J. Hidrosfir Indonesia Vol. 5 No.3 Hal.1 - 11 Jakarta, Desember 2010 ISSN 1907-1043 ANALISIS KESEDIAAN MASYARAKAT MENERIMA PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN AIR MINUM DI DAS CISADANE HULU M. Fauzi Sutopo(1) dan M. Ikhwanuddin Mawardi(2) (1) Mahasiswa Program Doktor (S3), SPs IPB, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (2) Professor Riset Bidang Hidrologi dan Konservasi Tanah, Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Naskah diterima : 5 Mei 2010 - Revisi terakhir 28 Juli 2010 Abstract Ecocentrisme paradigm in development are intended to ensure the sustainability of water resources in the future for future generations. The research methodology was conducted with the model approach the public's willingness to accept (receive) payment for environmental services (YWTA). The results in Willingness to Accept Model in Drinking Water Management in the Upstream Watershed Cisadane illustrates that the existence of community support during the response level of society's willingness to accept or receive payment for environmental services (YWTA) because it will affect the increased revenue (sig. 0037). Variable in income (YWTA) significant at 95% confidence level. Policy implications of this research that the community (upstream) is willingness to accept (WTA) for environmental services with averaging Rp 1.589,29 per m3 as payment or reward for environmental services to society (upstream), so the Government (Local) PES has a potential revenue to fund conservation of Rp 110,46 billion per years, but in current conditions the government only accepts Rp20.57 billion per year, so that only reached 18,62%. Keywords: Paradigm Ecocentrisme, Willingness to Accept (WTA), Payment for Environmental Services (PES), and Return on Environmental Services. 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan ekosistem di wilayah DAS Cisadane hulu merupakan hubungan antara sisi pasokan (supply) dan sisi permintaan (demand) sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara stakeholders di wilayah hulu dengan di wilayah hilir, hal demikian dapat dipahami bila terjadi gangguan di wilayah hulu maka daya dukung lingkungan untuk melakukan peresapan air akan menjadi terganggu dan masyarakat di wilayah hilir akan kekurangan pasokan air, karenanya tanggung jawab memelihara kondisi lingkungan DAS selain masyarakat hulu untuk melakukan rehabilitasi dan konservasi kawasan, maka masyarakat atau pemanfaat sumberdaya air di wilayah hilir harus dikenakan pembebanan biaya lingkungan. Pengelolaan jasa lingkungan dapat dipandang sebagai suatu ekosistem yang Koresponden Penulis E-mail : [email protected] 1 Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11 didalamnya terdapat interaksi antara komponen penyusunnya yaitu komponen penyedia jasa (produsen atau supplier), lembaga ekonomi dan sumberdaya manusia sebagai pengelola (management), dan pengguna atau pemanfaat atas barang dan jasa lingkungan sebagai konsumen (demander). Untuk itu maka diperlukan adanya rumusan masalah tentang pembayaran atau kompensasi langsung oleh para pengguna jasa-jasa air di wilayah hilir kepada para penyedianya di wilayah hulu. Keadaan demikian dapat didekati dengan cara pendekatan ekonomi lingkungan untuk mengetahui kesediaan masyarakat hulu menerima pembayaran atas jasa lingkungan, dengan kesediaan untuk menerima atau Willingness to Accept atau WTA (Fauzi 2006). Pengelolaan pemulihan atas kerusakan atau upaya untuk memelihara lingkungan perlu dikembangkan pendekatan kesediaan masyarakat untuk menerima pembayaran atas jasa lingkungan guna mengurangi resiko lingkungan atau Willingness to Accept (WTA) di kawasan hulu. Dengan demikian pelibatan masyarakat di hulu untuk didengar aspirasinya seberapa besar masyarakat sebagai penyedia jasa bersedia menerima atas penggunaan jasa lingkungan oleh pengelola atau pemanfaat (pengusaha) air minum guna biaya konservasi produktif sebagai kompensasi atau imbal jasa lingkungan. Komponen dalam pengelolaan jasa lingkungan menjelaskan bahwa antara aktor, ruang dan waktu yang satu dengan lainnya saling terkait (interconnected), terjadi saling ketergantungan (interdependent) dan membentuk suatu sistem ekologis. Terjadinya gangguan atau kerusakan salah satu komponen ekosistem tersebut menyebabkan gangguan pada keseluruhan sistem yang ada. Komponen-komponen tersebut dapat menyeimbangkan ekosistem dan dapat berlangsung dan berfungsi dengan baik dan berkelanjutan, sehingga diperlukan adanya aliran feedback atas penggunaan bahan dan energi, misalnya berupa pembebanan biaya kompensasi atas penggunaan jasa lingkungan berupa pembayaran dengan uang dari pengguna (users pay principle) kepada penghasil jasa lingkungan 2 sesuai dengan mekanisme pengelolaan usaha air minum berupa pembayaran jasa lingkungan (PJL) Pembayaran (transfer of payment) jasa lingkungan tersebut digunakan sebagai dana konservasi dan rehabilitasi di wiliyah hulu (pemulihan kerusakan) sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian pemeliharaan dan perbaikan kualitas lingkungan oleh penghasil jasa lingkungan akan dilakukan dan akan berlangsung secara berkelanjutan. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini, yaitu: (1) Menganalisis nilai kesediaan masyarakat menerima pembayaran (WTA) atas jasa lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (2) Melakukan sintesa kebijakan sebagai implikasi penelitian dalam kesediaan masyarakat menerima pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan air minum di DAS Cisadane hulu. 2 METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari November 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilakukan di DAS Cisadane hulu, meliputi kecamatan-kecamatan Ciawi, Caringin, Cijeruk, Cigombong, Tamansari, dan Ciomas Kabupaten Bogor dan Bogor Selatan, Bogor Tengah, dan Bogor Barat Kota Bogor. 2.2 Penetapan Responden Contoh Penetapan responden dengan metode acak sederhana dengan sengaja dan metode stratifikasi dengan sengaja yaitu: (1) masyarakat hulu, LSM, masyarakat pada umumnya dan tokoh masyarakat 35 responden (YWTA), (2) keragaan air minum: pengusaha air perorangan, badan usaha swasta 39 responden dan 2 lembaga PDAM, (3) pejabat terkait dengan pengelolaan sumberdaya air 6 responden, (4) pakar sumberdaya air dan lingkungan 1 responden. Mawardi, I., 2010 2.3 Model 2.4 Metoda Analisis Model penelitiaan ini, menggunakan model persamaan regresi logistik pada model perilaku kesediaan masyarakat untuk menerima pembayaran. Pi = E (Y=1|Xi) = eln (Px/1-Px) _________________ 1 + eln (Px/1-Px) Kemudian dari model persamaan regresi logistik, dimodifikasi menjadi Model Persamaan Regresi Berganda: Ln (PX/P1-PX) = YWTA Analisis terhadap peubah bebas yang berpengaruh terhadap perilaku pengguna (pemanfaat) air minum di DAS Cisadane Hulu akan dilakukan dengan análisis faktor dengan pendekatan análisis komponen utama (AKU) atau principal component analysis (PCA) sebagai suatu metoda untuk meniadakan (extraction method) peubah bebas yang tidak penting terhadap variabel atau peubah yang dimungkinkan berpengaruh terhadap perilaku pemanfaat air minum apakah bersedia membayar jasa lingkungan ataukah tidak YWTA = β0 + β1 X1 +β2 X2 + β3 X3 +β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7 X7 + β8 X8 + β9 X9 + β10 X10 + β11 X11 + β12 X12 + ε Keterangan: PX/P1-PX = Odd ratio, merupakan perbandingan peluang masyarakat yang bersedia menerima pembayaran (WTA) dengan masyarakat (responden) yang tidak bersedia menerima pembayaran. P(xi) = Peluang Masyarakat dalam kesediaannya untuk menerima pembayaran atau WTA (1 = Ya; 0 = Tidak) α = Konstant X1 = Umur X2 = Tingkat Pendidikan X3 = Jumlah tanggungan keluarga X4 = Jenis Pekerjaan X5 = Pendapatan (Rp per tahun) X6 = Jenis kelamin X7 = Jarak rumah ke sumber mata air X8 = Persepsi atas insentif PJL X9 = Persepsi terhadap adanya WTP X10 = Persepsi terhadap masyarakat melakukan konservasi X11 = Pandangan terhadap PJL X12 = Persepsi pentingnya konservasi di hulu β1..β12= Koefisien regresi, ε = Kesalahan dalam persamaan atau gangguan 3 bersedia. Penggunaan analisis faktor diperlukan untuk melakukan penapisan variabel mana yang bisa dimasukan dalam persamaan model atau untuk mendapatkan peubah baru yang saling ortogonal atau bebas dan membuat plot obyek dalam dimensi yang lebih kecil yang merupakan análisis antara untuk analisis regresi, termasuk análisis regresi logistik multinomial (multinomial logistic regression). 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Keragaan Ketersediaan dan Neraca Air di DAS Cisadane Hulu Ketersediaan (stok) sumberdaya air di lokasi penelitian DAS Cisadane hulu rata-rata ketersediaan air tanah mencapai 249.55 juta m3 per tahun atau sekitar 7 913.18 liter per detik bila perhitungan berbasis hidrologi dan bila perhitungan berbasis CAT Bogor sebesar 527.5 juta m3 per tahun atau sekitar 16 726.92 liter per detik, sehingga hasilnya diperkirakan ratarata mencapai 388.53 juta m3 per tahun atau sekitar 12 320.21 liter per detik. Ketersediaan air permukaan, salah satu indikasinya diukur dari Debit Sungai Cisadane dimana neraca airnya masih mengalami surplus yang relatif tinggi sepanjang tahun dalam setiap Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11 bulan baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan karena debit andalan masih lebih besar daripada debit kebutuhan akan air bersih, dimana Qmin andalan terjadi pada Agustus 3 400 l/detik sementara Q kebutuhan 1 653 l/ detik masih terjadi surplus sebesar 1 747 l/detik, sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Neraca Air Sungai Cisadane. Sumber : Balai PSDA Ciliwung – Cisadane, 2010. Data Diolah. Debit andalan sungai Cisadane yang selama ini mengalami surplus dibandingkan dengan debit kebutuhan air permukaannya, maka sejatinya dalam hal pemanfaatan air permukaan masih tetap dimungkinkan yang bisa jadi di daerah kawasan hulu di DAS Cisadane, pengaliran air bawah tanahnya relatif masih baik, terutama di daerah akuifer tertekannya dimana daerah akuifer tersebut mempunyai kemampuan tinggi dalam meresapkan air ke lapisan pengandung air di bawah tanah. 3.2 Keseimbangan Pengambilan dan Pemanfaatan Air Minum di DAS Cisadane Hulu Pengambilan dan pemanfaat air baku baik air permukaan maupun air bawah tanah untuk dipergunakan sebagai air bersih atau air minum di DAS Cisadane hulu secara keseluruhan (holistik) masih mengalami surplus sebesar 39.593.482 m3 per tahun atau 39,59 juta m3 air per tahun atau surplus 31% karena jumlah 4 kapasitas air terpasang sebesar 127.716 128 m3 per tahun dibandingkan dengan jumlah air terdistribusi dan/atau air terjual yaitu sebesar 88.122.646 m3 per tahun. Keseimbangan ketersediaan air baku di DAS Cisadane hulu apabila dilihat secara parsial dalam bentuk pengambilan dan pemanfaatan air baku untuk air curah, AMDK, dan PDAM adalah sebagai berikut. 1. Keseimbangan sumberdaya air baku yang digunakan sebagai air curah masih terjadi surplus mencapai 24.139.547 m3 per tahun atau sekitar 24,14 juta m3 per tahun atau surplus 51,93% dari kapasitas terpasang, karena kapasitas terpasang (46.481.290 m3 per tahun) masih lebih besar daripada jumlah air terjual (22.341.650 m3 per tahun). 2. Keseimbangan sumberdaya air baku yang digunakan sebagai air minum dalam kemasan (AMDK) masih terjadi surplus 6.439.756,56 m3 per tahun atau sekitar 6,44 juta m3 per tahun atau surplus 36,76% dari kapasitas terpasang. karena kapasitas terpasang (17.516.350 m3 per tahun) masih lebih besar daripada jumlah air terjual (11.076.593,44 m3 per tahun). 3. Keseimbangan sumberdaya air baku yang digunakan sebagai air bersih atau air minum pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) masih terjadi surplus 9.014.085 m3 per tahun atau sekitar 9,01 juta m3 per tahun atau surplus sebesar 14,15% dari kapasitas terpasang, karena kapasitas terpasang (63.718.488 m3 per tahun) masih lebih besar daripada jumlah air terdistribusi (54.704.403 m3 per tahun) atau apalagi bila dibandingkan dengan air terjual (36.084.723 m3 per tahun). 3.3 Menetapkan Model Cisadane Hulu YWTA di DAS Model regresi logistik kesediaan masyarakat untuk menerima pembayaran (YWTA) atas jasa lingkungan dalam pengelolaan usaha air minum sangat penting dilakukan; hal ini dimaksudkan untuk Mawardi, I., 2010 mengetahui seberapa jauh persepsi masyarakat atas keberadaan usaha air minum curah maupun AMDK (air minum dalam kemasan) di wilayah DAS Cisadane hulu sebagai kompensasi atau imbal jasa lingkungan bagi masyarakat di hulu. Dengan adanya imbal jasa lingkungan sebagai kompensasi berupa pembayaran jasa lingkungan diharapkan akan mampu atau dapat memperkecil nilai resiko terjadi kerusakan atau kerugian lingkungan yang ada di sekitar masyarakat tinggal atas adanya kegiatan pengusahaan air minum, seperti resiko berkurangnya sumberdaya air baku, sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh air bersih untuk kepentingan air minum atau kegiatan rumah tangga atau kegiatan lainnya. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa variabel-variabel tingkat pendidikan, tanggungan keluarga, jenis pekerjaan, pendapatan per tahun, jenis kelamin responden, jarak rumah ke sumber air baku, persepsi atas insentif PJL, persepsi adanya PJL, pandangan terhadap PJL, dan pentingnya konservasi di hulu merupakan variabel-variabel yang akan dianalisis dan diduga signifikan mempengaruhi kemauan atau kesediaan untuk menerima pembayaran (WTA) dengan menggunakan model persamaan regresi logistik multinomial. Hasil sintesis atas pengolahan data menunjukkan bahwa terdapat 54,3 % responden setuju bahwa masyarakat bersedia menerima pembayaran sebagai kompensasi atau imbal jasa lingkungan atas pemanfaatan sumberdaya air minum. Nilai Nagelkerke R Square pada model ini nilainya adalah 0,465. Nilai Nagelkerke R Square menunjukkan seberapa besar pengaruh variabelvariabel penduga dalam menentukan peluang responden bersedia membayar (WTP). Tampak dengan Nilai Nagelkerke R Square 46,5%, artinya secara bersama-sama, semua variabel penduga menentukan 46,5% peluang responden untuk bersedia menerima pembayaran atas jasa lingkungan dalam pengusahaan sumberdaya air baku untuk keperluan air minum, sementara 53,5% adalah pengaruh variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian. Menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Putri (2002) niali R square dalam penelitian ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan dapat ditolerir sampai dengan 15%. Model YWTA ini relatif baik. Hasil sintesa pada penetapan Variables in the Equation maka nilai koefisien dari setiap peubah pada model persamaan regresi logistik WTA disajikan pada Tabel 1 yang ditunjukan pada nilai signifikansi (sig.) pada level kepercayaan 95% atau pada nilai = 5%. Tabel 1 Nilai Koefisien pada Peubah Kesediaan Masyarakat untuk Menerima Pembayaran atas Jasa Lingkungan di DAS Cisadane Hulu, 2010 Variables in the Equation Step 1a Pendidikan Tanggungan Pekerjaan Pendapatan B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) -1.438 .889 2.618 1 .106 .237 -.298 .364 .670 1 .413 .742 .107 .752 .020 1 .887 1.113 2.240 1.074 4.350 1 .037 9.389 Jenis Kelamin .914 1.526 .359 1 .549 2.495 Jarak .145 .460 .100 1 .752 1.156 PersepsiInsentif .055 .544 .010 1 .919 1.057 PersepsiWTP .178 .645 .077 1 .782 1.195 PemahamanJasling .981 .853 1.325 1 .250 2.668 .592 1.087 .297 1 .586 1.808 -5.587 3.270 2.919 1 .088 .004 KonservasiHulu Constant a. Variable(s) entered on step 1: Pendidikan, Tanggungan, Pekerjaan, Pendapatan, jenis kelamin Responden, Jarak, PersepsiInsentif, Persepsi WTP, PemahamanJasling, KonservasiHulu. Sumber : Data Primer. Hasil Penelitian. Data Diolah. 5 Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11 Tabel 1 merupakan hasil sintesis atas pengolahan data yang menghasilkan nilai Variables in the Equation maka nilai koefisien dari setiap peubah pada model persamaan regresi logistik WTA selanjutnya dimasukan dalam model YWTA, sebagaimana disajikan pada model persamaan regresi logistik multinomial berikut. Potensi dana kompensasi berupa pembayaran dan imbal jasa lingkungan yang relatif besar sebagai biaya konservasi untuk penyedia jasa di wilayah hulu DAS Cisadane dari berbagai kelompok pengelola usaha air minum sebagai pengguna jasa lingkungan (users pay principle) di hilir dalam pengelolaan air minum untuk tujuan perbaikan kualitas hidup masyarakat YWTA = - 5,587 - 1,438 X1 - 0,298 X2 + 0,107 X3 + 2,240 X4*) + 0,914 X5 + 0,145 X6 + 0,055 X7 + 0,178 X8 + 0,981 X9 + 0,592 X10 Hasil analisis dari model regresi logistik YWTA maka koefisien variabel dari model WTA tersebut yang signifikan adalah variabel pendapatan yaitu sebesar 0,037*) (P-Value) lebih kecil daripada 0,05 ( = 0,05). Artinya, setiap kenaikan (penurunan) 1 unit tingkat pendapatan mengakibatkan terjadinya kenaikan (penurunan) 2,24 kali kesediaan untuk menerima pembayaran (WTA); dengan kata lain bila terjadi kenaikan kesediaan untuk menerima pembayaran jasa lingkungan dari masyarakat sebesar 2,24 kali maka secara signifikan tingkat pendapatan masyarakat terjadi pula kenaikannya pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai rataan kesediaan menerima pembayaran (WTA) jasa lingkungan adalah Rp 1.589,29 per m3 sebagai imbal jasa lingkungan yang diterima masyarakat untuk memperkecil resiko kerusakan lingkungan di daerah DAS Cisadane hulu, disajikan pada Gambar 2. di hulu, yaitu sebesar Rp 110,46 miliar per tahun, sementara pada kondisi saat ini Pemerintah hanya menerima Rp 20.57 miliar per tahun, sehingga baru mencapai 18,62%. Bandingkan pula dengan total nilai ekonomi air secara keseluruhan dalam pengelolaan air minum (air curah dan AMDK, air bersih PDAM dan Pajak bagi Pemerintah) di DAS Cisadane hulu sebesar Rp 12,04 triliun pertahun, namun masih terjadi eksternalitas negatif bagi Pemerintah (Daerah) dimana terjadi kehilangan pendapatan dari air mencapai Rp 9.231.119.770 per tahun atau ratarata Rp 25.290.739,10 per hari. Artinya terjadi income potential loss pendapatan Pemerintah Daerah sebesar 44,87% atas pengelolaan air minum di DAS Cisadane hulu. 4 4.1 Kesimpulan 1. 2. Gambar 2 Keragaan Nilai WTA dan Rataan WTA 6 KESIMPULAN DAN SARAN Peubah yang berpengaruh terhadap YWTA: jenis kelamin responden, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, jenis pekerjaan, pendapatan, jarak dari rumah ke sumber air baku, persepsi atas insentif PJL, persepsi terhadap adanya WTP, pandangan terhadap pembayaran jasa lingkungan, dan persepsi pentingnya konservasi di hulu dan Peubah yang signifikan pada YWTA adalah peubah pendapatan. Terdapat potensi dana kompensasi sebagai biaya konservasi untuk penyedia jasa di wilayah hulu dari berbagai kelompok Mawardi, I., 2010 3. pengelola usaha air minum sebagai pengguna jasa lingkungan (users pay principle), yaitu Rp 110,46 miliar per tahun, sementara pada kondisi saat ini Pemerintah hanya menerima Rp20.57 miliar per tahun, sehingga baru mencapai 18.62%. Rataan nilai WTA sebesar Rp1 589,29 merupakan basis perhitungan dasar tentang nilai pembayaran dan/atau imbal jasa lingkungan di DAS Cisadane hulu oleh Pemerintah Daerah sebagai regulator dan fasilitator kebijakan yang dikenakan kepada para pengelola atau pemanfaat air minum. 4.2 Saran 1. 2. 7 Pentingnya pengendalian dan pengawasan oleh instansi terkait secara rutin dan berkala dalam menetapkan jumlah air yang terdistribusi dan/atau dari jumlah air yang terjual, guna mengurangi terjadi income potential loss dalam jumlah yang relatif besar bagi pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya air baku untuk air minum. Implementasi kebijakan dari hasil penelitian adalah agar Pemerintah (Daerah) mempertimbangkan hasil penelitian ini dan menetapkan nilai rataan WTA sebesar Rp 1.589,29 per m3 sebagai basis perhitungan dasar tentang nilai pembayaran jasa lingkungan (PJL) dan/atau imbal jasa lingkungan di DAS Cisadane hulu oleh Pemerintah (Daerah) terhadap para pengelola air (users pay principle) untuk masyarakat di hulu karena terdapat potensi dana kompensasi sebagai biaya konservasi untuk penyedia jasa di wilayah hulu dari berbagai kelompok pengelola usaha air minum sebagai pengguna jasa lingkungan (users pay principle), yaitu Rp 110.46 miliar per tahun. Hal ini sejalan dengan diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada tahun 2011 baik dalam Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah maupun Peraturan Daerah tentang Pajak Air Tanah tingkat Kabupaten atau Kota, maupun pada Peraturan Daerah Pengelolaan Air Permukaan dan Pajak Air Permukaan oleh Pemerintah Propinsi se-Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Ahlheim M, W Buchholz. (siap terbit). WTP or WTA-Is that the Question? Reflections on the Difference between “Willingness to Pay” and “Willingness to Accept”. Bergh JCJMVD. 2002. Handbook of Environmental and Resource Economics. Edward Elgar. United Kingdom. Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Flint RW. 2003. The Sustainable Development of Water Resources. Http://www. Sustainabledevelopmentsolutions.com. [10July 2003]. Dunn, WN 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Folmer H, HL Gabel. 2000. Principles of Environmental and Resource Economics : A Guide for Student and Decision Makers. Second Edition. Edward Elgar Publishing Limited. UK. Inggris. Mawardi MI. 2009. Krisis Sumber Daya Air di Pulau Jawa dan Upaya Penanganannya: Proyeksi Tahun 2025. “Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Hidrologi dan Konservasi Tanah”. 2 Desember 2009. BPPT-LIPI. Penerbit IPB Press. Bogor. McKitrick R. 2005. Environmental Economics. Depart. of Economics. Guelph Univ. Munasinghe M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. World Bank Environmental Paper Number 3. The WB. Washington, D.C. Narimawati U. 2008, Teknik-teknik Analisis Multivariat untuk Riset Ekonomi. Graha IImu. Yogyakarta. Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11 Ostrom E. 1990. Governing the Commons. The Evolution of Institutions for Collective Action. Cambridge University Press. Ostrom E. 2003. How Types of Goods and Property Rights Jointly Affect Collective Action. Journal of Theoretical politics. Vo. 15. No.3: 239-270. Panayotou T. 1994. Economic Instruments for Environmental Management and Sustainable Development. International Environment Program Harvard Institute for International Development Harvard University. UNEP-EEU. Putri EIK. 2002. Partizipativen Ansatzen am Beispiel des Gunung Gede Pangrango Nationalparks in Indonesien. Cuvilier verlag Gottingen. German. 8 Sanim B. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen Pengembangan Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. “Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan”, Faperta IPB. Schlager E, E Ostrom. 1992. Property Rights Regime and Natural Resources: A Conceptual Analysis. Lands Economics. Vol 68. No. 3. August 1992. Uyanto SS. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Edisi 3. Graha Ilmu.Yogya. Zeleny M. 1982. Multiple Criteria Decision Making: Quantitative Methods for Management. McGraw-Hill Book Company. The USA. Mawardi, I., 2010