Studi Intensitas Med - Universitas Udayana Repository

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Penelitian ini diperuntukan untuk tugas akhir dengan judul “Studi
Intensitas Medan Listrik di SUTT 150 kV Konfigurasi Vertikal untuk
Lingkugan Pemukiman”. Penelitian ini mengacu pada beberapa sumber dan
tinjauan yang sudah ada, dengan masing-masing penulis menggunakan metode
dan simulasi yang berbeda sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Dari
perbandingan tersebut akan terlihat perbedaan penelitian dengan yang dilakukan
penulis. Berikut merupakan uraian singkat referensi tersebut :
1. Penelitian yang berjudul “Analisis Kuat Medan Listrik dan Medan Magnet
Pada Perencanaan Pengoperasian SUTT 150 kV Perean-Ubud” oleh Irwan
Prasetyo; Teknik Elektro; Fakultas Teknik, Universitas Udayana; Bali, 2004.
Penelitian ini menggunakan metode bayangan dengan tujuan untuk
menganalisis berapa besar paparan kuat medan listrik dan medan magnet di
sekitar saluran transmisi 150 kV Perean-Ubud sebelum dioperasikan. Hasil
penelitian diperoleh kuat medan listrik tertinggi di pusat saluran yaitu sebesar
685,9392 V/m. Hasil penelitian ini masih berada di bawah ambang batas yang
ditetapkan WHO yaitu sebesar 5kV/m.
2. Penelitian yang berjudul “Kajian Medan Magnet dan Medan Listrik Pada
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Kampar-Pekanbaru
Berdasarkan Rekomendasi IRPA/INIRC WHO” oleh Suwitno dan Fri
Murdiyah; Jurusan Teknik Elektro; Fakultas Teknik, Universitas Riau; Riau,
2010. Penelitian ini menggunakan metode persamaan karakteristik impedansi
dan pengukuran langsung di lapangan untuk menganalisa kuat medan listrik
dan medan magnet pada SUTT 150 kV yang melintasi Kabupaten Kampar dan
Pekanbaru. Dari hasil penelitian berdasarkan pengukuran dan perhitungan
diperoleh nilai kuat medan magnet dan medan listrik pada SUTT 150 kV
Kampar – Pekanbaru masih berada di bawah ambang batas 0.0001 Tesla, nilai
tertinggi medan magnet di bawah jaringan SUTT adalah 0,00009 Tesla,
5
6
sedangkan medan listrik juga masih di bawah ambang batas 5 kV/m, nilai
tertinggi medan listrik di bawah jaringan SUTT adalah 70 V/m. Hal ini
menandakan bahwa daerah Kabupaten Kampar dan Pekanbaru yang dilalui
SUTT 150 kV masih tergolong aman karena paparan medan listrik dan medan
magnet dibawah saluran tersebut masih dibawah standar IRPA/INIRC, WHO
1990 dan SNI 04- 6950-2003.
3. Penelitian yang berjudul “Kajian Kuat Medan Listrik Pada Konfigurasi
Vertikal Saluran Transmisi 150kV” oleh Sani Ugustra (2015) yang
menganalisis karakteristik hasil perhitungan dan pengukuran kuat medan
listrik pada saluran transmisi 150 kV dengan konfigurasi vertikal. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan pengukuran medan
listrik di titik terendah koduktor saluran transmisi 150 kV, selanjutnya analisis
dilakukan terhadap perubahan karakteristik kuat medan listrik yang terjadi saat
pengukuran. Berdasarkan hasil pengukuran medan listrik akan mencapai titik
tertinggi pada saat siang hari. Hasil pengukuran tertinggi kuat medan listrik
terjadi di lokasi 6 sebesar 4700 V/m. Hasil perhitungan kuat medan listrik
tertinggi berada di lokasi 6 yaitu 4521 V/m.
Berdasarkan ketiga penelitian diatas, maka dilakukan penelitian tentang
kuat medan listrik dibawah saluran transmisi untuk mengetahui kuat medan listrik
dengan lebih menfokuskan pada salah satu konfigurasi saluran transmisi yaitu
konfigurasi saluran vertikal. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur ketinggian
konduktor menggunakan alat dan cara yang sederhana. Hasil perhitungan
intensitas
medan
listrik
akan
digunakan
untuk
membuat
rekomendasi
pembangunan rumah tinggal di bawah konduktor di sepanjang saluran transmisi
SUTT 150 kV konfigurasi vertikal, sehingga orang yang akan membangun rumah
di bawah saluran transmisi 150 kV konfigurasi vertikal hanya perlu mengukur
ketinggian konduktor dari permukaan tanah untuk mengetahui berapa ketinggian
rumah yang boleh dibangun agar paparan medan listriknya sesuai dengan standard
yang ditetapkan SNI 04-6918-2002.
7
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Sistem Tenaga Listrik
Secara umum sumber listrik berasal dari pembangkit tenaga listrik. Lokasi
pembangkit tenaga listrik umumnya jauh dari sumber beban, sehingga untuk
menyalurkan energi listrik harus disalurkan melalui sistem transmisi. Sistem
tenaga listrik secara umum adalah suatu sistem yang terdiri dari lima sub sistem
utama untuk menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkit tenaga listrik
menuju ke pusat beban. Diagram segaris dari sistem tenaga listrik
dalam
penyaluran energi listrik secara umum dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Diagram Segaris Sistem Tenaga Listrik Sederhana
(Sumber: Gina, 2012)
Dari gambar 2.1 energi listrik yang bersumber dari pembangkit tenaga
listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP, PLTGU dan PLTD akan disalurkan
melalui sistem transmisi. Energi listrik yang dibangkitkan tegangannya akan
dinaikkan menggunakan transformator penaik tegangan dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah arus yang mengalir pada saluran transmisi sehingga dapat
mengurangi rugi-rugi daya transmisi. Energi listrik kemudian disalurkan melalui
sistem transmisi menuju gardu induk untuk kemudian disalurkan ke sumber
beban.
Tegangan transmisi akan diturunkan lagi melalui transformator penurun
tegangan (step-down transformer) di gardu induk menjadi tegangan menengah 20
kV untuk dapat disalurkan ke gardu distribusi. Gardu distribusi akan kembali
menurunkan tegangan menjadi
tegangan rendah
220 V / 380 V sebelum
disalurkan melalui saluran distribusi menuju pusat – pusat beban.
8
2.2.2 Saluran Transmisi Tenaga Listrik
Transmisi tegangan tinggi adalah sebuah proses penyaluran energi listrik
dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya. Proses penyaluran energi listrik
tersebut terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower)
melalui isolator-isolator, dengan sistem tegangan tinggi. Besaran tegangan
transmisi dapat dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu : Tegangan Ultra Tinggi
(UHV), Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV), Tegangan
Menengah (MHV), dan Tegangan Rendah (LV). Standar tegangan tinggi yang
berlaku di Indonesia adalah : 30 KV, 70 KV dan 150 KV (Arismunandar, 1991).
2.2.2.1 Kategori Saluran Transmisi
Saluran transmisi memiliki kriteria mengenai panjang atau jarak dari
saluran transmisi serta ketelitian yang diinginkan. Dilihat dari segi panjangnya
saluran transmisi tegangan tinggi dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu
(Gina, 2012):
1. Saluran transmisi pendek, dengan jarak kurang dari 80 km (50 mil)
2. Saluran transmisi menengah, dengan jarak antara 80 km (50 mil) dan 240 km
(150 mil)
3. Saluran transmisi panjang, dengan jarak lebih dari 240 km (150 mil)
2.2.2.2 Saluran Transmisi Berdasarkan Pemasangan
Saluran transmisi dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan
pemasangannya, yaitu :
1. Saluran Udara
Saluran udara adalah saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik
melalui kawat-kawat yang digantung pada isolator antar menara atau tiang
transmisi. Saluran transmisi udara memiliki beberapa keuntungan antara lain:
9
a. Mudah dalam perbaikan
b. Mudah dalam perawatan
c. Mudah dalam mengetahui letak gangguan
d. Biaya operasional yang murah
Saluran transmisi udara juga memiliki beberapa kerugian yaitu :
a. Berada di ruang terbuka sehingga mengakibatkan gangguan dari luar sangat
mudah terjadi, seperti gangguan hubung singkat dan gangguan tegangan lebih
yang diakibatkan oleh sambaran petir dan gangguan – gangguan lainnya
b. Kehandalannya dipengaruhi oleh situasi alam
c. Mengurangi keindahan lingkungan sekitar
2. Saluran Kabel Bawah Tanah atau Bawah Air
Saluran kabel bawah tanah atau saluran kabel bawah air, merupakan
saluran transmisi tegangan tinggi yang menyalurkan energi listrik melalui kabel
yang dipendam didalam tanah atau berada di bawah air. Kategori saluran kabel
bawah tanah banyak digunakan didalam perkotaan, disebabkan keberadaan dari
saluran tegangan tinggi tersebut berada didalam tanah sehingga
tidak
mengganggu keindahan kota dan gangguan akibat kondisi cuaca atau kondisi alam
dapat jarang terjadi. Namun kekurangannya, mahal dalam instalasi dan investasi
serta sulitnya menentukan titik gangguan dan perbaikkannya karena berada di
bawah tanah.
Saluran tegangan tinggi dengan konstruksi kabel bawah air lebih sering
digunakan untuk mentransmisikan daya listrik dari pulau kepulau, atau lebih
sering disebut sebagai kabel laut. Karena konstruksi ini lebih sering digunakan
untuk menstransmisikan daya listrik dari pulau ke pulau, maka keberadaan saluran
ini sangat riskan terjadi gangguan akibat arus bawah laut. (Gina, 2012)
10
2.2.2.3 Saluran Transmisi Berdasarkan Tegangan
a. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200 kV – 500 kV
Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas
500 MW. Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat
direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan
efisien.
Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah: konstruksi tiang
(tower) yang besar dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan
isolator yang banyak, sehingga pembangunannya membutuhkan biaya yang besar.
Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500
km.
b. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30 kV – 150 kV
Saluran udara tegangan tinggi (SUTT) memiliki tegangan operasi antara
30 kV sampai dengan 150 kV. Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau
double sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat.
Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netralnya digantikan oleh tanah sebagai
saluran kembali. Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar
pada masing-masing phasa terdiri dari dua atau empat kawat (double atau
qudrapole) dan berkas konduktor disebut bundle conductor.
2.2.2.4 Komponen Utama Saluran Transmisi
Saluran transmisi tenaga listrik memiliki beberapa komponen utama yang
terdiri dari:
a. Menara Transmisi atau Tiang Transmisi
Pada suatu Sistem Tenaga Listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari
pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui
suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau
saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik
yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan
kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat
penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah /
11
merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi
manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang
pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara / tower.
a.
b.
Gambar 2.2. Jenis konstruksi menara saluran udara tegangan tinggi
(a) konstruksi menara beton (b) konstruksi menara baja
(Sumber: SPLN 121-1996)
b. Isolator
Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi pada umumnya
adalah jenis porselin atau gelas yang berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik
antara kawat penghantar dengan tiang.
Macam-macam isolator yang digunakan pada saluran udara tegangan
tinggi adalah sebagai berikut :
12
a.
b.
c.
Gambar 2.3 Jenis isolator saluran udara tegangan tinggi
(a) Isolator renteng (b) Isolator batang panjang (c) Isolator tonggak saluran
(Sumber: SPLN 121-1996)
c. Konduktor (Conductor)
Kawat konduktor ini digunakan untuk menghantarkan listrik yang
ditransmisikan. Kawat konduktor untuk saluran transmisi tegangan tinggi ini
selalu tanpa pelindung/isolasi, hanya menggunakan isolasi udara. Jenis Konduktor
yang dipakai antara lain:
1.
Tembaga (Cu)
2.
Alumunium (Al)
3.
Baja (Steel)
Di Indonesia, jenis yang sering dipakai adalah jenis alumunium dengan
campuran baja. Jenis-jenis penghantar Aluminium antara lain:
1. AAC (All-Alumunium Conductor), yaitu kawat penghantar yang seluruhnya
terbuat dari alumunium.
2. AAAC (All-Alumunium-Alloy Conductor), yaitu kawat penghantar yang
seluruhnya terbuat dari campuran alumunium.
3. ACSR
(Alumunium
Conductor
Steel-Reinforced)
Conductor,
Steel-
Reinforced), yaitu kawat penghantar alumunium berinti kawat baja. Pada
umumnya SUTT maupun SUTET menggunakan konduktor jenis ACSR.
Konduktor jenis ACSR merupakan kawat berupa steel yang mempunyai kuat
mekanik tinggi, sedangkan bagian luarnya mempunyai konduktifitas tinggi.
13
4. ACAR (Alumunium Conductor, Alloy-Reinforced), yaitu kawat penghantar
alumunium yang di perkuat dengan logam campuran.
d. Kawat tanah (ground wire)
Kawat tanah atau ground wires, juga disebut sebagai kawat pelindung
(shield wires) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawatkawat fasa terhadap sambaran petir. Jadi kawat tanah ini dipasang diatas kawat
fasa. Sebagai kawat tanah dipakai kawat baja (steel wires).
2.2.3 Andongan (Sag)
Karena beratnya, maka penghantar yang direntangkan antara dua tiang
transmisi mempunyai bentuk lengkung tertentu ( catenary curve ) yang dapat
dinyatakan oleh persamaan-persamaan tertentu. Andongan dan tegangan tarik
pada suatu rentang kawat penghantar antar menara dalam saluran udara
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : berat kawat per satuan panjang,
modulus elastisitas, koefisien perubahan panjang, ultimate strength, diameter
kawat, jarak antara dua menara ( span ), dan kondisi lingkungan sekitar yang
mungkin berpengaruh, misalnya angin, es, debu, dan suhu. Berat efektif
maksimum dari kawat penghantar adalah jumlah vektor dari berat vertikal dan
tekanan angin horisontal. Nilai andongan dapat dicari dengan menggunakan
pendekatan secara parabola berikut : (SPLN 121-1996).
..................................................................................... (2.1)
Dimana:
D = Andongan (m)
w = Berat kawat (Kg/m)
S = Jarak antar dua menara/span (m)
14
Gambar 2.4 Andongan atau lendutan tiang yang tingginya sama
Nilai andongan atau lendutan dengan tinggi tiang yang tidak sama, dapat
ditentukan dengan persamaan berikut: (SPLN 121-1996)
(
) ............................................................................. (2.2)
dimana
D = Andongan (m)
Do = Andongan dengan tinggi tiang yang tidak sama
T = Horisontal Tension (Kg)
H = Beda tinggi tiang (m)
Gambar 2.5 Andongan atau lendutan tiang yang tingginya tidak sama
15
2.2.4
Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum Vertikal dan Horisontal
Pada SUTT dan SUTET
2.2.4.1 Jarak Bebas Minimum Vertikal Pada Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
Jarak terpendek secara vertikal antara konduktor SUTT atau SUTET
dengan permukaan bumi atau benda di atas permukaan bumi tidak boleh kurang
dari jarak yang telah ditetapkan demi keselamatan manusia, makhluk hidup dan
benda lainnya serta keamanan operasi SUTT dan SUTET. Jarak bebas minimum
vertikal pada SUTT dan SUTET berdasarkan SNI 04-6918-2002 dapat dilihat
pada tabel 2.1.
2.2.4.2 Jarak Bebas Minimum Horisontal Pada Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
Jarak terpendek secara horisontal antara konduktor SUTT atau SUTET
dengan permukaan bumi atau benda di atas permukaan bumi tidak boleh kurang
dari jarak yang telah ditetapkan demi keselamatan manusia, makhluk hidup dan
benda lainnya serta keamanan operasi SUTT dan SUTET. Jarak bebas minimum
horisontal pada SUTT dan SUTET berdasarkan SNI 04-6918-2002 dapat dilihat
pada tabel 2.2.
16
Tabel 2.1 Jarak Bebas Minimum Vertikal dari Konduktor (c) Berdasarkan SNI 04-6918-2002
No.
1.
LOKASI
Lapangan terbuka atau daerah
SUTT
SUTET
66 kV
150 kV
275 kV
500 kV
(m)
(m)
(m)
(m)
7,5
8,5
10,5
12,5
4,5
5,0
7,0
9,0
4,5
5,0
7,0
9,0
terbuka a
2
2.1
Daerah dengan keadaan
tertentu
2.2
Bangunan, jembatan b
tanaman/tumbuhan, hutan
2.3
Perkebunan b
8,0
9,0
11,0
15,0
2.4
Jalan/jalan raya/ rel kereta api
12,5
13,5
15,0
18,0
3,0
4,0
5,0
8,5
3,0
4,0
6,0
8,5
a
2.5
Lapangan umum a
SUTT lain, saluran udara
tegangan rendah (SUTR),
saluran udara tegangan
menengah (SUTM), saluran
udara
2.6
Komunikasi, antena dan
kereta gantung b
Titik tertinggi tiang kapal
pada kedudukan air pasang /
tertinggi pada lalu lintas air b
Catatan :
a
Jarak bebas minimum vertikal dihitung dari permukaan bumi atau permukaan
jalan/rel.
b
Jarak bebas minimum vertikal dihitung sampai titik tertinggi / terdekatnya.
17
Tabel 2.2 Jarak Bebas Minimum Horizontal dari sumbu Vertikal Menara/tiang Berdasarkan
SNI 04-6918-2002
No.
1
Saluran
Jarak dari
Jarak
Jarak Bebas
Total
Pembulatan
Udara
sumbu
horizontal
Impuls petir
L+H+I
(m)
vertikal
akibat ayunan
(untuk SUTT)
(m)
menara /
konduktor H
atau jarak
tiang ke
(m)
bebas impuls
SUTT 66 kV
konduktor
switsing (untuk
L (m)
SUTET) I (m)
1,80
1,37
0,63
3,80
4,00
1,80
0,68
0,63
3,11
4,00
3,00
2,74
0,63
6,37
7,00
2,25
2,05
1,50
5,80
6,00
2,25
0,86
1,50
4,61
5,00
4,20
3,76
1,50
9,46
10,00
5,80
5,13
1,80
12,73
13,00
12,00
6,16
3,10
21,26
22,00
7,30
6,16
3,10
16,56
17,00
tiang baja
2
SUTT 66 kV
tiang beton
3
SUTT 66 kV
menara
4
SUTT 150
kV tiang
baja
5
SUTT 150
kV tiang
beton
6
SUTT 150
kV menara
7
SUTET 275
kV sirkit
ganda
8
SUTET 500
kV sirkuit
tunggal
9
SUTET 500
kV sirkuit
ganda
2.2.4.3 Ruang Bebas Pada SUTT dan SUTET
Ruang bebas adalah daerah yang dibentuk oleh jarak bebas minimum
vertikal dan horizontal pada SUTT dan SUTET, dimana pada daerah inilah
18
manusia, makhluk hidup dan bangunan tidak boleh ada di dalamnya. Gambar 2.6
merupakan gambar yang menunjukkan letak ruang bebas pada SUTT dan SUTET.
Gambar 2.6 Ruang Bebas Pada SUTT dan SUTET
(Sumber: SNI 04-6918-2002)
2.2.5 Pengukuran Tinggi Andongan ke Permukaan Tanah Dengan
Clinometer
Untuk dapat mengetahui tinggi andongan ke permukaan tanah dapat
menggunakan alat yang bernama clinometer. Clinometer merupakan alat untuk
mengukur ketinggian suatu benda yang bekerja dengan mengukur sudut elevasi
yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan
sebuah titik pada garis datar tersebut dengan titik puncak suatu obyek. Clinometer
dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan alat – alat sebagai berikut :
19
1. Busur derajat
2. Kayu
3. Tongkat kayu
Langkah – langkah untuk membuat clinometer adalah sebagai berikut :
1. Pasangkan busur derajat dengan penggaris pada tongkat kayu yang tingginya
sudah ditentukan, fungsi tongkat kayu ini adalah untuk penyangga dari busur
derajat
2. Kayu yang berfungsi untuk menunjukkan sudut yang ditunjukkan oleh busur
derajat.
Gambar 2.7 Clinometer Sederhana
Langkah – langkah untuk melakukan pengukuran menggunakan clinometer adalah
sebagai berikut :
20
1. Ukur jarak pengamat dengan objek yang akan diukur.
2. Pengamat membidik sasaran yang akan diukur tingginya menggunakan lubang
yang terdapat pada clinometer.
3. Periksalah dengan cermat letak sudut yang ditunjukkan oleh busur derajat
pada ujung kayu penunjuk. Dari pengamatan ini akan diperoleh sudut elevasi
dari tinggi benda yang dimaksud.
4. Dari pengukuran dilapangan diperoleh nilai jarak objek dengan pengamat (P),
tinggi pengamat dari permukaan tanah sampai mata (X) dan sudut elevasi (α).
Gambar 2.8 Ilustrasi Pengukuran Ketinggian Suatu Benda menggunakan Clinometer Sederhana
Untuk menentukan tinggi objek (Z) tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan trigonometri berikut :
............................................................... (2.3)
Dimana :
Z
= tinggi objek
X
= tinggi tongkat pengamat dari permukaan tanah
Tan α = sudut elevasi
P
= jarak pengamat dengan objek
21
2.2.6
Perhitungan Kesalahan Literatur, Standar Deviasi dan Kesalahan
Relatif
2.2.6.1 Kesalahan Literatur
Kesalahan data yang melenceng dari literatur merupakan hal yang pasti
terjadi. Angka – angka kesalahan pengujian harus disertakan dalam memberikan
penilaian yang wajar terhadap hasil percobaan. Kesalahan literatur adalah suatu
penilaian seberapa besar data hasil percobaan tersebut presisi terhadap literatur
yang seharusnya. Kesalahan literatur dapat dihitung dengan rumus :
|
|
..(2.4)
2.2.6.2 Standar Deviasi
Nilai standar deviasi diguakan untuk mengetahui nilai penyimpangan data
pada setiap pengujian. Nilai standar deviasi dapat dihitung dengan rumus :
√
∑
̅
........................................................... (2.5)
2.2.6.3 Kesalahan Relatif
Kesalahan relatif adalah suatu tingkat kesalahan pada suatu pengujian
yang berulang, di mana hasil pengujian pada tiap nomor pengujian tidak mungkin
akan selalu berada pada garis lurus atau tetap, tetapi pasti terdapat suatu
penyimpangan hasil pengujian atau dengan nama lain standar deviasi. Kesalahan
relatif didapat dari pembagian antara standard deviasi dengan nilai rerata
pengujian seperti pada rumus berikut :
........................... (2.6)
2.2.7
Jarak Antar Kawat
Jarak antar kawat konduktor dipengaruhi oleh beberapa hal, terutama hal-
hal mekanis dari kawat konduktor. Bahan material dan diameter konduktor harus
diperhatikan dalam perhitungan, karena untuk konduktor yang kecil, khususnya
22
yang terbuat dari aluminium, memiliki berat yang lebih ringan, sehingga jika
terdapat tekanan angin akan lebih mengayun secara vertical dibandingkan dengan
konduktor dengan luas penampang yang lebih besar dan bahan yang lebih berat.
Biasanya konduktor akan mengayun secara sinkron dengan angin, tetapi untuk
span yang panjang dan kawat yang kecil, ada kemungkinan konduktor mengayun
dengan tidak sinkron, dan ukuran konduktor serta andongan maksimum pada titik
tengah span adalah faktor yang harus diperhitungkan dalam menentukan jarak
antar kawat konduktor. (Sumarsono, 2009)
Perhitungan jarak minimum antar kawat konduktor yang telah berhasil
dalam pengujiannya, salah satu diantaranya adalah metode perhitungan menurut
VDE (Verbandes Deutscher Electrotechnischer) adalah sebagai berikut :
√
dimana :
a
.................................................................(2.7)
= jarak antar kawat dalam m
V = tegangan dalam kV
D = andongan dalam m
2.2.8
Pengaruh Bumi terhadap Kapasitansi Saluran
Bumi merupakan penghantar sempurna yang kehadirannya dapat
mengubah medan listrik saluran. Sebagai contoh, dapat ditinjau saluran 3 fasa 3
kawat pada sebuah penghantar atas tiang tunggal dengan jalur kembali melalui
bumi (Gambar2.9). Bumi dapat digantikan dengan suatu penghantar khayal yang
bermuatan di bawah permukaan bumi pada jarak yang sama dengan penghantar
asli di atas bumi.
23
Gambar 2.9 Saluran 3 fasa dengan bayangannya
(Sumber: Hermagansatos, 1994)
Sehingga muatan dari konduktor (Q) dapat ditentukan melalui tegangan
(V) dan koefisien potensial Maxwell (P), dengan persamaan (Hermagansatos,
1994) :
[ ]
[ ][ ] Volt .............................................................. (2.8)
[ ]
[ ] [ ]
Sehingga :
[ ][ ] coloumb ...................................(2.9)
Elemen matrik P adalah :
[
⁄
] .................................................... (2.10)
[
⁄ ] ................................................... (2.11)
........................................................................ (2.12)
Dimana :
Paa
= koefisien sendiri potensial Maxwell konduktor a.
Pab
= koefisien sendiri potensial Maxwell konduktor a dan b.
Ha
= tinggi konduktor a di atas tanah.
24
da
= diameter konduktor a.
= konstanta dielektrik.
Lab
= jarak antara konduktor a dan b.
LIab = jarak antara konduktor a dan b bayangan.
Untuk n saluran transmisi, maka didapatkan matrik koefisien potensial Maxwell
sebagai berikut :
[ ]
V/C ...................................... (2.13)
[
]
Dari matrik koefisien potensial Maxwell pada persamaan (2.10), diperoleh
matrik kapasitansi saluran dengan menginverskan persamaan matrik potensial
tersebut.
[ ]
[ ]
V/C ....................... (2.14)
[
]
Sedangkan matrik tegangan konduktor ditentukan oleh urutan fasanya
(dengan menggunakan operator a). maka matrik 1 kolom tegangan fasa ke netral
(untuk rangkaian 3 fasa), dapat dituliskan sebagai berikut :
[ ]
[
⁄
√
Dimana : V = tegangan fasa ke fasa
√ ] V ........................................... (2.15)
√
25
2.2.9
Medan Listrik
2.2.9.1 Pengertian Medan Listrik
Medan Listrik merupakan daerah atau ruang disekitar benda yang
bermuatan listrik dimana jika sebuah benda bermuatan lainnya diletakkan pada
daerah itu masih mengalami gaya elektrostatis. Gaya elektrostatis adalah gaya
yang timbul pada dua benda yang memiliki muatan listrik statik. Jika muatannya
sama atau sejenis maka akan saling menolak sementara jika muatannya
berlawanan jenis maka akan saling menarik. Arah medan listrik dari suatu benda
bermuatan listrik dapat digambarkan menggunakan garis-garis gaya listrik.
Sebuah muatan positif memiliki garis gaya listrik dengan arah keluar dari muatan
tersebut. Adapun, sebuah muatan negatif memiliki garis gaya listrik dengan arah
masuk ke muatan tersebut.
Menurut Faraday suatu medan listrik keluar dari setiap muatan dan
menyebar ke seluruh ruangan. Untuk memvisualisasikan medan listrik, dilakukan
dengan menggambarkan serangkaian garis untuk menunjukkan arah medan listrik
pada berbagai titik di ruang, yang disebut garis-garis gaya listrik. Untuk lebih
jelasnya lihatlah gambar 2.10.
a.
b.
Gambar 2.10 (a) Garis Gaya Listrik bermuatan Positif (b) Garis Gaya Listrik Bermuatan Negatif
(Sumber: Priyambodo dan Jati. 2009)
Gambar a merupakan partikel bermuatan positif. Garis-garis yang keluar
dari partikel a disebut dengan medan listrik. Arah medan listrik pada gambar a
keluar dari partikel bermuatan positif. Sedangkan pada gambar b, merupakan
partikel bermuatan negatif, sama dengan gambar a garis-garis yang ada pada
gambar b merupakan medan listrik. Bedanya dengan partikel bermuatan positif,
26
arah medan listrik pada partikel bermuatan negatif menuju pusat arah partikel.
Dengan demikian, maka dapat dijelaskan bagaimana dua partikel yang sejenis
tolak-menolak dan partikel yang lain jenis tarik-menarik, seperti yang ditunjukan
gambar 2.11.
a.
b.
Gambar 2.11. Garis-garis Gaya Listrik (a) Garis Gaya Listrik Dengan Interaksi Dua Partikel
Yang Berlainan Jenis (b) Garis Gaya Listrik Dengan Partikel Yang Muatanya Sama
(Sumber: Halliday dkk, 2009)
Gambar a merupakan interaksi dua partikel yang berlainan jenis.
Perhatikan garis medan listriknya, garis dari partikel postif menuju partikel
negatif. Sedangkan pada gambar b merupakan partikel yang muatannya sama.
Garis medan listrik pada partikel tersebut saling menjauh satu sama lain. Sehingga
kedua partikel tersebut saling tolak-menolak.
Kuat medan listrik juga merupakan besaran vektor karena memiliki arah,
maka penjumlahan antara dua medan listrik atau lebih harus menggunakan
penjumlahan vektor. Arah medan listrik dari sebuah muatan positif di suatu titik
adalah keluar atau meninggalkan muatan tersebut. Adapun arah medan listrik dari
sebuah muatan negatif di suatu titik adalah masuk atau menuju ke muatan
tersebut.
Medan listrik pada suatu konduktor terjadi jika suatu konduktor dialiri
tegangan pada ujung-ujungnya, maka akan menghasilkan medan gaya disekitar
penghantar tersebut. Medan gaya yang dihasilkan inilah yang disebut medan
listrik. Bentuk medan listrik pada sebuah konduktor dapat dinyatakan oleh garis
khayal atau atau garis gaya listrik (gambar 2.12).
27
Gambar 2.12 Medan listrik pada permukaan konduktor tunggal yang bertegangan
Sumber: Priyambodo dan Jati. 2009)
2.2.9.2 Kuat Medan Listrik
Kuat medan listrik adalah gaya elektrostatik yang di alami oleh suatu
muatan positif yang diletakkan di titik tertentu setiap satuan muatannya.
Didefinisikan sebagai hasil bagi gaya listrik yang bekerja pada suatu muatan uji
dengan besar muatan uji tersebut. Sehingga kuat medan listrik dibawah saluran
transmisi dapat menggunakan persamaan 2.16. (Hyat, 1991)
Besar medan listrik dari sebuah benda bermuatan listrik dinamakan kuat
medan listrik. Jika dalam sebuah daerah ruang, sebuah muatan uji q mengalami
sebuah gaya F, maka daerah itu dicirikan oleh sebuah medan listrik yang kuat
medan listriknya E.
...........................................................................(2.16)
a. Kuat Medan Listrik Di Sekitar Saluran Transmisi
Untuk menentukan besar kuat medan listrik disekitar saluran transmisi,
digunakanlah metode bayangan. Pada metode ini dijelaskan bahwa medan listrik
diatas bumi dipengaruhi oleh muatan saluran dan bayangannya sebagai akibat
pengaruh bumi (saluran transmisi dianggap tak terhingga). Bila terdapat “n” buah
saluran, maka kuat medan listrik disuatu titik merupakan penjumlahan dari kuat
medan akibat masing-masing saluran beserta bayangannya. (Prasetyo, 2004)
28
Gambar 2.13 Kuat medan listrik di titik P, dibawah saluran transmisi.
Kuat medam listrik di titik “P” pada gambar 2.13 diatas, dinyatakan oleh
persamaan berikut (Transmission line reference book, 1982) :
N/C ................................................... (2.17)
Ex1 dan Ey1 masing-masing diberikan oleh:
[
(
(
[
)
)
(
(
(
(
)
(
)
)
(
)
)
(
(
)
(
)
)
)
(
)
] N/C ........................ (2.18)
] N/C ........................ (2.19)
Dimana:
Ex1
= kuat medan listrik untuk komonen horisontal (N/C)
Xy1
= kuat medan listrik untuk komponen vertikal (N/C)
Q1
= muatan konduktor l (C)
X1, Y1 = koordinator konduktor (m)
Xp, Yp = koordinator pengamatan (m)
= konstanta dielektrik (C2/Nm2)
29
Komponen horisontal dan vertikal, EX dan EY dari medan listrik dihitung dengan
menjumlahkan vektor kuat medan listrik dari masing-masing muatan titik.
N/C ........................................................ (2.20)
N/C ........................................................ (2.21)
b. Kuat Medan Listrik Di Permukaan Tanah
Persamaan (2.20) dan (2.21) adalah untuk menentukan kuat medan listrik
secara umum. Dalam kondisi kuat medan listrik diatas permukaan tanah, terdapat
kesamaan dalam komponen x, sehingga persamaannya akan menjadi lebih
sederhana. Medan listrik diatas permukaan tanah dinyatakan sebagai vector
vertikal kuat medan. Medan yang dihasilkan di titik P diatas permukaan tanah
oleh muatan Q1 pada konduktor 1, dinyatakan oleh persamaan (Transmission line
reference book, 1982) :
(
)
N/C....................................................... (2.22)
2.2.10 Teori Maxwell
Menurut teori Maxwell tentang gelombang elektromagnetik bahwa cahaya
adalah
suatu
bentuk
radiasi
gelombang
elektromagnetik.
Gelombang
elektromagnetik dihasilkan oleh muatan yang dipercepat terdiri dari medan
magnet (B) dan Medan listrik (E) yang bergetar saling tegak lurus serta keduanya
tegak lurus arah perambatan gelombang. Sehingga gelombang elektromagnetik
temasuk gelombang transversal.
Dengan Teori Maxwel tentang gelombang ekektromagnetik, Maxwell
menghitung cepat rambat gelombang elektromagnetik dengan persamaan 2.23.
√
.............................................................................. (2.23)
Dimana:
C = cepat rambat gelombang elektromagnetik
μₒ = permeabilitas ruang hampa = 4π x 10-7 Wb/Am
Ԑₒ = permitivitas ruang hampa = 8,85418 x 10-12 C2/Nm2
30
Dengan memasukkan harga μₒ dan Ԑₒ diatas maka di peroleh cepat rambat
gelombang elektromagnetik sebesar C = 3 x 108 m/s. Nilai tersebut ternyata sesuai
dengan cepat rambat cahaya dalam ruang hampa. Dengan hasil ini maka Maxwell
mengatakan bahwa cahaya termasuk gelombang elektromagnetik. Seperti
gelombang mekanik maka cahaya mengalami gejala gelombang pada umumnya
yaitu refleksi (pemantulan), refraksi (pembiasan), interferensi, difraksi serta
polarisasi.
Dengan
Teori
Maxwel
tentang
gelombang
ekektromagnetik
menyimpulkan bahwa sifat-sifat gelombang elektromagnetik adalah sebagai
berikut:
a.
Perubahan medan listrik dan medan magnet terjadi pada saat yang
bersamaan sehingga kedua medan memiliki harga maksimum dan
minimum pada saat yang sama dan pada tempat yang sama.
b.
Arah medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus dan keduanya
tegak lurus terhadap arah rambat gelombang.
c.
Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang tranversal.
d.
Mengalami peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi juga
polarisasi.
e.
Tidak dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnet karena
gelombang elektromagnetik tidak memiliki muatan.
f.
Kecepatan dalam ruang hampa sama dengan kecepatan di udara 3x108 m/s.
2.2.11 Standar Ambang Batas Medan Listrik
2.2.11.1 Berdasarkan SPLN-112-1994
Berdasarkan SPLN-112-1994 pada Pasal 3 mengenai ambang batas kuat
medan listrik dan induksi medan magnet untuk melindungi manusia bahwa
ambang batas nilai efektif kuat medan listrik (Eb) secara terus menerus adalah Eb
= l0 kV/m. Diukur/dihitung pada ketinggian 1 meter di atas permukaan tanah pada
medan yang tidak terganggu. Serta ambang batas nilai efektif induksi medan
magnet (Bb) secara terus menerus adalah Bb = 0,5 mT. Diukur/dihitung pada
ketinggian 1 m di atas tanah pada medan yang tidak terganggu.
31
2.2.11.2 Berdasarkan Rekomendasi SNI 04-6950-2003
Badan Standarisai Nasional tentang Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) - Nilai Ambang
Batas Medan Listrik dan Medan Magnet. Standar ini berlaku sebagai pedoman
untuk menetapkan ruang batas dan jarak bebas minimum pada Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan EkstraTinggi (SUTET).
Standar ini berlaku untuk SUTT dengan tegangan nominal 66 kV dan 150 kV
serta SUTET dengan tegangan nominal 275 kV dan 500 kV di Indonesia, balk
dengan menggunakan menara baja maupun tiang baja/beton.
Tabel 2.3 Rekomendasi SNI 04-6950-2003 Untuk Batas Pemaparan Terhadap Medan Listrik Dan
Medan Magnet Yang Berlaku Pada Lingkungan Kerja Dan Umum Untuk Frekuensi
50/60 Hz
Klasifikasi
Kuat Medan
Listrik
Kuat Medan Magnit
(kV/m)
(mT)
10
0.5
Yang berhubungan
dengan pekerjaan
Seluruh hari kerja
Jangka pendek
Hanya pada lengan
30
a)
5 b)
-
25
Sampai 24 jam/hari c)
5
0.1
Beberapa jam/harid)
10
1
Yang berhubungan
dengan masyarakat
umum
Catatan:
a.
b.
Durasi pemaparan untuk kuat medan listrik antara 10-30 kV/m dapat dihitung dengan rumus :
t ≤ 80/ E dimana t = lama exposure (jam) dan E = Kuat medan listrik (kV/m)
Durasi pemaparan maksimum per hari adalah 2 jam
32
c.
d.
Pembatasan ini berlaku untuk ruang terbuka dimana anggota masyarakat umum dapat secara
wajar diperkirakan menghabiskan sebagian besar waktu selama satu hari, seperti misalnya
kawasan rekreasi, lapangan untuk bertemu dan lain-lain yang semacam itu.
Nilai kuat medan listrik dan kuat medan magnet dapat dilampaui untuk durasi beberapa
menit/hari asalkan diambil tindakan pencegahan untuk mencegah efek kopling tak langsung.
2.2.11.3Berdasarkan Rekomendasi WHO 1990
WHO pada tahun 1990 memberikan rekomendasi untuk nilai ambang
batas medan listrik seperti terlihat pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Medan Listrik Berdasarkan Rekomendasi WHO 1990
Intensitas Medan Listrik
Lama Exposure per 24 jam
(kV/m)
yang diperbolehkan (menit)
5
Tidak Terbatas
10
180
15
90
20
10
25
5
Bagi masyarakat umum, WHO 1990 merekomendasikan tingkat
pemaparan maksimum adalah 5 kV/m untuk medan listrik.
2.2.12 Potensi Gangguan Kesehatan Akibat Paparan Medan Listrik
Menurut INIRC (International Non Ionizing Radiation Committee) dari
International Radiation Protection Association (IRPA), nilai medan listrik dan
medan magnet yang merupakan ciri kondisi paparan tidak terganggu (unperturbed
electric and magnetic fields) adalah medan yang apabila semua benda
dihilangkan, karena medan listrik pada umumnya akan terganggu jika berada di
dekat permukaan suatu benda.
Efek biologis dikaitkan dengan paparan medan pada permukaan tubuh,
medan-medan induksi yang mengakibatkan pengaliran arus dan rapat arus yang
diinduksi dalam tubuh, sehingga kriteria yang dipakai dalam penentuan batas
33
paparan biasanya adalah rapat arus yang diinduksi dalam tubuh. Arus-arus induksi
dalam tubuh tidak dapat dengan mudah diukur secara langsung, sehingga batasanbatasan dalam kuat medan listrik (E) yang tidak terganggu dan rapat fluks
magnetik (B) diturunkan dari nilai kriteria induksi. Medan listrik yang tidak
terganggu dengan kuat medan sebesar 10 kV/m akan menginduksi rapat arus
2
efektif kurang dari 4 mA/m dengan rata-rata pengaliran arus di seluruh tubuh
manusia. Rapat fluks magnetik sebesar 0,5 mT pada frekuensi 50/60 Hz akan
2
menginduksi rapat arus efektif sekitar 1 mA/m pada keliling suatu loop jaringan
tubuh yang berjejari 10 cm.
UNEP (United Nations Environmental Programme), WHO (World Health
Organization) dan IRPA pada tahun 1987 mengeluarkan pernyataan tentang nilai
rapat arus induksi dengan efek-efek biologisnya yang ditimbulkan oleh paparan
pada seluruh tubuh manusia:
2
a. 1 - 10 mA/m , tidak menimbulkan efek biologis berarti.
2
b. 10 - 100 mA/m , menimbulkan efek biologis yang berarti, termasuk efek pada
sistem penglihatan dan saraf.
2
c. 100 - 1000 mA/m , menimbulkan stimulasi pada jaringan-jaringan yang dapat
dirangsang dan berbahaya bagi kesehatan.
2
d. > 1000 mA/m , dapat menimbulkan gangguan pada jantung, berupa irama
ekstrasistole dan fibrilasi ventricular
Secara umum, potensi gangguan kesehatan akibat radiasi elektromagnetik
pada manusia, berupa efek jangka panjang, berupa potensi proses degeneratif dan
keganasan (kanker) serta efek hipersensitivitas, dengan berbagai manifestasinya.
Potensi terjadinya proses degeneratif dan keganasan tergantung batas paparan
medan listrik dan medan magnet dalam satuan waktu. Sedangkan efek
hipersensitivitas tidak harus tergantung pada batas paparan.
Radiasi elektromagnetik berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan
tertentu. Berbagai potensi gangguan kesehatan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sistem darah, berupa leukemia dan limfoma malignum.
34
b. Sistem reproduksi laki-laki, berupa infertilitas.
c. Sistem saraf, berupa degeneratif saraf tepi.
d. Sistem kardiovaskular, berupa perubahan ritme jantung.
e. Sistem endokrin, berupa perubahan metabolisme hormon melatonin.
f. Psikologis, berupa neurosis dan gangguan irama sirkadian.
g. Hipersensitivitas.
Potensi gangguan terhadap sistem darah, kardiovaskular, reproduksi dan
saraf, memerlukan waktu yang panjang dan tidak dapat dirasakan atau diamati
dalam waktu pendek. Sedangkan potensi gangguan pada sistem hormonal,
psikologis dan hipersensitivitas, umumnya dapat terjadi dalam waktu pendek.
Manifestasi gangguan dalam waktu pendek, biasanya berupa berbagai keluhan.
Keluhan yang paling banyak dikemukakan oleh penduduk yang bertempat tinggal
di bawah SUTET adalah sakit kepala, pening dan keletihan menahun. (Anies,
2007)
Download