pengaruh waktu dan temperatur penyimpanan terhadap tingkat

advertisement
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH WAKTU DAN TEMPERATUR
PENYIMPANAN TERHADAP TINGKAT
DEGRADASI KADAR AMOKSISILIN DALAM
SEDIAAN SUSPENSI AMOKSISILIN – ASAM
KLAVULANAT
SKRIPSI
ADINA SITI MARYAM TALOGO
1110102000068
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH WAKTU DAN TEMPERATUR
PENYIMPANAN TERHADAP TINGKAT
DEGRADASI KADAR AMOKSISILIN DALAM
SEDIAAN SUSPENSI AMOKSISILIN – ASAM
KLAVULANAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ADINA SITI MARYAM TALOGO
1110102000068
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2014
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.
Nama
NIM
Tanda tangan
: Adina Siti Maryam Talogo
: 1110102000068
:
Tanggal
: 8 Juli 2014
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama
:
Adina Siti Maryam Talogo
NIM
:
1110102000068
Program Studi
:
Farmasi
Judul Proposal
:
Pengaruh Waktu dan Temperatur Penyimpanan
Terhadap Tingkat Degradasi Kadar Amoksisilin
dalam Sediaan Suspensi Amoksisilin – Asam
Klavulanat
Disetujui oleh
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.
Nelly Suryani, Ph.D., Apt.
NIP. 196510242005012001
Mengetahui,
Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama
NIM
Program Studi
Judul Skripsi
:
:
:
:
:
Adina Siti Maryam Talogo
1110102000068
Farmasi
Pengaruh Waktu dan Temperatur Penyimpanan
Terhadap Tingkat Degradasi Kadar Amoksisilin
dalam Sediaan Suspensi Amoksisilin – Asam
Klavulanat
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1
: Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.
(
)
Pembimbing 2
: Nelly Suryani, Ph.D., Apt.
(
)
Penguji 1
: Supandi, M.Si., Apt.
(
)
Penguji 2
: Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt.
(
)
Ditetapkan di
Tanggal
: Jakarta
: 8 Juli 2014
v
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul Proposal
:
:
:
Adina Siti Maryam Talogo
Farmasi
Pengaruh Waktu dan Temperatur Penyimpanan
Terhadap Tingkat Degradasi Kadar Amoksisilin
dalam Sediaan Suspensi Amoksisilin – Asam
Klavulanat
Sediaan suspensi amoksisilin-asam klavulanat merupakan obat lini pertama pada
daftar obat esensial untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh betalaktamase mikroorganisme. Pada penggunaan terapi tunggal amoksisilin sering
ditemukan kasus resistensi, untuk menghindari terjadinya resistensi dan
memperpanjang kerja terapi amoksisilin, amoksisilin sering dikombinasikan
dengan asam klavulanat yang merupakan beta-laktamase inhibitor sehingga
dapat memperpanjang kerja terapi dari amoksisilin. Stabilitas zat aktif dalam
sediaan sangat penting untuk diperhatikan, dengan adanya penambahan air pada
sediaan suspensi amoksisilin-asam klavulanat akan mempengaruhi stabilitas
amoksisilin yang terkandung didalamnya. Reaksi hidrolisis merupakan salah satu
reaksi kimia yang kemungkinan besar akan terjadi selama masa penyimpanan
sediaan suspensi, di mana reaksi ini akan menyebabkan terjadinya degradasi
kadar amoksisilin. Waktu dan temperatur penyimpanan mempengaruhi tingkat
degradasi amoksisilin dalam sediaan suspensi. Pada penelitian ini, persentase
kadar amoksisilin dalam sediaan diukur dengan menggunakan metode HPLC
berasaskan USP 30 dengan cara reverse phase; fase gerak yang digunakan
Buffer fosfat : Metanol HPLC 95:5 pH 4,4 menggunakan kolom C18 (4mm x 30
cm, 2-10µm), laju alir 2ml/min, panjang gelombang 220 nm. Suspensi
amoksisilin-asam klavulanat disimpan dalam suhu kamar (27-29oC) dan suhu
kulkas (4-8oC) selama 7 hari. Persen degradasi kadar amoksisilin dalam suhu
kamar (27-29oC) hari ke - 0, 3, 5, dan 7 sebagai berikut; 0 %, 55,05 %, 56,36 %,
56,58 %, sedangkan dalam suhu kulkas (4-8oC) sebagai berikut 0%, 1,46%,
5,22%, 10,9%. Kadar amoksisilin pada sediaan suspensi amoksisilin-asam
klavulanat yang disimpan selama 5 hari dalam suhu kulkas (4-8oC) masih dapat
diterima, sesuai dengan ketentuan kadar zat aktif dalam sediaan. Amoksisilin
lebih stabil bila disimpan dalam temperatur rendah dibandingkan temperatur
tinggi.
Kata Kunci
: Suspensi amoksisilin – asam klavulanat, amoksisilin, stabilitas,
kadar, waktu, temperatur, persen degradasi
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name
Program Study
Title
:
:
:
Adina Siti Maryam Talogo
Pharmacy
The Influence of Time and Temperature of
Storage towards Degradation Level of
Amoxicillin Concentration in Amoxicillin –
Clavulanic Acid Suspension
Amoxicillin – clavulanic acid suspension is first choice in drug of essential drugs
list for infection therapy caused by betalactamase microorganism. Generally,
people have been resistant to amoxicillin, so by combining clavulanic acid which
is betalactamase inhibitor can extend the therapy effect of amoxicillin. It is very
important to maintain the stability of the active ingredient in suspension, the
addition of water in suspension will affect the stability of amoxicillin in it. There
will be hydrolysis reaction that will cause degradation of amoxicillin
concentration. In this research, there is influence of time and temperature of
storage in maintaining amoxicillin concentration. This research used HPLC
method to obtain amoxicillin concentration in specific time and temperature
storage, based on USP 30th Edition in reverse phase; by using buffer phosphate
and methanol with ratio 95:5 and pH 4,4 as mobile phase; C18 column (4mm x
30 cm, 2-10µm); flow rate 2 ml/min; λ 220 nm. Amoxicillin – clavulanic acid
stored in room temperature (27-29 oC) and refrigerator temperature (4-8oC) for
seven days. Percentage of degradation of amoxicillin concentration at room
temperature (27-29 oC) from 0, 3, 5, and 7 days; 0 %, 55,05 %, 56,36 %, 56,58
%. Meanwhile, percentage of degradation of amoxicillin concentration at
refrigerator temperature (4-8oC) are 0%, 1,46%, 5,22%, 10,9%. Amoxicillin
concentration in amoxicillin-clavulanic acid suspension which was stored for
five days at refrigerator temperature (4-8oC) was accepted according to standard
regulation of suspension. Amoxicillin is more stable if stored in low temperature
than high temperature.
Keywords
: Amoxicillin – clavulanic acid suspension, amoxicillin, stability,
concentration, time, temperature, percentage of degradation
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Waktu Dan Temperatur Penyimpanan Terhadap
Tingkat Degradasi Kadar Amoksisilin Dalam Sediaan Suspensi Amoksisilin –
Asam Klavulanat” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Neger Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terim kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt dan Nelly Suryani, PhD., Apt., selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu,
tenaga, saran, dan dukungan dalam penelitian ini.
2. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Neger Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. Selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kedua orang tua, Ayahanda tersayang Amorn Sudarno Talogo dan
Ibunda tercinta Dita Elvina yang selalu memberikan kasih sayang, doa
yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materil. Tidak
ada apapun di dunia ini yang dapat membalas kasih sayang yang telah
kalian berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu memberikan
keselamatan dan perlindungan kepada orang tua hamba tercinta
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Kedua adik jagoanku Aditya Rama Talogo dan Adikemal Aliyy Talogo
yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat sehingga penelitian
ini dapat berjalan dengan lancar
7. Kakak bimbingan penelitian Gian Pertela, S.Far dan Rani Hestiningrum,
A.Ma atas ilmu, tenaga, kerjasama, dan dukungannya selama penelitian
hingga terselesaikan penelitian ini
8. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan
kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan
yang amat besar.
9. Kakak-kakak laboran FKIK, Kakak Eris, Kakak Lisna, Kakak Liken,
Kakak Tiwi, Kakak Rani, dan Kakak Rachmadi atas dukungan dan
kerjasamanya selama kegiatan penelitian.
10. Delvina Ginting, S.Far. , Metharezqi Suci Arsih, Liana Puspita
Cahyaningrum, Delia Ulfah, Sahar Afra, dan Fadlan Reza yang telah
banyak memberi semangat setiap harinya. Di setiap doaku akan selalu
ada nama kalian semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.
Terimakasih atas kebersamaannya.
11. Yeyet Durotul Yatimah dan Sri Wahyuni Lestari teman satu bimbingan
yang selalu ada, bertukar fikiran, dan saling membantu satu sama lain.
12. Teman-teman ETD-TED keluarga keduaku dari bangku SMA sampai
sekarang yang selalu membuat hati ini ceria, yang telah memberikan
dukungan, semangat, dan doanya. Semoga kalian semua tanpa terkecuali
selalu dalam lindungan Allah SWT.
13. Teman-teman seperjuangan “Andalusia” Farmasi UIN 2010 atas
kebersamaan kita.
14. Teman-teman PSM UIN Jakarta sebagai mood booster di kala suntuk
organisasi ini selalu membuat mood menjadi semangat lagi, terimakasih
atas dukungan dan semangat kalian.
15. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang
telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian
ini.
Ciputat, 8 Juli 2014
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Adina Siti Maryam Talogo
NIM
: 1110102000068
Program Studi
: Farmasi
Fakultas
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul
PENGARUH WAKTU DAN TEMPERATUR PENYIMPANAN
TERHADAP TINGKAT DEGRADASI KADAR AMOKSISILIN DALAM
SEDIAAN SUSPENSI AMOKSISILIN – ASAM KLAVULANAT
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak
Cipta
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 8 Juli 2014
Yang menyatakan,
(Adina Siti Maryam Talogo)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................
v
ABSTRAK ...................................................................................................
vi
ABSTRACT ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...............
xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH .................................................................................. . xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1. Latar Belakang .........................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................
3
1.3. Hipotesa ...................................................................................
3
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................
3
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
5
2.1. Antibiotik β – Laktam..............................................................
5
2.2. Amoksisilin .............................................................................
7
2.2.1. Pengertian Umum .........................................................
8
2.2.2. Stabilitas .......................................................................
9
2.3. Suspensi Amoksisilin – Asam Klavulanat ................................ 10
2.3.1. Sediaan Suspensi .......................................................... 10
2.3.2. Suspensi Oral Antibiotik ............................................... 10
2.3.3. Suspensi Oral Amoksisilin – Asam Klavulanat ............. 11
2.4. Stabilitas Obat ......................................................................... 11
2.4.1. Degradasi Kimia ........................................................... 12
2.4.2. Degradasi Fisika ........................................................... 13
2.5. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .............................. 14
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.1. Pengertian Umum ......................................................... 14
2.5.1.1. Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .......... 14
2.5.1.2. Proses Pemisahan dalam Kolom KCKT .......... 15
2.5.1.3. Instrumen KCKT ............................................ 15
2.5.2. Penentuan Kadar Amoksisilin ....................................... 17
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 19
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 19
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................... 19
3.2.1. Alat ................................................................................. 19
3.2.2. Bahan Uji........................................................................ 19
3.2.3. Bahan Kimia ................................................................... 19
3.3. Prosedur Kerja .......................................................................... 19
3.3.1. Cara Pemilihan Sampel ................................................... 19
3.3.2. Penentuan λ Maksimum Amoksisilin dan
Asam Klavulanat ............................................................. 20
3.3.3. Pembuatan Kondisi Optimum HPLC............................... 20
3.3.4. Pembuatan Kurva Kalibrasi............................................. 21
3.3.5. Uji Kesesuaian Sistem .................................................... 21
3.3.6. Pengamatan Kualitatif ..................................................... 21
3.3.7. Analisa Degradasi Kadar Amoksisilin dan
Asam Klavulanat ............................................................. 21
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 22
4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ............................... 22
4.2 Pemilihan Fase Gerak dan Kondisi Optimum HPLC .................. 22
4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Amoksisilin ................................... 22
4.4 Uji Kesesuaian Sistem ............................................................... 23
4.5 Pengamatan Kualitatif ............................................................... 24
4.6 Pengukuran Kadar Amoksisilin dalam Sampel........................... 26
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 32
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 32
5.2 Saran ......................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 33
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Amoksisilin Trihidrat ..................................................
7
Gambar 2.2. Jalur Hidrolisis cincin β-laktam pada rentang pH
netral-basa ................................................................................
9
Gambar 2.3. Hidrolisis pada Gugus Ester ...................................................... 13
Gambar 2.4. Hidrolisis pada Gugus Amida ................................................... 13
Gambar 2.5. Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .............. 15
Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Amoksisilin ..................................................... 22
Gambar 4.2. Sampel Uji pada Suhu Kamar (27-29oC) ................................... 25
Gambar 4.3. Sampel Uji pada Suhu Kulkas (4-8oC) ...................................... 25
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Suhu Penyimpanan Terhadap Waktu
Penyimpanan ............................................................................ 29
Gambar 4.5 Pemecahan cincin β-laktam yang mengandung gugus amida
dan ester ................................................................................... 31
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Struktur Antibiotik golongan β-laktam..........................................
6
Tabel 4.1. Konsentrasi Amoksisilin dan Luas Area ....................................... 23
Tabel 4.2. Parameter Uji Kesesuaian Sistem ................................................. 23
Tabel 4.3. Persentase Kadar Amoksisilin pada Suhu Kamar 27-29oC ............ 26
Tabel 4.4. Persentase Kadar Amoksisilin pada Suhu Kulkas 4-8oC ............... 27
Tabel 4.5. Analisis Statistik ANOVA Data Persentase Kadar
Amoksisilin Suhu Kamar 27-29oC................................................. 27
Tabel 4.6. Data Statistik Persentase Kadar Amoksisilin
Suhu Kamar 27-29oC .................................................................... 28
Tabel 4.7.Analisis Statistik ANOVA Data Persentase Kadar
Amoksisilin Suhu Kulkas 4-8oC .................................................... 28
Tabel 4.8. Data Statistik Persentase Kadar Amoksisilin
Suhu Kulkas 4-8oC ........................................................................ 28
Tabel 4.9. Tabel Perbandingan Kadar Rata-Rata Amoksisilin pada
Suhu Kamar 27-29oC dan Suhu Kulkas 4-8oC ............................... 29
Tabel 4.10. Persentase Tingkat Degradasi Kadar Amoksisilin pada
Suhu Kamar 27-29oC dan Suhu Kulkas 4-8oC ............................... 30
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Kerja ................................................................................. 37
Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian ............................................ 38
Lampiran 3. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Amoksisilin ............ 39
Lampiran 4. Scanning Panjang Gelombang Maksimum
Amoksisilin – Asam Klavulanat ............................................... 39
Lampiran 5. Kromatogram Standar Amoksisilin............................................ 40
Lampiran 6. Kromatogram Sampel Amoksisilin – Asam Klavulanat ............. 40
Lampiran 7. Perhitungan Persiapan Kurva Kalibrasi .................................... 41
Lampiran 8. Perhitungan Preparasi Sampel ................................................... 42
Lampiran 9. Perhitungan Konsentrasi Akhir Amoksisilin .............................. 42
Lampiran 10. Sertifikat Analisis Amoksisilin ................................................ 43
Lampiran 11. Hasil Uji Kesesuaian Sistem .................................................... 44
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISTILAH
AMRI-Study : Antimicrobial Resistance in Indonesia
HPLC
: High Performance Liquid Chromatography
KCKT
: Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
PBP
: Penicillin Binding Proteins
xvii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat,
khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu obat andalan
untuk mengatasi masalah tersebut
antibakteri/antibiotik,
antijamur,
adalah antimikroba antara lain
antivirus,
antiprotozoa.
Antibiotik
merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan
oleh bakteri (PERMENKES, 2011).
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan
berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan
terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan Antimicrobial Resistance in Indonesia (AMRIN-Study)
membuktikan dari 2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain; ampisilin (34%),
kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%) (PERMENKES, 2011).
Amoksisilin merupakan analog dari ampisilin. Antibiotik semisintetik
berspektrum luas ini digunakan untuk mengobati berbagai infeksi pada
anak-anak dan orang dewasa. Beberapa penyakit umum yang pengobatannya
menggunakan amoksisilin meliputi; radang tenggorokan, infeksi telinga dan
sinus, bakteri pneumonia, bronkitis, radang amandel, infeksi saluran kemih,
dan penyakit lyme (Frynkewicz, 2013).
Antibiotik amoksisilin sering diresepkan untuk anak-anak dan cukup
sering diresepkan untuk dewasa. Hal ini dianggap sebagai antibiotik
spektrum luas karena mengobati infeksi yang disebabkan oleh berbagai
bakteri baik gram positif maupun negatif (Frynkewicz, 2013).
Dalam mengurangi terjadinya resistensi amoksisilin, amoksisilin
dikombinasikan dengan asam klavulanat. Asam klavulanat termasuk dalam
golongan inhibitor β-laktamase, dimana enzim β-laktamase bekerja dengan
cara mendegradasi cincin β-laktam yang terdapat pada amoksisilin dan
mengakibatkan amoksisilin ini tidak memiliki aktivitas antibakteri, sehingga
dengan adanya penambahan asam klavulanat ini dapat meningkatkan kerja
1
2
antibiotik amoksisilin dalam menyerang bakteri. Antibiotik amoksisilin dan
asam klavulanat pertama kali ditemukan dan dikenal dengan nama
Augmentin, digunakan dalam pengobatan infeksi pada bakteri yang
menghasilkan enzim β-laktamase. Kombinasi ini efektif dalam melawan
bakteri Staphylococcus aureus, E.coli, K. Pneumonia, Enterobacter H
(Alburyhi, 2013).
Mengetahui kadar antibiotik pada suatu sediaan termasuk dalam faktorfaktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik. Sangat
diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat. Agar
dapat menunjukkan aktivitasnya sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik.
Semakin tinggi kadar antibiotik semakin banyak tempat ikatannya pada sel
bakteri (PERMENKES, 2011).
Amoksisilin memiliki gugus cincin β-laktam yang berperan sebagai
antibakteri, akan tetapi cincin β-laktam ini mudah terhidrolisis. Dengan
terjadinya hidrolisis maka kadar amoksisilin dalam sediaan dapat
terdegradasi. Sediaan amoksisilin yang beredar berupa tablet dan suspensi.
Pada sediaan suspensi yang mengandung air dapat memungkinkan
terjadinya hidrolisis. Hal ini menyebabkan amoksisilin dibuat dalam bentuk
sediaan sirup kering, di mana sediaan akan dibuat suspensi ketika akan
digunakan. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas zat aktif pada masa
penyimpanan. Perubahan stabilitas zat aktif dengan adanya penurunan kadar
dapat memproyeksikan kepada resistensi antibiotik.
Temperatur sangat mempengaruhi degradasi kimiawi, fisik, dan
mikrobiologi. Degradasi kimia, seperti oksidasi atau hidrolisis dapat terjadi
dengan meningkatnya temperatur. Keterangan bahwa sediaan disimpan
dalam lemari es atau suhu kamar pada etiket menunjukkan bahwa
temperatur penyimpanan sediaan juga mempengaruhi stabilitas zat aktif.
Suspensi amoksisilin – asam klavulanat yang telah direkonstitusi dengan air
suling, kadarnya dipengaruhi oleh peningkatan suhu (Alburyhi, 2013).
Suspensi amoksisilin – asam klavulanat sangat stabil pada suhu di bawah
10oC dalam jangka waktu 7 hari. Dan kedua zat aktif ini tidak stabil pada
suhu 30oC dan 40oC (Owusu, 2011).
Pada penelitian ini akan dilihat stabilitas obat dari tingkat degradasi
kadar amoksisilin dalam sediaan suspensi amoksisilin – asam klavulanat
selama waktu dan variasi temperatur penyimpanan. Perbedaan penelitian ini
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
dengan Owusu (2011) adalah temperatur yang digunakan, pada penelitian
ini menggunakan temperatur kulkas (4-8oC) dan temperatur kamar (2729oC). Sediaan suspensi digunakan sebagai objek penelitian, dilihat dari
pemberian antibiotik amoksisilin yang sering diresepkan untuk anak-anak
dalam
bentuk
sediaan
suspensi
(Frynkewicz,
2013).
Temperatur
penyimpanan yang digunakan adalah temperatur kulkas (4-8oC) dan kamar
(27-29oC), pemilihan temperatur ini disesuaikan dengan temperatur
penyimpanan obat yang umum di masyarakat. Dalam pengujian ini adanya
tahap perubahan kadar zat aktif, membutuhkan metode analisis yang
mempunyai selektivitas dan sensitifitas tinggi, dikarenakan banyaknya
komponen lain yang terdapat dalam sediaan. Oleh karena itu dalam
penelitian ini digunakan metode analisis dengan menggunakan Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah ada pengaruh waktu 7 hari dalam penyimpanan terhadap
persentase degradasi kadar amoksisilin dalam sediaan suspensi
amoksisilin – asam klavulanat?
2.
Apakah ada pengaruh temperatur kamar (27 – 29oC) dan
refrigerator (4 – 8oC) dalam penyimpanan terhadap persentase
degradasi kadar amoksisilin dalam sediaan suspensi amoksisilin –
asam klavulanat?
1.3 Hipotesa

Adanya penurunan kadar amoksisilin dalam sediaan suspensi
amoksisilin – asam klavulanat yang dipengaruhi oleh lama waktu
penyimpanan

Adanya penurunan kadar amoksisilin dalam sediaan suspensi
amoksisilin – asam klavulanat yang dipengaruhi oleh temperatur
penyimpanan
1.4 Tujuan Penelitian
Mengetahui tingkat persentase degradasi kadar amoksisilin dalam sediaan
suspensi amoksisilin – asam klavulanat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.5 Manfaat Penelitian

Mengetahui berapa lama waktu dan temperatur penyimpanan pada
sediaan suspensi amoksisilin – asam klavulanat yang efektif.

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang lama waktu dan
temperatur penyimpanan sediaan suspensi amoksisilin – asam
klavulanat yang tepat.
UIIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Antibiotik β-laktam
Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh berbagai jenis
mikroorganisme
(bakteri,
fungi,
aktinomisetes)
yang
menekan
pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Namun penggunaannya secara
umum sering kali memperluas istilah antibiotik hingga meliputi senyawa
antimikroba
sintetik,
seperti
sulfonamida
dan
kuinolon
(Goodman&Gilman, 2007).
Secara historis, klasifikasi senyawa antibiotik yang paling umum
didasarkan pada struktur kimia dan mekanisme kerja yang diajukan
sebagai berikut: (1) senyawa yang menghambat sintesis dinding sel
bakteri; (2) senyawa yang bekerja langsung pada membran sel
mikroorganisme,
mempengaruhi
permeabilitas
dan
menyebabkan
kebocoran senyawa-senyawa intraselular; (3) senyawa mempengaruhi
fungsi
subunit
ribosom
30S
atau
50S
sehingga
menyebabkan
penghambatan sintesis protein yang reversibel; (4) senyawa yang berikatan
dengan subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein; (5) senyawa
yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri; (6) kelompok
antimetabolit; (7) senyawa antivirus (Goodman&Gilman, 2007).
Antibiotik β-laktam adalah antibiotik yang memiliki gugus cincin βlaktam dalam struktur kimiannya. Semua antibiotik tersebut mempunyai
mekanisme kerja menghambat sintesis mukopeptida yang diperlukan untuk
pembentukkan dinding sel bakteri. Penisilin, sefalosporin, monobaktam,
dan karbapenem termasuk golongan antibiotik β-laktam (Istiantoro, Yati.H
dan H.S, Vincent., 2007).
5
6
Mekanisme kerja dari antibiotik β-laktam dengan mengikat transpenicillin-binding proteins (PBP) dan karboksipeptidase yang terdapat
dalam formasi rantai peptidoglikan pada membran dalam bakteri. Hasil
interaksi antara PBP dengan antibiotik β-laktam dapat mengganggu
sintesis peptidoglikan, menghentikan pembelahan sel, dan sel mati. Ikatan
antibiotik dengan PBP dipengaruhi oleh afinitas dari β-laktam terhadap
active-site PBP. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa yang memberikan
aktivitas antibakteri dari antibiotik β-laktam adalah cincin β-laktam
(Rubtsova, et.al. 2010).
Tabel 2.1. Struktur Antibiotik golongan β-laktam
Sumber : Rubtsova, et.al. 2010
Senyawa-senyawa penisilin merupakan salah satu kelompok
antibiotik yang paling penting. Meskipun banyak senyawa antimikroba
lainnya telah dihasilkan sejak pertama kali tersedianya penisilin, namun
senyawa ini tetap merupakan antibiotik utama yang digunakan secara luas,
dan turunan-turunan terbaru dengan inti penisilin dasar masih tetap
diproduksi. Banyak di antaranya yang memiliki kelebihan unik, sehingga
anggota golongan antibiotik ini kini merupakan obat pilihan untuk banyak
penyakit infeksi (Goodman&Gilman, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Struktur dasar penisilin, terdiri dari atas cincin tiazolidindion yang
terhubung dengan cincin β-laktam, dan pada cincin ini berikatan suatu
rantai samping. Inti penisilin sendiri merupakan syarat struktur utama yang
diperlukan untuk aktivitas biologisnya; transformasi metabolik atau
perubahan kimia pada bagian molekul ini menyebabkan hilangnya semua
aktivitas antibakteri yang berarti (Goodman&Gilman, 2007).
Penisilin spektrum luas yaitu; ampisilin dan amoksisilin, aktif dalam
melawan bakteri Gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase, dan
karena obat tersebut berdifusi ke dalam bakteri Gram negatif lebih mudah,
obat ini juga aktif melawan banyak strain Escherichia coli, Haemophilus
influenzae, dan Salmonella. Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan
obat pilihan karena diabsorpsi lebih baik daripada ampisilin, yang
seharusnya diberikan secara parenteral. Amoksisilin dan ampisilin
diinaktivasi oleh bakteri penghasil penisilinase. Organisme yang resisten
terhadap amoksisilin meliputi sebagian besar Staphylococcus aureus, 50%
strain Escherichia coli, dan sampai dengan 15% strain Haemophilus
influenzae (at a glance Farmakologi medis, 2005).
2.2
Amoksisilin
Gambar 2.1. Struktur Amoksisilin Trihidrat
Sumber : Japanese Pharmacopoiea Ed.15
Nama Senyawa
:
Amoksisilin trihidrat
Nama IUPAC
:
Asam
(2S,5R,6R)-6-[(R)-(-)-2-amino-2-(p-
hidroksifenil) asetamidol]-3,3-dimetil-7-okso-4-tia1 azabisiklo[3,2,0]-heptana-2-karboksilat trihidrat
[61336-70-7]
Berat Molekul
:
C16H19N3O5S.3H2O
419,45
Anhidrat [26787-78-0] 365,40
Pemerian
:
Serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Kelarutan
:
Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut
dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan
dalam kloroform
Identifikasi
:
Spektrum
didispersikan
serapan
dalam
inframerah
kalium
zat
yang
bromida
P
menunjukkan maksimum hanya pada panjang
gelombang yang sama seperti pada Amoksisilin
BPFI
pH
Wadah
:
dan :
3,5 - 6,0
Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar
Penyimpanan
terkendali
Penetapan kadar :
Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (Farmakope Indonesia IV, 1995)
2.2.1 Pengertian Umum
Amoksisilin merupakan antibiotik dari penisilin semisintetik yang
stabil dalam suasana asam, kerja bakterisida, atau pembunuh bakterinya
seperti ampisilin. Amoksisilin dapat dirusak oleh β-laktamase sehingga
amoksisilin tidak efektif untuk melawan bakteri yang memproduksi βlaktamase (Unal, 2008).
Amoksisilin diabsorbsi dengan cepat dan baik di saluran pencernaan,
tidak tergantung adanya makanan dalam lambung dan setelah 1 jam
konsentrasinya dalam darah sangat tinggi sehingga efektivitasnya tinggi.
Amoksisilin diekskresikan atau dibuang terutama melalui ginjal, dalam air
kemih terdapat dalam bentuk aktif. Amoksisilin sangat efektif terhadap
organisme gram positif dan gram negatif. Penggunaan amoksisilin
seringkali dikombinasikan dengan asam klavulanat untuk meningkatkan
potensi dalam membunuh bakteri (Junaidi, 2009).
Dosis : oral 3 dd 375-1000mg, anak-anak < 10 tahun 3 dd 10mg/kg,
3-10 tahun 3 dd 250 mg, 1-3 tahun 3 dd 125 mg, 0-1 tahun 3 dd 100 mg.
Juga diberikan secara i.m/i.v (Tjay dan Kirana, 2002).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
1.2.2 Stabilitas
Amoksisilin termasuk antibiotik β-laktam memiliki rantai siklik
amida atau laktam, mengalami pembukaan cincin cepat karena hidrolisis.
Hidrolisis merupakan jalur utama pada degradasi zat aktif suatu obat,
terutama obat yang memiliki gugus fungsional ester dan amida dalam
strukturnya (Yoshioka, 2002).
Gambar 2.2 Jalur hidrolisis cincin β-laktam pada rentang pH netral-basa
Sumber : Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002
2.3
Suspensi Amoksisilin – Asam Klavulanat
2.3.1 Sediaan Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai
suspensi adalah sediaan seperti tersebut diatas, dan tidak termasuk
kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi
topikal, dan lain-lain (FI IV, 1995).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang
terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog
perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali (Moh.Anief,
1997).
Bahan yang didistribusikan disebut sebagai dispersi atau fase
terdispersi dan pembawanya disebut
medium dispersi atau fase
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
pendispersi. Preparat oral dengan tipe ini, paling banyak medium
dispersinya adalah air. Dispersi yang berisi partikel kasar, biasanya dengan
ukuran 1 sampai 100 mikron, disebut juga sebagai dispersi kasar dan
mencakup suspensi serta emulsi. Dispersi yang mengandung partikel
dengan ukuran lebih kecil disebut dispersi halus dan bila partikel-partikel
yang ada dalam batas koloid disebut dispersi koloid. Magma dan gel
adalah dispersi halus seperti itu (Ansel, 1989).
Sesuai sifatnya, partikel yang terdapat dalam suspensi dapat
mengendap pada dasar wadah bila didiamkan. Pengendapan seperti ini
dapat mempermudah pengerasan dan pemadatan sehingga sulit terdispersi
kembali, walaupun dengan pengocokan. Untuk mengatasi masalah
tersebut, dapat ditambahkan zat yang sesuai untuk meningkatkan
kekentalan dan bentuk gel suspensi seperti tanah liat, sufaktan, poliol,
polimer atau gula. Yang sangat pening adalah bahwa suspensi harus
dikocok baik sebelum digunakan untuk menjamin distribusi bahan padat
yang merata dalam pembawa, hingga menjamin keseragaman dan dosis
yang tepat. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat (FI IV,
1995).
Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap
digunakan atau yang dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi
atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh
diinjeksikan secara intravena dan intratekal (FI IV, 1995).
Suspensi dalam bentuk serbuk kering awalnya menunjukkan bahwa
zat aktif yang digunakan tidak stabil untuk disimpan dalam periode waktu
tertentu dengan adanya pembawa air, lebih sering diberikan sebagai
campuran serbuk sering untuk dibuat suspensi pada waktu akan diberikan
(Ansel, 1989).
2.3.2 Suspensi Oral Antibiotik
Suspensi oral Antibiotik, kebanyakan bahan-bahan antibiotika tidak
stabil bila berada dalam larutan, untuk waktu lama yang diinginkan dan
oleh sebab itu dilihat dari stabilitias. Fase pendispersi dari suspensi
antibiotik adalah air dan biasanya diberi warna, pemanis, pewangi dan
perasa, untuk memberikan cairan lebih menarik dan menambah selera.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
Sebagai seorang ahli farmasi penting untuk menambahkan secara
tepat jumlah air yang ditetapkan untuk mencampurkan serbuk kering
apabila ingin dihasilkan konsentrasi yang tepat per unit dosis. Juga
penggunaan air murni lebih baik daripada air ledeng untuk menghindari
penambahan pengotoran yang dapat merusak serta memberi efek kebalikan
dari efek stabilitas sediaan yang dihasilkan. Ahli farmasi harus
memberitahukan pasien mengenai sifat-sifat ini dan mengharuskannya
untuk mengocok isinya baik-baik sesaat sebelum pemaikaian dan obat
disimpan secara tepat (Ansel, 1989).
2.3.3 Suspensi Oral Amoksisilin – Asam Klavulanat
Kombinasi antibiotik oral yang mengandung amoksisilin dan asam
klavulanat. Asam klavulanat adalah suatu betalaktam dengan struktur
seperti penisilin yang dapat menon-aktifkan enzim-enzim betalaktamase
yang biasa ditemukan pada mikroorganisme yang resisten terhadap
penisilin dan amoksisilin bekerja menghindarkan sintesa dinding sel
kuman. Kombinasi ini dapat memperkuat kerjanya (potensiasi) dan
menghambat terjadinya resistensi.
2.4
Stabilitas Obat
Stabilitas
obat
adalah
kemampuan
suatu
produk
untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang
dimilikinya pada saat diproduksi (identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian)
dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan (shelf-life).
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat untuk
bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,
kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan obat yang stabil adalah
suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama
periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakterisiknya
sama dengan yang dimilikinya pada saat diproduksi.
Uji stabilitas merupakan bagian penting dalam program uji bahan
obat karena ketidakstabilan produk ditentukan oleh tiga syarat utama yaitu
kualitas, efikasi, dan keamanan (Carstensen and Rhodes, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Tujuan dari pengujian stabilitas adalah untuk memberikan bukti
tentang bagaimana kualitas zat aktif atau produk farmasi dengan waktu
yang bervariasi juga dibawah pengaruh berbagai faktor lingkungan seperti
suhu, kelembaban, dan cahaya. Selain itu faktor yang terkait dalam
stabilitas suatu produk misalnya sifat kimia dan fisik dari zat aktif maupun
zat tambahan atau eksipien, bentuk sediaan dan komposisi, proses
manufaktur, sifat wadah dan penutup, dan sifat-sifat kemasan bahan. Selain
itu stabilitas eksipien yang mungkin mengandung atau membentuk produk
degradasi reaktif, harus dipertimbangkan (WHO, 2009).
Beberapa efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan
produk farmasi, yaitu : (Carstensen and Rhodes 2000)
1. Hilangnya zat aktif
2. Konsentrasi zat aktif meningkat
3. Bioavailability berubah
4. Hilangnya keseragaman kandungan
5. Menurunnya status mikrobiologis
6. Hilangnya elegansi produk dan ‘patient acceptability’
7. Pembentukkan hasil urai yang toksik
8. Hilangnya kekedapan kemasan
9. Menurunnya kualitas label
10. Modifikasi faktor hubungan fungsional
Stabilitas obat perlu diperhatikan untuk mengurangi terjadinya
penguraian pada zat yang terkandung dalam obat, sehingga tidak mencapai
efek terapi atau memberikan efek lainnya. Terdapat beberapa jenis
degradasi, yaitu; degradasi kimia, fisika, biologi, dan kombinasi.
2.4.1 Degradasi Kimia
Zat aktif yang digunakan sebagai obat-obatan memiliki struktur
molekul yang beragam, oleh karena itu rentan terhadap banyak variabel
dan jalur degradasi. Kemungkinan jalur degradasi meliputi hidrolisis,
dehidrasi, isomerisasi, eliminasi, oksidasi, fotofegradasi, dan interaksi yang
kompleks dengan eksipien dan obat-obatan lainnya. Hal ini akan sangat
berguna jika dapat memprediksi ketidakstabilan kimia obat berdasarkan
struktur molekul (Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
Salah satu dari jalur degradasi kimia adalah hidrolisis. Pada sebagian
besar produk parenteral, zat aktif dapat kontak dengan air dan bahkan
sediaan dalam bentuk padat mengalami kelembaban, meskipun dalam
jumlah yang rendah. Dengan demikian hidrolisis salah satu reaksi yang
paling umum terlihat pada obat. Hidrolisis merupakan jalur utama
degradasi suatu obat, terutama pada zat aktif yang memiliki gugus
fungsional ester dan amida (Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002).
Gambar 2.3. Hidrolisis pada gugus ester
Sumber : Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002
Gambar 2.4. Hidrolisis pada gugus amida
Sumber : Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002
2.4.2 Degradasi Fisika
Komponen obat-obatan (zat aktif dan eksipien) yang ada di berbagai
keadaan fisik mikroskopik dengan derajat yang berbeda dari pemerian.
Contohnya adalah amorf dan berbagai kristal, terhdrasi, dan bagian
terlarut. Dengan waktu zat aktif atau eksipien mungkin berubah dari satu
kondisi, dari yang tidak stabil atau metastabil menjadi kondisi stabil secara
termodinamika. Tingkat konversi tergantung pada potensi kimia sesuai
dengan perbedaan energi bebas antara kondisi dan hambatan energi yang
harus diatasi untuk konversi berlangsung. Hal ini mengatasi perubahan
fisik yang dapat terjadi pada zat aktif dan eksipien dan menjelaskan faktor
yang mempengaruhi perubahan fisik serta metode untuk menstabilkan obat
(Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
2.5
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
2.5.1 Pengertian Umum
Kromatografi merupakan teknik pemisahan satu atau lebih
komponen dari suatu sampel yang dibawa fase gerak melewati fase diam
(dapat berbentuk padat atau cairan). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah
kromatografi cair kolom modern, dimana teori dasarnya bukanlah baru
tetapi hasil pengembangan dari kromatografi cair kolom klasik. Kemajuan
dalam teknologi kolom, pompa tekanan tinggi dan detektor yang peka telah
menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem
pemisahan yang cepat dan efisien. Pada KCKT diperkenalkan penggunaan
fase diam yang berdiameter kecil dalam kolom yang efisien. Teknologi
kolom partikel kecil (3-5 µm) ini memerlukan sistem pompa bertekanan
tinggi yang mampu mengalirkan fase gerak dengan tekanan tinggi agar
tercapai laju aliran 1-2ml/menit. Oleh karena sampel yang digunakan
sangat kecil (<20µg) maka diperlukan detektor yang sangat peka. Dengan
teknologi ini, pemisahan berlangsung sangat cepat dengan daya pisah
sangat tinggi (DepKes, 1995, Ditjen POM, 1993, Slamet Ibrahim, 1998).
KCKT
merupakan
metode
yang
sering
digunakan
untuk
menganalisis senyawa obat. KCKT dapat digunakan untuk pemeriksaan
kemurnian bahan obat, pengawasan proses sintesis dan pengawasan mutu
(Quality Control) (Ahuja, 2005).
2.5.1.1 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat dibagi menjadi
beberapa metode, yakni: kromatografi fase normal (normal phase
chromatography),
kromatografi
fase
balik
chromatography),
kromatografi
penukar
ion
(reversed-phase
(ion-exchange
chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran (size-exclusion
chromatography) (Kazakevich, 2007).
Kromatografi fase balik merupakan kebalikan dari kromatografi fase
normal. Kromatografi fase balik menggunakan fase diam yang bersifat
hidrofobik, dan fase geraknya yang relatif lebih polar daripada fase diam.
Fase diam yang populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
Hampir 90% senyawa kimia dapat dianalisis dengan kromatografi jenis ini
(Meyer, 2004; Kazakevich, 2007).
2.5.1.2 Proses Pemisahan dalam Kolom KCKT
Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran
fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan
perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi
perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran
(Kazakevich, 2007).
Masuknya eluen yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan
kesetimbangan baru: molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian
oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya,
sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di
fase gerak. Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan
terpisah. Komponen yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah
lebih cepat daripada komponen yang cenderung menetap di fase diam,
sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram,
kemudian baru diikuti oleh komponen yang suka dengan fase diam
(Meyer, 2004).
2.5.1.3 Instrumen KCKT
Instrumen KCKT terdiri atas 6 bagian, yakni wadah fase gerak
(reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom
(column), detektor (detector) dan perekam (recorder) (McMaster, 2007).
Detektor
Kolom
Injektor
Fase gerak
Perekam
Pompa
Gambar 2.5. Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Sumber : http://muniche.linde.com/
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
a.
Wadah Fase Gerak (Reservoir)
Wadah fase gerak menyimpan sejumlah fase gerak yang secara
langsung berhubungan dengan sistem (Meyer, 2004). Wadah
haruslah bersih dan inert, seperti botol pereaksi kosong maupun labu
gelas. Adalah hal yang penting untuk men-degass fase gerak sebelum
digunakan karena gelembung gas kecil dalam fase gerak dapat
terkumpul di pump head atau pun detektor sehingga akan
mengganggu kondisi KCKT (Brown and DeAntonis, 1997).
b.
Pompa (Pump)
Pompa yang digunakan pada KCKT haruslah merupakan
instrumen yang kokoh untuk menghasilkan tekanan tinggi hingga
350 bar atau bahkan 500 bar. Tipe pompa yang umum digunakan
adalah pompa piston bersilinder pendek ( short stroke piston pump).
Laju alir dapat bervariasi dari 0,1 hingga 5 atau 10 ml/menit.
Kebanyakan pompa saat ini telah memiliki saluran pembilas yang
biasanya air dapat bersirkulasi. Larutan ini berfungsi untuk membilas
piston agar bersih dari garam dapar (Meyer, 2004).
c.
Tempat Injeksi Sampel (Injector)
Ada 3 jenis macam injektor, yakni syringe injector, sampling
valve dan automatic injector. Syringe injector merupakan bentuk
injektor yang paling sederhana (Synder and Kirkland, 1979).
Sampling valve atau manual injector mengandung 6 katup
saluran dilengkapi dengan rotor, sample loop dan saluran jarum
suntik (needle port). Larutan sampel akan disuntikkan ke dalam
sampel loop dengan jarum suntik gauge 22 pada posisi “load “ dan
larutan sampel yang ada di sample loop kemudian akan dialirkan ke
kolom dengan memutar rotor ke posisi “inject”. Ukuran sample loop
eksternal bervariasi antara 6µl hingga 2 ml (Ornaf and Dong, 2005).
Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki
prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikkan bekerja secara
otomatis (Meyer, 2004).
d.
Kolom (Column)
Kolom merupakan jantung dari instrumen HPLC karena proses
pemisahan terjadi disini. Kolom umumnya terbuat dari 316-grade
stainless steel yang relatif tahan karat dan dikemas dengan fase diam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
tertentu. Ukuran kolom untuk tujuan analitik berkisar antara panjang
10 hingga 25 cm dan diameter dalam 2 hingga 9 mm (Brown and
DeAntonis, 1997).
e.
Detektor (Detector)
Karakteristik detektor yang baik adalah sensitif, batas deteksi
rendah, respon yang linierr, mampu mendeteksi solut secara
universal, tidak destruktif, mudah dioperasikan, memiliki dead
volume yang kecil dan tidak senstitif terhadap perubahan temperatur
serta kecepatan fase gerak (Hamilton and Sewell, 1977).
Beberapa detektor yang paling sering digunakan dalam HPLC
adalah detektor spektrofotometri UV-Vis, photoiodide-array (PDA),
fluoresensi, indeks bias dan detektor elektrokimia (Rohman, 2007).
f.
Perekam (Recorder)
Alat pengumpul data seperti komputer, integrator dan rekorder
dihubungkan ke detektor. Alat ini akan menangkap sinyal elektronik
dari detektor dan memplotkannya ke dalam kromatogram sehingga
dapat di evaluasi oleh analis (Brown and DeAntonis, 1997).
2.5.2 Penentuan Kadar Amoksisilin
Pengencer
:
Kalium Fosfat adjust pH 5,0
0,1
menggunakan kalium hidroksida 45% b/b
Fase Gerak
:
Kalium Fosfat : Asetonitril (96:4)
Larutan baku
:
Pengenceran
1,2 mg/ml
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 230 nm
dan kolom 4mm x 25 cm berisi bahan pengisi. Laju aliran lebih kurang 1,5
ml per menit. Lakukan kromatografi terhadap larutan baku dan rekam
respon puncak seperti yang tertera pada prosedur : faktor kapasitas, k’,
antara 1,1 – 2,8; efisiensi kolom tidak kurang dari 1700 lempeng teoritis;
faktor tailing tidak lebih dari 2,5; dan simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0%.
Prosedur kerja dengan menyuntikkan secara terpisah sejumlah
volume yang sama (lebih kurang 10 µl) larutan baku dan larutan uji ke
dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur respon puncak utama.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Hitung jumlah dalam µg C16H19N3O5S per mg yang digunakan dengan
rumus :
200 (
)(
)
C adalah kadar amoksisilin BPFI dalam mg per ml larutan baku, P adalah
kandungan amoksisilin yang tercantum dalam amoksisilin BPFI dalam µg
per mg; W adalah jumlah zat yang ditimbang untuk pembuatan larutan uji
dalam mg; ru dan rs berturut-turut adalah respon puncak yang diperoleh
dari larutan uji dan larutan baku (Farmakope Indonesia, 1995).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 hingga Juni
2014,
bertempat
di
Laboratorium
Farmakognosi
dan
Fitokimia,
Laboratorium Analisa Obat, dan Laboratorium Penelitian 2 Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang berada di jalan Kertamukti – Ciputat, Tangerang Selatan.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (Dyonex), ultrasonic waterbath (Branson), lemari
pendingin, dry vacuum pump (Welch), pH meter (Horiba), magnetic stirer,
mikropipet, erlenmeyer (Approx), becker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex),
pipet ukur (Pyrex), pipet tetes, syringe 3 ml (Terumo), syringe 10 ml
(Terumo), balb, filter syringe 0,20µm (sartorius stedim), filter syringe RC
0,45µm, filter fase gerak 0,45µm, dan tube.
3.2.2 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan adalah sediaan suspensi kering kombinasi
amoksisilin dan asam klavulanat.
3.2.3 Bahan Kimia
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol (HPLC
Grade), aquadest, natrium dihidrogen fosfat, asam orto fosfat, natrium
hidoksida.
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1 Cara Pemilihan Sampel
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sediaan sirup kering
amoksisilin - asam klavulanat, merk X (125mg/5ml).
19
20
3.3.2 Penentuan λ Maksimum Amoksisilin dan Asam Klavulanat
Diukur serapan maksimum Amoksisilin dengan pelarut aquadest.
Pengukuran panjang gelombang dalam rentang scanning 200 – 400 nm.
3.3.3 Pembuatan Kondisi Optimum HPLC
Kondisi optimum yang digunakan untuk menganalisa kombinasi
amoksisilin dan asam klavulanat sebagai berikut: (USP 30-NF35)
Fase gerak
: NaH2PO4 : CH3OH (95:5 v/v) pH 4,4
Fase diam
: Kolom inertsil C18 (4 mm x 30 cm, 3-10 µm)
Laju alir
: 2 mL/min
Temperatur kolom
: Suhu kamar (25oC)
λmax
: 220 nm
Volume injeksi
: 20µL
a.
Pembuatan Buffer Natrium Fosfat (NaH2SO4)
Sebanyak 7,8 gram Natrium Fosfat dilarutkan dalam 900 ml
aquadest, kemudian adjust pH menggunakan asam fosfat (H2PO4)
atau natrium hidroksida (NaOH) 10 N sampai pH yang ditentukan
yaitu pH 4,4 tambahkan air sampai 1000 ml aduk hingga homogen.
b.
Preparasi Sediaan
Sediaan antibiotik amoksisilin dan asam klavulanat yang masih
dalam bentuk sirup kering dikeluarkan dari wadah, kemudian dibagi
menjadi beberapa sampel (0, 3, 5, 7, hari) pengujian dilakukan secara
triplo. Berat total masing-masing sampel 0,35 gram. Sampel
direkonstitusi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan (0, 3, 5, 7
hari).
c.
Preparasi Pengukuran Sediaan
Sediaan yang digunakan memiliki dosis 125mg/5ml, sediaan
dikeluarkan dalam wadah kemudian ditimbang total berat serbuk di
dalamnya, total berat serbuk adalah 7 gram yang setara dengan 1,5
gram amoksisilin. Serbuk di bagi menjadi 0,35 gram yang setara
dengan 0,075 gram amoksisilin, untuk masing-masing sampel
kemudian di tambahkan 2,5 ml aquades untuk masa penyimpanan,
dan
untuk pengukuran kadar di encerkan dengan ad aquadest
sebanyak 250 ml. Untuk mendapatkan konsentrasi 0,105 mg/ml
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
sampel yang sudah dilarutkan dalam 250 ml diambil 3,5 ml ad
dengan aquadest sebanyak 10 ml.
3.3.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dibuat seri konsentrasi larutan amoksisilin disuntikkan ke dalam kolom
pada kondisi terpilih. Luas puncak yang diperoleh dicatat dan dibuat kurva
kalibrasi antara luas puncak dengan konsentrasi larutan.
3.3.5 Uji Kesesuaian Sistem
Larutan amoksisilin dengan konsentrasi tertentu disuntikkan ke dalam
kolom HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Larutan
amoksisilin di injek sebanyak 5x injekkan, lalu dihitung efisiensi kolom,
faktor tailing, dan simpangan baku (RSD). Efisiensi kolom ditentukan dari
masing-masing peak analit yang tidak kurang dari 1700 theoritical plates.
Faktor tailing dari peak masing-masing analit tidak lebih dari 2,5.
Simpangan Baku (RSD)
peak retention dan peak areas dalam
pengulangan penyuntikkan tidak lebih dari 2,0% (USP 30, 2007).
3.3.6 Pengamatan Kualitatif
Uji stabilitas merupakan bagian penting dalam program uji bahan obat
karena ketidakstabilan produk ditentukan oleh tiga syarat utama yaitu
kualitas, efikasi, dan keamanan (Carstensen and Rhodes, 2000). Salah satu
uji stabilitas dengan pengamatan kualitatif. Pengamatan kualitatif
dilakukan dengan cara melihat perubahan organoleptis sediaan . Hal ini
dapat mewakilkan pengujian stabilitas dari segi kualitas zat aktif tersebut.
Perubahan organoleptis ini dilihat dari perubahan warna pada suspensi
per harinya.
3.3.7 Analisa Degradasi Kadar Amoksisilin dan Asam Klavulanat
Sediaan suspensi kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat yang telah
direkonstitusi kemudian disimpan pada suhu kamar (27-29oC) dan kulkas
(4-8oC) selama 7 hari, diuji degradasi kadar amoksisiliin terkandung
didalamnya dengan menggunakan HPLC, dilihat dari perubahan luas area
puncak
per-sampel
(Alburyhi,
2013;
Owusu,
2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan
menggunakan
spektrofotomer
ultraviolet-visibel,
diperoleh
serapan
maksimum amoksisilin dan kombinasi amoksisilin-asam klavulanat yaitu
pada panjang gelombang 227 nm. Berdasarkan penelitian Tippa (2010)
panjang gelombang amoksisilin pada kisaran 210 – 240 nm dan asam
klavulanat pada kisaran 210 – 230 nm.
4.2
Pemilihan fase gerak dan kondisi optimum HPLC
Fase gerak yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan
literatur USP 30 yaitu buffer fosfat : metanol (95 : 5) dengan laju alir 2
mL/menit, volume injeksi 20µL pada panjang gelombang 227 nm,
menggunakan kolom C-18 30 cm dengan lampu detektor UV.
Pembuatan Kurva Kalibrasi Amoksisilin
Luas Area (mAU *min)
4.3
15
y = 0,1123x + 0,1727
R² = 0,9997
10
Keterangan
5
0
0
50
100
Konsentrasi (µg/mL)
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Standar Amoksisilin
22
150
a
= 0,1726
b
= 0,1123
r2 = 0,9997
23
Tabel 4.1 Konsentrasi standar amoksisilin dan luas area
x (µg/mL)
25
50
75
100
125
y (luas area mAU*min)
2,9130
5,8058
8,6934
11,4319
14,1403
Dari konsentrasi 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, dan 125 ppm.
Diperoleh nilai r 0,9997 dengan menggunakan persamaan linier y= 0,1726
+ 0,1123x. Nilai r 0,9997 menujukkan bahwa nilai korelasi lebih besar dari
0,9997 sehingga kurva kalibrasi amoksisilin memberikan nilai linearitas
yang baik, dan penetapan kadar dengan kurva kalibrasi terjamin
kebenarannya (Mulia, 2003).
Pada HPLC terdeteksi masing-masing
konsentrasi adalah 25,5064 ppm, 50,85356 ppm, 76,1204 ppm, 100,0981
ppm, dan 123,8138 ppm, dan diperoleh Coeff . Det 99,9400% dan Relative
Standard Deviation 1,2649%. Luas area yang diperoleh dapat dilihat di
Tabel 4.1.
4.4
Uji Kesesuaian Sistem
Pada uji kesesuaian sistem sampel di injekkan sebanyak lima kali.
Parameter untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis, yaitu
daya pisah/resolusi, efisiensi kolom, faktor tailing, simpangan baku (RSD)
Peak Retention, dan simpangan baku (RSD) Peak Areas. Lihat Lampiran
11.
Tabel 4.2 Parameter Uji Kesesuaian Sistem
Parameter Uji
Efisiensi kolom
Faktor Tailing
Simpangan Baku (RSD)
Peak Retention
Peak Areas
Persyaratan
>1700 theoritical plates
<2,5
< 2,0%
Hasil Uji Rata-rata
2526,4
1,755
1,1193%
0,32%
Keterangan: Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem amoksisilin pada konsentrasi 100 µg/mL
dengan komposisi fase gerak buffer fosfat – metanol (pH : 4,4) (95:5 v/v) pada kecepatan
alir 2 mL/menit, panjang gelombang 227 nm dan volume penyuntikan 20 µl
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel, hasil uji kesesuaian sistem
memenuhi persyaratan, yang menyatakan bahwa metode kerja sesuai
dengan sistem HPLC yang digunakan dan dapat menghasilkan akurasi dan
presisi yang dapat diterima.
Dalam
menentukan waktu retensi,
sampel
yang digunakan
mengandung 2 zat aktif yaitu amoksisilin dan asam klavulanat. Sehingga
terdapat 2 peak dengan waktu retensi tertentu yang terpisah dengan baik.
Berdasarkan literatur, dengan menggunakan fase gerak Buffer fosfat :
Metanol (95:5) akan diperoleh peak amoksisilin dan asam klavulanat yang
resolusi/daya pisah tidak lebih dari 3,5 menit.
Asam klavulanat
lebih
bersifat
polar
dibandingkan dengan
amoksisilin karena dilihat dari kromatogram, terlihat lebih dulu peak asam
klavulanat kemudian dilanjutkan dengan peak amoksisilin. Asam
klavulanat muncul pada menit ke – 1.607 dan amoksisilin muncul pada
menit ke – 2.583. Kromtogram dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
4.5
Pengamatan Kualitatif
Pengamatan kualitatif yang dapat dilihat dari sisi organoleptis obat,
salah satunya yaitu adanya perubahan warna pada sampel selama masa
penyimpanan,
menunjukkan
ketidakstabilan
obat
tersebut
selama
penyimpanan.
Dalam pengamatan ini
larutan sampel dalam penyimpanan suhu
kamar (27-29oC) terjadi perubahan warna larutan sampel penyimpanan hari
ke-3, 5, dan 7. Warna larutan sampel penyimpanan hari ke-3,5, dan 7
menjadi kuning muda dibandingkan dengan penyimpanan hari ke-0 yang
diperoleh larutan tidak berwarna / bening. Larutan sampel penyimpanan
hari ke-7 ditumbuhi jamur.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
b
a
7
5
3
0
Keterangan : a). Gambar sampel dalam penyimpanan suhu kamar (27-29oC) hari ke – 0, 3,
5, dan 7; b). Gambar sampel hari ke – 7.
Gambar 4.2 Gambar Sampel Uji pada Suhu Kamar (27-29oC)
Suatu obat dikatakan stabil apabila obat tersebut memiliki
kemampuan untuk tetap dalam spesifikasi yang telah ditetapkan, untuk
mempertahankan identitasnya, kekuatan, kualitas, kemurnian, dan seluruh
tes sampai periode kadaluarsa. Pengujian stabilitas zat aktif atau produk
jadi
memberikan
informasi
tentang
bagaimana
kualitasnya
yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan
cahaya (Peace,2012). Dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa sampel
yang disimpan dalam suhu kamar tidak stabil.
Perubahan warna pada sampel dapat terjadi karena beberapa hal, dan
sering terjadi pada sediaan lainnya. Zat aktif yang terkandung di dalamnya
merupakan bahan kimia yang dapat bereaksi karena faktor lingkungan,
seperti panas, kelembaban, cahaya, mikroba, dan debu (Peace, 2012).
0
3
5
7
Keterangan : Sampel dalam penyimpanan suhu kulkas (4-8oC) hari ke – 0, 3, 5, dan 7
Gambar 4.3 Gambar Sampel Uji pada Suhu Kulkas (4-8oC)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
Pada sampel penyimpanan suhu kulkas (4-8oC) tidak ada perubahan
warna baik dalam penyimpanan hari ke-0, 3, 5, dan 7. Warna larutan
bening dan tidak ditumbuhi jamur, hal ini menunjukkan bahwa sediaan
suspensi kombinasi amoksisilin – klavulanat lebih stabil dalam suhu kulkas
(4-8oC) sesuai dengan etiket penyimpanan obat yang sudah tertera dalam
produk obat tersebut.
4.6
Pengukuran Kadar Amoksisilin dalam Sampel
Sediaan suspensi kering kombinasi amoksisilin – asam klavulanat
diuji dalam perbedaan waktu dan temperatur penyimpanan. Waktu yang
ditentukan dalam pengujian sampel adalah 0, 3, 5, 7 hari dan temperatur
yang digunakan adalah suhu kamar (27-29oC) dan suhu kulkas (4-8oC).
Tabel 4.3 Persentase Kadar Amoksisilin pada Suhu Kamar
Hari
Area
0
3
5
7
Konsentrasi
Konsentrasi
Awal
Akhir
Persen Kadar
11,519
105
101,0365
96,2252
11,330
105
99,3535
94,6224
5,235
105
45,0793
42,9326
5,224
105
44,9813
42,8393
5,296
105
45,6224
43,4499
4,870
105
41,8290
39,8372
5,081
105
43,7079
41,6266
5,035
105
43,2983
41,2365
Rata-rata
95,42
42,89
41,64
41,43
Konsentrasi awal amoksisilin dalam sampel adalah 105 µg/mL,
kemudian berdasarkan perhitungan yang telah disesuaikan dengan kurva
kalibrasi
sehingga
didapat
konsentrasi
akhir
amoksisilin
untuk
mendapatkan persentase kadar amoksisilin dalam sampel. Pada sampel
dengan penyimpanan hari ke-0 persen kadar rata-rata amoksisilin 95,42%.
Kadar amoksisilin hari ke-0 masih sesuai dengan ketentuan sediaan pada
literatur. Berdasarkan literatur USP 30, kandungan amoksisilin dalam
sediaan suspensi amoksisilin – asam klavulanat adalah tidak kurang dari
90% dan tidak lebih dari 120%.
Persen kadar rata-rata amoksisilin pada sampel penyimpanan hari ke3 adalah 42,89%. Kadar amoksisilin mengalami penurunan drastis dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
tidak memenuhi ketentuan USP 30. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
pengaruh waktu penyimpanan terhadap sediaan suspensi amoksisilin-asam
klavulanat. Kemudian persen kadar amoksisilin terus mengalami
penurunan, kadar amoksisilin dalam sediaan dengan waktu penyimpanan
hari ke-5 41,64%, hingga hari ke-7 mencapai 41,43%.
Tabel 4.4 Persentase Kadar Amoksisilin pada Suhu Kulkas
Hari
Area
0
11,969
11,893
12,066
11,452
11,387
11,248
10,828
10,47
3
5
7
Konsentrasi
Awal
105
105
105
105
105
105
105
105
Konsentrasi
Akhir
105,0436
104,3669
105,9074
100,4399
99,8611
98,6233
94,8833
91,6955
Persen Kadar
Rata-rata
100,0416
99,3970
100,8642
95,6570
95,1058
93,9270
90,3651
87,3290
99,72
98,26
94,52
88,85
Berdasarkan data pada Tabel 4.4, persen kadar rata-rata amoksisilin
dalam sampel hari ke-0 adalah 99,72%. Kadar amoksisilin dapat diterima
karena sesuai dengan ketentuan dalam literatur. Untuk sampel
penyimpanan hari berikutnya mengalami penurunan kadar, pada hari ke-3
yaitu 98,26%; hari ke-5 94,52%; hari ke-7 88,85%. Dapat diketahui dari
data, bahwa persen kadar amoksisilin yang disimpan selama 7 hari sudah
tidak berada dalam rentang kandungan amoksisilin pada sediaan
berdasarkan USP 30, akan tetapi sediaan dalam penyimpanan 5 hari
masih berada pada rentang kandungannya. Terjadi penurunan kadar
amoksisilin seiring dengan bertambahnya waktu.
Tabel 4.5 Analisis Statistik ANOVA Data Persentase Kadar Amoksisilin
suhu kamar (27-29oC)
Sum of Squares
df
Mean
F
Sig.
Square
Between
Groups
Within Groups
Total
4285,704
3
1428,568
7,891
4
1,973
4293,595
7
724,17
6
,000
Keterangan : Signifikansi <0,05 persentase kadar amoksisilin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
Tabel 4.6 Data Statistik Persentase Kadar Amoksisilin suhu kamar
(27-29oC)
(I) (J)
Hari Hari
0
Mean
Difference (IJ)
52,5378500*
53,7802500*
53,9922500*
3
5
7
Std. Error
Sig.
1,4045218
1,4045218
1,4045218
,000
,000
,000
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
48,638272 56,437428
49,880672 57,679828
50,092672 57,891828
Keterangan : Signifikansi <0,05 persentase kadar amoksisilin
Hasil pengolahan data menggunakan statistik SPSS 20 menunjukkan
bahwa hasil persentase kadar amoksisilin setiap hari terdapat adanya
perbedaan yang signifikan, hal ini terlihat dari nilai signifikansi ANOVA
yang dihasilkan memiliki signifikasi <0,05. Persentase kadar amoksisilin
pada hari ke-0 dan ke-3; hari ke-0 dan ke-5; hari ke-0 dan ke-7
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Adanya penurunan kadar
amoksisilin yang sangat tinggi antara hari ke-0 dengan hari ke-3,5, dan 7
sehingga hasil dari signifikansi menunjukkan <0,05.
Tabel 4.7 Analisis Statistik ANOVA Data Presentase Kadar Amoksisilin
suhu kulkas (4-8oC)
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
df
Mean Square
177,176
3
59,059
21,099
5
4,220
198,275
8
F
Sig.
13,995
,007
Keterangan : Signifikansi <0,05 persentase kadar amoksisilin
Tabel 4.8 Data Statistik Persentase Kadar Amoksisilin suhu kulkas (4-8oC)
(I)
Hari
(J)
Hari
0
3
5
7
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig.
1,6443833 1,8752408 ,421
5,5758333* 1,8752408 ,031
11,5286333* 1,8752408 ,002
95% Confidence
Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
-3,176077 6,464843
,755373 10,396293
6,708173 16,349093
Keterangan : Signifikansi <0,05 persentase kadar amoksisilin
Dari hasil pengolahan data menggunakan statistik SPSS 20
menunjukkan bahwa hasil persentase kadar amoksisilin pada setiap harinya
tidak terdapat perbedaan yang bermakna, hal ini terlihat dari nilai
signifikansi ANOVA yang dihasilkan memiliki signifikansi 0,07.
Persentase kadar amoksisilin pada hari ke-0 dan ke-3; hari ke-0 dan ke-5;
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna, akan tetapi pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
hari ke-0 dan ke-7 terdapat perbedaan konsentrasi yang bermakna, dengan
nilai signifikansi 0,02.
Tabel 4.9 Tabel Perbandingan Kadar Rata-Rata Amoksisilin pada Suhu
Kamar (27-29oC) dan Suhu Kulkas (4-8oC)
(I) Suhu
(J) Suhu
27-29oC
4-8oC
4-8oC
27-29oC
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error
Sig.b
95% Confidence
Interval for Differenceb
Lower
Bound
Upper
Bound
-40,878*
1,269
,000
-43,497
-38,259
40,878*
1,269
,000
38,259
43,497
Keterangan : Signifikansi <0,05 persentase kadar amoksisilin
Berdasarkan hasil pengolahan data perbandingan kadar rata-rata pada
suhu penyimpanan (27-29oC) dan (4-8oC) terdapat perbedaan yang
signifikan. Dilihat dari mean difference, kadar amoksisilin suhu kamar (2729oC) lebih rendah dari suhu kulkas (4-8oC), didapatkan dari hasil selisih
rata-rata kadar amoksisilin suhu kamar dengan suhu kulkas memberikan
hasil negatif, begitupun sebaliknya.
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Suhu Penyimpanan Terhadap Waktu
Penyimpanan
Berdasarkan grafik perbandingan suhu penyimpanan terhadap waktu
penyimpanan, penurunan kadar pada suhu penyimpanan kulkas tidak
terjadi penurunan secara drastis, dan pada suhu penyimpanan kamar terjadi
penurunan secara drastis hingga 50% dari kadar awal. Hal ini dapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
disimpulkan bahwa penyimpanan suhu kulkas lebih stabil dibandingkan
suhu kamar guna mempertahankan kadar amoksisilin dalam sediaan
suspensi amoksisilin-asam klavulanat.
Penurunan kadar amoksisilin dalam suspensi amoksisilin-asam
klavulanat penyimpanan suhu kamar, pada hari ke-0 dengan ke-3
mengalami penurunan drastis, terjadi penguraian amoksisilin didalamnya.
Akan tetapi pada penyimpanan hari ke-3 dengan ke-5 dan ke-7 penurunan
kadar tidak berbeda secara signifikan. Hal ini dapat disebabkan adanya
reaksi kimia selama masa penyimpanan, yaitu reaksi hidrolisis. Setelah
amoksisilin mengalami hidrolisis, memungkinkan terjadinya reaksi
kesetimbangan karena cincin β-laktam terbuka
Tabel 4.10 Persentase Tingkat Degradasi Kadar Amoksisilin pada Suhu
Kamar (27-29oC) dan Suhu Kulkas (4-8oC)
Suhu
Kamar
(27-29oC)
Suhu
Kulkas
(4-8oC)
Hari
0
3
5
7
0
3
5
7
Persen degradasi
0,00 %
55,05 %
56,36 %
56,58 %
0,00 %
1,46 %
5,21 %
10,9 %
Persentase degradasi didapatkan dari perhitungan selisih kadar akhir
dengan kadar awal atau kadar hari ke-0. Tingkat degradasi kadar
amoksisilin pada suhu kamar (27-29oC) lebih dari 50%, pada suhu kulkas
(4-8oC) tingkat degradasi lebih dari 10% Berdasarkan data yang didapat,
terjadi peningkatan persen degradasi pada hari ke-0 menuju hari ke-3,
kemudian terus meningkat hari berikutnya hingga hari ke-7. Akan tetapi
tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Ada beberapa kemungkinan
hal yang dapat terjadi disini. Amoksisilin mengalami penguraian pada hari
ke-0 menuju hari ke-3 karena ketidakstabilannya dalam suhu kamar (2729oC), setelah menuju hari ke-5 dan ke-7 mengalami kesetimbangan kimia
karena peningkatan persen degradasi tidak berbeda signifikan. Hidrolisis
yang terjadi pada cincin β-laktam, dimana cincin β-laktam memiliki gugus
amida dan gugus ester.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
k. Hidrolisis
Gambar 4.5 Pemecahan cincin β-laktam yang mengandung gugus amida.
Cincin
β-laktam
amoksisilin
dapat
mengalami
kerusakan,
amoksisilin termasuk antibiotik β-laktam memiliki rantai siklik amida atau
laktam mengalami pembukaan cincin cepat karena hidrolisis (Yoshioka,
2002). Penambahan air pada sediaan suspensi amoksisilin-asam klavulanat
dapat mempercepat terjadinya hidrolisis, karena setelah bereaksi dengan
amoksisilin air akan mengikat gugus H+ dan OH- dari gugus amida yang
terkandung untuk membentuk H2O (Carstensen, 2000).
Kemungkinan besar terjadi reaksi kesetimbangan setelah gugus
amoksisilin terurai karena terhidrolisis. Hal ini yang menyebabkan baik
konsentrasi maupun tingkat degradasi amoksisilin konstan karena
amoksisilin tidak mengalami penguraian, dan reaksi akan terus bolak-balik
sampai reaksi berhenti.
Suhu penyimpanan mempengaruhi tingkat degradasi zat aktif
kelembaban, dan pH dapat mempengaruhi degradasi kadar amoksisilin
(Naidoo, 2006).
Kemasan obat yang digunakan untuk penyimpanan
dibawah kondisi yang tidak pantas juga dapat mempengaruhi terjadinya
degradasi.
Sehingga
penting untuk
memperhatikan dimana
letak
penyimpanan suatu sediaan obat untuk menjaga stabilitas zat aktif yang
terkandungnya
untuk
memberikan
potensi
terapeutik
yang
baik.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1.
Dengan
bertambahnya
waktu
penyimpanan
semakin
rendah
persentase kadar amoksisilin dan semakin meningkat persentase
degradasi amoksisilin dalam sediaan suspensi amoksisilin – asam
klavulanat.
2.
Suhu
penyimpanan
memberikan
pengaruh
terhadap
kadar
amoksisilin di dalam sediaan suspensi amoksisilin-asam klavulanat.
Dalam keadaan suhu kulkas (4-8oC) kadar amoksisilin lebih stabil
dibandingkan dalam suhu kamar (27-29oC).
3.
Sampel dapat digunakan sampai 5 hari penyimpanan dengan kondisi
penyimpanan suhu kulkas (4-8oC)
5.2 Saran
1.
Diperlukan pengujian dengan waktu penyimpanan diperpanjang.
2.
Diperlukan pengujian antimikroba terhadap suspensi amoksisilinasam klavulanat.
32
33
DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, S, dan M.W. Dong. 2005. Handbook of Pharmaceutical Analysis by
HPLC. Volume 7. New York : Elsevier Academic Press. Hal : 35
Alburyhi, Mahmoud Mahyoob, Abdulwali Ahmad Siaf, dan Maged Alwan
Noman. 2013. Stability study of six brands of amoxicillin trihydrate and
clavulanic acid oral suspension present in Yemen markets. Journal of
Chemical and Pharmaceutical Research. Vol.5, Hal : 293 – 296.
Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat; Teori dan Praktik. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press.
Jakarta.
Beg, S., M.S. Hasnain, S. Swain, dan K. Kohli. 2011. Validated Stability –
Indicating LC Method for Estimation of Amoxicillin Trihydrate in
Pharmaceutical Dosage
Forms and Time
–
Dependent
Release
Formulations. International Journal of Pharmaceutical Sciences and
Nanotechnology. Vol.4, Issue 2.
Brown, P, dan K. DeAntonis. 1997. High Performance Liquid Chromatography.
In: F.A. Settle (eds). Handbook of Instrumental Techniques for Analytical
Chemistry. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Pages 149-154.
Carstensen, J.T, dan Rhodes, C.T. 2000. Drug Stability Principles and Practices,
Third Edition. NewYork.
Castro, Silvana Calafatti de., dan Pedrazzoli, Jose Jr. 2003. HPLC Determination
of Amoxicillin Comparative Bioavailability in Healthy Volunteers After a
Single Dose Administration. J Pharm Pharmaceutical Sci. Hal: 223 – 230.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya
Media.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Finlay, Jane., Linda Miller., dan James A. Poupard. 2003. A Review of the
antimicrobial
activity
of
clavulanate.
Journal
of
Antimicrobial
Chemotherapy.
Foulstone, Mark., dan Christopher Reading. 1982. Assay of Amoxicillin and
Clavulanic Acid, the Components of Augmentin, in Biological Fluids with
High Performance Liquid Chromatography. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy. Vol.22, No.5, Hal : 753 -762.
Frynkewicz, Heidi., Hannah Feezle., dan Melinda Richardson. 2013.
Thermostability Determination of Broad Spectrum Antibiotics at High
Temperatures by Liquid Chromatography
–
Mass Spectrometry.
Proceedings of The National Conference On Undergraduate Research
(NCUR) 2013 University of Wisconsin La Crosse, WI.
Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta. EGC : Vol 2.
Hamilton, R.J, dan P.A. Sewell. 1977. Introduction to High Performance Liquid
Chromatography. Liverpool : Chapman dan Hall, Ltd. Hal :1, 53-54.
IMS Institute For Healthcare Informatics. 2012. The Use of Medicines in the
United States : Review of 2011. USA.
Kazakevich, Y., dan R. LoBrutto. 2007. Method Validation. In: LoBrutto, R.,
dan T. Patel., Editors. HPLC for Pharmaceutical Scientist. New Jersey :
John Wiley & Sons, Inc.
KK, Naidoo, Nompuku P., Mkalali SN., Shabangu K, Nkabinde L, dan Singh V.
2006. Post-marketing Stability Surveillance : Amoxicillin. SA Fam Pract,
Vol 48, Hal 14.
McMaster, M.C. 2007. HPLC A Practical User’s Guide, 2nd Edition. New Jersey
: John Wiley & Sons, Inc. Page 106.
Meyer, V.R. 2004. Practical High-Performancr Liquid Chromatography.
Chichester : John Wiley and Sons Inc. Page 4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe C.C. 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar. Lippicontt’s Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah
Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika. Hal 301-313.
Neal, M.J. 2007. At a Glance Farmakologi Medis. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Ornaf, R.M, dan M.W. Dong. 2005. Key Concepts of HPLC in Pharmaceutical
Analysis. Dalam: S. Ahuja dan M.W. Dong (eds). Handbook of
Pharmaceutical Analysis by HPLC. San Diego : Elsevier, Inc. Hal : 22-29.
Owusu, Patrick. 2011. HPLC Method Development For The Quantification and
Stability Studies Of Amoxicillin and Clavulanic Acid In Liquid Oral
Formulation. The Departement of Pharmaceutical Chemistry, Faculty of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.
Peace, Nwokoye, Oyetunde Olubukola, dan Akinleye Moshood. 2012. Stability
of Reconstituted Amoxicillin Clavulanate Potassium Under Simulated in
Home Storage Conditions. Journal of Applied Pharmaceutical Science,
Vol.02, Hal. 28-31.
Ready, D., H. Lancaster, F.Qureshi, R. Bedi, P. Mullany, dan M.Wilsom . 2004.
Effect of Amoxicillin Use on Oral Microbiota in Young Children.
Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Vol.48, No. 8, Hal : 2883-2887.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar. Hal : 465-469.
Rubtsova, M.Yu., M.M. Ulyashova, T.T Bachmann, R.D. Schmid, dan A.M.
Egorov. 2010. Multiparametric Determination of Genes and Their Point
Mutations for Identification of Beta – Lactamases. Biochemistry
(Moscow). Vol. 75, No.13, Hal : 1628 – 1649.
Shargel, Leon., Andrew B.C.YU. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Edisi 2. Surabaya. Airlangga University Press. Hal: 21-24.
Siswandono, Bambang, S. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga
University Press.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
Sulistyowaty, Melanny Ika, et.al. 2010. Perbandingan Kinetika Peruraian
Amoksisilin dan N-benzoilamoksisilin yang ditetapkan secara kalorimetri.
Majalah Farmasi Airlangga, Vol. 8, No.1, Hal 29-35.
Synder, L.R, dan J.J Kirkland. 1979. Introduction to Modern Liquid
Chromatography, 2nd Edition. New York : John Wiley & Sons, Inc. Hal :
52, 250.
The United State Pharmacopeial Convention. 2006. The United States
Pharmacopeia (USP,. 30th Edition. United States. Hal : 1026.
Tippa, Durga Mallikarjuna Rao, dan Singh Narendra. 2010. Development and
Validation of Stability Indicating HPLC Method for Simultaneous
Estimations of Amoxicillin and Clavulanic Acid in Injection. American
Journal od Analytical Chemistry. Hal : 95 – 101.
Ünal, Kemal, Palabiyik, Murat. I., Karacan, Elif, Onur, Feyyaz. 2008.
Spectrophotometric Determination of Amoxicillin In Pharmaceutical
Formulations. Turk J.Pharm. Sci. Vol. 5, Hal. 1-16.
Yoshioka, Sumie dan Valentino J.Stella. 2002. Stability of Drugs and Dosage
Forms. Kluwer Academic Publishers. Hal. 4-12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Lampiran 1. Alur Kerja
Optimasi HPLC
Penentuan
Fase Gerak
Persiapan
Sampel
Penentuan Laju
Alir
Penentuan
λmax
Suspensi yang telah
direkonstitusi
Disimpan pada
suhu 27-29oC
Disimpan pada
suhu 4-8oC
Hari
Ke-0
Hari
Ke-3
Hari
Ke-5
Hari
Ke-7
Hari
Ke-0
Analisa Degradasi
Kadar dengan
HPLC
Persentase
Degradasi
Hari
Ke-3
Hari
Ke-5
Hari
Ke-7
38
Lampiran 2.Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Waterbath Ultrasonic
Vakum Penyaring
fase gerak
Stirer
Timbangan
Analitik
Sampel
Metanol
HPLC
Aqua Pro
Injection
Asam
Ortofosfat
Aquadest
Standar
Amoksisilin
pH meter
HPLC &
Komputer
Natrium
Dihidrogen
Fosfat
39
Lampiran 3. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Amoksisilin
Lampiran 4. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Amoksisilin-Asam
Klavulanat
40
Lampiran 5. Kromatogram Standard Amoksisilin
Lampiran 6. Kromatogram Sampel Amoksisilin-Asam Klavulanat
41
Lampiran 7. Perhitungan Persiapan Kurva Kalibrasi
Massa amoksisilin standar
: 125 mg
Dilarutkan dalam 250 ml aquadest 
Diencerkan dalam labu ukur 5 ml
Seri konsentrasi : 25, 50, 75, 100, 125 ppm

Pembuatan larutan konsentrasi 25 ppm
M1.V1
= M2.V2
500.V1
= 25.5
V1
= 0,25 ml ~ 250µl

Pembuatan larutan konsentrasi 50 ppm
M1.V1
= M2.V2
500.V1
= 50.5
V1
= 0,5 ml ~ 500µl

Pembuatan larutan konsentrasi 75 ppm
M1.V1
= M2.V2
500.V1
= 75.5
V1
= 0,75 ml ~ 750µl

Pembuatan larutan konsentrasi 100 ppm
M1.V1
= M2.V2
500.V1
= 100.5
V1
= 1 ml ~ 1000µl

Pembuatan larutan konsentrasi 125 ppm
M1.V1
= M2.V2
500.V1
= 125.5
V1
= 1,25 ml ~ 1250µl
500µg/ml ~ 500 ppm
42
Lampiran 8. Perhitungan Preparasi Sampel
Berat total sampel
Dosis amoksisilin
Volume sampel
Berat bersih amoksisilin
Berat sampel yang di uji
:
:
:
:
:
7 gram
125 mg/5 ml
60 ml
1,5 gram
0,35 gram
dalam sampel
75mg dilarutkan dalam 250 ml  300 ppm  diambil 3,5 ml  ad 10 ml
105 ppm (0,105 mg/ml) konsentrasi yang diinjekkan ke dalam HPLC.
Lampiran 9. Perhitungan Konsentrasi Akhir Amoksisilin
Diketahui
Ditanya
: y = 0,1123x + 0,1726
Luas area C0 = 11,381 ; 11,330 ; 11,528
: a. Nilai konsentrasi akhir C0
b. Persen kadar
c. Rata-rata kadar
d. Persen Degradasi
a. Mencari Nilai Konsentrasi Akhir C0
y
= 0,1123x + 0,1726
11,381
= 0,1123x + 0,1726
x
= 99,8077 ppm
y
11,330
x
=
=
=
0,1123x + 0,1726
0,1123x + 0,1726
99,3535 ppm
y
11,528
x
=
=
=
0,1123x + 0,1726
0,1123x + 0,1726
101,1167 ppm
b. Mencari Persen Kadar
c. Mencari Persen Kadar Rata-Rata
43
d. Mencari Persen Degradasi
Dihitung dari hari ke-0
*Misal :
kadar amoksisilin hari ke-3 42,7715%, maka persen degradasinya adalah
Lampiran 10. Sertifikat Analisis Amoksisilin
44
Lampiran 11. Hasil Uji Kesesuaian Sistem
Injek ke Efisiensi Kolom
1
2
3
4
5
1)
2)
2593 Theoritical plates
2598 Theoritical plates
2534 Theoritical plates
2487 Theoritical plates
2420 Theoritical plates
Parameter
Faktor
RSD
Tailing
Peak Areas
1,743
1,762
1,762
1,756
1,752
n.a
0,02 %
0,407 %
0,405 %
0,448 %
RSD
Peak
Retention
n.a
1,336 %
1,151 %
1,034 %
0,956 %
45
3)
)
4)
46
5)
Download