INTEGRASI CASE-BASED REASONING DAN RULE-BASED REASONING UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENDETEKSI DINI GANGUAN TUMBUH KEMBANG ANAK Edi Faizal Program Studi Manajemen Informatika STMIK El Rahma Yogyakarta e-mail: [email protected] Abstract The growth process is result of the interaction of genetic and environmental factors. Children's growth disorders can be caused by a lack of awareness of parents, the lack of socialization of pediatricians, midwives and psychologists. Along with the development of technology, to diagnose Children's growth disorders can be aided by a computer application. This research is to develop a computer-based intelligent system which is useful for paramedics to help the early diagnosis of disorders of child growth. The method used is to combine (hybrid) between the rule-based reasoning (RBR) and case-based reasoning (CBR). The level of similarity calculated by weighted Minkowski method and the confidence level is calculated by certainty factor (CF) method. System test results indicate that the system can running well, with sensitivity level of 97.44%, specificity of 42.86%, PPV of 76%, NPV of 90% and accuracy of 78.33% with 21.67% of error rate. Keywords— children's growth disorders, intelligent system, RBR, CBR PENDAHULUAN Pertumbuhan dan perkembangan anak pada dasarnya dimulai sejak dalam kandungan dan berlangsung cepat sampai dengan usia empat tahun. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besaran jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan berdampak pada aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu. Walaupun demikian kedua peristiwa itu terjadi secara singkron pada setiap individu [1]. Perkembangan intelegensia mencapai 20% pada usia 2 tahun, 50% pada usia 4 tahun, 80% pada usia 8 tahun dan 100% pada usia 17 tahun. Dengan demikian usia sampai dengan empat tahun merupakan usia yang sangat penting dan cepat dalam perkembangan intelegensia anak. Sehingga pemberian gizi yang baik pada usia balita membantu perkembangan dan pertumbuhan yang optimal pada anak [2]. Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang. Proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial [3]. Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age” yaitu masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan kelainan FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 13, No. 3, September 2015 yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah [2]. Faktor resiko kelainan pada pertumbuhan dan perkembangan anak sering terabaikan karena kurangnya pengetahuan orang tua, baik permasalahn fisik maupun psikis. Semua fenomena ini menunjukkan perlunya pemahaman yang komprehensif terhadap perkembangan seorang anak. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah dengan melakukan deteksi dini tumbuh kembang anak. Selama ini deteksi dini tumbuh kembang anak masih menitikberatkan pada perkembangan fisik semata dan cenderung mengabaikan aspek perkembangan lainnya. Kebiasaan yang berlangsung di posyandu menunjukkan dengan jelas bagaimana masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap aspek perkembangan yang menyeluruh tentang seorang anak [1]. Seiring dengan perkembangan teknologi, tugas dokter anak, bidan maupun psikolog anak dalam melayani orang tua untuk konsultasi mengenai tumbuh kembang anaknya dan untuk mendiagnosa gangguan pada tumbuh kembang anak, dapat dibantu oleh sebuah aplikasi komputer sehingga dapat mempermudah pekerjaan mereka. Pengkajian dan penelitian untuk mewujudkan harapan tersebut dilakukan dengan meniru sistem kecerdasan manusia untuk menghasilkan sebuah sistem komputer yang mampu berfikir seperti seorang manusia. Bagian ilmu komputer yang mempelajari hal tersebut dikenal dengan istilah kecerdasan buatan (artificial intelligence). Salah satu implementasi dari cabang kecerdasan buatan yang cukup terkenal adalah sistem pakar (expert system). Sistem ini bekerja dengan meniru atau menduplikasi kepakaran seseorang (human expert), sehingga komputer dapat melakukan pekerjaan layaknya seorang pakar dalam bidang tertentu [4]. Pada awal kemunculanya sistem pakar menduplikasi kepakaran seseorang dengan cara mengakuisisi pengetahuan dari pakar tersebut. Proses akuisisi tidaklah mudah, selain itu tingkat keahlian dan kepakaran seseorang bisa jadi berbeda walaupun sama-sama benar. Proses penalaran sistem berdasarkan aturan dan pengetahuan yang dimiliki seorang pakar di kenal dengan penalaran berbasis aturan/RBR (rule based reasoning) Mengingat hal tersebut maka para ahli komputer mencoba memepelajari metode lain penyelesaian masalah dari seorang pakar. Pada umumya penyelesaianan permasalahan yang dihadapi dapat dilakukan dengan melihat pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki, ataupun berdasarkan pengalaman dari orang lain. Hal inilah yang ditiru sehingga menghasilkan suatu metode baru yang dikenal dengan penalaran berbasis kasus/ CBR (case-based reasoning) [4]. Representasi pengetahuan (knowledge representation) dari sebuah sistem RBR berdasaran aturan-aturan baku yang dapat di pertanggung jawabkan kebenaranya dari kepakaran dalam bidang tertentu. Sedangkan representasi pengetahuan sistem CBR berupa kumpulan kasus (case base) yang pernah terjadi sebelumnya. Selanjutnya dalam menyelesaikan suatu permasalahan, CBR menggunakan solusi dari kasus terdahulu yang mirip dengan kasus saat baru. Proses mencari kedekatan antara kasus baru dengan kasus lama dapat menggunakan berbagai macam metode, dimana metode ini akan mempengaruhi keberhasilan dari CBR dalam menentukan kasus lama yang paling mirip. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menghitung kemiripan (similarity) adalah weighted minkowski. Baik sistem RBR maupun sistem CBR memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing. Namun kedua sistem tersebut sangat mungkin di gabungkan (hybrid) untuk mendapatkan sebuah sistem yang baik dengan gabungan kelebihan keduanya, serta untuk menutupi kekurangan masing-masing. Fakta-fakta di atas menunjukan perlunya dibuat sebuah sistem yang mampu digunakan deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak. Penelitian ini akan menerapkan gabungan (hybrid) penalaran berbasis aturan (rule based reasoning) dan penalaran berbasis kasus (case based reasoning). 27 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 Penelitian yang terkait gangguan yang terjadi pada anak sudah pernah dilakukan dilakukan antara lain penelitian [5]. Pada penelitian ini bertujuan untuk membantu orang tua didalam melakukan diagnosa awal kemunginan kelainan pada anak yang berupa spektrum autisme. Penelitian [5] mempresentasikan pengetahuan dan penalaran dalam bentuk aturan (rule base reasoning/RBR). Penerapan rule base dalam sebuah sistem pakar juga digunakan [6] untuk mendiagnosa penyakit common cold pada manusia. Penelitian [5] dan [6] menggunakan metode penalaran runut maju (forward chaining) serta di lengkapi dengan metode penanganan ketidakpastian. Sistem yang dikembangkan [5] mengunakan metode perhitungan ketidakpastian theorema bayes, sedangkan pada penelitian [6] menggunakan metode ketidakpastian dihitung menggunakan certainty factor. Penerapan teknik Case-Based Reasoning (CBR) pernah lakukan [7] untuk mendiagnosa penyakit syaraf pada anak. Penerapan teknik CBR juga dilakukan [4] untuk mendiagnosa penyakit kadiovaskuler pada manusia. [7] memodifikasi perhitungan kedekatan (similarity) nearest neighbor dengan menambahkan tingkat kepercayaan pakar dan perbadingan jumlah gejala (symtoms) antara kasus baru dan kasus lama. Sedangkan [4] memodifikasi metode weighted minkowski untuk menghitung kedekatan antara kasus lama dan kasus baru. Penerapan hasil modifikasi yang dilakukan pada kedua penelitian tersebut mampu meningkatkan ketepatan diagnosa. Perhitungan diagnosa yang dilakukan [7] berdasarkan gejala-gejala baru yang ditemukan pada kasus baru, sedangkan [4] menggunakan gejala, usia dan faktor resiko sebagai dasar penentuan diagnosa. Penelitian yang menggabungkan teknik rule based reasoning/RBR dan CBR pernah dilakukan [8] untuk membantu penegakan diagnosa gangguan kejiwaan pada manusia. Gangguan kejiwaan yang diteliti adalah jenis skizofrenia. Perhitungan kepastian rule base menggunakan certainty factor sedangkan perhitungan similaritas antara kasus baru dan kasus lama menggunakan teknik retrieval nearest neighbor dengan menambahkan pembobotan (weighted). Pada penelitian ini, rule base hanya digunakan untuk memastikan apakah gejala awal/umum terdapat dalam aturan yang mengarah pada gangguan jiwa. Sedangkan CBR hanya dapat di gunakan setelah di pastikan bahwa gejala awal yang dialami pasien merupakan gejala gangguan jiwa. Sehingga dalam penelitian ini antara RBR dan CBR tidak berjalan bersama-sama dalam menentukan diagnosa. Berdasarkan uraian beberapa penelitian tersebut, penelitian tentang gangguan kesehatan anak, baik yang menggunakan teknik RBR maupun teknik CBR sudah pernah dilakukan. Tetapi belum pernah dilakukan penelitian gangguan tumbuh kembang anak menggunakan teknik hybrid RBR dan CBR serta menggunakan teknik retrieval weighted minkowski. Sehingga penelitian ini akan dapat dilakukan dengan menggabungkan/integrasi (hybrid) kedua teknik tersebut (RBR dan CBR) untuk mendeteksi gangguan tumbuh kembang anak. METODE PENELITIAN Sistem yang dibangun adalah integrasi case-based reasoning dan rule-based reasoning yang digunakan sebagai sistem pendeteksi dini ganguan/penyakit tumbuh kembang anak. Metode yang digunakan untuk melakukan deteksi gangguan tumbuh kembang anak dilakukan dengan dua teknik yaitu CBR dan RBR. Teknik pencocokan antara kasus lama dan kasus baru menggunakan weighted minkowski. Pada dasarnya, CBR merupakan salah satu metode yang menggunakan solusi kasus sebelumnya untuk menyelesaikan kasus yang baru. Sedangkan pada teknik RBR sistem akan melakukan pengecekan data masukan (input) berdasarkan aturan yang telah tersimpan dalam basis aturan (rule base). Proses diagnosa akan dilakukan dengan cara memasukkan data gejala-gejala yang dialami pasien. Kemudian diproses dengan cara menghitung similaritas atau kesamaan dengan kasus-kasus sebelumnya yang tersimpan dalam basis kasus. Bersamaan dengan 28 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 13, No. 3, September 2015 proses perhitungan similaritas, system juga akan melakukan pelacakan berdasarkan aturan dengan menggunakan CF. Hasil perhitungan pada masing-masing kasus yang dilakukan berdasarkan teknik CBR akan diurutkan dari nilai tertinggi ke nilai tererndah. Nilai yang paling tinggi adalah kasus yang paling mirip dengan kasus baru. Nilai kemiripan antara 0 samapai dengan 1 (dalam bentuk persentase antara 0% sampai dengan 100%). Jika nilai kemiripan sama dengan 1, maka kasus lama tersebut sama persis dengan kasus baru, dan sebaliknya semakin kecil nilai similaritasnya maka semakin tidak mirip kasus tersebut. Begitu pula dengan hasil perhitungan/diagnosa dengan teknik RBR, hasil tersebut akan diurutkan berdasarkan tingkat kepercayaan (CF) yang paling besar. Setelah proses similatitas dan perhitungan tingkat kepercayaan didapatkan, maka system akan membandingkan hasil keduanya, jika nilai similaritas lebih tinggi dari pada nilai CF maka hasil diagnose didasarkan pada perhitungan dengan teknik CBR, dan sebaliknya. Secara umum alur diagnosa sistem hybrid yang akan dikembangkan terlihat pada Gambar 1. Gambar 1 Alur diagnosa 1. Penalaran Berbasis Aturan (Rule Based Reasoning/RBR) Pada penalaran berbasis aturan, pengetahuan direpresentasikan dengan menggunakan aturan berbentuk If–Then. Bentuk ini digunakan apabila kita memiliki sejumlah pengetahuan pakar pada suatu permasalahan tertentu, dan pakar dapat menyelesaikan masalah tersebut secara berurutan [9]. Disamping itu, bentuk ini juga digunakan apabila dibutuhkan penjelasan tentang jejak (langkah-langkah) pencapaian solusi. Contoh : Rule 1: IF suku bunga turun THEN harga obligasi naik Rule 2: IF suku bunga naik THEN harga obligasi turun Rule 3: IF suku bunga tidak berubah THEN harga obligasi tidak berubah 29 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 Rule 4: IF dolar naik THEN suku bunga turun Rule 5: IF dolar turun THEN suku bunga naik Rule 6: IF harga obligasi turun THEN beli obligasi Rule n Sebuah sistem pakar berbasis aturan memiliki dua bagian utama yang terintegrasi yaitu lingkungan pengembangan (development environment) yang digunakan untuk memasukkan pengetahuan pakar ke dalam lingkungan sistem pakar dan lingkungan konsultasi (consultation environment) yang digunakan oleh pengguna yang bukan pakar untuk memperoleh pengetahuan pakar. Secara umum gambaran arsitektur sistem pakar terlihat pada Gambar 2 [9]. Gambar 2 Arsitektur sistem pakar 2. Faktor Kepastian Dalam kenyataan sehari-hari banyak masalah didunia ini tidak dapat dimodelkan secara lengkap dan konsisten. Suatu penalaran dimana adanya penambahan fakta baru mengakibatkan ketidak konsistenan, dengan beberapa ciri-ciri yaitu adanya ketidakpastian, adanya perubahan pada pengetahuan dan adanya penambahan fakta baru dapat mengubah konklusi yang sudah terbentuk. Untuk menangani hal tersebut, dalam sebuah sistem bebasis aturan di perlukan metode untuk menghitung tingkat kepercayaan, salah satu metode tersebut dikenal dengan istilah ceratinty factor (CF). Secara umum dapat digunakan beberapa evidence yang dikombinasikan untuk menentukan CF dari suatu hipotesis dengan rumus persamaan 1 dan persamaan 2 [10]. CF[h,e] = MB[h,e] – MD[h,e] (1) Keterangan CF[h,e] faktor kepastian MB[h,e] ukuran kepercayaan/tingkat keyakinan terhadap hipotesish, jika diberikan/dipengaruhi evidence e (antara 0 dan 1) MD[h,e] ukuran ketidakpercayaan/tingkatketidakyakinan terhadap hipotesis h, jika diberikan/dipenharuhi evidence e (antara 0 dan 1) Dimana : (2) 30 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 13, No. 3, September 2015 3. Penalaran Berbasis Kasus (Case-Based Reasoning/CBR) Case Base Reasoning telah diaplikasikan dalam banyak bidang yang berbeda. Dari berbagai bidang aplikasi tersebut menunjukan berapa luasnya cakupan CBR, kebanyakan merupakan aplikasi dalam kerangka kecerdasan buatan. Bidang aplikasi tersebut antara lain, hukum, kedokteran, rekayasa, komputasi, jaringan komunikasi, desain pabrik, keuangan, penjadwalan, bahasa, sejarah, nutrisi, penemuan rute dan lingkungan [11]. CBR adalah suatu model penalaran yang penggabungkan pemecahan masalah, pemahaman dan pembelajaran serta memadukan keseluruhannya dengan pemrosesan memori. Tugas tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kasus yang pernah dialami oleh sistem, yang mana kasus merupakan pengetahuan dalam konteks tertentu yang mewakili suatu pengalaman yang menjadi dasar pembelajaran untuk mencapai tujuan sistem [12]. Definisi CBR merupakan suatu teknik pemecahan masalah, yang mengadopsi solusi masalah-masalah sebelumnya yang mirip dengan masalah baru yang dihadapi untuk mendapatkan solusinya. CBR dapat direpresentasikan sebagai suatu siklus proses yang dibagi menjadi empat sub proses [13], yaitu: a. Retrieve yaitu mencari kasus-kasus sebelumnya yang paling mirip dengan kasus baru. b. Reuse yaitu menggunakan kembali kasus-kasus yang paling mirip tersebut untuk mendapatkan solusi untuk kasus yang baru. c. Revise yaitu melakukan penyesuaian dari solusi-solusi kasus-kasus sebelumnya agar dapat dijadikan solusi untuk kasus yang baru. d. Retain yaitu memakai solusi baru sebagai bagian dari kasus baru, kemudian kasus baru di-update ke dalam basis kasus Gambar 3 Siklus CBR [13] Pada Gambar 3 dijelaskan mengenai tahapan proses CBR yaitu kasus baru dicocokkan dengan kasus-kasus yang ada di dalam basis data penyimpanan kasus dan menemukan satu atau lebih kasus yang mirip (retrieve). Solusi yang dianjurkan melalui pencocokan kasus kemudian digunakan kembali (reuse) untuk kasus yang serupa, solusi yang ditawarkan mungkin dapat dirubah dan diadopsi (revise). Jika kasus baru tidak ada yang cocok di dalam database penyimpanan kasus, maka CBR akan menyimpan kasus baru tersebut (retain) di dalam basis data pengetahuan. Teknik-teknik yang digunakan untuk mengimplementasikan sistem CBR, yaitu: 1. Case Representation Suatu kasus dapat diselesaikan dengan memanggil kembali kasus sebelumnya yang sesuai atau cocok dengan kasus baru. Kasus dapat direpresentasikan dalam berbagai bentuk, seperti representasi preposisional, representasi frame, representasi formlike dan 31 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 kombinasi dari ketiganya [12]. Kasus akan direpresentasikan dalam bentuk frame, selanjutnya data kasus akan disimpan ke dalam database secara terindeks untuk mempercepat proses retrieval nantinya. 2. Case Retrieval Retrieval merupakan inti dari CBR, yaitu proses menemukan dalam case-base, kasus-kasus yang paling dekat dengan kasus saat ini. Pengambilan kasus yang efektif harus menggunakan kriteria seleksi yang menentukan bagaimana basis kasus dicari. Teknik retrieval yang paling sering diselidiki sejauh ini, adalah k-nearest neighbor, pohon keputusan dan turunannya. Teknik ini menggunakan smimilarity metric untuk menentukan ukuran kedekatan (similarity) antar kasus [12]. Metode similarity yang digunakan adalah weighted minkowski dengan rumus (3). (3) Keterangan: ( , ) : : : : ( , ) : Similaritas antara kasus T (target case) dan S (source case) Jumlah atribut pada masing-masing kasus Nilai bobot fitur ke-k Faktor minkowski (integer positif) Kesamaan fitur ke-k dari source case dan target case Nilai r adalah bilangan prositif ≥ 1, (antara 1 sampai dengan tak hingga). Pada penelitian yang dilakukan ini digunakan r=3. Penelitian sebelumnya yang dilakukan [14] menunjukan bahwa dengan penggunaan r=3 diperoleh hasil akurasi maksimum. 3. Revisi Kasus Revisi kasus merupakan bagian dari adaptasi sistem yang dilakukan oleh seorang pakar. Pakar akan merevisi nama penyakit beserta tingkat kepercayaan terhadap penyakit hasil diagnosa yang memiliki nilai similarity lebih kecil dari 0.8. Setelah kasus direvisi, selanjutnya kasus tersebut akan dijadikan sebagai basis kasus baru(proses retain). 4. Case Adaptation Adaptasi merupakan proses memindahkan solusi dari kasus yang berhasil di-retrieve menjadi solusi pada kasus yang baru. Sejumlah pendekatan dapat digunakan untuk adaptasi kasus antara lain substitution, compensation, modification,elimination, monitoring. Adaptasi yang diterapkan pada solusi kasus baru adalah dengan mengambil solusi pada kasus sebelumnya. Jika kasus baru dan kasus lama sangat mirip, maka tidak dilakukan modifikasi. Akan tetapi jika dipandang perlu adanya modifikasi solusi pada kasus baru, maka hal ini hanya dapat dilakukan oleh pakar (dokter spesialis). Modifikasi dapat dilakukan dengan menghilangkan (elimination), mengganti (subtitution) atau mengubah dosis dan aturan pakai obat pada solusi baru [15]. 4. Pengujian Sistem Pengujian sistem dilakukan dengan melakukan tes untuk mengukur kemampuan sistem dalam melakukan diagnosa. [16] menjelaskan bahwa sensitivitas dan spesifisitas digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi. Analisis dilakukan dengan menggunakan 4 parameter yaitu TP, FP, TN dan FN. Selanjutnya digunakan menghitung sensitivitas (sensitivity), spesifisitas (specificity), nilai prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV). Perhitungan nilai-nilai tersebut menggunakan persamaan (4), (5), (6), (7) [17]. 32 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 13, No. 3, September 2015 Sensitivity = [TP/(TP+FN)] x 100% (4) Specificity = [TN/TN+FP] x 100% (5) PPV = [TP/ (TP+FP)] x 100% (6) NPV = [TN/ (TN+FN)] x100% (7) Keterangan: TP : Sistem menghasilkan kesimpulan positif untuk sampel data positif; FP : Sistem menghasilkan kesimpulan positif untuk sampel data negatif; TN : Sistem menghasilkan kesimpulan negatif untuk sampel data negatif, dan FN : Sistem menghasilkan kesimpulan negatif untuk sampel data positif. Menurut [18], Confusion Matrix adalah cara yang berguna untuk menganalisis seberapa baik sistem mengenali tuple dari kelas yang berbeda. TP dan TN memberikan informasi ketika sistem benar, sedangkan FP dan FN memberitahu ketika sistem salah. Sensitivity dan specificity dapat digunakan untuk pengklasifikasian akurasi. Sensitivity dapat ditunjuk sebagai true positives (recognition) rate (proporsi dari tuple positif yang diidentifikasi dengan benar). Sedangakan specificity adalah true negatives rate (proporsi tuple negatif yang diidentifikasi secara benar). Fungsi sensitivitas dan spesifisitas dapat menunjukkan tingkat akurasi menggunakan persamaan (8) dan ukuran tingkat kesalahan sistem juga dapat dihitung dengan persamaan (9). = ( + ) + ( + ) (8) + (9) 100% ( + ) 5. Gangguan Tumbuh Kembang Anak Ada beberapa gangguan pada tumbuh kembang anak yang bisa menjadi masalah jika tidak diperhatikan. Oleh karena itu, memantau sejak dini bisa memberikan penanganan antisipatif. Memonitor tumbuh kembang anak, penting dilakukan. Tujuannya agar bisa diketahui sejak dini, jika ada kelainan yang terjadi, sehingga penanganan antisipatif bisa dengan cepat diambil. Waktu terbaik untuk melakukan skrining tumbuh kembang adalah pada usia 0-3 tahun. Masa 0-3 tahun juga waktu terbaik untuk melakukan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang anak. Dalam tumbuh kembang anak, ada beberapa hal yang bisa menjadi masalah dan menghambat perkembangan anak. Jika masalah tidak cepat ditanganni, bisa merugikan anak dilingkungan keluarga dan sosial kelak. Terdapat beberapa jenis gangguan tumbuh kembang anak yang umum terjadi, baik yang berhubungan dengan fisik maupun psikis anak tersebut. Beberapa gangguan tumbuh kembang anak yang perlu di kenali untuk mendapatkan perhatian lebih lanjut antara lain gangguan bicara dan bahasa, cerebral palsy, sindrom down, gangguan autisme, retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dan perawakan pendek [1]. = HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Akuisisi Pengetahuan Case base akan dibentuk dari kumpulan data rekam medis pasien. Sedangkan rule base merupakan aturan penelusuran gangguan berdasarkan kepakaran. Pembentukan case base dan rule base memerlukan tahapan yang disebut akuisisi. Perbedaanya adalah case base di peroleh dari kumpulan kasus sedangan rule base berisi kumpulan aturan. Tahap akuisisi pengetahuan yaitu proses untuk mengumpulkan data-data pengetahuan dari sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan tersebut dijadikan sebagai informasi untuk dipelajari, 33 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 diolah dan diorganisasikan secara terstruktur menjadi basis pengetahuan. Sumber pengetahuan diperoleh dari seorang pakar (dokter spesialis). Selain pakar, bahan pengetahuan ini juga diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah tersebut, seperti buku, jurnal, artikel dan lain sebagainya. Data-data yang diperlukan di sajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Kode P001 P002 P003 P004 P005 P006 P007 Tabel 1 Data gangguan Gangguan Selebral palsy Sindrom down Retardisi mental Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif Gangguan bicara dan bahasa pada anak Autisme Perawakan pendek Tabel 2 Data gejala Kode G001 G002 G003 G004 G005 G006 G007 G008 G009 G010 G011 G012 G013 G014 G015 G016 G017 G018 G019 G020 G021 G022 G023 G024 G025 G026 .… Gejala Mengalami depresi saat masih bayi Mengalami reaksi yang berlebihan terhadap stimulus saat masih bayi Kejang- kejang saat masih bayi Gejala neuroligik local Perkembangan motorik lambat Terdapat paralisis spastik Terdapat gerakan-gerakan involunter Menetapnya refleks primitive Keterlambatan “milestone” perkembangan Disfungsi tangan Gangguan cara berjalan Terdapat spastisitas Retardisi mental Gangguan bicara Gangguan Pendengaran Gangguan pengelihatan Sutura sagitalis (sela panah) yang terpisah Filsura Palpebralis yang miring Jarak yang lebar antara kaki I dan kaki II Fontanela “Palsu” “Plantar Crease” Jari Kaki I Dan II Hiperfleksibilitas Peningkatan jaringan sekitar leher Bentuk palatum yang abnormal Hidung hipoplastik ` Kelemahan otot dst 2. Representasi Basis Kasus (Case Base) dan Basis Aturan (Rule Base) 34 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 13, No. 3, September 2015 Data-data kumpulan kasus yang diperoleh dari catatan rekam medis pasien akan disimpan menjadi case base. Kasus-kasus yang sudah dikumpulkan akan direpresentasikan ke dalam bentuk frame seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Contoh representasi basis kasus Kasus Kelamin Usia Gangguan Gejala Bobot (Thn) K001 P 5 P001 G001 2 G003 3 G006 5 K002 L 4 P002 G002 7 G003 5 G004 2 G006 6 Frame seperti yang terlihat pada Tabel 3 berisi relasi antara data pasien, gangguan yang diderita dan gejala serta bobot gejala yang menyertai kasus tersebut. Problem space adalah gejala-gejala d an solution space adalah nama gangguan. Setiap gejala memiliki bobot yang menunjukan tingkat kepentingan terhadap gangguan yang diderita pasien. Nilai bobot antara 1 sampai dengan 10, semakin besar nilai bobot menunjukan semakin penting gejala tersebut untuk menentukan jenis gangguan. Penilaian gejala dilihat dari kemunculan gejala yang dirasakan oleh pasien, yaitu 1 (satu) jika Ya dan 0 (nol) jika “Tidak”. Sedangkan contoh aturan gangguan dan gejala disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Contoh representasi basis aturan Aturan Gangguan Gejala MB MD R001 P001 G004 0,92 0,01 G005 0,78 0,05 G006 0,61 0,12 G009 0,49 0,21 G013 0,91 0,1 G016 0,45 0,2 G008 0,51 0,11 G001 0,34 0,04 G002 0,44 0,3 R002 P002 G042 0,76 0,42 G049 0,45 0,01 G051 0,65 0,2 G003 0,66 0,23 G046 0,45 0,12 G047 0,32 0,08 G044 0,67 0,2 G045 0,87 0,32 G048 0,28 0,1 G050 0,56 0,22 G043 0,34 0,07 R003 P003 G042 0,72 0,29 G049 0,86 0,2 G051 0,34 0,1 G046 0,56 0,1 35 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 G047 G044 G045 G048 G050 0,53 0,25 0,74 0,39 0,39 0,21 0,01 0,12 0,11 0,04 3. Retrieval dan Similarity Teknik retrieval yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik nearest neighbor yaitu pendekatan dalam mencari kemiripan dua buah kasus dengan menghitung kedekatan antara kasus baru dengan kasus lama. Perhitungan ukuran kemiripan antara kasus lama (source case) dan kasus baru (target case) menggunakan metode similarity metric. Perhitungan dilakukan berdasarkan pada pencocokan bobot dari sejumlah fitur yang dimiliki kedua kasus. Dasar dari teknik ini adalah membandingkan setiap atribut target case dengan setiap atribut pada source case yang ada dalam case base, kemudian perbandingan tersebut dihitung dengan menggunakan fungsi similarity weighted minkowski. Solusi dari source case akan rekomendasikan untuk menjadi solusi dari kasus baru (target case) jika nilai source case yang dibandingkan sama atau hampir sama dengan nilai target case. Similaritas dihitung menggunakan rumus weighted minkowski yaitu persamaan (3). Tabel 5 Contoh kasus Source Case (S) Data No K001 K002 Kasus Nilai Bobot Nilai Bobot Gejala 1 G001 1 1 1 1 2 G002 1 2 1 3 3 G003 1 2 0 0 4 G004 1 3 0 0 5 G005 1 4 0 0 6 G006 1 4 0 0 7 G007 1 5 0 0 8 G008 1 5 0 0 9 G017 0 0 1 8 10 G019 0 0 1 8 11 G020 0 0 1 8 12 G022 0 0 1 7 13 G023 0 0 1 9 14 G025 0 0 1 9 15 G026 0 0 1 9 Gangguan P001 P003 Target Case (T) Nilai 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 Berdasarkan contoh kasus pada Tabel 5, perhitungan similaritas dapat diselesaikan menggunakan persamaan (3). Sehingga proses perhitungan similaritas secara manual pada contoh diatas adalah sebagai berikut. a. Kemiripan taget case dengan source case (K001) b. Kemiripan taget case dengan source case (K002) 36 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 13, No. 3, September 2015 Berdasarkan hasil perhitungan similaritas kasus baru terhadap kasus lama yang terdapat pada basis kasus (K001 dan K002), nilai kemiripan pada kasus K002 lebih besar dari pada kasus K001, sehingga dapat disimpulkan kasus yang paling mirip adalah kasus K002 dengan tingkat kemiripan 0.8 atau 80%. 4. Faktor Kepercayaan (Certainty Factor) Untuk melakukan perhitungan faktor kepercayaan maka diperlukan pengecekan terhadap sebuah aturan diama setiap gejala dalam sebuah aturan memiliki nilai MB dan MD. Sebagai contoh, jika user memasukan 3 (tiga) buah gejala (Tabel 6). Perhitungan nilai CF secara manual akan dilakukan menggunakan persamaan 2. Tabel 6 Nilai MB dan MD Gejala Kode MB MD Gejala 1 G004 0,92 0,01 Gejala 2 G005 0,78 0,05 Gejala 3 G006 0,61 0,12 a. CF gejala 1 = MB – MD = 0, 92 – 0,01 = 0,91 b. CF gejala 2 =[MBLama+MB(1–MBLama)]–[MDLama+MD(1–MDLama)] = [0,92+0,78*(1–0,92)] – [0,01+0,05*(1–0,01)] = 0,9824–0,0595 = 0,9229 c. CF gejala 3 = [MBLama+MB(1–MBLama)]– [MDLama+MD(1–MDLama)] = [0,9824 +0,61*(1–0, 9824)] – [0,0595 +0,12*(1–0,0595)] = 0,993136– 0,17236 = 0,820776 (pembulatan 0,82) Berdasarkan perhitungan diatas dengan mengacu pada Tabel 4, maka nilai CF dari Gangguan (P001) adalah 0.82 atau 82 %. 5. Proses Diagnosa Proses diagnosa meliputi proses peng-inputan kondisi pasien, pemeriksaan/pencarian kasus terdahulu yang mirip dengan kasus baru (retrieve), menghitung tingkat kemiripan (similaritas) dan menyimpulkan hasil diagnosa berdasarkan tingkat kemiripan atau nilai CF paling tinggi. Proses pada form diagnosa dimulai dengan memilih menu diagnosa. Pada saat muncul form diagnosa sistem akan secara otomatis memberikan nomor kasus berdasarkan nomor urut kasus yang telah tersimpan dalam basis data. Selanjutnya user (baik pakar maupun paramedis) harus memilih data pasien dengan mengklik tombol cari pada bagian data pasien. Jika pasien belum tersimpan dalam basis data, maka user dapat melakukan penambahan data pasien baru. Data berikutnya yang perlu dimasukan oleh user adalah data gejala yang dimiliki pasien. Peng-inputan data gejala dapat dilakukan dengan memilih daftar gejala pada combobox atau dapat juga dilakukan dengan mencari data dengan meng-klik tombol cari pada bagian gejala. Setelah semua data pasien dimasukan (seperti terlihat pada Gambar 4), 37 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 selanjutnya user harus mengklik tombol hasil diagnosa untuk mengetahui hasil diagnosa pasien tersebut. Saat user meng-klik tombol hasil diagnose, sistem akan mencocokan data kasus baru dengan data basis kasus (proses CBR) dan melakukan penelusuran berdasarkan basis aturan serta menghitung tingkat kepercayaan/CF (proses RBR). Setelah diperoleh nilai similaritas atara kasus baru dan basis kasus serta nilai kepastian berdasarkan basis aturan, selanjutnya hasil diagnosa akan ditentukan berdasarkan perbandingan kedua nilai tersebut. Jika nilai similaritas lebih besar daripada nilai kepastian (CF) maka kesimpulan hasil diagnosa adalah kesimpulan berdasarakan proses CBR dan sebaliknya, jika nilai kepastian lebih besar maka kesimpulan hasil diganosa adalah hasil penelusuran proses RBR. Gambar 4 Pengisisan data kasus baru Tampilan form hasil diagnosa sebagaimana ditampilkan pada Gambar 5 menampilkan informasi kode kasus, nomor rekam medis, usia, tanggal diagnosa, nama gangguan yang dialami pasien, nilai kesamaan (similaritas) dengan basis kasus, nilai kepastian (CF) serta informasi penentuan kesimpulan berdasarkan nilai similaritas atau nilai CF. Gambar 5 Hasil diagnosa 6. Pengujian Sistem Proses pengujian sistem dilakukan dengan dengan menggunakan sampel data acak sebanyak 50% dari basis kasus (50 sampel). Guna keperluan pengujian, ditambahkan 10 sampel kasus sebagai data uji yang bukan merupakan kasus ganggaun tumbuk kembang. Langkah pengujian dilakukan dengan mengadakan diagnosa menggunakan sistem seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya. Sistem dianggap berhasil mendiagnosa dengan benar jika menujukan tingkat similaritas atau tingkat kepercayaan (CF) lebih besar atau sama dengan 80%. Hasil pengujian akan digunakan sebagai bahan evaluasi sistem. Evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui apakah sistem yang dibuat layak diterapkan dalam mendiagnosa gangguan tumbuh kembang anak. Evaluasi hasil pengujian sistem dalam mediagnosa dilakukan dengan menghitung nilai sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, tingkat akurasi dan error rate. 38 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 13, No. 3, September 2015 Setelah proses pengujian, tahap pertama yang harus dilakukan adalah membuat confusion matrix berdasarkan nilai similaritas hasil pengujian sistem, seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7 Confusion matrix hasil pengujian sistem Data Uji Sistem Gangguan Bukan Total Kasus T.K. Anak Gangguan T.K. Anak Hasil Positif 38 (TP) 1 (FN) 49 Kasus (P) pengujian Negatif 12 (FP) 9 (TN) 21 Kasus (N) sistem Total 50 Kasus 10 Kasus 60 Kasus Kasus (P+N) Confusion matrix pengujian sistem menunjukan sebanyak 38 sampel pasien ganggaun tumbuh kembang terdiagnosa positif pada sistem dan sebanyak 12 sampel yang terdiagnosa negative. Sedangkan pengujian dengan menggunakan sampel pasien bukan ganggaun tumbuh kembang, hasil yang diperoleh dari proses diagnosa menggunakan sistem 1 terdiagnosa positif dan 9 sampel terdiagnosa negatif. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung tingkat sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, akurasi dan error rate menggunakan persamaan (4), (5), (6), (7), (8) dan persamaan (9). Hasil perhitungan diatas menunjukan persentase kemampuan sistem dalam mengenali gangguan tumbuh kembang anak secara benar sebesar 97,44% (sensitifitas), persentase kemampuan sistem dalam mengenali bukan gangguan tumbuh kembang anak secara benar sebesar 42,86% (spesifisitas), nilai prediksi positif sebesar 76% (PPV), nilai prediksi negatif sebesar 90% (NPV), dan tingkat akurasi sebesar 78,33% (accuracy) dengan tingkat kesalahan (error rate) sebesar 21,67%. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem ini sudah dapat berfungsi dengan baik untuk melakukan deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak, namun masih memiliki tingkat kesalahan yang cukup tinggi yaitu 21,67%. KESIMPULAN Berdasarkan tahapan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Integrasi sistem basis aturan (rule based) dan basis kasus (case based) dapat dilakukan untuk diagnosa gangguan tumbuh kembang anak dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik. Hasil pengujian menunjukan nilai sensitifitas sebesar 97,44%, spesifisitas 42,86%, PPV 76%, NPV 90% dan tingkat akurasi sebesar 78,33% dengan tingkat kesalahan (error rate) sebesar 21,67%. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem ini sudah dapat berfungsi dengan baik untuk melakukan deteksi dini 39 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 gangguan tumbuh kembang anak, namun masih memiliki tingkat kesalahan yang cukup tinggi yaitu 21,67%. SARAN Penelitian yang dilakukan terbatas pada diagnosa terhadap 6 jenis gangguan tumbuh kembang anak, untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan sampel yang lebih banyak sehingga kemampuan sistem akan lebih baik, serta penggunaan algoritma yang berbeda dalam melakukan perhitungan similaritas dan perhitungan nilai kepercayaan. DAFTAR PUSTAKA [1] Hidayat, A.A, 2008, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta. [2] Adriana, D., 2011, Tumbuh Kembang dan Terapi Pada Anak.Jakarta, Salemba Medika, Jakarta. [3] Dinkes, 2014, Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita Sosialisasi Buku Pedoman Pelaksanaan DDTKdi tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar, Bakti Husada, Jakarta. [4] Faizal, E., 2013, Case-Based Reasoning untuk Mendiagnosa Penyakit Cardiovascular dengan Metode Weighted Minkowski, Tesis, S2 Ilmu Komputer UGM, Yogyakarta. [5] Tutik, A.G.A.K., Delima, R. dan Proboyekti, U., 2009, Penerapan Forward Chaining Pada Program DiagnosaAnak Penderita Autisme, Jurnal Informatika, Vol 5 / No 2, Yogyakarta. [6] Faizal, E, 2010, Implementasi Expert System Sebagai Media Konsultasi Medis Penyakit Common Cold Menggunakan Metode Certainty Factor, Jurnal Fahma, Vol 8 /No 3/ISSN: 1693-227, Yogyakarta. [7] Mancasari, U.A., 2012, Sistem Pakar Menggunakan Penalaran Berbasis Kasus untuk Mendiagnosa Penyakit Syaraf pada Anak, Skripsi, Ilmu Komputer UGM, Yogyakarta. [8] Labellapansa, A., 2013, Implementasi Penalaran Berbasis Aturan dan Berbasis Kasus untuk Diagnosa Gangguan Kejiwaan Psikosis, Tesis, S2 Ilmu Komputer UGM, Yogyakarta. [9] Kusumadewi, S., 2003, Artificial Intelence : Teknik dan Aplikasinya, Graha Ilmu, Yogyakarta. [10] Kusrini, 2006, Sistem Pakar: Teori dan Aplikasi, Penerbit Andi offset, Yogyakarta. [11] Mulyana, S., dan Hartati, S., 2009, Tinjauan Singkat Perkembangan Case -Based Reasoning, Seminar Nasional Informatika (SEMNASIF), ISBN 1979-2328,Halaman D17-D24 , Yogyakarta. [12] Pal, K. S., dan Shiu, K.C.S., 2004, Foundations of Soft Case-based Reasoning, A John Wiley & Sons, Inc., Publication, New Jersey. [13] Aamodt, A., dan Plaza, E., 1994, Case-Based Reasoning: Foundational Issues, Methodological Variations, and System Approaches. AI Communications, Vol. 7, 39-59. [14] Seetha, M., Sunitha, K.V.N., dan Devi, M., 2012, Performance Assessment of Neural Network and K-Nearest Neighbour Classification with Random Subwindows, International Journal of Machine Learning and Computing, Vol. 2, No. 6, pp 844-847. [15] Vorobieva, O., Gierl, L., dan Schmidt, R., 2003, Adaptation Methods in an Endocrine 40 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 13, No. 3, September 2015 Therapy Support System, Workshop Proceedings of the Fifth International Conference on Case-Based Reasoning, Trondheim, Norway. [16] Akobeng, A.K., 2007, Understanding diagnostic tests 1: sensitivity, specificity and predictive values, Acta Pædiatrica, Vol. 96 No. 3, ISSN:1651-2227, Halaman 338-341. [17] Tomar, P.P.S., Singh, R., Saxena, P.K., dan Sharma, B.K., 2012, A Medical Multimedia Based DSS for Heart Diseases Diagnosis and Training, Canadian Journal on Biomedical Engineering & Technology Vol. 3 No. 2. [18] Han, J., dan Kamber, M., 2006, Data Mining: Concepts and Techniques Second Edition, Morgan Kauffman, ISBN 978-92-4-156437-3, San Fransisco. 41