bab 3 fisiologi dan biokimia pada komoditi hortikultura panenan

advertisement
BAB 3
FISIOLOGI DAN BIOKIMIA
PADA KOMODITI HORTIKULTURA PANENAN
Setelah mengikuti kuliah dan/atau membaca bahan ajar pada Bab ini,
mahasiswa akan :
Mampu menjelaskan proses pertumbuhan dan perkembangan
selama pematangan,
Mampu menjelaskan proses fisiologi komoditi hortikultura selama
pematangan yang meliputi pematangan, biokimia respirasi dan
pengukuran respirasi,
Mampu menjelaskan fenomena perubahan fisiologi komoditi
hortikultura,
Mampu menjelaskan pola respirasi komoditi hortikultura selama
pematangan, dan
Mampu menyebutkan dan kemudian menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi regulasi internal dan eksternal (perubahan kimia)
selama pematangan
Bambang B. Santoso
38
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Selama Pematangan
Suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari dan dipungkiri bahwa organ
panenan komoditi hortikultura seperti buah, sayuran, dan bunga potong
merupakan struktur organ yang masih hidup walaupun telah terpisah dari
tanaman induknya. Seperti layaknya saat sebelum dipanen, di saat pasca
panenapun
organ
panenan
tersebut
masih
melakukan
reaksi-reaksi
metabolisme dan masih mempertahankan sistim fisiologis sebagaimana saat
masih melekat pada tanaman induknya.
Sehubungan dengan kenyataan tersebut di atas, fenomena penting
suatu tanaman dan juga buah, sayuran serta bunga potong sebagai organ
panenan adalah bahwa respirasi yang merupakan penangkapan atau
penggunaan oksigen dan pelepasan karbondioksida serta panas masih
berlangsung. Selain itu, transpirasi yang merupakan proses pelepasan air juga
masih berlangsung pada organ panenan tersebut. Sementara buah atau
sayuran dan bunga potong sesaat masih melekat pada tanaman induknya,
kehilangan air karena transpirasi dan respirasi digantikan oleh aliran air dan
mineral pada pembuluh xylem dan fotosintat (sukrose dan asam amino)
melalui pembuluh phloem. Sedangkan pada organ panenan, karena telah
terpisah dari tanaman induknya, maka ini berarti pula pemutusan hubungan
sumber air, fotosintat, dan mineral. Untuk memenuhi kebutuhannya maka
organ panenan menggunakan cadangan makanan dan airnya sendiri yang
terdapat pada jaringan organ panenan tersebut. Karena itu, maka kehilangan
subtrat yang dapat direspirasikan dan air tidak dapat digantikan. Akibat dari itu,
maka proses perusakan organ panenan bersangkutan (deteriorasi) mulai
terjadi.
Tingkat kecukupan subtrat yang dapat digunakan sebagai bahan dasar
(dibongkar) dalam respirasi sangat tergantung pada tingkat pertumbuhan dan
perkembangan organ panenan selagi masih melekat pada tanaman induknya.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
39
Seperti diketahui bahwa proses pertumbuhan organ
buah maupun organ
bunga
potong dan organ tanaman yang dikategorikan sebagai sayuran terdiri atas
beberapa tahapan. Tahap tersebut adalah pembelahan sel, pembesaran sel,
pendewasaan atau pematangan sel (maturation), pemasakan sel (ripening),
kelayuan (senesesense), dan pada akhirnya pembusukan.
Bagi buah dan bunga potong, pertumbuhan dan perkembangan
semasih melekat pada tanaman induk sering dihentikan karena dipanen
setelah
mencapai
tingkat
pematangan
optimal.
Perkembangan
dan
pematangan buah kebanyakan berakhir pada saat buah tersebut masih
menempel dengan tanaman induknya, tetapi pemasakan dan senesen akan
berlanjut walaupun telah dipisahkan dari tanaman induknya (dipanen atau
dipetik). Buah umumnya dipanen tidak saja apabila sudah matang atau masak,
meskipun beberapa buah yang dikonsumsi sebagai sayuran mungkin dipanen
sebelum pematangan mulai terjadi. Untuk kasus ini sebagai contohnya adalah
labu dan terong.
Sedangkan pada sayuran, proses pertumbuhan dan perkembangan
semasih melekat pada tanaman induknya akan diputus dengan dipanennya
organ sayuran tersebut pada tahapan yang sangat tergantung pada tingkat
keinginan manusia dalam memanfaatkan sayuran tersebut. Biasanya untuk
sayuran tingkat kematangan konsumsi akan lebih cepat (awal) dibandingkan
dengan tingkat kematangan fisiologi organ bersangkutan.
Kehidupan organ panenan akhirnya tinggalah sebagian dari tahap
pematangan, pemasakan dan kelayuan. Akan tetapi perbedaan yang jelas
antara tahapan tersebut tidak mudah dibuat batasannya. Pada dasarnya
pertumbuhan melibatkan pembelahan sel dan diteruskan dengan pembesaran
sel yang bertanggung jawab terhadap ukuran maksimum sel bersangkutan.
Pematangan umumnya terjadi sebelum pertumbuhan berakhir dan secara
bersamaan dengan pertumbuhan dikenal sebagai tahap perkembangan.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
40
Senesen diartikan sebagai periode yang terjadi bilamana proses
anabolisme (sintesis) memberi peluang bagi proses katabolisme (degradasi).
Periode ini dapat juga dikatakan sebagai proses ke arah penuaan (ageing)
dan akhirnya pada terjadinya kematian jaringan bersangkutan.
Sedangkan
pemasakan (ripening) merupakan istilah khusus bagi buah yang peristiwanya
dimulai pada tahap akhir pematangan dan menjadi tahap awal senesen.
Tabel 3.1.
Matrik Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Komoditi Hortikultura
INISIASI
PERKEMBANGAN
KEMATIAN
Pertumbuhan
Pematangan
Pemasakan
Kelayuan
B. Fisiologi Komoditi Hortikultura Selama Pematangan
Buah yang sedang masak mengalami banyak perubahan fisik dan kimia
setelah panenan. Perubahan ini sangat menentukan mutu produk panenan.
Demikian pula halnya pada sayuran dan bunga potong.
Pemasakan adalah kejadian dramatik dalam kehidupan buah karena
mengubah organ tanaman dari matang secara fisiologis tetapi belum dapat
dikonsumsi. Hal ini merupakan suatu yang menarik karena terkait dengan
aroma dan rasa. Pemasakan menandai selesainya perkembangan buah dan
dimulainya senesen. Biasanya hal ini merupakan peristiwa yang tidak dapat
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
41
balik. Berikut kita diskusikan mengenai keadaan umum pemasakan, tingkah
laku respirasi dan keterlibatan gas etilen dalam proses-proses tersebut.
1. Pemasakan
Pemasakan
pada
buah
merupakan
hasil
perubahan
beberapa
komponen sellulair yang dapat terjadi secara individu maupun saling
berinteraksi satu sama lainnya. Pemasakan merupakan kejadian dramatik
dalam kehidupan komoditi panenan karena peristiwa perubahan organ dari
matang secara fisiologis, namun (sebagian besar) belum dapat dikonsumsi
menjadi masak dan akhirnya layu. Beberapa peristiwa yang terjadi selama
pemasakan buah dijelaskan dalam Tabel 3.2.
Pada waktu masih berada pada tanaman induknya, buah dan sayuran
serta
bunga
potong
melangsungkan
proses
kehidupan
dengan
cara
melakukan respirasi, yaitu proses biologis yang menyerap oksigen untuk
digunakan pada proses pembakaran (oksidasi) dan kemudian menghasilkan
energi
dengan
diikuti
pengeluaran
sisa
pembakaran
berupa
gas
karbondioksida dan air. Setelah organ dipanen ternyata buah, sayuran dan
bunga potong masih melangsungkan proses respirasi yang mencirikan bahwa
organ panenan tersebut masih dalam keadaan hidup.
Bila proses respirasi dipilah dalam tahapan, maka terdapat tiga tahap
dalam proses respirasi. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut ini,
a. Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana,
b. Oksidasi gula-gula sederhana menjadi asam piruvat, dan
c.
Perubahan (transformasi) aerob dari piruvat dan asam-asam organik lain
menjadi karbondioksida, air, dan energi.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
42
Tabel 3.2.
Beberapa peristiwa dan perubahan yang mungkin terjadi
selama pemasakan buah berdaging
Beberapa perubahan
Pematangan biji
Perubahan warna
Absisi
Perubahan laju respirasi
Perubahan laju produksi etilen
Perubahan permeabilitas jaringan
Perubahan senyawa pektin (pelunakan)
Perubahan komposisi karbohidrat
Perubahan asam organik
Perubahan protein
Produksi senyawa volatil (rasa)
Perkembangan lapisan lilin pada kulit
Sumber : Pratt. H.K. The role of ethylene in fruit ripening. Anatole,France
Centre National de la Recherche Scientifigue:1975:153-160 dalam Wills,
R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D., Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989.
2. Biokimia Respirasi
Semua
organisme
hidup membutuhkan pasokan energi secara
sinambung. Energi ini oleh organisme digunakan untuk melangsungkan reaksireaksi metabolisme penting guna mendukung pemeliharaan organisme pada
tingkat sel, untuk transportasi metabolit ke seluruh tubuh, jaringan, dan untuk
mempertahankan permeabilitas membran.
a. Metabolisme aerob
Kebanyakan energi yang dibutuhkan oleh buah, sayuran, dan bunga
potong dipasok oleh respirasi aerob yang melibatkan pemecahan senyawa
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
43
organik tertentu yang disimpan dalam jaringan. Subtrat respirasi adalah
glukose, dan jika dioksidasi secara lengkap reaksinya sebagai berikut,
C6H12O6 + 6O2
Respirasi
pada
6CO2 = 6H2O = energi
dasarnya
adalah
kebalikan
fotosintesis
yang
memanfaatkan energi matahari kemudian disimpan sebagai energi kimia,
terutama dalam bentuk karbohidrat yang mengandung banyak glukose.
Pemanfaatan glukose mencakup 2 reaksi sebagai berikut ini,
Glukose dirombak menjadi piruvat melalui jalur Embden-MeyerhofParnas (EMP) yang terjadi pada sitoplasma, dan
Piruvat dirombak menjadi karbondioksida melalui jalur Tricarboksilate
Acid (TCA) yang terjadi pada mitokondria
Glukose-1-phospat
phosphorylase
Sukrose
intervertase
Glukose
+
Fruktose
Heksoseisomerase
Pati
Matase
Matose
Glukose-6-phospat
heksokinase
Gambar 3.1. Perubahan karbohidrat tersimpan selama respirasi
Glukose bebas biasanya merupakan senyawa yang terlibat dalam
permulaan langkah oksidatif bukan bentuk karbohidrat tersimpan. Pati
yang merupakan polimer glucose seringkali menjadi karbohidrat utama.
Pati
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
44
didegradasi menjadi glukose oleh enzim amilase dan maltase. Secara
skematik reaksi perubahan karbohidrat tersimpan adalah seperti dijelaskan
pada Gambar 3.1. di atas.
b. Siklus EMP (Embden-Meyer-Parmas)
Urutan dalam siklus EMP adalah sebagai berikut,
Glukose
Glukose-6-phosphat
Fruktose-6-phosphat
Fruktose-1,6-biphosphat
Phosphogliseraldehid
Phosphodihydroxy aceton
1,3-biphosphagliserat
3-phosphogliserat
2-phosphogliserat
phosphoenolpiruvat
piruvat
TCA
Gambar 3.2. Siklus EMP perombakan glukose menjadi piruvat.
TCA = tricarboxilateacid
Energi yang dibebaskan dari sistim EMP di atas ditangkap dan disimpan
dalam Adenosin Triphosphat (ATP) dan Nicotinamid Adenin Dinukleotida
tereduksi (NADPH2). Tiap NADPH2 memberikan 3 ATP. Total energi yang
dibebaskan oleh perubahan glukose menjadi piruvat adalah 8 ATP. Energi
kemudian dibuat tersedia bagi tanaman melalui pemecahan ikatan
phosphat, melalui reaksi :
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
ATP
c.
45
ADP + Pi + energi
Siklus TCA
Reaksi sederhana siklus TCA dapat digambarkan sebagai persamaan
berikut ini,
Piruvat + 3O2 + 15ADP + 15 Pi
3CO2 + 2H2O + 15 ATP
Energi bebas molekul glukose (2 kali piruvat) dari siklus TCA adalah
30ATP. Karbondioksida yang dihasilkan dalam respirasi berasal dari sikuls
TCA dalam kondisi aerob dan melibatkan konsumsi oksigen.
Seluruh energi kimia yang dibebaskan selama oksidasi satu molekul
glukose adalah 1,6 megajoule. Sekitar 90% dari energi tersebut disimpan
dalam sistim tanaman dan sisanya hilang sebagai panas.
Skema siklus TCA yang komplek disajikan dalam Gambar 3.3.
d. Koefisien Respirasi (Respiration Quotient = RQ)
Vacuola sebagian besar sel buah dan sayuran memiliki banyak cadangan
asam-asam organik yang dapat dimobilisasi oleh mitokondria sebagai
substrat yang dioksidasi dalam siklus TCA. Salah satunya adalah malat.
Reaksi oksidasi malat dapat dijelaskan sebagai berikut,
C4H6O5 + 3O2
4CO2 + 3H2O
Oksidasi malat menghasilkan lebih banyak CO2 dari pada O2 yang
dikonsumsi, sedangkan oksidasi glukose menghasilkan jumlah CO 2 yang
sama dengan O2 yang dikonsumsi.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
46
Konsep koefisien respirasi (QR) merupakan perbandingan atau rasio
antara CO2 yang dihasilkan (ml) terhadap O2 yang dikonsumsi (ml).
Glikolisis
Piruvat
CoA
CO2
Asetil CoA
Oksaloasetat
Sitrat
Malat
akonitrat
Fumarat
isositrat
CO2
-ketoglutarat
Suksinat
CO2
Gambar 3.3. Skema siklus TCA
Dengan menggunakan persamaan tersebut di atas, maka untuk oksidasi
glukose nilai RQ = 1, sedangkan RQ untuk malat = 1,3. Subtrat lainnya
sebagai alternatif dalam proses respirasi dapat berupa asam lemak rantai
panjang seperti asam stearat.
C18H36O2 + 26O2
18CO2O
Asam stearat
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
47
Asam lemak ini memiliki lebih sedikit oksigen per atom karbon
dibandingkan dengan gula. Oleh karena itu membutuhkan konsumsi
oksigen lebih besar untuk memproduksi CO2. RQ asam stearat = 0,7.
Dengan menggunakan QR kita dapat menduga atau sebagai petunjuk tipe
substrat yang sedang direspirasi (dibongkar). RQ rendah menandakan
metabolisme lemak, sedangkan nilai RQ tinggi menandakan asam organik.
Perubahan dalam RQ selama pertumbuhan dan penyimpanan dapat juga
menandakan perubahan dalam tipe substrat yang dimetabolisme.
e. Metabolisme anaerob
Respirasi ini sering disebut sebagai fermentasi, karena memanfaatkan
oksigen yang berada pada sel-sel organ panenan. Atmosfir biasanya kaya
oksigen sehingga jumlah oksigen yang tersedia dalam jaringan tidak
terbatas. Dalam berbagai kondisi penyimpanan, jumlah oksigen dalam
atmosfir mungkin terbatas dan tidak cukup untuk mendung metabolisme
aerobik secara penuh. Dalam kondisi ini jaringan dapat melakukan
respirasi anaerob, yaitu mengubah glukose menjadi piruvat melalui jalur
EMP. Namun piruvat kemudian dimetabolisme menjadi asam laktat atau
asetaldehid dan etanol dalam proses yang dikenal sebagi fermentasi.
CO2
asetaldehid
etanol
Piruvat
Laktat
Gambar 3.4. Skema jalur metabolisme anaerob
Konsentrasi oksigen yang dapat memulai respirasi anaerob bervariasi di
antara jaringan dan dikenal sebagai titik kepunahan (Extinction Point).
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
48
Konsentrasi oksigen pada titik ini tergantung pada beberapa faktor seperti
spesies, kultivar, tingkat kematangan, dan suhu.
Respirasi anaerob menghasilkan jauh lebih sedikit energi per mol glukose
dibandingkan respirasi aerob, namun respirasi anaerob memungkinkan
sejumlah energi menjadi tersedia untuk jaringan dalam kondisi buruk. Oleh
karena itu, maka reaksi fermentasi ini biasanya ditandai dengan nilai RQ
yang tinggi.
f.
Metabolisme untuk reaksi sintesis
Jalur respirasi tidak hanya digunakan untuk menghasilkan energi bagi
jaringan. Karbon juga dibutuhkan untuk reaksi-reaksi sintesis dalam sel.
Selain itu, karbon tersebut dapat digunakan pada berbagai tahap. Sebagai
contoh, -ketoglutarat mungkin diubah menjadi asam amino glutarat.
Beberapa asam amino lainnya dapat dihasilkan dari glutarat untuk sintesis
protein.
Suksinat mungkin dialihkan untuk sintesis berbagai pigmen
termasuk klorofil. Kehilangan
-ketoglutarat dan suksinat dari siklus TCA
untuk reaksi sintesis akhirnya akan menyebabkan terhentinya siklus. Oleh
karena itu, asam-asam C4 harus dimasukkan ke dalam siklus. Pada
dasarnya asam C4 dihasilkan melalui fiksasi CO2 ke dalam phosphoenol
piruvat, dan selanjutnya menghasilkan oksaloasetat. Sebagai alternatif,
cadangan yang disimpan dalam vakuola (sebagai contoh malat) dapat
dimanfaatkan.
3. Pengukuran Respirasi
Laju respirasi pada komoditi panenan merupakan petunjuk aktivitas
metabolisme jaringan. Karena itu maka dapat berguna sebagai petunjuk
panjang-pendeknya periode penyimpanan komoditi panenan bersangkutan.
Tingkat respirasi pada buah, sayuran maupun bunga potong dapat diukur
dengan 5 cara, yaitu :
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
49
a. Menentukan jumlah subtrat (gula) yang hilang,
b. Menentukan jumlah gas oksigen yang digunakan,
c.
Menentukan gas karbondioksida yang dikeluarkan,
d. Menentukan jumlah panas yang dihasilkan, dan
e. Menentukan jumlah energi (ATP) yang dihasilkan.
Jika laju respirasi diukur melalui pengukuran jumlah oksigen yang
dikonsumsi atau jumlah karbondioksida yang dilepas selama tahapan atau
periode perkembangan, pematangan, pemasakan, dan senesen, maka pola
respirasi tertentu akan diperoleh.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan
bahwa laju respirasi per unit berat tertinggi terjadi pada buah mentah (hijau)
dan sayuran yang belum dewasa. Laju ini kemudian menurun seiring dengan
bertambahnya umur.
4. Pola Respirasi
Seperti
telah
dijelaskan
bahwa
respirasi
adalah
suatu
proses
pembongkaran bahan organic tersimpan menjadi bahan sederhana. Produk
akhirnya berupa energi (dalam bentuk panas). Energi yang dihasilkan dikenal
sebagai panas vital, sangat penting dalam pengelolaan atau penanganan
pasca panen untuk memperkirakan perlakuan pendinginan dan kebutuhan
ventilasi dalam pengepakan.
Laju proses perusakan (deteriorasi) komoditi panenan umumnya
proporsional dengan laju respirasi. Laju respirasi yang terjadi pada organ
panenan diukur dalam satuan mg/CO2/kg/jam. Tingkat laju respirasi didasarkan
pada besar kecilnya karbondioksida yang dihasilkan.
Pengelompokan
komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi dapat dilihat pada Tabel 3.3
berikut.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
50
Tabel 3.3.
Pengelompokan komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi
Kelompok
Laju Respirasi pada 5OC
(mg/CO2/kg/jam)
Sangat rendah
Sayuran, kacangkacangan, buah kering
Apel, jeruk, anggur,
bawang, kentang
Pisang, kubis, wortel,
selada, cabe, tomat
Stroberi, kol kembang,
apokat
Bawang, bunga potong
Asparagus, brokoli,
bayam, jagung manis
<5
Rendah
5 – 10
Sedang
10 – 20
Tinggi
20 – 40
Sangat tinggi
40 – 60
Sangat-sangat tinggi
Komoditi
> 60
Atas dasar laju dan pola respirasi dan pola produksi etilen selama
pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura (terutama yang berbentuk
buah) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu buah klimaterik dan
non-klimaterik. Klimaterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju
produksi karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H4) bersamaan dengan terjadinya
pemasakan.
Sedangkan
non-klimaterik
tidak
menunjukkan
perubahan,
umumnya laju produksi karbondioksida dan etilen selama pemasakan sangat
rendah.
Beberapa contoh buah yang tergolong klimaterik adalah apel, apokat,
pisang, pepaya, tomat, dan semangka. Sedangkan buah-buah yang termasuk
dalam golongan non-klimaterik meliputi anggur, cherri, mentimun, terong,
jeruk, cabe, nanas, dan stroberi.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
51
C. Perubahan Fisiologi Komoditi Hortikultura Panenan
Pada beberapa tahapan selama pertumbuhan dan perkembangannya,
buah maupun
perubahan
sayuran dan bunga potong secara visual menunjukkan
seiring
dengan
terlampauinya
tahapan
tersebut.
Kondisi
pertumbuhan dan perkembangan yang dianggap baik atau optimal merupakan
tahapan yang dianggap oleh manusia sebagai keadaan yang masih layak
untuk dikonsumsi. Perubahan tersebut menentukan tingkat kualitas bagi
konsumen. Perubahan ada yang dikehendaki namun ada pula yang tidak
dikehendaki.
Perubahan fisiologi yang terjadi pada komoditi panenan meliputi
perubahan kimia yang akhirnya juga mempengaruhi terjadinya perubahan fisik.
Perubahan kimia yang terjadi meliputi perubahan kandungan karbohidrat,
etilen, asam, lipida, protein dan zat warna. Sedangkan perubahan fisik meliputi
perubahan warna, tekstur, dan perubahan citarasa.
1. Buah
Buah klimaterik umumnya mencapai stadia masak penuh sesudah
respirasi klimaterik. Akan tetapi kejadian-kejadian lain yang dimulai oleh
kehadiran atau pengaruh etilen perlu mendapat perhatian dalam hubungannya
dengan pemasakan buah. Beberapa perubahan-perubahan yang terjadi pada
pematangan buah adalah sebagai berikut,
a. Warna
Perubahan warna pada buah merupakan suatu perubahan yang jelas
nampak oleh konsumen. Perubahan tersebut digunakan sebagai indikator
buah sudah masak atau belum. Perubahan yang umum terjadi adalah
hilangnya warna hijau. Pada buah klimaterik kehilangan warna hijau
sangat cepat setelah memasuki titik awal pemasakan. Beberapa buah
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
52
non-klimetarik juga menunjukkan tanda-tanda kehilangan warna hijau
dengan dicapainya kualitas konsumsi (layak dikonsumsi).
Perubahan zat warna alami biasanya terjadi karena proses degradasi atau
sintesis ataupun kedua-duanya. Perubahan pada buah-buahan dari hijau
menjadi kuning merah atau oranye disebabkan terjadinya pemecahan
klorofil dan pembentukan karetenoid. Hal tersebut biasanya terjadi pada
buah jeruk dan mangga. Pada buah pisang, perubahan warna terjadi
karena klorofil tidak nampak dan terjadi sedikit pembentukan karoten.
Oleh Pantastiko (1975) dikatakan bahwa hilangnya warna hijau pada buah
yang sedang mengalami pemasakan merupakan proses yang sangat
rumit. Kemudian dapat diuraikan kemungkinan terjadinya perubahan warna
tersebut dikarenakan terjadinya pemecahan klorofil sedikit demi sedikit
secara enzimatik sehingga zat warna alami lainnya akan terbuka atau
nampak. Perubahan enzimatik klofil ini disebabkan adanya aktivitas enzim
klorofilase yang akan merubah klorofil menjadi klorofilid. Enzim ini berada
dalam jaringan tanaman sebagai bagian daripada klorofil lipoprotein
komplek.
Warna hijau pada buah disebabkan karena adanya kandungan klorofil
yang merupakan komplek organik magnesium. Hilangnya warna hijau
dikarenakan klorofil mengalami degradasi struktur. Faktor utama yang
bertanggung jawab terhadap degradasi klorofil ini adalah perubahan pH
(terutama disebabkan kebocoran asam organik dari vakuola), sistim
oksidatif, dan enzim klorofillase. Kehilangan warna tergantung pada satu
atau seluruh faktor tersebut yang bekerja secara berurutan dan bersamaan
merusak struktur klorofil.
Hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan dan/atau munculnya
pigmen kuning hingga merah.
Beberapa pigmen ini adalah karotenoid
yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan umumnya mengandung 40
atom karbon serta memiliki 1 atau lebih fungsi oksigen dalam molekul.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
53
Pigmen warna ini menyebabkan buah berwarna kuning, oranye dan
merah-oranye.
Karotenoid adalah senyawa ajeg dan tetap ada (intact) dalam jaringan
bahkan saat senesen terjadipun pigmen ini masih ada. Pigmen ini
kemungkinan disintesis selama stadia perkembangan tanaman, akan
tetapi
karotenoid tersebunyi karena adanya klorofil. Setelah klorofil terdegradasi,
pigmen karotenoid muncul. Contoh fenomena ini pada perubahan warna
yang terjadi di kulit pisang. Namun terdapat fenomena lain yaitu
pembentukan karotenoid bersamaan dengan terdegradasinya klorofil.
Contoh fenomena ini terjadi pada tomat.
Selama proses pematangan buah terjadi sintesis karotenoid yang sangat
pesat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena zat yang dibebaskan
selama pemecahan klorofil dapat digunakan untuk sintesis karoten.
Tanaman yang kandungan karbohidratnya rendah, biasanya kandungan
karotenoidnya juga rendah. Kebanyakan buah senyawa karotenoid
terdapat dalam bentuk santofil, karoten, dan likopen. Selama proses
pematangan jumlah santofil umumnya menurun, tetapi pada buah pisang
dan apel selama pematangan kandungan senyawa karotenoidnya tetap.
Daun-daun yang umnya pada sayuran daun umumnya memiliki susunan
karotenoid yang sama yaitu mengandung santofil dan karoten, tetapi tidak
mengandung likopen. Pada bunga kandungan senyawa karotenoidnya
sama seperti yang ada pada daun. Sedangkan umbi-umbian umumnya
hanya terkandung karotenoid yang sedikit, kecuali pada umbi ubi jalar dan
wortel.
Flavonoid adalah suatu zat warna yang terdapat hampir pada semua jenis
tanaman. Hampir seluruh jaringan tanaman terkandung zat warna ini,
paling tidak satu zat warna dari kelompok flavonoid. Senyawa ini mudah
larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
54
Kelompok flavonoid meliputi antosianin yang berwarna merah, biru atau
ungu; antosantin yang berwarna kuning; dan katekin dan leukoantosianin
yang merupakan senyawa berwarna kurang nyata tetapi dapat berubah
menjadi warna coklat. Dua senyawa terakhir ini sering disebut sebagai
tannin.
Antosianin menghasilkan warna-warna merah-ungu pada buah maupun
sayuran. Antosianin dapat larut dalam air sehingga antosianin umumnya
dijumpai dalam vakuola sel, namun sering pula pada lapisan epidermis.
Antosianin menghasilkan warna-warna kuat yang sering menutupi
karotenoid dan klorofil.
Warna
yang
penggabungan
ditimbulkan
oleh
antosianidin
zat
warna
dengan
ini
diakibatkan
monosakarida.
karena
Senyawa
monosakarida yang biasa bergabung dengan antosianidin adalag glukosa,
galaktosa, dan kadang-kadang pentosa.
Klorofil (hijau)
phytol
klorofillase
Pheophytin
(hijau kekuningan)
klorofillin
(hijau terang)
H+
phytol
H+
pheophorbid
(coklat)
Mg++
H+
O2
O2
chlorin, Purpurin
(produk tidak berwarna)
Gambar 3.5. Skema jalur degradasi klorofil
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
55
b. Karbohidrat
Tanaman seringkati menyimpan karbohidrat dalam buahnya untuk
persediaan energi. Karbohidrat tersebut kemudian digunakan oleh buah
untuk melangsungkan keaktifan dan sisa hidupnya. OIeh karena itu, dalam
proses pematangan kandungan karbohidrat (pati) dan gula selalu berubah.
Perubahan pati dalam sayuran dan buah-buahan dapat dibagi dalam lima
kategori, yaitu buah dengan kandungan pati tinggi, buah dengan
kandungan pati rendah, sayuran dengan kandungan pati tinggi, umbiumbian, dan sayuran dengan kandungan pati sangat rendah.
Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga merupakan komponen
yang penting untuk mempengaruhi rasa yang menyenangkan melalui
perimbangan antara gula dan asam.
Warna yang menarik dan tekstur
yang utuh, juga merupakan peranan karbohidrat pada buah.
Perubahan kuantitatif karbohidrat berkaitan dengan proses pemasakan,
yaitu terjadi akibat pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan
pati menjadi glukose (gula). Perubahan ini tentunya mempengaruhi rasa
dan tekstur buah. Peningkatan gula cenderung menyebabkan rasa manis
pada buah. Oleh karena itu buah akan lebih dapat diterima oleh konsumen
bilamana perubahan ini telah terjadi di saat buah tersebut dikonsumsi.
Demikian pula halnya dengan buah non-klimaterik.
Perubahan-perubahan karbohidrat terjadi selama proses pemasakan dan
pematangan buah. Pada buah muda, karbohidrat masih banyak dalam
bentuk pati (polisakarida) sehingga rasa buah tidak manis. Selama proses
pematangan buah, pati akan berubah menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa sehingga rasa buah
akan menjadi manis. Perubahan tersebut terjadi secara enzimatik dengan
bantuan enzim seperti amilase, glukoamilase, dan fosfolirase.
Pemecahan
senyawa
polimer
karbohidrat
khususnya
pektin
dan
hemisellulose akan melemahkan dinding sel dan daya kohesif yang
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
56
mengikat sel-sel. Pada tahap awal, tekstur menjadi lebih lunak tetapi pada
akhirnya struktur tanaman akan rusak.
Protopektin adalah bagian senyawa pektin yang tidak dapat larut. Selain
polimernya yang besar, protopektin berikatan dengan polimer lainnya
melalui penghubung (jembatan) kalsium. Ikatan ini juga terikat erat dengan
gula lainnya dan turunan phosphat menjadi bentuk politopektin yang
berbobot molekul rendah dan sangat mudah terlarut dalam air. Laju
degradasi senyawa pektin secara langsung berhubungan dengan laju
pelunakan jaringan buah.
Buah dengan Kandungan Pati Tinggi
Yang termasuk buah-buahan dengan kandungan pati tinggi antara lain
apel dan pisang. Perubahan kandungan pati kedua macam buah tersebut
dapat dilihat pada Gambar berikut :
Kadar pati
(% berat basah)
Panen
Juni
Juli
October
Agustus
September
Waktu (periode pertumbuhan)
Gambar 3.6. Skema perubahan kandungan pati pada buah apel
(Hulme, 1968).
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
57
Pada buah apel, sewaktu dipenen kadar patinya sudah rendah. Pati
yang tinggal sedikit tersebut dalam penyimpanan setelah panen akan
habis.
Pada buah pisang waktu dipanen masih mengandung pati, sebanyak
20-30 persen. Setelah 4-8 hari penyimpanan pada suhu ruang,
kandungan patinya menurun sampai sekitar 4 persen, dan seteiah 12
hari penyimpanan kandungan patinya hampir habis.
Kadar pati
(% berat basah)
Matang
4 5
6
7
8
9
10
11
12
Hari (kondisi suhu ruang)
Gambar 3.7. skema perubahan kandungan pati pada buah pisang
(Von Loesecke, 1960)
Buah dengan Kandungan Pati Rendah
Contoh buah yang termasuk golongan ini adalah jerukk, arbei, apokat, dan
persik (peach). Untuk buah-buahan tersebut, praktis tidak terdapat
perubahan kadar pati setelah dipanen dan selama penyimpanan. Demikian
pula pada buah adpokat yang kandungan lemaknya tinggi, nampaknya
tidak banyak mengalami perubahan dalam kandungan pati setelah
dipanen.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
c.
58
Gula Sederhana
Meskipun dalam sayuran dan buah-buahan terkandung banyak sekali jenis
gula, tetapi peruhahannya terutama hanya menyangkut tiga macam gula,
yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa. Perubahan kandungan gula dapat
dikeIompokan rnenjadi lima kategori, yang pada umumnya menggunakan
kriteria yang sama seperti pada pengelompokan perubahan pati.
Buah dengan kandungan Pati (gula) Tinggi
Secara teoritis biIa pati dihidrolisis akan terbentuk qlukosa, sehingga kadar
gula dalam buah akan meningkat. Akan tetapi pada kenyataannya
perubahan tersebut relatif kecil atau kadang-kadang tidak berubah. Hal
tersebut mungkin disebabkan karena guIa yang dihasilkan terpakai dalarn
proses respirasi, atau diubah menjadi ssnyawa lain.
Gambar di bawah ini memperlihatkan data hasil percobaan pada buah
apel. Segera setelah dipanen buah apel nempunyai kadar fruktosa yang
lebih tinggi dibandingkan dengan glukosa dan sukrosa, dan kadar glkosa
paIing rendah. Selama penyimpanan tenjadi penubahan- perubahan
sebagai berikut : waktu kandungan pati menurun, kandungan sukrosa akan
naik, dan sukrosa yang terbentuk akan dipecah lagi menjadi glukosa dan
fruktosa. Sebagian glukosa yang terbentuk akan digunakan untuk
metabolisme buah.
Pada penelitian dengan buah pisang, hasilnya kira-kira sama dengan buah
apel. Kandungan pati yang tadinya sebesar 20 persen akan diubah
menjadi fruktosa dan glukosa sampai pati tersebut habis, sedangkan
jumlah sukrosa yang tadinya hanya 2 persen akan meningkat menjadi 15
persen. Itulah sebabnya selama pemeraman dan penyimpanan, pisang
menjadi manis rasanya.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
59
Buah dengan Kandungan Pati (gula) Sangat Rendah
Untuk golongan ini dapat diambil contoh buah semangka. Pada waktu
panen, semangka mengandung pati yang sangat sedikit, sehingga tidak
diharapkan bahwa selama penyimpanan kadar gulanya akan meningkat.
Dengan kata lain semangka yang diperam tidak akan berubah menjadi
lebih manis.
fruktosa
glukosa
sukrosa
pati
Waktu penyimpanan
Gambar 3.8. Skema perubahan pati dan sukrosa menadi fruktosa dan
dan glukosa pada buah apeI selama penyimpanan
d. Asam organik
Asam organik non-volatil adalah salah satu di antara komponen utama
seluler yang mengalami perubahan selama pematangan buah. Sebagai
contoh, asam organik utama dalam buah mangga adalah asam sitrat,
asam malat dan asam askorbat.
Umumnya kandungan asam organik menurun selama pemasakan. Hal ini
disebabkan karena asam organik direspirasikan atau diubah menjadi gula.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
60
Asam-asam organik dapat dianggap sebagai sumber cadangan energi
pada buah, dan kemudian diharapkan menurun selama aktivitas
metabolisme selama pemasakan. Perkecualian bagi pisang dan nanas.
Pada kedua buah tersebut kandungan asam yang tinggi diperoleh pada
stadia masak penuh, namun kandungan asam pada kedua jenis buah ini
tidak tinggi saat stadia perkembangan. Fenomena ini bertolak belakang
dengan fenomena yang terjadi pada jenis buah lainnya.
Telah diketahui bahwa terjadi penurunan keasamaan pada buah mangga
selama pematangan dengan kenaikan pH dari 2,0 menjadi 5,5. Kadar
asam-asam sirat, malat dan askorbat dilaporkan menurun sebanyak
masing-masing 10,40 dan 2,5 kali (Modi dan Reddy, 1967 dalam Mattoo
et.al., 1975). Asam malat merupakan asam yang mula-mula menghilang,
diikuti oleh asam sitrat. Hal ini menunjukkan katabolisis sitrat melalui malat
terjadi.
Jumlah asam sitrat dan malat dalam buah tomat adalah sebesar 60 persen
dari total asam organik yang terdapat dalam buah. Sedangkan pada
proses pematangan, perbandingan asam malat - sitrat menurun, yang
menunjukkan adanya koversi malat menjadi sitrat (Sakiyama, 1966 dalam
Mattoo et.al., 1975).
e. Senyawa mengandung nitrogen
Kandungan protein dan asam amino bebas pada buah hanya sedikit dan
sejauh yang diketahui tidak memiliki peranan dalam mempengaruhi
kualitas. Perubahan dalam kandungan senyawa bernitrogen terjadi tetapi
hanya menandakan variasi dalam aktivitas metabolisme saat tahap
pertumbuhan yang berbeda.
Selama stadia klimaterik pada kebanyakan buah terdapat penurunan asam
amino yang seringkali menunjukan adanya peningkatan sintesis protein.
Selama senesen, banyaknya asam amino bebas meningkat sebagai akibat
pecahnya enzim dan menurunnya aktivitas metabolisme.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
61
Pengamatan bahwa asam-asam amino metionin dan/atau betalanin
mungkin merupakan prekursor etilen dalam jaringan sayuran dan buahbuahan . Telah diketahui dengan baik bahwa pentingnya peranan asamasam amino dalam pematangan buah.
Perubahan asam-asam amino dalam buat mangga selama pematangan
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Telah dideteksi adanya perubahan
19 macam asam amino dalam buah mangga, yaitu :
Alanin, triptopan, isoleusin, valin dan glisin meningkat dengan cepat,
Lisin, prolin dan treonin dikatabolisis selama pematangan,
Pada waktu klimaterik
terdapat peningkatan kadar asam glutamat,
glutamin, Ieusin dan arginin, tetapi pada Iepas klimaterik kandungan
asam-asam amino tersebut menurun,
Terdapat perubahan kandungan asam aspartat, asparagin, sistein,
histidin, tirosin, fenilalanin dan metionin. Asam-asam amino ini
dikatabolisis pada waktu klimakterik menaik, tetapi meningkat pada
klimakterik menurun.
Sedikit kenaikan dalam kadar protein telah diamati selama pematangan
buah mengga, dan juga pada buah adpokat dan tomat. Pada buah apel
yang te!ah matang, kandungan proteinnya kurang dari 0,1 persen (dan
berat segar), dan dan jumlah tersebut 60 sampai 90 persen terdapat pada
kulitnya. Terjadinya kenaikan kadar protein ternyata diikuti oleh kenaikan
proses respirasi atau proses klimakterik. Hal ini mungkin menunjukkan
terjadinya sintesis enzim-enzim yang berperan dalam proses pematangan
buah.
f.
Lemak
TeIah diketahui bahwa meskipun dalam sayuran dan buah-buahan kadar
Iemaknya rendah, namun peranannya besar dalam hal tesktur, serta
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
62
pembentukan flavor dan pigmen sayuran/buah. Lipid netral (trigliserida,
digliserida, sterol, ester sterol, asam Iemak bebas dan hidrokarbon)
terdapat dalam jumlah relatif besar dalam buah tomat muda. Lipid netral
ini menurun
kadarnya selama pematangan (pembentukan pigmen), tetapi meningkat
lagi pada tingkat kematangan penuh. Persentase asam Iinoleat dan asam
oleat menurun selama pembentukan pigmen pada buah tomat.
Pada buah mangga terjadi peningkatan kandungan total lipid dan asamasam lemak selama pematangan. Asam-asam Iemak utama yang terdapat
dalam buah mangga adalah palmitat, stearat, oleat, dan linoleat. Selama
pematangan buah mangga, asam-asam lemak tidak jenuh lebih meningkat
jumlahnya dibandingkan dengan asam-asam Iemak jenuh.
Kandungan lipid dalam sebagian besar buah-buahan (kecuali alpokat)
umumnya
rendah,
dan
mungkin
tidak
akan
meningkat
selama
pematangan. Tetapi seperti telah diutarakan di atas, pada buah mangga
kenaikan kadar lipidnya cukup bersar. Dalam buah alpokat, ternyata
komposisi lipidnya sedikit banyak konstan selama pendewasaan buah.
g. Aroma
Aroma memainkan peranan penting dalam perkembangan kualitas pada
bagian buah yang dapat dikonsumsi (edible portion). Aroma terjadi karena
adanya sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap
(volatile) selama fase pemasakan.
Senyawa volatile yang terbentuk paling banyak dan umum adalah etilen
sebesar 50 –75% dari total karbon. Buah yang tergolong non klimaterik
juga menghasilkan volatile selama perkembangannya, namun tidak
sebanyak buah klimaterik. Senyawa volatile ini sangat penting bagi
konsumen untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan suatu
komoditi panenan seperti buah.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
63
2. Sayuran
Pada
sayuran
terutama
sayuran
daun
umumnya
tidak
terjadi
peningkatan (puncak) dalam aktivitas metabolisme. Hal ini serupa dengan awal
klimaterik pada buah, kecuali perkecambahan (pertunasan).
Contoh untuk
kasus ini adalah pada sayuran kecambah (taoge), tidak banyak terjadi
perubahan dalam aktivitas metabolisme. Namun demikian, selain perubahan
anatomia (bentuk) juga terdapat berubahan dalam komposisi kimia. Perubahan
kimia tersebut berupa peningkatan kadar gula sebagai akibat perombakan
lemak atau pati.
Berdasarkan struktur organ, sayuran dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok
utama, yaitu :
a. Sayuran biji dan polong,
b. Sayuran umbi lapis (bulb), umbi akar, dan umbi (tuber), dan
c.
Sayuran bunga, pucuk, daun, dan batang.
Beberapa buah juga dikonsumsi sebagai sayuran. Buah tersebut dapat
dalam keadaan sudah masak seperti pada tomat, ataupun dalam keadaan
masih muda pada mentimun, kacang-kacangan, terong dan labu.
Biji-bijian dan polong-polongan, jika dipanen pada stadia matang penuh
(biasanya pada serealia) memiliki laju metabolsime yang rendah karena
kandungan airnya rendah. Sebaliknya, biji-bijian yang dikonsumsi sebagai
sayuran segar seperti kacang buncis dan kapri serta jagung manis, memiliki
aktivitas metabolisme yang tinggi karena dipanen pada stadia mentah (belum
dewasa).
Kualitas gizi (makanan) ditentukan oleh rasa dan tekstur, bukan oleh
umur fisiologis. Umumnya, biji-bijian lebih manis dan lebih lunak pada stadia
belum dewasa. Dengan meningkatnya proses pematangan, gula diubah
menjadi pati dengan diiringi hilangnya rasa manis, kandungan air menurun,
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
64
dan jumlah bahan serat meningkat. Biasanya biji-bijian segar dipanen pada
keadaan kandungan air berkisar 70%.
Umbi lapis, akar, dan tuber merupakan organ penyimpanan yang
mengandung cadangan makanan bagi tanaman. Organ ini juga dimanfaatkan
sebagai bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif. Bilamana organ ini
dipanen, laju metabolismenya rendah. Pada kondisi penyimpanan yang cocok
masa dormansinya akan dapat diperpanjang.
Golongan sayuran umbi-umbian tersebut di atas banyak mengandung
pati. Penurunan kadar pati setelah panen terjadi sangat lambat. Akan tetapi
penyimpanan pada suhu rendah (5OC), proses hidrolisis pati akan terangsang
dan penurunan kadar pati akan berlangsung lebih cepat. Contoh fenomena ini
terjadi pada umbi kentang.
Kentang yang disimpan pada kondisi suhu rendah akan mengalami
kenaikan kadar gula pereduksi, sehingga rasanya menjadi agak manis.
Padahal rasa manis pada kentang tidak ada. Timbulnya rasa manis tersebut
sebenarnya merupakan menyimpangan. Pada dunia industri makanan
berbahan kentang, rasa manis tidak diharapkan, karena gula pereduksi yang
ada akan menyebabkan munculnya reaksi pencoklatan non-enzimatik (reaksi
Maillard). Untuk menghilangkan kemungkinan tersebut, biasanya terhadap
umbi kentang yang disimpan dalam ruang pendingin, bila akan digunakan
terlebih dahulu dibiarkan pada kondisi suhu kamar untuk beberapa saat.
Dengan cara ini, kandungan gula pereduksi akan berkurang.
Bunga, pucuk, batang, dan daun-daun yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan sayuran memiliki tingkat aktivitas metabolisme yang bervariasi
satu sama lainnya. Demikian juga laju perusakannya (deteriorasi). Batang dan
daun seringkali mengalami senesen (layu) dengan cepat. Bilamana hal ini
terjadi cukup lama, maka daya tarik dan kandungan gizinyapun menurun.
Namun demikian sayuran daun pada kangkung, bayam dan katuk perubahan
kadar pati setelah panen tidak nampak banyak terjadi, karena kandungan
patinya memang rendah. Demikian pula halnya dengan kandungan gula,
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
65
Tekstur seringkali menjadi ciri yang dominan menandai sayuran sudah
dapat dipanen. Tidak itu saja, tekstur seringkali juga sebagai tolak ukur kualitas
suatu sayuran. Rasa alami seringkali tidak penting dibandingkan tekstur. Hal
ini dikarenakan rasa sayuran akan dipengaruhi oleh bumbu masak dalam
pengolahannya.
Seperti pada buah, perubahan warna pada sayuran juga terjadi
terutama sayuran jenis buah. Pada tomat perubahan warna terjadi karena
adanya sintesis likopen dan pemecahan klorofil.
Pada umumnya sayuran yang telah dipanen kemudian disimpan,
klorofilnya
akan
mengalami
suatu
pemecahan
atau
degradasi
yang
menyebabkan perubahan warna sayuran tersebut dari hijau menjadi kuning
yang bersamaan dengan terjadinya kelayuan. Kecepatan perubahan warna
pada sayuran ini dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya suhu, lama penyimpanan
dan komposisi udara ruang simpan.
3. Tanaman Hias (Bunga Potong)
Bunga adalah bagian dari tanaman (tumbuhan berbiji) yang berfungsi
sebagai alat reproduksi, memiliki empat bagian utama, yaitu sepal (daun
kelopak), petal (daun mahkota), pistil (putik), dan stamen (benang sari). Daun
kelopak merupakan bagian bunga yang terletak pada lingkaran luar dan
berwarna hijau. Sedangkan daun mahkota merupakan bagian bunga yang
biasanya mempunyai warna-warni yang cerah. Bagian inilah yang sebenarnya
merupakan komoditi hortikultura bernilai ekonomis.
Bunga potong adalah bunga yang dimanfaatkan sebagai bahan
rangkaian bunga untuk berbagai keperluan dalam kehidupan manusia. Di lain
sisi, beberapa pihak percaya bahwa melalui rangkaian bunga mereka mampu
mengekspresikan kemampuan estetika.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
66
Kualitas bunga potong bergantung pada penampilan dan daya tahan
kesegaran. Namun demikian karena bunga potong juga merupakan hakluk
hidup maka tidak luput dari perusakan alami melalui aktivitas metabolisme.
Beberapa perubahan akibat metabolisme pada bunga potong meliputi
perubahan struktur, perubahan komposisi biokimia, perubahan metabolisme,
dan perubahan pigmen.
Gejala kehilangan berat segar jaringan bunga merupakan hal yang jelas
pada stadia akhir dari senesen bunga. Kehilangan air ini menunjukan
kehilangan integritas membran sehingga meningkatkan pula kebocoran.
Perubahan mikroskopis yang dapat dilihat pada sensen daun adalah
perubahan pada kloroplast. Kloroplast akan kehilangan tepung (amilum)
karena diubah menjadi gula. Untuk menunda perubahan ini atau perlambatan
sensen perlu penurunan peptida-hydrolase pada daun atau penundaan laju
pembentukannya.
Respirasi dan hidrolisis enzimatik komponen sel merupakan dua
kejadian biokimia dan metabolisme yang terjadi selama senesen bunga
potong, terutama pada petal. Selama proses senesen terjadi penurunan
kandungan amilum atau tepung, polisakarida dinding sel, protein, dan asam
nukleat. Namun terjadi peningkatan aktivitas ribonuklease. Karena kejadian ini
gejala yang dapat dilihat pada petal adalah perubahan warna dari merah
menjadi biru.
Laju respirasi pada kebanyakan bunga potong biasanya memuncak
pada saat mekat bunga dan kemudian menurun selama proses pematangan
dan senesen. Terdapat puncak kedua yang sangat singkat dan kemudian
menurun lagi (termasuk klimaterik). Upaya penundaan senesen pada bunga
potong biasanya ditujukan pada penundaan tercapainya puncak kedua
respirasi tersebut.
Proses hilangnya warna merupakan gejala umum kebanyakan senesen
beberapa bunga potong. Dua komponen utama pigmen pada bunga adalah
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
67
karotenoid dan antosianin bertanggung jawab terhadap pewarnaan bunga.
Kandungan pigmen tersebut akan berubah selama perkembangan dan
pematangan oragn-organ tanaman, termasuk pula bunga.
D. Pola Respirasi Komoditi Hortikultura Selama Pematangan
Telah disinggung secara umum bahwa terdapat penurunan laju respirasi
dari periode matang hingga senesen. Ini berarti sejak mulai matang laju
respirasi menurun seiring dengan bertambahnya umur jaringan atau organ
tanaman.
Sekelompok
buah
seperti
tomat,
mangga,
pisang,
dan
apel
menunjukkan pola respirasi seperti apa yang telah dijelaskan di atas. Namun
terdapat lonjakan laju respirasi pada saat periode pemasakan. Buah-buah
tersebut yang mengalami raju respirasi seperti ini dikelompokan sebagai
kelompok buah klimaterik. Sedangkan bagi jenis-jenis komoditi panenan yang
tidak mengalami pola respirasi seperti yang digambarkan demikian tersebut
dikelompokan dalam kelompok buah non-klimaterik.
Klimaterik diartikan sebagai suatu pola perubahan dalam respirasi, yang
biasanya disebut dengan istilah yang lebih lengkap yaitu Klimaterik Respirasi.
Klimaterik dapat juga diartikan sebagai suatu periode transisi suatu proses
pertumbuhan menjadi senesensen (pelayuan). Berdasarkan sifatnya, proses
klimaterik ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu klimaterik menaik, puncak
klimaterik, dan pasca klimaterik.
Terjadinya respirasi klimaterik bersamaan dengan tercapainya ukuran
maksimum dari suatu buah. Pada saat inilah semua perubahan yang bersifat
khas pada apa yang disebut pemasakan terjadi. Proses pemasakan dan
respirasi klimaterik terjadi pada buah baik yang masih melekat pada tanaman
induknya maupun yang telah dipanen.
Buah-buah seperti jeruk, nanas, dan strawberi yang tidak menunjukkan
pola respirasi klimaterik dikenal sebagai buah non-klimaterik. Buah-buah yang
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
68
tergolong dalam non-klimaterik juga menujukkan adanya perubahan pada
tahapan pemasakan, namun laju perubahan ini lebih lambat dibandingkan
dengan buah yang tergolong klimaterik.
Kriteria penting lainnya untuk membedakan buah klimaterik dari buah
non-klimaterik adalah dengan melihat reaksinya terhadap penggunaan etilen.
Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap peralkuan etilen pada setiap saat
kehidupannya, baik sebelum maupun sesudah panen. Sedangkan buah
klimaterik hanya akan memperlihatkan kenaikan respirasi bila etilen digunakan
selama masa pra-klimaterik, dan menjadi tidak peka terhadap etilen setelah
mencapai klimaterik.
Perubahan
Relatif
Pertumbuhan buah
Klimaterik
Non-Klimaterik
Pemasakan
Pembelahan
Sel
Senesen
Perpanjangan sel
Pematangan
Gambar 3.9. Pola laju respirasi buah selama perkembangan
Tabel 3.4. menjelaskan contoh beberapa kelompok buah klimaterik dan
non klimeterik. Pola respirasi untuk sebagian besar jenis sayuran menunjukkan
pola non-klimeterik.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
69
Beberapa peneliti kemudian berhasil mengamati bahwa klimaterik juga
terjadi pada buah semasih berada dipohonnya. Namun tingkat klimaterik ini
tidak begitu tinggi bila dibandingkan dengan kejadian klimaterik setelah buah
tersebut dipanen.
Tabel 3.4.
Beberapa contoh penggolongan buah berdasarkan pola
respirasi selama pematangan.
Buah Klimaterik
Buah Non-Klimaterik
Apel (Malus domestica)
Aprikot (Prunus armeniaca)
Apokat (Presea americana)
Pisang (Musa sp.)
Buah Kiwi (Actinidia deliciosa)
Mangga (Manggifera indica)
Melon (Cucumis melo)
Pepaya (Carica papaya)
Peach (Pyrus communis)
Kesemek (Diopyrus kaki)
Plum (Prunus sp.)
Tomat (L. esculentum)
Semangka (Citrulus lunatus)
Mentimun (Cucumis sativus)
Anggur (Vitis vinifera)
Jeruk (Citrus sp.)
Nanas (Ananas comosus)
Strawberi (Fragaria sp.)
Cabe
Terong
Sumber :Mc. Glasson, W.B., Wade, N.L., and Adato, I. Phytohormones and fruit
ripening. In Letham, D.S., Goodwin, P.B., and Higgin, T.J.V. (Eds). Pythormones
and related compounds – a comprehensive treatise. Vol.2. Amsterdam:
Elsevier:1978:447-493. Dalam Wills, R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D.,
Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989.
Buah apokat
nampaknya jarang ditemukan masak di pohon. Buah
apokat akan memperlihakan klimaterik setelah buah dipanen. Fenomena ini
oleh beberapa peneliti dikatakan bahwa penghambatan klimaterik terjadi akibat
adanya zat penghambat yang ditranportasikan dari pohon ke organ buah
bersangkutan selama buah tersebut berada pada pohonnya. Zat penghambat
tersebut mencegah
jaringan
buah
untuk
tanggap
terhadap
adanya
senyawa
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
70
yang dapat merangsang pemasakan (misalnya etilen). Bilamana buah telah
dipanen, tingkat kepekaan buah terhadap etilen akan semakin meningkat
akibat hilangnya zat penghambat tersebut.
Seorang peneliti mengatakan bahwa zat penghambat tersebut tidak lain
adalah karbondioksida yang mampu melawan aktivitas etilen. Tetapi peneliti
lain mengatakan faktor yang menghambat pemasakan tersebut adalah suatu
enzim yang bersifat labil terhadap proses pemasakan dan belum dapat
dianalisis bentuknya kimianya.
Namun demikian penelitian lainnya mengungkapkan bahwa apapun
bentuk zat penghambat pemasakan pada buah selagi masih berada di
pohonnya bukan berarti buah tidak dapat masak di pohon. Kenyataan banyak
menjelaskan bahwa kebanyakan buah dapat masak di pohon. Hanya saja
proses tercapainya titik masak buah yang masih ada di pohon lebih lambat
terjadi bila dibandingkan dengan buah yang telah dipanen.
E. Regulasi Internal dan Eksternal (Perubahan Kimia) Selama
Pematangan
Kecepatan respirasi merupakan indeks yang baik untuk menentukan
umur simpan komoditi panenan. Intensitas respirasi merupakan ukuran
kecepatan metabolisme dan seringkali digunakan sebagai indikasi umur
simpan.
Suatu proses respirasi yang kecepatannya tinggi biasanya dihubungkan
dengan umur simpan yang pendek. Keadaan ini juga dapat menunjukkan
kecepatan penurunan mutu komoditi simpanan dan nilai jual (harga). Respirasi
merupakan suatu proses komplek yang dipengaruhi atau diatur oleh sejumlah
faktor. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi penting artinya
untuk penanganan dan penyimpanan komoditi panenan.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
71
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi dibedakan
menjadi faktor internal (dari dalam bahan sendiri) dan faktor eksternal (dari luar
atau lingkungan di sekeliling bahan).
1. Faktor Internal
a. Tingkat perkembangan
Variasi dalam kecepatan respirasi akan terjadi selama perkembangan
organ. Secara alamiah bila ukuran komoditi simpanan semakin besar
maka jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan juga meningkat. Tetapi
bila komoditi simpanan tertumpuk banyak, maka kecepatan respirasi
dihitung berdasarkan per unit berat, akan terus menurun. Bagi buah
klimaterik,
kecepatannya
akan
menjadi
minimum
pada
waktu
pendewasaan atau pematangan (maturity) dan cenderung ajeg meskipun
telah dipanen. Namun pada saat tercapai pemasakan (ripening), respirasi
akan meningkat sampai mencapai puncak klimaterik dan setelah itu
menurun secara perlahan
b. Komposisi kimia jaringan
Koefisien respirasi (RQ) bervariasi menurut jenis substrat yang digunakan
(dioksidasi). Biasanya nilai RQ lebih kecil dari satu bila substratnya asam
lemak. Nilai sama dengan satu bila substrat gula, dan lebih besar dari satu
bila substratnya asam-asam organik. Hal ini akan terjadi pada kondisi
alami yang normal.
Beberapa kondisi abnormal dapat mempengaruhi kecepatan respirasi.
Pada suhu 100OF buah jeruk memiliki RQ = 2. Kelarutan oksigen yang
rendah dapat menyebabkan respirasi anaerob terjadi. Pada kondisi ini gas
karbon dioksida lebih besar dikeluarkan dari pada gas oksigen yang
dikonsumsi.
Pada kondisi penyimpanan atmosfir terkendali (Controlled
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
72
Atmosphire = CA-storage), nilai RQ akan tinggi karena rendahnya
konsentrasi gas oksigen.
c.
Ukuran produk
Kentang yang ukurannya kecilakan memiliki kecepatan respirasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kentang yang berukuran besar. Seperti halnya
dalam transpirasi, fenomena luas permukaan memegang peranan.
Jaringan yang berukuran kecil mempunyai luas permukaan yang lebih
besar yang berhubungan dengan oksigen sehingga memudahkan oksigen
untuk berdifusi ke dalamnya.
d. Lapisan alami
Komoditas yang memiliki lapisan kulit yang baik akan memperlihatkan
kecepatan respirasi yang rendah, karena oksigen lebih sulit untuk berdifusi
ke dalam jaringan.
e. Jenis jaringan
Jaringan muda yang aktif bermetabolisme akan menunjukkan aktivitas
respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan organ yang dorman.
Respirasi juga bervariasi di dalam organ. Sebagai contoh, aktivitas
respirasi pada buah mangga akan berbeda antara kulit buah, daging buah,
dan biji.
2. Faktor Eksternal
a. Suhu
Pada suhu antara antara 0 – 35OC kecepatan respirasi buah dan sayuran
akan meningkat sampai dua setengah kalinya untuk tiap kenaikan suhu
O
sebesar 10 C. Hal ini menunjukan adanya pengaruh biologis dan kimia
pada proses respirasi tersebut.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
73
Suhu di atas 35OC, kecepatan respirasi merupakan hasil dari pengaruh
suhu terhadap reaksi kimia dan pengaruh penghambatan suhu tinggi
terhadap aktivitas enzim. Hal ini akan terlihat bilamana buah dan sayuran
dipindahkan dari suhu 24OC ke suhu 38OC. Mula-mula akan terjadi
peningkatan kecepatan respirasi secara mendadak yang menunjukan
adanya peningkatan aktivitas enzim. Kemudian diikuti oleh penurunan
aktivitas secara bertahap sampai mendekati nol. Penurunan ini adalah
refleksi dari denaturasi enzim.
Tidak saja disebabkan denaturasi enzim, penurunan kecepatan respirasi
pada suhu tinggi juga menunjukkan bahwa :
Oksigen tidak berdifusi cukup cepat untuk mempertahankan kecepatan
respirasi,
Adanya akumulasi karbondioksida dalam sel sampai kadar yang
menghambat metabolisme,
Pasokan zat makanan yang dapat dioksidasi mungkin tidak cukup untuk
memperthanakan kecepatan respirasi yang tinggi.
Pengaruh suhu juga berpengaruh pada keseimbangan antara pati dan
gula. Bila kentang didinginkan sampai suhu pembekuan, sebagian dari
patinya akan juga akan diubah menjadi gula. Pada kondisi tersebut
kecepatan respirasi akan meningkat, karena kandungan gula yang tinggi
akan menyebabkan pelepasan karbondioksida yang lebih cepat.
b. Etilen
Penggunaan gas etilen sangat mempengaruhi wantu pencapaian puncak
klimaterik.
Pada
buah
klimaterik,
etilen
hanya
bereaksi
untuk
memindahkan waktu klimaterik, tetapi tidak berpengaruh terhadap bentuk
kurva respirasi dan tidak menyebabkan perubahan komponen-komponen
utama buah.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
Pada
buah
74
non-klimaterik dengan
adanya
etilen, respirasi dapat
dirangsang setiap saat selama kehidupan pasca panennya. Suatu
peningkatan kecepatan respirasi akan segera terjadi setelah etilen
digunakan.
Pada buah klimaterik, makin besar konsentrasi etilen (hingga batas
tertentu), perangsangan respirasi akan semakin cepat. Namun demikian
penggunaan etilen yang efektif bilamana diberikan selama fase praklimaterik dan dikombinasikan dengan suhu tinggi. Sebagai contoh, proses
klimaterik menaik pada buah tomat dan pisang dapat dipercepat dengan
penambahan etilen pada saat buah sudah tua tetapi masih hijau (mature
green).
Penggunaan etilen pada pasca klimaterik tidak mengubah kecepatan
respirasi. Demikiam juga halnya dengan pengaruh etilen terhadap respirasi
buah yang masih muda.
c.
Ketersediaan oksigen
Kecepatan respirasi pada komoditi panenan akan meningkat dengan
meningkatnya pasokan oksigen. Namun bila konsentrasi oksigen lebih
besar dari 20%, pengaruhnya hampir tidak nampak pada respirasi.
Bilamana konsentrasi oksigen dikurangi sampai lebih rendah dari
konsentrasi di udara, maka kecepatan respirasi akan menurun.
d. Karbondioksida
Konsentrasi gas karbondioksida yang cukup tinggi dapat memperpanjang
masa simpan komoditi sayuran dengan cara menghambat proses
respirasi. Pengurangan kecepatan respirasi sebanyak 50% terjadi pada
buah pisang yang ditempatkan pada ruang simpang berkonsentrasi
karbondioksida cuklup tinggi.
e. Senyawa (zat) pengatur tumbuh
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
75
Beberapa senyawa pengatur tumbuh seperti Malic Hidrazid (MH) dapat
mempercepat atau menghambat respirasi. Pengaruh senyawa ini sangat
bervariasi menurut jenis jaringan dan waktu penggunaan serta kemudahan
terserap oleh jaringan.
Naftalen asam asetat (NAA) merangsang respirasi buah-buahan yang
dipanen pada tahap pra-klimaterik. Terdapatnya kinetin pada konsentrasi
rendah meningkatkan respirasi buah-buahan. Sedangkan isopropil-nfenilkarbamat
(IPC)
walaupun
pada
konsentrasi
100
ppm
dapat
menghambat respirasi beberapa buah.
f.
Luka (kerusakan fisik)
Tergantung pada jenis buah dan tingkat kerusakan yang dialami
menentukan laju respirasi.
F. Senesen
Pelayuan atau senescene adalah suatu tahapan dalam perkembangan
normal yang selalu terjadi dalam siklus kehidupan sayuran, buah, dan bunga
potong. Secara grafis, kehidupan sayuran, buah, dan bunga potong dapat
diilustrasikan seperti pada Gambar 3.10.
Senesen dapat terjadi setiap saat dalam tahap-tahap siklus kehidupan
tanaman. Misalnya pada tanaman yang masih muda, bila terjadi kerusakan
(luka), maka tanaman tersebut dapat langsung menjadi layu tanpa dapat
mengalami tahapan pematangan terlebih dadulu. Gejala-gejala pelayuan pada
tanaman ditandai dengan mulai menguningnya daun, perontokan daun, buah,
dan
bagian bunga,
pematangan buah, serta pengurangan daya tahan
terhadap penyakit. Gejala-gejala tersebut merupakan manifestasi dari hasil
perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sel. Perubahan-perubahan yang
terjadi tersebut telah diuraikan di atas.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
76
Total Volume
Sel
Perkecambahan
muda
dewasa
pelayuan
Gambar 3.10. skema pertumbuhan dan kehidupan tanaman
1. Faktor Yang Mempercepat Senesen
Terjadinya atau terbentuknya bunga pada tanaman dapat mempercepat
berlangsungnya senesen. Contoh pada kubis, setelah keluar terbentuk
bunga pertumbuhannya menjadi lambat dan kemudian mati. Namun bila
bunganya dipotong, pertumbuhannya akan terus berlangsung sampai
membentuk bunga lagi.
Alasan mengapa terbentuknya bunga dapat mempercepat pelayuan atau
kematian, mungkin disebabkan karena adanya mobilisasi cadangan
makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan biji (buah). Perlu diingat
pula bahwa organ generatif yang sedang aktif tumbuh dan berkembang
merupakan mengguna (sink) yang kuat bagi fotosintat. Cadangan makanan
terbesar adalah dalam bentuk asam amino. Mungkin dengan adanya
mobilisasi asam amino ini dapat menyebabkan terjadinya senesen.
2. Peranan Hormon dalam Proses Senesen
Beberapa hormon atau zat pengatur tumbuh yang berperan mempengaruhi
senesen adalah auksin, etilen, giberellin, asam absisi, dan sitokinin.
Beberapa hormon tumbuh tersebut diketahui dapat menghambat dan
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
77
beberapa juga dapat mempercepat terjadinya senesen pada buah, sayuran
maupun bunga potong. Umumnya senyawa yang dapat mencegah
degradasi protein atau meningkatkan sintesis protein, dapat memperlambat
terjadinya senesen.
Auksin banyak peranannya dalam sintesis etilen. Semakin tinggi kadar
auksin, maka jumlah etilen yang disintesis akan semakin banyak.
Secara langsung auksin tidak menyebabkan senesen, malahan dapat
menghambat terjadinya senesen. Hilangnya auksin dapat menyebabkan
terjadinya senesen. Rontoknya buah dari pohon merupakan gejala
senesen. Dengan menyemprotkan auksin (eksogen) ke pohon, maka
perontokan tersebut akan dihambat. Perlakuan tersebut dikenal sebagai
Stop Drop Spray.
Zat pengatur tumbuh giberellin bekerja secara spesifik pada tanaman. Zat
pengatur tumbuh dapat menghambat terjadinya pematangan dan dapat
menangguhkan terjadinya senesen. Namun demikian tidak semua jenis
tanaman dapat berespon positif terhadap zat pengatur tumbuh ini. Sebagai
contoh, pisang dan tomat dapat dipengaruhi oleh giberellin, sedangkan
apel dan strowberi tidak dapat dipengaruhinya.
Peranan asam absisi dalam senesen belum diketahui dengan jelas. Namun
demikian pemberian asam absisi pada buah panenan akan dapat
mempercepat
sensen.
Pemberian
asam
absisi
pada
jeruk
manis
mengakibatkan perombakan kloropil dan peningkatan sintesis karotenoid.
Zat pengatur tumbuh golongan sitokinin dapat menghambat terjadinya
senesen. Pernyataan ini muncul dari hasil percobaan pemberian sitokinin
pada kubis. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang diberikan, daun kubis
semakin segar yang ditandai dengan semakin tingginya kandungan kloropil
pada daun tersebut.
Jadi, dari ke lima jenis zat pengatur tumbuh di atas, disimpulkan bahwa
etilen dan asam absisi adalah zat pengatur tumbuh yang dapat
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
78
mempercepat terjadinya senesen pada tanaman. Sedangkan zat pengatur
tumbuh seperti auksin, giberellin, dan sitokinin merupakan zat pengatur
tumbuh yang dapat menghambat atau menangguhkan terjadinya senesen.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
79
DAFTAR PUSTAKA
Kader, Adel A., 1985. Postharvest Biology and Technology : An Overview. In
Kader, Adel A ., et.al. (Eds). Postharvest Technology of Horticultural
Crops. Cooperative Extension, University of California, Division of
Agriculture and Natural Resources.
Kader, Adel A., 1993. Postharvest Handling. In Preece, John E. and Read,
Paul E. (Eds). The Biology of Horticulture – An Introductory Textbook.
John Wiley and Son. Inc.
Mattoo, A.K., T. Murata, Er. B. Pantastico, K. Chachin, K. Ogata and C.T.
Phan., 1975. Chemical Changes During Maturation and Ageing. In
Pantastico, Er. B. (Ed). Postharvest Physiology, Handling, and
Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. The Avi
Publishing Company. Inc., Connecticut.
Phan, C.T., Er. B. Pantastico, K. Ogata, and K. Chachin, 1975. Respiration and
Peak of Respiration. In Pantastico, Er. B. (Ed). Postharvest Physiology,
Handling, and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and
Vegetables. The Avi Publishing Company. Inc., Connecticut.
Reid, M.S., 1985. Product Maturation and Maturity Indices. In Kader, Adel A .,
et.al. (Eds). Postharvest Technology of Horticultural Crops.
Cooperative Extension, University of California, Division of Agriculture
and Natural Resources.
Salunkhe, D.K., Bhat, N.R., and Desai, B.B., 1990. Postharvest Biotechnology
of Flowers and Ornamental Plants. Springer-Verlag.
Wills, R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D., Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989.
Postharvest – An Introduction to The Physiology and Handling of
Fruits, and Vegetables. An Avi Book, Van Nostrand Reinhold, New
York.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Download