BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tektonik Regional Secara regional, Pulau Sulawesi dan sekitarnya dibagi menjadi lima mendala tektonik (Simanjuntak 1993), yaitu Lajur Magmatik Tersier Sulawesi Barat, Lajur Busur Vulkanik Kuarter Minahasa-Sangihe, Lajur Metamorfik Kapur Sulawesi Tengah, Lajur Ofiolit Kapur Sulawesi Timur, dan Mikrokontinen Banggai-Sula (gambar 2.1). 6 7 Gambar 2.1 Sketsa mendala geologi daerah Sulawesi dan sekitarnya (disederhanakan dari Simandjuntak, 1993) Lajur Magmatik Tesier Sulawesi Barat dicirikan oleh terdapatnya batuan gunungapi ini dimulai sejak Paleosen dan aktif kembali pada kala Miosen. Kegiatan gunungapi sebagian berkembang di lingkungan laut. Intrusi batuan granitik berasosiasi dengan batuan vulkanik. Lajur Magmatik Tersier ini dicirikan pula oleh terdapatnya flysch yang berasosiasi dengan lava basal berumur Kapur Eosen. Lajur Busur Vulkanik Kuarter Minahasa-Sangihe terdiri dari batuan gunungapi aktif yang membentang dari Kepulauan Sangihe hingga Kepulauan 8 Una-una. Perkembangan Busur gunungapi Kuarter ini dikendalikan oleh penunjaman ganda di Sulawesi Utara. Lajur Metamorfik Kapur Sulawesi Tengah tersusun dari sekis, mika chert, meta gamping, grafit, dan filit. Lajur Ofiolit Kapur Sulawesi Timur terdiri dari batuan ultrabasa dari jenis dunit, piroksenit, gabro, dolertit, mikrodiorit, norit dan harzburg. Batuan ofiolit ini berasosiasi dengan chert dari radiolaria. Analisis Paleomagnetik (Mubroto 1989) menunjukan bahwa Ofiolit tersebut terbentuk pada jaman Kapur pada posisi lintang 17 0 S. Mikrokontinen Banggai-Sula merupakan batuan alas di bagian Timur wilayah Sulawsei Timur yang menerus sampai Kepulauan Banggai-Sula (mis.garrard et al. 1988). Batuan alas ini terdiri dari malihan berafinitas kontinen berumur Karbon, batuan granit berumur Permo-Trias pula. Diatas batuan alas, secara tak selaras diendapkan batuan sedimen tepian benua. Batuan sedimen ini berumur Mesozoik yang terdiri dari Klastika Karbonat dan mengandung lensalensa batubara. Pulau Sulawesi merekam paling tidak empat peristiwa tektonik regional (Simanjuntak 1993). Yaitu penunjaman pada zaman Kapur, divergensi MesozoikTersier, tumbukan di Sulawesi Timur pada kala Neogen dan tumbukan ganda yang berlawanan arah pada kala Kuarter. Penunjaman pada zaman kapur ditunjukkan oleh perkembangan lajur Benoiff kearah Barat disepanjang Pulau Sulawesi baian timur, dimana Kerak Samudera Banda-Tua menunjam kebawah Lempeng Eurasia di bagian Tenggara. Selain itu ditemukan pula batuan malihan bertekanan tinggi, batuan gunungapi 9 yang diikuti oleh intrusi diorit dan dibeberapa tempat bancuh yang berasosiasi dengan ofiolit. Pada lajur ini ditemukan pula flysch yang diperkirakan terbentuk pada perioda tektonik yang sama. Divergensi Mesozoik-Tersier berawal dari proses thermal doming pada zaman Trias di tepian Utara benua Australia, yang diikuti dengan rifting dan extensional faulting. Bersamaan dengan itu terjadi pemisahan (detachment) di bagian utara dan baratlaut tepian benua Australia yang dilanjutkan dengan translasi fragmen-fragmen itu yang kemudian membentuk benua renik (microcontinents) di Laut Banda. Proses ini sekarang ini ditunjukkan oleh sesar transcurrent Sorong-Sula, Tarera-Aiduna dan beberapa sesar undak di daerah ini. Tumbukan di Sulawesi Timur terjadi pada kala Miosen Tengah. Benua renik yang terlepas dari tepian Benua Australia bertumbukan denga lajur ofiolit dan komplek penunjaman Sulawesi Timur. Proses ini menghasilkian bancuh yang terhampar di sepanjang Lajur Sesar Batui di lengan Timur Sulawesi. Proses ini diakhiri dengan obdaksi koimplek ofiolit di atas tepian benua renik dan komplek tunjaman di atas lajur magmatik. Tumbukan ganda yang berlawanan arah pada kala Kuarter ditandai oleh kegiatan gunungapi di sepanjang Lajur Minahasa Sangihe. Kegiatan vulkanik ini disebabkan oleh kembali aktifnya penunjaman ganda di Sulawesi Utara yang terjadi pada kala Neogen. Pada peristiwa itu terjadi penunjaman kerak Laut Sulawesi ke bawah lengan utara pulau itu dan secara bersamaan ke lengan barat dan Maluku terjadi penunjaman kerak yang sama dengan arah barat. Pada periode ini terjadi pula tumbukan antara mikrokontinen 10 Banggai-Sula dan Lajur Ofiolit Sulawesi Timur, yang menghasilkan gaya kompresi berarah baratlaut-tenggara. 2.2 Stratigrafi Regional Daerah penelitian didominasi oleh berbagai jenis batuan yang berumur dari kala Trias hingga Resen (Hadiwidjojo drr. 1993, Rusmana drr. 1993, Sukamto 1973). Batuan yang berumur Trias adalah Komplek Wana, tersebar di bagian timur Teluk Palu dan terdiri dari sekis, genes dan kuersit. Kelompok batuan ini menjemari dengan Komplek Gumbasa yang terdiri dari granit genes, doirit dan sekis. Diseblah Timur, didaerah Luwuk, berkembangan Formasi Meluhu yang tersusun dari batusabak, batupasir malih, filit dan sekis. Batuan berumur Yura diwakili oleh Formasi Nanaka berupa sedimen klastik ynag terdiri dari batu pasir kuarsa dengan sisipan batubara, konglomerat dan napal. Batuan berumur Kapur terdapat dibagian timur (daerah Luwuk), berupa ultrabasa yang terdiri dari dunit, piroksenit, serpentinit, gabro dan diabas. Di Kepulauan Togian berkembang Formasi Lamusa, berupa batugamping berwarna merah kecoklatan. Di sekitar Palu berkembang Formasi Latimojong, berupa perselingan batu sabak, filit dan berupa batupasir malih. Batuan berumur Eosen terdapat di sekitar Palu, yaitu Formasi Tinombo yang tersusun oleh serpih, konglomerat, batupasir, batuan gunungapi, batugamping, rijang, filit, dan kuarsit. Pada Kala Oligi-Miosen terjadi kegiatan gunungapi di daerah Palu dan sekitarnya yang menghasilkan batuan gunungapi Formasi Lamasi yang terdiri dari andesit dan dasit. Formasi Lamasi menindih tak 11 selaras Formasi Latimojong. Kegiatan gunungapi berlanjut sampai kala Miosen dan mengahasilkan batuan gunungapi Formasi Talaya yang terdiri dari andesit dan basal. Di sekitar Palu juga berkembang Molasa Celebes Sarasin yang disusun oleh konglongmerat, batupasir, napal dan batugamping koral. Kegiatan gunungapi berakhir pada kala Mio-Pliosen dan ditandai oleh berkembangnya terobosan doirit, andesit, granit dan granodiorit. Pada kala Plio-Pleistosen didaerah Pasangkayu yang terdiri dari batulempung, batupasir, dan setempat dijumpai batugamping. Di bagian Timur yaitu di Kepulauan Togian, terjadi kegiatan gunungapi yang menghasilkan Formasi Lonsio yang disusun oleh lava basal, lava bantal, tufa batugamping, dan pasir tufaan. Kegiatan gunungapi ini berlanjut sampai sekarang, ditujunkan oleh gunung Colo di Pulau Una-una. Pada kala Pleistosen Akhir berkembang pengendapan batugamping terumbu, kipas alluvial dan endapan teras. Endapann sungai, dan pantai yang terdiri dari konglongmeret, pasir dan lempung berkembang sejak kala Resen. 2.3 Struktur Geologi Sulawesi didominasi oleh struktur berarah baratlaut – tenggara berupa sesar mendatar sinistral dan sesar naik. Sesar Palu-Koro memotong Sulawesi bagian barat dan tengah, menerus ke bagian utara sampai Palung Sulawesi Utara yang merupakan batas tepi benua di Laut Sulawesi. Jalur SesarPalu-Koro merupakan sesar mendatar sinistral dengan 12 pergeseran lebih dari 750 km (Tjia, 1973, Sukamto, 1975), arah gerak sesuai dengan jalur Sesar Matano dan jalur sesar Sorong. Sesar Sadang yang terletak di bagian barat dan sejajar Sesar Palu berada pada Lengan Selatan Sulawesi, menghasilkan lembah Sungai Sadang dan Sungai Masupu yang sistemnya dikontrol oleh sesar mendatar (Hamilton, 1979) (gambar 2.2). Gambar 2.2 Struktur utama di Sulawesi. Hamilton (1979) Sesar Gorontalo merupakan sesar mendatar dekstral (Katili, 1969, Sukamto, 1975) yang berlawanan arah dengan Sesar Palu-Koro dan pola sesar sungkupnya memperlihatkan arah yang konsekuen terhadap platform Banggai- 13 Sula sehingga memberikan gambaran adanya kemungkinan pemampatan (compression) mendatar yang disebabkan oleh dorongan platform Banggai-Sula ke arah barat. Sesar Matano yang merupakan sesar mendatar sinistral berarah baratlaut – timur memotong Sulawesi Tengah dan melalui Danau Matano, merupakan kelanjutan dari Sesar Palu ke arah timur yang kemudian berlanjut dengan prisma akresi Tolo di Laut Banda Utara. Sistem Sesar Lawanopo berarah baratlaut – tenggara, melaui Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara. Sesar ini kemungkinan berperan dalam pembukaan Teluk Bone, seperti pembukaan yang terjadi di daratan Sulawesi Tenggara yang merupakan zona sesar mendatar sinistral Neogen. Sesar Lawanopo memisahkan mintakat benua Sulawesi Tenggara pada Lengan Tenggara Sulawesi dengan metamorf Sulawesi Tengah. Sesar naik Batui terletak pada bagian timur Lengan Timur Sulawesi, merupakan hasil dari tumbukan platform Banggai-Sula dengan Sulawesi yang menyebabkan pergeseran secara oblig sehingga Cekungan Gorontalo menjadi terangkat. 2.4 Patahan Aktif Sesar atau patahan (fault) merupakan suatu fenomena geologi yang umum di jumpai di kerak bumi. Sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan yang di sertai oleh adanya pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan. Jarak pergeseran tersebut dapat hanya beberapa milimeter hingga puluhan 14 kilometer pertahunnya, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran beberapa centimenter hingga puluhan kilometer (Billing, 1959). Menurut Keller dan Pinter (1996) sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu sepuluh ribu tahun yang lalu. Sesar yang berpotensi aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu dua juta tahun yang lalu, sedangkan sesar tidak aktif adalah sesar yang belum tidak pernah bergerak dalam kurun waktu dua juta tahun yang lalu. Sesar aktif adalah sesar yang bergerak pada zaman kuarter dan berpotensi untuk bergerak kembali pada masa yang akan datang (Huzita dkk., 1992; dalam Munif, 2011). Sesar tersebut memotong permukaan morfologi berumur Kuarter, memotong batuan Kuarter, sesar pada daerah gunungapi yang bergerak pada periode pendek (selama masa erupsi gunung api), dan sesar normal yang dapat diamati pada pegunungan akibat gaya gravitasi. 2.5 Trenching dan Carbon dating Trenching dari lereng patahan, mungkin adalah teknik yang paling umum dan tinggi untuk menyelidiki aktive fault dengan bidang pecah permukaan. Dua kondisi yang harus ditinjau: 1) lokasi lereng fault di lokasi harus dikenal dengan ketidakpastian tidak lebih dari beberapa meter, dan 2) lokasi setting geomorfologi harus mendukung sedimentasi agar dapat membuat lebih mungkin pengawetan dengan penguburan catatan geologi dari gempabumi. (gambar 2.3) 15 Gambar 2.3. Penggalian paritan lereng patahan. Sebuah gambaran, California. (modifikasi dari Keller, 1996). Langkah-langkah dalam metode trenching : 1. Identifikasi aktif fault atau segmentasi aktif fault 2. Tentukan lokasi trenching 3. Hubungkan dengan geologi regional 4. Buat keamanan untuk tindakan pencegahan *Menopang dinding paritan *Mengkontruksi pagar mengelilingi lokasi paritan 5. Mempersiapkanm dinding trenching untuk pemetaan 6. Membuat grid pada dinding trenching 16 7. Menandai lokasi dari material yang memiliki prospek data yang baik 8. Mengukur pergeseran yang ada pada dinging trenching 9. Pemetaan dinding singkapan utama (Profiling) 10. Menandai dengan pasti posisi fault 11. Sampling dan packaging material yang memiliki data yang baik 12. Mengisi kembali paritan 13. Mengirim sampel untuk analisa laboratorium menggunakan carbon dating Carbon dating adalah teknik menggunakan C14 untuk mengetahui umur material organik, seperti kayu dan kulit, mulai dari 58000 tahun sampai 62000 tahun. Carbon dating dikemukakan oleh seorang ahli bernama Willard Libby pada tahun 1949. 2.6 Teori Dasar 2.6.1 Sesar Billing (1959) mendefinisikan Sesar sebagai bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. Jarak pergeseran tersebut dapat hanya beberapa milimeter hingga puluhan kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran beberapa centimeter hingga puluhan kilometer. Sedangkan secara harfiah sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran yang berarti, melalui bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa bidang sesar (fault plane), atau rekahan tunggal. Tetapi lebih sering berupa jalur 17 sesar (fault zone), yang terdiri dari lebih dari satu sesar. Jalur sesar atau jalur penggerusan (shear zone), mempunyai dimensi panjang dan lebar yang beragam, dari skala minor sampai puluhan kilometer. Kekar yang memperlihatkan pergeseran dapat pula dikatakan sebagai sesar minor. Secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis sesar, yaitu : sesar naik, sesar mendatar, sesar normal. Hal ini diakibatkan oleh orientasi dan posisi tegasan maksimum (σ1), tegasan menengah (σ2), tegasan minimum (σ3). Dari hasil percobaan Anderson (1951) menyimpulkan jika : sigma satu vertical maka akan terbentuk patahan normal, sigma dua vertical maka akan membentuk sesar mendatar, sigma tiga vertical maka akan membentuk sesar naik. (gambar 2.4) Gambar 2.4 Klasifikasi sesar berdasarkan percobaan Anderson (1951) Untuk mengetahui klasifikasi sesar maka kita harus mengenali unsur-unsur struktur sebagai berikut (gambar 2.5) : 1. Bidang sesar, yaitu bidang sepanjang rekahan dalam batuan yang tergeserkan. 18 2. Dip sesar, sudut antara bidang sesar dengan bidang horizontal dan diukur tegak lurus jurus sesar. Strike dan dip sesar menunjukkan kedudukan dari bidang sesar. 3. Pitch, arahan gelinciran yang membentuk sudut pada bidang sesar diukur terhadap bidang horizontal. 4. Hade, sudut antara garis vertical dengan bidang sesar dan merupakan penyiku dari dip sesar. 5. Throw, komponen vertical dari slip/separation diukur pada vertical yang tegak lurus terhadap jurus sesar. 6. Heave, komponen horizontal yang tegak lurus dari slip/separation diukur pada bidang vertical yang tegak lurus jurus sesar. 7. Separation (pergesaran semu), jarak tegak lurus dua bidang yang bergeser dan diukur pada bidang dasar. 8. Strike separation, komponen separation yang diukur sejajar strike sesar. 9. Dip separation, komponen separasi yang diukur sejajar arah dip sesar. 10. Slip (pergesaran relatif), merupakan pergeseran titik-titik yang sebelumnya berimpit, diukur dari blok satu ke blok yang lain. 19 Gambar 2.5 Unsur-unsur struktur sesar (Anderson 1951) 2.6.2 Kekar Kekar adalah suatu rekahan yang relatif tidak mengalami pergeseran, terjadi oleh gejala tektonik maupun tektonik. Klasifikasi kekar didasarkan pada : 1. Bentuk a. Sistematik : Joint set, joint system. Kekar sistematik biasanya dijumpai berpasangan dengan arah yang sejajar atau hampir sejajar dan bidangbidang kekar yang rata atau sedikit melengkung. b. Tak sistematik 2. Ukuran a. Master Joint : Puluhan sampai ratusan meter b. Minor joint ( kurang dari satu inci) 3. Kerapatan Kerapatan kekar dinyatakan dengan jumlah persatuan jarak lintasan pengamatan yang dibuat tegak lurus. 20 4. Keterjadiannya (secara tektonik) Secara keterjadiannya, kekar dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu (gambar 2.6) : a. Shear Joint (Kekar Gerus), terjadi akibat adanya tegasan b. Tension Joint (kekar Tarikan), kekar tarikan dapat dibedakan sebagai: - Tension fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah dengan tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan hidrotermal yang kemudian berubah menjadi vein. - Release fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya utama. Struktur ini sering berupa stylolite Gambar 2.6 Pola kekar yang terbentuk pada sebuah kubus apabila dikenai gaya tertentu (Billing 1959) Kekar merupakan salah satu gejala struktur yang sulit untuk diamati, sebab kekar dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian geologi, misalnya sebelum terjadi lipatan. Kesulitan lainnya adalah tidak adanya atau relative kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat ditentukan kelompok mana yang terbentuk sebelum atau sesudahnya. 21 Walaupun demikian, didalam analisa kekar dapat dipakai untuk membantu menentukan pola tegasan, dengan anggapan bahwa kekar-kekar tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan sesar. Dalam penentuan jenis sesar cara ini sangat lemah dan data yang dipakai tidak hanya kekar tetapi juga jalur sesar yang dapat diamati dari peta topografi, foto udara dan citra landsat. 2.6.2.1 Analisis Kekar Seperti dikemukakan oleh beberapa penliti dan secara tegas oleh Bott (1959) bahwa pergerakan sesar akan mengikuti arah rekahan gunting (conjugate shear). Dengan analisis kekar dalam penentuan jenis sesar hal ini dapat diterapkan dengan menggunakan pemodelan Anderson dengan patokan sebagai berikut (gambar 2.7) : 1. σ1 X berada pada titik tengah perpotongan dua bidang conjugate shear yang mempunyai sudut sempit. 2. σ2 X berada pada titik perpotongan antara dua bidang conjugate shear. 3. σ3 X berada pada titik tengah perpotongan dua bidang conjugate shear yang mempunyai sudut tumpul. 4. σ1 ┴ σ2 ┴ σ3 5. Orientasi tensional joint searah dengan orientasi σ1. 6. Orientasi stylolitest tegak lurus dengan orientasi σ1 atau searah dengan orientasi σ3. 7. Bidang shear dan tensional akan membentuk sudut sempit. 22 8. Bidang shear dengan release joint akan membentuk sudut tumpul. Gambar 2.7 Klasifikasi sesar menurut Anderson (1951) (dalam McClay 1987) Berdasarkan bentuk stereografi dan sistem tegasan, setengah lingkaran hitam menunjukkan blok yang bergerak keatas. 2.6.3 Neotektonik Palu-koro Neotektonik adalah tektonik yang terjadi pada kurun waktu Miosen Atas – Resen (Pusat Survey Geology, 2012). Kondisi neotektonik di wilayah Sulawesi Tengah ini dapat dipelajari dengan sangat baik di sepanjang lembah lembah Palu dan sekitarnya yang dipengaruhi oleh keberadaan patahan aktif Palu – Koro. Keberadaan patahan ini di lapangan dengan sangat mudah dikenal berupa facet segitiga yang ditemukan di kedua sisi lembah Palu (barat dan timur), berupa gawir patahan dengan segitiga faset yang memiliki ketinggian gawir bervariasi 25 sampai 300 meter. Gawir faset segitiga blok barat memiliki ketinggian lebih besar dibandingkan dengan gawir faset segitiga blok sebelah timur, demikian pula kemiringan lerengnya. Hal ini disebabkan oleh mekanisme patahan pembentuk faset segitiga dan batuan 23 penyusunnya. Faset segitiga blok barat dibentuk oleh patahan mendatar mengiri turun dengan ciri batuannya adalah batuan malihan dan batuan beku granit, sedangkan blok timur dikontrol oleh patahan mendatar dengan ciri batuannya di dominasi oleh batuan sedimen Molassa. Selain terbentuk oleh patahan uatama utara - selatan, triangular facet ini di kontrol pula oleh patahan-patahan mendatar yang berarah Baratlaut – Tenggara (patahan Palolo dan Lindu, patahan Lariang dan Pasangkayu) dan patahan normal berarah barat-timur (patahan Gawalise – Tawaili dan patahan Balane – Bora). Pertemuan dan perpotongan patahan – patahan tersebut, turut mengontrol dinamika pembentukan dan perkembangan dari faset segitiga beserta material endapan kipas yang dibentuknya. Ditinjau dari ciri bentangalamnya facet segitiga di Lembah Palu dapat dikenali 3 (tiga) jenis faset yakni; Faset Segitiga Tipe A, B dan C. Pengenalannya di dasarkan pada tingkat keaktifan masing-masing yang dicerminkan oleh tingkat erosi kecepatan pertumbuhannya. Faset segitiga tipe A, dikenali dari tingkat erosi tinggi dengan material rombakannya yang tumbuh dan bergerak membentuk alur-alur baru. Faset segitiga tipe B tingkat erosi sedang dengan sebagian material rombakannya tampak pada salah satu sisi lembahnya. Faset segitiga tipe C terlihat lebih masif dan stabil dengan tingkat erosi rendah, tidak terlihat adanya material rombakan baru pada lembahnya. Gambaran neotektonik lain yang dapat diamati adalah perpindahan alur sungai yang membentuk teras-teras aluvium pada segmen aktif seperti 24 dijumpai di Pakuli, Kotapupu dan Sidondo. Teras-teras ini berketinggian antara 2-15 meter di atas muka air sungai sekarang. Ciri gerak-gerak patahan dijumpai pada batuan di sekitar daerah ini mendatar mengiri memperlihatkan kinematik dengan komponen turun. Patahan-patahan ini dijumpai mengontrol daerah - daerah terbenam sebagai hasil gerak tektonik regangan. Mekanisme patahan seperti ini membentuk lajur patahan yang saling sejajar dengan arah utara-selatan serta barat-timur. Pasangan patahan ini memperlihatkan pola patahan yang di sebut antitetik dan sintetik (patahan bongkah). Selain dari ciri bentangalamnya neotektonik di kawasan Lembah Palu ini dikenal dari perkembangan endapan batuan Kuarter secara tegak dan mendatar. Berdasarkan penampang geologi kuarter bawah permukaan (0-60 m) pada kedua dinding lembah belahan barat dan timur (Moechtar dkk, 1999). Hasil pengamatan Tjia (1974), terhadap koral pada teras dekat Tondo di Utara kota Palu memperkirakan kecepatan rata-rata gerak vertikalnya 4,5 mm/tahun. Lebih lanjut Tjia dan Zakaria (1974) menyatakan patahan PaluKoro ini sebagai patahan aktif (lihat Soehaimi, 1995). Adjat Sudradjat (1981) menghitung kecepatan gerak mengiri patahan ini, yang diperkirakan 14-17 mm per tahun. Keaktifan patahan Palu - Koro yang merupakan salah satu patahan utama di daerah ini dibuktikan oleh keberadaan pusat gempa bumi merusak (1938, 1981, 1983, 1985, 1987, 1989, 1990, 1993,1996 dan 2005) yang berpusat pada lajur patahan ini. Gempabumi Lawe (1995) yang juga berpusat pada lajur 25 patahan ini mempertihatkan gerak patahan mendatar mengiri seperti di jumpai di desa Kantewu, Lawe serta Gimpu ( Soehaimi, 1985) sedangkan gempabumi Palolo 2005 berpusat di desa Sintuwu kecamatan Palolo, memperlihatkan gerak patahan mendatar mengiri (Soehaimi dkk, 2005). 2.6.4 Sistem Sesar Mendatar Moody and Hill Moody & Hill (1956) mengemukakan wrench fault kemungkinan adalah tipe sesar yang paling dominan terjadi pada kerak bumi. Istilah wrench fault di adopsi dari Kennedy (1946) dan Anderson (1951) untuk menggambarkan pecahan pada kerak bumi yang relatif pergerakan pada satu blok horizontal terhadap yang lain dan bidang sesar yang vertical. Teori Stress ellipsoid dan sudut β (beta) Suatu pembahasan ulang mengenai Anderson (1951) yang memberikan pemahaman mekanika sesar, suatu dasar yang menjelaskan tentang stress – stress yang membentuk satu set dari 3 sumbu yang saling tegak lurus. Pada sebuah material isotropic yang sama diberikan tekanan, maka sifat tekanan yang maksimum akan dapat mewakili suatu arah yang diberikan (gambar 2.8, Y) sedangkan tekanan yang paling minimum diwakili oleh (gambar 2.8, X) 26 Gambar 2.8 Sumbu ellipsoid (Anderson 1951) Jika sebuah material yang cukup keras akan bereaksi diberikan stress yang melebihi dari kekuatannya, maka material tersebut akan pecah atau hancur, hasil dari bidang rekahan maksimum stress akan membentuk sudut 45° dari arah tekanan maksimum stress. Sudut tersebut di sebut β (actual shear). Hubbert (1951) menyatakan bahwa walaupun hasil β (actual shear) akan berbeda antara material yang berbeda rata – rata tiap batuan memiliki sudut 31° sebagai sudut geser dalam. Billings (1954) “…sudut diantara arah tekanan dan rekahan sekitar 30°”, walaupun kemungkinan tiap material berbeda, sudut yang digunakan Moody & Hill yaitu 30° sebagai rata – rata dari nilai β (actual shear) 27 Gambar 2.9 Hasil dari sistem sesar mendatar pada kompresi berarah UtaraSelatan (Moody dan Hill 1956) Pengaruh orde kedua dan sudut γ (gamma) McKinstry (1953) membuat sebuah tesis yaitu ciri – ciri hasil strain kedua dan beberapa pengetahuan tentang bentuk system sesar pada orde kedua, McKinstry (1953) menulis “jika suatu gaya atau pergerakan akan menghasilkan sesar utama atau “master shear”, stress – stress pada batuan akan berhubungan dan memiliki orientasi yang disebabkan pasangan bidang pecah baru yang berhubungan satu sama lain untuk 28 menyeimbangkan, salah satu dari yang terbentuk sebuah sudut tajam dengan shear utamanya”. Tabel 2.1 menunjukkan sudut pecah masingmasing bidang menurut McKinstry 1953. Tabel 2.1 Teori arah sesar mendatar dan sesar naik (McKinstry 1953) Antiklin dan/atau Kanan atau kiri sesar mendatar sesar naik RL N 30° W LL N 30° E RL N 15° E RL N 75° W LL N 75° E LL N 15° W RL N 30° W RL N 30° W RL N 60° E RL N 60° E LL N 30° E LL N 30° E LL N 60° W LL N 60° W First Orde Second Orde E–W N 45° E N 45° W Third Orde N–S E–W N–S E-W 29 hasil dari sudut tersebut tidak dapat ditentukan dengan mudah, pada umumnya bervariasi antara 5° dan 30° dengan rata – rata yaitu 15° Shears orde kedua akan terbentuk tipe yang sama dari pergerakan orde pertama cabang samping kiri dengan orientasi yang sesuai atau sama (table 1), orde ketiga akan terbentuk kedua setelah rekahan shear orde kedua. Untuk satu orientasi stress utama dapat menimbulkan 2 arah shear orde pertama, 4 arah shear orde kedua, 8 arah shear orde ketiga, 16 arah shear orde keempat. Shear orde kedua dan lipatan seret adalah manifestasi atau perwujudan dari reorientasi stress satu blok sesar atau satu blok diantara 2 sesar parallel. Sudut α (alpha) Arah stress utama (bisa berarti maksimum stress pada stess ellipsoid) yang membentuk shear orde pertama yang disebut sebagai sudut α. Mengamati indikasi hubungan struktur dari arah stress pada kejadian sepanjang waktu geologi yang berorientasi dan nilai untuk sudut sekitar dari 340° sampai 20°, namun Moody & Hill menentukan sudut α yaitu 0°