Evaluasi Hasil Pemeriksaan Pola Hitung Jenis Sel Darah Pekerja

advertisement
M. Yazid, dkk.
ISSN 0216 - 3 1 2 8
1
EVALUASI HASIL PEMERIKSAAN POLA HITUNG JENIS
SEL DARAH PEKERJA RADIASI
M. Yazid, Triyono, Inggih Wigati, Zainul Kamal
Puslitbang Teknologi Maju BATAN
ABSTRAK
EVALUASI HASIL PEMERIKSAAN POLA HITUNG JENIS SEL DARAH PEKERJA RADIASI. Telah
dilakukan pemer iksaan pola hitung jenis sel darah pekerja radiasi dalam rangka evaluasi kondisi kesehatan
pekerja radiasi.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka general check up pekerja radiasi untuk
mengidentifikasi kemungkinan ditemukannya
indikasi pathologis tertentu, sehingga memudahkan
penanganannya lebih lanjut. Pasien yang diperiksa berjumlah 100 orang, yang terdiri dari 50 orang pekerja
radiasi dan selebihnya adalah staf administrasi.. Cuplikan darah diambil dari pembuluh vena mediana
cubiti, preparasi sampel dengan metode sediaan apus (smear), pemulasan dengan metode giemsa dan
pengamatan dilakukan di bawah mikroskop Nikon Lobophot F-35. Dari hasil pemeriksaan dapat
disimpulkan bahwa prevalensi tertinggi penyakit yang dijumpai adalah alergi dan kemungkinan infeksi
parasit maupun infeksi spesifik, namun hal ini masih perlu pemeriksaan parasitologis. Selain itu, tidak
dijumpai adanya penyakit akibat radiasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
ABSTRACT
THE EVALUATION OF THE BLOOD CELL DIFF COUNT OBSERVATION RESULTS FOR THE
RADIATION WORKER. The blood cell diff count observation of the radiation worker has been done in order
to evaluate their health evalution. This research was done as an arrangement of the medical general check up
of the radiation worker in order to observe the specific pathological indicator, so the later treatment ca be
simplified. One hundred patients have been observed 50 persons are the radiation workers and the remained
ares the administration staffs. The blood sample was taken from vena mediana cubiti, sample preparated by
smear method with giemsa staining and the sample was observed under microscope Nikon Lobophot F-35.
From the results can be conluded that the higher prevalence of the desease are allergy and the parasite
infection possibility or the other specific infection. However, for the infection was need the later parasitologic
observation. Besides there is no desease. That exist as direct or indirect radiation effects.
PENDAHULUAN
D
yang sangat spesifik untuk setiap jenis organ
tertentu. (1)
alam menjalankan tugasnya pekerja radiasi
dihadapkan pada resiko efek paparan radiasi
secara langsung maupun tidak langsung,
diantaranya penurunan daya tahan tubuh sehingga
memperbesar kemungkinan untuk terserang
penyakit tertentu. Pemeriksaan kesehatan bagi
pekerja radiasi dilakukan secara periodik, sehingga
diharapkan dapat diketahui sedini mungkin jika
terjadi gangguan kesehatannya.
Kegagalan fungsi darah merupakan salah
satu akibat radiasi dengan dosis penyinaran 250 -500
rad. Limfosit yang merupakan salah satu jenis sel
darah putih dapat dipergunakan sebagai parameter
dosis radiasi yang mengenai seseorang. Dengan
menurunnya sel darah putih akibat radiasi,
konsekwensi terjadinya infeksi akibat kuman yang
masuk tubuh tidak dapat ditolak.(2)
Pengaruh radiasi terhadap tubuh manusia
dapat secara khusus mengenai satu organ tertentu
ataupun dapat mengenai beberapa organ sekaligus,
karena struktur tubuh manusia sangat komplek.
Pada dasarnya beberapa faktor yang mempengaruhi
tanggapan tubuh terhadap radiasi antara lain jenis
radiasi, besarnya dosis dan waktu pajanan di
samping faktor kepekaan organ tubuh itu sendiri
Penerimaan dosis radiasi rendah tetapi
dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan
efek tertunda yang tidak segera terlihat setelah
terjadinya paparan, tetapi beberapa waktu
kemudian. Misalnya : gangguan fungsi reproduksi,
gangguan pada lensa mata, penyusutan umur dan
peningkatan kejadian kanker serta kemungkinan
terjadinya perubahan genetik.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir
P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
2
ISSN 0216 3128
Beberapa kelainan morfologi eritrosit antara
lain anisositosis yang merupakan anomali ukuran,
keadaan ini misalnya dijumpai pada kasus anemia
defisiensi besi dan asam folat, vitamin B12.
Poikilositosis yaitu anomali bentuk sel eritrosit yang
tidak bundar, keadaan ini dijumpai pada orang
dengan hemoglobin patologik dan beberapa jenis
anemia lainnya. Keadaan dimana bagian pucat
(tipis) di tengah sel eritrosit meluas disebut dengan
hipokromi; keadaan ini tidak selalu dibarengi
dengan mikrositosis yaitu mengecilnya diameter
eritrosit. Titik- titik biru yang tersebar di dalam sel
eritrosit disebut dengan titik basofil yang sering
dijumpai pada intoksinasi timbal. Sferoid
mempunyai bentuk bulan sabit, menyerupai eritrosit
tetapi nampak lebih kecil dan padat dibandingkan
dengan eritrosit normal. Selain itu, sering dijumpai
eritrosit yang lebih besar dari yang normal,
ditengahnya terdapat “bacak” yang lebih tua
warnanya. Beberapa variasi sel eritrosit tersebut
sering dijumpai pada kasus anemia patologik. (3)
Dalam keadaan normal, eosinofil ± 0 – 4 atau
2 % dari hitung jenis seluruh leukosit darah.
Eosinofil merupakan sel fagosit yang lemah dan
diproduksi dalam jumlah yang besar pada penderita
infeksi parasit yang akan bermigrasi ke jaringan
yang terkena infeksi tersebut.
Sel ini akan
melekatkan diri pada parasit melalui molekul
permukaan khusus dan melepaskan enzim hidrolitik
dan polipeptida yang dapat membunuh parasit.
Selain itu, sel eosinofil mempunyai kecenderungan
untuk berkumpul dalam jaringan yang mengalami
reaksi alergi. Misalnya peribronchial paru - paru
penderita asma dan dalam kulit setelah mengalami
reaksi alergi.
Sel eosinofil diduga dapat
mendetoksifikasi
pencetus
peradangan,
memfagositose / menghancurkan antibodi alergen.
Sel basofil kebanyakan dijumpai pada
pembuluh kapiler, sel ini melepaskan histamin dan
sedikit brodikinin dan serotonin yang sangat
berperan dalam reaksi alergi. Adapun antibodi yang
menyebabkan reaksi alergi yakni tipe IgE yang
mempunyai kecenderungan melekatkan diri pada sel
basofil, maka jika terdapat antigen spesifik dan
melekat pada antibodi, sel basofil akan menjadi
ruptur dan melepaskan histamin.(4)
Fungsi utama dari sel neutrofil baik stab
maupun segmen adalah fagositosis terhadap sel
bakteri, sehingga apabila dalam anggota tubuh
terdapat peradangan maka sejumlah besar sel
neutrofil akan dilepaskan. Hal ini disebabkan
karena berkembangnya bakteri pada jaringan yang
meradang, maka sel neutrofil melakukan fungsinya
untuk membunuh bakteri tersebut. Dalam beberapa
M. Yazid, dkk.
jam setelah terjadinya peradangan akut, maka di
dalam darah akan terjadi kenaikkan jumlah sel
neutrofil hingga 5 kali lipat dari kondisi normal.(4)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
prevalensi penyakit yang diderita oleh para pekerja
radiasi berdasarkan indikasi hitung jenis sel darah
yang bersangkutan. Disamping itu, diharapkan
dapat diketahui pula ada / tidaknya indikasi
penyakit / kelainan akibat diterimanya pajanan
radiasi baik secara langsung maupun tidak
langsung.
TATA KERJA
Bahan yang diperlukan
1. Sampel darah
2. Metil alkohol
3. Larutan Giemsa
4. Air suling
5. Larutan imersi
6. Spuit injeksi
7. Kapas
8. Plester.
Peralatan yang digunakan
1. Kaca obyek (Object glass)
2. Mikroskop Nikon Lobophot F-35
METODE KERJA
(3)
Pengambilan cuplikan
1. Diambil darah pasien menggunakan spuit
injeksi dari vena mediana cubiti sebanyak 3 mL,
pengambilan sampel darah ini sekaligus
digunakan untuk pemeriksaan kimia darah.
2. Diambil 1 tetes diletakkan di atas kaca objek
untuk selanjutnya dibuat sediaan apus.
Preparasi Cuplikan dan Pengamatan
(3)
a. Pembuatan sediaan dan pemulasan.
1. Diletakkan setetes darah dengan diameter ≤ 2
mm, kira -kira 2 cm dari ujung kaca obyek,
kemudian diletakkan di atas meja dengan tetes
darah berada di sebelah kanan.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir
P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
M. Yazid, dkk.
ISSN 0216 - 3 1 2 8
2. Dengan tangan kanan diletakkan kaca obyek
lain di sebelah kiri tetes darah tadi dan
digerakkan ke kanan hingga mengenai tetes
darah tersebut.
pekerja radiasi sehari- harinya bekerja pada Bagian
Tata Usaha, Unit Pengamanan dan Perpustakaan.
Dari hasil pemeriksaan sel eritrosit ternyata
semuanya masih dalam batas normal, artinya tidak
dijumpai adanya kenaikkan maupun penurunan
jumlahnya secara signifikan. Selain itu, tidak
ditemukan pula kelainan morfologis dari sel eritrosit
tersebut.
3. Setelah tetes darah menyebar pada sisi kaca
penggeser sampai dengan ½ cm dari sudutnya,
maka segera digeserkan ke kiri sambil
dimiringkan dengan sudut 30 – 45 derajat
dengan tanpa menekan kaca penggeser ke
bawah.
Hasil pemeriksaan hitung jenis sel leukosit
selengkapnya disajikan pada Gambar 1 sampai
dengan 6, sedangkan yang dimaksud batas tertinggi
dan terendah pada gambar tersebut adalah suatu
nilai tertinggi/terendah dari kriteria normal dalam
arti pada pasien tidak dijumpai adanya indikasi
patologis maupun kelainan sistemik ditinjau dari
aspek tersebut. Adapun batas normal jumlah sel
eosinofil adalah 1-4 %, basofil 0- 1%, neutrofil muda
(Stab) 2-5 %, segmen 15 – 40 %, limfosit 40 – 70 %
dan monosit 3 – 8 %.
4. Sediaan ini dibiarkan kering dalam temperatur
kamar.
5. Setelah kering, sediaan diletakkan di atas rak
pemulasan dengan lapisan darah di atas.
6. Diteteskan metil alkohol secukupnya sampai
dengan seluruh bagian yang terlapis darah
tertutup dan dibiarkan selama 5 menit.
7. Metil alkohol dituangkan, setelah itu sediaan
apus darah diliputi dengan larutan giemsa dan
dibiarkan selama 20 menit.
9
8. Sediaan dibilas dengan air suling dan
diletakkan vertikal sampai mengering dalam
suhu kamar.
1. Pemeriksaan sediaan apus dimulai sejak sediaan
yang belum dipulas, jika terlihat tidak baik maka
tidak dilanjutkan dengan pemulasan.
8
7
6
Jumlah Eosinofil (%)
b. Pemeriksaan sediaan apus darah
3
5
4
Batas tertinggi
3
2
1
Batas terendah
0
2. Setelah dilakukan pemulasan, diperiksa di
bawah mikroskop Nikon Lobophot F-35 dengan
memakai okuler 10 x dan lensa objektif 10 x
pula.
Perlu diperhatikan kualitas hasil
pemulasan apakah sudah memenuhi syarat
untuk pemeriksaan selanjutnya, apabila tidak
maka diganti sediaan lainnya.
3. Pemeriksaan dilanjutkan dengan objektif imersi
yang meliputi 2 hal yaitu keadaan eritrosit dan
leukosit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan pola hitung sel darah baik
untuk pekerja radiasi maupun non pekerja radiasi
selengkapnya disajikan pada Gambar 1 sampai
dengan 6, untuk masing-masing kelompok
berjumlah 50 orang pasien. Pemilihan pasien
dilakukan secara acak, sedangkan kriteria pekerja
radiasi didasarkan pada pekerjaan sehari- hari yang
bersangkutan di laboratorium, sedangkan non
0
5
10
15
20
25
Pasien
Gambar 1.
30
35
40
45
50
Non Pekerja radiasi
Pekerja radiasi
Distribusi jumlah sel eosinofil di dalam
darah
Pada Gambar 1 disajikan distribusi jumlah sel
eosinofil baik untuk pekerja radiasi maupun non
pekerja radiasi.
Dari Gambar tersebut dapat
diketahui bahwa beberapa orang
mengalami
kenaikkan jumlah sel eosinofil, tetapi tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara
pekerja radiasi maupun non pekerja radiasi. Hal ini
menunjukkan adanya indikasi terjadinya infeksi
parasit ataupun alergi. Dari hasil amamnesa /
pemeriksaan fisik dijumpai beberapa kasus sering
mengalami biduran /urtikaria / gatal- gatal di kulit
dan menderita pilek bila terkena debu maupun udara
dingin.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa
kenaikkan sel eosinofil disebabkan oleh adanya
reaksi alergi. Sedangkan kemungkinan terjadinya
infeksi parasit, masih memerlukan pemeriksaan
parasitologi.
Peningkatan reaksi alergi antara lain dapat
disebabkan karena penurunan daya tahan tubuh
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir
P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
ISSN 0216 3128
4
yang merupakan efek radiasi secara tidak langsung.
Akan tetapi dari Gambar 1 dapat dike tahui bahwa
tidak dijumpai adanya perbedaan yang nyata antara
pekerja radiasi dan non pekerja radiasi, hal ini
menunjukkan bahwa kemungkinan tersebut tidak
terbukti.
Distribusi jumlah sel basofil di dalam darah
baik untuk pekerja radiasi maupun non pekerja
radiasi disajikan pada Gambar 2.
M. Yazid, dkk.
Gambar 3 Distribusi jumlah sel neutrofil muda (Stab) di
dalam darah
Peningkatan jumlah sel neutrofil muda (Stab)
merupakan indikasi terjadinya infeksi akut. Dari
Gambar 3 dapat diketahui bahwa tidak dijumpai
adanya peningkatan jumlah sel ini baik untuk
pekerja radiasi maupun non pekerja radiasi, yang
berarti tidak ada indikasi terjadinya infeksi akut.
Selain itu, hal ini tidak didukung dengan hasil
pemeriksaan sel segmen seperti yang disajikan pada
Gambar 4.
2.5
50
45
2
40
Batas tertinggi
Jumlah Lymfosit (%)
1.5
30
25
20
Batas terendah
15
1
Batas tertinggi
10
5
0.5
0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Pasien
45
50
Non Pekerja radiasi
Pekerja Radiasi
0
0
5
10
15
20
25
30
35
Pasien
40
45
50
Gambar 4.
Non Pekerja radiasi
Pekerja Radiasi
Gambar 2. Distribusi jumlah sel basofil dalam darah
Kenaikkan jumlah sel basofil merupakan
salah satu indikasi terjadinya alergi tertentu bagi
pasien yang bersangkutan. Dari hasil pemeriksaan
sel basofil tersebut ternyata relatif kecil adanya
indikasi tersebut baik untuk pekerja radiasi maupun
non pekerja radiasi, hal ini disebabkan karena sel
basofil akan mudah hancur bila dilekati oleh zat
alergen. Selain itu, sel basofil kebanyakan dijumpai
pada pembuluh darah kapiler, sedangkan
pengambilan sampel darah dalam pemeriksaan ini
diambil dari pembuluh darah vena mediana cubiti.
Distribusi jumlah sel neutr ofil dewasa
(segmen) di dalam darah
Namun dijumpai gejala penurunan jumlah sel
tersebut yang merupakan salah satu indikator
penderita anemia, tetapi untuk menentukan hal ini
masih diperlukan indikator lainnya yaitu jumlah sel
neutrofil dewasa (segmen), sel monosit maupun
limfosit
dan kadar haemoglobin. Sel segmen
merupakan bentuk dewasa dari sel neutrofil, apabila
terjadi infeksi akut yang relatif berat maka bentuk
stab akan menggeser ke bentuk segmen.
Distribusi jumlah sel limfosit di dalam darah
untuk pekerja radiasi maupun non pekerja radiasi
disajikan pada Gambar 5.
100
90
80
70
Jumlah Segmen(%)
Sedangkan distribusi jumlah sel neutrofil
muda (stab) baik untuk pekerja radiasi maupun non
pekerja radiasi disajikan pada Gambar 3.
Batas tertinggi
60
50
40
Batas terendah
30
6
20
10
5
0
0
Batas tertinggi
5
10
15
20
25
Pasien
4
Jumlah Stab (%)
Jumlah Basofill (%)
35
30
35
40
45
50
Non Pekerja radiasi
Pekerja Radiasi
Gambar 5. Distribusi jumlah sel limfosit di dalam darah
3
2
Batas terendah
1
0
0
5
10
15
20
25
Pasien
30
35
40
45
Non Pekerja radiasi
Pekerja Radiasi
50
Limfosit dapat dipakai sebagai indikator
penerimaan dosis radiasi, penerimaan dosis sekecil
apapun akan diikuti dengan penurunan jumlah sel
jenis ini. (2,5) Selain itu, bersama - sama dengan sel
neutrofil dan monosit peningkatan jumlah sel jenis
ini dapat digunakan sebagai indikator penderita
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir
P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
M. Yazid, dkk.
ISSN 0216 - 3 1 2 8
leukemia,
sedangkan
penurunan
merupakan gejala anemia.
jumlahnya
Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa tidak
dijumpai adanya penurunan jumlah sel limfosit baik
bagi pekerja radiasi maupun non pekerja radiasi, hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada indikasi
penerimaan dosis yang berlebih bagi pekerja radiasi.
Seharusnya memang demikian, karena dari
pengawasan daerah kerja dan pantauan penerimaan
dosis yang dilakukan oleh Petugas Proteksi Radiasi
tidak didapatkan data penerimaan dosis radiasi
yang berlebih bagi semua personil.
Pada Gambar 6 disajikan distribusi jumlah sel
monosit bagi pekerja radiasi maupun non pekerja
radiasi.
Peningkatan ataupun penurunan sel
monosit belum mampu untuk digunakan suatu
indikator penyakit tertentu secara sendirian, namun
bersama- sama dengan limfosit dan neutrofil baru
dapat digunakan sebagai indikator leukemia
ataupun anemia.
1. Prevalensi penyakit yang banyak dijumpai
dalam pemeriksaan ini adalah alergi dan
kemungkinan adanya infeksi parasit.
2. Tidak dijumpai adanya indikasi penyakit akibat
efek radiasi baik secara langsung maupun tidak
langsung.
3. Untuk menentukan jenis parasitnya masih
memerlukan pemeriksaan parasitologis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan banyak terima kasih kepada Sdr.
Wihartono dan B. Agus Wibowo serta semua staf
Kesehatan dan Kedaruratan Nuklir yang telah
banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
WIHARTO,K & ISMONO, A., Pemeriksaan
Kesehatan
Pekerja
Radiasi,
Lokakarya
Penanggulangan Kedaruratan Nuklir DEPKES BATAN, Ciloto 1 - 3 Maret (1990)
2.
GOLLNICK, D.A., Basic Radiation Protection
Technology, Pacific Radiatio Corp., California
USA, (1986)
3.
SUBRATA,G., Penuntun Laboratorium Klinik,
Dian Rakyat, Jakarta, (1985).
4.
GUYTON & HALL., Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Jakarta, (1997)
5.
SHIQUAN. S., Risk Assessment of Radiation
Exposure, Biological aspects of Radiation
Protection, China Institute for Radiation
Protection, (1991)
10
9
8
Batas tertinggi
Jumlah Monositt (%)
7
6
5
4
5
Batas terendah
3
2
1
0
0
5
10
15
20
25
Pasien
30
35
40
45
50
Non Pekerja radiasi
Pekerja Radiasi
Gambar 6.
Distribusi jumlah sel monosit di dalam
darah
Dari Gambar 3 dan Gambar 6 dapat diketahui
bahwa tidak ada peningkatan jumlah sel neutrofil
muda (stab) maupun sel monosit, sedangkan dari
Gambar 4 dan 5 menunjukkan adanya sed ikit
peningkatan jumlah sel neutrofil dewasa (segmen)
maupun limfosit; hal ini menunjukkan adanya
kecurigaan terjadinya infeksi kronis spesifik
(misalnya TBC).
TANYA JAWAB
Sedangkan dari Gambar 3 dan 6 dapat
diketahui bahwa terlihat gejala penurunan jumlah
sel neutrofil muda (stab) dan monosit tetapi tidak
diikuti dengan penurunan jumlah sel segmen dan
limfosit seperti yang disajikan pada Gambar 4 dan 5.
Hal ini menunjukkan tidak adanya pansitopenia
yaitu anemia yang diikuti dengan penurunan
leukosit maupun eritrosit.
KESIMPULAN
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir
P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
6
ISSN 0216 3128
M. Yazid, dkk.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir
P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
Download