BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Proverawati & Ismawati, 2010). Dahulu neonatus dengan berat badan kurang dari 2.500 gram atau sama dengan 2.500 gram disebut prematur. Pembagian menurut berat badan ini sangat mudah tetapi tidak memuaskan. Sehingga lambat laun diketahui bahwa tingkat morbiditas dan mortalitas pada neonatus tidak hanya bergantung pada berat badan saja, tetapi juga pada tingkat maturitas bayi itu sendiri. Pada tahun 1961 oleh WHO menetapkan bahwa semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants (LBWI atau dalam bahasa Indonesia BBLR). Pada tahun 1970, kongres European Perinatal Medicine II yang diadakan di London juga mengusulkan definisi untuk mendapatkan keseragaman batasan tentang maturitas bayi lahir, yaitu sebagai berikut (Proverawati & Ismawati, 2010) : a. Bayi kurang bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari). 5 6 b. Bayi cukup bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari). c. Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih). Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur), disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Dismaturitas artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi BBLR, yaitu (Proverawati & Ismawati, 2010) : I. Menurut harapan hidupnya : a. Bayi berat lahir rendah (BBLR), yaitu berat lahir 15002500 gram. b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu berat lahir 1000-1500 gram. c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER), yaitu berat lahir kurang dari 1000 gram. II. Menurut masa gestasinya : a. Prematuritas murni, yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa disebut 7 neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK). b. Dismaturitas, yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (KMK). Berdasarkan jurnal penelitian kesehatan di Tanzania (2008) menyatakan bahwa di seluruh dunia, sekitar 16% kelahiran hidup, 20 juta bayi diantaranya lahir dengan berat kurang dari 2500 gram dan 90% di antara mereka lahir di negara berkembang. Prevalensi berat lahir rendah (BBLR) bervariasi diantara wilayah geografis. Asia Selatan tengah memimpin dengan prevalensi 31.1% sementara Asia secara keseluruhan memiliki prevalensi 19.7%. Prevalensi BBLR di Amerika Utara dan Eropa masing-masing adalah 6,8% dan 6,5%. Di Amerika Latin persentase bayi BBLR adalah 10,1% sedangkan di Afrika diperkirakan 14 % . Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-3,8% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2500 gram (WHO, 2007). 8 BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan (WHO, 2004). Dewasa ini angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKB di Indonesia yaitu 34 per 1.000 kelahiran hidup (BPS, 2011). Angka kematian bayi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah sebesar 10,34 per 1000 kelahiran (Dinkes Jateng, 2011). Penyebab langsung kematian bayi adalah Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan kekurangan oksigen (asfiksia) (Depkes, 2010). Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%30%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia), angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (Depkes, 2010). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah jumlah berat bayi lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 21,184 (3,73%) meningkat apabila dibandingkan tahun 2010 yang sebanyak 15.631 (2,69%). 9 Risiko permasalahan yang sering terjadi pada bayi BBLR (Proverawati & Ismawati, 2010) : 1. Gangguan metabolik Terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang. Asupan glukosa yang kurang, berakibat sel-sel syaraf di otak mati dan mempengaruhi kecerdasan bayi kelak. Hiperglikemia sering merupakan masalah pada bayi yang sangat amat prematur yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara intravena tetapi mungkin juga terjadi pada bayi BBLR lainnya. Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. 2. Gangguan imunitas Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena sistem kekebalan tubuh bayi BBLR belum matang. Bayi juga dapat terkena infeksi saat jalan lahir atau tertular infeksi ibu melalui plasenta. 3. Gangguan pernafasan Sindroma gangguan pernafasan pada bayi BBLR adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru. Bayi BBLR dapat 10 mengalami gangguan pernafasan oleh karena bayi menelan air ketuban sehingga masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengganggu pernafasannya. Ini tidak hanya dialami bayi BBLR saja, tetapi juga bayi cukup bulan. Khusus bayi prematur, umumnya gangguan pernafasannya berkaitan dengan organ paru-paru yang belum matang. 4. Gangguan sistem peredaran darah Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah abnormal atau menurun. Sebagai tindakan pencegahan terhadap perdarahan otak dan saluran cerna pada bayi, dapat diberikan injeksi vitamin K yang penting untuk mempertahankan mekanisme pembekuan darah normal. 5. Gangguan cairan dan elektrolit Kerja ginjal masih belum matang, menyebabkan kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna. Saluran pencernaan bayi BBLR belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah. Aktivitas otot pencernaan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung berkurang. 11 Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi BBLR antara lain sebagai berikut (Proverawati & Ismawati, 2010) : 1. Gangguan perkembangan dan pertumbuhan Pada bayi BBLR, pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat berkaitan dengan maturitas otak. 2. Gangguan bicara dan komunikasi Penelitian longitudinal menunjukkan perbedaan kecepatan bicara yang menarik antara BBLR dan berat lahir normal (BLN). Pada bayi BBLR kemampuan bicaranya akan terlambat dibandingkan BLN sampai usia 6,5 tahun. 3. Gangguan neurologi dan kognisi Gejala neurologis yang paling sering dilaporkan adalah Cerebral Palsy. Makin kecil usia kehamilan bayi makin tinggi resikonya. Gejala neurologi lain adalah retardasi mental, MMR (motor, metal retardasi) dan kelainan EEG (dengan atau tanpa epilepsi). Gangguan selama periode perinatal akan meningkatkan resiko neurologis. Untuk usia kehamilan tua BBLSR (sehat) tetap beresiko untuk gangguan belajar dan gangguan perilaku. 4. Gangguan belajar/masalah pendidikan Sulit menilai untuk negara berkembang karena faktor kemiskinan juga berperan pada kinerja sekolah. Suatu penelitian longitudinal di Negara maju menunjukkan bahwa lebih banyak anak BBLR dimasukkan ke sekolah khusus. 12 5. Gangguan atensi dan hiperaktif Dikenal sebagai Minimal Brain Disorders yang merupakan gangguan neurologi. Penelitian menunjukkan bahwa gangguan ini lebih banyak dengan berat lahir < 2041 gram. Sering disertai dengan gejala ringan dan perubahan perilaku. Paling sering disertai gangguan disfungsi intregasi sensori. Menurut Proverawati & Ismawati (2010) penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun, penyebab terbanyak terjadinya bayi BBLR adalah kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan semakin besar resiko jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi. Berikut ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara umum (Proverawati & Ismawati, 2010) yaitu sebagai berikut : 1. Faktor Ibu a. Penyakit : Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia sel berat, preeklampsi perdarahan berat, antepartum, eklampsia, hipertensi, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung kemih, dan ginjal), 13 Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual (PMS), penyakit tipoid, hepatitis, ISPA, bronkitis, atau TBC. b. Ibu : Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Jarak kehamilan yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun). c. Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya. Keadaan sosial ekonomi : Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat. d. Keadaan gizi yang kurang baik. Pengawasan antenatal yang kurang. Sebab lain : Ibu perokok, ibu peminum alkohol, ibu pecandu obat narkotik. 2. Faktor janin : a. Kelainan kromosom. b. Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan). 14 c. Disautonomia familial. d. Radiasi. e. Kehamilan ganda/kembar (gemeli). f. Aplasia pancreas. 3. Faktor plasenta : a. Berat plasenta berkurang atau berongga atau keduanya (hidramnion). b. Luas permukaan berkurang. c. Plasentitis vilus (bakteri, virus, dan parasite). d. Infark. e. Tumor (korioangioma, mola hidatidosa). f. Plasenta yang lepas. g. Sindrom plasenta yang lepas. h. Sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik). 4. Faktor lingkungan : a. Bertempat tinggal di dataran yang tinggi. b. Terkena radiasi. c. Terpapar zat beracun. 15 Berdasarkan tipe BBLR, penyebab terjadinya bayi BBLR dapat digolongkan menjadi sebagai berikut (Proverawati & Ismawati, 2010) : 1. BBLR tipe KMK (Kecil untuk Masa Kehamilan), disebabkan oleh : a. Ibu hamil yang kekurangan nutrisi. b. Ibu memiliki hipertensi, preeklampsia atau anemia. c. Kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu. d. Malaria kronik, penyakit kronik. e. Ibu hamil merokok. 2. BBLR tipe prematur disebabkan oleh : a. Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar. b. Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya. c. Cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan berat bayi dalam rahim). d. Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage). e. Ibu hamil yang sedang sakit. f. Kebanyakan tidak diketahui penyebabnya. 16 2.2 Faktor-Faktor Ibu yang Mempengaruhi Terjadinya BBLR 1. Status gizi ibu hamil Status gizi sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil, salah satu caranya dengan memantau pertambahan berat badan selama hamil. Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan umur kehamilan. Berat badan ibu yang kurang akan beresiko melahirkan bayi dengan berat badan kurang atau Berat Bayi Lahir Rendah (Waryana, 2010). Berikut kenaikan berat badan normal bagi wanita hamil tiap trimester (Waryana, 2010): a) Trimester I (0-12 minggu) : kenaikan berat badan sebesar 0,7 – 1,4 kg. b) Trimester II (sampai usia 28 minggu) : kenaikan berat badan sebesar 6,7 – 7,4 kg. c) Trimester III (sampai usia 40 minggu) : kenaikan berat badan sebesar 12,7 – 13,4 kg. 17 Menurut Romauli (2011) proporsi kenaikan berat badan selama hamil adalah sebagai berikut : a) Kenaikan berat badan trimester I lebih kurang 1 kg, karena berat badan ini hampir seluruhnya merupakan kenaikan berat badan ibu. b) Kenaikan berat badan trimester II adalah 3 kg atau 0,3kg/minggu. Sebesar 60% kenaikan berat badan ini dikarenakan pertumbuhan jaringan pada ibu. c) Kenaikan berat badan trimester III adalah 6 kg atau 0,30,5kg/ minggu. Sebesar 60% kenaikan berat badan ini karena pertumbuhan jaringan janin. Pengaruh gizi terhadap kehamilan sangat penting. Berat badan ibu hamil. Pada wanita hamil dengan gizi buruk, perlu mendapat gizi yang adekuat baik jumlah maupun susunan menu atas kualitasnya serta mendapat akses pendidikan kesehatan tentang gizi. Karena adanya malnutrisi pada ibu hamil, menyebabkan volume darah menjadi berkurang, aliran darah ke uterus dan plasenta berkurang, ukuran plasenta berkurang dan transfer nutrient melalui plasenta berkurang sehingga janin tumbuh lambat atau terganggu. Ibu hamil dengan kekurangan gizi cenderung melahirkan prematur atau BBLR (Romauli, 2011). Ada beberapa cara lain untuk mengetahui status gizi ibu hamil, yaitu dengan mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA) dan 18 mengukur kadar Hemoglobin (Hb). Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronik (KEK). Di Indonesia batas ambang LILA resiko KEK adalah 23,5 cm, hal ini berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Pengukuran kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemia gizi. Ibu hamil akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III (Waryana, 2010). 2. Status Ekonomi Status ekonomi dinyatakan dengan pendapatan keluarga. Pendapatan memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap kejadian BBLR. Keluarga dengan pendapatan tinggi akan mampu memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Sebaliknya keluarga dengan pendapatan rendah akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi. Pada ibu hamil, kekurangan nutrisi sangat berpengaruh pada kondisi janin yang dikandung. Ekonomi seseorang mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari-hari. seorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar sekali gizi yang dibutuhkan tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi ibu semakin terpantau. Ibu hamil dengan kekurangan zat gizi yang penting bagi tubuh akan 19 menyebabkan anak lahir dengan berat badan rendah (Proverawati & Asfuah, 2009). 3. Usia Ibu Usia reproduktif yang optimal bagi seorang ibu adalah 20- 35 tahun (Bartini, 2012). Pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental ibu sudah matang dan mampu merawat bayi dan dirinya. Pada usia kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi (rahim, vagina, payudara) belum matang dan belum siap untuk menerima kehamilan. Pada usia di atas 35 tahun, fungsi-fungsi organ repoduksi mulai menurun, sehingga tidak bagus untuk menjalani kehamilan (Bartini, 2012). Menurut Prawirahardjo (2008) salah satu efek dari proses degeneratif (penurunan fungsi organ) adalah sklerosis (penyempitan) pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata dan maksimal sehingga dapat mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke janin dan membuat gangguan pertumbuhan janin dalam rahim. 4. Pengawasan ANC (Antenatal Care) Perawatan ibu selama kehamilan sangat menentukan kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Selama kehamilan berbagai program yang termasuk paket pelayanan ANC adalah 5T (Timbang berat badan, Ukur tekanan darah, Ukur tinggi fundus, 20 Tablet Fe, Imunisasi TT) diharapkan ibu secara rutin mengontrol kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan dengan sebaran, 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester ke dua dan 2 kali pada trimester ke tiga (Depkes RI, 2009). Pemeriksaan kadar Hb (haemoglobin dalam darah) pada ibu hamil juga perlu dilakukan agar kesehatan ibu hamil dapat terpantau, khususnya terhadap penyakit anemia (kurang darah). Anemia merupakan salah satu penyebab terbanyak dari kematian ibu di Indonesia. Kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi, adalah penyebab anemia. Pemeriksaan Hb dilakukan minimal 2 kali selama hamil, yakni pada awal kehamilan dan pada usia 30 minggu, serta sering diulang menjelang persalinan. Untuk mencegah anemia sebaiknya ibu hamil meminum tablet tambah darah (zat besi) minimal 90 tablet selama hamil (Bartini, 2012). Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar (Waryana, 2010). 5. Pendidikan Tingkat pendidikan ibu hamil juga sangat berperan dalam kualitas perawatan bayinya. Informasi yang berhubungan dengan perawatan kehamilan sangat dibutuhkan, sehingga akan meningkatkan pengetahuannya. Penguasaan pengetahuan erat 21 kaitannya dengan tingkat pendidikan seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik pula pengetahuannya tentang sesuatu. Pada ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah kadang ketika tidak mendapatkan cukup informasi mengenai kesehatannya maka ia tidak tahu mengenai bagaimana cara melakukan perawatan kehamilan yang baik (Romauli, 2011). 6. Penyakit/komplikasi Selama Kehamilan Beberapa komplikasi langsung dari kehamilan seperti anemia, perdarahan, preeklamsia/eklamsia, hipertensi, ketuban pecah dini (KPD) dan kelainan lainnya, keadaan tersebut mengganggu kesehatan ibu dan juga pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan resiko kelahiran bayi dengan berat rendah (Cunningham, 2005: Praworahardjo, 2008, Manuaba, 2010). Perdarahan antepartum perdarahan pervaginam pada kehamilan di atas 28 minggu atau lebih. Karena perdarahan antepartum terjadi pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester 3. Komplikasi dari perdarahan antepartum tersebut adalah kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan yang belum aterm (Prawirahardjo, 2008). 22 Anemia (kadar Hb kurang dari 11 gr %) pada saat kehamilan dapat mengakibatkan efek buruk pada bayi dan ibunya. Anemia mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu karena kurangnya hemoglobin yang mengikat oksigen dan mengakibatkan efek tidak langsung pada ibu dan bayi antara lain, kerentaan ibu terhadap infeksi, kematian janin, kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah (Prawirahardjo, 2008) Menururt Prawirahardjo (2008) dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut KPD pada kehamilan prematur. Selaput ketuban pecah terjadinya karena ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks, perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kalogen. Salah satu komplikasi dari KPD adalah meningkatkan resiko persalinan prematur dan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Biasanya setelah ketuban pecah disusul persalinan, pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan terjadi selama 24 jam. KPD juga menyebabkan oligohidromnion yang akan menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia dan hipoksia pada janin dan membuat nutrisi ke janin berkurang serta pertumbuhan terganggu (Manuaba, 2010). 23 Preeklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel. Eklamsia adalah terjadinya kejang pada wanita dengan preeklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Keadaan ini mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas janin karena terjadi penurunan aliran darah ke plasenta menyebabkan janin kekurangan nutrisi sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin. Normalnya pada saat proses nidasi terjadi remodelling arteri spiralis yaitu terjadinya invasi troboblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Invasi juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga memudahkan arteri spiral menjadi distensi dan dilatasi. Distensi dan dilatasi lumen arteri spiralis memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah uteroplasenta. Namun pada preeklamsia invasi troboblas tidak optimal sehingga terjadi vasospasme arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga membuat aliran uteroplasenta tidak adekuat (Cunningham, 2005; Prawirahardjo, 2008). Menurut Prawirahardjo (2008) hipertensi dalam kehamilan ada yang bersifat kronik, sudah mengalami hipertensi sebelum hamil dan hipertensi gestasional, hipertensi yang timbul pada kehamilan dan menghilang setelah tiga bulan pasca persalinan. Efek hipertensi ini pada janin adalah menghambat pertumbuhan 24 janin disebabkan menurunnya perfusi uteroplasenta, sehingga menimbulkan infusiensi plasenta. 7. Pekerjaan Ibu Seorang wanita hamil dengan aktifitas kerja yang berat beresiko mengalami persalinan prematur atau bayi dengan BBLR. Jenis pekerjaan juga dihubungkan dengan penghasilan yang dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi wanita hamil tersebut. Dari beberapa penelitian, persalinan prematur dan BBLR dapat terjadi pada wanita yang bekerja terus menerus selama kehamilan, terutama bila pekerjaan tersebut memerlukan kerja fisik atau berdiri untuk waktu yang lama. Keadaan ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serta kesejahteraan janin yang dikandungnya (Farrer H, 2001). 8. Paritas Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami wanita tanpa memperhatikan hasil konsepsi tersebut hidup atau mati. Paritas 2 sampai 3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan lebih dari 3 memiliki angka kematian lebih tinggi. Propil ibu yang meninggal saat atau sesaat setelah melahirkan antara lain disebabkan oleh tingginya paritas yaitu telah mempunyai anak sebanyak 4 orang atau lebih (Winkjosastro, 2007). 25 Kehamilan lebih dari 4 kali baik anak hidup maupun anak mati (grande multi gravida), mempunyai resiko tinggi pada kehamilan dan persalinan berikutnya. Ini berkaitan dengan kerja sistem tubuh yang terlalu sering dan dalam jangka waktu yang relative singkat. Tidak adanya jeda waktu bagi tubuh ibu untuk beristirahat, akan berakibat munculnya resiko yang berbahaya (Bartini, 2012). 9. Jarak kehamilan Jarak kelahiran adalah jarak lahirnya anak yang satu dengan yang lainnya. Jarak kelahiran < 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan < 2 tahun akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan BBLR (Iskandar, 2009). Menurut Bartini (2012) jarak persalinan terakhir dengan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun merupakan faktor resiko yang menyebabkan komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Hal ini disebabkan karena waktu yang ideal bagi tubuh untuk memulihkan fungsinya setelah kehamilan adalah 2 tahun. menjalani perubahan selama 26 10. Kebiasaan ibu Kebiasaan ibu yang menjadi faktor resiko BBLR yaitu, ibu yang merokok baik aktif maupun pasif dan ibu peminum alkohol serta ibu pecandu obat narkotik. Asap rokok mengandung sejumlah teratogen potensial seperti nikotin, karbon monoksida, sianida, tar dan berbagai hidrkarbon. Zat ini selain bersifat fetotoksin, juga memiliki efek vasokontriksi pembuluh darah dan mengurangi kadar oksigen dan gangguan pembuluh darah sehingga membuat aliran nutrisi dari ibu ke janin terhambat dan terganggu, akhirnya pertumbuhan janin terhambat (Cunningham, 2005).