455 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 POTENSI EKSTRAK MANGROVE (Sonneratia alba, S. caseolaris, S. lanceolata, DAN Brugiera gymnorrhiza) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Vibrio parahaemolyticus Rosmiati, Muliani, dan Nurbaya Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak mangrove (Sonneratia alba, S. caseolaris, S. lanceolata, dan B. gymnorrhiza) sebagai antibakteri terhadap Vibrio parahaemolyticus. Penelitian terdiri atas beberapa tahap yaitu: (a) partisi pelarut ekstrak metanol aktif mangrove (b) uji bioassay dengan metode microwell plate,(c) Uji Minimum Inhibition Concentration (MIC) dan Minimun Bactericidal Concentration (MBC), dan (d) studi fitokimia dengan kromatografi lapis tipis. Hasil partisi keempat ekstrak metanol aktif mangrove tersebut dengan dietil eter dan butanol menghasilkan masing-masing ekstrak dietil eter, butanol dan air. Uji bioassay menunjukkan bahwa umumnya ekstrak dietil eter, butanol dan air dari jenis mangrove tersebut kecuali S. caseolaris menunjukkan aktivitas antibakteri yang menjanjikan untuk Vibrio parahaemolyticus. Namun demikian, aktivitas antibakteri tertinggi terhadap V. parahaemolyticus ditunjukkan oleh semua ekstrak mangrove S. alba (ekstrak dietil eter, butanol dan air), ekstrak butanol S. lanceolata dan Bruguiera. gymnorrhiza dengan nilai MIC adalah 0, 05 mg/L, diikuti oleh ekstrak air dan dietil eter dari S. lanceolata dan ekstrak dietil eter B. gymnorrhiza dengan nilai MIC masing-masing 50 mg/L. Analisis senyawa bioaktif dari semua ekstrak aktif ketiga mangrove tersebut telah dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan hasilnya menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid. KEYWORDS: mangrove, antibakteri, Vibrio parahaemolyticus PENDAHULUAN Produksi udang di negara Asia sudah difokuskan pada udang windu Penaeus monodon. Namun demikian, infeksi udang windu dengan spesies Vibrio telah menyebabkan (Vibriosis) terjadinya penurunan produksi udang (Sarjito et al., 2012). Vibrio harveyi dan V. parahaemolyticus adalah bakteri penyebab utama dari vibriosis pada udang windu (Kumar & Ramalingan, 2014). Spesies-spesies bakteri ini terdistribusi secara luas pada lingkungan akuatik dan diketahui menjadi penyebab utama penyakit kunang-kunang pada organisme laut maupun payau. Selain sebagai penyebab utama, sering kali juga bertindak sebagai agen oportunistik pada infeksi sekunder (Saulnier et al., 2000). Penanggulangan penyakit udang berpendar umumnya menggunakan antibiotik, tetapi saat ini penggunaan antibiotik sudah dibatasi karena dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten serta menimbulkan residu pada udang (Raffi & Suresh, 2011). Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penyakit udang berpendar adalah melalui aplikasi bahan alam yang berasal dari tanaman. Kelebihan dari bahan alam adalah memiliki senyawa bioaktif yang mudah terurai diperairan sehingga dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik komersial yang selama ini digunakan (Howlader et al., 2013; Laith & Najiah, 2014; Mouafi et al., 2014; Muliani et al., 2014). Potensi tanaman mangrove dan asosiasinya untuk penanggulangan penyakit pada udang dan ikan telah dilaporkan (Dhayanithi et al., 2012; Soonthornchareonnon et al., 2012). Beberapa tanaman mangrove diketahui mengandung senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai antibakteri diantaranya adalah species Rhizophora mucronata (Baskaran & Mohan, 2012), Excoecaria agallocha L. (Prakash & Sivakumar, 2013). Selain sebagai antibakteri, mangrove juga dilaporkan sebagai bahan immunostimulant pada ikan (Avendo & Serrano, 2012; Dhayanithi et al., 2013). Pada penelitian ini empat jenis mangrove (S. alba, S. caseolaris, S. lanceolata, dan B. gymnorrhiza) diuji aktivitas antibakterinya terhadap V. parahaemolyticus dengan tujuan untuk mengetahui potensi ekstrak keempat jenis mangrove sebagai bakterisida untuk penanggulangan vibriosis pada budidaya udang windu. Potensi ekstrak mangrove (Sonneratio alba, S. caseolaris ..... (Rosmiati) 456 METODE PENELITIAN Partisi Pelarut Ekstrak Metanol Aktif Ekstrak metanol aktif dari mangrove S. alba, S. caseolaris, S. lanceolata, dan B. gymnorrhiza ditambahkan 200 mL akuades dan dipartisi dengan 300 mL dietil eter menggunakan corong pisah, digojog dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan untuk mendapatkan ekstrak dietil eter (bagian atas) dan lapisan air (bagian bawah). Setelah partisi dengan dietil eter dilakukan sebanyak tiga kali pada volume yang sama, partisi dilanjutkan dengan menambahkan 300 mL butanol ke lapisan air, digojok dan dibiarkan sampai terbentuk dua lapisan untuk menghasilkan ekstrak butanol dan ekstrak air yang juga dilakukan sebanyak tiga kali dengan volume butanol yang sama. Ekstrak dietil eter, butanol dan air yang dijumpai dikeringkan dengan rotary evaporator vacum. Uji bioassay Ekstrak dietil eter, butanol dan air diuji bioassay untuk mengetahui aktivitas antibakterinya menggunakan bioindikator V. parahaemolyticus. Masing-masing ekstrak ditimbang sebanyak 5 mg, selanjutnya dilarutkan dalam DMSO 10%. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode microwell plate assay yaitu dengan menggunakan microplate 96 well (Kasanah & Isnansetyo, 2013). Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC) Ekstrak yang aktif menghambat pertumbuhan V. parahaemolyticus diuji aktivitas antibakterinya dengan metode microwell plate assay yaitu dengan menggunakan microplate 96 well (Kasanah & Isnansetyo, 2013). Dari hasil uji MIC dilanjutkan untuk uji MBC untuk mengetahui konsentrasi minimal ekstrak aktif yang dapat mengahambat V. parahaemolyticus. Biakan bakteri dalam microwell plate diinokulasi pada media TCBSA untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan bakteri. Selanjutnya dinkubasi selama 24 jam pada suhu 28oC. Pengamatan dilakukan dengan menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media TCBS. Nilai MBC dapat diketahui dengan adanya pertumbuhan bakteri V. parahaemolyticus pada media TCBS yang berasal dari pengenceran terendah. HASIL DAN BAHASAN Partisi Ekstrak Metanol aktif Mangrove dan Uji Bioassay Secara Kualitatif Pencarian sumber senyawa bioaktif dari tanaman mangrove untuk penanggulangan vibriosis pada budidaya udang windu pada tahun 2013 telah menghasilkan ekstrak metanol aktif dari empat jenis mangrove (S. alba, S. caseolaris, S. lanceolata, dan B. gymnorrhiza) terhadap V. parahaemolyticus. Keempat ekstrak metanol aktif dari mangrove tersebut telah dipartisi dengan dietil eter dan butanol dan menghasilkan masing-masing ekstrak dietil eter, butanol dan air. Hasil aktivitas antibakteri terhadap V. parahaemolyticus dari ekstrak dietil eter, butanol dan air dari keempat jenis mangrove tersebut ditunjukkan dalam Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa ekstrak dietil eter, butanol dan air dari mangrove S. alba, S.laceolata dan S. gymnorrhiza adalah positif menghambat pertumbuhan bakteri V. parahaemolyticus. Sebaliknya, Tabel 1. Aktivitas antibakteri dari ekstrak dietil eter, butanol dan air dari mangrove (S. alba, S. caseolaris, S. lanceolata, dan B. gymnorrhiza) terhadap V. parahaemolyticus. menggunakan metode microwell plate assay Jenis mangrove S. alba S. caseolaris S.laceolata B. gymnorrhiza Aktivitas antibakteri Ekstrak dietil eter Ekstrak butanol Positf Positf Negatif Negatif Positf Positf Positf Positf Ekstrak air Positf Negatif Positf Positf 457 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 ekstrak dietil eter, butanol dan air dari mangrove S. caseolaris tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap V. parahaemolyticus. Pada umumnya aktivitas antibakteri terhadap V.parahaemolyticus yang ditunjukkan oleh ketiga mangrove tersebut terkonsentrasi pada ekstrak butanolnya yang diindikasikan oleh jernihnya media (V. parahaemolyticus tidak tumbuh) yang telah diinfeksikan dengan bakteri setelah 24 jam inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa antibakteri ketiga mangrove tersebut bersifat semipolar. Kajian beberapa ekstrak mangrove sebelumnya. Abeysinghe, (2010) menyatakan bahwa ekstrak metanol, etanol dan air menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap isolat bakteri patogen dan bakteri resisten antibiotik. Umumnya ekstrak etanol atau semi polar menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih baik daripada ekstrak air, hal ini disebabkan senyawa bioaktif yang larut dalam ekstrak air konsentrasinya rendah atau semua senyawa antibakteri telah terekstraksi dalam pelarut semi polar (etanol, butanol, dan pelarut lain) selama ekstraksi secara maserasi (Chandrasekaran et al., 2009). Menurut Subandrio (1995) bahan aktif yang bersifat sebagai antibakteri dapat mengganggu proses fisiologis dan menghalangi terbentuknya komponen sel bakteri seperti sintesis dinding sel, membran sitoplasma, sintesis protein dan sintesis asam nukleat. Kneblock (1989) menyatakan bahan aktif yang memiliki daya larut yang lebih tinggi pada pelarut polar, akan lebih mudah menembus lapisan fosfolipid membran sel sehingga lebih cepat mengganggu fungsi fisiologis bakteri dan pada akhirnya sel akan mengalami kematian. Uji Minimum Inhibition Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC) Setelah dilakukan uji bioassay secara kualitatif, dilanjutkan dengan uji bioassay secara kuantitatif untuk melihat MIC dan MBC terhadap beberapa hasil partisi yang positif memiliki anti V. parahaemolyticus. Hasil uji MIC dan MBC hasil partisi beberapa jenis mangrove tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil uji MIC dan MBC hasil partisi beberapa jenis mangrove terhadap V. parahaemolyticus Jenis mangrove S. alba S.laceolata B. gymnorrhiza MIC dan MBC (mg/L) terhadap V. parahaemolyticus Air Butanol Dietyl eter MIC MBC MIC MBC MIC MBC 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 50 50 0.05 0,05 50 500 500 500 0.05 0,05 50 50 Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai MIC terhadap V. parahaemolyticus paling rendah diperlihatkan oleh ekstrak air S. alba yaitu 0,05 mg/L, kemudian diikuti berturut-turut oleh ekstrak air S. lanceolata (50 mg/L) dan B. gymnorrhiza (500 mg/L). Ekstrak butanol ketiga jenis mangrove memiliki nilai MIC yang sama yaitu 0,05 mg/L, sedangkan nilai MIC ekstrak dietileter terendah diperlihatkan oleh S.alba (0,05 mg/l) diikuti oleh S. lanceolata dan B. gymnorrhiza yaitu masing-masing 50 mg/L. Nilai MBC terhadap V. parahaemolyticus terendah diperlihatkan oleh ekstrak air, ekstrak butanol, dan ekstrak dietyeter S. alba, dan ekstrak butanol S. lanceolata dan B. gymnorrhiza yaitu masing-masing 0,05 mg/ L, kermudian disusul oleh ektrak air S. lanceolata, dan ekstrak dietileter B. gymnorrhiza. Nilai MBC tertinggi diperlihatkan oleh ekstrak air B gymnorrhiza. Dari ketiga jenis mangrove tersebut, S. alba adalah mangrove yang mengandung senyawa bioaktif yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai antibakterial untuk penanggulangan V. parahaemolyticus yang diindikasikan oleh nilai MIC dari ekstrak dietil eter, butanol dan airnya adalah <1 mg/L. Menurut Aligiannis et al. (2001), ekstrak dengan nilai MIC <1 mg/L dipertimbangkan sebagai ekstrak aktif. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Studi Fitokimia Berdasarkan hasil KLT profiling dari masing-masing ekstrak (Gambar 1) diperoleh bahwa sistem pelarut yang sesuai untuk memisahkan senyawa-senyawa dari semua ekstrak adalah diklorometan/ metanol (9 : 1). Dengan tidak munculnya spot orange pada pelat KLT setelah disemprot dengan reagen dragendorf maka dapat dipastikan bahwa senyawa bioaktif dari ekstrak aktif mangrove yang Potensi ekstrak mangrove (Sonneratio alba, S. caseolaris ..... (Rosmiati) 458 bersifat antibakteri V. parahaemolyticus bukan dari golongan alkaloid namun diduga dari golongan flavonoid. Secara umum daun mangrove mengandung senyawa steroid, saponin, flavonoid dan tannin. Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang berpotensi sebagai senyawa antibiotik dan antibakteri. Senyawa ini disintesis oleh tanaman sebagai sistem pertahanan dalam responnya terhadap infeksi oleh mikroorganisme, sehingga senyawa ini efektif sebagai senyawa antimikroba terhadap sejumlah mikroorganisma (Parubak, 2013). Lebih jauh, Cody et al. (1998) melaporkan bahwa flavonoid menunjukkan aktivitas biologi yang penting digunakan dalam bakteriologi, farmakologi dan pengobatan karena aktivitas bakterisidanya. Kehadiran dari gugus fungsional hidroksil (OH) akan meningkatkan pengaruh terhadap aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri yang ditunjukkan oleh flavonoid adalah melalui interaksi langsung ke enzim melalui ikatan hidrogen (Cotelle et al., 1996). Sebagai senyawa bakterisida, flavonoid mengganggu fungsi membran sitoplasma. DCM/MeOH 9:1 DCM/MeOH 9:1 Keterangan: Ekstrak: (1) Air S. alba (2) Butanol S. alba (3) Dietyleter S. alba (4) Air S. lanceolata (5) Butanol S.lanceolata (6) Air B. gymnorrhiza (7) Butanol B. gymnorrhiza (8) Dietyleter B. gymnorrhiza 1 2 3 4 5 (A) 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 (B) Gambar 1. Hasil kromatografi lapis tipis hasil partisi ekstrak mangrove, (A) UV366nm dan (B) UV 254nm KESIMPULAN Hasil yang dijumpai dari studi ini menyarankan bahwa mangrove S. alba, S. caseolaris, S. lanceolata, dan B. gymnorrhiza mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sumber antibakteri alami untuk penanggulangan infeksi Vibrio parahaemolyticus yang diindikasikan oleh nilai MIC dari ekstrak dietil eter, butanol dan air S. alba, dan ekstrak butanol S. lanceolata, dan B. gymnorrhiza adalah masingmasing 0,05 mg/L. DAFTAR ACUAN Aligiannis, N., Kalpotzakis, E., Mitaku, S., & Chinou, I.B. (2001). Composition and antimicrobial activity of the essential oils of two Origanum species. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 40, 4168-4170. Avendo, P., & Serrano, A.E. (2012). Effect of the aplle mangrove (Sonneratia caseolaris)on antimicrobial, Immunostimulatory, and histological responses in balck tiger shrimp postlarvae fed at varying feeding frequensi. ACCL BIOFLUX. 5 Issue, 3, 112-123. Baskaran, R., & Mohan, P.M. (2012). In vitro antibacterial activity of leaf extracts of Rhizophora mucronata L. against multi drug resisten Vibrio spp. isolated from marine water lobster’s larvae hatcheries.Indian Journal of Geo-Marine Science. 41 (3),218-222. Cotelle, N., Bernier, J.L., Catteau, J.P., Pommery, J., Wallet, J.C., & Gaydou, E.M. (1996). Antioxidant properties of hydroxylflavones. Free Radic. Bio. Med, 20(1), 35-43. Dhayanithi, N. B., Kumar, T.T.A., Balasubramanian, T., & Tissera, K. 2013. A study on the effect of using mangrove leaf extracts as a feed additive in the progress of bacterial infections in marine ornamental fish. Journal of Coastal Life Medicine, 1(3), 217-224. 459 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 Howlader, M.S.I., Ahmed, M.J., Kabir, A.N.M.H., Uddin, M.G., & Hossain, M.K. (2013). Antibacterial, cytotoxic, analgesic, and diuretic activities of Rhizophora mucronata Lam. Bark. Indian Journal of Natural Products and Resource, 4(3), 229-232. Kasanah, N., & Isnansetyo, A. (2013). High ThroughputScreening dan Bioassay dalam Penemuan senyawa Bioaktif dari Alam. Materi workshop dan Pelatihan Bioprospekting Bahan Alam Kelautan II. Laboratorium Hidrobiologi. Jurusan Perikanan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada, 22 hlm. Kumar, S., & Ramalingan, K. (2014). Trial vaccine and immune function analysis of Penaeus monodon against Vibrio harveyi and Vibrio parahaemolyticus.Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 5(3), 11 p. Laith, A.A., & Najiah, M. (2014). Antimicrobial activities of blinding tree, Excoecaria agallocha against selected bacterial pathogens. Jounal of Microbiology and Antimocrobial, 6(2), 29-3. Mouafi, F.E., Abdel-Aziz, S.M., Bashir, A.A., & Fyiad, A.A. (2014). Phytochemical Analysis and Antimicrobial Activity of Mangrove Leaves (Avicenna marina and Rhizophora stylosa) Against Some Pathogens. World Applied Sciences Journal, 29(4), 547-554. Muliani, Nurhaidayah, & Kurniawan, K. (2014). Skreening herbal tanaman mangrove dari beberapa lokasi di sulawesi selatan sebagai sumber anti bakteri V. harveyi penyebab penyakit pada udang windu Penaeus mondon (JRA in Press). Parubak, A.S. (2013). Senyawa flavonoid yang bersifat antibakteri dari akway (Drimys beccariana Gibbs). http://www.google.co.id. Accessed on May 2, 2015. Prakash, M., & Sivakumar, L. (2013). A study on antibacterial activity of mangrove plant Excoecaria agallocha L. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences, 2(8), 260-262. Raffi, S.M., & Suresh, T.V. (2011). Screening of chloramphenicol in wild and cultured shrimp Penaeus monodon by competitive enzyme linked immunosorbent assay. In International Conference on Chemical, Biological and Environment Sciences (ICCEBS’2011), Bangkok. Sarjito., Ningrum, N.E.W., Radjasa, O.K., & Prayitno, S.B. (2012). Application of repetitive sequencebased PCR on the richness of vibrio on the tiger shrimp (Penaeus monodon Fab.). Journal of Coastal Develpopment ISSN, 15(3), 303-309. Saulnier, D., Haffner, P., Goarant, C., Levy, P., & Ansquer, D. (2000). Experimental infection models for shrimp vibriosis studies: a review. Aquaculture, 191, 133–144. Soonthornchareonnon, N., Wiwat, C., & Chuakul, W. (2012). Biological Activities of Medicinal Plants from Mangrove and Beach Forests. Mahidol University Journal of Pharmaceutical Science, 39(1), 9-18.