ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN

advertisement
Lampiran TAP. Nomor 06 / Kongres Ke-16 / PDHI / 2010
ANGGARAN DASAR
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
(PDHI)
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya hewan adalah makhluk karunia Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan
kepada umat manusia agar disyukuri dan di dayagunakan untuk kemakmuran, kesejahteraan,
peningkatan taraf hidup, pemenuhan kebutuhan pangan protein hewani dan ketenteraman
bathin masyarakat bangsa dan negara.
Bahwa profesi dokter hewan adalah profesi mulia yang mengabdi untuk kesejahteraan manusia
melalui dunia hewan yang diwujudkan dalam bentuk penggalian dan pengamalan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran hewan untuk pembangunan kesehatan hewan,
penyediaan produk asal hewan yang aman dan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh
dan halal; perlindungan kesehatan hewan, manusia,masyarakat dan lingkungan serta menjaga
keseimbangan dan kelestarian ekosistem, dengan memperhatikan pronsip-prinsip
kesejahteraan hewan.
Bahwa sesungguhnya profesi dokter hewan di Indonesia perlu berhimpun dengan tujuan untuk
meningkatkan pengabdiannya dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.
Bahwa untuk mewujudkan cita-cita luhur di atas diperlukan persatuan dan kesatuan seluruh
dokter hewan Indonesia yang terkoordinasi dan terorganisasi dalam suatu wadah perhimpunan.
Maka dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa dibentuklah Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia yang merupakan satu-satunya wadah dokter hewan di Indonesia dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai berikut :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia (PDHI) yang dimaksud dengan :
a.
Perhimpunan adalah organisasi yang terdiri dari anggota-anggota yang memiliki prinsipprinsip khusus yang sama dan bergabung untuk mencapai tujuan yang sama.
b.
Pengurus Pusat adalah Pengurus Besar.
c.
Perhimpunan Dokter Hewan di daerah merupakan Cabang dari PDHI Pusat dan disebut
PDHI Cabang yang dikukuhkan oleh Pengurus Besar melalui Surat Keputusan
Pengesahan Cabang serta memiliki batasan-batasan wilayah kerja (teritorial).
d.
Organisasi Non Teritorial (ONT) adalah Organisasi di bawah naungan PDHI yang dibentuk
berdasarkan keinginan sekelompok Dokter Hewan yang seminat/sekeahlian/sebidang
kerja melalui suatu prosedur dan memperoleh pengesahan oleh Pengurus Besar PDHI.
e.
Dokter Hewan (Veterinarian) adalah orang yang telah Lulus Program Pendidikan Profesi
Kedokteran Hewan di Indonesia dari institusi Pendidikan Kedokteran Hewan yang telah
terakreditasi ataupun institusi Pendidikan Kedokteran Hewan di Luar Negeri yang
ijazahnya telah mendapatkan pengesahan dari Kementrian Pendidikan Nasional.
f.
Dokter hewan spesialis/ahli adalah dokter hewan yang kegiatan prakteknya berfokus
pada minat spesifik (spesies atau disiplin ilmu veteriner tertentu) dan memiliki sertifikasi
internasional dan atau nasional yang kepakaran spesialisnya disahkan oleh PB – PDHI
melalui Majelis Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan.
g.
Anggota Biasa adalah Dokter Hewan yang teregistrasi pada PDHI dan berkewajiban
membayar iuran keanggotaan sebagaimana diatur dalam AD/ ART ini.
h.
Anggota Luar Biasa adalah Dokter Hewan Warga Negara Asing dan Sarjana non dokter
hewan lulusan Universitas/Institut Dalam Negeri dan Luar Negeri yang mengajar di
Fakultas Kedokteran Hewan atau bekerja di organisasi/lembaga/instansi yang relevan
dengan Ilmu Kedokteran Hewan dan memenuhi persyaratan keanggotaan.
i.
Anggota Kehormatan adalah seseorang yang mempunyai jasa besar di bidang
pengembangan profesi kedokteran hewan dan perhimpunan.
j.
Anggota Muda adalah Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) yang mengambil Program
Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) di Fakultas Kedokteran Hewan di Indonesia dan
dipersiapkan menjadi dokter hewan profesional.
k.
Izin Praktek adalah izin untuk menjalankan Praktek Kedokteran Hewan yang berbentuk
rekomendasi kelayakan praktek dokter hewan dan diterbitkan oleh PDHI Cabang
sedangkan izin tempat praktek dikeluarkan oleh Bupati/Wali Kota berdasarkan
rekomendasi kelayakan tempat oleh PDHI Cabang.
l.
Praktek Kedokteran Hewan adalah fungsi veteriner berupa kegiatan berdasarkan kaidah,
ilmu dan etik kedokteran hewan (medik veteriner) yang meliputi Konsultasi Veteriner dan
Tindakan Kedokteran (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) dengan menerapkan azas
kesejahteraan hewan, yang meliputi :
1.
Melakukan pemeriksaan dan diagnosa penyakit; uji pendukung serta upaya
penyembuhan (therapi) baik secara medikamentosa maupun tindakan bedah;
tindakan pencegahan dan pelayanan medis lainnya terhadap hewan.
2.
Melakukan penyidikan dan penelitian secara laboratoris
dilaksanakannya tindakan penanggulangan penyakit hewan.
sebagai
dasar
3.
Melakukan pekerjaan di tempat yang memproduksi produk-produk untuk kesehatan
hewan seperti sediaan dan bahan farmasi, bahan biologi dan feed-additive
(tambahan dalam pakan hewan)serta alat dan mesin veteriner.
4.
Melakukan pemeriksaan ante mortem dan post mortem terhadap hewan-hewan dan
produk-produk hewan sebelum diedarkan sebagai bahan konsumsi manusia dan
fungsi kesehatan masyarakat veteriner lainnya.
5.
Mengajar dan mendidik dalam ilmu-ilmu kedokteran hewan pada fakultas kedokteran
hewan atau sekolah-sekolah yang berafiliasi dalam ilmu-ilmu kehewanan dan
peternakan .
6.
Melakukan berbagai bentuk pelayanan kedokteran hewan, konsultasi dan nasehat
kepada suatu instansi, dimana ia berkedudukan di instansi tersebut sebagai Dokter
Hewan yang berstatus pegawai di instansi tersebut.
7.
Pelayanan dibidang medik reproduksi antara lain diagnosa kebuntingan, diagnosa
kemajiran, tindakan menolong kelahiran, inseminasi buatan, embryo transfer serta
penanganan gangguan-gangguan penyakit reproduksi lainnya.
8.
Melakukan tindakan penilaian (assesment) aspek kesejahteraan hewan di berbagai
tempat yang memelihara, menggunakan dan mengurus hewan dan menerbitkan
rekomendasi kesrawan secara berkala.
m. Hewan adalah binatang yang hidup di darat, air dan sebagian di udara baik yang dipelihara
maupun yang liar yang meliputi kelompok hewan pangan; hewan hobi, hewan kesayangan
dan hewan untuk kepentingan khusus; hewan liar dan hewan konservasi; hewan aquatik
dan hewan laboratorium.
n. Instansi adalah lembaga pemerintah dan swasta yang mempekerjakan Dokter Hewan untuk
Praktek Kedokteran Hewan sebagaimana pada butir l.
o. Delegasi Kongres adalah utusan yang memperoleh mandat mengikuti Kongres dari PDHI
cabang.
BAB II
NAMA, KEDUDUKAN, WAKTU PENDIRIAN, DAN PRINSIP
Pasal 2
Perhimpunan ini bernama PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA, disingkat PDHI
secara internasional disebut Indonesian Veterinary Medical Association (IVMA) dan untuk
selanjutnya disebut Perhimpunan.
Pasal 3
Perhimpunan berkedudukan di Ibu Kota Negara.
Pasal 4
Perhimpunan didirikan pada tanggal 9 Januari 1953 di Lembang, Bandung untuk jangka waktu
yang tidak ditentukan dan selanjutnya kedudukan hukumnya harus memenuhi peraturan
perundangan yang berlaku dan mendapatkan pengakuan dari berbagai badan hukum yang
berkepentingan.
Pasal 5
(1)
Perhimpunan didirikan oleh anggota dan untuk anggota yang berdasarkan pada prinsip
hukum (legal principles) dan prinsip budaya (cultural principles) yaitu tata hubungan antar
manusia yang beradab.
(2)
Prinsip hukum (legal Principles) yang dianut adalah :
(3)
a.
Semua anggota berstatus sederajat (Ekual).
b.
Perhimpunan adalah milik anggotanya.
c.
Rapat Umum Anggota adalah forum tertinggi perhimpunan.
d.
Rapat Umum Anggota sebagaimana dimaksud dalam pasal ini adalah Kongres
Perhimpunan.
e.
Kongres perhimpunan menentukan strategi, garis besar program kerja nasional,
pertanggungjawaban kerja dan keuangan kepengurusan Pengurus Besar, serta
mengangkat dan memberhentikan Ketua Umum PB PDHI dan kepengurusannya
f.
Bendahara Pengurus Besar wajib membuat Laporan Keuangan Tahunan untuk
memenuhi persyaratan pertanggung jawaban keuangan sebuah organisasi
masyarakat sesuai peraturan perundangan bidang keuangan yang berlaku.
g.
Selaku organisasi masyarakat sesuai peraturan perundangan yang berlaku harus
memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan guna mempertahankan status
hukumnya baik tingkat pusat maupun cabang.
Prinsip Budaya (Cultural Principles).
a.
Profesional.
b.
Keilmuan.
c.
Kekeluargaan.
d.
Kemasyarakatan.
e.
Bebas dan tidak terikat pada suatu Partai Politik atau Organisasi Politik.
BAB III
AZAS, DASAR DAN TUJUAN
Pasal 6
Perhimpunan berazaskan Pancasila dan berdasarkan Undang Undang Dasar 1945
Pasal 7
Perhimpunan bertujuan membina kepentingan para anggota sesuai dengan perkembangan dan
tuntutan profesi Kedokteran Hewan dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdiannya
kepada masyarakat, Bangsa dan Negara dengan motto, "Manusya Mriga Satwa Sewaka"
(mengabdi untuk kesejahteraan manusia melalui dunia hewan).
BAB IV
KEGIATAN
Pasal 8
(1)
Perhimpunan melakukan kegiatan ke dalam dan ke luar.
(2)
Kegiatan ke dalam meliputi usaha untuk meningkatkan komitmen, harkat dan martabat
(etika) keprofesian serta kepentingan dan kesejahteraan anggota.
(3)
Kegiatan ke luar meliputi :
a. usaha
untuk memposisikan peran, kedudukan, wewenang dan apresiasi
masyarakat terhadap kekhususan profesi dokter hewan;
b. usaha
untuk memposisikan peran, kedudukan, wewenang dan apresiasi
masyarakat terhadap kekhususan profesi dokter hewan;
c.
Mengembangkan kerjasama dan jejaring dengan berbagai organisasi dan lembaga
yang terkait dengan profesi veteriner baik di dalam negeri maupun dari luar negeri.
BAB V
KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 9
Untuk menjadi anggota perhimpunan, wajib memenuhi ketentuan untuk menjadi anggota
sesuai kategori keanggotaannya dan selanjutnya memperoleh Kartu Tanda Anggota (KTA)
sebagai identitas keanggotaan PDHI.
Pasal 10
(1)
Hak-hak anggota terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
(2)
Hak bicara dan hak suara
Hak memilih dan dipilih
Hak membela diri
Hak-hak lainnya yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Kewajiban anggota adalah :
a.
Menjunjung tinggi berbagai nilai yang berlaku pada profesi Dokter Hewan
sebagaimana di dalam Kode Etik dokter hewan.
b.
Menjaga nama baik dan kehormatan Korps dan profesi Dokter Hewan
c.
Mentaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Perhimpunan.
BAB VI
SUSUNAN DAN KELENGKAPAN ORGANISASI
Pasal 11
Susunan Organisasi Perhimpunan terdiri dari:
a.
Pengurus Besar
b.
Pengurus Cabang
Pasal 12
Kelengkapan organisasi terdiri dari :
a.
Majelis Kehormatan Perhimpunan.
b.
Majelis Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan
c.
Organisasi Seminat/sekeahlian/sebidang kerja yang bersifat non teritorial.
d.
Berbagai bentuk unit kerja berstatus hukum maupun tidak berstatus hukum yang
diadakan sesuai keperluan organisasi.
Pasal 13
Struktur dan komposisi kepengurusan organisasi dan kelengkapan organsiasi perhimpunan
sebagaimana pada pasal 11 dan 12 diatur di dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VII
RAPAT-RAPAT
Pasal 14
(1)
Jenis-jenis rapat terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
(2)
Kongres
Kongres Luar Biasa
Musyawarah Kerja Nasional
Rapat Majelis Kehormatan Perhimpunan
Rapat Majelis Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan
Rapat Pengurus Besar
Rapat Pengurus Cabang
Rapat Anggota Cabang
Rapat Pengurus ONT
Rapat Anggota ONT
Tata cara dan agenda rapat-rapat sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini di atur
dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
ADMINISTRASI DAN KEUANGAN
Pasal 15
Perhimpunan menganut manajemen administrasi secara desentralisasi kecuali Surat
Keputusan Pengesahan Pengangkatan Kepengurusan, Surat Keputusan Kongres dan Surat
Keputusan Musyawarah Kerja Nasional.
Pasal 16
(1)
Keuangan Perhimpunan diperoleh dari:
a.
b.
Uang Pendaftaran/Registrasi Awal dan Iuran Anggota
Sumbangan yang tidak mengikat dan usaha lain yang sah.
(2)
Tahun Fiskal dari Perhimpunan adalah dari awal bulan Januari sampai akhir bulan
Desember tahun yang sama.
(3)
Pengurus Besar dengan melalui suatu ketetapan menetapkan peraturan-peraturan
mengenai hal-hal sebagai berikut :
a.
b.
c.
Penentuan Bank dimana akan dibuka Rekening Giro untuk keperluan
perhimpunan
Penentuan penyimpanan uang-uang perhimpunan.
Penentuan pengeluaran uang untuk keperluan aktifitas perhimpunan.
(4)
Kongres dapat menunjuk seorang akuntan publik untuk melakukan audit keuangan
perhimpunan.
(5)
Pembayaran imbal jasa terhadap akuntan publik sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal
ini besarannya adalah berdasarkan standar tarif jasa yang berlaku dan wajar dan
dibayarkan oleh Pengurus Besar Perhimpunan.
BAB IX
LOGO DAN ATRIBUT
Pasal 17
(1)
Logo PDHI berbentuk lingkaran warna ungu dengan warna dasar putih. Ditengah
lingkaran terdapat gambar ular melilit tongkat tiga mahkota dengan kepala diatas
mahkota menghadap ke kanan dan tongkat berdiri di antara dua kaki huruf V (V dari
kata Veteriner) dan dibawahnya tercantum huruf-huruf PDHI.
(2)
Ketentuan pemasangan logo PDHI diatur dalam ART
Pasal 18
PDHI mempunyai atribut yang terdiri dari Bendera, Selempang kain berwarna kuning emas dan
bergaris tengah berwarna ungu dengan Pending kuningan berlogo dan Panji-panji yang
seluruhnya mencantumkan logo PDHI dan digunakan pada kegiatan-kegiatan sesuai yang
diatur dalam ART.
BAB X
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN
Pasal 19
Anggaran Dasar Perhimpunan dapat diubah oleh dan dalam Kongres atas usulan pengurus
besar dan atau pengurus cabang yang disetujui oleh 2/3 cabang.
BAB XI
KEWENANGAN KHUSUS
Pasal 20
Pengurus Besar Perhimpunan secara darurat dapat melakukan dan mengambil Keputusankeputusan untuk dan atas nama perhimpunan yang belum diatur dan tidak bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan atau Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan yang kemudian
dipertanggung jawabkan di dalam Kongres
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Hal-hal yang belum diatur di dalam Anggaran Dasar ini diatur lebih lanjut di dalam Anggaran
Rumah Tangga Perhimpunan.
BAB XIII
PENGESAHAN DAN PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN
Pasal 22
(1)
Perubahan Anggaran Dasar ini disahkan dalam Kongres Perhimpunan yang diadakan
di Semarang tanggal 10-13 Oktober 2010 yang selanjutnya disebut Anggaran Dasar
PDHI.
(2)
Keputusan-keputusan Kongres dan atau Pengurus Besar PDHI terdahulu yang
bertentangan dengan Anggaran Dasar dinyatakan tidak berlaku
(3)
Anggaran Dasar PDHI ini berlaku sejak ditetapkan
Ditetapkan di Semarang
Pada Tanggal 12 Oktober 2010
Ketua Kongres,
Drh. Mulyadi Adam, MSc
Lampiran TAP. Nomor 07 / Kongres Ke-16 / PDHI / 2010
KODE ETIK
DOKTER HEWAN INDONESIA
MUKADIMAH
Ilmu Kedokteran Hewan adalah keilmuan yang menunjang kesejahteraan manusia dan
lingkungannya melalui suatu fungsi perlindungan dan pengamanan dari adanya ancamanancaman penyakit bersumber hewan serta kemampuan melakukan penjaminan keamanan
pangan asal hewan yang dikonsumsi manusia. Selain itu ilmu kedokteran hewan juga untuk
memastikan kesehatan hewan (assurance) serta kemampuan reproduksi hewan untuk
peningkatan populasi dalam rangka mencapai kecukupan bahan pangan hewani. Ilmu
kedokteran hewan termasuk dalam rumpun ilmu kesehatan dan medis dengan obyek hewan
serta memenuhi ciri-ciri profesi medis.
Ilmu Kedokteran Hewan yang melekat pada gelar profesi dokter hewan digunakan untuk fungsi
pelayanan praktik kedokteran yang bukan merupakan pekerjaan yang boleh dilakukan oleh
siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran yang
memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi yang
berwenang di bidang itu dan bekerja sesuai dengan etik, standar dan profesionalisme yang
ditetapkan oleh organisasi profesinya .
Dalam pergaulan masyarakat yang berbudaya tinggi seperti diwariskan oleh para leluhur kita,
berlaku standar-standar etika, yang berisi norma-norma yang mengatur dan memelihara
hubungan antar manusia dengan lingkungannya demikian pula sebaliknya, Norma-norma / etika
yang luhur dan berbudaya merupakan jati diri Bangsa Indonesia.
Unsur-unsur untuk memperoleh penghormatan, penghargaan dan kepercayaan masyarakat itu
terbentuk dari keunggulan dalam penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku Dokter
Hewan, baik terhadap profesinya, pasien dan kliennya, teman sejawat maupun terhadap dirinya
sendiri.
Untuk memelihara penghormatan, penghargaan dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi
Dokter Hewan, maka Dokter Hewan harus berpegang pada standar-standar nilai luhur yang
hidup didalam pergaulan masyarakat Indonesia dan ini bersumber dari dalam falsafah
Pancasila sebagai landasan ideal dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural
dan juga kepada tata nilai etika dokter hewan (veteriner) universal.
Kami Dokter Hewan Indonesia, dibawah naungan dan rahmat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang, menyusun nilai-nilai luhur etika dokter hewan itu sebagai pijakan tatakrama dalam
menjalankan tugas dan kewajiban kami, yang tersurat dan tersirat di dalam butir-butir sebagai
berikut, yang untuk seterusnya kami namakan “KODE ETIK DOKTER HEWAN INDONESIA”
SUMPAH / JANJI DOKTER HEWAN
Dengan diterimanya diri saya masuk profesi Dokter Hewan maka saya bersumpah / berjanji
bahwa:
1.
Akan mengabdikan diri saya, ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki kepada
perbaikan mutu, peringanan penderitaan serta perlindungan hewan demi kesejahteraan
masyarakat.
2.
Akan menggunakan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki berlandaskan
perikemanusiaan dan kasih saying kepada hewan
3.
Akan memberikan pertimbangan utama untuk kesembuhan, kesehatan dan kesejahteraan
pasien saya, kepentingan tertinggi klien dengan mempertaruhkan kehormatan profesi dan
diri saya.
4.
Saya tidak akan menggunakan pengetahuan yang berlawanan dengan hukum
perikemanuasiaan atau menyimpang dari Kode Etik profesi saya.
5.
Sumpah/janji ini saya ucapkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Dokter Hewan merupakan Warga Negara yang baik yang memanifestasikan dirinya dalam cara
berpikir, bertindak dan menampilkan diri dalam sikap dan budi pekerti luhur dan penuh sopan
santun.
Pasal 2
Dokter Hewan diharapkan menjujung tinggi Sumpah/Janji Kode Etik Dokter Hewan.
Pasal 3
Dokter Hewan tidak akan menggunakan profesinya bertentangan dengan perikemanusiaan dan
usaha pelestarian sumber daya alam.
Pasal 4
Dokter Hewan tidak mencantumkan gelar yang tidak ada relevansinya dengan profesi yang
dijalankannya.
Pasal 5
Dokter Hewan wajib mematuhi perundangan dan peraturan yang berlaku.
Pasal 6
Dokter Hewan wajib berhati – hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan
teknik therapi atau obat baru yang belum teruji kebenarannya.
Pasal 7
Dokter Hewan wajib berhati-hati dalam menulis artikel atau hasil analisa yang dapat
menimbulkan polemik maupun kekhawatiran publik tanpa didasari kajian ilmiah
Pasal 8
Dokter Hewan menerima imbalan sesuai dengan jasa yang diberikan kecuali dengan
keikhlasan, sepengetahuan dan kehendak klien sendiri.
BAB II
KEWAJIBAN TERHADAP PROFESI
Pasal 9
Dokter Hewan dalam menjalankan profesinya wajib mematuhi persyaratan umum dan khusus
yang berlaku sehingga citra profesi dan korsa terpelihara karenanya
Pasal 10
Dokter Hewan tidak mengajarkan ilmu kedokteran hewan yang bisa mendorong ilmu tersebut
disalah gunakan.
Pasal 11
Dokter Hewan yang melakukan praktek memasang papan nama sebagai informasi praktek
yang tidak berlebihan.
Pasal 12
Dokter Hewan yang tidak melakukan praktek hendaknya merujuk ke Dokter Hewan praktek
apabila ada klien yang meminta jasa pelayanan medik.
Pasal 13
Pemasangan iklan dalam media massa hanya dalam rangka pemberitahuan mulai buka, pindah
atau penutupan prakteknya.
Pasal 14
Dokter Hewan dianjurkan menulis artikel dalam media massa dan jurnal veteriner.
Pasal 15
Dokter Hewan tidak membantu atau mendorong adanya praktek ilegal bahkan wajib
melaporkan bilamana mengetahui adanya praktek ilegal itu.
Pasal 16
Dokter Hewan wajib melaporkan kejadian penyakit menular kepada instansi yang berwenang.
Pasal 17
Dokter Hewan ikut berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, kesejahteraan hewan dan pelestarian alam.
BAB III
KEWAJIBAN TERHADAP PASIEN
Pasal 18
Dokter Hewan memperlakukan pasien dengan penuh perhatian dan kasih sayang sebagaimana
arti tersebut bagi pemiliknya, dan menggunakan segala pengetahuannya, keterampilannya dan
pengalamannya untuk kepentingan pasiennya.
Pasal 19
Dokter Hewan siap menolong pasien dalam keadaan darurat dan atau memberikan jalan
keluarnya apabila tidak mampu dengan merujuk ke sejawat lainnya yang mampu
melakukannya.
Pasal 20
Pasien yang selesai dikonsultasikan oleh seorang sejawat wajib dikembalikan kepada sejawat
yang meminta konsultasi.
Pasal 21
Dokter Hewan dengan persetujuan kliennya dapat melakukan Euthanasia (mercy sleeping),
karena diyakininya tindakan itulah yang terbaik sebagai jalan keluar bagi pasien dan kliennya.
Pasal 22
Dokter Hewan yang melakukan praktek pada suatu peternakan, mengutamakan kesehatan
hewan dan pencegahan terhadap perluasan penyakit yang dapat berakibat kerugian ekonomi
dan sosial.
BAB IV
KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN
Pasal 23
Dokter Hewan menghargai klien untuk memilih Dokter Hewan yang diminati.
Pasal 24
Dokter Hewan menghargai klien untuk setuju / tidak setuju dengan prosedur dan tindakan
medik yang hendak dilakukan Dokter Hewan setelah diberi penjelasan akan alasan-alasannya
sesuai dengan ilmu Kedokteran Hewan.
Pasal 25
Dokter Hewan tidak menanggapi keluhan (complain) versi klien mengenai sejawat lainnya.
Pasal 26
Dokter Hewan melakukan client education dan memberikan penjelasan mengenai penyakit
yang sedang diderita hewannya dan kemungkinan – kemungkinan lainnya yang dapat terjadi.
Dalam segala hal yang penting dan harus dilakukan demi kebaikan pasien dengan segala
resikonya maka dokter hewan menyampaikan secara transparan termasuk segala resiko yang
terburuk sekalipun.
Pasal 27
Dokter Hewan yang melakukan praktek, tehnical service, tehnical sales dan konsultan veteriner
tidak memaksakan kehendak dalam pemakaian obat, vaksin maupun imbuhan pakan tanpa
argumentasi ilmiah.
BAB V
KEWAJIBAN TERHADAP
SEJAWAT DOKTER HEWAN
Pasal 28
Dokter Hewan memperlakukan sejawat lainnya seperti dia ingin diperlakukan seperti dirinya
sendiri.
Pasal 29
Dokter Hewan tidak akan mencemarkan nama baik sejawat Dokter Hewan lainnya
Pasal 30
Dokter Hewan wajib menjawab konsultasi yang diminta sejawatnya menurut pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan etikal
serta telah terbukti menyelesaikan masalah yang sama dengan baik dan benar.
Pasal 31
Dokter Hewan memberikan pengalamannya yang bermanfaat dalam pertemuan sejawat.
Pasal 32
Dokter Hewan tidak melakukan pendekatan-pendekatan/menghasut klien dengan maksud
untuk menyarankan berpindah ke sejawat lainnya.
Pasal 33
Dokter hewan yang akan membuka pelayanan kesehatan hewan/medik veteriner dan
melakukan praktek di suatu tempat dalam wilayah tertentu , harus membuat pemberitahuan
kepada sejawat Dokter hewan yang lebih dahulu berpraktek di lingkungan yang sama atau
berdekatan .
BAB VI
KEWAJIBAN TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 34
Dokter Hewan wajib memelihara bahkan meningkatkan kondisi dirinya sehingga selalu
berpenampilan prima dalam menjalankan profesinya.
Pasal 35
Dokter Hewan tidak mengiklankan kelebihan dirinya secara berlebihan.
Pasal 36
Dokter Hewan wajib selalu mempertajam pengetahuan, keterampilan dan meningkatkan
perilakunya dengan cara mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kedokteran
Hewan terkini .
BAB VII
PENUTUP
Pasal 37
Dokter Hewan harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghayati, mematuhi dan
mengamalkan Kode Etik Dokter Hewan Indonesia dalam pekerjaan profesinya sehari-hari, demi
martabat profesi dan kepercayaan masyarakat kepada pengabdian dokter hewan bagi
masyarakat, bangsa dan negara melalui dunia hewan (Manusya Mriga Satwa Sewaka).
Kode Etik Dokter Hewan Indonesia, merupakan perjanjian yang mengikat setiap Dokter Hewan
untuk mematuhi norma-norma dan nilai-nilai yang baik dan buruk , salah dan benar yang
disepakati nasional dan berlaku bagi korps profesi dokter hewan di Indonesia ,harus dihayati
dan diimplementasikan secara bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan profesinya
.
Kode Etik dan nilai-nilai etika yang bersifat spesifik medik veteriner dan melekat pada tindakan
teknis medis oleh dokter hewan sesuai dengan kespesialisasian spesies maupun disiplin ilmu
kedokteran hewan perlu disusun tersendiri.
Oleh karena itu, setiap Dokter Hewan harus menjaga citra profesi dan nama baik dokter hewan
sebagai profesi yang mulia dengan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan atau
tidak sesuai dengan UU ,Kode Etik dan Sumpah profesi .
.
Ditetapkan di Semarang
Pada tanggal 12 Oktober 2010
PENJELASAN KODE ETIK DOKTER HEWAN INDONESIA
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Dokter Hewan merupakan Warga Negara yang baik yang memanifestasikan dirinya dalam cara
berpikir, bertindak dan menampilkan diri dalam sikap dan budi pekerti luhur dan penuh sopan
santun.
[Dokter Hewan tidak dimaksudkan menjadi masyarakat eksklusif, tetapi tampil sebagai bagian
dari masyarakat profesi yang sepatutnya terpercaya , intelektual dapat diandalkan , tidak mudah
berkonflik dan dapat menjadi suri tauladan dalam banyak aspek bagi lingkungannya dalam hal
cara berpikir, cara bertindak dan memiliki integritas budi pekerti luhur dan penuh sopan santun]
Pasal 2
Dokter Hewan diharapkan menjujung tinggi Sumpah/Janji Kode Etik Dokter Hewan.
[Dokter Hewan diamanatkan dalam UU no.18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan untuk memegang teguh Sumpah/Janji dan Kode Etik Dokter Hewan, menghayatinya
dan mengimplementasikannya dalam pelayanannya sebagai dokter hewan
kepada
masyarakat, kepada bangsa dan negara serta dalam memperlakukan hewan sebagai obyek
profesinya].
Pasal 3
Dokter Hewan tidak akan menggunakan profesinya bertentangan dengan perikemanusiaan dan
usaha pelestarian sumber daya alam.
[Sebagai Dokter Hewan dengan kewenangan khusus profesi medis wajib bersifat luhur yaitu
mengutamakan kemanusian di atas kepentingan pribadi serta berhati-hati dalam tindakan dan
keputusannya yang berdasarkan pertimbangan ilmiah medis veteriner untuk resiko-resiko yang
bahkan dapat memusnahkan sumberdaya alam hewani kita yang justru menjadi kekayaan
bangsa]
Pasal 4
Dokter Hewan tidak mencantumkan gelar yang tidak ada relevansinya dengan profesi yang
dijalankannya.
[Bilamana seorang dokter hewan sedang berada dalam posisi kemasyarakatan dan pekerjaan
yang tidak ada kaitan dan kepentingannya dengan keputusan-keputusan bidang veteriner
maupun tindakan medis veteriner maka ia bertindak sebagai seorang anggota
masyarakat/warga negara biasa tanpa perlu mencantumkan gelar profesinya sehingga tidak
mengikatkan citra dirinya kepada korps dokter hewan].
Pasal 5
Dokter Hewan wajib mematuhi perundangan dan peraturan yang berlaku.
[Seorang dokter hewan sarat dengan berbagai rambu-rambu etika dan hukum yang terkandung
di dalam hukum positif seperti UU, PP dan lain-lain, sehingga dalam segala tindakannya yang
terkait pelayanan profesi bidang kesehatan hewan/veteriner wajib mengacu kepada ketentuanketentuan hukum yang mengatur profesi dan keilmiahan di bidang kerjanya sehingga dapat
dipertanggung jawabkan kepada bangsa dan negara sedangkan sebagai warga negara
hendaknya mematuhi berbagai aturan hukum yang berlaku agar tidak merusak citra korps
profesi dokter hewan].
Pasal 6
Dokter Hewan wajib berhati – hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan
teknik therapi atau obat baru yang belum teruji kebenarannya.
[Seorang Dokter Hewan dalam melakukan pelayanan jasa medik veterinernya tidak
bereksperimen terhadap pasien dengan memberikan terapi/obat-obatan yang belum
mendapatkan kepastian hukum atau belum melalui proses pengujian ilmiah yang dipertanggung
jawabkan sesuai aturan hukum yang berlaku baik nasional maupun internasional. Dalam hal ini
adalah tindakan/obat yang beresiko menimbulkan kecacatan/keburukan bahkan kematian pada
pasien sehingga merugikan pemiliknya. Sedangkan dalam bidang penelitian maka hasil
penelitiannya dipublikasikan sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang mengatur temuantemuan ilmiah yang dapat dimasyarakatkan secara legal dan terakreditasi ].
Pasal 7
Dokter Hewan wajib berhati-hati dalam menulis artikel atau hasil analisa yang dapat
menimbulkan polemik maupun kekhawatiran publik tanpa didasari kajian ilmiah
[Dalam menyatakan pendapat ilmiah bidang veteriner maupun yang terkait dan menyangkut
kepentingan umum dalam aspek sosial,budaya dan kesejahteraan masyarakat, ,seorang dokter
hewan wajib berhati-hati dan mempertimbangkan dampak sosial-politik keresahan dan
kekhawatiran masyarakat yang menimbulkan keributan. Pendapat ilmiah dengan dasar kajian
ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya tetap dikemukakan namun dalam
forum-forum yang ilmiah dengan para ilmuwan yang kompeten dan bila perlu ditindak-lanjuti
oleh langkah teknis pemerintah maka disampaikan secara prosedural kepada pengambil
keputusan yang menangani bidang terkait ].
Pasal 8
Dokter Hewan menerima imbalan sesuai dengan jasa yang diberikan kecuali dengan
keikhlasan, sepengetahuan dan kehendak klien sendiri.
[Dokter Hewan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku pada UU no.18 tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang ditindak lanjuti dengan adanya Permentan
no.2 /permentan/OT.140/1/2010 Bab I.D.butir 13 dijamin bahwa dalam tindakan pelayanan jasa
kesehatan hewan/medik veteriner bersifat transaksi terapetik memenuhi ketentuan sebagai
berikut : Transaksi Terapetik adalah pelayanan jasa medik veteriner yang melibatkan unsur
dokter hewan, klien (pengguna jasa) dan pasien (hewan mati/hewan hidup) yang diikuti dengan
IMBALAN atas kompetensi medik veteriner yang diberikannya, fasilitasnya ,dan/atau tempat
praktik yang digunakan. Dalam hal ini dapat dilakukan perhitungan biaya modal pelayanan
untuk berbagai fasilitas serta biaya konsultasinya yang memenuhi azas kewajaran dan
kepatutan.Dalam hal ini tidak memanfaatkan kepercayaan pengguna jasa untuk membayar halhal yang tidak diperlukan dalam terjadinya transaksi terapetik sehingga bahkan menimbulkan
biaya tinggi yang merusak citra profesi/merupakan malpraktek].
BAB II
KEWAJIBAN TERHADAP PROFESI
Pasal 9
Dokter Hewan dalam menjalankan profesinya wajib mematuhi persyaratan umum dan khusus
yang berlaku sehingga citra profesi dan korsa terpelihara karenanya
[Dalam rangka penampilan Dokter Hewan sebagai Warga Negara yang baik,dalam
menjalankan profesinya sebagai Dokter Hewan wajib mematuhi perundangan/peraturan umum
yang berlaku, seperti :Undang – Undang Wajib Pajak, Undang – Undang Gangguan, Undang Undang Dampak Lingkungan, dan lain – lain, di samping adanya ketentuan –ketentuan hukum
(UU,PP maupun peraturan daerah khusus yang berlaku bagi Dokter Hewan, seperti : perijinan
keprofesian oleh PDHI maupun pemda, ketentuan magang dan kewajiban meningkatkan
pengetahuan profesi sesuai perkembangan jaman , pendalaman pemahaman Kode Etik, dan
lain-lain].
Pasal 10
Dokter Hewan tidak mengajarkan ilmu kedokteran hewan yang bisa mendorong ilmu tersebut
disalah gunakan.
(Profesi kedokteran hewan/veteriner merupakan profesi tertutup yaitu dalam mengamalkan
ilmunya harus dengan mematuhi rambu-rambu profesi medis serta bersertifikat kompetensi.
Ilmu-ilmu inti kedokteran hewan adalah terdiri dari ilmu-ilmu klinik, ilmu-ilmu pathologi ,ilmuilmu medik reproduksi dan ilmu-ilmu farmakologi veteriner yang seluruhnya tidak boleh secara
sembarangan diajarkan kepada orang-orang awam yang tidak akan pernah memiliki
kewenangan medik veteriner, kecuali bersekolah dan memperoleh gelar dokter hewan sehingga
mengajarkan pada yang tidak berhak akan mendorong praktek ilegal/penyalah gunaan].
Pasal 11
Dokter Hewan yang melakukan praktek memasang papan nama sebagai informasi praktek
yang tidak berlebihan.
[Dokter Hewan membuat papan nama hanya dalam rangka memudahkan khalayak mengetahui
lokasi, hari/jam praktek dan tempatnya. Papan nama bukanlah media promosi sehingga tidak
boleh menghiasinya dengan lampu – lampu warna warni, huruf bercorak macam – macam
untuk menarik perhatian yang berlebihan dan informasinya tidak mengunggulkan diri. Papan
nama praktek berukuran yang sesuai dengan kesepakatan nasional PDHI yang terstandard ,
cat dasar putih, dengan tulisan huruf hitam, ukuran dan bentuk hurufnya standar, mudah
dibaca, tertulis nama dokter hewan, hari dan jam praktek, alamat dan nomor ijin praktek].
Pasal 12
Dokter Hewan yang tidak melakukan praktek hendaknya merujuk ke Dokter Hewan praktek
apabila ada klien yang meminta jasa pelayanan medik.
(sesuai sumpah dan janji serta kode etik dokter hewan dalam komitmennya kepada hewan
sebagai obyek utama profesinya maka dalam keadaan adanya hewan yang memerlukan
pertolongan tenaga medik veteriner sedangkan dokter hewan yang dimintai pertolongan
bukanlah yang kompeten dalam bidang prakrisi tersebut maka dokter hewan bersangkutan
WAJIB mencarikan pertolongan pertama dan segera merujukkannya kepada sejawatnya yang
kompeten)
Pasal 13
Pemasangan iklan dalam media massa hanya dalam rangka pemberitahuan mulai buka, pindah
atau penutupan prakteknya.
(Pemasangan iklan Dokter Hewan dalam media masa yang diperkenankan adalah yang
merupakan pemberitahuan kepada khalayak mengenai dibukanya tempat praktek Dokter
Hewan, penutupan baik sementara maupun seterusnya atau pun karena pindah tempat / alamat
praktek. Iklan yang memamerkan kelebihan dalam fasilitas / peralatan praktek dilarang. Ukuran
iklan adalah sesuai azas kewajaran dan cukup jelas agar memudahkan mereka bila
memerlukan pelayanan dokter hewan) .
Pasal 14
Dokter Hewan dianjurkan menulis artikel dalam media massa dan jurnal veteriner.
[Dalam masyarakat yang maju penulisan ilmiah berdasarkan penelitian-penelitian dan kajiankajian ilmiah untuk dimuat dalam jurnal-jurnal ilmiah harus merupakan kebiasaan dan menuntut
kerajinan karena akan dapat menjadi rujukan . Selain itu mengingat masyarakat awam yang
sangat kurang dalam pemahaman tentang peran profesi veteriner, maka Dokter Hewan
berkewajiban memberikan informasi dan penyuluhan/pencerahan dibidang yang dikuasainya
dengan tujuan meningkatkan pengetahuan umum dan persepsi masyarakat sehingga perhatian
terhadap pentingnya kesejahteraan hewan dan manfaatnya bagi masyarakat dan pemiliknya
meningkat].
Pasal 15
Dokter Hewan tidak membantu atau mendorong adanya praktek ilegal bahkan wajib
melaporkan bilamana mengetahui adanya praktek ilegal itu.
(Dokter Hewan tidak diperkenankan menuliskan resep vaksin/obat-obatan bahan-bahan yang
jelas hanya merupakan kewenangan medik Dokter Hewan bagi orang yang tidak berkompeten
menggunakannya, apalagi jauh diluar pengawasannya. Dokter Hewan juga tidak diperbolehkan
menyuruh bukan Dokter Hewan untuk menggantikan prakteknya yang kemungkinan orang
tersebut melakukan tindakan – tindakan yang karena bukan merupakan kompetensinya akan
menimbulkan kecacatan, penganiayaan bagi hewan bahkan kematian yang tidak perlu terjadi
sehingga merugikan pemiliknya baik perorangan, institusi maupun pemerintah yang memiliki
hewan-hewan organik. Pada intinya seseorang yang bukan Dokter Hewan tidak diperbolehkan
menggantikan praktek Dokter Hewan).
Pasal 16
Dokter Hewan wajib melaporkan kejadian penyakit menular kepada instansi yang berwenang.
(Sebagai tanggung jawab profesi dalam melindungi sumberdaya alam hewani yang merupakan
kekayaan bangsa dan pada penyakit menular yang bersifat zoonotik maka seorang dokter
hewan yang dalam pekerjaannya sehari-hari menemukan adanya penyakit-penyakit yang
membahayakan harus melaporkannya kepada pemerintah daerah setempat melalui dokter
hewan berwenang di daerah yang bersangkutan)
Pasal 17
Dokter Hewan ikut berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, kesejahteraan hewan dan pelestarian alam.
(Sudah menjadi hal yang lazim bahwa hewan-hewan di Indonesia hidup berdampingan atau
berada di antara kehidupan masyarakat luas baik sebagai hewan ternak, hewan kesayangan,
hewan kebun binatang baik yang sengaja dipelihara ataupun sebagai hewan liar/jalanan yang
dapat menjadi sumber penularan penyakit –penyakit zoonosis kepada manusia. Selain itu,
manusia juga mengkonsumsi pangan asal hewan seperti daging, susu dan telur serta produk
turunannya yang harus dipastikan aman untuk dikonsumsi manusia. Hal-hal ini merupakan
pengetahuan kesmavet yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar memahami sejauh
mana tanggung jawab dokter hewan serta dapat menjadi tempat bertanya bagi masyarakat
luas. Dalam hal memperlakukan hewan ,dokter hewan harus menguasai ilmu kesejahteraan
hewan sebagai etika veteriner normatif dan mendidik berbagai pihak yang memanfaatkan
hewan untuk mengimplementasikan kesrawan Kesrawan sendiri sudah menjadi ukuran dan
norma internasional yang disepakati
yang sudah mendapatkan dukungan organisasiorganisasi internasional dan negara-negara ,karena juga bertujuan agar manusia tidak
seenaknya mengeksploitasi hewan untuk keuntungan pribadi/kelompok yang dapat
mengakibatkan kepunahan hewan di bumi. Sudah barang tentu kepunahan spesies-spesies ini
akan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem hewan, manusia dan tumbuhan)
BAB III
KEWAJIBAN TERHADAP PASIEN
Pasal 18
Dokter Hewan memperlakukan pasien dengan penuh perhatian dan kasih sayang sebagaimana
arti tersebut bagi pemiliknya, dan menggunakan segala pengetahuannya, keterampilannya dan
pengalamannya untuk kepentingan pasiennya.
(Hewan dimiliki manusia atas dasar beberapa kepentingan yaitu karena memberikan
keuntungan finansial ,memberikan kenyamanan bathin/sebagai teman/kesayangan dan hobby,
sebagai milik negara untuk pelacakan narkotika, menemukan jenazah dalam reruntuhan
gempa, anti huru-hara dan lain-lain , dimiliki karena harus dilestarikan berdasarkan perjanjian
dunia (konservasi satwa liar), sebagai hiburan dan digunakan untuk penelitian ilmiah untuk
kesejahteraan manusia. Dalam menangani berbagai kelompok hewan ini, hewan sebagai obyek
profesi ataupun pasien ditangani secara profesional dengan keahlian keilmuan dokter hewan
tertentu, namun dokter hewan tetap harus menjadi pembela kepentingan hewan dan tidak boleh
mengabaikan kesejahteraan hewan yang baik selama berada di tangan dokter hewan maupun
dalam pengelolaan manusia yang membayar jasa dokter hewan. Bagi hewan yang memiliki nilai
istimewa bagi pemiliknya harus diberikan apresiasi yang sama oleh dokter hewan sebagaimana
pemilik namun dengan menempatkan nilai kesejahteraan hewan sebagai dasar pertimbangan
profesional terhadap hewan)
Pasal 19
Dokter Hewan siap menolong pasien dalam keadaan darurat dan atau memberikan jalan
keluarnya apabila tidak mampu dengan merujuk ke sejawat lainnya yang mampu
melakukannya.
(sesuai sumpah dan janji serta kode etik dokter hewan dalam komitmennya kepada hewan
sebagai obyek utama profesinya maka dalam keadaan adanya hewan yang memerlukan
pertolongan tenaga medik veteriner sedangkan dokter hewan yang dimintai pertolongan
bukanlah yang kompeten dalam bidang prakrisi tersebut maka dokter hewan bersangkutan
WAJIB mencarikan pertolongan pertama dan segera merujukkannya kepada sejawatnya yang
kompeten)
Pasal 20
Pasien yang selesai dikonsultasikan oleh seorang sejawat wajib dikembalikan kepada sejawat
yang meminta konsultasi.
(sebagai dokter yang memiliki profesi luhur ,terikat kepada sumpah , kode etik dan acuan dasar
profesi , dalam rangka memberikan pelayanan jasa medik veriner akan bersikap menjaga moral
profesi dan hubungan kesejawatan sehingga dalam menerima kasus yang dikonsultasikan tidak
bersikap membujuk untuk mengambil alih dengan itikad memperoleh keuntungan finansial .
Sebagai sejawat harus menjaga citra dan kelemahan sejawatnya serta saling mendukung
secara etikal melalui konsultasi yang tidak dibahas di depan pemilik hewan yang awam guna
menjaga martabat profesi dan sejawatnya)
Pasal 21
Dokter Hewan dengan persetujuan kliennya dapat melakukan Euthanasia (mercy sleeping),
karena diyakininya tindakan itulah yang terbaik sebagai jalan keluar bagi pasien dan kliennya.
(Bagi seorang dokter hewan yang menghadapi kondisi dimana seekor hewan yang ada
pemiliknya berada dalam kondisi-kondisi tertentu sehingga memerlukan beberapa solusi
termasuk dieuthanasi , maka harus ada pertimbangan-pertimbangan yang memenuhi azasazas keluhuran profesi , etika veteriner dan kesejahteraan hewan. Dokter hewan tidak
melakukan euthanasia hanya semata-mata karena pemiliknya tidak menghendaki
direpotkan/terbebani oleh hewan miliknya dimana hewan tersebut dalam keadaa sehat , normal
dan tidak merupakan gangguan. Lebih jauh dan bila dimungkinkan , dokter hewan harus
mencarikan penampung dari hewan yang tidak layak euthanasia).
Pasal 22
Dokter Hewan yang melakukan praktek pada suatu peternakan, mengutamakan kesehatan
hewan dan pencegahan terhadap perluasan penyakit yang dapat berakibat kerugian ekonomi
dan sosial.
( dokter hewan yang bekerja pada tempat dengan populasi hewan yang relatif tinggi sehingga
dapat mengancam kesehatan manusia di sekitarnya maupun kesehatan lingkungan harus
meningkatkan kompetensinya dalam manajemen kesehatan hewan yang tersistem serta
kompeten dalam menggunakan pengetahuan epidemiologi yang memadai untuk secara
bertanggung jawab mencegah perluasan penyakit guna menghindari kerugian ekonomi dan
sosial yang besar)
BAB IV
KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN
Pasal 23
Dokter Hewan menghargai klien untuk memilih Dokter Hewan yang diminati.
(Dokter hewan tidak mengekspresikan rasa tidak senang terhadap klien yang seringkali
memilih-milih dan berpindah-pindah dokter sekalipun mungkin dengan itikad yang kurang baik .
Dokter hewan harus bersikap menjaga hubungan kesejawatan yang etikal dengan tidak
terpancing mengeluarkan komentar-komentar negatif terhadap sejawatnya)
Pasal 24
Dokter Hewan menghargai klien untuk setuju / tidak setuju dengan prosedur dan tindakan
medik yang hendak dilakukan Dokter Hewan setelah diberi penjelasan akan alasan-alasannya
sesuai dengan ilmu Kedokteran Hewan.
(Dokter hewan harus berupaya secara profesional meyakinkan pemilik hewan untuk
memahami dasar-dasar ilmiah tindakan dokter hewan untuk suatu tindakan medis dengan
bahasa sederhana dan tujuan yang mulia sesuai etika dan sumpah profesi dan dengan
mempertimbangkan kemampuan finansial pemilik hewan . Namun dokter hewan juga tidak
mengekspresikan kekecewaannya bila segala upaya tidak dapat diterima klien karena
merupakan hak pemilik hewan.Hal ini juga untuk menghindari konflik yang tidak diharapkan)
Pasal 25
Dokter Hewan tidak menanggapi keluhan (complain) versi klien mengenai sejawat lainnya.
(Dalam keadaan adanya klien /pengguna jasa yang senang mengadu domba sesama dokter
hewan dengan alasan apapun ataupun menggunakan kata-kata medis dari dokter hewan lain
untuk memojokkan dokter hewan lain yang mungkin layanannya dirasakan tidak memuaskan
sebagaimana diharapkan , maka dokter hewan yang mendengar kata-kata klien yang kurang
menyenangkan tentang sejawatnya tidak terpancing untuk berkomentar negatif tentang sejawat
lainnya) . Bilamana terbukti adanya kata-kata saling memburukkan sejawat yang berarti terjadi
pelanggaran kode etik profesi maka dapat diadakan pelurusan masalah melalui Majelis
kehormatan PDHI)
Pasal 26
Dokter Hewan melakukan client education dan memberikan penjelasan mengenai penyakit
yang sedang diderita hewannya dan kemungkinan – kemungkinan lainnya yang dapat terjadi.
Dalam segala hal yang penting dan harus dilakukan demi kebaikan pasien dengan segala
resikonya maka dokter hewan menyampaikan secara transparan termasuk segala resiko yang
terburuk sekalipun.
(Dalam melakukan pelayanan kesehatan hewan/pelayanan jasa medik veteriner , dokter hewan
harus membekali diri selain dengan kompetensi veterinernya, juga dengan kemampuan dialog
yang profesional yang berisi berbagai nasehat, informasi, tips dengan kemampuan memberikan
penjelasan secara sederhana tentang yang terjadi pada hewan pasien dan tindakan-tindakan
apa yang akan dilakukan termasuk resiko-resiko / faktor kegagalannya).
Pasal 27
Dokter Hewan yang melakukan praktek, tehnical service, tehnical sales dan konsultan veteriner
tidak memaksakan kehendak dalam pemakaian obat, vaksin maupun imbuhan pakan tanpa
argumentasi ilmiah.
(Semua dokter hewan yang melakukan pekerjaan baik praktisi, sebagai tenaga teknis bidang
obat hewan maupun produk alat dan mesin kesehatan hewan apapun tanggung jawabnya di
perusahaan dimana ia bekerja, maupun konsultan tetap disyaratkan profesional dan kompeten,
serta terikat kepada ciri-ciri profesi sebagai dokter yaitu bekerja dengan berlandaskan etik
profesi, pekerjaannya berijin (baik ijin profesi dan ijin pemda), selalu meningkatkan
pengetahuan dengan yang terkini dan menjadi anggota dari organisasi profesi kedokteran
hewan) dan mengutamakan kemanusiaan di atas mengejar keuntungan finansial).
BAB V
KEWAJIBAN TERHADAP
SEJAWAT DOKTER HEWAN
Pasal 28
Dokter Hewan memperlakukan sejawat lainnya seperti dia ingin diperlakukan seperti dirinya
sendiri.
(Bila mengingat kepada Sumpah Bapak Kedokteran di Dunia Hippokrates yang menjadi
landasan etika medis di dunia , tercantum tentang hal ini yaitu sikap menganggap saudara
kandung dan saling menghargai secara bermartabat sehingga tidak hitung-hitungan untung rugi
tetapi sikap saling mendukung dan tidak saling menjatuhkan)
Pasal 29
Dokter Hewan tidak akan mencemarkan nama baik sejawat Dokter Hewan lainnya
(hal ini telah ditetapkan dalam Acuan Dasar Profesi).
Pasal 30
Dokter Hewan wajib menjawab konsultasi yang diminta sejawatnya menurut pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan etikal
serta telah terbukti menyelesaikan masalah yang sama dengan baik dan benar.
(Dalam hal ini hubungan kesejawatan dokter hewan senior dan yunior (kesenioran dari segi
pengalaman/bukan usia) harus bersifat membimbing dan mendukung serta tidak membiarkan
sejawatnya yang kebingungan dalam situasi-situasi dimana menghadapi hal yang di luar
kemampuannya dalam melakukan layanan medis veteriner)
Pasal 31
Dokter Hewan memberikan pengalamannya yang bermanfaat dalam pertemuan sejawat.
(Sebagai dokter hewan bila telah kaya pengalaman yang dipandang penting dan bermanfaat
untuk dibagi(share) kepada sejawat lainnya maka dapat menawarkannya untuk diberikan dalam
pertemuan dokter hewan atau bila diminta wajib berbagi pengalaman demi peningkatan citra
korps profesi dokter hewan yang tangguh).
Pasal 32
Dokter Hewan tidak melakukan pendekatan-pendekatan/menghasut klien dengan maksud
untuk menyarankan berpindah ke sejawat lainnya.
(sebagai seorang dokter hewan yang terikat kepada rambu kode etik,sumpah dan etika profesi
dalam hubungan kesejawatan serta menghayati posisi profesinya sebagai profesi luhur, tidak
akan merusak hubungan etikal kesejawatannya hanya karena alasan-alasan tidak terhormat
ataupun karena mengejar keuntungan finansial dengan mengorbankan hubungan sejawat. Citra
dokter hewan yang mengembangkan konflik akan merusak citra korps veteriner secara umum).
Pasal 33
Dokter hewan yang akan membuka pelayanan kesehatan hewan/medik veteriner dan
melakukan praktek di suatu tempat dalam wilayah tertentu , harus membuat pemberitahuan
kepada sejawat Dokter hewan yang lebih dahulu berpraktek di lingkungan yang sama atau
berdekatan .
(Dalam rangka seorang dokter hewan membuka layanan veteriner di wilayah yang berdekatan
perlu menyampaikan pemberitahuan kepada sejawatnya dalam rangka hubungan kesejawatan
yang memenuhi norma-norma sopan santun ,kepatutan dan etika profesi).
BAB VI
KEWAJIBAN TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 34
Dokter Hewan wajib memelihara bahkan meningkatkan kondisi dirinya sehingga selalu
berpenampilan prima dalam menjalankan profesinya.
(Penampilan dokter hewan yang melakukan layanan kepada masyarakat harus sejalan dan
tidak kontradiktif dengan citra profesi kedokteran yang intelektual, kompeten ,berkomitmen
tinggi ,beretika dan membangkitkan kepercayaan dari pengguna jasanya yang dilengkapi
dengan perilaku menunjukkan kepedulian kepada hewan selaku obyek profesinya).
Pasal 35
Dokter Hewan tidak mengiklankan kelebihan dirinya secara berlebihan.
(Sikap keangkuhan atau mengunggulkan diri merupakan sikap tidak terpuji sehingga citra
dokter hewan sebagai kelompok orang berkeahlian khusus di bidang kedokteran yang akan
melakukan pelayanan kepada masyarakat tidak boleh bersifat menjanjikan kemampuan
berlebihan karena kesembuhan pada mahluk hidup tidak dapat dijamin oleh manusia)
Pasal 36
Dokter Hewan wajib selalu mempertajam pengetahuan, keterampilan dan meningkatkan
perilakunya dengan cara mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kedokteran
Hewan terkini .
(Dokter Hewan sebagai bagian bagian dari rumpun ilmu kedokteran harus memenuhi syarat
ciri-ciri profesi yang antara lain adanya kewajiban “belajar sepanjang hayat”. Dalam UU no.18
tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan juga diamanatkan bahwa kompetensi
adalah termasuk meningkatkan kemampuan dalam teknologi yang terkini. Peningkatan
kompetensi dan pengetahuan bagi setiap Dokter Hewan adalah dengan mengikuti pendidikan
berkelanjutan (contunuing education) seperti pelatihan, seminar, simposium, lokakarya,
konferensi dan diskusi-diskusi ilmiah. Kegiatan pendidikan berkelanjutan(CE) yang diikuti
adalah yang terakreditasi oleh organisasi profesi kedokteran hewan (PDHI) dan institusi –
institusi ilmiah yang berwenang sesuai amanat UU yang berlaku)
BAB VII
PENUTUP
Pasal 37
Dokter Hewan harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghayati, mematuhi dan
mengamalkan Kode Etik Dokter Hewan Indonesia dalam pekerjaan profesinya sehari-hari, demi
martabat profesi dan kepercayaan masyarakat kepada pengabdian dokter hewan bagi
masyarakat, bangsa dan negara melalui dunia hewan (Manusya Mriga Satwa Sewaka).
Kode Etik Dokter Hewan Indonesia, merupakan perjanjian yang mengikat setiap Dokter Hewan
untuk mematuhi norma-norma dan nilai-nilai yang baik dan buruk , salah dan benar yang
disepakati nasional dan berlaku bagi korps profesi dokter hewan di Indonesia ,harus dihayati
dan diimplementasikan secara bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan profesinya
.
Kode Etik dan nilai-nilai etika yang bersifat spesifik medik veteriner dan melekat pada tindakan
teknis medis oleh dokter hewan sesuai dengan kespesialisasian spesies maupun disiplin ilmu
kedokteran hewan perlu disusun tersendiri.
Oleh karena itu, setiap Dokter Hewan harus menjaga citra profesi dan nama baik dokter hewan
sebagai profesi yang mulia dengan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan atau
tidak sesuai dengan UU ,Kode Etik dan Sumpah profesi.
Ditetapkan di Semarang
Pada tanggal 12 Oktober 2010
Download