PERBANDINGAN PENDUGAAN

advertisement
i
PERBANDINGAN PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI
MENGGUNAKAN METODE AERODINAMIK,
PENMAN-MONTEITH, DAN PANCI KELAS A
(Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situgede, Darmaga, Bogor)
ADHAYANI DEWI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
ABSTRAK
ADHAYANI DEWI. Perbandingan Pendugaan Evapotranspirasi Menggunakan Metode
Aerodinamik, Penman-Monteith dan Panci Kelas A (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situgede,
Darmaga, Bogor). Dibimbing oleh TANIA JUNE dan NURYADI.
Evapotranspirasi adalah kehilangan air dari atmosfer melalui proses evaporasi dari
permukaan tanah dan transpirasi dari tumbuhan. Pendugaan nilai evapotranspirasi pada penelitian
ini menggunakan metode aerodinamik dan Penman-Monteith yang selanjutnya akan dibandingkan
dengan metode panci kelas A. Keeratan hubungan antara model dan observasi pada metode
aerodinamik dan Penman-Monteith dengan Panci Kelas A ditunjukkan dengan nilai chi square
(πœ’2 ). Nilai evapotranspirasi dasarian ketiga metode memiliki nilai dan pola yang hampir sama.
Keeratan metode Penman-Monteith dan panci kelas A lebih tinggi dibandingkan metode panci
kelas A dengan metode aerodinamik yang ditunjukkan oleh kecilnya nilai (πœ’2 ) yaitu 39.70 versus
113.14. Ketiga metode menunjukkan bahwa nilai evapotranspirasi lebih besar pada periode kering
dibandingkan pada periode basah.
Kata kunci: aerodinamik, evapotranspirasi, panci kelas A, Penman-Monteith
iii
ABSTRACT
ADHAYANI DEWI. Comparison of Evapotranspiration Estimation using Aerodynamic,
Penman-Monteith and Class A pan Methods (Case Study : Situgede Agricultural Area
Darmaga, Bogor). Supervised by TANIA JUNE and NURYADI.
Evapotranspiration is the loss of water to the atmosphere by the combined processes of
evaporation from soil surfaces and transpiration from plant. Evapotranspiration were estimated
using aerodynamic and Penman-Monteith methods compared to the class A pan. The goodness of
fit between aerodynamic method and Penman-Monteith with class A pan were analysed using chi
square (πœ’2 ). Evapotranspiration values in ten days have similar pattern between the three methods.
Chi square (πœ’2 ) between Penman-Monteith and class A pan method was lower than between
aerodynamic method and class A pan method, 39.70 and 113.14 respectively. All methods show
higher evapotranspiration value in dry season compared to wet season.
Keywords : aerodynamic, class A pan, evapotranspiration, Penman-Monteith
iv
©Hak Cipta milik IPB tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mengutip
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut
tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
v
PERBANDINGAN PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI
MENGGUNAKAN METODE AERODINAMIK,
PENMAN-MONTEITH, DAN PANCI KELAS A
(Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situgede, Darmaga, Bogor)
ADHAYANI DEWI
G24080029
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Pada
Program Studi Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
vi
Judul : Perbandingan Pendugaan Evapotranspirasi Menggunakan Metode
Aerodinamik, Penman-Monteith dan Panci Kelas A (Studi Kasus:
Wilayah Pertanian Situgede, Darmaga, Bogor
Nama : Adhayani Dewi
NRP
: G24080029
Menyetujui,
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Ir. Tania June, M.Sc
NIP. 19630628 198803 2 001
Nuryadi S.Si, M.Si
NIP. 19580110 197812 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS
NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus:
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, petunjuk, dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “Perbandingan
Pendugaan Evapotranspirasi Menggunakan Metode Aerodinamik, Penman-Monteith dan Panci
Kelas A (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situgede, Darmaga, Bogor)”.
Karya ilmiah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, ungkapan terima kasih patut penulis sampaikan pada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini yaitu:
1. Dr. Ir. Tania June, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, ilmu,
pengarahan, bimbingan serta kritik dan saran yang membangun sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini.
2. Nuryadi S.Si, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan
masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Segenap staf pengajar dan pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi yang
memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
4. Orang tua penulis, Chusnuddin dan Sidna Suparti atas segala bentuk dukungan, doa, kasih
sayang, dan segalanya semoga karya ini bisa menjadi wujud kebanggan Bapak dan Ibu
serta kakak-kakak tercinta, Dian Kurniati dan Denni Kurnia, atas segalanya, semoga
menjadi lebih baik; dan juga keponakanku yang selalu menghibur Jasmine, Rafka dan
Nadyne.
5. Andana Ekky Aulia yang selalu memberikan dukungan, semangat, perhatian, dan
motivasinya selama ini.
6. Ferdy Aprihatmoko, Fella Fauziah, Fithra Kamela, Farrahdhina atas segala dukungan, suka
duka, persahabatan dan kebersamaannya; Fitri dan Okta sebagai rekan sesama anak
bimbingan Dr. Ir. Tania June M.Sc, serta seluruh teman-teman GFM 45 lainnya.
7. Teman-teman Puri (Mimi, Eva, Ken, Zaza, Ocha), sahabat-sahabat SMP (Ayu, Nanda,
Devita, dan Riri), sahabat SMA (Linda, Muvita, Juny, Putu, Angga, Noni).
8. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak dan
berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amin.
Bogor, Februari 2013
Adhayani Dewi
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara yang
dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1990 dari pasangan
Chusnuddin dan Sidna Suparti.
Penulis menyelesaikan masa sekolah TK Ar-Rahman tahun
1996, SD Aren Jaya 12 tahun 2002, dan SMPN 11 Bekasi tahun
2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA PGRI I Bekasi dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) untuk jurusan Meteorologi
Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor penulis
aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa
Agrometeorologi (HIMAGRETO) Departemen Sains dan Aplikasi pada tahun 2009/2010 dan
tahun 2010/2011. Selain itu, selama menjadi mahasiswa penulis aktif menjadi panitia di berbagai
acara yang pernah dilakukan di HIMAGRETO. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang di
Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi (BPPT) pada tahun 2011.
ix
DAFTAR ISI
Daftar Tabel ..................................................................................................................... x
Daftar Gambar ................................................................................................................ xi
Daftar Lampiran .............................................................................................................. xii
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................
1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................................
1
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evapotranspirasi....................................................................................................
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Evapotranspirasi ..............................................
2.3 Metode Pendugaan Evapotranspirasi .....................................................................
2.3.1 Metode Evaporasi Panci Kelas A ...................................................................
2.3.2 Metode Penman-Monteith .............................................................................
2.3.3 Metode Aerodinamik .....................................................................................
1
2
3
4
4
4
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................
3.2 Alat dan Bahan .....................................................................................................
3.3 Metodologi Penelitian ..........................................................................................
3.3.1 Metode Penman-Monteith ............................................................................
3.3.2 Metode Aerodinamik ....................................................................................
3.3.3 Metode Evaporasi Panci Kelas A ...................................................................
3.3.4 Keeratan hubungan antar model dan observasi ...............................................
5
5
5
5
8
9
9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Iklim Wilayah Penelitian .....................................................................
4.1.1 Curah Hujan ..................................................................................................
4.1.2 Kecepatan Angin ...........................................................................................
4.1.3 Suhu .............................................................................................................
4.1.4 Kelembaban Udara .......................................................................................
4.1.5 Radiasi netto .................................................................................................
4.2 Evapotranspirasi menggunakan metode aerodinamik, Penman-Monteith
dan panci kelas A ..................................................................................................
4.3 Evapotranspirasi periode basah dan periode kering.................................................
4.4 Keeratan hubungan antara model dan observasi ...................................................
10
10
10
11
11
12
12
14
15
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 16
5.2 Saran..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 16
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 19
x
DAFTAR TABEL
1 Persamaan beberapa metode pendugaan evapotranspirasi ..........................................
3
2 Metode pendugaan evapotranspirasi dan masukkan data yang dibutuhkan dalam
perhitungan ................................................................................................................
4
3 Hubungan antara suhu dengan tekanan uap jenuh ........................................................
7
4 Koefisien panci (K p ) untuk panci kelas A berdasarkan kelembaban udara dan
kecepatan angin ..........................................................................................................
9
5 Nilai chi square antara model dan observasi ................................................................ 15
xi
DAFTAR GAMBAR
1 Tahanan permukaan dan tahanan aerodinamik pada fluks uap air .................................... 2
2 Nilai koefisien panci berdasarkan fungsi u dan RH wilayah Situgede, Darmaga,
Bogor Januari-Desember 2009 ...................................................................................... 9
3 Curah hujan wilayah Situgede, Darmaga, Bogor Januari-Desember 2009........................ 10
4 Profil kecepatan angin rata-rata bulanan wilayah Situgede, Darmaga, Bogor JanuariDesember 2009.............................................................................................................. 11
5 Profil suhu rata-rata bulanan wilayah Situgede, Darmaga, Bogor Januari-Desember
2009 .............................................................................................................................. 11
6 Profil kelembaban udara rata-rata bulanan wilayah Situgede, Darmaga, Bogor
Januari-Desember 2009 ................................................................................................. 12
7 Intensitas radiasi matahari wilayah Situgede, Darmaga, Bogor Januari-Desember
2009 .............................................................................................................................. 12
8 Hasil Evapotranspirasi dasarian menggunakan metode aerodinamik, PenmanMonteith dan panci kelas A............................................................................................ 13
9 a Hasil evapotranspirasi dasarian menggunakan metode aerodinamik, PenmanMonteith dan panci Kelas A wilayah Situgede Darmaga Bogor pada periode basah
dan periode kering tahun 2009 (Kp = 0.7, π‘Ÿπ‘Ž dan π‘Ÿπ‘  menggunakan asusmsi PenmanMonteith........................................................................................................................ 14
b Hasil evapotranspirasi dasarian menggunakan metode aerodinamik, PenmanMonteith dan panci Kelas A wilayah Situgede Darmaga Bogor pada periode basah
dan periode kering tahun 2009 (Kp berdasarkan fungsi u dan RH FAO PenmanMonteith, π‘Ÿπ‘Ž dan π‘Ÿπ‘  menggunakan ketinggian 1.5 m, LAI periode kering=5 dan LAI
periode basah= 6............................................................................................................ 15
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data profil suhu udara rata-rata dasarian pada tiga ketinggian wilayah Situgede,
Darmaga, Bogor Januari-Desember 2009 .................................................................... 20
2 Data profil kelembababan udara rata-rata dasarian pada tiga ketinggian wilayah
Situgede, Darmaga, Bogor Januari-Desember 2009 ..................................................... 21
3 Data profil kecepatan angin rata-rata dasarian pada tiga ketinggian wilayah Situgede,
Darmaga, Bogor Januari-Desember 2009 .................................................................... 22
4 Data jumlah intensitas radiasi matahari dasarian wilayah Situgede, Darmaga, Bogor
Januari-Desember 2009 .............................................................................................. 23
5 Data jumlah curah hujan dasarian wilayah Situgede, Darmaga, Bogor JanuariDesember 2009........................................................................................................... 24
6 Hasil evapotranspirasi dasarian wilayah Situgede, Darmaga, Bogor JanuariDesember 2009........................................................................................................... 25
7 Contoh perhitungan menggunakan metode Aerodinamik ............................................. 26
8 Contoh perhitungan menggunakan metode Penman-Monteith ...................................... 27
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu komponen siklus hidrologi
yang menarik untuk dikaji adalah
evapotranspirasi.
Evapotranspirasi
merupakan gabungan dua proses biofisik
yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi
adalah perpindahan uap air dari permukaan
tanah ke atmosfer, sedangkan transpirasi
adalah perpindahan uap air melalui
tumbuhan
menuju
atmosfer.
Evapotranspirasi merupakan proses yang
sangat penting bagi tanaman karena
berpengaruh langsung terhadap transport
nutrien dan hasil metabolisme tanaman.
Selain itu, evapotranspirasi mendapat
banyak perhatian karena kehilangan air dari
tanaman maupun permukaan tanah dapat
berakibat langsung terhadap ketersediaan
air.
Beberapa metode telah dikembangkan
untuk menduga nilai evapotranspirasi.
Pendugaan
evapotranspirasi merupakan
salah satu langkah penting dalam
perencanaan dan pelaksanaan sistem irigasi
serta sistem pengelolaan air. Pendugaan
nilai evapotranspirasi pada penelitian ini
menggunakan metode aerodinamik/gradien
dan Penman-Monteith. Selanjutnya kedua
metode ini akan dikorelasikan dengan nilai
evapotranspirasi
hasil
pengukuran
menggunakan panci kelas A.
Pendugaan evapotranspirasi dengan
menggunakan ketiga metode ini dilakukan
karena adanya perbedaan jumlah komponen
data iklim yang digunakan pada masingmasing metode, sehingga menarik untuk
dibandingkan
karena
keragaman
ketersediaan data pada stasiun cuaca. Data
yang dibutuhkan pada metode aerodinamik
adalah data profil suhu, profil kelembaban
udara, dan profil kecepatan angin pada
minimum dua ketinggian. Pada metode
Penman-Monteith
data
yang
yang
dibutuhkan adalah data standar sangkar
cuaca pada ketinggian 2 meter seperti suhu
maksimum harian, suhu minimum harian,
suhu rata-rata harian, kelembaban udara
harian, kecepatan angin, lama penyinaran
matahari, letak lintang, bujur dan altitude.
Data yang dibutuhkan pada metode panci
kelas A adalah evaporasi panci. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan data iklim
dari Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga
Bogor, dengan menggunakan metode
aerodinamik dan Penman-Monteith untuk
menduga evapotranspirasi di wilayah
Situgede, Darmaga, Bogor pada tahun 2009.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk :
1.2.1 Mempelajari
dinamika
profil
kecepatan angin, suhu udara,
kelembaban udara, dan radiasi
matahari pada permukaan wilayah
pertanian.
1.2.2 Menduga
nilai
evapotranspirasi
menggunakan metode aerodinamik
dan Penman–Monteith.
1.2.3 Membandingkan
nilai
evapotranspirasi
menggunakan
metode aerodinamik dan PenmanMonteith dengan hasil pengukuran
menggunakan panci kelas A pada
periode basah dan periode kering.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan
dua istilah yang menggambarkan proses
fisika transfer air ke dalam atmosfer, yakni
evaporasi dari permukaan tanah dan
transpirasi melalui tumbuhan (Usman 2004).
Menurut Asdak (2010) evapotranspirasi
adalah jumlah air total yang dikembalikan
lagi ke atmosfer dari permukaan tanah,
badan air, dan vegetasi oleh adanya
pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis
vegetasi. Menurut Labedzki et al. (2011)
evapotranspirasi
dibedakan
menjadi
evapotranspirasi acuan (ET0 ), potensial dan
aktual. Brutseart W (1982) menjelaskan
bahwa evapotranspirasi potensial (ETp )
merupakan
jumlah
maksimum
dari
evapotranspirasi permukaan luas yang
ditumbuhi tanaman seragam dengan jumlah
air tanah yang tidak terbatas dan kondisi
meteorologi aktual. Evapotranspirasi acuan
merupakan evapotranspirasi di bawah
kondisi meteorologi dengan permukaan
standar khususnya permukaan rumput yang
luas
dengan
karakteristik
spesifik
(Buttafuoco et al. 2010). Menurut Allen et
al. (1998) permukaan standar yang
dimaksud adalah rumput seragam (alfalfa)
yang ditutupi tanah, rumput tetap dalam
keadaan pendek yang seragam, pengairan
yang baik, dan tumbuh di bawah kondisi
optimal. ET0 sangat penting bagi bidang
agrometeorologi dan hidrologi, contohnya
untuk perencanaan dan manajemen irigasi.
2
Evapotranspirasi acuan menjelaskan
kebutuhan evaporasi dari atmosfer tanpa
dipengaruhi
oleh
jenis
tanaman,
perkembangan dan manajemen tanaman.
Jika air dalam kondisi cukup maka kondisi
tanah tidak akan mempengaruhi ET0 .
Evapotranspirasi acuan (ET0 ) merupakan
nilai evapotranspirasi pada tanaman
hipotetik yang memiliki tinggi 0.12 m,
tahanan permukaan sebesar 70 sm-1 dan
albedo 0.23. Kriteria tersebut mendekati
kondisi tanaman rumput. Evapotranspirasi
acuan (ET0 ) dipengaruhi oleh kondisi iklim,
oleh karena itu ET0 dapat dihitung dengan
menggunakan data iklim seperti data radiasi,
suhu, kelembaban dan kecepatan angin.
Evapotranspirasi acuan (ET0 ) diperkenalkan
untuk mempelajari kebutuhan evaporasi
yang berasal dari atmosfer dan terpisah dari
tipe tanaman, pertumbuhan tanaman, dan
manajemen tanaman.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Evapotranspirasi
Terdapat
tiga
aspek
yang
mempengaruhi besarnya evapotranspirasi
yaitu keadaan iklim, karakteristik tanaman
dan kondisi lingkungan (ketersediaan dan
distribusi air). Keadaan iklim yang
mempengaruhi nilai evapotranspirasi adalah
radiasi matahari, suhu, kelembaban udara
dan kecepatan angin (Allen et al. 1998).
Radiasi surya yang diserap oleh daun
sebesar 1 sampai 5% digunakan untuk
fotosintesis dan 75 sampai 85% digunakan
untuk memanaskan daun dan untuk
transpirasi (Gardner C 1991). Pemanasan
dan pendinginan daun akibat radiasi surya
akan mempengaruhi transpirasi. Saat daun
menerima radiasi, suhu akan naik dan
stomata daun akan terbuka. Ketika stomata
terbuka, kehilangan air dari daun
berlangsung
terus
menerus
yang
menurunkan potensial daun sehingga lebih
rendah daripada potensial tangkai daun,
karena air bergerak dari potensial tinggi ke
potensial rendah, air akan mengalir dari
tangkai daun ke batang. Hal ini akan
menurunkan
potensial
bahang
dan
selanjutnya air akan mengalir ke bawah
hingga ke akar tanaman sesuai dengan
jumlah radiasi yang diterima (Lambers
1993).
Suhu mempengaruhi evapotranspirasi
melalui beberapa cara (Rosenberg et al,
1983). Jumlah uap air yang dapat dikandung
udara meningkat secara eksponensial dengan
naiknya suhu udara. Peningkatan suhu
menyebabkan naiknya tekanan uap dari
permukaan yang terevaporasi sehingga
bertambahnya defisit tekanan uap antara
permukaan dengan udara sekitar. Udara
yang panas dan kering dapat mensuplai
energi ke permukaan. Laju penguapan
bergantung pada jumlah energi bahang yang
dipindahkan, karena itu semakin panas udara
semakin besar gradient suhu dan semakin
tinggi laju penguapan.
Kelembaban relatif berbanding terbalik
dengan suhu. Jika kelembaban relatif tinggi
maka suhu menurun. Jika suhu turun maka
kapasitas udara untuk menyimpan uap air
akan rendah yang berarti kebutuhan
atmosfer untuk evapotranspirasi semakin
kecil. Angin berpengaruh dalam evaporasi
karena dapat memindahkan udara basah
yang kontak secara langsung dengan
permukaan air dan memindahkannya ke
tempat yang udaranya kering. Semakin
tinggi kecepatan angin maka jumlah udara
basah yang dipindahkan semakin banyak
dan evaporasi yang terjadi meningkat. Angin
berfungsi menggerakan udara yang dapat
menyebabkan uap air jenuh. Udara yang
telah jenuh akan digantikan oleh udara lain
yang belum jenuh. Pada ketebalan 1 mm di
atas permukaan evaporasi, gerakan molekul
air bersifat difusi molekuler, akan tetapi di
atas lapisan tersebut digantikan oleh gerakan
turbulen (difusi edi). Gerakan ini sangat
bervariasi karena erat hubungannya dengan
gradien kecepatan angin terhadap ketinggian
(Thorn 1976).
Gambar 1 Tahanan
permukaan
dan
tahanan aerodinamik pada fluks
uap air (Allen et al. 1998)
Karakteristik
permukaan
juga
mempengaruhi evapotranspirasi seperti
tahanan aerodinamik, tahanan permukaan
dan albedo (Allen et al. 1998). Tahanan
aerodinamik (ra ) merupakan perpindahan
panas dan uap air dari permukaan tanah,
sedangkan
tahanan
permukaan
(rs )
merupakan tahanan dari aliran uap air
melalui transpirasi tanaman dan evaporasi
3
permukaan tanah (Gambar 1). Ketika
vegetasi tidak seluruhnya menutupi tanah,
faktor tahanan sangat dibutuhkan karena
sangat berpengaruh terhadap evaporasi
permukaan tanah. Jika transpirasi tidak
optimal maka tahanan permukaan akan
dipengaruhi oleh ketersediaan air di
permukaan. Tahanan stomata dipengaruhi
oleh kondisi iklim dan ketersediaan air.
Namun, jenis tanaman lebih mempengaruhi
nilai tahanan stomata. Tahanan akan menjadi
semakin tinggi jika ketersediaan air untuk
tanaman
terbatas.
Beberapa
studi
menjelaskan bahwa tahanan stomata
dipengaruhi juga oleh radiasi matahari, suhu
dan tekanan uap.
2.3 Metode Pendugaan Evapotranspirasi
Tersedia beberapa metode pendugaan
evapotranspirasi karena sulitnya mengukur
evapotranspirasi secara langsung di lapangan
(Allen et al. 1998). Perbedaan metode
pendugaan evapotranspirasi terdapat pada
data ikim yang digunakan sebagai masukan
dan pada struktur perhitungannya. Metode
yang paling sederhana hanya membutuhkan
informasi suhu rata-rata bulanan, sedangkan
metode yang kompleks dibutuhkan data
iklim yang banyak seperti suhu, radiasi
surya, kecepatan angin, kelembaban udara
dan
karakteristik
vegetasi.
Metode
pendugaan evapotranspirasi dan evaporasi
dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan
meteorologis dan klimatologis. Pendekatan
meteorologis terutama digunakan untuk
tujuan studi iklim mikro yang dibutuhkan
alat yang sangat teliti dan dibagi menjadi
metode aerodinamik dan neraca energi.
Pendekatan klimatologis didasarkan pada
penggunaan data iklim yang lebih mudah
didapat. Metode pendugaan evapotranspirasi
memiliki
persamaan
yang
berbeda
berdasarkan data iklim yang digunakan pada
persamaan (Tabel 1 dan 2).
Metode Blaney-Criddle dan JensenHaise dikembangkan untuk menduga
evapotranspirasi tanaman di bawah kondisi
pengairan yang baik. Metode PriestleyTaylor
digunakan
untuk
menduga
evapotranspirasi potensial di bawah kondisi
adveksi minimal dan metode ini bekerja baik
di zona temperate, daerah tropis dan lembab,
serta tidak baik untuk daerah yang kering
(Usman 2004). Metode Samani-Hargreaves
menggunakan radiasi ekstraterestrial yang
ditentukan lintang dan waktu dalam setahun
(Rossenberg 1983). Berikut adalah metode
pendugaan evapotranspirasi yang digunakan
dalam studi :
Tabel 1 Persamaan beberapa metode pendugaan evapotranspirasi
Metode
Blaney-Criddle
Thomwaite
Samani-Hargreaves
Jensen-Haise
Priestley-Taylor
Radiasi
Penman
Penman-Monteith
Evaporasi Panci Kelas A
Aerodinamik
Persamaan
ETp = c [p 0.46Ta + 8.13
10Ta a
ETp = 1.6
I
ETp = C R a T(Tmax− Tmin)1/2
ET0 = CT (Tmean − Tx )Rns
L βˆ†(Rn − G)
ET0 =
α
λ βˆ†+γ
ETa = c1 ( W R ns )
ETp = c2 [W R n + 1 − W f u ea − es ]
βˆ†(Rn − G) + ρa cp e s −e a
ra
λET =
rs
βˆ† + γ(1 + )
ra
ET0 = Kp × Evaporasi panci kelas A
u2 − u1 q 2 − q1
Q E = Lρa k2
z −d 2
ln z2 − d φm φs
1
Keterangan: p: persentase harian rata-rata dari jumlah panjang hari setahun; c: faktor koreksi pada kondisi cuaca siang hari;
Ta: suhu rata-rata bulanan (oC); I: indeks panas tahunan; C: koefisien empirik; Rns : radiasi gelombang pendek (MJ m-2 hari1
); Δ: slope kurva tekanan uap (kPa oC-1); CT: koefisien temperatur; W: Faktor pembobot; c1 : faktor koreksi cuaca siang
hari; es : tekanan uap jenuh (kPa); ea :tekanan uap aktual (kPa); c2 : faktor koreksi untuk siang dan malam hari; R n : radiasi
netto (MJm-2hari -1); G: kerapatan fluks bahang tanah (MJ m-2 hari -1); 𝛼: koefisien Priestley-Taylor; γ: konstanta psikometrik
(kPa oC-1); Q E : fluks uap air (Joule m-2 s-1); T: suhu udara rata-rata (oC); L: penguapan bahang laten (Joule kg-1); ρa :
kerapatan udara kering (kg m-3); k: konstanta Von Karman (0.4); q: kelembaban spesifik (kg kg-1); z: ketinggian alat (m); d:
perpindahan bidang nol (m); φm : dimensionless wind shear factor; φs : dimensionless gradient of πœƒ factor; Kp :koefisien
panci
4
Tabel 2 Metode pendugaan evapotranspirasi dan masukkan data yang dibutuhkan dalam
perhitungan
Metode
T
Rs
RH
u
Panjang
Hari
Parameter
Tanaman
Evaporasi
Panci
Resolusi
Masukan
Data
Thronwaite
x
x
Bulanan
Blaney-Criddle
x
x
Bulanan
Samani-Hargreaves
x
x
Harian a
Jensen-Haise
x
x
Harian
Priestley-Taylor
x
x
Harian a
Radiasi
x
Penman
x
Penman-Monteith
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Evaporasi Panci Kelas A
x
Harian
Harian a, b
Harian a,b
x
x
Harian
Aerodinamik
x
x
x
Harianc
Keterangan: a: dibutuhkan temperatur suhu maksimum dan minimum harian; b: dapat digunakan data per jam; c:
dibutuhkan data dari minimal dua ketinggian
2.3.1 Metode Evaporasi Panci Kelas A
Evaporasi panci kelas A merupakan
alat yang berfungsi untuk mengukur
evaporasi atau penguapan pada periode
waktu tertentu. Alat ini berupa sebuah panci
besar terbuat dari besi yang dilapisi bahan
anti karat dengan diameter 122 cm dan
tinggi 25.4 cm. Panci ini ditempatkan di atas
tanah berumput pendek, dimana di atas
rumput terdapat pondasi yang terbuat dari
kayu yang bagian kayu dicat warna putih
yang
berfungsi
untuk
mengurangi
penyerapan radiasi. Tinggi air dari bibir
panci ±5cm, bila air berkurang harus segera
ditambah. Alat ini juga dilengkapi dengan
hook gauge, still well, termometer air, dan
cup counter anemometer (BMKG 2008).
2.3.2 Metode Penman-Monteith
Metode Penman-Monteith merupakan
metode penduga evapotranspirasi terbaik
yang direkomendasikan FAO sebagai
metode
standar
sedangkan
metode
pendugaan lain baik digunakan dalam iklim
tertentu (Lascanao dan Bavel 2007; Smith
1992). Metode ini merupakan metode yang
diadopsi dari metode Penman yang
dikombinasikan
dengan
tahanan
aerodinamik dan permukaan tajuk. Metode
Penman mengalami berbagai perkembangan
sehingga dapat digunakan untuk menduga
evapotranspirasi pada permukaan yang
ditanami dengan menambahkan faktor
tahanan permukaan (rs ) dan tahanan
aerodinamik (ra ). Persamaan ini terdapat
parameter penentu pertukaran energi dan
berhubungan dengan fluks bidang tanaman
(Allen et al. 1998).
Metode ini dapat menghasilkan
pendugaan ET0 pada lokasi luas dan
memiliki data yang lengkap. Metode ini
memberikan hasil terbaik dengan kesalahan
mimimum untuk tanaman acuan. Metode
Penman-Monteith memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan tersebut yaitu dapat
diaplikasikan secara global tanpa perlu
adanya tambahan parameter lain, selain itu
metode ini sudah dikalibrasi dengan
beberapa software dan beberapa jenis
lisimeter (Allen et al. 1998). Kelemahan
utama
dalam
metode
ini
adalah
membutuhkan data meteorologi yang cukup
banyak seperti suhu, kelembaban, kecepatan
angin, dan radiasi matahari. Dimana hanya
beberapa stasiun cuaca yang menyediakan
data tersebut dalam per jam dan harian
(Irmak et al. 2003).
2.3.2 Metode Aerodinamik
Metode gradien atau aerodinamik
merupakan metode untuk mengukur fluks
dan sifat-sifat dari permukaan. Metode ini
ditentukan melalui pengukuran kecepatan
angin horizontal pada minimum dua
ketinggian dan gradien sifat atmosfer.
Pertukaran fluks air antara kanopi dengan
udara di atasnya sangat bergantung kepada
sifat-sifat turbulensi dan profil angin yang
terbentuk di lapisan perbatas di atas kanopi.
Faktor penentunya adalah kecepatan angin,
karakteristik kekasapan kanopi (d dan π‘§π‘œ ),
dan kestabilan atmosfer.
Pada metode
aerodinamik ini menggunakan input suhu
5
udara lalu dapat dihubungkan dengan
kondisi atmosfer yang selanjutnya dapat
menduga fluks uap air (June 2012).
III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei
hingga Desember 2012. Penelitian ini
diawali dengan pengambilan data iklim
sekunder tahun 2009 dari Stasiun
Klimatologi Klas I, Situgede, Darmaga,
Bogor.
Pengolahan dan analisis data
dilakukan
di
Laboratorium
Agrometeorologi, Departemen Geofisika
dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Data yang dibutuhkan dalam penelitian
adalah data sekunder dari bulan Januari
hingga bulan Desember 2009 yaitu:
1. Data suhu udara pada tiga ketinggian (4
meter, 7 meter, dan 10 meter) dengan
tiga waktu pengamatan, yaitu pukul
07.00, 14.00, dan 18.00 waktu setempat.
2. Data kecepatan angin pada tiga
ketinggian (4 meter, 7 meter, dan 10
meter) dengan tiga waktu pengamatan,
yaitu pukul 07.00, 14.00, dan 18.00
waktu setempat.
3. Data kelembaban udara pada tiga
ketinggian (4 meter, 7 meter, dan 10
meter) dengan tiga waktu pengamatan,
yaitu pukul 07.00, 14.00, dan 18.00
waktu setempat.
4. Data standar sangkar cuaca pada
ketinggian dua meter yaitu suhu
maksimum harian, suhu minimum harian,
dan suhu rata-rata harian.
5. Letak lintang, bujur, dan altitude di atas
permukaan laut Stasiun Klimatologi Klas
I Situgede, Darmaga, Bogor.
6. Curah hujan harian dan kecepatan angin
pada ketinggian dua meter.
7. Data evaporasi panci kelas A.
3.3 Metodologi Penelitian
Evapotranspirasi dihitung dengan
menggunakan tiga metodologi, yaitu:
3.3.1 Metode Penman-Monteith
Pendugaan nilai evapotranspirasi acuan
dalam metode ini menggunakan persamaan
modifikasi FAO Penman Monteith, yaitu:
900
ET0 =
0.408 βˆ† R n − G + γ
u (e − e a )
T+273 2 s
βˆ†+ γ (1+0.34 u 2 )
(1)
keterangan :
ET0
: evapotranspirasi acuan (mm hari-1)
Rn
: radiasi netto pada permukaan
tanaman (MJ m-2 hari -1)
G
: kerapatan fluks bahang tanah (MJ
m-2 hari -1)
T
: suhu udara pada ketinggian 2
meter (oC)
γ
: konstanta psikometrik (kPa oC-1)
u2
: kecepatan angin pada ketinggian
2 meter (m s-1)
es
: tekanan uap jenuh (kPa)
ea
: tekanan uap aktual (kPa)
Δ
: slope kurva tekanan uap (kPa
o -1
C )
Penentuan radiasi netto (𝑅𝑛 )
permukaan tanah (Allen et al. 1998) :
pada
R n = Rns + Rnl
(2)
keterangan :
Rn
: radiasi netto (MJ m-2 hari-1)
Rns : radiasi gelombang pendek (MJ m-2
hari-1)
Rnl : radiasi gelombang panjang (MJ m-2
hari-1)
Radiasi netto gelombang pendek dan
gelombang panjang pada permukaan
tanaman dapat menggunakan persamaan
berikut:
Rns = 1 − α R s
Rnl = σ
× 1.35
TmaxK 4 + TminK 4
Rs
R so
2
− 0.35
(3)
0.34 – 0.14 ea
(4)
keterangan :
Rns
: radiasi netto gelombang pendek
pada permukaan tanaman (MJ m-2
hari-1)
α
: albedo atau koefisien pantulan
radiasi tajuk yang bernilai 0.23
Rs
: radiasi matahari (MJ m-2 hari-1)
Rnl
: radiasi netto gelombang panjang
pada permukaan tanaman (MJ m-2
hari-1)
σ
: konstanta
Stefan
Boltzman
(4.903x109 MJ K-4 m-2 hari-1)
Tmax
: suhu absolut maksimum selama
24 jam (K)
Tmin
: suhu absolut minimum selama 24
jam (K)
ea
: tekanan uap jenuh (kPa)
Rs
: radiasi gelombang pendek relatif
R
so
(≤1.0)
6
Rs
: radiasi bruto gelombang pendek
matahari (MJ m-2 hari-1)
: radiasi bruto matahari saat kondisi
cerah, tidak ada penutupan awan
(MJ m-2 hari-1)
R so
Penentuan radiasi bruto matahari dapat
menggunakan rumus berikut :
n
R s = a s + bs N R a
(5)
−5
R so = 0.75 + 2 × 10 z R a
(6)
0.12 m, resistansi permukaan (rs ) 70 sm-1,
dan albedo 0.23. Asumsi tanaman tersebut
dapat diaplikasikan di banyak rerumputan di
dataran tinggi, dimana vegetasinya sama
didominasi oleh rerumputan pendek (Zhang
et al. 2007). Berikut adalah persamaan
Penman-Monteith dimana nilai rs dan
ra belum dimodifikasi.
λET =
βˆ†(R n −G)+ρa c e s −e a
p
r
βˆ†+γ(1+ s )
ra
(13)
ra
keterangan :
Rs
: radiasi bruto gelombang pendek
matahari (MJ m-2 hari-1)
as
: 0.25
bs
: 0.5
n
: lama penyinaran (jam)
N
: panjang hari (jam)
Ra
: radiasi matahari ekstraterestrial
(MJ m-2 hari-1)
Penentuan radiasi ekstraterestrial
menggunakan persamaan berikut :
Ra =
dapat
z −d
z −d
ln m
ln h
z om
ra =
rs = LAI
rl
z oh
(14)
k2uz
(15)
active
d = 0.7h
zom = 0.123h
zoh = 0.1 zoh
LAIaktif = 0.5 LAI
(16)
(17)
(18)
(19)
24 (60)
Gsc dr [ωs sin(φ) sin(δ) + cos(φ) cos(δ)
π
sin(ωs )]
(7)
Parameter-parameter yang digunakan dalam
menghitung radiasi matahari ekstraterestrial
menggunakan beberapa persamaan berikut :
dr = 1 + 0.033 cos
2π
2π
J
365
δ = 0.409 sin 365 J − 1.39
ωs = arccos −tan φ tan δ
π
φ=
derajat desimal lintang
180
N=
Penentuan tahanan aerodinamik, tahanan
permukaan, kerapatan udara dan panas
spesifik pada tekanan konstan dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
24
π
ωs
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
keterangan :
Gsc : konstanta matahari (0.0820 MJ m-2
hari-1)
dr : jarak relatif antara bumi dan matahari
J
: julian date
δ
: sudut deklinasi matahari
ωs : sudut datang matahari (rad)
φ
: letak lintang (rad). Jika berada pada
lintang utara bernilai positif, jika
berada pada selatan maka nilainya
negatif (rad)
N : panjang hari (jam)
Pendugaan ET0 dengan metode
Penman-Monteith menggunakan rumput
acuan yang diasumsikan mempunyai tinggi
dimana nilai h yang digunakan adalah 1.5
meter, nilai LAI pada periode kering sebesar
5 dan LAI periode basah sebesar 6.
cp =
γελ
ρa = T
c p ρa
ra
(20)
P
P
kv R
= 1.01
; Tkv = 1.01(T + 273)
γελ
u
T+273 R(208 ) 2
= 86400
γ(0.622 )λ
1.01 T+273 (0.287 )(208 )
u2
900
= γ T+273 u2
keterangan :
ρa : kerapatan udara (kg m-3)
cp : panas spesifik pada tekanan konstan
(MJ kg-1 K-1)
rs : tahanan permukaan (s m-1)
ra : tahanan aerodinamik (s m-1)
zm : ketinggian pengukuran kecepatan
angin (m)
zh : ketinggian pengukuran kelembaban
udara (m)
zom : panjang
kekasapan
transfer
momentum (m)
zoh : panjang kekasapan transfer panas dan
uap air (m)
7
rl
: tahanan stomata (s m-1)
zoh : panjang kekasapan transfer panas dan
uap air (m)
ε
: rasio berat uap air (0.622)
λ
: penguapan bahang laten (MJ kg-1)
R : konstanta gas spesifik (0.287 MJ kg-1
K-1)
P
: tekanan atmosfer (kPa)
Tabel 3 Hubungan antara
tekanan uap jenuh
tekanan uap air jenuh
(mb)
18
21
24
27
29
32
21
25
29,6
35
41
48,1
35
56,2
(21)
RH =
keterangan :
G : fluks panas (MJ m-2 hari-1)
R n : radiasi netto (MJ m-2 hari-1)
Besarnya tekanan uap jenuh (es ) dan
tekanan uap aktual (ea ) didapatkan
menggunakan persamaan sebagai berikut
(Allen et al. 1998):
es=
e o Tmax + e o (Tmin )
(22)
2
keterangan :
es
: tekanan uap air jenuh rata-rata
(kPa)
eoT max : tekanan uap air jenuh pada suhu
maksimum (kPa)
eoT min : tekanan uap air jenuh pada suhu
minimum (kPa)
Tekanan uap air jenuh pada suhu maksimum
dan minimum menggunakan persamaan di
bawah ini :
17.27 T
e0 T = 0,6108 exp T+237
(23)
keterangan :
e0 T : tekanan uap air jenuh T (kPa)
T
: suhu udara (oC)
(suhu udara yang dipakai dalam
perhitungan ini adalah suhu udara
maksimum dan minimum harian)
ea = e0 (Tdew ) = 0.6108 exp
17.27 T dew
T dew +237
(24)
keterangan :
π‘’π‘Ž
: tekanan uap air jenuh aktual (kPa)
Tdew : suhu titik embun (oC)
Suhu
titik
embun
(Tdew )
dicari
menggunakan Tabel 2 (Ahrens 2007) :
dengan
suhu (oC)
Kerapatan fluks bahang tanah harian (G)
dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut (Stull 1999):
G = 0.1 R n
suhu
e
es
× 100%
(25)
keterangan :
e
: tekanan uap aktual
es
: tekanan uap jenuh
Berdasarkan persamaan tersebut dapat
diketahui nilai e dengan menggunakan data
suhu dan RH yang tersedia. Hubungan suhu
dengan tekanan uap air jenuh akan
didapatkan persamaan eksponensial y =ex
dimana y adalah tekanan uap air jenuh dan x
adalah suhu rata-rata. Selanjutnya dari kedua
hubungan tadi akan didapatkan persamaan
logaritmik y=ax+b, persamaan tersebut
digunakan untuk menentukan suhu titik
embun dengan y dalah suhu titik embun dan
x adalah tekanan uap air jenuh.
Penentuan slope kurva tekanan uap dengan
menggunakan persamaan berikut (Allen et
al. 1998) :
βˆ†=
17.27 T
)]
T +237
4098 [0,6108 exp (
(T+237 )2
(26)
keterangan :
Δ
: slope kurva tekanan uap (kPa oC-1)
T
: suhu udara rata-rata (oC)
dalam menentukan konstanta psikometrik
dapat menggunakan rumus berikut (Allen et
al. 1998) :
γ = 0.665 × 10−3 P
(27)
keterangan :
𝛾
: konstanta psikometrik (kPa oc-1)
P
: tekanan atmosfer (kPa)
Tekanan
atmosfer
dapat
dihitung
menggunakan persamaan berikut :
P = 101.3
293−0.0065 z 5.26
293
(28)
8
keterangan :
P
: tekanan atmosfer (kPa)
z
: ketinggian stasiun pengamatan di
atas permukaan laut (m)
3.3.2 Metode Aerodinamik / Gradien
Data yang dibutuhkan pada metode ini
merupakan data iklim mikro pada tiga waktu
pengamatan, yaitu pukul 7.00, 14.00, dan
18.00. Data yang digunakan, yaitu suhu
harian pada tiga ketinggian (4 m, 7 m, dan
10 m), kecepatan angin harian pada dua
ketinggian (4 m dan 10 m), dan kelembaban
udara harian pada dua ketinggian (4 m dan 7
m). Pada metode ini, dilakukan perhitungan
fluks uap air (QE) dengan menggunakan
persamaan (June 2012) :
QE = Lρa k 2
u 2 −u 1 q 2 −q 1
ln
z 2 −d
z 1 −d
2
(29)
φm φs
dengan nilai L dapat dihitung berdasarkan
persamaan
L = 2.50 × 10−6 − 2400T
(30)
Laju
evapotranspirasi
menggunakan :
ditentukan
𝐸=
𝑄𝐸
𝐿
keterangan :
QE : fluks uap air (Joule m-2 s-1)
T
: suhu udara rata-rata (oC)
L
: penguapan bahang laten (Joule kg-1)
E
: laju evapotranspirasi (mm hari-1)
ρa : kerapatan udara kering (kg m-3)
k
: konstanta Von Karman (0.4)
u2 : kecepatan angin pada ketinggian 10
meter (m s-1)
u1 : kecepatan angin pada ketinggian 4
meter (m s-1)
π‘ž2 : kelembaban spesifik pada ketinggian
10 meter (kg kg-1)
π‘ž1 : kelembaban spesifik pada ketinggian
4meter (kg kg-1)
z2 : ketinggian alat pada 10 meter (m)
z1 : ketinggian alat 4 meter (m)
d
: perpindahan bidang nol (m)
πœ‘π‘š : dimensionless wind shear factor
πœ‘π‘  : dimensionless gradient of πœƒ factor
nilai d digunakan untuk menentukan analisis
profil angin, dimana d sebesar 0.7 h dengan
nilai h merupakan tinggi kanopi. Tinggi
kanopi yang digunakan adalah 1.5 meter
yang merupakan tinggi rata-rata elemen
kekasapan di wilayah studi.
Persamaan QE dapat digunakan dengan
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penentuan kondisi stabilitas atmosfer
menggunakan Richardson number (R i )
Ri =
θ2 −θ1
z 2 −z 1
u −u
θa 2 1
z 2 −z 1
g
(31)
keterangan :
R i : richardson number
g
: gaya gravitasi = 9.8 ms-2
θa : suhu potensial rata-rata pada
ketinggian acuan za=(z1.z2)1/2
θ2 : suhu potensial pada ketinggian 10
meter (K)
θ1 : suhu potensial pada ketinggian 4
meter (K)
z2 : ketinggian alat pada 10 meter (m)
z1 : ketinggian alat 4 meter (m)
u2 : kecepatan angin pada ketinggian 10
meter (ms-1)
u1 : kecepatan angin pada ketinggian 4
meter (ms-1)
Pada penelitian ini, ketinggian suhu
potensial acuan yang digunakan adalah pada
ketinggian 7 meter. Suhu potensial didapat
dari persamaan :
θ = T − d z
(32)
dengan d adalah dry adiabatic lapse rate
(-0.00976 Km-1)
2. Penentuan faktor koreksi φs φm
Stabilitas atmosfer yang telah dihitung dapat
dikoreksi menggunakan persamaan berikut
(June 2012) :
 = Ri
Ri
=
pada Ri < 0
pada 0 ≤ Ri ≤ 0.1
1−5R i
 = 0.2
pada Ri > 0.1
φs = φm 2 = (1 − 15)−1/2 untuk  < 0
φs = φm = 1 + 5
untuk  ο‚³ 0
keterangan :

: faktor koreksi
𝑅𝑖 : richardson number
φm : dimensionless wind shear
πœ‘π‘  : dimensionless gradient of πœƒ
3. Kerapatan udara kering dapat dihitung
menggunakan persamaan :
ρa = 1.293
273 .15
T
(33)
9
keterangan :
ρa : kerapatan udara kering (kg m-3)
T
: suhu udara rata-rata (K)
4. Kelembaban spesifik dan tekanan uap air
jenuh :
0.622 e
q = P−0.378 e
e=
(34)
RH e s
100
es = 6.1078 exp
(35)
17.27 T
T+237
(36)
keterangan :
q
: kelembaban spesifik (kg kg-1)
RH
: kelembaban relatif (%)
es
: tekanan uap air jenuh (hPa)
e
: tekanan uap air (hPa)
P
: tekanan atmosfer (hPa)
3.3.3 Evaporasi Panci Kelas A
Evaporasi panci kelas A berfungsi
untuk mengukur evaporasi/penguapan pada
periode waktu tertentu. Penurunan muka air
pada panci menunjukkan adanya evaporasi.
Jika terjadi hujan maka pengurangan air
ditambahkan
dengan
curah
hujan.
Pengamatan dilakukan tiga kali dalam 24
jam yaitu jam 7.30, 13.30, dan 17.30 waktu
setempat. Besarnya perubahan volume air
dapat dihitung dengan membaca skala
milimeter pada batang mikrometer dengan
skala seperseratus milimeter dibaca dari mur
yang mengelilingi batang mikrometer.
Hasil yang didapatkan dari panci kelas
A merupakan nilai evaporasi, agar dapat
dikonversi menjadi nilai evapotranspirasi
harus dikalikan dengan nilai koefisien panci
(Kp) dan disebut nilai evapotranspirasi
observasi. Nilai tersebut merupakan nilai
evapotranspirasi acuan. Nilai koefisien panci
dapat dihitung berdasarkan nilai kelembaban
udara dan kecepatan angin (Allen et al.
1998) seperti pada Gambar 2. Nilai koefisien
panci didapat berdasarkan Eijkelkamp
Agrisearch (2009) rata-rata nilai Kp yang
digunakan sebesar 0.7 dan menurut Linsley
dan Franzini (1979) dalam nilai Kp yang
baik untuk daerah tropis sebesar 0.7
sehingga nilai evapotranspirasi permukaan
adalah
ET0 = Kp × Evaporasi panci kelas A
dimana,
ET0 : evapotranspirasi (mm hari-1)
Kp : koefisien panci
Gambar 2 Nilai koefisien panci (Kp)
wilayah pertanian Situgede,
Darmaga,
Bogor
JanuariDesember 2009
Tabel 4 Koefisien panci (𝐾𝑝 ) untuk panci
kelas A berdasarkan kelembaban
udara dan kecepatan angin
Kecepatan
Angin
(ms-1)
Ringan
(< 2)
Sedang
(2 - 5)
Kuat
(5 - 8)
Sangat Kuat
(> 8)
Rata-rata RH (%)
Rendah
Sedang
Tinggi
<40
40-70
>70
0.55
0.65
0.75
0.65
0.75
0.85
0.7
0.8
0.85
0.75
0.85
0.85
0.5
0.6
0.65
0.6
0.7
0.75
0.65
0.75
0.8
0.7
0.8
0.8
0.45
0.5
0.6
0.55
0.6
0.65
0.6
0.65
0.7
0.65
0.7
0.75
0.4
0.45
0.5
0.45
0.55
0.6
0.5
0.6
0.65
0.55
0.6
0.65
3.3.4 Keeratan Hubungan Antar Model
dan Observasi
Keeratan hubungan antar model dan
observasi dalam studi ini dianalisis
menggunakan chi square. Chi square
digunakan untuk menguji hubungan atau
pengaruh dua buah variabel dan kuatnya
hubungan antara variabel satu dengan
variabel yang lain (Sugiyono 2008). Pada
penelitian ini, yang akan diuji adalah
hubungan antara metode panci kelas A
dengan metode aerodinamik dan PenmanMonteith. Dalam chi square digunakan dua
variabel, yaitu merupakan nilai observasi
dan nilai dugaan. Berikut adalah persamaan
chi square (Origin 5.0, Microcal Software
1997) :
𝑂−𝐸 2
πœ’2 =
𝐸
10
Keterangan :
O : nilai observasi evapotranspirasi
E : nilai pendugaan evapotranspirasi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Iklim Wilayah Penelitian
Daerah penelitian terletak di Stasiun
Klimatologi Klas I BMKG Situgede,
Darmaga, Bogor yang berada pada lintang
06033’LS
dan
106045’BT.
Stasiun
Klimatologi
Darmaga
berada
pada
ketinggian 190 meter di atas permukaan laut.
Pada sekitar stasiun klimatologi ini terdapat
wilayah pertanian dengan tamanan padi.
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson,
kawasan IPB Darmaga termasuk ke dalam
kawasan beriklim tropis basah dengan curah
hujan tipe A, rata-rata curah hujan ± 4046
mm/tahun, atau ± 329.7 mm/bulan. Bulan
basah lebih dari 9 bulan berturut-turut, 20
hari hujan/bulan. Kecepatan angin 2.1
km/jam, suhu rata-rata/tahun 25−33oC,
kelembaban nisbi rata-rata 80-86 % dan
lama penyinaran matahari sekitar 58.9%
(BMKG 2008).
4.1.1 Curah Hujan
Curah hujan merupakan unsur iklim
yang paling penting di Indonesia karena
keragamannnya sangat tinggi baik menurut
waktu maupun menurut tempat. Curah hujan
yang terdapat pada Stasiun Klimatologi Klas
I Situgede Darmaga Bogor merupakan tipe
lokal karena hanya memiliki satu puncak
maksimum yang terjadi pada periode basah
(Gambar 3). Pola lokal dicirikan oleh bentuk
pola hujan unimodal (satu puncak hujan)
tapi bentuknya berlawanan dengan pola
hujan pada tipe moonson.
Pola hujan bulanan berdasarkan
Boerema (1941) menjelaskan bahwa periode
musim hujan ditandai dengan jumlah curah
hujan sama atau lebih dari 150 mm per bulan
dan musim kemarau ditandai dengan jumlah
curah hujan per bulan kurang dari 150 mm.
Penentuan awal musim hujan dan kemarau
yang diperoleh dari de Boer (1948) dan
BMKG (2012) didasarkan pada data curah
hujan dasarian. Awal musim hujan ditandai
dengan curah hujan per dasarian sama atau
lebih dari 50 mm per dasarian dan awal
musim kemarau ditandai dengan curah hujan
kurang dari 50 mm per dasarian. Penentuan
musim hujan dan musim kemarau tidak bisa
dilakukan menggunakan data curah hujan
dalam setahun. Oleh karena itu, musim
hujan pada studi ini dapat dikatakan sebagai
periode basah sedangkan musim kemarau
dapat dikatakan sebagai periode kering.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka awal
periode kering berada pada bulan Juli di
dasarian pertama sampai September dasarian
ketiga, sedangkan awal bulan Januari sampai
Juni dan awal bulan Oktober sampai
Desember merupakan periode basah.
Periode kering pada daerah Darmaga Bogor
hanya tiga bulan yaitu bulan Juli sampai
September, sedangkan periode basah berada
di bulan Januari sampai Juni dan Oktober
sampai Desember. Curah hujan pada daerah
Situgede Darmaga Bogor merupakan curah
hujan yang cukup tinggi karena dalam
setahun terdapat sembilan bulan periode
basah.
4.1.2 Kecepatan Angin
Profil kecepatan angin bulanan pada
wilayah pertanian Situgede dari tiga
ketinggian terlihat jelas perbedaannya
(Gambar 4). Kecepatan angin selama
setahun menunjukkan pola yang cukup
statis. Kecepatan angin pada ketinggian 10
meter merupakan kecepatan angin terbesar
dibandingkan dengan kecepatan angin pada
ketinggian 7 meter dan 4 meter. Begitu pula
dengan kecepatan angin pada ketinggian 7
meter lebih besar dibandingkan kecepatan
angin di ketinggian 4 meter.
Gambar 3 Curah hujan wilayah pertanian Situgede Darmaga Bogor Januari-Desember 2009
11
Gambar 4 Profil kecepatan angin rata-rata bulanan wilayah Situgede Darmaga Bogor Januari–
Desember 2009
Gambar 5 Profil suhu rata-rata bulanan wilayah Situgede Darmaga Bogor Januari–Desember
2009
Kecepatan angin tertinggi berada pada
bulan Februari sedangkan kecepatan angin
terendah berada pada bulan Juni. Kecepatan
angin di ketinggian 10 meter pada bulan
Februari dan Maret menunjukkan nilai yang
tinggi dibandingkan dengan kecepatan angin
di bulan lain. Kecepatan angin terendah
sebesar 0.4 m/s dan kecepatan angin
tertinggi sebesar 1.6 m/s. Semakin tinggi
permukaan maka kecepatan angin semakin
besar. Adanya pengaruh gaya gesek pada
permukaan menyebabkan kecepatan angin
berkurang. Pada permukaan yang semakin
tinggi tidak adanya gaya gesek pada
permukaan akan membuat kecepatan angin
semakin besar nilainya.
4.1.3 Suhu
Profil suhu bulanan wilayah pertanian
Situgede memiliki pola yang hampir sama di
tiga ketinggian (4 meter, 7 meter dan 10
meter). Berdasarkan pola suhu udara di
lapisan atmosfer bumi, pada lapisan
troposfer yang berada pada ketinggian 0 –
10 km di atas permukaan laut, memiliki pola
lapse rate dimana turunnya suhu udara
dengan bertambahnya ketinggian dari
permukaan yang dapat ditulis dT/dZ <0.
Profil suhu bulanan pada ketinggian 4 meter
terlihat
menunjukkan
nilai
tertinggi
dibandingkan suhu pada 7 meter dan 10
meter, hal ini sesuai dengan pola lapse rate
di troposfer (Gambar 5).
Suhu tertinggi berada pada bulan Juni
sebesar 25.10C sedangkan suhu terendah
berada pada bulan Januari dan Februari
sebesar 240C. Pada bulan Juni, suhu di
ketinggian 4 meter lebih tinggi dibandingkan
suhu pada ketinggian lain. Perbedaan suhu
dari tiga ketinggian ini tidak terlalu besar
karena kecepatan angin yang cukup tinggi
dapat mengakibatkan turbulensi yang bisa
memindahkan massa udara di dekat
permukaan menuju lapisan udara di atasnya.
Selain itu adanya beberapa data yang
menunjukkan suhu di beberapa ketinggian
bernilai sama. Hal ini dikarenakan adanya
turbulensi
pada
permukaan
yang
menyebabkan pertukaran massa udara pada
tiga ketinggian.
4.1.4 Kelembaban Udara
Profil kelembaban udara bulanan pada
wilayah
Situgede
Darmaga
Bogor
menunjukkan pola yang sama pada tiga
ketinggian. Kelembaban tertinggi pada bulan
12
Gambar 6 Profil kelembaban udara rata-rata bulanan wilayah Situgede Darmaga Bogor Januari–
Desember 2009
Februari dan akan semakin menurun hingga
pertengahan tahun sekitar bulan Agustus dan
September. Kemudian kelembaban udara
akan naik kembali hingga awal tahun
(Gambar 6). Kelembaban udara rendah pada
periode kering yaitu bulan Juli, Agustus, dan
September. Rendahnya nilai kelembaban
udara pada periode kering karena pada
periode kering radiasi matahari yang
diterima akan semakin besar. Radiasi yang
besar akan menyebabkan nilai suhu menjadi
lebih tinggi sehingga udara mengembang
dan kapasitas uap air meningkat yang
menyebabkan tekanan uap air jenuh
meningkat. Hal tersebut menyebabkan
kelembaban relatif menurun. Kelembaban
udara terbesar berada pada bulan Februari
sebesar 85% sedangkan kelembaban udara
terkecil berada pada bulan September yaitu
68%. Kelembaban udara pada ketinggian 4
meter lebih besar dibandingkan dengan
kelembaban udara pada 7 meter dan 10
meter. Hal ini bisa disebabkan karena
pengaruh turbulensi pada permukaan yang
lebih rendah, sehingga menyebabkan
pertukaran massa udara dan uap air di tiga
ketinggian tersebut.
4.1.5 Radiasi Netto
Radiasi matahari pada wilayah
pertanian Situgede memiliki nilai yang
cukup konstan (Gambar 7). Nilai intensitas
radiasi matahari ini merupakan jumlah
intensitas radiasi matahari selama satu bulan.
Intensitas radiasi terbesar berada pada bulan
September sebesar 436 MJ m-2 dan terendah
pada bulan Februari sebesar 269 MJ m-2.
Intensitas radiasi matahari memiliki
nilai lebih besar pada periode kering yaitu
pada bulan Juli, Agustus, dan September.
Besarnya radiasi matahari dapat dipengaruhi
oleh kondisi penutupan awan dan letak
geografis. Pada periode kering, penutupan
awan lebih sedikit yang dapat menyebabkan
radiasi yang mencapai permukaan lebih
besar. Selain itu kondisi geografis pada
daerah Bogor memiliki altitude yang cukup
tinggi yaitu 190 m di atas permukaan laut
(dpl) dimana semakin tinggi permukaan
maka intensitas radiasi matahari lebih
banyak digunakan untuk tanaman.
Gambar 7 Intensitas
radiasi
matahari
wilayah Situgede, Darmaga,
Bogor Januari-Desember 2009
4.2 Evapotranspirasi
Menggunakan
Metode Aerodinamik, PenmanMonteith dan Panci Kelas A
Hasil pendugaan evapotranspirasi
dasarian pada metode aerodinamik, PenmanMonteith dan panci kelas A merupakan
akumulasi evapotranspirasi dalam sepuluh
hari dari evapotranspirasi harian. Nilai
evapotranspirasi di wilayah Indonesia
berkisar 5 mm per hari dengan jumlah 50
mm per sepuluh harian, jika kondisi tanpa
hujan maka wilayah tersebut dianggap
kering. Sehingga digunakan evapotranspirasi
dasarian. Nilai evapotranspirasi dari ketiga
metode memiliki pola dan nilai yang
berbeda (Gambar 8). Evapotranspirasi pada
metode aerodinamik bernilai lebih tinggi
dibandingkan dengan dua metode lainnya.
Nilai evapotranspirasi dasarian yang
dihitung menggunakan metode aerodinamik
menunjukkan nilai yang lebih fluktuatif.
Nilai evapotranspirasi menggunakan metode
13
Gambar 8 Hasil evapotranspirasi dasarian menggunakan metode aerodinamik, PenmanMonteith dan panci Kelas A wilayah Situgede Darmaga Bogor Januari-Desember
2009
aerodinamik dasarian terbesar adalah 52.0
mm dan nilai terendah 16.8 mm.
Perhitungan
evapotranspirasi
menggunakan
metode
aerodinamik
cenderung dipengaruhi oleh profil vertikal
suhu, kecepatan angin dan kelembaban
relatif. Sama dengan penelitian Wilson et
al. (2001), pendugaan evapotranspirasi
menggunakan metode aerodinamik dengan
eddy covariance menghasilkan nilai yang
lebih tinggi dibandingkan hasil perhitungan
lapang. Pada metode ini, data yang
digunakan merupakan data harian yang
terdiri dari 3 jam pengukuran (7.00, 14.00
dan 18.00 waktu setempat) dimana tiap jam
tersebut memiliki kondisi atmosfer yang
berbeda. Pada penelitian ini diasumsikan
bahwa kondisi atmosfer tidak netral.
Menurut
Sumner
et
al.
(2005)
evapotranspirasi malam hari dapat diabaikan
karena nilai energi rendah yang disebabkan
oleh tidak adanya energi dari radiasi
matahari. Berdasarkan teori tersebut, maka
nilai evapotranspirasi pada metode ini
merupakan nilai evapotranspirasi selama 12
jam
yang
diasumsikan
bahwa
evapotranspirasi pada malam hari tidak ada
karena nilai tersebut sangat kecil. Alat yang
digunakan dalam menduga evapotranspirasi
menggunakan metode aerodinamik harus
memiliki keakuratan dan ketelitian yang
tinggi serta dapat mendeteksi perbedaan
suhu, kecepatan angin, dan kelembaban
udara yang kecil dengan perubahan
ketinggian. Sensor pengukur suhu dan
kelembaban yang kurang dapat mendeteksi
gradien
sifat-sifat
atmosfer
dengan
ketinggian akan menyulitkan estimasi
evapotranspirasi
dengan
menggunakan
metode aerodinamik.
Nilai evapotranspirasi menggunakan
metode aerodinamik terdapat beberapa nilai
negatif. Menurut Wohlfahrt et al. (2010)
nilai negatif pada metode aerodinamik
menunjukkan fluks panas bergerak ke arah
permukaan,
sedangkan
nilai
positif
menunjukkan penguapan terjadi ke luar
permukaan. Richardson number (Ri)
digunakan dalam menentukan stabilitas
atmosfer. Menurut Tjernstrom et al. (2008)
nilai Ri dapat digunakan untuk mengetahui
adanya aliran turbulensi yang terjadi pada
suatu lapisan. Apabila Ri bernilai negatif
maka turbulensi yang terjadi akan cenderung
kuat, sedangkan apabila Ri bernilai positif
maka turbulensi yang terjadi akan melemah.
Pada penelitian ini, nilai Ri yang didapat
sangat beragam. Nilai Ri yang terlalu besar
dapat diakibatkan oleh adanya perbedaan
suhu dan kecepatan angin yang besar.
Hasil evapotranspirasi menggunakan
metode Penman-Monteith menghasilkan
pola
yang
cukup
statis.
Nilai
evapotranspirasi dasarian terbesar pada
metode Penman-Monteith adalah 42.9 mm
dan evapotranspirasi terkecil adalah 19.1
mm. Input data yang digunakan dalam
metode ini lebih banyak dibandingkan
dengan metode aerodinamik sehingga
mewakili kondisi meterologis daerah kajian.
Menurut Runtunuwu et al. (2008) metode
Penman-Monteith
merupakan
metode
terbaik dibandingkan dengan metode
Blaney-Criddle, metode radiasi, dan metode
evaporasi
panci
dalam
menduga
evapotranspirasi namun konsekuensinya
adalah data harus dilengkapi lebih banyak
dibandingkan metode lain. Kumar (2011)
menjelaskan bahwa metode FAO PenmanMonteith sangat direkomendasikan untuk
menduga evapotranspirasi acuan karena
koefisien radiasi netto pada metode ini sama
akuratnya dengan pengukuran radiasi netto
langsung.
14
Hasil pendugaan evapotranspirasi pada
metode panci kelas A menunjukkan nilai
yang tidak berbeda jauh dengan metode
Penman-Monteith. Evapotranspirasi dasarian
minimum
sebesar
13.2
mm
dan
evapotranspirasi maksimum sebesar 37.2
mm (Gambar 8). Hasil evapotranspirasi
menggunakan panci kelas A bisa menjadi
tidak akurat jika curah hujan tinggi karena
curah hujan yang lebih besar dari 10 mm
membuat perhitungan menjadi kurang teliti.
Air hujan yang jatuh ke dalam panci tidak
seluruhnya
dapat
ditampung
karena
keterbatasan tinggi panci. Jika di air panci
sudah mencapai 20-22 cm maka sebagian air
hujan akan masuk ke dalam panci dan
sebagian lagi akan terpercik keluar panci
sehingga nilai evaporasi yang terjadi
menjadi lebih besar, padahal seharusnya
nilai evaporasi kecil. Menurut Zhang et al.
(2007) kecepatan angin dan defisit tekanan
uap
air
dapat
mempengaruhi
evapotranspirasi panci kelas A. Pada
penelitian
tersebut,
pendugaan
evapotranspirasi menggunakan panci kelas
A berkorelasi baik dengan metode PenmanMonteith.
Hasil pendugaan evapotranspirasi
acuan menggunakan panci kelas A
dipengaruhi oleh nilai koefisien panci (Kp)
yang digunakan. Pada penelitian ini,
digunakan Kp sebesar 0.7, nilai tersebut
digunakan merupakan nilai Kp yang cocok
pada daerah tropis. Menurut Conceicao
(2002) nilai Kp dipengaruhi oleh kecepatan
angin, kelembaban relatif, dan jarak
darimana angin bertiup dengan rumput. Pada
penelitian
tersebut
Conceicao
membandingkan evapotranspirasi acuan
menggunakan metode Penman-Monteith
dengan evaporasi panci kelas A yang
menggunakan Kp dari beberapa teori
berbeda seperti FAO, Snyder, dan Pereira.
Hasilnya koefisien determinasi antara
evapotranspirasi
acuan
menggunakan
metode Penman-Monteith dengan panci
kelas A FAO, Snyder, dan Pereira sebesar
78.8%; 87.0 dan 81.2%. Koefisien
determinasi
terbesar
yaitu
yang
menggunakan nilai Kp berdasarkan teori
Synder.
Pendugaan
evapotranspirasi
menggunakan panci kelas A 70%
merupakan pendugaan pada saat nilai Kp
sebesar 0.7 dalam perhitungan. Pengurangan
presentasi pendugaan dalam metode
Penman-Monteith
dilakukan
dengan
menghitung nilai
ra dan rs yang
memperhitungkan faktor kecepatan angin,
ketinggian, dan LAI.
4.3 Evapotranspirasi Periode Basah dan
Periode Kering
Nilai evapotranspirasi dibedakan antara
periode basah dan periode kering dengan
menentukan pembagian periode berdasarkan
curah hujan. Berdasarkan penjelasan di
Gambar 2, periode basah berada pada bulan
Januari sampai Juni dan Oktober sampai
Desember. Sedangkan periode basah dan
periode kering terjadi pada bulan Juli hingga
September.
Nilai evapotranspirasi pada periode
kering dari ketiga metode lebih besar
dibandingkan dengan evapotranspirasi di
periode basah (Gambar 9a). Pada periode
kering, nilai evapotranspirasi terbesar
diperoleh
dari
metode aerodinamik,
sedangkan di periode basah nilai
evapotranspirasi dari ketiga metode tidak
begitu terlihat perbedaannya. Tingginya nilai
evapotranspirasi pada periode kering dapat
disebabkan oleh radiasi surya yang masuk
lebih banyak sehingga jumlah air yang
Gambar 9a Evapotranspirasi dasarian menggunakan metode aerodinamik, Penman-Monteith
dan panci Kelas A wilayah Situgede Darmaga Bogor pada periode basah dan
periode kering tahun 2009 (Kp = 0.7, π‘Ÿπ‘Ž dan π‘Ÿπ‘  menggunakan asusmsi PenmanMonteith)
15
Gambar 9b Evapotranspirasi dasarian menggunakan metode aerodinamik, Penman-Monteith
dan panci Kelas A wilayah Situgede Darmaga Bogor pada musim hujan dan
musim kemarau tahun 2009 (Kp berdasarkan fungsi u dan RH FAO PenmanMonteith, π‘Ÿπ‘Ž dan π‘Ÿπ‘  menggunakan ketinggian 1.5 m, LAI musim kemarau=5 dan
LAI musim hujan = 6)
dievapotranspirasikan juga semakin besar.
Pada bulan Oktober, nilai evapotranspirasi
masih cenderung tinggi karena pada bulan
tersebut merupakan bulan peralihan dari dari
periode kering ke periode basah dimana
radiasi surya tinggi dan curah hujan pada
bulan tersebut masih rendah.
Pendugaan
nilai
evapotranspirasi
metode
Penman-Monteith
yang
menggunakan nilai rs sebesar 40 sm-1 karena
nilai LAI yang digunakan berbeda dengan
modifikasi Penman-Monteith. Nilai ra yang
digunakan juga berbeda karena ketinggian
yang digunakan sebesar 1.5 meter. Nilai
pendugaan evapotranspirasi pada metode
Penman-Monteith yang menggunakan nilai
ra dan rs berbeda menghasilkan nilai yang
lebih tinggi dibandingkan Penman-Monteith
sebelumnya (Gambar 9b).
Nilai koefisien panci (Kp) berbeda
digunakan untuk menduga evapotranspirasi.
Pada Gambar 9b nilai koefisien panci yang
digunakan berdasarkan FAO PenmanMonteith dimana nilai koefisien panci
berubah menurut kelembaban udara dan
kecepatan angin. Hasil yang didapatkan pada
metode panci kelas A menunjukkan nilai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan panci
kelas A sebelumnya. Berdasarkan ketiga
metode, nilai evapotranspirasi menggunakan
metode aerodinamik masih menunjukkan
nilai yang lebih tinggi dibandingkan metode
lainnya. Nilai evapotranspirasi pada metode
Penman-Monteith
dan
aerodinamik
menunjukkan nilai yang berdekatan.
4.4 Keeratan Hubungan Antar Model
dan Observasi
Keeratan hubungan antara metode
aerodinamik, Penman-Monteith dan panci
kelas A dapat dilihat dengan melakukan
validasi. Validasi antara ketiga metode
dilakukan dengan cara menghitung chi
square (πœ’2) antara metode aerodinamik dan
Penman-Monteith dengan panci kelas A.
Tabel 5 Nilai chi square antara model dan
observasi
Model dan Observasi
Chi Square
(a)
(b)
Aerodinamik & Panci
Kelas A
113,14
78,52
Penman-Monteith &
Panci Kelas A
39,70
27,00
Penman-Monteith &
Aerodinamik
61,71
63,06
(a) Metode panci kelas A dengan nilai
Kp=0.7,
metode
Penman-Monteith
dengan nilai ra dan rs menggunakan
asumsi FAO Penman-Monteith
(b) Metode panci kelas A dengan nilai Kp
berdasarkan FAO, metode PenmanMonteith dengan nilai ra dan rs
menggunakan ketinggian 1.5 m, LAI
periode kering=5 dan LAI periode basah
=6
Berdasarkan perasamaan chi square
didapatkan πœ’2 antara metode panci kelas A
dengan aerodinamik sebesar 113.14 dan πœ’2
antara metode panci kelas A dengan
Penman-Monteith sebesar 39.7. Semakin
kecil nilai πœ’2 maka hubungan antara dua
metode semakin baik. Nilai chi square pada
metode yang menggunakan ra , rs dan Kp
yang berbeda menunjukkan nilai yang lebih
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa nilai π‘Ÿπ‘Ž
dan π‘Ÿπ‘  yang dihitung berdasarkan ketinggian
16
dan LAI berbeda dengan asumsi FAO
menunjukkan keeratan yang lebih baik untuk
wilayah pertanian Situgede. Begitu pula
dengan nilai evapotranspirasi menggunakan
metode panci kelas A yang nilai Kp dihitung
berdasarkan perubahan kecepatan angin dan
kelembaban udara. Hubungan keeratan
antara metode aerodinamik dan panci kelas
A menjadi semakin baik yang ditunjukkan
dengan kecilnya nilai πœ’2. Nilai chi square
pada metode aerodinamik dan PenmanMonteith menunjukkan nilai yang tidak
berbeda jauh untuk metode a dan b, pada
metode a keeratan kedua metode tersebut
menunjukkan hasil yang lebih baik.
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pola cuaca harian berupa suhu,
kelembaban relatif, dan kecepatan angin dari
Stasiun Klimatologi Klas I BMKG Situgede,
Darmaga, Bogor dari tiga ketinggian (4
meter, 7 meter, dan 10 meter) menunjukkan
nilai yang beragam. Profil suhu dan
kelembaban
udara
semakin
tinggi
permukaan, semakin rendah nilainya. Profil
kecepatan angin semakin tinggi permukaan,
semakin tinggi nilai kecepatan anginnya.
Intensitas radiasi matahari memiliki nilai
yang tinggi saat periode kering.
Pendugaan
nilai
evapotranspirasi
menggunakan
metode
aerodinamik
menghasilkan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dua metode lainnya. Metode
Penman-Monteith memiliki pola seragam,
begitu pula dengan panci kelas A. Hasil
pendugaan
evapotranspirasi
dengan
Penman-Monteith memiliki nilai dan pola
yang tidak jauh berbeda dengan panci kelas
a. Nilai chi square antara metode panci kelas
A dan Penman-Monteith lebih kecil
dibandingkan metode aerodinamik dengan
panci kelas A begitu juga dengan nilai chi
square pada metode panci kelas A
menggunakan Kp dari FAO dan metode
Penman-Monteith yang menggunakan nilai
π‘Ÿπ‘Ž dan π‘Ÿπ‘  berbeda. Nilai evapotranspirasi
pada
periode
kering
lebih
tinggi
dibandingkan evapotranspirasi pada periode
basah.
Berdasarkan ketiga metode tersebut,
metode
Penman-Monteith
merupakan
metode yang mendekati hasilnya dengan
metode panci kelas A dibandingkan metode
aerodinamik. Keeratan metode panci kelas A
dengan
metode
Penman-Monteith
disebabkan karena kedekatan presentase data
yang diduga dengan kedua metode ini. Jika
data lisimeter tersedia dan data profil
dilakukan dengan frekuensi pengukuran
tinggi (per 30 menit) maka keeratan antar
ketiga metode dengan observasi dapat
ditentukan dengan lebih baik.
5.2 Saran
Unsur-unsur yang digunakan dalam
pendugaan nilai evapotranspirasi berbeda
untuk masing-masing metode, sehingga
kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk
mengetahui kebutuhan air tanaman di
wilayah pertanian. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan menambahkan nilai
koefisien tanaman yang diteliti, data
pendukung dari beberapa stasiun iklim
terdekat mapun validasi menggunakan data
lisimeter. Pendugaan evapotranspirasi dapat
menggunakan metode yang berbeda sesuai
dengan data iklim yang tersedia di stasiun
iklim, seperti pendugaan evapotranspirasi
yang paling sederhana dengan menggunakan
input data iklim berupa suhu bulanan seperti
metode Thronwaite dan Blaney-Criddle.
DAFTAR PUSTAKA
Ahrens D. Meteorology Today : An
Introduction to Weather, Climate and the
Environment. USA: Thomson Hogher
Education. Ed ke-8.
Allen R, Pereira L, Smith M. 1998. Crop
Evapotranspirastion
Guidelines
Computing Crop Water Requirements.
FAO Irrigation and Drainage Paper 56.
Asdak. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
[BMKG] Badan Klimatologi dan Geofisika.
2008. Panduan Praktis Mengenal Alatalat Klimatologi. Bogor: Stasiun
Klimatologi Darmaga Bogor.
[BMKG] Badan Klimatologi dan Geofisika.
2012.
Prakiraan
Musim
Hujan
2012/2013 di Indonesia. Jakarta : BMKG
Pusat
Boerema J. 1941. Rainfall Types in
Indonesia. Verhandilingen no. 34.
Koninklijk
Magnetisch
en
Meteoorologisch Observatorium Batavia
Brutseart W. 1982. Evaporation into the
Atmosphere: Theory, History, and
17
Applications.
Kluwer
Academic
Publishers,
ISBN
90-277-1247-6,
Dordrecht, Netherlands
Buttafuoco G, Caloiero T, Coscarelli R.
2010. Spatial Uncertainty Assesment in
Modelling Reference Evapotranspiration
at Regional Scale. J Hydrology Earth
System Science Discuss, 7:4567-4589,
DOI: 10.5194/hessd-7-4567-2010
Conceicao
M.
2002.
Reference
Evapotranspiration Based on Class A
Pan Evaporation. J Scientia Agricola
59(3):417-420.
De Boer HJ. 1948. On Forecasting the
Beginning and the End of the Dry
Monsoon in Java and Madura..
Verhandilingen no. 32. Koninklijk
Magnetisch
en
Meteoorologisch
Observatorium Batavia
Eijkelkamp Agrisearch. 2009. Evaporation
Pan.
Netherlands
:
Eijkelkamp
Agrisearch Equipment
Gardner C. 1991. Water Regime of River
Meadows: Yarnton Mead Case Study.
Report to MAFF. Institute of Hydrology,
Wallingford.
Irmak S dan Haman D. 2003. Evaluation of
Five Methods for Estimating Class A
Pan Evaporation in a Humid Climate. J
Florida Agricultural Experiment Station
13(3):500-508
June
T.
2012.
Modul
Praktikum
Mikrometeorologi: Pengukuran Profil
Iklim Mikro, Fluks Momentum, Fluks
Bahang dan Fluks Uap Air dari
Permukaan Kanopi Tanaman. [tidak
dipublikasi].
Bogor:
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam,
Departemen
Geofisika
Meteorologi Institut Pertanian Bogor.
Kumar R, Shankar V, Kumar M. 2011.
Modelling
of
Crop
Reference
Evapotranspiration : A Review. J
Environmental Research and Technology
1(3):239-246.
Labedzki L, Geszke E, Bak BogdanB,
Slowinska S. 2011. Estimation of
Reference Evapotranspiration using the
FAO Penman-Monteith Method for
Climatic Conditions of Poland. J
Technology and Life Science 275-294
Lambers, S.H. 1993. Rising CO2,
Secondary Plant Metabolism, PlantHerbivore Interactions and Litter
Decomposition. CO2 and Biosphere,
Kluwer Academic Publishers, Dordrecht,
Holland Pp. 263–271
Lascano and Bavel V. 2007. Explicit and
Recursive Calculation of Potential and
Actual Evapotranspiration. J Apron 99,
589-590
Linsley R, Franzini J. 1985. Teknik Sumber
Daya Air. Jakarta : Erlangga
Origin 5.0. Microcal
Copyright 1991-1997
Software,
Inc.
Rossenberg N, Blad B, Verma S.1983.
Microclimate
:
The
Biological
Environment 2nd Ed John Wiley and
Sons, Inc. USA.
Runtunuwu E, Syahbuddin H, Pramudia A.
2008. Validasi Model Pendugaan
Evapotranspirasi: Upaya Melengkapi
Sistem Database Iklim Nasional. J Tanah
dan Iklim : 27:1-10.
Smith M. 1992. Report on the Expert
Consultation on Revision of FAO
Methodologies
for
Crop
Water
Requirements.
Land
and
Water
Development Divison, FAO, Rome
Stull RB. 1999. An Introduction to Boundary
Layer Meteorology. London: Kluwer
Academic Publishers.
Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian.
Bandung : CV Alfabeta
Sumner DM, Jacobs JM. 2005. Utility of
Penman-Monteith,
Priestley-Taylor,
Reference Evapotranspirastion, and
Pan Evaporation Methods to Estimate
Pasture
Evapotranspirastion.
J
Hydrology 308:81-104
Thorn A S. 1976. Momentum, Mass, and
Heat Exchange of Plant Communities. J
Vegetation an Atmosphere Vol I. Acad.
Press New York 57-109F
Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Bandung:
Penerbit ITB.
18
Tjernstrom M, Balsley B, Svensson G,
Nappo C. 2008. The Effects of Critical
Layers on Residual Layer Turbulence. J
Atmospheric Sciences 66:468-480.
Usman. 2004. Analisis Kepekaan Beberapa
Metode Pendugaan Evapotranspirasi
Potensial terhadap Perubahan Iklim. J
Natur Indonesia 6(2): 91-98
Wilson K, Hanson P, Mulholland P,
Baldocchi D, Wullschelger. 2001. A
Comparison of Methods for Determining
Forset Evapotranspiration and its
Componenets : Sap Flow, Soil Water
Budget, Eddy Covariance and Catchment
Water Balance. J Agriculture for
Meteorology 106:153- 168.
Wohlfahrt G, Irschick C, Thalinger B,
Hortnagl L, Obojes N, Hammerle A.
2010. Insights From Independent
Evapotranspiration Estimates for Closing
the Energy Balance: A Grassland Case
Study. J Vadose Zone 9:1025-1033.
Zhang Y, Liu C, Tang Y, and Yang Y. 2007.
Trends in
Pan Evaporation and
Reference and Actual Evapotranspiration
Across the Tibetan Plateau.
J
Geophysical Research 112:D1
LAMPIRAN
20
Lampiran 1 Data profil suhu udara rata-rata dasarian pada tiga ketinggian wilayah Situgede, Darmaga,
Bogor Januari-Desember 2009
Rata-rata suhu udara (0C)
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
4 meter
7 meter
10 meter
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
24,0
23,7
24,4
23,8
24,3
24,2
24,7
24,1
24,2
24,8
25,2
25,1
25,2
24,7
25,1
25,1
25,0
25,1
24,8
23,9
24,1
23,4
25,1
24,7
25,1
24,8
24,9
24,9
25,1
24,4
25,7
24,4
24,6
24,7
24,0
23,7
24,4
23,7
24,3
24,1
24,7
24,1
24,2
24,8
25,1
25,0
25,1
24,7
25,1
25,1
25,0
24,5
24,8
23,9
24,1
23,4
25,0
24,5
25,0
24,8
24,7
24,8
25,0
24,4
25,6
24,4
24,5
24,6
24,0
23,7
24,3
23,7
24,2
24,1
24,7
24,0
24,1
24,7
25,1
24,9
25,1
24,7
25,1
25,0
24,9
24,1
24,7
23,7
24,0
23,3
25,0
24,6
25,0
24,7
24,7
24,8
25,1
24,5
25,7
24,4
24,6
24,6
2
25,2
25,1
25,1
3
24,7
24,6
24,6
21
Lampiran 2 Data profil kelembaban udara rata-rata dasarian pada tiga ketinggian wilayah Situgede,
Darmaga, Bogor Januari-Desember 2009
Rata-rata kelembaban udara (%)
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
4 meter
7 meter
10 meter
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
79
89
84
89
81
85
79
79
83
84
82
80
82
84
77
80
78
78
75
66
72
68
72
69
68
74
68
81
75
79
76
87
84
85
78
88
84
88
81
84
77
78
82
83
81
79
81
84
76
79
77
76
74
65
71
66
71
67
67
73
66
79
74
78
74
86
83
85
77
88
84
88
79
84
78
77
82
82
80
78
80
84
75
78
77
77
73
63
71
66
71
67
66
72
65
79
74
78
75
86
82
84
2
77
75
75
3
87
86
85
22
Lampiran 3 Data profil kecepatan angin rata-rata dasarian pada tiga ketinggian wilayah Situgede,
Darmaga, Bogor Januari-Desember 2009
Rata-rata kecepatan angin (m s-1)
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
4 meter
7 meter
10 meter
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
0,7
0,7
0,8
0,9
0,9
0,9
1,0
0,7
0,6
0,4
0,5
0,6
0,5
0,4
0,4
0,5
0,4
0,4
0,5
0,6
0,6
0,6
0,6
0,7
0,8
0,7
0,8
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
0,8
0,6
0,9
0,8
0,9
1,0
1,1
1,0
1,2
0,9
0,8
0,6
0,7
0,7
0,7
0,6
0,7
0,6
0,6
0,6
0,6
0,7
0,7
0,7
0,7
0,8
0,9
0,8
0,9
0,7
0,7
0,7
0,7
0,8
0,9
0,7
1,1
0,9
1,0
1,1
1,2
1,2
1,4
1,0
1,6
0,7
0,8
0,9
0,8
0,7
0,8
0,8
0,7
0,7
0,7
0,9
0,9
0,8
0,8
0,9
0,9
0,9
1,0
0,8
0,8
0,8
0,8
0,9
1,0
0,8
2
0,7
0,8
1,0
3
0,6
0,7
0,8
23
Lampiran 4 Data jumlah intensitas radiasi matahari dasarian wilayah Situgede, Darmaga, Bogor
Januari-Desember 2009
Intensitas radiasi
(MJ m-2 day-1)
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
113,19
88,15
119,48
79,45
104,17
84,92
133,23
141,47
140,28
115,22
114,47
119,65
107,52
92,77
124,57
99,22
111,45
107,14
113,53
119,57
126,16
128,10
123,64
144,92
144,39
138,96
152,37
122,73
145,52
153,24
141,39
111,66
106,49
125,98
2
133,26
3
105,86
24
Lampiran 5 Data jumlah curah hujan dasarian wilayah Situgede, Darmaga, Bogor Januari-Desember
2009
Curah hujan (mm)
Bulan
Dasarian 1
Dasarian 2
Dasarian 3
Januari
29
200
38
Februari
204
8
88
Maret
April
Mei
44
143
309
81
92
78
137
25
184
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
121
46
1
31
153
67
90
1
23
106
78
190
127
84
7
20
185
150
Desember
114
62
83
25
Lampiran 6 Hasil evapotranspirasi dasarian wilayah Situgede, Darmaga, Bogor Januari-Desember 2009
Evapotranspirasi (mm)
Panci
Kelas
Ab
PenmanMonteith
27,03
29,76
33,27
21,14
21,47
17,09
24,52
24,10
20,11
29,02
29,24
34,77
1
13,20
22,95
19,05
16,01
23,20
2
24,10
16,81
24,96
28,78
31,67
3
21,20
23,73
20,47
25,77
24,90
1
29,10
30,01
32,31
34,89
39,74
2
31,60
37,51
34,92
37,36
42,45
3
29,50
31,06
35,71
35,87
42,94
1
25,80
33,84
29,36
31,37
34,58
2
26,50
24,58
29,16
32,22
35,50
3
25,50
21,01
30,21
30,94
36,73
1
24,00
24,04
27,25
29,16
32,33
2
20,80
28,45
24,07
25,25
28,95
3
26,30
37,80
32,03
31,09
38,89
1
21,10
35,85
31,30
25,59
30,91
2
26,00
39,20
34,47
31,54
33,98
3
20,90
36,81
32,82
25,33
32,43
1
25,40
42,66
31,56
30,05
33,78
2
28,40
45,32
33,17
30,45
36,19
3
32,30
47,81
35,11
36,86
38,85
1
30,00
52,03
35,40
32,91
38,05
2
27,70
50,20
34,78
31,15
38,24
3
35,30
48,04
40,44
38,33
44,05
1
37,20
51,50
40,80
42,01
45,16
2
35,30
49,75
39,15
40,80
43,63
3
37,00
51,36
42,47
41,02
45,93
1
27,90
43,09
34,23
32,84
38,10
2
32,10
41,26
40,68
37,89
44,77
3
36,10
31,79
42,87
43,78
48,63
1
33,10
36,37
39,61
39,66
42,64
2
22,30
32,30
31,04
27,12
34,80
3
20,50
25,67
29,48
24,91
32,76
1
28,70
36,13
35,05
34,85
38,64
2
31,20
42,58
37,12
37,04
40,43
3
24,60
37,00
29,51
29,84
32,90
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sep
Okt
Nov
Des
Panci
Kelas Aa
Aerodinamik
1
25,30
30,84
2
14,10
3
PenmanMonteith
a
b
(a) Metode panci kelas A dengan nilai Kp=0.7, metode Penman-Monteith dengan nilai π‘Ÿπ‘Ž dan π‘Ÿπ‘  menggunakan
asumsi FAO Penman-Monteith
(b) Metode panci kelas A dengan nilai Kp berdasarkan FAO, metode Penman-Monteith dengan nilai π‘Ÿπ‘Ž dan π‘Ÿπ‘ 
menggunakan ketinggian 1.5 m, LAI periode kering=5 dan LAI periode basah = 6
Lampiran 7 Contoh perhitungan menggunakan metode aerodinamik
Data yang digunakan pada contoh perhitungan adalah data pada tanggal 4 Juni 2009.
Tgl
4
Ri
1,45
T7
(K)
T1
(K)
T2
(K)
θa
(K)
θ1
(K)
θ2
(K)
23,7
296,7
296,7
296,8
296,8
296,7
296,9
0,2
6
27,7
300,7
300,8
300,7
300,7
300,8
300,7
-0,1
6
25,5
298,5
298,6
298,5
298,6
298,6
298,5
-0,1
e1
(hPa)
e2
(hPa)
P
(hPa)
Z1
(m)
Z2
(m)
T1
(oC)
T2
(oC)
T ratarata (oC)
U1
(km/jam)
U1
(m/s)
U2
(km/jam)
U2
(m/s)
U2-U1
(m/s)
Z2-Z1
(m)
7.00
4
10
23,7
23,8
23,8
1,1
0,3
1,6
0,4
0,1
6
14.00
4
10
27,8
27,7
27,7
3,3
0,9
4,5
1,2
0,3
18.00
4
10
25,6
25,5
25,5
2,5
0,7
3,7
1,0
0,3
Jam
Kondisi
Stabil
Ϛ
Ο•s
0,20
2,00
T7
(oC)
ρa
(kgm-3)
es1
(hPa)
2,00
1,1900965
29,303
29,48
95
93
27,80
27,48
990,986
0,0176
0,0174
-0,0002
Ο•m
es2
(hPa)
RH1
(%)
RH2
(%)
q1
(kg/kg)
q2
(kg/kg)
q2-q1
(kg/kg)
-0,16
Tidak Stabil
-0,16
0,54
0,74
1,1744644
37,358
37,032
61
59
22,74
21,87
990,986
0,0144
0,0138
-0,0006
-0,16
Tidak Stabil
-0,16
0,54
0,74
1,1829217
32,825
32,534
81
79
26,69
25,74
990,986
0,0169
0,0163
-0,0006
d
(m)
z2-d
(m)
z1-d
(m)
ln [(z2-d)/(z1-d)]
L
(Joule/kg)
Qe
(Joule/det m2)
(-1)*Qe
(Joule/det m2)
E
(mm/day)
1,05
8,95
2,95
1,2318
2443000
-2,8636
2,8636
0,00000117
1,05
8,95
2,95
1,2318
2433460
-171,8455
171,8455
0,00007062
1,05
8,95
2,95
1,2318
2438740
-193,2828
193,2828
0,00007926
Rata-rata E
0,0000503
θ2-θ1
(K)
ET 12 jam
(mm/day)
2,18
26
Lampiran 8 Contoh perhitungan menggunakan metode Penman-Monteith
tgl
julian
date
RH
(%)
U2
(km/jam)
U2
(m/s)
Tmax
(oC)
Tmin
(oC)
Trata
(oC)
e Tmax
(kPa)
e Tmin
(kPa)
es
(kPa)
e (mb)
e
(kPa)
Tdew
(oC)
ea
(kPa)
es-ea
(kPa)
Δ
(kPaoC-1)
P
(kPa)
γ
(kPaoC-1)
1
155
85
1,6
0,4
32,2
23,4
26,3
4,809
2,878
3,84
33,528
3,353
26,001
3,362
0,48
0,202
99,074
0,066
1
2
dr
φ
δ
ωs
Ra
(MJ m-2 day-1)
N
(jam)
n
(jam)
n/N
Rs
(MJ m-2 day-1)
Rso
( MJ m-2 day-1)
Rs/Rso
(MJ m-2 day-1)
Rns
(MJ m-2 day-1)
0,278
0,151
0,97
-0,1134
0,391
1,5238
31,09
11,65
7,1
0,6
17,25
23,43
0,74
13,28
σ (Tmax)4
[MJ m-2 day-1]
σ (Tmin)4
[MJ m-2 day-1]
(σ (T)4 rata-rata)
[MJ m-2 day-1]
3
4
Rnl
(MJ m-2 day-1]
Rn
[MJ m-2 day-1]
G
[MJ m-2 day-1]
Rn-G
[MJm-2day-1]
5
ETo (mm/day)
42,63
37,92
40,28
0,64
0,08
2,16
11,12
1,11
10,01
0,83
3,51
Keterangan :
1
: βˆ† + γ (1 + 0.34 u2 )
900
2
: γ T+273 u2 (es − ea )
R
3
: 1.35 R s − 0.35
4
5
: 0.34 – 0.14 ea
: 0.408 βˆ† R n − G
so
27
Download