15. PEMANASAN GLOBAL

advertisement
1
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DALAM PELESTARIAN HUTAN SEBAGAI PENCEGAH
PEMANASAN GLOBAL*)
Oleh: Tarsoen Waryono **)
Abstrak
Pemanasan global yang kini menjadi isu dunia, nampaknya mulai dirasakan oleh
sebagian dari masyarakat, dengan berubahnya suhu udara, naiknya jumlah volume
hujan dan munculnya genangan (banjir) di beberapa daerah. Atas dasar itulah
pemberdayaan masyarakat untuk ikut berkiprah, merupakan salah satu bentuk
sumbangsih kiat-kiat kepedulian dalam kaitannya dengan upaya pengendaliannya.
Bab I
Pendahuluan
Pemanasan global telah menjadi isu internasional sejak beberapa dekade yang lalu,
walaupun mungkin sebenarnya masih terdapat ketidakpastian apakah benar akan terjadi
pemanasan global. Sebagai akibat dari pemanasan global, memberikan dampak sangat besar
baik terhadap iklim dunia, maupun kenaikan permukaan air laut.
Dampak iklim global ini akan mengakibatkan perubahan tatanan hujan pada suatu
wilayah; dimana sebagian wilayah hujannya akan bertambah dan di beberapa wilayah lainnya
hujannya akan berkurang. Hal ini memberikan dampak turunan terhadap sistem pertanian
dalam arti luas.
Kenaikan permukaan laut akan menyebabkan terendamnya daerah pantai yang
rendah, hal ini akan menimbulkan kesulitan terhadap negara-negara yang memiliki pulaupulau kecil, seperti Maldives, Fiji dan Marshall; negara dengan delta yang luas (Mesir dan
Banglades); serta negara yang memiliki daerah rawa pantai yang luas seperti Indonesia.
Di Indonesia daerah rawa pantai seperti mangrove, tambak udang, daerah pasang
surut dan kota-kota yang berdataran rendah seperti (Jakarta, Surabaya dan Banjarmasin),
terancam akan terendam. Kerugian lain misalnya akan munculnya gelombang badai dan
menyusupnya intrusi air laut.
Mencermati atas uraian tersebut di atas, dalam kaitannya dengan upaya pengendalian
terhadap pemanasan global, memberdayakan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
membangun kawasan hijau baik dalam bentuk hutan maupun hijauan lainnya, merupakan
alternatif pendekatan yang dinilai efektif dan rasional.
*). Paparan disampaikan kepada Menteri Negara Permukiman dan Pengembangan Wilayah
(Kimpraswil), Selasa 9 April 2002.
**). Staf pengajar FMIPA dan Pengelola Hutan Kota Universitas Indonesia
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
2
Keberadaan tersebut menunjukkan bahwa pepohonan hutan berpotensi dalam hal
pencegahan pemanasan global; karena jasa-jasa biologis dan hidrologisnya serta mampu
mendaur ulang CO2 secara alami.
Atas dasar itulah dalam paparan ini penulis ingin mencoba mengungkap lebih jauh
proses terjadinya pemanasan global, dampak dan upaya penangannya; serta memberdayakan
masyarakat untuk tujuan pencegahannya.
Bab II
Pemanasan Global dan Pelestarian Hutan
2.1. Fenomena Pemanasan Global
Bumi mempunyai suhu yang sesuai bagi kehidupan baik manusia maupun lainnya,
akibat dari efek rumah kaca (ERK). Jika tidak ada ERK di dunia ini, maka bumi akan
mempunyai suhu di bawah titik beku, yang akan berpengaruh terhadap kehidupan di muka
bumi ini. Dengan demikian ERK tidaklah seburuk apa yang diduga oleh setiap insan yang
awam terhadap penge-tahuan tersebut.
Cahaya matahari yang berwarna putih, sebenarnya terdiri atas berbagai macam jenis
warna (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu). Masing-masing jenis warna mempunyai
panjang gelobang tertentu, cahaya ungu mempunyai panjang gelombang terpendek, dan
merah terpanjang. Di sisi lain ada cahaya yang tidak tampak yaitu “Ultra violet” dengan
panjang gelombang lebih pendek dari pada cahaya unggu; namun sebaliknya cahaya inframerah dengan panjang gelombang lebih panjang dari pada merah, dan merupakan sinar yang
bersifat panas.
Di dalam atmosfer, bumi terdapat berbagai jenis gas; dimana gas-gas tersebut dapat
meneruskan sinar matahari yang bergelombang pendek, hingga sinar mata hari dapat sampai
ke permukaan bumi dan akibat yang ditimbulkannya permukaan bumi menjadi panas; dan
permukaan bumi memancarkan kembali sinar yang diterimanya. Menurut hukum fisika
panjang gelombang sinar yang dipancarkan sebuah benda tergantung pada suhu benda
tersebut. Makin tinggi suhunya akan semakin pendek gelombangnya. Matahari dengan suhu
yang tinggi, memancarkan sinar dengan gelombang yang pendek. Namun sebaliknya karena
permukaan bumi dengan suhu yang rendah, maka memancarkan sinar dengan gelombang
panjang yaitu sinar infra-merah. Sinar infra merah dalam atmosfer terserap oleh gas tertentu,
hingga tidak terlepas ke angkasa luar. Panas yang terperangkap di dalam lapisan bawah
atmosfir yang disebut troposfer; sebagai akibat yang ditimbulkannya permukaan bumi dan
tropsfer menjadi naik suhu udaranya; dan peristiwa inilah yang disebut dengan istilah “efek
rumah kaca”.
Gas yang menyebabkan terjadinya ERK disebut “gas rumah kaca“ (GRK); yang
antara lain meliputi uap air (H2O); Carbon dioksida (CO2); metan (CH4); N02; Ozon dan CFC
(gas buatan manusia).
Pemantauan terhadap kadar GRK dalam atmosfer, kecuali air menunjukan kecenderungan semakin meningkat; oleh karena itu dikhawatirkan intensitas ERK akan menjadi naik,
hingga suhu permukaan bumi akan menjadi lebih tinggi dari keadaan sekarang ini; peristiwa
inilah yang dikenal dengan istilah “pemanasan global”. Menurut Scneirder (1989), jika
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
3
kecenderungan seperti sekarang ini terus berlangsung, maka pada abad yang akan datang
suhu udara permukaan bumi akan naik antra 2,3oC sam pai 7,0oC; walaupun kenaikan ini
nampaknya kecil, namun dampaknya akan sangat besar.
2.2. Hutan dan Isu Global
Kerusakan hutan, khususnya hutan hujan tropis, kini ditelaah erat kaitannya dengan
isu global, terutama kepunahan jenis flora dan fauna atau keragaman hayati (biodiversity),
dan pemanasan global. Oleh karena itu dampak hidroorologi akibat kerusakan hutan sifatnya
lokal, regional dan nasional, dan masalah ini kurang disoroti sebagai isu global. Namun
demikian masalah penggurunan, sebagai akibat proses erosi yang berlebihan hingga
terbentuk bentang alam yang menyerupai gurun, telah menarik perhatian internasional, hal ini
nampaknya erat kaitannya dengan dampak negatif akibat pemanasan global yang terjadi.
Isu-isu di atas, dapat dilihat dari dua kepentingan baik internasional maupun nasional.
Terhadap kepentingan internasional, erat kaitannya dengan pembagian biaya penanganan
masalah global. Ditinjau dari segi luasan penyusutan hutan, nampaknya hutan tropis relatif
lebih kecil dibanding dengan hutan non-tropis. Kerusakan hutan tropis tercatat 15,15% (7,01
juta km2), dan kerusakan padang rumput sebesar 19,1% (6,47 juta km2), sedangkan
kerusakan hutan non-tropis sebesar 13,6 kali lipat lebih besar dibanding dengan penyusutan
pada hutan hujan tropis. Akan tetapi isu yang terlontar bahwa kerusakan hutan hujan tropis
lebih besar dibanding dengan hutan non-tropik. Dugaan lebih mendasar bagi negara-negara
maju saat itu, bahwa kerusakan lapisan ozon di stratosfer disebabkan oleh rusaknya hutan
tropis.
Akhirnya dugaan itu menjadi reda setelah diperolehnya data penyebab rusak-nya
lapisan ozon dan kadar GRK di atmosfer, lebih cenderung disebabkan oleh kenaikan gas CFC
(gas buatan manusia, mengkonsumsi 29%) yang banyak digunakan dalam industri (karet,
plastik busa, AC dan alat pendingin lainnya). Kerusakan lapisan ozon seperti yang
dikemukakan oleh Falk dan Brownlow (1989), mempunyai pengaruh naiknya sinar UV-B yang
dapat mencapai bumi; yang berakibat sebagai penyebab naiknya frekwensi penyakit kangker
kulit, katarak dan menurunnya kekebalan tubuh manusia.
Walaupun hutan memberikan dampak yang relatif kecil terhadap pemanasan global
dibanding dengan gas CFC, bukan berarti bahwa kerusakan-kerusakan yang terjadi dianggap
aman. Penebangan hutan secara besar-besaran terutama di negara-negara berkembang
cenderung memberikan pengaruh besar terhadap iklim global. Oleh karena itu harus diakui
bahwa hutan sebagai sumber utama penyebab ERK. Demikian halnya dengan besaran laju
erosi yang melebihi ambang batas erosi yang diijinkan, menimbulkan sedimentasi baik di
sepanjang badan sungai dan atau muara sungai, hingga menyebabkan banjir pada musim
hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
Sedimen yang terjadi pada muara-muara sungai, memberikan dampak negatif
terhadap kelangsungan hidup hutan mangrove, yang erat kaitannya dengan kehidupan biota
perairan laut. Di sisi lain, kerusakan hutan tropis menyebabkan terancamnya degradasi jenis
flora dan fauna khsusnya terhadap jenis-jenis endemik.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
4
2.3. Dampak Pemanasan Global
Timbulnya isu pemanasan global, karena dampaknya yang sangat besar, dan seandainya hal tersebut betul terjadi, akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan
permukaan air laut, yang secara langsung baik cepat atau lambat akan menimbulkan dampakdampak turunannya.
a. Perubahan iklim
Para pakar lingkunagan sependapat bahwa pemanasan global akan menyebab-kan
terjadinya perubahan iklim sedunia. Karena kenaikan suhu udara di permukaan bumi, maka
laju penguapan air akan meningkat, dengan demikian jumlah awan dan hujan secara umum
akan meningkat; dan menyebabkan distribusi curah hujan secara regional akan berubah. Di
suatu daerah tertentu jumlah hujannya naik, akan tetapi di beberapa tempat lainnya akan
mengalami penurunan.
Di Asia Tenggara, curah hujan akan bertambah; sedangkan di wilayah Indonesia bagi
daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, penambahan curah hujan akan menimbulkan
bahaya banjir dan meningkatnya erosi. Sedangkan kenaikan suhu udara karena pemanasan
global akan mempersulit masalah kekurangan air (defisit air) di daerah tertentu.
Mencermati pernyataan Scneirder (1989), terhadap perubahan suhu udara, kecenderungan yang kini dirasakan telah menjadi kenyataan. Di beberapa kota di Indonesia, pada
tahun 1970-an rata-rata suhu udara di Jakarta tercatat berkisar antara 24oC dan 26oC, dan
kini telah berubah antara 28,12oC dan 30,26oC; di Bogor tercatat berkisar antara 24,09oC dan
25,11oC, kini telah berubah antara 25,14oC dan 27,31oC, sedangkan di kota Bandung tercatat
berkisar antara 18,11oC dan 23,15oC, dan kini telah berubah antara 24,28oC dan 26,22oC.
Perubahan suhu udara di beberapa kota juga berpengaruh terhadap kelembaban relatif, yang
cenderung turun rata-rata dari ketiga kota 6,23% hingga 8,35%.
Perkiraan lainnya yang menyertai perubahan iklim di Asia Tenggara, menurut
Scneirder (1989), naiknya frekuensi dan intensitas badai. Indonesia saat ini masih beruntung
karena terletak di luar daerah badai topan; namun demikian apakah badai yang berlangganan
di bagian wilayah Filipina akan bergeser kearah selatan.
Terhadap perubahan curah hujan, nampaknya juga mulai dirasakan pengaruhpengaruhnya. Walaupun curah hujan meningkat dan ditandai dengan peningkatan genangan
(banjir), akan tetapi neraca keseimbangan air setiap tahunnya memperlihatkan defisit air yang
semakin berkelanjutan. Suatu contoh S. Ciliwung di Kota Depok, pada tahun 1970-an, pada
bulan kering (Agustus), tercatat memiliki debit >413 m3/detik; namun kini pada bulan yang
sama hanya memiliki debit 32,44 m3/detik; S. Serayu di Rawalo (Jembatan Cindaga), pada
bulan Juli tercatat memiliki debit 1.843 m3/detik, dan kini pada bulan yang sama hanya
memiliki debit 169,65 m3/detik, dan kemungkinan juga terjadi pada beberapa sungai lainnya.
Contoh isu di atas, memperlihatkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi akibat
pemanasan global dimuka bumi ini.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
5
b. Kenaikan Permukaan Laut
Beberapa pendapat juga masih mempersoalkan ketidak pastian yang besar sebagai
akibat dari pemanasan global; walaun di beberapa tempat secara nyata telah dirasakan
akibat-akibatnya. Suatu prediksi para pakar lingkungan, permukaan air laut akan naik setinggi
satu meter sejak tahun 2045, dan akan terlihat efektif pada tahun 2060. Kenaikan air laut
diduga disebabkan oleh beberapa hal antara lain (a) adanya kenaikan suhu air laut, hingga
menyebab-kan pemuaian di atas permukaan; dan menyebabkan volumenya bertambah; (b)
melehnya es abadi di benua Antartika, dan pengunungan-pegunungan tinggi; (c) kenaikan air
laut juga disebabkan turunnya permukaan tanah sebagai akibat dari proses geologi.
Sebagai akibat kenaikan permukaan air laut, menyebabkan (a) terendamnya daerahdaerah genangan (rawa), seperti di daerah pasang surut Pulau Sumatera bagian Timur,
Kalimantan bagian Selatan dan Irian Jaya bagian Barat; (b) meningkat dan meluasnya intrusi
air laut yang menyusur melalui badan-badan sungai pada saat musim kemarau.
Suatu pendapat para pakar lingkungan bahwa peranan fungsi jasa biologis, ekologis
dan hidrologis komunitas vegetasi hutan dinilai mampu dalam mengendalikan degradasi
lingkungan yang erat kaitannya dengan pemanasan global. Atas dasar itulah dalam paparan
ini juga akan diungkap fenomen pelestarian hutan. Adapun keterkaitan dengan makna
pemberdayaan masya-rakat dalam kaitannya dengan pelestarian hutan, dimaksudkan untuk
memacu keperduliannya untuk ikut berkiprah dalam pelestarian lingkungan melalui
pembudidayaan hutan; karena hutan merupakan sumber oksigen yang sangat esensial
dibutuhkan oleh setiap insan manusia, dan atau kehidupan lainnya.
Bab III
Upaya Penanganan Terhadap Penyebab
Pemanasan Global
Apabila benar kenaikan kadar GRK akan menyebabkan pemanasan global, maka
fenomena yang terjadi tidak dapat dihindari lagi, akan tetapi harus diatasi serta ditangani
seraca cermat berkelanjutan. Oleh karena itu usaha pertama yang harus ditempuh adalah
dengan mengurangi emisi karbon ke atmosfer; dengan demikian upaya-upaya yang dapat
dilakukan antara lain; (a) menaikan efesiensi penggunaan energi bahan bakar fosil; (b)
mengikat dan mendaur ulang C02; (c) pengendalian pemanfaatan hutan secara tidak
terkontrol; (d) pening-katan reboisasi dan penghijauan yang secara rinci diuraikan sebagai
berikut:
3.1. Efesiensi Penggunakan Energi Bahan Bakar Fosil
Bahan bakar fosil, merupakan sumber cemaran CO2 terbesar. walaupun sebagian
mampu diikat oleh jasa biologis pepohonan dalam proses fotosintesis. Namun demikian
kandungan lainnya yang tercampur dengan bahan cemaran tersebut seperti aerosol, kadar
debu dan kandungan kimiannya, cenderung meningkatkan GRK.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
6
Melalui kesadaran untuk efesiensi dalam penggunaan bahan bakar fosil, nampaknya
merupakan alternatif yang dinilai positif. Kesadaran tersebut mulai muncul dengan
perancangan pemanfaatan energi surya sebagai sumber penerangan dan atau kini sedang
diuji pemanfaatanya untuk kepentingan otomotif.
3.2. Mengikat dan Mendaur Ulang CO2
Secara umum telah diketahui bahwa secara alamiah dalam kaitannya dengan CO2
terdapat dua proses yang berlawanan; yaitu proses fotosintesis dan pernafasan. Dalam
proses fotosistensis hanya dapat dilakukan oleh hijau daun; dimana CO2 diolah menjadi gula
dengan bantuan cahaya matahari sebagai sumber energinya. Sedangkan hasil samping yang
diperoleh adalah O2 (oksigen). Selanjutnya gula dimanfaatkan untuk membentuk bagian dari
tubuh tumbuhan (batang, akar dan daun), dengan demikian semakin banyak biomassa hijau,
berarti pula semakin banyak CO2 yang diikat (diserap), demikian halnya dengan oksigen yang
diproduksi.
Dalam proses pernafasan adalah sebaliknya; bahwa dalam tubuh memerlukan energi
untuk pembakaran. Kedua proses tersebut berjalan bersamaan, dan secara lamiah bahwa
hasil proses fotositesis lebih besar dibanding dengan proses pernafasan. Oleh karena itu
jumlah CO2 yang diserap jauh lebih besar, berarti proses fotosintesis membantu dalam
mengurangi jumlah CO2 pada atmosfer.
Jika menggunakan bahan bakar kayu untuk kepentingan rumah tangga dan atau
lainnya, maka jumlah CO2 yang dihasilkan cukup besar. Dengan dalih bahwa kayu yang
dimanfaatkan diimbangi dengan laju pertumbuhan hutan, maka besaran emisi CO2 di udara
jumlahnya akan tetap dan tidak menjadi bertambah.
Sebuah aspek yang cukup menarik adalah pohon randu (Ceiba petandra), dulu
diman-faatkan sebagai pengisi kasur dan bantal; akan tetapi sekarang justru tersingkir oleh
karet busa. Karet busa diproduksi dengan menggunakan CFC di pabrik, dan merupakan
sumber ozon di stratosfer. Untuk itu mempromosikan kembali untuk menggunakan kasur dan
bantal dengan kapuk merupakan cara yang sehat dan membantu mengurangi ERK.
3.3. Pengendalian Pemanfaatan Hutan
Penebangan hutan yang tidak terkontrol, perladangan berpindah dan aktifitas perhutanan lainnya. Penebangan hutan selain mengurangi jumlah biomassa yang berperanan
fungsi sebagai pengikat CO2 namun demikian akan dinilai wajar apabila terciptanya keseimbangan antara biomassa yang diproduksi dengan biomassa yang dibangun.
Perladangan berpindah seperti yang dilakukan oleh masyarakat nomadik di seki-tar
kawasan hutan, walaupun metode pendekatan bercocok tanamannya dengan cara melakukan
pembakaran; akan tetapi cara-cara yang dilakukan secara tertib dan terkontrol; karena
pemba-karan dilakukan bertepatan menjelang 2-3 hari datangnya hujan, luasannya terbatas
0,5-1,5 ha, hingga cemaran CO2 cenderung dapat dikendalikan. Berbeda halnya dengan
pembangunan hutan tanaman industri, dimana lahan yang dibuka relatif luas dan melakukan
pembakan yang tidak terkontrol, hingga menyebabkan cemaran udara, yang cenderung
mendukung terjadinya pemanasan global.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
7
3.4. Peningkatan Reboisasi dan Penghijauan
Kegiatan ini selain memperbaiki kerusakan tanah, juga merupakan sumber oksigen
yang diperoleh dari proses pengikatan (penyerapan) CO2 di alam bebas. Se-makin luas
implentasi reboisasi yang dibangun; berarti pula memberikan efektifitas terkendalinya ERK.
Dalam kenyataanya bahwa kegiatan reboisasi dan atau penghijauan juga sering
meman-faatkan pendekatan melalui pembakaran hutan. Cara-cara pembangkaran yang
menimbulkan polusi udara, nampaknya sudah mulai tidak lagi dilakukan. Dengan reboisasi
dan penghijauan, selain memberikan manfaat terhadap pengendalian ERK, juga bermanfaat
dalam hal pemulihan dan peningkatan produktifitas lahan.
Bab IV
Beberapa Aspek Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Pelestarian Hutan
Masyarakat baik di pedesaan dan atau diperkotaan dan peralihannya, pada
hakekatnya cenderung mendambakan atas kenyamanan lingkungan hidupnya. Oleh sebab itu
masyarakat juga berkepentingan terhadap sumber-sumber kenyamanannya yang berarti pula
masyarakat tergolong salah satu stake holder. yang harus bersama-sama dengan pihak
yang berkepentingan untuk ikut serta bertanggung-jawab terhadap upaya-upaya pengendalian pemanasan global.
Di lingkungan perkotaan, kenyamanan nampaknya kini menjadi persyaratan mutlak
yang harus dipenuhi, terlebih lagi di kawasan-kawasan permukiman, dimana keteduan,
keredupan dan kesan pandang menjadi indaman bagi para huniannya. Secara alami makana
kenyamanan lingkungan hidup diilustrasikan sebagai berikut:
cahaya
C02
+ H2 0
sumber polutan
(jumlah kendaraan
bermotor)
mata hari
C6 H12 06
Luas kawasan
hijau
+
02
Kenyamanan
lingkungan
Dengan mencermati rumus fotosistesis yang sederhana di atas, nampaknya jelas
bahwa kenyamanan lingkungan permukiman sangat dipengaruhi oleh kemampuan kawasan
hijau untuk mengikat dan atau mendaur ulang jumlah polutan yang didominan oleh C02 .
Dalam kaitannya dengan pelestarian hutan dan atau kawasan hijau di wilayah
perkotaan, yang dinilai mampu sebagai pengendali dan pencegah terhadap pemanasan
global, tampaknya partisipatif masyarakat perlu digalang dan dipacu untuk ikut serta dalam
pelestariannya dalam pada itu aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan
masyarakat meliputi hal-hal sebagai berikut:
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
8
(1). Aspek kesadaran pentingnya hutan (kawasan hijau) sebagai salah satu penyangga
kenyamanan lingkungan hidup;
(2). Aspek peningkatan pengetahuan masyarakat dalam kaitannya dengan multiguna
peranan fungsi hutan (kawasan hijau);
(3). Aspek ekonomi, memberikan informasi dan peluang untuk bekerja dan berusaha pada
sektor perhutanan;
(4). Aspek sosial, dimana hutan merupakan bagian hidup bagi masyarakat, karena produk
oksigen dari pepohonan hutan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap insan
kehidupan;
(5). Aspek pengaman, dimana hutan (kawasan hijau) merupakan kawasan penyangga baik
terhadap kesuburan tanah, air dan kehidupan satwa liar;
Bab V
Kesimpulan dan Saran
(1). Dampak pemanasan global akibat efek rumah kaca, nampaknya kini menjadi tanggungjawab bersama mengingat bahwa ancaman-ancamanya mulai dapat dirasakan.
(2). Upaya pengendalian terhadap pemanasan global dinilai belum terlambat; serta
keyakinan para pakar lingkungan bahwa pepohonan baik dalam bentuk hutan, budidaya
pertanian dan atau lainnya mampu untuk mengegah dan mengendalikannya. Untuk itu
menggalakan partisipasi masyarakat untuk ikut berkiprah merupakan pendekatan yang
dinilai cukup strategis.
(3). Penyuluhan atas peranan fungsi jasa biologis, ekologis dan hidrologis kawasan hijau,
nampaknya perlu diperdayakan kepada masyarakat secara luas; mengingat bahwa pepohonan merupakan bagian dari kehidupan setiap insan.
Daftar Pustaka
Anonimuos., 1994. Sea level rise. A selective retrospection. Delft Hydraulics. Nederland.
Falk., J,. and Brownlow, 1989. The Greenhouse challenge. Penguin Books Australia.
Graedal., TE,. 1989. The Changging Atmosfer. Scientific American.
UNEP, 1989. Criteria for assessing vunerability to sea level rise.
Wind,. MG., Impact and level rise on society.
Waryono., Tarsoen,. 1990. Konsepsi Pembangunan Hutan Kota Berwawasan Lingkungan.
Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
9
_______________, 1990. Peran Fungsi Jasa Bio-eko-hidrologis Pepohonan Terhadap
Lingku-ngan Fisik Kritis Perkotaan. Publikasi HK-02/1990. Pelaksanaan Program
Pembangunan Hutan Kota Universitas Indonesia.
_______________, 1997. Aspek Pemberdayaan Atas Kekurang Perdulian Masyarakat
Terhadap Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Publikasi HK-07/1997. Pelaksanaan
Program Pembangunan Hutan Kota Universitas Indonesia.
_______________, 2000. Kajian Spatial Elemen Iklim Mikro di Beberapa Kota di Jawa; (Studi
Kasus Jakarta, Bogor dan Bandung). Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia.
_______________, 2001. Analisis Debit Aliran Sungai Ciliwung dan Serayu; (Studi Kasus
Hubungan Aliran Debit dan Tutupan Vegetasi). Jurusan Geografi FMIPA Universitas
Indonesia.
_______________, 2002. Konsepsi Pengelolaan Kawasan Resapan Air Secara Terpadu
Berkelanjutan (Studi kasus wilayah Kota Depok sebagai kawasan resapan air). Makalah
pada seminar Nasional Forum Masyarakat Air Indonesia, tanggal 12 Maret 2002,
Kedutaan Belanda Jakarta.
_______________, 2002. Fenomena Banjir di Wilayah Perkotaan. Diskusi Forum Masyarakat
Air Indonesia, tanggal 18 Maret 2002, Gedung Kindo Jakarta.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Download