HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANGTUA DAN ANAK DENGAN SIBLING RIVALRY PADA MASA KANAK-KANAK PERTENGAHAN OLEH CYNTHIA MATINDAS 802010088 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014 HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANGTUA DAN ANAK DENGAN SIBLING RIVALRY PADA MASA KANAK-KANAK PERTENGAHAN Cynthia Matindas Ratriana Y. E. Kusumiati Heru Astikasari S.Murti Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal orangtua dan anak dengan sibling rivalry pada masa kanak-kanak pertengahan. Penelitian ini dilakukan pada 30 anak yang berada masa kanak-kanak pertengahan melalui incidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala Interpersonal Communication Inventory dan skala sibling rivalry. Hubungan antara komunikasi interpersonal orangtua dan anak dengan sibling rivalry diuji dengan korelasi Pearson Product Moment. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar -0,411 dengan nilai signifikansi 0,012 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak dengan sibling rivalry pada masa kanakkanak pertengahan. Kata kunci : komunikasi interpersonal, persaingan saudara kandung Abstract This study aimed to determine the relationship between parent and child interpersonal communication with sibling rivalry in middle childhood age. This study was conducted towards 30 children who were middle childhood age through incidental sampling. Data collected by using Interpersonal Communication Inventory and sibling rivalry scale. The relationship between parent and child interpersonal communication with sibling rivalry tested with Pearson Product Moment Correlation. The correlation coefficient obtained is at 0,411 with a significance value of 0,012 (p<0,05), so it can be concluded that there is a significant negative relationship between interpersonal communication between parent and child with sibling rivalry in middle childhood age. Keywords : interpersonal communication, sibling rivalry 1 PENDAHULUAN Sebagian besar anak tumbuh bersama dengan setidaknya satu saudara kandung (Volling & Blandon, 2003). Hubungan saudara kandung (sibling relationship) merupakan suatu hubungan yang penting karena di dalam sibling relationship terdapat ikatan emosional yang terpenting kedua setelah hubungan antara orangtua dan anak. Ikatan emosional yang ada pada kakak beradik terbentuk karena sibling relationship merupakan hubungan terlama daripada hubungan yang lainnya dalam keluarga (Rivers & Stoneman, 2003). Bank dan Kahn (dalam Nandwana & Katoch, 2009) mengatakan sibling relationship ini merupakan hubungan yang paling memengaruhi dan membentuk pengalaman hidup seseorang karena hubungan dengan orang tua menghabiskan waktu 40-50 tahun, tetapi sibling relationship dapat menghabiskan waktu 60-80 tahun. Bagi anak pertama, sibling relationship diawali ketika lahirnya adik dalam keluarga. Kehadiran adik dapat menimbulkan pengalaman yang beragam dalam diri setiap anak. Kehadiran adik dapat menjadi teman baru bagi anak pertama, sikap saling berbagi akan muncul dalam diri anak dan kakak-adik tersebut bisa saling belajar untuk mengembangkan kemampuan sosial mereka (Ferrer & McCrea, 2002). Interaksi antar saudara kandung akan menghasilkan hubungan yang saling memengaruhi perkembangan satu sama lain, terutama pada perkembangan sosial dan kognitif (Dunn dalam Thompson, 2004). Dalam sibling relationship, seseorang akan membentuk dan mengembangkan identitas diri, konsep diri, keterampilan sosial, persahabatan dan rasa saling mendukung (Rivers & Stoneman, 2003; Furman et al dalam Brereton, 2011). Boer dkk (2002), mengatakan dalam hubungan antar kakak beradik seringkali muncul kombinasi perasaan sayang dan benci. Carlson (dalam Baron & Byrne, 2005) menjelaskan bahwa 2 hubungan saudara pada anak meliputi menolong, berbagi, mengajari, berkelahi dan bermain. Anak-anak bisa bertindak sebagai dukungan emosional, saingan, dan mitra komunikasi. Tidak hanya hal positif saja yang dapat ditimbulkan oleh kehadiran adik. Kehadiran anak kedua dapat dihubungkan dengan penurunan jumlah dan sikap positif dari interaksi orangtua dengan anak pertamanya (Baydar et al dalam Vasta et al, 2004). Penurunan interaksi orangtua dengan anak pertamanya disebabkan karena orangtua harus membagi perhatiannya kepada adik yang baru lahir. Situasi seperti ini akan menimbulkan sibling rivalry pada anak yang lebih tua. Sibling rivalry adalah semangat kecemburuan, kompetisi atau kemarahan antar kakak dan adik yang dimulai sejak kelahiran adik dalam keluarga (Shaffer, 2002). Sibling rivalry merupakan hal yang umum dan rutin terjadi pada anak yang tumbuh dalam keluarga (Molgaard, 1997), namun juga merupakan hal yang menjadi perhatian orangtua dengan dua anak atau lebih (Boyse, 2007). Sibling rivalry adalah suatu persaingan di antara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau cinta kasih orangtua. Lebih lanjut dikatakan bahwa sikap orangtua “pilih kasih” dapat menyebabkan kebencian antar saudara kandung. Sikap demikian dapat menimbulkan rasa iri hati dan permusuhan yang memengaruhi hubungan antar saudara kandung dengan munculnya berbagai pertentangan dengan saudara kandung. Perasaan iri yang diwarnai perselisihan mengakibatkan sibling rivalry (Kartono & Gulo, 2000). Brody (1998) memaparkan dengan memiliki saudara, anak-anak juga mungkin diperlakukan berbeda oleh orang tua mereka. Priatna dan Yulia (2006) dalam bukunya menjelaskan bahwa kadang-kadang rasa benci antar saudara kandung ditimbulkan oleh 3 orangtua sendiri, seperti sikap membanding-bandingkan antara anak yang satu dengan anak yang lain atau sikap orang tua yang pilih kasih. Mereka kadang harus berkompetisi, karena hanya ada satu ayah dan satu ibu untuk dua atau tiga anak bahkan lebih. Kecemburuan, kompetisi dan pertengkaran antar saudara kandung merupakan hal yang umum terjadi di keluarga, namun apabila ketiga hal tersebut terus menerus terjadi, dapat membawa keluarga kepada situasi yang berbahaya dan perlu untuk segera diatasi (Molgaard, 1997). Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa tingginya tingkat konflik dan persaingan pada hubungan saudara kandung memiliki potensi munculnya masalah penyesuaian diri (Bandura, 1977). Semua anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang sama porsinya. Sikap orangtua yang menimbulkan rasa benci dan rasa kompetisi dalam diri anak salah satunya dengan bagaimana cara orangtua berkomunikasi antarpribadi (face to face) dengan anak. Terkadang orangtua tidak sadar bahwa perkataan yang diucapkan dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam diri anak. Maksud orangtua berniat untuk memotivasi namun dinilai anak seperti membandingkan dengan saudara kandung yang akhirnya justru memicu terjadinya sibling rivalry (Priatna & Yulia, 2006). Kecemburuan yang muncul dengan alami dalam diri seorang anak ketika dirinya merasa bukan sebagai penerima perhatian dan kasih sayang orang tua secara eksklusif. Persaingan antar saudara bisa menjadi suatu hal yang sehat karena melalui persaingan itu, anak menemukan cara untuk mengetahui keunikan dirinya, mendapatkan penghargaan tersendiri, dan perbandingan dengan saudara kandungnya menawarkan kesempatan bagi anak untuk menemukan apa yang membuat dirinya istimewa dan menjadi diri sendiri. Namun disisi lain, sibling rivalry dapat menjadi suatu hal yang merusak ketika sikap yang ditunjukkan orangtua memunculkan indikasi 4 menganakemaskan salah satu anak (Caprio & Caprio, 1968). Sejalan dengan pernyataan Caprio dan Caprio, Brooks (2011) juga menjelaskan jika orangtua tidak benar dalam berkomunikasi dengan anak, dalam hal ini cara berkomunikasi orangtua kepada anak yang mengindikasikan menganakemaskan salah satu anak, maka sibling rivalry akan semakin runcing. Sebagai akibatnya, pada masa dewasa anak-anak ini akan melanggar aturan-aturan yang berlaku. Namun, bila hubungan yang dibangun oleh orangtua kepada anak-anaknya bersifat positif, maka akan menjalin hubungan saudara kandung yang positif juga. Brooks mengatakan bahwa bila anak diperlakukan orangtua secara positif dan adil, maka saudara kandung akan memiliki hubungan yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Connidis (dalam Wallace,2012) menunjukkan kualitas sibling relationship saat kanak-kanak memiliki pengaruh pada hubungan kakak beradik pada saat dewasa sebagai ikatan emosional yang mendalam yang tidak tampak saat berada pada masa kanak-kanak. Pada usia kanak-kanak pertengahan, anak menghabiskan waktu lebih banyak dengan saudara kandungnya dibandingkan dengan masa awal hidup mereka dengan demikian sibling relationship cenderung meningkat dan beragam pada anak-anak di usia tersebut (Thompson, 2004). Dunn dan TamroutiMakkink dkk (dalam Berk, 2012) pun juga memaparkan bahwa sibling rivalry cenderung meningkat di masa kanak-kanak pertengahan yakni pada rentang usia 6-12 tahun. Hal ini dikarenakan anak mulai beraktivitas dan berprestasi baik di sekolah maupun di lingkungan sekitarnya, dan orangtua mulai membandingkan anak yang satu dengan yang lain. Selain itu, anak dengan rentang usia yang berdekatan masuk ke dunia sekolah, maka perbandingan orangtua terhadap anak mereka semakin sering dilakukan dan hasilnya anak menjadi lebih suka bertengkar, saling bermusuhan dan susah untuk saling menyesuaikan diri (Berk, 2012). 5 Agresi dan dominansi lebih banyak terjadi dalam hubungan saudara berjenis kelamin sama daripada hubungan saudara yang berjenis kelamin berbeda (Minnet, Vandell, dan Santrock dalam Santrock, 2007). Jenkins, Rasbash, dan O’Connor (dalam Berk, 2012) mengatakan bahwa para saudara kandung yang berjenis kelamin sama dan umurnya berdekatan, kebanyakan orangtua akan semakin sering melakukan pembandingan, sehingga menimbulkan lebih banyak pertengkaran dan antagonisme serta penyesuaian yang buruk. Penulis melakukan wawancara pada tanggal 4 Mei 2014 terhadap seorang kakak perempuan (12 tahun) yang memiliki adik perempuan (10 tahun). Wawancara yang dilakukan adalah bagaimana hubungan mereka dengan orangtua lalu mengenai apa yang mereka rasakan dan pikirkan ketika orangtuanya memuji salah satu dari mereka. Hubungan orangtua dan anak terjalin dengan baik, ibu dan ayah meluangkan waktu bersama anak-anaknya. Kakak perempuan mengatakan ketika orangtua memuji adik, dan si kakak merasa bahwa pujian itu layak untuk adiknya maka si kakak cenderung dapat menerima pujian itu dan tidak merasa ingin bersaing dengan adiknya untuk menjadi yang lebih baik dari adiknya. Sementara itu, adik perempuan mengatakan ketika orangtuanya memuji si kakak, pada awalnya si adik perempuan cenderung berkecil hati namun setelah orangtuanya menjelaskan mengapa kakaknya dapat melakukan hal ini sedangkan ia tidak, pelan-pelan ia dapat menerima pujian yang dilontarkan oleh orangtua kepada si kakak. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Lastasia (2005) yang membuktikan bahwa adanya hubungan negatif signifikan antara komunikasi antara orangtua dan anak dengan persaingan antar saudara kandung. Komunikasi efektif artinya ketika si pengirim pesan menerima feedback positif dari si penerima pesan dan diantara mereka terjalin hubungan interpersonal yang 6 baik yang dapat diperlihatkan dengan adanya keterbukaan, kepercayaan, saling menghargai dan saling pengertian. Hal berbeda ditemukan penulis saat melakukan pengamatan terhadap sepasang kakak beradik perempuan yang berusia 16 dan 12 tahun ketika sedang bersama orangtuanya. Adik perempuan cenderung lebih tertutup, sedangkan kakak perempuan cenderung lebih terbuka. Selain itu yang nampak adalah ketika orangtua memberikan respon kepada prestasi belajar kakak beradik ini. Ketika orangtua memberikan respon positif terhadap prestasi belajar mereka karena mereka sama-sama mendapatkan hasil yang baik, si adik justru menunjukkan kekesalannya dengan masuk ke kamarnya dan berdiam diri. Peneliti menemukan bahwa sibling rivalry dan komunikasi interpersonal merupakan dua hal yang penting dalam keluarga dan belum banyak diteliti. Berdasarkan pemaparan teori dan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak memiliki hubungan terhadap sibling rivalry pada masa kanak-kanak pertengahan. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sibling Rivalry Sibling rivalry menurut Shaffer (2002) adalah semangat kompetisi, kecemburuan atau kemarahan kakak dan adik yang dimulai sejak kelahiran adik dalam keluarga. American Psychological Association (APA, 2007) menjelaskan sibling rivalry adalah kompetisi antar saudara kandung untuk mendapatkan perhatian, pengakuan, dan kasih sayang dari salah satu atau kedua orangtua atau untuk penghargaan lainnya, misalnya dalam bidang olahraga atau prestasi di sekolah. Dengan demikian pengertian sibling rivalry adalah suatu kondisi tidak terelakkan dalam sebuah keluarga dalam 7 bentuk kompetisi, kecemburuan antar anak dalam sebuah keluarga untuk merebut perhatian, kasih sayang serta penghargaan dari salah satu atau kedua orangtua. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Sibling Rivalry Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya sibling rivalry (Hurlock, 1996; Sawicki, 1997; Mussen, 1994) diantaranya : a. Sikap orangtua Sikap orangtua terhadap anak dipengaruhi oleh sejauh mana anak mendekati keinginan dan harapan orangtua serta sikap anak terhadap anak yang lain dan terhadap orangtuanya. Sikap orangtua yang tampak menyukai salah satu anak daripada yang lain dapat menimbulkan perasaan bahwa orangtua pilih kasih dan hal itu menimbulkan rasa benci dalam sibling relationship. Sawicki (2007) juga mengungkapkan bahwa tingkah laku orangtua, dukungan, serta gaya komunikasi orangtua dapat memengaruhi besarnya sibling rivalry yang terjadi pada anak. b. Urutan kelahiran Pada keluarga yang memiliki anak lebih dari satu, semua anak diberi pesan sesuai dengan urutan kelahiran, tetapi jika peran yang diberikan itu tidak sesuai dengan diri anak maka ada kemungkinan besar untuk terjadinya perselisihan. c. Jenis kelamin saudara kandung Keluarga yang memiliki anak-anak dengan kombinasi perempuan dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki akan lebih banyak mengalami konflik karena iri hati dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai anak dengan kombinasi perempuan dengan laki-laki. 8 d. Perbedaan usia Perbedaan usia antar saudara yang besar, baik jika anak berjenis kelamin sama atau berbeda akan menimbulkan hubungan yang lebih ramah, kooperatif dan kasih mengasihi. Jika perbedaan usia antar saudara kecil, maka cenderung meningkatkan sibling rivalry. e. Jumlah saudara Jumlah saudara kandung juga ikut berpengaruh terhadap sibling relationship, karena dalam keluarga dengan jumlah anak yang banyak dan sedikit, memiliki intensitas hubungan yang berbeda. Jumlah saudara yang banyak cenderung akan menyebabkan perselisihan daripada jumlah saudara yang sedikit. f. Jenis disiplin Sibling relationship tampak lebih rukun jika orangtua menggunakan disiplin otoriter dibandingkan dengan disiplin permisif. Disiplin demokratis dapat mengatasi sebagian kekacauan akibat disiplin permisif walau tidak sebesar dampak disiplin otoriter. g. Kepribadian dan temperamen anak Anak yang lebih aktif dan impulsif cenderung akan mempunyai masalah tingkah laku dan akan berhubungan dengan banyaknya kecemburuan, pertengkaran serta konflik dengan saudara (Boer, 2002; Brody, 1998). Namun, Sawicki (1997) menambahkan bahwa tidak semua anak dengan temperamen yang tinggi memiliki konflik dengan saudaranya. h. Pengaruh orang luar Orang di luar keluarga dapat berpengaruh terhadap hubungan antara saudara kandung di dalam keluarga. Pengaruh itu dapat timbul melalui kehadiran 9 orang luar, tekanan orang luar terhadap anggota keluarga dan tindakan membandingkan anak-anak yang dilakukan oleh orang luar. Ciri-Ciri Adanya Kecenderungan Sibling Rivalry Ciri-ciri yang nampak dari kecenderungan adanya sibling rivalry (Brisbane, 1994; Foster dalam Jersild, 1995; Sawicki, 1997) adalah : a. Agresif : anak mengekspresikan perasaan agresi secara terbuka melalui ucapan langsung dan penyerangan fisik baik kepada orangtua maupun saudara kandung. Sikap tersebut dapat berupa memukul, menendang, mendorong, menggigit saudara kandung, tidak mau mengalah, membantah orang tua. b. Tingkah laku mencari perhatian orangtua : anak seringkali mengungkapkan secara verbal dan fisik untuk mendapat perhatian dari orangtua. Tingkah laku tersebut dapat berupa mengadukan dan mengkritik perbuatan saudara kandungnya, mencari pembelaan dari orangtua, selalu mencari pertolongan dari orangtua, senang membicarakan kejelekan saudara kandungnya, dan bisa juga berperilaku yang sebaliknya seperti misalnya menjadi seorang anak yang sangat penurut dan patuh agar mendapat pujian dari orangtua. c. Kemunduran tingkah laku : penurunan tingkah laku ini umumnya bersifat sementara dimana seorang anak meminta perlakuan yang sama seperti yang dialami oleh saudara kandung mereka. Hal ini misalnya seorang anak menunjukkan rasa takut yang semula sudah dapat mereka atasi secara mandiri, penurunan tingkah laku dalam hal belajar agar juga mendapat bantuan dari orangtua. d. Adanya rasa cemburu dalam sibling relationship : dalam sibling relationship, rasa cemburu ini didefinisikan sebagai rasa kehilangan atau ancaman akan kehilangan 10 sesuatu yang berharga karena orang lain/rival (Thompson, 2004). Anderson (2006) mengungkapkan ada beberapa cara anak dalam merespon kecemburuan yang dialaminya yaitu dengan berusaha mencampuri hubungan saudara mereka dengan orang lain, mencari dukungan dari pihak lain, mengatakan hal buruk mengenai saudara mereka, menghindari situasi sosial, mengembangkan sumber lain yang membuatnya bahagia, seperti asyik bermain dengan mainannya, menghabiskan waktu lebih banyak dengan bermain bersama teman. Definisi Komunikasi Interpersonal Webster New Collogiate Dictionary menjelaskan komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu-individu melalui sistem lambanglambang, tanda-tanda atau tingkah laku (dalam Riswandi, 2013). Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua atau tiga orang dengan jarak fisik yang sangat dekat, bertatap muka, umpan balik berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta memiliki tujuan (Liliweri, 2007). Effendy (dalam Kusnarto & Saifudin, 2010) mengungkapkan komunikasi interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku karena komunikasi interpersonal umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face). Kontak pribadi (personal contact) akan terjadi ketika berkomunikasi tatap muka dan akan langsung mendapatkan umpan balik langsung (immediate feedback). Karakteristik Komunikasi Interpersonal Pearson mengemukakan enam karakteristik komunikasi interpersonal, sebagai berikut (dalam Riswandi, 2013) : 11 a. Komunikasi interpersonal dimulai dalam diri pribadi/self Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pengamatan dan pemahaman berangkat dari dalam diri kita, artinya dibatasi oleh siapa diri kita dan bagaimana pengalaman kita. b. Komunikasi interpersonal bersifat transaksional Anggapan ini mengacu pada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan. c. Komunikasi interpersonal mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi Artinya, komunikasi yang terjadi tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga melibatkan siapa partner komunikasi kita dan bagaimana hubungan kita dengan partner kita. d. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihakpihak yang berkomunikasi. e. Komunikasi interpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan yang lainnya (interdependen) dalam proses komunikasi. f. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang (irreversible) Jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada partner komunikasi kita, kita mungkin dapat minta maaf. Tetapi itu tidak berarti menghapus apa yang pernah kita ucapkan (to forgive, but not to forget). Dimensi Komunikasi Interpersonal Millard J. Bienvenu (1987) membentuk sebuah alat inventori komunikasi interpersonal yaitu ICI (Interpersonal Communication Inventory) yang digunakan untuk mengukur pola, karakteristik, gaya komunikasi interpersonal. ICI ini dapat digunakan 12 sebagai alat konseling pernikahan, konseling orangtua-anak, komunikasi kelompok kecil, metode mengajar, bahan tambahan dalam wawancara, dll. Berikut dimensidimensi komunikasi interpersonal yang diungkap oleh Bienvenu (1976) : a. Self-disclosure (keterbukaan diri) Komunikasi yang efektif dapat terjadi jika seseorang mau berbicara jujur tentang perasaan dan ide-idenya. Mann and Murphy (dalam Bienvenu & Steward, 1976) menjelaskan bahwa pengungkapan diri pembicara cenderung menyebabkan reaksi yang lebih positif dan keterbukaan diri dari penerima. b. Awareness (kesadaran) Aspek ini mengungkap kesadaran diri ketika berkomunikasi yakni reaksi dan bahasa tubuh dari orang lain, dan kesadaran tentang bagaimana yang dirasakan oleh orang lain (empati). c. Evaluasi dan penerimaan umpan balik Aspek ini mengungkap penerimaan kritikan, perbedaan pendapat, mengakui kesalahan, melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain, dan mendiskusikan kesimpulan. d. Self-expression (ekspresi diri) Aspek ini mengungkap bagaimana kemampuan seseorang menyampaikan dan menunjukkan dirinya sendiri. e. Attention (perhatian) Di dalam aspek ini terdapat kemampuan mendengarkan yang didalamnya mengungkap kemampuan untuk menyimak dan berkonsentrasi penuh terhadap apa yang sedang dikatakan oleh lawan bicara. 13 f. Coping with feelings (menghadapi perasaan) Pada aspek ini menunjukkan kedalaman dan ketajaman perasaan yang lebih daripada aspek ekspresi diri. Sangat mungkin bahwa banyak orang yang mampu menyampaikan dan menyatakan pendapatnya memiliki kesulitan menghadapi emosi dan sakit hati, kesalahan, serta mengakui mereka bersalah akan suatu hal. g. Clarity (kejelasan) Dalam berkomunikasi sangat penting untuk memastikan pemahaman secara akurat sehingga tidak ada kesalahpahaman. Kesalahan dalam mengerti maksud pikiran dan perasaan seseorang merupakan salah satu bentuk komunikasi yang tidak efektif. h. Avoidance (menghindar) Kurangnya ketertarikan terhadap lawan bicara dan kegagalan untuk menghadapi lawan bicara dengan melukai perasaan dapat dianggap sebagai salah satu cara untuk menghindari berkomunikasi. i. Dominance (dominansi) Aspek ini mengungkap apakah rasa agresif seseorang untuk mendominasi percakapan yang diwujudkan dalam bentuk memiliki keinginan untuk lebih banyak berbicara dan membiarkan lawan bicara menyelesaikan perkataannya sebelum memberikan respon. j. Handling differences (menangani perbedaan) Aspek ini mengungkap apakah seseorang puas dengan cara yang dipakainya untuk menangani perbedaan pendapat dengan lawan bicara dan apakah seseorang merajuk untuk waktu yang lama ketika marah kepada lawan bicara. 14 k. Perceived acceptance (merasa diterima) Aspek ini mengungkap apakah seseorang merasa kurang dimengerti dan diterima oleh lawan bicara ketika berkomunikasi. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Orangtua dan Anak dengan Sibling Rivalry pada Masa Kanak-kanak Pertengahan Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua atau tiga orang dengan jarak fisik yang sangat dekat, bertatap muka, umpan balik berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta memiliki tujuan (Liliweri, 2007). De Vito (dalam Liliweri) mengungkapkan komunikasi interpersonal dinilai efektif ketika dalam komunikasi tersebut terdapat beberapa hal yang berhasil diwujudkan, diantaranya keterbukaan, empati, kedekatan hubungan, kemampuan mengekspresikan pemikiran dan perasaan. Sibling rivalry adalah suatu kondisi tidak terelakkan dalam sebuah keluarga dalam bentuk kompetisi, kecemburuan antar anak dalam sebuah keluarga untuk merebut perhatian, kasih sayang serta penghargaan dari salah satu atau kedua orangtua. Menurut Hurlock, salah satu faktor yang memengaruhi terbentuknya sibling rivalry adalah sikap orangtua. Bagi orangtua yang memiliki anak lebih dari satu pasti sebagian besar mengalami permasalahan sibling rivalry ini, orangtua susah menentukan sikap ketika anak mulai bertengkar, adu mulut, mau menang sendiri, saling menyalahkan, dan pada akhirnya mencari pembelaan kepada orangtua. Orangtua yang salah dalam mengambil sikap dalam permasalahan ini justru akan membuat permusuhan antar kakak beradik semakin menjadi. Penelitian yang dilakukan oleh Brody (2004) menunjukkan bahwa anak-anak melihat sikap orangtua mereka dan perlakuan orangtua kepada saudara kandungnya sebagai barometer penilaian diri mereka apakah mereka dicintai, ditolak, 15 dianggap atau tidak, dan persepsi mereka tentang perilaku orangtua yang membedakan dapat berpengaruh buruk pada sibling relationship. Sawicki (2007) mengungkapkan gaya komunikasi antara orangtua dan anak dapat memengaruhi besar kecilnya sibling rivalry yang terjadi. Ketika antara kakak beradik saling menyalahkan satu sama lain, kebanyakan orangtua mengatakan apa yang dirasakan orangtua saja seperti misalnya orangtua berkata seharusnya kakak tidak boleh memarahi adik atau sebaliknya. Orangtua seharusnya membuat anak tahu bahwa orangtua mengetahui bagaimana kemarahan si anak. Dengan begitu akan membuat anak menjadi lebih baik, lebih dimengerti dan bahkan antar kakak beradik akan memiliki hubungan yang lebih baik lagi (Oesterreich, 2007). Sejalan dengan yang diungkapkan Effendy (dalam Kusnarto & Saifudin, 2010) bahwa komunikasi interpersonal yang efektif adalah ketika hasil komunikasi tersebut dapat mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikasi. Dengan berkomunikasi interpersonal, orangtua akan tahu apa yang dikerjakan anak, apa yang dirasakan anak, masalah apa yang dihadapi anak, apa yang disukai dan tidak disukai anak. Hubungan orangtua dan anakpun akan terjalin harmonis, orangtua bisa mengerti anaknya dan begitu pula sebaliknya, sehingga masing-masing pihak merasa puas dan sibling rivalry dapat dihindari. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal yang efektif antara orangtua dan anak dapat memengaruhi sibling relationship yakni akan terjalin hubungan yang harmonis dimana antara orangtua dan anak dapat saling mengerti satu sama lain sehingga tidak ada kesalahpahaman yang dapat memperbesar sibling rivalry dalam keluarga. 16 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada korelasi negatif antara komunikasi interpersonal orangtua dan anak dengan sibling rivalry pada masa kanakkanak pertengahan. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak yang memiliki saudara kandung berjenis kelamin sama yang sedang berada di masa kanak-kanak pertengahan. Selanjutnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 anak. Pengambilan sampel menggunakan teknik incidental sampling, yaitu dengan cara menentukan subjek dimana saja ketika subjek ditemui dengan ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam penelitian ini, karakteristik subjeknya adalah anak-anak yang berada pada usia kanak-kanak pertengahan (6-12 tahun), memiliki saudara kandung berjenis kelamin sama yang selisih usianya antara 1-4 tahun dan tinggal bersama orangtua. Untuk memperoleh data dari penelitian ini, peneliti menggunakan 2 skala yaitu sibling rivalry dan komunikasi interpersonal. Pengambilan data menggunakan try out atau uji coba terpakai yang berarti data dari subjek yang digunakan untuk try out juga digunakan untuk penelitian. Skala sibling rivalry dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan ciriciri adanya sibling rivalry menurut Brisbane (1994), Foster (dalam Jersild, 1995) dan Sawicki (1997). Skala sibling rivalry terdiri dari 28 item pertanyaan yang tersusun dari empat ciri-ciri adanya sibling rivalry yaitu agresif, tingkah laku mencari perhatian orangtua, kemunduran tingkah laku, dan rasa cemburu. Skala ini memiliki empat tingkatan jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat 17 Tidak Sesuai). Untuk item favorable diberi nilai sebagai berikut : SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2, STS diberi nilai 1. Dan untuk item unfavorable adalah kebalikannya, yaitu SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2, TS diberi nilai 3, STS diberi nilai 4. Skala ini memiliki nilai reliabilitas atau Alpha sebesar 0,884. Tabel 1 Item Valid dan Gugur pada Skala Sibling Rivalry NO. ITEM CIRI-CIRI FAVORABLE 3*, 5, 6, 16 Agresif Tingkah laku mencari 7*, 12*, 13 perhatian orangtua 20* Kemunduran tingkah laku 21, 24, 25, 26, 28 Rasa cemburu TOTAL ITEM VALID Ket: UNFAVORABLE 1, 2, 4* 8, 9, 10,11, 15, 14, 18* 17*, 27 19, 23, 22 TOTAL ITEM VALID 5 7 1 8 21 Item dengan tanda (*) adalah item yang gugur setelah dilakukan uji coba atau memiliki koefisien korelasi yang kurang dari 0,25 (Azwar, 2012) Skala yang kedua adalah komunikasi interpersonal, untuk mengukur variabel ini, digunakan skala yang mengacu pada Interpersonal Communication Inventory yang disusun oleh Bienvenu (1976) kemudian dimodifikasi kembali oleh penulis sesuai tujuan. ICI mengungkapkan bahwa komunikasi interpersonal memiliki 11 dimensi yaitu self-diclosure (keterbukaan), awareness (kesadaran), evaluasi dan penerimaan feedback, ekspresi diri, attention (perhatian), coping with feelings (meghadapi perasaan), clarity (kejelasan), avoidance (menghindar), dominance (dominan), handling differences (menangani perbedaan), perceived acceptance (merasa diterima). Skala ini memiliki empat tingkatan jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Untuk item favorable diberi nilai sebagai berikut : SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2, STS diberi nilai 1. Dan untuk item unfavorable adalah kebalikannya, yaitu SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2, TS diberi nilai 3, STS diberi nilai 4. 18 Tabel 2 Item Valid dan Gugur pada Skala Komunikasi Interpersonal NO. ITEM DIMENSI TOTAL ITEM VALID FAVORABLE UNFAVORABLE self-diclosure (keterbukaan) 23, 24, 26, 32* 27, 28 5 awareness (kesadaran) 9, 11, 12, 31, 35, 36 - 6 13, 16, 33 4 3, 6, 8 30, 34 5 2 17*, 22, 25 2 4* 2 18 3 10 2 21 2 37*, 39* 1 evaluasi dan 40 penerimaan feedback ekspresi diri 1, 19 attention (perhatian) coping with feelings 14* (meghadapi perasaan) clarity (kejelasan) 2, 5 avoidance 7, 15 (menghindar) dominance (dominan) 29 handling differences 20 (menangani perbedaan) perceived acceptance 38 (merasa diterima) TOTAL ITEM VALID Ket: 34 Item dengan tanda (*) adalah item yang gugur setelah dilakukan uji coba atau memiliki koefisien korelasi yang kurang dari 0,25 (Azwar, 2012) HASIL PENELITIAN Hasil uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini adalah pada skala sibling rivalry terdapat 28 item yang terdapat 21 item valid dan 7 item tidak valid, dengan koefisisen korelasi ≥ 0,25 untuk yang valid dan < 0,25 untuk yang tidak valid dengan nilai validitas bergerak dari 0,256 sampai dengan 0,727 yang memiliki realibilitas sebesar α = 0,884. Sedangkan pada skala komunikasi interpersonal terdapat 40 item yang dimana terdapat 34 item valid dan 6 item tidak valid dengan nilai validitas bergerak dari 0,273 sampai dengan 0,742 yang memiliki realiabilitas sebesar α= 0,924. 19 Kategori untuk menentukan tinggi rendahya hasil pengukuran variabel komunikasi interpersonal dan sibling rivalry yaitu: Sangat Tinggi, Tinggi, Rendah dan Sangat Rendah. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah jumlah kategori. Berdasarkan pembagian interval tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori komunikasi interpersonal sebagai berikut : Sangat Tinggi : 110,5 < x ≤ 136 Tinggi : 85 < x ≤ 110,5 Rendah : 59,5 < x ≤ 85 Sangat rendah : 34 < x ≤ 59,5 Berdasarkan hasil pembagian interval tersebut,maka didapati data komunikasi interpersonal sebagai berikut: Tabel 3 Kriteria Skor Komunikasi Interpersonal No. Interval Kategori 1. 110,5 < x ≤ 136 2. 3. 85 < x ≤ 110,5 59,5 < x ≤ 85 4. 34 < x ≤ 59,5 Sangat Tinggi Tinggi Rendah Sangat Rendah Frekuensi Persentase 5 16,67% 20 5 66,67% 16,67% 0 0% Mean Standar deviasi 98,23 14,03 Sedangkan interval dan kategori sibling rivalry adalah sebagai berikut: Sangat Tinggi : 68,25 < x ≤ 84 Tinggi : 52,5 < x ≤ 68,25 Rendah : 36,75 < x ≤ 52,5 Sangat rendah : 21 < x ≤ 36,75 20 Berdasarkan hasil pembagian interval tersebut,maka didapati data sibling rivalry sebagai berikut: Tabel 4 Kriteria Skor Sibling Rivalry No. Interval Kategori Frekuensi Persentase 1. 68,25 < x ≤ 84 Sangat Tinggi 4 13,33% 2. 3. 52,5 < x ≤ 68,25 36,75 < x ≤ 52,5 5 21 16,67% 70% 4. 21 < x ≤ 36,75 Tinggi Rendah Sangat Rendah 0 0% Mean Standar deviasi 52,13 10,003 Penelitian ini menggunakan uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data penelitian pada masing-masing variabel. Data dari variabel penelitian diuji normalitasnya menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test dan diketahui pada variabel sibling rivalry memiliki koefisien normalitas sebesar 0,136 (p>0,05) dengan demikian variabel sibling rivalry memiliki distribusi data yang normal, sedangkan untuk variabel komunikasi interpersonal memiliki koefisien normalitas sebesar 0,721 (p>0,05) dengan demikian variabel komunikasi interpersonal juga ada pada distribusi yang normal. Uji linearitas pun juga dilakukan pada penelitian ini dan hasil uji linieritas menunjukkan nilai F beda sebesar 0,735 dengan signifikansi sebesar p = 0,727 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara komunikasi interpersonal dengan sibling rivalry linear. Penelitian ini juga menggunakan uji korelasi menggunakan Pearson Product Moment dan diperoleh hasil berikut : 21 Tabel 5 Uji Korelasi SibRivalry SibRivalry Pearson Correlation KomInterpersonal 1 Sig. (1-tailed) N KomInterpersonal Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N -.411 * .012 30 30 * 1 -.411 .012 30 30 *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). Dari tabel tersebut diketahui bahwa antara komunikasi interpersonal dan sibling rivalry memiliki korelasi negatif dengan r sebesar -0,411 dan signifikansi p = 0,012 (p<0,05) yang menunjukkan adanya korelasi negatif signifikan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment diantara variabel komunikasi interpersonal dengan sibling rivalry menunjukkan korelasi r sebesar -0,411 dengan signifikansi sebesar 0,012 (p<0,05). Dari hasil perhitungan uji korelasi tersebut didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif signifikan antara kedua variabel. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin efektif komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak maka sibling rivalry akan semakin rendah, karena ketika komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak berjalan dengan efektif maka di dalam komunikasi antara orangtua dan anak pun terjalin keterbukaan, empati, perhatian, perasaan diterima, penyelesaian masalah yang baik dan hal-hal lain dalam komunikasi interpersonal yang membantu menambah kualitas hubungan baik antara orangtua dan anak maupun hubungan kakak beradik (sibling relationship) yakni kakak dan adik menjadi mengerti dan menerima sikap orangtua 22 yang terkadang memberikan perlakuan berbeda sehingga hal ini membuat persaingan di antara kakak beradik pun dapat dikurangi bahkan dicegah. Begitu pula sebaliknya, semakin tidak efektif komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak maka akan semakin tinggi sibling rivalry yang terjadi, karena dalam komunikasi tersebut tidak dapat membuat anak mengerti dan memahami maksud perlakuan orangtua yang akhirnya mengakibatkan sibling rivalry semakin menjadi. Hal ini menjawab bahwa komunikasi interpersonal antara anak dan orangtua memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sibling rivalry yang terjadi pada masa kanak-kanak pertengahan. Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian Brody (2004) yang menjelaskan bahwa sikap orangtua memberikan pengaruh kepada sibling relationship. Brody menjelaskan orangtua perlu mengkomunikasikan kepada anak mengapa orangtua memiliki perlakuan yang berbeda terhadap kakak atau adik supaya anak mengerti dan tidak merasa dirinya tidak dianggap atau dicintai dalam keluarga. Priatna dan Yulia (2006) juga mengungkapkan cara orangtua berkomunikasi dengan anak memberikan pengaruh terhadap sibling rivalry yang terjadi. Jika komunikasi interpersonal tidak berjalan dengan baik dan menimbulkan kesalahpahaman, maka sibling rivalry dalam keluarga akan semakin kuat. Hasil korelasi per aspek komunikasi interpersonal terhadap sibling rivalry juga menunjukkan adanya korelasi negatif signifikan terhadap sibling rivalry dengan sumbangan efektif per aspek sebagai berikut aspek dominance memberikan kontribusi sebesar 34,34%, aspek perhatian sebesar 28,09%, aspek handling differences sebesar 22,85%, aspek keterbukaan sebesar 14,6%, aspek awareness sebesar 13,4%, aspek ekspresi diri sebesar 7,45%, aspek coping with feelings sebesar 5,62%, aspek evaluasi 23 dan penerimaan feedback sebesar 4,16%, aspek avoidance sebesar 1,12%, aspek kejelasan sebesar 0,50%, dan aspek perceived acceptance sebesar 0,07%. Dari hasil korelasi antara aspek-aspek komunikasi interpersonal dengan sibling rivalry terlihat bahwa aspek yang dominan pengaruhnya terhadap tinggi rendahnya sibling rivalry adalah aspek dominance (34,34%), attention (28,09%), handling differences (22,85%) dan keterbukaan (14,6%). Empat aspek tersebut memberikan pengaruh besar dalam keefektifan komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak yang nantinya juga akan memberikan pengaruh besar terhadap besar kecilnya sibling rivalry dalam keluarga. Dan meskipun aspek komunikasi interpersonal yang lain tidak sedominan empat aspek tersebut, aspek-aspek yang lainnya tetap memiliki peran penting untuk mendukung keefektifan komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak yang memengaruhi besar kecilnya sibling rivalry dalam sebuah keluarga. Aspek dominance memiliki persentase paling besar, yang artinya aspek ini merupakan aspek terpenting ketika orangtua berkomunikasi dengan anaknya. Ketika orangtua mau mendengarkan dari awal sampai selesai pendapat, ide, cerita yang disampaikan anak, hal ini akan membuat anak nyaman untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakannya. Tidak hanya orangtua yang mendengarkan, ketika anak juga mau mendengarkan apa yang dikatakan orangtuanya sampai selesai, anak akan lebih mengerti maksud yang ingin disampaikan oleh orangtua dan mencegah adanya kesalahpahaman yang mungkin terjadi ketika salah satu pihak menunjukkan sikap agresif untuk memotong pembicaraan. Aspek attention merupakan aspek terpenting kedua dalam komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak. Perhatian pastinya sangat dibutuhkan dalam hubungan orangtua dan anak. Terlebih alasan utama mengapa sibling rivalry terjadi 24 karena anak ingin mendapatkan perhatian dengan porsi yang sama dari orangtua. Oleh karena itu, perhatian pun penting ditunjukkan orangtua ketika berkomunikasi dengan anak. Perhatian yang ditunjukkan oleh orangtua dapat menumbuhkan kehangatan, kedekatan, dan menambah kualitas hubungan antara orangtua dan anak. Aspek handling differences merupakan aspek terbesar ketiga komunikasi interpersonal yang memengaruhi besar kecilnya sibling rivalry yang terjadi dalam keluarga. Perbedaan pendapat dan pikiran antara orangtua dan anak pasti sering terjadi, dan ketika orangtua tidak menemukan jalan keluar untuk menyelesaikan perbedaan pendapat yang terjadi akan memengaruhi kualitas komunikasi dan hubungan antara orangtua dan anak. Orangtua perlu menemukan penyelesaian masalah perbedaan pendapat yang dapat diterima oleh anak agar anak tidak semakin keras kepala dan pelan-pelan dapat menerima pendapat, masukan, dan kritikan dari orangtua. Aspek keterbukaan merupakan aspek dominan keempat komunikasi interpersonal yakni ketika anak mau jujur akan perasaan dan ide-idenya ketika berkomunikasi dengan orangtua. Keterbukaan akan membangun perasaan saling memiliki yang akan semakin kuat ketika anak merasakan emosi-emosi negatif dalam dirinya misalnya ketika anak sedang kesal, jengkel, cemburu, dll. Keterbukaan orangtua untuk mau menerima, mendengarkan, bertukar pikiran dengan anak juga dibutuhkan agar anak merasa dihargai, diterima, dan lebih percaya diri. Ketika aspek keterbukaan berhasil diwujudkan, anak dan orangtua akan semakin memahami satu sama lain dan menambah kualitas hubungan keluarga. Perhitungan uji korelasi menunjukkan penemuan empiris yang menyatakan bahwa komunikasi interpersonal memiliki sumbangan efektif sebesar 16,89% terhadap sibling rivalry dan sisanya 83,11% dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor-faktor lain yang 25 memengaruhi variabel sibling rivalry dan belum termasuk dalam hasil penelitian ini adalah urutan kelahiran anak, jumlah saudara kandung, jenis disiplin orangtua, kepribadian anak dan pengaruh orang luar atau lingkungan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal antara anak dan orangtua berada pada tingkat tinggi dan sibling rivalry pada masa kanak-kanak pertengahan berada pada tingkat rendah. Hal ini juga menunjukkan adanya hubungan negatif antara variabel komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak dengan sibling rivalry pada masa kanak-kanak pertengahan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan negatif signifikan antara variabel komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak dengan sibling rivalry pada masa kanak-kanak pertengahan. 2. Komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak termasuk ke dalam kriteria yang tinggi dengan mean sebesar 98,23. 3. Sibling rivalry yang terjadi pada masa kanak-kanak pertengahan tergolong rendah dengan mean sebesar 52,13. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut : 26 1. Saran bagi orangtua Orangtua yang memiliki anak lebih dari satu dapat mempertahankan pola komunikasi interpersonal yang efektif dengan anak-anaknya karena semakin efektif komunikasi interpersonal yang dilakukan, maka sibling rivalry akan semakin rendah. 2. Saran bagi peneliti selanjutnya a. Penelitian ini masih terbatas, karena hanya meneliti hubungan komunikasi interpersonal orangtua dan anak terhadap sibling rivalry. Dengan demikian masih ada variabel lain yang turut memberi pengaruh terhadap sibling rivalry yang belum dijelaskan dan diteliti, maka peneliti menyarankan penelitian selanjutnya untuk menambah variabel lain seperti misalnya urutan kelahiran anak, jumlah saudara kandung, jenis disiplin orangtua, kepribadian anak ataupun pengaruh lingkungan. b. Bagi peneliti selanjutnya juga bisa memberikan variasi subjek tidak pada sibling yang berjenis kelamin sama saja namun yang berbeda jenis kelamin. 27 DAFTAR PUSTAKA Anderson, J.E. (2006). Sibling Rivalry : When The Family Circle Becomes A Boxing Ring. Diunduh pada 27 September 2014 dari http://www.contemporary pediatrics.com. Azwar,S.(2011). Metode Penelitian cetakan XII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______ (2012). Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2 Ed 10. Jakarta : Erlangga. Berk, L.E. (2012). Development Through The Lifespan : Dari Prenatal Sampai Remaja (Transisi Menjelang Dewasa) Ed 5. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Boer, Frits., et al. (2002). Negative Life Events of Anxiety Disordered Children: Bad Fortune, Vulnerability, or Reporter Bias. Child Psychiatry and Human Development, Vol. 32(3), Spring 2002. Human Sciences Press, Inc. Boyse, K. (2007). Sibling Rivalry. Michigan, USA : University of Michigan, Health System. Diambil 24 September 2014 dari http://www.med.umich.edu/ yourchild/topics/sibriv.htm. Brereton, Avril. (2011). Brothers & Sisters : Sibling Issues. Diunduh pada 22 Januari 2014, dari http://www.med.monash.edu.au/sppm/research/devpsych/actnow. Brisbane, H.E. (1994). The Developing Child : Understanding Children And Parenting. New York : Glencoe Division of MacMillan Sixth Edition. Brody, G.H. (1998). Sibling Relationship Quality : Its Causes and Consequences. Annual Reviews Psychology, 1998. Brody, G.H. (2004) . Sibling’s Direct and Indirect Contributions to Child Development. University of Georgia. Diunduh pada 26 November 2014 dari http://content.ebscohost.com. Brooks, Jane. (2011). The Process of Parenting Ed 8. Singapore : McGraw Hills. Caprio, F.S., & Caprio, F.B. (1968). Parents and Teenagers. New York : Citadel Press. Dimitria, E. (2010). Gambaran Komunikasi Interpersonal Pegawai Modern Retail Wimode (PT. Bakrie Telecom). Jurnal Psikologi Volume 8 nomor 2, Desember 2010 Ferrer, M., & McCrea, S. (2002). Sibling Rivalry. Diunduh pada 23 September 2014 dari http://edis.ifas.ufl.edu/he110. Helms, D.B., Turner, J.S. (1976). Exploring Child Behavior. New York : W.B. Saundres Company. 28 Hurlock, E.B . (1986). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Ed 5. Jakarta : Erlangga. Jersild, A.T. (1995). Child Psychology. New York : Prentice Hall, Inc Sixth Edition. Kartono, K & Gulo, D. (2000). Kamus Psikologi. Bandung : Pionir Jaya. Kusnarto & Saifudin, Z. (2010). Pola Komunikasi Suami Istri yang Menjadi Tenaga Pembantu Rumah Tangga di Hari Lebaran (Infalan). Jurnal Ilmu Komunikasi vol.2.No.1 April 2010. Lastasia, Fransisca. (2005). Persaingan Antar Saudara Kandung pada Masa Remaja Awal Ditinjau dari Komunikasi Orangtua dengan Anak. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang. Liliweri, A. (2007). Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Molgaard, V.K. (1997). How to Stop Sibling Rivalry. Iowa : Iowa State University. Diunduh 22 September 2014, dari www.nncc.org/Release/sibling.rivalry.html. Nandwana, S., & Katoch, M. (2009) . Perception of Sibling Relationship during Middle Adulthood Years : A Typology . J Soc Sci : 67-72. Oesterreich, Lesia.L. (2007). Understanding Children : Sibling Rivalry. Iowa : Iowa State University. Diunduh pada 22 September 2014, dari www.nncc.org. Priatna, C., & Yulia, A. (2006). Mengatasi Persaingan Saudara Kandung Pada Anakanak. Jakarta : Elex Media Komputindo. Riswandi. (2013). Psikologi Komunikasi Ed 1. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rivers, J.W., & Stoneman, Z. (2003) . Sibling Relationships when A Child Has Autism : Marital Stress and Support Coping. Journal of Autism and Developmental Disorders Vol. 33 No. 4, Agustus 2003. Santoso, S. (2008). Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Sawicki, J.A. (1997). Sibling Rivalry and The New Baby: Anticipatory Guidance and Management Strategies. Journal of Pediatric and Nursing, Vol 23, No. 3. [Online Journal]. Diunduh pada 23 September 2014 dari http://www.highbeam.com/doc/1G1-19556572.html. Sarwono, S.W. (1997). Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka. Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak Jilid 2 Edisi 11. Jakarta : Erlangga. Shaffer, D.R. (2002). Childhood and Adolescence: Development Psychology (6th ed.). USA : Wadsworth Group. 29 Thompson, J.A. (2004). Implicit Belief about Relationship Impact the Sibling Jealousy Experience. Diunduh 22 September 2014 dari http://www.lib.ncsu.edu. Volling, B.L.,Blandon, A.Y. (2003). Positive Indicators of Sibling Relationship Quality: Psychometric Analyses of The Sibling Inventory of Behavior (SIB). University of Michigan. Diunduh pada 22 September 2014 dari http://www.childtrends.org. Wallace, Edel. (2012). The Sibling Relationship:Friendship or Rivalry?. Dublin Institute of Technology. Diunduh pada 22 Juli 2014 dari http://arrow.dit.ie/aaschssldis/45/.