miRNA PADA KOMPLIKASI DIABETES Oleh

advertisement
miRNA PADA KOMPLIKASI DIABETES
Oleh :
HARLI AMIR MAHMUDJI
KELOMPOK SATUAN MEDIS NON BEDAH - BAGIAN SPESIALIS PENYAKIT DALAM – SUB BAG ENDOKRIN
METABOLIK DIABETES
RSJ Prof. Dr. SOEROYO - MAGELANG
Abstrak
Teori Dogma sentral menerangkan proses DNA menjadi protein melalu transkripsi menjadi RNA dan
akan ditranslasi menjadi protein. Transkripsi merupakan proses sintesis RNA kemudian proses pemisahan
sekuens intron dari RNA dan akan diterjemahkan menjadi sintesis protein. Secara struktur RNA akan terbagi
menjadi dua kubu, yaitu RNA terkoding dan non koding. Untuk RNA terkoding akan menjadi messanger
RNA, dan RNA non koding akan terbagi menjadi RNA transkripsi dan RNA kecil. RNA transkripsi menjadi
rRNA (ribosomal) dan tRNA (transfer). RNA kecil akan terbagi menjadi empat yaitu siRNA (smaal
interfering), miRNA / stRNA (micro / small temporal), sncRNA (small nucleolar) dan snRNA (small nuclear).
MikroRNA berpengaruh dalam komplikasi diabetes, akibat dari paparan penyakit secara terus menerus
genetik manusia berubah menjadi maladaptasi dan akhirnya menjadi penyakit. Komplikasi baik marko
maupun mikro vaskuler peranan miRNA dominan dalam perubahan organ tubuh penderita diabetes. Hal ini
sesuai dengan surat Yunus (16),” “Wamaa takuunu fii sha’nin wama tatluu minhu min qur-anin wala
ta’aamaluuna min’aa amalin illa kunna ‘aa alaykum shuhuudan ithtufiiduuna fiih, wama ya’aazubu ‘aa an
robbika minmithqoli tharrotin fii al-ardi walafiissama-i wala asgharo min dhalikawala akbara illa fii kitabin
mubiin”
Kata kunci : Diabetes melitus, DNA, Mikro RNA
BAB I. PENDAHULUAN
Komplikasi diabetes merupakan masalah besar didunia dalam manajemen pengelolaan diabetes,
beberapa penelitian dilakukan untuk mendapat formula terbaik dalam pencegahan, pengelolaan, dan
kurabilitas dari komplikasi diabetes tersebut, tetapi hingga saat belum didapatkan solusi terbaik selain
usaha memperlambat komplikasi menahun tersebut.
Diabetes merupakan kelompok penyakit kronis yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa
darah. Dampak dari paparan glukosa darah yang meningkat hingga saat ini tidak diproteksi, baik secara
langsung ataupun tidak langsung merusak pembuluh darah, sebagai sumber dari masalah kesakitan dan
kematian pada diabetes tipe 1 ataupun tipe 2. Secara umum efek kerusakan akibat peningkatan glukosa
darah secara kronis dibagi dalam dua kelompok yaitu komplikasi makrovaskuler (penyakit jantung coroner,
peripheral arterial disease, dan stroke) dan komplikasi mikrovaskuler (nefropati diabetes, neuropati, dan
retinopati) (Fowler, 2008).
Komplikasi makrovaskuler kemungkinan besar muncul lebih awal dibanding komplikasi
mikrovaskuler, dan keduanya tidak berkorelasi secara linier dengan kadar HbA1C. Pengelolaan
hiperglisemia pada tahap lanjut dari diabetes tipe 2 tidak berasosiasi dengan perbaikan komplikasi
kardiovaskuler. Glukotoksisitas dan lipotoksisitas pada hiperglikemia dan disfungsi sel beta terjadi secara
dini, sehingga peranan pencegahan komplikasi akan lebih bermanfaat daripada setelah terjadi komplikasi
(Stolar, 2009).
Andersson & Svardsudd, 1995, menunjukan pada 161 subyek diabetes yang meninggal selama
pemantauan selama 7,4 tahun. Dengan menggunakan analisis univariat, usia lebih tua saat diagnosis, lebih
tinggi dari data dasar atau rerata glukosa dasar puasa, dan terdapat penyakit jantung, penyakit pembuluh
dasar otak, atau ginjal saat mulai dan selama mengalami diabetes berhubungan dengan tingginya angka
mortalitas. Pada penelitian tersebut jenis pengobatan diabetes dan diagnosis hipertensi tidak berhubungan
dengan tingkat mortalitas. Pada regresi logistic multiple analisis, usia saat didiagnosis, dan rerata glukosa
darah puasa secara independent berhubungan dengan semua kasus (p = 0.0002), pembuluh darah jantung
2
(p = 0.0006), dan kematian akibat penyakit jantung iskemik (p = 0.03). Tidak ditemukan hubungan antara
kontrol glukosa darah dan kematian bukan akibat pembuluh darah jantung. Pada analisis regresi Cox, rerata
glukosa darah puasa secara signifikan berhubungan dengan lamanya ketahanan dimana usia saat mulai
didiagnosis diabetes masuk dalam kalkulasi perhitungan (p < 0.05). Subyek diabetes dengan rerata glukosa
darah puasa ≥ 7.8 mmol/l mempunyai mortalitas 50% lebih tinggi dibanding dengan rerata ≤ 7.8 mmol/l.
Penelitian yang dilakukan di Jepang dengan total subyek 110, dengan NIDDM, secara acak diberikan
terapi insulin multiple (MIT) dan terapi insulin secara konvensional (CIT). Lima puluh lima pasien DM tipe 2
(NIDDM) sebagai subyek tanpa retinopati dan ekskresi albumin unrin < 30 mg/24 jam sebagai data dasar
untuk evaluasi kohort pencegahan primer, dan 55 pasien DM tipe 2 yang terdapat retinopati ringan dan
ekskresi albumin urin < 300 mg/24 jam dievaluasi sebagai kohort inetervensi sekunder. Progresifitas dari
retinopati, nefropati, dan neuropati dievaluasi tiap 6 bulan selama lebih 6 tahun. Prosentase kumulatif dari
proses pertumbuhan dan progresifitas retinopati setelah 6 tahun adalah 7.7% untuk kelompok MIT dan
32.0% untuk kelompok CIT pada kohort pencegahan primer (p = 0.039), dan 19.2% untuk kelompok MIT,
dan 44.0% untuk kelompok CIT dalam kohost intervensi sekunder (p = 0.032), dan secara repektif 11.5%
dan 32.0%, untuk kelompok MIT dan CIT pada kohort intervensi sekunder. Pada tes neurologi setelah 6
tahun, pada kelompok MIT menunjukan perkembangan signifikan terhadap fungsi saraf, dibanding
kelompok CIT, yang menunjukan secara signifikan penurunan fungsi saraf dan pusat getaran. Pada
hpotensi postural dan gejala lainnya, pada kelompok MIT menunjukan interval RR lebih baik, dibanding CIT.
Simpulan dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa intensif kontrol glukosa darah dengan terapi insulin
multiple dapat memperlambat onset dan progresifitas dari retinopati, nefropati, dan neuropati diabetes
(komplikasi mikrovaskuler) pada populasi ppasien diabetes di Jepang, dengan parameter keberhasilan
HbA1C , 6.5%, glukosa darah puasa < 110 mg/dl, dan glukosa darah prandial < 180 mg/dl (Ohkubo et al.,
1995).
Beberapa penelitian tentang faktor genetik terhadap diabetes tipe 1 dan 2 terkait dengan
komplikasinya, kurang lebih berhubungan dengan faktor perubahan epigenetik yang dapat terjadi tanpa
peningkatan dari rantai DNA. Dilaporkan juga bahwa epigenetik terlibat dalam fenomena memori
metabolic yang diteliti secara klinis dan penelitian terhadap hewan. Eksplorasi dtentang mekanisme
epigenetik dapat membawa dogma baru terhadap pathogenesis diabetes dan komplikasinya serta
berdampak pada target potensial terapi yang belum terungkap, terlebih pilihan pengelolaan untuk
mencegah komplikasi saat kadar glukosa darah telah terkontrol (Villeneuve & Natarajan, 2010).
BAB II. KOMPLIKASI DIABETES KRONIS
Semua jenis diabetes, baik yang diturunkan atau didapat, ditandai dengan karakteristik
hiperglisemia yang disebabkan menurunnya produksi insulin baik relative ataupun absolut berakibat pada
pembentukan komplikasi mikrovaskuler pada retina, glomerulus ginjal, dan saraf perifer. Komplikasi
diabetes pada makrovaskuler arterosklerosis akan berdampak pada jantung, otak, dan ekstremitas bawah.
Komplikasi makrovaskuler dapat terjadi juga pada individu non diabetes, dengan perbedaan pada
progresifitas komplikasi akan lebih cepat pada individu dengan diabetes (Brownlee et al., 2011).
Rerata komplikasi akibat diabetes tinggi 27.2% makrovaskuler dan 53,5% mikrovaskuler, berbeda
kondisi di Rusia dan pada individu diabetes dengan terapi pencegahan penyakit vascular, akan lebih rendah
dari harapan. BMI, ddurasi diabetes, LDL-C, dan tekanan darah sistolik mempunyai asosiasi positif, HDL-C
mempunyai asosiasi negative dengan komplikasi makro atau mikrovaskuler ( Litwak et al., 2013).
Di tahun 1995, Griera et al., mendapatkan prevalensi dari komplikasi diabetes secara global adalah
sebagai berikut : Retinopati 33%, nefropati 17%, Vaskulopati peripheral 21%, Vasculopati cerebral 10%,
Penyakit jantung coroner 14%, Neuropati perifer 40%, Neuropati vegetative 20%. Prevalensi tersebut
dikorelasikan dengan kejadian komplikasi dengan usia, jenis kelamin, dan lama menyandang diabetes.
3
Pada penelitian yang dilakukan di Cina, melibatkan subyek 1524, dengan prosentase jenis kelamin
41,8% laki-laki, dan 58,2% perempuan, dengan rerata lama diabetes 8,7 tahun, mendapatkan prevalensi
komlikasi kronis dari diabetes sebagai berikut, 48% dari 1524 subyek tidak didapatkan komplikasi, tetapi
52% ditemukan minimal satu komplikasi. Komplikasi secara general didapatkan penyakit jantung vaskuler
30,1%, cerebrovaskuler 6,8%, neuropathy 17,8%, nefropati 10,7%, lesi okuler 14,8% dan kaki diabetes 0,8%.
Berdasarkan stratifikasi jenis kelamin, prevalensi komplikasi lebih banyak terjadi pada wanita, dan jenis
komplikasi banyak pada neuropati dan kelainan okuler. Asosiasi antara komplikasi kronik dengan durasi
diabetes, didapatkan semua komplikasi meningkat secara linier dengan lamanya diabetes (x2 = 106.290, p <
0.001). Komplikasi kardiovaskuler (x2 = 42.411, p < 0.001), neuropati (x2 = 36.226, p < 0.001), kelainan
okuler (x2 = 107.069, p < 0.001), nefropati (x2 = 221.537, p < 0.001), dan kesakitan cerebrovaskuler (x2 =
5.103, p = 0.024). Status kontrol glukosa darah dengan komplikasi kronis, didapatkan rerata kadar HbA1c
pada 784 individu dengan komplikasi kronis adalah 8.2% (4.7% - 14.5%), untuk kelompok tanpa komplikasi
didapatkan rerata HbA1c 8.0% (4.4% - 16.7%) dengan t = 2.429, p = 0.015) (Liu Z et al., 2010).
Ketetapan atau pernyataan oleh America Diabetes Association tentang penelitian yang dilakukan
UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) menunjukan hasil bahwa penurunan kadar glukosa
darah berdampak pada penurunan insidensi komplikasi mikrovaskuler pada diabetes tipe 2 dan tipe 1.
Penurunan tekanan darah juga menurunkan insidensi komplikasi kardiovaskuler seperti pada individu tanpa
diabetes dan berperan dalam menurunkan pemberatan komplikasi mikrovaskuler (ADA, 2002).
BAB III. EPIGENETIK DIABETES DAN MIKRO RNA (miRNA)
A. Konsep Dasar Epigenetik
“Wamaa takuunu fii sha’nin wama tatluu minhu min qur-anin wala ta’aamaluuna min’aa amalin illa
kunna ‘aa alaykum shuhuudan ithtufiiduuna fiih, wama ya’aazubu ‘aa an robbika minmithqoli tharrotin fii
al-ardi walafiissama-i wala asgharo min dhalikawala akbara illa fii kitabin mubiin”
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu
tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.
tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada
yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh)”. (Yunus:61)
Ayat diatas menunjukan analisis manusia dapat ditelaah hingga derajat atom. Pada teori faktorfaktor yang mempengaruhi derajat kesehatan pada manusia, yang disampaikan oleh H.L Blum, pengaruh
terbesar dalam status kesehatan adalah lingkungan kemudian perilaku, pelayanan kesehatan dan
keturunan / genetik (Etrawati, 2012). Pada perkembangan terbarukan bidang biomolekuler, teori H.L Blum,
mulai bergeser saat faktor lingkungan berefek pada gen yang dapat membentuk penyakit, dan efek
tersebut dapat berdampak pada manusia, walaupun patogenesis tersebut masih sulit untuk dilakukan
disain. Epigenetik merupakan keterlibatan pada kontrol genetik oleh faktor diluar sekuens DNA individu
serta merubah saklar genes kemudian menjelaskan protein hasil transkripsi dan terlibat dalam proses
normal seluler (Simmons D, 2008).
Pengertian epigenetik pertama kali diperkenalkan oleh Conrad Waddington di tahun 1940, sebagai
cabang ilmu biologi yang mempelajari sebab interaksi antar gen-gen dan produknya menjadi suatu fenotip.
Saat ini epigenetik didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari perubahan fungsi gen pada turunan
4
mitosis dan meitosis dan tidak berkaitan dengan sekuens DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) atau tidak
menyebabkan pada perubahan sekuens DNA. Modifikasi epigenetik terjadi pada varian dari histone,
modifikasi postranslasi dari asam amino pada ekor terminal asam amino dari histon dan modifikasi dari
covalent dasar DNA (Dupont C et al., 2009)
B. Epigenetik Diabetes Melitus
Sepuluh tahun terakhir, prevalensi dan insidensi obesitas meningkat di seluruh dunia. Dengan
peningkatan insidensi tersebut gangguan genetik terhadap predisposisi diabetes tipe 2 meningkat pada
semua populasi. Saat ini telah ditemukan lebih dari 50 gen abnormal terkait dengan diabetes tipe 2. Gen
yang abnormal tersebut berbeda untuk tiap ras, seperti afroamerika, Asia, dan eropa. Kontribusi
presdisposisi genetik secara individual sangat kecil berkisar < 15% dari predisposisi terhadap diabetes tipe
2, sehingga samapi saat ini sangat sulit dilakukan analisis patofisiologi dengan menggunakan formasi
genetik pada diabetes tipe 2 (Lebovitz, 2012).
Proses perubahan genetik yang akan merubah sistem sel, terdiri dari tiga sistem yang saling
berinteraksi terhadap “silence genes” (disreglukosasi gen), yaitu metilasi DNA, modifikasi histone, dan “RNA
– associated silencing” (Disreglukosasi RNA). Metilasi DNA adalah proses kimiawi yang menambahkan grup
metil pada DNA. Hal tersebut sangat spesifik dan selalu terjadi pada wilayah rantai yang mengandung
protein sitosin hingga guanine yang diikat oleh fosfat, yang sering disebut sebagai CpG. Modifikasi Histon,
merupakan modifikasi dari protein primer dari kromatin, yang merupakan bagian dari komplek DNA dan
protein yang memperbaiki kromosom. Saat histone termodifikasi setelah tertranslasi menjadi protein, akan
berpengaruh pada pembentukan kromatin, yang berhubungan dengan kromosom DNA yang sudah
tertranslasi. RNA-Associated Silencing, gen-gen dapat dimatikan oleh RNA, pada proses trankripsi
antisense, RNA noncoding, atau interferen RNA. RNA dapat mempengaruhi ekspresi gen dengan merubah
bentuk heterokromatin atau dengan memicu modifikasi histon dan metilasi DNA (Simmons, 2008).
Diabetes tipe 1 merupakan penyakit yang komplek, gabungan dari beberapa etiologi genetik,
epigenetik, dan faktor lingkungan. Pada decade terakhir terjadi kenaikan insidensi penyakit tersebut yaitu 3
– 5% per tahunnya, hingga dapat diestimasikan akan terdapat penderita baru sekitar 65.000 kasus per
tahun pada anak dibawah usia 15 tahun. Peningkatan insidensi tersebut akibat dari interaksi antara
presdiposisi genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang terlibat adalah faktor infeksi oleh
enterovirus atau endogenus retrovirus dan protein susu, polusi, variasi flora usus, dan paparan vitamin D
(Stankov et al., 2013).
Pembentukan, pemeliharaan, metabolism, dan regenerasi sel β dapat terlibat pada mekanisme
epigenetik. Respon imun termasuk aktivasi sel T dan induksi sel Treg, jarang terlibat dalam proses
reglukosasi epigenetik. Insulin dan metabolism glukosa berperan dalam epigenome jaringan seperti liver,
dan pancreas, yang berperan dalam sistem patologis dari diabetes tipe 1 (Stankov et al., 2013).
C. Ribonucleid Acid (RNA) dan Mikro RNA
Teori Dogma sentral menerangkan proses DNA menjadi protein melalu transkripsi menjadi RNA dan
akan ditranslasi menjadi protein. Transkripsi merupakan proses sintesis RNA kemudian proses pemisahan
sekuens intron dari RNA dan akan diterjemahkan menjadi sintesis protein (Mubarika, 2013).
Secara struktur RNA akan terbagi menjadi dua kubu, yaitu RNA terkoding dan non koding. Untuk
RNA terkoding akan menjadi messanger RNA, dan RNA non koding akan terbagi menjadi RNA transkripsi
dan RNA kecil. RNA transkripsi menjadi rRNA (ribosomal) dan tRNA (transfer). RNA kecil akan terbagi
menjadi empat yaitu siRNA (smaal interfering), miRNA / stRNA (micro / small temporal), sncRNA (small
nucleolar) dan snRNA (small nuclear) (Buckingham, 2003).
Pada pembentukan sekuens genome manusia, sering didapati beberapa genome mayor tidak
mempunyai protein yang dapat diterjemahkan, sehingga genome tersebut berisi elemen nonkoding dan
sekuens yang tidak mempunyai fungsi, genome nonkoding tersebut dirujuk sebagai sampah DNA. Pada
5
penelitian terkini ditemukan sebuah DNA familial dari sebagian kecil nukleotid 22 rantai tunggal,
nonkoding, RNA endogenus, yang kemudian dikenal dengan mikro RNA (miRNA). Dilaporkan beberapa
miRNA ditemukan dalam banyak organisme, termasuk manusia. miRNA berfungsi sebagai represi translasi
dengan menghambat ekspresi gen-gen spesifik hingga proses pembelahan dasar antara miRNA basis area
dan area 3 yang tidak dapat diterjemahkan (3 Untranslated Region / UTR). Satu miRNA dapat mengontrol
banyak gen, dan satu gen dapat mengontrol banyak miRNA. miRNA mampu berperan mengontrol faktor
transkripsi, bermacam efek pada genome, dan berbagai patofisiologis sel, seperti pembentukan sel, respon
stress, penyakit jantung, angiogenesis, onkogenesis, dan diabetes mellitus. Pada manusia terdapat lebih
dari 1000 miRNA yang terkoding (Kumar, 2012).
Ekspresi miRNA sering terjadi pada jaringan spesifik, pertumbuhan spesifik, dan juga mempunyai
peranan penting dalam represi dari ekspresi gen pada tahapan spesifik dalam proses variasi biologi.
Beberapa data hasil penelitian menegaskan bahwa miRNA berperan dalam sekresi insulin, pembentukan
islet pancreas, diferensiasi sel beta, dan kontrol secara tidak langsung terhadap metabolism glukosa dan
lemak, dan terlibat dalam komplikasi sekunder pada penyakit diabetes mellitus (Tang et al., 2008).
D. miRNA Pada Homeostasis Glukosa
Sekresi normal insulin dan aktivitasnya dalam menjaga kadar glukosa darah dan miRNA mempunyai
kemampuan membuat jalur sendiri dalam mengatur reglukosasi glukosa. Salah satu miRNA yang ditemukan
bertanggung jawab terhadap jalur lain dalam sekresi insulin adalah miR-375. Salah satu target dari miR-375
adalah myotropin (Mtpn), merupakan protein yang terlibat dalam tahap dasar dari sekresi sel beta
pancreas. Myotropin ini diduga dimediasi oleh NF-kB dan berinteraksi dengan protein actin-capping (CapZ),
yang menghambat polimerasi actin, dan menginduksi oksitosis granul insulin. Pada penelitian dengan
menggunakan tikus didapatkan miR-375, meningkatkan kadar glukosa darah dengan menurunkan jumlah
sel beta pancreas dan kadar insulin, tetapi akan meningkatkan jumlah sel alfa pancreas, dan glukosa darah
puasa, post prandial, gluconeogenesis, dan glukosa hati. Gambaran ini juga didapatkan pada model tikus
yang obes.
Myotropin ini juga akan mereglukosasi miRNA yang lain yaitu miR-124a dan let-7b, miR-124a,
banyak ditemukan pada otak dan sel saraf, serta sel beta pancreas, demikian juga dengan let-7b (Kumar,
2012). Unutk jenis miRNA yang lain yang berpengaruh terhadap reglukosasi glukosa adalah miR-9, yang
akan mereglukosasi granulophillin dan akan mempengaruhi oksitosis insulin demikian juga dengan MiR-96.
miR30d akan berpengaruh terhadap transkripsi insulin, miR-335, miR-15a, dan miR-34a akan
mempengaruhi oksitosis insulin (Shantikumar S et al., 2012).
Gambar 1. Diagram skematik potensi miRNA sebagai biomarker atau target pengobatan (disadur dari
Kumar et al., 2012)
BAB IV. miRNA PADA KOMPLIKASI DIABETES
miRNA mempunyai kemampuan untuk mengubah alur dari banyak proses biologi, seperti
proliferasi, diferensiasi, apoptosis dan pembentukan sel. Beberapa miRNA diidentifikasi mempunyai
peranan fisiologis pada target organ dari komplikasi diabetes, walaupun tidak dapat diyakini secara
6
definitif. Asosiasi antara ekspresi miRNA dengan pembentukan dan progresifitas pada beberapa komplikasi
diabetes terutama pada jantung, ginjal, saraf peripheral, otak, hati, endotel dan retina ( FernandezValverde et al., 2011 ; Kantharidis Iet al., 2011 ; Tang et al., 2008).
Beberapa penelitian peranan miRNA terhadap komplikasi diabetes, menunjukan beberapa target
organ yang terpapar, yaitu : ginjal (nefropati diabetik), mata (retinopati diabetik), pembuluh darah
(arterosklerosis diabetik), dan jantung (kardiomyopati diabetik), yang dirinci dalam table sebagai berikut :
No
1.
2.
3.
4.
Komplikasi
Nefropati Diabetik
miR-21
miR-29 family
miR-192
miR-93
miR-200 family
miR-216a
miR-377
Retinopati Diabetik
miR-93, miR-200, dan miR 29 famili
Arterosklerosis Diabetik
miR-16
miR-503
Kardiomiopati Diabetik
miR-21
miR-29
miR-30
miR-1/133
miR-320
Target Sel
PTEN
Kolagen
ZEB2, Col 1
Referensi Peneliti
VEGF
ZEB1, ZEB2,TGF-2
YB-1, PTEN
PAK1, MnSOD
Zhang et al., 2009-2014
Qin et al., 2010
Kato et al., 2007, Wang B et al., 2010, Chung et al., 2010,
Krupa et al., 2010.
Long et al., 2010.
Wang B et al, 2010, Wang B. et al., 2011.
Kato et al., 2007, Kato et al., 2010
Wang Q et al., 2008.
VEGF
Long J et al., 2010.
COX-2
CCNE1, cdc25A
Shanmugan et al., 2008
Caporali et al., 2011.
SPRY1
Kolagen
CTGF
ERG, RhoA, cdc42, WHSC2,
HCN1, dan HCN4
VEGF, FGF, IGF-1, dan IGF-1R
Thum T et al., 2008, Roy S et al., 2009.
Van Rooij et al., 2008.
Duisters et al., 2009.
Care et al., 2007, Feng et al., 2008, Wang et al., 2009, Liu et
al., 2008.
Wang et al., 2009.
Tabel 1. Tabel miRNA pada target organ komplikasi diabetes (disadur dari Kantharidis et al., 2011)
1. miRNA Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik merupakan penyebab terbanyak dari gagal ginjal kronis, menyebabkan
kerusakan glomerulus dan kecacatan ginjal secara progresif. Fibrosis merupakan karakteristik dari
akumulasi penumpukan dari matrix ektraseluler (ECM), kandungan protein pada kerusakan ginjal terbanyak
adalah kolagen, fibronektin, fibrilin, dan elastin. Pada beberapa penelitian menunjukan kemanfaatan pada
blokade EMT secara signikan menurunkan lesi fibrotic pada fibrosis ginjal model, termasuk diabetes
(Kantharidis et al., 2011).
Secara garis besar patofisiologi terjadinya nefropati diabetik adalah akibat peranan Transforming
Growth Factor Beta 1 (TGF-1), yang akan mengaktifkan beberapa miRNA yang mengakumulasi ECM.
Adanya Connective Tissue Growth Factor (CTGF) yang berfungsi dalam proses fibrogenesis akan
mengaktifkan beberapa miRNA dan menurunkan kadar ZEB2 dan meningkatkan E-Cadherin pada Proximal
Tubuler Cells (PTCs). Hal terpenting pada proses fibrogenesis pada ginjal. Progresi dari gagal ginjal kronis,
Epithelial to Mesenchymal Transition (EMT) berperan dalam progresifitas melalui respon sel epitel tubuler
terhadap TGF-β ( Krupa et al., 2010 ; Kantharidis et al., 2011).
7
Gambar 2. Alur miRNA Pada Pembentukan dan Progrsifitas Nefropati Diabetik (disadur dari Kantharidis et
al., 2011)
Kantharidis et al., 2011, melaporkan bahwa miRNA yang berperan dalam nefropati diabetik melalui
akumulasi ECM adalah miR-21, miR-93, miR-377, miR-216a melalui YB-1, miR-192, miR-29. Peranan miRNA
melalui perangsangan ZEB2 dan E cadherin adalah miR-141 dan 200a melalui TGF-β, miR-192 dan miR-200
family.
2. miRNA Retinopati Diabetik
Belum ada penelitian yang menghubungkan antara miRNA dengan retinopati diabetik. Secara
umum kondisi hiperglisemia akan meningkatkan ekspresi beberapa faktor pertumbuhan, yang akan
mempengaruhi pathogenesis retino diabetik (Kantharidis et al., 2011).
Penelitian yang dilakukan McArthur et al., 2011, menunjukan peranan miR-200b, yang mempunyai
peranan terhadap Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), sebagai target oleh miR-200b, dan
terlokalisasi pada neural, glial, dan element pembuluh darah. Pada pemberian miR-200b secara intravireal
dan tranfeksi sel endothelial akan mencegah peningkatan VEGF pada retinopati diabetik, disamping
menjaga peningkatan permeabilitas akibat diabetes dan angiogenesis.
miR-93 ditemukan pada nefropati diabetik, melalui jalur VEGF, pada retinopati diabetes peranan
miR-93 tersebut lebih merupakan target dari VEGF, dimana berperan dalam komplikasi mikrovaskular (Long
et al., 2010).
Pada penelitian yang melaporkan hasil langsung peranan miRNA pada retinopati diabetik, adalah
penelitian yang dilakukan oleh Kovacs et al., 2011, dengan menggunakan tikus percobaan didapatkan
penurunan regulasi pada miR-20b, miR-499, dan miR-690 yang ditemukan pada retina tikus diabetik.
Sedangkan pada Retinal Endothelial Cells (RECs) ditemukan miRNA yang merangsang regulasi RECs yaitu
miR-15b, miR-19b, miR-21, miR-31, miR-142, miR-146a, miR-155, miR-339-5p, miR-342-3p, dan miR-450a.
Gambar 3. Diagram skematik peranan miRNA pada proses patofisologi retinopati diabetes (disadur dari
Kumar et al., 2012)
3. miRNA Arterosklerosis Diabetik
Arterosklerosis diabetik terjadi akibat dari perlukaan pada endotel, yang akan diikuti dengan adesi
dan agregasi trombosit (Colwell et al., 1981). miR-15a dan16 ditemukan overekspresi pada keadaan
8
iskemia pada kaki dengan neovaskularisasi dengan aktivasi dari sirkulasi sel proangigenik (Spinetti et al.,
2013).
Ekspresi dari miR-503 pada sel endothelial sebagai faktor regulator, pada kondisi hiperglikemi dan
iskemik akibat kelaparan (rendahnya faktor pertumbuhan). Pada kondisi normal miR-503 merangsang
ekspresi untuk menghambat proliferasi dari sel endotelial (Caporali et al., 2011).
Gambar 4. Skematik diagram patofisiologi arterosklerosis (disadur dari Siracuse & Chaikof, 2012)
Tabel 2. Beberapa miRNA yang terlibat pada proses arterosklerosis (disadur dari Chen et al., 2012)
4. miRNA Kardiomiopati Diabetik
Kardiomiopati diabetik merupakan komplikasi diabetes pada jantung yang ditandai dengan
hipertrofi otot jantung dan gangguan kontraktilitasnya hingga mengakibatkan gagal fungsi jantung.
Keterlibatan miR-133, pada komplikasi tersebut diketahui sejak ditemukannya berekspresi pada jantung
dan proses miogenesis, serta pada subyek diabetes miR-133 menjadi konstributor pada pathogenesis
kardiomiopati. Elevasi ekspresi miR-133 tergantung dari serum respone factor (SRF), yang meingkat pada
jantung diabetic. Secara patofisiologi penurunan SRF akan mencegah elevasi ekspresi miR-133, yang
berdampak pada konduktivitas jantung, disregulasi SRF akan berakibat pada hipertrofi dan patologis
kelainan jantung yang dapat diobservasi sejak tahapan awal gagal jantung (Kantharidis et al., 2011).
9
Gambar 5 . Diagram skematik peranan miRNA pada proses patofisologi kardiomiopati diabetes (disadur
dari Kumar et al., 2012)
Secara skematik pada awal komplikasi diabetes pada jantung akan terjadi over ekspresi miR-133,
yang mengakibatkan Long QT syndrome (LQTS), sehingga secara patofisiologis tubuh akan menurunkan
ekspresi miR-133 melalui SRF yang mengakibatkan penurunan dari rho A, cdc42, dan hsc2 dan nelf A hingga
terjadi hipertrofi jantung (Kantharidis et al., 2011 dan Kumar et al., 2012).
miR-1 berperan pada regulasi kardiak aritmogenik dengan target pada KCNJ2 (encoding channel K
sub unit dari Kir2.1) dan GJA1 (encoding dari connexin 43) dan menurunkan konduksi jantung, hingga
mengakibatkan depolarisasi membrane sitoplasma. Pada penelitian dengan tikus didapatkan peningkatan
regulasi hyperpolarization-activated cyclic nucleotide-gated (HCN) 2 dan 4 akan mengakibatkan reduksi
miR-1 dan 133. Elevasi ekspresi miR-1 pada individu dengan penyakit jantung coroner juga akan didapatkan
pada jantung normal dengan manifest menjadi penyakit jantung dengan aritmia (Kumar et al., 2012).
BAB V. PUSTAKA
American Diabetes Association, 2002. Implication of The United Kingdom Prospective Diabetes Study.
Diabetes Care 25 ; pp :S28-31.
Andersson KGD dan Svardsudd K, 1995. Long-Term Glycemic Control Realtes to Mortality in Type II
Diabetes. Diabetes Care 18 (12) ; pp : 1534 – 43.
Buckingham S, 2003. The Major World Of microRNAs. Horizon Understanding The RNAissance ; pp : 1 – 3.
Brownlee M, Aiello PL, Cooper EM, Vinik LA, Nesto WR dan Boulton JMA, 2011. Complication of Diabetes
Mellitus dalam Melmed Shlomo, Polonsky SK, Reed Larsen P, Kronenber MH (Eds) Williams Textbook
of Endocrinology 12th (ed). Saunders-Elsevier : pp : 1462 – 551.
Caporali A, Meloni M, Vollenkie C, Bonci D, Sala-Newby, Addis R, Spinetti G, losa S, dan Masson R, 2011.
Deregulation of microRNA-503 Contributes to Diabetes Mellitus induced Impairment Of Endothelial
Function And reparative Angiogenesis After Limb Ischemia. Circulation 123 (3) ; pp : 282 – 91.
Chen JL, Lim HS, Yeh TY, Lien CS, dan Chiu JJ, 2012. Roles of microRNAs In Athrosclerosis And Restenosis.
Journal of Biomedical Science 19 (79) ; pp : 1 – 13.
Colwell AJ, lopes-Virella M, dan Halushka VP, 1981. Pathogenesis of Artherosclerosis In Diabetes Mellitus.
Daibetes Care 4 (1) ; pp : 121 – 33.
Dupont C, Armant R, dan Brenner AC, 2009. Epigenetiks : Definition, Mechanisms And Clinical Perpective.
Semin Reprod Med 27 (5) ; pp : 351 – 7.
Etrawati F, 2012. Intervensi Perilaku Dan Lingkungan Dalam Pencegahan Kejadian Penyakit Malaria Di
Indonesia Tahun 2012. ejournal litbang depkes ; pp 25 – 31.
Fowler JM, 2008. Microvascular and Macrovascular Complication of Diabetes. Clinical Diabetes 26 (2) ; pp :
77 – 81.
Griera JM, Nadal JF, Munoz C, Vidal MV, Ruiz AH, Sallent VL, 1995. Chronology of Complication Diabetes In
Adults. The Raval Sud Study. An Med Interna 12 (9) ; pp : 431 – 7.
Kantharidis P, Wang B, Carew MR, dan Lan YH, 2011. Diabetes Complications : The MicroRNA Perspective.
Diabetes 60 ; pp : 1832 – 37.
10
Krupa A, Jenkins R, Luo DD, Lewis A, Phillips A, dan Fraser D., 2010. Loss of MicroRNA-192 Promotes
Fibrogenesis In Diabetik Nephropathy. J Am Soc Nephrol 21 ; pp : 438 – 47.
Kumar M, Nath S, Prasad KH, Sharma DG, dan Li Yong, 2012. MicroRNAs : A New Ray of Hope For Diabetes
Mellitus. Protein Cell 3 (10) ; pp : 726 – 38.
Kovacs B, Lumayag S, Cowan C, dan Xu S, 2011. microRNA in Early Diabetik Retinopathy In StreptozotocinInduced Daibetic Rats. IOVS 52 (7) ; pp : 4402 – 9.
Lebovitz EH, 2012. Type 2 Daibetes – The Evolution Of A Disease. British Journal Of Diabetes And Vascular
Diasease 12 (6) ; pp : 290 – 8.
Litwak L, Goh S, Hussein Z, Rachid M, Prusty V, dan Khamseh EM, 2013. Prevalence of Diabetes
Complication In People with Type 2 Diabetes Mellitus And Its Association With Baseline
Characteristics in The Multinational A1chieve Study. Diabetology & Metabolic Syndrome 5 (57) ; Pp : 1
– 10.
Liu Z, Fu Chaowei, wang W, dan Xu Biao, 2010. Prevalence of Chronic Complication of Type 2 Diabetes
Mellitus in Outpatients-a Cross Sectional Hospital Based Survey in Urban China. Health And Quality Of
Life Outcome 8 (62)- Biomed Central ; pp : 2 – 9.
Long J, Wang Y, Wang W, Chang B, dan Danesh F, 2010. Identification of MicroRNA-93 as A Novel Regulator
of Vascular Endothelial Growth Factor in Hyperglycemic Conditions. Journal of Biological Chemistry
285 (30) ; pp : 23457 -65.
McArthur K, Feng B, Wu Y, Chen S, dan Chakrabarti S, 2011. MicroRNA-200b Reglukosates Vascular
Endothelial Growth Factor-Mediated Alteration in Diabetik Retinopathy. Diabetes 60 ; pp : 1314 – 23.
Mubarika S, 2013. Molecular Basic Of Gene Expression Reglukosation. PPT Kursus Biologi Molekuler dan
Imunologi – Pusat Kedokteran Tropis – Universitas Gadjah Mada.
Ohkubo Y, Kishikawa H, Araki E, Miyata T, Isami S, Motoyoshi S, Kojima Y, Furuyoshi N, dan Shichiri M, 1995.
Intensive Insulin Therapy Prevents The Progression Of Diabetik Microvascular Complication In
Japanese Patients With Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus : A Randomized Propective 6-Year
Study. Diabetes Reseach And Clinical Practice 28 (2) : pp : 103 – 17.
Simmons D, 2008. Epigenetik Influences And Disease. Nature Education 1 (1) ; pp : 6
Siracuse & Chaikof, 2012. The Pathogenesis Of Diabetic Artherosclerosis dalam Shrikhande & McKinsey
(eds) :Diabetes And Peripheral Vascular Disease : Diagnosis and Management. Springer Science And
Business Media. New York. Pp : 13 – 26.
Shantikumar S, Caporali A, dan Emanueli, 2012. Rple of mikroRNAs Pada Diabetes dan Komplikasi
Kardiovaskuler. Cardiovascular Reseach ; pp : 583 – 593.
Spineeti G, Fortunato O, Caporali A, Shantikumar S, Marchetti M, Meloni M, Deschamp B, Floris I, Sangalli E,
Vono R, Faqlia E, Specchia C, Pintus G, Madeddu P, dan Emanueli C, 2013. MicroRNA-15a and
MicroRNA-16 Impair Human Circulating Proangiogenic Cell Functions And increased In The
Proangiogenic Cells And Serum of Patients With Critical limb Ischemia. Circ Res 112 (2) ; pp : 335 –
46.
Stankov K, Benc D, dan Draskovic D, 2013. Genetik and Epigenetik In Etiology of Diabetes Mellitus Type 1.
Pediatric 132 ; pp : 1112- 22.
Stolar M, 2009. Glycaemic Control and Complication in Type 2 Diabetes Mellitus. The American Journal of
Medicine 123 (3) ; pp : S3-11.
Tang X, tang G, dan Ozcan S, 2008. Role of microRNA in Diabetes. Biochim Biophys Acta 1779 (11) ; pp : 697
– 701.
Villeneuve ML dan Natarajan Rama, 2010. The Role Of Epigenetiks In The Pathology Of Diabetik
Complication. Am J Physiol Renal Physiol 299 ; pp : F14 -25.
Download