, yang antara
12
lain menyebabkan perubahan dalam tata letak, jenis mesin/peralatan, maupun
proses produksi.
2.2 Forecasting (Peramalan)
2.2.1 Pengertian Forecasting (Peramalan)
Peramalan merupakan suatu usaha untuk meramal keadaan dimasa mendatang
melalui pengujian keadaan di masa lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwaperistiwa di waktu yang akan datang atas dasar pola-pola di waktu yang lalu dan
penggunaan kebijakan terhadap proyeksi-proyeksi dengan pola-pola di waktu yang lalu
(Prasetya dan Lukiastuti, 2009: 43).
Menurut Nasution (2004: 25) peramalan adalah proses untuk memperkirakan
beberapa kebutuhan dimasa mendatang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas,
kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang
ataupun jasa.
Menurut Render, Stair dan Hanna (2012: 142) ada delapan langkah untuk
melakukan peramalan, yaitu:
1. Determine the use of the forecast.
2. Select the items or quantities that are to be forecasted.
3. Determine the time horizon of the forecast.
4. Select the forecasting model or models.
5. Gather the data needed to make the forecast.
6. Validate the forecasting model.
7. Make the forecast.
8. Implement the results.
13
2.2.2 Jenis-Jenis Forecasting (Peramalan)
Menurut Render, Stair dan Hanna (2012: 142) ada tiga kategori peralaman, yaitu:
1. Time-Series Models
Peramalan ini digunakan untuk memprediksi masa depan dengan
menggunakan data sebelumnya. Model ini memiliki asumsi apa yang terjadi di
masa depan adalah fungsi dari apa yang terjadi di masa lalu. Dengan kata lain,
time-series model melihat apa yang telah terjadi selama periode waktu dan
menggunakan serangkaian data masa lalu untuk membuat ramalan.
2. Causal Models
Causal Models menggabungkan variabel atau faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi kuantitas yang diperkirakan menjadi model peramalan. Sebagai
contoh, penjualan harian dari minuman cola mungkin bergantung pada musim,
temparature rata-rata, kelembaban rata-rata ataupun pada akhir pekan atau hari
kerja. Dengan demikian, model kausal akan berusaha untuk menyertakan faktor
suhu, kelembaban, musim dan sebagainya. Causal Models juga dapat mencakup
data penjualan masa lalu seperti yang model time series lakukan.
3. Qualitative Models
Qualitative Models berupaya untuk menggabungkan faktor-faktor
judgemental atau subyektif ke dalam model peramalan. Pendapat para ahli,
pengalaman pribadi dan penilaian, serta faktor-faktor subyektif lainnya dapat
dipertimbangkan. Qualitative Models sangat berguna ketika faktor-faktor
subyektif diharapkan menjadi sangat penting atau ketika data kuantitatif yang
akurat sulit diperoleh.
14
2.2.3 Meramalkan Horizon Waktu
Menurut Heizer dan Render (2011: 136) forecasting biasanya diklasifikasikan
menurut horizon waktu masa depan yang dicakupnya. Horizon waktu terbagi atas
beberapa kategori:

Peramalan jangka pendek.
Peramalan ini mencakup jangka waktu hingga satu tahun tetapi umumnya
kurang dari tiga bulan. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian,
penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan kerja dan tingkat produksi.

Peramalan jangka menengah.
Peramalan jangka menengah atau intermediate, umumnya mencakup
hitungan bulanan hingga tiga tahun. Peramalan ini berguna untuk merencanakan
penjualan, perencanaan anggaran produksi, anggaran kas dan menganalisa
berbagai macam kegiatan operasi.

Peramalan jangka panjang.
Umumnya untuk perencanaan tiga tahun atau lebih. Perencanaan jangka
panjang digunakan untuk merencanakan produk baru, pembelanjaan modal,
lokasi atau pengembangan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan.
2.2.4 Karakteristik Peramalan yang Baik
Menurut Nasution (2004: 28) peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria
yang penting, antara lain:

Akurasi
Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan
kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila
peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan
15
kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila
besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan
mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak
dapat dipenuhi segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan
pelanggan dan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal yang
terserap sia-sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam
menyeimbangkan persediaan yang ideal (meminimasi penumpukan persediaan
dan memaksimasi tingkat pelayanan).

Biaya
Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah
tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan dan
metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan
mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan
datanya (manual atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan siapa
tenaga ahli yang dibutuhkan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan
dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya itemitem yang penting akan diramalkan dengan metode yang canggih dan mahal,
sedangkan item-item yang kurang penting bisa diramalkan dengan metode yang
sederhana dan murah.

Kemudahan
Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat dan mudah
diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma
memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem
perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan
teknologi.
16
2.2.5 Beberapa Sifat Hasil Peramalan
Menurut Nasution (2004: 29) dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil
suatu peramalan, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:

Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa mengurangi
ketidakpastian
yang
akan
terjadi,
tetapi
tidak
dapat
menghilangkan
ketidakpastian tersebut.

Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran kesalahan,
artinya karena peramalan pasti mengandung kesalahan, maka adalah penting bagi
peramal untuk menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin
terjadi.

Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang.
Hal ini disebabkan karena peramalan jangka pendek, faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan semakin panjang
periode peramalan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan.
2.2.6 Pendekatan Dalam Peramalan
Ada dua pendekatan umum untuk peramalan, yaitu:

Peramalan kualitatif, menggabungkan faktor-faktor, seperti intuisi, emosi dan
sistem nilai pengambil keputusan untuk meramal.

Peramalan kuantitatif, dengan menggunakan model matematis yang beragam
dengan data masa lalu dan variabel sebab akibat untuk meramalkan permintaan.
17
Gambar 2.2 Penggolongan Model-Model Peramalan
Sumber : Gaspers (2005: 85).
2.2.7 Model Peramalan Kualitatif
Menurut Gaspers (2005: 85) ada beberapa model peramalan yang digolongkan
sebagai model kualitatif yaitu:
a. Dugaan Manajemen (Management Estimate), dimana peramalan semata-mata
berdasarkan pertimbangan manajemen, umumnya oleh manajemen senior.
Metode ini akan cocok dalam situasi yang sangat sensitive terhadap intuisi dari
satu atau sekelompok kecil orang karena pengalamannya mampu memberikan
opini yang kritis dan relevan. Teknik ini akan dipergunakan dalam situasi dimana
tidak ada alternatif lain dari model peramalan yang dapat diterapkan.
b. Riset Pasar (Market Research), merupakan metode peramalan berdasarkan hasilhasil dari survei pasar yang dilakukan oleh tenaga-tenaga pemasar produk atau
yang mewakilinya. Metode ini akan menjaring informasi dari pelanggan atau
pelanggan potensial berkaitan dengan rencana pembelian mereka di masa
18
mendatang. Riset pasar tidak hanya akan membantu untuk peramalan, tetapi juga
untuk meningkatkan desain produk dan perencanaan untuk produk-produk baru.
c. Metode Kelompok Terstruktur (Structured Group Methods), seperti metode
Delphi. Metode Delphi merupakan teknik peramalan berdasarkan pada proses
konvergensi dari opini beberapa orang atau ahli secara interaktif tanpa menyebut
identitasnya.
d. Analogi Historis (Historical Analogy), merupakan teknik peramalan berdasarkan
pola data masa lalu dari produk-produk yang dapat disamakan secara analogi.
Misalnya
peramalan
untuk
pengembangan
pasar
televisi
multisystem
menggunakan model permintaan televisi hitam putih atau televisi berwarna
biasa. Analogi historis cenderung akan menjadi terbaik untuk penggantian
produk di pasar dan apabila terdapat hubungan substitusi langsung dari produk
dalam pasar itu.
2.2.8 Metode Peramalan Kuantitatif
A. Pendekatan Naif (Naïve Method)
Naïve forecasting method menurut Black (2012: 608) adalah simple
models in which it is assumed that the more recent time periods of data represent
the best predictions or forecasts for future outcomes.
Rumusnya adalah:
Ft  Xt-1
Dimana: Ft : peramalan untuk periode t
Xt-1 : nilai untuk periode waktu t-1
Naïve Method pada intinya adalah bahwa peramalan untuk periode
selanjutnya sama dengan jumlah aktual dari periode sebelumnya. Apakah cara ini
masuk akal? Terbukti untuk beberapa jenis produk, Naïve Method ini merupakan
19
model peramalan objektif yang paling efektif dan efisien dari segi biaya. Paling
tidak, pendekatan Naïve memberikan titik awal untuk perbandingan dengan
model lain yang lebih canggih (Heizer dan Render, 2011: 140).
B. Rata-rata Bergerak (Moving Average)
Menurut Gaspers (2005: 87) model rata-rata bergerak menggunakan
sejumlah data aktual permintaan yang baru untuk membangkitkan nilai ramalan
untuk permintaan di masa yang akan datang. Metode ini akan efektif diterapkan
apabila kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar terhadap produk akan
tetap stabil sepanjang waktu. Metode rata-rata bergerak menggunakan formula
berikut:
Rata-rata bergerak n-periode = (permintaan dalam n-periode terdahulu) : n
Dimana N adalah banyaknya periode dalam rata-rata bergerak. Menurut
Nasution (2004: 38) Moving Average memiliki kelemahan sebagai berikut:
1. Peramalan selalu berdasarkan pada N data terakhir tanpa mempertimbangkan
data-data sebelumnya.
2. Setiap data dianggap memiliki bobot yang sama, padahal lebih masuk akal
bila data yang lebih baru mempunyai bobot yang lebih tinggi karena data
tersebut mempresentasikan kondisi yang terakhir terjadi. Kelemahan kedua
ini akan diatasi dengan menggunakan Weighted Moving Average.
3. Diperlukan biaya yang besar dalam penyimpanan dan pemrosesan datanya,
karena bila N cukup besar, maka akan membutuhkan memori yang cukup
besar dan proses komputasinya menjadi lama.
C. Rata-rata Bergerak Tertimbang (Weighted Moving Average)
Menurut Herjanto (2008: 82) metode rata-rata bergerak tertimbang
menggunakan data periode N terakhir sebagai data historis untuk melakukan
prakiraan, tetapi setiap periode mendapat bobot yang berbeda. Bobot yang lebih
20
tinggi biasanya diberikan pada periode yang semakin dekat dengan periode yang
diramalkan.
Rata-rata bergerak tertimbang mempunyai rumus sebagai berikut:
WMA  (bobot periode n)(permintaan periode n) :  bobot
Perlu diingat bahwa semua bobot yang ditentukan harus 1 (satu) jika
dijumlahkan dan tidak boleh lebih atau kurang dari 1 (satu).
D. Penghalusan Eksponential (Exponential Smoothing)
Menurut Heizer dan Render (2011: 144) exponential smoothing
merupakan metode peramalan rata-rata bergerak dengan pembobotan yang
canggih, tetapi masih mudah digunakan. Metode ini menggunakan pencatatan
data masa lalu yang sangat sedikit.
Rumus Exponential Smoothing dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Peramalan baru = Peramalan periode terakhir +  (permintaan
sebenarnya periode terakhir – peramalan periode terakhir)
Dimana  adalah sebuah bobot atau konstanta penghalusan yang dipilih
oleh peramal yang mempunyai nilai antara 0 dan 1.
Persamaannya dapat ditulis secara sistematis sebagai berikut:
Ft  Ft-1 + (At-1 – Ft-1)
Dimana:
Ft
: Peramalan baru
Ft-1
: Peramalan sebelumnya

: Konstanta penghalusan (pembobotan, 0 ≤  ≤1)
At-1
: Permintaan aktual periode lalu
21
Konsepnya tidak rumit. Prediksi terakhir untuk permintaan sama dengan
prediksi lama, disesuaikan dengan sebagian diferensiasi permintaan aktual
periode lalu dengan prediksi lama.
E. Penghalusan Eksponential dengan Penyesuaian Tren (Exponential Smoothing
with Trend)
Menurut Heizer dan Render (2011: 148) Exponential Smoothing with
Trend merupakan model penghalusan eksponensial yang lebih rumit dan dapat
menyesuaikan diri pada tren yang ada. Idenya adalah menghitung tren rata-rata
data penghalusan eksponensial, kemudian menyesuaikan untuk kelambatan (lag)
positif atau negatif pada tren. Berikut rumusnya:
Peramalan dengan tren (FITt) = Peramalan penghalusan eksponensial (Ft)
+ Tren penghalusan eksponensial (Tt)
Dengan penghalusan eksponential dengan penyesuaian tren, estimasi
rata-rata dan tren dihaluskan. Prosedur ini membutuhkan dua konstanta
penghalusan,  untuk rata-rata dan  untuk tren. Kemudian, kita menghitung
rata-rata dan tren untuk setiap periode.
Rata-rata:
Ft =  (permintaan aktual periode terakhir) + (1-) + (peramalan periode
terakhir+estimasi tren periode terakhir)
Atau
Ft (At-1)+(1-)(Ft-1+Tt-1)
Tren :
Tt =  (peramalan periode ini – peramalan periode terakhir) + (1)(estimasi tren periode terakhir)
22
Atau
Tt (Ft-Ft-1)+(1-)Tt-1
Dimana:
Ft
: Peramalan dengan eksponensial yang dihaluskan dari data berseri pada
periode t
Tt
: Tren dengan eksponensial yang dihaluskan pada periode t
At
: Permintaan aktual pada periode t

: Konstanta penghalusan untuk rata-rata (0 ≤  ≤1)

: Konstanta penghalusan untuk tren (0 ≤  ≤1)
F. Regresi Linear (Linear Regression)
Menurut Heizer dan Render (2011: 158) analisis regresi dapat diperoleh
dengan menggunakan model matematis pada metode kuadrat terkecil dari
proyeksi tren. Variable terikat Y yang diramalkan tetap sama dan variable X
yang digunakan dapat berupa variable lain.
Persamaan regresinya adalah :
Y  a + bx
Dimana :
Y
: nilai terhitung dari variable yang akan diprediksi (variable terikat)
a
: persilangan sumbu Y
b
: kemiringan garis regresi
X
: variabel bebas
23
Koefisien kemiringan (b) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
b=
a=
nå(XiYt) - å Xi åYt
nå(Xi 2 ) - (å Xi )2
åYt - b(å Xi )x
n
n
Dimana:
Xi
= Jumlah total data
Yt
= Data sebelumnya
n
= Jumlah data
2.2.9 Menghitung Kesalahan Peramalan
Menurut Heizer dan Render (2011: 145), ada beberapa perhitungan yang biasa
digunakan untuk menghitung kesalahan total peramalan. Perhitungan ini dapat
digunakan untuk membandingkan model peramalan yang berbeda, mengawasi
peramalan dan untuk memastikan peramalan berjalan baik. Dua dari perhitungan yang
paling terkenal adalah deviasi mutlak rata-rata (Mean Absolute Deviation – MAD) dan
kesalahan kuadrat rata-rata (Mean Squared Error – MSE).
1. Mean Absolute Deviation (MAD)
MAD
merupakan
ukuran
pertama
kesalahan
peramalan
keseluruhan untuk sebuah model. Nilai ini dihitung dengan mengambil
jumlah nilai absolut dari tiap kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah
periode data (n). Rumus untuk menghitung MAD adalah sebagai berikut:
24
2. Mean Squared Error (MSE)
MSE merupakan cara kedua untuk mengukur kesalahan
peramalan keseluruhan. MSE merupakan rata-rata selisih kuadrat antara
nilai yang diramalkan dan yang diamati. Kekurangan penggunaan MSE
adalah cenderung menonjolkan deviasi yang besar karena adanya
pengkuadratan. Rumus untuk menghitung MSE adalah sebagai berikut.
2.3 Inventory (Persediaan)
2.3.1 Pengertian Persediaan
Menurut Herjanto (2009: 225) persediaan adalah bahan atau barang yang
disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk
digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali atau untuk suku
cadang dari suatu peralatan atau mesin.
Persediaan adalah barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi yang (pada akhirnya) akan dijual untuk
memperoleh penghasilan (Soemarso, 2009: 245).
Sedangkan menurut Kuswadi (2008: 74) persediaan merupakan harta yang
tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, dalam proses produksi dan atau
dalam perjalanan atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Beberapa fungsi penting yang
dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, sebagai berikut:

Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang
dibutuhkan perusahaan.
25

Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.

Menghilangkan resiko kenaikan harga barang atau inflasi.

Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga
perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.

Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan diskon kuantitas.

Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang
diperlukan.
2.3.2 Jenis-Jenis Persediaan
Menurut Heizer dan Render (2011: 501), ada empat jenis persediaan yang ada
diperusahaan yaitu:

Persediaan Bahan Mentah (Raw Material Inventory)
Merupakan bahan baku yang telah dibeli namun belum diproses.
Pendekatan yang lebih banyak diterapkan adalah dengan menghapus variabilitas
pemasok dalam mutu, jumlah atau waktu pengiriman sehingga tidak perlu
pemisahan.

Persediaan Barang Setengah Jadi (Work In Process Inventory)
Adalah komponen-komponen atau bahan mentah yang telah melewati
beberapa proses perubahan, namun tidak sampai selesai.

Persediaan MRO (Maintainance, Repairing, Operating Inventory)
Yaitu persediaan yang dikhususkan untuk perlengkapan pemeliharaan,
perbaikan dan operasi. Persediaan ini ada karena kebutuhan akan adanya
pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa peralatan yang tidak diketahui
sehingga persediaan ini merupakan fungsi jadwal pemeliharaan dan perbaikan.
26

Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Inventory)
Merupakan produk yang telah selesai dan menunggu pengiriman. Barang
jadi dapat dimasukkan ke persediaan karena permintaan pelanggan dimasa
mendatang tidak diketahui.
2.3.3 Biaya-Biaya Dalam Persediaan
Menurut Yunarto dan Santika (2005: 9) dalam manajemen penanganan inventory
ada hal yang penting perlu diperhatikan yaitu cost (biaya), sebab dimana inventory
berada atau berjalan disitu akan timbul cost. Berikut ini adalah biaya yang digunakan
dalam manajemen inventory:
A. Item Cost, merupakan harga barang itu sendiri dan biaya-biaya lain yang
berhubungan pada saat pembelian barang tersebut, seperti biaya freight dan
asuransi. Untuk item cost dalam industri manufacturing biasanya meliputi direct
materials, direct labor dan manufacturing overhead. Hal ini biasanya ditentukan
dalam kebijakan pembentukan biayanya oleh departemen purchasing atau
accounting.
B. Carrying Cost atau Holding Cost, adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan
diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini antara lain biaya sewa
gedung, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik,
biaya asuransi ataupun biaya kerusakan. Biaya penyimpanan dapat dinyatakan
dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase dari unit harga/nilai barang dan dalam
bentuk rupiah per unit barang dalam periode waktu tertentu.
C. Ordering Cost, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memesan bahan-bahan atau
barang-barang dari pemasok. Seperti biaya pemrosesan pesanan dan biaya tenaga
kerja.
D. Setup Cost, merupakan biaya-biaya untuk mempersiapkan mesin atau proses untuk
memproduksi pesanan. Dapat diefisienkan apabila pemesanan dilakukan secara
27
elektronik. Dalam banyak operasi, biaya pemasangan secara erat berhubungan
dengan waktu pemasangan (setup time).
E.
Shortage Cost atau Stockout Costs, adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak
tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini pada
dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan.
Dalam perusahaan manufaktur, biaya ini merupakan biaya kesempatan yang timbul
misalnya karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan
yang diproses, yang antara lain meliputi biaya kehilangan waktu produksi bagi
mesin dan karyawan.
2.3.4 Metode Economic Order Quantity
Menurut Render, Stair dan Hanna (2012: 193) ada beberapa asumsi penting
untuk EOQ ini, antara lain:

Permintaan diketahui dan konstan.

Waktu tunggu (Lead Time) yaitu waktu antara penempatan pemesanan dan
penerimaan pemesanan diketahui dan konstan.

Penerimaan persediaan bersifat instantaneous. Dengan kata lain, persediaan dari
sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada satu waktu.

Tidak adanya diskon kuantitas.

Biaya variabel hanya biaya untuk melakukan pemesanan (ordering cost) dan
biaya untuk menyimpan persediaan (holding or carrying cost).

Kekurangan persediaan dapat dihindari sepenuhnya jika pemesanan dilakukan
pada waktu yang tepat.
Model ini merupakan penentuan jumlah pesanan paling ekonomis yang dapat
dilakukan apabila persediaan bahan baku bergantung lebih pada satu pemasok sehingga
perlu dipertimbangkan jumlah pembelian sesuai dengan kebutuhan proses produksi.
Agar perusahaan tetap dapat menjamin kelangsungan operasinya, serta dapat
mencapai tujuannya untuk memaksimalisasi nilai dari perusahaan, diperlukan tindakan
28
yang terarah dalam mengadakan persediaan di perusahaan. Kebijakan investasi
merupakan hal yang sangat menentukan bagi pencapaian tujuan baik ditinjau dari
penggunaan dana yang tertanam didalam persediaan maupun ditinjau dari tingkat
efisiensi yang akan dicapai perusahaan guna memperoleh return yang layak didalam
usahanya tersebut. Untuk itu, dapat digunakan konsep atau model matematis atau grafik
yang disebut EOQ, yang merupakan penentuan besarnya jumlah unit yang harus dipesan
setiap kali mengadakan pemesanan agar biaya-biaya yang berkaitan dengan pengadaan
persediaan adalah minimal (Sugiono, 2009: 51).
Untuk menghitung EOQ dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
EOQ = Jumlah pemesanan optimal per pesanan (Q*)
D
= Permintaan barang dalam suatu periode tertentu (Demand)
S
= Biaya pemasangan atau pemesanan setiap pesanan (Setup Cost/Ordering
Cost)
CH
= Biaya penyimpanan (Holding Cost)
Kesimpulannya, model EOQ digunakan untuk mencari titik keseimbangan
diantara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
29
Gambar 2.3 Keseimbangan antara Carrying Cost dan Ordering Cost
Sumber : Sugiono (2009: 52).
Selain rumus EOQ diatas, ada beberapa rumus untuk mendukung perhitungan
biaya persediaan, antara lain:
Q*
2

Persediaan rata-rata yang tersedia 

Jumlah pesanan yang diperkiraan

Biaya penyimpanan tahunan

Biaya pemesanan tahunan

Total harga per unit = harga per unit  D

Daily demand = D : jumlah hari kerja per tahun

Total Annual Cost didapatkan melalui rumus:
Total Cost = Annual Set Up Cost + Annual Holding Cost + Total Harga per Unit

Sedangkan untuk mencari jumlah hari pemesanan rumusnya yaitu:
Jumlah hari pemesanan=
30
2.3.4.1 Reorder Point (ROP)
Menurut Sugiono (2009: 59) reorder point adalah suatu titik ketika perusahaan
harus mengadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga kedatangan atau
penerimaan material yang dipesan itu tepat pada saat persediaan dititik nol atau pada
tingkat safety stock yang ditetapkan.
ROP harus dihitung secara cermat dan tepat, karena bila ROP terlambat akan
berakibat munculnya stock out cost, begitu juga bila ROP terlalu cepat akan berakibat
timbulnya extra carrying cost (Siagian, 2005: 178).
Gambar 2.4 Kurva ROP
Sumber : Siagian (2005: 179)
Rumus untuk mendapatkan ROP adalah sebagai berikut:
ROP  d  L
Namun, jika safety stock diketahui harus dimasukkan juga dalam rumus menjadi:
ROP  d  L + SS
31
Dimana : d = Permintaan per hari
L = Waktu tunggu pesanan dalam hari (Lead Time)
SS = Safety Stock (persediaan pengaman)
Permintaan perhari (d) dicari dengan membagi permintaan tahunan (D), dengan
jumlah periode atau hari kerja dalam setahun:
d  D : jumlah hari kerja per tahun
Menurut Siagian (2005: 179) dalam pelaksanaannya, ternyata perusahaanperusahaan menetapkan beberapa kebijakan dalam menentukan ROP, yaitu sebagai
berikut:

Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time, yaitu waktu mulai barang
dipesan sampai barang datang ditambah persentase tertentu sebagai persediaan
pengaman.

Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time ditambah penggunaan selama
periode tertentu sebagai safety stock.

Penetapan lead time dengan biaya yang ekonomis atau minimum.
2.3.4.2 Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Menurut Yunarto dan Santika (2005: 14) safety stock merupakan cadangan
inventory yang harus disediakan untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan atau
barang, terutama pada saat memenuhi permintaan pelanggan yang tak bisa diduga.
Safety stock adalah tingkat persediaan minimal yang harus selalu ada pada setiap
periode, sehingga dapat mengantisipasi apabila terjadi lonjakan permintaan atau
keterlambatan pengiriman. Jadi stok pengaman perlu direncanakan secara optimal agar
perusahaan tidak mengalami tekanan yang berat akibat menumpuknya persediaan yang
dapat meningkatkan biaya persediaan. Sebaliknya, jika perusahaan tidak menyediakan
32
safety stock yang cukup, besar kemungkinan akan terjadi kehabisan stock sehingga
perusahaan akan kehilangan penjualan (Rangkuti, 2006: 93).
Berdasarkan pendapat Assauri (2008: 186), ada dua faktor yang menentukan
besarnya persediaan pengaman yakni:
A. Penggunaan bahan baku rata-rata. Salah satu dasar untuk memperkirakan
penggunaan bahan baku selama periode tertentu, khususnya selama periode
pemesanan adalah rata-rata penggunaan bahan baku pada masa sebelumnya.
Hal ini perlu diperhatikan karena setelah kita mengadakan pesanan, maka
pemenuhan kebutuhan atau permintaan pelanggan sebelum barang yang
dipesan datang harus dapat dipenuhi dari persediaan yang ada.
B. Faktor waktu atau lead time. Lead time adalah lamanya waktu antara mulai
dilakukannya pemesanan bahan sampai dengan kedatangan bahan yang
dipesan tersebut dan diterima di gudang persediaan.
Dari kedua keadaan tersebut diatas, maka perusahaan perlu menetapkan adanya
proses persediaan pengaman untuk menjamin kelancaran proses produksi akibat
kemungkinan adanya kekurangan persediaan tersebut. Untuk menghitung besarnya
safety stock, dapat digunakan cara yang relatif lebih teliti yakni:
 Metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata.
Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian
maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu, kemudian
selisih tersebut dikalikan dengan lead time.
Safety stock = (Pemakaian maksimum – Pemakaian rata-rata) Lead time
 Metode statistika yang berdistribusi normal.
Safety stock = Z
Dimana:
33
Z
= standar normal (diperoleh dari tabel distribusi normal. Misalnya, Z = 95%,
ini berarti tingkat pelayanan sebesar 95% dari permintaan atau penjagaan
terhadap kemungkinan terjadinya stock out hanya 5%)

= standar deviasi
L
= lead time
34
2.4 Kerangka Pemikiran
PT. HOMA SEJAHTERA
Forecasting
Naïve
Moving Average
Weighted
Method
Moving
Average
Exponential
Exponential
Linear
Smoothing
Smoothing with Trend
Regression
MAD & MSE
Perencanaan Persediaan Bahan
Baku (Particle Board)
Metode EOQ (Economic
Order Quantity)
Hasil Keputusan
Implikasi Hasil Keputusan
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Sumber : Peneliti (2014).
Download