DIAGNOSIS MASALAH PEMBELAJARAN

advertisement
ISSN 0215 - 8250
375
PROFIL MASALAH GURU SEKOLAH DASAR SE-KECAMATAN
BULELENG DALAM MELAKSANAKAN PROSES
PEMBELAJARAN
oleh
Ni Nyoman Padmadewi
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah yang
dialami oleh guru Sekolah Dasar dalam melaksanakan pembelajaran.
Penelitian ini merupakan sebuah survey yang dilakukan terhadap sejumlah
guru SD yang ada di Kecamatan Buleleng. Guru yang dipilih sebagai
subjek penelitian adalah mereka yang mengajar di tiap-tiap tingkat dan
mewakili tiap-tiap bidang studi untuk kelas IV ke atas. Jumlah keseluruhan
guru yang dilibatkan sebagai subjek penelitian adalah 22 orang. Data
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan ditindaklanjuti dengan
diskusi terfokus dan terarah (focused group discussion). Masalah-masalah
pembelajaran yang ditemukan, kemudian diklasifikasikan untuk dibuat
profilnya. Hasil analisis data menunjukkan bahwa masalah yang dialami
oleh guru ada pada tataran mikro, meso maupun pada tataran makro.
Kata kunci : masalah, mikro, meso, makro
ABSTRACT
This research aimed at investigating problems faced by Elementary
School (ES) teachers in their teaching and learning process. The design of
the research was in the form of a survey whose subjects consisted of ES
teachers in Buleleng sub-district. The teachers selected to be the subjects
were those who taught in all levels and representing each subject matter for
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
376
class IV –VI. The data were collected by using questionnaire and then
followed by focused group discussions. The problems found were then
classified in order to make their profiles. The results of the analysis showed
that the problems faced by the teachers occurred in the micro, meso and
macro level.
Key words : problems, micro, meso, macro
1. Pendahuluan
Pada zaman globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan sudah tidak terbendung lagi. Perkembangan ipteks
mempengaruhi kehidupan manusia sehingga menuntut adanya peningkatan
kualitas sumberdaya manusia sebagai bagian yang terintegrasi dari
perkembangan ipteks itu sendiri. Perkembangan ipteks banyak diawali dari
bangku sekolah. Oleh sebab itu, guru sebagai agen pembelajaran di dalam
kelas dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas pembelajarannya.
Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan konskuensi logis dari
perkembangan ipteks yang sangat pesat. Perkembangan ipteks
mengharuskan penyesuaian dan peningkatan proses secara berlanjut dan
terus menerus. Hal ini diikuti dengan perlunya mengadakan pemutahiran
strategi dan konsep-konsep pembelajaran untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran itu sendiri.
Upaya peningkatan kualitas pembelajaran hendaknya dilakukan
dengan paradigma pemikiran RAI : research-action-improvement, yang
bersifat bottom-up, realistic-pragmatic yang diawali dengan diagnosis
masalah secara nyata yang diakhiri dengan sebuah perbaikan
(improvement). Upaya perbaikan kualitas pembejaran demikian menuntut
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
377
adanya inisiatif dan keinginan dari dalam diri untuk mau melakukan
perbaikan (Tantra, 2005).
Prosedur diagnosis masalah bisa dilakukan dengan menganalisis
situasi kini yang sedang terjadi (present situation analysis). Ada tiga
sumber informasi yang diperoleh dari analisis situasi, yaitu (1) guru; (2)
kepala sekolah/kepala UPP; dan (3) proses belajar mengajar itu sendiri.
Berangkat dari ketiga sumber ini, informasi dari ketiga sumber tersebut
akan dikumpulkan dan dipakai dasar untuk mencari dan menentukan
pemecahan masalahnya (Rindjin, Sarna, Padmadewi, 2006).
Diagnosis masalah pembelajaran merupakan langkah awal yang
dipakai sebagai dasar untuk menentukan upaya pemecahan masalah yang
akan diambil agar pemecahan yang diambil tepat sasaran. Hal ini sangat
penting bagi guru dalam usahanya untuk mencari solusi terhadap masalah
yang sedang dihadapi.
Menyadari pentingnya informasi tentang masalah yang dialami guru,
maka penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan profil masalah yang
dialami oleh guru SD dalam melaksanakan pembelajaran. Hasil penelitian
ini akan bermanfaat bagi guru sendiri maupun pihak terkait lainnya untuk
mengetahui masalah riil yang dialami oleh guru. Dengan diketahuinya
masalah yang mereka alami, maka diharapkan strategi pemecahan masalah
akan lebih mudah untuk ditentukan sehingga pada akhirnya kualitas
pembelajaran akan bisa ditingkatkan.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah survey yang dilakukan terhadap
sejumlah guru SD yang ada di Kecamatan Buleleng. Guru yang dipilih
sebagai subjek penelitian adalah mereka yang mengajar di tiap-tiap tingkat
dan mewakili tiap-tiap bidang studi untuk kelas IV ke atas. Jumlah
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
378
keseluruhan guru yang dilibatkan sebagai subjek penelitian adalah 22 orang.
Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan ditindaklanjuti
dengan diskusi terfokus dan terarah (focused group discussion). Masalahmasalah pembelajaran yang ditemukan, kemudian diklasifikasikan untuk
dibuat profilnya.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat dinyatakan bahwa
masalah yang dialami oleh guru bisa diklasifikasikan berdasarkan
tingkatannya sehingga ada masalah pada tataran makro, meso, dan masalah
pada tataran mikro. Masalah yang tercantum dalam tabel 01 berikut adalah
berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara dengan guru. Profil masalah
dibuat berdasarkan paradigma CIPP (Context, Input, Process dan Product).
Ringkasan mengenai masalah yang dialami oleh guru dapat dinyatakan
dalam tabel 01 berikut.
Tabel 01: Profil Masalah yang Dialami oleh Guru
Sumber
Tingkatan
Makro
Konteks
a. Perkembangan media hiburan
yang kurang terkendali, seperti
acara TV, play station dan
sebagainya.
b. Buku penunjang masih banyak
mengandung miskonsepsi,
terutama buku matematika dan
sain
c. Media untuk mengatasi
miskonsepsi sangat kurang.
d. Tayangan di media masa (seperti
film sejarah) sering
membingungkan anak
e. Sistem guru kelas, sehingga guru
harus menyiapkan banyak
rancangan pembelajaran
f. Pelatihan sangat jarang
g. Pelatihan yang diberikan tidak
efektif
h. Sistem pelatihan perlu
disempurnakan (mestinya disertai
dengan aplikasi di lapangan
Input
a.
b.
c.
d.
e.
Standar kualitas
guru yang
ditetapkan belum
tercapai
Kualifikasi guru
tidak sesuai dengan
bidang ajarnya
Bbeban guru SD
(guru kelas) berat
Sistem wajib belajar
yang harus
menerima setiap
siswa yang
mendaftar
Ketidakseimbangan
antara jumlah siswa
yang diterima dan
jumlah guru/fasilitas
Proses
a.
b.
c.
d.
e.
Sebagian besar guru
belum mampu
mengakomodasi
Kurikulum sesuai
dengan kemampuan
siswa
Buku penunjang
belum relevan
dengan kurikulum
(dan guru belum
mampu menyusun
buku ajar sendiri)
Di beberapa sekolah
buku penunjang
sangat terbatas
Produk
Standar
kompetensi
lulusan belum
sepenuhnya
tercapai
Dana penunjang
kurang
Jumlah dan kondisi
ruang belajar
kurang memadai
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
Sumber
Tingkatan
Meso
Mikro
379
Konteks
sebagai follow-up)
i. Tidak ada staf ahli di tingkat
UPP
j. Sistem disiminasi tentang hasil
pelatihan oleh guru kurang
efektif
k. Buku sumber sangat terbatas
l. Buku sumber yang tersedia tidak
relevan dengan kurikulum
a. Jarak rumah dan sekolah jauh
b. Keadaan ekonomi orang tua
kurang
c. Perhatian orang tua kurang
d. Waktu belajar anak kurang karena
masih harus membantu orang tua
e. Komunikasi sehari-hari lebih
banyak menggunakan bahasa
daerah sehingga menghambat
pemahaman siswa tentang buku
yang sebagian besar berbahasa
Indonesia
f. Kemampuan untuk menyediakan
materi pembelajaran sendiri
masih terbatas
g. Kondisi anak didik di berbagai
aspek amat beragam
a.
b.
c.
d.
Waktu guru terbatas karena
harus melakoni kehidupan
bermasyarakat
Siswa di kelas terlalu banyak
fasilitas penunjang belajar
kurang karena sosek orang tua
siswa kurang dan kadangkadang buku2 di sekolah tidak
boleh dibawa pulang
Perhatian orang tua terhadap
dunia pendidikan renda
Memanfaatkan anak untuk
membantu orang tua bekerja
mencari nafkah
Input
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
a.
e.
f.
Kesulitan guru
menyesuaikan diri
dengan kemajuan
teknologi
pembelajaran
Terjadi kesenjangan
dalam pemanfaatan
kemajuan teknologi
di masyarakat
dengan di sekolah
Kadang-kadang
terjadi bahwa umur
anak tidak sesuai
dengan umur usia
sekolah
Pemahaman guru
tentang life skill
belum optimal
Kemampuan awal
anak sangat beragam
Kemampuan
berkomunikasi anak
SD dan SMP (kelas
1) dalam berbahasa
Indonesia masih
kurang
Motivasi belajar
siswa dan rasa ingin
tahu siswa kurang
Rasa percaya diri dan
rasa tanggungjawab
siswa masih perlu
mendapat pembinaan
Guru belum mampu
membedakan dengan
jelas aspek kognitif,
afektif dan
psikomotor dalam
melakukan penilaian
Guru masih
menemui kendala
(kesulitan referensi,
waktu, kemampuan)
untuk mengupgrade
kemampuan agar
sesuai tuntutan
kurikulum
Guru masih sulit
menyelaraskan
tuntutan kurikulum
Proses
a.
b.
c.
Komunikasi antar
guru dengan siswa
kurang efektif
karena kemampuan
berbahasa Indonesia
kurang
Komunikasi guru
dengan orang tua
siswa masih sering
sulit dilakukan
Komunikasi antara
siswa dengan
orangtuanya
terbatas (karena
kesibukan orang
tua)
a. Kesulitan dalam
merencanakan proses
pembelajaran
(mengaitkan SK,KD,
Indikator dan
Asesmen)
b. Kurang terampil
dalam mengelola
kelas yang heterogen
dan besar
c. Kurang memahami
cara menyusun dan
melaksanakan
asesmen yang
meliputi semua
aspek/domain
d. Pembelajaran remidi
dan pengayaan sulit
dilakukan (karena
keterbatasan waktu)
e. Guru masih sulit
mengakomodasi
perbedaan siswa
secara individu
f. Di beberapa sekolah
guru lebih sering
memberikan tugas
secara individu
belum banyak
memberikan kerja
kelompok
g. Motivasi belajar
Produk
Kecakapan
hidup yang
dituntut
kurikulum
belum
sepenuhnya
bisa dicapai
a.
Prosentase
lulusan
yang
memenuhi
standar
kompetens
i masih
belum
memadai
b. Sikap
mandiri
dan rasa
tanggung
jawab
siswa
belum
optimal
c. Sikap
percaya
diri siswa
belum
optimal
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
Sumber
Tingkatan
Konteks
380
Input
Proses
dengan kondisi anak
didik
g. Guru masih sulit
membedakan
pendekatan, teknik,
metode, dan strategi
h. Pemahaman berbagai
model pembelajaran
masih kurang
siswa masih belum
memadai
h. Kreativitas siswa
dalam belajar belum
optimal
i. Respon siswa
terhadap tugas-tugas
pembelajaran yang
dibebankan guru
amat beragam
Produk
Tabel 01 di atas menunjukkan bahwa masalah yang dialami oleh
guru ada pada tataran makro, meso maupun pada tataran mikro. Masalah
pada tataran makro, agak sulit untuk ditangani oleh guru secara langsung.
Hal ini harus ditangani secara bersama-sama dengan pihak terkait baik itu
atasan guru (kepala sekolah) maupun pihak dinas pendidikan dan pihak
komite sekolah. Demikian juga halnya dengan masalah pada tataran meso.
Masalah-masalah pada kategori ini juga memerlukan bantuan pihak luar
seperti masyarakat/orang tua siswa.
Masalah pada tataran mikro adalah masalah yang dialami guru
secara langsung pada saat melaksanakan pembelajaran di dalam kelas.
Kalau memperhatikan ringkasan tabel di atas, tampak bahwa masalah yang
dialami oleh guru cukup kompleks karena masalah guru terjadi pada semua
tahapan pembelajaran, yaitu ada pada tahapan perencanaan, pelaksanaan
proses pembelajaran maupun dalam tahap melakukan evaluasi.
Pada tahapan perencanaan, guru mengakui bahwa mereka
mengalami masalah dalam mengaitkan standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator, dan asesmen. Di samping itu, berdasarkan hasil wawancara
penulis dengan beberapa guru, mereka juga belum bisa membedakan
beberapa istilah khusus yang digunakan dalam penulisan RP (Rencana
Pembelajaran), seperti halnya membedakan istilah standar kompetensi (SK)
dan kompetensi dasar (KD). Demikian juga halnya dengan istilah asesmen.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
381
Para guru belum bisa membedakan kata asesmen dan tes, sehingga mereka
merasa belum yakin, apakah informasi yang ditulis dalam RP berkenaan
dengan istilah-istilah tersebut sudah tepat atau belum. Hal ini sebenarnya
merupakan masalah yang mendasar yang melandasi tahapan pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru berikutnya.
Memperhatikan masalah riil yang dialami oleh guru, dapat
dibayangkan bahwa masalah yang dialami oleh guru sungguh sangat
prinsip dan mendasar karena perencanaan merupakan awal suksesnya
proses pembelajaran. Clark dan Lampert (1986 dalam Arend, 2001)
menyatakan bahwa perencanaan guru adalah faktor penentu terhadap apa
yang akan diajarkan oleh guru. Oleh sebab itu kalau perencanaan yang
dibuat guru belum benar maka sulit mengharapkan bahwa pembelajaran
akan membuahkan hasil yang maksimal.
Pada tahapan pelaksanaan, guru menyadari bahwa mereka banyak
mengalami masalah terutama dalam mengelola kelas untuk jumlah siswa
yang banyak dan menghadapi siswa yang heterogen. Guru juga mengakui
bahwa mereka kurang kreatif sehingga banyak di antara mereka kurang
terampil untuk mengatur strategi pembelajaran secara berkelompok, serta
merasa tidak memahami berbagai strategi pembelajaran yang inovatif yang
bisa digunakan untuk memvariasikan strategi pembelajaran di dalam kelas.
Ketika mereka ditanya lebih lanjut sehubungan dengan usaha apa yang
telah mereka lakukan dengan kenyataan tersebut, mereka mengatakan
bahwa mereka mengajar secara klasikal, lebih banyak menterjemahkan
secara langsung kalau siswa tidak bisa memahami kata-kata yang mereka
anggap sulit dan menyuruh siswa untuk mengisi lembar kerja siswa (LKS)
yang dimiliki oleh siswa. Masalah ini juga disebabkan oleh minimnya
fasilitas yang berupa alat peraga yang bisa mereka gunakan untuk
menunjang pembelajaran di dalam kelas.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
382
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru dapat
disimpulkan bahwa kurangnya alat peraga yang bisa digunakan di dalam
kelas adalah karena minimnya pengetahuan mereka tentang strategi
pembelajaran sehingga mereka tidak tahu media apa yang harus mereka
gunakan dalam menjelaskan suatu konsep atau saat membaca maupun saat
siswa melakukan aktivitas lain. Di samping itu mereka sangat kurang
kreatif untuk bisa memanfaatkan barang-barang sekitar mereka sebagai alat
bantu mengajar.
Memperhatikan hasil analisis terhadap data hasil kuesioner dan
wawancara dapat dinyatakan bahwa guru memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang amat rendah dalam hal mengelola kelas. Hal ini
tercermin dari ketergantungan guru yang terlalu banyak terhadap lembar
kerja siswa (LKS) yang dibawa siswa, dan guru seolah-olah kurang
kreativitas untuk mampu keluar dari ketergantungan yang pasif.
Sesungguhnya pekerjaan terbesar guru adalah mengembangkan masyarakat
belajar yang demokratis, yaitu semua siswa dinilai, dihargai dan dimotivasi
untuk saling bekerjasama (Arend, 2001 : 156). Oleh sebab itu, seorang guru
yang terampil akan mampu untuk menciptakan hubungan otentik dengan
siswa mereka dan mengembangkan apa yang dikenal dengan ‘ethic of care’
dan keterampilan mengelola kelas memerlukan keterampilan ini. Kalau
kemudian ditemukan bahwa guru tidak mampu untuk mengelola kelasnya
dengan baik, bisa dibayangkan bahwa suasana kelas akan sangat kering,
monoton, dan menjemukan. Di samping itu guru akan mengalami kesulitan
untuk mengembangkan dan memaksimalkan proses pembelajaran yang
bervariasi dan mampu untuk mengakomodasikan keberagaman kemampuan
siswa sesuai dengan filosofi pempelajaran yang berasaskan multiple
intelligence. Hal ini tentu memerlukan perhatian yang serius dari pihak
terkait agar kualitas proses pembelajaran bisa ditingkatkan.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
383
Masalah lain yang juga dirasakan guru adalah dalam melakukan
asesmen. Guru menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui berbagai
teknik dan bentuk asesmen yang bisa dipakai oleh guru di dalam kelas.
Demikian juga halnya dengan cara/teknik asesmen yang dipakai untuk
mengukur semua domain (kognitif, psikomotor maupun afektif). Ketika
ditanya jenis tes apa yang biasanya digunakan oleh guru dalam
pembelajaran, mereka menyebutkan beberapa jenis tes yang semuanya
merupakan ‘recognition test’ yang hanya menilai kemampuan pasif siswa.
Padahal jenis tes yang semestinya lebih banyak digunakan dalam kaitannya
pembelajaran berbasis kompetensi adalah asesmen otentik (O’Malley dan
Pierce, 1996). Kalau paradigma dan konsep asesmen otentik belum
dipahami dan dikuasai oleh guru, maka dapat dibayangkan bahwa guru
belum sepenuhnya mampu mengases siswa mereka sesuai dengan harapan
kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Sebagai akibatnya, dapat diprediksi,
guru akan kembali melaksanakan sistem penilaian yang behavioristik dan
hanya menekankan penilaian pada aspek kognitif yang dangkal.
Terlepas dari masalah-masalah yang dialami oleh guru, ada hal
positif yang dirasakan peneliti saat interviu dengan para guru yaitu adanya
kesadaran bahwa mereka merasa dan menyadari bahwa pengetahuan
mereka sangat minim dalam hal asesmen, sehingga mereka menyarankan
dan momohon kepada pihak terkait agar pengetahuan mereka di bidang ini
ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan. Hal ini perlu disambut baik
karena dengan adanya kesadaran ini, akan memudahkan pihak terkait untuk
memberikan pembaharuan-pembaharuan.
Menyadari masalah yang dialami oleh guru seperti dinyatakan di
atas, tidak mengherankan kalau implementasi kurikulum berbasis
kompetensi menimbulkan kebingungan dan sulit untuk memperbaiki
keadaan atau permasalahan yang dialami oleh guru sebelum kurikulum
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
384
berbasis kompetensi diperkenalkan. Dengan kata lain dapat dinyatakan
bahwa harapan pemerintah agar guru mengimplementasikan kurikulum
berbasis kompetensi sepertinya jauh dari kenyataan. Padahal, harapan
pemerintah dan harapan kita semua, KBK dapat membawa guru pada
perbaikan kualitas mutu pembelajaran.
Demikian masalah-masalah yang dirasakan oleh guru yang
sesungguhnya sangat kompleks dan memerlukan perhatian dan upaya
tindak lanjut yang serius. Dengan masalah yang mereka alami dan
ungkapkan seperti itu, maka dikhuatirkan standar kompetensi lulusan tidak
akan tercapai secara optimal.
4. Penutup
Diagnosis masalah pembelajaran merupakan langkah yang sangat
penting dalam peningkatan kualitas guru. Dengan teridentifikasinya
masalah pembelajaran yang dialami oleh guru, maka usaha untuk mencari
pemecahan masalah akan menjadi lebih mudah.
Penelitian ini masih merupakan penelitian pendahuluan. Oleh sebab
itu penelitian lebih lanjut dengan variabel yang lebih banyak dan subjek
penelitian yang lebih representatif sangat diperlukan di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard I. 2001. Learning to Teach. Fifth Editin. New York :
McGraw-Hill Book Co.
Rindjin, Sarna, Padmadewi. 2006. Diagnosis Masalah Pembelajaran.
Makalah disampaikan dalam Focused Group Discussion antar
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
385
Guru-Guru SD, SMP se- Kabupaten Buleleng tanggal 21 Oktober
2006.
Tantra, Dewa Komang. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah
disampaikan dalam Workshop Menumbuhkan Komitmen Guru dan
Pegawai SMA Negeri 4 Denpasar tanggal 3 Januari 2005 di
Candikuning Tabanan).
O’Malley, Michael J; Pierce, Lorraine Valdez.1996. Authentic Assessment
for English Language Learners. A Practical Approach for Teachers.
United States of America : Addison-Wesley Publishing Company.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
Download