Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak

advertisement
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL
ORANGTUA DAN ANAK DENGAN SIBLING RIVALRY PADA
MASA KANAK-KANAK PERTENGAHAN
OLEH
CYNTHIA MATINDAS
802010088
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANGTUA DAN
ANAK DENGAN SIBLING RIVALRY PADA MASA KANAK-KANAK
PERTENGAHAN
Cynthia Matindas
Ratriana Y. E. Kusumiati
Heru Astikasari S.Murti
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal
orangtua dan anak dengan sibling rivalry pada masa kanak-kanak pertengahan. Penelitian ini
dilakukan pada 30 anak yang berada masa kanak-kanak pertengahan melalui incidental
sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala Interpersonal
Communication Inventory dan skala sibling rivalry. Hubungan antara komunikasi
interpersonal orangtua dan anak dengan sibling rivalry diuji dengan korelasi Pearson Product
Moment. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar -0,411 dengan nilai signifikansi 0,012
(p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara
komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak dengan sibling rivalry pada masa kanakkanak pertengahan.
Kata kunci : komunikasi interpersonal, persaingan saudara kandung
Abstract
This study aimed to determine the relationship between parent and child interpersonal
communication with sibling rivalry in middle childhood age. This study was conducted
towards 30 children who were middle childhood age through incidental sampling. Data
collected by using Interpersonal Communication Inventory and sibling rivalry scale. The
relationship between parent and child interpersonal communication with sibling rivalry
tested with Pearson Product Moment Correlation. The correlation coefficient obtained is at 0,411 with a significance value of 0,012 (p<0,05), so it can be concluded that there is a
significant negative relationship between interpersonal communication between parent and
child with sibling rivalry in middle childhood age.
Keywords : interpersonal communication, sibling rivalry
1
PENDAHULUAN
Sebagian besar anak tumbuh bersama dengan setidaknya satu saudara kandung
(Volling & Blandon, 2003). Hubungan saudara kandung (sibling relationship)
merupakan suatu hubungan yang penting karena di dalam sibling relationship terdapat
ikatan emosional yang terpenting kedua setelah hubungan antara orangtua dan anak.
Ikatan emosional yang ada pada kakak beradik terbentuk karena sibling relationship
merupakan hubungan terlama daripada hubungan yang lainnya dalam keluarga (Rivers
& Stoneman, 2003). Bank dan Kahn (dalam Nandwana & Katoch, 2009) mengatakan
sibling relationship ini merupakan hubungan yang paling memengaruhi dan membentuk
pengalaman hidup seseorang karena hubungan dengan orang tua menghabiskan waktu
40-50 tahun, tetapi sibling relationship dapat menghabiskan waktu 60-80 tahun.
Bagi anak pertama, sibling relationship diawali ketika lahirnya adik dalam
keluarga. Kehadiran adik dapat menimbulkan pengalaman yang beragam dalam diri
setiap anak. Kehadiran adik dapat menjadi teman baru bagi anak pertama, sikap saling
berbagi akan muncul dalam diri anak dan kakak-adik tersebut bisa saling belajar untuk
mengembangkan kemampuan sosial mereka (Ferrer & McCrea, 2002). Interaksi antar
saudara
kandung
akan
menghasilkan
hubungan
yang
saling
memengaruhi
perkembangan satu sama lain, terutama pada perkembangan sosial dan kognitif (Dunn
dalam Thompson, 2004).
Dalam sibling relationship, seseorang akan membentuk dan mengembangkan
identitas diri, konsep diri, keterampilan sosial, persahabatan dan rasa saling mendukung
(Rivers & Stoneman, 2003; Furman et al dalam Brereton, 2011). Boer dkk (2002),
mengatakan dalam hubungan antar kakak beradik seringkali muncul kombinasi
perasaan sayang dan benci. Carlson (dalam Baron & Byrne, 2005) menjelaskan bahwa
2
hubungan saudara pada anak meliputi menolong, berbagi, mengajari, berkelahi dan
bermain. Anak-anak bisa bertindak sebagai dukungan emosional, saingan, dan mitra
komunikasi.
Tidak hanya hal positif saja yang dapat ditimbulkan oleh kehadiran adik.
Kehadiran anak kedua dapat dihubungkan dengan penurunan jumlah dan sikap positif
dari interaksi orangtua dengan anak pertamanya (Baydar et al dalam Vasta et al, 2004).
Penurunan interaksi orangtua dengan anak pertamanya disebabkan karena orangtua
harus membagi perhatiannya kepada adik yang baru lahir. Situasi seperti ini akan
menimbulkan sibling rivalry pada anak yang lebih tua.
Sibling rivalry adalah semangat kecemburuan, kompetisi atau kemarahan antar
kakak dan adik yang dimulai sejak kelahiran adik dalam keluarga (Shaffer, 2002).
Sibling rivalry merupakan hal yang umum dan rutin terjadi pada anak yang tumbuh
dalam keluarga (Molgaard, 1997), namun juga merupakan hal yang menjadi perhatian
orangtua dengan dua anak atau lebih (Boyse, 2007). Sibling rivalry adalah suatu
persaingan di antara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk
memperoleh afeksi atau cinta kasih orangtua. Lebih lanjut dikatakan bahwa sikap
orangtua “pilih kasih” dapat menyebabkan kebencian antar saudara kandung. Sikap
demikian dapat menimbulkan rasa iri hati dan permusuhan yang memengaruhi
hubungan antar saudara kandung dengan munculnya berbagai pertentangan dengan
saudara kandung. Perasaan iri yang diwarnai perselisihan mengakibatkan sibling rivalry
(Kartono & Gulo, 2000).
Brody (1998) memaparkan dengan memiliki saudara, anak-anak juga mungkin
diperlakukan berbeda oleh orang tua mereka. Priatna dan Yulia (2006) dalam bukunya
menjelaskan bahwa kadang-kadang rasa benci antar saudara kandung ditimbulkan oleh
3
orangtua sendiri, seperti sikap membanding-bandingkan antara anak yang satu dengan
anak yang lain atau sikap orang tua yang pilih kasih. Mereka kadang harus
berkompetisi, karena hanya ada satu ayah dan satu ibu untuk dua atau tiga anak bahkan
lebih. Kecemburuan, kompetisi dan pertengkaran antar saudara kandung merupakan hal
yang umum terjadi di keluarga, namun apabila ketiga hal tersebut terus menerus terjadi,
dapat membawa keluarga kepada situasi yang berbahaya dan perlu untuk segera diatasi
(Molgaard, 1997). Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa tingginya tingkat
konflik dan persaingan pada hubungan saudara kandung memiliki potensi munculnya
masalah penyesuaian diri (Bandura, 1977).
Semua anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang sama porsinya.
Sikap orangtua yang menimbulkan rasa benci dan rasa kompetisi dalam diri anak salah
satunya dengan bagaimana cara orangtua berkomunikasi antarpribadi (face to face)
dengan anak. Terkadang orangtua tidak sadar bahwa perkataan yang diucapkan dapat
menimbulkan kesalahpahaman dalam diri anak. Maksud orangtua berniat untuk
memotivasi namun dinilai anak seperti membandingkan dengan saudara kandung yang
akhirnya justru memicu terjadinya sibling rivalry (Priatna & Yulia, 2006).
Kecemburuan yang muncul dengan alami dalam diri seorang anak ketika
dirinya merasa bukan sebagai penerima perhatian dan kasih sayang orang tua secara
eksklusif. Persaingan antar saudara bisa menjadi suatu hal yang sehat karena melalui
persaingan itu, anak menemukan cara untuk mengetahui keunikan dirinya, mendapatkan
penghargaan tersendiri, dan perbandingan dengan saudara kandungnya menawarkan
kesempatan bagi anak untuk menemukan apa yang membuat dirinya istimewa dan
menjadi diri sendiri. Namun disisi lain, sibling rivalry dapat menjadi suatu hal yang
merusak
ketika
sikap
yang
ditunjukkan
orangtua
memunculkan
indikasi
4
menganakemaskan salah satu anak (Caprio & Caprio, 1968). Sejalan dengan pernyataan
Caprio dan Caprio, Brooks (2011) juga menjelaskan jika orangtua tidak benar dalam
berkomunikasi dengan anak, dalam hal ini cara berkomunikasi orangtua kepada anak
yang mengindikasikan menganakemaskan salah satu anak, maka sibling rivalry akan
semakin runcing. Sebagai akibatnya, pada masa dewasa anak-anak ini akan melanggar
aturan-aturan yang berlaku. Namun, bila hubungan yang dibangun oleh orangtua kepada
anak-anaknya bersifat positif, maka akan menjalin hubungan saudara kandung yang
positif juga. Brooks mengatakan bahwa bila anak diperlakukan orangtua secara positif
dan adil, maka saudara kandung akan memiliki hubungan yang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Connidis (dalam Wallace,2012) menunjukkan
kualitas sibling relationship saat kanak-kanak memiliki pengaruh pada hubungan kakak
beradik pada saat dewasa sebagai ikatan emosional yang mendalam yang tidak tampak
saat berada pada masa kanak-kanak. Pada usia kanak-kanak pertengahan, anak
menghabiskan waktu lebih banyak dengan saudara kandungnya dibandingkan dengan
masa awal hidup mereka dengan demikian sibling relationship cenderung meningkat
dan beragam pada anak-anak di usia tersebut (Thompson, 2004). Dunn dan TamroutiMakkink dkk (dalam Berk, 2012) pun juga memaparkan bahwa sibling rivalry
cenderung meningkat di masa kanak-kanak pertengahan yakni pada rentang usia 6-12
tahun. Hal ini dikarenakan anak mulai beraktivitas dan berprestasi baik di sekolah
maupun di lingkungan sekitarnya, dan orangtua mulai membandingkan anak yang satu
dengan yang lain. Selain itu, anak dengan rentang usia yang berdekatan masuk ke dunia
sekolah, maka perbandingan orangtua terhadap anak mereka semakin sering dilakukan
dan hasilnya anak menjadi lebih suka bertengkar, saling bermusuhan dan susah untuk
saling menyesuaikan diri (Berk, 2012).
5
Agresi dan dominansi lebih banyak terjadi dalam hubungan saudara berjenis
kelamin sama daripada hubungan saudara yang berjenis kelamin berbeda (Minnet,
Vandell, dan Santrock dalam Santrock, 2007). Jenkins, Rasbash, dan O’Connor (dalam
Berk, 2012) mengatakan bahwa para saudara kandung yang berjenis kelamin sama dan
umurnya berdekatan,
kebanyakan orangtua
akan semakin sering melakukan
pembandingan, sehingga menimbulkan lebih banyak pertengkaran dan antagonisme
serta penyesuaian yang buruk.
Penulis melakukan wawancara pada tanggal 4 Mei 2014 terhadap seorang
kakak perempuan (12 tahun) yang memiliki adik perempuan (10 tahun). Wawancara
yang dilakukan adalah bagaimana hubungan mereka dengan orangtua lalu mengenai apa
yang mereka rasakan dan pikirkan ketika orangtuanya memuji salah satu dari mereka.
Hubungan orangtua dan anak terjalin dengan baik, ibu dan ayah meluangkan waktu
bersama anak-anaknya. Kakak perempuan mengatakan ketika orangtua memuji adik,
dan si kakak merasa bahwa pujian itu layak untuk adiknya maka si kakak cenderung
dapat menerima pujian itu dan tidak merasa ingin bersaing dengan adiknya untuk
menjadi yang lebih baik dari adiknya. Sementara itu, adik perempuan mengatakan
ketika orangtuanya memuji si kakak, pada awalnya si adik perempuan cenderung
berkecil hati namun setelah orangtuanya menjelaskan mengapa kakaknya dapat
melakukan hal ini sedangkan ia tidak, pelan-pelan ia dapat menerima pujian yang
dilontarkan oleh orangtua kepada si kakak. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lastasia (2005) yang membuktikan bahwa adanya hubungan negatif
signifikan antara komunikasi antara orangtua dan anak dengan persaingan antar saudara
kandung. Komunikasi efektif artinya ketika si pengirim pesan menerima feedback
positif dari si penerima pesan dan diantara mereka terjalin hubungan interpersonal yang
6
baik yang dapat diperlihatkan dengan adanya keterbukaan, kepercayaan, saling
menghargai dan saling pengertian.
Hal berbeda ditemukan penulis saat melakukan pengamatan terhadap sepasang
kakak beradik perempuan yang berusia 16 dan 12 tahun ketika sedang bersama
orangtuanya. Adik perempuan cenderung lebih tertutup, sedangkan kakak perempuan
cenderung lebih terbuka. Selain itu yang nampak adalah ketika orangtua memberikan
respon kepada prestasi belajar kakak beradik ini. Ketika orangtua memberikan respon
positif terhadap prestasi belajar mereka karena mereka sama-sama mendapatkan hasil
yang baik, si adik justru menunjukkan kekesalannya dengan masuk ke kamarnya dan
berdiam diri.
Peneliti menemukan bahwa sibling rivalry dan komunikasi interpersonal
merupakan dua hal yang penting dalam keluarga dan belum banyak diteliti. Berdasarkan
pemaparan teori dan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah
komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak memiliki hubungan terhadap sibling
rivalry pada masa kanak-kanak pertengahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Sibling Rivalry
Sibling rivalry menurut Shaffer (2002) adalah semangat kompetisi,
kecemburuan atau kemarahan kakak dan adik yang dimulai sejak kelahiran adik dalam
keluarga. American Psychological Association (APA, 2007) menjelaskan sibling rivalry
adalah kompetisi antar saudara kandung untuk mendapatkan perhatian, pengakuan, dan
kasih sayang dari salah satu atau kedua orangtua atau untuk penghargaan lainnya,
misalnya dalam bidang olahraga atau prestasi di sekolah. Dengan demikian pengertian
sibling rivalry adalah suatu kondisi tidak terelakkan dalam sebuah keluarga dalam
7
bentuk kompetisi, kecemburuan antar anak dalam sebuah keluarga untuk merebut
perhatian, kasih sayang serta penghargaan dari salah satu atau kedua orangtua.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Sibling Rivalry
Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya sibling rivalry (Hurlock, 1996;
Sawicki, 1997; Mussen, 1994) diantaranya :
a.
Sikap orangtua
Sikap orangtua terhadap anak dipengaruhi oleh sejauh mana anak
mendekati keinginan dan harapan orangtua serta sikap anak terhadap anak yang
lain dan terhadap orangtuanya. Sikap orangtua yang tampak menyukai salah satu
anak daripada yang lain dapat menimbulkan perasaan bahwa orangtua pilih kasih
dan hal itu menimbulkan rasa benci dalam sibling relationship. Sawicki (2007)
juga mengungkapkan bahwa tingkah laku orangtua, dukungan, serta gaya
komunikasi orangtua dapat memengaruhi besarnya sibling rivalry yang terjadi
pada anak.
b.
Urutan kelahiran
Pada keluarga yang memiliki anak lebih dari satu, semua anak diberi pesan
sesuai dengan urutan kelahiran, tetapi jika peran yang diberikan itu tidak sesuai
dengan diri anak maka ada kemungkinan besar untuk terjadinya perselisihan.
c.
Jenis kelamin saudara kandung
Keluarga yang memiliki anak-anak dengan kombinasi perempuan dengan
perempuan atau laki-laki dengan laki-laki akan lebih banyak mengalami konflik
karena iri hati dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai anak dengan
kombinasi perempuan dengan laki-laki.
8
d.
Perbedaan usia
Perbedaan usia antar saudara yang besar, baik jika anak berjenis kelamin
sama atau berbeda akan menimbulkan hubungan yang lebih ramah, kooperatif dan
kasih mengasihi. Jika perbedaan usia antar saudara kecil, maka cenderung
meningkatkan sibling rivalry.
e.
Jumlah saudara
Jumlah saudara kandung juga ikut berpengaruh terhadap sibling
relationship, karena dalam keluarga dengan jumlah anak yang banyak dan sedikit,
memiliki intensitas hubungan yang berbeda. Jumlah saudara yang banyak
cenderung akan menyebabkan perselisihan daripada jumlah saudara yang sedikit.
f.
Jenis disiplin
Sibling relationship tampak lebih rukun jika orangtua menggunakan
disiplin otoriter dibandingkan dengan disiplin permisif. Disiplin demokratis dapat
mengatasi sebagian kekacauan akibat disiplin permisif walau tidak sebesar
dampak disiplin otoriter.
g.
Kepribadian dan temperamen anak
Anak yang lebih aktif dan impulsif cenderung akan mempunyai masalah
tingkah laku dan akan berhubungan dengan banyaknya kecemburuan,
pertengkaran serta konflik dengan saudara (Boer, 2002; Brody, 1998). Namun,
Sawicki (1997) menambahkan bahwa tidak semua anak dengan temperamen yang
tinggi memiliki konflik dengan saudaranya.
h.
Pengaruh orang luar
Orang di luar keluarga dapat berpengaruh terhadap hubungan antara
saudara kandung di dalam keluarga. Pengaruh itu dapat timbul melalui kehadiran
9
orang luar, tekanan orang luar terhadap anggota keluarga dan tindakan
membandingkan anak-anak yang dilakukan oleh orang luar.
Ciri-Ciri Adanya Kecenderungan Sibling Rivalry
Ciri-ciri yang nampak dari kecenderungan adanya sibling rivalry (Brisbane,
1994; Foster dalam Jersild, 1995; Sawicki, 1997) adalah :
a.
Agresif : anak mengekspresikan perasaan agresi secara terbuka melalui ucapan
langsung dan penyerangan fisik baik kepada orangtua maupun saudara kandung.
Sikap tersebut dapat berupa memukul, menendang, mendorong, menggigit
saudara kandung, tidak mau mengalah, membantah orang tua.
b.
Tingkah laku mencari perhatian orangtua : anak seringkali mengungkapkan secara
verbal dan fisik untuk mendapat perhatian dari orangtua. Tingkah laku tersebut
dapat berupa mengadukan dan mengkritik perbuatan saudara kandungnya,
mencari pembelaan dari orangtua, selalu mencari pertolongan dari orangtua,
senang membicarakan kejelekan saudara kandungnya, dan bisa juga berperilaku
yang sebaliknya seperti misalnya menjadi seorang anak yang sangat penurut dan
patuh agar mendapat pujian dari orangtua.
c.
Kemunduran tingkah laku : penurunan tingkah laku ini umumnya bersifat
sementara dimana seorang anak meminta perlakuan yang sama seperti yang
dialami oleh saudara kandung mereka. Hal ini misalnya seorang anak
menunjukkan rasa takut yang semula sudah dapat mereka atasi secara mandiri,
penurunan tingkah laku dalam hal belajar agar juga mendapat bantuan dari
orangtua.
d.
Adanya rasa cemburu dalam sibling relationship : dalam sibling relationship, rasa
cemburu ini didefinisikan sebagai rasa kehilangan atau ancaman akan kehilangan
10
sesuatu yang berharga karena orang lain/rival (Thompson, 2004). Anderson
(2006) mengungkapkan ada beberapa cara anak dalam merespon kecemburuan
yang dialaminya yaitu dengan berusaha mencampuri hubungan saudara mereka
dengan orang lain, mencari dukungan dari pihak lain, mengatakan hal buruk
mengenai saudara mereka, menghindari situasi sosial, mengembangkan sumber
lain yang membuatnya bahagia, seperti asyik bermain dengan mainannya,
menghabiskan waktu lebih banyak dengan bermain bersama teman.
Definisi Komunikasi Interpersonal
Webster New Collogiate Dictionary menjelaskan komunikasi adalah suatu
proses pertukaran informasi di antara individu-individu melalui sistem lambanglambang, tanda-tanda atau tingkah laku (dalam Riswandi, 2013). Komunikasi
interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua atau tiga orang dengan jarak
fisik yang sangat dekat, bertatap muka, umpan balik berlangsung cepat, adaptasi pesan
bersifat khusus, serta memiliki tujuan (Liliweri, 2007).
Effendy (dalam Kusnarto & Saifudin, 2010) mengungkapkan komunikasi
interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini
dan perilaku karena komunikasi interpersonal umumnya berlangsung secara tatap muka
(face to face). Kontak pribadi (personal contact) akan terjadi ketika berkomunikasi tatap
muka dan akan langsung mendapatkan umpan balik langsung (immediate feedback).
Karakteristik Komunikasi Interpersonal
Pearson mengemukakan enam karakteristik komunikasi interpersonal, sebagai
berikut (dalam Riswandi, 2013) :
11
a.
Komunikasi interpersonal dimulai dalam diri pribadi/self
Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pengamatan dan
pemahaman berangkat dari dalam diri kita, artinya dibatasi oleh siapa diri kita dan
bagaimana pengalaman kita.
b.
Komunikasi interpersonal bersifat transaksional
Anggapan ini mengacu pada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi
secara serempak menyampaikan dan menerima pesan.
c.
Komunikasi interpersonal mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan
antarpribadi
Artinya, komunikasi yang terjadi tidak hanya berkenaan dengan isi pesan
yang dipertukarkan, tetapi juga melibatkan siapa partner komunikasi kita dan
bagaimana hubungan kita dengan partner kita.
d.
Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihakpihak yang berkomunikasi.
e.
Komunikasi interpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu
dengan yang lainnya (interdependen) dalam proses komunikasi.
f.
Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang (irreversible)
Jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada partner komunikasi kita, kita
mungkin dapat minta maaf. Tetapi itu tidak berarti menghapus apa yang pernah
kita ucapkan (to forgive, but not to forget).
Dimensi Komunikasi Interpersonal
Millard J. Bienvenu (1987) membentuk sebuah alat inventori komunikasi
interpersonal yaitu ICI (Interpersonal Communication Inventory) yang digunakan untuk
mengukur pola, karakteristik, gaya komunikasi interpersonal. ICI ini dapat digunakan
12
sebagai alat konseling pernikahan, konseling orangtua-anak, komunikasi kelompok
kecil, metode mengajar, bahan tambahan dalam wawancara, dll. Berikut dimensidimensi komunikasi interpersonal yang diungkap oleh Bienvenu (1976) :
a.
Self-disclosure (keterbukaan diri)
Komunikasi yang efektif dapat terjadi jika seseorang mau berbicara jujur
tentang perasaan dan ide-idenya. Mann and Murphy (dalam Bienvenu & Steward,
1976) menjelaskan bahwa pengungkapan diri pembicara cenderung menyebabkan
reaksi yang lebih positif dan keterbukaan diri dari penerima.
b.
Awareness (kesadaran)
Aspek ini mengungkap kesadaran diri ketika berkomunikasi yakni reaksi
dan bahasa tubuh dari orang lain, dan kesadaran tentang bagaimana yang
dirasakan oleh orang lain (empati).
c.
Evaluasi dan penerimaan umpan balik
Aspek ini mengungkap penerimaan kritikan, perbedaan pendapat,
mengakui kesalahan, melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain, dan
mendiskusikan kesimpulan.
d.
Self-expression (ekspresi diri)
Aspek ini mengungkap bagaimana kemampuan seseorang menyampaikan
dan menunjukkan dirinya sendiri.
e.
Attention (perhatian)
Di dalam aspek ini terdapat kemampuan mendengarkan yang didalamnya
mengungkap kemampuan untuk menyimak dan berkonsentrasi penuh terhadap
apa yang sedang dikatakan oleh lawan bicara.
13
f.
Coping with feelings (menghadapi perasaan)
Pada aspek ini menunjukkan kedalaman dan ketajaman perasaan yang
lebih daripada aspek ekspresi diri. Sangat mungkin bahwa banyak orang yang
mampu menyampaikan dan menyatakan pendapatnya memiliki kesulitan
menghadapi emosi dan sakit hati, kesalahan, serta mengakui mereka bersalah akan
suatu hal.
g.
Clarity (kejelasan)
Dalam berkomunikasi sangat penting untuk memastikan pemahaman
secara akurat sehingga tidak ada kesalahpahaman. Kesalahan dalam mengerti
maksud pikiran dan perasaan seseorang merupakan salah satu bentuk komunikasi
yang tidak efektif.
h.
Avoidance (menghindar)
Kurangnya ketertarikan terhadap lawan bicara dan kegagalan untuk
menghadapi lawan bicara dengan melukai perasaan dapat dianggap sebagai salah
satu cara untuk menghindari berkomunikasi.
i.
Dominance (dominansi)
Aspek ini mengungkap apakah rasa agresif seseorang untuk mendominasi
percakapan yang diwujudkan dalam bentuk memiliki keinginan untuk lebih
banyak berbicara dan membiarkan lawan bicara menyelesaikan perkataannya
sebelum memberikan respon.
j.
Handling differences (menangani perbedaan)
Aspek ini mengungkap apakah seseorang puas dengan cara yang
dipakainya untuk menangani perbedaan pendapat dengan lawan bicara dan apakah
seseorang merajuk untuk waktu yang lama ketika marah kepada lawan bicara.
14
k.
Perceived acceptance (merasa diterima)
Aspek ini mengungkap apakah seseorang merasa kurang dimengerti dan
diterima oleh lawan bicara ketika berkomunikasi.
Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Orangtua dan Anak dengan Sibling
Rivalry pada Masa Kanak-kanak Pertengahan
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua atau tiga
orang dengan jarak fisik yang sangat dekat, bertatap muka, umpan balik berlangsung
cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta memiliki tujuan (Liliweri, 2007). De Vito
(dalam Liliweri) mengungkapkan komunikasi interpersonal dinilai efektif ketika dalam
komunikasi tersebut terdapat beberapa hal yang berhasil diwujudkan, diantaranya
keterbukaan, empati, kedekatan hubungan, kemampuan mengekspresikan pemikiran dan
perasaan.
Sibling rivalry adalah suatu kondisi tidak terelakkan dalam sebuah keluarga
dalam bentuk kompetisi, kecemburuan antar anak dalam sebuah keluarga untuk merebut
perhatian, kasih sayang serta penghargaan dari salah satu atau kedua orangtua. Menurut
Hurlock, salah satu faktor yang memengaruhi terbentuknya sibling rivalry adalah sikap
orangtua. Bagi orangtua yang memiliki anak lebih dari satu pasti sebagian besar
mengalami permasalahan sibling rivalry ini, orangtua susah menentukan sikap ketika
anak mulai bertengkar, adu mulut, mau menang sendiri, saling menyalahkan, dan pada
akhirnya mencari pembelaan kepada orangtua. Orangtua yang salah dalam mengambil
sikap dalam permasalahan ini justru akan membuat permusuhan antar kakak beradik
semakin menjadi. Penelitian yang dilakukan oleh Brody (2004) menunjukkan bahwa
anak-anak melihat sikap orangtua mereka dan perlakuan orangtua kepada saudara
kandungnya sebagai barometer penilaian diri mereka apakah mereka dicintai, ditolak,
15
dianggap atau tidak, dan persepsi mereka tentang perilaku orangtua yang membedakan
dapat berpengaruh buruk pada sibling relationship.
Sawicki (2007) mengungkapkan gaya komunikasi antara orangtua dan anak
dapat memengaruhi besar kecilnya sibling rivalry yang terjadi. Ketika antara kakak
beradik saling menyalahkan satu sama lain, kebanyakan orangtua mengatakan apa yang
dirasakan orangtua saja seperti misalnya orangtua berkata seharusnya kakak tidak boleh
memarahi adik atau sebaliknya. Orangtua seharusnya membuat anak tahu bahwa
orangtua mengetahui bagaimana kemarahan si anak. Dengan begitu akan membuat anak
menjadi lebih baik, lebih dimengerti dan bahkan antar kakak beradik akan memiliki
hubungan yang lebih baik lagi (Oesterreich, 2007). Sejalan dengan yang diungkapkan
Effendy (dalam Kusnarto & Saifudin, 2010) bahwa komunikasi interpersonal yang
efektif adalah ketika hasil komunikasi tersebut dapat mengubah sikap, kepercayaan,
opini, dan perilaku komunikasi. Dengan berkomunikasi interpersonal, orangtua akan
tahu apa yang dikerjakan anak, apa yang dirasakan anak, masalah apa yang dihadapi
anak, apa yang disukai dan tidak disukai anak. Hubungan orangtua dan anakpun akan
terjalin harmonis, orangtua bisa mengerti anaknya dan begitu pula sebaliknya, sehingga
masing-masing pihak merasa puas dan sibling rivalry dapat dihindari.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal yang
efektif antara orangtua dan anak dapat memengaruhi sibling relationship yakni akan
terjalin hubungan yang harmonis dimana antara orangtua dan anak dapat saling
mengerti satu sama lain sehingga tidak ada kesalahpahaman yang dapat memperbesar
sibling rivalry dalam keluarga.
16
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada korelasi negatif antara
komunikasi interpersonal orangtua dan anak dengan sibling rivalry pada masa kanakkanak pertengahan.
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak yang memiliki saudara kandung
berjenis kelamin sama yang sedang berada di masa kanak-kanak pertengahan.
Selanjutnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 anak.
Pengambilan sampel menggunakan teknik incidental sampling, yaitu dengan cara
menentukan subjek dimana saja ketika subjek ditemui dengan ciri-ciri atau sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam penelitian ini, karakteristik
subjeknya adalah anak-anak yang berada pada usia kanak-kanak pertengahan (6-12
tahun), memiliki saudara kandung berjenis kelamin sama yang selisih usianya antara 1-4
tahun dan tinggal bersama orangtua.
Untuk memperoleh data dari penelitian ini, peneliti menggunakan 2 skala yaitu
sibling rivalry dan komunikasi interpersonal. Pengambilan data menggunakan try out
atau uji coba terpakai yang berarti data dari subjek yang digunakan untuk try out juga
digunakan untuk penelitian.
Skala sibling rivalry dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan ciriciri adanya sibling rivalry menurut Brisbane (1994), Foster (dalam Jersild, 1995) dan
Sawicki (1997). Skala sibling rivalry terdiri dari 28 item pertanyaan yang tersusun dari
empat ciri-ciri adanya sibling rivalry yaitu agresif, tingkah laku mencari perhatian
orangtua, kemunduran tingkah laku, dan rasa cemburu. Skala ini memiliki empat
tingkatan jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat
17
Tidak Sesuai). Untuk item favorable diberi nilai sebagai berikut : SS diberi nilai 4, S
diberi nilai 3, TS diberi nilai 2, STS diberi nilai 1. Dan untuk item unfavorable adalah
kebalikannya, yaitu SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2, TS diberi nilai 3, STS diberi nilai
4. Skala ini memiliki nilai reliabilitas atau Alpha sebesar 0,884.
Tabel 1
Item Valid dan Gugur pada Skala Sibling Rivalry
NO. ITEM
CIRI-CIRI
FAVORABLE
3*, 5, 6, 16
Agresif
Tingkah laku mencari
7*, 12*, 13
perhatian orangtua
20*
Kemunduran tingkah laku
21, 24, 25, 26, 28
Rasa cemburu
TOTAL ITEM VALID
Ket:
UNFAVORABLE
1, 2, 4*
8, 9, 10,11, 15, 14,
18*
17*, 27
19, 23, 22
TOTAL ITEM
VALID
5
7
1
8
21
Item dengan tanda (*) adalah item yang
gugur setelah dilakukan uji coba atau
memiliki koefisien korelasi yang kurang dari
0,25 (Azwar, 2012)
Skala yang kedua adalah komunikasi interpersonal, untuk mengukur variabel ini,
digunakan skala yang mengacu pada Interpersonal Communication Inventory yang
disusun oleh Bienvenu (1976) kemudian dimodifikasi kembali oleh penulis sesuai
tujuan. ICI mengungkapkan bahwa komunikasi interpersonal memiliki 11 dimensi yaitu
self-diclosure (keterbukaan), awareness (kesadaran), evaluasi dan penerimaan
feedback, ekspresi diri, attention (perhatian), coping with feelings (meghadapi
perasaan), clarity (kejelasan), avoidance (menghindar), dominance (dominan), handling
differences (menangani perbedaan), perceived acceptance (merasa diterima). Skala ini
memiliki empat tingkatan jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak
Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Untuk item favorable diberi nilai sebagai berikut :
SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2, STS diberi nilai 1. Dan untuk item
unfavorable adalah kebalikannya, yaitu SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2, TS diberi nilai
3, STS diberi nilai 4.
18
Tabel 2
Item Valid dan Gugur pada Skala Komunikasi Interpersonal
NO. ITEM
DIMENSI
TOTAL
ITEM
VALID
FAVORABLE
UNFAVORABLE
self-diclosure
(keterbukaan)
23, 24, 26, 32*
27, 28
5
awareness (kesadaran)
9, 11, 12, 31, 35,
36
-
6
13, 16, 33
4
3, 6, 8
30, 34
5
2
17*, 22, 25
2
4*
2
18
3
10
2
21
2
37*, 39*
1
evaluasi dan
40
penerimaan feedback
ekspresi diri
1, 19
attention (perhatian)
coping with feelings
14*
(meghadapi perasaan)
clarity (kejelasan)
2, 5
avoidance
7, 15
(menghindar)
dominance (dominan)
29
handling differences
20
(menangani perbedaan)
perceived acceptance
38
(merasa diterima)
TOTAL ITEM VALID
Ket:
34
Item dengan tanda (*) adalah item yang gugur
setelah dilakukan uji coba atau memiliki
koefisien korelasi yang kurang dari 0,25
(Azwar, 2012)
HASIL PENELITIAN
Hasil uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini adalah pada skala sibling
rivalry terdapat 28 item yang terdapat 21 item valid dan 7 item tidak valid, dengan
koefisisen korelasi ≥ 0,25 untuk yang valid dan < 0,25 untuk yang tidak valid dengan
nilai validitas bergerak dari 0,256 sampai dengan 0,727 yang memiliki realibilitas
sebesar α = 0,884. Sedangkan pada skala komunikasi interpersonal terdapat 40 item
yang dimana terdapat 34 item valid dan 6 item tidak valid dengan nilai validitas
bergerak dari 0,273 sampai dengan 0,742 yang memiliki realiabilitas sebesar α= 0,924.
19
Kategori untuk menentukan tinggi rendahya hasil pengukuran variabel
komunikasi interpersonal dan sibling rivalry yaitu: Sangat Tinggi, Tinggi, Rendah dan
Sangat Rendah. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi
dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah jumlah kategori.
Berdasarkan pembagian interval tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori
komunikasi interpersonal sebagai berikut :
Sangat Tinggi : 110,5 < x ≤ 136
Tinggi
: 85 < x ≤ 110,5
Rendah
: 59,5 < x ≤ 85
Sangat rendah : 34 < x ≤ 59,5
Berdasarkan hasil pembagian interval tersebut,maka didapati data komunikasi
interpersonal sebagai berikut:
Tabel 3
Kriteria Skor Komunikasi Interpersonal
No.
Interval
Kategori
1.
110,5 < x ≤ 136
2.
3.
85 < x ≤ 110,5
59,5 < x ≤ 85
4.
34 < x ≤ 59,5
Sangat
Tinggi
Tinggi
Rendah
Sangat
Rendah
Frekuensi
Persentase
5
16,67%
20
5
66,67%
16,67%
0
0%
Mean
Standar
deviasi
98,23
14,03
Sedangkan interval dan kategori sibling rivalry adalah sebagai berikut:
Sangat Tinggi : 68,25 < x ≤ 84
Tinggi
: 52,5 < x ≤ 68,25
Rendah
: 36,75 < x ≤ 52,5
Sangat rendah : 21 < x ≤ 36,75
20
Berdasarkan hasil pembagian interval tersebut,maka didapati data sibling rivalry
sebagai berikut:
Tabel 4
Kriteria Skor Sibling Rivalry
No.
Interval
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
68,25 < x ≤ 84
Sangat Tinggi
4
13,33%
2.
3.
52,5 < x ≤ 68,25
36,75 < x ≤ 52,5
5
21
16,67%
70%
4.
21 < x ≤ 36,75
Tinggi
Rendah
Sangat
Rendah
0
0%
Mean
Standar
deviasi
52,13
10,003
Penelitian ini menggunakan uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui
normal atau tidaknya distribusi data penelitian pada masing-masing variabel. Data dari
variabel penelitian diuji normalitasnya menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test
dan diketahui pada variabel sibling rivalry memiliki koefisien normalitas sebesar 0,136
(p>0,05) dengan demikian variabel sibling rivalry
memiliki distribusi data yang
normal, sedangkan untuk variabel komunikasi interpersonal memiliki koefisien
normalitas sebesar 0,721 (p>0,05) dengan demikian variabel komunikasi interpersonal
juga ada pada distribusi yang normal. Uji linearitas pun juga dilakukan pada penelitian
ini dan hasil uji linieritas menunjukkan nilai F beda sebesar 0,735 dengan signifikansi
sebesar p = 0,727 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara komunikasi
interpersonal dengan sibling rivalry linear. Penelitian ini juga menggunakan uji korelasi
menggunakan Pearson Product Moment dan diperoleh hasil berikut :
21
Tabel 5
Uji Korelasi
SibRivalry
SibRivalry
Pearson Correlation
KomInterpersonal
1
Sig. (1-tailed)
N
KomInterpersonal
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
-.411
*
.012
30
30
*
1
-.411
.012
30
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Dari tabel tersebut diketahui bahwa antara komunikasi interpersonal dan sibling rivalry
memiliki korelasi negatif dengan r sebesar -0,411 dan signifikansi p = 0,012 (p<0,05)
yang menunjukkan adanya korelasi negatif signifikan.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment diantara
variabel komunikasi interpersonal dengan sibling rivalry menunjukkan korelasi r
sebesar -0,411 dengan signifikansi sebesar 0,012 (p<0,05). Dari hasil perhitungan uji
korelasi tersebut didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan
korelasi negatif signifikan antara kedua variabel. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin
efektif komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak maka sibling rivalry akan
semakin rendah, karena ketika komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak
berjalan dengan efektif maka di dalam komunikasi antara orangtua dan anak pun terjalin
keterbukaan, empati, perhatian, perasaan diterima, penyelesaian masalah yang baik dan
hal-hal lain dalam komunikasi interpersonal yang membantu menambah kualitas
hubungan baik antara orangtua dan anak maupun hubungan kakak beradik (sibling
relationship) yakni kakak dan adik menjadi mengerti dan menerima sikap orangtua
22
yang terkadang memberikan perlakuan berbeda sehingga hal ini membuat persaingan di
antara kakak beradik pun dapat dikurangi bahkan dicegah. Begitu pula sebaliknya,
semakin tidak efektif komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak maka akan
semakin tinggi sibling rivalry yang terjadi, karena dalam komunikasi tersebut tidak
dapat membuat anak mengerti dan memahami maksud perlakuan orangtua yang
akhirnya mengakibatkan sibling rivalry semakin menjadi. Hal ini menjawab bahwa
komunikasi interpersonal antara anak dan orangtua memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap sibling rivalry yang terjadi pada masa kanak-kanak pertengahan.
Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian Brody (2004) yang
menjelaskan bahwa sikap orangtua memberikan pengaruh kepada sibling relationship.
Brody menjelaskan orangtua perlu mengkomunikasikan kepada anak mengapa orangtua
memiliki perlakuan yang berbeda terhadap kakak atau adik supaya anak mengerti dan
tidak merasa dirinya tidak dianggap atau dicintai dalam keluarga. Priatna dan Yulia
(2006) juga mengungkapkan cara orangtua berkomunikasi dengan anak memberikan
pengaruh terhadap sibling rivalry yang terjadi. Jika komunikasi interpersonal tidak
berjalan dengan baik dan menimbulkan kesalahpahaman, maka sibling rivalry dalam
keluarga akan semakin kuat.
Hasil korelasi per aspek komunikasi interpersonal terhadap sibling rivalry juga
menunjukkan adanya korelasi negatif signifikan terhadap sibling rivalry dengan
sumbangan efektif per aspek sebagai berikut aspek dominance memberikan kontribusi
sebesar 34,34%, aspek perhatian sebesar 28,09%, aspek handling differences sebesar
22,85%, aspek keterbukaan sebesar 14,6%, aspek awareness sebesar 13,4%, aspek
ekspresi diri sebesar 7,45%, aspek coping with feelings sebesar 5,62%, aspek evaluasi
23
dan penerimaan feedback sebesar 4,16%, aspek avoidance sebesar 1,12%, aspek
kejelasan sebesar 0,50%, dan aspek perceived acceptance sebesar 0,07%.
Dari hasil korelasi antara aspek-aspek komunikasi interpersonal dengan sibling
rivalry terlihat bahwa aspek yang dominan pengaruhnya terhadap tinggi rendahnya
sibling rivalry adalah aspek dominance (34,34%), attention (28,09%), handling
differences (22,85%) dan keterbukaan (14,6%). Empat aspek tersebut memberikan
pengaruh besar dalam keefektifan komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak
yang nantinya juga akan memberikan pengaruh besar terhadap besar kecilnya sibling
rivalry dalam keluarga. Dan meskipun aspek komunikasi interpersonal yang lain tidak
sedominan empat aspek tersebut, aspek-aspek yang lainnya tetap memiliki peran
penting untuk mendukung keefektifan komunikasi interpersonal antara orangtua dan
anak yang memengaruhi besar kecilnya sibling rivalry dalam sebuah keluarga.
Aspek dominance memiliki persentase paling besar, yang artinya aspek ini
merupakan aspek terpenting ketika orangtua berkomunikasi dengan anaknya. Ketika
orangtua mau mendengarkan dari awal sampai selesai pendapat, ide, cerita yang
disampaikan anak, hal ini akan membuat anak nyaman untuk mengungkapkan apa yang
dipikirkan dan apa yang dirasakannya. Tidak hanya orangtua yang mendengarkan,
ketika anak juga mau mendengarkan apa yang dikatakan orangtuanya sampai selesai,
anak akan lebih mengerti maksud yang ingin disampaikan oleh orangtua dan mencegah
adanya kesalahpahaman yang mungkin terjadi ketika salah satu pihak menunjukkan
sikap agresif untuk memotong pembicaraan.
Aspek attention merupakan aspek terpenting kedua dalam komunikasi
interpersonal antara orangtua dan anak. Perhatian pastinya sangat dibutuhkan dalam
hubungan orangtua dan anak. Terlebih alasan utama mengapa sibling rivalry terjadi
24
karena anak ingin mendapatkan perhatian dengan porsi yang sama dari orangtua. Oleh
karena itu, perhatian pun penting ditunjukkan orangtua ketika berkomunikasi dengan
anak. Perhatian yang ditunjukkan oleh orangtua dapat menumbuhkan kehangatan,
kedekatan, dan menambah kualitas hubungan antara orangtua dan anak.
Aspek handling differences merupakan aspek terbesar ketiga komunikasi
interpersonal yang memengaruhi besar kecilnya sibling rivalry yang terjadi dalam
keluarga. Perbedaan pendapat dan pikiran antara orangtua dan anak pasti sering terjadi,
dan ketika orangtua tidak menemukan jalan keluar untuk menyelesaikan perbedaan
pendapat yang terjadi akan memengaruhi kualitas komunikasi dan hubungan antara
orangtua dan anak. Orangtua perlu menemukan penyelesaian masalah perbedaan
pendapat yang dapat diterima oleh anak agar anak tidak semakin keras kepala dan
pelan-pelan dapat menerima pendapat, masukan, dan kritikan dari orangtua.
Aspek
keterbukaan
merupakan
aspek
dominan
keempat
komunikasi
interpersonal yakni ketika anak mau jujur akan perasaan dan ide-idenya ketika
berkomunikasi dengan orangtua. Keterbukaan akan membangun perasaan saling
memiliki yang akan semakin kuat ketika anak merasakan emosi-emosi negatif dalam
dirinya misalnya ketika anak sedang kesal, jengkel, cemburu, dll. Keterbukaan orangtua
untuk mau menerima, mendengarkan, bertukar pikiran dengan anak juga dibutuhkan
agar anak merasa dihargai, diterima, dan lebih percaya diri. Ketika aspek keterbukaan
berhasil diwujudkan, anak dan orangtua akan semakin memahami satu sama lain dan
menambah kualitas hubungan keluarga.
Perhitungan uji korelasi menunjukkan penemuan empiris yang menyatakan
bahwa komunikasi interpersonal memiliki sumbangan efektif sebesar 16,89% terhadap
sibling rivalry dan sisanya 83,11% dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor-faktor lain yang
25
memengaruhi variabel sibling rivalry dan belum termasuk dalam hasil penelitian ini
adalah urutan kelahiran anak, jumlah saudara kandung, jenis disiplin orangtua,
kepribadian anak dan pengaruh orang luar atau lingkungan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal antara anak
dan orangtua berada pada tingkat tinggi dan sibling rivalry pada masa kanak-kanak
pertengahan berada pada tingkat rendah. Hal ini juga menunjukkan adanya hubungan
negatif antara variabel komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak dengan
sibling rivalry pada masa kanak-kanak pertengahan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1.
Terdapat hubungan negatif signifikan antara variabel komunikasi interpersonal
antara orangtua dan anak dengan sibling rivalry
pada masa kanak-kanak
pertengahan.
2.
Komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak termasuk ke dalam kriteria
yang tinggi dengan mean sebesar 98,23.
3.
Sibling rivalry yang terjadi pada masa kanak-kanak pertengahan tergolong
rendah dengan mean sebesar 52,13.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih
banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran
sebagai berikut :
26
1.
Saran bagi orangtua
Orangtua yang memiliki anak lebih dari satu dapat mempertahankan pola
komunikasi interpersonal yang efektif dengan anak-anaknya karena semakin
efektif komunikasi interpersonal yang dilakukan, maka sibling rivalry akan
semakin rendah.
2.
Saran bagi peneliti selanjutnya
a. Penelitian ini masih terbatas, karena hanya meneliti hubungan komunikasi
interpersonal orangtua dan anak terhadap sibling rivalry. Dengan demikian
masih ada variabel lain yang turut memberi pengaruh terhadap sibling
rivalry yang belum dijelaskan dan diteliti, maka peneliti menyarankan
penelitian selanjutnya untuk menambah variabel lain seperti misalnya urutan
kelahiran anak, jumlah saudara kandung, jenis disiplin orangtua, kepribadian
anak ataupun pengaruh lingkungan.
b. Bagi peneliti selanjutnya juga bisa memberikan variasi subjek tidak pada
sibling yang berjenis kelamin sama saja namun yang berbeda jenis kelamin.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.E. (2006). Sibling Rivalry : When The Family Circle Becomes A Boxing
Ring. Diunduh pada 27 September 2014 dari http://www.contemporary
pediatrics.com.
Azwar,S.(2011). Metode Penelitian cetakan XII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______ (2012). Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2 Ed 10. Jakarta : Erlangga.
Berk, L.E. (2012). Development Through The Lifespan : Dari Prenatal Sampai Remaja
(Transisi Menjelang Dewasa) Ed 5. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Boer, Frits., et al. (2002). Negative Life Events of Anxiety Disordered Children: Bad
Fortune, Vulnerability, or Reporter Bias. Child Psychiatry and Human
Development, Vol. 32(3), Spring 2002. Human Sciences Press, Inc.
Boyse, K. (2007). Sibling Rivalry. Michigan, USA : University of Michigan, Health
System. Diambil 24 September 2014 dari http://www.med.umich.edu/
yourchild/topics/sibriv.htm.
Brereton, Avril. (2011). Brothers & Sisters : Sibling Issues. Diunduh pada 22 Januari
2014, dari http://www.med.monash.edu.au/sppm/research/devpsych/actnow.
Brisbane, H.E. (1994). The Developing Child : Understanding Children And Parenting.
New York : Glencoe Division of MacMillan Sixth Edition.
Brody, G.H. (1998). Sibling Relationship Quality : Its Causes and Consequences.
Annual Reviews Psychology, 1998.
Brody, G.H. (2004) . Sibling’s Direct and Indirect Contributions to Child Development.
University of Georgia. Diunduh pada 26 November 2014 dari
http://content.ebscohost.com.
Brooks, Jane. (2011). The Process of Parenting Ed 8. Singapore : McGraw Hills.
Caprio, F.S., & Caprio, F.B. (1968). Parents and Teenagers. New York : Citadel Press.
Dimitria, E. (2010). Gambaran Komunikasi Interpersonal Pegawai Modern Retail
Wimode (PT. Bakrie Telecom). Jurnal Psikologi Volume 8 nomor 2, Desember
2010
Ferrer, M., & McCrea, S. (2002). Sibling Rivalry. Diunduh pada 23 September 2014
dari http://edis.ifas.ufl.edu/he110.
Helms, D.B., Turner, J.S. (1976). Exploring Child Behavior. New York : W.B.
Saundres Company.
28
Hurlock, E.B . (1986). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Ed 5. Jakarta : Erlangga.
Jersild, A.T. (1995). Child Psychology. New York : Prentice Hall, Inc Sixth Edition.
Kartono, K & Gulo, D. (2000). Kamus Psikologi. Bandung : Pionir Jaya.
Kusnarto & Saifudin, Z. (2010). Pola Komunikasi Suami Istri yang Menjadi Tenaga
Pembantu Rumah Tangga di Hari Lebaran (Infalan). Jurnal Ilmu Komunikasi
vol.2.No.1 April 2010.
Lastasia, Fransisca. (2005). Persaingan Antar Saudara Kandung pada Masa Remaja
Awal Ditinjau dari Komunikasi Orangtua dengan Anak. Skripsi. (Tidak
Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.
Liliweri, A. (2007). Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Molgaard, V.K. (1997). How to Stop Sibling Rivalry. Iowa : Iowa State University.
Diunduh 22 September 2014, dari www.nncc.org/Release/sibling.rivalry.html.
Nandwana, S., & Katoch, M. (2009) . Perception of Sibling Relationship during Middle
Adulthood Years : A Typology . J Soc Sci : 67-72.
Oesterreich, Lesia.L. (2007). Understanding Children : Sibling Rivalry. Iowa : Iowa
State University. Diunduh pada 22 September 2014, dari www.nncc.org.
Priatna, C., & Yulia, A. (2006). Mengatasi Persaingan Saudara Kandung Pada Anakanak. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Riswandi. (2013). Psikologi Komunikasi Ed 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rivers, J.W., & Stoneman, Z. (2003) . Sibling Relationships when A Child Has Autism
: Marital Stress and Support Coping. Journal of Autism and Developmental
Disorders Vol. 33 No. 4, Agustus 2003.
Santoso, S. (2008). Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Sawicki, J.A. (1997). Sibling Rivalry and The New Baby: Anticipatory Guidance and
Management Strategies. Journal of Pediatric and Nursing, Vol 23, No. 3.
[Online
Journal].
Diunduh
pada
23
September
2014
dari
http://www.highbeam.com/doc/1G1-19556572.html.
Sarwono, S.W. (1997). Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka.
Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak Jilid 2 Edisi 11. Jakarta : Erlangga.
Shaffer, D.R. (2002). Childhood and Adolescence: Development Psychology (6th ed.).
USA : Wadsworth Group.
29
Thompson, J.A. (2004). Implicit Belief about Relationship Impact the Sibling Jealousy
Experience. Diunduh 22 September 2014 dari http://www.lib.ncsu.edu.
Volling, B.L.,Blandon, A.Y. (2003). Positive Indicators of Sibling Relationship
Quality: Psychometric Analyses of The Sibling Inventory of Behavior (SIB).
University of Michigan. Diunduh pada 22 September 2014 dari
http://www.childtrends.org.
Wallace, Edel. (2012). The Sibling Relationship:Friendship or Rivalry?. Dublin
Institute of Technology. Diunduh pada 22 Juli 2014 dari
http://arrow.dit.ie/aaschssldis/45/.
Download