5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai, Tahu, dan Whey 2.1.1 Kedelai Saat ini kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku berbagai industri manufaktur dan olahan. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glysine. Max L. Merril. Kedelai merupakan tanaman dataran rendah dan daerah pertumbuhannya sampai 500 m dari permukaan laut, tumbuh baik pada iklim panas dengan curah hujan 20 mm/bulan. Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak dan merupakan tanaman semusim. Secara umum waktu tanam kedelai di lahan kering dimulai pada awal musim hujan, yaitu antara bulan Oktober atau November (musim tanam 1). Untuk musim tanam ke-2, dilakukan sekitar bulan Februari atau Maret. Untuk lahan sawah, permulaan waktu tanam antara akhir bulan Februari sampai pertengahan Maret (musim kemarau 1) dan untuk penanaman ke-2 mulai awal bulan Juni sampai pertengahan Juli (Adisarwanto,2005). Saat panen ditentukan oleh umur sesuai varietas kedelai yang ditanam dan ada perubahan warna polong, yaitu dari kehijauan menjadi coklat kekuningan. Panen dilakukan jika lebih dari 95% polong kedelai sudah berubah menjadi coklat kekuningan dan jumlah daun tersisa pada tanaman hanya sekitar 5 -10%. Waktu panen disesuaikan dengan varietas kedelai dan untuk setiap daerah berbeda-beda. Penentuan waktu panen yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas biji yang dihasilkan. Pengunduran waktu panen 1-2 hari akan mengakibatkan kadar air biji lebih rendah yaitu antara 12-13%, cuaca juga berpengaruh terhadap kuantitas dan mutu kedelai (Adisarwanto,2005). 6 Perkembangan tanaman kedelai selama 10 tahun terakhir memperlihatkan penurunan yang cukup besar, lebih dari 50%, baik dalam luas areal maupun produksinya. Pada tahun 1992, luas areal tanaman kedelai mencapai 1,6 juta ha, sedangkan pada tahun 2003, luas areal hanya 600.000 ha. Total produksi selama periode yang sama menurun dari 1,9 juta ton menjadi 700 ribu ton. Hal ini disebabkan oleh faktor teknis dan soasial ekonomi. Faktor teknis antara lain kualitas benih, cara tanam, cara pemeliharaan tanaman, panen dan penangan pascapanen. Sedangkan faktor sosial ekonomi antara lain luas pemilikan lahan, status tanaman kedelai, modal dan risiko (Adisarwanto, 2005). Jenis kedelai yang digunakan untuk memproduksi tahu ada 4 jenis yaitu kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai coklat dan kedelai hijau. Jenis kedelai yang berwarna kuning banyak digunakan oleh produsen tahu, karena rasanya disenangi oleh konsumen . Setiap 100 g biji kedelai mengandung protein lebih besar dari 34,9 gr. Syarat untuk produksi tahu meliputi antara lain : • Bebas dari kotoran ( batu, kerikil,ranting dll) • Biji kedelai tidak luka atau bebas dari serangan hama • Biji kedelai tidak memar • Kulit biji kedelai tidak keriput Sebagai bahan makanan yang relatif murah dan bergizi juga sangat berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi sel-sel tubuh. Kedelai banyak mengandung unsur dan zat makanan penting seperti protein, lemak, karbohidrat dan air seperti terangkum pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kedelai per 100 gram bahan Komponen Kadar % 1. Protein 35 – 45 2. Lemak 18 – 32 3. Karbohidrat 12 – 30 4. Air Sumber : Adisarwanto, 2005 7 7 Menurut Liu (1997) Kedelai juga mengandung komponen minor seperti fitat, isoflavon senyawa pencegah kanker dan penyakit lainnya, asam lemak esensial (asam linoleat dan asam linolenat) dan asam lemak lainnya (asam oleat,asam palmitat dan asam stearat). Kandungan asam amino pada kedelai dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan asam amino pada kedelai Asam amino Kandungan (mg/100 g kedelai) Isoleusin 1889 Leusin 3232 Lisin 2653 Metionin 525 Sistein 552 Fenilalanin 2055 Tirosin 1303 Treonin 1603 Triptofan 532 Valin 1995 Arginin 3006 Histidin 1051 Alanin 1769 Asam aspartat 4861 Asam glutamate 7774 Glisin 1736 Prolin 2281 Serin 2128 Sumber: Considine and Considine,1982 8 Kandungan asam amino esensial (leusin,lisin dan isoleusin) pada kedelai cukup tinggi, sedangkan kandungan asam amino sulfur seperti metionin dan sistein pada kedelai tergolong rendah. Metionin mempunyai kandungan asam amino yang paling rendah pada kedelai diikuti dengan sistein dan triptofan (Liu, 1997). 2.1.2 Tahu Tahu telah populer sejak 2000 tahun yang lalu selama Dinasti Han Barat, kemudian diperkenalkan ke negara lain seperti Korea dan Jepang. Kemudian kedua negara tersebut mengembang jenis tahu mereka sendiri yaitu tahu Korea dan tahu Jepang (winarno,2002). Tahu adalah hasil koagulasi dari susu kedelai yang dilanjutkan dengan proses pengepresan. Hasilnya menyerupai keju lunak berwarna putih. Produk olahan nabati ini mempunyai kandungan protein cukup tinggi. Menurut Winarno (2002) dalam setiap 100g tahu terdapat 89-90% air, protein 5-8%, lemak 3-4%, karbohidrat 2-4 %. Metode pembuatan tahu diperkirakan telah tercipta oleh Liu An dari Dinasti Han di Cina sekitar 164SM. Baru 500 tahu kemudian, metode tersebut disebarkan ke Jepang dan negara-negara lainnya (Liu,1997). Berbagai jenis tahu dan tipe tahu dibuat berdasarkan dua tahapan yaitu pertama pembuatan susu kedelai dan yang kedua susu kedelai diendapakan dan dipres sehingga terbentuklah tahu. Perlakuan lebih lanjut terhadap gumpalan tahu tersebut dapat beraneka ragam yang kemudian menghasilkan berbagai jenis tahu yang kini telah banyak beredar dipasarkan (Winarno,2002). 2.1.3 Whey (limbah cair tahu) Pada proses pembuatan tahu akan dihasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat adalah ampas tahu yang merupakan sisa penyaringan tahu waktu penggilingan kedelai. Limbah cair tahu atau whey tahu adalah air buangan sisa pengendapan atau penggumpalan tahu waktu pembuatannya (Enie et al.,1993). 9 Menurut Enie et al. (1993), ekstraksi protein kedelai dengan air panas pada tahap pembuatan susu kedelai menyebabkan 79-82% (bb) kandungan protein kedelai terekstrak. Protein yang terekstrak pada susu kedelai tidak semuanya dapat menggumpal, sisa protein yang tidak menggumpal dan zat yang tidak larut dalam air akan terdapat dalam whey tahu yang dihasilkan, termasuk lesitin dan oligosakarida. Linaya dan Sangkanparan (1982) mengemukakan bahwa whey tahu dapat digunakan sebagai konsentrat karena mengandung padatan total 1% (bb), protein 0,22% (bb), karbohidrat 0,1 % (bb) , lemak 0,02 % (bb) dan abu 0,2% (bb). Menurut Winarno (2002) dari 0,45 Kg kedelai dapat menghasilkan 3,6 Kg tahu dan limbah cair dari tahu (whey) sebanyak 3,78 liter. Menurut BPS (2001) jumlah anggota produsen tahu di Indonesia sebanyak 10094, setiap anggota membutuhkan kedelai 5000 ton pertahunnya, sehingga dapat diperkirakan jumlah limbah cair tahu yang disebut juga whey dalam setiap tahunnya dapat menghasilkan 40.000 m3 whey. Jika whey tahu tidak dimanfaatkan akan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena membusuknya senyawa-senyawa organik tersebut, sedangkan pemanfaatannya masih sangat terbatas. Apabila ke dalam whey ditambahkan Acetobacter Xylinium akan terbentuk nata yang merupakan bahan baku untuk pembuatan semikonduktor. 2.2. IODIN (I) Iodin adalah salah satu unsur yang terdapat di dalam golongan VIIA, mempunyai nomor atom 53 yang di dalam sistem periodik disebut sebagai unsur halogen. Halogen adalah unsur non logam yang paling reaktif, berbau, berwarna, beracun, serta tidak terdapat bebas di alam. Dalam keadaan bebas unsur halogen terdapat sebagai molekul diatomik. Sifat iodine yang lain dapat dilihat pada Tabel 3. 10 Tabel 3. Sifat – sifat Iodin Nomor atom Massa atom Titik lelehOC Massa jenis 25OC(gr cm-3) Warna Konfigurasi electron Keelektonegatifan Jari-jari ion (Angstrom) Jari-jari atom (Angstrom) Kalor lebur (Kj mol-1) 53 126,90447 113,5 4,93 Ungu- hitam [Kr]4d105s25p5 2,66 2,20 1,33 15,78 Sumber: Brady, 1994 Iodin digunakan sebagai doping dalam penentuan type semikonduktor. Adapun sifat yang mempengaruhinya antara lain nomor atom untuk menentukan elektron valensi atau elektron terluar dari suatu atom, titik didih diperlukan untuk proses difusi pada selulosa mikrobial, sedangkan jari-jari ion diperlukan untuk melihat kemungkinan substitusi unsur didalam struktur kristal. Selain iodin dapat juga digunakan unsur lain dalam pendopingan, seperti unsur Natrium, Kalium. Kedua unsur ini terletak dalam golongan IA dalam tabel sistem periodik. Jika selulosa mikrobial didoping dengan unsur dari golongan IA maka akan menghasilkan semikonduktor type - n, hal ini disebabkan unsur pada golongan IA akan melepaskan satu elektron atau kelebihan satu elektron. Jika Selulosa mikrobial didoping dengan menggunakan unsur golongan VIIA, seperti unsur Iodin, Flour, Brom. Pada unsur golongan VIIA akan terjadi kekurangan satu elektron maka semikonduktor yang dihasilkan adalah semikonduktor type-p. 2.3 Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial adalah jenis selulosa yang dihasilkan oleh bakteri seperti Acetobacter Xylinum. Selulosa merupakan polimer linier glukosa yang terikat dalam ikatan ß-1,4 glikosida. Selulosa ini bebas lignin, bobot molekulnya tinggi, sifat kristalinnya tinggi, derajat polimerisasi tinggi, mempunyai kekuatan tarik dan ketahanan tinggi, serta sangat hidrofilik (Brown, 1989). 11 Gambar 1. Struktur Molekul Selulosa (water structur and behavior / cellulose / home -http: // www.isbu.ac.uk / water / search)(11/04/05) Bakteri Acetobacter Xylinum adalah bakteri Gram negatif yang dapat menghasilkan serat-serat selulosa sehingga membentuk suatu jaringan yang tipis diantara udara dan air/ cairan yang disebut pelikel. Ketebalan pelikel yang terbentuk tergantung pada masa pertumbuhan mikroba. Pelikel yang berada pada permukaan udara terdiri dari pita-pita yang mengandung kristalin yang tinggi yang mempunyai lebar 40 – 100 nm, pita tersebut tersusun atas bagian mikrofibril melalui ikatan hidrogen. Pembentukan pelikel dapat diperjelaskan dari gambar 2 dibawah ini. Gambar 2. Struktur Pelikel Selulosa (Brown, 1989) 12 Menurut Meshitsuka dan Isogai (1996), bahan yang mengandung selulosa biasanya berbentuk struktur kristalin, sehingga air tidak dapat masuk ke dalam daerah aktif kristalin pada suhu kamar. Selulosa mikrobial mengandung dua struktur kristalin yaitu selulosa 1α dan selulosa 1β . Selulosa 1 α adalah satu unit sel triklinat mengandung satu rantai selulosa yang mengandung selulosa 60%, sedangkan selulosa 1β adalah satu unit sel monoklinat mengandung dua rantai selulosa. Pertumbuhan selulosa mikrobial terjadi karena terbentuknya serat yang terus terjadi dari sel bakteri sehingga terbentuk jaringan serat yang sangat rapat dan tebal. Serat yang bercabang-cabang dan tersusun rapat ini menyebabkan selulosa mikrobial mempunyai sifat yang kenyal, alot dan tahan terhadap gaya untuk merentangkan (Sidirjo,1996). Selulosa mikrobial dapat dibuat menjadi lembaran dengan mengeringkan di udara di atas tempat yang rata dengan luas tertentu. Mengeringkan selulosa sampai kadar air kurang dari 1 % membutuhkan biaya yang besar, tetapi gugus OH dalam air lebih reaktif daripada gugus OH yang terdapat pada komponen lignoselulosa, sehingga hidrolisis berlangsung lebih cepat daripada substitusi. Suhu (<150OC) yang dibutuhkan untuk reaksi sempurna harus cukup rendah sehingga tidak terjadi degradasi serat (Rowel,1996). 2.4 Semikonduktor Suatu material dapat mempunyai tiga sifat kelistrikan yaitu konduktor, semikonduktor dan isolator. Bahan isolator tidak dapat mengalirkan arus listrik sama sekali karena elektron valensinya tidak bebas bergerak di dalam material. Keadaan ini disebabkan tingkat energi valensi dan tingkat energi konduksinya berbeda jauh sehingga elektron untuk pindah memerlukan energi yang sangat tinggi. Konduktor merupakan penghantar listrik yang baik karena tingkat energi velensi dan tingkat energi konduksinya saling bertumpang tindih sehingga untuk pindah tempat elektron hanya memerlukan energi yang sangat rendah. Semikonduktor merupakan sifat kelistrikan suatu material diantara isolator dan konduktor dan mempunyai pita energi larangan sebesar kira-kira 2,5eV (elektron 13 volt). Hambatan listrik suatu material merupakan suatu ukuran bagaimana sulitnya elektron mengalir. Semikonduktor mempunyai hambatan listrik antara 10-4<ρ< 108Ohm m (Runyan,1975). Tabel 4. Spektrum Resistivitas (hambatan listrik) dalam ohm meter (Ω m ) 10-8 10-6 Ag, Cu, Au Fe,Al, Kawat Nichrom Konduktor 10-4 10-2 Se, Ge 1 102 Semikonduktor 104 Si, 106 CuO 108 Marmer 1010 Gelas 1012 Ebonit 1014 Keramik 1016 Gelas Silikon Isolator Sumber: Rio., et al 1999 Dalam teori pita menjelaskan perbedaan sifat kelistrikan suatu material. Elektron menduduki tingkat energi dari tingkat energi yang paling rendah sampai tingkat energi yang paling tinggi. Beberapa tingkat energi ”terlarang” ditempati oleh elektron. Tingkat energi yang diijinkan cenderung membentuk suatu pita. Tingkatan yang paling tinggi terisi pada T= 0K dikenal sebagai pita valensi. Elektron di dalam pita valensi tidak berpartisipasi pada proses konduktivitas. Lebih dulu tingkatan kosong di atas pita valensi dikenal sebagai pita konduksi. Pada konduktor tidak terdapat sela energi (daerah terlarang untuk 14 elektron) karena pita valensi dan pita konduksi saling tumpang tindih sehingga membiarkan elektron bebas untuk mengambil bagian proses konduktivitas. Isolator mempunyai suatu sela energi yang jauh lebih besar dari energi termal elektron, sedang material semikonduktor mempunyai sela energi sekitar 2,5 eV. Pada gambar 3 di bawah menunjukkan perbedaan antara logam, semikonduktor dan isolator dalam kaitan dengan pemisahan pita energi (Jacobs and Kilduff. 1997). Konduktor Pita Konduksi Pita Valensi Semikonduktor Pita Konduksi Eg (energi gap/pita larangan) Pita Valensi Isolator Pita Konduksi Eg (energi gap/pita larangan) Pita Valensi Gambar 3 Teori Pita Energi dalam beberapa material (Jacobs and Kilduff, 1997) Unsur semikonduktor murni terdiri dari atom yang sejenis seperti Germanium (Ge) dan Silikon (Si). Atom ini terikat bersama-sama oleh ikatan kovalen, sedemikian sehingga masing-masing atom berbagi suatu elektron dengan tetangga terdekat dan membentuk ikatan yang kuat. Semikonduktor campuran dibuat dari dua atau lebih unsur-unsur. Contoh umum adalah Galium 15 Arsenide (GaAs) atau Indium Phosphide (InP). Semikonduktor campuran ini terletak pada golongan III dan V dalam sistem periodik unsur kimia. Di dalam semikonduktor campuran, perbedaan di dalam elektro-negatif merupakan suatu kombinasi ikatan kovalen dan ikatan ionik. Ternary Semikonduktor dibentuk oleh penambahan suatu unsur dengan kwantitas kecil (1/3) kepada campuran, sebagai contoh AlxGa1-XAs. Tulisan di bawah garis x mengacu pada isi campuran logam material, proporsi material yang ditambahkan dan proporsi yang digantikan dengan material campuran logam. Penambahan mencampur logam ke semikonduktor dapat diperluas meliputi quaternary material seperti GaxIn(1-X)AsyP(1-Y) atau GaInNAs dan bahkan quinternary material seperti GaInNAsSb. Tulisan di bawah garis menandakan unsur-unsur proporsi pembuat campuran. Campuran logam semikonduktor dengan cara ini mengijinkan kisikisi dan sela energi mengatur jarak kristal untuk dipilih sesuai penggunaan (Jacobs and Kilduff, 1997). Contoh semikonduktor : • Aluminium Gallium Arsenide (AlxGa1-xAs) • Diamod • Gallium Arsenide • Gallium Indium Arsenide Phosphide (Ga1-xInxAs1-yPy) • Gallium Nitride • Germanium • Silikon • Silikon Germanide (Jacobs and Kilduff, 1997). 16 Tabel 5. Sifat Bahan Pada Susunan Berkala Golongan I II Logam III IV V Metaloid VI VII Non Logam VIII Sumber: Brady,1995 Sumber: Brady, 1994 Semikonduktor intrinsik merupakan material semi penghantar sangat murni. Struktur material Semikonduktor Semikonduktor campuran dapat berupa ini tidak berisi atom lain. semikonduktor intrinsik. Pada suhu kamar, energi yang berkenaan dengan energi termal atom mengijinkan sejumlah kecil elektron untuk mengambil bagian dalam proses. Tidak seperti konduktor yang hambatan listrik akan naik karena temperatur naik, pada material semikonduktor hambatan akan turun bila temperatur naik. Pada semikonduktor ketika temperatur naik energi yang berhubungan dengan energi termal elektron akan meningkat dan membiarkan lebih banyak elektron untuk melanggar pita larangan didalam pita konduktor. Ketika suatu elektron memperoleh energi cukup untuk lepas akan meninggalkan suatu lowongan di belakang yang mungkin diisi oleh elektron lain. Lowongan ini sebagai pengangkut muatan positif kedua dan dikenal sebagai suatu lubang/hole. Ketika elektron mengalir sepanjang semikonduktor, membuat suatu lubang arus dengan arah kebalikan. Jika ada n elektron bebas di (dalam) suatu semikonduktor intrinsik, maka harus ada pula n lubang. Lubang dan elektron yang diciptakan dengan cara ini dikenal 17 sebagai pembawa muatan intrinsik. Konsentrasi pembawa atau rapatan muatan menggambarkan banyaknya pembawa muatan setiap unit volume. Hubungan ini dapat dinyatakan seperti n = p dengan n adalah banyaknya elektron dan p banyaknya lubang setiap unit volume t. Variasi di dalam pita larangan antara material semikonduktor berbeda berarti kadar pembawa intrinsik pada temperatur juga berbeda (Jacobs and.Kilduff, 1997). Intrinsic p-type n-type Gambar 4 Jenis dan tipe semikonduktor (Jacobs and.Kilduff, 1997) Suatu semikonduktor ekstrinsik dapat dibentuk dari suatu semikonduktor intrinsik oleh ketidakmurnian atom yang ditambahkan kepada kristal dalam suatu proses pembuatan. Untuk mengambil contoh yang paling sederhana, adalah Silisium. Silisium termasuk dalam golongan IV dalam daftar sistem periodik kimia dan mempunyai elektron konduksi. Di dalam kristal masingmasing atom berbagi suatu elektron dengan suatu atom tetangga. Di dalam suatu semikonduktor intrinsik, unsur Boron, Aluminium dan Galium semua mempunyai tiga elektron di dalam pita konduksi. Ketika suatu proporsi kecil dari atom ini, (kurang dari 1 dalam 106), disatukan ke dalam kristal dopant atom mempunyai suatu jumlah tidak cukup ikatan untuk berbagi ikatan dengan seluruh atom Silisium. Salah satu dari atom Silisium mempunyai suatu lowongan untuk suatu elektron. Hal ini akan menciptakan suatu lubang yang berperan dalam suatu proses. Dopant itu menciptakan lubang dikenal sebagai akseptor. Semikonduktor ekstrinsik jenis ini dikenal sebagai p-type menciptakan pengangkut muatan positif. Unsur-Unsur yang berada digolongan V dari sistem 18 periodik unsur kimia seperti P, Sb mempunyai suatu elektron ekstra di dalam pita konduksi. Ketika ditambahkan sebagai dopant ke Silisium intrinsik, dopant atom memberi suatu elektron tambahan kepada kristal tersebut. Dopant itu menambahkan elektron kepada kristal dikenal sebagai penderma dan semikonduktor material disebut n-type (Jacobs and Kilduff, 1997). Pembuatan semikonduktor campuran sedikit agak rumit. Efek dopant atom tergantung lokasi yang diduduki oleh atom pada kisi-kisi. Di dalam golongan III dan golongan V semikonduktor, atom dari golongan III bertindak sebagai suatu akseptor ketika menduduki lokasi suatu golongan IV, sedang atom di dalam golongan V bertindak sebagai penderma ketika mereka menggantikan atom dari golongan IV. Ketidakmurnian ini dikenal sebagai ketidakmurnian ion atom. Di dalam penyajian pita energi, penderma dan akseptor membentuk tingkatan di dalam daerah energi larangan. Pita Konduksi Ed Tingkat Donor Ea Tingkat Aseptor Pita Valensi Gambar 5 Teori pita energi semikonduktor ekstrinsik (Jacobs and.Kilduff, 1997) Tingkat ketidakmurnian ini dikenal sebagai ketidak murnian dalam zat cair. Donor merupakan suatu elektron yang mengorbit di suatu lokasi kisi-kisi, sedang akseptor merupakan suatu orbit lubang di sekitar suatu lokasi kisi-kisi dengan muatan positif. Energi yang diperlukan ke ionisasi pengangkut ini sangat sedikit dibanding energi ikat atom hidrogen karena massa efektif lebih kecil dan radius pengangkut mengorbit lebih besar dari atom hidrogen. Energi gap, Eg, 19 pada semikonduktor ekstrinsik tergantung pada banyaknya atom dopan dan permitivitas material intrinsik yang dapat dirumuskan sebagai berikut: me e 4 Eg = 2 2 2 2ε h n (4πε 0 ) Eg = energi gap / celah energi / energi larangan (joule) me = massa elektron ( 9,11x10-31 kg) e = muatan elektron ( 1,6x 10-19 C) ε = permitivitas listrik medium (C/V-m) ħ = konstanta Planck ( 6,63x10-34 J-detik) n = banyaknya atom dopant εo = permitivitas listrik di ruang hampa (8,854x10-12 C/V-m) Energi donor,Ed, merupakan pengurangan energi gap dari semikonduktor intrinsik akibat adanya atom dopan k bT ≈ E d k bT ≈ 1 eV 40 T = Temperatur kamar (K) kb = konstanta Boltzman (1,38x10-23 J K-1 ) Suatu perkiraan kasar untuk temperatur ionisasi berada pada temperatur kamar. Pada awalnya ketika temperatur rendah, eksitasi dari penderma dan akseptor merupakan satu-satunya sumber pengangkut yang mencakup daya konduksi yang disebabkan oleh keadaan luar. Didalam kondisi ini pembuatan semikonduktor menentukan apakah semikonduktor merupakan n-type atau ptype. 2.4 Kegunaan Semikonduktor 2.4.1 Dioda Penggunaan semikonduktor adalah untuk instrument atau komponen elektronik misalnya untuk dioda, transistor dan lain-lainnya. Dioda termasuk 20 komponen elektronika yang terbuat dari dua bahan semikonduktor yang berbeda type yaitu type-p dan type-n disebut juga dengan P-N junction, mempunyai fungsi yang unik yaitu hanya dapat mengalirkan arus satu arah seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Anoda Katoda Depletion layer ++ ++P ++ ++ -N ---- Gambar 6 Simbol dan struktur dioda (PN junction) (Rio., et al 1999) Dari Gambar 6 menunjukkan sambungan PN dengan sedikit porsi kecil yang disebut lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat kesetimbangan hole dan elektron. Pada posisi P banyak terbentuk hole- hole siap menerima elektron, sedangkan di sisi N banyak terdapat elektron –elektron yang siap untuk bebas. Lalu jika diberi bias positif, yaitu dengan memberi tegangan potensial yang lebih besar dari sisi N, maka elektron dari sisi N dengan serta merta akan bergerak untuk mengisi hole disisi P, maka akan terbentuk hole pada sisi N karena ditinggal elektron, ini disebut aliran hole dari P menuju N, jika menggunakan terminologi arus listrik, maka dikatakan terjadi aliran arus listrik dari sisi P ke sisi N, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 7. ++ ++P ++ ++ + --N ---- - Gambar 7 Dioda dengan bias maju 21 Jika polaritas tegangan dibalik yaitu dengan memberikan bias negatif (reverse bias), sisi N mendapat polaritas tegangan lebih besar dari sisi P. Akibatnya tidak akan terjadi perpindahan elektron atau aliran hole dari P ke N maupun sebaliknya. Baik hole maupun elektron masing-masing tertarik ke arah kutub yang berlawanan, bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin besar dan menghalangi terjadinya arus. Dengan tegangan bias maju yang kecil dioda sudah menjadi konduktor. Tidak diatas 0 volt tetapi memang tegangan beberapa volt diatas nol baru bisa terjadi konduksi. Silikon mempunyai tegangan konduksi diatas 0,7 volt yaitu kira-kira 0,2 volt batas minimum untuk dioda yang terbuat dari bahan Germanium. Untuk bias negatif dioda tidak dapat mengalirkan arus, namun memang ada batasnya sampai beberapa puluh bahkan ratusan volt baru terjadi breakdown, dimana dioda tidak dapat lagi menahan aliran elektron yang terbentuk di lapisan deplesi. 2.4.2. LED (Light Emiting Dioda) LED (Light Emiting Dioda) merupakan komponen yang dapat mengeluarkan emisi cahaya. LED merupakan produk temuan lain selain dioda. Strukturnya juga sama dengan dioda tetapi elektron yang menerjang sambungan P-N juga melepaskan energi berupa panas dan energi cahaya. Untuk mendapatkan cahaya pada semikonduktor, doping yang dipakai adalah germanium, arsenic dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula ( Rio.,et al 1999 ). Anoda Katoda Gambar 8 Simbol LED (Rio., et al 1999) Pada saat ini warna-warna cahaya LED yang banyak adalah warna merah, kuning dan hijau sedangan warna biru sangat langka. Pada dasarnya 22 semua warna dihasilkan, namun akan menjadi sangat mahal dan tidak efisien. Dalam memilih LED selain warna, yang juga perlu diperhatikan tegangan, arus maksimum dan daya disipasi. Rumah (chasing) LED dan bentuknya juga bermacam-macam, ada yang persegi empat, bulat dan lonjong. 2.4.3 Transistor Transistor adalah alat semikonduktor yang digunakan sebagai penguat (amplifier), pemotong (switching on/off), stabilisasi tegangan, modulasi sinyal atau fungsi lainnya. Transistor dapat berfungsi semacam kran listrik, dimana berdasarkan arus input dan tegangan inputnya, memungkinkan pengaliran listrik yang sangat akurat dari sumber listriknya ( Rio., et al 1999). Transistor merupakan dioda dengan dua sambungan (junction). Sambungan itu membentuk transistor PNP maupun NPN. Ujung-ujung terminalnya berturut-turut disebut emitor, base dan kolektor. Base selalu berada ditengah, diantara emitor dan kolektor. Transistor ini disebut transistor bipolar, karena struktur dan prinsip kerjanya tergantung dari perpindahan elektron di kutub negatif mengisi kekurangan elektron (hole) di kutub positif, bi =2 dan polar = kutub.William Schockley pada tahun 1951 yang pertama kali menemukan transistor bipolar. C N P N E B C B E C B P N P E E B C Gambar 9 Transistor NPN junction dan PNP junction ( Rio., et al 1999) 23 Dimana : P = Ion positif (proton) N = Ion negatif (elektron) B = Base C = Kolektor E = Emitor Transistor adalah komponen yang bekerja sebagai sakelar (switch on/off) dan juga sebagai penguat (amplifier). Transistor bipolar adalah inovasi yang menggantikan transistor tabung (vacum tube). Selain dimensi transistor bipolar relatif kecil, disipasi dayanya juga lebih kecil sehingga dapat bekerja pada suhu yang lebih dingin. Dalam beberapa aplikasi, transistor tabung masih digunakan terutama pada aplikasi audio, untuk mendapatkan kualitas suara yang baik. Namun konsumsi dayanya sangat besar terutama untuk dapat melepaskan elektron, teknik yang digunakan adalah pemanasan filamen seperti lampu pijar (Rio., et al 1999). Transistor bipolar memiliki dua junction yang dapat disamakan dengan penggabungan dua buah dioda. Emitor - base adalah satu junction dan basekolektor junction lainnya. Seperti pada dioda, arus akan mengalir jika diberi bias positif, yaitu jika tegangan pada material P lebih positif daripada material N (forward bias). Pada gambar 10 transistor NPN junction, junction base-emitor diberi bias positif sedangkan base-kolektor mendapat bias negatif (reverse bias). 24 + B = base C = kolektor - C E = emitor B + E - N E P N B C IB IE ICBO - + IC - + IB = Arus base IC = Arus kolektor IE = Arus emitor ICBO = Arus base-kolektor VEB = tegangan pada emitor VEB VCB VCB = tegangan pada kolektor Gambar 10 Arus elektron transistor NPN (NPN junction) Base-emitor mendapat bias positif seperti dioda, elektron mengalir dari emitor menuju base. Kolektor pada rangkaian ini lebih positif sebab mendapat tegangan positif. Oleh sebab itu kolektor ini lebih positif menuju base seperti dioda. Lebar base tipis hanya sebagian elektron yang dapat bergabung dengan hole yang ada pada base. Sebagian besar akan menembus lapisan base menuju kolektor, dengan alasan ini mengapa jika dua dioda digabungkan tidak dapat menjadi sebuah transistor, yang disebabkan lebar base harus sangat tipis sehingga dapat diterjang oleh elektron. Jika tegangan base-emitor dibalik (reverse bias), maka tidak terjadi aliran elektron dari emitor menuju kolektor. Jika pelan-pelan keran base diberi bias maju (forward bias), elektron mengalir menuju kolektor dan besarnya sebanding dengan besar arus bias base yang diberikan. Jadi arus base mengatur banyaknya 25 elektron yang mengalir dari emitor menuju kolektor. Ini disebut efek penguat transistor sebab arus base yang kecil menghasilkan arus emitor-kolektor yang lebih besar (arus yang lebih kecil mengontrol aliran arus yang lebih besar). Base mengatur pemebukaan dan penutupan aliran arus emitor-kolektor (switch on/off) (Rio., et al 1999). Pada transistor PNP, fenomena yang sama dapat dijelaskan dengan memberikan bias seperti yang ditunjukkan pada gambar 11. Dalam hal ini yang disebut perpindahan arus adalah arus hole. B = base - C = kolektor C + E = emitor B E + B E P N P C IB = arus base IC = arus kolektor IB IC IE IE = arus emitor VCB = tegangan pada kolektor + - VEB + - VEB = tegangan pada emitor VCB Gambar 11 Arus hole transistor PNP (PNP junction) (Rio., et al 1999)