BAB 3 FISIOLOGI DAN BIOKIMIA PADA KOMODITI HORTIKULTURA PANENAN Setelah mengikuti kuliah dan/atau membaca bahan ajar pada Bab ini, mahasiswa akan : Mampu menjelaskan proses pertumbuhan dan perkembangan selama pematangan, Mampu menjelaskan proses fisiologi komoditi hortikultura selama pematangan yang meliputi pematangan, biokimia respirasi dan pengukuran respirasi, Mampu menjelaskan fenomena perubahan fisiologi komoditi hortikultura, Mampu menjelaskan pola respirasi komoditi hortikultura selama pematangan, dan Mampu menyebutkan dan kemudian menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi internal dan eksternal (perubahan kimia) selama pematangan Bambang B. Santoso 38 A. Pertumbuhan dan Perkembangan Selama Pematangan Suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari dan dipungkiri bahwa organ panenan komoditi hortikultura seperti buah, sayuran, dan bunga potong merupakan struktur organ yang masih hidup walaupun telah terpisah dari tanaman induknya. Seperti layaknya saat sebelum dipanen, di saat pasca panenapun organ panenan tersebut masih melakukan reaksi-reaksi metabolisme dan masih mempertahankan sistim fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada tanaman induknya. Sehubungan dengan kenyataan tersebut di atas, fenomena penting suatu tanaman dan juga buah, sayuran serta bunga potong sebagai organ panenan adalah bahwa respirasi yang merupakan penangkapan atau penggunaan oksigen dan pelepasan karbondioksida serta panas masih berlangsung. Selain itu, transpirasi yang merupakan proses pelepasan air juga masih berlangsung pada organ panenan tersebut. Sementara buah atau sayuran dan bunga potong sesaat masih melekat pada tanaman induknya, kehilangan air karena transpirasi dan respirasi digantikan oleh aliran air dan mineral pada pembuluh xylem dan fotosintat (sukrose dan asam amino) melalui pembuluh phloem. Sedangkan pada organ panenan, karena telah terpisah dari tanaman induknya, maka ini berarti pula pemutusan hubungan sumber air, fotosintat, dan mineral. Untuk memenuhi kebutuhannya maka organ panenan menggunakan cadangan makanan dan airnya sendiri yang terdapat pada jaringan organ panenan tersebut. Karena itu, maka kehilangan subtrat yang dapat direspirasikan dan air tidak dapat digantikan. Akibat dari itu, maka proses perusakan organ panenan bersangkutan (deteriorasi) mulai terjadi. Tingkat kecukupan subtrat yang dapat digunakan sebagai bahan dasar (dibongkar) dalam respirasi sangat tergantung pada tingkat pertumbuhan dan perkembangan organ panenan selagi masih melekat pada tanaman induknya. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 39 Seperti diketahui bahwa proses pertumbuhan organ buah maupun organ bunga potong dan organ tanaman yang dikategorikan sebagai sayuran terdiri atas beberapa tahapan. Tahap tersebut adalah pembelahan sel, pembesaran sel, pendewasaan atau pematangan sel (maturation), pemasakan sel (ripening), kelayuan (senesesense), dan pada akhirnya pembusukan. Bagi buah dan bunga potong, pertumbuhan dan perkembangan semasih melekat pada tanaman induk sering dihentikan karena dipanen setelah mencapai tingkat pematangan optimal. Perkembangan dan pematangan buah kebanyakan berakhir pada saat buah tersebut masih menempel dengan tanaman induknya, tetapi pemasakan dan senesen akan berlanjut walaupun telah dipisahkan dari tanaman induknya (dipanen atau dipetik). Buah umumnya dipanen tidak saja apabila sudah matang atau masak, meskipun beberapa buah yang dikonsumsi sebagai sayuran mungkin dipanen sebelum pematangan mulai terjadi. Untuk kasus ini sebagai contohnya adalah labu dan terong. Sedangkan pada sayuran, proses pertumbuhan dan perkembangan semasih melekat pada tanaman induknya akan diputus dengan dipanennya organ sayuran tersebut pada tahapan yang sangat tergantung pada tingkat keinginan manusia dalam memanfaatkan sayuran tersebut. Biasanya untuk sayuran tingkat kematangan konsumsi akan lebih cepat (awal) dibandingkan dengan tingkat kematangan fisiologi organ bersangkutan. Kehidupan organ panenan akhirnya tinggalah sebagian dari tahap pematangan, pemasakan dan kelayuan. Akan tetapi perbedaan yang jelas antara tahapan tersebut tidak mudah dibuat batasannya. Pada dasarnya pertumbuhan melibatkan pembelahan sel dan diteruskan dengan pembesaran sel yang bertanggung jawab terhadap ukuran maksimum sel bersangkutan. Pematangan umumnya terjadi sebelum pertumbuhan berakhir dan secara bersamaan dengan pertumbuhan dikenal sebagai tahap perkembangan. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 40 Senesen diartikan sebagai periode yang terjadi bilamana proses anabolisme (sintesis) memberi peluang bagi proses katabolisme (degradasi). Periode ini dapat juga dikatakan sebagai proses ke arah penuaan (ageing) dan akhirnya pada terjadinya kematian jaringan bersangkutan. Sedangkan pemasakan (ripening) merupakan istilah khusus bagi buah yang peristiwanya dimulai pada tahap akhir pematangan dan menjadi tahap awal senesen. Tabel 3.1. Matrik Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Komoditi Hortikultura INISIASI PERKEMBANGAN KEMATIAN Pertumbuhan Pematangan Pemasakan Kelayuan B. Fisiologi Komoditi Hortikultura Selama Pematangan Buah yang sedang masak mengalami banyak perubahan fisik dan kimia setelah panenan. Perubahan ini sangat menentukan mutu produk panenan. Demikian pula halnya pada sayuran dan bunga potong. Pemasakan adalah kejadian dramatik dalam kehidupan buah karena mengubah organ tanaman dari matang secara fisiologis tetapi belum dapat dikonsumsi. Hal ini merupakan suatu yang menarik karena terkait dengan aroma dan rasa. Pemasakan menandai selesainya perkembangan buah dan dimulainya senesen. Biasanya hal ini merupakan peristiwa yang tidak dapat Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 41 balik. Berikut kita diskusikan mengenai keadaan umum pemasakan, tingkah laku respirasi dan keterlibatan gas etilen dalam proses-proses tersebut. 1. Pemasakan Pemasakan pada buah merupakan hasil perubahan beberapa komponen sellulair yang dapat terjadi secara individu maupun saling berinteraksi satu sama lainnya. Pemasakan merupakan kejadian dramatik dalam kehidupan komoditi panenan karena peristiwa perubahan organ dari matang secara fisiologis, namun (sebagian besar) belum dapat dikonsumsi menjadi masak dan akhirnya layu. Beberapa peristiwa yang terjadi selama pemasakan buah dijelaskan dalam Tabel 3.2. Pada waktu masih berada pada tanaman induknya, buah dan sayuran serta bunga potong melangsungkan proses kehidupan dengan cara melakukan respirasi, yaitu proses biologis yang menyerap oksigen untuk digunakan pada proses pembakaran (oksidasi) dan kemudian menghasilkan energi dengan diikuti pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Setelah organ dipanen ternyata buah, sayuran dan bunga potong masih melangsungkan proses respirasi yang mencirikan bahwa organ panenan tersebut masih dalam keadaan hidup. Bila proses respirasi dipilah dalam tahapan, maka terdapat tiga tahap dalam proses respirasi. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut ini, a. Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana, b. Oksidasi gula-gula sederhana menjadi asam piruvat, dan c. Perubahan (transformasi) aerob dari piruvat dan asam-asam organik lain menjadi karbondioksida, air, dan energi. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 42 Tabel 3.2. Beberapa peristiwa dan perubahan yang mungkin terjadi selama pemasakan buah berdaging Beberapa perubahan Pematangan biji Perubahan warna Absisi Perubahan laju respirasi Perubahan laju produksi etilen Perubahan permeabilitas jaringan Perubahan senyawa pektin (pelunakan) Perubahan komposisi karbohidrat Perubahan asam organik Perubahan protein Produksi senyawa volatil (rasa) Perkembangan lapisan lilin pada kulit Sumber : Pratt. H.K. The role of ethylene in fruit ripening. Anatole,France Centre National de la Recherche Scientifigue:1975:153-160 dalam Wills, R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D., Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989. 2. Biokimia Respirasi Semua organisme hidup membutuhkan pasokan energi secara sinambung. Energi ini oleh organisme digunakan untuk melangsungkan reaksireaksi metabolisme penting guna mendukung pemeliharaan organisme pada tingkat sel, untuk transportasi metabolit ke seluruh tubuh, jaringan, dan untuk mempertahankan permeabilitas membran. a. Metabolisme aerob Kebanyakan energi yang dibutuhkan oleh buah, sayuran, dan bunga potong dipasok oleh respirasi aerob yang melibatkan pemecahan senyawa Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 43 organik tertentu yang disimpan dalam jaringan. Subtrat respirasi adalah glukose, dan jika dioksidasi secara lengkap reaksinya sebagai berikut, C6H12O6 + 6O2 Respirasi pada 6CO2 = 6H2O = energi dasarnya adalah kebalikan fotosintesis yang memanfaatkan energi matahari kemudian disimpan sebagai energi kimia, terutama dalam bentuk karbohidrat yang mengandung banyak glukose. Pemanfaatan glukose mencakup 2 reaksi sebagai berikut ini, Glukose dirombak menjadi piruvat melalui jalur Embden-MeyerhofParnas (EMP) yang terjadi pada sitoplasma, dan Piruvat dirombak menjadi karbondioksida melalui jalur Tricarboksilate Acid (TCA) yang terjadi pada mitokondria Glukose-1-phospat phosphorylase Sukrose intervertase Glukose + Fruktose Heksoseisomerase Pati Matase Matose Glukose-6-phospat heksokinase Gambar 3.1. Perubahan karbohidrat tersimpan selama respirasi Glukose bebas biasanya merupakan senyawa yang terlibat dalam permulaan langkah oksidatif bukan bentuk karbohidrat tersimpan. Pati yang merupakan polimer glucose seringkali menjadi karbohidrat utama. Pati Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 44 didegradasi menjadi glukose oleh enzim amilase dan maltase. Secara skematik reaksi perubahan karbohidrat tersimpan adalah seperti dijelaskan pada Gambar 3.1. di atas. b. Siklus EMP (Embden-Meyer-Parmas) Urutan dalam siklus EMP adalah sebagai berikut, Glukose Glukose-6-phosphat Fruktose-6-phosphat Fruktose-1,6-biphosphat Phosphogliseraldehid Phosphodihydroxy aceton 1,3-biphosphagliserat 3-phosphogliserat 2-phosphogliserat phosphoenolpiruvat piruvat TCA Gambar 3.2. Siklus EMP perombakan glukose menjadi piruvat. TCA = tricarboxilateacid Energi yang dibebaskan dari sistim EMP di atas ditangkap dan disimpan dalam Adenosin Triphosphat (ATP) dan Nicotinamid Adenin Dinukleotida tereduksi (NADPH2). Tiap NADPH2 memberikan 3 ATP. Total energi yang dibebaskan oleh perubahan glukose menjadi piruvat adalah 8 ATP. Energi kemudian dibuat tersedia bagi tanaman melalui pemecahan ikatan phosphat, melalui reaksi : Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso ATP c. 45 ADP + Pi + energi Siklus TCA Reaksi sederhana siklus TCA dapat digambarkan sebagai persamaan berikut ini, Piruvat + 3O2 + 15ADP + 15 Pi 3CO2 + 2H2O + 15 ATP Energi bebas molekul glukose (2 kali piruvat) dari siklus TCA adalah 30ATP. Karbondioksida yang dihasilkan dalam respirasi berasal dari sikuls TCA dalam kondisi aerob dan melibatkan konsumsi oksigen. Seluruh energi kimia yang dibebaskan selama oksidasi satu molekul glukose adalah 1,6 megajoule. Sekitar 90% dari energi tersebut disimpan dalam sistim tanaman dan sisanya hilang sebagai panas. Skema siklus TCA yang komplek disajikan dalam Gambar 3.3. d. Koefisien Respirasi (Respiration Quotient = RQ) Vacuola sebagian besar sel buah dan sayuran memiliki banyak cadangan asam-asam organik yang dapat dimobilisasi oleh mitokondria sebagai substrat yang dioksidasi dalam siklus TCA. Salah satunya adalah malat. Reaksi oksidasi malat dapat dijelaskan sebagai berikut, C4H6O5 + 3O2 4CO2 + 3H2O Oksidasi malat menghasilkan lebih banyak CO2 dari pada O2 yang dikonsumsi, sedangkan oksidasi glukose menghasilkan jumlah CO 2 yang sama dengan O2 yang dikonsumsi. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 46 Konsep koefisien respirasi (QR) merupakan perbandingan atau rasio antara CO2 yang dihasilkan (ml) terhadap O2 yang dikonsumsi (ml). Glikolisis Piruvat CoA CO2 Asetil CoA Oksaloasetat Sitrat Malat akonitrat Fumarat isositrat CO2 -ketoglutarat Suksinat CO2 Gambar 3.3. Skema siklus TCA Dengan menggunakan persamaan tersebut di atas, maka untuk oksidasi glukose nilai RQ = 1, sedangkan RQ untuk malat = 1,3. Subtrat lainnya sebagai alternatif dalam proses respirasi dapat berupa asam lemak rantai panjang seperti asam stearat. C18H36O2 + 26O2 18CO2O Asam stearat Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 47 Asam lemak ini memiliki lebih sedikit oksigen per atom karbon dibandingkan dengan gula. Oleh karena itu membutuhkan konsumsi oksigen lebih besar untuk memproduksi CO2. RQ asam stearat = 0,7. Dengan menggunakan QR kita dapat menduga atau sebagai petunjuk tipe substrat yang sedang direspirasi (dibongkar). RQ rendah menandakan metabolisme lemak, sedangkan nilai RQ tinggi menandakan asam organik. Perubahan dalam RQ selama pertumbuhan dan penyimpanan dapat juga menandakan perubahan dalam tipe substrat yang dimetabolisme. e. Metabolisme anaerob Respirasi ini sering disebut sebagai fermentasi, karena memanfaatkan oksigen yang berada pada sel-sel organ panenan. Atmosfir biasanya kaya oksigen sehingga jumlah oksigen yang tersedia dalam jaringan tidak terbatas. Dalam berbagai kondisi penyimpanan, jumlah oksigen dalam atmosfir mungkin terbatas dan tidak cukup untuk mendung metabolisme aerobik secara penuh. Dalam kondisi ini jaringan dapat melakukan respirasi anaerob, yaitu mengubah glukose menjadi piruvat melalui jalur EMP. Namun piruvat kemudian dimetabolisme menjadi asam laktat atau asetaldehid dan etanol dalam proses yang dikenal sebagi fermentasi. CO2 asetaldehid etanol Piruvat Laktat Gambar 3.4. Skema jalur metabolisme anaerob Konsentrasi oksigen yang dapat memulai respirasi anaerob bervariasi di antara jaringan dan dikenal sebagai titik kepunahan (Extinction Point). Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 48 Konsentrasi oksigen pada titik ini tergantung pada beberapa faktor seperti spesies, kultivar, tingkat kematangan, dan suhu. Respirasi anaerob menghasilkan jauh lebih sedikit energi per mol glukose dibandingkan respirasi aerob, namun respirasi anaerob memungkinkan sejumlah energi menjadi tersedia untuk jaringan dalam kondisi buruk. Oleh karena itu, maka reaksi fermentasi ini biasanya ditandai dengan nilai RQ yang tinggi. f. Metabolisme untuk reaksi sintesis Jalur respirasi tidak hanya digunakan untuk menghasilkan energi bagi jaringan. Karbon juga dibutuhkan untuk reaksi-reaksi sintesis dalam sel. Selain itu, karbon tersebut dapat digunakan pada berbagai tahap. Sebagai contoh, -ketoglutarat mungkin diubah menjadi asam amino glutarat. Beberapa asam amino lainnya dapat dihasilkan dari glutarat untuk sintesis protein. Suksinat mungkin dialihkan untuk sintesis berbagai pigmen termasuk klorofil. Kehilangan -ketoglutarat dan suksinat dari siklus TCA untuk reaksi sintesis akhirnya akan menyebabkan terhentinya siklus. Oleh karena itu, asam-asam C4 harus dimasukkan ke dalam siklus. Pada dasarnya asam C4 dihasilkan melalui fiksasi CO2 ke dalam phosphoenol piruvat, dan selanjutnya menghasilkan oksaloasetat. Sebagai alternatif, cadangan yang disimpan dalam vakuola (sebagai contoh malat) dapat dimanfaatkan. 3. Pengukuran Respirasi Laju respirasi pada komoditi panenan merupakan petunjuk aktivitas metabolisme jaringan. Karena itu maka dapat berguna sebagai petunjuk panjang-pendeknya periode penyimpanan komoditi panenan bersangkutan. Tingkat respirasi pada buah, sayuran maupun bunga potong dapat diukur dengan 5 cara, yaitu : Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 49 a. Menentukan jumlah subtrat (gula) yang hilang, b. Menentukan jumlah gas oksigen yang digunakan, c. Menentukan gas karbondioksida yang dikeluarkan, d. Menentukan jumlah panas yang dihasilkan, dan e. Menentukan jumlah energi (ATP) yang dihasilkan. Jika laju respirasi diukur melalui pengukuran jumlah oksigen yang dikonsumsi atau jumlah karbondioksida yang dilepas selama tahapan atau periode perkembangan, pematangan, pemasakan, dan senesen, maka pola respirasi tertentu akan diperoleh. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa laju respirasi per unit berat tertinggi terjadi pada buah mentah (hijau) dan sayuran yang belum dewasa. Laju ini kemudian menurun seiring dengan bertambahnya umur. 4. Pola Respirasi Seperti telah dijelaskan bahwa respirasi adalah suatu proses pembongkaran bahan organic tersimpan menjadi bahan sederhana. Produk akhirnya berupa energi (dalam bentuk panas). Energi yang dihasilkan dikenal sebagai panas vital, sangat penting dalam pengelolaan atau penanganan pasca panen untuk memperkirakan perlakuan pendinginan dan kebutuhan ventilasi dalam pengepakan. Laju proses perusakan (deteriorasi) komoditi panenan umumnya proporsional dengan laju respirasi. Laju respirasi yang terjadi pada organ panenan diukur dalam satuan mg/CO2/kg/jam. Tingkat laju respirasi didasarkan pada besar kecilnya karbondioksida yang dihasilkan. Pengelompokan komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 50 Tabel 3.3. Pengelompokan komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi Kelompok Laju Respirasi pada 5OC (mg/CO2/kg/jam) Sangat rendah Sayuran, kacangkacangan, buah kering Apel, jeruk, anggur, bawang, kentang Pisang, kubis, wortel, selada, cabe, tomat Stroberi, kol kembang, apokat Bawang, bunga potong Asparagus, brokoli, bayam, jagung manis <5 Rendah 5 – 10 Sedang 10 – 20 Tinggi 20 – 40 Sangat tinggi 40 – 60 Sangat-sangat tinggi Komoditi > 60 Atas dasar laju dan pola respirasi dan pola produksi etilen selama pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura (terutama yang berbentuk buah) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu buah klimaterik dan non-klimaterik. Klimaterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju produksi karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H4) bersamaan dengan terjadinya pemasakan. Sedangkan non-klimaterik tidak menunjukkan perubahan, umumnya laju produksi karbondioksida dan etilen selama pemasakan sangat rendah. Beberapa contoh buah yang tergolong klimaterik adalah apel, apokat, pisang, pepaya, tomat, dan semangka. Sedangkan buah-buah yang termasuk dalam golongan non-klimaterik meliputi anggur, cherri, mentimun, terong, jeruk, cabe, nanas, dan stroberi. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 51 C. Perubahan Fisiologi Komoditi Hortikultura Panenan Pada beberapa tahapan selama pertumbuhan dan perkembangannya, buah maupun perubahan sayuran dan bunga potong secara visual menunjukkan seiring dengan terlampauinya tahapan tersebut. Kondisi pertumbuhan dan perkembangan yang dianggap baik atau optimal merupakan tahapan yang dianggap oleh manusia sebagai keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi. Perubahan tersebut menentukan tingkat kualitas bagi konsumen. Perubahan ada yang dikehendaki namun ada pula yang tidak dikehendaki. Perubahan fisiologi yang terjadi pada komoditi panenan meliputi perubahan kimia yang akhirnya juga mempengaruhi terjadinya perubahan fisik. Perubahan kimia yang terjadi meliputi perubahan kandungan karbohidrat, etilen, asam, lipida, protein dan zat warna. Sedangkan perubahan fisik meliputi perubahan warna, tekstur, dan perubahan citarasa. 1. Buah Buah klimaterik umumnya mencapai stadia masak penuh sesudah respirasi klimaterik. Akan tetapi kejadian-kejadian lain yang dimulai oleh kehadiran atau pengaruh etilen perlu mendapat perhatian dalam hubungannya dengan pemasakan buah. Beberapa perubahan-perubahan yang terjadi pada pematangan buah adalah sebagai berikut, a. Warna Perubahan warna pada buah merupakan suatu perubahan yang jelas nampak oleh konsumen. Perubahan tersebut digunakan sebagai indikator buah sudah masak atau belum. Perubahan yang umum terjadi adalah hilangnya warna hijau. Pada buah klimaterik kehilangan warna hijau sangat cepat setelah memasuki titik awal pemasakan. Beberapa buah Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 52 non-klimetarik juga menunjukkan tanda-tanda kehilangan warna hijau dengan dicapainya kualitas konsumsi (layak dikonsumsi). Perubahan zat warna alami biasanya terjadi karena proses degradasi atau sintesis ataupun kedua-duanya. Perubahan pada buah-buahan dari hijau menjadi kuning merah atau oranye disebabkan terjadinya pemecahan klorofil dan pembentukan karetenoid. Hal tersebut biasanya terjadi pada buah jeruk dan mangga. Pada buah pisang, perubahan warna terjadi karena klorofil tidak nampak dan terjadi sedikit pembentukan karoten. Oleh Pantastiko (1975) dikatakan bahwa hilangnya warna hijau pada buah yang sedang mengalami pemasakan merupakan proses yang sangat rumit. Kemudian dapat diuraikan kemungkinan terjadinya perubahan warna tersebut dikarenakan terjadinya pemecahan klorofil sedikit demi sedikit secara enzimatik sehingga zat warna alami lainnya akan terbuka atau nampak. Perubahan enzimatik klofil ini disebabkan adanya aktivitas enzim klorofilase yang akan merubah klorofil menjadi klorofilid. Enzim ini berada dalam jaringan tanaman sebagai bagian daripada klorofil lipoprotein komplek. Warna hijau pada buah disebabkan karena adanya kandungan klorofil yang merupakan komplek organik magnesium. Hilangnya warna hijau dikarenakan klorofil mengalami degradasi struktur. Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap degradasi klorofil ini adalah perubahan pH (terutama disebabkan kebocoran asam organik dari vakuola), sistim oksidatif, dan enzim klorofillase. Kehilangan warna tergantung pada satu atau seluruh faktor tersebut yang bekerja secara berurutan dan bersamaan merusak struktur klorofil. Hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan dan/atau munculnya pigmen kuning hingga merah. Beberapa pigmen ini adalah karotenoid yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan umumnya mengandung 40 atom karbon serta memiliki 1 atau lebih fungsi oksigen dalam molekul. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 53 Pigmen warna ini menyebabkan buah berwarna kuning, oranye dan merah-oranye. Karotenoid adalah senyawa ajeg dan tetap ada (intact) dalam jaringan bahkan saat senesen terjadipun pigmen ini masih ada. Pigmen ini kemungkinan disintesis selama stadia perkembangan tanaman, akan tetapi karotenoid tersebunyi karena adanya klorofil. Setelah klorofil terdegradasi, pigmen karotenoid muncul. Contoh fenomena ini pada perubahan warna yang terjadi di kulit pisang. Namun terdapat fenomena lain yaitu pembentukan karotenoid bersamaan dengan terdegradasinya klorofil. Contoh fenomena ini terjadi pada tomat. Selama proses pematangan buah terjadi sintesis karotenoid yang sangat pesat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena zat yang dibebaskan selama pemecahan klorofil dapat digunakan untuk sintesis karoten. Tanaman yang kandungan karbohidratnya rendah, biasanya kandungan karotenoidnya juga rendah. Kebanyakan buah senyawa karotenoid terdapat dalam bentuk santofil, karoten, dan likopen. Selama proses pematangan jumlah santofil umumnya menurun, tetapi pada buah pisang dan apel selama pematangan kandungan senyawa karotenoidnya tetap. Daun-daun yang umnya pada sayuran daun umumnya memiliki susunan karotenoid yang sama yaitu mengandung santofil dan karoten, tetapi tidak mengandung likopen. Pada bunga kandungan senyawa karotenoidnya sama seperti yang ada pada daun. Sedangkan umbi-umbian umumnya hanya terkandung karotenoid yang sedikit, kecuali pada umbi ubi jalar dan wortel. Flavonoid adalah suatu zat warna yang terdapat hampir pada semua jenis tanaman. Hampir seluruh jaringan tanaman terkandung zat warna ini, paling tidak satu zat warna dari kelompok flavonoid. Senyawa ini mudah larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 54 Kelompok flavonoid meliputi antosianin yang berwarna merah, biru atau ungu; antosantin yang berwarna kuning; dan katekin dan leukoantosianin yang merupakan senyawa berwarna kurang nyata tetapi dapat berubah menjadi warna coklat. Dua senyawa terakhir ini sering disebut sebagai tannin. Antosianin menghasilkan warna-warna merah-ungu pada buah maupun sayuran. Antosianin dapat larut dalam air sehingga antosianin umumnya dijumpai dalam vakuola sel, namun sering pula pada lapisan epidermis. Antosianin menghasilkan warna-warna kuat yang sering menutupi karotenoid dan klorofil. Warna yang penggabungan ditimbulkan oleh antosianidin zat warna dengan ini diakibatkan monosakarida. karena Senyawa monosakarida yang biasa bergabung dengan antosianidin adalag glukosa, galaktosa, dan kadang-kadang pentosa. Klorofil (hijau) phytol klorofillase Pheophytin (hijau kekuningan) klorofillin (hijau terang) H+ phytol H+ pheophorbid (coklat) Mg++ H+ O2 O2 chlorin, Purpurin (produk tidak berwarna) Gambar 3.5. Skema jalur degradasi klorofil Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 55 b. Karbohidrat Tanaman seringkati menyimpan karbohidrat dalam buahnya untuk persediaan energi. Karbohidrat tersebut kemudian digunakan oleh buah untuk melangsungkan keaktifan dan sisa hidupnya. OIeh karena itu, dalam proses pematangan kandungan karbohidrat (pati) dan gula selalu berubah. Perubahan pati dalam sayuran dan buah-buahan dapat dibagi dalam lima kategori, yaitu buah dengan kandungan pati tinggi, buah dengan kandungan pati rendah, sayuran dengan kandungan pati tinggi, umbiumbian, dan sayuran dengan kandungan pati sangat rendah. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga merupakan komponen yang penting untuk mempengaruhi rasa yang menyenangkan melalui perimbangan antara gula dan asam. Warna yang menarik dan tekstur yang utuh, juga merupakan peranan karbohidrat pada buah. Perubahan kuantitatif karbohidrat berkaitan dengan proses pemasakan, yaitu terjadi akibat pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan pati menjadi glukose (gula). Perubahan ini tentunya mempengaruhi rasa dan tekstur buah. Peningkatan gula cenderung menyebabkan rasa manis pada buah. Oleh karena itu buah akan lebih dapat diterima oleh konsumen bilamana perubahan ini telah terjadi di saat buah tersebut dikonsumsi. Demikian pula halnya dengan buah non-klimaterik. Perubahan-perubahan karbohidrat terjadi selama proses pemasakan dan pematangan buah. Pada buah muda, karbohidrat masih banyak dalam bentuk pati (polisakarida) sehingga rasa buah tidak manis. Selama proses pematangan buah, pati akan berubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa sehingga rasa buah akan menjadi manis. Perubahan tersebut terjadi secara enzimatik dengan bantuan enzim seperti amilase, glukoamilase, dan fosfolirase. Pemecahan senyawa polimer karbohidrat khususnya pektin dan hemisellulose akan melemahkan dinding sel dan daya kohesif yang Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 56 mengikat sel-sel. Pada tahap awal, tekstur menjadi lebih lunak tetapi pada akhirnya struktur tanaman akan rusak. Protopektin adalah bagian senyawa pektin yang tidak dapat larut. Selain polimernya yang besar, protopektin berikatan dengan polimer lainnya melalui penghubung (jembatan) kalsium. Ikatan ini juga terikat erat dengan gula lainnya dan turunan phosphat menjadi bentuk politopektin yang berbobot molekul rendah dan sangat mudah terlarut dalam air. Laju degradasi senyawa pektin secara langsung berhubungan dengan laju pelunakan jaringan buah. Buah dengan Kandungan Pati Tinggi Yang termasuk buah-buahan dengan kandungan pati tinggi antara lain apel dan pisang. Perubahan kandungan pati kedua macam buah tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut : Kadar pati (% berat basah) Panen Juni Juli October Agustus September Waktu (periode pertumbuhan) Gambar 3.6. Skema perubahan kandungan pati pada buah apel (Hulme, 1968). Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 57 Pada buah apel, sewaktu dipenen kadar patinya sudah rendah. Pati yang tinggal sedikit tersebut dalam penyimpanan setelah panen akan habis. Pada buah pisang waktu dipanen masih mengandung pati, sebanyak 20-30 persen. Setelah 4-8 hari penyimpanan pada suhu ruang, kandungan patinya menurun sampai sekitar 4 persen, dan seteiah 12 hari penyimpanan kandungan patinya hampir habis. Kadar pati (% berat basah) Matang 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Hari (kondisi suhu ruang) Gambar 3.7. skema perubahan kandungan pati pada buah pisang (Von Loesecke, 1960) Buah dengan Kandungan Pati Rendah Contoh buah yang termasuk golongan ini adalah jerukk, arbei, apokat, dan persik (peach). Untuk buah-buahan tersebut, praktis tidak terdapat perubahan kadar pati setelah dipanen dan selama penyimpanan. Demikian pula pada buah adpokat yang kandungan lemaknya tinggi, nampaknya tidak banyak mengalami perubahan dalam kandungan pati setelah dipanen. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso c. 58 Gula Sederhana Meskipun dalam sayuran dan buah-buahan terkandung banyak sekali jenis gula, tetapi peruhahannya terutama hanya menyangkut tiga macam gula, yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa. Perubahan kandungan gula dapat dikeIompokan rnenjadi lima kategori, yang pada umumnya menggunakan kriteria yang sama seperti pada pengelompokan perubahan pati. Buah dengan kandungan Pati (gula) Tinggi Secara teoritis biIa pati dihidrolisis akan terbentuk qlukosa, sehingga kadar gula dalam buah akan meningkat. Akan tetapi pada kenyataannya perubahan tersebut relatif kecil atau kadang-kadang tidak berubah. Hal tersebut mungkin disebabkan karena guIa yang dihasilkan terpakai dalarn proses respirasi, atau diubah menjadi ssnyawa lain. Gambar di bawah ini memperlihatkan data hasil percobaan pada buah apel. Segera setelah dipanen buah apel nempunyai kadar fruktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan glukosa dan sukrosa, dan kadar glkosa paIing rendah. Selama penyimpanan tenjadi penubahan- perubahan sebagai berikut : waktu kandungan pati menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan sukrosa yang terbentuk akan dipecah lagi menjadi glukosa dan fruktosa. Sebagian glukosa yang terbentuk akan digunakan untuk metabolisme buah. Pada penelitian dengan buah pisang, hasilnya kira-kira sama dengan buah apel. Kandungan pati yang tadinya sebesar 20 persen akan diubah menjadi fruktosa dan glukosa sampai pati tersebut habis, sedangkan jumlah sukrosa yang tadinya hanya 2 persen akan meningkat menjadi 15 persen. Itulah sebabnya selama pemeraman dan penyimpanan, pisang menjadi manis rasanya. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 59 Buah dengan Kandungan Pati (gula) Sangat Rendah Untuk golongan ini dapat diambil contoh buah semangka. Pada waktu panen, semangka mengandung pati yang sangat sedikit, sehingga tidak diharapkan bahwa selama penyimpanan kadar gulanya akan meningkat. Dengan kata lain semangka yang diperam tidak akan berubah menjadi lebih manis. fruktosa glukosa sukrosa pati Waktu penyimpanan Gambar 3.8. Skema perubahan pati dan sukrosa menadi fruktosa dan dan glukosa pada buah apeI selama penyimpanan d. Asam organik Asam organik non-volatil adalah salah satu di antara komponen utama seluler yang mengalami perubahan selama pematangan buah. Sebagai contoh, asam organik utama dalam buah mangga adalah asam sitrat, asam malat dan asam askorbat. Umumnya kandungan asam organik menurun selama pemasakan. Hal ini disebabkan karena asam organik direspirasikan atau diubah menjadi gula. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 60 Asam-asam organik dapat dianggap sebagai sumber cadangan energi pada buah, dan kemudian diharapkan menurun selama aktivitas metabolisme selama pemasakan. Perkecualian bagi pisang dan nanas. Pada kedua buah tersebut kandungan asam yang tinggi diperoleh pada stadia masak penuh, namun kandungan asam pada kedua jenis buah ini tidak tinggi saat stadia perkembangan. Fenomena ini bertolak belakang dengan fenomena yang terjadi pada jenis buah lainnya. Telah diketahui bahwa terjadi penurunan keasamaan pada buah mangga selama pematangan dengan kenaikan pH dari 2,0 menjadi 5,5. Kadar asam-asam sirat, malat dan askorbat dilaporkan menurun sebanyak masing-masing 10,40 dan 2,5 kali (Modi dan Reddy, 1967 dalam Mattoo et.al., 1975). Asam malat merupakan asam yang mula-mula menghilang, diikuti oleh asam sitrat. Hal ini menunjukkan katabolisis sitrat melalui malat terjadi. Jumlah asam sitrat dan malat dalam buah tomat adalah sebesar 60 persen dari total asam organik yang terdapat dalam buah. Sedangkan pada proses pematangan, perbandingan asam malat - sitrat menurun, yang menunjukkan adanya koversi malat menjadi sitrat (Sakiyama, 1966 dalam Mattoo et.al., 1975). e. Senyawa mengandung nitrogen Kandungan protein dan asam amino bebas pada buah hanya sedikit dan sejauh yang diketahui tidak memiliki peranan dalam mempengaruhi kualitas. Perubahan dalam kandungan senyawa bernitrogen terjadi tetapi hanya menandakan variasi dalam aktivitas metabolisme saat tahap pertumbuhan yang berbeda. Selama stadia klimaterik pada kebanyakan buah terdapat penurunan asam amino yang seringkali menunjukan adanya peningkatan sintesis protein. Selama senesen, banyaknya asam amino bebas meningkat sebagai akibat pecahnya enzim dan menurunnya aktivitas metabolisme. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 61 Pengamatan bahwa asam-asam amino metionin dan/atau betalanin mungkin merupakan prekursor etilen dalam jaringan sayuran dan buahbuahan . Telah diketahui dengan baik bahwa pentingnya peranan asamasam amino dalam pematangan buah. Perubahan asam-asam amino dalam buat mangga selama pematangan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Telah dideteksi adanya perubahan 19 macam asam amino dalam buah mangga, yaitu : Alanin, triptopan, isoleusin, valin dan glisin meningkat dengan cepat, Lisin, prolin dan treonin dikatabolisis selama pematangan, Pada waktu klimaterik terdapat peningkatan kadar asam glutamat, glutamin, Ieusin dan arginin, tetapi pada Iepas klimaterik kandungan asam-asam amino tersebut menurun, Terdapat perubahan kandungan asam aspartat, asparagin, sistein, histidin, tirosin, fenilalanin dan metionin. Asam-asam amino ini dikatabolisis pada waktu klimakterik menaik, tetapi meningkat pada klimakterik menurun. Sedikit kenaikan dalam kadar protein telah diamati selama pematangan buah mengga, dan juga pada buah adpokat dan tomat. Pada buah apel yang te!ah matang, kandungan proteinnya kurang dari 0,1 persen (dan berat segar), dan dan jumlah tersebut 60 sampai 90 persen terdapat pada kulitnya. Terjadinya kenaikan kadar protein ternyata diikuti oleh kenaikan proses respirasi atau proses klimakterik. Hal ini mungkin menunjukkan terjadinya sintesis enzim-enzim yang berperan dalam proses pematangan buah. f. Lemak TeIah diketahui bahwa meskipun dalam sayuran dan buah-buahan kadar Iemaknya rendah, namun peranannya besar dalam hal tesktur, serta Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 62 pembentukan flavor dan pigmen sayuran/buah. Lipid netral (trigliserida, digliserida, sterol, ester sterol, asam Iemak bebas dan hidrokarbon) terdapat dalam jumlah relatif besar dalam buah tomat muda. Lipid netral ini menurun kadarnya selama pematangan (pembentukan pigmen), tetapi meningkat lagi pada tingkat kematangan penuh. Persentase asam Iinoleat dan asam oleat menurun selama pembentukan pigmen pada buah tomat. Pada buah mangga terjadi peningkatan kandungan total lipid dan asamasam lemak selama pematangan. Asam-asam Iemak utama yang terdapat dalam buah mangga adalah palmitat, stearat, oleat, dan linoleat. Selama pematangan buah mangga, asam-asam lemak tidak jenuh lebih meningkat jumlahnya dibandingkan dengan asam-asam Iemak jenuh. Kandungan lipid dalam sebagian besar buah-buahan (kecuali alpokat) umumnya rendah, dan mungkin tidak akan meningkat selama pematangan. Tetapi seperti telah diutarakan di atas, pada buah mangga kenaikan kadar lipidnya cukup bersar. Dalam buah alpokat, ternyata komposisi lipidnya sedikit banyak konstan selama pendewasaan buah. g. Aroma Aroma memainkan peranan penting dalam perkembangan kualitas pada bagian buah yang dapat dikonsumsi (edible portion). Aroma terjadi karena adanya sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) selama fase pemasakan. Senyawa volatile yang terbentuk paling banyak dan umum adalah etilen sebesar 50 –75% dari total karbon. Buah yang tergolong non klimaterik juga menghasilkan volatile selama perkembangannya, namun tidak sebanyak buah klimaterik. Senyawa volatile ini sangat penting bagi konsumen untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan suatu komoditi panenan seperti buah. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 63 2. Sayuran Pada sayuran terutama sayuran daun umumnya tidak terjadi peningkatan (puncak) dalam aktivitas metabolisme. Hal ini serupa dengan awal klimaterik pada buah, kecuali perkecambahan (pertunasan). Contoh untuk kasus ini adalah pada sayuran kecambah (taoge), tidak banyak terjadi perubahan dalam aktivitas metabolisme. Namun demikian, selain perubahan anatomia (bentuk) juga terdapat berubahan dalam komposisi kimia. Perubahan kimia tersebut berupa peningkatan kadar gula sebagai akibat perombakan lemak atau pati. Berdasarkan struktur organ, sayuran dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok utama, yaitu : a. Sayuran biji dan polong, b. Sayuran umbi lapis (bulb), umbi akar, dan umbi (tuber), dan c. Sayuran bunga, pucuk, daun, dan batang. Beberapa buah juga dikonsumsi sebagai sayuran. Buah tersebut dapat dalam keadaan sudah masak seperti pada tomat, ataupun dalam keadaan masih muda pada mentimun, kacang-kacangan, terong dan labu. Biji-bijian dan polong-polongan, jika dipanen pada stadia matang penuh (biasanya pada serealia) memiliki laju metabolsime yang rendah karena kandungan airnya rendah. Sebaliknya, biji-bijian yang dikonsumsi sebagai sayuran segar seperti kacang buncis dan kapri serta jagung manis, memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi karena dipanen pada stadia mentah (belum dewasa). Kualitas gizi (makanan) ditentukan oleh rasa dan tekstur, bukan oleh umur fisiologis. Umumnya, biji-bijian lebih manis dan lebih lunak pada stadia belum dewasa. Dengan meningkatnya proses pematangan, gula diubah menjadi pati dengan diiringi hilangnya rasa manis, kandungan air menurun, Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 64 dan jumlah bahan serat meningkat. Biasanya biji-bijian segar dipanen pada keadaan kandungan air berkisar 70%. Umbi lapis, akar, dan tuber merupakan organ penyimpanan yang mengandung cadangan makanan bagi tanaman. Organ ini juga dimanfaatkan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif. Bilamana organ ini dipanen, laju metabolismenya rendah. Pada kondisi penyimpanan yang cocok masa dormansinya akan dapat diperpanjang. Golongan sayuran umbi-umbian tersebut di atas banyak mengandung pati. Penurunan kadar pati setelah panen terjadi sangat lambat. Akan tetapi penyimpanan pada suhu rendah (5OC), proses hidrolisis pati akan terangsang dan penurunan kadar pati akan berlangsung lebih cepat. Contoh fenomena ini terjadi pada umbi kentang. Kentang yang disimpan pada kondisi suhu rendah akan mengalami kenaikan kadar gula pereduksi, sehingga rasanya menjadi agak manis. Padahal rasa manis pada kentang tidak ada. Timbulnya rasa manis tersebut sebenarnya merupakan menyimpangan. Pada dunia industri makanan berbahan kentang, rasa manis tidak diharapkan, karena gula pereduksi yang ada akan menyebabkan munculnya reaksi pencoklatan non-enzimatik (reaksi Maillard). Untuk menghilangkan kemungkinan tersebut, biasanya terhadap umbi kentang yang disimpan dalam ruang pendingin, bila akan digunakan terlebih dahulu dibiarkan pada kondisi suhu kamar untuk beberapa saat. Dengan cara ini, kandungan gula pereduksi akan berkurang. Bunga, pucuk, batang, dan daun-daun yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan sayuran memiliki tingkat aktivitas metabolisme yang bervariasi satu sama lainnya. Demikian juga laju perusakannya (deteriorasi). Batang dan daun seringkali mengalami senesen (layu) dengan cepat. Bilamana hal ini terjadi cukup lama, maka daya tarik dan kandungan gizinyapun menurun. Namun demikian sayuran daun pada kangkung, bayam dan katuk perubahan kadar pati setelah panen tidak nampak banyak terjadi, karena kandungan patinya memang rendah. Demikian pula halnya dengan kandungan gula, Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 65 Tekstur seringkali menjadi ciri yang dominan menandai sayuran sudah dapat dipanen. Tidak itu saja, tekstur seringkali juga sebagai tolak ukur kualitas suatu sayuran. Rasa alami seringkali tidak penting dibandingkan tekstur. Hal ini dikarenakan rasa sayuran akan dipengaruhi oleh bumbu masak dalam pengolahannya. Seperti pada buah, perubahan warna pada sayuran juga terjadi terutama sayuran jenis buah. Pada tomat perubahan warna terjadi karena adanya sintesis likopen dan pemecahan klorofil. Pada umumnya sayuran yang telah dipanen kemudian disimpan, klorofilnya akan mengalami suatu pemecahan atau degradasi yang menyebabkan perubahan warna sayuran tersebut dari hijau menjadi kuning yang bersamaan dengan terjadinya kelayuan. Kecepatan perubahan warna pada sayuran ini dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya suhu, lama penyimpanan dan komposisi udara ruang simpan. 3. Tanaman Hias (Bunga Potong) Bunga adalah bagian dari tanaman (tumbuhan berbiji) yang berfungsi sebagai alat reproduksi, memiliki empat bagian utama, yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), pistil (putik), dan stamen (benang sari). Daun kelopak merupakan bagian bunga yang terletak pada lingkaran luar dan berwarna hijau. Sedangkan daun mahkota merupakan bagian bunga yang biasanya mempunyai warna-warni yang cerah. Bagian inilah yang sebenarnya merupakan komoditi hortikultura bernilai ekonomis. Bunga potong adalah bunga yang dimanfaatkan sebagai bahan rangkaian bunga untuk berbagai keperluan dalam kehidupan manusia. Di lain sisi, beberapa pihak percaya bahwa melalui rangkaian bunga mereka mampu mengekspresikan kemampuan estetika. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 66 Kualitas bunga potong bergantung pada penampilan dan daya tahan kesegaran. Namun demikian karena bunga potong juga merupakan hakluk hidup maka tidak luput dari perusakan alami melalui aktivitas metabolisme. Beberapa perubahan akibat metabolisme pada bunga potong meliputi perubahan struktur, perubahan komposisi biokimia, perubahan metabolisme, dan perubahan pigmen. Gejala kehilangan berat segar jaringan bunga merupakan hal yang jelas pada stadia akhir dari senesen bunga. Kehilangan air ini menunjukan kehilangan integritas membran sehingga meningkatkan pula kebocoran. Perubahan mikroskopis yang dapat dilihat pada sensen daun adalah perubahan pada kloroplast. Kloroplast akan kehilangan tepung (amilum) karena diubah menjadi gula. Untuk menunda perubahan ini atau perlambatan sensen perlu penurunan peptida-hydrolase pada daun atau penundaan laju pembentukannya. Respirasi dan hidrolisis enzimatik komponen sel merupakan dua kejadian biokimia dan metabolisme yang terjadi selama senesen bunga potong, terutama pada petal. Selama proses senesen terjadi penurunan kandungan amilum atau tepung, polisakarida dinding sel, protein, dan asam nukleat. Namun terjadi peningkatan aktivitas ribonuklease. Karena kejadian ini gejala yang dapat dilihat pada petal adalah perubahan warna dari merah menjadi biru. Laju respirasi pada kebanyakan bunga potong biasanya memuncak pada saat mekat bunga dan kemudian menurun selama proses pematangan dan senesen. Terdapat puncak kedua yang sangat singkat dan kemudian menurun lagi (termasuk klimaterik). Upaya penundaan senesen pada bunga potong biasanya ditujukan pada penundaan tercapainya puncak kedua respirasi tersebut. Proses hilangnya warna merupakan gejala umum kebanyakan senesen beberapa bunga potong. Dua komponen utama pigmen pada bunga adalah Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 67 karotenoid dan antosianin bertanggung jawab terhadap pewarnaan bunga. Kandungan pigmen tersebut akan berubah selama perkembangan dan pematangan oragn-organ tanaman, termasuk pula bunga. D. Pola Respirasi Komoditi Hortikultura Selama Pematangan Telah disinggung secara umum bahwa terdapat penurunan laju respirasi dari periode matang hingga senesen. Ini berarti sejak mulai matang laju respirasi menurun seiring dengan bertambahnya umur jaringan atau organ tanaman. Sekelompok buah seperti tomat, mangga, pisang, dan apel menunjukkan pola respirasi seperti apa yang telah dijelaskan di atas. Namun terdapat lonjakan laju respirasi pada saat periode pemasakan. Buah-buah tersebut yang mengalami raju respirasi seperti ini dikelompokan sebagai kelompok buah klimaterik. Sedangkan bagi jenis-jenis komoditi panenan yang tidak mengalami pola respirasi seperti yang digambarkan demikian tersebut dikelompokan dalam kelompok buah non-klimaterik. Klimaterik diartikan sebagai suatu pola perubahan dalam respirasi, yang biasanya disebut dengan istilah yang lebih lengkap yaitu Klimaterik Respirasi. Klimaterik dapat juga diartikan sebagai suatu periode transisi suatu proses pertumbuhan menjadi senesensen (pelayuan). Berdasarkan sifatnya, proses klimaterik ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu klimaterik menaik, puncak klimaterik, dan pasca klimaterik. Terjadinya respirasi klimaterik bersamaan dengan tercapainya ukuran maksimum dari suatu buah. Pada saat inilah semua perubahan yang bersifat khas pada apa yang disebut pemasakan terjadi. Proses pemasakan dan respirasi klimaterik terjadi pada buah baik yang masih melekat pada tanaman induknya maupun yang telah dipanen. Buah-buah seperti jeruk, nanas, dan strawberi yang tidak menunjukkan pola respirasi klimaterik dikenal sebagai buah non-klimaterik. Buah-buah yang Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 68 tergolong dalam non-klimaterik juga menujukkan adanya perubahan pada tahapan pemasakan, namun laju perubahan ini lebih lambat dibandingkan dengan buah yang tergolong klimaterik. Kriteria penting lainnya untuk membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah dengan melihat reaksinya terhadap penggunaan etilen. Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap peralkuan etilen pada setiap saat kehidupannya, baik sebelum maupun sesudah panen. Sedangkan buah klimaterik hanya akan memperlihatkan kenaikan respirasi bila etilen digunakan selama masa pra-klimaterik, dan menjadi tidak peka terhadap etilen setelah mencapai klimaterik. Perubahan Relatif Pertumbuhan buah Klimaterik Non-Klimaterik Pemasakan Pembelahan Sel Senesen Perpanjangan sel Pematangan Gambar 3.9. Pola laju respirasi buah selama perkembangan Tabel 3.4. menjelaskan contoh beberapa kelompok buah klimaterik dan non klimeterik. Pola respirasi untuk sebagian besar jenis sayuran menunjukkan pola non-klimeterik. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 69 Beberapa peneliti kemudian berhasil mengamati bahwa klimaterik juga terjadi pada buah semasih berada dipohonnya. Namun tingkat klimaterik ini tidak begitu tinggi bila dibandingkan dengan kejadian klimaterik setelah buah tersebut dipanen. Tabel 3.4. Beberapa contoh penggolongan buah berdasarkan pola respirasi selama pematangan. Buah Klimaterik Buah Non-Klimaterik Apel (Malus domestica) Aprikot (Prunus armeniaca) Apokat (Presea americana) Pisang (Musa sp.) Buah Kiwi (Actinidia deliciosa) Mangga (Manggifera indica) Melon (Cucumis melo) Pepaya (Carica papaya) Peach (Pyrus communis) Kesemek (Diopyrus kaki) Plum (Prunus sp.) Tomat (L. esculentum) Semangka (Citrulus lunatus) Mentimun (Cucumis sativus) Anggur (Vitis vinifera) Jeruk (Citrus sp.) Nanas (Ananas comosus) Strawberi (Fragaria sp.) Cabe Terong Sumber :Mc. Glasson, W.B., Wade, N.L., and Adato, I. Phytohormones and fruit ripening. In Letham, D.S., Goodwin, P.B., and Higgin, T.J.V. (Eds). Pythormones and related compounds – a comprehensive treatise. Vol.2. Amsterdam: Elsevier:1978:447-493. Dalam Wills, R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D., Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989. Buah apokat nampaknya jarang ditemukan masak di pohon. Buah apokat akan memperlihakan klimaterik setelah buah dipanen. Fenomena ini oleh beberapa peneliti dikatakan bahwa penghambatan klimaterik terjadi akibat adanya zat penghambat yang ditranportasikan dari pohon ke organ buah bersangkutan selama buah tersebut berada pada pohonnya. Zat penghambat tersebut mencegah jaringan buah untuk tanggap terhadap adanya senyawa Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 70 yang dapat merangsang pemasakan (misalnya etilen). Bilamana buah telah dipanen, tingkat kepekaan buah terhadap etilen akan semakin meningkat akibat hilangnya zat penghambat tersebut. Seorang peneliti mengatakan bahwa zat penghambat tersebut tidak lain adalah karbondioksida yang mampu melawan aktivitas etilen. Tetapi peneliti lain mengatakan faktor yang menghambat pemasakan tersebut adalah suatu enzim yang bersifat labil terhadap proses pemasakan dan belum dapat dianalisis bentuknya kimianya. Namun demikian penelitian lainnya mengungkapkan bahwa apapun bentuk zat penghambat pemasakan pada buah selagi masih berada di pohonnya bukan berarti buah tidak dapat masak di pohon. Kenyataan banyak menjelaskan bahwa kebanyakan buah dapat masak di pohon. Hanya saja proses tercapainya titik masak buah yang masih ada di pohon lebih lambat terjadi bila dibandingkan dengan buah yang telah dipanen. E. Regulasi Internal dan Eksternal (Perubahan Kimia) Selama Pematangan Kecepatan respirasi merupakan indeks yang baik untuk menentukan umur simpan komoditi panenan. Intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan metabolisme dan seringkali digunakan sebagai indikasi umur simpan. Suatu proses respirasi yang kecepatannya tinggi biasanya dihubungkan dengan umur simpan yang pendek. Keadaan ini juga dapat menunjukkan kecepatan penurunan mutu komoditi simpanan dan nilai jual (harga). Respirasi merupakan suatu proses komplek yang dipengaruhi atau diatur oleh sejumlah faktor. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi penting artinya untuk penanganan dan penyimpanan komoditi panenan. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 71 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi dibedakan menjadi faktor internal (dari dalam bahan sendiri) dan faktor eksternal (dari luar atau lingkungan di sekeliling bahan). 1. Faktor Internal a. Tingkat perkembangan Variasi dalam kecepatan respirasi akan terjadi selama perkembangan organ. Secara alamiah bila ukuran komoditi simpanan semakin besar maka jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan juga meningkat. Tetapi bila komoditi simpanan tertumpuk banyak, maka kecepatan respirasi dihitung berdasarkan per unit berat, akan terus menurun. Bagi buah klimaterik, kecepatannya akan menjadi minimum pada waktu pendewasaan atau pematangan (maturity) dan cenderung ajeg meskipun telah dipanen. Namun pada saat tercapai pemasakan (ripening), respirasi akan meningkat sampai mencapai puncak klimaterik dan setelah itu menurun secara perlahan b. Komposisi kimia jaringan Koefisien respirasi (RQ) bervariasi menurut jenis substrat yang digunakan (dioksidasi). Biasanya nilai RQ lebih kecil dari satu bila substratnya asam lemak. Nilai sama dengan satu bila substrat gula, dan lebih besar dari satu bila substratnya asam-asam organik. Hal ini akan terjadi pada kondisi alami yang normal. Beberapa kondisi abnormal dapat mempengaruhi kecepatan respirasi. Pada suhu 100OF buah jeruk memiliki RQ = 2. Kelarutan oksigen yang rendah dapat menyebabkan respirasi anaerob terjadi. Pada kondisi ini gas karbon dioksida lebih besar dikeluarkan dari pada gas oksigen yang dikonsumsi. Pada kondisi penyimpanan atmosfir terkendali (Controlled Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 72 Atmosphire = CA-storage), nilai RQ akan tinggi karena rendahnya konsentrasi gas oksigen. c. Ukuran produk Kentang yang ukurannya kecilakan memiliki kecepatan respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kentang yang berukuran besar. Seperti halnya dalam transpirasi, fenomena luas permukaan memegang peranan. Jaringan yang berukuran kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar yang berhubungan dengan oksigen sehingga memudahkan oksigen untuk berdifusi ke dalamnya. d. Lapisan alami Komoditas yang memiliki lapisan kulit yang baik akan memperlihatkan kecepatan respirasi yang rendah, karena oksigen lebih sulit untuk berdifusi ke dalam jaringan. e. Jenis jaringan Jaringan muda yang aktif bermetabolisme akan menunjukkan aktivitas respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan organ yang dorman. Respirasi juga bervariasi di dalam organ. Sebagai contoh, aktivitas respirasi pada buah mangga akan berbeda antara kulit buah, daging buah, dan biji. 2. Faktor Eksternal a. Suhu Pada suhu antara antara 0 – 35OC kecepatan respirasi buah dan sayuran akan meningkat sampai dua setengah kalinya untuk tiap kenaikan suhu O sebesar 10 C. Hal ini menunjukan adanya pengaruh biologis dan kimia pada proses respirasi tersebut. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 73 Suhu di atas 35OC, kecepatan respirasi merupakan hasil dari pengaruh suhu terhadap reaksi kimia dan pengaruh penghambatan suhu tinggi terhadap aktivitas enzim. Hal ini akan terlihat bilamana buah dan sayuran dipindahkan dari suhu 24OC ke suhu 38OC. Mula-mula akan terjadi peningkatan kecepatan respirasi secara mendadak yang menunjukan adanya peningkatan aktivitas enzim. Kemudian diikuti oleh penurunan aktivitas secara bertahap sampai mendekati nol. Penurunan ini adalah refleksi dari denaturasi enzim. Tidak saja disebabkan denaturasi enzim, penurunan kecepatan respirasi pada suhu tinggi juga menunjukkan bahwa : Oksigen tidak berdifusi cukup cepat untuk mempertahankan kecepatan respirasi, Adanya akumulasi karbondioksida dalam sel sampai kadar yang menghambat metabolisme, Pasokan zat makanan yang dapat dioksidasi mungkin tidak cukup untuk memperthanakan kecepatan respirasi yang tinggi. Pengaruh suhu juga berpengaruh pada keseimbangan antara pati dan gula. Bila kentang didinginkan sampai suhu pembekuan, sebagian dari patinya akan juga akan diubah menjadi gula. Pada kondisi tersebut kecepatan respirasi akan meningkat, karena kandungan gula yang tinggi akan menyebabkan pelepasan karbondioksida yang lebih cepat. b. Etilen Penggunaan gas etilen sangat mempengaruhi wantu pencapaian puncak klimaterik. Pada buah klimaterik, etilen hanya bereaksi untuk memindahkan waktu klimaterik, tetapi tidak berpengaruh terhadap bentuk kurva respirasi dan tidak menyebabkan perubahan komponen-komponen utama buah. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso Pada buah 74 non-klimaterik dengan adanya etilen, respirasi dapat dirangsang setiap saat selama kehidupan pasca panennya. Suatu peningkatan kecepatan respirasi akan segera terjadi setelah etilen digunakan. Pada buah klimaterik, makin besar konsentrasi etilen (hingga batas tertentu), perangsangan respirasi akan semakin cepat. Namun demikian penggunaan etilen yang efektif bilamana diberikan selama fase praklimaterik dan dikombinasikan dengan suhu tinggi. Sebagai contoh, proses klimaterik menaik pada buah tomat dan pisang dapat dipercepat dengan penambahan etilen pada saat buah sudah tua tetapi masih hijau (mature green). Penggunaan etilen pada pasca klimaterik tidak mengubah kecepatan respirasi. Demikiam juga halnya dengan pengaruh etilen terhadap respirasi buah yang masih muda. c. Ketersediaan oksigen Kecepatan respirasi pada komoditi panenan akan meningkat dengan meningkatnya pasokan oksigen. Namun bila konsentrasi oksigen lebih besar dari 20%, pengaruhnya hampir tidak nampak pada respirasi. Bilamana konsentrasi oksigen dikurangi sampai lebih rendah dari konsentrasi di udara, maka kecepatan respirasi akan menurun. d. Karbondioksida Konsentrasi gas karbondioksida yang cukup tinggi dapat memperpanjang masa simpan komoditi sayuran dengan cara menghambat proses respirasi. Pengurangan kecepatan respirasi sebanyak 50% terjadi pada buah pisang yang ditempatkan pada ruang simpang berkonsentrasi karbondioksida cuklup tinggi. e. Senyawa (zat) pengatur tumbuh Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 75 Beberapa senyawa pengatur tumbuh seperti Malic Hidrazid (MH) dapat mempercepat atau menghambat respirasi. Pengaruh senyawa ini sangat bervariasi menurut jenis jaringan dan waktu penggunaan serta kemudahan terserap oleh jaringan. Naftalen asam asetat (NAA) merangsang respirasi buah-buahan yang dipanen pada tahap pra-klimaterik. Terdapatnya kinetin pada konsentrasi rendah meningkatkan respirasi buah-buahan. Sedangkan isopropil-nfenilkarbamat (IPC) walaupun pada konsentrasi 100 ppm dapat menghambat respirasi beberapa buah. f. Luka (kerusakan fisik) Tergantung pada jenis buah dan tingkat kerusakan yang dialami menentukan laju respirasi. F. Senesen Pelayuan atau senescene adalah suatu tahapan dalam perkembangan normal yang selalu terjadi dalam siklus kehidupan sayuran, buah, dan bunga potong. Secara grafis, kehidupan sayuran, buah, dan bunga potong dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 3.10. Senesen dapat terjadi setiap saat dalam tahap-tahap siklus kehidupan tanaman. Misalnya pada tanaman yang masih muda, bila terjadi kerusakan (luka), maka tanaman tersebut dapat langsung menjadi layu tanpa dapat mengalami tahapan pematangan terlebih dadulu. Gejala-gejala pelayuan pada tanaman ditandai dengan mulai menguningnya daun, perontokan daun, buah, dan bagian bunga, pematangan buah, serta pengurangan daya tahan terhadap penyakit. Gejala-gejala tersebut merupakan manifestasi dari hasil perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sel. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut telah diuraikan di atas. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 76 Total Volume Sel Perkecambahan muda dewasa pelayuan Gambar 3.10. skema pertumbuhan dan kehidupan tanaman 1. Faktor Yang Mempercepat Senesen Terjadinya atau terbentuknya bunga pada tanaman dapat mempercepat berlangsungnya senesen. Contoh pada kubis, setelah keluar terbentuk bunga pertumbuhannya menjadi lambat dan kemudian mati. Namun bila bunganya dipotong, pertumbuhannya akan terus berlangsung sampai membentuk bunga lagi. Alasan mengapa terbentuknya bunga dapat mempercepat pelayuan atau kematian, mungkin disebabkan karena adanya mobilisasi cadangan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan biji (buah). Perlu diingat pula bahwa organ generatif yang sedang aktif tumbuh dan berkembang merupakan mengguna (sink) yang kuat bagi fotosintat. Cadangan makanan terbesar adalah dalam bentuk asam amino. Mungkin dengan adanya mobilisasi asam amino ini dapat menyebabkan terjadinya senesen. 2. Peranan Hormon dalam Proses Senesen Beberapa hormon atau zat pengatur tumbuh yang berperan mempengaruhi senesen adalah auksin, etilen, giberellin, asam absisi, dan sitokinin. Beberapa hormon tumbuh tersebut diketahui dapat menghambat dan Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 77 beberapa juga dapat mempercepat terjadinya senesen pada buah, sayuran maupun bunga potong. Umumnya senyawa yang dapat mencegah degradasi protein atau meningkatkan sintesis protein, dapat memperlambat terjadinya senesen. Auksin banyak peranannya dalam sintesis etilen. Semakin tinggi kadar auksin, maka jumlah etilen yang disintesis akan semakin banyak. Secara langsung auksin tidak menyebabkan senesen, malahan dapat menghambat terjadinya senesen. Hilangnya auksin dapat menyebabkan terjadinya senesen. Rontoknya buah dari pohon merupakan gejala senesen. Dengan menyemprotkan auksin (eksogen) ke pohon, maka perontokan tersebut akan dihambat. Perlakuan tersebut dikenal sebagai Stop Drop Spray. Zat pengatur tumbuh giberellin bekerja secara spesifik pada tanaman. Zat pengatur tumbuh dapat menghambat terjadinya pematangan dan dapat menangguhkan terjadinya senesen. Namun demikian tidak semua jenis tanaman dapat berespon positif terhadap zat pengatur tumbuh ini. Sebagai contoh, pisang dan tomat dapat dipengaruhi oleh giberellin, sedangkan apel dan strowberi tidak dapat dipengaruhinya. Peranan asam absisi dalam senesen belum diketahui dengan jelas. Namun demikian pemberian asam absisi pada buah panenan akan dapat mempercepat sensen. Pemberian asam absisi pada jeruk manis mengakibatkan perombakan kloropil dan peningkatan sintesis karotenoid. Zat pengatur tumbuh golongan sitokinin dapat menghambat terjadinya senesen. Pernyataan ini muncul dari hasil percobaan pemberian sitokinin pada kubis. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang diberikan, daun kubis semakin segar yang ditandai dengan semakin tingginya kandungan kloropil pada daun tersebut. Jadi, dari ke lima jenis zat pengatur tumbuh di atas, disimpulkan bahwa etilen dan asam absisi adalah zat pengatur tumbuh yang dapat Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 78 mempercepat terjadinya senesen pada tanaman. Sedangkan zat pengatur tumbuh seperti auksin, giberellin, dan sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat menghambat atau menangguhkan terjadinya senesen. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura Bambang B. Santoso 79 DAFTAR PUSTAKA Kader, Adel A., 1985. Postharvest Biology and Technology : An Overview. In Kader, Adel A ., et.al. (Eds). Postharvest Technology of Horticultural Crops. Cooperative Extension, University of California, Division of Agriculture and Natural Resources. Kader, Adel A., 1993. Postharvest Handling. In Preece, John E. and Read, Paul E. (Eds). The Biology of Horticulture – An Introductory Textbook. John Wiley and Son. Inc. Mattoo, A.K., T. Murata, Er. B. Pantastico, K. Chachin, K. Ogata and C.T. Phan., 1975. Chemical Changes During Maturation and Ageing. In Pantastico, Er. B. (Ed). Postharvest Physiology, Handling, and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company. Inc., Connecticut. Phan, C.T., Er. B. Pantastico, K. Ogata, and K. Chachin, 1975. Respiration and Peak of Respiration. In Pantastico, Er. B. (Ed). Postharvest Physiology, Handling, and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company. Inc., Connecticut. Reid, M.S., 1985. Product Maturation and Maturity Indices. In Kader, Adel A ., et.al. (Eds). Postharvest Technology of Horticultural Crops. Cooperative Extension, University of California, Division of Agriculture and Natural Resources. Salunkhe, D.K., Bhat, N.R., and Desai, B.B., 1990. Postharvest Biotechnology of Flowers and Ornamental Plants. Springer-Verlag. Wills, R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D., Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989. Postharvest – An Introduction to The Physiology and Handling of Fruits, and Vegetables. An Avi Book, Van Nostrand Reinhold, New York. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura