Prawacana Globalisasi Neo-liberal dan Kedermawanan Islam S ejak runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin dua puluh tahunan silam, kapitalisme neo-liberal telah men­ jadi sistem ekonomi yang dominan di negara-negara Barat, ne­ gara-negara bekas sosialis, dan bahkan negara-negara yang per­nah disebut Dunia Ketiga atau Selatan. Dalam taraf tertentu, negara harus menarik diri dari keterlibatan mereka dalam kegiatan eko­no­ mi dan bahkan harus melepaskan perekonomian—termasuk kese­ jah­teraan warganya—kepada kekuatan pasar. Faktanya, per­usaha­ an-perusahaan milik negara (BUMN, di Indonesia) telah dijual kepada sektor swasta; subsidi negara untuk menjaga harga kebu­­tuh­ an pokok masyarakat berupa makanan dan bahan bakar agar tetap terjangkau mulai dikurangi; dan tarif perdagangan yang melin­ dungi produsen nasional dari kompetisi internasional juga dihapus. Kebijakan-kebijakan semacam itu dibebankan kepada ba­nyak negara, termasuk Indonesia, oleh IMF dan “penasihat” eko­nomi inter­nasional sebelumnya, dan bahkan telah diterapkan secara sistematis sejak dua puluh tahun silam. Selaras dengan perkem­ bangan revolusioner di bidang komunikasi—mobile phone, televisi Front melayani umat.indd 11 6/28/10 2:47:32 PM xii I MELAYANI UMAT satelit, Internet, dan perjalanan udara yang murah—revolusi neoliberal semakin cepat karena globalisasi membawa pertumbuhan ekonomi dan menghasilkan kelas menengah yang makmur. Di luar beberapa negara seperti Korea Utara, setiap masyarakat membuka diri terhadap dunia luar. Barang-barang konsumen, manusia, dan gagasan-gagasan tersebar melewati batas-batas geografis jauh lebih mudah daripada sebelumnya. Tetapi, neo-liberalisme juga telah menyebabkan krisis eko­no­ mi yang mendalam dan secara dramatis telah memperlebar jarak antara yang kaya dan yang miskin. Dinamika pasar yang meng­ global ikut merusak sejumlah usaha kecil dan menengah dan menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan. Meningkatnya kelas menengah baru yang makmur dan menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan mewah di mana-mana seakan telah menyembunyikan dari pandangan mata sekian banyak masyarakat miskin yang ha­nya memiliki sedikit kesempatan untuk dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup mereka. Negara neo-liberal telah me­ ning­gal­kan tanggung jawab mereka, bahkan sekadar kewajiban untuk menyediakan kebutuhan pokok makanan, bahan bakar, perumahan, kesehatan, dan pelayanan sosial bagi kaum miskin. Se­ mua fungsi tersebut diserahkan begitu saja kepada sektor swasta— yang dalam banyak kasus menjadikan mereka tak terakses oleh kebanyakan populasi masyarakat. Kemunculan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di seluruh dunia secara langsung terkait dengan semakin berkurangnya keter­ libat­an negara dalam menyejahterakan rakyat di bawah kendali neo-liberalisme. Pembangunan masyarakat, pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk kaum miskin, perjuangan menumpas ke­mis­ kin­an, kegiatan kemanusiaan, dan penanggulangan keadaan daru­ rat di lokasi bencana telah menjadi keprihatinan dan perhatian LSM-LSM nasional dan internasional ketimbang pemerintah. Front melayani umat.indd 12 6/28/10 2:47:33 PM Globalisasi Neo-liberal dan Kedermawanan Islam I xiii Kebanyakan LSM di negara-negara seperti Indonesia muncul tidak secara spontan, melainkan didirikan karena adanya LSMLSM internasional yang memerlukan partner di tingkat nasional. Ketersediaan dana-dana asing (dan adanya program-program yang dianggap bermanfaat bagi organisasi lokal) sering dianggap sebagai alasan utama mengapa sebuah LSM didirikan. Lembagalembaga donor dari Barat, yang umumnya merupakan organisasi non-keagamaan maupun yang diinspirasi nilai-nilai Kristen, lebih cenderung menjadikan LSM-LSM non-keagamaan atau “sekular” sebagai partner mereka. Terbukti, mereka barangkali tidak begitu mengenal lembaga-lembaga Islam dengan program karitatif sebagai sebuah LSM karena karakter lembaga-lembaga Islam itu berbeda dan bentuk-bentuk kegiatan mereka yang sangat terbatas. Malahan, ada sikap saling curiga di antara LSMLSM internasional dari Barat dan organisasi-organisasi Muslim. Masa-masa tumbuh suburnya LSM-LSM adalah juga masa-masa terjadinya “benturan peradaban”. Sementara itu, pelbagai lembaga kemanusiaan Islam (seperti Islamic Relief dan Muslim Aid) telah berkembang pesat dan men­jadi pelaku-pelaku yang menonjol dalam kegiatan penanggu­ langan keadaan darurat. Lembaga-lembaga internasional yang penting, antara lain Palang Merah Internasional dan juga beberapa lembaga milik Kristen dan sekular serta organisasiorga­­nisasi tanggap darurat di lokasi bencana, mulai mengenal po­­tensi lembaga kemanusiaan Islam. Para relawan di lapangan semakin sadar bahwa organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga kemanusiaan Islam memiliki akses yang jauh lebih baik ke masyarakat miskin dalam menyampaikan bantuan dibandingkan dengan organisasi sekular yang lain. Dalam kasus perang sipil yang mengoyak wilayah-wilayah seperti Somalia, misalnya, tidak ada cara lain untuk menyampaikan bantuan kepada para korban Front melayani umat.indd 13 6/28/10 2:47:33 PM xiv I MELAYANI UMAT kecuali melalui beberapa lembaga Islam transnasional yang masih beroperasi di sana. Meningkatnya sikap saling tidak percaya dan rasa curiga antara dunia Muslim dan Barat sejak peristiwa “11 September” dan “perang terhadap teror” menjadikan semakin sulit bagi lembagalembaga donor Barat dan Islam untuk beroperasi secara efektif di berbagai wilayah. Di banyak masyarakat Muslim, motif–motif lembaga donor Barat dicurigai, dan beberapa kelompok Islam secara aktif menunjukkan sikap penolakan terhadap lembagalembaga Barat. Selain karena kecurigaan masa silam bahwa ban­ tua­n hanyalah sekadar kedok dari penetrasi ekonomi neo-liberal atau sekadar upaya untuk menyebarkan agama Kristen di tanahtanah Muslim, kini juga masih terdapat persepsi yang luas di kalangan Muslim bahwa bantuan dan “perang terhadap terror” terkait erat satu sama lain, dan lembaga-lembaga donor Barat bertujuan menghancurkan gerakan Islam dan menggantikan Islam dengan aneka ragam keper­cayaan yang lebih bisa diterima (Barat). Laporan-laporan tentang program Amerika yang ambisius untuk “mengubah wajah Islam yang sesungguhnya” telah memperkuat kege­lisahan-kegelisahan tentang keterlibatan lembaga-lem­baga Barat di dunia Muslim. Bahkan, pada saat bencana alam, kegelisah­ an-kegelisahan seperti itu muncul dalam proses pemberian bantu­ an secara efektif kepada korban bencana. Karena itu, organisasiorga­nisasi kemanusiaan Kristen yang memberikan bantuan ke Aceh menyusul bencana Tsunami pada Desember 2004 menya­dari bahwa jalan terbaik untuk menanggulangi kecurigaan-ke­curi­ga­an di atas dan agar bala bantuan dapat menjangkau sasar­an dengan efektif adalah dengan cara menyalurkannya mela­lui organisasi Islam besar se­perti Muhammadiyah. Sementara itu, masalah-masalah yang dihadapi lembaga kema­ nusia­an dan sosial Islam agak berbeda karakternya. Kebanyakan Front melayani umat.indd 14 6/28/10 2:47:34 PM Globalisasi Neo-liberal dan Kedermawanan Islam I xv aktivitas mereka terkait dengan penyaluran dana zakat dan sedekah kepada fakir miskin dan orang-orang lain yang berhak. Semenjak aktivitas jihad dan terorisme di beberapa tempat yang bermasalah didanai oleh jenis sumber dana serupa (dan dianggap sebagai satu persoalan oleh beberapa lembaga donor), seluruh lembaga kemanusiaan dan karitas Islam pun kena dampaknya, mereka diawasi atas kemungkinan keterlibatan mereka dalam aktivitas terorisme. Rekening bank dibekukan dan transfer keuangan mereka diblokir sehingga menyebabkan banyak kegiatan sosial, kemanusiaan, dan karitatif mereka dirugikan. Memang benar bahwa banyak lembaga sosial dan karitatif menyalurkan dana mereka kepada kelompok-kelompok yang dalam aktivitasnya menggunakan kekerasan bersenjata untuk melawan musuhmusuh Islam, dan gerakan tersebut, mulai dari HAMAS sampai al-Qaida, tidak diragukan lagi, banyak bertumpu pada pada sumbangan sukarela dalam perjuangan mereka. Akan tetapi, lembaga-lembaga sosial Islam lainnya betul-betul menjalankan kegiatan kemanusiaan dalam pengertian yang lebih tegas, termasuk kegiatan penanggulangan keadaan darurat di lokasilokasi bencana di mana lembaga-lembaga kemanusiaan dari Barat tidak dapat atau malah tidak beroperasi sama sekali. Kerja-kerja lembaga kemanusiaan Islam akhirnya juga ikut dipersulit oleh “perang terhadap teror”, dan menyebabkan semakin sulitnya orang-orang miskin untuk mendapatkan pertolongan. Prasangka-prasangka dan kecurigaan-kecurigan terhadap lem­ baga kemanusiaan dan karitas Islam telah berurat akar, dan ti­ dak hanya di Barat. Rasa kekhawatiran serupa juga dirasakan di dunia Muslim—seperti halnya orang-orang Barat yang tidak setuju dengan cara-cara yang digunakan oleh organisasi-organisasi Kris­ ten fundamentalis dalam melakukan kerja-kerja sosial karitatif mereka. Dalam konteks yang lain, kritik terhadap lembaga-lem­ Front melayani umat.indd 15 6/28/10 2:47:34 PM xvi I MELAYANI UMAT baga Islam yang bermarkas di Saudi Arabia dan negara-negara teluk lainnya sering muncul karena mereka mendorong sebuah agenda politik yang melayani kepentingan-kepentingan rezim Saudi dan melupakan kebutuhan ekonomi mendasar kaum miskin dalam masyarakat Muslim. Sumber-sumber dana amal dan sedekah me­reka utamanya digunakan untuk menyebarkan versi Salafi dari Islam, untuk memerangi keyakinan-keyakinan dan kegiatankegiatan kelompok Muslim yang dianggap menyimpang—apakah itu bentuk keislaman yang diinspirasi oleh Sufi, kelompok Islam rasional, ataupun yang mengakomodasi tradisi lokal—dan untuk memerangi pengaruh-pengaruh revolusioner Iran. Sumbangansum­bangan mereka lebih banyak—untuk tidak mengatakan hanya—digunakan untuk mendanai pembangunan masjid-masjid, tetapi bukan sekolah-sekolah modern, memberikan beasiswa untuk para pelajar guna belajar ilmu agama, tetapi tidak ilmuilmu pengetahuan lainnya, dan untuk “mendidik” massa dengan brosur-brosur murahan yang menguraikan pesan-pesan Salafi yang sederhana dan konspirasional, pandangan dunia dikotomis, di mana Islam sering ditempatkan berada dalam serangan koalisi tentara Salib, Zionis, Freemasonri, Orientalis, dan tentunya serangan Muslim liberal. Jangkauan organisasi-organisasi Islam yang terlibat dalam kerjakerja kesejahteraan sosial dan kemanusiaan sangatlah luas. Peran yang dimainkan organisasi yang diinspirasi oleh Persaudaraan Islam (Ikhwan al-Muslimin) dan gerakan-gerakan Islam lain yang sejenis sangat mencolok; mereka membagi-bagikan makanan dan pakaian kepada anak-anak yatim piatu dan kaum miskin, sem­bari menyediakan pelayanan kesehatan dan pendidikan mu­­ rah, menyelenggarakan proyek-proyek untuk peningkatan peng­­ ha­sil­an masyarakat miskin, dan memberikan bantuan un­tuk kor­ban bencana. Para pekerja profesional dan relawan me­reka Front melayani umat.indd 16 6/28/10 2:47:34 PM Globalisasi Neo-liberal dan Kedermawanan Islam I xvii umumnya berpendidikan tinggi (khususnya dengan latar bela­ kang disiplin ilmu-ilmu seperti kedokteran dan teknik, bukan studi keagamaan) dan memiliki motivasi kuat. Mereka acap kali mam­pu memberikan pelayanan yang lebih baik dibanding negara, dan mereka juga lebih dipercaya oleh penduduk miskin ketim­ bang negara ataupun LSM. Mereka berbeda dari LSM dalam hal bahwa bagi lembaga kemanusiaan Islam, kerja-kerja sosial ada­lah juga bagian dari dakwah, aktivitas misi, dan juga bagian dari per­­ juangan mereka untuk menciptakan masyarakat yang lebih Islami. Sebagian dari mereka, barangkali merepresentasikan posisiposisi ideologis dan strategi-strategi politik—khususnya da­lam penggunaan kekerasan—yang negara-negara Barat tidak menye­ tujuinya. Komitmen mereka terhadap demokrasi dan hak-hak asasi manusia, khususnya ketika terkait dengan kelompok mino­­ ritas keagamaan, juga diragukan. Kritik-kritik juga terlontar da­lam kondisi seperti apakah aktivitas-aktivitas lembaga-lembaga Islam mampu memberdayakan orang-orang yang mereka bantu, atau­kah sekadar menciptakan ketergantungan baru bagi penerima bantuan. Hal-hal tersebut adalah keprihatinan yang sah dan logis, dan banyak kalangan di Barat menolak untuk melakukan kerja sama yang bermakna dengan organisasi-organisasi kesejahteraan Islam. Tentu, keprihatinan seperti ini tidak hanya khas Islam dan cukup lazim dari pengalaman dengan lembaga-lembaga yang berorientasi pembangunan dari pelbagai orientasi ideologis, um­ pama­nya mereka yang diasosiasikan dengan gerakan-gerakan liberal, dan dilema patronase versus pemberdayaan diketahui betul di kalangan lembaga-lembaga bantuan Barat. Di lapangan, para relawan yang berasal dari Barat seringkali memiliki cara pan­ dang dan langkah pragmatis dan beranggapan bahwa terdapat tujuan dan kepentingan yang sama (antara lembaga kemanusiaan Islam dan Barat), di mana koordinasi dan kerja sama dengan Front melayani umat.indd 17 6/28/10 2:47:35 PM xviii I MELAYANI UMAT lembaga-lembaga kemanusiaan Islam sangat mungkin dilakukan atau bahkan diperlukan—terutama dikarenakan, dalam konteks tertentu, organisasi-organisasi Islam mampu menyampaikan ban­­tuan kepada kelompok masyarakat tertentu yang organisasi kema­nu­siaan lain tidak mampu melakukannya. Dalam ling­ kungan dunia dewasa ini, lembaga-lembaga kemanusiaan dan orga­nisasi kesejahteraan Islam merupakan aktor penting yang mem­­butuhkan kajian secara serius dan mendalam. Penting kira­ nya untuk mengetahui bahwa organisasi-organisasi tersebut tidak­ lah sama satu sama lain, dan tidak pula statis. Terdapat banyak ga­gasan tentang isu-isu pembangunan dan, seperti halnya lembaga sosial Kristen, terdapat banyak hal yang bisa dilakukan oleh lem­ baga-lembaga Islam dari sekadar pendistribusian zakat, misal de­ ngan menggunakan pendekatan-pendekatan “struktural” dalam menjalankan agendanya. Muhammadiyah, didirikan tahun 1912, adalah pelopor kerjakerja sosial karitatif dan pendidikan modern. Saya pikir, tidak ada lagi organisasi besar di dunia Islam yang mencurahkan sebegitu banyak energi kepada dua hal tersebut sebelumnya. Seperti hal­nya bagi Persaudaraan Islam (Ikhwan al-Muslimin), yang didiri­kan 16 tahun sesudah Muhammadiyah di Mesir, dakwah, pendidikan, dan kegiatan sosial karitas dikembangkan. Dalam hal ini, Muhammadiyah tidak hanya merepresentasikan sebuah respons kalangan Muslim terhadap misi Kristen (tetapi juga— dan ini menarik—Muhammadiyah mengadopsi beberapa metode yang diggunakan oleh rival Kristen mereka). Kini, ketika hampir menginjak seratus tahun usianya, Muhammadiyah masih kuat dan terorganisir dengan baik serta memiliki jaringan pendidikan, rumah sakit, dan panti asuhannya yang luas yang dikelola secara professional. Tak ada satupun organisasi di dunia yang sebanding dengan Muhammadiyah, dan banyak alasan bagi anggota-anggota Front melayani umat.indd 18 6/28/10 2:47:35 PM Globalisasi Neo-liberal dan Kedermawanan Islam I xix Muhammadiyah untuk berbangga akan organisasi mereka dan kontribusinya terhadap masyarakat Indonesia. Tetapi, sukses juga dapat menjadi ancaman dan bahaya bagi sebuah organisasi, dan selalu ada godaan untuk sekadar me­ lan­jut­kan apa yang sudah dianggap dan terbukti sukses tanpa menimbang ulang perubahan-perubahan yang terjadi di dunia. Stagnasi mulai mengintai, tepatnya karena justru setelah sebuah organisasi—dianggap atau merasa—sukses. Apa yang ditulis Ibnu Khaldun tentang negara barangkali, dengan sedikit adaptasi, juga dapat diterapkan untuk memahami organisasi: begitu sebuah negara berkembang menjadi mapan dan asyik dengan kesuksesan, mereka lambat laun akan kehilangan dinamika dan memunculkan kelompok-kelompok anti-kemapanan yang memiliki lebih banyak idealisme untuk mengambil inisiatif. Barangkali mereka ini adalah kelompok-kelompok pinggiran dalam organisasi; mereka juga lebih muda dan lebih dinamis di luar; berupaya mengambil banyak inisiatif dan secara bertahap mengambil alih peran-peran generasi tua, organisasi yang mapan. Saya yakin, hal semacam itu, sebagaimana dapat kita saksikan, juga terjadi dalam tubuh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Gerakan-gerakan dan organisasi-organisasi lain, yang barang­ kali tidak memiliki sejarah panjang dan jejak rekam yang sama seperti Muhammadiyah, tetapi cukup ambisius dan boleh jadi lebih memiliki perhatian pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat Indonesia dan lebih sadar tentang perkembangan di dunia yang lebih luas, telah mengambil inisiatif-inisiatif baru yang menjadikan Muhammadiyah nampak lebih konservatif bila dibandingkan. Kegiatan karitatif adalah salah satu bentuk aksi sosial, sementara organisasi yang lain muncul dengan memelopori proyek-proyek yang betul-betul inovatif, dan dalam konteks ini Muhammadiyah bisa terlihat lamban. Akan tetapi, aktivis-aktivis muda dalam Front melayani umat.indd 19 6/28/10 2:47:36 PM xx I MELAYANI UMAT Muhammadiyah berupaya menghidupkan kembali dinamisme dan komitmen sosial Muhammadiyah yang asli; dan beberapa dari mereka mencoba memikirkan ulang bagaimana Muhammadiyah dapat kembali menjadi aktor terdepan dalam filantropi Islam, dan bagaimana bentuk-bentuk kegiatan karitatif yang telah mapan itu dapat diadaptasikan kepada kebutuhan masyarakat dewasa ini. Hilman Latief adalah salah satu dari intelekual muda Mu­ ham­madiyah yang merasa terikat dengan Muhammadiyah dan memi­liki perhatian terhadap relevansi sosial organisasi ini. Buku ini merupakan ekspresi komitmen dan keprihatinan yang dimi­ liki­nya. Hilman adalah milik generasi yang telah merasakan ba­ nyak manfaat dari eksposur internasionalnya yang luas melalui studinya di Amerika Serikat dan Belanda, selain perjalanannya ke beberapa negara lain. Saat ini ia sedang menyusun proyek pene­litian untuk program doktoralnya tentang kegiatan-kegiatan karitatif dari lembaga-lembaga Islam di Indonesia dari perspektif sejarah dan perbandingan yang, saya yakin, akan menjadi sebuah kon­tribusi penting dalam literatur akademik dalam subjek ini; dan saya juga berharap bahwa karya ini akan memberikan kontribusi yang bermakna dalam diskusi-diskusi tentang nilai-nilai, tujuantujuan, sasaran-sasaran, dan masa depan Muhammadiyah. Buku ini sangat berbeda dari disertasi yang ditulisnya, tetapi buku ini juga merefleksikan komitmen dan perhatiannya, dan saya percaya ini akan menjadi bacaan yang bermanfaat bagi siapa saja yang memiliki komitmen dan perhatian yang sama. Saya mengucapkan selamat kepada Hilman Latief atas penulisan buku ini, dan saya berharap buku ini akan dibaca masyarakat luas! Martin van Bruinessen Professor of Comparative Studies of Contemporary Muslim Societies, Utrecht University Front melayani umat.indd 20 6/28/10 2:47:36 PM