1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh manusia terdiri dari sel-sel yang secara aktif bertumbuh dan membelah secara terkontrol untuk memproduksi sel-sel baru yang dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi kesehatan tubuh. Jumlah sel dalam tubuh W dipertahankan pada jumlah tertentu oleh proses fisiologis yang meregulasi kematian sel secara terprogram yang dikenal dengan apoptosis. Sel yang telah KD mati akan digantikan dengan sel yang baru. Proses fisiologis ini suatu saat dapat terganggu. Sel dapat mengalami kerusakan atau perubahan, mengakibatkan suatu mutasi yang akan menyebabkan tidak terjadinya proses apoptosis, sehingga U jumlah sel dalam tubuh berlebihan akibat pertumbuhan sel yang tidak terkendali. © Kelebihan sel-sel ini dapat membentuk suatu massa jaringan baru yang dikenal dengan neoplasma. Neoplasma yang terbentuk ini bisa bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna). Kanker atau neoplasma maligna merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak sesuai dengan proses fisiologis (pertumbuhan sel yang berlebihan dan tidak terkontrol) yang dapat menginvasi jaringan lain (bermetastasis ke jaringan tubuh yang lain) (Kumar, et al. 2007). Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan bentuk neoplasma atau keganasan yang dimulai dari organ serviks, yaitu bagian inferior dari uterus (rahim) yang terbuka ke bagian proksimal vagina. Sampai saat ini, kanker serviks 1 2 masih merupakan masalah kesehatan yang serius bagi perempuan di Asia Tenggara karena prevalensi dan angka kematiannya yang tinggi, dengan insidensi 188 kasus per 100.000 penduduk, dan angka mortalitas mencapai 102 dari 188 kasus tersebut. Di seluruh dunia, kanker serviks merupakan kanker ketiga terbanyak yang paling sering dijumpai pada perempuan dengan perkiraan 530.000 kasus selama tahun 2008. Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk per tahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, W dengan kanker serviks menempati urutan pertama di antara kanker pada wanita. Kanker serviks juga merupakan kanker kelima yang menyebabkan kematian KD terbanyak pada perempuan di dunia. Diperkirakan di seluruh dunia, setiap tahunnya terjadi 473.000 kasus kanker serviks dan 253.000 kematian terjadi akibat kanker ini (Global Cancer WHO, 2008). U Berbagai macam tanaman dilaporkan memiliki kemampuan sebagai anti kanker. Salah satu tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia © adalah kunyit (Curcuma longa). Suatu bahan alam yang berpotensi dikembangkan menjadi obat antikanker baru memerlukan skrining lebih lanjut mengenai potensi sitotoksistasnya secara in vitro. Dalam studi in vitro, bahan alam tersebut dipaparkan terhadap berbagai macam cell line, kemudian dilakukan penghitungan untuk mencari nilai IC50 (inhibitory concentration), yaitu konsentrasi yang mampu menghambat pertumbuhan/mematikan sel sebesar 50%. National Cancer Institute menetapkan suatu kriteria bahwa bahan alam yang dianggap berpotensi memiliki efek antikanker harus memilki nilai IC50 yang kurang dari 30µg/ml. Kunyit memiliki kandungan curcumin yang terbukti secara klinis memiliki efek 3 antioksidant, anti-inflamasi, antiproliferasi, dan sitotoksik sehingga mampu menginduksi apoptosis. Studi in vitro oleh Ashok Khar, et al., 2001 menunjukkan sensitivitas setiap sel terhadap curcumin berbeda-beda. Curcumin menginduksi apoptosis pada sel-sel keganasan leukemia, payudara, colon, hepatocelular, dan ovarium, tetapi resistensi terjadi pada sel-sel keganasan paru, ginjal, prostat, serviks, sistem saraf pusat, serta melanoma. HeLa cell line merupakan sel epitelial kanker leher rahim yang telah W dikultur dan dikembangkan untuk berbagai kepentingan penelitian. Sel HeLa merupakan cell line pertama yang berhasil dikultur dari manusia. Sel HeLa KD berproliferasi secara cepat dengan waktu duplikasi 24 jam (Rahbari et al., 2009). Penelitian oleh Lu Jiang, et al (2010) melaporkan bahwa proto-onkogen Oral cancer overexpressed 1 (ORAOV1) berperan penting dalam pertumbuhan sel U HeLa, dengan meregulasi siklus sel serta apoptosis. ORAOV1 merupakan gen yang terletak di 11q13. Jika ekspresi ORAOV1 pada sel HeLa dihilangkan, akan © mengakibatkan downregulasi ekspresi Cyclin A, Cyclin B1, dan Cdc2 yang mengakibatkan S cell cycle arrest. Selain itu, jika ekspresi ORAOV1 dihilangkan, akan mengaktivasi apoptotic pathway baik yang intrinsik dan ekstrinsik sehingga mengakibatkan apoptosis pada sel HeLa melalui ekspresi gen pro apoptotic seperti p53, Caspase-3, Caspase-8, Caspase-9, dan cytochrome C. Dalam penelitian ini, sel HeLa akan dijadikan sebagai model representatif untuk mewakili sel kanker. 4 B. Perumusan Masalah Bagaimana potensi sitotoksisitas ekstrak kunyit (Curcuma longa) pada sel kanker HeLa didasarkan pada nilai IC50? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah ekstrak kunyit memiliki D. Manfaat Penelitian W efek sitotoksisitas pada sel HeLa, dan menentukan dosis optimal (IC50). KD Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa : 1. Memberikan informasi yang jelas tentang sitotoksisitas kunyit terhadap sel HeLa. U 2. Memberikan masukan tentang potensi ekstrak kunyit sebagai obat © antikanker pada kanker serviks.