Rekomendasi Kebijakan Sumber Guna mengoptimalkan potensi energi terbarukan seperti gelombang dan arus laut maka disusun beberapa rekomendasi kebijakan seperti yang dibawah ini : 1. Pemerintah harus mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak dan memperbesar subsidi untuk energi terbarukan seperti energi arus dan gelombang laut, karena selama harga BBM lebih rendah dari harga energi terbarukan maka pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif. 2. Pe r l u ny a p a r t i s i p a s i m a s y a r a k a t d a l a m h a l pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut), hal ini penting terutama untuk status keberlanjutan pengembangan energi terbarukan. 3. Pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut) diharapkan secara teknis mudah dilaksanakan oleh masyarakat (kalau bisa teknologi yang digunakan harus disederhanakan), hal ini berkaitan dengan perawatan pasca pengembangan energi terbarukan terutama di pulau-pulau kecil. Suryawati, S.H., R. Muhartono, Mira dan E.S. Luhur. 2013. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan. Laporan Akhir Penelitian. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, BalitbangKP KKP. Jakarta. sumber fot o: BBPSEK P r foto: sumbe KP BBPSE sumb er fo to: htt p:// www .hijau ku.co m / KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Penulis: Siti Hajar Suryawati, Rizky Muhartono, Mira dan Estu Sri Luhur Pendahuluan Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jl. K.S. Tubun Petamburan VI Jakarta 10260 Telp. (021) 53650162 ; Fax. (021) 53650159 Email : [email protected] Informasi lebih lanjut 4 http://bbpse.litbang.kkp.go.id/ BBPSEKP- Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Pertumbuhan kebutuhan akan energi listrik terkait dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini akan menambah jumlah pelanggan listrik dan menambah perkembangan berbagai sektor industri yang juga memerlukan energi listrik. Peningkatan kebutuhan listrik diprediksi tumbuh rata-rata 8,46% per tahun (Wahyudi, 2012). Akan tetapi, tingginya permintaan ini tidak dapat dipenuhi oleh penyedia pasokan listrik yang disebabkan oleh adanya permasalahan dari sisi penyedia pasokan sendiri dan masyarakat. Permasalahan dari sisi penyedia pasokan adalah adanya keterbatasan di antaranya: kapasitas pembangkit listrik pada waktu beban puncak (WBP), investasi pembangkit dan jaringan baru, energi primer dan tingginya biaya BBM yang pada tahun 2011 rata-rata naik 41% dibandingkan tahun sebelumnya (PLN, 2012). Selain itu, permasalahan yang ada di masyarakat antara lain tingginya pertumbuhan permintaan listrik, pola konsumsi yang tidak efisien dan masih rendahnya tingkat elektrifikasi nasional, yaitu sebesar 71,23% (PLN, 2012). Permasalahan-permasalahan tersebut makin terasa oleh masyarakat, terutama masyarakat yang hidup di daerah terpencil seperti pesisir dan pulau-pulau kecil karena sulit dijangkau oleh penyedia pasokan. Hal ini menyebabkan banyaknya wilayah pulaupulau kecil yang belum teraliri listrik. Dengan meningkatnya kebutuhan akan listrik, sarana pembangkit perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi krisis listrik terutama di wilayah pulau-pulau kecil terdepan yang memiliki nilai strategis secara politik dan ekonomi. Berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah harus memfokuskan kebijakan pada pencapaian sasaran kebijakan energi nasional yang mensyaratkan bahwa pemanfaatan minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara menjadi lebih dari 33%, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5%, panas bumi menjadi lebih dari 5%, energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin menjadi lebih dari 5%, batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2%. Implementasi dari Perpres tersebut pemerintah harus mulai membangun pembangkitpembangkit tenaga listrik yang berasal dari non minyak bumi. Untuk itu, pemerintah telah menentukan arah kebijakan pengembangan energi terbarukan, termasuk energi terbarukan untuk pembangkit listrik tenaga laut. Berdasarkan arah kebijakan tersebut, pemerintah mendorong upaya eksplorasi sumberdaya energi berbasis arus, gelombang dan perbedaan temperatur air laut. Selanjutnya, pemerintah juga mengarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan energi tersebut, baik skala industri maupun domestik di seluruh kawasan laut Indonesia yang potensial. Untuk menjawab kebutuhan data dan informasi tentang pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan berbasis sumberdaya kelautan, Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) pada tahun 2013 melaksanakan kajian sosial ekonomi pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu isu strategis nasional yang sangat relevan dan perlu dilakukan. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan - BBPSEKP 1 Metode Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari – Desember 2013. Lokasi penelitian yang dipilih merupakan lokasi-lokasi potensial untuk dilakukan pengembangan energi laut, yaitu di Kabupaten Gresik (Pulau Bawean), Kabupaten Raja Ampat (Selat Meonsmar), Kabupaten Klungkung (Nusa Penida), Kabupaten Bangka (Teluk Klabat) dan Kabupaten Flores Timur (Selat Larantuka). Lokasilokasi tersebut dipilih berdasarkan rencana institusi teknis, baik di lingkup KKP maupun di luar KKP, yang akan membangun dan memasang peralatan energi laut, khususnya energi arus laut dan gelombang pada tahun berjalan. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan mengumpulkan data primer dan sekunder selama kegiatan penelitian. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan melakukan analisis kelembagaan terhadap pengelola energi yang menggunakan pendekatan institusionalisasi baru, yaitu regulasi, norma, dan kognitif; analisis prioritas wilayah pengembangan energi terbarukan dari arus dan gelombang laut dilakukan dengan kuantitatif deskriptif untuk sejumlah faktor yang merupakan komponen faktor penentu dalam pengembangan energi terbarukan; analisis keberlanjutan dilakukan secara statistik multivariate dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS) untuk mengetahui kemungkinan keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Hasil dan Pembahasan Sektor kelautan dan perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan kelimpahan energi terbarukan yang bersumber dari laut. Energi laut dapat ditambang dalam berbagai bentuk di antaranya tenaga angin, tenaga surya, tenaga arus, tenaga gelombang, tenaga pasang surut, dan perbedaan suhu air laut. Namun demikian, sampai saat ini potensi energi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan ketergantungan pada energi fosil tetap berlanjut. Fakta menunjukkan bahwa kemajuan optimalisasi sumberdaya laut sangat lambat. Oleh karena itu, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berpeluang menjadi lumbung energi nasional karena besarnya potensi energi yang terkandung di perairan-perairan sekitarnya. Di sisi lain, sejauh ini wilayah-wilayah tersebut merupakan kantung-kantung kemiskinan, salah satunya karena keterbatasan pasok energi. Hasil analisis survei di lokasi-lokasi penelitian memperlihatkan bahwa masyarakatnya sebagian besar bergerak di sektor kelautan dan perikanan terutama nelayan, pembudidaya dan pengolah hasil perikanan. Meskipun ada juga yang berkerja di sektor bukan perikanan. Salah satu sifat usaha perikanan yang sangat menonjol adalah bahwa keberlanjutan usaha tersebut sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Keadaan ini mempunyai implikasi yang sangat penting bagi kondisi kehidupan sosialekonomi masyarakat pesisir, terutama di Indonesia. Kondisi masyarakat pesisir itu menjadi sangat bergantung pada kondisi lingkungan sekaligus sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan, khususnya pencemaran, karena limbah-limbah industri maupun domestik dapat mengguncang sendi-sendi kehidupan sosialekonomi masyarakat pesisir. Karakteristik lain yang sangat mencolok di kalangan masyarakat pesisir, terutama masyarakat nelayan, adalah ketergantungan mereka pada musim. Ketergantungan pada musim ini akan semakin besar pada nelayan kecil. Pada musim penangkapan, para nelayan akan sangat sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim peceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur. Hal ini menunjukkan bahwa, pendapatan nelayan memang sangat berfluktuasi dari hari ke hari. Demikian pula halnya dengan pemenuhan kebutuhan listrik atau penerangan. Untuk pemenuhan kebutuhan listrik lebih banyak menggunakan mesin diesel sebagai pembangkit listrik, dan hanya sebagian kecil yang hanya memanfaatkan energi angin dan matahari. Pembangkit listrik tenaga surya merupakan merupakan sistem pembangkit yang sangat cocok untuk digunakan pada wilayah terpencil karena hanya membutuhkan sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. Namun tidak berlanjut karena kemampuan masyarakat untuk melakukan perawatan terbatas (Tabel 1). Hasil analisis kelembagaan pengelolaan dan pengembangan energi baru dan terbarukan dalam hal ini energi laut dilakukan menggunakan pendekatan institusionalisasi baru, yaitu regulatif, normatif, dan kognitif. Aspek regulatif dalam penelitian ini adalah adanya aturan formal yang terdapat ditingkat kabupaten yang mengatur secara langsung pengelolaan energi (PERDA). Berdasarkan penelusuran data, dari kelima kabupaten yang dijadikan lokasi penelitian, terdapat tiga kabupaten yang memiliki SKPD khusus untuk menangani energi (Dinas ESDM), yaitu: Kabupaten Gresik, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Bangka. Pada aspek normatif untuk pengembangan energi laut dikaitkan dengan aturan-aturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan dalam pengelolaan energi. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi, tidak ditemukan aturan lokal/adat yang menangani laut secara khusus dan memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi. Namun demikian, hampir di semua lokasi terdapat pengelolaan energi yang dilakukan oleh masyarakat yang merupakan strategi pemenuhan energi, terutama energi listrik. Aspek kognitif terkait pengembangan energi laut dilihat dari dukungan pemda dan masyarakat terhadap keberadaan potensi energi baru terbarukan yang berasal laut (arus dan gelombang). Di lapangan, bentuk dukungan tersebut disesuaikan dengan pengetahuan dan kebijakan pemerintah di setiap lokasi penelitian. Aspek kognitif teramati paling tinggi di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Flores Timur. Gambar 2. Grafik Nilai Rata-rata Aspek Normatif terhadap Pengembangan Energi Laut di Lokasi Penelitian, 2013 Gambar 3. Grafik Nilai Rata-rata Aspek Kognitif Terhadap Pengembangan Energi Laut di Lokasi Penelitian, 2013 Hasil analisis skala prioritas wilayah pengembangan energi terbarukan mengindikasikan dari 5 wilayah yang disurvei, wilayah yang menjadi prioritas pengembangan energi gelombang dan arus laut dari prioritas tertinggi sampai terendah dengan skala prioritas masing-masing (0.76, 0.67, 0.65, 0.61, 0.51) adalah Raja Ampat, Larantuka, Bawean, Nusa Penida, dan Kabupaten Bangka. Secara potensi, Larantuka memiliki potensi arus yang cukup besar dimana kecepatan arus mencapai (4 m/detik) menurut Irwandi (2010). Tapi Raja Ampat (0,11 m/det) menjadi prioritas karena meskipun secara potensi lebih kecil ketimbang Larantuka, komitmen Pemda, potensi konsumen dan Subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung aplikasi pengembangan energi terbarukan cukup besar. Sedangkan wilayah yang menjadi kurang prioritas dalam pengembangan energi terbarukan adalah Kabupaten Bangka, di Kecamatan Belinyu. Hal ini disebabkan dari sisi potensi arus tidak masuk dalam Arus Laut Indonesia (Arlindo) yang berpotensi untuk pengembangan energi arus. Status keberlanjutan pengembangan energi laut di Raja Ampat, Gresik dan Bangka saat ini secara multidimensi (ekologi, ekonomi, politik, sosial, hukum – kelembagaan dan teknologi) adalah kurang berkelanjutan, sedangkan di Nusa Penida dan Flores Timur adalah cukup berkelanjutan. Strategi pengembangan energi laut di setiap lokasi penelitian ditentukan oleh peran atribut sensitif yang memberikan peningkatan nilai indeks keberlanjutan. Gambar 6. Diagram Keberlanjutan Pemanfaatan Energi Laut Secara Multidimensi di Lokasi Penelitian, 2013 Tabel 2. Atribut Pengungkit Untuk Lokasi Dengan Status Keberlanjutan yang Salah Satu Dimensinya Menjadi Pengungkit Keberlanjutan Gambar 4. Wilayah Prioritas Pengembangan Energi Terbarukan Menurut Lokasi Penelitian, 2013 Sumber Energi Jenis Energi Pegguna Akhir Bangka PLN dan Mandiri/ Masyarakat PLTU dan diesel Masyarakat Gresik PLN dan Mandiri/ Masyarakat Diesel Masyarakat Raja Ampat BUMN, PLN dan Mandiri/ Masyarakat Solar cell dan diesel Masyarakat Klungkung PLN dan Mandiri/ Masyarakat Solar cell, diesel dan PLTB (angin) Masyarakat PLN dan Mandiri/ Masyarakat Solar cell dan diesel Masyarakat Ekologi Ekonomi Sosial Politik Tabel 1. Karakteristik Pemanfaatan dan Sumber Energi oleh Masyarakat di Lokasi Penelitian, 2013 Lokasi Lokasi Dimensi Teknologi Gambar 1. Grafik Nilai Rata-rata Aspek Regulatif dan Dukungan Terhadap Pengembangan Energi Laut di Lokasi Penelitian, 2013 Nusa Penida Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain Nilai ekonomi sumberdaya di dekat potensi energi Nilai pembebasan lahan dari perusahaan Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitar SD EBT Pengaruh keberadaan sumber listrik dari EBT terhadap nilai-nilai sosial budaya Sikap investor terhadap EBT Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT Teknologi pe nyaluran energi listrik Teknologi pengelolaan energi listrik Gambar 5. Faktor Penentu Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan di Lokasi Penelitian, 2013 HukumKelembagaan Track record masyarakat dalam pengembangan organisasi sosial Pengawasan instansi terkait pada perusahaan pembangkit listrik Flores Timur Kontinuitas pasok EBT Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain Nilai pembebasan lahan dari perusahaan Tersedianya lembaga keuangan Peran LSM terhadap teknologi EBT Pengetahuan masyarakat thd lingkungan sekitar SD EBT Sikap investor terhadap EBT Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik Keterjangkauan lokasi potensi EBT Substansi lingkungan dalam kelembagaan dan kearifan lokal Track record masyarakat dalam pengembangan organisasi sosial Sumber: data primer diolah (2013) 2 BBPSEKP- Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan - BBPSEKP 3