tinjauan novel ayat-ayat cinta karya habiburrahman el shirazy

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TINJAUAN NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
(ANALISIS STRUKTURAL DAN ASPEK RELIGIUS)
Oleh
INDAH AYU WIDIASTUTI
NIM K1204027
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TINJAUAN NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
(ANALISIS STRUKTURAL DAN ASPEK RELIGIUS)
Oleh
INDAH AYU WIDIASTUTI
NIM K1204027
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
INDAH AYU WIDIASTUTI. K1204027. Tinjauan Novel Ayat-Ayat Cinta
Karya Habiburrahman El Shirazy (Analisis Struktural dan Aspek Religius).
Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Januari 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) struktur novel
Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan (2) mendeskripsikan dan
menjelaskan makna aspek religius yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta
karya Habiburrahman El Shirazy.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
pendekatan strukturalisme. Sumber data penelitian ini adalah dokumen dan
informan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis dokumen (content analisis) dan teknik wawancara
mendalam (indepth interviewing). Validitas data dilakukan dengan menggunakan
triangulasi teori yaitu mengkroscekkan data hasil penelitian dengan perspektif
teori yang berbeda. dan triangulasi sumber. Teknis analisis data dilakukan dengan
model analisis interaktif.
Hasil penelitian ini adalah: (1) struktur novel Ayat-Ayat Cinta dibangun
oleh tema percintaan dengan tokoh utama Fahri, Maria, dan Aisha. Latar dalam
novel tersebut adalah negara Mesir. Alur yang digunakan pengarang adalah alur
progresif dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Bahasa yang
terdapat dalam novel tersebut adalah bahasa Indonesia, Arab, Inggris, dan Jerman;
(2) Aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta bersumber pada Rukun Iman dan rukun
islam, yakni: (a) Nilai-nilai keislaman pada novel Ayat-Ayat Cinta bersumber
pada rukun iman di dalam Islam meliputi percaya kepada Allah, percaya terhadap
adanya para malaikat Allah, percaya terhadap kitab-kitab-Nya, percaya terhadap
Rasul-rasul-Nya, percaya terhadap adanya hari kiamat, dan percaya pada adanya
takdir yang baik dan buruk; (b) nilai-nilai keislaman pada Novel Ayat-ayat Cinta
Bersumber pada rukun Islam, yaitu mengucapkan syahadatain, mengerjakan salat
fardu, mengeluarkan zakat, mengerjakan puasa Ramadan, dan menunaikan ibadah
haji.
commit to user
v
digilib.uns.ac.id
1
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Realita dunia sastra sekarang, terdapat fenomena bahwa karya sastra
dipandang tidak lagi mengindahkan “dulce et etille”. Setiap karya sastra baik yang
berupa puisi, cerpen, essai sastra atau novel yang bertemakan pornografi dapat
diangkat dengan mudah oleh penulis kemudian dinikmati oleh khalayak penikmat
sastra. Karya sastra yang bertemakan seks, pornografi dan hal-hal yang
sebenarnya tidak membudaya dapat kita jumpai dengan mudah di toko buku,
persewaan buku, internet dan akses lain ke dunia sastra. Hal tersebut menjadi hal
yang patut kita prihatinkan karena karya sastra dapat dinikmati siapa saja tanpa
membedakan usia. Anak-anak dapat dengan mudah mendapatkan novel atau
bacaan tanpa melalui kontrol dari orang tua. Karya sastra yang semula dapat
mendidik manusia ke arah peradaban yang humanis menjadikan manusia yang
santun dan bermoral tidak bisa terwujud karena karya sastra yang tidak bernilai
Karya sastra yang memegang teguh asas ” dulce et etille ” .menjadi
benteng dari arus pergeseran budaya yang negatif dan juga menopang sekaligus
mengembangkan kesusastraan di tanah air. Nilai keindahan dan kebermanfaatan
menjadi pertimbangan dalam menjadi karya sastra. Karya sastrawan pendahulu
dapat dijadikan acuan bagi kita untuk mengkaji sesuatu yang luhur dan mulia
yang terdapat dalam sebuah karya sastra
Nilai moral dan religius adalah nilai-nilai yang sangat diperlukan karya
sastra yang hendak di ajarkan di bangku sekolah. Untuk mendidik manusia
Indonesia supaya bermoral salah satunya adalah melalui bangku sekolah yaitu
melalui apa yang dipelajari siswa di sekolah. Pelajaran apresiasi sastra di bangku
Sekolah Menengah Atas (SMA) salah satunya adalah apresiasi terhadap novel dan
mengaitkan sesuai konteksnya baik religius, sosial budaya, maupun nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat kita yang kebetulan juga terdapat dalam novel yang
commit to user
dikaji siswa. Jika siswa mengkaji novel yang di dalamnya terdapat nilai religius
digilib.uns.ac.id
2
perpustakaan.uns.ac.id
secara tidak langsung kita mendidik siswa agar menjadi manusia santun dan
bermoral.
Apa yang dikatakan Horacle yaitu ”Dulce et etille” menjadi hal yang
harus benar-benar diperhatikan dalam memilih karya sastra yang hendak diajarkan
di Sekolah Menengah Atas bukanlah masalah yang serta merta mudah karena kita
harus selektif , novel mana yang sesuai dengan kebiasaan dan novel mana yang di
dalamnya terdapat nilai-nilai yang mendidik serta bernilai baik tidak asal-asalan
karena sebuah novel menjadi best seller di toko buku. Jika seorang guru
menggunakan karya sastra yang merupakan karya lama dengan bahasa yang kaku
menurut anak sekarang , maska akan dianggap kuno dan menjadi sulit dipahami
oleh anak sekarang, dan seandainya pun memilih karya yang merupakan
terbitanbaru maka tidak semua novel mempunyai nilai yang sesuai dengan
harapan guru yaitu yang mempunyai nilai baik yang dapat memperhalus budi
pekerti siswa
Habiburrahman El Shirazy sebagai salah satu penyair yang masih baru di
belantika sastra Indonesia telah mampu membuat orang terkagum dengan
karyanya. Orang tertarik terhadap nilai sastra yang transenden karena dirasa dan
diyakini dapat mendidik manusia menjadi manusia yang baik karena ajaran agama
banyak tersirat di dalam karya sastra transenden. Karya Habiburrahman El
Shirazy yang religius dan mengajarkan toleransi terhadap umat lain yang berbeda
agama,
kisah
cinta
yang
dikemas
agamis
menarik
penikmat
sastra.
Kecenderungan itulah yang mengundang minat peneliti untuk mengkaji nilainilai religius yang ada dalam novel novel karya Habiburrahman El Shirazy. Novel
yang tidak klise dan tak terduga pada setiap babnya. Habiburrahman El Shirazy
dengan sangat meyakinkan mengajak kita menelusuri lekuk Mesir yang eksotis itu
tanpa lelah. Tak sampai di situ, Ayat-Ayat Cinta mengajak kita untuk lebih jernih,
lebih cerdas dalam memahami cakrawala keislaman, kehidupan dan juga cinta.
Habiburrahman El Shirazy dengan jempolan mendeskripsikan tempat
kuliahnya dulu, kampus al-Azhar Mesir melalui cerpen Nyanyian Cinta. Kang
Abik (panggilan akrabnya) dengan gaya bahasa lugas nan memikat menceritakan
commit
to user ruh cinta serta bermuara pada
hubungan Hafsah dan Mahmud yang
berlandaskan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
makna kasih sayang yang luas. Dalam Nyanyian Cinta, Kang Abik kembali
mengkampanyekan ruh cinta universal.
Karya-karya Habiburrahman El Shirazy seperti Ayat-Ayat Cinta, Di Atas
Sajadah Cinta, Ketika Cinta Bertasbih banyak memberikan renungan kepada kita
pada zaman seperti ini masih ada karya sastra yang dapat digunakan sebagai
bahan ajar karena nilai-nilai yang termuat dalam karya sastra. Karakter dan
amanat sebagai unsur pembangun novel memiliki kedudukan yang strategis dalam
pendidikan nilai. Keduanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengajaran dalam
perkuliahan. Hal ini dilandasi oleh pendapat klasik yang mengatakan bahwa cipta
sastra yang baik selalu memberi pesan kepada pembaca untuk berbuat baik dan
menghindari perbuatan jelek atau jahat. Dengan demikian, sangatlah cocok
apabila hasil analisis terhadap cipta sastra dijadikan sebagai media dan bahan
pengajaran karena di dalam sastra penuh dengan ajaran moral.
Pengajaran sastra pada dasarnya adalah pengajaran tentang kehidupan.
Karya sastra menyajikan para tokoh dengan latar belakang tertentu mengalami
peristiwa atau konflik. Dalam karya sastra, pengarang menampilkan bagaimana
para okoh cerita menyikapi serta keluar daru konflik tersebut. Karena itu, harga
karya sastra terletak pada cara pengarang menyampaikan tindak tanduk ,sikap,
penilaian tokoh cerita atas konflikyang dihadapi melalui berbagai tinjauan.
Melalui tinjauan tersebut pembaca memperoleh pembandingan atau pelajaran
yang berharga untuk menyikapi kebutuhan sehari-hari. Karena karya sastra
bukanlah petunjuk praktis untuk menghadapi kebutuhan sehari-hari, para siswa
perlu memperoleh pemahaman tentang bagaimana membaca karya sastra. Di
sinilah pentingnya pengajaran apresiasi sastra. Pengajaran ini bermanfaat untuk
memberikan bekal teoritis kesusastraan dan latihan-latihan praktis membaca karya
sastra
Oleh karena itu, membaca langsung karya sastra tidak melalui ringkasan
cerita jauh lebih penting dan seharusnya dilakukan. Pergaulan langsung dengan
teks ini justru berguna untuk menangkap seluruh aspek estetika dan makna karya
sastra, misalnya, aspek bahasa, imajinasi, bahkan konteks psikologis dan konteks
commit to user
sosial budaya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Peran guru adalah membawa siswa kepada proses menemukan makna
dari apa yang dibacanya. Karena itu, pengajaran sastra lebih pada menemukan
cara memandang sesuatu gejala atau peristiwa, bukan pada fakta peristiwa itu
sendiri. Karena karya sastra menampilkan penggalian-penggalian dari aspek
kejiwaan tokoh, dari sudut pandang sosial budaya, pembaca memperoleh cara
pandang relatif sekaligus menyeluruh atas suatu gejala atau peristiwa. Guru dapat
berperan dalam mengantarkan siswa pada cara pandang relatif dan komprehensif
itu. Agar tujuan tersebut tercapai, guru dan siswa sebaiknya terlibat langsung
untuk berdialog dangan karya sastra. Melalui dialog dengan karya sastra, guru dan
siswa dapat menemukan alternatif-alternatif pikiran dan tindakan atas gejala atau
peristiwa sehari-hari. Melalui dialog, memungkinkan guru dan siswa menemukan
cara pandang relatif dan alternatif
Ada beberapa perangkat yang memungkinkan penemuan cara pandang
relatif dan alternatif di atas. Perangkat itu adalah bahasa dan konteks cerita.
Bahasa menjadi unsur fundamental karena cerita disampaikan melalui bahasa.
Karenanya, bagaimana pelajaran membaca mempunyai posisi penting. Pelajaran
membaca akan sangat terbantu jika siswa punya pemahaman dan keterampilan
memadai dalam menentukan unsur terberita atau subyek dan pesan atau berita
tentang subyek, yaitu predikat. Pengenalan dan keterampilan menentukan subyek
dan predikat amat berperan bagi siswa dalam memahami pesan kalimat. Namun,
keterampilan ini saja belum cukup. Pemahaman konteks cerita ikut berperan
dalam memberikan makna kalimat-kalimat dalam teks. Pemahaman konteks ini
adalah stilistika atau cara bahasa yang dibangun oleh konvensi bahasa dan
budaya, konteks psikologi, konteks sosial budaya yang mengikat tokoh dalam
cerita. Rasa kemanusiaan dalam kaitan ini, pemahaman guru sastra akan bidangbidang di luar karya sastra menjadi penting. Melalui membaca dan mengapresi
karya sastra di kelas memungkinkan guru mengeksploitasi kemampuan dan
pengetahuan itu agar cerita terpahami secara menyelurh. Pengajaran sastra di
sekolah sekarang ini merupakan hal yang rentan dengan pornografi karena banyak
karya sastra yang menggunakan tema seks dan pornografi. Guru harus tau tentang
commit to user perkembangan alam pikir siswa.
hal itu karena hal itu sangat membahayakanbagi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
Peran guru menjadi penting dalam membawa siswa kepada cara memandang
secara menyeluruh atas peristiwa-peristiwa dalam karya sastra. Seperti apa yang
termuat dalam Bali Post bahwa seorang murid bertanya kepada gurunya, ”Bu,
bagaimana dengan novel yang menyajikan pornografi , apakah layak untuk dibaca
padahal dari segi isi cerita cukup bagus?”(dalam www.Balipost .com) kemudian
sang guru pun bingung menjawab karena kenyataannya ada beberapa novel
seperti Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, Jalan Tak Ada Ujung karya
Mochtar Lubis, Saman karya Ayu Utami yang ditugaskan kepada siswa untuk
membacanya . Padahal ada bagian-bagian tertentu dalam novel-novel tersebut
menempatkan saya dan guru bahasa Indonesia pada posisi yang dilematis. Di satu
sisi guru bahasa Indonesia harus mengajarkan keterampilan membaca teks-teks
sastra secara benar. Di lain pihak saya khawatir dianggap sebagai penyebar
bacaan pornografi. Apalagijika dikaitkan dengan bentuk-bentuk pelarangan dalam
RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi dalam bab 2 pasal 4 dan 5, bahwa
beksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa
(pasal 4), mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa (pasal 5) ,
sampai kini masih menimbulkan multi tafsir.
Peran guru adalah membawa siswa kepada proses menemukan makna
dari isi bacaan. Dalam kaitan ini, pemahaman guru bahasa dan sastra Indonesia
akan bidang-bidang di luar karya sastra , jadi penting . Karena pengajaran sastra
dituntut untuk menemukan cara memandang suatu gejala atau peristiwa bukan
pada fakta peristiwa itu sendiri. Guru dapat berperan mengantarkan siswa
menemukan nilai-nilai kehidupan melalui penggalian dari aspek kejiwaan tokoh,
konteks psikologis, dan konteks sosial budaya yang mengikat para tokoh dalam
cerita. Membaca dan mengapresiasi karya sastra di kelas memungkinkan guru
mengeksploitasi kemampuan dan pengetahuan siswa agar cerita terpahami secara
menyeluruh.
Membaca sastra secara global atau secara menyeluruh untuk menemukan
nilai yang hendak disampaikan pengarang atau yang dapat digali pembaca adalah
cara mambaca yang sehat. Cara pandang yang menyeluruh ini akan membantu
to userMembaca demikian menjauhkan
siswa dalam memandang realitacommit
sehari-hari.
digilib.uns.ac.id
6
perpustakaan.uns.ac.id
dorongan dan kesan bahwa karya-karya sastra baik puisi maupun novel yang
menggambarkan tubuh dan persetubuhan adalah pornografi. Kecuali kalau dalam
puisi atau novel itu secara keseluruhan hanya mengungkapkan eksplorasi daya
tarik ketelanjangan bagian tertentu yang sensual dari orang dewasa ( seperti yang
di ungkapkan dalam Bab 2 pasal 4 dan 5 RUU Anti pornografi dan Pornoaksi).
Karya tersebut tidak layak untuk dijadikan bahan pelajaran. Meskipun
kenyataannya tak ada seorang pun yang berhak mengamputasi imajinasi dan
kreativitas seseorang tetapi agama, norma, dan pranata yang ada harus tetap lebih
di utamakan dan menjadi landasan kreativitas dan imajinasi tersebut . Begitupun
dalam menyajikan materi sastra, landasan agama, norma, dan pranata yang ada
harus diutamakan.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy?
2. Bagaimanakah makna aspek religius yang terdapat dalam novel Ayat-ayat
Cinta karya Habiburrahman El Shirazy?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur novel Ayat-ayat Cinta karya
Habiburrahman El Shirazy.
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan makna aspek religius yang terdapat dalam
novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan manfaat sebagai
berikut. Kebermanfaatan itu tidak hanya secara teoretis tetapi juga secara praktis.
commit to user
digilib.uns.ac.id
7
perpustakaan.uns.ac.id
Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan
di bidang penelitian sastra, khususnya bidang pengkajian prosa fiksi (novel)
melalui pendekatan strukturalisme.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi rujukan bagi para peneliti yang berminat menganalisis lebih lanjut
karya sastra, khususnya melalui pendekatan strukturalisme.
b. Menunjukkan aspek-aspek religius pada karya sastra yang dapat diteladani
para pembaca novel.
c. Menambah keluasan materi pembelajaran di sekolah.
commit to user
digilib.uns.ac.id
8
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Landasan Teori
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Kata “novel” berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan dari
kata novies yang berarti “baru” (Henry Guntur Tarigan, 1993: 164). Sedangkan
menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 9), sebutan novel dalam bahasa Inggrisdan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia-berasal dari bahasa Itali novella
(yang dalam bahasa Jerman: novelle). Abrams (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 9)
menyatakan bahwa secara harfiah novella berarti ‘sebuah barang baru yang
kecil’ dan kemudian diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 4) memberikan batasan novel sebagai
sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model
kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai
unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut
pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja, juga bersifat imajinatif.
Meskipun bersifat imajinatif, namun dunia yang ditawarkan pengarang tidak
jauh dari kehidupan sehari-hari, sehingga sangatlah tepat apabila Burhan
menyebut novel sebagai sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang
diidealkan.
Pendapat lain tentang novel dikemukakan Goldmann (Faruk, 1994:
29) yang mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang
terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero
yang problematik dalam sebuah dunia yang juga terdegradasi. Yang dimaksud
dengan nilai-nilai yang otentik adalah totalitas kehidupan.
Herman J. Waluyo (2002: 36-37) menyatakan bahwa istilah novel
mewakili dua pengertian, yakni pengertian yang sama dengan roman (jadi
menggantikan istilah roman) dan pengertian yang biasa digunakan untuk
commitnovel
to user
klasifikasi cerita menengah. Dalam
terdapat; (1) perubahan nasib dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3)
biasanya tokoh utamanya tidak sampai mati.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah
sebuah cerita fiksi dengan berbagai unsur intrinsik yang di dalamnya terdapat
problematik/ permasalahan hidup yang dialami tokoh-tokohnya sehingga
membuat tokoh utamanya mengalami perubahan nasib.
Novel dapat dibedakan dengan melihat karakteristik jenisnya. Herman J.
Waluyo (2002:38-39) membedakan jenis novel menjadi dua, yaitu novel serius
dan novel pop. Novel serius adalah novel yang dipandang bernilai sastra (tinggi),
sedangkan novel pop adalah novel yang nilai sastranya diragukan(rendah) karena
tidak ada unsur kreativitasnya.
Senada dengan pendapat tersebut Burhan Nurgiyantoro (1995:16-22) pun
mengklasifikasikan jenis novel menjadi novel populer dan novel serius.
Menurutnya, novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya para remaja. Novel serius adalah novel yang
memerlukan daya konsentrasi tinggi dan disertai dengan kemmauan dalam
memahaminya (membacanya). Lebih dijelaskannya memang tujuan novel populer
semata-mata menyampaikan cerita agar memuaskan pembaca, sedangkan tujuan
novel serius disamping memberikan hiburan, juga secara implisit memberikan
pengalaman yang berharga pada pembaca.
Sesuai dengan teori Lukacs,Goldmann (dalam Faruk, 2003:31) membagi
novel dalam tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologi, dan novel
pendidikan. Novel jenis pertama menampilkan sang hero yang penuh optimise
dalam peluangan tanpa menyadari kompleksitas dunia. Dalam novel jenis yang
kedua sang hero cenderung pasif karena keluasan kesadarannya tidak tertampung
oleh dunia fantasi. Dalam novel jenis ketiga sang hero telah melepaskan
pencariannya akan nilai-nilai yang otentik.
b. Unsur-unsur Novel
Secara garis besar unsur pembangun novel dibagi menjadi dua, yaitu
commit to user
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik adalah unsur yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang secara lahir akan
dijumpai ketika membaca sebuah karya sastra. Di pihak lain, unsur ekstrinsik
adalah unsur yang berada di luar karya sastra yang secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan karya sastra. Dalam pembahasan mengenai unsur
pembangun novel yang dibahas adalah unsur intrinsik karya sastra.
Stanton menjabarkan unsur pembangun fiksi atau cerita menjadi (1)
fakta cerita yang meliputi plot, tokoh, dan latar; (2) sarana cerita yang meliputi
judul, sudut pandang, gaya dan nada; dan (3) tema. Sementara itu, Luxemburg
dkk. membahas teks dan juru cerita, cerita, visi terhadap dunia rekaan, alur,
dan para pelaku dalam pembahasan mengenai teks naratif (Wiyatmi, 2006: 29).
Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (Herman J. Waluyo, 2002: 140)
menyebutkan tujuh unsur pembangun cerita rekaan, yakni (1) plot; (2) tema;
(3) karakter; (4) setting; (5) point of view; (6) gaya; dan (7) suasana cerita.
Tidak berbeda jauh dengan pendapat di atas, Burhan Nurgiyantoro dalam buku
Teori Pengkajian Fiksi (2005) membahas unsur intrinsik prosa, yaitu tema,
pemplotan, pelataran, cerita, penokohan, penyudutpandangan, gaya (bahasa),
dan moral. Imbuhan pe(N)-an di atas dapat diartikan sebagai teknik
pengungkapan. Jadi, pembahasan mengenai unsur intrinsik prosa menurut
Burhan Nurgiyantoro meliputi tema, plot, latar, cerita, tokoh, sudut pandang,
bahasa, dan moral.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, unsur intrinsik prosa pada
dasarnya terdiri dari tema, latar, penokohan, plot, sudut pandang, gaya dan
(bahasa). Kehadiran moral (amanat) sebagai penyusun prosa tidak selamanya
diperhitungkan oleh para ahli, padahal setiap karya sastra pasti mempunyai
pesan moral (amanat) yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
1) Tema
Setiap karya sastra mengandung ide sentral yang mendasari cerita
yang ada. Ide sentral inilah yang sering disebut dengan tema. Hal ini senada
dengan pendapat Atar Semi (1993: 42) yang menyatakan bahwa tema tidak
lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut. Pengertian lain
commit
to user
disampaikan oleh Stanton dan
Kenny
(dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
67) yang memberi batasan tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah
cerita. Makna yang dikandung dalam sebuah cerita kadang tidak terlepas
dari realita kehidupan manusia yang sering terjadi dalam kehidupan seharihari. Pendapat demikian diungkapkan Herman J. Waluyo (2002: 142) bahwa
tema ada yang diambil dari khasanah kehidupan sehari-hari dan
dimaksudkan pengarang untuk memberikan saksi sejarah atau mungkin
sebagai reaksi terhadap praktek kehidupan masyarakat yang tidak disetujui.
Menurutnya, tema adalah masalah hakiki manusia seperti halnya cinta,
kasih, ketakutan, kebahagiaan, kesengsaraan, keterbatasan, dan sebagainya.
Panuti Sudjiman (1988: 50) juga memberikan definisi tema yang tidak jauh
berbeda dengan pendapat ahli yang lain, bahwa tema merupakan gagasan,
ide, atau pilihan utama yang mendasar suatu karya sastra. Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tema adalah
gagasan atau ide yang menjadi dasar sebuah karya sastra.
2) Latar
Gambaran alur sering digunakan untuk mengawali sebuah cerita.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 217)
bahwa tahap awal karya fiksi pada umumnya bersifat penyituasian,
pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan; misalnya
pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat,
mungkin juga hubungan waktu, dll.
Herman J. Waluyo (2002: 200) memaparkan bahwa setting tidak
hanya menampilkan lokasi, tempat dan waktu. Adat istiadat dan kebiasaan
hidup dapat tampil sebagai setting. Jadi, latar yang terdapat dalam sebuah
novel tidak hanya mengacu pada tempat saja.
Senada dengan pendapat di atas, Abrams (Burhan Nurgiyantoro,
2005: 216) berpendapat bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai
landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Bertolak dari beberapa pendapat mengenai latar dapat disimpulkan
to user pada satu macam. Acuan latar
bahwa Latar memang tidakcommit
hanya mengacu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
yang tidak hanya mengarah pada satu segi akhirnya membentuk berbagai
macam latar.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 27) membedakan unsur latar ke dalam
tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menyaran
pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama
tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.
Latar waktu berhubungan dengan “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Sedangkan latar sosial
menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara
kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah kebiasaan hidup,
adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan
bersikap, dll yang tergolong latar spiritual.
Latar dalam sebuah karya sastra memberikan fungsi tersendiri.
Montaque dan Henshan (Herman J. Waluyo, 2002: 198) menyatakan ada
tiga fungsi setting, yaitu 1) mempertegas watak para pelaku, 2) memberikan
tekanan pada tema, 3) memperjelas tema yang disampaikan.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 40) berpendapat bahwa latar memiliki
fungsi sebagai metafor dan atmosfir. Diperjelas dengan pendapat Lakoff dan
Johnson (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 241) yang menjelaskan fungsi
pertama metafora adalah menyampaikan pengertian, pemahaman. Ekspresi
yang berupa ungkapan-ungkapan tertentu sering lebih tepat disampaikan
dengan bentuk metaphor daripada secara literal. Latar sebagai atmosfer
artinya ia berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana
tertentu, misalnya suasana ceria, romantis, sedih, muram, maut, misteri, dsb.
Akhirnya meskipun dalam suatu cerita rekaan boleh jadi latar
merupakan unsur dominan, latar itu tidak pernah berdiri sendiri. Seperti
yang sudah diungkapkan sebelumnya, ada unsur yang mendukung
keberadaan latar yaitu plot dan penokohan. Diungkapkan oleh Burhan
user dengan penokohan mempunyai
Nurgiyantoro (2005: 225)commit
antara tolatar
digilib.uns.ac.id
13
perpustakaan.uns.ac.id
hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar dalam banyak
hal akan memperngaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan, barangkali tak
berlebihan jika dikatakan bahwa sifat seseorang akan dibentuk oleh keadaan
latarnya. Hal ini akan tercermin, misalnya sifat orang-orang desa yang hidup
di pedalaman akan berbeda dengan sifat orang-orang kota. Adanya
perbedaan tradisi, konvensi, keadaan sosial, dll yang menciri tempat-tempat
tertentu, langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada penduduk,
tokoh cerita.
Di pihak lain, juga dikatakan bahwa sifat-sifat dan tingkah laku
tertentu yang ditujukkan oleh seorang tokoh mencerminkan dari mana dia
berasal. Jadi, ia akan mencerminkan latar dalam kaitannya dengan hubungan
waktu, langsung tak langsung akan berpengaruh terhadap cerita dan
pengaluran, khususnya waktu yang dikaitkan dengan unsur kesejarahan.
3) Penokohan
Keadaan latar (setting) dalam sebuah karya sastra tidak akan berarti
jika tidak didukung oleh unsur yang lain. Stanton (dalam Burhan
Nurgiyantoro, 2005: 216) mengelompokkan latar bersama dengan tokoh dan
plot ke dalam fakta (cerita). Sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan
dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi.
Tokoh merupakan para pelaku yang menjalankan sebuah cerita.
Para tokoh ditampilkan dengan membawa peran masing-masing sesuai
dengan
keinginan
pengarangnya. Menurut
Abram
(dalam
Burhan
Nurgiyantoro, 2005: 165), tokoh cerita adalah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Sedangkan
“penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh”, sebab ia sekaligus
mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Burhan
Nurgiyantoro, 2005: 166).
Sudjiman (dalam Panuti Sudjiman, 1988: 23) menyebutkan
penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Citra
tokoh digambarkan melalui ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar
wataknya juga dikenal oleh pembaca.
Berdasarkan sudut pandang pengarang dalam menciptakan tokoh
dalam cerita dapat dibedakan macam-macam tokoh. Burhan Nurgiyantoro
(2005:176) mengkategorikan tokoh dalam sebuah karya sastra, yaitu
1)tokoh utama dan tokoh tambahan, 2) tokoh protagonis dan antagonis, 3)
tokoh sederhana dan tokoh bulat, 4) tokoh statis dan tokoh berkembang, 5)
tokoh tipikaldan tokoh netral.
Pendapat lain dikemukakan oleh Panuti Sudjiman (1988: 17) yaitu,
tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh sentral dan tokoh bawahan, 2) tokoh
datar dan tokoh bulat. Berdasarkan atas pembedaan di atas, yang lebih
dikenal oleh pembaca adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Menurut Herman J. Waluyo (2002: 168), tokoh protagonis adalah
tokoh sentral atau tokoh yang mendukung jalannya cerita. Pendapat lain
diungkapkan oleh Altenbend dan Lewis (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995:
178) yang menyatakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang kita
kagumi yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero-tokoh yang
merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.
Panuti Sudjiman (1988: 17) menyatakan tokoh protagonis yaitu
tokoh yang memegang pimpinan. Protagonis selalu menjadi tokoh yang
sentral dalam cerita. Ia bahkan menjadi pusat sorotan dalam kisahan.
Dengan kata lain, mengacu pada beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan
bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang dihadirkan dalam karya sastra
dengan membawa karakter yang disukai oleh kebanyakan pembaca.
Lawan dari protagonis adalah antagonis. Tokoh jenis ini biasanya
tidak disukai pembaca karena dilahirkan dengan karakter yang bertentangan
commit
to user Nurgiyantoro (2005: 179) bahwa
dengan protagonis. Dikatakan
oleh Burhan
digilib.uns.ac.id
15
perpustakaan.uns.ac.id
tokoh yang menyebabkan konflik adalah antagonis. Di pihak lain Herman J.
Waluyo (2002: 168) menyatakan bahwa tokoh antagonis adalah tokoh yang
mempunyai konflik dengan protagonis.
Untuk menampilkan tokoh ke dalam sebuah cerita, ada beberapa
cara yang dilakukan pengarang. Menurut Herman J. Waluyo (2002: 165)
ada tiga cara, yaitu:
a) Metode analitis (langsung)
Dengan metode ini pengarang cecara langsung mendeskripsikan
keadaan tokoh itu dengan terinci (analitis). Pendeskripsian dimulai dari
keadaan fisik, psikis (wataknya) sampai keadaan sosial (kedudukan dan
pangkat). Menurut Suminto (1996/1997: 57), dengan metode ini
pengarang menyebutkan secara langsung masing-masing kualitas
tokohnya.
b) Metode dramatik (tidak langsung)
Metode ini, selain menampilkan tokoh secara fisik, juga
menggambarkan hubungannya dengan orang lain, cara hidup sehari-hari.
Metode dramatik lebih banyak menampilkan tokoh melalui “action” atau
lakuan tokoh itu dan dialog antara tokoh itu dengan tokoh lainnya.
Menurut Suminto (1996/1997: 58), disebut metode dramatis karena
tokoh-tokoh dinyatakan kepada kita seperti dalam drama. Pengarang
membiarkan tokoh-tokohnya untuk menyatakan dirinya sendiri melalui
kata-kata, tindakan atau perbuatan mereka sendiri.
c) Metode kontekstual
Berbeda dengan dua metode sebelumnya, metode ini dalam
menggambarkan watak tokohnya melalui konteks bahasa atau bacaan
yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh tersebut. Menurut
Suminto (1996/1997: 68), metode kontekstual adalah cara menyatakan
karakter tokoh dengan melalui konteks verbal yang mengelilinginya.
4) Plot
Unsur plot yang juga mempengaruhi keberartian latar (setting)
to user
menjadi hal yang penting commit
pula dalam
sebuah karya sastra (novel). Plot
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang
tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu
berdasarkan kaitan sebab akibat (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 113).
Herman J. Waluyo (2002: 145) menyebut plot sebagai alur cerita
yang berarti struktur gerak yang didapatkan dalam cerita fiksi. Boulton
mengatakan bahwa plot berarti seleksi peristiwa yang disusun dalam urutan
waktu yang menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca
dan mengetahui kejadian yang akan dating (Herman J. Waluyo, 2002: 145).
Alur adalah peristiwa yang diurutkan
yang menjadi tulang
punggung cerita (Panuti Sudjiman, 1988: 29). Abram (dalam Burhan
Nurgiyantoro, 2005: 113) menyebutkan bahwa plot sebuah karya fiksi
merupakan struktur peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat
dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai
efek emosional dan efek artistik tertentu.
Bertolak dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa
plot tidak sekadar sebuah rentetan peristiwa. Dinamakan plot karena di
antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya memuat hubungan kausalitas.
Hal ini menjadikan pembaca terhanyut untuk menikmati jalannya cerita.
Pengaluran dalam sebuah karya sastra memilik tahap-tahapan
sebagaimana diungkapkan Herman J. Waluyo (2002: 147), alur cerita
meliputi 1) eksposisi, 2) inciting moment (saat perkenalan), 3) rising action,
4) complication, 5) climax, 6) falling action, 7) denonement (penyelesaian).
Eksposisi merupakan paparan awal cerita. Pengarang mulai
memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik, dan tokoh-tokoh. Inciting
moment adalah peristiwa mulai adanya problem-problem, mulai ditampilkan
oleh pengarang untuk kemudian dikembangkan atau ditingkatkan. Rising
action adalah penanjakan konflik sampai terjadi peningkatan konflik.
Complication adalah konflik yang semakin ruwet. Falling action artinya
konflik yang dibangun cerita itu menurun karena telah mencapai
klimaksnya. Denonement artinya penyelesaian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Sebuah alur cerita dapat dinikmati oleh pembaca karena terkandung
beberapa hal di dalamnya. Menurut Panuti Sudjiman (1988: 37), faktor
penting yang ada dalam alur yaitu kebolehjadian, kejutan, dan kebetulan.
Kebolehjadian (plausibility)
5) Sudut pandang/Point of view
Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang
menceritakan, atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu
dilihat. Dengan demikian, pemilihan bentuk persona yang dipergunakan di
samping mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan,
juga mempengaruhi kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan
keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan.
Sudut pandang pada intinya adalah cara atau strategi yang dengan
sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Abrams (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 248) menyatakan bahwa sudut
pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan
demikian, sudut pandang merupakan teknik atau strategi yang dipilih
pengarang untuk mengungkapkan cerita.
Tarigan (1993: 140) menyatakan bahwa sudut pandang atau point
of view adalah hubungan yang terdapat antara sang pengarang dan alam
fiktif cerita, atau antara pengarang dan pikiran serta perasaan para
pembacanya. Pengarang harus dapat menjelaskan kepada para pembaca
bahwa dia selaku narator atau pencerita mempunyai tempat berpijak tertentu
dalam hubungannya dengan cerita itu. Herman J. Waluyo mengungkapkan
bahwa point of view adalah sudut pandang dari mana pengarang bercerita,
apakah dia bertindak sebagai pencerita yang tahu segala-galanya, ataukah ia
sebagai orang yang terbatas. Point of view dapat juga berarti cara yang
digunakan pengarang dalam melibatkan dirinya dalam cerita, apakah dia
terlibat secara langsung sebagai orang pertama, ketiga atau orangn yang
tahu segalanya (2005:184). commit to user
digilib.uns.ac.id
18
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Herman J. Waluyo (2002: 184-185) point of view dibagi
menjadi tiga, yakni (1) pengarang sebagai orang pertama dan menyatakan
pelakunya sebagai “aku”, teknik ini disebut teknik aku-an; (2) pengarang
sebagai orang ketiga dan menyebut pelaku sebagai “dia”, tekniknya disebut
teknik dia-an; dan (3) teknik “omniscient narratif” atau pengarang serba
tahu. Dalam teknik ini pengarang tidak mengambil peran salah satu tokoh,
tetapi ia mengambil peran sebagai pencerita yang serba tahu. Ia bebas
memasuki segala peran tanpa batas. Kadang-kadang ketiga metode ini
dikombinasikan oleh pengarang dalam sebuah cerita agar cerita tersebut
lebih bervariatif.
Sedikit berbeda dengan Herman J. Waluyo, Burhan Nurgiyantoro
memaparkan tiga jenis sudut pandang, yaitu pertama sudut pandang persona
ketiga: “dia”. Dalam sudut pandang ini narator (pengarang) adalah
seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita
dengan menyebut nama atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang
ini daapt dibedakan menjadi dua, yaitu “dia” mahatahu dan “dia” terbatas
atau sebagai pengamat. “Dia” mahatahu dalam bahasa Inggris disebut the
omniscient point of view, third person omniscent , the omniscent narrator
atau author omnisvient. Dalam sudut pandang ini narator dapat
menceritakan tokoh “dia” secara bebas, ia mengetahui segala yang
berhubungan dengan tokoh “dia”, termasuk motivasi yang melatarbelakangi
tindakannya. Kebebasannya ini tidak hanya berlaku untuk satu tokoh saja,
tetapi juga tokoh “dia” yang lain. Sementara itu, “dia” terbatas (sebagai
pengamat)
merupakan
teknik
penceritaan
dengan
narator
bebas
menceritakan apa saja yang berhubungna dengan tokoh “dia”, tetapi terbatas
hanay pada satu tokoh saja atau hanya pada tokoh fokusnya.
Kedua, sudut pandang persona pertama: “aku”. Dalam sudut
pandang ini narator terlibat langsung dalam cerita. Ia adalah “aku”, tokoh
yang berkisah mengenai peristiwa atau tindakan yang dialami dan
dirasakannya. Narator juga mempunyai sifat mahatahu, tapi terbatas hanya
to user
pada dirinya sendiri. Sudutcommit
pandang
ini dibagi menjadi dua, yaitu “aku”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
tokoh utama dan “aku” tokoh tambahan. “Aku” tokoh utama terjadi apabila
tokoh “aku” menduduki peran utama dalam cerita. Penggunaan sudut
pandang ini memungkinkan pembaca merasa terlibat langsung dalam cerita
sehingga akan memberikan empati secara penuh. Sementara “aku” tokoh
tambahan terjadi apabila tokoh “aku” menduduki sebagai tokoh tambahan.
Biasanya “aku” tokoh tambahan hanya tampil untuk mengantarkan dan
menutup cerita, sedangkan inti cerita diserahkan sepenuhnya kepada tokoh
utama cerita untuk mengisahkan kisahnya itu.
Ketiga, sudut pandang campuran. Dalam sebuah novel atau roman
pengarang mungkin saja menggunakan penyudutpandangan lebih dari satu.
Hal ini dilakukan agar cerita tidak membosankan dan lebih variatif.
Penggunaan sudut pandang ini tergantung pada kemauan dan kreativitas
pengarang dalam memanfaatkan teknik-teknik yang ada.
Jadi, pada dasarnya sudut pandang atau point of view adalah cara
pandang pengarang dalam menggambarkan tokoh dan menyajikannya dalam
suatu cerita fiksi.
6) Gaya/style
Bahasa dalam karya sastra merupakan unsur yang penting. Bahasa
dapat disamakan dengan baju bagi manusia. Keduanya merupakan bahan
atau sarana yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan menimbulkan nilai
lebih. Kuntowijoyo menyatakan bahwa sastra itu berada sedikit di atas dan
sedikit di bawah kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, bahasa yang
digunakan pun harus sesuai dengan sifatnya yang bukan kesehari-harian
meskipun ia merupakan refleksi kehidupan manusia sehari-hari (Korrie
Layun Rampan, 1995: 63). Jadi, dapat dikatakan bahwa bahasa karya sastra
memang berbeda dengan bahasa sehari-hari. Umumnya bahasa dalam karya
sastra (roman) adalah bahasa yang emotif, bersifat konotatif, dan
mengandung deotomisasi (penyimpangan).
Hal yang paling menonjol dalam pembahasan bahasa karya sastra
adalah gaya atau style. Gaya merupakan cara pengungkapan yang khas dari
commit
user
seorang pengarang. Gaya atau
styletoberhubungan
erat dengan diksi, imajeri
digilib.uns.ac.id
20
perpustakaan.uns.ac.id
(citraan), dan sintaksis. Sifat gaya dalam karya sastra adalah khas, tidak
mungkin dapat ditiru orang lain, dan bersifat individual. Dengan hanya
melihat gaya penulisan sebuah karya sastra, pembaca langsung dapat
menyimpulkan siapa pengarangnya dari berbagai bentuk linguistik yang
berlaku dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Gaya atau style hadir
setelah mengalami seleksi oleh pengarang. Keberhasilan suatu karya juga
dipengaruhi oleh kecakapan pengarang dalam menggunakan gaya yang
serasi dalam karyanya.
Dalam penentuan atau penggunaan gaya, pengarang memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan struktur makna ke dalam struktur lahir
yang dianggap paling efektif. Pemilihan bentuk struktur lahir dapat sampai
pada berbagai bentuk penyimpangan, bahkan mungkin “distorsi” dari
pemakaian bahasa yang wajar. Namun, pemilihan wujud struktur lahir yang
sesuai dengan selera tak selamanya dilakukan secara sadar oleh pengarang.
Hal ini terjadi karena pengungkapan gaya kadang-kadang terjadi secara
otomatis oleh pengarang, seolah-olah gaya tersebut telah menjadi bagian
dari diri pengarang.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 277) menganggap gaya sebagai
teknik, teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili
sesuatu yang akan diungkapkan. Bentuk ungkapan kebahasaan sendiri
dibagi menjadi dua macam bentuk, yakni sebagai sebuah fiksi dan sebagai
sebuah teks. Sebagai sebuah fiksi berarti pengarang bekerja dengan sarana
bahasa, dan sebagai sebuah teks berarti pengarang bekerja dalam bahasa.
Leech dan Short (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 277) menyatakan
bahwa gaya bahasa merupakan hal yang pada umumnya tak lagi
mengandung
sifat
konvensional,
menyaran
pada
pengertian
cara
penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk
tujuan tertentu, dsb. Dengan demikian, gaya tergantung pada konteks ia
digunakan, siapa pengarangnya, tujuannya ,dsb. Gaya ditandai oleh ciri-ciri
formal kebahasaan, seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk
commit
to user
bahasa figuratif, dan penggunan
kohesi.
digilib.uns.ac.id
21
perpustakaan.uns.ac.id
7) Amanat
Salah satu fungsi karya sastra adalah “dulce et utile”, indah dan
berguna. Selain memberi keindahan, juga bermanfaat bagi pembaca.
Bermanfaat disebabkan di dalam karya sastra terdapat hal-hal yang dapat
dipetik oleh pembaca. Hal-hal tersebut sebenarnya adalah pesan yang ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Panuti Sudjiman (1988:
57) amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang. Sedang Zulfahnur (1996/1997: 26) memberikan batasan amanat
sebagai pesan, berupa ide, gagasan, ajaran, moral dan nilai-nilai
kemanusiaan yang ingin disampaikan atau dikemukakan pengarang lewat
cerita. Amanat pengarang ini biasanya disajikan secara implisit dan
eksplisit. Cara penyampaian implisit misalnya disiratkan dalam tingkah laku
tokoh-tokoh ceritanya. Sedangkan secara eksplisit, bila dalam tengah atau
akhir cerita pengarang menyampaikan pesan-pesan, saran, nasihat,
pemikiran, dsb.
Bertolak dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
amanat adalah pesan-pesan moral yang hendak disampaikan pengarang
kepada pembaca, baik secara implisit maupun eksplisit.
.
2. Hakikat Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel
Karya sastra dipakai untuk menyampaikan sesuatu yang dihayatinya
kepada orang lain. Apa yang disampaikan oleh sastrawan merupakan renungan
antara kehidupan yang dijalaninya atau yang disaksikannya. Dengan demikian,
karya sastra sangat mungkin mengandung renungan-renungan dari pengarangnya,
memuat nilai-nilai kehidupan yang direnungkannya yang sangat bermanfaat
memberikan sumbangan nilai-nilai positif bagi masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Renungan tentang kehidupan ini merupakan ciri khas yang senantiasa
terdapat dalam karya sastra (Tirtawijaya, 1983: 83). Lebih lanjut dikatakan oleh
Tirtawijaya (1983: 84), bahwa yang dimaksud renungan kehidupan ialah
pengalaman pengarang, hasil hasil perenungan dirinya berkat pengalaman yang
dia nukilkan dalam cerita yang ditulisnya, yang nanti akan memperkaya batin
pembacanya. Dalam arti, karya sastra sebagai alat refleksi dari pembacanya.
Renungan-renungan yang ditampilkan mengandung nilai-nilai kebenaran
yang sudah semestinya disebarluaskan, dan kebenaran ini juga tanggung jawab
moral yang merupakan bagian dari kehidupan ini. Jadi melalui bentuk sastra inilah
pembaca diajak menyelami alam batin pengarangnya yang sarat dengan
perenungan nilai-nilai kehidupan, nilai-nilai yang mampu membuka batin
pembaca
Uraian tersebut di atas mengindikasikan bahwa dalam karya sastra
terkandung nilai-nilai kehidupan yang luhur dan bersifat mendidik. Dengan kata
lain karya sastra mengandung nilai-nilai edukatif, yang nantinya juga akan
kembali kepada kehidupan. H.J. Waluyo (1990: 27) mengatakan bahwa, nilai
sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan.
Disebut-sebut sebagai kebaikan karena dalam karya sastra terkandung nilai-nilai
yang baik.
Lebih lanjut Baribin (1985:79) mengemukakan bahwa karya kesusastraan
selalu mengandung nilai-nilai yang luhur, sehingga dapat menggetarkan jiwa
orang-orang yang terbaik dari setiap generasi. Dalam karya kesusastraan dapat
kita temukan percikan-percikan buah pikiran atau renungan-renungan dari penulis
yang arif yang terdapat dalam setiap zaman.
a. Nilai Pendidikan Estetik (keindahan)
Sastra sebagai cabang seni akan melengkapi dengan sentuhan estetis
yang memiliki keindahan apabila terdapat keutuhan antara bentuk dan isi,
keseimbangan, serta kejelasan penampilan aspek karya seni lain. Nilai
keindahan akan tampak lebih realistis jika kita perhatikan penilaian atau
penghargaan terhadap cipta seni sastra. Keseimbangan antara teknik cerita ,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
gaya bahasa, dan unsur-unsur yang lain akan membentuk bobot keindahan
dalam sebuah karya sastra.
Nilai estetik disebut juga nilai keindahan. Manusia menjadi bahagia
dengan mengalami sesuatu yang bagus, yang indah. Adanya bermacam-macam
seni ialah untuk memenuhi kebutuhan ini. Maka sesuatu yang memenuhi
kebutuhan ini kita katakan mempunyai nilai keindahan atau nilai estetik
(Drikarya, 1980: 117). Nilai estetik ini jika diterapkan dalam karya sastra tidak
hanya tampak dalam bentuk (struktur) cipta sastra tetapi juga dalam isinya
(tema dan amanat) (Esten, 1984: 21).
b. Nilai Pendidikan Sosial
Sosial merupakan istilah yang ditujukan kepada pergaulan kelompok
manusia yang berinteraksi, berhubungan dalam kehidupan manusia di
masyarakat. Ia juga berarti mempertahankan hubungan-hubungan teratur antara
seseorang dengan yang lain (Gazalba, 1976:32). Nilai yang mengarahkan
kepada pembentukan sikap sosial ini, menyebabkan kita saling berhubungan
dan membuat bermacam-macam kesatuan dalam hidup kita (Drikarya, 1980:
72).
Nilai sosial yang terdapat dalam karya sastra mempunyai pengertian
bahwa karya sastra yang memaparkan hubungan manusia melalui tokohtokohnya, dapat dijadikan refleksi bagi pembaca untuk mengadakan hubungan
sosial antara pribadi dan dengan masyarakat (Waluyo, 1990: 60).
Mengenai hubungan kemasyarakatan ini dapat pula ditemukan dalam
karya sastra yang sistematis yang mengungkapkan sifat hubungan anggota
masyarakat dengan demikian diketahuilah sebab-sebab terciptanya hubungan
dengan segala akibatnya , serbagaimana dikatakan Luxemburg (1989:24) lewat
karya sastra dapat digunakan sebagai sumber analisis sistem masyarakat, apa
yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat itu dan bersikap kritis terhadap
tata nilai masyarakat yang sedang berlaku, hal ini disebabkan karena sosial
budaya merupakan produk masyarakat.
c. Nilai Pendidikan Moral
commit to user
digilib.uns.ac.id
24
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam karya sastra terdapat nilai didik moral . Nilai didik moral dapat
diambil lewat para pelakunya . Bagaimana tingkah lakunya, bagaimana
pribadinya, sifat-sifatnya dan lain-lain. Dengan adanya nilai tersebut maka
karya sastra di samping untuk menambah pengetahuan yang dapat mendidik
moral manusia.
Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima oleh umum
mengenai perbuatan ,sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral adalah nilai-nilai
baik yang seharusnya ada dalam ketentuan sosial. Ia adalah pembatasan normanorma baik dari yang buruk (Gazalba, 1976: 31).
Nilai moral yaitu nilai yang menempatkan manusia pada hukumhukum kodratrnya sebagai manusia (Driyarkara,1980:118). Menurut hukum
moral itu manusia harus melaksanakan kewajiban, harus cinta sejati kepada
sesama dan harus menghormati keluhuran martabat manusia. Nilai yang
melahirkan sikap moral ini berupa kesanggupan, kemauan dasar, dan
kesiapsediaan untuk melaksanakan kesusilaan dalam tiap-tiap perbuatan
(Driyarkara,1990: 72).
d. Nilai Pendidikan Religius
Nilai religi dalam sastra mengandung arti bahwa karya sastra dapat
dijadikan sarana untuk merenungkan nasib manusia dan kemanusiaan. Pada
akhirnya renungan itu akan sampai pada kekuasaan tertentu yang mengatur
kehidupan manusia (Waluyo, 1990: 60).
Manusia tidak bisa sempurna sebagai manusia . bersikap adil terhadap
sesama, kasih sayang, menjunjung tinggi manusia, semua ini tidak mungkin
akhirnya kalau tidak berdasarkan pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pengakuan tidak cukup hanya dalam pikiran, pengakuan itu juga harus
dilaksanakan dalam hidup (Driyarkara, !980: 119).
Dengan memahami karya sastra yang bernilai religius maka pembaca
akan mendapatkan tuntunan yang bersifat rohani. Hal ini bisa terjadi bila
pengarang mengekspresikan imajinasinya yang mempunyai tendensi dakwah
lewat karyanya.
commit to user
digilib.uns.ac.id
25
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai pendidikan religius yang terkandung dalam sebuah karya sastra
memungkinkan untuk dapat dikembangkan secara positif. Karya sastra,
terutama cerpen mengajarkan tata nilai kehidupan yang berguna dalam
masyarakat yang sudah barang tentu akan menambah perbendaharaan serta
memperluas wawasan berpikir bagi pembacanya yang mau mengkaji secara
mendalam.
3.
Hakikat Aspek Religius
Istilah religiusitas berasal dari bahasa Latin yaitu religare yang berarti
mengikat, religio berarti ikatan dan pengikatan diri kepada Tuhan atau lebih tepat
manusia menerima ikatan Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan
(Djojosantoso, 1991: 3). Mangunwijaya (1982: 54-55) mengatakan bahwa
religiusitas adalah konsep keagamaan yang menyebabkan manusia bersikap
religius. Religius merupakan bagian dari kebudayaan dan sistem dari suatu agama
yang satu dengan agama yang lain memiliki sistem religi yang berbeda. Religius
merupakan wujud seseorang berdoa untuk yakin dan percaya kepada Tuhan
sehingga keadaan emosi mengalami ketenangan dan kedamaian. Keterkaitan
manusia terhadap Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan dengan
melakukan tindakan sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Kaitan agama dengan
masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama dalam argumentasi
rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang kebesaran Tuhan dalam arti
mutlak, dan kebesaran manusia dalam arti relatif selaku makhluk.
Religiositas berbeda dengan keagamaan. Dalam pengertian di atas
religiositas mencakup keagamaan. Keagamaan itu sendiri merupakan sesuatu
yang berhubungan dengan agama. Sikap-sikap yang ada dalam agama, yaitu
berdiri khidmad, membungkuk dan mencium tanah selaku ekspresi bakti kepada
Tuhan, mengatupkan mata selaku konsentrasi diri pasrah sumarah dan siap
mendengarkan sabda illahi dalam hati. Semua itu solah bawa manusia religius
yang otentik, baik dalam agama Islam, Kristen, Yahudi dan agamaagama lainnya
juga (Gemeinschaff dalam Magunwijaya, 1982: 54).
Dalam sebuah pengantar bukunya, Nurcholis Madjid (1997) mengatakan
bahwa setiap manusia memiliki naluri religiusitas—naluri untuk berkepercayaan.
commithasrat
to user
Naluri itu muncul bersamaan dengan
memperoleh kejelasan tentang hidup
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
dan alam raya menjadi lingkungan hidup itu sendiri. Karena setiap manusia pasti
memiliki keinsafan apa yang dianggap “makna hidup”. Makna hidup yang hakiki
dan sejati itu ada. Agama sebagai sistem keyakinan menyediakan konsep tentang
hakikat tentang makna hidup itu tetapi ia tidak terdapat pada segi-segi formal atau
bentuk lahiriah keagamaan. Ia berada di baliknya. Berdasarkan hal itu formalitas
harus “ditembus”, batas-batas lahiriah harus “diseberangi”. Kemampuan
melampaui segi-segi itu (niscaya) akan berdampak pada tumbuhnya sikap-sikap
religius individu maupun masyarakat yang lebih sejalan dengan makna dan
maksud hakiki ajaran agama.
Pokok-pokok ajaran Islam terdiri atas dua bagian yaitu (1) Akidah/iman
yang, terdiri atas enam rukun iman (iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab
Allah, para nabi dan rasul, hari kiamat, qadar atau takdir) (2) Syariah, mengatur
dua aspek kehidupan manusia yang pokok, yaitu mengatur hubungan manusia
dengan Allah, disebut “Ibadah” dan mengatur human relation dan human activity
di dalam masyarakat/dunia, disebut “Muamalah” (Masjfuk Zuhdi, 1993: 6).
Akidah Islamiah itu merupakan pokok dasar Islam dan pemersatu seluruh umat
Islam di dunia ini. Seseorang yang bertentangan dengan akidah Islamiah yang
berupa rukun iman enam tersebut adalah bukan orang Islam. Akidah Islamiah
dalam Quran dirumuskan dengan kata-kata “Iman”, sedangkan syariah dirumuskan
dengan kata-kata “Amal Saleh”.
Akidah dengan syariah itu tidak dapat dipisahkan (bisa dibedakan tetapi
tidak bisa dipisahkan). Akidah sebagai akarnya dan syariah sebagai batang dan
dahan-dahannya. Seseorang yang beriman tanpa menjalankan syariah adalah fasik,
sedangkan bersyariah tetapi berakidah yang bertentangan dengan akidah Islamiah
adalah munafik. Dan seseorang yang tidak berakidah dan bersyariah Islamiah
adalah kafir. Akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan
sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Akidah jika dilihat dari sudut pandang
sebagai ilmu –sesuai konsep ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik:
tauhid, iman, Islam, masalah ghoibiyyat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, beritaberita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum
yang qat’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula
sanggahan terhadap ahlul ahwa’commit
al bida’
(pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah),
to user
digilib.uns.ac.id
27
perpustakaan.uns.ac.id
semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap
mereka (Yazid Jawas, 2006: 27)
4.Hakikat Pendekatan Strukturalisme
Strukturalisme dapat diartikan sebagai salah satu pendekatan dalam
penelitian sastra yang menekankan kajian hubungan antarunsur pembangun karya
sastra. Penelitian ini dilakukan secara objektif, yakni menekankan aspek intrinsik
karya sastra. Hal ini seperti pernyataan Herman J. Waluyo (1994: 43) yang
mengatakan bahwa pendekatan strukturalisme memandang karya sastra bersifat
otonom seperti halnya bersifat objektif. Dalam pandangan ini, pemahaman karya
sastra dimulai dengan memahami totalitas karya itu.
Analisis struktural merupakan hal yang harus dilakukan untuk
memahami prosa (baik cerpen, novel, ataupun roman) yaitu dengan memahami
struktur fisik dan struktur batin yang terdapat di dalamnya. Struktur fisik prosa
terdiri atas plot, setting, perwatakan, penokohan, dan gaya bahasa bercerita.
Adapun struktur batin prosa terdiri atas tema, sudut pandang, suasana, dan
amanat.
Sebelum melakukan analisis karya sastra dengan pendekatan apapun
juga, haruslah menggunakan pendekatan strukturalisme. Hal ini dikatakan oleh A.
Teew (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2002: 46), bahwa analisis struktur
merupakan tugas utama sebelum yang lain-lain untuk memahami dan menilai
sepenuhnya karya sastra. Dengan analisis struktural, baru mungkin didapatkan
pengertian yang optimal.
Burhan Nurgiyantoro (1995: 37) berpendapat analisis struktural karya
sastra (fiksi) dapat
dilakukan
dengan
mengidentifikasi, mengkaji, dan
mendiskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur fiksi yang bersangkutan.
Pertama, unsur fiksi diidentifikaasi dan dideskripsikan bagaimana fungsi masingmasing, kemudian dijelaskan bagaimana hubungan antar unsur tersebut dalam
bentuk totalitas makna yang padu.
commit to user
digilib.uns.ac.id
28
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan demikian, dapat disimpulkan analisis struktural bertujuan
memaparkan sedetail mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya
sastra, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna
keseluruhan yang ingin dicapai.
B. Kerangka Berpikir
Berbicara tentang karya sastra maka akan terlintas dalam pikiran kita
nilai apa saja yang terkandung dalam sebuah karya sastra . Karya sastra
hendaknya mempunyai nilai-nilai tertentu yang menjiwai sebuah karya sastra.
Karya sastra diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati keindahannya tetapi juga
untuk dipahami dan diambil manfaatnya secara menyeluruh. Sastra bukanlah
sekedar benda mati yang tak berarti,namun di dalamnya termuat banyak sekali
nilai-nilai hidup, pesan yang luhur yang mampu menambah wawasan manusia
dalam memahami, menjalani dan menghayati kehidupan.
Aspek religius yang ada dalam karya sastra dibutuhkan keberadaannya
untuk menambah fungsional karya sastra sebagai alat untuk memperhalus budi
pekerti dan sebagai alat bantu mengajarkan kebajikan serta membuat kita untuk
lebih tunduk dan patuh terhadap Tuhan.Untuk mengetahui makna aspek religius
dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy maka perlu untuk
dianalisis. Selain itu, dengan pendekatan struktural maka akan diketahui struktur
pembangun novel tersebut. Untuk lebih jelas alur berpikir tersebut dapat dilihat
pada bagan berikut:
commit to user
digilib.uns.ac.id
29
perpustakaan.uns.ac.id
Novel Ayat-Ayat Cinta
Karya Habiburrahman El Shirazy
Pendekatan Struktural
Struktur Novel Ayat-Ayat Cinta
Aspek religius dalam Novel Ayat-
Karya Habiburrahman El Shirazy
Ayat Cinta
Karya Habiburrahman El Shirazy
Gambar 1: Kerangka Berpikir
commit to user
digilib.uns.ac.id
30
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini meupakan penelitian yang menganalisis data dokumenter
berupa novel Ayat-ayat Cinta sebagai objek penelitiannya. Terkait hal tersebut
maka penelitian ini tidak terpancang pada waktu dan tempat, adapun rincian
waktu dan pelaksanaan jenis kegiatan dalam penelitian ini dapat dijelaskankan
dengan tabel berikut:
Tabel 1: Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
No
1.
Waktu Desember
Januari
Februari
Maret
April
Jenis
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Kegiatan
Pembuatan
x X x x
proposal
2.
Perizinan
3.
Pengumpulan
data
4.
Analisis data
5.
Penyusun-an
laporan
x x x x
x x x x
x x x x
x x x x
B. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu data yang
dikumpulkan akan berwujud kata-kata dalam kalimat yang mempunyai arti lebih
dari sekedar angka atau jumlah. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis
isi (content analysis) karena sumber data utamanya merupakan karya sastra yang
berupa naskah tertulis dengan mempertimbangkan pendapat dari pakar sastra dan
guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk mengetahui nilai religius dan
relevansinya sebagai bahan ajar.
commit to user
digilib.uns.ac.id
31
perpustakaan.uns.ac.id
C. Sumber Data
Sumber yang dipakai dalam penelitian ini adalah: (1) dokumen, yakni
novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan berbagai tulisan atau
artikel yang menunjang penelitian; dan (2) informan, yakni peneliti dapat
mengamnbil data dengan wawancara kepada sejumlah tokoh pengamat sastra,
pendidik/pakar pendidikan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan data yang digunakan , maka teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan pada orang-orang yang dianggap kompeten
dalam dunia sastra untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan dalam novel-novel
karya Habiburrahman El Shirazy. Wawancara yang telah dilakukan peneliti
yaitudengan Drs. Yant Mujianto selaku salah satu sastrawan di Solo serta
dengan Noor Alfiyah, S.Pd. (guru mata pelajaran bahasa Indonesia).
2. Pengumpulan Dokumen
Mengumpulkan segenap dokumen yang berkaitan dengan karya
Habiburrahman El Shirazy akan menjadi bahan untuk mendapatkan data.
E. Teknik Sampling
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu
melakukan pengambilan data baik dengan wawancara dengan orang tertentu yang
kompeten terhadap karya sdastra , orang yang dianggap kompeten dalah hal ini
adalah Drs. Mujiyanto serlaku salah satu sastrawan di Solo serta Noor Alfiyah,
S.Pd. Dan juga mengambil dokumen tentang novel-novel karya Habiburrahman
yang dapat mendukung data penelitian.
F. Validitas Data
Guna menjamin validitas data yang akan diperoleh dalam penelitian ini ,
to user
maka peningkatan validitas akancommit
dilakukan
dengan cara menggunakan teknik
digilib.uns.ac.id
32
perpustakaan.uns.ac.id
triangulasi. Peneliti ini menggunakan triangulasi data atau sumber artinya peneliti
membandingkan data dari observasi atau pengamatan dengan hasil wawancara.
Sedangkan triangulasi metode adalah peneliti menggunakan metode yang berbeda
untuk mendapatkan data sejenis yaitu wawancara dan analisis naskah.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis interaktif yaitu
analisis bergerak dalam tiga komponen yaitu reduksi dalam sajian data dan
simpulan data.
1. Reduksi Data
Komponen
ini
mengandung
proses
seleksi
,
pemfokusan
,
penyederhanaan , dan abtraksi data kasar yang ada dalam catatan lapangan.
Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset yang meliputi
keramgka kerja konseptual, pemilihan kasus, menyusun pertanyaan dan cara
pengumpulan data
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah suatu rakitan organisasiinformasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Susunan penyajian data
harus jelas sistematikannya dengan sajian data , peneliti akan lebih mudah
memahami hal-hal yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan usaha
yang akan dilaksanakan setelah pengumpulan data
3. Penyimpulan Data
Penarikan kesimpulan dilaksanakan berdasarkan semua hal yang
terdapat dalam reduksi data dan penyajian data. Setelah data diseleksi,
diklasifikasi dan dianalisis, data tersebut diinterpretasikan dalam cerita rakyat
yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.
commit to user
digilib.uns.ac.id
33
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut bagan analisis model interaktif :
Pengumpulan
data
Reduksi
data
Sajian
data
Penarikan
simpulan/
verifikasi
Gambar 2. Model analisis interaktif
(H. B. Sutopo, 2002: 96)
Keterangan :
Tiga komponen analisis reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan
data aktifitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai
siklus. Peneliti tetep bergerak diantara ketiga komponen tersebut dengan
komponen pengumpulan data selama pengumpulan data.
commit to user
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Novel Ayat-ayat Cinta
Ayat-ayat cinta merupakan sebuah novel yang ditulis oleh seorang
novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama
Habiburrahman El-Shirazy. Ia adalah seorang sarjana lulusan Mesir dan sekarang
sudah kembali ke tanah air. Sepintas lalu, novel ini seperti novel-novel Islami
kebanyakan yang mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni,
namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel ini merupakan gabungan dari
novel Islami, budaya dan juga novel cinta yang banyak disukai anak muda.
Dengan kata lain, novel ini merupakan sarana yang tepat sebagai media
penyaluran dakwah kepada siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang
Islam, khususnya buat para kawula muda yang kelak akan menjadi penerus
bangsa.
Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang
berbeda latar berbeda, yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi
Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman
yang kebetulan juga sedang studi di Mesir. Kisah percintaan ini berawal ketika
mereka secara tak sengaja bertemu dalam sebuah perdebatan sengit dalam sebuah
metro.
Salah seorang penulis terkenal berpendapat terhadap novel tersebut,
“Novel yang tidak klise dan tak terduga pada setiap babnya. Habiburrahman El
Shirazy dengan sangat menyakinkan mengajak kita menyelusuri lekuk Mesir yang
eksotis itu, tanpa lelah. Tak sampai di situ, Ayat-Ayat Cinta mengajak kita untuk
lebih jernih, lebih cerdas dalam memahami cakrawala keislaman, kehidupan dan
juga cinta.”
Pendapat lain dari seorang mantan pragawati dan aktris muslimah
commit toCinta
user membuat angan kita melayangmengatakan bahwa membaca Ayat-Ayat
34
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
layang ke negeri seribu menara dan merasakan “pelangi” akhlak yang menghiasi
pesona-pesonanya. Sungguh, sebuah cerita yang layak dibaca dan disosialisikan
pada para pemburu bacaan popular yang sudah tidak mengindahkan akhlak
sebagai menu utamanya, agar dunia bacaan kita terhiasi karya-karya yang
membangun.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebagai karya sastra, novel Ayat-ayat Cinta selain memiliki sisi keindahan jika
dilihat dari sudut pandang ilmu kesusastraan juga sarat akan pesan-pesan atau
nilai-nilai humanis. Novel AAC tersebut penuh nuansa Islami dan dapat
dipandang sebagai sarana pembelajaran dan dakwah oleh penulisnya. Setting
dalam novel ini adalah sebuah kota di Mesir, Kairo. Novel ini seolah-olah
mengajak pembaca untuk melihat kota Kairo secara langsung.
Novel AAC meraih beberapa penghargaan di antaranya Pena Award
Novel Terpuji Nasional tahun 2005 dan peraih penghargaan The Most Favorite
Book pada tahun 2005. Maka, tidak dapat disangkal jika novel tersebut memang
pantas menjadi novel yang best seller.
Ayat-ayat Cinta awalnya diterbitkan secara bersambung di Harian
Republika. Akhirnya diterbitkan dalam bentuk novel pada 2004. Pada novel
tersebut dikisahkan tokoh Fahri mengawali kehidupannya di Mesir dengan
menyewa sebuah flat di daerah Haldayek Helwan, bersama empat orang temannya
yang sama-sama berasal dari Indonesia. Di sana mereka bertetangga dengan
keluarga Boutros, yang beragama Kristen Koptik (kaum Nasrani yang bersekte
dari Yunani). Walaupun berbeda keyakinan, mereka hidup saling menghormati,
mengasihi, dan menyayangi, layaknya sebuah keluarga.
Keluarga ini sangat akrab dengan Fahri, terutama Maria. Ia adalah
seorang gadis Mesir yang manis dan baik budi pekertinya. Kendati demikian,
Fahri menyebutnya sebagai gadis Koptik yang aneh. Ia seorang non-muslim yang
mampu menghafal dua surah yang ada dalam Al-Quran dengan baik, yang belum
tentu seorang muslim mampu melakukannya. Ia hafal surah Al-Ma’idah dan surah
Maryam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36
digilib.uns.ac.id
Di flat itu tinggal pula keluarga Bahadur, yang muslim. Sifat dan tingkah
laku Tuan Bahadur berbeda 180 derajat dengan keluarga Boutros. Bahadur
terkenal dengan julukan si Muka Dingin, karena ia selalu berperangai kasar
kepada siapa saja, bahkan dengan istrinya, Madame Syaima, dan putri bungsunya,
Noura. Bahadur memiliki tiga orang putri, Mona, Suzanna, dan Noura.
Mona dan Suzanna berkulit hitam. Tidak demikian halnya dengan Noura,
dia berkulit putih dan berambut pirang. Hal inilah yang membuat Noura sering
mendapat perlakuan kasar dari ayah dan kedua kakaknya.
Dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang terletak
di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Kairo, suatu kejadian tanpa sengaja
membuat Fahri berkenalan dengan seorang wanita bercadar. Wanita yang semula
dikiranya orang Mesir itu ternyata adalah wanita asal Jerman yang sedang
menuntut ilmu di Mesir. Wanita itu bernama Aisha.
Sepintas lalu, novel ini seperti novel-novel Islami kebanyakan, yang
mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni. Tapi setelah dibaca,
ternyata novel ini merupakan gabungan novel Islami, budaya, dan juga novel cinta
yang banyak disukai anak muda.
Fahri adalah sosok laki-laki dengan aqidah yang baik dan teguh
pendiriannya jika menyangkut ajaran agama. Maria, Noura, Aisha, dan kemudian
Nurul, adalah wanita-wanita yang mencintai Fahri. Dalam novel ini diperlihatkan,
bagaimana Fahri harus menyikapi perasaan wanita-wanita tersebut dan suasana
hatinya ketika ia memutuskan untuk menikahi salah satu dari wanita-wanita
tersebut.
2. Struktur Pembangun Novel Ayat-Ayat Cinta
Salah satu kajian dalam penelitian ini adalah menguraikan struktur novel
AAC. Maka, dengan berdasarkan pendekatan strukturalisme akan diuraikan
unsur-unsur intrinsik yang membangun novel AAC sebagai berikut:
a. Tema
Tema merupakan inti dari cerita sehingga peristiwa-peristiwa yang
commit
userJadi, tema adalah hal pokok yang
ada dalam cerita semua berpusat
pada to
tema.
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendasari keseluruhan isi cerita dalam sebuah karya sastra. Tema yang
diangkat dalam novel AAC adalah cinta.
Cinta yang diangkat dalam cerita AAC tidak semata-mata cinta antara
dua orang manusia lelaki dan perempuan. Tetapi dalam novel tersebut cinta
dijabarkan secara luas. Tema cinta yang diangkat dalam novel AAC
mencakup: (1) cinta manusia terhadap Tuhan dan Rasul-Nya; (2) cinta seorang
lelaki terhadap seorang perempuan; dan (3) cinta antarumat manusia. Berikut
penjabaran cinta-cinta tersebut.
1) Cinta Manusia terhadap Tuhan dan Rasul-Nya
Cinta manusia terhadap Tuhan dan Rasul-Nya dapat diwujudkan
dalam segala bentuk perilaku. Dalam novel AAC penggambaran cinta
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen aku
bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus berada di
Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak di Shubra.” (AAC: 16)
Kangjeng Nabi adalah teladan. (AAC: 108).
Kutipan di atas menunjukkan cinta seorang hamba terhadap Tuhan
dan Rasul-Nya. Dapat diketahui berdasarkan kutipan tersebut bahwa demi
rasa cintanya merelakan diri untuk bertekad bulat melawan sikap bermalasmalasan dan menyegerakan ke masjid.
“Dekatkan diri pada Allah!... Kita ini orang yang sudah tahu
hukum Allah dalam menguji hamba-hamba-Nya yang beriman.
Kita ini orang yang mengerti ajaran agama.” (AAC: 360)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa agama menjadi pedoman
utama dalam melakukan segala aktivitas, perilaku, dan tindakan. Setiap
penyelesaian masalah selalu berdasarkan pada hukum ajaran agama Islam.
Diceritakan pula bahwa tokoh-tokoh dalam novel AAC tersebut merupakan
pemeluk agama yang teguh dan beriman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38
digilib.uns.ac.id
2) Cinta Seorang Lelaki terhadap Perempuan
Novel AAC mengisahkan percintaan seorang pemuda, tokoh Fahri.
Fahri adalah sosok laki-laki dengan aqidah yang baik dan teguh
pendiriannya jika menyangkut ajaran agama. Maria, Noura, Aisha, dan
kemudian Nurul, adalah wanita-wanita yang mencintai Fahri. Dalam novel
ini diperlihatkan, bagaimana Fahri harus menyikapi perasaan wanita-wanita
tersebut dan suasana hatinya ketika ia memutuskan untuk menikahi salah
satu dari wanita-wanita tersebut. Berikut ini kutipan yang menunjukkan
perasaan cinta dan sikap Fahri terhadap perempuan yang ia cintai dan
mencintainya.
“Jika Aisha sedemikian mantapnya dan peercaya padaku, maka
bismillah, aku pun mantap menerima Aisha untuk jadi isteriku,
pendamping hidupku dan ibu dari anak-anakku, aku akan sepenuh
hati percaya padanya.” (AAC: 212)
Dalam tangisku aku merasa masalah Nurul ini adalah cobaan besar
bagi komitmenku di rumah Syaikh Utsman. Cobaan atas cinta dan
kesetiaanku pada Aisha. Bisa saja aku nekad membatalkan
kesepakatan dan rencana yang telah ditetapkan seperti dalam film
India.... tapi jika aku melakukan itu namaku akan ditulis dengan
lumpur hitam berbau busuk oleh sejarah. Aku akan menjadi orang
munafik yang paling menyakitkan hati orang-orang yang kucintai
dan kuhormati. (ACC: 229-230)
3) Cinta Antarumat Manusia
Digambarkan pula di dalam novel AAC tentang sikap saling
menyayangi antarsesama manusia. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut ini:
“Nasihat yang baik sekali. Dia memang muslimah yang baik.
Sekali-kali kita harus undang dia dan teman-temannya kemari. Dia
memulliakan diriku saat aku berkunjung ke rumahnya,” ujar Aisha.
(AAC: 289).
Pada kutipan di atas menunjukkan adanya sikap toleransi yang
dimiliki oleh Aisha terhadap Nurul. Selain itu, pada kutipan di atas juga
menggambarkan adanya keterjalinan silaturahmi antara sesama muslim.
commit
to user
Penggambaran lain yang terlihat
pada
kutipan di atas adalah adanya budaya
perpustakaan.uns.ac.id
39
digilib.uns.ac.id
kunjung-mengunjungi atau bertamu antarsesama manusia untuk mempererat
tali silaturahmi.
b. Tokoh dan Penokohan
Novel Ayat-Ayat Cinta menampilkan beberapa tokoh, diantaranya:
Fahri, Maria, Aisha, Noura, Nurul, Syaikh Ahmad Taqiyyuddin, syaikh
Utsman Abdul Fattah, Bahadur Gounzouri, Tuan Boutros Rafael Girgis,
Madam Nahed, Yousef, teman-teman Fahri satu flat (Rudi, Hamdi, Syaiful,
Mishbah), Eqbal Hakan Erbakan, Sarah, Prof. Dr. Abdul Rauf Mansour,
Ismail, Ahmad, Haj Rashed, Marwan, Prof. Dr. Abdul Gafar Ja’far, ridha
Sahata, Hosam, Maghdi, Elena Hashim, Polisi, Tuan Adel, Madame Yasmin,
Suzan, dan Mona.
Berdasarkan kadar keutamaan tokoh-tokoh dalam novel AAC dapat
digolongkan menjadi beberapa golongan, yakni: tokoh utama dan tokoh
tambahan. Berikut penjabarannya:
1) Fahri
Berdasakan penggolongan tokoh berdasarkan keutamaannya, tokoh
Fahri merupakan tokoh utama-protagonis. Tokoh Fahri dikatakan tokoh
utama karena tokoh tersebut merupakan tokoh yang selalu menjadi muara
setiap cerita. Tokoh Fahri melakukan segala tindak tokoh utama. Fahri juga
dikatan tokoh protagonis. Hal ini dikarenakan tokoh Fahri berperan menjadi
tokoh yang memiliki sifat-sifat baik. Perwatakan Fahri dapat dilihat pada
kutipan berikut ini.
“Dengan topi dan kaca mata hitamku itukau seperti bintang film
Hongkong saja. Tak tampak sedikitpun kau seorang mahasiswa
pascasarjana Al Azhar yang hafal Al Quran.” (AAC: 18).
Untung Saiful dan Mishbah mengerti nasihatku. Aku sendiri
berpakaian tidak bagus namun pantas. Kaos katun hijau muda dan
rompi santai hijau tua, warna kesayangan. Tak kalah fungkynya
dengan Yousef. (AAC: 120).
Berdasarkan kutipan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
Fahri adalah seseorang yang berpenampilan fungky tapi sopan. Dia
to user
memiliki warna kesukaan commit
hijau tua.
Selain itu, tokoh Fahri dikisahkan
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai seorang mahasiswa pascasarjana Universitas Al-Azhar. Fahri juga
diceritakan sebagai seseorang yang taat beragama dan mampu menghafal Al
Quran.
Pada kutipan lain menunjukkan perwatakan tokoh Fahri yang lain.
Berikut kutipan tersebut:
Yang kutempel memang arah hidup sepuluh tahun ke depan.
Target-target yang harus kudapat dan apa yang harus kulakukan.
Lalu peta hidup satu tahun ini. Kutempel tempat di tempat belajar
untuk penyemangat. Dan memang kutulis dalam bahasa Arab.
(AAC: 142).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Fahri adalah seseorang
yang visionaris. Dia adalah seorang yaang memiliki tujuan hidup. Selain itu,
dia adalah seorang pekerja keras yang ulet. Dia tahu bagaimana cara
menyemangati dirinya sendiri. Hal lain yang juga dapat diambil dari kutipan
tersebut di atas adalah Fahri mahir berbahasa Arab.
2) Maria
Peran tokoh Maria di dalam cerita banyak mempengaruhi
kehidupan tokoh Fahri sebagai tokoh utama. Tokoh Maria dapat
digolongkan dalam tokoh utama dan tokoh protagonis. Berdasarkan cerita
novel AAC tokoh Maria dikisahkan menjadi istri kedua Fahri. Perwatakan
tokoh Maria dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut ini.
Seorang gadis Mesir berwajah bersih membuka jendela kamarnya
sambil tersenyum. Matanya yang bening menatapku penuh binar.
(AAC: 8)
Gadis Mesir berpipi lesung kalau tersenyum itu berhasil mengejar
langkahku. Ia berjalan sejajar denganku. Dan menawarkan
payungnya padaku. (AAC: 147)
Ia berdiri di samping ranjang. Rambutnya yang hitam terkucir rapi.
(AAC: 171)
Berdasar kutipan di atas dapat dilihat penggambaran fisik Maria
yang memiliki mata yang bening. Wajah maria begitu bersih. Lesung pipi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41
digilib.uns.ac.id
Maria terlihat jika dia sedang tersenyum. Maria memiliki rambut hitam yang
selalu dikucir.
Maria gadis unik.
Ia seorang Kristen Koptik, namun ia suka AL Quran. Di antaranya
surat Maryam. Sebuah surat yang membuat dirinya bangga. Aku
mengetahui itu pada suatu kesempatan berbincang dengannya di
metro. Ia pulang kuliah dari Cairo University. (AAC: 9-10)
Berdasar kutipan di atas, Maria meruakan gadis yang unik. Dia
beragama Kristen. Maria adalah seorang mahasiswi di Cairo University. Dia
juga suka pada Al Quran dan hafal beberapa surat di dalam Al Quran. Maria
pun tahu adab bagaimana membaca Al Quran, berikut kutipan yang
menggambarka hal tersebut.
“ Kau juga suka menghafal Al-Quran aku tidak salah dengar ?
heranku.
“Ada yang aneh?”
Aku diam tidak menjawab.
“aku hafal surat Maryam dan surat Al-Maidah di luar kepala
“Benarkan?”
Kau tidak percaya? Coba kausimak baik-baik!”
Maria lalu melantunkan surat Maryam yang ia hafal. Anehnya ia
terlebih dahulu membaca ta’awwudz dan basmalah. Ia tahu ada bab
dan tata cara membaca Al-Quran.Pada saat Maria dan fahri di
dalam Metro. ( AAC: 24 )
Maria mengetahui bagaimana adab-adab membaca Al Quran.
Maria mengetahui bahwa sebelum membaca Al Quran harus membaca
taawudz dan basmalah terlebih dahulu. Hal demikian juga memberikan
gambaran bahwa Maria memiliki ketertarikan terhadap agama Islam. Selain
itu, juga dapat disimpulkan bahwa Maria merupakan seseorang yang taat
terhdap aturan.
3) Aisha
Tokoh Aisha dapat digolongkan sebagai tokoh utama. Selain itu,
dapat pula dikatakan sebagai tokoh protagonis. Aisha digambarkan sebagai
perempuan yang bercadar. Tokoh Aisha dikisahkan sebagai istri Fahri.
Berikut kutipan-kutipan yang menggambarkan perwatakan Aisha.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42
digilib.uns.ac.id
Perempuan bercadar putih bersih itu bangkit dari tempat duduknya.
(AAC: 28)
Telingaku bisa mendengar dengan jelas pa yang mereka bicarakan.
Tentang asal mereka masing-masing. Perempuan bercadar itu
ternyata lahir di Jerman, dan juga besar di Jerman. Namun ia
berdarah Jerman, Turki, dan Palestina. (AAC: 42)
Berdasar pada kutipan di atas dapat diketahui bahwa Aisha
merupakan seorang perempuan yang selalu mengenakan cadar. Aisha
merupakan perempuan yang dilahirkan di Jerman dan besar di Jerman.
Meskipun begitu dia sebetulnya memiliki darah keturunan Turki dan
Palestina selain darah Jerman. Ayah Aisha adalah orang Jerman, ibunya
orang Turki, dan neneknya orang Palestina asli.
Kutipan yang menggambarkan perwatakan Aisha dapat pula dilihat
pada kutipan-kutipan berikut:
Perempuan bercadar minta maaf atas perlakuan saudara seiman
yang kurang ramah (AAC: 29)
“Kelihatannya kau berbakat jadi penulis besar istriku?”
Aisha tersenyum dan menukas tenang, alhamdulillah, dua novelku
sudah terbit di Jerman. (AAC: 298).
Kutipan-kutipan diatas memberikan gambaran perwatakan Aisha.
Tokoh Aisha digambarkan sebagai seseorang muslimah yang sangat baik
hati dan bijaksana. Selain itu, tokoh tersebut juga digambarkan sebagai
seorang penulis novel. Aisha adalah istri pertama Fahri.
4) Noura
Tokoh Noura digambarkan sebagai gadis yang malang karena
mendapat perlakuan yang biadap dari ayah tirinya dan kakak-kakaknya.
Sebelum ia diusir dan diseret ke jalan, ia diperkosa oleh ayah tirinya,
Bahadur. Noura dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan dan tokoh
antagonis. Penggambaran perwatakan Noura dapat dilihat pada kutipankutipan berikut:
Kami kenal gadis commit
itu. Kasihan
to userbenar dia. Malang nian nasibnya.
Namanya Noura. Nama yang indah dan cantik. Ia baru saja naik ke
perpustakaan.uns.ac.id
43
digilib.uns.ac.id
tingkat akhir Ma’had Al azar puteri. Tahun depan jika lulus dia
baru akan kuliah. Sudah berulang kali kami melihat Noura
didzalimi kelarganya sendiri. Dia menjadi bulan-bulanan ayahnya
dan kedua kakaknya. (AAC: 63)
“Apa Noura berambut pirang?”
“Pertanyaanmu memang aneh. Jawabnya ya, dia berambut pirang.
Kenapa kau tanyakan itu?” (AAC: 79)
Sifat Noura yang dulunya memiliki sifat jujur dan baik kemudian
menjadi jahat. Noura memfitnah Fahri telah memperkosanya. Karena ia
sangat mencintai Fahri, ia kemudian berbohong bahwa Fahrilah yang
menghamilinya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
Apa yang dikatakan Noura adalah fitnah belaka. Dia harus
mendapatkan ganjaran atas tuduhan kejinya. Entah setan apa yang
membuat Noura yang dulu jujur dan baik hati kini berubah
menjadi tukang fitnah yang tidak memiliki nurani. (AAC: 391)
5) Nurul
Nurul merupakan perempuan berkaca mata dan berjilbab panjang.
Tokoh Nurul dalam AAC dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan dan
tokoh protagonis. Gambaran perwatakan Nurul dapat dilihat pada kutipan
berikut:
Kau tentu tahu kan muka orang Indonesia. Nurul memakai kaca
mata jilbabnya panjang. (AAC: 75)
Kau tahu Nurul... Selain cantik dia juga cerdas dan halus budi..
(AAC: 225)
Berdasar kutipan di atas dapat diketahui pula bahwa Nurul
merupakan perempuan yang cantik dan cerdas. Nurul digambarkan pula
memiliki perwatakan yang halus budi. Pada kutipan lain, dapat diketahui
pula bahwa Nurul merupakan anak seorang pengasuh pesntren. Selain itu,
dia juga seorang aktivis. Dia merupakan ketua sebuah organisasi mahasiswi.
Berikut kutipan yang menyatakan hal tersebut.
Kau tahu Nurul adalah puteri tunggal Bapak KH. Ja’far abdul
Razaq pengasuh pesantren besar di Jawa Timur. (AAC: 225)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44
digilib.uns.ac.id
Aku langsung bergegas mengambil gagang telpon dan memutar
nomor rumah Nurul, ketua Wihdah, induk organisasi mahasiswi
Indonesia di Mesir (AAC: 74).
Diam-diam aku salut pada Nurul. Meskipun ia jadi ketua umum
organisasi mahasiswi paling bergengsi di Mesir, tapi ia tidak
pernah segan untuk menyempatkan waktunya mengajar anak-anak
membaca Al Quran. (AAC: 95)
Kutipan di atas menunjukkan pula perwatakan Nurul lainnya.
Nurul memiliki perwatakan yang rendah hati, tidak segan-segan dan malu
untuk melakukan pekerjaan yang tidak seharusnya dilakukan seorang ketua
organisasi besar. Nurul juga merupakan seorang guru membaca Al Quran.
Sebagai
seorang ketua organisasi tentunya Nurul memiliki jiwa
kepemimpinan yang baik.
6) Syaikh Ahmad Taqiyyudin
Syaikh Ahmad Taqiyyudin merupakan ulama muda dan memiliki
anak satu. Dalam cerita AAC, tokoh ini dapat digolongkan sebagai tokoh
tambahan. Gambaran perwatakan Syaikh Ahmad dapat dilihat pada kutipankutipan berikut:
Usai shalat aku menyalami Syaik Ahmad. Nma lengkapnya Syaikh
Ahmad Taqiyyudin Abdul Majid. Imam muda yang sangat dekat
denganku. Beliau tidak pernah menyembunyikan senyumnyasetiap
kali berjumpa denganku. Beliau masih muda, umurnya baru tiga
puluh satu, dan baru tahun lalu ia meraih Magister Sejarah Islam
dari Universitas Al Azhar. Anaknya baru satu, berumur dua tahun.
Kini ia bekerja di kementrian Urusan Wakaf sambil menempuh
program doktoralnya. Beliau juga menjadi dosen sejarah Islam di
Ma’had I’dadud Du’at yang dikelola oleh Jamiyyah Syariyyah
bekerja sama dengan Fakultas Dakwah Universitas Al Azar. (AAC:
16-17).
Berdasakan kutipan di atas sangat jelas penggambaran perwatakan
Syaikh Ahmad Taqiyyudin. Tokoh tersebut digambarkan sebagai seorang
yang dekat dengan Fahri. Dia adalah orang yang murah senyum. Selain itu,
dia adalah orang yang berpendidikan. Syaikh ahmad juga bekerja pada
sebuah lembaga pemerintahan dan menjadi seorang tenaga pengajar atau
to user
dosen pada sebuah sekolah. commit
Umur ulama
muda tersebut baru tiga puluh satu.
perpustakaan.uns.ac.id
45
digilib.uns.ac.id
Meskipun masih muda, namun kedalaman ilmu agama dan
kefasihannya membaca serta menafsirkan Al Quran membuat
masyarakat memanggilnya Syaikh. Kerendahan hati dan
kommitmennya yang tinggi membela kebenaran membuat
sosoknya dicintai dan dihormati. (AAC: 17).
Kutipan tersebut di atas menunjukkan perwatakan lainnya yang
dimiliki oleh Syaikh ahmad. Syaikh Ahmad merupakah seseorang yang
sangat menguasai ilmu agama. Dia juga pandai membaca dan menafsirkan
Al Quran. Sebagai seorang ulama, dia memiliki sifat rendh hati dan
memiliki komitmen yang tinggi sehingga banyak orang yang menyukai
sosok tokoh tersebut.
7) Syaikh Utsman Abdul Fattah
Syaikh Utsman Abdul Fatah merupakan seorang ulama berumur
tujuh puluh lima tahun. Tokoh ini dapat dikategorikan sebagai tokoh
tambahan. Berikut kutipan yang memberikan gambaran perwatakan syaikh
Utsman.
.....berumur tujuh puluh lima tahun selalu datang... (AAC: 5)
Pada ulama besar ini aku belajar qiraah sab’ah dan ushul tafsir.
Beliau adalah murid syaikh Maqari wal Huffadh Fi Mashr atau
guru besarnya para pembaca dan penghafal Al Quran di Mesir.
(AAC: 2)
Beliau selalu datang tepat waktu. Tak kenal absen. Tak kenal cuaca
dan musim. Selama tidak sakit dan tidak ada uzur yang teramat
penting, beliau pasti datang. (AAC: 3).
Bedasar pada kutipan di atas dapat diketahui perwatakan Syaikh
Utsman. Tokoh tersebut merupakan seorang ulama besar murid seorang
ulama, guru para penghafal dan pembaca Al Quran terkenal di Mesir. Ulama
tersebut berumur tujuh puluh lima tahun. Dia juga merupakan seseorang
yang sangat displin dan tepat waktu. Selain itu, diaadalah orang yang
memegang teguh prinsip dan komitmennya.
Syaikh Utsman mengusap kepalaku, persis seperti ayahku
mengusap kepalaku.
Beliautotersenyum
padaku. (AAC: 181)
commit
user
perpustakaan.uns.ac.id
46
digilib.uns.ac.id
Syaikh Utsman banyak memberi siraman jiwa, “Kau harus ikhlas
menerima cobaaan ini. Kau tidak boleh sedikitpun merasa ragu
akan kaih sayang allah kepadamu. Kau tentu tahu allah sangat
mencintai Nabi Yahya. Dan, Nabi Yahya itu kepalanya dipenggal
untuk dihadiahkan kepada seorang pelacur (AAC: 342)
Syaikh Utsman merupakan seorang yang sangat penyayang dan
pengertian. Pada kutipan tersebut di atas tergambar pula watak Syaikh
Utsman yang lembut dan penuh perhatian kepada Fahri. Selain itu Syaikh
Utsman juga suka memberi siraman rohani dan memberikan nasehat yang
baik. Syaikh Utsman digambarkan pula sebagai seorang ulama terkenal
yang memiliki kedalaman ilmu agama.
8) Bahadur
Bahadur adalah tokoh jahat dalam novel AAC. Tokoh ini dapat
digolongkan sebagai tokoh tambahan dan tokoh antagonis. Berikut ini
kutipan yang menggambarkan perwatakan Bahadur.
Aku kaget, bagaimana mungkin Noura berambut pirang, padahal
ayah dan ibunya mirip orang Sudan. Hitam. Rambutnya Negro.
(AAC: 77).
Ayahnya akhirnya dapat pekerjaan seebagai tukang pukul di sebuah
Nite Club mengapung di atas sungai Nil. (AAC: 127)
Berdasar kutipan-kutipan di atas dapat diketahui perwatakan tokoh
Bahadur. Digambarkan oleh pengarang, Bahadur merupakan seorang yang
berkulit hitam. Dia seperti orang Sudan. Selain itu, tokoh Bahadur adalah
seorang tukang pukul pada sebuah Nite Club.
Ayah Noura yang bernama Bahadur memang keterlaluan.
Bicaranya kasar dan tidak bisa menghargai orang. (AAC: 64)
Ayahnya suka mencambuknya dengan ikat pinggang. Ayah kejam!
(AAC: 78).
Bahadur merupakan seseorang yang kejam. Dia berperilaku kasar
sehingga banyak tetangga yang tidak suka padanya. Bahadur dilukiskan
pula sebagai seeorang yang tidak bisa menghargai orang lain. Dia sering
commit to user
mencambuk anaknya. Bahadur pula yang sebetulnya memperkosa Noura.
perpustakaan.uns.ac.id
47
digilib.uns.ac.id
9) Tuan Boutros
Tuan Boutros merupakan tokoh tambahan. Pengarang mengisahkan
Tuan Boutros sebagai ayah Maria dan suami Madame Nahed. Kutipankutipan yang menggambarkan perwatakan Tuan Boutros adalah sebagai
berikut:
Begitu keterangan yang aku dapat dari Tuan Boutros, ayahnya
Maria yang bekerja di subuah bank swasta di Maadi. (AAC: 116)
Mereka mendekati kami. Tuan Boutros tampak lebih muda dari
biasanya. Ia memakai kemeja warna krem dengan lengan
dilingkis.(AAC: 115-116)
Aku berniat memberi hadiah untuk merek, tepat di hari ulang
taahun mereka. Sedang Tuaan Boutros 26 Oktober (AAC: 82).
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Tuan Boutros
adalah seorang pekerja Bank. Dia merupakan laki-laki yang modis. Selain
itu, Tuan Boutros lahir pada tanggal 26 Oktober. Pada kutipan lainnya
digambarkan pula watak Tuan Boutros yang baik hati. Berikut kutipan
tersebut.
Rudi yang bertugas mencari mobil kembali bersama Tuan Boutros
dan keluarganya. “Tak usah repot cari mobil, kami datang untuk
menjemputmu pulang,’ demikian Tuan Boutros. (AAC: 187).
10) Madame Nnahed
Madame Nahed dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan. Dia
merupakan perempuan yang selalu menjaga penampilan. Hal ini dapat
dilihat pada kutipan berikut:
Madame Nahed berpenampilan seperti
Parfumnya menyengat. (AAC: 116).
aristokrat
Prancis.
Madame Nahed adalah seorang dokter yang baik hati, berikut
kutipan yang menggambarkan hal tersebut.
“Malam-malam begini mencari saya ada apa?” tanya beliau yang
memang seorang dokter yang tidak praktik di rumah. (AAC: 105)
“....Madame Nahed
yang
mengurusi semuanya. Dia yang
commit
to user
memilihkan kamar kelas satu. Dia juga yang memilihkan dokter.
perpustakaan.uns.ac.id
48
digilib.uns.ac.id
Dia tidak bisa langsung menangani Mas karena dia spesialis anak.
(AAC: 172)
Berdasarka kutipan-kutipn di atas digambarkan bahwa Madame
Nahed adalah seorang dokter spesialis anak. Dia sangat mengenal
lingkungannya di rumah sakit. Madame Nahed adala seorang dokter yang
memiliki sifat baik dan perhatian, dan dia juga tidak membuka praktik di
rumahnya.
11) Yousef
Yousef adalah laki-laki yang gaul. Tokoh ini dapat dikategorikan
sebagai tokoh tambahan. Perwatakannya dapat dilihat pada kutipan-kutipan
berikut:
Ia tahu seluk beluk mobil. Selama jadi tetangganya kulihat sudah
tiga kali dia ganti mobil. (AAC: 284).
Si Yousef adik laki-laki Maria
setelah ibunya. (AAC: 82).
tanggal 11 Agustus, satu hari
Ia juga berjanji akan menjemputku pukul setengah lima sore. Aku
mengucapkan terima kasih padanya. (AAC: 196).
Kutipan-kutipan di atas menunjukkan penggambaran perwatakan
Yousef yang juga sebagai adik Maria di dalam novel AAC. Tokoh ini
memiliki keahlian di bidang otomotif. Selain itu, Yousef juga berulang
tahun pada tanggal 11 Agustus.
c. Alur
Peristiwa-peristiwa dikisahkan dengan menarik oleh pengarang secara
runtut menjadi satu rangkaian cerita. Secara umum pengarang menggunakan
alur maju atau progresif. Namun pada penjalinan cerita, pengarang tidak hanya
mengisahkan cerita berjalan ke masa depan saja namun kadang juga kembali
ke masa lalu.
Kutipan yang menunjukkan adanya pengisahan kembali tentang masa
lampau dapat dilihat pada kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49
digilib.uns.ac.id
Aisha mulai bercerita tentang dirinya, ibunya, dan ayahnya.
Sejak itu, menurut cerita ayah, ibu sangat sibuk. Tapi ibu mampu
mengatur waktu dengan baik. Mengasuh aku., mengurus suami,
mengurus klinik, menjadi wakil direktur rumah sakit, dan mengajar
di universitas.
Sejak saat itu aku sangat marah pada ayah. Jika ayah mencintai
mendiang ibu, mestinya dia melindungi anak gadisnya.. (AAC:
253-26)
Pada kutipan tersebut di atas menggambarkan cara pengarang
memperkenalkan latar belakang Aisha melalui cerita masa lalu keluarga Aisha.
Pada jalinan cerita novel AAC pengarang membuat cerita di dalam cerita inti.
Hal ini menjadikan novel AAC seperti cerita berbingkai.
Adapun penjelasan alur dalam jalinan cerita AAC akan diuraikan
sebagai berikut:
1) Tahap eksposisi
Tahap eksposisi berisi penggambaran situasi. Tahap ini merupakan
tahap dimana penulis menggambarkan situasi tokoh atau situasi lingkungan
tokoh. Tokoh pada awal cerita dalam novel ini pengarang menggambarkan
situasi kota Cairo pada siang hari. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Tengah hari ini, kota cairo seakan membara. Matahari berpijar di
tengah petala langit. Seumpama hidup api yang menjemur dan
menjilat-jilat bumi.(AAC:15)
Juga pada kutipan berikut penulis menggambarkan situasi cairo
pada siang hari.
Memang, istirahat didalam flat sambil menghidupkan pendingin
ruangan lebih nyaman daripada berjalan keluar rumah. (AAC:15)
Penulis tidak hanya mnggambarkan situasi lingkungan saja. Penulis
juga pada awal cerita menggambarkan situasi tokoh utama dan tokoh
tambahan. Penulis menggambarkan kehidupan tokoh utama, Fahri, bersama
dengan teman-temannya di dalam flat. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Dalam flat ini kami hidup berlima; aku, Saiful, Rudi, Hamdi, dan
Misbah. Kebetulan aku yang paling tua, dan paling lama di Mesir.
Secara akademik aku juga yang paling tinggi.(Shirazy,2006:19)
commit to user
50
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lebih jauh lagi penulis menggambarkannya dalam kutipan berikut:
Urusan-urusan kecil seperti belanja, memasak, dan membuang
sampah jika tidak diatur dengan bijak dan baik akan manjadi
masalah. Dan akan mengganggu keharmonisan. Kami berlima
sudah seperti saudara kandung.(Shirazy,2006:20)
Begitulah penulis pada awal cerita menggambarkan kota Cairo
yang begitu panas. Dan kegiatan penduduk pada siang hari yang panas. Juga
sampai pada penggambaran kehidupan tokoh utama bersama tokoh yang
lain.
2) Tahap pemunculan konflik
Tahap
pemunculan
konflik
adalah
tahap
penulis
mulai
memunculkan konflik. Konflik pertama yang dimunculkan penulis adalah
konflik-konflik yang terjadi di dalam metro. Konflik dimulai karena seorang
perempuan muda memberikan tempat duduk kepada bule amerika. Tindakan
itu tidak disetujui oleh seorang pemuda karena mereka menganggap amerika
sebagai biang kerusakan di timur tengah. Sehingga konflik pertama dalam
novel ini muncul.
Kau memang sangat kurang ajar perempuan! Kau membela bulebule amerika yang telah membuat bencana dimana-mana. (AAC:
43)
Konflik berikutnya yang dimunculkan oleh penulis adalah konflik
antara Noura dan ayah angkatnya. Bahdur, ayah angkat Noura menyiksanya
dengan tanpa ampun. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
Benar, di gerbang apartemen kami melihat seorang gadis diseret
oleh seorang lelaki hitam dan ditendangi tanpa ampun. Gadis yang
diseret itu menjerit dan menangis. Sangat mengibakan.gadis itu
diseret sampai dijalan. (AAC: 73)
Konflik lainnya yang dimunculkan oleh pengarang adalah
menikahnya tokoh Fahri dan Aisyah yang membuat Nurul dan Maria yang
menyukainya secara diam-diam merasa tersakiti. Demikian juga Noura.
Orang yang dicintai nurul yang namanya selalu dia sebut-sebut
dalam doa-doanya, yang membuat dirinya satu minggu ini tidak
bisa tidur entah kenapa,
adalah
Fahri Bin Abdullah Shiddiq. (AAC:
commit
to user
230)
51
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Tahap rising action/ peningkatan konflik
Tahap peningkatan konflikpada novel ini adalah peristiwa
penangkapan tokoh Fahri. Konflik ini akan mengantarkan tokoh Fahri pada
klimaks.
“kami mendapatkan perintah untuk menangkapmu dan menyeretmu
ke penjara, ya mugrim!” bentakm polisi berkumis tebal. (AAC:303)
Penangkapan ini begitu mengejutkan tokoh Fahri. Dirinya merasa
tak pernah melakukan kesalahan yang melanggar hokum. Fahri sangat
terkejut ketika tahu bahwa alasan ia ditangkap. Dirinya dituduh telah
memperkosa Noura. Gadis yang pernah ditolongnya.
“akui saja, kau yang memperkosa gadis yang bernama Noura yang
jadi tetanggamu di hadayek helwan pada jam ssetengah empat dini
hari kamis 8 agustus yang lalu? (AAC:307)
Merasa kalau dirinya tidak pernah melakukan hal itu, tokoh Fahri
berusaha untuk membela diri.
“aku bukan pelaku pemerkosaan itu kapten! Aku akan buktikan
bahwa aku tidak bersalah!”Tegasku. (AAC: 309)
Konflik semakin meruncing ketika pada sidang pertama Noura
memberikan kesaksian bahwa ia memang telah diperkosa oleh Fahri.
“…terpaksa saya jelaskan siapa sebenarnya yang menghamili saya.
Tak lain dan tak bukan adalah Fahri Abdullah. Dia manusia berhati
serigala pura-pura menolong ternyata menerkam.” (AAC: 336)
Pada sidang kedua Bahadur memberikan kesaksian bahwa Fahri
sering menyiuli Noura dari jendela kamar. Hal inilah yang semakin
memperuncing konflik. Tokoh Fahri yang tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Berikut kutipannya:
Di akhir sidang terjadi sesuatu yang sangat mengejutkan. Bahadur
memberikan kesaksian bahwa dia katanya pernah melihatku
beberapa kali menyiuli Noura dari jendela kamarku. (AAC: 345)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52
digilib.uns.ac.id
4) Klimaks
Klimaks adalah puncak konflik. Merupakan penentuan nasib tokoh
utama. Klimaks dalam novel ini adalah ketika Fahri sudah tidak tahu apa
yang harus diperbuat. Semua saksi yang bisa membantu sudah dihadirkan
namun tak satupun dapat membantu. Hal yang bisa membuat ia bebas dari
tahanan adaloah tes DNA, dan kesaksian Noura. Kalau tidak tokoh Fahri
akan dihukum gantung.
Namun tes DNA mendapat masalah karena tes DNA dapat
dilakukan pada saat bayi sudah lahir. Dan hal itu sangat sulit.
“…yang bisa diambil Cuma sampel air ketuban tidak bisa untuk
pemeriksaan DNA. Jadi harus menunggu janin itu dilahirkan baru
bisa diperiksa DNA-nya.” (AAC: 348)
Karena cara pertama tidak mungkin lagi maka hanya tinggal satu
cara yaitu kesaksian Maria. Namun Maria dalam keadaan sakit parah dan
tidak bisa memberikan kesaksian. Sakit Maria karena cintanya kepada Fahri.
Maria sakit dan tidak sadar. Dokter mengatakan bahwa Maria bisa sadar jika
Fahri mengucapkan kata- kata mesra.
Masalah timbul lagi karena Fahri tidak mau melakukannya karena
agama melarang hal itu. Sehingga satu-satunya cara untuk menyembuhkan
Maria dari sakit adalah Fahri harus menikahinya.
“kalau begitu nikahilah Maria. Dia tidak akan bisa hidup tanpa
dirimu. (AAC: 375)
Namun Fahri tidak mau melakukannya, karena dirinya telah
menikah.. Tokoh utama tidak bisa berbuat apa-apa. Inilah kalimat dalam
novel ini yang menunjukkan hal tersebut.
“aku sudah menikah. Dan saat menikah aku menyepakati syarat
yang diberikan istriku agar aku menjadikan dia istri yang pertama
dan terakhir. (AAC: 376)
5) Tahapan peleraian
Tahapan peleraian adalah solusi terhadap masalah yang dihadapi
oleh tokoh utama. Dalam novel ini tahapan peleraian yang pertama adalah
commit to user
53
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fahri
akhirnya
menikahi
Maria
karena
hanya
itu
yang
bisa
menyembuhkannya. Sehingga Maria bisa memberikan kesaksian.
Seorang Ma’dzun syar’i mewakili tuan boutrus menikahkan diriku
dengan Maria dengan mahar sebuah cincin emas. (AAC: 378)
Akhirnya setelah Fahri menikahi Maria, perempuan itu sadar dari
komanya dan bisa memberikan kesaksiannya di pengadilan. Maria
mengatakan bahwa Noura berbohong.
“apa yang dikatakan Noura adalah fitnah belaka. Ia harus
mendapakan ganjaran atas tuduhan kejinya. (AAC: 385).
Kesaksian
Maria
akhirnya
membuat
Noura
mengakui
kesalahannya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Akhirnya Fahri pun bebas.
Atas dasar semua bukti yang ada dan pengakuan Noura, akhirnya
mau tidak ma dewan hakim memutuskan diriku tidak bersalah dan
bebas dari dakwaan apapun. (AAC: 388)
6) Penyelesaian
Fahri memiliki dua oarang istri yang sholeh yang pertama Aisah
dan yang kedua Maria yang masih sakit-sakitan. Karena Maria terlalu emosi
pada saat persidangan, akhirnya dia dirawat kembali. Saat dia dirawat ada
keanehan yang terjadi, yaitu maria tertidur dan bermimpi tiba di tujuh pintu
sorga. Tetapi ketika dia mau masuk karena kenikmatanya, ternyata dia tidak
diperbolehkan masuk sampai pada pintu keenam. Pada pintu terakhir dia
boleh masuk tapi dengan syarat, yaitu harus mempunyai syahadat, kemudian
dia kembali pulang dan seseorang itu menunggu kembalinya Maria. Maria
terbangun dan dihadapannya ada Fahri dan Aisah. Maria bercerita kejadian
di dalam mimpinya, kemudian Maria Meminta Fahri dan Aisah untuk
memngajarkan syahadat, pada saat selesai syahadat, maka selesai pula
riwayat Maria. Dia meninggal dengan diakhiri Dua Kalimah Syahadat, ada
pesan ketika ngobrol dengan Fahri juga Aisah, Maria akan menunggu Fahri
di surga Firdaus untuk memadu cinta dan kasih.
Jika kau ingin masuk surga, lakukanlah apa yang diajarkan oleh
Nabi pilihan allahcommit
itu. Diato nabi
user yang tidak pernah bohong. Dai
Nabi yang semua ucapannya benar. Itulah kunci surga! Dan ingat
perpustakaan.uns.ac.id
54
digilib.uns.ac.id
Maria, kau harus melakukannya dengan penuh keimanan dalam
hati, bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.
Tanpa keimanan itu, yang kaulakukan sia-sia. Sekarang pergilah
untuk berwudlu. Dan cepat kembali kemari, akyu akan
menunggumu di sisni. Kita nanti masuk bersama. Aku akan
membawa ke surga Firdaus, tempat para anbiya, syuhada, shalihin,
dan orang-orang yang dimulyakan Tuhannya!
‘Setelah mendengar nasihat dari Bunda Maryam, aku lalu pergi
mencari air untuk mudhlu. Aku berjalan ke sana kemari namun
tidak menemukan air. Aku terus menyebut nama surga. Aku ingin
masuk surga. Aku ingion kesana. Bunda Maryam menungguku di
Babur rahmah. Itulah kejadian atau mimpi yang aku alami. Oh
Fakri, suamiku, maukah kau menolongku?
“Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Maria?”
“Bantulah aku berwudhlu. Aku masih mencium bau surga.
Wanginya merasuk dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya.
Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalany dan
menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya
kesucian dam kerelaan Tuhan selama-lamanya. Suamiku, Bantu
aku berudhlu sekarang juga!”
Aku menuriti keinginan Maria. Dengan sekuat tenaga aku
membopong Maria yang kurus kering ke kamar mandi. Aisah
membantu membawa tiang infuse. Dengan tetap kubopong, Maria
diwudhui oleh Aisah. Setelah selesai, Maria kembali kubaringkan
di atas kasur seperti semula. Dia menatapku dengan sorot mata
bercahaya. Bibirnya tersenyum lebih indah dari biasanya. Lalu
dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa ia berkata.
Ashadu an laa ilaaha illallah
Wa asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluh!
Ia tetap tersenyum. Menatapku. Menatap tiada berkedip. Perlahan
pandangan matanya meredup. Tak lama kemudian kedua matanya
yang bening itu menutup rapat. Kuperiksa nafasnya telah tiada,
nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya tiada lagi terdengar
detaknya. Aku tak kuasa menahan derasnya leleh airmata. Aisah
juga. Inna lillahi wa inna o\ilaihi raajiun!
Maria menghadap Tuhan dengan menyungging senyum di bibir.
Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya. Kata-kata yang tadi
diucapkannya dengan bibir bergetar itu kembali terngiang-ngiang
ditelinga,
“Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk dalam sukma.
Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan
mempersiapkan segalany dan menunggumu untuk bercinta.
Memadu kasih dalam cahaya kesucian dam kerelaan Tuhan selamalamanya. Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk
dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji
commit
to user
akan mempersiapkan
segalany
dan menunggumu untuk bercinta.
55
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selamalamanya. (AAC: 398)
d. Latar
Latar adalah keterangan yang melukiskan situasi yang berkaitan
dengan tempat, waktu, dan keadaan sosial terjadinya cerita. Latar dalam kisah
ini dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Lebih jelasnya
diuraikan dalam uraian di bawah ini.
1) Latar tempat
Latar tempat memberikan deskripsi imajinasi tempat terjadinya
peristiwa dalam novel. Latar tersebut berhubungan dengan lokasi terjadinya
peristiwa dalam cerita. Secara umum peristiwa-peristiwa dalam novel AAC
terjadi di Mesir. Berikut penjabaran latar tempat dalam novel AAC:
a) Cleopatra Restaurant
Tempat ini merupakan tempat Tuan Batrous mengajak Fahri
dan teman-temannya untuk merayakan ulang tahun Madame Nahed dan
Yousef. Cleopatra restaurant terletak di pinggir sungai Nil. Hal ini
dapat dilihat pada kutipan:
Akhirnya Tuan Batrous memarkir mobilnya di halaman sebuah
restoran mewah. Cleopatra Restaurant. Terletak di pinggir Sungai
Nil.
b) Masjid Abu Bakar Shiddiq, Subra
Tempat ini merupakan tempat Fahri belajar mengaji pada
syaikh Utsman. Letak masjid tersebut di ujung utara kota Cairo, mesir.
Berikut kutipan yang menunjukkan penggambaran tersebut.
Tepat pukul dua siang aku harus berada di masjid Abu Bakar AshShidiq yang terletak di subra El Khaima, ujung utara Cairo untuk
talaqqi pada Syaikh Utsman (AAC: 16-17)
c) Masjid Rab’ah El Adawea, Nasr City
Tempat ini adalah tempat pelangsungan pesta pernikahan
Fahri dengan Aisha. Hal ini dapat dilihat pada kutipan:
commit to user
56
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tempat pesta walimatul urs juga ditetapkan saat itu juga. Yaitu
Darul Munasabat masjid Rab’ah El-Adawea, Nasr City. (AAC:
215).
d) Hadayek Helwan
Hadayek Helwan adalah tempat tinggal Fahri dan temantemannya selama di Mesir. Letak tempat itu adalah di ujung selatan
kota Cairo. Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut.
Hadayek Helwan tempat aku tinggal ada di ujung selatan kota
Cairo sementara Subra ada di ujung utara. (AAC: 134)
e) National Library
Tempaini merupaka tempat pertemuan Fahri dengan Alicia
dan Aisha untuk membahas masalah seputar Islam. Berikut kutipan
yang menunjukkan hal tersebut.
Pukul sebelas kurang lima menit aku sampai di National Library.
Aku langsung menuju kafetaria. Alicia dan Aisha sudah ada di
sana. (AAC: 142)
f) Rumah Sakit Maadi
Rumah sakit ini merupakan tempat Fahri dan Maria dirawat
ketika mereka sakit. Ffahri pernah terkena Heat stroke dan meningitis
sekaligus. Sedangkan Maria mengalami pembengkakan saraf setelah
selesai persidangan. Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut.
Dakter Ramzi mengatakan kau terkena heat stroke dan meningitis
sekaligus. Tapi sekarang sudah sembuh. (AAC: 188)
Baru masuk rumah sms Yousef datang, mengabarkan kondisi
Maria semakin memburuk dan terpaksa harus dibawa di rumah
sakit Maadi. (ACC: 303).
Rumah sakit tempat Maria dirawat adalah rumah sakit tempat aku
dulu dirawat. (AAC: 370).
g) Di dalam metro
Tempat ini adalah tempat yang mempertemukan Fahri dan
Aisha pertama kali. Berikut kutipannya:
commit to user
57
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
.... Tak jauh dariku perempuan bercadar sedang menjelaskan semua
yang terjadi tadi. Kejengkelan orang-orang Mesir pada Amerika.
Kekeliruan mereka, serta pembetulan-pembetulan yang aku
lakukan... (AAC: 41).
h) Di dalam penjara bawah tanah Abasea
Fahri
dituduh
memeperkosa
Noura.
Kemudian,
ia
dimasukkan ke dalam tahanan di Abbsea. Tempat itu dilukiskan gelap
dan pengap. Penjara itu berada di bawah tanah. Hal ini dapat dilihat
pada kutipan:
Aku dibaw ke markas polisi Abbasea. (AAC: 307)
Gelap dan pengap. Apakah kita berada di bawah tanah? (AAC:
314)
2) Latar waktu
Latar waktu merupakan penanda waktu terjadinya peristiwa. Pada
novel ini keterangan waktu digambarkan dengan rinci. Hal ini menjadikan
novel ini seperti diary tokoh Fahri selama hidup di Mesir.
Minggu, 11 Agustus 2002 pukul 22.00
Aku sangat cemas memikirkan dia. Dia tergeletak keningnya panas.
Kata mama terkena heat stroke kata teman-temannya dia seharian
melakukan kegiatan yang melelahkan di tengah musim panas yang
menggila. (AAC:376)
Seorang laki-laki ceking bernama Gamal. Hakim mempersilakan
saksi itu berbicara setelah disumpah. Seorang lelaki mengaku
melihat aku membukakan pinntu dan mengajak Noura masuk
rumah jam tiga dini hari, Kamis 8Agustus 2003. (AAC: 338)
Berdasar kutipan–kutipan tersebut di atas dapat disimpulkan
peristiwa–peristiwa dalam novel AAC berlangsung antara tahun 2002
sampai dengan 2003. Cerita pada novel AAC dimulai pada awal bulan
Agustus saat musim panas. Fahri pada bulan itu pula, tepatnya 11 Agustus
2002 melakukan pekerjaan yang sangat menguras tenaganya sehingga
kelelahan dan terserang heat stroke dan meningitis. Perjalanan hidup Fahri
tersangkut urusan hukum, dia dituduh memperkosa Noura. Terpaksa dia
harus mengikuti persidangan. Pada kutipan di atas dirinci waktu terjadinya
commit to user
pemerkosaan, yakni pada Kamis, tanggal 8 Agustus 2003.
perpustakaan.uns.ac.id
58
digilib.uns.ac.id
3) Latar sosial
Kisah merupakan gambaran kehidupan mahasiswa Indonesia di
negeri Mesir. Negara timur tengah tersebut merupakan tempat pengkajian
agam Islam. Maka dari itu, interaksi sosial yang terjadi banyak dipengaruhi
oleh hal-hal keagamaan. Di samping itu Mesir juga dikenal sebagai negara
yang cukup modern maka kehidupan modern banyak mempengaruhi segala
aktivitas tokoh-tokohnya. Berikut ini kutipan yang menunjukkan gambaran
tersebut.
Bagi penduduk Mesir, khususnya Cairo, metro dikatakan sebagai
transportasi kebanggaan. Lumayan canggih. (AAC: 19)
Orang-orang membaca Al Quran di metro, di bus, di stasiun dan
terminal adalah pemandangan yang tidak aneh di Cairo. (AAC: 23)
e. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan cara pengarang memposisikan diri dalam
cerita. Setiap pengarang memiliki kekhasan masing-masing dalam menyajikan
cerita olahannya. Pada novel AAC pengarang memposisikan dirinya sebagai
tokoh pelaku utama. Pada novel tersebut terlihat bahwa sudut pandang yang
digunakan pengarang dalam bercerita adalah sudut pandang orang pertama
pelaku utama. Berikut yang menunjukkan hal tersebut.
Ia tetap tersenyum. Menatapku. Menatap tiada berkedip. Perlahan
pandangan matanya meredup. Tak lama kemudian kedua matanya
yang bening itu menutup rapat. Kuperiksa nafasnya telah tiada,
nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya tiada lagi terdengar
detaknya. Aku tak kuasa menahan derasnya leleh airmata. Aisah
juga. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun!(AAC: 398)
f. Bahasa
Novel AAC merupakan novel yang memiliki unsur islami yang sangat
kuat. Novel ini berlatar belakang kehidupan di Mesir. Novel ini berhasil
memadukan unsur dakwah, cinta, dan juga latar sosial budaya masyarakat di
Mesir. Perpaduan unsur-unsur tersebut menghasilkan sebuah kisah dengan
bahasa yang menarik, estetis, dan bermutu tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59
digilib.uns.ac.id
Latar ajaran islam yang kuat mempengaruhi bahasa yang digunakan
sebagai media pengarang menyampaikan gagasannya. Hal ini tampak pada
banyaknya doa-doa yang diangkat ke dalam cerita AAC. Berikut kutipan yang
menunjukkan hal tersebut.
“Rabbana hab lana min azwaajina wa dzuriyyatina qurrata a’yun
wa’alna lil muttaqina imaama” (AAC: 207)
Novel AAC ini juga mengisahkan pertemuan antara tokkoh Fahri
yang berasal dari Indonesia dengan orang-orang arab dan negara-negara
lainnya. Selain itu, Fahri adalah seseorang keturunan Jawa. Sehingga, tidak
jarang kita akan menemukan adanya penggunaan bahasa atau istilah dalam
bahasa Jawa, Arab, Inggris, dan Jerman. Kutipan yang menunjukkan hal itu
adalah sebagai berikut:
Hai indonesian thank’s for everything. My name is Alicia. (AAC:
43).
Dalam hati aku menyumpai kebiasan buruk orang Jawa. Alon-alon
waton kelakon! Jadinya terlalu lambat. (AAC: 228)
Seorang Ma’dzun syar’i mewakili tuan boutrus menikahkan diriku
dengan Maria dengan mahar sebuah cincin emas. (AAC: 378)
3. Makna Aspek Religiusitas dalam Novel Ayat-ayat Cinta
Novel AAC merupakan novel yang sarat berisikan ajaran-ajaran
keislaman. Berdasarkan uraian pengarang pada novel AAC dapat diketahui
bagaimana nilai-nilai yang terpancar dari ajaran Islam itu dijadikan acuan
tindakan, harus bertolak dari keyakinan-keyakinan kepada Yang Gaib (Allah) dan
ciptaan-ciptaan-Nya sebagaimana terformulasi dalam arkanul iman (rukun-rukun
iman/rukun-rukun keyakinan). Rukun iman di dalam Islam meliputi (1) percaya
kepada Allah, (2) percaya terhadap adanya para malaikat Allah, (3) percaya
terhadap kitab-kitab-Nya, (4) percaya terhadap Rasul-rasul-Nya, (5) percaya
terhadap adanya hari kiamat, dan (6) percaya pada adanya takdir yang baik dan
commit to user
buruk.
perpustakaan.uns.ac.id
60
digilib.uns.ac.id
Selain mengacu pada rukun iman, pembahasan ini juga mengacu pada
rukun Islam atau syariah. Kewajiban keagamaan atau syariah adalah aturanaturan perihal tindakan yang harus dijalankan bagi setiap pemeluk sebagaimana
konsep arkanul Islam (rukun Islam), yaitu isi tertera di dalam arkanul Islam.
Secara tersurat arkanul Islam merupakan serangkaian kewajiban yang bersifat
mengikat bagi pemeluk agama yang bersangkutan. Yang termasuk rukun Islam,
yaitu (1) mengucapkan syahadatain, (2) mengerjakan salat fardu, (3)
mengeluarkan zakat, (4) berpuasa Ramadan, dan (5) naik haji (Thohir, 2006: 138–
139). Uraian terhadap makna apek-aspek religius tersebut adalah sebagai berikut:
a. Aspek-aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta Bersumber pada Rukun Iman
1) Percaya kepada Adanya Allah
Meyakini adanya yang gaib, yaitu percaya terhadap adanya Allah,
dalam Islam merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi
karena iman kepada Allah merupakan sendi keimanan yang pokok dan utama.
Dalam Alquran manusia diperintahkan untuk meyakini adanya yang gaib.
Yang dimaksud dengan yang gaib ialah yang tidak dapat ditangkap oleh
pancaindera. Penggambaran aspek-aspek tersebut dapat diuraikan seperti di
bawah ini.
a) Bertawakal kepada Allah
Bertawakal kepada Allah merupakan pengakuan atau keyakinan
terhadap adanya Allah. Hal tersebut bisa disimak dalam AAC melalui tokoh
Fahri. Dalam novel AAC dilukiskan tentang tokoh Fahri yang mencari ilmu
keislaman dengan belajar membaca Alquran. Mencari ilmu keislaman di
Mesir tidak mudah bagi mahasiswa Indonesia karena harus melawan
panasnya suhu. Cerita novel AAC tersebut dimulai dengan gambaran
keadaan suhu alam di Mesir yang panas dan gersang. Mengingat Fahri
mahasiswa yang berasal dari Indonesia, tentu keadaan itu sangat menyiksa.
Namun, dengan kemauan yang kuat dan sikap bertawakal kepada Allah,
Fahri tetap berangkat untuk mengaji meskipun suhu udara di luar panas
commit
to user
sekali disertai dengan angin
kencang.
Cuaca panas itu sempat membuat
perpustakaan.uns.ac.id
61
digilib.uns.ac.id
Fahri ragu untuk berangkat mengaji. Padahal, pengajian qira’ah sab’ah
kepada Syaikh Utsman telah dijadwalkan setiap hari Rabu. Dengan
menyebut nama Allah dan bertawakal kepada-Nya, Fahri pun berangkat
mengaji. Hal tersebut tampak dalam kutipan di bawah ini.
Aku sedikit ragu mau membuka pintu. Hatiku ketar-ketir. Angin
sahara terdengar mendesau-desau. Keras dan kacau. Tak bisa
dibayangkan betapa kacaunya di luar sana. Panas disertai gulungan
debu yang berterbangan. Suasana yang jauh dari nyaman. Namun
niat harus dibulatkan. Bismillah tawakkaltu ’ala Allah, pelan-pelan
kubuka pintu apartemen. (AAC5: 4)
Apa pun keadaannya, Fahri selalu bertawakal kepada Allah.
Dengan bertawakal seperti itu, segala sesuatunya akan terasa menjadi
ringan. Dengan mengucapkan bismillah tawakkaltu ’ala Allah, yang artinya
dengan menyebut nama Allah, Fahri pun menguatkan niatnya pergi mengaji.
Dengan ucapan itu, ada kekuatan gaib yang menyelinap dalam jiwa Fahri
untuk menggerakkan kakinya pergi mengaji. Padahal, tempat mengaji Fahri
cukup jauh. Dia harus menempuh perjalanan sekitar 50 kilometer untuk
sampai ke tempat ia mengaji. Dengan demikian, nilai-nilai ajaran Islam
yang ingin disampaikan adalah agar umat Islam hanya bertawakal kepada
Allah, tidak bertawakal pada ikhtiar. Pesan untuk bertawakal seperti itu
dalam novel AAC terurai sebagai berikut.
”Jika nyawaku akhirnya harus melayang dengan sedemikan
tragisnya, aku pasrah saja kepada Yang Mahakuasa. Aku teringat
Syaikh Utsman agar selalu menjaga keikhlasan menerima takdir
Ilahi setelah berusaha sekuat tenaga. Yang divonis salah dalam
pengadilan dunia tidak selamanya salah di pengadilan akhirat.
Kepala Nabi Yahya dipenggal dan dihadiahkan kepada seorang
pelacur. Dalam hati aku berdoa, jika aku harus mati di tiang
gantungan, maka ”Allahuma amitni alasy syahadati fi sabilik.
Amin. (AAC, 2005: 349)
Untuk selanjutnya, keberhasilan atas usahanya itu diserahkan
kepada Allah. Dengan bertawakal kepada Allah, Fahri meyakini bahwa
segala sesuatu yang terjadi pada diri dan istrinya sepenuhnya menjadi
kehendak Allah, sebagaimana saran syaikh Ahmad kepada Fahri sebagai
commit to user
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
62
digilib.uns.ac.id
Namun kau jangan kecil hati Fahri, di atas segalanya Allahlah yang
menentukan. Daya dan kekuatan manusia tiada berarti apa di
hadapan kemahakuasaan Allah. Jika Dia berkehendak apa pun bisa
terjadi. (AAC, 2005: 352––353).
Dengan demikian, nilai-nilai ajaran Islam tentang harus bertawakal
kepada Allah yang terdapat dalam AAC itu merupakan pesan pengarang
kepada pembaca bahwa sebagai manusia yang percaya terhadap adanya
Allah selain harus berikhtiar juga harus disertai dengan bertawakal kepada
Allah.
b) Perlunya Berikhtiar
Berikhtiar adalah berupaya atau berusaha untuk mencapai tujuan.
Manusia perlu berikhtiar agar segala sesuatu yang diinginkan tercapai.
Orang sering mengartikan ikhtiar adalah sabar dan terkadang orang
mendefinisikan sabar identik dengan pasrah. Padahal pengertian itu menurut
pandangan Islam keliru. Sabar dalam pengertian Islam adalah berikhtiar,
yaitu harus berusaha keras dengan semaksimal mungkin. Setelah berikhtiar
dengan semaksimal mungkin, baru berserah diri kepada Allah atau
bertawakal kepada Allah. Berserah diri setelah melakukan usaha, itulah
yang disebut tawakal. Setelah ikhtiar, barulah manusia bertawakal kepada
Allah, seperti tampak dalam kutipan berikut.
”Takdir Tuhan ada di ujung usaha manusia. Tuhan Mahaadil, Dia
akan memberikan sesuatu kepada umat-Nya sesuai dengan kadar
usaha dan ikhtiarnya. Dan agar saya tidak tersesat atau melangkah
tidak tentu arah dalam berikhtiar dan berusaha maka saya membuat
peta masa depan saya. Saya suka dengan kata-kata bertenaga
Thomas Carlyle:” Seorang dengan tujuan yang jelas akan membuat
kemajuan walaupun melewati jalan yang sulit. Seseorang yang
tanpa tujuan, tidak akan membuat kemajuan walaupun ia berada di
jalan yang mulus!” Peta hidup ini saya buat untuk mempertegas
arah tujuan hidupku sepuluh tahun ke depan. Ini bagian dari usaha
dan ikhtiar dan setelah itu semuanya saya serahkan sepenuhnya
kepada Tuhan.” (AAC: 138)
Peta masa depan itu saya buat terus terang saja berangkat dari
semangat spiritual ayat suci Alquran yang saya yakini. Dalam Surat
Ar Ra’ad ayat sebelas Allah berfirman, sesungguhnya Allah tidak
commit
userkecuali ia sendiri yang mengubah
akan merubah nasib
suatu to
kaum
perpustakaan.uns.ac.id
63
digilib.uns.ac.id
nasibnya. Jadi nasib saya, masa depan saya, mau jadi apa saya,
sayalah yang menentukan. Sukses dan gagalnya saya, sayalah yang
menciptakan. Saya sendirilah yang mengarsiteki apa yang akan
saya raih dalam hidup ini. (AAC: 137-138)
Dari kutipan itu tampak bahwa manusia perlu berikhtiar dan
bertawakal kepada Allah karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu
kaum, kecuali ia mau mengubah dengan dirinya sendiri. Begitu juga dengan
Fahri dalam menentukan masa depannya agar terarah, dia membuat
rancangan hidup ke depan. Rancangan hidup yang jelas itu akan
mempermudah dalam menempuh tujuan hidupnya. Ikhtiar juga merupakan
manifestasi pendekatan diri manusia kepada Allah. Kutipan lain dalam AAC
yang mencerminkan harus berikhtiar adalah sebagai berikut.
”Jaga diri baik-baik, jaga kesehatanmu dan kandunganmu, teruslah
berdoa dan mendekatkan diri pada Allah agar semua masalah ini
dapat teratasi. Aku sangat mencintaimu, istriku.” (AAC: 327)
Dari kutipan itu tampak bahwa Fahri menyuruh istrinya, Aisha,
untuk menjaga diri baik-baik, menjaga kesehatan dan kandungannya. Hal itu
merupakan bentuk dari ikhtiar. Setelah ikhtiar itu dilakukan, lalu
mendekatkan diri kepada Allah dengan berdoa dan bertawakal kepada
Allah. Perpaduan ikhtiar dengan tawakal itulah yang disebut sabar.
Terkadang orang salah menafsirkan bahwa sabar itu adalah pasrah, berserah
diri kepada Allah, tanpa ada usaha terlebih dahulu. Padahal, sabar yang
dimaksud dalam Islam adalah sabar yang berlapis, yaitu sabar dengan
ikhtiarnya dan sabar dengan tawakalnya. Dengan meyakini bahwa Allah
tidak akan mengubah keadaan manusia, kecuali harus mengubahnya sendiri
dengan cara berikhtiar. Dalam AAC, tokoh Fahri dan Aisha telah berikhtiar
untuk mengubah keadaannya. Sebab, segala musibah yang menimpa
manusia disebabkan oleh manusia itu sendiri. Dalam AAC tersebut, tentang
perlunya berikhtiar merupakan sindiran terhadap orang-orang yang tidak
mau menjalankan nilai-nilai positif tersebut. Mereka hanya menyerahkan
segala sesuatunya kepada Allah tanpa ada usaha sebelumnya. Tokoh Fahri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64
digilib.uns.ac.id
dan Aisha digambarkan sebagai tokoh yang melaksanakan nilai-nilai ajaran
Islam tentang perlunya berikhtiar.
c) Berdoa kepada Allah
Sebaik-baik lisan adalah lisan yang selalu basah dengan mengingat
Allah. Lisan yang mengingat Allah itu diwujudkan dengan cara berdoa
kepada Allah karena berdoa itu merupakan ibadah. Teks AAC melalui tokoh
Fahri penuh dengan ajakan agar manusia senantiasa berdoa kepada Allah.
Fahri merupakan sosok yang tidak terlepas dari mengingat Allah. Hidupnya
diisi dengan kegiatan yang bernilai ibadah dengan cara berdoa kepada
Allah. Dalam kehidupan Fahri, sebelum tidur dia selalu membiasakan
berdoa terlebih dahulu. Hal itu tampak dalam kutipan-kutipan berikut ini.
Sebelum tidur aku sudah baca shalawat dan doa. (AAC: 139)
Ketika ia bangun dari tidur dan akan melakukan setiap aktivitas
diawali dengan ucapan bismillah dan diakhiri dengan hamdalah
(AAC: 4)
Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, Fahri selalu mengingat
Allah dengan berzikir kepada Allah, seperti ucapan Allahu akbar,
laa ilaaha illallah, hamdalah, subhanallah, dan astagfirullah.
(AAC: 16)
Fahri juga memohonkan doa untuk ibu dan ayahnya agar mereka
diberi rahmat dan kesejahteraan. Hal ini terlukis dalam kutipan berikut ini.
Dalam sujud kumenangis kepada Tuhan, memohonkan rahmat
kesejahteraan tiada berpenghabisan untuk bunda, bunda, bunda,
dan ayahanda tercinta. (AAC: 140)
Selain mendoakan orang tuanya, tidak lupa Fahri berdoa untuk
kebaikan istrinya, Aisha, dan kebaikan dirinya, seperti tampak
dalam kutipan berikut. Lalu kupegang ubun-ubun kepala Aisya
dengan penuh kasih sayang sambil berdoa seperti yang diajarkan
Baginda Nabi, Allahumma, inni asaluka min khairiha wa khairi ma
jabaltaha, wa a’udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha! Ya
Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan
kebaikan wataknya. Dan aku mohon perlindungan-Mu dari
kejahatannya dan kejahatan wataknya. Amin. (AAC: 246)
Selesai salat aku membaca doa sebagaimana diajarkan Baginda
Nabi dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud,
Allahumma baarik li fi ahli, wa baarik lahum fiyya. Allahumma
ijma’ bainana macommit
jama’ta,
wa farriq bainana idza farraqta ila
to user
khair. Ya Allah, barakahilah bagiku dalam keluargaku, dan berilah
perpustakaan.uns.ac.id
65
digilib.uns.ac.id
barakah mereka kepadaku. Ya Allah, kumpulkan antara kami apa
yang engkau kumpulkan dengan kebaikan, dan pisahkan antara
kami jika engkau memisahkan menuju kebaikan. Amin. (AAC: 247)
Berdoa kepada Allah seperti yang dilakukan Fahri dalam AAC
merupakan penggambaran nilai-nilai ajaran Islam berfungsi mengingatkan
manusia agar tidak berperilaku sombong. Manusia yang tidak mau berdoa
adalah manusia yang sombong. Mereka merasa tidak perlu berdoa karena
apa yang telah dicapainya itu seakan-akan hasil usahanya sendiri. Padahal,
manusia yang beragama dianjurkan untuk berdoa sebagai perwujudan
terhadap keyakinan adanya Allah. Nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat
dalam AAC tersebut menggambarkan pesan pengarang kepada pembaca
bahwa manusia harus berdoa sebagaimana yang dicontohkan tokoh Fahri.
d) Meyakini Adanya Pertolongan Allah
Keyakinan terhadap adanya pertolongan Allah merupakan salah
satu pesan yang disampaikan tokoh Fahri dalam novel AAC. Dengan
kekuasan-Nya, Allah memberikan pertolongan kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya. Pesan yang demikian terdapat dalam AAC, seperti tampak
ketika Fahri mengadakan syukuran dengan teman-temannya karena proposal
tesisnya diterima. Ungkapan rasa syukur itu diwujudkan Fahri dengan
mengajak teman-temannya makan bersama. Saat makan bersama itu mereka
bercerita tentang pengalamannya masing-masing. Hamdi, misalnya,
mengisahkan pengalamannya yang menegangkan selama tersesat di lereng
Gunung Lawu. Hamdi sangat yakin bahwa keselamatan dirinya dan kawankawannya itu atas adanya pertolongan Allah.
”Kami berempat belas. Dibagi dalam dua kelompok. Kami
mencoba jalur baru. Kelompok kami istirahat terlalu lama. Kami
mengejar kelompok pertama. Sayang kurang kompak. Kami bertiga
tertinggal dan terlunta selama dua hari dalam hutan Gunung Lawu.
Hanya pertolongan dari Allah yang membuat kami tetap hidup.”
(AAC, 2005: 62)
Kutipan itu menguatkan bahwa keselamatan hanya diperoleh atas
pertolongan Allah semata. Tanpa pertolongan-Nya mustahil mereka akan
commit to user
selamat dari peristiwa yang menurut perhitungan akal sudah tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id
66
digilib.uns.ac.id
terjangkau oleh kekuatan manusia. Keyakinan bahwa Allah memberikan
pertolongan kepada umatnya yang dikehendaki juga merupakan keyakinan
terhadap adanya Allah. Penggambaran novel AAC mengandung pesan agar
manusia senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apa pun, baik dalam
keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit. Hanya Allah-lah yang dapat
memberikan pertolongan kepada makhluk yang dikehendaki-Nya. Nilainilai ajaran Islam yang disampaikan dalam novel AAC terkait dengan ayatayat Alquran itu adalah bahwa manusia wajib hukumnya meminta
pertolongan kepada Allah. Sebaliknya, kalau manusia meminta pertolongan
selain kepada Allah, agama menghukuminya sebagai perbuatan musyrik
atau menyekutukan-Nya.
e) Sabar dalam Menghadapi Cobaan
Kata sabar mengandung makna ikhtiar. Kata sabar juga
mengandung pengertian ikhlas, yaitu ihklas menerima semua keputusan
Allah. Allah akan memberikan ujian kepada manusia, baik ujian itu berupa
kelapangan maupun kesempitan. Manusia biasanya tidak sabar dan merasa
tidak ikhlas apabila diberi ujian dalam kesempitan. Sebaliknya, manusia
sering lupa kepada Allah apabila diberi kelapangan. Padahal, keduanya
merupakan ujian dari Allah. Manusia sering tidak tahan dalam menghadapi
berbagai cobaan yang diberikan Allah.
Sabar dalam novel AAC digambarkan dengan bagaimana tokoh
Fahri dalam menghadapi cobaan. Ia difitnah telah memerkosa Noura. Akibat
dari fitnahan itu, Fahri harus mendekam di penjara. Ia didakwa akan
dihukum mati dengan cara dihukum gantung sesuai dengan hukum yang
berlaku di Mesir. Gambaran tentang harus ikhlas dan sabar dalam menerima
cobaan dari Allah tampak ketika Fahri sedang berada di dalam penjara.
Kemudian, ia dikunjungi oleh Syaikh Utsman dan Paman Eqbal. Keduanya
menasihati Fahri agar ikhlas dalam menerima cobaan dari Allah, seperti
tampak dalam kutipan berikut.
”Kau harus ikhlas menerima cobaan ini. Kau tidak boleh sedikit
pun merasa ragu akan
kasih
sayang Allah. Dan Nabi Yahya itu
commit
to user
kepalanya dipenggal untuk dihadiahkan kepada seorang pelacur.
perpustakaan.uns.ac.id
67
digilib.uns.ac.id
Husein, cucu Baginda Nabi, juga dipenggal kepalanya ditancapkan
diujung tombak dan diarak di Kota Kufah. Mereka tetaplah
manusia-manusia mulia meskipun kelihatannya dinistakan dan
dihina. Orang yang divonis salah oleh pengadilan dunia belum
tentu salah di pengadilan akhirat dan sebaliknya. Dekatkanlah
dirimu kepada Allah!” (AAC: 342).
Kehadiran Syaikh Utsman dan paman Eqbal memberikan nasihat
kepada Fahri bahwa cobaan itu datang dari Allah. Apa pun yang terjadi
merupakan ketentuan dari Allah. Nasihat itu semakin menguatkan Fahri
dalam menghadapi berbagai cobaan terhadap dirinya. Dalam menghadapi
cobaan tersebut, manusia harus sabar dan ikhlas sambil mendekatkan diri
kepada Allah. Kesabaran Fahri dalam menghadapi cobaan itu tampak juga
dalam kutipan berikut ini.
Jika nyawaku akhirnya harus melayang dengan demikian tragisnya,
aku pasrah saja kepada Yang Mahakuasa. (AAC: 349)
Kutipan itu menggambarkan keikhlasan dan kesabaran Fahri
kepada Allah Yang Mahakuasa. Cobaan yang ditimpakan oleh Allah kepada
dirinya merupakan ujian yang harus dihadapi dengan ikhlas dan sabar. Fahri
berkeyakinan bahwa ujian itu datang dari Allah dan diberikan kepada orangorang pilihan. Ia berkeyakinan semakin mendekatkan diri kepada Allah
semakin kencang ujian yang harus dihadapinya. Bukankah ada keterangan
bahwa belum termasuk orang yang beriman apabila belum diuji oleh
kesempitan dan penderitaan. Fahri meyakini bahwa orang yang diuji oleh
Allah adalah orang yang sedang diuji keimanannya. Bukankah emas yang
diuji kadar keemasannya, sedangkan perak, tembaga, atau yang lainnya
tidak diuji? Hal itu menandakan bahwa orang yang diuji oleh Allah adalah
orang yang berharga di hadapan Allah. Fahri meyakini bahwa Allah beserta
orang-orang yang sabar
Penggambara cerita pada novel tersebut memiliki tendensi sebagai
pengingat bagi orang-orang yang sedang menerima ujian. Segala persoalan
yang mendera manusia harus dihadapi dengan sabar. Dalam menghadapi
cobaan, tokoh Fahri tetap commit
sabar dengan
to user mendekatkan diri kepada Allah.
68
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Padahal, cobaan yang dihadapinya merupakan cobaan yang sangat berat,
yaitu ia difitnah menghamili Noura. Kemudian, karena fitnah itu, ia diseret
ke pengadilan untuk dihukum mati di tiang gantungan. Akan tetapi, dalam
menghadapi cobaan yang berat itu Fahri tetap sabar dan semakin
mendekatkan diri kepada Allah. Nilai-nilai ajaran Islam yang disampaikan
dalam novel AAC memberikan gambaran bahwa dalam menghadapi cobaan
seberat apa pun manusia harus tetap sabar dengan cara berikhtiar sambil
mendekatkan diri kepada Allah. Sebagai orang yang beriman kepada Allah,
cobaan seberat apa pun akan terasa menjadi ringan.
f) Meyakini bahwa Allah itu Dekat
Novel AAC mengangkat tema tentang keyakinan adanya Allah.
Seperti tampak yang digambarkan melalui tokoh Fahri yang meyakini
bahwa Allah itu dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher dan dari jantung
yang berdetak. Seperti tergambar dalam kutipan di bawah ini.
Kedamaian menjalari seluruh syaraf dan gelegak jiwa begitu
kuangkat takbir. Udara sejuk yang berhembus terasa mengelus-elus
leher dan mataku. Juga mengusap keringat yang tadi mengalir
deras. Aku merasa tenteram dalam elusan kasih sayang Tuhan
Yang Maha Penyayang. Dia terasa begitu dekat, lebih dekat dari
urat leher, lebih dekat dari jantung yang berdetak” (AAC: 16).
Kutipan itu mengungkapkan kedekatan Sang Khalik dengan
makhluknya. Bahkan, diibaratkan kedekatan Allah dengan manusia itu
diibaratkan lebih dekat dari urat leher. Untuk mendekatkan diri kepada
Allah itu dengan melalui ibadah kepada Allah dengan cara melaksanakan
salat. Fahri melaksanakan salat diawali dengan mengucapkan takbir (Allahu
Akbar), Allah Mahabesar. Ucapan takbir itu merupakan ucapan yang
mengagungkan Allah sehingga dirinya merasa kecil di hadapan-Nya.
Dengan mengaku diri merasa kecil di hadapan Allah itu, maka akan lebih
mendekatkan kepada Allah yang Mahakuasa. Dengan meyakini kekuasaanNya itu, Fahri merasa tenang dan tenteram karena Allah itu dekat, lebih
dekat dari urat leher. Dengan demikian, nilai-nilai ajaran Islam yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69
digilib.uns.ac.id
terdapat dalam AAC tersebut terkait dengan pengakuan yang meyakini
bahwa Allah itu dekat.
g) Mencintai Allah Di atas Segalanya
Kecintaan Fahri kepada Allah di atas segalanya. Hal tersebut
tergambar dari pernyataan Fahri saat melukiskan orang yang kehausan di
tengah sahara. Ketika kehausan yang paling ia damba dan ia cinta adalah air
dingin penawar dahaga. Halitu seperti tampak dalam doa Baginda Nabi,
seperti dalam kutipan AAC berikut ini.
”Ya Allah jadikanlah cintaku kepada-Mu melebihi cintaku pada
harta, keluarga dan air yang dingin”. (AAC: 51).
Kutipan yang menguatkan simbol kecintaan Fahri kepada Allah
tampak juga dalam kutipan di bawah ini.
Beliau meminta agar cintanya kepada Allah melebihi cintanya pada
air yang dingin, yang sangat dicintai, disukai, dan diingini oleh
siapa saja yang kehausan di musim panas. Di daerah yang beriklim
panas, cinta pada air yang sejuk dingin dirasakan oleh siapa saja,
oleh semua manusia. Jika cinta kepada telah melebihi cintanya
seseorang yang sekarat kehausan di tengah sahara pada air dingin,
maka itu adalah cinta yang lua biasa. Sama saja dengan melebihi
cinta pada nyawa sendiri. Dan memang semestinya demikianlah
cinta sejati kepada Allah Azza Wa Jalla. Jika direnungkan benarbenar, Baginda Nabi sejatinya telah mengajarkan idiom cinta yang
begitu indah dan dahsyat. (AAC, 2005: 51).
Dalam kutipan itu, Fahri menerangkan berdasarkan sumber dari
Hadis Nabi bahwa kecintaan kepada Allah harus di atas segala-galanya.
Seperti diibaratkan ketika sedang berada di padang pasir yang panas
sehingga kehausan. Dalam keadaan seperti itu yang dibutuhkan adalah air
minum sebagai pelepas dahaga. Akan tetapi, bagi orang yang beriman dan
meyakini kebesaran Allah, tetap saja mencintai Allah itu di atas segalanya.
Meskipun air minum yang sangat dibutuhkan pada waktu itu tidak akan
mengalahkan kecintaan terhadap Allah. Kecintaan kepada Allah tetap di
atas segala-galanya.
Selain itu, Rasul juga menganjurkan umatnya untuk mencintai
commit
user suami atau cinta suami kepada
Allah melebihi segalanya. Cinta
istritokepada
perpustakaan.uns.ac.id
70
digilib.uns.ac.id
istri, tidak boleh melebihi cintanya kepada Allah. Begitu juga cinta kepada
harta, anak, dan jabatan tidak boleh melebihi cintanya kepada Allah. Seperti
tampak dalam kutipan di bawah ini.
”Orang yang kehausan di tengah sahara yang paling ia damba dan
ia cinta adalah air dingin penawar dahaga. Tak ada yang lebih ia
cinta dari itu. Di sinilah baru bisa kurasakan betapa dahsyat doa
Baginda Nabi, ”Ya Allah jadikanlah cintaku kepada-Mu melebihi
cintaku pada harta, keluarga dan air yang dingin. (AAC, 2005: 5051)
Aisha sangat mencintai suaminya, Fahri. Akan tetapi cinta ia
terhadap suaminya itu tidak melebihi cintanya Aisha kepada Allah
dan Rasul-Nya. Seperti tergambar dalam kutipan di bawah ini.
”Sama, aku pun sangat mencintaimu, Suamiku. Rasanya tak ada
bahasa yang sanggup mewakili besarnya rasa cintaku padamu
setelah Allah dan Rasulnya, Kaulah yang paling kucinta. Kaulah
harta yang paling berharga. Harta dan kekayaan bisa dicari tapi
suami yang saleh dan memiliki rasa cinta sedemikian tulus dan
bersihnya seperti dirimu adalah karunia Allah Azza wa Jalla (AAC:
299).
Digambarkan dalam novel AAC melalui tokoh Fahri yang
mempunyai istri cantik, kekayaan yang melimpah, dan mempunyai ilmu
yang tinggi. Namun, istri yang cantik, kekayaan yang melimpah, dan ilmu
yang tinggi itu tidak menyurutkan Fahri untuk mencintai Allah di atas
segala-galanya. Nilai-nilai ajaran Islam yang dipesankan dalam AAC
tersebut mengajak pembaca untuk mencintai Allah di atas segalanya.
h) Meyakini Hanya Allah yang Dapat Memberikan Hidayah
Maria merupakan gambaran tokoh secara fisik termasuk gadis yang
berparas cantik. Selain kecantikannya, Maria juga mempunyai akhlak yang
baik dan sangat taat pada ajaran agamanya. Maria memeluk agama Kristen
Koptik. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini.
Gadis Mesir itu, namanya Maria. Ia juga senang dipanggil Maryam.
Dua nama yang menurutnya sama saja. Dia puteri sulung Tuan
Boutros Rafael Girgis. Berasal dari keluraga besar Girgis. Sebuah
keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. (AAC: 9)
Ia seorang Kristen Koptik atau dalam bahasa asli Mesirnya qibthi,
namun ia suka pada Al-Quran. Ia bahkan hafal beberapa surat Alcommit
to user (AAC: 9)
Quran. Di antaranya
surat Maryam.
71
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di balik keyakinan dan ketaatan Maria terhadap agamanya, Maria
juga mengakui bahwa Alquran lebih dimuliakan daripada kitab-kitab lain.
Seperti tampak dalam kutipan berikut ini.
Bahkan jujur kukatakan, Alquran jauh lebih dimuliakan dan
dihargai daripada kitab suci lainnya. Ia lebih dihargai dari pada
Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. (AAC: 10)
Bahkan aku saja, yang seorang Koptik suka kok menghafal
Alquran. Bahasanya indah dan enak dilantunkan, ”cerocosnya
santai tanpa ada keraguan”. (AAC:10-11).
Maria meyakini bahwa Alquran adalah kitab yang paling mulia.
Dia juga menyenangi Alquran dan bisa menbacanya. Bahkan ia
suka menghapal Alquran, tetapi Maria tetap saja beragama Kristen
Koptik. Ia belum mau memeluk agama Islam meskipun sering
membaca dan menghapal Alquran. Oleh karena ia belum mendapat
hidayah dari Allah. Hanya Allahlah yang menentukan siapa-siapa
saja yang berhak mendapatkan hidayah-Nya. Hal tersebut seperti
tampak dalam kutipan di bawah ini. Sebab hanya Allah saja yang
berhak menentukan siapa-siapa yang patut diberi hidayah. Abu
Thalib adalah paman nabi yang mati-matian membela dakwah nabi.
Cinta nabi pada Beliau sama dengan cinta pada ayah kandungnya
sendiri. Tapi masalah hidayah hanya Allah yang berhak
menentukan. Nabi tidak bisa berbuat apa-apa atas nasib sang
paman yang amat dicintainya itu. Juga hidayah untuk Maria. Hanya
Allah yang berhak memberikannya. (AAC: 14)
Kutipan itu menggambarkan bahwa Abu Thalib tidak masuk Islam.
Padahal ia adalah paman Nabi yang hidup serumah dan ia juga yang
membesarkan Nabi dengan penuh kasih sayang. Abu Thalib juga yang telah
membela dakwah Nabi ketika Nabi diserang oleh musuh-musuhnya.
Meskipun demikian, paman Nabi tidak tertarik untuk memeluk agama
Islam. Hal itu menunjukkan bahwa seorang nabi pun tidak dapat memberi
hidayah karena hidayah adalah hanya milik Allah semata. Gambaran
tentang keyakinan bahwa hanya Allah saja yang dapat memberi hidayah
dalam AAC tersebut memberikan gambaran bahwa hanya Allahlah yang
berhak memberikan hidayah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72
digilib.uns.ac.id
i) Islam Diyakini Agama yang Benar
Novel AAC merupakan novel dakwah yang sarat dengan nilai-nilai
ajaran Islam. Novel tersebut bercerita tentang kebenaran agama Islam
sebagai agama Allah yang diyakini kebenarannya oleh pemeluknya.
Bahkan, dalam novel tersebut diceritakan bahwa pemeluk agama lain,
Alicia, mengakui kebenaran agama Islam. Alicia pun akhirnya memeluk
agama Islam. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.
”Aku datang kemari sengaja untuk menemuimu, Fahri. Untuk
mengucapkan terima kasih tiada terkira padamu. Karena berjumpa
denganmulah aku menemukan kebenaran dan kesejukan yang aku
cari-cari selama ini. ”Kata Alicia, mata birunya berbinar bahagia.
Alicia lalu mengisahkan pergolakan batinnya sampai akhirnya
masuk Islam dua bulan yang lalu” (AAC: 397).
”Selamat untukmu Fahri, kau telah mendapatkan kenikmatan yang
lebih agung dari terbitnya matahari. Alicia sudah menjadi
muslimah sekarang. Apa yang kau lakukan sampai kau akhirnya
jatuh sakit itu tidak sia-sia. Jawabanmu itu mampu menjadi
jembatan baginya menemukan cahaya Tuhan” (AAC: 396)
Tentang kebenaran Islam bisa disimak juga ketika Maria masuk
Islam dengan mengucapkan syahadatain. ”Asyhadu an laa ilaaha
illallah, wa asyhadu anna Muhammdan abduhu wa rasuluh” (AAC,
2005: 409).
Pesan tentang nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam AAC
tersebut disampaikan melalui tokoh Fahri, Alicia, dan Maria. Tokoh-tokoh
tersebut menggambarkan bahwa agama yang diyakini benar adalah Islam.
j) Bersyukur kepada Allah
Tokoh Fahri dan Aisha merupakan tokoh yang pandai bersyukur
kepada Allah. Mereka diberi nikmat oleh Allah berupa harta yang
melimpah. Namun, dengan kekayaannya itu, mereka tidak menjadi sombong
dan tidak membuat mereka melupakan Allah. Apa yang telah dimilikinya
merupakan karunia dari Allah subhanahu wata’ala. Dengan kenikmatan
yang melimpah tersebut mereka tidak melupakan Allah, mereka bersyukur
kepada-Nya. Seperti tampak dalam kutipan ini berikut ini.
Segala puji bagi-Nya yang telah memberikan anugrah-Nya yang
user 304).
agung ini pada kitacommit
berdua.to(AAC:
73
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kutipan itu tergambar bahwa keduanya, yaitu Fahri dan
istrinya, Aisha, mengakui bahwa apa yang dimilikinya dan dirasakannya itu
adalah pemberian dari Allah. Pada hakikatnya Allah-lah yang telah
memberikan kenikmatan hidup kepada mereka. Fahri dan Aisha tidak
pernah merasa bahwa apa yang dimiliki dan dirasakannya itu adalah hasil
perjuangan mereka, melainkan semata pemberian dari Allah. Dengan
demikian, kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah itu sudah
sepantasnya disyukuri. Selain itu, bentuk syukur Fahri terhadap Allah bisa
disimak ketika Fahri sedang berada di penjara. Meskipun di penjara, ia tetap
merasa tenang dan tidak putus asa. Sebagai bentuk syukur kepada-Nya,
Fahri lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan bersujud di hadapanNya, seperti tampak dalam kutipan berikut.
Setelah mereka pulang di dalam sel penjara aku menyatukan diri
dalam rengkuhan tangan Tuhan. Meskipun berada di dalam penjara
aku masih merasakan kenikmatan-kenikmatan yang kelihatannya
biasa-biasa namun luar agungnya. Tuhan masih memberikan
sentuhan cinta dan kasih sayang-Nya. Aku tiada kuasa berbuat apaapa kecuali meletakkan kening bersujud kepada-Nya. (AAC: 363).
Kutipan itu menunjukkan, dalam keadaan apa pun Fahri selalu
mendekatkan diri pada Allah sebagai bentuk syukur kepada-Nya. Penjara
yang sempit dan pengap tidak menyurutkannya untuk mensyukuri nikmat
Allah. Ia bersujud, bersimpuh, dan berdoa kepada Allah atas apa yang
sedang dialaminya. Ia percaya hanya Allahlah yang akan memberikan jalan
kepada hambanya. Kepercayaan kepada Allah yang mendalam itu
diwujudkan dengan salat, berdoa, dan ibadah-ibadah yang lain.
Nilai-nilai ajaran Islam tentang syukur kepada Allah yang
disampaikan dalam AAC merupakan gambaran bagaimana manusia harus
bersyukur kepada Allah. Dalam keadaan lapang ataupun sempit manusia
tetap harus bersyukur kepada Allah, sebagaimana dicontohkan tokoh Fahri
dalam novel tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74
digilib.uns.ac.id
k) Bertakwa kepada Allah
Dalam novel AAC, pengarang mengangkat tema yang berhubungan
dengan ketakwaan kepada Allah. Pesan pengarang tentang ketakwaan
tersebut oleh pengarang disampaikan melalui tokoh Fahri. Tokoh Fahri
digambarkan sebagai tokoh yang mengajak pembaca untuk bertakwa kepada
Allah. Hal tersebut, seperti tampak dalam kutipan berikut ini.
Satu-satunya jalan yang harus kita tempuh agar kita tetap bersama
dan tidak kehilangan adalah bertakwa dengan sepenuh takwa
kepada Allah Azza Wa Jalla. (AAC: 362).
Inilah yang telah diperingatkan oleh Allah Swt dalam Surat Az
Zuhruf ayat 67: “Orang-orang yang akrab saling kasih mengasihi,
pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain,
kecuali orang-orang yang bertakwa”. (AAC: 362)
Kutipan di atas menunjukkannovel AAC memiliki daya persuasif
atau ajakan bagi orang-orang Islam untuk bertakwa kepada Allah. Sikap
takwa merupakan wujud dari nilai-nilai ajaran Islam yang merupakan
keyakinan terhadap adanya Allah.
l) Beribadah kepada Allah
Ciri-ciri orang yang bertakwa kepada Allah adalah orang yang mau
beribadah kepada-Nya. Hal tersebut seperti tampak dalam novel AAC yang
menggambarkan kewajiban beribadah kepada Allah, seperti tampak dalam
kutipan berikut.
”Dekatkan diri kepada Allah! Dekatkan diri kepada Allah! Dan
dekatkan diri kepada Allah!” (AAC: 360).
Kutipan tersebut melukiskan agar manusia mendekatkan diri
kepada Allah dengan cara beribadah. Tokoh Fahri, misalnya, seorang tokoh
yang telah memberikan keteladanan kepada tokoh lain bahwa orang Islam
yang benar-benar memercayai adanya Allah tentu harus beribadah kepadaNya. Kepercayaan/keimanan tersebut tidak hanya dalam pengakuan bahwa
Allah itu ada, tetapi perlu dibuktikan dengan praktiknya, yaitu menjalankan
perintah dan menjauhi larangan-Nya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75
digilib.uns.ac.id
m) Meyakini Adanya Kematian
Fahri difitnah oleh keluarga Noura bahwa dirinya memerkosa
Noura sampai hamil. Fitnah itu telah membuat Fahri dan istrinya menderita.
Fahri pun dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah yang gelap dan
pengap. Ia disiksa, bahkan ditelanjangi oleh para sipir penjara untuk
mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. Meskipun Fahri disiksa dan
ditelanjangi, Fahri tetap pada pendiriannya bahwa tidak melakukannya
karena dirinya merasa tidak memerkosa Noura. Bahkan, sebenarnya
Fahrilah yang telah menyelamatkan Noura dari kekejaman Bahadur, ayah
angkat Noura. Ketika itu Noura belum bertemu dengan orang tua yang
sebenarnya. Fahri pun akan digantung di tiang gantungan. Namun, dia tetap
tenang, tidak sedikit pun ada keraguan tentang adanya pertolongan Allah.
Fahri meyakini bahwa kematian manusia itu sepenuhnya berada di tangan
Allah. Bahkan, Fahri semakin yakin bahwa Allahlah yang menentukan
kematian, bukan manusia. Fahri meneladani para ulama terdahulu yang
tegar dalam menghadapi kematian. Hal tersebut tampak dalam kutipan
berikut.
”Aisha, hidup dan mati ada di tangan Allah” (AAC: 381).
Aku teringat ulama-ulama yang mengalami nasib tragis di tangan
para algojo negara ini. Apapun jalannya, kematian itu satu yaitu
mati. Allah sudah menentukan ajal seseorang. Tak akan dimajukan
dan dimundurkan. Maka tak ada gunanya bersikap lemah dan takut
menghadapi kematian. Dan aku tidak mau mati daam keadaan
mengakui perbuatan yang memang tak pernah aku lakukan. (AAC:
308).
n) Meyakini bahwa Rezeki Datang dari Allah
Selama di penjara, Fahri sulit mendapatkan makanan. Jatah
makanan itu kadang tidak sampai pada orang-orang yang berada dalam
penjara karena ulah para sipir yang sengaja tidak memberikannya kepada
para tahanan. Fahri juga mengalami hal yang demikian. Untung saja teman
satu ruangan Fahri, yaitu Profesor Abdul Rauf, dijenguk oleh istrinya. Istri
Profesor Abdul Rauf itu membawa makanan. Lihat kutipan berikut.
commit to user
76
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
”Udahlah kita makan dulu. Alhamdulillah, ada sedikit rizki dari
Allah Swt.!” kata Profesor Abdu Rauf” (AAC: 319)
”Itu adalah rizki yang diberikan Allah kepada kita melalui
perusahaan keluarga di Turki. Ceritanya begini. Kakekku, Ali
Faroughi, atas kemurahan Allah adalah bisnisman berhasil yang
memiliki tiga perusahaan. Yaitu perusahaan tekstil, travel, dan
susu. Sebelum meninggal beliau memanggil tiga anaknya yaitu
ibuku, paman Akbar, dan bibi Sarah. Beliau membagi dan
menyuruh masing-masing memilih perusahaan mana yang disukai.
Beliau menyuruh yang paling muda yaitu bibi Sarah untuk memilih
lebih dulu. Bibi Sarah memilih perusahaan susu karena dia paling
suka minum susu. Lalu paman Akbar memilih travel karena dia
orang yang hobinya melancong. Dan ibu dengan sendirinya
mendapat jatah perusahaan tekstil”. (AAC: 272–273).
o) Menegakkan Ketauhidan
Nilai-nilai ajaran Islam yang dipancarkan dari keyakinan adanya
Allah pada intinya adalah ketauhidan atau mengesakan Allah. Karena AAC
merupakan novel yang sarat dengan ketauhidan, cerita dan tokoh-tokohnya
juga digerakkan oleh pernyataan-pernyataan yang berhubungan keesaan
Allah. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.
”Aku mencintaimu karena kau adalah suamiku. Aku juga
mencintaimu karena Allah Swt. Ayat yang kau baca dan kau
jelaskan kandungannya adalah satu ayat cinta di antara sekian juta
ayat-ayat cinta yang diwahyukan Allah kepada manusia. Keteguhan
imanmu mencintai kebenaran, ketakwaan dan kesucian dalam
hidup adalah juga ayat cinta yang dianugrahkan Tuhan kepadaku
dan kepada anak dalam kandunganku. Aku berjanji akan setia
menempatkan cinta yang kita bina di dalam cahaya kerelaan-Nya.”
(AAC: 362–363)
Kutipan di atas itu mengajak pembaca untuk merenung tentang
membangun kehidupan berkeluarga, seperti pesan yang diberikan melalui
tokoh pasangan suami-istri, Fahri dan Aisha. Fahri dan Aisha merupakan
suami-istri yang dalam rumah tangganya didasarkan atas kasih sayang.
Kasih sayang mereka dilandasi dengan kecintaannya kepada Allah. Mereka
menjalin
keluarga
mawadah,
warahmah,
dan
sakinah
dengan
mengagungkan kebesaran Allah. Mereka saling mencintai karena Allah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77
digilib.uns.ac.id
Mereka juga membangun keluarga yang dibingkai dengan keimanan dan
ketakwaan kepadaAllah.
2) Percaya terhadap Adanya Rasul/Nabi
Dalam tulisan ini dipakai istilah rasul dan nabi. Setiap Rasul itu mesti
Nabi, sedangkan setiap Nabi belum tentu Rasul. Rasul adalah seorang manusia
pilihan yang diutus Allah untuk menyampaikan ajaran-Nya kepada umatnya.
Biasanya seorang Rasul mendapat sebutan rasulullah, artinya utusan Allah.
Adapun Nabi adalah seorang manusia pilihan Allah, tetapi hanya untuk dirinya
sendiri, tidak diutus untuk menyampaikan ajaran kepada umat manusia.
Beriman kepada Rasul-rasul itu berarti percaya bahwa Allah telah memilih
seorang Rasul pada masa tertentu, dan pada umat tertentu pula, untuk
menyampaikan perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah dari Allah
itu
dimaksudkan untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat. Rasul Allah
berjumlah 25, yang perlu diketahui oleh manusia. Orang-orang di tiap-tiap
zaman wajib mengikuti petunjuk Rasul pada zaman itu. Apabila datang
seorang Rasul yang baru, manusia yang di zaman itu tidak boleh berpegang
pada Rasul tersebut. Nabi dan sekaligus Rasul yang terakhir adalah
Muhammad SAW.
Nabi Muhammad merupakan teladan bagi umat manusia. Kehidupan
Nabi Muhammad merupakan teladan bagi umatnya. Kehidupan Rasulullah itu
digambarkan dalam hadis-hadisnya. Dari hadis-hadis itulah diperoleh
gambaran atau petunjuk keteladanan Rasulullah yang perlu diikuti oleh
umatnya. Hadis-hadis tersebut merupakan lukisan akhlak Rasulullah. Hadis
juga merupakan pedoman bagi umat Islam sebagai penjabaran dari Alquran.
Menurut Shafie Abu Bakar dalam falsafah pemikiran Islam, terdapat tiga
konsep keinsanan yang unggul yang dimiliki oleh Nabi Muhammad, yaitu
insan kamil, insan khalifah dan insan rabbani. Terbukti dalam sejarah Islam
ketiga konsep tersebut terdapat pada diri Rasulullah Saw. sehingga Baginda
mendapat gelar al-amin (yang jujur dan yang benar), al-mustafa (yang terpilih),
dan habibullah (kekasih Allah).
Rasulullah
commit
to user merupakan seorang pemimpin,
perpustakaan.uns.ac.id
78
digilib.uns.ac.id
hakim, dan panglima perang yang tiada tandingan. Beliau mempunyai tahap
kerohanian yang tinggi dan insan kamil (manusia sempurna). Rasulullah
memiliki pribadi yang mulia dan akhlak yang terpuji dengan segala sifat
istimewa dan luar biasa semenjak masih kanak-kanak hingga wafat (lihat
Hasan, 2003: 8).
Nabi Muhammad merupakan sosok pemimpin bagi umat Islam, nabi
sekaligus rasul bagi umat Islam. Rasulullah merupakan teladan bagi umatnya,
sebagaimana terdapat dalam kutipan AAC sebagai berikut.
Kangjeng Nabi adalah teladan. (AAC: 108).
Meyakini dan mengakui bahwa Muhammad adalah Nabi sekaligus
Rasul yang diutus Allah merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam. Nabi
Muhammad diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia melalui
aturan agama, yaitu Islam.
a) Taat kepada Suami dan harus Menjaga Kehormatan
Sebaik-baik istri adalah istri yang taat kepada suaminya dan harus
menjaga kehormatan, baik pada waktu suaminya ada maupun tidak ada.
Pernyataan tersebut dikemukakan Fahri ketika Fahri sedang memaparkan
tentang perempuan dalam pandangan Islam. Pertanyaan tentang perempuan
itu dilontarkan oleh seorang perempuan Amerika bernama Alicia yang
sedang berada di Mesir. Fahri menerangkan kepada Alicia dan Aisha
tentang pandangan Islam terhadap perempuan dan bagaimana menjadi
seorang istri dalam pandangan Islam. Hal tersebut tampak dalam kutipan
berikut.
Sebaik-baik istri adalah jika kamu memandangnya membuat
hatimu senang, jika kamu perintah dia mentaatimu, dan jika kamu
tinggal maka maka dia menjaga untukmu harta dan dirinya. (AAC:
264).
”Kau...kau benar Suamiku, terima kasih kau telah mengingatkan
diriku. Sungguh beruntung aku memiliki suami seperti dirimu. Aku
mencintaimu suamiku. Aku mencintaimu karena kau adalah
suamiku. Aku juga mencintaimu karena Allah Swt. Ayat yang kau
baca dan kau jelaskan kandungannya adalah satu ayat cinta di
to cinta
user yang diwahyukan Allah kepada
antara sekian juta commit
ayat-ayat
perpustakaan.uns.ac.id
79
digilib.uns.ac.id
manusia. Keteguhan imanmu mencintai kebenaran, ketakwaan dan
kesucian dalam hidup adalah juga ayat cinta yang dianugrahkan
Tuhan kepadaku dan kepada anak dalam kandunganku. Aku
berjanji akan setia menempatkan cinta yang kita bina di dalam
cahaya kerelaan-Nya” (AAC: 362-363)
Dalam ajaran Islam kesetiaan atau kepatuhan kepada suami
merupakan suatu keharusan karena suami merupakan pemimpin dalam
rumah tangga. Adapun cerita novel AAC menggambarkan nilai-nilai ajaran
Islam dalam AAC yang berhubungan dengan ketaatan istri terhadap suami
dan istri harus menjaga kehormatannya memberi gambaran bahwa dalam
ajaran Islam seorang suami adalah pemimpin yang perlu ditaati oleh istri.
Seorang istri juga harus menjaga kehormatan suami, baik ketika suami
berada di rumah maupun ketika suami sedang tidak ada di rumah.
b) Menghormati Tamu, Cara Bertetangga, dan sikap Toleransi
Akhlak yang diteladankan Rasulullah, di antaranya, menghormati
tamu. Nabi Muhammad pernah berkata kepada sahabatnya bahwa kelak
kalau membangun Mesir harus ditanamkan bersikap halus dan ramah
kepada masyarakatnya. Hal tersebut tergambar dari pernyataan tokoh Fahri,
seperti tampak dalam kutipan berikut.
”Terus terang, aku sangat kecewa pada kalian! Ternyata sifat kalian
tidak seperti yang digambarkan Baginda Nabi. Beliau pernah
bersabda bahwa orang-orang Mesir sangat halus dan ramah, maka
beliau memerintahkan kepada shabatnya, jika kelak membuka bumi
Mesir hendaknya bersikap halus dan ramah. Tapi ternyata kalian
sangat kasar. Aku yakin kalian bukan asli oang Mesir. Mungkin
kalian sejatinya sebagai Bani Israel. Orang Mesir asli itu seperti
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi yang ramah dan pemurah.
(AAC: 34-35)
Beliau juga pernah bersabda bahwa barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, orang tersebut harus menghormati tamunya.
Hal tersebut dilukiskam dalam AAC ketika ada tiga warga Amerika yang
sedang berada di Mesir. Warga Mesir menghina ketiga warga Amerika itu.
Fahri pun mengingatkan orang-orang Mesir bahwa perbuatannya itu keliru.
Rasul tidak mengajarkan umatnya
commit tountuk
user menghina tamunya. Sebaliknya,
80
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rasul menyuruh umatnya untuk menghormati tamu tanpa memandang
agama dan suku bangsa.
”Justru tindakan kalian yang tidak dewasa seperti anak-anak, ini
akan menguatkan opini media massa Amerika yang selama ini
beranggapan orang Islam kasar dan tidak punya perikemanusiaan.
Padahal Baginda Rasul mengajarkan kita menghormati tamu.
Apakah kalian lupa, beliau bersabda, siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir maka hormatilah tamunya. Mereka bertiga
adalah tamu di bumi Kinanah ini. Harus dihormati sebaik-baiknya.
Itu jika kalian merasa beriman kepada Allah dan hari akhir. Jika
tidak, ya terserah! Lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan. Tapi
jangan sekali-kali kalian menamakan diri kalian bagian dari umat
Islam. Sebab tindakan kalian yang tidak menghormati tamu itu jauh
dari ajaran Islam” (AAC: 37)
Dalam AAC juga diterangkan bagaimana cara bertetangga yang
baik, dengan tidak memandang suku bangsa maupun agama. Setiap manusia
harus saling menghormati, menghargai, dan toleransi. Hal itu bisa dilihat
bagaimana
Fahri
dan
teman-temannya
bertetangga
dengan
Tuan
Butrous,seperti terlukis dalam kutipan berikut.
”Dia menyampaikan sesuatu atas nama keluarganya dan aku
dianggap representasi kalian semua. Jadi ini bukan hanya interaksi
dua person saja, tapi dua keluarga. Bahkan lebih besar dari itu, dua
bangsa dan dua penganut keyakinan yang berbeda. Inilah
keharmonisan hidup sebagai umat manusia yang beradab di muka
bumi ini. Sudahlah kau jangan memikirkan yang terlalu jauh.
Tugas kita di sini adalah belajar. Kita belajar sebaik-baiknya. Di
antaranya adalah belajar bertetangga yang baik. Karena kita telah
diberi, ya nanti kita gantian memberi sesuatu pada mereka. Wa idza
huyyitum bi tahiyyatin fa hayyu bi ahasana minha!” (AAC: 49).
Dari kutipan itu jelas bahwa Fahri dan kawan-kawannya
menghormati keluarga Tuan Butrous karena keluarga Tuan Butrous juga
menghargai Fahri dan teman-temannya. Padahal, di antara mereka ada
beberapa perbedaan, yakni status ekonomi keluarga Tuan Butrous yang
terpandang kaya dan keluarga Tuan Butrous beragama Kristen Koptik.
Akan tetapi, perbedaan itu tidak menyurutkan mereka untuk saling
menghargai dan menghormati. Dengan demikian, bertetangga atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
81
digilib.uns.ac.id
bermasyarakat yang dicontohkan dalam AAC sesuai dengan yang
dicontohkan rasul.
c) Menghormati dan Menghargai Perempuan
Rasulullah memberikan penjelasan tentang bagaimana menghargai
perempuan. Dalam novel AAC, tokoh Fahri dengan panjang lebar juga
menerangkan kepada Alicia dan Aisha tentang harus menghormati
perempuan menurut pandangan Islam. Alicia menyampaikan pertanyaannya
kepada Fahri karena di Amerika berkembang pendapat tentang Islam yang
melecehkan perempuan. Menurut sebagian besar warga Amerika, dalam
ajaran Islam seorang suami membolehkan memukul istrinya. Fahri
menjelaskan kepada Alicia dan Aisha tentang bagaimana Islam memandang
perempuan. Memang benar dalam ajaran Islam, suami boleh memukul
istrinya, tetapi tidak sedemikian mudahnya melakukan hal itu. Dalam ajaran
Islam, ada ketentuan-ketentuan yang sangat jelas tentang boleh tidaknya
suami memukul istri. Bahkan dalam Islam Rasulullah menyuruh seorang
suami agar berbuat baik kepada istrinya. Hal tersebut tampak dalam kutipan
AAC di bawah ini.
”Tidak benar ajaran Islam menyuruh melakukan tindakan tidak
beradab itu. Rasulullah Saw. dalam sebuah hadisnya bersabda, ”la
taddhribu imaallah. Maknanya, ”janganlah kalian pukul kaum
perempuan!” Dalam hadis yang lain beliau menjelaskan bahwa
sebaik-baik lelaki atau suami adalah yang berbuat baik pada
istrinya. (AAC: 87)
”Islam sangat memuliakan perempuan, bahwa di telapak kaki
ibulah surga anak lelaki. Hanya seorang lelaki mulia yang
memuliakan wanita.” (AAC: 90).
d) Menengok dan Mendoakan Orang yang Sakit
Dalam novel AAC, terdapat transformasi nilai-nilai ajaran Islam
yang berkaitan dengan pengakuan terhadap rukun iman kedua, yaitu
keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Dalam hal ini,
keteladanan Nabi itu berkaitan dengan anjuran menengok dan mendoakan
orang yang sakit. Hal itu tampak dalam uraian tentang tokoh Fahri yang
commit to user
terdapat dalam AAC.
perpustakaan.uns.ac.id
82
digilib.uns.ac.id
Fahri sakit di rumah sakit karena ia terlalu memaksakan diri
mengejar target pekerjaannya. Ia juga melakukan banyak aktvitas di luar,
yaitu menemui Alicia dan Aisha, untuk menjelaskan pandangan Islam
terhadap perempuan. Ia juga pergi mengaji ke Syaikh Ahmad dan mengisi
pengajian rutin yang diselenggarakan keluarga Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Mesir. Padatnya aktivitas Fahri dan udara di Mesir yang sangat
panas menyebabkan Fahri jatuh sakit. Ketika Fahri sakit di rumah sakit,
banyak yang menengok Fahri, di antaranya keluarga Tuan Butrous, temanteman kampus Fahri, Syaikh Ahmad, dan Syaikh Utsman. Mereka yang
menengok itu berdoa untuk kesembuhan Fahri, seperti tampak dalam
kutipan berikut.
Mereka semua tersenyum padaku meskipun aku menangkap
guratan sedih dalam wajah mereka. Mereka mendekat satu per satu
dan memelukku pelan sambil berbisik, ’Syafakallah syifaan ajilan,
syifaan layughadiru ba’dahu saqaman’(AAC: 174)
e) Cara Bergaul dengan Bukan Muhrim
Islam menganjurkan agar pergaulan muda-mudi didasarkan atas
ajaran Islam. Islam melarang perempuan bersentuhan dengan laki-laki yang
bukan muhrim. Hal tersebut seperti tampak dalam novel AAC yang
menggambarkan bahwa perempuan dilarang bersentuhan dengan laki-laki
yang bukan muhrim, seperti tampak dalam kutipan ini.
”Maafkan aku Maria. Maksudku aku tidak mungkin bisa
melakukannya. Ajaran Al-Quran dan Sunnah melarang aku
bersentuhan dengan perempuan kecuali dia istri atau mahramku”.
(AAC, 2005: 125).
Nilai-nilai ajaran Islam yang berhubungan dengan tata cara
bergaul antara laki-laki dan perempuan bukan muhrim yang terdapat dalam
AAC tersebut memberikan gambaran bahwa pergaulan dalam Islam harus
sesuai dengan ajaran Islam.
f) Tentang Pernikahan dan Poligami
Setelah dicermati, novel AAC juga mengandung pesan nilai-nilai
ajaran Islam yang berhubungan
pentingnya pernikahan dan
commit todengan
user
perpustakaan.uns.ac.id
83
digilib.uns.ac.id
gambaran poligami berdasarkan Islam. Dalam ajaran Islam, pernikahan dan
poligami secara tersurat dibahas melalui ayat Alquran dan Hadis Nabi. Lakilaki dan perempuan yang sudah dewasa, baik secara jasmani maupun
rohani, wajib hukumnya menikah. Dalam ajaran Islam laki-laki dan
perempuan yang sudah memenuhi persyaratan tersebut dianjurkan untuk
menikah. Pernikahan dalam novel AAC bisa dilihat dari tokoh Fahri yang
mempunyai istri, yaitu Aisha. Sebenarnya sebelum menikah dengan Aisha,
Fahri menyimpan rasa kagum terhadap Nurul, seorang mahasiswi dari
Indonesia. Fahri memendam perasaan senangnya kepada Nurul karena
menyadari bahwa ia adalah seorang pemuda desa dari keluarga biasa. Ketika
Fahri mau menikah dengan Aisha, seorang gadis keturunan Jerman, datang
paman Nurul kepada Fahri. Sang paman tersebut menerangkan bahwa
kedatangannya itu dimaksudkan untuk membawa amanah dari Nurul guna
menyampaikan perasaan Nurul kepada Fahri. Setelah mengetahui bahwa
Nurul sebenarnya sangat mencintai Fahri, tentu saja Fahri merasa bingung.
Akan tetapi, Fahri sadar, Fahri tidak mau mengkhianati janjinya untuk
menikah dengan Aisha yang telah direncanakan dengan matang. Pentingnya
menikah tersebut tampak dalam kutipan berikut.
Jika aku membatalkan pernikahan yang telah dirancang matang,
aku tidak tahu apakah Allah masih akan memberikan kesempatan
padaku untuk mengikuti sunnah Rasul. Ataukah aku justru tidak
akan punya kesempatan menyempurnakan separo agama sama
sekali. (AAC: 230)
”Gerimis di hatiku tidak mau berhenti. Air mata terus saja meleleh.
Aku kini telah memiliki seorang istri.” (AAC: 238).
g) Suap-menyuap Tidak Dibenarkan dalam Islam
Fahri harus masuk penjara karena difitnah Noura. Noura dan
keluarganya telah memfinah Fahri, bahwa Fahri telah menghamili Noura.
Akibat fitnahan itu, Fahri harus mendekam di penjara dan didakwa akan
dihukum mati. Sebenarnya Fahri bisa saja lolos dari fitnahan itu, apabila
Fahri mau menyuap orang-orang yang memiliki kekuasaan dalam
commit
to user Bahkan, istrinya Fahri, Aisha,
mengambil kebijakan hukum
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
84
digilib.uns.ac.id
bersedia mengeluarkan banyak uang untuk menyuap agar suaminya bisa
keluar dari penjara dan bisa lolos dari fitnahan itu. Akan tetapi, Fahri tidak
mau menyuap karena Fahri memahami bahwa suap-menyuap itu tidak
dibenarkan dalam ajaran Islam. Dalam ajaran Islam suap-menyuap tidak
dibenarkan. Bahkan, nabi mengingatkan umatnya agar tidak melakukan
suap-menyuap. Orang yang disuap dan menyuap, menurut Nabi, akan
masuk neraka. Keterangan nabi tersebut selaras dalam AAC, seperti tampak
dalam kutipan berikut.
Suap menyuap adalah perbuatan yang diharamkan dengan tegas
oleh Baginda Nabi. Beliau bersabda, ”Arraasyi wal murtsyi fin
naar! Artinya , orang yang meyuap dan disuap masuk neraka!
Istriku , hidup di dunia ini bukan segalanya. (AAC: 361).
h) Pentingnya Mencari Ilmu
Mencari ilmu dalam Islam merupakan suatu kewajiban. Bahkan,
dalam salah satu Hadis Nabi disebutkan bahwa ”mencari ilmu itu
diwajibkan bagi muslim dan muslimat”. (H.R. Bukhari Muslim) Pentingnya
mencari ilmu dalam AAC bisa disimak dari gambaran tokoh Fahri dan
teman-temannya yang bersekolah sampai ke negara Mesir. Teman Fahri,
yaitu Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah, sedang menempuh progam S-1 di
Universitas Al-Azhar. Sementara itu, Fahri sedang merampungkan
magisternya di Universitas Al-Azhar. Lihat kutipan AAC berikut.
Dalam flat ini kami hidup berlima; aku, Saiful, Rudi, Hamdi dan
Misbah. Kebetulan aku yang paling tua, dan paling lama di Mesir.
Secara akademis aku juga paling tinggi. Aku tinggal menunggu
pengumuman untuk menulis tesis master di Al-Azhar. Yang lain
masih program S-1. Saiful dan Rudi baru tingkat tiga, mau masuk
tingkat empat. Sedangkan Misbah dan Hamdi sedang menunggu
pengumuman kelulusan untuk memperoleh gelar Lc atau Licence.
Mereka semua telah menempuh ujian akhir tahun pada akhir Mei
sampai awal Juni yang lalu. Awal-awal Agustus biasanya
pengumunan keluar. Namun sampai hari ini, pengumunan belum
juga ada yang ditempel. (AAC: 5–6)
Kutipan tersebut menunjukkan pentingnya mencari ilmu seperti
dilukiskan oleh tokoh Fahri dan teman-temannya yang mencari ilmu sampai
commit to user
ke negara Mesir. Mencari ilmu sampai ke negara lain juga dicontohkan oleh
85
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rasul. Rasul pernah berkata kepada sahabatnya, ”Carilah ilmu itu meskipun
sampai ke negara Cina.”
i) Pentingnya Melaksanakan Salat Tahajud
Fahri dan Aisha merupakan tokoh yang rajin melaksanakan salat
Tahajud. Pasangan suami istri itu hampir setiap malam tidak pernah
meninggalkan salat Sunat Tahajud. Kebiasaan salat malam itu telah
membekas dalam diri Fahri. Bahkan, ketika kelelahan ia tetap melaksanakan
salat Sunat Tahajud, seperti tampak dalam kutipan berikut.
Tengah malam aku kelelahan. Aku istirahat dengan melakukan
salat. Ketika sujud kepala terasa enak. (AAC: 158).
j)
Melaksanakan Salat Istikharah
Nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat di dalam novel AAC di
antaranya,
pentingnya
melaksanakan
salat
Istikharah.
Pentingnya
melaksanakan salat istikharah digambarkan oleh Rasulullah. Rasulullah
memberikan keteladan kepada umatnya bahwa bila umatnya dihadapkan
pada dua pilihan, diperlukan salat Istikharah. Tujuannya adalah untuk
meminta petunjuk kepada Allah. Perlunya salat Istikharah dalam AAC
digambarkan ketika Fahri bingung karena secara mendadak ditawari calon
seorang istri oleh Syaikh Ahmad. Fahri merasa belum siap karena dirinya
belum mempunyai bekal untuk memasuki jenjang rumah tangga. Ketika
melihat keraguan Fahri itu, Syaikh Ahmad meyakinkan Fahri bahwa dulu
Baginda Nabi menikah dalam keadaan miskin. Sayyidina Ali bin Abi Thalib
juga menikah dalam keadaan miskin. Syaikh Ahmad menyuruh Fahri untuk
melaksanakan salat Istikharah, seperti tampak dalam kutipan berikut.
”Baginda Nabi dulu menikah dalam keadaan miskin. Sayyidina Ali
bin Abi Thalib juga menikah dalam keadaan miskin. Begini
anakku, kau pikirkanlah dengan matang. Lakukanlah salat
istikharah” (AAC: 198).
”Kau istikharah lagi!” (AAC: 202)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
86
digilib.uns.ac.id
”Entah kenapa. Aku salat istikharah, yang datang adalah ibunda
tercinta. Beliau berkata singkat, ”Menikahlah ibu merestui”. (AAC:
202).
k) Melaksanakan Salat Berjamaah
Dalam sehari semalam salat wajib dikerjakan lima kali, yaitu salat
Duhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh. Salat wajib tersebut boleh dikerjakan
secara munfarid (perorangan) atau pun berjamaah, baik di masjid maupun di
rumah. Salat berjamaah merupakan keutamaan yang telah dicontohkan
Nabi. Keutamaan salat berjamaah mendapat pahala 27, sedangkan salat
sendiri hanya satu. Selain itu, keutamaan salat berjamaah adalah adanya rasa
kebersamaan. Persoalan tentang pentingnya salat berjamaah dalam AAC bisa
disimak melalui tokoh Fahri, seperti tampak dalam kutipan berikut.
Setelah satu rumah salat subuh berjamaah di masjid, kami
membaca Al-Qur’an bersama. Tadabbur sebentar, bergantian.
Teman-teman sangat melestarikan kegiatan rutin tiap pagi ini.
Selama ada di rumah membaca Al-Qur’an dan tadabbur tetap
berjalan, meskipun pagi ini kulihat mata Saiful dan Rudi melek
merem menahan kantuk. (AAC: 68)
Aku termasuk orang yang anti tidur langsung setelah salat Subuh.
Aku tidak mau berkah yang dijanjikan Baginda Nabi di waktu pagi
lewat begitu saja. Hal ini juga kutanamkan pada teman-teman satu
rumah. Jadi seandainya semalam begadang dan mata sangat lelah,
tetaplah diusahakan salat Subuh berjamaah. Membaca Al-Qur’an,
dan sedikit tadabbur. Semoga yang sedikit itu menjadi berkah.
Barulah tidur. Jika bisa tahan dulu sampai waktu dhuha datang,
salat Dhuha baru tidur. (AAC: 69)
l)
Melaksanakan Salat Duha
Nilai-nilai ajaran Islam yang dipancarkan dari rukun iman kedua,
yaitu mengakui bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan Allah. Nabi
Muhammad memberikan keteladan kepada umatnya, baik keteladan dalam
beribadah kepada Allah (hablu minallah) maupun keteladanan yang
berhubungan dengan antarmanusia (hablu minannas). Keteladanan yang
berhubungan dengan beribadah kepada Allah, di antaranya melaksnakan
salat Duha. Nabi Muhammad senantiasa melaksanakan salat Duha. Masalah
commit to user
salat Duha ini dalam AAC bisa disimak melalui tokoh Fahri. Fahri adalah
perpustakaan.uns.ac.id
87
digilib.uns.ac.id
seorang tokoh yang rajin beribadah. Selain rajin mengerjakan salat wajib, ia
juga tidak ketinggalan melaksanakan salat Sunat, di antaranya salat Duha,
seperti tampak dalam kutipan berikut.
Aku termasuk orang yang anti tidur langsung setelah salat Subuh.
Aku tidak mau berkah yang dijanjikan Baginda Nabi di waktu pagi
lewat begitu saja. Hal ini juga kutanamkan pada teman-teman satu
rumah. Jadi seandainya semalam begadang dan mata sangat lelah,
tetaplah diusahakan salat Subuh berjamaah. Membaca Al-Qur’an,
dan sedikit tadabbur. Semoga yang sedikit itu menjadi berkah.
Barulah tidur. Jika bisa tahan dulu sampai waktu dhuha datang,
salat Dhuha baru tidur. (AAC: 69)
3) Percaya terhadap Adanya Malaikat
Percaya terhadap adanya Malaikat dalam AAC dapat disimak ketika
Fahri menerima surat dari Noura. Dalam surat Noura itu tergambar tentang
percaya terhadap adanya Malaikat Allah, seperti tampak dalam kutipan berikut
ini.
Ia datang bagaikan malaikat Jibril menurunkan hujan pada ladangladang yang sedang sekarat menanti kematian. (AAC: 160)
Kutipan tentang percaya terhadap adanya Malaikat, juga bisa disimak
ketika Fahri sedang mengalami sakit.. Selama Fahri sakit di rumah sakit itu
biaya pengobatan Fahri ada yang membayar oleh seseorang yang tidak mau
disebutkan namanya. Orang yang telah membayar biaya pengobatan Fahri itu
dalam AAC dilukiskan dengan sebutan ”bagaikan malaikat Jibril menurunkan
hujan”. Penyebutan malaikat Jibril bagi orang yang dermawan itu merupakan
sifatnya malaikat Jibril yang tugasnya menyampaikan wahyu Allah.. Dalam hal
ini ditujukan kepada sifat orang yang telah membantu Fahri membiayai
pengobatannya. Ia ” berhati malaikat”, ”berhati putih” dan ia mau membantu
orang dengan ikhlas. Hal tersebut seperti tampak dalam kutipan berikut ini.
Entahlah siapa sebenarnya dia yang berhati putih itu. Mata hatiku
berkata, yang membayar bukan yang disebut teman-teman itu. Tapi
orang lain. Dan orang lain itu adalah orang yang berhati ikhlas,
mengenalku, sangat perhatian padaku, dan aku tidak tahu siapa dia.
Aku tidak bisa menduga sebuah nama. Aku hanya berdoa, agar
user
suatu saat nanti commit
Allah to
membuka
rahasia siapa malaikat itu
perpustakaan.uns.ac.id
88
digilib.uns.ac.id
sebenarnya. Aku berharap bisa membalas kebaikannya. (AAC:
190).
4) Percaya terhadap Adanya Kitab-kitab Allah
Rukun iman ketiga adalah percaya terhadap adanya Kitab-kitab
Allah. Selain kitab Alquran, umat Islam harus percaya dan mengakui kitab
Zabur yang diberikan kepada Nabi Daud, kitab Injil yang diberikan kepada
Nabi Isa, dan kitab Taurat yang diberikan kepada Nabi Musa. Alquran
adalah kitab yang diberikan kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman bagi
umat Islam. Pegangan umat Islam itu ada dua sumber, yaitu Alquran dan
Hadis Nabi. Alquran diwahyukan kepada Nabi Muhammad sebagai
pedoman umat. Dengan demikian, Alquran perlu dibaca, perlu diyakini, dan
isinya perlu diamalkan. Hal tersebut tampak dalam novel AAC. Kutipan
yang menunjukkan keharusan memercayai dan mengamalkan Alquran
dalam AAC tampak sebagai berikut.
Dan orang-orang pilihan Allah di dunia ini adalah mereka yang
disebut Ahlul Quran. Orangorang yang hatinya selalu terpatri pada
Alquran, mengimani Alquran, dan berusaha mengajarkan dan
mengamalkan isi Alquran dengan penuh keikhlasan. (AAC: 177).
Kutipan tersebut mengajak pembaca untuk menjadi ahli Alquran,
yaitu dengan membaca, mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan isi
Alquran. Dengan mengamalkan isi Alquran tersebut, berarti telah meyakini
tentang kebenaran isi Alquran. Kutipan lain, tentang anjuran membaca
Alquran, seperti tampak dalam kutipan-kutipan ini.
Orang-orang membaca Al-Quran di metro, di bis, di stasiun dan
terminal adalah pemandangan yang tidak aneh di Cairo. Apalagi
jika bulan puasa tiba. Al-Quran seakan berdengung di seluruh
penjuru kota Cairo. (AAC, 2005: 23).
”Bahkan jujur kukatakan, Alquran jauh lebih dimuliakan dan
dihargai daripada kitab suci lainnya. Ia lebih dihargai daripada
Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Pendeta J. Shillidy dalam
bukunya The Lord Jesus in Koran memberikan kesaksian seperti
itu. Dan pada kenyataannya tak ada buku atau kitab di dunia ini
yang dibaca dan dihafal oleh jutaan manusia setiap detik melebihi
Alquran. Di Mesircommit
saja ada
ribuan Ma’had Al Azhar. Siswanya
to user
ratusan ribu bahkan jutaan anak. Mereka semua sedang
89
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghafalkan Alquran. Karena mereka tak akan lulus dari Ma’had
Al Azhar kecuali harus hafal Aquran. Bahkan, aku saja, yang
seorang Koptik suka kok menghafal Alquran. Bahasanya indah dan
enak dilantunkan,” cerocosnya santai tanpa ada keraguan. (AAC:
10-11)
5) Keyakinan terhadap Adanya Akhirat
Nilai-nilai ajaran Islam yang terpancar dari rukun iman kelima yang
terdapat dalam AAC, yaitu tentang keyakinan terhadap adanya akhirat. Tentang
keyakinan terhadap akhirat ini dalam AAC digambarkan, seperti tampak dalam
kutipan-kutipan berikut ini.
Jika kita tidak bisa lama hidup bersama di dunia, maka insya Allah
kehidupan akhirat akan kekal abadi” (AAC: 361)
Ah, kalau tidak ingat bahwa kelak akan ada hari yang lebih panas
dari hari inidan lebih gawat dari hari ini. Hari ketika manusia
digiring di padang Mahsyardengan matahari hanya satu jengkal di
atas ubun-ubun kepala. (AAC: 7).
Lebih jelasnya lagi dalam AAC tentang akhirat itu dibahas secara
panjang lebar pada halaman 406--409 yang bercerita tentang adanya pintu
surga, yaitu Babush salat, yaitu pintu surga yang khusus untuk orang-orang
salat. Babur Rayyan,pintu khusus untuk orang-orang yang berpuasa. Babuz
Zakat, yaitu pintu khusus untuk orang-orang yang menunaikan zakat. Babut
Taubah, yaitu pintu khusus bagi orang-orang yang taubatnya diterima Allah.
Babur Rahmah adalah pintu surga bagi orang-orang yang mendapat rahmat
dari Allah.
6) Meyakini Adanya Takdir Allah
Nilai-nilai ajaran Islam yang dipancarkan dari rukun iman keenam,
yaitu meyakini adanya takdir Allah. Dalam AAC tentang keyakinan terhadap
adanya takdir bisa disimak, seperti tampak dalam kutipan ini.
Jika nyawaku akhirnya harus melayang dengan sedemikian
tragisnya, aku pasrah saja kepada Yang Mahakuasa. Aku teringat
Syaikh Utsman agar selalu menjaga keikhlasan menerima takdir
Illahi setelah berusaha sekuat tenaga.(AAC: 349)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90
digilib.uns.ac.id
Percaya kepada adanya takdir Allah atau dengan istilah lain percaya
terhadap adanaya qadar Allah. Qadar artinya ukuran atau ketetapan.
Maksudnya ialah wajib percaya bahwa nasib jelek atau baik yang menimpa
manusia sudah ada ukuran, ketetapan dan kehendak dari Allah. Tidak ada satu
pun yang bisa jadi baik atau jahat, hidup atau mati dan sebagainya, melainkan
dengan ketetapan yang telah ditetapkan dan ukuran yang telah diukur oleh
Allah.
b. Aspek-aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta Bersumber Rukun Islam
Nilai-nilai ajaran Islam yang terkandung dalam novel AAC yang
bersumber dari rukun Islam, yaitu (1) mengucapkan syahadatain, (2)
mengerjakan salat fardu, (3) mengeluarkan zakat, (4) mengerjakan puasa
Ramadan, dan (5) menunaikan ibadah haji Nilai-nilai ajaran Islam yang
terpancar dari rukun Islam yang terdapat dalam novel AAC dapat diuraikan
sebagai berikut.
1) Mengucapkan Dua Kalimah Syahadat (syahadatain)
Syahadatain adalah mengucapkan ”Asyhadu alla Ilaha Illallah
Waasyhadu Anna Muhammadar Rasulullah”, artinya “aku bersaksi tidak
ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah
utusan Allah”. Pengakuan terhadap adanya Allah dan pengakuan terhadap
Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah itu merupakan ketauhidan. Tentang
pentingnya mengucapkan dua kalimah Syahadat itu digambarkan dalam
novel AAC melalui tokoh Fahri. Fahri menjelaskan kepada Maria bahwa
untuk masuk surga itu harus mengucapkan dua kalimah Syahadat. Maria
adalah
pemeluk Kristen
Koptik. Untuk masuk Islam
diwajibkan
mengucapkan dua kalimah Syahadat, seperti halnya Maria, tampak dalam
kutipan AAC berikut ini.
”Maria dengarkan baik-baik! Nabi Muhammad Saw. telah
mengajarkan kunci masuk surga. dia bersabda, ”Barangsiapa
berwudlu dengan baik, kemudian mengucapkan: Asyahadu an laa
ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh
(aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi
commit toadalah
user hamba dan utusan- Nya) maka
sesungguhnya Muhammad
91
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan dibukakan delapan pintu surga untuknya dan dia boleh masuk
yang mana ia suka, ”(AAC: 408).
Berdasarkan keterangan di atas, maka nilai-nilai ajaran Islam yang
terdapat dalam AAC mengenai pentingnya mengucapkan dua kalimah
Syahadat. Kutipan itu menggambarkan bahwa barangsiapa akan masuk
Islam, maka diwajibkan baginya mengucapkan dua kalimah Syahadat.
Dengan mengucapkan dua kalimah Syahadat itu, maka akan dibukakan
pintu surga. Begitu juga dengan Maria, Fahri menyuruh Maria untuk
mengucapkan dua kalimah Syahadat. Dengan demikian, bagi orang yang
mengucapkan dua kalimah Syahadat tersebut akan masuk surga dan
diharamkan baginya masuk neraka.
2) Melaksanakan Salat Fardu (Wajib)
Nabi bersabda ”asholatu imaduddin”, artinya salat merupakan
tiangnya agama. Salat jika diumpakan dalam sebuah bangunan adalah
pondasinya. Kuat dan tegaknya sebuah bangunan bergantung pada
pondasinya itu. Begitu juga dalam agama Islam, kuat tidaknya seseorang
beragama Islam bergantung pada salatnya. Apabila salatnya baik, maka baik
pula agamanya, dan apabila salatnya rusak, maka rusak pula agamanya.
Mengapa demikian? Karena keislaman seseorang bisa diukur dari
pelaksanaan salatnya. Salat yang wajib dikerjakan dalam sehari semalam
sebanyak lima waktu, yaitu salat Duhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh.
Dalam salat itu akan dirasakan kebesaran Tuhan. Ketika sedang
melaksanakan salat, manusia merasa kecil di hadapan-Nya. Salat dimulai
dengan ucapan Takbir (Allahuakbar) yang mengagungkan kebesaran Allah.
Salat merupakan perwujudan bahwa manusia mengakui kebesaran Allah.
Permasalahan tentang salat tersebut tampak dalam novel AAC.
Novel AAC merupakan novel Islami yang di dalamnya sarat dengan pesan
ajakan salat. Ajakan salat tersebut oleh pengarang dituangkan dalam novel
ini melalui para tokohnya, terutama Fahri. Bahkan dalam novel ini salat
Fardu digambarkan melalui tokoh-tokohnya dimunculkan sejak cerita
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
92
digilib.uns.ac.id
dimulai sampai akhir cerita. Adapun sebagian kutipan yang menunjukkan
tentang salat Fardu, seperti tampak dalam kutipan berikut ini.
Kedamaian menjalari seluruh syaraf dan gelegak jiwa begitu
kuangkat takbir. Udara sejuk yang berhembus terasa mengelus-elus
leher dan mataku. Juga mengusap keringat yang tadi mengalir
deras. Aku merasa tenteram dalam elusan kasih sayang Tuhan
Yang Maha Penyayang. Dia terasa begitu dekat, lebih dekat dari
urat leher, lebih dekat dari jantung yang berdetak (AAC: 16).
Kutipan itu menggambarkan kedekatan manusia dengan Sang
Khalik. Manusia akan merasa dekat dengan Allah kalau manusianya mau
mendekatkan diri kepada-Nya. Untuk itu, manusia perlu beribadah kepada
Allah, yaitu dengan melaksanakan salat, seperti halnya tokoh Fahri. Kata
Takbir dalam kutipan itu menunjukkan sedang proses dalam salat. Setiap
salat, baik salat wajib maupun salat sunat selalu dimulai dengan Takbir dan
diakhiri dengan ucapan Salam. Takbir yaitu mengucapkan Allahuakbar,
artinya Allah Maha Besar. Ucapan Takbir itu adalah ucapan mengagungkan
Allah sehingga manusia merasa kecil dihadapan-Nya. Selain itu, gambaran
tokoh fahri yang melaksanakan salat Fardu yang lima waktu, yaitu salat
Magrib, salat Isya, salat Subuh, salat Duhur, dan salat Asar dalam AAC
seperti tampak dalam kutipan-kutipan sebagai berikut.
Seperti biasa, usai shalat Magrib berjamaah di masjid mkami
berkumpul di ruang tengah untuk makan bersama. Kali ini kami
hanya berempat. Masih kurang satu, yaitu Si Misbah. Ia belum
pulang. Ia masih di Wisma Nusantara yang menjadi sentral
kegiatan mahasiswa Indonesia. Gedung yang diwakapkan oleh
Yayasan Abdi Bangsa itu terletak di Rab’ah El- Adawea, Nasr
City. (AAC: 56)
Dalam sujud kumenangis kepada Tuhan, memohonkan rahmat
kesejahteraan tiada berpenghabisan untuk bunda, bunda, bunda dan
ayah tercinta. Usai salat Isya dan Witir aku tididur lagi Aku
bermimpi lagi. Bertemu ayah ibu, berpelukan dan menangis haru.
(AAC: 140).
Meskipun Cuma terlelap satu jam setengah, itu sudah cukup untuk
meremajakan seluruh syaraf tubuhku. Setelah satu rumah shalat
Subuh berjamaah di masjid, kami membaca Alquran bersama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93
digilib.uns.ac.id
Tadabbur sebentar, bergantia. Teman-teman sangat melestarikan
kegiatan rutin tiap pagi ini. (AAC: 68)
Aku melangkah mengambil air wudlu. Tadi pagi aku baru
membaca seperempat juz, aku harus menyelesaikan wiridku. Nanti
habis Zhuhur aku harus ke Shubra. Syaikh Utsman kurang
berkenan jika ada hafalan yang salah, meskipun satu huruf saja.
(AAC: 133)
Aku sampai di masjid Abu Bakar Shiddiq tepat saat azan Ashar
berkumandang. Seluruh tubuhku bergetar tidak seperti biasanya.
Keringat dinginku keluar. Aku tidak tahu shalatku kali ini khusuk
apa tidak. Yang jelas mataku basah. (AAC: 205)
Kutipan-kutipan dalam AAC tentang salat Fardu banyak sekali.
Kutipan di atas hanya dikutip berdasarkan urutan waktu salat yang
dilakukan tokoh Fahri. Dengan demikian, pengarang menegaskan tentang
pentingnya melaksanakan salat Fardu.
3) Mengeluarkan Zakat
Mengeluarkan zakat merupakan rukun Islam ketiga. Zakat dalam
agama Islam adalah sebagai pembersih harta yang dimiliki. Harta yang
dititipkan kepada manusia itu ada sebagian hak untuk orang lain. Dengan
mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki itu, berarti telah mengeluarkan
zakat yang berfungsi untuk membersihkan harta yang dimiliki. Masalah
zakat tersebut digambarkan dalam novel AAC melalui tokoh Aisha dan
suaminya, Fahri. Aisha menjelaskan bahwa dari perusahaan keluarganya itu
telah dikeluarkan zakatnya. Perusahaannya telah dinyatakan bersih karena
zakatnya telah dikeluarkan setiap bulan, seperti tampak dalam kutipan
berikut ini.
Sekarang semua perusahaan di bawah kontrol paman Akbar. Beliau
sosok yang berbakat dan profesional seperti kakek. Setiap bulan
laba bersih perusahaan diaudit. Maksudnya bersih, ya memang
benar-benar bersih setelah dipotong zakat dan pajak. (AAC: 273).
Novel AAC tersebut merupakan pesan pengarang melalui tokoh
Fahri dan Aisha kepada pembaca bahwa mengeluarkan zakat itu perlu.
Dengan demikian, nilai-nilai ajaran Islam dalam novel AAC tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
94
digilib.uns.ac.id
memberikan gambaran bahwa tentang harta yang dimiliki itu perlu
dikeluarkan zakatnya.
4) Melaksanakan Puasa Ramadan
Puasa merupakan ibadah sebagai penghambaan diri kepada Allah.
Dalam puasa itu manusia diuji ketakwaannya. Puasa merupakan ibadah
yang langsung berhubungan dengan Allah. Bisa saja umat Islam mengaku
berpuasa kepada orang lain padahal dirinya sebenarnya tidak berpuasa.
Ibadah puasa itu berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya, karena puasa itu
perlu kekuatan keimanan dan kekuatan jasmani (kesehatan). Puasa yaitu
menahan lapar dan haus selama seharian penuh. Tetapi tidak hanya
menahan lapar dan haus saja melainkan segala perbuatan dan tingkah laku
juga harus mencerminkan orang yang sedang berpuasa.
Masalah pentingnya berpuasa dalam bulan Ramadlan digambarkan
dalam novel AAC. Dalam AAC tentang perlunya melaksanakan puasa
Ramadlan disinggung hanya sekilas saja. Akan tetapi, cerita tentang
gambaran perlunya melaksanakan puasa di bulan Ramadlan dalam AAC
tersebut, menurut hemat penulis sangat tepat, karena puasa Ramadlan yang
terdapat dalam AAC itu bersamaan dengan cobaan yang dialami oleh tokoh
Fahri. Fahri harus mendekam di penjara bawah tanah karena fitnahan Noura
dan keluarganya. Menjalankan puasa di bulan Ramadlan tersebut bagi Fahri,
yang pada waktu itu berada di dalam penjara, tentu saja sangat berat. Akan
tetapi, dengan ketauhidan yang kuat, meskipun dalam penjara, keadaan
darurat, Fahri tetap menjalankan puasanya. Gambaran itu merupakan
spiritual Fahri yang sangat tinggi, karena disela-sela kesulitan itu masih bisa
melaksanakan ibadah puasa, seperti tampak dalam kutipan-kutipan berikut
ini.
Sore ini kita akan sedikit berbincang dan buka bersama. (AAC:
356)
Apalagi jika bulan puasa tiba. Al-Quran seakan berdengung di
seluruh penjuru kota Cairo. (AAC: 23)
Setengah tiga kamicommit
bangun,totahajud
user sebentar lalu sahur. (AAC: 321)
95
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dia juga minta umrah dan selama bulan puasa sampai hari raya ada
di tengah keluarga di indonesia. Akhirnya sepakat awal Ramadhan
pergi umrah, sepuluh hari di tanah suci dan langsung terbang ke
Indonesia. (AAC: 280)
Dua malam sebelum Ramadhan tiba. Rencana berangkat umrah
awal Ramadhan diundur satu minggu. (AAC: 303).
5) Menunaikan Ibadah Haji
Ibadah haji merupakan bentuk ibadah yang sudah ditentukan.
Ibadah ini diwajibkan kepada umat Islam yang telah mencapai Nisab. Nisab
adalah ukuran kepantasan apakah seseorang itu layak untuk menunaikan
ibadah haji atau tidak, baik layak berdasarkan fisik (kesehatan) maupun
layak berdasarkan keuangan (mampu). Apabila kedua syarat tersebut itu
tidak dimiliki oleh orang muslim, maka belum diwajibkan untuk beribadah
haji. Sebaliknya, kalau telah mencukup pesyaratan tersebut, maka
hukumnya wajib untuk menunaikan ibadah haji. Tentang ibadah haji itu
dalam AAC digambarkan, seperti terlihat dalam kedua kutipan ini.
Dia juga minta umrah dan selama bulan puasa sampai hari raya ada
di tengah keluarga di indonesia. Akhirnya sepakat awal Ramadhan
pergi umrah, sepuluh hari di tanah suci dan langsung terbang ke
Indonesia. (AAC: 280)
Dua malam sebelum Ramadhan tiba. Rencana berangkat umrah
awal Ramadhan diundur satu minggu. (AAC: 303).
Dari kedua kutipan itu tampak bahwa dalam AAC menyinggung
tentang ibadah haji. Permintaan ibadah haji oleh Fahri tersebut disetujui
oleh istrinya, Aisha. Rencana untuk Umrah pada awal Ramadhan
merupakan pengejawantahan Fahri dan Aisha dalam menjalankan Syariat
Islam, karena suami-istri tersebut memiliki kesehatan dan keuangan yang
cukup untuk melaksanakan ibadah haji. Dengan ibadah haji tersebut, berarti
Fahri dan Aisha telah menjalankan ibadah kepada Allah dengan maksud
untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
1. Struktur Novel Ayat-ayat Cinta
a. Tema
Tema dari novel ini adalah percintaan. Esensi cinta dalam novel AAC
adalah cinta terhadap Tuhan. Cinta tersebut kemudian dijabarkan ke dalam
berbagai macam perwujudan cinta, yakni: (1) cinta terhadap Allah; (2)
cinta terhadap lawan jenis; dan (3) cinta terhadap sesama.
b. Tokoh dan penokohan
Novel AAC mengisahkan cinta antara seorang pria yakni tokoh utama
Fahri dan empat wanita yakni Aisyah, Maria, Noura, dan Nurul. Selain
tokoh-tokoh utama tersebut, jalinan cerita pada novel tersebut juga
menceritakan tokoh-tokkoh tambahan lainnya seperti: Novel Ayat-Ayat
Cinta menampilkan beberapa tokoh, diantaranya: Syaikh Ahmad
Taqiyyuddin, syaikh Utsman Abdul Fattah, Bahadur Gounzouri, Tuan
Boutros Rafael Girgis, Madam Nahed, Yousef, teman-teman Fahri satu
flat (Rudi, Hamdi, Syaiful, Mishbah), Eqbal Hakan Erbakan, Sarah, Prof.
Dr. Abdul Rauf Mansour, Ismail, Ahmad, Haj Rashed, Marwan, Prof. Dr.
Abdul Gafar Ja’far, ridha Sahata, Hosam, Maghdi, Elena Hashim, Polisi,
Tuan Adel, Madame Yasmin, Suzan, dan Mona.
c. Alur
Secara garis besar, alur dalam novel AAC menggunakan alur progresif
atau maju. Namun, tidak jarang ditemui pula alur mundur/flash back. Alur
ini
digunakan
pengarang
untuk
mengisahkan
memperkenalkan tokoh-tokoh dalam novel tersebut.
commit to user
96
masa
lalu
dan
97
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Latar
Latar atau setting dalam novel AAC adalah di Mesir. Sebagian besar
peristiwa cerita di dalam novel tersebut terjadi di Mesir. Peristiwa tersebut
terjadi antara tahun 2002-2003.
e. Sudut pandang
Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang adalah sudut pandang
orang pertama sebagai pelaku utama. Sudut pandang ini biasa disebut
sebagai sudut pandang akuan.
f. Bahasa
Bahasa dalam novel AAC terdiri dari beberapa bahasa, yakni bahasa
Indonesia, Arab, Inggris, dan Jerman.
2. Aspek-aspek Religius dalam Novel Ayat-ayat Cinta
a. Aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta Bersumber pada Rukun Iman
Nilai-nilai keislaman pada novel AAC bersumber pada rukun
iman di dalam Islam meliputi (1) percaya kepada Allah, (2) percaya
terhadap adanya para malaikat Allah, (3) percaya terhadap kitab-kitabNya, (4) percaya terhadap Rasul-rasul-Nya, (5) percaya terhadap adanya
hari kiamat, dan (6) percaya pada adanya takdir yang baik dan buruk.
b. Aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta Bersumber pada Rukun Iman
Nilai-nilai ajaran Islam yang terkandung dalam novel AAC yang
bersumber dari rukun Islam, yaitu (1) mengucapkan syahadatain, (2)
mengerjakan salat fardu, (3) mengeluarkan zakat, (4) mengerjakan puasa
Ramadan, dan (5) menunaikan ibadah haji.
B. Implikasi
Novel Ayat-ayat Cinta merupakan salah satu novel yang bertemakan
kesetaraan percintaan. Pengarang pada novel ini menampilkan sudut pandang
yang beda terhadap cinta. Berdasarkan hukum Islam, yang diangkat cinta yang
hakiki diartikan cinta terhadap Tuhan/Allah. Cinta tersebut kemudian dijabarkan
kedalam berbagai bentuk cinta.
commit to user
98
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Novel AAC merupakan novel yang bermuatan Islami. Pada cerita novel
tersebut segala perilaku tokoh-tokohnya di dasarkan pada hukum agama Islam.
Novel tersebut bukan hanya sebagai sarana hiburan, namun juga digunakan
sebagai sarana dakwah. Hal ini dikarenakan dalam novel tersebut pengarang
banyak menyampaikan nilai-nilai yang bermanfaat dan membangun akhlak.
Pada pembelajaran bahasa Indonesia, novel tersebut dapat dijadikan
sebagai bahan ajar. Pemanfaatan novel tersebut sebagai bahan ajar disesuaikan
dengan kompetensi dasar,standar kompetensi, indikator, dan tema pembeljaran.
Novel AAC memiliki unsur yang lengkap sebagai sebuah karya sastra disamping
memiliki nilai estetis sebagai salah satu novel kategori best seller, novel tersebut
mengandung nilai-nilai yang mendidik.
C. Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diberikan
beberapa saran sebagai berikut ini.
1. Bagi Pembaca
a. Setelah membaca novel Ayat-ayat Cinta, hendaknya pembaca mampu
memahami aarti cinta yang sebenarnya.
b. Novel Ayat-ayat Cinta merupakan novel yang mengangkat aspek-aspek
keagamaan, maka setelah membaca novel tersebut seharusnya pembaca
lebih memahami dan menyadari bagaimana seharusnya menjadi orang
yang beragama.
c. Pembaca dapat lebih menghargai perempuan.
d. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia dalam menyampaikan novel Ayat-ayat
Cinta sebagai materi pembelajaran dapat mengolaborasikannya dengan
film layar lebar yang diangkat dari novel tersebut agar siswa semakin
tertarik dan mampu mencapai indikator yang ditentukan.
2. Bagi Pengarang
Lahirnya novel Ayat-ayat Cinta diharapkan mampu menjadi sumber inspirasi
bagi lahirnya karya-karya sastra yang bernafaskan Islami berikutnya.
commit to user
Download