BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Terdapat beberapa penelitian yang mendukung tugas akhir ini, dimana pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan penelitian tugas akhir ini. Menurut penelitian dari Agus Setiawan yang berjudul “Analisa Unjuk Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 1 Mwp yang Terinterkoneksi Jaringan On-grid pada Kayubihi”, membahas desain teknis sistem pembangkitnya, pengaruh lingkungan yang berpotensi pada hasil produksinya, dan perbandingan hasil produksi dengan skenario lingkungan yang ideal, dengan shading, dan dengan kondisi lingkungan yang riil. Penelitian ini menghasilkan beberapa data, seperti potensi optimum dari produksi energi listrik per tahun yang dihasilkan PLTS Kayubihi tanpa adanya faktor shading adalah 1656 MWh, dengan rasio performa sebesar 83,6%. Sementara itu produksi energi listrik per tahun dengan adanya faktor shading sesuai lokasi awal terpasang lebih rendah terhadap potensi optimum yaitu sebesar 1394 MWh, dengan rasio performa sebesar 70,4%. Namun produksi energi listrik riil PLTS Kayubihi sesuai lingkungan terpasang lebih kecil dibandingkan dengan potensi produksi energi listrik hasil simulasi PVSyst sesuai lingkungan terpasang, dengan selisih 18,67% antara produksi riil sejumlah 729,08 MWh terhadap hasil simulasi sejumlah 896,45 MWh, yang disebabkan oleh nilai iradiasi yang diterima PLTS lebih kecil dari simulasi, adanya shading, serta gangguan selama waktu operasi PLTS (Setiawan, 2014). Penelitian dari Isdawimah yang berjudul “Analisis Kinerja Pembangkit Listrik Energi Terbarukan pada Model Jaringan Listrik Mikro Arus Searah” bertujuan untuk menganalisis kinerja dari Pembangkit Listrik Energi Terbarukan yang terdiri dari PLTS dan PLTB 12V/100W yang akan memasok daya ke jaringan listrik mikro arus searah. Sebelum memasok daya, masing-masing pembangkit diuji dalam kondisi tanpa beban dan berbeban. Pada jaringan listrik 5 6 diuji pembagian beban antara PLTS dan PLTB dengan mempertimbangkan kapasitas baterai masing-masing. Hasil pengujian PLTS menunjukkan peletakan PV module 12V, 80W ke arah timur pada bulan Juni 2010 menghasilkan arus rata-rata terbesar (1,954A) dan mengisi baterai 12V, 45Ah selama 23 jam, lebih cepat dibanding ke arah lain. PLTS dan PLTB mengalami penurunan tegangan sebesar 9,4% dan 8,4% dari tegangan nominal 12V pada saat dibebani 80W. Hal ini disebabkan adanya impedansi dari baterai sebesar 1,8Ω. Beban yang terpasang pada jaringan listrik mikro arus searah, memperoleh pasokan daya dari PLTS dan PLTB yang masing-masing pembangkit dilengkapi baterai dengan kapasitas sama 12V, 45Ah. Pada kondisi tanpa beban, PLTS dan PLTB mengisi baterai, sedangkan pada kondisi berbeban, arus yang dihasilkan kedua pembangkit mengalir ke beban, dengan pembagian pasokan daya ke beban tergantung muatan baterai masing-masing setelah pengisian. Pembangkit dengan baterai bermuatan besar memasok daya lebih besar dibanding pembangkit dengan baterai bermuatan lebih kecil (Isdawimah, 2010). Penelitian dari Putu Yudi yang berjudul “Rancang Bangun Sistem PLTS Skala Kecil Untuk Rumah Tangga Berkapasitas 250 Watt Di Daerah Singaraja”, membahas sebuah PLTS yang menggunakan regulator pengisian dan regulator yang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan dalam PLTS ini menggunakan inverter jenis modified sine wave dengan daya 250 tipe DA5 – 316. Dari observasi dan pengamatan yang telah dilakukan di Singaraja, rata-rata periode matahari efektif untuk menjalankan sistem PLTS secara optimal berkisar antara pukul 07.30 wita–17.00 wita. Dengan energi listrik yang tersimpan rata – rata sebesar 64,36 Wh/hari, 1.930,73 Wh/bulan dan 23.168,72 Wh/tahun. Besar prosentase penyinaran pada kondisi cerah sebesar 100% dan saat mendung sebesar 81,6% dari kondisi cerah. Besar kecilnya output dari sistem ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang mengenai PV module dan juga cuaca maupun musim saat dilakukan proses pengujian (Yudi, 2011). Penellitian oleh I Nengah Jati yang berjudul “Studi Pemanfaatan PLTS Hibrid dengan PLN di Vila Adleson” membahas PLTS di vila Adleson yang 7 terdiri dari 12 buah PV module, satu set rack, 1 buah grid-inverter, 1 buah charger regulator yang dilengkapi dengan automatic switch, 12 buah baterai, 1 set remote interface. PLTS ini dibangun pada bulan Agustus tahun 2008 dengan nilai investasi sebesar Rp 276.156.500. Investasi yang cukup besar ini disebabkan karena sistem yang dibangun merupakan sistem yang terintegrasi dan juga dilengkapi dengan sistem monitoring berbasis website. Kapasitas PLTS yang dibangun adalah 1,560 kWp yang dihibrida dengan sambungan listrik PLN sebesar 2,300 kW. Total kebutuhan energi listrik harian vila Adleson adalah 6,153 kWh/hari. Energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS di vila Adleson adalah 3,37 kWh/hari yang setara dengan 1.230 kwh per tahun. PLTS ini sudah mampu mensuplai 50% dari kebutuhan energi harian vila. Berdasarkan analisa didapatkan bahwa harga energi (cost of energy) dengan nilai investasi PLTS sebesar Rp 276.156.500 adalah Rp 26.650 per kWh. Sementara jika komponen baterai tidak dihitung maka besarnya investasi adalah sebesar Rp 117.002.500 sehingga didapatkan harga energi sebesar Rp 11.291per kWh. Sedangkan jika komponen PLTS tanpa baterai dan fasilitas remote monitoring dihitung dengan harga komponen saat ini maka nilai investasi menjadi Rp 98.600.000 sehingga harga energi turun menjadi Rp 9.500 per kWh. Mahalnya harga energi per kWh dari sistem ini adalah karena produksi PLTS yang relatif kecil. Dari pengamatan dilapangan ditemukan bahwa beberapa penyebab dari kecilnya produksi PLTS adalah cara instalasi PV module yang kurang tepat sehingga energi yang dihasilkan kurang maksimum (Jati, 2011). Menurut penelitian oleh Eka Indrawan yang berjudul “Perancangan Photovoltaic Stand Alone Sebagai Catu Daya Pada Base Transceiver Station Telekomunikasi Di Pulau Nusa Penida” membahas sistem kelistrikan BTS di pulau Nusa Penida yang terletak di Desa Kutampi, BTS Nusa Penida dipasok oleh PLN dan genset. BTS Nusa Penida memanfaatkan photovoltaic dikembangkan untuk mensuplai energi listrik di BTS. PLTS ini direncanakan untuk mensuplai energi listrik untuk perangkat BTS yang hidup 24 jam dalam rentang waktu satu bulan. Besarnya daya PV module yang dibangkitkan untuk mensuplai energi listrik di BTS adalah 17 kWp, yang dihasilkan dari PV module sebanyak 84 unit 8 dengan kapasitas PV module adalah 200 Wp dan kapasitas baterai yang digunakan adalah 7.100 Ah dengan total baterai 30. Analisis kelayakan investasi PV module tanpa baterai dan PV module dengan baterai yang dilakukan dengan menggunakan NPV, PI dan DPP menunjukan hasil bahwa investasi PV module layak untuk dilaksanakan. Untuk nilai NPV dan PI didapatkan kedua investasi (>0). Sedangkan untuk DPP didapatkan kedua hasil investasi lebih kecil dari periode umur proyek yang sudah ditetapkan, yaitu selama 25 tahun (Indrawan, 2011). Menurut penelitian dari King, Boyson, dan Kratochvil yang berjudul “Analysis Of Factors Influencing The Annual Energy Production Of Photovoltaic Systems” bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi produksi dari sistem fotovoltaik dan parameter yang paling relevan untuk merancang sistem fotovoltaik. Dasar yang paling relevan untuk merancang sistem fotovoltaik adalah produksi energi tahunannya, yang juga merupakan parameter terbaik untuk memantau kinerja jangka panjangnya. Model performa array yang akurat berdasarkan prosedur pengujian diperlukan untuk memprediksi energi yang tersedia pada array. Model ini, digabungkan dengan karakteristik kinerja komponen sistem baiance lainnya, menyediakan alat yang diperlukan untuk menghitung perkiraan performa sistem dan untuk mem-bandingkan kondisi riil dan produksi energi yang ideal. Menggunakan alat seperti itu, penelitian ini mengkuantifikasi faktor utama yang mempengaruhi produksi dari modul fotovoltaik tersebut, dan pengaruh ini kontras dengan faktor lainnya yang mengakibatkan kurang efisiennya produksi energi yang bisa disalurkan ke beban yang tidak sesuai dengan kapasitas array yang tersedia. Produksi energi tahunan serta musiman dibahas dalam konteks sistem fotovoltaik on-grid dan off-grid (King, et. al, 2002). Penelitian Agus Winarta yang berjudul “Studi Kasus Kegagalan Operasi Serta Penentuan Konfigurasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Fotovoltaic Module System) Di Griya Siangan, Gianyar-Bali”, membahas sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Griya Siangan Gianyar yang salah satu dari banyaknya penggunaan energi alternatif yang dikembangkan oleh pemerintah dalam upaya mengatasi permasalahan krisis energi. Dalam pengoperasiannya PLTS tersebut 9 tidak mampu mensuplai keseluruhan beban. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari penyebab kegagalan operasi dan mencari konfigurasi PLTS Griya Siangan Gianyar yang dianalisis dengan metode deskritif, sehingga menghasilkan data-data yang dapat digunakan dalam pembangunan serta pengoperasian PLTS. Penyebab kegagalan adalah unit battery charge controller yang memberikan tegangan output dari 0,16 Volt sampai 0,28 Volt kepada unit baterai yang akan mensuplai unit inverter yang diteruskan ke beban, sehingga tegangan unit baterai sangat rendah sebesar 2,7 Volt. Kebutuhan listrik per hari Griya Siangan Gianyar adalah 2810 Wh yang akan mampu dipenuhi PV module yang akan memberikan total output minimal 2810 Wh/hari, kemudian dengan rumus dan pendukung lainnya dilakukan perhitungan yang menghasilkan kebutuhan baterai dengan kapasitas minimal 702,5 Ah. Inverter dengan kapasitas minimal 610 Watt dan charge controller dengan rating arus beban minimal 2,772 Ampere (Winarta, 2006). Penelitian yang berjudul “Studi Terhadap Unjuk Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Surya 1920 W di Universitas Udayana Bukit Jimbaran” oleh Gatot Anggara bertujuan untuk mengetahui permasalahan dalam pengoperasian PLTS dan menganalisis rekonfigurasi optimal PLTS. Dalam penelitian ini dilakukan monitoring dan pengukuran tegangan-arus yang dihasilkan oleh modul, teganganarus charge controller, tegangan-arus inverter, pengukuran temperatur modul, intensitas cahaya matahari, dan monitoring kondisi cuaca lingkungan. Hasil pengukuran PV module, tegangan output tertinggi sebesar 12.73 Volt dan arus sebesar 2.40 Ampere pada pukul 11.45 Wita. Sedangkan tegangan output terendah sebesar 0.57 Volt dan arus sebesar 0.14 Ampere pada pukul 18.00 Wita. Perubahan tegangan dan arus yang dihasilkan PV module dipengaruhi oleh perubahan intensitas radiasi matahari yang diterima PV module. Dari 32 PV module hanya 8 buah yang digunakan untuk mensuplai beban. Agar daya PLTS optimal maka 32 PV module akan digunakan untuk mensuplai beban di area internet corner. Kemudian dengan rumus dan data pendukung lainnya dilakukan perhitungan yang menghasilkan kebutuhan baterai dengan kapasitas 1455 Ah, 10 inverter dengan kapasitas 6000 Watt dan charger controller dengan rating arus 20 Ampere sebanyak 4 unit (Gatot, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Rif’an dkk yang berjudul “Optimasi Pemanfaatan Energi Listrik Tenaga Matahari di Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya” menyatakan bahwa tujuan penelitian ini untuk mengoptimasi PLTS guna memenuhi captive power di Teknik Elektro Universitas Brawijaya dengan mengidentifikasi dan karakterisasi sel surya yang dilanjukan dengan serangkaian analisis untuk mencari besar sudut pergeseran yang optimal. Analisis dilakukan pada data hasil pengukuran tegangan output sel surya untuk beberapa sudut kemiringan. Dari pengujian dan analisisnya, dapat disimpulkan bahwa, energi yang dihasikan jika menggunakan solar tracker dengan sudut 5o menghasilkan energi yang paling besar (Rif’an, dkk, 2012). Penelitian yang berjudul “Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpadu Menggunakan Software PVSyst pada Komplek Perumahan di Banda Aceh” oleh Suriadi dan Syukri ini bertujuan untuk merencanakan sebuah PLTS pada perumahan untuk kebutuhan listrik rumah tangga sebesar 26.927 kWh perharinya dengan menggunakan software PVSyst. Karakteristik modul surya berkapasitas 200 Wp, baterai 100 Ah sebanyak 30 unit, baterai charge regulator 500 A, dan inverter 12 kW. PLTS ini direncanakan untuk melayani sepuluh rumah dengan daya sambung 6 A. Dalam perancangan sistem PLTS ini, digunakan data insolasi matahari terendah berdasarkan BMG Aceh 2009-2010 yaitu pada bulan November yang sebesar 2,48 h. Energi yang dihasilkan mosul surya perhari tergantung pada insolasi matahari. Untuk insolasi tertinggi menghasilkan energi sebesar 65928 Wh dan insolasi terendah menghasilkan energi 29.620 Wh (Suriadi, 2010). Penelitian dari Ebenezer Nyarko Kumi dan Abeeku Brew-Hammond yang berjudul Design and Analysis of a 1 MW Grid-Connected Solar PV System in Ghana. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan standar prosedur untuk desain PLTS terinterkoneksi jaringan skala besar yang akan diaplikasikan pada atap bangunan dan sentral parkir. Standar prosedur yang dikembangkan ini telah divalidasi untuk PLTS Kwame Nkrumah University of Science and Technology 11 (KNUST), Gana. Unjuk kerja dan ketahanan dari PLTS ini juga sudah disimulasikan menggunakan program RETScreen Clean Energy Project Analysis Software. Analisis awal dari hasil simulasi menunjukan bahwa proyek ini bermanfaat bagi universitas dengan estimasi produksi tahunannya sekitar 1.159 MWh, yaitu sekitar 12 % dari konsumsi listrik tahunan universitas ini. Penelitian ini nantinya juga akan mengurangi pencemaran 792 ton CO2. Dari hasil simulasi juga menyatakan PLTS ini menghasilkan Performance Ratio yang lumayan tinggi, yaitu sebesar 74,3 % dengan Capacity Factor 13,2 %. (Nyarko & Hammond, 2013) Penelitian yang dilakukan oleh L.M. Moore dan H. N. Post, yang berjudul “Five Years of Operating Experience a Large, Utility-scale Photovoltaic Generating Plant”. Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dari PLTS Grid-connected berkapasitas 3,5 MWdc milik Tucson Electric Power Company (TEP) yang berlokasi di Arizona. Penelitian ini menghasilkan beberapa nilai yang mewakilkan kinerja dari PLTS tersebut, seperti energi output yang dihasilkan rata-rata pertahunnya sebesar 1.707 kWhac per kWdc array. Sedangkan rata-rata per tahun daya sistem ac dari namplate dc array-nya sebesar 0,79 kW. Rata-rata per tahun biaya opersional dan maintenance-nya 0,12 % dari setiap sistem yang terpasang. Dan rata-rata per tahun faktor kapasitas dari seluruh sistem adalah sebesar 19,5 %. Penelitian yang berjudul “Estimating Generation from Feed in Tariff Installations” oleh James Hemingway ini membahas tentang estimasi beberapa pembangkit di Unitend Kingdom (UK) yang menggunakan metode Feed in Tariff (FiT). Penelitian ini menampilkan data FiT selama kurun waktu tahun 2013 quartal 3 pemasangan FiT terhitung 633 GWh yang telah dihasilkan oleh berbagai pembangkit. Dengan PLTS 458 GWh, PLTB 77 GWh, PLTA 30 GWh, dan beberapa pembangkit listrik lainnya. Angka ini merepresentasikan 6,1 per sen dari semua pembangkit listrik energi terbarukan (10,3 TWh), dan 0,8 per sen dari total pembangkitan (78,203 GWh). Dari 633 GWh pembangkitan ini, 207 Gwh digunakan pada sektor domestik, 200 GWh digunakan pada sektor komersil, 41 GWh digunakan pada sektor industri, 7,5 GWh pada sektor komunitas, dan 12 177GWh diekspor ke jaringan. Dalam penelitian ini juga menjelaskan bahwa faktor kapasitas PLTS di daerah UK ini memiliki rata-rata per tahunnya sebesar 9%, sedangkan pembangkit listrik lainnya hanya disebutkan berada di bawah Renewables Obligation (RO). (Hemingway, 2013). 2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Potensi Energi Matahari di Indonesia Letak geografis Indonesia yang dilalui oleh garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah, sumber daya alam yang tidak terbarukan maupun yang terbarukan. Pemanfaatan SDA yang tidak terbarukan atau yang disebut energi fosil di Indonesia telah lama dilakukan, misalnya pembangkit listrik di Indonesia sebagian besar menggunakan energi fosil. Ketergantungan pada energi fosil ini harus segera diubah mengingat energi fosil lambat-laun akan segera habis. Solusi yang sangat berpotensi di Indonesia dalam pemanfaatan SDA terbarukan atau energi non fosil dalam membangkitkan energi listrik adalah energi matahari, ini ditunjang dengan intensitas matahari yang berlangsung tiap harinya mencapai kisaran antara 2,56 kWh/m2 sampai dengan 5,75 kWh/m2. Oleh karena itu, pembangkitan energi listrik tenaga surya di Indonesia perlu pengembangan lebih lanjut. Berikut adalah daftar intensitas radiasi matahari di Indonesia: 13 Tabel 2.1 Intensitas Radiasi Matahari di Indonesia Propinsi NAD Lokasi Pidie Lampung DKI Jakarta Kab. Lampung Selatan Jakarta Utara Radiasi (kWh/m2) 1980 4o15’ LS; 96o52’ BT 4.097 1972-1979 1965- 1981 o o 5.234 o o 4.187 o o 4 28’ LS; 105 48’ BT 6 11’ LS; 106 05’ BT 6 07’ LS; 106 30’ BT 6o11’ LS; 106o30’ BT 4.324 4.446 Bogor Bandung 1980 1980 6o11’ LS; 106o39’ BT 6o56’ LS; 107o38’ BT 2.558 4.149 Semarang 1979-1981 6o59’ LS; 110o23’ BT 5.488 Tangerang Lebak Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Posisi Geografis 1980 1991 - 1995 Banten DI Yogyakarta Intensitas Tahun Pengukuran Yogyakarta Pacitan 1980 1980 o o 4.500 o o 4.300 7 37’ LS; 110 01’ BT 7 18’ LS; 112 42’ BT o o KalBar Pontianak 1991-1993 4 36’ LS; 9 11’ BT 4.552 KalTim Kabupaten Berau 1991-1995 0o32’ LU; 117o52’ BT 4.172 o o KalSel Kota Baru 1979 - 1981 1991 - 1995 3 27’ LS; 114 50’ BT 3o25’ LS; 114o41’ BT 4.796 4.573 Gorontalo Gorontalo 1991-1995 1o32’ LU; 124o55’ BT 4.911 SulTeng Donggala o o 0 57’ LS; 120 0’ BT 1991-1994 o o 5.512 Papua Jayapura 1992-1994 8 37’ LS; 122 12’ BT 5.720 Bali Denpasar 1977- 1979 8o40’ LS ; 115o13’ BT 5.263 NTB Kabupaten Sumbawa NTT Sumber: BMKG Ngada 1991-1995 1975-1978 o o 5.747 o 5.117 9 37’ LS; 120 16’ BT o 10 9’ LS; 123 36’ BT Pembangkit listrik yang menggunakan energi matahari sebagai sumbernya, selain memiliki kelebihan sebagai sumber energi yang terbarukan juga memiliki beberapa keuntungan seperti (Damastuti, 1997): 1. Sumber energi yang tersedia sepanjang tahun dan gratis. 2. Sistem pembangkitnya tidak bising. 3. Tidak menghasilkan polusi udara. 4. Tidak menyebabkan efek pemanasan global. 5. Perawatan yang mudah. 6. Umur pakai yang panjang, kurang lebih 20 tahun. 7. Dapat ditempatkan di daerah terpencil. 14 2.2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah pembangkit listrik yang menggunakan energi cahaya matahari sebagai sumber energi yang akan dikonversikan menjadi energi listrik. Tenaga listrik dari cahaya matahari pertama kali ditemukan oleh Alexandre–Edmund Becquerel seorang ahli fisika Perancis pada tahun 1839. PLTS mempunyai alat utama untuk menangkap, merubah dan menghasilkan listrik, yaitu Photovoltaic atau yang disebut secara umum Modul Solar Cell. Komponen utama dari pembangkit ini adalah solar cell, lapisanlapisan tipis ini umumnya terbuat dari bahan semikonduktor silikon (Si) atau bahan semikonduktor lainnya. PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan listrik DC dan memerlukan inverter untuk mengubahnya menjadi listrik AC agar bisa digunakan untuk alat elektronik sehari-hari. Gambar 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya Pembangkit yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi utamanya merupakan bagian dari sumber energi terbarukan, dimana salah satu bentuk energi dari sumber daya alam ini tidak ada habisnya. Solar cell ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung diambil dari matahari, tanpa ada bagian yang berputar, tidak memerlukan bahan bakar, 15 dan tanpa mengeluarkan gas buang/limbah. Sehingga PLTS merupakan pembangkit listrik yang bersih dan ramah lingkungan. 2.2.3 Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Desain sistem PLTS dibagi menjadi beberapa jenis (Omran, 2000): 1. Berdasarkan lokasi pemasangannya, sistem PLTS pola tersebar (distributed PV plant) dan sistem PLTS terpusat (centralized PV plant). 2. Berdasarkan aplikasi dan konfigurasinya, sistem PLTS yang tidak tehubung jaringan (off-grid PV plant) atau PLTS berdiri sendiri (stand-alone) dan sistem PLTS yang terhubung jaringan (on-grid PV plant). 3. Penggabungan dengan sistem pembangkit listrik lain yang disebut sistem PLTS hybrid. 2.2.3.1 PLTS Tidak Terhubung Jaringan (Off-Grid PV Plant) Merupakan sistem pembangkit listrik tenaga surya untuk daerah-daerah terpencil/pedesaan yang tidak terjangkau oleh jaringan perusahaan listrik. OffGrid PV System disebut juga Stand-Alone PV system yaitu sistem pembangkit listrik yang hanya mengandalkan energi matahari sebagai satu-satunya sumber energi utama dengan menggunakan rangkaian photovoltaic modul (Solar PV) untuk menghasilkan energi listrik sesuai dengan kebutuhan. Sistem ini biasanya menggunakan pola pemasangan tersebar (distributed) dan dengan dengan kapasitas pembangkitan skala kecil. Sistem ini sebagian besar dilengkapi dengan sistem penyimpanan tenaga listrik dengan media penyimpanan baterai. Dilengkapi baterai agar pada saat kondisi cuaca mendung dan kondisi malam hari tetap bisa menggunakan pasokan listrik (http://solarsuryaindonesia.com). 16 Gambar 2.2 Diagram Prinsip PLTS Off-Grid/Stand-Alone System (http://alternative-energy-tutorials.com) 2.2.3.2 PLTS Terhubung Jaringan (On-Grid PV Plant) Merupakan sistem pembangkit listrik tenaga surya yang terhubung dengan jaringan PLN. Penyaluran tenaga listrik yang dihasilkan oleh PV array dirubah menjadi listrik AC melalui inverter, lalu dialirkan ke AC load. AC load disini dapat berupa listrik yang diperlukan di perumahan atau kantor. Yang menjadi ciri utama dari sistem ini adalah dihubungkannya AC load ke jaringan distribusi listrik yang dimiliki oleh perusahaan listrik. Jadi apabila listrik yang dihasilkan oleh solar panel cukup banyak melebihi yang dibutuhkan oleh AC load maka listrik tersebut dapat dialirkan ke jaringan distribusi yang ada. Sebaliknya apabila listrik yang dihasilkan solar panel sedikit kurang dari kebutuhan AC load maka kekurangan itu dapat diambil dari listrik yang dihasilkan perusahaan listrik. Hal ini di banyak negara-negara industri maju secara peraturan telah memungkinkan. Keuntungan dari sistem ini adalah tidak diperlukan lagi baterai. Biaya baterai dapat dikurangi. Selain dari itu bagi rumah atau kantor yang memasang solar panel, mereka akan mendapatkan keuntungan dengan penjualan listrik. Berdasarkan pola operasi penyaluran tenaga listrik sistem ini dibagi menjadi dua yaitu, sistem dengan penyimpanan baterai dan tanpa baterai (Dadzie, 17 2008). Baterai pada PLTS On-grid berfungsi sebagai suplai tenaga listrik untuk beban listrik apabila jaringan/grid mengalami kegagalan untuk periode tertentu, dan sebagai suplai ke jaringan perusahaan listrik apabila ada kelebihan daya listrik yang dibangkitkan PLTS. Berdasarkan aplikasinya sistem ini dibagi menjadi dua yaitu, Grid-connected distributed PV dan Grid-connected centralized PV (IFC, 2012) Gambar 2.3 Diagram Prinsip PLTS On-Grid (http://alternative-energy-tutorials.com) 2.2.3.3 PLTS Hybird PLTS Hybird merupakan sistem PLTS yang dalam pengoperasiannya digabungkan dengan jenis pembangkit listrik lain, dengan sumber energi berbeda (dua atau lebih). Dalam upaya menyediakan pasokan tenaga listrik ke suatu sistem, guna mendapatkan kehandalan sistem yang lebih baik, yang berkelanjutkan, dan menggunakan manajemen operasi tertentu. Selain itu bertujuan agar dalam pengusahaan energi listrik lebih ekonomis. Contoh PLTS hibrid yaitu, PLTS-Genset, PLTS-Mikrohidro, dan PLTS-Bayu. 18 2.2.4 Komponen PLTS Untuk lebih mengetahui apa itu pembangkit listrik tenaga surya, maka dalam tulisan ini akan dijelaskan komponen-komponen yang dipakai dalam PLTS, diantaranya adalah: 2.2.4.1 Sel Surya (Photovoltaic) Komponen utama pada PLTS adalah sel surya atau Photovoltaic Solar Cell. Sel surya adalah perangkat yang terdiri dari bahan semikonduktor seperti silikon, galium arsenide, dan kadmium telluride yang mengubah sinar matahari langsung menjadi listrik. Bahan semikonduktor saat ini yang paling sering digunakan untuk produksi sel surya adalah silikon, karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya: mudah ditemukan di alam, tidak mencemari, tidak merusak lingkungan, mudah mencair, dan mudah dibentuk. Ketika sel surya terkena sinar matahari, berdasarkan efek fotovoltaik maka pada sel surya akan terjadi perpindahan elektron dari daerah elektron yang lebih tinggi (N) ke daerah (P) yang memiliki kelebihan lubang (hole). Perpindahan ini merupakan aliran arus internal, apabila pada sambungan terhubung dengan penghantar, dan terhubung dengan rangkaian tertutup atau terhubung dengan beban, maka akan terjadi aliran arus listrik dengan tegangan tertentu menuju beban (belum menyerap daya listrik) yang kontinyu, selama dan dipengaruhi oleh adanya sinar matahari yang diterima oleh sel surya. 19 Gambar 2.4 Prinsip Kerja Sel Surya dengan P-N Junction (Tubbs, 2014) Ketika sinar matahari menimpa sel surya tidak 100% energi tersebut terserap dan dapat dikonversikan seutuhnya menjadi energi listrik, karena dalam penyampaiannya masih ada presentase kerugian (losses) yang terjadi dengan rincian sebagai berikut (ABB QT10, 2010): a.) 3% rugi pantulan dan bayangan pada kontak depan (lapisan depan). b.) 23% photons dengan panjang gelombang tinggi, dengan energi yang kurang untuk membebaskan elektron, sehingga menghasilkan panas. c.) 32% photons dengan panjang gelombang pendek, dengan energi yang berlebih (penyebaran/transmission). d.) 8,5% penggabungan-ulang dari free charge carriers. e.) 20% peralihan elektrik pada sel, utamanya pada daerah transisi/peralihan. f.) 0,5% resistansi, mewakili rugi konduksi. g.) 13% energi listrik yang dapat dipakai. 2.2.4.1.1 Karakteristik Sel Surya Penyinaran cahaya matahari yang diterima sel surya sangat bervariasi setiap harinya. Untuk mengetahui kapasitas daya yang dihasilkan, dilakukanlah pengukuran terhadap arus (I) dan tegangan (V) pada sususan sel surya. Untuk mengukur arus maksimum, kedua terminal dari modul dibuat rangkaian hubung 20 singkat sehingga tegangannya menjadi nol dan arusnya maksimum. Dengan menggunakan amper meter akan didapatkan sebuah arus maksimum yang dinamakan short circuit current atau Isc. Pengukuran terhadap tegangan (V) dilakukan pada terminal positif dan negatif dari modul dengan tidak menghubungkan sel surya dengan komponen lainnya. Pengukuran ini dinamakan open circuit voltage atau Voc. Hal ini bertujuan untuk mengetahui besarnya daya puncak Maximum Power Point (MPP) yang dapat dicapai. Secara sederhana, karakteristik dari sel surya ini diterangkan lewat kurva arus terhadap tegangan (Kurva I-V). Pada kurva I-V terdapat hal-hal yang sangat penting yaitu: a. Arus short circuit (Isc) pada sel surya Arus hubung singkat sel surya adalah arus yang mengalir pada saat tegangan sel surya sama dengan nol atau arus keluaran maksimum PV module yang dikeluarkan di bawah kondisi tidak ada resistansi. b. Tegangan rangkaian terbuka (Voc) pada sel surya VOC adalah tegangan maksimum dari sel surya dan terjadi pada saat arus sel sama dengan nol. Tegangan rangkaian terbuka sesuai dengan jumlah bias maju pada sel surya, karena bias junction sel surya sama dengan arus cahaya yang dihasilkan. c. Faktor pengisian (Fill Factor) Fill factor adalah salah satu besaran yang menjadi parameter unjuk kerja sel surya. Fill factor (FF) merupakan besaran tak berdimensi yang menyatakan perbandingan daya maksimum yang dihasilkan sel surya terhadap perkalian antara Voc dan Isc (http://pveducation.org, 2014): (2.1) Semakin besar harga FF suatu sel surya maka unjuk kerja sel surya tersebut semakin baik, dan akan memiliki efisien konversi energi yang semakin tinggi. Berdasarkan persmaan (2.1) besarnya FF sangat bergantung pada nilai dari perkalian Voc dan Isc. Akan tetapi nilai Voc dan Isc ini berhubungan erat dengan 21 besarnya celah pita energi (Eg) material semikonduktor pembuatnya. Untuk suatu jenis material semikonduktor, terjadi keterbalikan nilai Voc dan Isc ini. Material semikonduktor yang memiliki Eg besar akan memiliki nilai Voc besar tetapi nilai Isc nya kecil, dan sebaliknya. Adanya keterbalikan nilai Voc dan Isc ini menyebabkan sulitnya memprediksi material manakah yang menghasilkan nilai FF yang besar. FF dapat diilustrasikan seperti gambar di bawah ini. Gambar 2.5 Grafik Fill Factor (http://pveducation.org) Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa area A adalah daya aktual yang dihasilkan oleh sel surya, sedangkan area B adalah daya fiktif. Semakin besar FF pada sel surya, akan menggambarkan area A semakin dekat dengan area B seperti gambar diatas. d. Efisiensi sel surya Efisiensi adalah parameter yang paling umum digunakan untuk membandingkan unjuk kerja dari sel surya satu dengan yang lainnya. Efisiensi didefinisikan sebagai rasio output energi dari sel surya untuk energi masukan dari matahari. Selain mencerminkan unjuk kerja sel surya sendiri, efisiensi tergantung pada spektrum, intensitas sinar matahari, dan suhu sel surya. Oleh karena itu, kondisi dimana efisiensi diukur harus dikontrol untuk membandingkan kinerja satu perangkat ke perangkat lainnya. Sel surya terestrial diukur dalam kondisi Air Mass (AM) 1.5 spektrum dan pada suhu 25°C. Efisiensi sel surya ditentukan 22 sebagai fraksi penyinaran sinar matahari yang diubah menjadi listrik dan didefinisikan sebagai (http://pveducation.org, 2014): (2.2) × 100% (2.3) Dimana: Pmax = Daya keluaran maksimum modul surya (W) Voc = Tegangan rangkaian terbuka (V) Isc = Arus hubung singkat (A) FF = Fill Factor (W) = Efisiensi sel surya (%) Pin = Daya input (intensitas radiasi matahari × luas modul) e. Maximum Power Point (MPP) Maximum power point (MPP) pada kurva I-V adalah titik operasi yang menunjukan daya maksimum yang dihasilkan oleh sel surya. Hasil perkalian arus dan tegangan maksimum menyatakan besar dayanya. (http://pveducation.org, 2014). Gambar 2.6 Grafik Daya Maksimum (Davis, 2011) 23 Kurva daya pada saat sel surya bekerja berbentuk segitiga. Secara grafis, daya maksimum pada sel adalah puncak dari segitiga yang memiliki luas terbesar. Titik ini disebut dengan maximum power point (PMPP), tegangan maksimum keluaran modul surya (VMPP) lebih kecil dari tegangan rangkaian terbuka (Voc) dan arus maksimum keluaran modul surya (IMPP) lebih rendah dari arus hubung singkat (Isc). Nilai PMPP dapat dicari dengan persamaan 2.4 berikut: PMPP = Vmp x Imp (2.4) f. Pengaruh irradiance terhadap sel surya Radiasi matahari yang diterima bumi terdistribusi pada beberapa range/ panjang gelombang, mulai dari 300 nm sampai dengan 4 mikron. Sebagian radiasi mengalami refleksi di atmosfer (diffuse radiation) dan sisanya dapat sampai ke permukaan bumi (direct radiation). Kedua radiasi ini yang dipakai untuk mengukur besaran radiasi yang diterima sel surya (http://pveducation.org, 2014). Besaran-besaran penting untuk mengukurnya adalah: 1. Spectral irradiance – Daya yang diterima oleh satu unit area dalam bentuk differensial panjang gelombang dλ, satuan: W/m2 µm. 2. Irradiance – Integral dari spectral irradiance untuk keseluruhan panjang gelombang, satuan: W/m2. 3. Radiansi – Integral waktu dari irradiance untuk jangka waktu tertentu. Oleh sebab itu, satuannya sama dengan satuan energi, yaitu J/m2-hari, J/m2-bulan, J/m2-tahun. Dilihat dari gambar 2.7, keluaran daya berbanding lurus dengan irradiance. Isc lebih terpengaruh oleh perubahan irradiance daripada Voc. Hal ini sesuai dengan penjelasan cahaya sebagai paket-paket foton. Pada saat irradiance tinggi, yaitu pada saat jumlah foton banyak, arus yang dihasilkan juga besar. Demikian pula sebaliknya, sehingga arus yang dihasilkan berbanding lurus terhadap jumlah foton. 24 Gambar 2.7 Karakteristik Kurva I-V Sel Surya Terhadap Perubahan Irradiance (Coleman, 2002) Pengujian modul surya pada datasheet umumnya dilakukan pada Standard Test Condition (STC), yaitu Air Mass (AM) 1,5; irradiance 1000 W/m2 dan temperatur 25o C. Dalam kondisi nyata, irradiance tidak mencapai nilai tersebut, bergantung dari posisi lintang, matahari, dan kondisi cuaca. Nilai irradiance pada lokasi tertentu juga bervariasi dari bulan ke bulan. g. Pengaruh suhu pada sel surya Irradiance bukanlah satu-satunya parameter eksternal yang memiliki pengaruh penting pada kurva I-V ada juga pengaruh suhu. Suhu memiliki pengaruh peranan penting untuk memprediksi karakteristik I-V. Komponen semikonduktor seperti dioda sensitif terhadap perubahan suhu, begitu pula dengan sel surya. Pada Gambar 2.7 terlihat bahwa suhu berpengaruh banyak pada Voc daripada terhadap Isc, berkebalikan dengan pengaruh irradiance. Kenaikan suhu mengurangi Voc sel surya. Hal ini disebabkan peningkatan suhu menurunkan band gap semikonduktor. Band gap yang dimaksud adalah sejumlah energi yang dibutuhkan untuk mengeluarkan elektron dari ikatan kovalennya sehingga terjadilah aliran arus listrik (http://pveducation.org, 2014). 25 Gambar 2.8 Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Kurva I-V Sel Surya (http://pveducation.org) 2.2.4.1.2 Teknologi Sel Surya Kinerja sel surya dalam mengkonversikan energi foton dari sinar matahari menjadi energi listrik tidak terlepas dari teknologi yang digunakan oleh sel surya itu sendiri. Teknologi yang dimaksudkan seperti jenis material yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan sel surya. Maupun proses/teknologi pembuatannya. Bahan semikonduktor jenis silikon merupakan bahan yang paling umum digunakan dalam pembuatan sel surya, meskipun saat ini digunakan juga jenis bahan seperti cadmium telluride dan copper indium (gallium) di-selenide. Setiap bahan memiliki karakteristik yang unik dan memiliki pengaruh kuat terhadap peforma sel surya, metode pabrikasi, dan dari segi biaya (Sutrisno, 2012). Sel surya salah satunya terbuat dari teknologi irisan silikon, pembuatannya dengan cara memotong tipis silikon dari batangan silikon murni. Sel surya juga bisa terbuat dari teknologi film tipis biasa disebut thin film technologies, dimana lapisan tipis dari bahan semikonduktor diendapkan pada low-cost substrates. Sel surya selanjutnya digolongkan sesuai dengan batasan struktur dari bahan semikonduktornya seperti, mono-crystalline, multi-crystalline (poly-crystalline) atau amorphous material. Pada tabel di bawah ini akan diperlihatkan karakteristik nilai efisiensi, kelebihan dan kekurangan dari berbagai jenis sel surya. 26 Tabel 2.2 Perbandingan Karakteristik Teknologi Sel Surya Sumber: ABB QT10 (2010) 2.2.4.2 Modul Surya Modul surya merupakan komponen PLTS yang tersusun dari beberapa sel surya yang dirangkai sedemikian rupa, baik dirangkai seri maupun paralel dengan maksud dapat menghasilkan daya listrik tertentu dan disusun pada satu bingkai (frame) dan dilaminasi atau diberikan lapisan pelindung. Kemudian susunan dari beberapa modul surya yang terpasang sedemikian rupa pada penyangga disebut array. 27 Gambar 2.9 Susunan Sel Surya (http://etap.com/) Sebagai sebuah komponen penghasil listrik, modul surya memiliki karakteristik tertentu berdasarkan parameter terukur sebagai berikut (ABB, 2010): a.) Peak Power (Wp), menyatakan daya maksimum yang terjadi pada titik lutut (knee point) kurva I-V. b.) Peak voltage (Vmp), menyatakan nilai tegangan pada titik lutut kurva I-V. c.) Open voltage (Voc), menyatakan nilai tegangan pada saat terminal positif dan negatif tidak ada beban atau terbuka. d.) Peak current (Imp), menyatakan besarnya arus yang mengalir pada titik lutut kurva I-V. e.) Short circuit current (Isc), menyatakan arus yang mengalir pada saat terminal positif dan negatif dihubung singkat. f.) Standard Test Conditions (STC), memberi keterangan bahwa modul surya diuji dengan kondisi test tertentu, seperti: iradiasi = 1000 W/m2; temperatur = 25oC. 28 Gambar 2.10 Lapisan Modul Sel Surya (davis, 2011) Modul surya dengan tingkat sensitifitas yang tinggi sangat rentan terhadap pengaruh luar dan sangat mempengaruhi output atau energi yang dihasilkan. Sebaiknya dengan karakteristik seperti itu, agar modul ataupun panel surya bisa menghasilkan tegangan yang maksimum perlu memenuhi beberapa faktor sebagai berikut: a. Temperatur Temperatur panel surya memiliki pengaruh terhadap tegangan yang dihasilkannya. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal pada panel surya akan melemahkan tegangan (Voc). Di mana, setiap kenaikan temperatur sel surya sebesar 100 Celsius (dari 250C) akan mengurangi sekitar 0,4 % total energi yang dihasilkan atau akan melemah dua kali lipat untuk kenaikan temperatur sel per 100C. b. Radiasi Matahari Radiasi matahari memiliki pengaruh terhadap arus (I) pada panel surya. Kenaikan nilai intensitas radiasi matahari akan menaikkan arus yang dihasilkan oleh panel surya. c. Kecepatan Angin 29 Kecepatan angin berpengaruh terhadap temperatur panel surya. Sehingga, dengan adanya angin, suhu panel surya dapat diturunkan. d. Orientasi Panel Orientasi dari rangkaian panel surya ke arah matahari secara optimum adalah penting agar panel surya dapat menghasilkan energi maksimum. Sudut orientasi (tilt angle) dari panel surya juga sangat mempengaruhi hasil energi maksimum. Untuk lokasi yang terletak di belahan utara, maka panel surya sebaiknya diorientasikan ke selatan, karena meskipun orientasi ke timur-barat menghasilkan sejumlah energi, tetapi tidak akan mendapatkan energi matahari optimum. e. Keadaan atmosfer bumi Keadaan atmosfer bumi seperti berawan, mendung, jenis partikel debu udara, asap, uap air udara, kabut dan polusi sangat menentukan hasil maksimum arus listrik dari deretan panel surya. 2.2.4.2.1 Rangkaian Sel Surya Secara Seri dan Paralel Satu sel surya fotovoltaik memberikan suatu tegangan sekitar 0,5V, ini jauh sangat rendah untuk pemakaian. Maka dari itu, sebuah modul fotovoltaik terdiri dari sejumlah sel fotovoltaik, yang dihubungkan secara seri. Konfigurasi standar adalah 36 atau 40 buah sel fotovoltaik dengan dimensi 10 x 10 cm yang dihubungkan secara seri. Ini berarti bahwa akan terjadi suatu tegangan 18 V, yang cukup untuk mengisi sebuah baterai 12V nominal. Sel Fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dibungkus untuk membentuk sebuah kesatuan mekanik. Kesatuan seperti ini dinamakan sebuah PV module. PV module memberikan perlindungan yang layak terhadap pengaruhpengaruh pengkaratan, hujan dan lain-lainnya. PV module standar dapat dipergunakan untuk bermacam-macam pemakaian, juga untuk sistem-sistem dengan baterai atau tanpa baterai. Jika suatu aplikasi khusus memerlukan suatu tegangan atau arus yang lebih tinggi yang akan dibekali oleh sebuah PV module, maka PV module dapat digabungkan secara seri, dan membentuk suatu sususnan parallel untuk mendapatkan tegangan atau arus yang dibutuhkan. 30 Gambar 2.11 Konfigurasi Rangkaian Seri-Paralel Modul Surya (Roberts, 1991) Untuk memperoleh besar tegangan, arus dan daya yang sesuai dengan kebutuhan, maka PV module tersebut harus dikombinasikan secara seri dan paralel dengan aturan sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh tegangan keluaran yang lebih besar dari tegangan keluaran PV module, maka dua buah (lebih) PV module harus dihubungkan seri. 2. Untuk memperoleh arus keluaran yang lebih besar dari arus keluaran PV module, maka dua buah (lebih) PV module harus dihubungkan secara paralel. 3. Untuk memperoleh daya keluaran yang lebih besar dari daya keluaran PV module dengan tegangan yang konstan maka PV module harus dihubungkan secara seri dan paralel. 2.2.4.3 Inverter Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC (alternating current). Inverter pada PLTS juga berperan sebagai pengkondisi tenaga listrik (power condition) dan sistem kontrol. Pada PLTS penggunaan inverter satu fasa biasanya untuk sistem yang bebannya kecil, sedangkan untuk sistem yang besar dan terhubung dengan jaringan utilitas (PLN) biasanya digunakan inverter tiga fasa (Setiawan, 2014). 31 Berdasarkan karakteristik dari peforma yang dibutuhkan, inverter untuk sistem PLTS berdiri sendiri (stand-alone) dan PLTS grid-connected memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu: a.) Pada PLTS stand-alone, inverter harus mampu mensuplai tegangan AC yang konstan pada variasi produksi dari modul surya dan tuntutan beban (load demand). b.) Pada PLTS grid-connected, inverter dapat menghasilkan kembali tegangan yang sama persis dengan tegangan jaringan pada waktu yang sama, untuk mengoptimalkan dan memaksimalkan keluaran energi yang duhasilkan oleh modul surya. 2.2.4.3.1 Inverter pada sistem PLTS Hubungan inverter menjelaskan tentang bentuk rangkaian inverter pada suatu sistem PLTS terhadap pembangkit daya listrik oleh panel surya. Secara umum ada dua kelas dari inverter, yaitu central inverter dan string inverter. a. Konfigurasi central inverter Biasanya konfigurasi ini digunakan pada berbagai sistem PLTS skala menengah dan skala besar. Modul surya yang banyak terhubung secara seri menghasilkan string tegangan tinggi. Kemudian string ini dihubungkan secara paralel ke inverter. Central inverter menyajikan instalasi yang lebih handal dan sederhana. Kekurangan dari inverter jenis ini terletak pada rugi-rugi yang meningkat tidak sepadan (missmatch losses) yang disebabkan variasi profil tegangan dan arus dari modul surya pada array yang sama, dan ketiadaan dari maximum power point tracking (MPPT) untuk setiap string. Hal ini mungkin menyebabkan masalah pada array yang memiliki kemiringan dan sudut orientasi beragam, bayangan yang diterima atau tipe modul surya yang berbeda. Central inverter biasanya merupakan sistem tiga fasa dan dilengkapi transformator frekuensi jaringan (grid frequency transformer), trafo ini meningkatkan berat dan volume dari inverter, jadi lebih membutuhkan ruang yang lebih luas untuk pemasangannya. Pada kondisi tertentu central inverter menggunakan konfigurasi master slave. Dimana artinya beberapa inverter tidak 32 akan bekerja/padam ketika iradiasi dalam keadaan rendah, sedangkan inverter lainnya tetap bekerja sesuai/mendekati pembebanan yang optimal. Ketika iradiasi tinggi, semua beban dibagikan dan ditanggung oleh semua inverter (IFC, 2012). Gambar 2.12 Konfigurasi Central Inverter (http://alternative-energy-tutorials.com) b. Konfigurasi string inverter Konsep inverter ini menggunakan inverter yang berlipat ganda untuk string array yang berlipat ganda juga. Penggunaan inverter string sangat banyak dan meningkat dikarenakan inverter string dapat mengatasi batasan daya yang luas dan lebih murah dalam proses pabrikasinya daripada jenis central inverter. Selain itu sistem ini memiliki kemampuan untuk menyajikan MPPT pada setiap tingkatan dari string yang bekerja tersendiri dan berbeda dengan lainnya. Sistem ini memiliki kelebihan yaitu lebih mudah dalam perbaikan dan penggantian, karena tidak diperlukan personil yang spesialis, dan waktu yang dibutuhkan tidak selama sistem sentral, jadi tidak banyak hasil produksi energi yang terbuang saat perbaikan. 33 Gambar 2.13 Konfigurasi String Inverter (http://alternative-energy-tutorials.com) 2.2.4.4 Solar Charge Controller Solar Charge Controller adalah komponen di dalam sistem PLTS berfungsi sebagai pengatur arus listrik (Current Regulator) baik terhadap arus yang masuk dari panel PV maupun arus beban keluar/digunakan. Bekerja untuk menjaga baterai dari pengisian yang berlebihan (Over Charge), Ini mengatur tegangan dan arus dari panel surya ke baterai. Sebagian besar solar PV 12 Volt menghasilkan tegangan keluar (V-Out) sekitar 16 sampai 20 volt DC, jadi jika tidak ada pengkontrolan baterai akan rusak dari pengisian tegangan yang berlebihan yang umumnya baterai 12 Volt membutuhkan tegangan pengisian (Charge) sekitar 13-14,8 volt (Tegantung Tipe Battery) untuk dapat terisi penuh (http://solarsuryaindonesia.com, 2012). Fungsi dan fitur Solar Charge Controller : 1. Saat tegangan pengisian di baterai telah mencapai keadaan penuh, maka controller akan menghentikan arus listrik yang masuk ke dalam baterai untuk mencegah overcharge, dengan demikian ketahanan baterai akan jauh lebih tahan lama. Di dalam kondisi ini, listrik yang tersuplai dari panel surya akan langsung terdistribusi ke beban/peralatan listrik dalam jumlah tertentu sesuai dengan konsumsi daya peralatan listrik tersebut. 34 2. Saat voltase di baterai dalam keadaan hampir kosong, maka controller berfungsi menghentikan pengambilan arus listrik dari baterai oleh beban/peralatan listrik. Dalam kondisi voltase tertentu (umumnya sekitar 10% sisa voltase di baterai), maka pemutusan arus beban dilakukan oleh controller. Hal ini menjaga baterai dan mencegah kerusakan pada sel-sel baterai. Pada kebanyakan model controller, indikator lampu akan menyala dengan warna tertentu (umumnya berwarna merah atau kuning) yang menunjukkan bahwa baterai dalam proses charging. Dalam kondisi ini, bila sisa arus di baterai kosong (dibawah 10%), maka pengambilan arus listrik dari baterai akan diputus oleh controller, maka peralatan listrik/beban tidak dapat beroperasi. 3. Pada controller tipe-tipe tertentu dilengkapi dengan digital meter dengan indikator yang lebih lengkap, untuk memonitor berbagai macam kondisi yang terjadi pada sistem PLTS dapat terdeteksi dengan baik. 2.2.4.5 Baterai Baterai memiliki fungsi utama untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya dalam bentuk energi arus searah. Baterai merupakan salah satu komponen yang digunakan pada sistem PLTS yang dilengkapi dengan penyimpanan cadangan (back up) energi listrik. Energi cadangan yang disimpan di baterai biasanya dipergunakan pada saat panel surya tidak menghasilkan energi listrik, misalnya pada saat malam hari atau pada saat cuaca mendung, selain itu tegangan keluaran ke sistem cenderung lebih stabil. Satuan kapasitas energi yang disimpan pada baterai adalah ampere hour (Ah), yang diartikan arus maksimum yang dapat dikeluarkan oleh baterai selama satu jam. Namun dalam proses pengosongan (discharge), baterai tidak boleh dikosongkan hingga titik maksimumnya, hal ini dikarenakan agar baterai dapat bertahan lebih lama usia pakainya (life time), atau minimal tidak mengurangi usia pakai yang ditentukan dari pabrikan. Batas pengosongan dari baterai sering disebut dengan istilah depth of discharge (DOD), yang dinyatakan dalam satuan persen, biasanya ditentukan sebesar 80% (Dunlop, 1997). 35 2.2.5 Periode Jatuh Matahari dan Orientasi PV Array Indonesia merupakan daerah sekitar khatulistiwa dan daerah tropis dengan luas daratan hampir 2 juta Km2, yang dikaruniai penyinaran matahari lebih dari enam jam dalam sehari atau 2.400 jam dalam setahun. Pada keadaan cuaca cerah permukaan bumi menerima sekitar 1000 Wh/m2. Periode jatuhnya sinar matahari dalam setahun pada umumnya digunakan untuk mengetahui bagaimana sudut jatuh sinar matahari terhadap lokasi penempatan PV array. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka permukaan PV array harus tegak lurus dengan jatuhnya sinar matahari. Mengingat poros bumi mempunyai kemiringan tetap 23,45o selama mengitari matahari, maka sinar matahari tidak selalu jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa, akan tetapi pada waktu tertentu sinar matahari akan jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa. Dalam satu tahun periode jatuhnya sinar matahari dapat disimpulkan sebagai berikut (Messenger, 2004): 1. Periode 21 Maret – 20 Juni, terjadi penyimpangan sebesar 23,450 kearah garis balik utara (northern hemisphere) terhadap garis Khatulistiwa. 2. Periode 21 Juni – 20 September, sinar matahari jatuh tepat pada garis Khatulistiwa. 3. Periode 21 September – 20 Desember, terjadi penyimpangan sebesar 23,450 kearah garis balik selatan (southern hemisphere) terhadap garis Khatulistiwa. 4. Periode 21 Desember – 20 Maret, sinar matahari jatuh tepat pada garis Khatulistiwa. Gambar 2.14 Orbit Bumi dan Sudut Penyimpangan (Messenger, 2004) 36 Untuk mendapatkan jatuh sinar matahari yang tegak lurus dengan permukaan PV array, maka perlu adanya perhitungan sudut penyimpangan jatuhnya sinar matahari. Untuk mengetahui sudut jatuhnya sinar matahari terhadap permukaan bumi (α), dapat mengunakan persamaan berikut ini: α = 900 ± φ – δ (2.5) Dimana : φ adalah posisi lintang dari lokasi a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa δ adalah sudut penyimpangan matahari terhadap garis khatulistiwa a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa Sedangkan sudut yang harus dibentuk oleh PV array terhadap permukaan bumi (β) dapat dirumuskan sebagai berikut: β = 900 – α (2.6) 2.2.5.1 Sudut Kemiringan PV module Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi matahari dipermukaan PV module. Untuk sudut kemiringan tetap. Daya maksimum selama satu tahun akan diperoleh ketika sudut kemiringan PV module sama dengan lintang lokasi. Sistem pengaturan berfungsi memberikan pengaturan dan pengamanan dalam suatu PLTS sedemikian rupa sehingga sistem pembangkit tersebut dapat bekerja secara efisien dan handal. Peralatan pengaturan di dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini dapat dibuat secara manual, yaitu dengan cara selalu menempatkan kearah matahari, atau dapat juga dibuat secara otomatis, mengingat sistem ini banyak dipergunakan untuk daerah terpencil. Otomatis ini dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian elektronik. Namun dalam segi kepraktisan dan memudahkan perawatan pemasangan PV module yang mudah dan murah adalah dengan memasang PV module dengan posisi tetap dengan sudut kemiringan tertentu. Untuk menentukan arah sudut kemiringan PV 37 module harus disesuaikan dengan letak geografis lokasi pemasangan PV module tersebut. Penentuan sudut pemasangan PV module ini berguna untuk membenarkan penghadapan PV module ke arah garis khatulistiwa. Pemasangan PV module ke arah khatulistiwa dimaksudkan agar PV module mendapatkan penyinaran yang optimal. PV module yang terpasang di khatulistiwa (lintang = 0o) yang diletakan mendatar (tilt angle = 0o), akan menghasilkan energi maksimum (Hanif, 2012) Gambar 2.15 Sudut Kemiringan Modul Surya (Hanif M, 2012) 2.2.6 Perancangan Teknis PLTS On-Grid Terpusat Pada sub-bab ini akan dibahas tentang regulasi Pemerintah RI dalam usaha pengembangan pembangunan PLTS terpusat, terutama mengenai aspek-aspek teknis dalam perancangan suatu sistem PLTS On-grid terpusat, khususnya tanpa sistem penyimpanan energi. Perancangan PLTS On-grid terpusat meliputi: 2.2.6.1 Kebijakan dan pemerintah RI dalam pembangunan PLTS terpusat Berdasarkan Permen ESDM No. 02 tahun 2012 tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi khusus bidang listrik pedesaan tahun anggaran 2012. Bahwa pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan, telah didanai dari dana alokasi khusus bidang listrik pedesaan . Pada Permen ini pembangunan PLTS terpusat merupakan salah satu dari arah kegiatan, sasaran dan perencanaan yang dirumuskan. Selain itu diatur juga pedoman dan spesifikasi teknis pembangunan PLTS terpusat sebagai berikut: 38 2.2.6.1.1 Pedoman pembangunan PLTS terpusat a. Kriteria pengusulan lokasi PLTS terpusat: 1. Lokasi yang diajukan letaknya jauh dari jangkauan jaringan distribusi PLN dan usulan yang diterima dengan menyertakan data-data jarak lokasi (desa) ke jaringan distribusi PLN akan menjadi bahan pertimbangan untuk mendapatkan prioritas. 2. Pengguna tinggal berkelompok atau jarak antar rumah satu dengan yang lainnya letaknya berdekatan dan jumlahnya relatif besar, paling sedikit 30 kepala keluarga (KK) per kawasan/kelompok (prioritas akan diberikan untuk kelompok pengguna lebih dari 100 KK/kawasan). 3. Dalam jangka waktu tertentu (misalnya 5 s.d. 10 tahun ke depan) belum dapat terlayani melalui jaringan distribusi PLN. 4. Diutamakan dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat di lokasi (desa) yang diajukan atau paling sedikit memenuhi 2/3 jumlah kepala keluarga (KK) yang ada agar dapat dilanjutkan ke program desa mandiri energi. 5. Pengguna membentuk lembaga pengelola PLTS terpusat secara mandiri, yang keanggotaannya dipilih secara musyawarah oleh masyarakat setempat, yang selanjutnya akan bertugas memungut iuran dari masyarakat pengguna untuk perawatan perangkat dan penggantian komponen-komponen yang tidak berfungsi lagi setelah masa garansi usai (umur teknis komponen sudah tercapai), misalnya penggantian lampu, baterai, dan lainnya. 6. Usulan/proposal pengguna/penerima manfaat listrik (sampai ke tingkat desa) harus direkomendasikan oleh pemerintah daerah atau tokoh masyarakat setempat. Secara umum peralatan PLTS Terpusat terdiri dari: 1. Modul surya. 2. Solar charge controller. 3. Inverter. 4. Baterai. 39 5. Rumah pembangkit. 6. Struktur pendukung dan instalasi. 7. Distribusi tenaga listrik, sambungan rumah dan instalasi rumah. b. Spesifikasi teknis modul surya 1. Jenis : poly / mono-crystalline 2. Power tolerance per modul : ± 5% 3. J-box : dilengkapi dengan cable gland atau DCmulti connector 4. Sertifikasi : SNI 5. Garansi : paling sedikit 10 tahun untuk degradasi output < 10% 6. Efisiensi : paling sedikit 14% 7. Memprioritasjan penggunaan peralatan produk dalam negeri yang dibuktikan dengan melampirkan salinan tanda sah capaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang diterbitkan oleh Kementrian Perindustrian. 8. Diproduksi di pabrik yang memiliki ISO 9001 dan melampirkan sertifikatnya. 9. Label data peforma modul ditempel dibagian belakang modul. 10. Pengujian modul surya mengikuti SNI 04-3850.2-1995: karakteristik modul surya fotovoltaik. c. Penyangga modul surya (module array support) 1. Bahan dan treatment : plat besi, besi siku, dan atau pipa dengan hot deep galvanized treatment. 2. Tinggi penyangga : paling sedikit satu meter dari permukaan tanah. 3. Module array support dapat berupa modul support untuk pemasangan pada permukaan tanah ataupun di atap bangunan. 4. Untuk pemasangan diatas permukaan tanah, perlu dilengkapi dengan sistem anchor. 40 d. Solar charge controller 1. Umum : kontroler berfungsi mengatur charging ke baterai, discharge dari baterai harus dapat dikontrol agar tidak merusak baterai. 2. Tegangan input : paling sedikit 48 Vdc 3. Efisiensi : > 90% 4. Tegangan baterai : paling sedikit 48 Vdc 5. Charge control : pulse width modulation (PWM), kapasitas disesuaikan. 6. Sistem proteksi : high voltage disconnect (HVD), low voltage disconnect (LVD), short circuit protection. 7. Dilengkapi dengan display, data logger, sensor temperatur baterai. 8. Garansi paling sedikit satu tahun. e. Inverter 1. Umum : inverter berfungsi mengubah arus DC ke AC 2. Wave form : pure sine wave 3. Rated AC voltage : 220/230 Vac (1 fasa) atau 380/400 Vac (3 fasa) 4. Frekwensi : 50 Hz 5. Output voltage HD factor : < 3% 6. Efisiensi : > 90% 7. Tegangan baterai : paling sedikit 48 Vdc 8. Charge control : pulse width modulation (PWM) kapasitas disesuaikan. 9. Sistem proteksi : high voltage disconnect (HVD), low voltage disconnect (LVD), short circuit protection. 10. Dilengkapi dengan display, data logger, sensor temperatur baterai. 11. Menyediakan fasilitas remote monitoring. 41 12. Garansi paling sedikit satu tahun. f. Baterai 1. Tipe : valve regulated lead acid (VRLA). 2. Kapasitas : menyesuaikan kapasitas PV modul dan beban. 3. Kemampuan cycling : paling sedikit 1.200 cycle pada 80% depth of discharge (DOD). 4. Sertifikasi : lembaga nasional atau internasional. 5. Garansi : paling sedikit satu tahun. 6. Harus dilengkapi dengan sistem koneksi yang dapat mencegah korosi dan arus hubung singkat (termasuk pada waktu pemasangan). g. Jaringan distribusi PLTS Terpusat Pekerjaan distribusi tenaga listrik telah diatur dalam SNI, antara lain : 1. SNI 04-3855-1995 : Pedoman Teknis Instalasi Jaringan 2. SNI 04-0225-2000 : Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000 3. SNI 04-0227-1987 : Tegangan Standar 4. SNI 04-1707-1989 : Listrik Pedesaan 5. SNI 04-1690-1989 : Tiang Kayu, Syarat-syarat Teknis 6. SNI 04-0533-1989 : Sakelar Arus Bolak-balik 7. SNI 04-017-1989 : Fitting Lampu Arus Bolak-balik 8. SNI 04-1705-1989 : Sistem Distribusi, Keandalan 9. SNI 04-0532-1989 : Kotak Hubung Bagi Arus Bolak-balik 10. SNI 04-1922-1990 : Frekuensi Standar 11. SNI 04-1923-1990 : Arus Pengenal Standar 12. SNI 04-1926-1990 : Jaringan Distribusi Listrik Pedesaan 13. SNI 04-2702-1992 : Kilowatt Hour Meter Arus Bolak-balik Kelas 0,5;1,2 14. SNI 04-3885-1995 : Pembumian JTR dan Instalasi Tegangan Rendah 15. SNI 04-3879-1995 : Gangguan pada Sistem Suplai yang Diakibatkan oleh Piranti Listrik dan Perlengkapannya 42 h. Instalasi rumah 1. Umum Instalasi rumah mencakup instalasi kabel dari jaringan ke rumah dan instalasi listrik di dalam rumah dengan ketentuan instalasi di dalam rumah terdiri dari instalasi jaringan kabel, paling sedikit 3 buah titik lampu, 1 buah stop kontak, alat proteksi short circuit, dan alat pembatas sesuai kapasitas daya tersambung dan pemakaian energi listrik. 2. Kabel Instalasi: NWM 2 x 1,5mm2 (SNI), maksimal 25 m. 3. Lampu penerangan: Lampu hemat energi (TL/PL/CFL) 220 V. Daya lampu disesuaikan kebutuhan, seta tidak menggunakan lampu dengan daya lebih dari 10 watt per titik lampu, agar tidak terjadi pengurasan daya yang berlebihan. 4. Alat pembatas Berfungsi membatasi pemakaian energi (Vah) dengan spesifikasi sebagai berikut: a.) maksimum arus output sampai dengan 10 A, 220 V; b.) batas pemakaian energi dan reset timr dapat diatur; c.) setting batas pemakaian per hari adalah tetap; d.) memiliki sistem untuk memutus (dan menyambung kembali) hubungan listrik pada pelanggan tertentu yang bermasalah; e.) memiliki fungsi proteksi apabila terjadi arus hubung singkat (shortcircuit) dan fungsi ini tidak menggunakan peralatan yang memerlukan stok pengganti (contoh stok mechanical fuse sekering); f.) memiliki sistem pengaman/segel sehingga pelanggan tidak dapat melakukan pencurian energi (bypass). i. Sistem pengaman Sistem pengamanan jaringan listrik jika terjadi gangguan, baik untuk alasan keselamatan, gangguan sosial, maupun untuk kemudahan perbaikan harus menjadi bagian dari desain sistem. 43 j. Rumah pembangkit (shelter) 1. Umum a.) Sistem Modular Menggunakan sistem knock down, sehingga menghemat waktu instalasi. b.) Tipe Tahan cuaca panas/dingin dan anti karat. c.) Pemasangan Shelter harus mudah dilepas/dipasang apabila akan dipindahkan ke lokasi lain. d.) Perawatan Perawatan shelter harus dapat mengurangi biaya yang dibutuhkan. e.) Efisiensi Energi Modul atau panel untuk shelter terbuat dari bahan polyurethane dengan ketebalan modul atau panel paling sedikit 75 mm dan modul tersebut dapat mengurangi hingga 10 dBA kebisingan yang berasal dari bagian dalam ruangan dan memantulkan hingga 90% energi panas atau cahaya pada bagian luarnya. 2. Pondasi Shelter Perkuatan shelter terbuat dari bahan yang mampu menahan beban dari atasnya dan Shelter dipasang dengan sistem boltting (menggunakan mur dan baut) pada frame-nya sehingga tidak diperlukan pekerjaan pengelasan, pemotongan atau pekerjaan berat lainnya ketika akan dipasang sedangkan apabila pondasi shelter-nya berada di atas tanah, maka pondasi harus dibuat dari beton bertulang/batu kali yang mampu menahan beban. 3. Modul Dinding shelter berupa modul yang didalamnya berisi frame/rangka yang cukup mampu menahan angin dengan kecepatan 120 km/jam, hujan dan panas atau gangguan lainnya dan modul tersebut 44 dihubungkan dengan lainnya pada suatu jointing border dengan sistem pengunci anti karat. 4. Atap Atap terbuat dari bahan yang sama dengan panel dinding/modul shelter. 5. Pintu Pintu terbuat dari bahan yang memiliki kemampuan yang sama dengan dinding/modul shelter, dan engsel pintu harus tidak dapat dibongkar dari luar. 2.2.7 Analisis Performa/Unjuk Kerja PLTS Keluaran energi listrik dari PLTS tergantung dari beberapa faktor, diantaranya radiasi matahari yang terjadi pada lokasi PLTS, kemiringan dan arah dari panel surya, ada tidaknya sinar matahari, performa teknis dari komponen/peralatan yang digunakan pada PLTS (terutama modul surya dan inverter). Performa/kinerja dari PLTS diperkirakan menurun sejalan dengan usia pakainya, khususnya pada dekade kedua dan ketiga usianya, karena disebabkan oleh degradasi dari modul surya, dan umur dari komponen yang digunakan (penyusutan). 2.2.7.1 Definisi Performa PLTS Performa atau kinerja aktual suatu PLTS on-grid jika dilihat berdasarkan alat ukur untuk kWh meternya sendiri sangatlah mudah untuk dilaporkan, namun ketika tujuannya sebagai suatu perbandingan kelayakan yang adil antara pembangkit-pembangkit tersendiri, tidaklah sesederhana itu. Pertama, iklim dari matahari ialah berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya, dan data cuaca tidak selalu daoat diperkirakan lebih dekat. Selanjutnya, energi terpasang riil pada umumnya tidak diketahui secara persis, akibat efek dari shading yang tidak diketahui, pemanasan belebih, dan ketersediaan jaringan. Akan tetapi standar presentasi berbeda dari performa atau kinerja PLTS sudah dikembangkan dari waktu ke waktu, dan yang paling biasa digunakan pada umumnya untuk 45 mengetahui keluaran energi dari suatu PLTS selama periode tertentu berdasarkan hal berikut: a.) Performa spesifik dalam kWh bersih (nett. kWh) yang terkirim ke jaringan per kW dari daya nominal modul surya yang terpasang, sama dengan terhadap jumlah dari beban penuh untuk pembangkit. b.) Faktor kapasitas, hal ini didapat sebagai persamaan jam beban penuh sekitar dalam % dari waktu sebelumnya. c.) Rasio performa bulanan dan tahunan digambarkan sebagai jumlah aktual dari energi PLTS ke jaringan pada satu periode, dibagi oleh jumlah teoritis menurut data STC modul surya. 2.2.7.1.1 Parameter Relevan untuk Performa PLTS Berikut paramter-parameter relevan sebagai acuan desain suatu performa PLTS grid-connected (Danish Energy Agency, 2009): Tabel 2.3 Parameter Untuk Performa PLTS Grid-Connected General data Use Source Units Site/location Reference to meteo data Correction of irradiation (or insolation) Correction of irr. System owner Latitude and longitude Degrees from hor. Correction of irr. Correction of irr. Correction of irr. System data Check of limits General sizing Manufacturer m2 Low Manufacturer Wp High Inclination Orientaion Fixed/tracking mount Shading/Horizon profile Albeldo PV Panel Area Nominal power System data System data Degrees from S to W - Type range +/- 60 Importance 0-90 High +/- 45 from south 0,1,2 axis High Site data Site data 0.1-0.4 High High Moderatehigh Moderatehigh 46 General data Use Source System voltage Match with inverters Electric design Booster Manufacturer High Quality check Operating temperatur Manufacturer % or +/- 5% min/max System K at 1000 20-40 K designer W/m2 over ambient Moderate Number of strings Reflectors/ concentrators Mismatch of modules Thermal behaviour of array Modules Electrical data Temperatur coefficients Irradiance influence on module efficiency Number of bypass diodes Angle of incidence correction Shadow tolerance Long term degradation of performance Inverter Efficiency curve Inverter configuration (stringcentral) Input voltage range Units Importance Manufacturer V Type range 100-500 Manufacturer 1-10 Moderate High Moderate Simulation Manufacturer High Simulation Manufacturer % per K Low Simulation Manufacturer % Depends Moderate efficiency on technology Mismatch/ Manufacturer shadow sensitivity Simulation Manufacturer Moderate Simulation Manufacturer Moderate Economic analysis Manufacturer % decrease per year Low 0.25%0.5% Moderate Simulation Manufacturer High Electrical design System designer Moderatelow Electrical design Manufacturer High 47 General data Use Source Units Standby consumption MPPT efficiency Response to overload Simulation Manufacturer W Type range 0-5 Simulation Manufacturer % 90-99% Electrical design Close down, reduced power Conrol strategy e.g. master/slave Simulation Manufacturer Manufacturer Importance Moderatelow Moderate/ High Moderate Moderate Sumber: Danish Energy Agency (2009) 2.2.7.2 Analisis Sistem PLTS Untuk menilai performa dari PLTS, maka perlu dilakukan perhitungan dan analisis dari data-data yang didapatkan dari hasil monitoring sistem itu sendiri. Perhitungan yang dilakukan mengikuti acuan yang ditetapkan oleh standar IEC, yaitu mengacu pada IEC Standard 61724. 2.2.7.2.1 Hasil Akhir / Final Yield (YF) Hasil akhir atau final yield (YF) ditetapkan dalam periode tahunan, bulanan, atau harian dari keluaran bersih energi (kWh dengan daya puncak dari PV array (kWp DC) AC) pada sistem dibagi yang terpasang pada kondisi pengujian standar (STC) pada iradiasi surya 1000 W/m2 dan temperatur sel 25oC. (kWh AC / kWp DC) (2.7) Dimana: PO : Daya puncak (kWp DC) EPV : Energi ke jaringan (kWh AC) 2.2.7.2.2 Hasil Acuan / Reference Yield (YR) Hasil acuan atau reference yield (YR) adalah total dari insulasi matahari pada suatu bidang (HT) dalam satuan kWh/m2 dibagi dengan iradiasi array acuan (1 kW/m2), oleh karena itu reference yield adalah jumlah dari peak sun-hours. 48 (kWh/m2 / kWp) (2.8) Dimana: HT : Iradiasi harian rata-rata pada bidang array (kWh/m2) GSTC : Iradiasi referensi pada kondisi STC (1000 W/m2) 2.2.7.2.3 Rasio Performa (PR) Kualitas dari suatu PLTS dapat juga diuraikan oleh rasio performanya. Rasio performa biasanya dinyatakan dalam persentase, dengan rumus YF dibagi dengan YR, ini menunjukkan rugi total pada sistem saat mengkonversi dari DC menjadi keluaran AC. Rugi tipikal pada PLTS termasuk di dalamnya rugi karena degradasi panel surya (Ƞdeg), temperatur (Ƞtem), pengotoran/soiling (Ƞsoil), interval network (Ƞnet), inverter (Ƞinv), transformator (Ƞtr), dan ketersediaan sistem/system availability dan grid connection network (Ƞppc). Oleh karena itu PR dirumuskan sebagai berikut: = Ƞdeg . Ƞtem . Ƞsoil . Ƞnet . Ƞinv . Ƞtr . Ƞppc (2.9) 2.2.7.2.4 Hasil Array / Array Yield (YA) Hasil array atau array yield (YA) ditetapkan oleh keluaran energi tahunan atau harian dari PV array dibagi daya puncak dari PLTS terpasang. (kWh/kWp DC) (2.10) Dimana: EA : Keluaran energi array (kWh) PO : Daya puncak (kWp DC) 2.2.7.2.5 Rugi-rugi Sistem / System Losses (LS) Rugi-rugi sistem diperoleh atau disebabkan oleh rugi akibat proses konversi pada inverter dan transformator, dirumuskan sebagai berikut: 49 (kWh/kWp) (2.11) 2.2.7.2.6 Rugi-rugi Penangkapan Array / Array Capture Losses (LC) Rugi-rugi penangkapan array (LC) diperoleh atau disebabkan oleh rugi akibat proses penangkapan cahaya matahari oleh array dan saat mengkonversi sinar matahari menjadi energi listrik, dirumuskan sebagai berikut: (kWh/kWp) (2.12) 2.2.7.2.7 Faktor Kapasitas (CF) Faktor kapasitas dari PLTS biasanya dinyatakan dalam presentase merupakan rasio dari keluaran energi aktual dalam periode satu tahun dengan keluaran jika beroperasi pada daya nominal selama setahun penuh (24 jam setiap hari selama setahun), diuraikan dengan rumus sebagai berikut: (2.13) 2.2.7.3 PVSyst Pvsyst merupakan paket software/perangkat lunak yang digunakan untuk proses pembelajaran, pengukuran, dan analisan data dari sistem PLTS secara lengkap. PVSyst dikembangkan oleh Universitas Geneva, yang terbagi ke dalam sistem terinterkoneksi jaringan (grid-connected), sistem berdiri sendiri (standalone) sistem pompa (pumping), dan jaringan arus searah untuk transportasi publik (DC-grid). PVSyst juga dilengkapi database dari sumber data meteorologi yang luas dan beragam, serta data komponen-komponen PLTS. Beberapa contoh sumber data meteorologi yang dapat digunakan pada PVSyst yaitu bersumber dari MeteoNorm v6.1 (interpolasi 1960-1990 atau 1981-2000), NASA-SSE (19832005), PVGIS (untuk Eropa dan Afrika), Satel-Light (untuk Eropa), TMY2/3 dan SolarAnywhere (untuk USA), EPW (untuk Kanada), RetScreen, Heliolim, dan Solar GIS (berbayar). 50 Salah satu parameter untuk menganalisis unjuk kerja suatu PLTS sesuai dengan standar IEC 61724 adalah Performance Ratio (PR). Dalam PVSyst Performance Ratio adalah energi yang diterima jaringan dibagi dengan hasil kali dari iradiasi yang diterima modul surya dan daya nominal sistem pembangkit pada saat dalam kondisi STC atau energi yang dihasilkan oleh sistem pada saat berjalan dengan efisiensi nominal seperti yang tertera pada nameplate dari modul surya tersebut. Untuk dapat memprediksi dan menganalisa potensi produksi energi dan unjuk kerja PLTS Kubu, digunakan fitur desain proyek (project design) pada PVSyst. Pada fitur ini simulasi akan dijalankan dengan cara membuat terlebih dahulu desain dari sistem PLTS sesuai dengan sistem terpasang. Langkah dalam membuat desain proyek adalah sebagai berikut: a.) Menetapkan proyek Dengan cara menentukan jenis proyek atau jenis PLTS dalam hal ini dipilih grid-connected. Dilanjutkan dengan membuat proyek baru dan mendefinisikan proyek seperti nama proyek, lokasi, dan data meteorologi. b.) Menetapkan perbedaan sistem (system variant) Dengan cara menentukan orientasi terlebih dahulu seperti jenis penyangga panel surya, kemiringan panel, dan azimuth, lalu menentukan sistem PLTS, dengan memilih parameter opsional, seperti pemilihan profil horizon sesuai lokasi, yang dapat ditambahkan dengan impor data dari software lain, seperti dari Solmetric SunEye. c.) Menjalankan simulasi untuk mendapatkan hasil simulasi. 51 Gambar 2.16 Tampilan program PVSyst 2.2.7.4 Solmetric SunEye Solmetric SunEye merupakan software yang menyediakan analisa lengkap dari akses matahari (solar access) dan bayangan (shading), yang terintegrasi dengan alat ukur genggam. Contoh alat ukur yang digunakan untuk mengukur akses matahari dan tingkat bayangan (shading) pada lokasi tertentu, seperti Solmetric SunEye tipe 100 dan 200. Hasil pengukuran alat kemudian akan ditransfer pada software Solmetric SunEye untuk disimpan dan dianalisa lebih lanjut, agar dapat dijadikan sebuah laporan. Gambar 2.17 Solmetric SunEye