BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian ini diperuntukan untuk tugas akhir dengan judul “Studi Intensitas Medan Listrik di SUTT 150 kV Konfigurasi Vertikal untuk Lingkugan Pemukiman”. Penelitian ini mengacu pada beberapa sumber dan tinjauan yang sudah ada, dengan masing-masing penulis menggunakan metode dan simulasi yang berbeda sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Dari perbandingan tersebut akan terlihat perbedaan penelitian dengan yang dilakukan penulis. Berikut merupakan uraian singkat referensi tersebut : 1. Penelitian yang berjudul “Analisis Kuat Medan Listrik dan Medan Magnet Pada Perencanaan Pengoperasian SUTT 150 kV Perean-Ubud” oleh Irwan Prasetyo; Teknik Elektro; Fakultas Teknik, Universitas Udayana; Bali, 2004. Penelitian ini menggunakan metode bayangan dengan tujuan untuk menganalisis berapa besar paparan kuat medan listrik dan medan magnet di sekitar saluran transmisi 150 kV Perean-Ubud sebelum dioperasikan. Hasil penelitian diperoleh kuat medan listrik tertinggi di pusat saluran yaitu sebesar 685,9392 V/m. Hasil penelitian ini masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 5kV/m. 2. Penelitian yang berjudul “Kajian Medan Magnet dan Medan Listrik Pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Kampar-Pekanbaru Berdasarkan Rekomendasi IRPA/INIRC WHO” oleh Suwitno dan Fri Murdiyah; Jurusan Teknik Elektro; Fakultas Teknik, Universitas Riau; Riau, 2010. Penelitian ini menggunakan metode persamaan karakteristik impedansi dan pengukuran langsung di lapangan untuk menganalisa kuat medan listrik dan medan magnet pada SUTT 150 kV yang melintasi Kabupaten Kampar dan Pekanbaru. Dari hasil penelitian berdasarkan pengukuran dan perhitungan diperoleh nilai kuat medan magnet dan medan listrik pada SUTT 150 kV Kampar – Pekanbaru masih berada di bawah ambang batas 0.0001 Tesla, nilai tertinggi medan magnet di bawah jaringan SUTT adalah 0,00009 Tesla, 5 6 sedangkan medan listrik juga masih di bawah ambang batas 5 kV/m, nilai tertinggi medan listrik di bawah jaringan SUTT adalah 70 V/m. Hal ini menandakan bahwa daerah Kabupaten Kampar dan Pekanbaru yang dilalui SUTT 150 kV masih tergolong aman karena paparan medan listrik dan medan magnet dibawah saluran tersebut masih dibawah standar IRPA/INIRC, WHO 1990 dan SNI 04- 6950-2003. 3. Penelitian yang berjudul “Kajian Kuat Medan Listrik Pada Konfigurasi Vertikal Saluran Transmisi 150kV” oleh Sani Ugustra (2015) yang menganalisis karakteristik hasil perhitungan dan pengukuran kuat medan listrik pada saluran transmisi 150 kV dengan konfigurasi vertikal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan pengukuran medan listrik di titik terendah koduktor saluran transmisi 150 kV, selanjutnya analisis dilakukan terhadap perubahan karakteristik kuat medan listrik yang terjadi saat pengukuran. Berdasarkan hasil pengukuran medan listrik akan mencapai titik tertinggi pada saat siang hari. Hasil pengukuran tertinggi kuat medan listrik terjadi di lokasi 6 sebesar 4700 V/m. Hasil perhitungan kuat medan listrik tertinggi berada di lokasi 6 yaitu 4521 V/m. Berdasarkan ketiga penelitian diatas, maka dilakukan penelitian tentang kuat medan listrik dibawah saluran transmisi untuk mengetahui kuat medan listrik dengan lebih menfokuskan pada salah satu konfigurasi saluran transmisi yaitu konfigurasi saluran vertikal. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur ketinggian konduktor menggunakan alat dan cara yang sederhana. Hasil perhitungan intensitas medan listrik akan digunakan untuk membuat rekomendasi pembangunan rumah tinggal di bawah konduktor di sepanjang saluran transmisi SUTT 150 kV konfigurasi vertikal, sehingga orang yang akan membangun rumah di bawah saluran transmisi 150 kV konfigurasi vertikal hanya perlu mengukur ketinggian konduktor dari permukaan tanah untuk mengetahui berapa ketinggian rumah yang boleh dibangun agar paparan medan listriknya sesuai dengan standard yang ditetapkan SNI 04-6918-2002. 7 2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Sistem Tenaga Listrik Secara umum sumber listrik berasal dari pembangkit tenaga listrik. Lokasi pembangkit tenaga listrik umumnya jauh dari sumber beban, sehingga untuk menyalurkan energi listrik harus disalurkan melalui sistem transmisi. Sistem tenaga listrik secara umum adalah suatu sistem yang terdiri dari lima sub sistem utama untuk menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkit tenaga listrik menuju ke pusat beban. Diagram segaris dari sistem tenaga listrik dalam penyaluran energi listrik secara umum dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Segaris Sistem Tenaga Listrik Sederhana (Sumber: Gina, 2012) Dari gambar 2.1 energi listrik yang bersumber dari pembangkit tenaga listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP, PLTGU dan PLTD akan disalurkan melalui sistem transmisi. Energi listrik yang dibangkitkan tegangannya akan dinaikkan menggunakan transformator penaik tegangan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah arus yang mengalir pada saluran transmisi sehingga dapat mengurangi rugi-rugi daya transmisi. Energi listrik kemudian disalurkan melalui sistem transmisi menuju gardu induk untuk kemudian disalurkan ke sumber beban. Tegangan transmisi akan diturunkan lagi melalui transformator penurun tegangan (step-down transformer) di gardu induk menjadi tegangan menengah 20 kV untuk dapat disalurkan ke gardu distribusi. Gardu distribusi akan kembali menurunkan tegangan menjadi tegangan rendah 220 V / 380 V sebelum disalurkan melalui saluran distribusi menuju pusat – pusat beban. 8 2.2.2 Saluran Transmisi Tenaga Listrik Transmisi tegangan tinggi adalah sebuah proses penyaluran energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya. Proses penyaluran energi listrik tersebut terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower) melalui isolator-isolator, dengan sistem tegangan tinggi. Besaran tegangan transmisi dapat dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu : Tegangan Ultra Tinggi (UHV), Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV), Tegangan Menengah (MHV), dan Tegangan Rendah (LV). Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah : 30 KV, 70 KV dan 150 KV (Arismunandar, 1991). 2.2.2.1 Kategori Saluran Transmisi Saluran transmisi memiliki kriteria mengenai panjang atau jarak dari saluran transmisi serta ketelitian yang diinginkan. Dilihat dari segi panjangnya saluran transmisi tegangan tinggi dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu (Gina, 2012): 1. Saluran transmisi pendek, dengan jarak kurang dari 80 km (50 mil) 2. Saluran transmisi menengah, dengan jarak antara 80 km (50 mil) dan 240 km (150 mil) 3. Saluran transmisi panjang, dengan jarak lebih dari 240 km (150 mil) 2.2.2.2 Saluran Transmisi Berdasarkan Pemasangan Saluran transmisi dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan pemasangannya, yaitu : 1. Saluran Udara Saluran udara adalah saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik melalui kawat-kawat yang digantung pada isolator antar menara atau tiang transmisi. Saluran transmisi udara memiliki beberapa keuntungan antara lain: 9 a. Mudah dalam perbaikan b. Mudah dalam perawatan c. Mudah dalam mengetahui letak gangguan d. Biaya operasional yang murah Saluran transmisi udara juga memiliki beberapa kerugian yaitu : a. Berada di ruang terbuka sehingga mengakibatkan gangguan dari luar sangat mudah terjadi, seperti gangguan hubung singkat dan gangguan tegangan lebih yang diakibatkan oleh sambaran petir dan gangguan – gangguan lainnya b. Kehandalannya dipengaruhi oleh situasi alam c. Mengurangi keindahan lingkungan sekitar 2. Saluran Kabel Bawah Tanah atau Bawah Air Saluran kabel bawah tanah atau saluran kabel bawah air, merupakan saluran transmisi tegangan tinggi yang menyalurkan energi listrik melalui kabel yang dipendam didalam tanah atau berada di bawah air. Kategori saluran kabel bawah tanah banyak digunakan didalam perkotaan, disebabkan keberadaan dari saluran tegangan tinggi tersebut berada didalam tanah sehingga tidak mengganggu keindahan kota dan gangguan akibat kondisi cuaca atau kondisi alam dapat jarang terjadi. Namun kekurangannya, mahal dalam instalasi dan investasi serta sulitnya menentukan titik gangguan dan perbaikkannya karena berada di bawah tanah. Saluran tegangan tinggi dengan konstruksi kabel bawah air lebih sering digunakan untuk mentransmisikan daya listrik dari pulau kepulau, atau lebih sering disebut sebagai kabel laut. Karena konstruksi ini lebih sering digunakan untuk menstransmisikan daya listrik dari pulau ke pulau, maka keberadaan saluran ini sangat riskan terjadi gangguan akibat arus bawah laut. (Gina, 2012) 10 2.2.2.3 Saluran Transmisi Berdasarkan Tegangan a. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200 kV – 500 kV Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW. Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien. Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah: konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga pembangunannya membutuhkan biaya yang besar. Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500 km. b. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30 kV – 150 kV Saluran udara tegangan tinggi (SUTT) memiliki tegangan operasi antara 30 kV sampai dengan 150 kV. Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netralnya digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali. Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing phasa terdiri dari dua atau empat kawat (double atau qudrapole) dan berkas konduktor disebut bundle conductor. 2.2.2.4 Komponen Utama Saluran Transmisi Saluran transmisi tenaga listrik memiliki beberapa komponen utama yang terdiri dari: a. Menara Transmisi atau Tiang Transmisi Pada suatu Sistem Tenaga Listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah / 11 merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara / tower. a. b. Gambar 2.2. Jenis konstruksi menara saluran udara tegangan tinggi (a) konstruksi menara beton (b) konstruksi menara baja (Sumber: SPLN 121-1996) b. Isolator Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi pada umumnya adalah jenis porselin atau gelas yang berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara kawat penghantar dengan tiang. Macam-macam isolator yang digunakan pada saluran udara tegangan tinggi adalah sebagai berikut : 12 a. b. c. Gambar 2.3 Jenis isolator saluran udara tegangan tinggi (a) Isolator renteng (b) Isolator batang panjang (c) Isolator tonggak saluran (Sumber: SPLN 121-1996) c. Konduktor (Conductor) Kawat konduktor ini digunakan untuk menghantarkan listrik yang ditransmisikan. Kawat konduktor untuk saluran transmisi tegangan tinggi ini selalu tanpa pelindung/isolasi, hanya menggunakan isolasi udara. Jenis Konduktor yang dipakai antara lain: 1. Tembaga (Cu) 2. Alumunium (Al) 3. Baja (Steel) Di Indonesia, jenis yang sering dipakai adalah jenis alumunium dengan campuran baja. Jenis-jenis penghantar Aluminium antara lain: 1. AAC (All-Alumunium Conductor), yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari alumunium. 2. AAAC (All-Alumunium-Alloy Conductor), yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari campuran alumunium. 3. ACSR (Alumunium Conductor Steel-Reinforced) Conductor, Steel- Reinforced), yaitu kawat penghantar alumunium berinti kawat baja. Pada umumnya SUTT maupun SUTET menggunakan konduktor jenis ACSR. Konduktor jenis ACSR merupakan kawat berupa steel yang mempunyai kuat mekanik tinggi, sedangkan bagian luarnya mempunyai konduktifitas tinggi. 13 4. ACAR (Alumunium Conductor, Alloy-Reinforced), yaitu kawat penghantar alumunium yang di perkuat dengan logam campuran. d. Kawat tanah (ground wire) Kawat tanah atau ground wires, juga disebut sebagai kawat pelindung (shield wires) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawatkawat fasa terhadap sambaran petir. Jadi kawat tanah ini dipasang diatas kawat fasa. Sebagai kawat tanah dipakai kawat baja (steel wires). 2.2.3 Andongan (Sag) Karena beratnya, maka penghantar yang direntangkan antara dua tiang transmisi mempunyai bentuk lengkung tertentu ( catenary curve ) yang dapat dinyatakan oleh persamaan-persamaan tertentu. Andongan dan tegangan tarik pada suatu rentang kawat penghantar antar menara dalam saluran udara dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : berat kawat per satuan panjang, modulus elastisitas, koefisien perubahan panjang, ultimate strength, diameter kawat, jarak antara dua menara ( span ), dan kondisi lingkungan sekitar yang mungkin berpengaruh, misalnya angin, es, debu, dan suhu. Berat efektif maksimum dari kawat penghantar adalah jumlah vektor dari berat vertikal dan tekanan angin horisontal. Nilai andongan dapat dicari dengan menggunakan pendekatan secara parabola berikut : (SPLN 121-1996). ..................................................................................... (2.1) Dimana: D = Andongan (m) w = Berat kawat (Kg/m) S = Jarak antar dua menara/span (m) 14 Gambar 2.4 Andongan atau lendutan tiang yang tingginya sama Nilai andongan atau lendutan dengan tinggi tiang yang tidak sama, dapat ditentukan dengan persamaan berikut: (SPLN 121-1996) ( ) ............................................................................. (2.2) dimana D = Andongan (m) Do = Andongan dengan tinggi tiang yang tidak sama T = Horisontal Tension (Kg) H = Beda tinggi tiang (m) Gambar 2.5 Andongan atau lendutan tiang yang tingginya tidak sama 15 2.2.4 Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum Vertikal dan Horisontal Pada SUTT dan SUTET 2.2.4.1 Jarak Bebas Minimum Vertikal Pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Jarak terpendek secara vertikal antara konduktor SUTT atau SUTET dengan permukaan bumi atau benda di atas permukaan bumi tidak boleh kurang dari jarak yang telah ditetapkan demi keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya serta keamanan operasi SUTT dan SUTET. Jarak bebas minimum vertikal pada SUTT dan SUTET berdasarkan SNI 04-6918-2002 dapat dilihat pada tabel 2.1. 2.2.4.2 Jarak Bebas Minimum Horisontal Pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Jarak terpendek secara horisontal antara konduktor SUTT atau SUTET dengan permukaan bumi atau benda di atas permukaan bumi tidak boleh kurang dari jarak yang telah ditetapkan demi keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya serta keamanan operasi SUTT dan SUTET. Jarak bebas minimum horisontal pada SUTT dan SUTET berdasarkan SNI 04-6918-2002 dapat dilihat pada tabel 2.2. 16 Tabel 2.1 Jarak Bebas Minimum Vertikal dari Konduktor (c) Berdasarkan SNI 04-6918-2002 No. 1. LOKASI Lapangan terbuka atau daerah SUTT SUTET 66 kV 150 kV 275 kV 500 kV (m) (m) (m) (m) 7,5 8,5 10,5 12,5 4,5 5,0 7,0 9,0 4,5 5,0 7,0 9,0 terbuka a 2 2.1 Daerah dengan keadaan tertentu 2.2 Bangunan, jembatan b tanaman/tumbuhan, hutan 2.3 Perkebunan b 8,0 9,0 11,0 15,0 2.4 Jalan/jalan raya/ rel kereta api 12,5 13,5 15,0 18,0 3,0 4,0 5,0 8,5 3,0 4,0 6,0 8,5 a 2.5 Lapangan umum a SUTT lain, saluran udara tegangan rendah (SUTR), saluran udara tegangan menengah (SUTM), saluran udara 2.6 Komunikasi, antena dan kereta gantung b Titik tertinggi tiang kapal pada kedudukan air pasang / tertinggi pada lalu lintas air b Catatan : a Jarak bebas minimum vertikal dihitung dari permukaan bumi atau permukaan jalan/rel. b Jarak bebas minimum vertikal dihitung sampai titik tertinggi / terdekatnya. 17 Tabel 2.2 Jarak Bebas Minimum Horizontal dari sumbu Vertikal Menara/tiang Berdasarkan SNI 04-6918-2002 No. 1 Saluran Jarak dari Jarak Jarak Bebas Total Pembulatan Udara sumbu horizontal Impuls petir L+H+I (m) vertikal akibat ayunan (untuk SUTT) (m) menara / konduktor H atau jarak tiang ke (m) bebas impuls SUTT 66 kV konduktor switsing (untuk L (m) SUTET) I (m) 1,80 1,37 0,63 3,80 4,00 1,80 0,68 0,63 3,11 4,00 3,00 2,74 0,63 6,37 7,00 2,25 2,05 1,50 5,80 6,00 2,25 0,86 1,50 4,61 5,00 4,20 3,76 1,50 9,46 10,00 5,80 5,13 1,80 12,73 13,00 12,00 6,16 3,10 21,26 22,00 7,30 6,16 3,10 16,56 17,00 tiang baja 2 SUTT 66 kV tiang beton 3 SUTT 66 kV menara 4 SUTT 150 kV tiang baja 5 SUTT 150 kV tiang beton 6 SUTT 150 kV menara 7 SUTET 275 kV sirkit ganda 8 SUTET 500 kV sirkuit tunggal 9 SUTET 500 kV sirkuit ganda 2.2.4.3 Ruang Bebas Pada SUTT dan SUTET Ruang bebas adalah daerah yang dibentuk oleh jarak bebas minimum vertikal dan horizontal pada SUTT dan SUTET, dimana pada daerah inilah 18 manusia, makhluk hidup dan bangunan tidak boleh ada di dalamnya. Gambar 2.6 merupakan gambar yang menunjukkan letak ruang bebas pada SUTT dan SUTET. Gambar 2.6 Ruang Bebas Pada SUTT dan SUTET (Sumber: SNI 04-6918-2002) 2.2.5 Pengukuran Tinggi Andongan ke Permukaan Tanah Dengan Clinometer Untuk dapat mengetahui tinggi andongan ke permukaan tanah dapat menggunakan alat yang bernama clinometer. Clinometer merupakan alat untuk mengukur ketinggian suatu benda yang bekerja dengan mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan sebuah titik pada garis datar tersebut dengan titik puncak suatu obyek. Clinometer dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan alat – alat sebagai berikut : 19 1. Busur derajat 2. Kayu 3. Tongkat kayu Langkah – langkah untuk membuat clinometer adalah sebagai berikut : 1. Pasangkan busur derajat dengan penggaris pada tongkat kayu yang tingginya sudah ditentukan, fungsi tongkat kayu ini adalah untuk penyangga dari busur derajat 2. Kayu yang berfungsi untuk menunjukkan sudut yang ditunjukkan oleh busur derajat. Gambar 2.7 Clinometer Sederhana Langkah – langkah untuk melakukan pengukuran menggunakan clinometer adalah sebagai berikut : 20 1. Ukur jarak pengamat dengan objek yang akan diukur. 2. Pengamat membidik sasaran yang akan diukur tingginya menggunakan lubang yang terdapat pada clinometer. 3. Periksalah dengan cermat letak sudut yang ditunjukkan oleh busur derajat pada ujung kayu penunjuk. Dari pengamatan ini akan diperoleh sudut elevasi dari tinggi benda yang dimaksud. 4. Dari pengukuran dilapangan diperoleh nilai jarak objek dengan pengamat (P), tinggi pengamat dari permukaan tanah sampai mata (X) dan sudut elevasi (α). Gambar 2.8 Ilustrasi Pengukuran Ketinggian Suatu Benda menggunakan Clinometer Sederhana Untuk menentukan tinggi objek (Z) tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan trigonometri berikut : ............................................................... (2.3) Dimana : Z = tinggi objek X = tinggi tongkat pengamat dari permukaan tanah Tan α = sudut elevasi P = jarak pengamat dengan objek 21 2.2.6 Perhitungan Kesalahan Literatur, Standar Deviasi dan Kesalahan Relatif 2.2.6.1 Kesalahan Literatur Kesalahan data yang melenceng dari literatur merupakan hal yang pasti terjadi. Angka – angka kesalahan pengujian harus disertakan dalam memberikan penilaian yang wajar terhadap hasil percobaan. Kesalahan literatur adalah suatu penilaian seberapa besar data hasil percobaan tersebut presisi terhadap literatur yang seharusnya. Kesalahan literatur dapat dihitung dengan rumus : | | ..(2.4) 2.2.6.2 Standar Deviasi Nilai standar deviasi diguakan untuk mengetahui nilai penyimpangan data pada setiap pengujian. Nilai standar deviasi dapat dihitung dengan rumus : √ ∑ ̅ ........................................................... (2.5) 2.2.6.3 Kesalahan Relatif Kesalahan relatif adalah suatu tingkat kesalahan pada suatu pengujian yang berulang, di mana hasil pengujian pada tiap nomor pengujian tidak mungkin akan selalu berada pada garis lurus atau tetap, tetapi pasti terdapat suatu penyimpangan hasil pengujian atau dengan nama lain standar deviasi. Kesalahan relatif didapat dari pembagian antara standard deviasi dengan nilai rerata pengujian seperti pada rumus berikut : ........................... (2.6) 2.2.7 Jarak Antar Kawat Jarak antar kawat konduktor dipengaruhi oleh beberapa hal, terutama hal- hal mekanis dari kawat konduktor. Bahan material dan diameter konduktor harus diperhatikan dalam perhitungan, karena untuk konduktor yang kecil, khususnya 22 yang terbuat dari aluminium, memiliki berat yang lebih ringan, sehingga jika terdapat tekanan angin akan lebih mengayun secara vertical dibandingkan dengan konduktor dengan luas penampang yang lebih besar dan bahan yang lebih berat. Biasanya konduktor akan mengayun secara sinkron dengan angin, tetapi untuk span yang panjang dan kawat yang kecil, ada kemungkinan konduktor mengayun dengan tidak sinkron, dan ukuran konduktor serta andongan maksimum pada titik tengah span adalah faktor yang harus diperhitungkan dalam menentukan jarak antar kawat konduktor. (Sumarsono, 2009) Perhitungan jarak minimum antar kawat konduktor yang telah berhasil dalam pengujiannya, salah satu diantaranya adalah metode perhitungan menurut VDE (Verbandes Deutscher Electrotechnischer) adalah sebagai berikut : √ dimana : a .................................................................(2.7) = jarak antar kawat dalam m V = tegangan dalam kV D = andongan dalam m 2.2.8 Pengaruh Bumi terhadap Kapasitansi Saluran Bumi merupakan penghantar sempurna yang kehadirannya dapat mengubah medan listrik saluran. Sebagai contoh, dapat ditinjau saluran 3 fasa 3 kawat pada sebuah penghantar atas tiang tunggal dengan jalur kembali melalui bumi (Gambar2.9). Bumi dapat digantikan dengan suatu penghantar khayal yang bermuatan di bawah permukaan bumi pada jarak yang sama dengan penghantar asli di atas bumi. 23 Gambar 2.9 Saluran 3 fasa dengan bayangannya (Sumber: Hermagansatos, 1994) Sehingga muatan dari konduktor (Q) dapat ditentukan melalui tegangan (V) dan koefisien potensial Maxwell (P), dengan persamaan (Hermagansatos, 1994) : [ ] [ ][ ] Volt .............................................................. (2.8) [ ] [ ] [ ] Sehingga : [ ][ ] coloumb ...................................(2.9) Elemen matrik P adalah : [ ⁄ ] .................................................... (2.10) [ ⁄ ] ................................................... (2.11) ........................................................................ (2.12) Dimana : Paa = koefisien sendiri potensial Maxwell konduktor a. Pab = koefisien sendiri potensial Maxwell konduktor a dan b. Ha = tinggi konduktor a di atas tanah. 24 da = diameter konduktor a. = konstanta dielektrik. Lab = jarak antara konduktor a dan b. LIab = jarak antara konduktor a dan b bayangan. Untuk n saluran transmisi, maka didapatkan matrik koefisien potensial Maxwell sebagai berikut : [ ] V/C ...................................... (2.13) [ ] Dari matrik koefisien potensial Maxwell pada persamaan (2.10), diperoleh matrik kapasitansi saluran dengan menginverskan persamaan matrik potensial tersebut. [ ] [ ] V/C ....................... (2.14) [ ] Sedangkan matrik tegangan konduktor ditentukan oleh urutan fasanya (dengan menggunakan operator a). maka matrik 1 kolom tegangan fasa ke netral (untuk rangkaian 3 fasa), dapat dituliskan sebagai berikut : [ ] [ ⁄ √ Dimana : V = tegangan fasa ke fasa √ ] V ........................................... (2.15) √ 25 2.2.9 Medan Listrik 2.2.9.1 Pengertian Medan Listrik Medan Listrik merupakan daerah atau ruang disekitar benda yang bermuatan listrik dimana jika sebuah benda bermuatan lainnya diletakkan pada daerah itu masih mengalami gaya elektrostatis. Gaya elektrostatis adalah gaya yang timbul pada dua benda yang memiliki muatan listrik statik. Jika muatannya sama atau sejenis maka akan saling menolak sementara jika muatannya berlawanan jenis maka akan saling menarik. Arah medan listrik dari suatu benda bermuatan listrik dapat digambarkan menggunakan garis-garis gaya listrik. Sebuah muatan positif memiliki garis gaya listrik dengan arah keluar dari muatan tersebut. Adapun, sebuah muatan negatif memiliki garis gaya listrik dengan arah masuk ke muatan tersebut. Menurut Faraday suatu medan listrik keluar dari setiap muatan dan menyebar ke seluruh ruangan. Untuk memvisualisasikan medan listrik, dilakukan dengan menggambarkan serangkaian garis untuk menunjukkan arah medan listrik pada berbagai titik di ruang, yang disebut garis-garis gaya listrik. Untuk lebih jelasnya lihatlah gambar 2.10. a. b. Gambar 2.10 (a) Garis Gaya Listrik bermuatan Positif (b) Garis Gaya Listrik Bermuatan Negatif (Sumber: Priyambodo dan Jati. 2009) Gambar a merupakan partikel bermuatan positif. Garis-garis yang keluar dari partikel a disebut dengan medan listrik. Arah medan listrik pada gambar a keluar dari partikel bermuatan positif. Sedangkan pada gambar b, merupakan partikel bermuatan negatif, sama dengan gambar a garis-garis yang ada pada gambar b merupakan medan listrik. Bedanya dengan partikel bermuatan positif, 26 arah medan listrik pada partikel bermuatan negatif menuju pusat arah partikel. Dengan demikian, maka dapat dijelaskan bagaimana dua partikel yang sejenis tolak-menolak dan partikel yang lain jenis tarik-menarik, seperti yang ditunjukan gambar 2.11. a. b. Gambar 2.11. Garis-garis Gaya Listrik (a) Garis Gaya Listrik Dengan Interaksi Dua Partikel Yang Berlainan Jenis (b) Garis Gaya Listrik Dengan Partikel Yang Muatanya Sama (Sumber: Halliday dkk, 2009) Gambar a merupakan interaksi dua partikel yang berlainan jenis. Perhatikan garis medan listriknya, garis dari partikel postif menuju partikel negatif. Sedangkan pada gambar b merupakan partikel yang muatannya sama. Garis medan listrik pada partikel tersebut saling menjauh satu sama lain. Sehingga kedua partikel tersebut saling tolak-menolak. Kuat medan listrik juga merupakan besaran vektor karena memiliki arah, maka penjumlahan antara dua medan listrik atau lebih harus menggunakan penjumlahan vektor. Arah medan listrik dari sebuah muatan positif di suatu titik adalah keluar atau meninggalkan muatan tersebut. Adapun arah medan listrik dari sebuah muatan negatif di suatu titik adalah masuk atau menuju ke muatan tersebut. Medan listrik pada suatu konduktor terjadi jika suatu konduktor dialiri tegangan pada ujung-ujungnya, maka akan menghasilkan medan gaya disekitar penghantar tersebut. Medan gaya yang dihasilkan inilah yang disebut medan listrik. Bentuk medan listrik pada sebuah konduktor dapat dinyatakan oleh garis khayal atau atau garis gaya listrik (gambar 2.12). 27 Gambar 2.12 Medan listrik pada permukaan konduktor tunggal yang bertegangan Sumber: Priyambodo dan Jati. 2009) 2.2.9.2 Kuat Medan Listrik Kuat medan listrik adalah gaya elektrostatik yang di alami oleh suatu muatan positif yang diletakkan di titik tertentu setiap satuan muatannya. Didefinisikan sebagai hasil bagi gaya listrik yang bekerja pada suatu muatan uji dengan besar muatan uji tersebut. Sehingga kuat medan listrik dibawah saluran transmisi dapat menggunakan persamaan 2.16. (Hyat, 1991) Besar medan listrik dari sebuah benda bermuatan listrik dinamakan kuat medan listrik. Jika dalam sebuah daerah ruang, sebuah muatan uji q mengalami sebuah gaya F, maka daerah itu dicirikan oleh sebuah medan listrik yang kuat medan listriknya E. ...........................................................................(2.16) a. Kuat Medan Listrik Di Sekitar Saluran Transmisi Untuk menentukan besar kuat medan listrik disekitar saluran transmisi, digunakanlah metode bayangan. Pada metode ini dijelaskan bahwa medan listrik diatas bumi dipengaruhi oleh muatan saluran dan bayangannya sebagai akibat pengaruh bumi (saluran transmisi dianggap tak terhingga). Bila terdapat “n” buah saluran, maka kuat medan listrik disuatu titik merupakan penjumlahan dari kuat medan akibat masing-masing saluran beserta bayangannya. (Prasetyo, 2004) 28 Gambar 2.13 Kuat medan listrik di titik P, dibawah saluran transmisi. Kuat medam listrik di titik “P” pada gambar 2.13 diatas, dinyatakan oleh persamaan berikut (Transmission line reference book, 1982) : N/C ................................................... (2.17) Ex1 dan Ey1 masing-masing diberikan oleh: [ ( ( [ ) ) ( ( ( ( ) ( ) ) ( ) ) ( ( ) ( ) ) ) ( ) ] N/C ........................ (2.18) ] N/C ........................ (2.19) Dimana: Ex1 = kuat medan listrik untuk komonen horisontal (N/C) Xy1 = kuat medan listrik untuk komponen vertikal (N/C) Q1 = muatan konduktor l (C) X1, Y1 = koordinator konduktor (m) Xp, Yp = koordinator pengamatan (m) = konstanta dielektrik (C2/Nm2) 29 Komponen horisontal dan vertikal, EX dan EY dari medan listrik dihitung dengan menjumlahkan vektor kuat medan listrik dari masing-masing muatan titik. N/C ........................................................ (2.20) N/C ........................................................ (2.21) b. Kuat Medan Listrik Di Permukaan Tanah Persamaan (2.20) dan (2.21) adalah untuk menentukan kuat medan listrik secara umum. Dalam kondisi kuat medan listrik diatas permukaan tanah, terdapat kesamaan dalam komponen x, sehingga persamaannya akan menjadi lebih sederhana. Medan listrik diatas permukaan tanah dinyatakan sebagai vector vertikal kuat medan. Medan yang dihasilkan di titik P diatas permukaan tanah oleh muatan Q1 pada konduktor 1, dinyatakan oleh persamaan (Transmission line reference book, 1982) : ( ) N/C....................................................... (2.22) 2.2.10 Teori Maxwell Menurut teori Maxwell tentang gelombang elektromagnetik bahwa cahaya adalah suatu bentuk radiasi gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dihasilkan oleh muatan yang dipercepat terdiri dari medan magnet (B) dan Medan listrik (E) yang bergetar saling tegak lurus serta keduanya tegak lurus arah perambatan gelombang. Sehingga gelombang elektromagnetik temasuk gelombang transversal. Dengan Teori Maxwel tentang gelombang ekektromagnetik, Maxwell menghitung cepat rambat gelombang elektromagnetik dengan persamaan 2.23. √ .............................................................................. (2.23) Dimana: C = cepat rambat gelombang elektromagnetik μₒ = permeabilitas ruang hampa = 4π x 10-7 Wb/Am Ԑₒ = permitivitas ruang hampa = 8,85418 x 10-12 C2/Nm2 30 Dengan memasukkan harga μₒ dan Ԑₒ diatas maka di peroleh cepat rambat gelombang elektromagnetik sebesar C = 3 x 108 m/s. Nilai tersebut ternyata sesuai dengan cepat rambat cahaya dalam ruang hampa. Dengan hasil ini maka Maxwell mengatakan bahwa cahaya termasuk gelombang elektromagnetik. Seperti gelombang mekanik maka cahaya mengalami gejala gelombang pada umumnya yaitu refleksi (pemantulan), refraksi (pembiasan), interferensi, difraksi serta polarisasi. Dengan Teori Maxwel tentang gelombang ekektromagnetik menyimpulkan bahwa sifat-sifat gelombang elektromagnetik adalah sebagai berikut: a. Perubahan medan listrik dan medan magnet terjadi pada saat yang bersamaan sehingga kedua medan memiliki harga maksimum dan minimum pada saat yang sama dan pada tempat yang sama. b. Arah medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus dan keduanya tegak lurus terhadap arah rambat gelombang. c. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang tranversal. d. Mengalami peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi juga polarisasi. e. Tidak dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnet karena gelombang elektromagnetik tidak memiliki muatan. f. Kecepatan dalam ruang hampa sama dengan kecepatan di udara 3x108 m/s. 2.2.11 Standar Ambang Batas Medan Listrik 2.2.11.1 Berdasarkan SPLN-112-1994 Berdasarkan SPLN-112-1994 pada Pasal 3 mengenai ambang batas kuat medan listrik dan induksi medan magnet untuk melindungi manusia bahwa ambang batas nilai efektif kuat medan listrik (Eb) secara terus menerus adalah Eb = l0 kV/m. Diukur/dihitung pada ketinggian 1 meter di atas permukaan tanah pada medan yang tidak terganggu. Serta ambang batas nilai efektif induksi medan magnet (Bb) secara terus menerus adalah Bb = 0,5 mT. Diukur/dihitung pada ketinggian 1 m di atas tanah pada medan yang tidak terganggu. 31 2.2.11.2 Berdasarkan Rekomendasi SNI 04-6950-2003 Badan Standarisai Nasional tentang Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) - Nilai Ambang Batas Medan Listrik dan Medan Magnet. Standar ini berlaku sebagai pedoman untuk menetapkan ruang batas dan jarak bebas minimum pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan EkstraTinggi (SUTET). Standar ini berlaku untuk SUTT dengan tegangan nominal 66 kV dan 150 kV serta SUTET dengan tegangan nominal 275 kV dan 500 kV di Indonesia, balk dengan menggunakan menara baja maupun tiang baja/beton. Tabel 2.3 Rekomendasi SNI 04-6950-2003 Untuk Batas Pemaparan Terhadap Medan Listrik Dan Medan Magnet Yang Berlaku Pada Lingkungan Kerja Dan Umum Untuk Frekuensi 50/60 Hz Klasifikasi Kuat Medan Listrik Kuat Medan Magnit (kV/m) (mT) 10 0.5 Yang berhubungan dengan pekerjaan Seluruh hari kerja Jangka pendek Hanya pada lengan 30 a) 5 b) - 25 Sampai 24 jam/hari c) 5 0.1 Beberapa jam/harid) 10 1 Yang berhubungan dengan masyarakat umum Catatan: a. b. Durasi pemaparan untuk kuat medan listrik antara 10-30 kV/m dapat dihitung dengan rumus : t ≤ 80/ E dimana t = lama exposure (jam) dan E = Kuat medan listrik (kV/m) Durasi pemaparan maksimum per hari adalah 2 jam 32 c. d. Pembatasan ini berlaku untuk ruang terbuka dimana anggota masyarakat umum dapat secara wajar diperkirakan menghabiskan sebagian besar waktu selama satu hari, seperti misalnya kawasan rekreasi, lapangan untuk bertemu dan lain-lain yang semacam itu. Nilai kuat medan listrik dan kuat medan magnet dapat dilampaui untuk durasi beberapa menit/hari asalkan diambil tindakan pencegahan untuk mencegah efek kopling tak langsung. 2.2.11.3Berdasarkan Rekomendasi WHO 1990 WHO pada tahun 1990 memberikan rekomendasi untuk nilai ambang batas medan listrik seperti terlihat pada tabel 2.4 berikut: Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Medan Listrik Berdasarkan Rekomendasi WHO 1990 Intensitas Medan Listrik Lama Exposure per 24 jam (kV/m) yang diperbolehkan (menit) 5 Tidak Terbatas 10 180 15 90 20 10 25 5 Bagi masyarakat umum, WHO 1990 merekomendasikan tingkat pemaparan maksimum adalah 5 kV/m untuk medan listrik. 2.2.12 Potensi Gangguan Kesehatan Akibat Paparan Medan Listrik Menurut INIRC (International Non Ionizing Radiation Committee) dari International Radiation Protection Association (IRPA), nilai medan listrik dan medan magnet yang merupakan ciri kondisi paparan tidak terganggu (unperturbed electric and magnetic fields) adalah medan yang apabila semua benda dihilangkan, karena medan listrik pada umumnya akan terganggu jika berada di dekat permukaan suatu benda. Efek biologis dikaitkan dengan paparan medan pada permukaan tubuh, medan-medan induksi yang mengakibatkan pengaliran arus dan rapat arus yang diinduksi dalam tubuh, sehingga kriteria yang dipakai dalam penentuan batas 33 paparan biasanya adalah rapat arus yang diinduksi dalam tubuh. Arus-arus induksi dalam tubuh tidak dapat dengan mudah diukur secara langsung, sehingga batasanbatasan dalam kuat medan listrik (E) yang tidak terganggu dan rapat fluks magnetik (B) diturunkan dari nilai kriteria induksi. Medan listrik yang tidak terganggu dengan kuat medan sebesar 10 kV/m akan menginduksi rapat arus 2 efektif kurang dari 4 mA/m dengan rata-rata pengaliran arus di seluruh tubuh manusia. Rapat fluks magnetik sebesar 0,5 mT pada frekuensi 50/60 Hz akan 2 menginduksi rapat arus efektif sekitar 1 mA/m pada keliling suatu loop jaringan tubuh yang berjejari 10 cm. UNEP (United Nations Environmental Programme), WHO (World Health Organization) dan IRPA pada tahun 1987 mengeluarkan pernyataan tentang nilai rapat arus induksi dengan efek-efek biologisnya yang ditimbulkan oleh paparan pada seluruh tubuh manusia: 2 a. 1 - 10 mA/m , tidak menimbulkan efek biologis berarti. 2 b. 10 - 100 mA/m , menimbulkan efek biologis yang berarti, termasuk efek pada sistem penglihatan dan saraf. 2 c. 100 - 1000 mA/m , menimbulkan stimulasi pada jaringan-jaringan yang dapat dirangsang dan berbahaya bagi kesehatan. 2 d. > 1000 mA/m , dapat menimbulkan gangguan pada jantung, berupa irama ekstrasistole dan fibrilasi ventricular Secara umum, potensi gangguan kesehatan akibat radiasi elektromagnetik pada manusia, berupa efek jangka panjang, berupa potensi proses degeneratif dan keganasan (kanker) serta efek hipersensitivitas, dengan berbagai manifestasinya. Potensi terjadinya proses degeneratif dan keganasan tergantung batas paparan medan listrik dan medan magnet dalam satuan waktu. Sedangkan efek hipersensitivitas tidak harus tergantung pada batas paparan. Radiasi elektromagnetik berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan tertentu. Berbagai potensi gangguan kesehatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Sistem darah, berupa leukemia dan limfoma malignum. 34 b. Sistem reproduksi laki-laki, berupa infertilitas. c. Sistem saraf, berupa degeneratif saraf tepi. d. Sistem kardiovaskular, berupa perubahan ritme jantung. e. Sistem endokrin, berupa perubahan metabolisme hormon melatonin. f. Psikologis, berupa neurosis dan gangguan irama sirkadian. g. Hipersensitivitas. Potensi gangguan terhadap sistem darah, kardiovaskular, reproduksi dan saraf, memerlukan waktu yang panjang dan tidak dapat dirasakan atau diamati dalam waktu pendek. Sedangkan potensi gangguan pada sistem hormonal, psikologis dan hipersensitivitas, umumnya dapat terjadi dalam waktu pendek. Manifestasi gangguan dalam waktu pendek, biasanya berupa berbagai keluhan. Keluhan yang paling banyak dikemukakan oleh penduduk yang bertempat tinggal di bawah SUTET adalah sakit kepala, pening dan keletihan menahun. (Anies, 2007)